Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

Sarang Love Story (Chapter 3)

$
0
0

postersls

Sarang Love Story

 

Author  : OhCha a.k.a Camelia

Rating   : PG-17

Genre   : Romance, Hurt

Cast       :

–              Chanyeol EXO as Park Chanyeol

–              Yoon eun hye as Yoon Sarang

–              Sehun EXO as Oh Sehun

–              Sooyoung SNSD as Choi Sooyoung

–              Suho EXO as Kim Junmyeon

–              Seulgi Red Velvet as Kang Seulgi

A/N        :

Selamat menikmati chapter 3 ini^^  Dichapter 4 nanti udah bakal ada konflik-konflik  jadi keep reading.. please kritik dan saran J

“Mwo..?” Apa aku tidak salah dengar? Dia ingin aku menjadi kekasihnya?

“Kau jangan salah sangka, aku hanya meminta kau menjadi kekasih pura-puraku. Hanya itu.” Apa dia bisa mendengar isi kepalaku? Aku bingung harus bagaimana, tapi setidaknya jika aku mau aku tidak harus membayar 10 juta itu kan? Tapi kalau aku langsung mau nanti aku malah dibilang terlalu percaya diri aisshh.. ekspresi bingungku ini pasti terbaca olehnya sehingga dia trus menatapku tajam.

“Kau tidak harus menjawabnya sekarang, meskipun kau tidak mau itu tidak merugikan bagiku.” Ahh dia benar-benar orang yang kaku. Kulihat dia sedang menelpon seseorang, lalu kurasakan ponselku bergetar di saku blazerku. Kulihat dilayar bukan nomor yang kukenal.

“Itu nomor ponselku kau bisa menghubungiku untuk memberi jawaban.”

“Baiklah..” aku membungkukan badanku lalu keluar dari ruangan CEO Park. Aku berjalan pelan sambil memikirkan apa yang baru saja aku dengar, apa yang harus aku putuskan.

Sarang *pov* end

 

Author *pov*

Junmyeon masuk ke dalam ruang kantor chanyeol, lalu duduk di sofa.

“Apa gadis itu dia?” Tanya junmyeon, mendengar itu membuat chanyeol berhenti dari pekerjaannya yang sejak tadi bergulat dengan file-file dimejanya.

“Hyaa.. junmyeon kau ini benar-benar.”

“Ku lihat dia sangat cantik dan.. sexy, itu memang tipemu bukan.” Ya junmyeon benar, itu alasan kenapa chanyeol tertarik pada sarang dan memilih sarang untuk menjadi kekasih pura-puranya. Dan chanyeol menyadari itu memang benar.

“Sudahlah aku masih tidak mau membahasnya.” Jawab chanyeol malas.

“Kau tidak ditolak kan?”

“Kim junmyeon kau tau aku ini siapa? Aku park chanyeol.. tidak ada yang tidak bisa aku dapatkan.” perkataannya terdengar angkuh, Chanyeol memang selalu mendapatkan segalanya sejak kecil ya karena latar belakang keluarganya yang sangat kaya raya. Tapi juga chanyeol seseorang yang selalu berusaha keras untuk mencapai sesuatu apapun itu.

Tiba-tiba sambungan telepon chanyeol dengan sekertarisnya berbunyi.

“Ada apa?” Chanyeol menjawab sambungan.

“Maaf tn. Park, disini ada nona Kang seulgi ingin bertemu anda.” Chanyeol menghela nafasnya kasar.

“Baik.. suruh dia masuk.”

“Kang seulgi? Dia yang akan dijodohkan denganmu?” Chanyeol tak menjawab pertanyaan junmyeon, dia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

Tok tok~

Seulgi masuk ruangan dia melihat junmyeon ada disana dan menundukan kepalanya sebentar untuk memberikan salam.

“Aku sebaiknya keluar dulu.” Junmyeon meninggalkan ruangan dan tersrenyum pada seulgi saat berpapasan.

“Kenapa kau kemari?” Tanpa basi-basi chanyeol bertanya pada seulgi dengan sifat dinginnya.

“Aku ke sini membawakanmu makan siang.” Seulgi sedikit mengangkat bekal yang ditentengnya sejak tadi.

“Kenapa kau merepotkan dirimu sendiri, aku akan makan siang diluar dengan asisten kim.”

“Makanlah disini aku membuatkan kimbap, oemmoni bilang kau sangat suka kimbap.”

“Oemmonim?” Chanyeol sudah menduga ini adalah rencana ibunya untuk mendekatkan seulgi dengannya.

“Ah aku hanya bertanya padanya.” Chanyeol malah bangkit mengambil jasnya lalu berjalan melewati seulgi.

“Park chanyeol” seulgi memanggil Chanyeol dengan nada yang ditinggikan. Chanyeol pun langsung berhenti sebelum membuka pintu.

“Kenapa kau bersikap dingin padaku?” Seulgi mulai nampak emosional. Chanyeol hanya menanggapi dengan diam.

“Tak bisakah kau membuka hatimu untukku?” Mata seulgi mulai berkaca-kaca, chanyeol membalikkan badan dan menatap seulgi.

“Park chanyeol.. aku menyukaimu.. dan aku akan melanjutkan rencana pertunangan kita.” Ujar seulgi

“Cukup. Kau ini kenapa? Kenapa kau sangat egois?”

“Aku menyukaimu..”

“Tidak.. aku tidak menyukaimu, jika kau sudah selesai keluar dari ruanganku.” Chanyeol lalu meninggalkan seulgi dan membanting pintu. Seulgi masih mematung disana, dia terkejut dengan sikap chanyeol padanya.

“Aku akan membuatmu jadi milikku park chanyeol..” seulgi bergumam dengan tatapan membaranya.

 

**______**

 

Sarang sedang berbaring diranjang kamarnya. Dia terlihat memikirkan sesuatu yang memenuhi isi kepalanya. Sambil terus melihat layar ponselnya. ‘Apa yang harus aku lakukan?’ Pikirnya, apa menjadi kekasih seorang CEO sangat membahagiakan? Tapi itu hanya pura-pura. Sarang lalu menghela nafas sambil memejamkan matanya. Lalu dia bangkit dari tidurnya dan menekan tombol diponselnya.

“Yeo.. yeoboseo” sarang sedang menghubungi chanyeol.

“Apa kau sudah memikirkan penawaranku?”

“Tn. Park aku memang tidak memiliki uang sebanyak itu.. tapi aku harus bertanggung jawab.”

“Lalu?” Sepertinya chanyeol mulai penasaran.

“Nde.. aku akan menjadi kekasihmu, kekasih pura-puramu.” Sarang mencoba mengatakan dengan tenang dan hati-hati padahal jantungnya berpacu dengan sangat cepat.

“Oke, mulai besok kau harus menuruti semua apa kataku.”

“Semua?”

“Ya kau harus menuruti apa kataku dan kau harus melakukannya dan itu akan membuat hutangmu impas.” Sekarang chanyeol seperti sedang mengancam sarang. Dan sarang hanya bisa menundukkan kepalanya karena memang tidak ada yang bisa dia lakukan, dia tidak punya uang sebanyak itu dan meminjampun tidak bisa dia lakukan karena tidak ingin merepotkan orang lain.

“Baiklah tn. Park.”

“Chanyeol.. panggil aku park

Chanyeol, ingat mulai besok kita adalah sepasang kekasih.” Dibalik telepon chanyeol sedang menahan tawanya.

“Ye.. park chanyeol-shi”

 

**______**

 

Pagi ini sarang bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan sooyoung. Sooyoung yang mencium bau harum masakan langsung terbangun dari mimpi indahnya. Dia berjalan ke dapur masih dengan piama dan bandana berpita besarnya.

“Kau sudah bangun tuan putri?” Sooyoung hanya nyengir mendapat sapaan dari sarang dia lalu menuangkan jus digelasnya dan langsung mminumnya.

“Sarang-ii, kau cantik sekali hari ini. Apa kau menggunakan make-up?” Sarang memang jarang sekali bersolek, tapi entah kenapa pagi ini dia sedikit memolesi wajah cantiknya dan itu disadari oleh sooyoung.

“Ahh.. begitukah? Aku hanya menggunakan lipstik baru.” Sarang terlihat malu, hyaa kenapa juga dirinya berdandan apa karena CEO itu. Sarang sekarang heran dengan dirinya sendiri.

Tok tok tok~

“Oh ada yang datang..” sarang akan melepas celemeknya tapi segera ditahan oleh sooyoung.

“Biar aku yang bukakan.” Sooyoung segera bangkit dari meja makan dan segera berjalan kedepan untuk membuka pintu. Saat membuka pintu sooyoung hanya memandang seseorang diluar itu terpaku, sooyoung bagai tertiup angin pagi yang begitu segar. Dirinya merasa sedang dihujani bunga-bunga yang bermekaran. Dia memandang namja itu terus dengan senyuman terpesona.

“Permisi, benar ini kediaman yoon sarang?” Tidak menjawab pertanyaan lelaki itu sooyoung malah terus memandanginya.

“Hallo.. ” lelaki itu mengibaskan tangannya didepan muka sooyoung tapi tetap saja tidak ada respon.

Sarang yang penasaran segera menghampiri sooyoung, dan mendapati sooyoung malah seperti orang yang kesambet senyum-senyum kepada pria didepannya. Sarangpun mendorong sooyoung untuk pergi ke belakang malah dia tetap kembali di belakang sarang dan tetap memandangi namja tadi.

“Annyeonghaseo.. apa anda mencariku?” Tanya sarang pada namja tadi.

“Oh ye.. aku asisten Park chanyeol, kim junmyeon.”

“Aku choi sooyoung..” sooyoung memperkenalkan dirinya tanpa disuruh masih dengan senyum tudak jelasnya itu. Sarang hanya memutar bola matanya melihat tingkah sooyoung.

“Maafkan dia, dia memang sedikit.. “sambil mencoba menjelaskan kelakuan sahabatnya yang aneh itu ke junmyeon, dan junmyeon terkekeh dengan hal itu.

“Tidak apa-apa.. aku ke sini karena diminta chanyeol untuk menjemputmu.”

“Menjemputku? Untuk pergi ke kantor? Ah.. itu tidak perlu aku bisa berangkat sendiri.” Terang sarang.

“Tidak, kau tidak akan pergi ke kantor hari ini.”

“Waeyo?”

“Hari ini ada sesuatu yang akan kau lakukan dengan chanyeol jadi dia memintaku untuk mengajakmu mepersiapkan itu.” Junmyeon menjelaskan. Tapi sarang masih terlihat bingung dengan maksud junmyeon.

“Bisa kita pergi sekarang?” Tanya junmyeon.

“Oh baiklah aku akan bersiap-siap sebentar.” Sarang lalu masuk kedalam untuk mengambil tasnya yang diikuti oleh sooyoung.

“Hya.. sarang siapa namja keren itu? Dan siapa chanyeol?” Sooyoung setengah berbisik

“Kau tak mendengar dia asisten park chanyeol CEO perusahaanku, dan chanyeol orang yang mobilnya aku tabrak.” Jelas sarang.

“Mwoo?”

“Sudah aku akan berangkat.. nanti akan ku ceritakan semua.” Sarang segera pergi. Diluar dia ditunggu oleh junmyeon dengan mobil sedan hitam. Junmyeon membukakan pintu untuk sarang, sarang pun masuk kedalam mobil dengan perasaan yang canggung. Kemana dia akan dibawa pergi oleh junmyeon.

Setelah perjalanan 20 menit junmyeon menghentikan mobilnya disalah satu pusat perbelanjaan besar di Seoul. Sarang semakin heran kenapa dirinya dibawa ketempat seperti itu. Memang chanyeol sepertinya sedang merencanakan sesuatu yang ditugaskan pada junmyeon.

“Kenapa kita kesini?”

“Sebagai kekasih park chanyeol kau harus terlihat menyilaukan.” Junmyeon tersenyum lalu langsung mengajak sarang masuk kedalam mall. Disana mereka berdua hampir memasuki setiap toko untuk berbelanja baju, sepatu, tas. sarang merasa tidak enak hati untuk menerima itu semua tapi junmyeon tetap saja memaksa dan membelanjakan untuknya.

“Kim junmyeon-shi.. kurasa ini semua sudah cukup.” Sarang sedikit terlihat letih dengan membawa banyak tentengan tas belanjaan.

“Benarkah? Kalau begitu kita akan pergi ketempat selanjutnya, kajja..” junmyeon lalu berjalan dulu dan

Diikuti oleh sarang. Setelah keluar mall dan berjalan sebentar mereka masuk kedalam sebuah salon kecantikan. Lalu junmyeon berbicara dengan seseorang pegawai salon dan mereka langsung mempermak sarang. Junmyeon membawa sarang kemari untuk memake over sarang yang sebenarnya memang sudah cantik tapi sarang jarang mengenakan make-up. Saat menunggu sarang tiba-tiba ponsel junmyeol berbunyi, tertera nama chanyeol disana.

“Oo.. aku sudah di misi terakhir.” Jawab junmyeon.

“Baiklah kalau begitu aku akan menjemputnya disana.”

“Oke..”

Author *pov* end

 

Chanyeol *pov*

Aku melajukan mobilku menuju tempat dimana junmyeon dan sarang sekarang berada. Entah kenapa aku sangat semangat menjemput mereka. Apa karena aku begitu ingin melihatnya? Ah tidak aku hanya membutuhkan dia untuk menghindari pertunanganku dengan putri keluarga Kang.

Aku sampai didepan tempat yang disms kan junmyeon padaku. Aku menunggu mereka diluar, aku bersandar dimobil sedan putih milikku. Sekali-kali aku ketukan ujung sepatuku di aspal.

Aku jadi deg-degan menunggu wanita itu keluar. Lalu kulihat junmyeon keluar dan diikut sarang.

Deg~

Kenapa aku ini? Melihatnya jantungku seperti berhenti.

Dia sangat cantik dengan riasan yang tidak mencolok tapi tetap terlihat elegan, dengan rambut diikat kebelakang yang rapi. Dia mengenakan atasan shirt warna navy lengan panjang yang digulung sampai siku dan belahan kancing atasnya yang dibuka sehingga hampir memperlihatkan belahan dadanya. Dengan rok diatas lutut bermotif warna coklat keemasan. Benar-benar.. yeoja ini membuat aku panas sekarang.

Dia berjalan ke arahku, aku kehabisan kata-kata dibuatnya. Oh tidak, aku tidak boleh menunjukan bahwa aku terpesona olehnya. Aku langsung membukakan pintu mobil dan dia masuk masih dengan menundukan kepalanya sejak tadi. Aku akan masuk mobil lalu kulihat junmyeon yang masih disana dia yang melihatku lalu menunjukan wink dan jempolnya itu, lalu kami pun pergi.

Cukup lama kami tidak ada yang membuka suara didalam mobil. Dan aku merasakan dia juga sedikit canggung.

“Tn. Park.. maksudku.. park chanyeol-shi, sebenarnya kita akan kemana?” Mungkin sarang penasaran dengan semua ini.

“Kita akan kerumah orang tuaku.” Jawabku.

“Ye? Ba.. bagaimana bisa aku bertemu mereka? Aku tidak mau chanyeol-shi aku sangat gugup. Kita saja belum saling kenal sebelumnya.” Refleks aku menggenggam tangannya dan menatapnya.

“Gwanchana.. aku akan selalu disampingmu.” Sekarang apa yang aku lakukan? Aku seperti sedang menenangkan kekasihku yang gugup.

Mobilku mulai masuk gerbang rumah orang tuaku yang terbuka dengan otomatis beberapa penjaga juga terdapat disana. Memasuki halaman rumah yang besar dengan taman yang indah dan air mancur yang tinggi. Kulihat sarang melihat takjub rumah orang tuaku dari dalam mobil.

“Kajja.. ” aku membuka pintu mobil dan keluar. Aku menunggunya, dia masih saja gugup dan terus saja mengatur nafasnya. Aku menggandengkan tangannya padaku, dia nampak terkejut dengan itu. Aku mengganggukan kepalaku untuk menenangkannya bahwa tidak akan apa-apa. Kami pun masuk kedalam rumah aboeji dan oemmoni.

Chanyeol *pov* end

 

Author *pov*

Chanyeol dan sarang memasuki rumah yang megah dengan nuansa putih yang indah. Sarang nampak takjub melihat seluruh sudut rumah. Mereka disambut oleh beberapa asisten rumah tangga. Dan juga ada ahjumma yang bekerja disana sejak chanyeol kecil.

“Ahjumma dimana aboeji dan oemmoni?”

“Mereka sedang diruang keluarga.” Chanyeol lalu mengajak sarang masuk menuju ruang keluarga yang dimaksud kali ini chanyeol mengaitkan tangannya dipinggang sarang. Sarang yang mendapat perlakuan seperti ini dari chanyeol sekarang merasa dikedua pipinya terasa hangat karena malu. Sarang belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya rasa hangat dan nyaman ya itu yang ia rasakan saat ini berada didekat chanyeol.

Saat mereka berdua memasuki ruang keluarga, semua mata tertuju pada mereka ayah, ibu chanyeol dan juga seulgi mereka nampak terkejut dengan kedatangan mereka. Chanyeol dan sarang membukukan badan mereka memberi salam. Seulgi mengernyitkan dahinya karena bingung siapa wanita yang disisi chanyeol. Ibu chanyeol lalu bangkit dari duduknya.

“Oh putraku.. kau datang.” Ibunya menghampiri chanyeol,

“Tepat sekali, kita sedang membicarakan rencana pertunanganmu dengan seulgi.” Ibunya tampak tidak mengiraukan keberadaan sarang.

“Oemmonim.. aboeji.. aku datang kemari ingin memperkenalkan kekasihku.. ” Seulgi membelalakan matanya,

“Chanyeol-shi.. ” seulgi tiba-tiba berdiri.

“Chanyeol-aa jangan seperti ini, jelaskan bahwa ini tidak benar pada seulgi oh.” Ibu chanyeol setengah berbisik pada chanyeol. Sarang seperti serba salah dengan keadaan ini karena dirinya tidak menduga akan terjadi hal semacam ini.

“Aboeji.. oemmonim.. sebaiknya

Aku permisi.” Seulgi lalu membukukan badan dan berjalan pergi nampak dia menahan emosi dan cemburunya pada chanyeol.

 

**_______**

 

Setelah kejadian tadi keluarga park dan juga sarang saat ini sedang makan malam bersama karena ayah chanyeol yang ingin menyambut sarang.

“Park chanyeol kenapa kau tidak pernah memberitahukan aboeji tentang sarang sebelumnya.. ayah tidak akan sampai menuruti oemma mu untuk menjodohkanmu.” Kata ayah chanyeol ditengah-tengah makannya.

“Chosuamida aboeji.. karena kami sebelumnya belum siap untuk ini, tapi sekarang kami akan membicarakan hal yang lebih serius.” Chanyeol tersenyum pada sarang dan tangannya mulai berpindah mengelus paha sarang. Sarang yang sadar ini hanya berpura-pura didepan orang tua chanyeol pun hanya menuruti apa tingkah chanyeol.

“Jadi yoon sarang-shi.. apakah kau selebritis? Model? atau Dokter? Apa latar belakang pendidikanmu?” Sekarang ibu chanyeol yang bersuara.

“Sa.. saya humas di winner grup.”

“Jadi.. kau bekerja diperusahaan kami? Lalu apa latar belakang keluargamu? Bergerak dibidang apa perusahaan orang tuamu?” Perusahaan? Bagi sarang dan orang tuanya dulu bisa makan untuk sehari-hari itu sudah lebih dari cukup.

“Orang tuaku sudah meninggal sejak aku masih SMA, kami hanya dari kalangan biasa.” Sarang hanya bisa menundukan kepalanya, chanyeol melihat sarang begitu menyedihkan baginya. Chanyeol juga baru mengetahui cerita tentang orang tua sarang.

“Lalu kalau begitu kau tidak ada apa-apanya dengan seulgi, dan jika kau menikah dengan chanyeol tak ada kontribusinya juga untuk perusahaan.” Perkataan ibu chanyeol sungguh menyakitkan untuk di dengar oleh sarang.

“Oemmonim.. ” chanyeol berusaha memperingatkan ibunya. Sarang lalu berhenti menyantap makan malamnya.

“Memang.. aku tidak mempunyai apa-apa untuk kalian, aku juga tidak sebanding dengan kalian mungkin memang tempatku bukan disini.” Sarang menahan emosinya hingga matanya berkaca-kaca.

“Baguslah kalau kau sadar..” sarang yang tidak tahan lagi lalu berdiri dan pergi meninggalkan meja makan. Chanyeol yang terkejut akan hal ini mencoba memanggil sarang tapi tidak sarang hiraukan.

“Oemmonim.. kenapa begitu kasar padanya?” Bentak chanyeol, ibunya hanya membuang muka karena malas berdebat tentang sarang dengan chanyeol. Chanyeol pun pergi mengejar sarang.

“Kau benar-benar keterlaluan, kau menyakiti hatinya.” Kata ayah chanyeol.

“Aku tidak peduli, yeobo.. aku hanya ingin chanyeol menikah dengan seulgi.” Ayah chanyeol yang malas juga mendengar istrinya itu lalu pergi dan menyudahi makan malamnya.

 

**_______**

 

Sarang berlari keluar rumah besar itu, dia berhenti di tengah-tengah taman. Dia mencoba menenangkan dirinya dan mencoba menahan air mata yang akan jatuh.  Dibelakangnya chanyeol berlari kecil menghampirinya.

“Kau mencoba mempermalukanku?” Kali ini sarang benar-benar menatap chanyeol tajam.

“Kenapa kau membuatku menjadi kekasih pura-puramu.. padahal kau sudah akan bertunangan dengan gadis kaya raya,” chanyeol hanya terdiam menyimak perkataan sarang, “Kau salah memilihku park chanyeol, aku tidak punya apa-apa park chanyeol.. aku bukan apa-apa dimata keluargamu.. ” air mata sarang pun akhirnya jatuh membahasi pipinya. Hatinya terasa pedih mendapat perilaku yang tidak menyenangkan dari ibu chanyeol.

Tiba-tiba chanyeol menarik sarang kedalam pelukannya. Chanyeol mengusap puncak kepala sarang untuk menenangkannya.

“Mianhe.. jeongmal, aku tidak akan membiarkan ini terjadi lagi.” Mendengar dan mendapat perlakuan seperti ini membuat sarang merasa nyaman. Dalam

Pelukan chanyeol sarang merasa tenang, hatinya merasa hangat dan tidak ingin chanyeol melepasnya. Kenapa? Apa sarang mulai menumbuhkan rasa cinta pada namja itu? Tapi jika iya apa chanyeol akan membalas rasa itu? Tidak, pikir sarang. Karena mereka sangat berbeda. Berbeda dari segala hal ini akan sulit bagi mereka berdua.

 

-TBC-



Supermom

$
0
0

SUPERMOM

 

 

Title : Supermom

 

Author : Marie Rose Jane (@janeew_)

 

Genre : Romance

 

Length : Oneshoot

 

Rating : PG 15

 

Cast : Oh Sehun dan Jang Surin (OC)

 

Hello! Kali ini saya bawakan ff bergenre romance-family! Semoga kalian suka ya!

Oh ya, jika kalian berminat membaca fanfic-fanfic saya yang belum dipublish dimanapun kecuali di wordpress pribadi saya, berkunjung saja ke : http://ohmarie99.wordpress.com jangan lupa untuk tinggalkan jejak kalian setelah kalian berkunjung ke wp saya!

 

Thanks and happy reading!

 

**

“Ya! Cepat turun, sarapan sudah siap!” Seorang ibu muda yang kini tengah mengenakan sebuah apron berwarna pink terang itu tampak sibuk menata berbagai macam makanan di meja makan berbentuk bundar dihadapannya. Tidak lama setelah teriakannya barusan, dua orang yang dipanggilnya pun langsung turun dengan tergesa-gesa. Yang pertama sampai pada meja makan dan langsung menempatkan diri di kursi yang sudah ia patenkan menjadi miliknya itu adalah seorang anak laki-laki bernama Oh Rei, siswa kelas dua salah satu sekolah dasar internasional yang terdapat di daerah Apgeujeong. Sementara yang terakhir sampai ke meja makan adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap dengan setelan kerja rapi itu diketahui bernama Oh Sehun, yang tidak lain tidak bukan adalah suami dari seorang ibu muda bernama Jang Surin.

“Oh Rei, buku cetakmu sudah kau masukan semua, kan?” Rei mengangguk kemudian mengambil alih piring berisikan nasi yang disodorkan oleh ibunya dan mulai mengambil berbagai macam lauk yang ada dihadapannya. “Makanlah sup-mu dulu sebelum kau makan yang lain agar tenggorokanmu tidak kering.” Kata-kata itu selalu berulang setiap paginya membuat Rei yang kini tertangkap basah melewatkan supnya untuk kesekian kalinya itu mau tidak mau hanya menurut. “Ah, Surin-a, kau lihat jam tangan yang kemarin ku pakai? Aku mencarinya kemana-mana tapi tidak menemukannya sama sekali.” Kini giliran Sehun yang mengambil alih piring berisikan nasi yang disodorkan oleh Surin. “Makanya lain kali jangan meletakan barang dengan sembarangan! Itu aku meletakannya dimeja tamu.” Sehun hanya tersenyum kemudian beralih ke ruang tamu untuk mengambil jam tangannya lalu segera kembali ke meja makan untuk menikmati sarapannya.

Sehun dan Rei mulai menyantap sarapannya sementara Surin masih sibuk menyiapkan bekal untuk keduanya. Dengan rajin Surin meletakan beberapa kotak makan tersebut dengan tas yang terpisah. Surin tidak lupa untuk memasukan susu cokelat beserta satu buah apel untuk masing-masing tas. Setelah selesai, Surin meletakan tas makan itu diatas meja makan sementara Sehun dan Rei langsung tersenyum, menyampaikan ucapan terima kasihnya.

“Rei-ya, kau belum menata rambutmu ya? Aish, kau itu sudah besar, sudah harus tahu bagaimana cara menata rambut sendiri.” Surin segera naik ke lantai dua menuju kamarnya untuk mengambil sisir, tidak lupa juga dengan dasi Sehun yang tampak tertinggal di kasur. Dengan gerakan tergesa, Surin segera menata rambut Rei sementara anak itu masih sibuk menghabiskan sarapannya. “Sehun-a, kau melupakan dasimu.” Surin melempar dasi yang berada di bahunya pada Sehun yang dengan cepat menangkapnya. Sehun memasangnya dengan asal membuat Surin berdecak. Ibu muda yang tampak sangat sibuk mengurus dua bayi besar itu segera beralih pada Sehun dan langsung memakaikan laki-laki itu dasi dengan rapi. “Nah, sekarang apalagi yang kurang?”

“Ah, dimana mantel kalian? Aish, sudah ku bilang berkali-kali untuk selalu membawa mantel kalian. Sekarang ini musim sedang tidak menentu.” Surin segera naik ke lantai dua dan beberapa menit kemudian turun dengan dua buah mantel yang ia sampirkan pada tangan kanannya. Sehun mengambil mantel tersebut kemudian segera memakainya, begitu pula dengan Rei. “Jangan lupa tas kalian. Ah ya, aku sudah memasukan minuman vitamin di tas bekal. Jangan lupa untuk meminumnya.” Surin berujar panjang sambil merapikan mantel Sehun dan Rei secara bergantian.

“Ayo, kita sudah terlambat.” Ujar Sehun yang kini mengoper satu tas bekal yang ia pegang pada Rei. “Kami berangkat dulu, ya.” Sehun mengecup dahi Surin cepat begitupun dengan Rei yang kini sudah memeluk Surin. Sehun segera membantu Rei untuk masuk ke dalam mobil dan setelah itu ia berlari kecil untuk membuka gerbang sementara Surin yang kini melipat kedua tangannya itu hanya memperhatikan laki-laki itu dari halaman rumah. “Hati-hati di jalan. Ah ya, Sehun-a, apa kau sudah memasukan kertas penting yang kemarin kau tinggalkan di meja tamu?” Surin berseru kemudian Sehun segera membalasnya dengan seruan ‘sudah’. “Aku berangkat dulu! Tolong tutup pintu gerbangnya ya. Aku akan bawakan makan malam jadi kau istirahat saja, tidak usah memasak makan malam.” Sehun tersenyum seraya langsung masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya. Sementara Surin melambaikan tangannya kemudian menutup pintu gerbang tersebut.

Surin menghela napasnya pelan. Seperti itulah pekerjaannya setiap pagi. Beruntung hari ini mereka tidak bangun terlambat jadi semuanya masih dapat dikerjakan dengan rapi dan baik. Surin memang harus bangun pagi lebih awal, menyiapkan sarapan dan juga bekal untuk kedua orang yang paling ia sayangi itu, serta juga mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya disamping memasak. Untung saja sekarang Rei sudah bisa pulang sendiri dengan menggunakan bus sekolah, ia juga sudah dapat berangkat dan pulang sendiri dari kursus piano yang ia dalami, sehingga Surin tidak perlu lagi repot-repot mengantar-jemputnya seperti dulu.

Surin mulai merapikan kamar tidur Rei dan mengganti seluruh sprei dengan sprei yang baru. Sehun sudah berkali-kali berdiskusi mengenai menyewa jasa pembantu rumah tangga, namun berkali-kali juga Surin menolaknya. Sejujurnya Surin hanya senang ketika baik Sehun maupun Rei membutuhkan bantuannya. Surin senang melakukan semuanya untuk kedua orang itu. Surin senang ketika mereka mengucapkan terima kasih setelah Surin melakukan sesuatu untuk mereka. Mungkin seperti itulah perasaan seorang ibu. Setelah selesai dengan kamar tidur Rei, ia beralih menuju kamarnya dan Sehun. Surin benar-benar melakukannya semua dengan sendiri termasuk menyapu serta mengepel lantai kamar mereka. Karena terlalu bersemangat sedari tadi pagi, Surin bahkan tidak menyadari kalau sedari tadi ia terus saja bersin dan demam yang tadi pagi tidak begitu tinggi, sekarang naik drastis membuat Surin terduduk di pinggir kasur seraya meletakan vacuum cleanernya begitu saja.

Surin memijat pelipisnya pelan seraya mulai membaringkan tubuhnya dikasur. Tepat ketika Surin baru saja menemukan posisi yang tepat, ponselnya bergetar berkali-kali menandai adanya sebuah pesan masuk yang ternyata adalah dari Sehun. Surin meraih ponselnya dan segera membuka pesan dari Sehun yang ternyata sudah menumpuk itu.

From : Hun

Istirahat saja, tidak usah membereskan rumah atau apapun yang melelahkan hari ini.

 

From : Hun

Sedang apa kau sekarang? Sudah ku bilang istirahat saja hari ini jangan melakukan aktivitas yang melelahkan dulu.

 

From : Hun

Tadi malam kau demam tinggi dan aku benar-benar khawatir karena melihatmu sudah melakukan aktivitas seperti biasa pagi ini. Apa kau sudah benar-benar sehat? Kau harus beristirahat, kau tampak sangat kelelahan akhir-akhir ini. Aku akan membeli makan malam, jadi kau tidak perlu memasak makan malam. Hubungi aku kalau terjadi sesuatu.

 

From : Hun

Sekarang cepat balas pesanku dulu. Apa kau baik-baik saja?

 

Surin tersenyum lemah. Tidak, ia tidak merasa baik-baik saja. Demamnya sangat tinggi dan kepalanya terasa berat. Ia tidak dapat bernapas dengan lancar karena flunya yang bertambah parah. Surin rasa ia memang terserang flu berat. Surin baru saja ingin mengetikan balasan yang mengatakan bahwa ia tidaklah apa-apa, namun tiba-tiba sebuah panggilan video call dari Sehun muncul di layar ponselnya membuat Surin terkejut dan mau tidak mau akhirnya ia mengangkat video call tersebut.

“Mengapa lama sekali sih membalas pesannya?” Surin yang dapat melihat tatapan tidak sabar Sehun hanya tersenyum lemah. Laki-laki itu tampak tengah berada di ruang kerjanya yang sunyi. Seketika Surin bersin membuat Sehun langsung menatapnya cemas. “Sudah ku duga, kau flu berat. Apa kau sudah meminum obat?” Surin langsung menggeleng, ia tidak punya tenaga bahkan untuk mengeluarkan suaranya.

“Cepat cari obat flu di kotak obat dan langsung istirahat. Jangan mengerjakan pekerjaan rumah dulu. Ah ya, untuk makan siang, kau tidak perlu memasak, delivery bubur hangat saja.” Sehun mengoceh panjang sementara Surin hanya mengangguk-angguk perlahan. “Matamu sampai berair dan bibirmu tampak pucat. Hidungmu juga sangat merah. Aish, haruskah aku pulang dan menemanimu dirumah hari ini?” Surin langsung menggelengkan kepalanya cepat. Gadis itu mengambil tissue yang berada di meja kecil dekat kasurnya guna menutupi hidungnya yang merah.

“Ya, tuan arsitek handal, bagaimana bisa kau bersikap tidak professional hanya karena istrimu terserang flu yang dapat dikategorikan biasa? Tidak perlu. Selesaikan saja pekerjaanmu hari ini. Habiskan makan siangmu, ya. Aku tutup dulu, masih ada beberapa pekerjaan lagi yang harus aku selesaikan.” Surin bersuara dengan suara yang terdengar serak membuat Sehun semakin khawatir.

“Pekerjaan apalagi, sih?” Nada suara Sehun terdengar seperti benar-benar melarang Surin untuk melakukan apapun hari ini membuat Surin hanya memutar bola matanya malas. “Aku harus mengambil laundry hari ini dan harus mengantarkan baju olahraga Rei yang tertinggal di meja makan ke sekolahnya. Hari ini ia ada ekstrakurikuler futsal dan aku tidak tega kalau nanti ia harus repot-repot pulang dulu ke rumah.” Jelas Surin panjang kemudian tidak lama setelah itu terdengar helaan napas Sehun. “Lalu? Apalagi yang harus kau lakukan hari ini?” Tanyanya sementara Surin sudah bersin-bersin untuk kesekian kalinya.

“Aku masih harus berbelanja karena persediaan bahan makanan sudah menipis.” Sehun menatapnya dengan tatapan khawatir. “Hanya itu saja, kan? Mengambil laundry, mengantar baju olahraga, lalu berbelanja?” Sehun mengabsen satu persatu sementara Surin mengangguk-angguk.

“Karena kau berkata akan membelikan makan malam, berarti aku tidak perlu memasak hari ini. Ya, hanya tinggal membantu Rei mengerjakan tugas-tugasnya saja setelah ia pulang dari ekstrakurikulernya nanti sore.” Tambah Surin diikuti helaan napas Sehun. “Ya sudah, sekarang yang paling pertama dari antara semuanya, kau harus meminum obat dan tidur selama satu-dua jam untuk meredakan sedikit sakit kepala dan flu beratmu itu.” Surin mengangguk-angguk, menurut. “Kalau begitu, sampai bertemu nanti sore. Jangan lupa. Kau harus minum obat dan istirahat sebentar sebelum kau melakukan semua kegiatanmu itu.” Setelah mengucapkan kata ‘baiklah’ serta salam perpisahan, Surin mematikan sambungan video call tersebut seraya memijat pelipisnya pelan. Kepalanya benar-benar terasa pening dan hidungnya tidak dapat bekerja seperti biasanya.

Sehun benar, Surin rasa ia harus meminum obat dan istirahat paling tidak satu sampai dua jam sebelum ia melakukan semua kegiatan panjangnya hari ini. Surin langsung berjalan menuju dapur untuk mencari obat flu. Setelah meminumnya, Surin kembali ke kamar dan langsung membaringkan tubuhnya dibawah selimut hangatnya. Surin rasa ia benar-benar harus beristirahat.

**

Sehun berjalan mengendap-endap ke arah kamar tidurnya dan Surin dengan baskom kecil berisikan air dan tidak lupa juga sebuah handuk kecil. Jam sudah menunjukan pukul sebelas dan Surin masih terbaring di tempat tidur dengan nyaman. Sehun menghela napas lega mengetahui Surin benar-benar menurutinya. Sepertinya Surin juga lupa memasang alarm, membuat Sehun semakin lega. Sehun tidak bisa konsentrasi dengan semua pekerjaannya karena memikirkan Surin yang keras kepala akan tetap melakukan semua kegiatannya yang padat itu padahal ia sedang sakit sampai-sampai Sehun harus pulang sebelum jam makan siang tiba karena begitu khawatir terhadap istrinya itu.

Tentu saja kalau bukan karena Sehun direktur utama perusahaan tersebut, ia tidak akan mudah pulang semaunya saja seperti sekarang ini. Walaupun Sehun juga memiliki jadwal meeting setelah makan siang nanti, Sehun dengan sengaja menundanya esok hari agar hari ini ia dapat menemani Surin seharian dirumah. Sehun menaikan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuh Surin seraya mengecek suhu tubuh wanita itu dengan punggung tangannya. Demamnya sudah tidak terlalu tinggi dibandingkan semalam. Sehun segera mengompres dahi Surin dengan perlahan, tidak ingin sampai membangunkannya. Surin menggeliat membuat Sehun langsung beku dengan seketika. Kalau sampai Surin bangun, maka rencananya hari ini akan gagal. Sehun buru-buru menyelesaikan pekerjaannya dan meninggalkan kamar tersebut.

Ya, Sehun berencana untuk menggantikan Surin melakukan seluruh kegiatan wanita itu seharian ini. Sehun tidak mau Surin memaksa dirinya yang sedang sakit melakukan rentetan kegiatan berat sehingga ia merelakan meeting pentingnya dan memilih untuk pulang lebih awal hari ini. Sehun mengetukan jari telunjuknya pada kepalanya seraya berjalan mondar-mandir di dapur. Sehun sebenarnya bingung harus memulai kegiatan Surin yang sudah ia catat di note ponselnya itu dari mana. Sehun menjentikan jarinya ketika akhirnya ia mendapat pencerahan.

Sehun mengambil tas berisikan baju olahraga Rei yang tertinggal diruang tamu. Ya, ia harus mengantarkan baju olahraga milik anak satu-satunya itu terlebih dulu mengingat sekarang sudah hampir jam makan siang dan berarti juga sebentar lagi jam pulang sekolah akan tiba. Sebelum Rei benar-benar pulang kerumah dan mengambil sendiri baju olahraganya, Sehun harus sudah lebih dulu tiba disana. Karena mengantar baju olahraga berarti juga keluar rumah, Sehun harus menyatukannya dengan berbelanja jadi ia tidak perlu bulak-balik keluar rumah. Selain berbelanja, Sehun juga tidak lupa untuk mengingatkan dirinya tentang mengambil laundry ditempat langganan Surin. Sehun segera mengambil daftar belanjaan yang sudah Surin tulis dan tempel di depan kulkas dengan cepat. Ia buru-buru mengambil kunci mobilnya dan segera melaju untuk melakukan tiga kegiatan Surin dari kesekian banyaknya kegiatan yang masih harus di selesaikan.

**

“Appa! Untung saja appa mengantarkan baju olahragaku.” Rei dengan senang langsung berhambur ke pelukan Sehun yang kini mengacak rambutnya dengan gemas. “Aigu, kapten futsal kecilku ini tampak senang sekali karena melihat ayahnya yang tampan datang.” Sehun menyerahkan tas berisi baju olahraga itu seraya memegang kedua bahu kecil Rei membuat anak laki-laki itu mendongak menatapnya. “Lain kali, kau harus lebih bertanggung jawab. Kau tidak boleh meninggalkan baju olahragamu lagi begitu saja. Kalau saja appa tidak pulang lebih awal, maka ibumu lah yang akan mengantarkan baju olahraga ini. Memangnya kau tega melihatnya jauh-jauh naik bus hanya untuk mengantarkan baju olahraga?” Rei langsung menggeleng seraya mengercutkan bibirnya. “Aku janji tidak akan membuat eomma sampai seperti itu.” Sehun tersenyum senang kemudian mengacak rambut Rei pelan.

“Bagus. Sudah sana latihan. Appa masih harus melakukan pekerjaan eomma yang lainnya.” Rei menaikan alisnya seolah melayangkan pertanyaan. “Memangnya mengapa appa harus melakukan pekerjaan eomma? Bukankah pekerjaan appa itu dikantor, menggambar bangunan dan semacamnya?” Tanyanya polos membuat Sehun tertawa kecil. “Hari ini eomma sedang tidak enak badan dan appa harus menggantikannya melakukan semua pekerjaannya. Lagipula, sepertinya appa bosan menggambar terus.” Tanggap Sehun sementara Rei menautkan kedua alisnya, tampak seperti sedang berpikir keras. “Appa tunggu disini sebentar, ya. Jangan kemana-mana.”

Rei berlari menuju pinggir lapangan bola sekolahnya, dan tampak mengambil tasnya. Anak laki-laki dengan tinggi yang jauh melebihi teman-teman sepantarannya itu tampak berbicara dengan pelatihnya. Sehun yang melihat itu segera membungkukan kepalanya sopan pada pelatih Rei ketika laki-laki paruh baya itu melihatnya sambil tersenyum. Rei segera berlari menghampiri Sehun yang masih setia menunggunya.

“Ada apa? Mengapa malah membawa tasmu dan bukannya latihan?” Tanya Sehun sementara Rei langsung menunjukan deretan giginya yang rapi. “Aku meminta ijin untuk tidak ikut latihan hari ini kepada Coach Kim. Aku juga ingin membantu appa melakukan pekerjaan eomma. Lagipula aku rasa sepertinya aku bosan menendang bola terus.” Sehun tertawa menanggapi ucapan tidak terduga Rei barusan. Sehun segera menggandeng tangan Rei dan menuntunnya ke arah parkiran setelah mereka berpamitan pada Coach Kim, pelatih Rei.

“Baiklah, sekarang kita harus berbelanja setelah itu mengambil laundry. Apa kau siap?” Ujar Sehun seraya memasangkan sabuk pengaman untuk anaknya yang tepat duduk disebelahnya itu. “Tentu saja jawabannya adalah siap!” Balas Rei dengan bersemangat membuat Sehun juga jadi ikut bersemangat untuk melakukan kegiatan-kegiatan Surin yang lainnya bersama dengan anak sematawayangnya itu.

**

“Mengapa daftar belanjaan ini tidak habis-habis, sih?” Sehun berceloteh seraya memasukan beberapa jenis sayuran yang tertulis di daftar belanjaan. Rei sedari tadi hanya memegang saku mantel yang dikenakan Sehun sambil sesekali membantu ayahnya mencari barang-barang yang tertulis di daftar belanjaan itu. “Baiklah Rei, kita absen dulu satu per satu agar tidak ada yang terlupa. Sayuran sudah semua, daging ayam sudah, sapi sudah, berbagai macam bumbu juga sudah lengkap, apel sudah, pisang sudah, pear dan alpukat kesukaan ibumu juga sudah. Tinggal barang-barang keperluan untuk membersihkan rumah saja yang belum.” Sehun memasukan list belanjaannya kemudian mendorong trolinya menuju ke deretan lain untuk mencari sabun cuci piring, pembersih lantai, dan peralatan mandi seperti shampoo, sabun cair, pasta gigi dan sebagainya yang Surin tuliskan dibagian paling bawah list tersebut.

“Appa, mengapa kita tidak beli makanan ringan?” Rei berujar membuat Sehun langsung menimbang perkataan anaknya itu. “Benar juga. Nanti, setelah appa menyelesaikan semua daftar yang dituliskan ibumu, ambil semua makanan ringan yang kau mau.” Sehun tersenyum kecil seraya terus mendorong trolinya. Ia berhenti ketika ia melihat sabun cuci piring yang sepertinya sering ia lihat di dekat westafel dapur rumahnya. “Appa, aku langsung ke bagian makanan ringan saja, ya.” Sehun yang tidak tega melihat wajah bosan Rei karena sedari tadi menemaninya berbelanja, akhirnya mengangguk dan seketika itu juga Rei langsung berlari senang menuju ke bagian makanan ringan. Sehun mendorong trolinya untuk mencari barang-barang yang masih belum ditemukannya yaitu pembersih lantai dan juga peralatan mandi. Ternyata berbelanja memang tidak mudah. Jika kau tidak tahu dimana letak-letak barangnya, maka berbelanja akan menjadi kegiatan yang cukup banyak memakan waktu.

Setelah berputar selama sepuluh menit, akhirnya Sehun menemukan salah satu merk shampoo dan pembersih lantai yang Surin maksud dalam daftar belanjaannya. Sehun tersenyum senang sambil kembali mengabsen semua barang belanjaannya yang ternyata sudah seratus persen lengkap. Sehun hendak mendorong trolinya menuju ke kasir namun tiba-tiba ia teringat akan Rei. “Oh astaga, Rei!” Sehun berseru panik seraya memutar trolinya dan mendorong troli tersebut cepat-cepat ke arah bagian makanan ringan, namun ia tidak menemukan anak sematawayangnya disana. Sehun yang sudah benar-benar panik segera kembali ke tempatnya dan Rei berpisah.

Ia menghela napasnya lega ketika menemukan Rei terjongkok tepat di depan rak sabun cuci piring. Rei terlihat ketakutan sambil memegang dua bungkus makanan ringan ditangan kanan dan kirinya yang jauh lebih kecil daripada bungkus makanan tersebut. Sehun segera menghampiri Rei, dan langsung mengangkat Rei ke dalam gendongannya. “Appa! Aku pikir Appa sudah pulang duluan!” Seru Rei sambil terisak. Sehun menenangkan Rei seraya menepuk punggung anak kecil itu dengan perlahan. Sehun harusnya tidak membiarkan anaknya berpisah darinya di pasar swalayan yang besar seperti ini.

Meskipun mereka hanya berpisah selama sepuluh menit, Sehun dapat merasakan betapa paniknya ketika ia menyadari Rei tidak ada disampingnya. Apalagi anak yang sedang dalam pelukannya sekarang ini. Ia pasti sangat terkejut membuat Sehun tidak henti-hentinya menepuk punggung Rei sambil sesekali mengecup puncak kepalanya, menenangkan anak kecil itu. “Maaf, seharusnya appa tidak seceroboh itu. Sudah, jangan menangis lagi. Ayo kita beli banyak makanan ringan kesukaanmu ini.” Sehun berujar seraya mendorong trolinya perlahan, dan setelah itu Rei berhenti menangis.

Seketika Sehun merasa salut pada Surin. Selama ini ia selalu membawa Rei pada saat berbelanja, bahkan dulu saat umur Rei yang masih kecil dan sedang dalam tahap aktif, Surin tetap membawanya dan wanita itu dapat mengendalikan semuanya dengan baik. Sementara Sehun, belanja yang harusnya selesai dalam waktu satu setengah jam oleh Surin, menjadi dua jam setengah jika ia yang mengerjakannya. Di tambah pula dengan hampir hilangnya anak sematawayangnya.

Sehun memang harus belajar banyak dari Surin.

**

“Maaf, tapi anda harus membawa kertas laundry-an anda jika ingin mengambil baju laundry-an anda.” Sehun memandang Rei yang hanya mengangkat bahunya, seakan tidak tahu-menahu soal cara mengambil laundry-an. Tanggapnya membuat Sehun menghela napas berat. “Tidak bisakah hari ini saya mengambil bajunya dulu, lalu besok baru menyerahkan kertas tersebut?” Sehun berujar sementara sang pelayan langsung menggelengkan kepalanya cepat. Sehun benar-benar tidak mungkin kembali ke rumah hanya untuk mengambil kertas tersebut, lalu kembali lagi kesini. Tujuannya menyatukan kegiatan mengantar baju olahraga, berbelanja, sekaligus mengambil laundry menjadi satu adalah untuk menghemat waktu sehingga Sehun dapat mengerjakan pekerjaan Surin lainnya yang belum diselesaikannya.

Sehun bukannya lupa dengan kertas laundry tersebut, melainkan ia tidak tahu jika mengambil laundry harus menyerahkan kertas yang Sehun pikir seperti kertas tebusan tersebut. Selama ini mereka memang menggunakan jasa laundry untuk semua baju-baju kotor mereka, namun yang menangani bagian ini bukanlah Sehun melainkan Surin, jadi wajar saja kalau Sehun tidak tahu-menahu mengenai kertas laundry tersebut.

“Ya, Oh Sehun!” Suara seseorang yang sangat Sehun kenal menyapa telinganya, membuatnya segera menoleh ke arah pintu masuk. “Byun Baekhyun? Sudah lama sekali tidak bertemu. Mana Jimi?” Sehun langsung menyalaminya seraya menepuk punggungnya, begitupun juga dengan Baekhyun yang tampak sangat senang bertemu dengan teman lamanya. Sudah hampir satu tahun Sehun tidak pernah menemui teman semasa SMA-nya itu. Terakhir kali mereka bertemu adalah pada saat acara reuni tahun lalu, dan setelah itu mereka berdua hanya berhubungan melalui sambungan telepon saja. “Jimi? Mungkin ada di dalam. Wanita itu sedang sibuk akhir-akhir ini mengurusi usaha laundry-nya ini. Bahkan wanita super itu rencananya akan membuka cabang di daerah Myeongdong dan Yeouido.” Ujar Baekhyun membuat Sehun langsung terkejut. “Jadi, selama ini Surin berlangganan di laundry milik Jimi?” Tanyanya, tepatnya pada dirinya sendiri. Mungkin inilah alasan mengapa Surin memberitahunya beberapa bulan yang lalu bahwa sekarang ia tidak lagi berlangganan dengan laundry Goo yang hanya berbeda tiga rumah dari rumah mereka.

“Aku juga baru tahu kalau ternyata keluargamu berlangganan di laundry milik istriku ini. Tapi wajar saja, karena laundry ini belum lama resmi dibuka. Usaha laundry ini baru diresmikan sekitar tiga bulan yang lalu.” Jelas Baekhyun membuat Sehun hanya mengangguk-angguk. “Kau kemari dengan anakmu? Annyeong, Rei-ya.” Sapa Baekhyun seraya mengacak rambut Rei yang langsung membungkuk sopan. “Annyeong haseyo, Uncle Byun. Sudah lama aku tidak bermain bersama dengan Baekji!” Baekhyun tertawa ketika Rei menyebut nama anak perempuannya dengan Jimi. “Wah, sudah lama sekali tidak mendengar panggilan ‘Uncle Byun’ darimu. Makanya, sering-sering mainlah kerumah. Baekji juga sudah menanyakan kabarmu.” Tanggap Baekhyun membuat Rei langsung mengagguk, menurut. Rei menggoyangkan tangan Sehun, seolah meminta ijin sementara Sehun hanya mengangguk dan tersenyum sambil mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Rei.

“Ah ya, tunggu sebentar, biar ku panggilkan dulu wanita super itu. Jimi-ya! Byun Jimi!” Baekhyun yang tampak mengenakan setelan kerja rapi itu masuk ke dalam dan memanggil istrinya. Sepertinya Baekhyun baru saja akan menjemput Jimi pulang ke rumah mereka setelah ia sendiri telah menyelesaikan pekerjaannya di perusahaan tekstil yang Sehun ketahui adalah milik Baekhyun pribadi. Tanpa Sehun sadari kini ia sudah tersenyum simpul. Sebuah pikiran tentang istrinya itu melayang dikepalanya, membuatnya semakin jatuh hati pada sosok Surin. Wanita itu rela mengantar dan mengambil sendiri laundry yang jadi lebih jauh dari jarak rumahnya hanya karena ia ingin berlangganan dengan temannya yang baru saja membuka sebuah usaha.

“Oh astaga, Oh Sehun! Tumben sekali bukan Surin yang kemari.” Jimi menjabat tangan Sehun, sementara Rei langsung berbungkuk sopan membuat Jimi gemas sampai-sampai kini ia sudah mengecup kedua permukaan pipi merah milik Rei. “Kau harus main ke rumah, Baekji sudah mencarimu terus.” Jimi berujar membuat Rei langsung mengangguk-angguk. “Ah ya, kau bisa ambil baju laundry-anmu. Semua sudah beres. Tolong ambilkan laundry-an atas nama keluarga Oh, ya.” Jimi langsung menyuruh pelayan yang masih memperhatikan mereka itu untuk mengambil laundry-an Sehun. “Tidak apa jika memang tidak bisa diambil dulu. Aku lupa membawa kertas laundry-nya.” Ujar Sehun sementara Jimi langsung mengibaskan tangannya. “Tidak usah pakai-pakai kertas. Ambil saja laundry-annya.” Tanggap Jimi cepat membuat Sehun tersenyum lega.

“Tapi, mengapa hari ini tumben sekali kau dan Rei yang mengambil laundry?” Tanya Jimi sementara Baekhyun tampak masih mendengarkan mereka. “Surin sedang tidak enak badan jadi aku memutuskan untuk pulang lebih awal hari ini dan berencana untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan Surin. Tapi ternyata tidak mudah. Matahari sudah hampir tenggelam dan aku masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah lainnya.” Ujar Sehun membuat Jimi dan Baekhyun tertawa. Baekhyun bahkan sudah menepuk pundak Sehun berkali-kali. “Kau ini ternyata bisa romantis juga ya, Oh Sehun.” Ujar Baekhyun dan tawa langsung memenuhi ruangan.

Tidak lama, pelayan itu kembali dengan membawa satu kantong besar yang langsung Sehun ambil. “Ah ya, apa laundry kalian tidak menyediakan jasa kurir untuk mengambil dan mengantar?” Tanya Sehun membuat Jimi langsung menepuk dahinya. “Aku hampir saja lupa. Mulai minggu depan, kami sudah menyediakan jasa kurir untuk laundry ini. Kau bisa lihat di brosur ini.” Sehun mengambil brosur tersebut dan membacanya sebentar. “Untung saja sudah dimulai minggu depan. Kalau begitu, mulai minggu depan, aku akan menggunakan jasa kurir sehingga Surin tidak perlu lagi bolak-balik kesini.” Sehun langsung mengisi daftar yang berada di brosur tersebut dan menyerahkannya pada pelayan yang langsung menerimanya. “Woah, selain romantis ternyata kau juga sangat perhatian, ya.” Ledek Baekhyun membuat Sehun tertawa. Sehun segera menyelesaikan pembayaran, walaupun awalnya Baekhyun dan Jimi memaksanya untuk tidak membayar. Setelah perdebatan kecil yang berhasil dimenangkan oleh Sehun, Sehun langsung berpamit diri mengingat ia masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan lagi.

“Kami juga sudah mau pulang sebentar lagi. Kalau begitu, hati-hatilah dijalan. Sampaikan salam kami untuk Surin. Semoga ia cepat sembuh, ya.” Baekhyun berujar sementara Sehun sudah berada di dalam mobilnya dengan kaca yang terbuka. “Tentu saja akan aku sampaikan. Salam juga untuk Baekji. Kapan-kapan Rei pasti akan main kesana.” Sehun bersuara seolah mewakili Rei yang kini sudah melambai girang ke arah Baekhyun dan Jimi. “Annyeong, Uncle dan Aunty Byun!” Seru Rei dan setelah itu Sehun langsung melajukan mobilnya menuju rumah. Sehun harap Surin masih belum bangun sehingga ia dapat menyelesaikan pekerjaan yang lainnya. Sekalipun Surin sudah bangun, Sehun tidak akan membiarkan gadis itu melakukan apapun yang berat hari ini. Sehun sudah bertekad untuk melakukan semua pekerjaan Surin meskipun ternyata cukup berat dan melelahkan. Kalau saja pemilik laundry itu bukan Jimi, maka sudah pasti Sehun terpaksa kembali ke rumah untuk mengambil kertas laundry.

“Appa! Cepat sedikit! Aku ingin buang air besar!” Rei berseru membuat Sehun langsung menolehnya dengan sangat terkejut. “Ya, Oh Rei, kau harus bisa menahannya sebentar! Sekarang, pegangan yang kuat pada sabuk pengamanmu!” Setelah melihat Rei sudah melakukan yang dipintanya, Sehun buru-buru melajukan mobilnya dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi. “Ini namanya keadaan darurat!” Sehun berseru panik ketika melihat wajah Rei yang kini terlihat tegang.

**

“Sekalian saja kau bersihkan tubuhmu. Sudah menjelang malam, tidak baik jika mandi terlalu malam.” Sehun berujar seraya membantu Rei turun dari mobil. Rei langsung berlari ke dalam rumah sedangkan Sehun memutuskan untuk mengeluarkan kantong-kantong belanjaan dari bagasi mobilnya terlebih dahulu.

Dengan telaten Sehun memasukan semua barang belanjaannya ke dalam lemari pendingin. Sehun sampai harus berkali-kali mengeluarkan apa yang sudah dimasukannya ke dalam lemari pendingin tersebut karena pintu lemari pendingin itu tidak dapat ditutup kembali. Sehun berdecak kesal lalu mengeluarkan dua ikat sayuran yang sedari tadi mengganggu pandangannya. Ia mengambil satu baskom berukuran sedang lalu mengisinya dengan air kemudian ia segera memasukan dua ikat sayur tersebut kedalam baskom berisi air itu. “Nah, dengan begini sayurnya akan bertahan lebih lama.”

Sehun mengecek satu kantong berisikan makanan ringan. “Hm, supaya lebih tahan lama maka semua makanan ringan ini harus dimasukan ke lemari pendingin.” Sehun memasukan satu per satu makanan ringan yang ia beli itu ke dalam lemari pendingin yang sudah semakin penuh. Sehun tersenyum puas ketika ia berhasil menutup pintu lemari pendingin tersebut. “Sekarang apa lagi?” Sehun melihat ke sekeliling dapur lalu menepuk dahinya. “Oh ya, betul! Makan malam. Lebih baik pesan atau masak sendiri saja, ya?” Sehun terlihat menimbang-nimbang, namun akhirnya ia mengambil ponsel yang ia letakan di dalam saku celana panjangnya.

“Eomma!” Seru Sehun sementara terdengar balasan galak dari seberang sana. “Aish, kau ini mengaggetkanku saja! Kau kan tahu umur ibumu ini sudah tidak muda lagi! Jantungku sudah melemah!” Tegurnya membuat Sehun tertawa kecil. “Maaf, maaf, aku kan hanya memastikan apa ibuku yang cantik ini masih sering marah-marah atau tidak. Ternyata masih. Eomma, aku membutuhkan bantuanmu.” Sehun langsung menuju ke inti sementara ibunya hanya tertawa kecil.

“Bantuan apa lagi? Minggu ini eomma dan appa akan mengunjungi Surin dan Rei ke rumah kalian, jadi kalau butuh bantuan nanti saja saat hari Sabtu.” Ujar ibunya membuat Sehun mendengus. “Surin sedang sakit dan aku ingin membuatkannya bubur yang dulu sering eomma buat ketika aku sakit. Aku yakin ia akan langsung sembuh begitu makan bubur dengan ramuan khas eomma itu.” Seketika ibu kandung Sehun itu tertawa diseberang sana membuat Sehun tersenyum kecil.

“Aish, kau ini ada-ada saja. Surin sedang sakit? Pasti ia terserang flu karena kelelahan lagi? Yasudah, nanti akan ku kirimkan lewat pesan singkat resep buburnya. Jangan lupa untuk memberinya obat sesudah makan dan suruh untuk istirahat total. Kali ini, kau harus bisa menjaga Rei sendiri dengan baik.” Ujar ibunya panjang sementara Sehun hanya mengiyakan setiap nasehat tersebut. “Kalau begitu, apa perlu kunjungannya dimajukan jadi esok hari? Aku dan ayahmu akan membawakan beberapa makanan dan obat-obatan herbal untuk Surin.” Eommanya berujar lagi sementara Sehun langsung melarangnya dengan sopan.

“Tidak perlu, eomma dan appa bukannya besok harus check-up rutin ke dokter? Aku bisa mengurus Surin dan Rei jadi eomma tenang saja. Hari Sabtu nanti aku akan menjemput kalian berdua.” Tanggap Sehun cepat. “Aigu, anak bungsuku ini perhatian sekali dengan kedua orangtuanya. Yasudah, kalau begitu aku tutup sekarang ya. Tunggu sebentar untuk resepnya. Sampai jumpa hari sabtu. Sampaikan salamku pada Surin dan Rei.” Ujar ibunya dan setelah Sehun mengucapkan kata terima kasih, ibunya langsung memutuskan sambungan telepon tersebut.

Sambil menunggu ibunya mengirimkan resep, Sehun berjalan ke lantai dua, hendak mengecek keadaan Surin. “Rei-ya, mandinya jangan terlalu lama nanti kau masuk angin.” Sehun mengetuk pintu kamar mandi, lalu mulai menaiki tangga yang menuju ke lantai dua rumahnya setelah mendengar jawaban ‘iya’ dari anak laki-lakinya itu. Sehun membuka pintu kamarnya dengan perlahan, tidak ingin membuat Surin bangun dari tidur nyenyaknya. Sehun tersenyum ketika melihat wanita itu masih terbaring dengan posisi yang tidak berubah. Sehun menyentuh dahi Surin untuk memastikan suhu badan Surin. Sehun menghela napas lega ketika suhu tubuh Surin sudah kembali normal. Wanita itu memang butuh waktu untuk istirahat total. Sehun tersenyum senang seraya mengecup dahi Surin dengan perlahan. Ketika ia bangun nanti pasti keadaannya akan jauh lebih baik.

Tiba-tiba ponsel Sehun bergetar, menandakan adanya sebuah pesan masuk yang ternyata dari ibunya. Sehun langsung berjalan mengendap-endap untuk keluar dari kamar tersebut. Sehun membaca satu per satu resep tersebut sembari berjalan kembali menuju dapur. Meskipun ia berencana untuk menghubungi ibunya lagi karena tidak mengerti dengan bumbu-bumbu yang dituliskan di pesan tersebut, Sehun tetap bertekad ingin membuatkan bubur spesial untuk Surin seperti Surin yang sudah setiap hari membuatkannya makan pagi, siang, dan juga malam setiap harinya.

**

Surin membuka matanya lalu memperhatikan sekelilingnya. Ia meregangkan otot-ototnya seraya menguap. Belum pernah ia merasa sesegar ini setelah bangun dari tidurnya. Surin segera beranjak turun dari kasurnya masih sambil menguap berkali-kali. Surin harus segera menyiapkan makan pagi sebelum Sehun dan Rei bangun. Ia mengambil ponselnya di meja kecil yang berada di dekat kasurnya. Surin terbelak ketika melihat penunjuk waktu yang muncul pada lock screen ponselnya. “Sekarang jam 9 malam?” Ujarnya panik lalu menolehkan kepalanya ke belakang. Ia menepuk dahinya ketika tidak melihat sosok Sehun yang tadinya ia pikir tengah tertidur nyenyak.

Seketika Surin ingat bahwa pagi tadi ia meminum obat dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. “Astaga aku sudah tidur berapa lama?! Rei! Ia pasti sedari tadi belum makan! Aish, bodoh sekali aku ini!” Surin buru-buru keluar kamar dan berjalan menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Tiba-tiba ia melihat Sehun tengah duduk di sofa ruang tamu sambil mengerjakan pekerjaannya lewat dari laptop yang ia letakan di meja kaca ruang tamu tersebut sementara Rei tampak berada di sebelahnya dengan buku-buku pelajaran yang berserakan memenuhi meja kaca itu, bercampur dengan map-map berisi kertas milik Sehun. Sehun segera menolehkan kepalanya seraya menyuruh Surin untuk tidak berisik, terbukti dari satu jari telunjuknya yang ia tempelkan pada bibirnya. “Ssst, jangan berisik. Rei sudah tertidur.” Sehun berujar dengan sangat pelan sambil melirik ke arah Rei yang sedang meletakan kepalanya diatas buku cetaknya, tertidur dengan sangat lelap.

“Duduklah dulu, aku akan pindahkan Rei ke kamar. Tenang saja, ia sudah selesai dengan semua tugasnya. Hanya saja tadi ia berkata bahwa ia ingin menemaniku sampai aku selesai dengan pekerjaanku. Akhirnya ia ketiduran disini.” Sehun menjelaskan seraya menggendong Rei dengan sangat hati-hati, takut akan membangunkan anak kecil itu. Surin mendudukan dirinya seraya merapikan buku-buku Rei. Wanita itu menghela napas berat. Meskipun keadaannya sekarang sudah benar-benar membaik akibat dari obat yang diminumnya serta istirahat hampir seharian penuh, besok pekerjaannya akan jauh lebih berat daripada hari ini.

“Apa yang sedang kau pikirkan sampai alismu bertaut seperti itu? Ini makanlah dulu. Aku sengaja membuatnya dengan resep yang dikirimkan eomma. Beruntung sekali karena rasanya enak.” Sehun menyodorkan mangkuk berisi bubur buatannya lalu menempatkan dirinya tepat disebelah Surin. Ia menyentuh dahi gadis itu lalu tersenyum ke arahnya. “Baguslah, kau sudah sembuh.” Sehun berujar sementara Surin memperhatikan wajah lelah laki-laki itu dengan tatapan khawatir. “Kau tampak lelah sekali. Apa pekerjaanmu di kantor hari ini berjalan dengan baik-baik saja?” Tanya Surin seraya menyentuh punggung Sehun yang langsung tersenyum lebar.

“Kau ini. Kau sedang sakit dan malah mengkhawatirkanku bukannya mengkhawatirkan dirimu sendiri?” Sehun mengacak rambut Surin gemas. “Hari ini aku pulang pagi karena aku benar-benar mengkhawatirkanmu. Saat tiba dirumah, aku melihatmu sedang tertidur nyenyak jadi aku memutuskan untuk membiarkanmu berisitirahat dulu hari ini sampai kau bangun dengan sendirinya. Tenang saja, aku sudah menyelesaikan semua tugasmu hari ini. Mengantar baju olahraga Rei, berbelanja, dan juga mengambil laundry.” Jelas Sehun sementara Surin langsung menatapnya dengan tatapan bersalah. “Ah ya, mulai minggu depan kau tidak perlu lagi bulak-balik ke tempat laundry milik Jimi karena aku sudah memesan jasa kurir untuk mengambil dan mengantar bajunya.” Jelas Sehun seraya memberikan senyuman senangnya. Surin langsung menghela napas seraya meraih tangan Sehun. “Terima kasih.” Ujarnya pelan namun Sehun masih dapat dengan jelas mendengarnya.

“Jadi kau benar-benar berbelanja?” Surin mengalihkan pembicaraan ketika ia merasakan matanya mulai berair. Surin tidak hampir menangis karena sedih, Surin terharu. Ia terharu karena perlakukan Sehun padanya. Ia terharu karena sifat Sehun yang begitu peduli padanya. Surin tertawa kecil ketika Sehun menaikan bahunya santai dengan ekspresi wajah yang seakan bangga pada dirinya sendiri. “Biar aku cek.” Surin berjalan menuju dapur lalu ia terkejut setengah mati ketika dengan perlahan ia membuka pintu lemari pendingin yang begitu penuh. Surin tertawa seraya mengeluarkan semua makanan ringan yang menjadi penyebab lemari pendingin tersebut penuh. Saat hendak meletakan semua makanan ringan itu, Surin melihat satu baskom berisikan air dan sayur yang sudah terlihat tidak segar. “Astaga jadi kau memasukan semua makanan ringan ke dalam kulkas, lalu membiarkan sayuran ini diluar dengan air seperti ini?” Surin tertawa terpingkal-pingkal sementara Sehun menghampirinya dengan tatapan bingung. Surin kini bahkan sudah memukul Sehun berkali-kali tanpa menghentikan tawanya.

“Bodoh! Makanan ringan ini diletakan diluar lemari pendingin sampai besok juga tidak apa-apa. Seharusnya sayuran yang kau letakan di dalam. Aish, kau ini!” Surin masih terbahak sementara Sehun hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Sudahlah, berhenti menertawakanku. Setidaknya aku berhasil membeli semua barang yang ada di daftar belanjaanmu.” Ujar Sehun membela diri. Ia melirik Surin yang kini beralih pada lemari pendingin yang ada dihadapan mereka. Wanita itu membenahi semua letak bahan makanan yang begitu berantakan menjadi susunan yang teratur. Tidak lupa juga ia memindahkan semua makanan ringan yang dibeli Sehun pada lemari makanan yang tertempel di dinding tepatnya diatas meja dapur tersebut. “Bagaimanapun juga, terima kasih karena sudah membantuku hari ini.” Ujar Surin seraya mengubah posisi berdirinya jadi berhadapan dengan Sehun.

“Tentu saja kau harus berterima kasih. Hari ini aku benar-benar kewalahan.” Surin tertawa menanggapi ucapan Sehun barusan. “Baru mengantar baju olahraga Rei, berbelanja, dan mengambil laundry serta memasak bubur saja kau sudah kewalahan?” Ledek Surin membuat Sehun menghela napas berat. “Entahlah. Semuanya terasa jauh lebih berat, bahkan lebih berat daripada mengerjakan pekerjaanku dikantor.” Sehun memeluk Surin dan meletakan dagunya di puncak kepala gadis itu. Ia memejamkan matanya seraya mengeratkan pelukannya seolah memeluk Surin erat-erat dapat mengembalikan energinya yang hilang entah kemana setelah seharian ini melakukan rentetan pekerjaan yang sebelumnya belum pernah ia kerjakan.

Sehun tersenyum ketika Surin dengan perlahan mulai mengelus punggungnya lembut. “Jangan berlebihan, tentu saja berbelanja, mengambil laundry, memasak, dan mengurus anak itu tidak seberat pekerjaanmu dikantor yang mengharuskanmu duduk seharian penuh di depan layar komputer dan berkas-berkas yang memusingkan. Aku sampai mengkhawatirkanmu setiap hari karena hal tersebut. Kaca mata bacamu juga semakin tebal. Kau menggantinya dan tidak mengatakannya padaku, kan?” Surin memukul punggung Sehun membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan. Surin langsung buru-buru mengelusnya lagi membuat Sehun tertawa kecil.

“Tidak juga. Aku lebih memilih pekerjaanku daripada harus mengerjakan semua pekerjaanmu setiap harinya.” Ujar Sehun lalu mengacak rambut Surin dengan dagunya. “Memangnya seberat apa?” Surin berujar menanggapi. “Asal kau tahu saja, saat di supermarket tadi aku hampir saja kehilangan Rei, lalu saat di laundry, aku hampir tidak bisa mengambil baju-baju kita karena aku lupa membawa kertas yang digunakan untuk mengambil laundry-an tersebut, saat memasak bubur pun aku tidak sengaja memegang pinggiran panci sehingga keempat jariku merah seperti ini.” Sehun mengadukan semuanya pada Surin dengan nada sedih seraya memperlihatkan keempat jarinya yang memerah pada Surin. “Tenang saja, ini sudah aku berikan obat oles.” Sehun berujar lagi seolah dapat membaca ekspresi khawatir Surin.

Surin melepas pelukannya kemudian beralih memegang kedua ujung lengan kemeja putih Sehun. “Apa? Pasti kau mau meminta maaf karena kau pikir kau membuatku melakukan semua kegiatan itu?” Tebak Sehun membuat Surin langsung menundukan kepalanya. “Justru aku yang ingin meminta maaf. Aku tidak tahu setiap hari kau harus melakukan semua kegiatan melelahkan itu berulang-ulang. Kau benar-benar melakukan semuanya dengan baik selama ini dan aku bahkan tidak sempat berterima kasih padamu untuk itu.” Surin menatap Sehun lurus-lurus. Yang ia temukan hanya sebuah ketulusan dari manik cokelat milik laki-laki itu membuatnya tidak sanggup untuk menahan air mata yang kini mulai memenuhi pelupuk matanya.

Sehun menangkup wajah Surin dengan kedua tangannya. “Kalau kau adalah salah satu dari pahlawan maka mungkin kau akan disebut sebagai Supermom.” Surin tertawa seraya meneteskan satu bulir air mata yang jatuh begitu saja. “Aku membutuhkanmu, Rei membutuhkanmu, kita membutuhkanmu maka seorang Supermom tidak boleh sakit.” Sehun mengecup kedua mata Surin yang kini terpejam. “Kalau selama ini aku jarang mengatakannya, maka sekarang adalah waktunya. Terima kasih, Surin-a.” Sehun mengecup bibir Surin dengan mata yang terpejam sementara Surin kini sudah kembali meneteskan air matanya.

Sebuah ucapan terima kasih paling bermakna yang pernah Surin terima. Surin benar-benar merasa dibutuhkan dan ia tidak bisa untuk tidak bahagia mendengar kalimat barusan. Surin tidak ingin mengkategorikan pekerjaannya sebagai seorang ibu itu adalah suatu pekerjaan yang berat dan melelahkan karena sejujurnya, ia melakukan semuanya dengan tulus untuk dua orang yang paling ia sayangi itu.

Kini Surin benar-benar merasakan bagaimana berada diposisi seorang ibu. Mereka tulus mencintai dan menjaga keluarganya bahkan terkadang mereka lupa untuk melakukan semua hal tersebut untuk dirinya sendiri.

“Aku menyayangimu, Supermom.”

Sehun memeluk Surin erat-erat seraya menepuk-nepuk punggung wanita kesayangannya itu yang kini sudah menangis terisak.

Dan pada saat itu juga Sehun tahu bahwa ia benar-benar beruntung memilikinya.

-FIN

Gimana-gimana?! Semoga suka ya! Ditunggu komentar dan masukannya! Ini bisa dapet ide ff Sehun jadi papa gini tuh karena dia belakangan ini pake kacamata mulu duh gemes banget liatnya. Dewasa banget kalo udah pake kacamata, nah thanks to kacamatanya Sehun karna tiba-tiba jadi pengen bikin ff yang ber-genre gini. Semoga gak ngebosenin ya. Makasih juga udah mau sempetin baca bahkan sampe kata-kata terakhir ini(?) Sekali lagi terima kasih sudah membaca! Semoga kalian suka. Please send your thoughts about this ff on the comment box! Thanks and see ya! Kunjungin wordpress pribadi saya untuk ff yang lainnya ya. Here’s the link : http://ohmarie99.wordpress.com Jangan lupa tinggalkan jejak kalian disana ya!

Anyway! Hari Sabtu, 27 Febuari 2016 akhirnya bisa diberi kesempatan untuk ketemu EXO! Puji Tuhan! Semua usaha keras ujung-ujungnya bakal dibales juga dengan yang baik:-) Penantian panjang akhirnya berhenti juga! Doain ya, semoga semuanya lancar sampai konser selesai, semuanya diberikan kesehatan dan semoga juga konsernya berjalan dengan baik tanpa kurang satu apapun.

So grateful. Let’s make an unforgettable moment together, boys!

See you soon EXO.

See you soon my dearest,

Oh Sehun.

 

Don’t forget to visit my wp -> http://ohmarie99.wordpress.com See you on the next ff!

 


3 Foolish Girls and Handsome Aliens chapter 1

$
0
0

our

Title: 3 Foolish Girl and Handsome Aliens chapter 1

 

Author: Hyun Ra

 

Genre: Romantis, fantasi, school, friendship

 

Cast  : Park Chanyeol

 

Xiumin

 

Oh Sehun

 

Kim Hyu Ra (OC)

 

Kim Ha Ni (OC)

 

Lee Hyun Hae (OC)

 

Other cast: All member Exo

 

Park Joon So (OC)

 

Rating: Semua umur

 

Lenght: bersambung ?_?, mungkin jika banyak yang ngelike ^_^ dan comment.

 

Disclaimer: EXO belong to God, SM, and their parents. Dan ini adalah cerita murni dari hasil pemikiran kami, jadi mohon maaf apabila ada kesamaan jalan cerita atau latarnya.

 

 

 

Ini adalah ff kami yang pertama, jadi maaf kalau kurang puas atau ga suka dengan jalan ceritanya

.

.

.

.

.

Happy reading

 

Bercerita tentang 12 cowok yang mempunyai kekuatan super dan telah lama menetap di bumi. Hidup secara berpasang-pasangan dan tidak suka mencampuri urusan manusia. Berwajah tampan tetapi bersifat dingin, egois, dan pendiam. Merupakan orang yang paling berpengaruh dan menjadi orang no.1 dengan kekayaan yang tidak terhingga. Bersekolah di SM High School. Yang merupakan sekolah untuk kalangan atas, yang dimiliki oleh 12 cowok tersebut.

 

 

 

Lee Hyun Hae

 

Seorang gadis yang pindah bersama orang tuanya dan bekerja paruh waktu sebagai pengurus taman.

 

 

Kim Ha Ni

 

Seorang gadis yang pindah ke Seoul dan tinggal bersama neneknya, bekerja paruh waktu sebagai salah satu pekerja di taman hiburan.

 

 

Kim Hyu Ra

 

Seorang gadis yang pindah ke Seoul dan tinggal bersama pamannya dan membantu untuk mengurus cafe.

 

Mereka bertemu di kelas yang sama di SM High School dan menjadi sahabat dekat.

 

 

.

.

.

.

.

 

“Yak Hyu Ra-ya, Hyun Hae-ya, palli kita sudah terlambat !!!” seru Ha Ni sambil sedikit berlari menuju sekolah.

 

“Iya ya slow aja kali” Ucap Hyu Ra dan Hyun Hae dengan mempercepat langkah kakinya.

 

Sesampainya di depan sekolah tiba-tiba ada mobil yang lewat di sebelah mereka dan menyebabkan pakaian 3 cewek tersebut menjadi basah dan kotor, dengan wajah marah, empet dan jengkel (kalian bisa bayangkan bagaimana wajah mereka saat ini)

 

“Yak….. noe paboya !!! Apa kau tidak tahu ada makhluk disini ?!” ucap Ha Ni dengan ekspresi kesetanan.

 

Tiba-tiba keluar 12 cowok-cowok berwajah tampan dari 3 mobil mewah dengan tampang dingin, cool, dan cuek. Mereka tidak menghiraukan celotehan dari 3 makhluk tersebut, dan tinggallah 3 cewek yang diam mematung dengan memasang wajah cengo (O.O).

 

***

 

 

 

DI KELAS

 

“Sialan  tu cowok, mereka pasti sudah gila, sampai ga ngelihat apa, ada cewek cantik kayak bidadari turun dari langit” ucap Hyu Ra dengan wajah marah dan narsis. Author “narsis lu”. Hyu Ra “biarin aja :P namanya juga lagi marah” Author “Terserah deh”.

 

“Iya emang dasar cowok kurang ajar, awas aja mereka kalau sampai ketemu lagi.” Ucap Hyun Hae ikut menambahi ucapan dari Hyu Ra.

 

“Ngapain sih kalian pagi-pagi udah marah-marah gak jelas dan pakaian kalian kotor semua lagi.” Ucap Park Joon So dengan wajah bingung.

 

Tiba-tiba terdengar suara bantingan pintu…..

 

BRAAAKKK…..

 

BRUUUKKK….

 

Muncullah sosok mistis ? Cowok-cowok ganteng masuk ke kelas mereka dan membuat cewek-cewek yang ada di dalam dan di luar ruangan berteriak histeris. Tetapi tidak dengan 3 cewek itu, saat mereka melihat cowok-cowok itu mereka berubah menjadi empet…. Makin empet…. Dan makin empet….

 

“Tuh gara-gara cowok-cowok gak bertanggung jawab yang ada disana, yang membuat pakaian kita jadi kotor dan parahnya lagi gak ada yang minta maaf lagi.” Ucap Ha Ni dengan melihat ke arah cowok-cowok yang telah membuat pakaiannya kotor dengan wajah marah.

 

“MWO!! Maksud kalian mereka?! Ya apa kalian sudah gila? Kalian tidak tahu siapa mereka?” sahut Joon So dengan nada tinggi.

 

“Ani…. molla” jawab mereka bertiga serempak.

 

“Tidak tahu dan tidak mau tahu” ucap Hyu Ra.

 

PLAKK

 

Joon So langsung memukul punggung Hyu Ra dengan keras.

 

“Ya … appo” ucap Hyu Ra sambil mengelus-elus punggungnya

 

“Ya apa kalian benar-benar tidak tahu tentang mereka??” dengan tatapan bertanya dan tidak percaya.

 

Mereka bertiga langsung menggelengkan kepala secara serempak dengan memasang wajah sok polos O.O (peluk D.O) #dihajar fans. Readers : “enak elu thor” Author “Biarin sekali-kali meluk orang ganteng :p)”

 

“Kalian itu hidup di zaman apa sih??? Sampai-sampai berita tentang mereka aja kalian tidak tahu” ucap Joon So dengan wajah prihatin atas kelakuan teman-temannya itu. Author “Mereka itu hidup di zaman batu” Hyun Hae “Eh thor, lu ikut-ikut aja” Author “Biarin :p”. Ha Ni “Eh thor, jangan suka buka-buka aib orang gue buka juga lo!” dengan memasang wajah evil #diserangKyuhyun  #dibunuhsparkyu

 

“Emang apa istimewanya sih mereka, apa mereka raja, atau presiden?!” ucap Hyun Hae dengan wajah jengkel

 

“Kalian tahu hotel, pariwisata, rumah sakit, perkebunan, pelabuhan, restaurant, bandara, mall, supermarket, pertambangan, dan kendaraan yang terkenal di Korea? Itu semua adalah milik author keluarga mereka, malahan sekolah ini juga salah satu dari milik mereka. Itu semua malah belum ada setengah dari kekayaan mereka, bahkan dari hal yang kusebutkan tadi, masih banyak sekali yang belum kusebutkan dari kekayaan yang mereka miliki.” Kata Park Joon So sambil menjelaskan panjang x lebar x tinggi (?)  kepada teman-temannya yang sekarang malah asyik bengong dengan khitmatnya. (Dasar anak yang benar-benar pintar -_-), bahkan salah satu dari mereka sudah ada yang tidur dengan pulasnya karena dongeng yang diceritakan oleh Joon So.

 

“Ya…  sebenarnya kalian ini mengerti tidak sih dengan yang aku jelaskan tadi, ini juga Ya…. Hyu Ra kenapa kau malah tidur? ” ckckckck-_-.

 

“Ani….” Jawab Hyun Hae dan Ha Ni secara serempak.

 

“Mian…. Aku kelelahan, lagipula kau juga kenapa menjelaskan secara panjang, itu membuatku mengantuk dan akhirnya tertidur” ucap Hyu Ra.

 

“Lagipula, Ya! sepertinya kau mengetahui semua tentang mereka Eoh?” sahut Hyu Ra. Author “Hebat bener padahal daritadi dia yang tidur, tapi dia yang paling ngerti”. Hyu Ra “Ya iyalah, meski gue tidur tapi gue juga ngedengerin yang diucapkan sama dia”. Author “Terserah elu deh, tukang narsis” -.-

 

“Tentu saja, aku adalah salah satu dari fans mereka.” ucap Joon So dengan bangga.

 

“MWO!!! Huuwweeekkk” ucap mereka bertiga secara serempak dan menunjukkan ekspresi ingin muntah.

 

TRIIIINNNGGGG

 

 

Bel sekolah berbunyi, itu pertanda bahwa jam pelajaran akan segera dimulai mereka lalu kembali ke tempat duduk masing-masing dan bersiap untuk memulai pelajaran hari ini.

 

˜SKIPPP˜

 

Tak terasa jam telah menunjukkan waktu istirahat. Waktu istirahat adalah waktu yang paling terindah no. 1 untuk mereka. Dan akhirnya Ke-3 cewek kita langsung saja pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang kosong sejak tadi pagi. Sesampainya di kantin mereka langsung terkejut dengan keadaan kantin mereka

 

Kenapa?????

 

 

 

Karena mereka terkejut akan keindahan dan kemewahan kantin, yang terlihat seperti restoran mewah ditambah dengan pelayan yang cantik dan tampan.

 

“Ya apa benar ini kantin?  Wah benar – benar mewah seperti berada di restoran” ucap Hyu Ra dengan kagum.

 

“Ya kalian, ayo cepat cari tempat duduk” ucap Ha Ni

 

“Kita mau pesan apa?” Tanya Hyun Hae

 

“Ya, disini pasti mahal?” Ucap Ha Ni sambil setengah berbisik

 

“Udahlah kita bayarnya patungan aja, kalian yang bayar terus aku jadi patungnya” ucap Hyu Ra. Author”enak elu”. Hyu Ra “biarin :P yang mau makan siapa?” Author “Ya kalian” Hyu Ra “Trus yang mau bayar siapa?” Author “Ya mereka berdua” Hyu Ra “Trus masalah buat elu” Author ” Ya gak sih” Hyu Ra “Ya udah” Author “terserah elu deh gue ngalah, emang susah debat sama elu selalu gue kalah” Hyun Hae, Ha Ni “Itu derita elu :P”

 

 

Back to story

 

“Aduh pintarnya anak orang” ucap Ha Ni ditambah ekspresi wajah asem

 

“Enaknya kalo bicara” sahut Hyun Hae

 

“Sekarang cepat kamu pesan makanan disana, entar bayarnya patungan” ucap Ha Ni dengan menyuruh Hyun Hae untuk pesan makanan.

 

12 Jam kemudian (lama amat -_-)

 

“Ngomong – ngomong Hyun Hae pesan makanan, apa ketiduran tuh orang” Ucap Hyu Ra dengan wajah menahan lapar.

 

“Tau tuh orang lama bener pesan makanan, apa jangan-jangan tuh orang pesan makanan di Amerika.” Sahut Ha Ni

 

“Sorry guys lama, biasa habis liat cowok ganteng jadi lupa mesen makanan.” Ucap Hyun Hae dengan memasang wajah sok polos ^_^

 

“Anjiiiiirrrr.” Ucap Hyu Ra dan Ha Ni bersamaan -_-

 

Belum mereka memakan makanannya, datanglah sekelompok cowok-cowok ganteng dengan dikelilingi banyak cewek yang berteriakan

 

“Aduh berisik banget sih.” Ucap Hyu Ra dengan jengkel.

 

“Tau tuh mungkin pasar malam aja kalah.” Ucap Ha Ni menambahi ucapan temannya dengan wajah empet.

 

“Udahlah makan aja, gak usah urusin mereka daripada waktu istirahat habis, kita belum makan.” Ucap Hyun Hae sambil asyik memakan makanannya. (makan mulu lu, Hyun Hae “Biarin gue lapar”)

 

“Iya kamu enak bisa makan di tempat mana aja, di selokan aja kamu bisa makan, lah aku sama Ha Ni kan masih keturunan bangsawan dari Inggris, makanya kita gak bisa makan sembarangan.” Ucap Hyu Ra dengan narsis. (biasa makan di pinggir jalan aja belagu lu -_- Hyu Ra dan Ha Ni “enak aja lu, emang lu kira gue kucing makan di pinggir jalan  -_-)

 

“Eh liat deh, itu kan cowok yang tadi pagi udah bikin pakaian kita kotor.” Ucap Ha Ni dengan berbisik ke teman-temannya sambil sekilas melihat cowok-cowok ganteng itu.

 

Akhirnya Hyu Ra dan Hyun Hae melihat ke arah cowok-cowok yang dilihat oleh Ha Ni tadi. Dan benar saja mereka adalah cowok-cowok yang tadi pagi udah bikin pakaian mereka kotor.

 

Salah satu dari cowok-cowok itu melihat ke arah 3 cewek aneh itu. Pada saat Hyu Ra dan Hyun Hae ketahuan melihat cowok-cowok ganteng itu, dengan cepat mereka langsung menundukkan kepalanya. (Author “ngapain lu nunduk? Cari uang jatuh lu” Hyun Hae “Anjiiirr, sialan lu thor”)

 

***

 

 

 

“Eh lihat deh… Ada cewek aneh ngelihatin kita dari tadi”. Ucap Luhan setelah melihat 3 cewek aneh itu.

 

“Odie???” ucap Lay dengan tetap memasang wajah yang cool dan melihat cewek-cewek aneh itu bersama Baekhyun dan Chanyeol sekilas.

 

“Eh…. Bukannya cewek-cewek itu yang marahin kita tadi pagi”. Ucap Baekhyun yang langsung ingat dengan wajah cewek-cewek itu.

 

“Benar juga. Eh tuh cewek ngapain nundukin kepala??.” Sahut D.O dengan wajah bingung.

 

“Udah jangan ngurusin mereka, sebaiknya kita kembali ke kelas, sebentar lagi masuk.” Ucap Kris dengan wajah cool.

 

 

Setelah 12 cowok itu pergi, mereka langsung mengangkat kepala dan mulai makan makanan mereka.

 

Tapi……

 

Triiiiinnngggg……

 

“Anjiir, kampret, sialan, kurang ajar. Belum juga makan udah bel aja.” Ucap Hyu Ra dan Ha Ni dalam hati.

 

 

Di Kelas

 

“Ah akhirnya kenyang juga.” Ucap Hyun Hae dengan wajah senang.

 

“Kau enak kenyang, sendangkan kita?.” Ucap Ha Ni dengan wajah yang empet.

 

“Kan aku udah bilang untuk cepet makan. Eh malah kalian asyik ngedumel aja.” Jawab Hyun Hae dengan santai

 

“Habis cewek-cewek tadi sih berisik banget, kita kan jadi keganggu.” Ucap Ha Ni dengan jengkel.

 

“Ini semua gara-gara cowok-cowok sialan itu, coba kalo mereka gak ke kantin, pasti tadi gak bakalan rame kan.” Ucap Hyu Ra dengan wajah marah.

 

 

Tidak lama kemudian, datanglah Lee Songsaenim dan kembalilah 3 cewek itu ke meja masing-masing dan membuat Ha Ni dan Hyu Ra gak marah-marah lagi. Tapi, itu gak berlangsung lama karena itu membuat 3 cewek itu makin empet, kenapa??? Itu gara-gara pelajaran matematika, pelajaran yang paling tidak disukai 3 cewek itu.

 

Triiiiiinnnnnggg……

 

Akhirnya suara bel yang ditunggu-tunggu oleh 3 cewek itu dari tadi. Dengan semangat 45, 3 cewek itu langsung cepet-cepet keluar dari kelas untuk kembali ke rumah masing-masing

 

Sesampainya di halte bus, 3 cewek itu berpisah, karena memang arah tempat kerja mereka berbeda, jadi mereka berpisah di halte untuk menuju tempat kerja masing-masing.

 

***

 

Kim Ha Ni Pov

 

Sesampainya di taman hiburan, aku langsung segera berganti pakaian, dengan pakaian badut dan segera keluar untuk menghibur para pengunjung yang ada disana.

 

“Huh, capek banget lagian kenapa sih banyak banget orang yang datang,, capek kan jadinya, nyusahin orang aja” ucapku dengan wajah kesel. Author “Eh dimana-mana taman hiburan tu rame, banyak orang yang dateng, emang lu kira taman di tempat sampah, ya pasti ga ada yang dateng.” Ha Ni “Lah tu lo tau” Author “Tau ah gelap mending gue pacaran lagi sama D.O” #dibunuhfans #D.Omuntahpacaransamaauthor (panjang bener -.-).

 

“Ah haus, panas lagi mending beli minum dulu.”

 

“Tolong minumnya satu”

 

“Ini”

 

“Eolmaeyo?”

 

“5000 won”

 

“Gamsahamnida”

 

Aku membalasnya dengan tersenyum, kemudian aku pergi sambil mencari tempat untuk duduk, tapi saat di tengah jalan….

 

BRUUUKK

 

“Ya, apa kau tidak bisa melihat” ucap Xiumin dengan nada tinggi dan wajah yang marah (jahat amat -.-)

 

“Joesonghamnida” ucapku sambil menundukkan badanku berkali-kali.

 

“Eh, kucing jika kau tidak bisa berjalan dengan benar, lebih baik tidak usah berjalan” mengusap pundaknya kemudian berlalu pergi

 

“Huft, dasar namja kejam”

 

Tapi tiba-tiba sepertinya aku teringat sesuatu, tapi apa?

.

.

.

.

.

 

 

TBC

 

PLEASE give the comment. Saran dan kritikan dari para readers sangat penting and DON’T BE SILENT READER!!

 

 

 

 

 

 

 

Sebenernya author pengen jadiin berchap-chap, tapi lihat dulu commentnya kalo banyak yang ngelike dan banyak yang minta lanjut, author gak bakalan ngelanjutin nih cerita, eh salah maksudnya mau ngehapus nih ff, eh kok malah ngaco gini maksudnya kalo banyak yang minta bakalan author lanjutin nih ff geje. Sekian ^_^


SO, WE ALL ARE GAY? (Chapter 7)

$
0
0

SO, WE ALL ARE GAY?

 

.

 

 

By tmarionlie

 

.

 

EXO Couple  | KaiSoo |  HunHan  | ChanBaek |  KrisTao

 

.

 

Yaoi  | Drama  | Friendship |  Hurt & Comfort  | Comedy |  Romance

 

 

 

 

 

 

 

 

-Previous Story-

 

 

 

”Apa yang kau lakukan?” tanyanya.

 

Aku menarik tanganku dan berniat kabur, tapi dia menggenggam erat pergelangan tanganku.

 

”Ma-maafkan aku Sehun…dan tolong lepaskan aku…”

 

Aku mencoba melepaskan genggaman tangannya, tapi dia malah menarikku hingga aku terjatuh di ranjang, lantas dia berguling dan menindihku. Dia menatapku intens. Aku membuang wajahku kearah kanan, mencoba menghindari tatapannya. Tapi tangannya menarik pipiku agar kembali menatapnya.

 

Aku tercekat. Jantungku berdebar tak terkontrol. Aku sangat gugup.

 

”Jangan menghindariku terus….tatap aku Luhan” katanya tegas.

 

Nafasnya membelai hangat diwajahku.

 

”Ma-maaf….” hanya itu yang dapat kukatakan.

 

”Aku tau kau ingin mengatakan sesuatu….katakanlah apa yang ingin kau katakan…”

 

Aku membuang pandanganku lagi kesamping.

 

“Tak ada yang ingin kukatakan” jawabku berbohong.

 

“Luhan….”desaknya.

 

“A-aku tak bisa”

 

“Kenapa?”

 

“Aku hanya tak ingin berharap…aku takut mendengar jawabannya…” kataku pelan.

 

Lagi-lagi tangannya menarik wajahku, memaksaku agar menatapnya.

 

”Katakanlah…agar aku tau…” katanya lembut.

 

Aku menatap matanya dalam….dan kuberanikan diriku mengatakan perasaanku padanya.

 

”Aku mencintaimu….”

 

 

CHAPTER 7

 

 

 

 

 

 

Sinar matahari pagi menyeruak masuk ke dalam jendela apartemen yang berada di lantai 12 itu. Gorden kamar yang memang tidak ditutup sejak kemarin, membuat sinar matahari yang berwarna jingga keemasan itu bebas masuk ke dalam kamar yang saat ini berisi 2 pria imut yang tidur diranjang sambil saling berpelukan itu. Luhan, pria imut berusia 18 tahun itu, masih terlelap dipelukan pria satunya lagi yang lebih muda setahun darinya. Dan Oh Sehun, pria yang memeluk Luhan itu sebenarnya sudah terjaga sejak matahari belum muncul. Tapi dia sama sekali tak ada niat untuk beranjak dari ranjang. Dia masih merasa sangat nyaman dengan posisinya yang memeluk Luhan saat ini. Sejak dia bangun, tak ada yang dilakukannya selain memandangi wajah imut Luhan yang sedang tertidur. Luhan tidur dengan sangat lelap. Tentu saja, pasti dia sangat lelah kan? Soalnya kan kemarin malam mereka habis melakukan “this and that” hingga beberapa ronde (ehem).

 

 

Sehun menarik selimut yang menutupi tubuh polos mereka berdua hingga sebatas dada, lalu senyum-senyum sendiri saat mengingat kejadian kemarin.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

Flashback

 

 

 

“Aku mencintaimu….”

 

 

 

Luhan mengucapkan kata-kata itu dengan suaranya yang agak bergetar, dia sangat gugup. Matanya menatap Sehun dengan takut-takut. Luhan sedang menunggu respon dari pria berkulit pucat yang masih menindih tubuhnya saat ini.

 

 

 

Beberapa detik berlalu….tapi tak ada yang berubah pada ekspresi Sehun. Wajahnya masih tetap datar dan dia masih diam. Tatapan matanya yang tajam seolah ingin menguliti Luhan saat ini juga.

 

 

 

Luhan menelan ludahnya dengan susah payah. Kemudian dia mencoba menjabarkan lagi apa yang dikatakannya tadi agar Sehun mengerti maksudnya. Dia sadar kata-katanya tadi memang terkesan ambigu. Seharusnya dia mengatakan kalau dia menatap Oh Sehun sebagai seorang pria, bukan adiknya. Luhan merasa sangat bodoh. Dia mengutuk rasa gugupnya yang membuatnya harus mengulangi kata-kata yang bisa membuat jantungnya copot itu untuk kedua kalinya.

 

 

 

“Se-Sehuna….A-aku mencintaimu sebagai Xi Luhan yang mencintai Oh Sehun….perasaanku ini bukan perasaan seperti cinta seorang kakak pada adiknya…”

 

 

 

 

 

Gulp!

 

 

 

 

 

Luhan menelan ludahnya lagi dengan susah payah. Jantungnya berdebar-debar menunggu pria pucat diatasnya ini mengatakan sesuatu. Tapi beberapa detik terlewati, Sehun masih tetap diam.

 

 

 

Luhan merasa hatinya seakan robek. Pria imut itu sudah hampir menangis menahan sakit di dadanya. Dia sudah tau, Sehun tak akan pernah membalas cintanya yang tak normal itu.

 

 

 

Akhirnya Luhan pun mengalihkan pandangannya lagi kesamping, tak ingin menatap Sehun lebih lama, karena itu hanya akan membuat hatinya akan menjadi semakin sakit lagi. Tak butuh waktu lama, cairan bening itupun mengalir dari sudut matanya yang indah. Luhan menangis dalam diam.

 

 

 

“Maaf Sehun….lupakan saja yang kukatakan barusan….aku memang bodoh….”

 

 

 

Luhan memejamkan matanya, mencoba menahan rasa sakit dihatinya. Tapi jantungnya seakan tersengat listrik saat dia merasakan sesuatu yang kenyal dan lembut menempel dipipinya. Luhan membuka mata dan menemukan wajah Sehun yang sedang tersenyum padanya.

 

 

 

Luhan merasa gugup lagi…dan juga bingung. Apa maksudnya?? Luhan masih tak mengerti. Tapi sikap Sehun barusan, membangkitkan harapannya kembali.

 

 

 

Baru saja Luhan berharap, tapi kata-kata Sehun selanjutnya sukses memupuskan lagi harapannya.

 

 

 

“Kau memang bodoh Ge….bagaimana bisa kau mencintai adikmu sendiri?” kata Sehun sambil menyentil dahi Luhan.

 

 

 

Luhan kecewa. Diapun tersenyum pahit.

 

 

 

“Mmm Aku tau…aku memang bodoh…maafkan aku Sehun…lupakan saja apa yang kukatakan tadi”

 

 

 

Luhan merasa tercekat.

 

 

 

“A-aku juga akan berusaha melupakannya…” lanjutnya kemudian.

 

 

 

Luhan sebenarnya merasa sangat tak rela saat mengatakan hal itu, tapi memang hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini.

 

 

 

Tapi…

 

 

 

 

 

Sehun mengelus pipi Luhan dengan sayang.

 

 

 

“Kenapa?”

 

 

 

 

 

Luhan menatap bingung pada Sehun.

 

 

 

 

 

“Kenapa aku harus melupakannya? aku tak akan mungkin melupakan kata-kata terindah yang pernah kudengar dalam hidupku itu Ge… bila perlu aku ingin mendengarnya terus…jadi bisakah kau mengulanginya lagi Lu Ge?”

 

 

 

Sehun menggapai jemari Luhan dan menciumnya lembut. Luhan merasa sendinya melemas. Dia tak percaya Sehun memintanya agar menyatakan cintanya lagi. Apakah ini sungguhan? Luhan masih menatap Sehun yang kini menggenggam erat tangannya dan menempelkannya dipipi pucatnya sendiri.

 

 

 

Luhan masih ragu. Tapi suara Sehun membuat Luhan yakin kalau ini semua adalah kenyataan.

 

 

 

“Katakan lagi Luhan….apa kau mencintaiku?”

 

 

 

Akhirnya Luhan mengangguk pelan. Luhan pun mengatakannya lagi dengan yakin…

 

 

 

“Ya, Aku mencintaimu Sehun”

 

 

 

Luhan tak sempat melihat bagaimana ekspresi Sehun karena sekejap kemudian Luhan merasakan bibir Sehun sudah mengecup lembut bibirnya.

 

 

 

Luhan sangat terkejut, tapi akhirnya hanya memejamkan mata dan hanya menikmati ciuman Sehun dibibirnya.

 

 

 

Luhan merasa melayang. Ini adalah ciuman pertamanya. Dan yang lebih membahagiakan, ciuman itu didapatnya dari pria yang sangat dicintainya sejak kecil.

 

 

 

Jari-jari kedua pria yang berwajah mirip itu saling bertautan. Dan jantung Luhan serasa ingin meledak saat mendengar Sehun membalas cintanya…

 

 

 

“Aku juga mencintaimu Luhan… ”

 

 

 

Sehun mengatakannya disela-sela ciumannya.

 

 

 

Luhan hanya pasrah setelahnya. Membiarkan Sehun mengecupi setiap inci tubuhnya, dan membiarkan Sehun menguasai dirinya.

 

 

 

End Flashback

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

 

 

Sehun masih betah dengan posisinya. Matahari sudah semakin cerah, dan Luhan belum juga bangun.

 

 

 

Jari-jari Sehun mengelus pelan pipi Luhan, membuat pria mungil itu menggeliat dan perlahan membuka matanya.

 

 

 

”Morning Baby…” sapa Sehun sambil tersenyum lembut.

 

 

 

Oh, sapaan yang bagus Sehun!

 

 

 

Luhan pun tersenyum, dan bergerak bangun bermaksud duduk. Tapi sepertinya dia lupa kalau tubuhnya masih polos. Gerakannya yang duduk dengan cepat itu membuat selimut yang menutupi dadanya sedikit turun dan membuat dada serta perut mulusnya terekspos jelas. Luhan tersentak dan kembali berbaring sambil menarik selimutnya. Lalu dia memunggungi Sehun yang saat ini sedang menahan tawa dibelakangnya.

 

 

 

Mereka terdiam beberapa saat. Luhan masih sibuk berusaha menenangkan debaran jantungnya yang menggila, tapi jantungnya mendadak serasa berhenti saat dia merasakan jari-jari Sehun menyusuri lengkungan ditengah punggungnya yang telanjang.

 

 

 

Luhan menahan nafasnya. Kemudian Luhan memejamkan mata dan menggigit bibirnya sendiri saat merasakan bibir Sehun mengecup lembut tengkuknya. Luhan menggeliat geli.

 

 

 

“Sehunnie…” rengek Luhan manja.

 

 

 

”Kenapa pagi-pagi sudah memunggungiku? tak mau melihatku, heummm?” goda Sehun.

 

 

 

Luhan sontak membalikkan tubuhnya.

 

 

 

“Bukan begitu….a-aku hanya….malu…..” kata Luhan dengan pipi bersemu merah.

 

 

 

Sehun terkekeh geli.

 

 

 

“Kenapa harus malu? Aku kan sudah melihat semuanya tadi malam” goda Sehun lagi.

 

 

 

Luhan menutup wajahnya dengan tangannya, lalu dengan cepat mendekat ketubuh Sehun dan menyembunyikan wajahnya didada adiknya itu. Dia benar-benar malu.

 

 

 

Sehun tertawa geli melihat tingkah kakak sekaligus kekasihnya itu, karena kini Luhan sedang bergelung di dadanya seperti seekor anak kucing yang imut. Sehun mengelus surai karamel milik Luhan dengan sayang.

 

 

 

“Gege…lihat aku…” goda Sehun dengan nada yang dibuat-buat.

 

 

 

Dan jawaban Luhan hanyalah gelengan kuat dipelukannya. Sehun tertawa geli dan membiarkan saja tingkah kekasihnya itu.

 

 

 

“Baiklah-baiklah…kau malu, eoh?”

 

 

 

Luhan mengangguk dipelukannya. Sehun pun mengacak rambut Luhan lalu mencari posisi yang nyaman untuk kepalanya yang masih diperban itu. Kemudiàn dia semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Luhan dan sesekali mengecup kepala pria mungil itu dengan gemas.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Chanyeol saat ini sedang memikirkan kejadian tak terduga yang dialaminya kemarin. Kemarin dia sedang menyusuri jalanan kota Seoul sendirian saat Kai menelepon dan mengatakan kalau Sehun terluka dan harus dilarikan kerumah sakit. Dengan terburu-buru dia bergegas kerumah sakit. Tapi ternyata dikoridor dia bertemu dengan Kai dan Sehun yang katanya sedang terluka itu berjalan tergesa-gesa meninggalkan rumah sakit. Entah mau kemana 2 pria berkulit kontras itu. Tapi Chanyeol merasa lega karena ternyata Sehun tidak terluka terlalu parah.

 

 

 

Chanyeol lalu bergegas menemui Kris dan Tao yang masih berada diruangan rawat Sehun, tapi sebelum sampai disana tanpa terduga dia melihat dengan Bekhyun dan Ji Eun yang baru saja keluar dari salah satu ruang dokter.

 

 

 

Chanyeol masih mengingat jelas bagaimana ekspresi Baekhyun saat melihat dirinya saat itu. Ekspresi sedih dan terluka…

 

 

 

Dan kenyataan mengejutkan yang didapatnya, adalah bahwa Lee Ji Eun, gadis itu yang ternyata telah kehilangan salah satu kakinya.

 

 

 

Tak ada pembicaraan apapun antara Chanyeol dan Ji Eun, karena sebelum Ji Eun melihat Chanyeol, Baekhyun sudah dengan cepat mendorong kursi roda gadis itu menjauh. Chanyeol hanya bisa memperhatikan mereka setelahnya, dan Chanyeol mendapatkan satu fakta, bahwa Baekhyun tak mencintai gadis itu. Baekhyun masih mencintainya. Chanyeol yakin itu.

 

 

 

Chanyeol bisa merasakan tatapan Baekhyun yang berbeda saat menatapnya dan saat menatap gadis itu. Tatapan Baekhyun kosong saat melihat Ji Eun.

 

 

 

Kemarin Chanyeol tak melakukan apapun selain mengikuti mereka terus seharian dan mendapati kenyataan jika Baekhyun dan Ji Eun sudah tinggal bersama. Chanyeol harus tau apa sebenarnya yang terjadi pada Ji Eun.

 

 

 

Jadi ini yang dimaksud Baekhyun? Apa artinya hal yang dialami Ji Eun saat ini adalah akibat dari perbuatannya dulu? Tapi apa hubungannya dengan Baekhyun? Kenapa Baekhyun harus mengambil tanggung jawab untuk gadis itu? Hingga Baekhyun sampai harus menerornya?

 

 

 

Dan juga…bagaimana Baekhyun sangat tau kalau Chanyeol suka bermain dengan para gadis? Bukankah Baekhyun tak berada di Korea selama ini? Atau…selama ini kenyataannya adalah Baekhyun selalu berada disekitarnya tanpa dia sadari?

 

 

 

Lalu…bagaimana Baekhyun bertemu dengan Ji Eun? dan bagaimana bisa Baekhyun tau apa yang terjadi antara dirinya dan gadis bernama Lee Ji Eun itu dulu? bukankah sebelumnya Baekhyun dan Ji Eun tak saling mengenal? Jadi apa artinya semua ini?

 

 

 

Segala pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar dikepalanya dan Chanyeol tak dapat menahannya lagi. Dia harus segera mencari tau. Dia harus segera bertemu dengan Baekhyun dan meminta penjelasan.

 

 

 

Tak lama kemudian Chanyeol pun menyambar kunci mobilnya dan meluncur menyusuri jalanan Seoul untuk menuju kerumah yang berada dipinggiran kota itu…

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Gege…Tao lapar….” kata namja bermata panda itu dengan mata yang masih fokus pada tablet android miliknya.

 

 

 

Dia sudah memainkan game yang ada di dalam gadget itu sejak 4 jam yang lalu, dan mengabaikan pria tampan berambut pirang yang selalu setia menemani disampingnya dari tadi.

 

 

 

Kris, pria pirang yang berada disamping bayi panda itu langsung berdiri begitu mendengar kekasihnya itu lapar. Kris mencium sekilas puncak kepala Tao, lalu berjalan pelan menuju ke dapurnya.

 

 

 

Yeah, saat ini bayi pandanya itu sedang menginap dirumahnya. Orangtua Tao, keduanya adalah pengusaha yang sangat sibuk. Mereka sering bepergian keluar negeri dalam waktu yang lama. Seperti saat ini, orangtua Tao memiliki proyek di negara Dubai, dan mangharuskan mereka untuk tinggal dinegara itu sampai beberapa bulan kedepan sehingga Tao yang merupakan putera tunggal kesayangan mereka mau tak mau harus ditinggal sendirian. Dan karena takut puteranya merasa kesepian, maka orangtua Tao pun menitipkan putera kesayangan mereka itu pada Kris.

 

 

 

Orangtua Tao memang sudah sangat dekat dengan Kris. Mereka bahkan sudah menganggap Kris seperti putera mereka sendiri karena Kris terlihat sangat menyayangi Tao. Mereka menganggap Kris itu adalah sahabat terbaik Tao, yang bisa menjadi pengganti peran mereka untuk menjaga Tao.Mereka tidak tau bahwa hubungan putera mereka dengan Kris tak senormal yang mereka bayangkan. Kris dan Tao memang mampu menutupi hubungan mereka dengan sangat rapi, bahkan mereka menutupinya juga dari para sahabat mereka,member Exoboy lainnya.

 

 

 

.

 

 

 

.

 

 

 

Kris Pov

 

 

 

Aku menuangkan dengan cepat spaghetti yang baru kumasak kedalam piring. Bayi pandaku sedang lapar, dan aku tak ingin membuatnya lama menungguku. Orangtuanya menitipkannya padaku, dan aku harus menjaganya dengan baik. Aku sangat senang karena aku bisa berada 24 jam bersamanya hingga beberapa bulan kedepan. Walaupun orangtuanya tak tau tentang status kami yang sebenarnya dan walaupun dia mengabaikanku terus seperti sepanjang hari ini tak masalah buatku, asal aku bisa tetap berada didekatnya. Ahh…aku benar-benar mencintainya.

 

 

 

Kubawa makanan itu ketempat dimana Tao memainkan gadget-nya. Aku langsung menyodorkan gelas yang sudah kuberi sedotan kebibirnya agar memudahkannya untuk minum. Aku tau dia masih ingin memainkan game di gadget-nya itu walaupun dia kelaparan, dan aku tau dia tak akan berhenti main sampai dia bosan. Karena itu, aku menyuapinya pelan-pelan sampai spaghetti yang kumasak itu habis.

 

 

 

“Kau sudah kenyang Baby? atau kau masih ingin makan hal yang lain lagi?” tanyaku padanya.

 

 

 

Tao hanya menjawab dengan gelengan. Dia bahkan tak melirikku sama sekali. Dia hanya fokus pada game-nya itu. Tapi itu tak masalah buatku, yang penting dia merasa senang, aku juga senang.

 

 

 

Kucium pipinya sekilas, dan dia hanya diam tanpa mengatakan apapun.Akupun langsung beranjak kekamar, merapikan tempat tidur dan menyiapkan piyama untuk bayi pandaku tersayang. Sekarang sudah jam 9 malam, yang berarti sebentar lagi aku harus membujuk Tao untuk segera tidur.

 

 

 

Aku mengambil sebuah buku dan membacanya, sambil menunggu jam menunjukkan angka 9.45 malam.

 

 

 

Aku beranjak dari ranjang dan menghampiri Tao yang masih berada diruang TV, yang masih asyik memainkan gamenya. Aku duduk disampingnya dan kubelai lembut surai hitamnya dengan sayang.

 

 

 

“Baby…ini sudah hampir jam 10 malam, kau harus segera tidur” kataku lembut.

 

 

 

Dia hanya diam, tapi entah mendengarkanku atau tidak.

 

 

 

“Tao…” kataku lagi, dan dia langsung membuang nafasnya kesal. Tapi dia tak mengatakan apapun.

 

 

 

Dia hanya diam sambil meletakkan tabletnya disofa, lalu berdiri dan beranjak meninggalkanku menuju kamar. Aku mengambil tablet miliknya itu dan mengikuti langkahnya menuju kamarku-kamarnya-juga. Kulihat Tao berjalan kekamar mandi dan membersihkan dirinya. Aku menyimpan tabletnya dilaci nakas dan langsung beranjak kedapur untuk membuatkan segelas susu buat Tao, lalu kembali lagi kekamar membawa susu itu.

 

 

 

Kulihat Tao sedang mengganti pakaiannya dengan piyama bermotif panda yang kusiapkan tadi, yang belum terkancing semuanya. Akupun menyodorkan susu ditanganku padanya dan mengancingkan sisa kancing piyamanya yang belum selesai.

 

 

 

Setelah dia selesai meminum susunya, dia langsung merangkak naik keatas ranjang dan berbaring memunggungiku. Akupun menyusulnya dan berbaring disampingnya. Aku menatap punggungnya dari belakang tanpa mengatakan apapun. Kami hanya diam sampai beberapa lama. Entah Tao sudah tertidur atau belum, akupun tak tau karena dia setiap hari tidur memunggungiku seperti ini. Kadang aku merasa bahwa aku tak berharga dimatanya, dan aku fikir mungkin dia tak mencintaiku, tapi itu sudah resiko, karena aku yang mencintainya lebih dulu.

 

 

 

Tapi kadang aku bingung, karena sewaktu-waktu, Tao juga bisa menunjukkan sikap seperti dia mencintaiku juga. Aku tak tau, apa yang dirasakannya padaku, Entahlah….aku tak peduli dia mencintaiku atau tidak, selama aku bisa berada didekatnya, itu sudah cukup bagiku.

 

 

 

Aku lelah memikirkan hal itu, dan akhirnya akupun memejamkan mataku. Aku sudah hampir terlelap saat sayup-sayup kudengar Tao memanggilku.

 

 

 

“Gege….Kris ge….”

 

 

 

Akupun langsung membuka mataku lagi dan kulihat dia sudah berbaring menghadapku. Aku langsung duduk.

 

 

 

“Kau kenapa sayang? kenapa belum tidur?” tanyaku lembut.

 

 

 

Tao juga ikut duduk.

 

 

 

“Tao tak bisa tidur” katanya.

 

 

 

Aku mengelus pipinya.

 

 

 

“Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanyaku padanya.

 

 

 

“Apa gege sudah mengantuk?” tanyanya.

 

 

 

Aku menggeleng-bohong-,karena sesungguhnya aku sudah sangat mengantuk dan lelah saat ini.

 

 

 

Kulihat Tao mendekat kearahku, lalu memeluk leherku erat.

 

 

 

“Gege…maafkan Tao ya…seharian ini Tao mengabaikan Gege”

 

 

 

Lagi. Dia lagi-lagi membuatku bingung. Selalu seperti ini.

 

 

 

“Tak apa-apa sayang…yang penting kau senang” kataku.

 

 

 

Akupun melepaskan pelukannya dan mendorongnya agar berbaring lagi diranjang, lalu aku mengelus-elus keningnya agar dia mengantuk. Dia menatapku intens.

 

 

 

“Ge….” panggilnya pelan.

 

 

 

“Hmmm??” jawabku.

 

 

 

“Tao ingin mendengar gege mengatakan cinta pada Tao” katanya.

 

 

 

Aku menghentikan pergerakan tanganku. Selalu begini. Dia selalu menyuruhku mengatakan kalau aku mencintainya, tapi tak sekalipun dia membalas kata-kata cintaku.

 

 

 

“Aku mencintaimu Tao…”kataku, mungkin sudah entah berapa ratus kali aku mengatakannya.

 

 

 

“Tao tau” jawabnya sambil tersenyum.

 

 

 

Tak ada kata-kata lain. Hanya itu,selalu itu jawabannya jika aku menyatakan cintaku padanya. Aku balas tersenyum, ‘senyum pahit’ padanya.

 

 

 

Kapan kau akan mengatakan kalau kau juga mencintaiku Tao?~ bathinku perih.

 

 

 

Tao memeluk leherku lagi.

 

 

 

“Gege….ayo kita berciuman….Tao ingin mencium Gege…”katanya.

 

 

 

Aku menatapnya dalam. Dadaku sangat perih, tapi aku tetap tersenyum. Kubelai pipinya dengan lembut. Perlahan aku mendekatkan wajahku, lalu kutempelkan bibirku pada bibirnya yang mungil. Kurasakan dia langsung melumat bibirku dengan lembut, dan aku membalasnya.

 

 

 

 

 

Aku mencintaimu Tao~ sekali lagi kuucapkan kata-kata itu didalam hati.

 

 

 

End Kris Pov

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Ck!!! Lepaskan tanganmu bodoh!”

 

 

 

Kyungsoo berdecak sebal. Pasalnya Kai,d aritadi memeluk perutnya dari belakang dengan sangat erat. Padahal mereka sedang berada diperpustakaan sekolah saat ini. DI SEKOLAH, dan didalam perpustakaan saat ini sedang penuh oleh para siswa.

 

 

 

Kyungsoo sebenarnya sangat heran dan penasaran, kemana rasa malu pria hitam yang sedang memeluknya itu saat ini?

 

 

 

Kyungsoo sudah capek menolak Kai, tapi Kai sama sekali tak menggubrisnya. Pria hitam itu tetap memaksa mengklaim Kyungsoo sebagai miliknya. Akhirnya Kyungsoo membiarkan saja tingkah bodoh si hitam itu, dan membiarkan orang-orang beranggapan bahwa mereka benar-benar adalah pasangan gay. Kyungsoo tak peduli. Lagipula entah mengapa belakangan dia tak terlalu merasa terganggu dengan hal itu.

 

 

 

Kyungsoo langsung berbalik dengan jengkel saat Kai dengan sengaja mengecupi lehernya.

 

 

 

Tapi sial, saat Kyungsoo berbalik, dengan cepat Kai mengecup bibirnya lalu menyeringai keàrahnya.

 

 

 

Kyungsoo menggigit bibirnya dan mengedarkan pandangannya kearah para siswa yang saat ini seluruhnya sedang menatap shock kearah mereka.

 

 

 

“Dasar idiot gila!” umpat Kyungsoo jengkel.

 

 

 

Dan Kai?

 

 

 

Pria hitam itu hanya mengedikkan bahunya cuek.

 

 

 

Dasar!

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Chanyeol menghentak-hentakkan kakinya tak sabar.Dia saat ini sedang menunggu Baekhyun. Kemarin Chanyeol yang awalnya ingin menemui Baekhyun, malah tak berhasil dan malah bertemu dengan Lee Ji Eun. Mantan kekasihnya-atau mungkin bukan-itu sangat terkejut, bahkan sempat tak mau berbicara sama sekali dengan Chanyeol. Mungkin gadis itu sangat sakit hati dengan Chanyeol.

 

 

 

Tapi pada dasarnya Lee Ji Eun adalah gadis yang sangat baik, jadi saat Chanyeol meminta maaf dengan sungguh-sungguh, gadis itu akhirnya memaafkannya juga. Chanyeol berbincang banyak dengan Ji Eun. Gadis itu menceritakan bagaimana pertemuannya dengan Baekhyun pertama kali. Dan Chanyeol yang akhirnya mengaku pada gadis itu bahwa dirinya sebenarnya adalah seorang gay dan dia sangat mencintai Baekhyun, yang saat ini adalah calon suami gadis itu. Chanyeol juga memohon-mohon agar Ji Eun mau mengembalikan Baekhyun

 

padanya.

 

 

 

 

 

.

 

 

 

 

 

Flashback

 

 

 

“Kumohon Ji Eun…lepaskan Baekhyun…kau tak akan pernah bahagia dengan Baekhyun karena dia tak mencintaimu…aku juga tau kau tak mencintainya kan? kumohon Ji Eun….” kata Chanyeol sambil berlutut dihadapan gadis cacat itu.

 

 

 

“Kau egois Oppa!! kau brengsek!!” maki Ji Eun.

 

 

 

“Maafkan aku, kumohon kembalikan Baekhyun padaku…jebal…” kata Chanyeol.

 

 

 

Airmata Chanyeol bahkan sudah mengalir membasahi pipinya.

 

 

 

Gadis itu diam saja. Tapi dia juga menangis, mungkin menangisi nasibnya yang tragis, karena Park Chanyeol, pria yang dicintainya ternyata malah mencintai Byun Baekhyun, pri a yang selama ini menjadi sandarannya.

 

 

 

“Kumohon…tolong aku….aku sangat mencintainya…jebal….” mohon Chanyeol lagi.

 

 

 

Gadis itu akhirnya menyerah.

 

 

 

“Aku akan melepaskan Baekhyun Oppa…” kata gadis itu akhirnya.

 

 

 

Chanyeol menatap Ji Eun tak percaya, dan gadis itu juga sedang menatapnya.

 

 

 

“Jika benar kalian masih saling mencintai, aku akan melakukan apapun untuk menyatukan kalian…hiks…” isak gadis itu, membuat Chanyeol terenyuh.

 

 

 

Chanyeol meraih gadis itu kedalam pelukannya.

 

 

 

“Terima kasih…Ji Eun-ah” kata Chanyeol pelan.

 

 

 

“Kalian berdua kejam…kenapa aku harus bertemu dengan kalian…” isaknya.

 

 

 

“Maafkan aku…Dan tolong bantu aku untuk mengambil hatinya lagi…” kata Chanyeol, dan dijawab dengan anggukan lemah oleh gadis itu.

 

 

 

End Flashback

 

 

 

.

 

 

 

.

 

 

 

.

 

 

 

Chanyeol sontak berdiri saat melihat Baekhyun datang menghampirinya. Mereka saling menatap beberapa lama, dan berakhir saat Baekhyun membuang muka dan duduk dihadapannya. Chanyeol juga ikut duduk ditempatnya.

 

 

 

“Katakan dengan cepat, karena aku tak punya banyak waktu” kata Baekhyun ketus.

 

 

 

Chanyeol masih belum bicara. Baekhyun menunggu sampai kesabarannya habis, tapi Chanyeol masih diam. Akhirnya Baekhyun mendengus sebal dan beranjak pergi.

 

 

 

Baekhyun baru saja berbalik, tapi langkahnya langsung terhenti saat Chanyeol akhirnya bersuara.

 

 

 

“Yang ingin kukatakan adalah..Aku mencintaimu Baek, dan aku ingin kau kembali padaku…” kata Chanyeol, langsung pada poin utama.

 

 

 

Baekhyun merasakan jantungnya berdenyut sakit saat Chanyeol mengatakannya, tapi dia berusaha menahannya sekuat tenaga.

 

 

 

“Aku mencintai Lee Ji Eun” jawabnya .

 

 

 

“Pembohong” kata Chanyeol.

 

 

 

“Terserah, aku tak perduli dengan apapun yang kau katakan, yang pasti aku akan segera menikahinya” jawab Baekhyun.

 

 

 

Chanyeol tertawa meremehkan.

 

 

 

“Itu tak akan pernah terjadi…jika aku tak bisa mendapatkanmu lagi, maka kaupun tak akan kubiarkan menjadi milik orang lain!”

 

 

 

Baekhyun terdiam.

 

 

 

“Aku sudah bertemu dengan Ji Eun dan dia mengatakan kalau dia masih mencintaiku” tambah Chanyeol.

 

 

 

Baekhyun sontak berbalik dan menatap Chanyeol marah.

 

 

 

Chanyeol menyeringai, lalu melanjutkan ucapannya.

 

 

 

“Jadi lepaskan saja Ji Eun dan aku yang akan menikahinya”

 

 

 

 

 

 

 

BUGGHHH!!!!

 

 

 

 

 

 

 

Sebuah bogem mentah dari Baekhyun sukses mendarat diwajah tampan Chanyeol.

 

 

 

“Dasar brengsek!!!” umpat Baekhyun geram.

 

 

TBC

 


What Are We (Chapter 1)

$
0
0

Title       :               What Are We? (1)

Author  :               @afnfsy

Genre   :               Romance, angst (mostly)

Length  :               Multi-chapters

Rating   :               PG-15 (Some scene are not suitable for children under 15 years old.)

Casts     :               EXO’s Baekhyun, OC, many more to come.

Notes    :               Hello! Just want to clarify that the background story taken was mostly in Jakarta and Bandung. So you might found some—or many, Indonesian slangs. And this story contains the use of ‘gue-lo’ A LOT. Anyways, I also post this story on Asianfanfics and Wattpad with the same title, but different casts. (Yes, I use Indonesian names for the casts, but still use Baekhyun as the visual of the main boy character.) Duh, I talked a lot. Enjoy this story!

————————————————————————————

“Kak, what are we?” tanya Attara memecahkan keheningan.

Hari ini siang di Bandung mendung, seperti biasa. Jalanan agak sepi, which is good. Sementara itu Baekhyun terhenyak begitu mendengar pertanyaan Attara, ia mengetuk-ngetuk pinggiran stir mobil Mazda hitamnya dengan tidak sabaran, completely lost at her question. He didn’t know what to answer.

Attara sendiri sudah menduga akan seperti ini ‘jawaban’nya. Attara sudah menduga bahwa Baekhyun pasti tidak akan bisa menjawab pertanyaan sulitnya.

Tetapi perlakuan Baekhyun kepada Attara-lah yang lebih sulit untuk dideskripsikan. Attara sendiri tidak mengerti motif Baekhyun melakukan ini semua kepadanya.

Baekhyun membuat Attara bingung terhadap perasaannya sendiri.

Dan Attara sendiri membuat Baekhyun bingung dengan respon yang diterimanya dari gadis itu.

Does he really like me? Or is he just playing with my feelings?

Does she really like me that much? Please don’t be like that.

Baekhyun pun menghela napas dalam-dalam.

Tetapi lampu merah sudah berganti ke lampu hijau.

——————————————————————-

Baekhyun menatap wajah si empunya tangan yang sedang ia genggam, berusaha mengingat-ngingat siapa gerangan gadis di depannya ini. Sementara itu si gadis hanya tersenyum polos dengan sorot mata menunggu jawaban.

“Ah, dia mah udah nge-line gue waktu itu!” ujar Baekhyun kepada Tanya yang berdiri di sebelahnya. Gadis yang hanya beberapa inci lebih pendek di depannya hanya tertawa pelan sambil digoyang-goyangkan tangan seniornya itu.

“Siapa namanya?” tanya Tanya dengan nada sedikit mengejek, berusaha memancing Baekhyun untuk menyebutkan nama temannya itu.

Baekhyun pun menatap gadis di depannya lagi seraya berpikir, “A… Attara? Iya, kan? Attara, kan?”

Attara pun tersenyum lagi—kali ini lebih sumringah sambil mengangguk senang, “Yep, benar!” jawaban Attara entah mengapa membuat Baekhyun tertawa, Tanya yang berdiri di sebelah Attara pun melemparkan tatapan-tatapan penuh arti kearah gadis itu.

“Wah, udah line-an ternyata?” Tanya pun mencibir—padahal sebenarnya ia sudah tahu bahwa Attara menggunakan trik modus ‘memberikan undangan ke senior’ yang sebenarnya itu adalah tugas humas. Attara pun memberikan tatapan ‘kan gue udah cerita ke lo?’ pada Tanya. Namun tiba-tiba Attara merasakan sundutan kecil di lengan kirinya. Sesudah melepaskan genggaman tangannya dari Baekhyun, Attara pun menoleh kesampingnya.

Mara yang sudah berdiri di sampingnya segera mencondongkan wajahnya kearah telinga Attara sambil berbisik, “Kata kak Chanyeol, si Baekhyun mabuk, tuh.” Mara pun segera menjauhkan wajahnya kembali begitu tiba-tiba Attara menggenggam lengannya erat. Sebenarnya Attara tidak kaget, maksudnya, mendengar Baekhyun mabuk bukanlah hal yang baru.

Yang membuat Attara terkejut adalah the fact the he remembered her name although he was drunk.

“Iya, Mar? Tapi kok kayanya nggak, ya…?” gumam Attara tidak yakin, karena Baekhyun terlihat sangat biasa saat berbicara dengannya. Bahkan sekarang ia terlihat sedang tertawa begitu mendengar guyonan Tanya. Mara hanya mengangkat kedua bahunya sambil membetulkan lipatan baju di lengannya. “Perhatiin aja nanti, Tar.”

“Eh, Attara. Gue suka dekor outdoor-nya, deh.” Ujar Baekhyun tiba-tiba membuat Attara segera memutar tubuhnya untuk menghadap Baekhyun. Dilihatnya wajah Baekhyun yang masih berseri-seri dengan sedikit bercak kemerahan di pipinya yang berasal dari warna topengnya yang luntur. That sight made Attara froze a little bit. Moreover when he starts to lift his shirt to wipe his forehead.

Attara stuttered, “Eh- eng- iya, kak, hehe makasih.” jawabnya malu-malu, gadis itu pun langsung pura-pura membetulkan tali ID Card-nya yang mengalungi lehernya. Baekhyun tidak berkata apa-apa lagi tetapi ia hanya semakin memerhatikan gadis dengan rambut cokelat gelap yang dicepol dua itu, mungkin hanya untuk acara ini? pikir Baekhyun.

“Eh, udah dulu ya, Baek. Gue mau evaluasi anak-anak dulu, nih!” kata Tanya seraya mengecek arlojinya lalu menyuruh panitia-panitia lain agar mengikutinya. “Tar, Mar, ayo!” ajak Tanya sebelum ia berjalan cepat duluan kearah lift.

Attara pun mendongakkan wajahnya lagi untuk bertemu dengan tatapan Baekhyun yang ternyata belum lepas darinya. “Eng… kak, duluan, ya? Sampai… ketemu lagi?” tutur Attara dengan hati-hati.

Baekhyun broke his intense stare from her face then starts to look her again in the eyes, “Eh, iya. Sampai ketemu lagi…” entah mengapa kalimat Baekhyun terhenti disitu karena ia berpikir kapan lagi gue ketemu dia, “…di kampus.” Baekhyun melanjutkan.

Gadis itu mengangguk dan Attara tidak bisa menyembunyikan senyumnya, “Siap, kak!” ucapnya nyaris terdengar girang. Baekhyun pun mengangkat telapak tangannya sejajar dengan wajah Attara—mengajak hi-five.

Attara terdiam sejenak sampai akhirnya menepukkan telapak tangan mungilnya pada telapak tangan Baekhyun yang ukurannya lebih besar darinya.

“Dah, Attaraaa.” ujar Baekhyun sambil melambaikan tangannya begitu Attara mulai berjalan menjauhinya. Attara hanya menolehkan wajahnya sambil melambai kecil kearah Baekhyun. Attara bisa merasakan bunga-bunga yang bermekaran dan kupu-kupu yang berterbangan dalam perutnya—rasa yang Attara kira takkan pernah ia rasakan kembali, kini datang lagi.

Attara pun kembali berjalan menghadap depan, menghadap teman-temannya yang sedang menunggu lift. Senyumnya tak pernah lepas dari wajahnya. So many things happened in a blink of an eye, yet Attara feels like an eternity. There’s many more to come, and I swear it will be good, pikir Attara.

Gadis itu semakin tidak sabar dengan apa saja yang mungkin akan terjadi kedepannya. Attara berpikir bahwa ini adalah hal yang bagus untuk memulai cerita baru dalam hidupnya, terlebih lagi ada Baekhyun di dalamnya. Bahkan mungkin Baekhyun akan memiliki bab tersendiri di dalam buku kehidupan Attara.

Attara squeals quietly, then she runs to her best friend. “Maraaa, gue seneng banget hari ini!”

——————————————————————-

“Buset, Baek. Dedek gemes mana lagi yang mau dibuatin dedek?” ledek Chanyeol yang disambut dengan toyoran pelan dari Baekhyun.

“Sotoy lo.” Jawab Baekhyun dengan gusar. Chanyeol dan teman-teman lainnya pun hanya tertawa-tawa mendengar jawaban Baekhyun. Sementara itu Baekhyun hanya menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursinya sambil menghisap rokoknya sesekali.

Baekhyun thinks there’s something different about Attara that makes him… curious. Baekhyun thinks Attara is not like the usual girl he met at the club, or at campus. And Baekhyun don’t usually think like this. Something about her bothers him, it makes him feel… unusual. But he decided to not to think about it.

He put his eyes to the door, kind of wishing that Attara would run to the outdoor area to get her drink, but the sight of the other girl with a dark green skirt makes him completely forget about anything he previously thought.

“Kak Baekhyuuun,” panggil Sarah dengan nada yang sengaja dibuat-buat. Chanyeol dan teman-temannya langsung melayangkan pandangan jahil kearah Baekhyun yang sedang berusaha agar tetap stay cool. Shit, he can’t even think about anything but her body on his.

Sebelum Sarah mencapainya, Baekhyun sudah berdiri dari kursinya duluan. “Duluan, guys. Ada yang mesti diselesaiin, nih.” ujar Baekhyun seraya menunjuk Sarah dengan menggerakan wajahnya, dan lagi-lagi, Chanyeol berseru-seru heboh.

Baekhyun pun segera berjalan mendekati Sarah dan langsung merangkul pinggang gadis itu dengan sedikit agresif, membuat Sarah tertawa pelan, she knows exactly what he wants.

Begitu mendapatkan spot yang pas, tanpa ragu-ragu Baekhyun langsung mengunci bibir Sarah. The thought of Attara makes him stop for a while, right before he tried to put aside that thought again and starts to make out with the girl in front of him again.

Deep in Baekhyun’s heart, he scared that he might break Attara later.

OMG the part one is finally done! This story was made based on true story (I myself wonder why I always write a story based on true story…) so I didn’t find any difficulties in writing this e n e. Then again, I’m currently writing the chapter two so… see you guys! Thank you so much for your time.

  • The author.

Hello Ma Baby – [Chapter 2]

$
0
0

 

 

Author    :-Demonichild

Title        : Hello Ma Baby

Genre    :Romance,Hurt,Brother Complex

Lenght  : Chapter

Ratting: PG 17

Cast       : -Oh Sehun

-Ahn Jihyun

-Xi Luhan

 

 

 

 

 

 

 

Entah penyesalan seperti apa yang akan kuterima, yang kutahu saat ini adalah bahwa aku harus meyakinkanmu jika aku telah menyesal karena melakukan kesalahan bodoh yang membuatmu pergi dari sisiku. Kumohon jangan pernah pergi lagi dariku, karna kini ku yakin kau adalah bintangku pusat kebahagiaanku.’Sehun’

 

Aku tak pernah menyesal telah mengenalmu, meski mengenalmu adalah mimpi buruk bagiku.’jihyun’

-3 bulan kemudian-

 

Author POV

“Jihyun apa kau sudah siap?” teriak seorang Pria yang kini sedang menyiapkan sarapan untuknya,ia adalah seseorang yang sudah merawat jihyun selama 3bulan ini paskah terjadinya kecelakaan yang jihyun alami.

“Ne, aku sudah siap hanhan” tak lama kemudian jihyun datang dengan sedikit terburu-buru menuruni tangga sembari membenarkan letak kacamata yang membingkai mata indahnya.

“Apa kau lupa? Sudah berapakali aku peringatkan panggil aku oppa,aku kan lebih tua darimu nona jihyun?”ujar luhan dengan jengkel berdecak pinggang

Sementara itu,jihyun terkekeh geli mendengar luhan yang selalu ingin dipanggil oppa

“Arraseo mian oppaku yang tampan.” Turut jihyun dengan cengirannya yang lebar

“Padahal kau hanya 3tahun lebih tua dariku”gumam jihyun pelan namun masih dapat didengar oleh luhan

“Kau bicara apa”ucap luhan jengkel

“Ah aku hampir terlambat oppa, aku harus pergi sekarang juga jika tidak ingin Nyonya Kim yang cerewet itu kembali mengomeliku dengan bibir lipstik tebalnya itu hehehe”

“ck,Tidak pernah mengaku”cibir luhan

“Yasudahlah kajja berangkat sana, hati-hati dijalan jangan lupa tengok kanan-kiri sebelum menyebrang, jangan melamun dijalan, jangan lupa makan siang, jangan pulang ter-“

“ne..ne..ne aku mengerti oppa. Aku berangkat”

“Ya!! Ini sandwich mu!! jihyun”

===============

“Anyeonghaseyo Hyukjae-si” sapa jihyun pada hyukjae teman seperjuangannya di caffe tempatnya bekerja.

“Anyeonghaseo jihyun. Ada apa sebenarnya kenapa hari ini kau terlihat sangat semangat?”

“Benarkah? Kurasa aku tidak apa-apa.”Jawab jihyun sedikit keheranan

“oh mungkin itu perasaanku saja hehe”

“Ya, mungkin”

Jihyun dan Hyukjae memang bukanlah teman lama tapi nyatanya, meski baru beberapa bulan ini mereka bertemu ,mereka sudah terlihat seperti sahabat dekat karena memang nasib mereka berdua yang sama.

Ya mereka sama-sama harus bekerja part time untuk memenuhi kebutuhan mereka, tapi bedanya Hyukjae bekerja part time hanya memenuhi kebutuhan kuliahnya yang sudah memasuki semester 6 sedangkan Jihyun ia bekerja memang untuk membantu oppanya  memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari,padahal luhan melarang keras jihyun bekerja. Karna menurut luhan ia masih mampu memenuhi kebutuhan mereka berdua dengan pekerjaanya yaitu,seorang web designer.

Ting

Bunyi lonceng menandakan adanya pengunjung caffe yang datang. Terlihat seorang pria dengan setelan kemeja hitam dibalut jas senada sedang mencari kursi kosong untuk ia duduki.

“Ada yang bisa saya bantu?” tawar jihyun kepada pengunjung yang baru saja menduduki kursi pelanggan tersebut

“Ne. Saya pesan bubble tea” jawab sang pengunjung tanpa mengaihkan pandangannya dari papan menu yan sedang ia baca

“Itu saja tuan?”

“Saya rasa cukup” kini pandangan beralih pada pelayan yang sedang menulis menu yang dipesannya.

DEG

Seketika namja itu membeku melihat wajah si pelayan yang tak lain adalah jihyun,seseorang yang sangat ia rindukan

“Jihyun” gumamnya pelan tapi tak dapat didengar oleh jihyun

“Ada lagi yang anda butuhkan tuan?”

“ah ti-tidak terimakasih” jawabnya gelagapan

“Baiklah tunggu sebentar tuan” jihyun kembali pergi untuk menyiapkan pesanan namja itu. Ia adalah sehun Direktur dari sebuah perusahaan home shopping yang terkenal di Korea

 

Tunggu! apakah benar dia jihyun-ku?aku tidak mungkin salah melihat. Penglihatanku masih normal.Tidak, tidak mugkin ia Jihyun, jika memang ia jihyun kenapa ia seperti tdak mengenaliku?tapi aku yakin,aku sangat mengenal wajah gadis itu. Apa aku terlalu menyakitinya sehingga ia melupakanku?

“Ini pesanananya,selamat menikmati”Jihyun tersenyum ramah pada sehun

“Permisi!”teriak sehun

“Ada apa tuan?”tanya jihyun heran

“a-a-a-apa k-k-kau ahn jihyun?”ucap sehun dengan terbata-bata

“Bagaimana tuan tau nama saya?”

DEG

Apakah benar?apakah benar kau jihyun?. jihyun,ini seperti sebuah mimpi bagiku,dan aku tidak akan menyia-nyiakan mimpi ini. Jihyun  jika kesempatan kedua berpihak padaku,aku tidak akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya,aku janji itu.

“Tuan,tuan,ada apa?”ucap jihyun menyadarkan lamunan sehun

“Tidak,tidak apa-apa”

“Maaf,apa tuan mengenal saya?”tanya yoon seo dengan hati-hati

Benar,jihyun tidak mengenaliku. Maafkan aku telah membuatmu menjadi seperti ini

“sebelumnya aku minta maaf karna tidak mengenalimu”

“Aku kecelakan 3bulan yang lalu,dan akibat kecelakan itu,aku hilang ingatan sampai sekarang. Tapi dokter bilang ingatan ku akan pulih kembali jika aku berusaha mendapatkan ingatanku,jadi maaf jika aku tidak mengenalimu”sambung jihyun

Sehun tertegun mendengar penjelasan dari jihyun. Pantas saja jihyun tidak mengenalinya. Penyesalan itu datang lagi pada sehun,jika saja ia menahan jihyun untuk tidak pergi mungkin jihyun tidak akan seperti ini. Ahh ia selalu berandai jika saja,pdahal semuanya sudah terjadi,tidak,ia tidak boleh melakukan kesalahan untuk keduakalinya.

“Jihyun! Cepat kemari,masih banyak pesanan yang harus kau antar”teriak hyukjae

“Nde”

“Maaf aku masih ada pekerjaan,permisi”

Walaupun caffe itu sudah sepi pengunjung,tapi sehun tetap disana,duduk dengan tatapan kosongnya. Menunggu seseorang yang telah lama ia cari.

“yaa jihyun,apa kau mengenalinya?dia sudah 4jam berada disini”bisik hyukjae

“Molla,aku akan berbicara padanya”

Jihyun berjalan kearah sehun,di tatapnya sehun lekat-lekat

“Permisi,tuan caffe ini akan tutup”

“Jihyun ada yang perlu kita bicarakan saat ini”ucap sehun dengan menarik jihyun keluar

“Tolong lepaskan,aku harus menyelesaikan pekerjaan ku”protes jihyun

“jihyun”ucap sehun lirih

“ aku sangat merindukanmu,kumohon kembalilah padaku”sambung sehun dengan sendu

Dengan susah payah sehun mengucapkanya,akhirnya ia bisa lontarkan itu pada jihyun. Ditarik nya jihyun kedalam pelukanya,sehun benar-benar sangat merindukan gadis itu,kali ini dia tidak akan membiarkan gadis itu pergi.

“Apa kau mau ikut denganku?”tanya sehun seraya melepaskan pelukanya

“Eodi?”tanya jihyun heran

“rumahku,kita akan tinggal bersama lagi,aku janji tidak akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya,kumohon kembalilah”

“Tidak”tegas jihyun dan melepaskan pelukannya

“pertama karna aku tidak tau kau orang baik atau jahat,kedua karna oppa pasti tidak akan mengijinkanku,dan ketiga…”

“aku tidak mengenalmu”sambung jihyun lalu pergi meninggalkan jihyun

Benar,saat ini jihyun memang tidak mengenalnya. Dan sehun tidak mempunyai bukti atau kenangan indah kalau mereka mempunya ikatan,karna selama jihyun tinggal bersamanya. Ia selalu saja menyakiti perasaan jihyun dengan perkataan dan sifatnya yang dingin.

“Tunggu?? Jadi selama ini dia tinggal dengan seorang laki-laki?”batin sehun

“bisakah kau mengantarku pada oppa mu?”tanya sehun

“tidak bisa”

“Mengapa?”

“Karna oppaku tidak suka dengan orang asing yang berusaha mendekatiku,permisi tuan saya harus kembali bekerja. Caffe sudah tutup,tuan bisa pergi sekarang”ucap jihyun pada sehun dan bergegas meninggalkan sehun yang masih berdiri mematung ditempatnya

================

Terlihat seorang pria yang berkutat dengan alat-alat didapur tengah memasak sesuatu,dia adalah xi luhan yang kini tengah memasak makan malam untuk dirinya dan jihyun. Pria itu terlihat sangat tampan walau hanya mengenakan kaos oblong putihnya,disela-sela aktifitasnya terkadang ia tersenyum mengingat sekarang hari-harinya berwarna semenjak ada jihyun 3bulan yang lalu. Namun sesuatu yang akan ada dirinya seakan berteriak bahwa ia tidak boleh jatuh cinta pada jihyun,tidak! Sebelum ia membalaskan dendamnya pada sehun.

Suara pintu terbuka,menandakan seseorang yang tengah memasuki rumahnya

“Oppa,aku pulang!!”teriak jihyun dari ambang pintu sembari melepas sepatunya

Luhan menghentikan aktifitasnya dan berjalan menuju jihyun

“Kajja makan,aku sudah menyiapkannya”ucap luhan mengacak-acak pucuk rambut jihyun

“tapi oppa,aku harus membersihkan badanku yang lengket ini,tidak mungkin kan aku makan dengan badanku yang bau ini. Bisa-bisa makanan yang sudah oppa buat nanti terkena imbasnya,hehehe”

“Yasudah kajja”luhan terkekeh geli

Aku harus segera membalaskan dendamku,sebelum perasaan ini semakin dalam. Oh sehun,kau harus merasakan apa yang aku rasakan,lihat saja.

Ditempat lain,seorang pria sedang meneguk segelas wine,keadaanya terlihat sangat mengkhwatirkan. Kemejanya yang sudah tidak rapih lagi,dan rambutnya yang acak-acakan. Tidak peduli ia akan mabuk,ia terus meneguk wine hingga habis dan kembali menuangkannya dari botol wine yang ada disampingnya. Wajahnya terlihat sangat frustasi.

Kemudian ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya,terlihat ia sedang menghubungi seseorang diluar sana

“Cari tau alamat pelayan yang bernama Ahn jihyun di caffe bee dekat kantor kita,aku ingin secepatnya informasi itu sampai,cari tau juga dengan siapa ia tinggal. Jangan sampai ada satupun yang terlewatkan”

Tidak boleh ada yang menyentuh gadisku,tidak seorangpun kecuali aku,oh sehun,yang hanya boleh menyentuhnya

==============

“Eummm,masshita”ucap jihyun dengan mulut yang penuh dengan makananya

Luhan yang mendengar itu hanya tersenyum manis padanya

“Makan pelan-pelan jika kau tidak ingin menjadi babi yang gemuk”cibir luhan

“Yya oppa!! Mana ada babi secantik ini eoh?”

Mereka pun tertawa dan disambung dengan lelucon-lelucon yang luhan lontarkan.

Bagaimana bisa aku balas dendam denganya lewat gadis polos yang ada dihadapanku,sepertinya memang,aku memang mencintainya

“oppa”panggil jihyun dengan nada serius

“Ada apa?”

“Tadi ada orang asing yang menemuiku,dia bilang dia merindukanku,lalu dia mengajakku ikut denganya tinggal bersamanya,benar-benar gila”

Luhan terdiam,ia memikirkan kata-kata jihyun. Ada sesuatu yang menggangunya,tidak. Semoga saja dugaan luhan salah.

“Apa kau tau siapa namanya”

“Tidak,aku tidak menanyakannya. Tapi dilihat dari penampilanya dia seperti seorang direktur,atau CEO. Dia juga terlihat sangat tampan dengan mata tajamnya”jawab jihyun dengan senyuman diakhir

Luhan khawatir,jika orang itu yang tak lain adalah sehun yang sudah menemukan jihyun. Tidak,sehun tidak boleh mengambil jihyun sebelum luhan membalaskan dendamnya. Tapi disatu sisi luhan lega,karna amnesia yang dialami jihyun. Ia tak ingat dengan sehun dan dirinya,yang pernah hampir menculik jihyun waktu itu. Ia sangat ingat itu,saat-saat akan menculik gadis ini,sekarang ia menyesal sudah melakukan hal itu pada jihyun. Ia berharap jihyun tidak akan pernah mendapatkan kembali ingatanya,terlihat egois memang. Namun justru itu yang diyakininya untuk membuat jihyun selalu ada disampingnya,hidup bersamanya. Ia sangat bersyukur jihyun tidak mengingat sehun.

“Benarkah begitu?apa ia lebih tampan daripada aku?”tanya luhan tersenyum meremehkan ucapan jihyun barusan

“Benar,dia lebih tampan darimu”ejek jihyun

Luhan mencodongkan tubuhnya pada jihyun,sangat dekat. Menyisakan  jarak mereka 5cm,itu membuat jihyun sangat gugup,jantungnya berdetak tidak karuan, dengan segera ia memalingkan wajahnya dari luhan. Tapi itu tidak membuat seorang xi luhan menyerah,ia memegang dagu jihyun agar jihyun dapat menatapnya.

“Apa benar ia lebih tampan dariku”tanya luhan menunjuka smirknya

“Ten–tu saja”jawab jihyun terbata-bata

“Benar begitu?”tanya luhan semakin mendekatkan pada jihyun dan sekarang jarak mereka hanya 2cm.

“Ya,a—pa yang kau lakukan eoh?”tanya jihyun gugup

“Menurutmu apa?”kini luhan tersenyum miring pada jihyun

Jihyun memejamkan matanya takut,takut akan luhan berbuat macam-macam padanya

“kena kau!!”ujar luhan diiringi tawanya

“kau pasti berpikir aku akan melakukan yang tidak-tidak kan?apa kau memang mengharapkannya?”tanya luhan masih dengan tawanya

Jelas,jihyun sangat kesal dengan luhan. Bisa-bisanya ia dipermainkan oleh luhan. Jihyun mengembungkan pipinya dan menendang kaki luhan lalu berjalan menghentakkan kakinya menuju ruang tv

“Akkhh”luhan meringis kesakitan

Luhan berjalan menuju jihyun dan menduduki dirinya disebelah jihyun. Dipandangnya gadis itu lekat-lekat. Luhan tersenyum,jihyun benar-benar lucu ketika marah.

“Apa kau marah,eoh?”tanya luhan masih menatap jihyun

Namun jihyun tidak mengubrisnya. Ia tetap memandangi layar tv dengan raut wajah nya yang terlihat sangat kesal

“Ya,jihyun kau marah padaku?”kini luhan membalikan tubuh jihyun agar menatapnya

“Menurutmu?”kini jihyun bersuara,namun ia memalingkan wajahnya pada luhan dan menjaga jarak,takut kejadian tadi terulang lagi. Ia tidak mau dibodohi kedua kalinya oleh luhan

Chu

Luhan mencium bibir jihyun sekilas dan tersenyum dengan polosnya pada jihyun. Semburat merah dipipi jihyun begitu lucu. Ia malu,jengkel,dan terkejut apa yang tadi luhan lakukan.

“Ya!! Anggap itu permintaan maafku,jangan marah lagi. Kau terlihat sangat jelek”ucap luhan dan berlari meninggalkan jihyun yang masih mematung ditempatnya

“Dasar byuntae!!sini kau pantat jelek!! Akan kuhukum dengan kekuatan rasinggan ku!!jangan lari kau xi luhan!!!”teriak jihyun dan berlari mengejar luhan,dan terjadilah aksi kejar-kejaran antara luhan dan jihyun

Merasa lelah dengan aksi kejar-kejaranya yang berlangsung lama. Jihyun merebahkan tubuhnya disofa diikuti dengan luhan. Nafas mereka masih terengah-engah.

“Jihyun,jika orang itu menemui lagi kau harus menghindarinya,jangan pernah mau diajak kemanapun olehnya,jika perlu hubungi oppa,aku takut ia akan berbuat jahat padamu,arratchi?”ucap luhan dengan serius

“Arratchi”jawab jihyun tersenyum pada luhan

Jihyun sangat bersyukur tinggal bersama luhan,ia selalu menjaganya dan mengkhwatirkanya,kasih sayang yang luhan berikan benar-benar membuat jihyun sangat bersyukur,walaupun ia tau,ia hanya orang asing yang luhan tolong 3bulan lalu saat dirinya kecelakaan dan membuatnya amnesia. Saat itu,luhan membawanya kerumah sakit dan merawatnya dengan sabar. Ia selalu bicara pada luhan,bahwa ia tidak mau merepotkan luhan dan ia akan pergi dari rumah luhan untuk mencari tempat tinggal,karna tidak mungkin ia bergantung pada luhan. Sudah menolongnya saja,jihyun benar-benar bersyukur. Tapi luhan selalu bersikeras bahwa jihyun tidak boleh pergi,ia tidak keberatan jika jihyun tinggal dengannya jusru ia akan sangat senang. Bahkan ketika jihyun akan pergi,luhan berlutut memohon pada jihyun agar ia tidak pergi dan tetap berada disisinya,tinggal bersamanya,ia tidak mau jihyun pergi. Jadi,jihyun jadi tidak tega meninggalkan luhan. Pernah sekali,jihyun menanyakan apakah ia punya keluarga atau tidak pada luhan,jihyun benar-benar penasaran tentang latar belakangnya dan luhan akan selalu menghindar dari pertanyaan jihyun dan mengganti topik pembicaraanya.Persetan dengan kecelakaan itu membuatnya seperti ini.

Meja kerja itu dipenuhi oleh kertas-kertas yang tengah dibaca oleh seorang pria dengan kemeja lengan panjang polos berwarna biru,sesekali ia mengerang kesal karna dokumen-dokumen sialan yang tengah dibacanya. Jam menunjukan pukul 04.00, kini pria itu yang tak lain adalah oh sehun berangkat menuju kantornya karna ia harus membaca dan mengkoreksi dokumen yang tengah ia pegang. Wajahnya terlihat frustasi,dan melemparkan dokumen itu kesembarang tempat dengan kasar. Tak lama kemudian seorang pria yang terlihat berumur 27 tahun itu memasuki ruangan oh sehun dengan sangat sopan. Kemudian ia menyerahkan secarik kertas pada oh sehun.

“Dari yang saya dengar ia tinggal bersama pria yang bernama xi luhan”ucap pria itu dengan sopan pada sehun

“Xi luhan?sepertinya aku pernah mendengarnya”

“Benar,ia adalah anak dari perusahaan tuan xi,rival perusahaan ini”

“Ah,jadi dia anak dari tuan xi yang perusahaanya ku buat jatuh dengan mudah dan membuat mereka hancur? Hahaha nice game xi luhan,kau ingin bermain denganku menggunakan gadis ku rupanya”sehun tersenyum licik,kini sebuah perang akan kembali datang,bukan perang tentang saham atau hal untuk menjatuhkan saingan dari perusahaan nya. Melainkan sebuah perang untuk merebut kembali gadisnya. Tentu saja ia harus menang,tidak ada yang boleh mengalahkannya dan tidak ada yang akan bisa mengalahkanya.

========

“Mengapa kau selalu menyulitkanku?!”

“Kau mempermalukanku!”

“terserah”

“Itu bukan urusanku?!”

“Kau menyusahkan”

Jihyun bangun dengan nafas terengah-rengah,ingatan tentang mimpi buruknya yang barusan ia alami kini berputar diotaknya. Mengapa?mengapa dimimpinya ia terlihat menyedihkan? Apakah itu potongan dari ingatanya yang hilang. Siapa pula pria yang membentaknya? Arghh semakin ingin mengingatnya kepalanya semakin sakit. Mungkin segelas air putih dapat menenangkanya. Kini,ia bergegas berjalan kedapur untuk mengambil air minum agar dapat menenangkanya. Diliriknya jam dinding yang ada diruang tengah yang tak jauh dari dapur,sekarang masih pukul 05.00,masih terlalu pagi untuk menyiapkan sarapan dan bekerja. Sial,karena mimpi buruk itu ia harus bangun sepagi ini. Tak terasa ada lengan kekar yang melingkari pinggangnya,deru nafas pemilik lengan itu terdengar sangat dekat. Ia tau,jihyun tau siapa pemilik lengan ini,tapi… mengapa terasa berbeda.

“ya!! Lepaskan tanganmu xi luhan”

“Tidak,biarkan ini untuk beberapa menit,hanya sebentar saja kumohon,aku benar-benar merindukanmu jihyun”

DEG

Tidak,ini bukan suara luhan,bukan. Ia sangat mengenali suara luhan,lantas kalau bukan luhan,lalu siapa sekarang seseorang yang tengah memeluknya?

“K—au siap-a?”

“Seseorang yang sangat merindukanmu,sayang”

Tunggu,ia seperti pernah mendengar suara ini? Tapi dimana??


All-Mate911 (Chapter 2)

$
0
0

All-Mate911

All-Mate911

A fanfiction by marceryn

Rating : PG-15

Length : Multichapter

Genre : AU, romance

Casts : EXO’s Chanyeol, Ryu Sena [OC], supporting by EXO’s members and others OCs

Disclaimer :: Except the storyline, OCs, and cover, I don’t own anything.

Note : Here is it, chapter 2 XD ehem. Absurd, iya *seperti biasa* pendek juga chapter ini u,u berikutnya lebih panjang deh (mungkin? lol) dan kurasa aku harus nambahin humor di genrenya karena aku ngetawain ini terus #plak selamat membaca! Kritik dan saran juseyong :3

~all-mate911~

 

-keadaan berubah, manusia berubah (kecuali itu si Park Idiot, dia masih sama menyebalkannya)-

Sena dan Chanyeol tidak pernah berada di dalam lingkaran pergaulan yang sama meski mereka sekelas sejak tahun pertama SMA. Tentu saja, itu karena Sena adalah murid terpintar di sekolah dan dikagumi sekaligus dibenci karena iri, dan Chanyeol hanya salah satu dari sekelompok pembuat onar yang mendapat detensi setidaknya tiga kali seminggu.

Sena punya selusin teman yang mengikutinya ke mana pun. Demi reputasinya, ia memberitahu semua orang bahwa ayahnya pilot yang jarang di rumah dan ibunya punya banyak kegiatan sosial di luar kota. Rumahnya tinggi megah, tapi Sena hanya sendirian, jadi teman-temannya tidak bisa berkunjung.

Kenyataannya, Sena tinggal di rumah sempit di pinggir kota. Ibunya adalah penjual mi. Sena punya ayah dan seorang adik laki-laki tiri. Ibunya menikah saat Sena berumur tiga belas tahun. Ia tidak tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya.

Sena merasa riwayat hidupnya itu tidak cocok dengan gelar pelajar unggulannya, karena itu ia berbohong. Lebih mudah bagi teman-temannya mengidolakan gadis baik, kaya, dan pintar daripada gadis dari keluarga sederhana yang lahir di luar nikah.

Tapi pada satu hari, seseorang tidak sengaja menemukan Sena sedang membantu ibunya di warung mi. Sialnya, orang itu Park Chanyeol. Dan sejak saat itu mimpi buruk Sena dimulai.

 

***

 

Pagi ini Sena mengecek ratingnya dan ia kehilangan setengah bintangnya yang baru. Panggilan sialan dari Chanyeol kemarin membuatnya membuang uang untuk taksi dan ia tidak mendapatkan apa-apa, jadi ia tidak tahu harus bilang apa jika nanti atasannya, alias pengelola pusat All-Mate911 meminta 25% dari penghasilannya. Seolah Sena belum punya cukup banyak hal untuk dikhawatirkan, atasannya menelepon pagi ini karena alasan lain.

“Klien Park Chanyeol menyampaikan keluhan. Apa yang kau lakukan padanya?”

Sena memutar bola matanya. “Ya ampun, apalagi yang keparat itu inginkan,” gumamnya.

“Apa?”

“Bukan apa-apa. Jadi, apa yang dia laporkan?”

“Park Chanyeol melaporkan kalau kau membatalkan janji. Kau tahu, All-Mate911 tidak pernah membatalkan janji. Untuk itu, kau harus menggantikan pertemuan yang kau batalkan.”

Sena menghela napas berat. “Pelanggan boleh membatalkan janji sesukanya, kenapa aku tidak boleh?”

“Karena kau yang dibayar untuk itu.”

Sial. Seandainya atasannya tidak mengatakan sesuatu yang masuk akal seperti itu. “Baiklah,” Sena menyerah. “Kalau nanti dia menelepon lagi, aku akan menemuinya.”

“Kau yang harus meneleponnya! Jangan lupa minta maaf. Kontaknya sudah terdaftar di friends history-mu sejak dia menelepon kemarin. Dan Song Ahyoung, bisnis tetaplah bisnis. Kalau dia memberikan review yang buruk untukmu, kau harus membayar penalti.”

“Sialan,” desis Sena.

“Apa?”

“Bukan apa-apa. Aku akan meneleponnya siang ini.”

Hening. Sena mengira atasannya sedang berpikir, tapi ternyata sambungannya sudah diputus. Kenapa Sena dikelilingi orang-orang yang suka seenaknya? Pertama Jimin, lalu atasannya, sekarang si Park Idiot juga.

“Aku akan gila,” gerutu Sena seraya menatap layar ponselnya yang gelap.

 

***

 

Chanyeol sedang memberikan presentasi di depan sembilan orang kolega perusahaan saat ia merasakan ponsel di saku celananya bergetar. Secara refleks ia berhenti bicara dan merogoh benda itu untuk mengecek siapa peneleponnya.

“Maaf, ibuku menelepon,” katanya. “Rapat diistirahatkan selama lima belas menit.”

Mosinya disetujui. Chanyeol segera berjalan meninggalkan ruang rapat ke koridor yang lengang dan menjawab teleponnya, “Halo.”

Suara datar Sena berkata dengan gumaman cepat dan enggan, “Di sini Song Ahyoung dari All-Mate911. Saya menelepon untuk meminta maaf atas pembatalan yang terjadi kemarin malam dan sikap saya yang sama sekali tidak seperti teman.”

Permintaan maaf yang tidak tulus itu mau tidak mau membuat sudut-sudut mulut Chanyeol terangkat. “Kau terdengar sangat berbeda daripada saat pertama kali aku meneleponmu.”

“Karena Song Ahyoung yang waktu itu sudah mati. Ini Song Ahyoung yang baru saja ditegur atasannya dan ratingnya kau buat turun.”

“Kalau begitu, biarkan aku bicara dengan Ryu Sena.”

Hela napas keras. “Dengar, aku tidak meneleponmu agar kau bisa bicara dengan siapa pun. Aku menelepon karena atasanku menyuruhku menemuimu sebagai ganti rugi pertemuan sebelumnya, bla bla bla… Jadi, ayo selesaikan ini segera karena aku ingin segera menyingkirkanmu dari hidupku. Sebutkan kapan dan di mana.”

Chanyeol berpikir sejenak. “Aku punya waktu luang dari jam dua belas siang ini. Tapi kau mungkin harus datang ke kantorku.”

“Terserah. Kirimkan lokasinya.”

“Baikl—”

Sena memutus sambungan dengan tidak sabar sebelum Chanyeol menyelesaikan kalimatnya.

 

***

 

“Han Jimin, aku sedang tidak punya waktu untuk mendengar cerita cintamu yang berantakan,” keluh Sena seraya berjalan cepat menyusuri trotoar yang panjang. Ia tidak sudi naik taksi lagi, karena itu ia harus pergi dengan bus, dan tidak ada halte bus di dekat lokasi kantor yang Chanyeol kirimkan padanya, jadi Sena terpaksa berjalan untuk sampai di sana. Belum selesai masalah ini, Jimin menelepon untuk membicarakan—apalagi kalau bukan—Luhan. “Hidupku saja sudah cukup berantakan. Kita bicara lagi,” lanjut Sena.

“Cerita cintaku tidak berantakan,” balas Jimin sengit. Meski begitu, suaranya terdengar riang. Barangkali ia dan Luhan berbaikan. Sena akan turut bahagia seandainya ia tidak sedang kesal. “Dan, ke mana sih kau? Menjual diri?”

Sena mendengus. Sepertinya menjual diri lebih mudah daripada apa yang sedang ia lakukan ini. “Aku sedang berangkat menemui calon korban pembunuhan.”

“Eh?”

Sena benar-benar mempertimbangkan ide itu. Seandainya Chanyeol membuatnya lebih kesusahan dari ini, ia akan memotong tali remnya (kalau Chanyeol naik mobil) atau menyusup dan membubuhkan racun tikus ke dalam minumannya. Ada banyak cara.

“Kuceritakan nanti saja. Sampai nanti.” Sena memutus sambungan dan mematikan ponselnya agar Jimin tidak menelepon lagi karena ia merasa harus menghemat energi. Sena punya dua ponsel, satu untuk pekerjaan dan satu milik pribadi. Hanya keluarganya dan Jimin yang tahu nomor pribadinya, dan keluarganya hanya akan menelepon kalau ada bencana atau butuh uang, jadi tidak ada masalah.

Sena akhirnya tiba sekitar dua puluh menit kemudian. Ia langsung dihampiri seorang pegawai muda yang berkemeja rapi dan berdasi. “Ryu Sena-ssi?”

Sudah lama sejak terakhir kali orang asing mengenalnya dengan nama itu, jadi selama sesaat Sena merasa bingung. Kemudian ia ingat—ini pasti karena Park Chanyeol. “Ya,” ia mengangguk.

Sajangnim menunggu Anda di ruangannya. Silakan, lewat sini.”

Kalau saja situasinya berbeda, Sena akan tertawa sampai ususnya meletus. Park Idiot? Sajangnim? Lucu sekali.

Pegawai itu membuka pintu pengaman dengan nametag-nya, lalu bersama Sena naik lift ke lantai dua puluh tujuh. Ia mengantar Sena sampai ke depan pintu kaca tebal gelap yang diberi label Chanyeol Park, Vice President dan Sena tidak lagi ingin tertawa.

“Silakan masuk,” pegawai itu menunjuk sopan ke arah pintu dan menunduk pada Sena sedikit sebelum mengundurkan diri.

Sena mendorong pintu itu tanpa suara dan melongokkan kepala ke dalam. Ia melihat Chanyeol duduk di belakang meja kerja, sedang serius membaca sesuatu dengan kepala tertunduk sehingga tidak langsung menyadari kedatangan Sena. Pemandangan itu terasa begitu janggal karena Sena mengingat Chanyeol sebagai si Tinggi Idiot Bermasa Depan Suram. Laki-laki itu seharusnya tidak bisa serius. Ia seharusnya juga tidak memakai setelan kerja dengan dasi dan tidak mengatur rambutnya dengan gel. Terutama ia seharusnya tidak tampak tampan.

Sena menyadari Chanyeol yang sekarang begitu berbeda sehingga ia merasa sangat marah. Marah karena Chanyeol berubah sementara ia masih tetap sama. Atau malah jadi semakin buruk. Dan Chanyeol-lah penyebabnya.

Yang dipandangi tahu-tahu mengangkat kepala dan sedikit terkejut melihat Sena di sana, tapi kemudian keterkejutannya digantikan senyum lebar. “Kau sudah datang. Masuklah.”

Sena berjalan masuk dan pintu di belakangnya tertutup otomatis. “Jangan lakukan itu,” katanya datar.

“Lakukan apa?”

“Tersenyum seperti orang tolol.”

Chanyeol mencoba mengendalikan ekspresi wajahnya dan malah tampak aneh. Nah, begitu ia lebih seperti si Tinggi Idiot. Itu membuat Sena merasa lebih baik.

“Kupikir kau tidak akan datang,” kata Chanyeol. “Sekarang sudah jam dua belas lewat enam belas menit.”

“Aku tahu, aku juga punya jam,” balas Sena ketus. Ia hampir mengomel soal ia tidak punya uang untuk naik taksi dan ia berjalan kaki sampai betisnya nyeri, tapi berhasil menahan mulutnya tepat waktu dan hanya berkata, “Yang penting aku datang. Sekarang apa yang kau inginkan?”

“Kau sudah tidak sabar ingin segera menyingkirkanku rupanya.”

“Tepat sekali.”

Chanyeol tersenyum lagi dan Sena merasa ingin memukul sesuatu. “Waktu istirahatku hanya tinggal,” ia mengecek jam tangannya, “empat puluh menit lagi. Ayo, kita pergi makan siang saja.”

 

***

 

Ada kafe yang terkenal di kalangan pegawainya tidak jauh dari gedung kantor. Selain menyediakan kopi dan makanan ringan, kafe itu juga menyediakan makanan berat. Katanya tempatnya nyaman dan rasa makanannya enak. Chanyeol sendiri tidak tahu, ia belum pernah menginjakkan kakinya ke sana sebelum ini.

Ia mendorong pintu kaca dan memiringkan bahunya agar Sena bisa lewat lebih dulu. Aroma samar kopi menyerbu indera penciumannya seketika dan Chanyeol mendesah senang.

“Ekspresi macam apa itu yang kau pasang di wajahmu?” tanya Sena. “Menggelikan.”

Chanyeol menyahut nyaris tanpa berpikir, “Kau bercanda. Wajah yang luar biasa ini bisa membuatmu jatuh cinta.”

Sena mendelik seolah ingin mencekiknya. Ups. Chanyeol lupa ini bukan Baekhyun. Ini Ryu Sena, gadis yang membencinya setengah mati selama masa SMA mereka.

“Ayo duduk di sana,” Chanyeol mengalihkan pembicaraan, menunjuk satu-satunya meja kosong di sudut ruangan dan refleks meraih siku Sena, yang disentakkan gadis itu seketika dengan kasar.

“Jangan menyentuhku,” desis Sena, lalu berjalan mendahuluinya ke meja yang ditunjuknya.

Ups.

Mereka duduk berhadap-hadapan (Chanyeol yakin Sena lebih suka duduk berpunggung-punggungan, sayangnya—syukurnya—mereka tidak bisa melakukannya dengan kafe yang sedang ramai), kemudian seorang pramusaji mengantarkan buku menu.

“Apa yang kau suka?” tanya Chanyeol.

Sena mendelik padanya. “Apa urusannya denganmu?”

“Mengingat kita berencana untuk makan bersama, bukankah wajar untuk bertanya?”

Sena memutar bola matanya seolah tidak percaya Chanyeol berani-beraninya menyahutinya.

Setelah mereka memesan makan siang masing-masing dan pramusaji itu berlalu dengan tatapan lucu di wajahnya, Chanyeol berkata, “Bagaimana kehidupanmu selama ini?”

Sena membuka mulut dan Chanyeol yakin apa yang akan dikatakannya adalah makian, tapi Sena menutup mulutnya lagi untuk menahan diri, kemudian membalas, “Kenapa kau ingin tahu?”

“Karena itulah yang dilakukan seorang teman, kan?”

“Teman.” Sena menyandarkan punggungnya ke kursi dan bersedekap defensif. “Well, kau bisa melihat sendiri seperti apa kehidupanku, kan? Memasang identitas palsu di aplikasi tolol dan dibayar untuk menghabiskan waktu berpura-pura berteman dengan orang-orang asing mana saja yang membutuhkan. Seperti yang kita lakukan sekarang ini. Aku menjalani kehidupan yang luar biasa.”

Chanyeol menghela napas pelan. “Dengar, berhentilah bersikap seperti kaktus. Aku sedang mencoba memperbaiki hubungan kita.”

Sena tertawa hambar. “Hubungan apa? Kita tidak pernah punya hubungan apa-apa.”

“Kau masih membenciku?”

“Apakah itu bahkan pertanyaan?” Sena mendengus. “Kau membuat hidupku berantakan. Kau dan sekelompok pecundang yang kau sebut teman-teman. Jangan berharap aku akan melupakannya meskipun sudah bertahun-tahun berlalu.”

Jawaban itu membuat napas Chanyeol lebih berat. Tapi ia tidak bisa menyangkalnya. Itu benar. Ia memang membuat banyak masalah untuk Sena.

Mereka makan dalam diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Kemudian Chanyeol membayar tagihannya dan mereka meninggalkan kafe. Chanyeol membuka pintunya untuk Sena lebih dulu, dan setelah ia melepaskan pintunya, ia berhadapan langsung dengan gadis itu yang berdiri menghadangnya.

”Kita sudahi saja di sini,” kata Sena, lalu ia mengulurkan tangan kanannya dengan telapak tangan menengadah. “Bayaranku.”

Chanyeol merogoh saku belakang celananya untuk mengambil dompet. Saat baru membuka dompetnya, Sena menambahkan dengan keji, “Kau juga harus mengganti uang busku. Juga dua taksi yang sia-sia kemarin.”

Chanyeol mengeluarkan semua lembaran uang yang tersisa di dompetnya dan menyerahkannya pada Sena. Tapi pada saat Sena akan menarik tangannya, Chanyeol tidak tahu apa yang ia pikirkan, tapi ia menggenggam tangan gadis itu, membuat uang yang terjepit di antara tangan mereka kusut.

“Apa?” tanya Sena ketus.

Chanyeol masih tidak yakin apa tepatnya yang ia pikirkan, tapi kata-katanya mengalir begitu saja dengan pasti, “Persiapkan dirimu. Aku akan meneleponmu lagi.”

Sena berusaha menarik tangannya sekali lagi, tapi Chanyeol tidak melepaskannya. “Jangan buat aku semakin membencimu,” geramnya.

“Sebaliknya, aku akan membuatmu menyukaiku.” Sena tercengang ketika mendengarnya. Chanyeol sendiri terkejut dengan apa yang ia katakan. Ia segera menambahkan, “Setidaknya, tidak lagi membenciku.”

“Hanya akan terjadi dalam khayalanmu.”

“Kita bertaruh, kalau begitu.”

“Konyol sekali. Lepaskan tanganku.”

“Aku akan membuatmu berubah pikiran tentang si idiot yang iseng itu.”

“Kubilang, lepaskan tanganku.”

Chanyeol melepaskannya, kemudian menjejalkan kedua tangannya ke saku celana dan tersenyum lebar. Tiba-tiba saja langit jadi lebih cerah dan matahari bersinar lebih hangat. “Omong-omong, aku akan memberi review yang bagus untuk hari ini. Semoga bisa mengembalikan ratingmu,” tambahnya. “Terima kasih, Ryu Sena.”

Sena mendengus kesal. “Jangan panggil aku dengan nama itu. Aku menemuimu karena pekerjaan. Namaku Song Ahyoung.”

“Kau akan selalu jadi Ryu Sena untukku.”

 

***

 

“Dia bercanda,” Sena mendumal seraya menggosok-gosok telapak tangannya yang digenggam Chanyeol. Disentuh olehnya adalah penghinaan. “Menyukainya? Hah! Aku tidak mencolok matanya dengan hak sepatu saja sudah merupakan prestasi besar.”

Sena merasa bisa mencium aroma parfum yang dipakai Chanyeol di mana-mana. Bau itu menempel padanya. Ia harus mandi dengan segala jenis wewangian dan minyak aroma terapi untuk mengusirnya jauh-jauh. Juga, cara Chanyeol menyebut namanya tadi (dua kali) membuat sekujur tubuhnya merinding dan Sena tidak pernah merasa seperti ini dengan orang lain. Astaga. Astaga. Ini benar-benar gila.

Sena menatap gedung-gedung yang melesat cepat di luar jendela taksi. Tiba-tiba saja langit yang indah jadi lebih kelabu dan matahari membuatnya semakin menggigil. Sena ingin segera pulang dan meringkuk tidur. Siapa tahu setelah bangun, ini semua hanya mimpi buruk. Meski Sena tahu harapannya berlebihan.

Ia merogoh tas tangannya untuk mencari ponsel pribadinya, dan tahu-tahu ponsel pekerjaannya berdering. Ini hal yang sangat langka, mendapat dua pekerjaan dalam sehari, tapi Sena tidak merasa senang. Ia malah ingin mengabaikan saja telepon itu.

Tapi, All-Mate911 tidak pernah mengabaikan seseorang yang membutuhkan teman. Sena tidak ingin menerima panggilan teguran yang berikutnya. Lagipula, kesempatan (dan uang) tidak datang dua kali. Jadi dengan berat hati Sena mengambil ponselnya dan menjawab dengan nada bicaranya yang paling ceria, “Di sini Song Ahyoung dari All-Mate911. Apa yang bisa kulakukan untukmu?”

 


Wonderwall : Perfume

$
0
0

wonderwalls

Author : Iefabings

Main cast :

• EXO’s Jongin as Kim Jongin

• Red Velvet’s Seulgi as Kang Seulgi

• EXO’s Sehun as Oh Sehun

• Red Velvet’s Irene as Bae Irene

• EXO’s Suho as Kim Junmyeon

• EXO’s D.O as Do Kyungsoo

• EXO’s Baekhyun as Byun Baekhyun

• EXO’s Chanyeol as Park Chanyeol

Supporting cast : Red Velvet’s Wendy as Son Seungwan

Genre : Romance, school life, friendship

Ratings : Teenager

Length : Multi chapter, currently 3

Previous chapter : A Secret | Chanel N°5 |

Author Note : Maaf, karena senin kemarin tidak bisa update. Modem saya jadi ngadat sekali karena musim hujan. Wifi juga entah kenapa putus nyambung terus *sigh*

^^Selamat Membaca^^

A woman’s perfume tells more about her than her handwriting

– Christian Dior –

***

Jongin berteriak kaget saat baru memarkir mobilnya di garasi, Seulgi tiba-tiba muncul dengan cengiran khasnya. Entah kenapa akhir-akhir ini gadis itu sering sekali membuatnya kaget.

“Yaa bisa kan tidak muncul begitu saja? Kau bisa tunggu di dalam atau di kamarku,” protesnya sambil mengelus dada.

“Dari tadi aku menunggu di kamarmu sampai bosan, lalu saat melihat mobilmu memasuki halaman aku langsung berlari ke sini,” kata Seulgi tanpa rasa bersalah.

“Aish, selalu tidak ingin disalahkan,” dengus Jongin. Dia melangkah lebih dahulu ke dalam rumah, tidak peduli Seulgi mengikutinya atau tidak.

“Kau tidak mau bertanya kenapa aku ke sini?”

“Tidak mau tahu.”

“Jongiiin,” Seulgi mulai merengek manja dan bergelayut di lengannya. “Aku mau menunjukkan sesuatu.”

“Ya tunjukkan saja,” Jongin memutar bola matanya dengan malas. Seulgi terus bergelayut padanya hingga tiba di dalam kamar.

“Tada!” seru Seulgi penuh semangat. Sebuah kotak berwarna putih tergeletak di atas tempat tidur. Pada bagian depannya tertera tulisan yang menunjukkan merk sebuah parfum. Sekarang Jongin ingat, itu adalah parfum yang pernah Seulgi tanyakan pada Irene. Lagi-lagi Seulgi menemuinya hanya karena Sehun. “Aku sudah mendapatkan senjataku,” kata Seulgi.

“Lalu?”

“Ck,” decak Seulgi. “Kau kelihatan tidak tertarik. Bilang selamat padaku bisa kan?”

“Untuk apa?” Jongin melepaskan lengannya dari Seulgi. “Pulang sana, besok sekolah.”

“Yah… Jongin,” Seulgi merengek lagi.

“Oke. Selamat ya bisa membeli parfum itu demi Sehun,” kata Jongin datar.

“Huuuh,” Seulgi mengambil parfumnya. “Aku pulang saja deh. Kau memang menyebalkan,” keluh Seulgi sambil menekuk wajahnya kemudian pergi dari kamar Jongin.

“Yaa, aku hanya lelah karena baru pulang,” Jongin jadi merasa bersalah, mengusap wajahnya kasar. Seulgi tak mendengarkannya lagi dan terus melenggang pergi. Ingin mengejarnya tapi Jongin menahan diri. Dia takut malah meluapkan perasaan cemburunya pada Seulgi tanpa sadar. Memangnya siapa dia, apa statusnya di mata Seulgi? Hanya seorang teman, tentu tidak berhak merasa cemburu. Jongin pun berlari ke jendela, hanya bisa mengintip kepergian Seulgi dari sana.

***

Selama beberapa hari Junmyeon menuruti kemauan Irene untuk tidak menghubunginya. Walau sebenarnya tidak bisa. Dia masih datang ke hotel sekedar melihat Irene dari jauh. Hal yang sudah biasa dia lakukan beberapa bulan belakangan, tepatnya saat Irene menjadi kekasih sampingan Sehun. Itu pun karena Irene yang memintanya menjauh. Dia heran kenapa harus dirinya yang mengalah, padahal dia yang lebih dulu mencintai Irene. Kenapa dia harus membiarkan Sehun memilikinya sebagai pacar diam-diam sementara dia bisa mengakuinya sebagai kekasih secara terang-terangan di depan semua orang. Menurut Junmyeon, itu sangat tidak adil.

Lalu malam ini, saat dengan sengaja dia berada dalam satu lift dengan Irene, dia pikir akan menjadi kesempatan untuk bicara. Nyatanya Irene tidak meliriknya sedikit pun.

“Hai, manager Bae. Apa kabar?”

Beberapa detik Irene tidak menjawab. “Selamat malam,” lalu wanita itu membungkuk padanya tepat sedetik sebelum pintu lift terbuka. Dia ditinggalkan.

Junmyeon tertawa getir. Apa dia semenyedihkan itu?

***

Sekitar satu tahun lalu, Junmyeon tertangkap tangan sedang merokok. Tidak hanya itu, dia membuang puntung rokoknya sembarangan di tepian kolam renang hotel. Itu adalah pertemuan pertama yang merubah hidupnya.

“Ya! Bocah SMA!” sontak Junmyeon menoleh pada wanita yang berteriak itu. Wanita itu berjalan mendekat dengan wajah galak. “Ck, ck, ck, kau sadar apa yang kau lakukan barusan?”

Junmyeon melirik nametagnya, bernama Bae Irene. Dia memakai seragam pelayan hotel, sepertinya tidak mengenali Junmyeon sebagai putra dari relasi pemilik hotel ini. Mungkin pegawai magang, pikir Junmyeon. Dia hanya diam saja.

“Merokok dan membuang sampah sembarangan. Apa itu pantas dilakukan? Bocah seusiamu harusnya belajar yang benar, bukan malah membuang uang dengan merokok,” omel Irene sambil berkacak pinggang. “Anak SMA jaman sekarang,” dia geleng-geleng kepala. “Tunggu sampai aku laporkan ini pada orang tuamu. Sekarang, pungut puntung rokoknya dan buang ke tempat sampah di sana,” dia menunjuk tempat sampah. “Dan berjanjilah untuk tidak pernah merokok lagi.”

Ingin rasanya tertawa mendengar perintah-perintah wanita bernama Irene ini. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya itu adalah nasihat yang benar. Junmyeon tidak punya niatan untuk balas marah apalagi mengaku kalau dia adalah putra seorang pejabat yang sekaligus relasi dekat pemilik hotel itu. Dia malah merasa senang dan memungut puntung rokok yang baru saja dia buang, membawanya ke tempat sampah.

“Nah, bagus. Ingat ya, jangan pernah merokok lagi. Kalau uang jajanmu berlebih kan bisa membeli sesuatu yang bermanfaat. Kau juga bisa menyumbangkannya ke yang lebih membutuhkan. Lagipula, merokok itu tidak baik untuk kesehatanmu. Kau masih muda, sayangilah paru-paru berhargamu itu.”

Junmyeon menundukkan kepala, tersenyum selama Irene menceramahinya. Rasanya tidak masalah jika dimarahi semalaman oleh wanita ini. Hingga pegawai hotel lain datang memanggil Irene, sepertinya rekan kerja sesama pelayan.

“Irene-ah, apa yang kau lakukan di sini? Di dalam sedang sibuk.”

“Oh, ini aku sudah selesai. Hanya memberi pelajaran singkat tentang tanggung jawab pada bocah ini,” sahut Irene.

“Bocah? Siapa?” pegawai itu memicingkan mata. Junmyeon mendongakkan kepala dengan wajah polos. Hanya diam, berharap pegawai ini tidak mengenalinya. “Omo! Apa yang kau lakukan pada anak ini?” tapi sepertinya pegawai itu sangat mengenalinya.

“Pada dia? Tadi ku suruh dia membuang puntung rokok yang dia buang.”

“K-kau menyuruhnya?”

“Iya. Kenapa?”

Pegawai itu berbisik pada Irene, “Dia itu anaknya pejabat negara, teman dekat presdir. Katanya sebentar lagi ayahnya akan mencalonkan diri sebagai Perdana Menteri. Kau ini bagaimana sih?”

“Hah?” mata Irene membulat, lalu mengamati penampilan Junmyeon dari kaki hingga kepala. Memang saat itu Junmyeon mengenakan pakaian santai khas anak-anak SMA pada umumnya, jadi tidak terlihat sebagai seorang tuan muda.

“Maafkan aku, noona,” dia sengaja membungkuk dalam pada Irene. “Aku janji tidak akan merokok dan buang sampah sembarangan lagi. Tapi jangan adukan ini pada orang tuaku ya,” ucapnya sambil cengengesan.

“O-oh, iya… tidak akan…” jawab Irene terbata.

“Selamat malam,” Junmyeon meninggalkan Irene dan teman kerjanya dengan cengiran lebar, sementara Irene rasanya tidak mampu berdiri saking takutnya.

Sejak malam itu, Junmyeon rajin ke hotel hanya untuk menemui Irene. Lambat laun mereka makin dekat. Hingga akhirnya Junmyeon sadar bahwa dia sedang jatuh cinta.

***

Bagaimana dengan Kyungsoo? Dia yang paling tenang, juga sering disibukkan oleh jadwal shooting. Walau mereka berenam—bertujuh dengan Seulgi—cukup dekat, tak ada yang tahu tentang isi hatinya. Tak satu pun tahu. Dan dia belum siap memberi tahu mereka bahwa dia sedang menyukai seseorang.

“Wan-ah, aku tidur sebentar ya. Bangunkan aku lima belas menit dari sekarang,” Seulgi membaringkan kepalanya di atas meja, berbantalkan buku ensiklopedia astronomi tebal yang baru selesai ia baca.

Seungwan tersenyum sekilas, lalu kembali berkutat dengan bukunya. Kyungsoo mengamati itu. Bukan Seulgi, melainkan Seungwan, gadis yang dia sukai. Sudah hampir satu semester dia duduk diam di belakangnya atau bersembunyi di antara rak buku hanya untuk memperhatikan Seungwan. Baru hari ini dia memberanikan diri untuk menghampirinya. Selagi ada Seulgi, jadi dia punya alasan.

“Hai,” sapanya, duduk di hadapan Seungwan dan Seulgi dengan membawa sebuah buku.

“Halo,” balas Seungwan sambil tersenyum kecil. “Dia tidur,” ucapnya sambil menunjuk Seulgi.

“Yaa, pemalas. Bangun dan belajar lagi,” Kyungsoo mengusak rambut Seulgi agar gadis itu terbangun.

“Aish, siapa sih—oh, Kyungsoo-ah? Kenapa membangunkanku? Hng…” bibir Seulgi mengerucut sebal karena tidurnya diganggu.

“Bukankah kau harus belajar?”

“Iya, tapi aku kurang tidur belakangan ini. Harusnya kau tidak membangunkanku!”

Seungwan tertawa melihat tingkah Seulgi, begitu juga Kyungsoo.

“Baiklah, tidur saja lagi,” Kyungsoo menarik kepala Seulgi agar kembali berbaring. “Dasar.”

“Biarkan saja tidur, tanpa belajar pun dia tidak akan kesulitan saat ujian,” kata Seungwan.

“Benar sih,” sambung Kyungsoo. “Jadi kau sering menemaninya di sini?” tanyanya berbasa-basi.

“Begitulah,” Seungwan tersenyum simpul. “Dia memaksaku, katanya kalau belajar di ruangan kalian sangat ribut, dia tidak konsentrasi.”

“EXO room?” Kyungsoo tertawa pelan. “Memang bukan tempat ideal untuk belajar.”

“Aku jadi penasaran apa saja yang kalian lakukan di sana,” kata Seungwan.

“Kami? Banyak hal. Mengobrol, main billiard, menonton. Kalau aku biasanya menghafal skrip di sana, sedangkan Jongin dan Sehun latihan dance,” jelas Kyungsoo apa adanya. Dalam hati dia senang bisa mengobrol akrab dengan Seungwan seperti ini.

“Hng, harusnya kau jelaskan apa yang Junmyeon lakukan,” celetuk Seulgi yang kini mengangkat kepalanya.

“Junmyeon-hyung?” kening Kyungsoo berkerut.

“Y-yaa Seulgi. Katanya mau tidur,” Seungwan memelototi Seulgi karena takut gadis itu membocorkan rahasianya.

“Iya, Junmyeon oppa. Seungwan kan naksir dia. Hahaha,” tapi dasar Seulgi, tidak bisa mengerem kecerewetannya. Dia malah memberi tahu Kyungsoo secara terang-terangan.

Tentu saja itu berefek besar pada hati Kyungsoo. “Naksir… hyung?” ulangnya lirih.

“Iya, makanya waktu itu ku ajak Seungwan ke EXO room,” jelas Seulgi sambil tertawa. “Kau tenang saja, Kyungsoo pasti jaga rahasia juga. Dia setia padaku. Benar kan, Kyungie?” tanya Seulgi pada Kyungsoo sambil menaikturunkan alis.

Kyungsoo menatap Seungwan agak lama, tentu saja tanpa ia sadari. Sebegitu mudahkah jalannya tertutup? Dia bahkan belum sempat menyatakan perasaannya, sudah terhalang benteng besar. Biar bagaimana pun, dia tidak akan pernah bisa menyaingi Junmyeon. Dia sudah pasti kalah.

“A-aku hanya sedikit kagum kok,” Seungwan berusaha menjelaskan. Selain karena malu, dia juga takut Kyungsoo berpikiran yang bukan-bukan, seperti mendekati Seulgi hanya untuk bisa dekat dengan Junmyeon.

“Bohong. Dia sangat sangat menyukai Junmyeon oppa. Makanya aku sedang dalam proses mencomblangi mereka. Tapi si kaku itu sulit bekerja sama,” Seulgi mencibir. “Kyungie, ayo bergabung denganku menjadi tim sukses JunWan.”

Kyungsoo tidak tahu harus merespon bagaimana.

“Kyungieeeee!”

“Eh? Tim sukses ya? Hm… boleh.”

“Bagus,” Seulgi bertepuk puas.

Kyungsoo tertawa, berusaha menutupi kegetiran hatinya. Ini bahkan lebih sakit dari pada ditolak—walau dia sendiri tidak tahu bagaimana rasanya ditolak. Cinta pertamanya bertepuk sebelah tangan.

***

“Tumben Kyungsoo tidak ke sini sama sekali,” celetuk Baekhyun yang sedang membaca buku sambil tiduran di sofa EXO room.

“Katanya tadi mau ke perpustakaan,” sahut Chanyeol yang sedang menonton, duduk di kaki Baekhyun.

“Mungkin dia mulai sadar kalau kita mengganggu konsentrasinya,” tukas Baekhyun.

“Aku ke kelas dulu ya,” Sehun bangkit dari kursi, beranjak pergi.

“Eoh,” jawab Baekhyun dan Chanyeol bersamaan.

Akhir-akhir ini Sehun mulai bosan berdiam di EXO room. Itu alasan kenapa dia sering menghilang sendirian. Dengan tangan yang disimpan di saku celana, Sehun berjalan meninggalkan ruangan itu. Baru saja menutup pintu, dia mendengar suara Seulgi memanggil namanya.

“Sehun!”

Kedua sudut bibir Sehun terangkat, membiarkan Seulgi berlari menghampirinya. Dia langsung menggantungkan lengannya di pundak Seulgi, merangkulnya. Saat berdekatan seperti itu dia dapat merasakan sesuatu yang tak asing menghampiri indera penghidunya.

“Kau memakai parfum baru ya?” tanya Sehun. Dia sangat mengenali parfum ini, tentu saja. Sehun biasa menghirupnya dari tubuh Irene.

“Wah, kau menyadarinya?” karena pertanyaan Sehun, Seulgi makin merapat agar wangi parfumnya tercium. “Suka tidak?”

Sejenak Sehun terdiam, memalingkan wajahnya dari Seulgi. Apa iya ini kebetulan? Parfum yang dipakai oleh Irene bukanlah parfum biasa. Dan kini Seulgi memakainya juga.

“Hm… lebih suka yang biasanya,” jawab Sehun tanpa melirik Seulgi.

“Kenapa?” Seulgi menghirup aroma tubuhnya sendiri. “Ini kan parfum mahal.”

“Iya, tapi aku suka kau yang biasanya,” Sehun menghentikan langkahnya, lalu menghadap Seulgi. “Kalau begini aku jadi tidak mengenalimu.”

“Memangnya aku yang biasa seperti apa?” tanya Seulgi, memiringkan kepalanya dengan wajah polos.

“Kau yang manja, kekanakan, selalu bertingkah polos,” Sehun mencubiti kedua pipi Seulgi saat mengatakan itu.

“Aish, itu bukan pujian,” protes Seulgi, segera menjauhkan tangan Sehun dari pipinya.

“Kan yang penting aku suka dirimu yang seperti itu,” Sehun mengusap pipi Seulgi yang tadi dicubitinya seolah sebagai penawar.

“Begitu ya,” Seulgi manggut-manggut. “Tapi sayang kalau dibuang.”

“Kalau kau suka tidak apa, pakai saja,” ucap Sehun, kemudian mengecup pipi Seulgi. “Sana kembali ke kelasmu.”

“Baiklah, sampai nanti,” Seulgi melambai sekilas padanya sebelum kembali ke kelas. Sehun memperhatikan gadisnya yang berlari kecil menuju kelasnya. Pikirannya campur aduk sekarang.

***

Seharian tadi di sekolah sama sekali tak ada interaksi antara Jongin dan Seulgi. Tahu apa efeknya? Jongin gelisah. Berkali-kali dia modus melewati kelas Seulgi dan melirik ke dalamnya untuk melihat gadis itu ada atau tidak. Dia juga datang lebih awal ke EXO room untuk menunggu, mungkin saja Seulgi datang hari ini. Lalu saat pulang sekolah, dia duduk diam di dalam mobilnya cukup lama hingga melihat Seulgi masuk mobil jemputannya dan pulang. Dari semua usaha itu dia memang melihat Seulgi, tapi tidak berani menyapanya sama sekali. Sepertinya pengecut adalah nama tengah Kim Jongin.

Malam hari dia masih penuh pemikiran tentang Seulgi yang sepertinya benar-benar marah padanya. Biasanya Seulgi akan mengirim minimal satu kalimat dan satu sticker di chatroom pribadi mereka. Namun sudah berkali-kali Jongin mengecek, bahkan agak lama membuka profile page Seulgi, tetap tak ada satu huruf pun darinya.

“Rasanya jadi aneh kalau ke sini tidak ada Seulgi,” Chanyeol tampak sibuk membuat kopi tiba-tiba bersuara, tentang Seulgi pula. Saat ini Jongin dan Chanyeol berada di dapur rumah Jongin.

Tak menjawab, Jongin hanya menghembuskan nafas panjang seraya menghempaskan ponselnya ke meja. Hal itu membuat Chanyeol menaikkan alis.

“Mau mandi,” kata Jongin singkat sebelum beranjak dari dapur.

Chanyeol memperhatikan tingkah aneh Jongin sejak siang tadi di sekolah. Sekarang matanya mengerjap, mulai berspekulasi yang macam-macam.

“Apa dia punya pacar?” lalu dia melirik ponsel Jongin yang tergeletak dalam keadaan menyala. Segera ia ambil sebelum layarnya mati dan terkunci. “Dapat,” ucapnya lirih. Sekarang rasa penasarannya bisa teratasi dengan benda itu. Dia meletakkan cangkir kopinya lalu duduk di atas meja untuk menjelajahi ponsel Jongin. Mula-mula dia membuka gallery. Satu per satu folder di buka, tapi tidak ada foto mencurigakan seperti selfie Jongin bersama seorang gadis. Memang ada banyak foto bersama gadis, tapi hanya Seulgi seorang. Sisanya adalah foto bersama EXO boys, keluarga, dan foto-foto anjing piaraannya. “Kenapa tidak ada apa-apa sih?” sesekali mata Chanyeol melirik ke luar dapur, takut Jongin tiba-tiba muncul. Dia melanjutkan penjelajahannya, kali ini pindah ke media sosial dan chatting. Chatroom yang ada di sana pun tidak ada yang mencurigakan. Hanya ada obrolan dengan EXO boys dan Seulgi. Hingga dia buka salah-satu chatroom, cukup membuatnya tertegun.

Bukan masalah obrolan, atau lawan mengobrolnya. Soal itu semuanya normal-normal saja. Yang mengherankan adalah wallpaper chatnya.

Foto seseorang.

Dan Chanyeol sangat mengenal siapa itu.

Kang Seulgi.

Seulgi mereka, yang selalu mereka lindungi, kekasih Sehun.

Berusaha berpikir positif, Chanyeol membuka aplikasi chatting lain. Mungkin saja Jongin iseng atau Seulgi yang memaksanya. Namun dia kembali ternganga saat membuka chatroom aplikasi lain, ternyata foto Seulgi juga. Masih mencoba bertahan dengan dugaan positifnya, Chanyeol berpindah ke aplikasi lain. Dan hasilnya sama, foto Seulgi. Kemudian dia kembali membuka gallery. Akhirnya Chanyeol menyadari sesuatu. Pantas saja gadis yang ada di gallery ponsel Jongin hanya Seulgi seorang. Pantas saja Jongin selalu kelihatan malas jika membahas soal Sehun dan Seulgi. Pantas saja Jongin tak pernah acuh jika ada Sehun dan Seulgi bersama.

“Apa yang kau lakukan?”

Kepala Chanyeol terangkat dan ternyata Jongin sudah kembali dengan rambut basah dan handuk menggantung di lehernya. Dia sama sekali tidak merasa panik karena tertangkap basah mengintip ponsel orang tanpa izin. Malah menatap Jongin tajam, meminta penjelasan.

“Apa yang ku pikirkan ini adalah benar, Jongin?”

“Kembalikan ponselku,” Jongin melangkah ke dekat Chanyeol dan langsung merebut kembali ponselnya. Dia melihat apa yang tadi Chanyeol lihat, lalu menggumamkan kata “Sial” saat tahu itu adalah chatroom dengan latar foto Seulgi.

“Kau menyembunyikannya selama ini?”

“Kau tahu kan, ini adalah privasi orang.”

“Kim Jongin!”

“Lupakan saja. Anggap tidak pernah lihat.”

“Jadi itu benar? Kau menyukai Seulgi?”

“Ku bilang lupakan!” bentak Jongin. “Kau tidak tahu apa-apa.”

“Jongin, kau menyukai pacar sahabatmu sendiri.”

“Aku tahu,” tukas Jongin, mengusap wajahnya kasar. “Memangnya kenapa? Kau pikir perasaan ini bisa diatur dengan mudah?”

“Sedikit saja ceroboh, persahabatan kalian tidak akan aman.”

“Dia selingkuh. Kau pikir aku bisa diam saja menonton semua itu?” Jongin berdecak, berbalik ke arah kamarnya.

“Apa sekarang kau sedang berencana merebut pacar temanmu?” tanya Chanyeol tak habis pikir. Tapi Jongin tak punya niatan untuk menjawab. Chanyeol terus mengikutinya naik tangga. “Ya Kim Jongin!”

“Jadi mana yang lebih bejat? Berselingkuh dari kekasih yang sangat mencintaimu atau merebut pacar temanmu? Terus terang, aku tidak sanggup jika harus melihat Seulgi menangis karena tahu Sehun menduakannya,” sahut Jongin telak.

Chanyeol membuka dan menutup mulutnya, tidak punya jawaban lagi. Melihat itu, Jongin melanjutkan langkahnya ke kamar. Satu orang telah tahu rahasianya.

***

Saat itu adalah kompetisi dance antar sekolah. Jongin dan Sehun mengikuti kompetisi itu dan sama-sama menjadi finalis. Terjadi persaingan sengit karena keduanya memiliki kemampuan luar biasa dan banyak penggemar. Persaingan itu tak lantas membuat persahabatan mereka merenggang. Justru seringkali latihan bersama.

Keempat kawan mereka serta Seulgi datang saat hari kompetisi untuk mendukung keduanya. Seulgi yang paling heboh, duduk di barisan paling depan sambil mengangkat banner tinggi tinggi.

Jongin keluar sebagai juara pertama, sementara Sehun menjadi nomor dua. Memang sangat tidak nyaman saat mengalahkan sahabatmu sendiri. Jongin mencoba tidak terlalu kelihatan gembira saat semua orang mengelukan namanya. Hingga sesaat setelah penyerahan tropi kemenangan….

“Test. Ehm, maaf sebelumnya aku menyita sedikit waktu kalian,” Sehun maju ke depan mic dengan tropi dan bunganya. “Aku ingin mengatakan sesuatu yang sudah aku rencanakan sejak mendaftar kompetisi ini.”

Semua perhatian yang semula hanya dimiliki Jongin, kini beralih ke Sehun.

“Aku memiliki seorang teman sejak kecil. Dulu dia gendut, cerewet, manja, suka merajuk, dan sering makan coklat. Sampai sekarang pun masih sama, kecuali gendutnya,” seluruh audience tertawa. “Kami sering main bersama, juga pulang bersama karena aku selalu menumpang mobilnya. Dia sangat pelit, mungkin hanya sekali seumur hidup membagi coklat denganku,” audience tertawa lagi. “Kami tumbuh bersama, sekolah bersama, belajar bersama, lalu lambat laun aku melihatnya dengan cara berbeda. Ternyata dia sudah tumbuh menjadi seorang gadis. Dia bukan teman kecilku yang manja lagi, melainkan gadis cantik yang… masih manja juga,” lagi-lagi Sehun membuat audience tertawa. “Saat mendaftarkan namaku di kompetisi ini, aku berjanji akan berlatih sungguh-sungguh agar bisa menjadi juara terbaik. Dan kemenangan itu akan ku persembahkan untuknya,” tidak ada tawa lagi, tapi semuanya tersenyum. “Aku berencana menyatakan perasaanku padanya saat hari kemenanganku tiba,” Sehun melepaskan mic kemudian turun panggung. Dia berjalan dengan tropi dan bunganya ke barisan penonton. Saat tiba di hadapan Seulgi, ia berhenti. “Kang Seulgi, aku tidak mau menjadi temanmu lagi. Bagaimana kalau aku jadi pacarmu saja?” Seulgi sepertinya cukup kaget, terlihat dari wajahnya saat menatap Sehun. “Sayangnya hari ini aku hanya menjadi juara kedua. Tapi bisa kan aku menjadi yang nomor satu di hatimu?”

Semuanya bersorak menggoda Seulgi, juga memaksa Seulgi untuk menerimanya. Termasuk Junmyeon, Baekhyun, Chanyeol dan Kyungsoo.

“Terima! Terima! Terima! Terima!” sorak mereka.

Seulgi tersenyum simpul, kemudian berdiri berhadapan dengan Sehun.

“Sejak kapan kau jadi gombal, eoh?”

Mendengar itu Sehun tertawa pelan. “Jadi mau tidak?”

“Traktir aku terus tapi.”

“Call.”

“Oke.”

“Bunga?” Sehun mengulurkan bunganya untuk Seulgi dan gadis itu menerimanya dengan pipi memerah. Lalu Sehun memeluknya.

Jongin melihat itu. Hanya dia yang tidak ikut tersenyum, tertawa, apalagi bersorak. Beruntung tidak ada yang memperhatikannya. Karena jika ada, pastilah ketahuan wajah patah hatinya.

***

“Kau sudah gila?!?”

“Kau tidak akan pernah mengerti!”

“Dia tidak pernah peduli padamu! Sadarlah!”

“Tapi aku mencintainya, Sehun-ah….”

.

.

.

.

Mimpi itu lagi. Sehun terbangun pada jam 2 dini hari dalam keadaan seperti habis olahraga. Desahan nafas lolos, dia mengusap wajahnya kasar. Sudah dua tahun berlalu tapi masih saja menghantuinya. Sehun menyingkirkan selimutnya, turun dari tempat tidur untuk menghampiri meja belajar. Bukan untuk mengambil buku, melainkan sesuatu yang ia simpan di dalam laci. Sekotak rokok. Dia ambil sebatang untuk dihisap. Sehun merokok hingga pagi menjelang.

***

Terlihat Seulgi sedang bercengkrama bersama teman-temannya di ruang kelas. Siang ini dia tidak berminat ke perpustakaan atau ke EXO room. Itu membuat Jongin makin kepikiran. Dia ragu harus menemui Seulgi atau tidak. Kalau pun menemuinya, apa yang bisa ia katakan? Bahwa dia bersikap tak acuh kemarin karena cemburu? Ayolah, selama ini dia sudah seperti orang bodoh yang menyaksikan gadis yang dia cintai bersama orang lain. Tidak mungkin dia menambah kebodohan lagi.

“Seul, apa kau tidak merasa kalau belakangan ini Jongin sering sekali mengikutimu?” celetuk Seungwan lirih selirih-lirihnya. Ekor mata Seungwan dari tadi menangkap bayangan Jongin yang terlihat berjalan ragu-ragu di depan pintu kelas mereka.

Seulgi berdecak dan menoleh ke arah pintu. Memang ada Jongin di sana tadinya berdiri menghadap ruang kelasnya, tapi kemudian wajahnya segera ia palingkan saat tahu Seulgi menoleh.

“Pengecut,” gumam Seulgi.

“Kalian bertengkar?” tanya Seungwan.

“Aku marah padanya.”

“Apa sebaiknya tidak bicarakan baik-baik?”

“Ah, kau mana mengerti?” dengus Seulgi kesal.

“Saranku sih, kau temui dia dan bicarakan semuanya sampai selesai. Kalian kan teman dari kecil, harusnya tidak bertengkar untuk masalah sepele.”

“Kau mau menyebutku kekanakan karena marah dengan alasan sepele?”

“Eh, bukan aku yang bicara ya….”

“Kau sama saja,” akhirnya, dengan sebuah decitan kasar Seulgi berdiri hingga kursinya terdorong ke belakang. Dia berjalan keluar kelas dengan kaki dihentak. Kentara sekali dia sangat kesal. Terlebih saat dilihatnya Jongin mempercepat langkah menghindar, dia juga mempercepat langkahnya dan langsung menarik kerah seragam Jongin dari belakang saat berada dalam jangkauan tangan. “Dasar pengecut.”

“S-Seul…” wajah Jongin tampak gelagapan saat Seulgi membuatnya berbalik dan menatapnya galak.

“Memangnya dengan berjalan mondar-mandir di depan kelasku membuatmu bisa dimaafkan?”

Wajah Jongin tertunduk. “Maaf….”

“Dasar bodoh!” Seulgi memukul kepala Jongin dengan buku yang sengaja dia bawa. Refleks Jongin menyilangkan tangan untuk melindungi kepalanya. “Apa susahnya datang padaku lalu meminta maaf dengan serius? Kalau aku tidak menemuimu seperti ini, kau mau bersembunyi selamanya, huh? Bodoh! Bodoh! Bodoh!”

“Yaaa yaaaa ampun! Iya, aku memang salah. Berhenti memukulku, Seul. Aku minta maaf,” tidak bisa berlindung lebih lama, Jongin mencengkeram kedua tangan Seulgi agar berhenti memukulnya.

“Akan lebih baik kalau ada eskrimnya.”

“Arasseo, besok aku traktir. Gampang sekali disogok.”

“Ya sudah, tidak jadi dimaafkan,” Seulgi mengerucutkan bibirnya, berbalik hendak meninggalkan Jongin kalau saja tangannya tidak dicengkeram lagi.

“Aku sungguh akan mentraktirmu eskrim. Jangan marah lagi. Kau tidak tahu apa? Kalau kau marah, hal lain tidak bisa ku pikirkan.”

“Benarkah? Seserius itu?”

Jongin menghela nafas. “Iya, makanya jangan marah lagi.”

“Kalian sedang membicarakan apa?” tiba-tiba Sehun muncul dan langsung merangkul Seulgi. “Bertengkar?” tanyanya seraya menatap Jongin dan Seulgi bergantian.

Entah kenapa raut wajah Seulgi berubah saat Sehun datang, namun tidak memprotes saat Sehun merangkulnya.

“Tidak bertengkar kok. Dia punya hutang eskrim padaku,” jawab Seulgi dengan suara yang lebih tenang dari tadi.

“Yaa kau harus bayar hutangmu segera,” kata Sehun pada Jongin sambil terkekeh. Seulgi dan Jongin ikut terkekeh, tapi terdengar sangat dipaksakan. “Oh, ya, aku punya sesuatu untukmu.”

“Apa?”

“Sudah ku letakkan di dalam lokermu,” jawab Sehun.

“Baiklah, nanti aku lihat,” Seulgi hanya manggut-manggut. Memang, mereka berdua sudah saling bertukar kode loker masing-masing.

“Harus dilihat segera dan dipakai ya,” Sehun mencium puncak kepala Seulgi. “Aku ke kelas dulu,” ucapnya seraya pergi meninggalkan Jongin dan Seulgi.

“Apanya yang dipakai sih?” Seulgi menggumam saat Sehun sudah berada jauh dari mereka.

“Well, tidak akan tahu kalau belum melihatnya,” sahut Jongin sambil mengangkat bahu. “Aku ke kelas dulu ya.”

“Ingat eskrimnya!”

“Iyaaa cerewet!” Jongin mengacak pelan rambut Seulgi lalu pergi dari hadapannya.

“Cerewet katamu,” desisnya pelan. Diliriknya jam tangan sekilas, lalu kembali ke kelasnya juga. Seungwan menatapnya saat dia masuk, seperti seorang ibu yang menunggu putrinya pulang. “Sudah selesai,” ucapnya datar, dan Seungwan tertawa cekikikan.

“Baguslah.”

Seulgi hendak duduk di kursinya, namun ekor matanya tertarik ke arah loker di belakang kelas. Dia tidak begitu antusias akan hadiah dari Sehun, biasanya. Tapi kali ini malah sangat penasaran.

“Apa sih?” dengan dengusan kasar Seulgi berjalan ke arah lokernya. Dia putar kodenya hingga pintu loker terbuka dan desahan nafas panjang lolos saat sudah terbuka dan menampakkan isinya. Sebuah kotak kecil berwarna putih bertuliskan Chanel No5. Dia tidak paham apa maksud Sehun memberinya hadiah berupa parfum yang kemarin dia bilang tidak suka jika Seulgi memakainya.

“Yang benar saja.”

***

Malam hari biasa, EXO boys berkumpul di ABClub—tempat mereka berkumpul tanpa Seulgi. Mereka sengaja tidak mengajak Seulgi yang menurut mereka masih terlalu polos dan agar gadis itu tidak mengadu pada orang tua mereka. Hanya ada gerombolan siswa SMA yang bebas minum alkohol sebanyak yang mereka mau. Itu dulu, sebelum Sehun mulai menjalin hubungan gelap dengan Irene. Tidak ada yang tahu apa alasan Sehun menjadikan tempat perkumpulan mereka sebagai tempat kencan rahasianya. Mungkin karena hanya di tempat itu Seulgi tidak melihatnya. Tapi kenapa harus di depan mereka berlima? Bukankah akan lebih aman jika berkencan di dalam hotel tanpa membiarkan Junmyeon, Baekhyun, Chanyeol, Kyungsoo, dan Jongin tahu?

“Orang bodoh,” gumam Chanyeol sambil geleng-geleng kepala.

“Siapa?” Junmyeon melirik Chanyeol.

“Tuh,” Chanyeol menunjuk Sehun yang duduk sendirian di bar. Irene belum datang, dan mereka enggan menemaninya di sana.

“Bukannya justru sangat pintar karena mendapat 2 pacar sekaligus?” Kyungsoo menimpali.

“Kenapa dia harus melakukannya di depan kita?” Chanyeol memutar bola matanya.

“Berarti kita yang bodoh karena hanya bisa menonton, tanpa melakukan sesuatu,” Junmyeon meletakkan kembali gelasnya ke atas meja. “Aku ke toilet dulu.”

“Benar juga ya, kita ini bodoh atau apa?” sambung Kyungsoo sambil terkekeh. Diteguknya brandy langsung dari botolnya.

“Yaa kau selalu saja diam di saat seperti ini,” kaki Chanyeol bergerak menendangi kaki Jongin. “Setidaknya katakan sesuatu.”

“Baekhyun belum datang,” sahut Jongin dengan wajah datar. Dia hanya mendongak sekilas pada Chanyeol sebelum memainkan ponselnya lagi.

Chanyeol berdecak. “Iya, aku tahu hanya itu yang akan kau katakan.”

Kyungsoo tertawa. “Kau coba hubungi Baekhyun, dia masih lama tidak?” suruhnya.

Setelah meletakkan gelas minumannya lagi, Chanyeol mengambil ponselnya untuk menghubungi Baekhyun. Dengan kaki terangkat ke meja ia mulai bicara saat panggilannya diterima.

“Kapan akan tiba di sini?” tanya Chanyeol.

“Aku baru keluar dari ruang latihan. Mungkin akan ganti pakaian dulu,” bisa didengarnya suara Baekhyun yang sepertinya sedang berjalan tergesa.

“Cepatlah, kami sudah sampai.”

Saat itu Chanyeol melihat Irene berjalan menghampiri Sehun. Alisnya terangkat.

“Semuanya? Junmyeon dan Sehun juga?” tanya Baekhyun heran.

“Iyaaa, makanya cepat.”

“Tumben mereka tepat waktu.”

“Junmyeon aku tidak tahu kenapa, tapi Sehun sedang berkencan,” imbuh Chanyeol. Kini dia melihat wajah Irene dan Sehun berdekatan, lalu berciuman. Dia melirik Jongin saat itu terjadi, dan yang dilirik kelihatan sekali baru saja memalingkan wajah.

“Oh, pantas. Aku segera ke sana,” kata Baekhyun sebelum panggilan terputus.

Chanyeol meletakkan ponselnya lagi. “Sialan bocah itu. Berani sekali,” komentarnya, dimaksudkan untuk Sehun yang tadi mencium Irene di tempat umum.

Dia sengaja mengatakannya untuk melihat ekspresi Jongin, tapi tak terlihat efek apa pun. Mungkin Jongin hanya menahan diri.

***

“Sudah lama menunggu?” Irene tiba di dekat Sehun, langsung duduk bersebelahan. Saat itu Sehun sedang meneguk brandy, melirik Irene sekilas sebelum meletakkan gelasnya. Tanpa diduga, Sehun mendekatkan wajah dan memiringkannya sehingga siapa pun yang melihat pasti mengira mereka sedang berciuman. Nyatanya Sehun hanya bergerak ke dekat telinga Irene dan berbisik.

“Sudah ku bilang kan, jangan pakai parfum.”

“Aku tidak peduli pada pacarmu, kalau dia curiga ya itu urusanmu,” sahut Irene tak acuh sambil mengangkat bahu.

“Kau tidak akan mengerti,” Sehun menarik kepalanya kembali.

“Lagi pula kalau kau tidak mau ketahuan, kenapa harus pura-pura menciumku di depan mereka?” tanya Irene, melirik sekilas teman-teman Sehun di sudut lain bar.

“Ku bilang kau tidak akan mengerti,” jawab Sehun lagi.

Ya, sepertinya ada banyak hal yang belum Irene tahu. Dia pun memilih diam dan menemani Sehun minum.

***TBC***

Author note : Jika ada apa pun yang kurang ‘enak’ dibaca, komentari saja ya. Sampai jumpa di chapter berikutnya^^



Love Story of Nappeun Namja (Chapter 4)

$
0
0

love story of nappeun namja

Author : Hanhan

Length : multichapter

Genre : romance, teen, school life

A/N : Sekali lagi, ini sudah pernah dipublish di wordpress dan wattpad aku pribadi. Dan, untuk yang baca tolong tinggalkan jejak ya

 

Kai menaruh tangannya ke bawah lutut Hyera seraya mengangkat dan menggendong tubuh gadis tersebut. Sedangkan Hyera, gadis itu tidak berkutik. Biasanya ia akan melarang Kai menyentuh bahkan mendekati dirinya, namun hal itu tidak berlaku untuk kali ini. Ya, Hyera bahkan menenggelamkan wajahnya ke dada bidang Kai.

Kai, lelaki itu langsung membawa Hyera menuju ke mobil sportnya yang terparkir di halaman sekolah.

Dengan hati-hati Kai memasuki tubuh Hyera ke dalam mobilnya. Kemudian ia menghubungi Minhyuk dan WOLF, untuk memberitahu bahwa Hyera sudah bersama dengannya.

Berlanjut, Kai mulai menyalakan mesin mobil dan membawa gadis itu pulang bersamanya.

Hyera terbaring di kasur kamarnya. “Katakan padaku! Siapa yang melakukan hal ini?!” Tanya Kai sambil mengobati luka Hyera yang memar. Kai duduk di samping gadis itu.

Hyera hanya terdiam menatap Kai. “Aku… aku tidak tahu mereka siapa,” sahutnya.

“Salah satu mereka, sangat menyukaimu…” lanjut gadis itu perlahan dengan nada rendahnya.

“Mungkinkah…” Kai menghentikan aktivitasnya. Ia berusaha mengingat-ingat gadis yang menurutnya agresif.

“Sojin?” Tiba-tiba ia teringat Sojin.

“Aku ingat, kedua temannya bernama Yoora dan Minah!” Seru Hyera. Kai mengangguk-angguk membenarkan perkataan Hyera. Ia memang sudah mengira bahwa itu Sojin dan teman-temannya.

Kai kembali fokus mengobati luka gadis itu. Entah mengapa, rasanya sangat sakit melihat Hyera seperti ini. Ia benar-benar ingin menghajar Sojin dan teman-temannya. Meski Kai mengaku tidak mencintai Hyera, tapi lelaki itu tidak suka jika Hyera diperlakukan seperti itu.

Lelaki itu beralih mengobati luka di bagian wajah Hyera.

“Lebih baik kau tutup matamu… nanti matamu akan terkena air kompresan ini,” mau tidak mau, Hyera menuruti Kai. Ia menutup matanya.

Kai mulai mengompres luka di dahi Hyera. Namun jaraknya dengan jarak Hyera tidak terlalu dekat dan itu akan lebih sulit menjangkaunya. Akhirnya namja itu mendekatkan dirinya ke wajah Hyera.

DEG

Jantungnya berdetak lebih kencang. Kai benar-benar bisa melihat Hyera dari dekat seperti ini.

Kuharap, aku bisa menahan diriku… kai menenangkan dirinya.

Tunggu, bukan hanya Kai. Hyera, wajah gadis itu sedikit memerah saat merasakan hembusan napas Kai berada di pipinya. Walau dengan mata yang tertutup, gadis itu tahu bahwa Kai berada sangat dekat dengan dirinya.

“Kenapa kau gugup sekali,” suara Kai membuatnya terkejut dan refleks membuka matanya. Gadis itu sangat malu. Ia melihat wajah Kai tepat berada di wajahnya sambil tersenyum.

“M..m-mwoya…?” Hyera gugup, sementara Kai tersenyum dengan ciri khasnya.

“Hei! Wajahmu memerah…” ledek Kai. Sontak, Hyera langsung memegang pipinya.

“YA! Ini karena kau! Mengapa kau terlalu mendekat seperti itu?! ‘Kan bisa tanpa harus sedekat ini. Jangan pikir dengan cara ini, kau bisa mengambil kesempatan…” Teriak Hyera. Namun Kai menanggapinya hanya dengan senyuman.

“Sudah selesai? Sekarang giliranku…” ucap Kai dengan tenang.

“Maksudmu?”

“Diam! Jangan bergerak!” Ujar Kai dengan suara pelan. Kai memerintah dengan tatapan tajam. Wajah Kai terlihat lebih serius dari beberapa detik sebelumnya.

“Mwo?” Gadis itu sedikit panik. Ia menanggapinya dengan suara yang kecil pula.

“Ssstt! Jangan bergerak,” Kai semakin mengecilkan suaranya.

CHUP~

Kai langsung menempelkan bibir lembabnya ke bibir Hyera. Membuat gadis itu terkejut dan membulatkan matanya tak percaya. Ia mendorong tubuh Kai sekuat mungkin, tapi itu tidak berhasil. Gadis itu terbaring di bawah Kai.

Kelakuan Kai membuat napas Hyera naik-turun tidak karuan. Pasalnya, gadis itu belum pernah berciuman. Lain halnya dengan Kai, ia sudah berpengalaman akan hal ini bahkan lebih. Namun ada yang aneh. Perasaan Kai begitu nyaman saat mencium Hyera, berbeda saat mencium gadis-gadis lain. Kai bahkan merasa jantungnya berdebar.

Kai merasa lemah, ia merasa lemah jika orang lain menyakiti gadis itu. Ia tidak mengerti mengapa ia merasakan hal tersebut. Ia berharap ini bukan perasaan cinta. Walau sudah berpuluh-puluh gadis ia nodai, tapi tak pernah sedikitpun ia merasakan perasaan yang seperti ini, perasaan seperti mencium Hyera saat ini.

Tak ada hal lain lain selain diam dan menuruti Kai. Gadis itu merasa dirinya lemah ketika Kai menciumnya. Ia harus menarik perkataannya yang dulu bahwa ia tidak akan membiarkan kai menyentuhnya. Namun hari ini, ia merelakan Kai mencium dirinya. Ia tidak mengerti perasaannya.

Hyera menaruh tangannya di dada Kai. Menepuk-nepuk dada bidang lelaki itu seraya mengisyaratkan untuk berhenti.

Kai menghentikannya. Ia menarik wajahnya dari Hyera. Mereka berdua terdiam tanpa kata.

“Aku-” ujar mereka bersamaan.

“Kau dulu,” lagi-lagi sama.

Akhirnya Kai yang berbicara lebih dulu pada Hyera.

“Maafkan aku…” katanya.

“Ah, Kai aku sangat lelah. Aku ingin tidur…” Hyera tiba-tiba berkata seperti itu. Seolah-olah ingin melupakan kejadian beberapa menit yang lalu. Gadis itu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Ia menenggelamkan wajahnya ke dalam selimut.

“Baiklah…” Kai menuju pintu kamar. Ia meninggalkan Hyera di kamar tersebut.

Setelah terdengar langkah kaki Kai yang mulai menjauh, Hyera mulai membuka selimut dari wajahnya. Ia melihat ke arah pintu yang baru saja tertutup oleh Kai.

Hyera memegang pipinya yang kini masih merah. Gadis itu tidak tahu alasan ia merelakan Kai menciumnya. Ia tahu Kai itu seorang cassanova, seorang namja yang selalu main-main dengan gadis, seorang namja yang sering meniduri gadis-gadis dan setelah itu membuangnya begitu saja. Tapi mengapa ia mau bibirnya disentuh oleh bibir Kai yang sudah pernah dirasa oleh para gadis sebelumnya.

Dalam hati gadis itu, ia mengutuk dirinya sendiri.

Sudah pukul 07.00 pagi. Ini waktunya sekolah tapi Hyera belum keluar dari kamarnya. Hal itu membuat Kai khawatir.

Namja itu langsung menghampiri kamar Hyera dan melihat gadis sedang duduk santai di atas kasur.

“Oh? Kai, aku tidak masuk sekolah dulu hari ini… badanku pegal-pegal,” ujarnya.

“Ne… kau jangan lupa makan.” Tunggu, sejak kaan Kai menjadi perhatian pada Hyera bahkan sampai makan pun Kai ingatkan.

Kai berbalik dan berjalan meninggalkan Hyera.

Perlahan Hyera merasa nyaman dengan berada di dekat Kai. Entah, itulah yang kini dirasakannya.

Seperti biasa, anggota WOLF berkumpul di basecamp mereka tiap istirahat.

“Kai bagaimana kondisi Hyera?” Tanya Kyungsoo.

“Dia sudah lebih baik…”

Sehun menyambar. “Aneh! Aku melihatmu kemarin sangat mengkhawatirkan keadaan Hyera…”

Lay cekikikan. “Bahkan kau rela pulang lebih sore demi mencari keberadaan gadis itu…” Kai dibuat membisu oleh teman-temannya.

“Apa jangan-jangan kau mulai mencintai Hyera.. benar ‘kan?” Lelaki jangkung itu alias Chanyeol meledek Kai.

“Aniyo! Aku hanya tidak mau kehilangan gadis itu sebelum aku bisa merasakan tubuhnya…” Baekhyun dan Sehun menggeleng-geleng tak percaya.

“Terserah apa yang ingin kau lakukan… tapi jangan menyesal kalau nanti perasaanmu pada Hyera menjadi cinta,” ungkap Chen.

Kai mengangkat alisnya sebelah. “Aku tak percaya hal itu… tapi kurasa Hyera mulai jatuh ke dalam pelukanku,”

“Mwo? Maksudmu?” Tanya Xiumin tak percaya.

“Kalian tahu? Kemarin aku mencuri ciuman pertamanya… dan itu sangat menarik,” tawa Kai.

“Apa?”

“YA! Dia membiarkanmu menciumnya?”

“Hentikan saja Kai! Kau sudah bermain terlalu jauh…” nasihat Suho.

“Aniyo… aku tidak akan berhenti sampai aku bisa menjamah gadis itu. Kau tahu ‘kan rasa penasaranku terhadap yeoja begitu tinggi…” ucap Kai, bangga.

“Kai, seorang casaanova dari SOPA…” Chanyeol tertawa, yang lainnya hanya menggeleng-geleng.

“Oh! Aku melupakan sesuatu!” Kai langsung beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke luar.

“YA Kai! Ada apa?” Panggil Lay namun tak dihiraukan oleh Kai. WOLF langsung mengikuti Kai, mengikuti jejak temannya itu.

Kai masuk ke kelas 3-5. Ia mencari-cari seseorang.

“YA Sojin! Kemari kau!” Teriak Kai yang sontak mengundang perhatian banyak orang.

Sojin yang mendengar dirinya dipanggil oleh Kai, buru-buru merapihkan rambutnya lalu menghampiri Kai.

“Wae, oppa?” Sojin memanggil Kai dengan sebutan oppa bukan karena ia lebih muda, melainkan karena ‘oppa’ panggilannya untuk seorang kekasih.

“Apa yang kau lakukan pada Hyera??!!!” Teriak Kai kesal.

Sojin tersentak ketakutan. Ia benar-benar tak menyangka bahwa akan mendapati Kai yang marah-marah pada dirinya.

“Oppa?” Lirih gadis itu.

“Mengapa kau lakukan itu pada Hyera?!!!” Tanya Kai lagi tanpa menghiraukan Sojin yang gemetar ketakutan.

“Gadis murahan itu mencoba merebutmu dariku!” Katanya.

“Sejak kapan aku jadi milikmu?!”

“Sejak malam itu… sejak kau meniduriku!!!” Ungkapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Tak lama, Suho datang dan memisahkan pertengkaran itu.

“Kai, sudahlah…” kata Suho.

Kai terdiam. Napasnya naik-turun menahan kesal pada Sojin. Andai saja Sojin itu seorang lelaki, pasti sudah dilawan oleh Kai. Sayangnya, Sojin seorang gadis. Mau ditaruh ke mana wajah Kai, kalau sampai ia melukai seorang gadis.

Jalan terbaik, ia harus mundur dan mengikuti Suho. Kai pun meninggalkan Sojin.

“Rupanya ini yang membuat uri Kai kesal…” ledek Sehun. Kai hanya menatap tajam Sehun. Maknae itu terdiam seketika. Baekhyun cekikikan melihat tingkah Sehun.

“Sudah, yang penting Hyera ‘kan selamat…” ujar Chen.

“Aku hanya tidak suka melihat mereka mempermainkan mainanku…” Kai membuka suaranya.

“Cih. Mainanmu… Hyera bukan mainan!” Chanyeol berdecak.

“Hyera itu cantik. Mungkin kalau dijadikan mainan ia akan pantas menjadi barbie. Kalau kau menganggap Hyera mainan, berarti kau seorang wanita dong… hanya wanita yang bermain dengan barbie,” ungkap Kyungsoo dan mengundang tawaan dari EXO lainnya. Kai terdiam.

“Benar! Lelaki sejati tidak akan memainkan barbie, Kai.” Kata Sehun.

“Terserah kalian sajalah…” Kai mengacak-acak rambutnya kesal.

Hyera terkejut saat melihat kedatangan Kai. Lelaki itu sudah pulang sekolah. Sementara itu Kai menghampiri Hyera yang sedang menonton TV.

Lelaki itu ikut duduk di samping Hyera. Merasa terganggu, Hyera akhirnya mengambil langkah meninggalkan ruang tamu.

Namun Kai menarik pergelangan tangannya. “Wae?!” Tanya gadis itu.

Tanpa menyahuti Hyera, Kai langsung membawa gadis itu ke dalam pelukannya.

“Aku lelah. Tolong, sebentar saja seperti ini…” Hyera terhenyak, membiarkan Kai memeluk dirinya.

Entah mengapa, ia enggan untuk menolak. Dirinya merasa nyaman seperti ini. Kai memulai aksinya untuk membuat gadis itu nyaman.

Sekali lagi, kalian harus tahu bahwa yang Kai lakukan selama ini untuk Hyera semata-mata agar gadis itu merelakan tubuhnya. Kai tidak peduli bagaimana nantinya gadis itu. Yang ia tahu, Hyera cantik dan ia ingin menikmati tubuh gadis itu.

Kai, si nappeun namja.

 

to be continued…

 


Mocca

$
0
0

Screenshot_2016-02-23-17-04-23

  • Author : Pds Cardova (@zhayrapiverz)
  • Cast : Kris Wu and OC
  • Support Cast : Exo member
  • Length : Oneshoot
  • Rating : T, G
  • Genre : Friendship, AU, Romance
  • Cover by : Chenistry^^
  • Disclaimer : FF ini saia post di banyak tempat dengan nama Author yang sama. Semua yang saya posting adalah karya original otak. Happy reading *bow

 

Jika saja aku bertemu denganmu sejak awal mungkin saja hal itu tidak akan terjadi padamu, atau bila khayalanku terlalu tinggi cukuplah aku untuk menahan dirimu disisiku sedikit lebih lama sebelum kenyataan pahit itu tiba~ Kris Wu

Mungkin hal ini bukanlah sebuah hal tabu bagi pria jangkung berkulit putih bernama Kris Wu yang rajin tertidur dikelas ataupun berbuat onar dengan rivalnya -seperti berkelahi sepulang sekolah. Gema suara kesal bercampur marah seorang wanita paruh baya berkaca mata minus sepuluh dioptri dengan potongan rok span selutut menatap tajam kepergian Kris yang melalui koridor demi koridor sekolah “Dasar anak malas, astaga kapan anak itu bisa sembuh dari penyakit malas sekaligus pembuat onarnya. Semoga saja anakku tidak mewarisi sifat Kris yang nakal itu..”

Kris sendiri tak tahu kemana sepasang kaki yang kini membawanya pergi, tahu-tahu ia berada di tempat tinggi lapang yang berangin kencang, menerbangkan anak rambut miliknya –diatap- angin sepoi-sepoi dingin dimusim semi, hari kedua puluh.

‘Kris Wu, kalau kau tidak pernah berniat mengerjakan tugasmu disekolah, bagaimana mungkin kau akan menjadi siswa yang pintar dan lulus dengan nilai memuaskan?’

‘Kris. Kau tahu kalau Taerin kekasih Suho, jadi jangan sekali-kali mendekati gadis itu walaupun katanya Taerin sudah berkali kali mengatakan padamu jika Taerin tidak pernah mencintai Suho. Hey cobalah berpikir, mana mungkin hubungan tanpa cinta itu berjalan hingga dua tahun lamanya? Jangan bodoh Kris Wu!’

‘Ayah sangat kecewa dengan kelakuanmu Kris, kau anak pria satu-satunya yang Ayah harapkan untuk memimpin perusahaan Ayah kelak di kemudian hari, tetapi jangankan mewujudkan keinginan Ayah, kerjaanmu setiap hari hanya berbuat onar dan kebut-kebutan. Ya Tuhan dosa apa yang sudah aku lakukan hingga anakku sendiri seperti ini..’

Untaian kalimat-kalimat itu terus berdelusi di dalam pikiran Kris. Membuatnya pusing setengah mati jika terus dipikirkan -walau sebenarnya Kris juga berusaha keras untuk menepisnya, anehnya pemikiran itu datang lagi seperti virus.

“Aku sering sekali melihatmu kemari, kau sepertinya sedang banyak masalah..”

Kris menoleh dengan raut yang sebisa mungkin nampak datar, namun tak lama dahinya ikut mengernyit ‘Bagaimana dia tahu?’

“Terkadang aku menangis jika masalah-masalah itu membuatku sedih sekaligus menguasai pikiranku. Tapi aku tahu kau pria sejati yang pantang melakukan hal itu, kau juga bisa melakukan hal lain selain menangis..”

“Seperti?” Kris merutuki bibirnya yang berbicara sendiri tanpa disuruh ‘sial’

Gadis berkulit pucat itu menatap kakinya yang bergerak bebas diantara atmosfir sambil tersenyum “Kau boleh menceritakan apa yang ingin kau ceritakan pada orang yang kau anggap percaya. Tidak ada salahnya kan, membagi masalah dengan orang lain?”

Kris mengatupkan bibir marunnya. tatapan mata elangnya terarah pada deret gedung pencakar langit dikejauhan. Ia bukannya mengabaikan ucapan siswi tidak dikenal ini, hanya saja ia sedang mencerna penuturannya baru saja, memang ada benarnya juga karena selama ini Kris terlalu pendiam -atau dengan kata lain memendam semua masalahnya sendirian.

Tapi tunggu, siswi ini siapa? Perasaan selama bersekolah hampir tiga tahun di bangku SMU ini ia belum pernah sekalipun menjumpai siswi ini, lalu siapakah siswi ini sebenarnya dan dari mana datangnya -yang Kris tahu siswi ini sudah berada di sampingnya, terduduk dengan kaki berayun diantara udara kosong dengan senyum tipis dibalik rambut panjang tertiup angin

“Kau siapa?”

Gadis itu menoleh pada Kris, tersenyum “Panggil saja aku mocca..”

“Mocca?” Kris semakin tidak mengerti dengan pembicaraan gadis aneh ini

“Ya mocca..perpaduan antara kopi dan coklat. Panggil saja aku mocca karena aku menyukai rasa mocca”

Kris sebenarnya masih tidak mengerti namun dia menahan diri untuk bertanya lebih lanjut –lagipula bukan urusan dirinya bukan?

Gadis bernama ‘Mocca’ melirik Kris yang memejamkan mata merasakan semilir angin yang menerbangkan anak rambutnya, membuat tidak beraturan -yang entah mengapa justru semakin membuat Kris semakin mempesona ditempa cahaya matahari, tidak seperti dirinya yang diselimuti kabut kelabu

“Apa kau menikmati hidupmu saat ini?” Mocca membuka pembicaraan kembali ketika suasana begitu hening -ia membenci keheningan karena terlalu lama terjerat di dalamnya. Kris menggeleng, belum mengeluarkan suara.

“Dahulu Aku juga sama sepertimu, bersikap seolah membenci kehidupan, membenci takdir ataupun segala hal yang terjadi di dalam hidup. Ya seperti itulah”

Menit selanjutnya, Kris mulai penasaran dengan kelanjutan cerita ‘Mocca’ yang ternyata tidak jauh beda dari dirinya, Kris seolah menemukan seorang yang mengerti jalan pikirannya yang terkadang kaku ataupun tidak sejalan dengan pemikiran kebanyakan orang -seperti bertemu Kris kedua

“Tapi itu dulu saat aku masih hidup sama sepertimu, saat ragaku dapat bergerak bebas melakukan apapun yang kuinginkan. Saat ini hanya ada penyesalan yang menghantuiku, penyesalan karena aku baru menyadari jika Tuhan menganugerahi hidup yang begitu istimewa untukku. Semua yang kulakukan dulu hanyalah pemikiran keegoisan dan napsuku sendiri, aku tidak benar-benar menikmati hidupku sendiri, aku belum mengetahui apa saja arti hidup yang sebenarnya.. ”

Kris membuka mata perlahan, menoleh pada Mocca dengan berbagai pertanyaan yang memenuhi pemikirannya -dalam tingkat penasaran yang lebih tinggi dari sebelumnya “Lalu apa yang terjadi dengan dirimu sekarang?” kali ini Kris membiarkan bibirnya kembali bertanya tanpa memperdulikan kegengsian lagi

Mocca tersenyum getir “Aku menyesal. Aku berharap Tuhan memberiku kesempatan hidup yang kedua untukku bila ia berbaik hati. Tapi bilapun tidak, aku tetap akan berterima kasih karena ia memberiku begitu banyak pelajaran yang dapat kupetik selama ini. Kris~ssi aku tidak ingin dirimu melalui hal menyakitkan sepertiku, sejahat apapun kehidupan, sebanyak apapun masalah yang datang, aku percaya kalau kau sebenarnya orang yang mampu menghadapinya, aku yakin kalau kau orang yang lebih tegar dari aku..”

Kris terdiam sebentar, memberi jeda untuknya berpikir hingga kembali bertanya “Mengapa kau sangat percaya padaku?”

Mocca mengangguk “Kau adalah dirimu sendiri, kau pemilik ragamu sendiri dan kau adalah pemeran utama dari hidupmu sendiri, tak ada alasan untuk tidak mempercayai dirimu sendiri. Kau hanya perlu meyakini sekaligus percaya bahwa kau bisa berubah dan menunjukkan pada mereka kalau kau bukanlah pecundang, kau juga bisa diandalkan” mocca tersenyum ringan setelahnya

Kris menatap manik kelabu Mocca dalam diam, berusaha mengerti ataupun mempelajari bagaimana gadis manis ini memiliki pemikiran dalam, diluar perkiraannya. Seorang dengan kulit pucat yang entah mengapa Kris merasakan kenyamanan yang semakin lama membuatnya tidak ingin beranjak dari tempatnya kini “Tapi tunggu, bagaimana kau tahu namaku?”

 

♬•♬

Rumah bak istana yang memiliki luas beberapa hectare dilengkapi fasilitas lengkap seperti lift, ruang olahraga, ruang karaoke, kolam renang, sauna, ruang khusus tamu serta berbagai ruang lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Rumah yang terlihat sangat menarik namun juga terasa hampa dan kosong di dalamnya. Sama seperti Kris , rumah besar ini terasa kaku tatkala rentetan suara dua orang pria yang berdebat dengan pandangan menusuk satu sama lain saling mendominasi

“Sudah ku peringatkan berapa kali untuk menghentikan acara kebut-kebutanmu Kris Wu! Ku pikir kau cukup dewasa untuk membedakan mana yang baik dan buruk”

Kris menarik napasnya lelah “Aku tahu dan sekarang aku lelah, aku ingin tidur. Selamat malam” Kris berlari kecil menaiki tangga

Mocca mengamati punggung Kris yang menghilang dibalik pintu besar kayu hingga ia beralih pada Ayah Kris yang masih berdiri di tempatnya dengan tangan terkepal dan sosok wanita setengah baya berwajah rupawan yang menghampiri ayah Kris , berusaha menenangkan “Tenanglah Sungwoon~ah, percuma kau terus memarahinya kalau Kris semakin getol mengikuti balapan liar. Aku yakin suatu hari nanti Kris bisa berubah, dia akan menjadi pria yang baik”

Sungwoon menghela “Tapi kapan hari itu tiba Haera? Sepertinya kesalah pahaman dimasa lalu benar-benar mempengaruhi kehidupan Kris, sungguh aku tidak berniad membandingkannya dengan sahabatnya Kim Suho”

Ibu Kris mengangguk sembari mengusap punggung suaminya yang nampak bergetar “Aku mengerti suamiku, kau melakukan itu agar Kris tergugah dan ia juga bisa unggul seperti Suho. Esok-esok aku akan memperingatkan Kris, sekaranglah istirahatlah. Hari ini pekerjaanmu banyak sekali di kantor”

Mocca meninggalkan sepasang suami istri tersebut. Ia beranjak menghampiri kamar Kris dimana pria itu tengah tertidur dengan damai ‘Walaupun aku hanya seorang arwah, aku juga pernah merasakan bagaimana kehidupan sepertimu Kris ‘

Mocca terduduk di atas meja belajar Kris, mengamati kamar luas bercat biru pastel yang nampak nyaman. Berbeda sekali dengan kamar sempit miliknya yang sangat sederhana bahkan jauh dari kata nyaman jika saja ia boleh berargumen “Kris seharusnya kau bersyukur dengan apa yang kau miliki saat ini”

Pria itu membuka mata perlahan namun tak lama ia menutupi tubuhnya dengan selimut “Bagaimana kau bisa disini?”

Mocca melipat tangannya diatas dada “Kau lupa jika aku seorang arwah? Tentu saja aku bisa ke tempat manapun yang aku mau bodoh!”

Kris mendengus seraya memutar bola mata “Jangan ikuti aku, pergilah!”

Mocca tidak menggubrisnya, toh hanya Kris yang bisa melihatnya “Kris seharusnya kau bersyukur dengan apa yang kau miliki saat ini”

“Apa maksudmu?”

“Kau memiliki keluarga yang utuh, kau memiliki rumah yang besar seperti istana, kau memiliki masa depan yang cerah, kau memiliki banyak teman. Apa lagi yang kurang?”

Kris melirik mocca dengan sinis “Kau tidak tahu apapun tentangku!”

Mocca tersenyum kecil “Setidaknya kau tidak harus berjuang apakah kau akan hidup atau mati hari ini, seperti aku”

Kris membalikkan tubuhnya menghadap mocca yang masih terduduk di atas meja. Sungguh ini adalah pengalaman paling unik sekaligus aneh dimana Kris mampu berbincang dengan seorang arwah, awalnya Kris malah berpikir kalau dia manusia seperti lainnya dan bukan arwah.

“Maksudnya tubuhku sedang terbaring di atas ranjang rumah sakit, terhitung sepuluh hari sampai hari ini. Kapanpun aku akan menemui ajalku Kris , tetapi sebelum Tuhan menjemputku aku ingin melakukan satu kebaikan pada orang lain agar aku tidak mati dengan menyesal”

Terdiam. Kris semakin terenyuh, dalam hati terbersit rasa penyesalan serta teka-teki yang berusaha ia pecahkan sedari awal saat berada di atap sekolah tadi, samar-samar jawaban yang ia inginkan mulai terpikir dalam otaknya

“Tidak semua orang bisa melihatku, mendengar ataupun merasakan kehadiranku. Kau orang istimewa yang Tuhan utus untukku, seperti itulah kurang lebih”

Kris masih terdiam. Sungguhnya ia ingin bertanya ataupun mendengarkan suara mocca lagi -jika saja matanya tidak mengantuk seperti saat ini, sehingga Kris memutuskan untuk tidur

 

♬•♬

“Mocca cepat kau lihat apa saja jawaban Suho dilembar jawabannya itu!” Kris berbisik lirih pada mocca yang terduduk di sampingnya -dikursi yang kebetulan kosong. Dan Mocca menggeleng, tidak menyetujui ucapan Kris

“Seharusnya tadi malam kau belajar bukannya pulang malam seperti itu!”

Kris mendesis “Sudahlah tidak usah banyak bicara, sekarang cepat kau pergi ke bangkuny,a sebentar lagi waktunya habis!”

Mocca menghela lalu melayang ke bangku Suho dengan raut setengah tidak ikhlas, dikejauhan Kris menunggu dengan raut cemas. Dan Sebuah ide terlintas di pikiran mocca, ia melihat jawaban Suho lalu memberikan kode pada Kris -yang tanpa berpikir panjang langsung menyalin di atas lembar miliknya ‘Kau harus diberi pelajaran Kris Wu’

Dan selang waktu berjalan, Kris berhasil menyelesaikan ujiannya dengan bantuan Mocca yang kini sedang terduduk diatas lemari tinggi disudut kelas setelah sebelumnya mendengar ucapan Kris yang membuatnya menahan tawa “Kali ini nilaiku pasti bagus dan kedua orang tuaku tidak akan meremehkanku lagi!”

Mocca yakin tentu saja jawaban Kris akan salah semua, dapat dipastikan Kris akan mendapat nilai buruk lagi. Mocca tidak ingin Kris terbiasa melakukan hal tak terpuji lagi, pria itu harus meninggalkan kebiasaan buruknya agar tidak menyesal seperti dirinya

 

♬•♬

Kris melempar ransel dengan tatapan marah bercampur sebal dan kecewa, ia melepas dasi dan melemparkan juga ke sembarang tempat “Kris Wu Ayah bosan melihat nilai O besar di kertas jawaban ulanganmu, mulai sekarang semua fasilitas yang kau punya akan Ayah cabut dan berusalah sendiri dari sekarang!”

Kris tentu saja kesal setengah mati, Ibunya juga tidak membela -terkesan menyetujui keputusan Sungwoon untuk menarik segala fasilitas Kris. Mocca melihat segala reaksi Kris dari atas lemari pakaiannya, bagaimana Kris melempar tas, dasi bahkan sekarang pakaian

“Aku tidak percaya denganmu lagi! kau pembohong, munafik, omong kosong dan aku tidak ingin melihat wajahmu lagi mulai saat ini. Pergilah!” Kris berkata setengah berteriak

Mocca belum bergeming hanya menatap Kris sendu “Maaf..Aku tidak berpikir sejauh ini, lagi pula ini juga kesalahanmu. Seharusnya kau belajar, bukan mengandalkan orang lain. Kau tahu? Semua hal tidak bisa dicapai dengan mudah tanpa usaha dan kerja keras-”

“Cukup!” Kris membentak dengan wajah memerah “Aku tidak peduli, masa bodoh dengan itu semua. Kalau kau tidak pergi aku yang akan pergi!”

Mocca mendesah “Arraseo aku yang akan pergi. Mianhae..” sesalnya lantas menghilang

Kris menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, ia memejamkan mata sejenak sembari memijat pelipis yang terasa pening. Bagaimana mungkin Sungwoon tega mencabut semua fasilitas Kris seperti kartu kredit, Audy X4 dan motor ninja yang biasanya ia bawa ke sekolah? Lalu setiap harinya Kris akan menerima uang saku harian yang cukup untuk makan disekolah dan biaya pulang pergi dengan bus.

Jika saja Kris tidak mempercayai arwah itu tentu nilainya tak akan seburuk ini -tapi Kris tidak bisa menyalahkan mocca juga karena ini juga kesalahannya. Kris terlalu malas membuka buku pelajaran, untuk meluangkan beberapa waktu demi belajar sebelum ulangan “Apa jika aku belajar nilaiku akan membaik dari sebelumnya? Aku bosan mendengar suara Ayah yang membuatku pusing dan aku semakin membenci Suho karena Ayah terus menyanjungnya, memangnya anak Ayah itu siapa? Aku atau Suho sih?” Kris geram, ia mengacak-acak rambutnya yang sudah kusut tak beraturan

“Aku harus membuktikan kalau Ayah juga bisa memujiku!” Tekadnya

Mocca yang mendengar dari balik kelambu tersenyum senang ‘Kau pasti bisa melakukannya, Kris ‘

 

♬•♬

Bus melaju dalam kecepatan sedang setelah meninggalkan halte yang berdiri kokoh dibelakang sana. Kris melangkah dengan canggung, mengedarkan pandangan ke penjuru bus dan tersenyum kecil ketika mendapati bangku kosong di sudut belakang “Selamat pagi Kris Wu!”

Kris menoleh ke sumber suara namun begitu mengenali siapa yang menyapanya, ia kembali berpura-pura acuh

“Hey kau masih marah pada mocca?” Arwah itu berdiri di depannya sambil satu tangan bergelayut pada pegangan, seolah ia masih menjadi manusia yang membutuhkan pegangan agar tidak terjatuh. Kris masih terdiam dengan pandangan yang tertuju keluar jendela

“Arraseo kau masih marah, kau sangat kekanakan sekali Kris-ah. Aku bertaruh kau pasti akan merindukanku suatu hari nanti”

“Ya! Jangan mimpi” Kris berujar namun buru-buru ia merutuki sikapnya karena beberapa penghuni bus menatapnya aneh ‘berbicara sendiri seperti orang gila’

Mocca yang melihat itu hanya tertawa kecil “Kau benar Kris , itu memang mimpiku -bisa hidup lagi”

Kris kembali berusaha mengabaikan, walau sebenarnya Kris juga mendengar ucapan mocca ‘Apa benar tubuhnya terbaring? Apa gadis ini bisa hidup seperti dulu lagi?’

“Kris Wu kenapa kau diam saja? Kau harus turun di halte ini!” Suara Mocca menghamburkan lamunan singkatnya

Kris segera turun sambil berjalan kecil ke gerbang sekolah, beruntung juga karena letak halte dan sekolahnya berdekatan dan ia tidak perlu membuang energi terlalu banyak “Kris Wu! Kris~ah” teriak seorang siswi dari kejauhan sambil berlari lalu menepuk pundaknya

“Eoh Taerin~ah wae?”

Taerin mensejajarkan langkahnya dengan pria jangkung itu “Sepulang sekolah ada yang ingin ku katakan padamu!”

Kris terdiam menimang tawarannya, ia juga harus memutuskan segalanya sebelum masalah ini menjadi semakin pelik “Geurae ada yang ingin ku katakan juga!”

“Tapi..kulihat kau tidak membawa motormu hari ini?”

Kris tersenyum canggung sembari menggaruk tengkuknya “Ne motorku sedang rusak”

“Cih pembohong bilang saja yang sejujurnya!” Celetuk mocca yang berdiri di sampingnya

Kris mendesis “Jangan ikut campur!”

“Apa aku salah bicara?” Taerin berkata dengan raut kebingungan

Kris -kembali- merutuki kebodohannya, melupakan kalau mocca seorang arwah- “Aniyo, baiklah nanti hubungi aku lagi selepas sekolah” tuturnya lalu berlari kecil meninggalkan Taerin yang masih nampak kebingungan

♬•♬

“Hey suho-si bagaimana kabar sahammu hari ini?” Chanyeol bertanya -sok formal- disela-sela mereka menunggu bel masuk. Suho sedang memainkan gadgetnya dengan serius

“Masih baik, sahamku baru saja naik 2% lima menit yang lalu”

“Woah daebak Suho~ya seharusnya kau sudah menanggalkan seragammu dan hidup kaya raya dengan saham-sahammu itu!” Kali ini Baekhyun menyahut dengan raut kagum karena kepiawaian suho dalam berbisnis saham di dunia maya pada usia yang baru menginjak tujuh belas tahun

“Apa lagi yang kurang darimu?” Baekhyun mengamati suho dari atas sampai bawa, meneliti dengan seksama “Kau tampan, kaya raya, pintar, juara kelas, pialamu sangat banyak, kau sudah menghasilkan penghasilan sendiri, kau memiliki kekasih yang populer dan apa lagi yang kurang darimu?”

Suho tertawa dengan malu-malu, menurutnya Baekhyun terlalu berlebihan -walau sebenarnya hal itu fakta- “Hay Kris~ah kebetulan sekali kau tidak terlambat hari ini?” Suho bertanya dengan ramah seperti biasanya

“Kelemahannya, suho lebih pendek dari tinggiku!” Kris mengabaikan sapaan suho dan menjawab sapaannya dengan celaan

Baekhyun dan Chanyeol menahan tawa sedangkan Suho berusaha menyembunyikan emosinya dibalik sikap tenangnya -seperti kebanyakan pria bergolongan darah AB-. Kris menyeringai acuh sambil memasuki kelas

“Kau tidak boleh seperti itu Kris ! Sikapmu keterlaluan sekali” mocca kembali berbicara

“Bukankah memang benar? Tinggi Suho hanya sebatas hidungku saja” Kris menyahut dengan santai

Mocca menggeleng “Jika kau tidak ingin diremehkan orang lain, berhentilah bersikap buruk pada orang lain. Kau hanya cemburu karena Suho memiliki sesuatu yang ingin kau dapatkan juga kan? Kalau kau ingin seperti dirinya, berusahalah untuk mendapatkan dengan kerja keras”

Kris mengatupkan rahangnya, ia marah tetapi perkataan mocca semuanya benar -Kris memang terlalu gengsi mengakui kesalahannya sendiri

 

♬•♬

Kepulan asap hangat frappucino dan caramel machiato mengepul di udara sekitar mereka. Suasana masih hening sejak kedua cangkir minuman itu tiba. Kris berdeham, memecah keheningan “Apa yang ingin kau katakan Taerin~ah?”

Gadis cantik berambut sebahu itu menatapnya sebentar sebelum kembali menunduk “Bukankah ada yang ingin kau sampaikan juga?”

“Kau duluan saja!”

Taerin menarik nafas sejenak “Aku ingin putus dengan Suho!” ucapnya to the point “Aku rasa aku tidak mencintainya lagi Kris, seperti yang pernah ku katakan padamu dulu -aku hanya mengingatkanmu..”

Dahi Kris mengernyit, begitupun mocca yang terduduk di samping Kris nampak penasaran dengan pembicaraan mereka selanjutnya. Sebenarnya Mocca merasakan sedikit ketidak relaan kalau-kalau Kris juga menyukainya, mengingat Mocca juga mengetahui sekelumit kisah mereka “Kau yakin dengan perasaan sekaligus keputusanmu Rin~ah?” Kris bertanya dengan hati-hati

Taerin mengangguk, memberanikan diri menatap Kris yang juga serius menatapnya. Dalam hati Kris tersenyum ‘Daebak! Suho sangat mencintai Taerin dan Taerin ternyata menyukaiku? Aku bisa saja membalas dendam pada Suho dengan mengambil Taerin darinya, pasti sangat menyenangkan lebih unggul dari Suho dengan membuat hatinya hancur!’

“Bagaimana dengan perasaanmu sendiri Kris ~ah?” Taerin bertanya.

Tiba-tiba saja perkataan mocca terngiang di pikirannya ‘Jika kau tidak ingin diremehkan orang lain, berhentilah bersikap buruk pada orang lain. Kau hanya cemburu karena Suho memiliki sesuatu yang ingin kau dapatkan juga kan? Kalau kau ingin seperti dirinya, berusahalah untuk mendapatkan dengan kerja keras’

“Kris kumohon jujurlah pada dirimu sendiri, kau harus berkata yang sebenarnya pada hatimu” kali ini mocca angkat bicara

Kris menoleh padanya, mocca hanya mengangguk “Hidup dalam kebohongan akan membuatmu terperangkap ke dalamnya” lanjutnya

Sekali lagi hati kecil Kris membenarkan kalimat mocca, ia tidak bisa membalas sesuatu dengan cara tidak etis seperti ini “Taerin~ah aku minta maaf. Aku tidak memiliki perasaan apapun padamu -aku hanya menganggapmu sebagai teman dan aku menghormati Suho sebagai temanku juga. Jika kau memang tidak menyukai Suho seharusnya kau tidak perlu berpura-pura seperti ini, sesuatu yang sebenarnya menyiksa dirimu sendiri. Kecuali jika kau membuka hati pada temanku yang sempurna itu, aku sangat yakin kau akan lebih bahagia dengannya. Sekali lagi aku minta maaf” Kris menyesap frappucinonya sebelum meninggalkan Taerin yang masih terdiam dengan raut terkejut

“Kau berkata dengan benar Kris, aku senang kau bisa jujur dengan dirimu sendiri!” Mocca memekik gembira -hari ini Kris naik satu tingkat lebih baik dari pada hari itu.

Kris hanya menaikkam bahunya acuh tak acuh, jujur saja perkataan Taerin masih menggema dalam hatinya ‘-aku hanya mencintaimu’

Kris sendiri tidak memiliki perasaan apapun pada Taerin seperti yang telah ia utarakan sebelumnya, mereka bertiga -Suho, Taerin dan Kris- sudah berteman sejak lama dan sebenci apapun Kris kepada Suho karena pria itu memiliki semuanya -Kris berjanji tidak akan membiarkan persahabatannya hancur karena masalah ini.

“Kris ~ah kau masih marah padaku? Aku minta maaf..aku benar-benar minta maaf”

Kris menoleh sambil mengangguk “Gwenchanayo..”

“Kau tidak marah padaku lagi?”

“Aku akan mempertimbangkan hal itu” Kris menahan tawa namun ia melihat dengan tatapan jenaka

Mocca mendesis seraya memukuli bahu Kris membabi buta “Ah aku lupa kalau tidak bisa menyentuhmu”

“Kau ingin menyentuhku?”

Gadis itu menatap soket hitam Kris seraya tersenyum tulus “Ya..suatu hari nanti kalau Tuhan masih mengizinkanku hidup” lirihnya

Terbersit perasaan sedih pada hati Kris kalau-kalau gadis aneh ini tidak sempat ia lihat kembali dalam wujud nyata, bagaimana jika Mocca pergi sebelum Kris bertemu dengannya lagi dalam bentuk manusia seutuhnya? Perasaan takut kehilangan datang perlahan walau Kris berusaha mengabaikan kehadirannya.

Karena Ketika kau mengabaikan sesuatu, hal yang kau abaikan akan semakin menjadi pusat perhatianmu, sadar atau tidak.

Bus yang Kris tumpangi berhenti di halte terdekat menuju rumah Kris, pria itu melangkah ringan menyusuri jalanan malam hari ditemani semilir angin dingin yang terasa menyejukkan

“Sejujurnya aku melupakan namaku sendiri..”

Kris menunggu penuturan mocca selanjutnya “Tahu-tahu aku sudah melihat tubuhku tergeletak di jalanan kosong, aku ingin menangis kalau membayangkan hal itu -saat tubuhku mengalirkan darah yang membuat jalanan aspal hitam itu menjadi merah, aku mencoba memasuki tubuhku sendiri tetapi tidak bisa -seperti ada sesuatu yang menghalangiku. Aku tidak mengerti mengapa melupakan namaku sendiri, tetapi aku masih mengingat sebagian kecil ingatan sebelum aku keluar dari tubuhku sendiri. Rasanya sangat menakutkan melihat tubuhku sendiri tergeletak seperti itu”

“Kau mengalami kecelakaan?”

Mocca terdiam beberapa saat, memberi jeda sebelum melanjutkan “Sepertinya begitu. Malam itu aku kabur dari rumah karena Ayah kembali memukul ibuku -kedua orang tuaku selalu bertengkar, Ayahku seorang penjudi, dia selalu merampas uang kami bahkan uang yang sengaja aku dan ibu tabung untuk membiayai pendidikan adikku. Aku tidak mempermasalahkan jika aku tidak sekolah lagi tetapi hal itu tidak boleh terjadi pada Saera adikku, dia harus mendapatkan pendidikan yang tinggi serta menjadi orang yang berhasil suatu hari nanti..”

Mocca menghela pelan -dadanya terasa sesak tiap kali mengingat bagaimana kerasnya ia menjalani kehidupan, bagaimana kepingan masa lalu itu kembali hadir merusak hatinya “Saat itu aku baru saja dipecat dari sebuah department store karena dituduh mencuri dompet seorang ibu -sumpah demi Tuhan aku tidak melakukan itu, justru aku yang menemukan dompet itu tergeletak di sudut tempat sampah, temanku memfitnah dengan mengatakan aku pencurinya. Perasaanku hancur saat Ahjusshi memecatku dan aku semakin hancur saat melihat ibuku jadi sasaran kekesalan Ayahku lagi, aku tidak tahu ingin kemana karena aku terus berlari sambil menangis malam itu. Semua terjadi begitu cepat saat tubuhku terhempas begitu keras, tahu-tahu aku sudah seperti ini..yah begitulah hehehe”

Sepanjang jalan bahkan hingga sampai di dalam kamar Kris, cerita itu baru selesai, pria itu bersandar di atas ranjang memandangi gadis bersurai panjang yang berdiri menatap langit malam dari balik kaca besar yang menampilkan pemandangan langit malam. Kris mengerti mengapa Mocca pernah menanyakan apakah dirinya tidak menikmati hidup, gadis inipun bahkan memiliki kisah yang lebih menyakitkan dari Kris , lalu mengapa Kris tidak bersyukur dengan segala hal yang ia miliki?

Kris mengenyam pendidikan di sekolah ternama tanpa harus memikirkan biaya yang mahal, ia memiliki kedua orang tua yang rukun namun karena sikap berandalnya mereka jadi sering bertengkar, Kris tidak pernah kesulitan dalam hal financial. Semua kebutuhan terpenuhi bahkan Kris mendapatkan lebih, lalu apa yang membuatnya melakukan hal-hal yang sebenarnya sebuah kesia-siaan? Mengapa Kris tidak bersyukur dengan nikmat Tuhan yang diberikan lebih untuknya? Dibandingkan dengan kehidupan mocca yang serba menderita?

“Aku menyesal Kris ~ah..aku sangat menyesal..”

Raut Kris berubah sendu tatkala ia menghampiri gadis yang masih setia menikmati langit malam dengan raut sedih “Apa kau ingin melanjutkan hidupmu?” Kris bertanya “Walau hidupmu menderita seperti itu?” tambahnya

Mocca mengangguk “Kalau aku pergi, bagaimana dengan ibu dan Saera? Aku berjanji akan bekerja lebih keras lagi, aku tidak ingin membuat mereka bersedih lebih lama lagi, aku tidak ingin menyia-nyiakan hidupku lagi. Aku ingin hidup bahagia seperti orang lain, bahagia dalam hal sederhana seperti melihat senyum kebahagiaan mereka dari kedua mataku sendiri”

Kris semakin menyesal, mungkin ia sedang larut dalam penyesalan mendalam karena pernah terbersit dalam pikirannya membenci kehidupan, membenci orang-orang yang datang dalam kehidupannya dan membenci semua hal yang terjadi yang bahkan karena kesalahannya sendiri -Jika saja Kris memiliki keinginan untuk berusaha.

Rasanya Kris begitu ingin memeluk gadis yang diketahui tengah menangis dibalik rambut panjang yang menutupi sebagian lekuk wajahnya, Kris tidak tahu mengapa ia bisa seperti ini -tetapi saat ini Kris seolah turut merasakan kesedihan sekaligus kepahitan tiap kali mendengar suara Mocca yang menyayat pilu

“Kris~ah kalau aku pergi, tolong sampaikan salamku untuk kedua orang tuaku” ujarnya dengan suara bergetar hingga sebuah titik air mata lolos dari kedua soket hitamnya tatkala menghadap Kris “Katakan pada mereka jika aku sangat mencintai mereka, aku ingin melihat mereka bahagia suatu hari nanti kalau-kalau aku tidak bersama mereka lagi…”

“Kenapa kau jadi putus asa seperti ini? Kau bilang kau menyesal, kau bilang kau ingin hidup lagi. Tapi apa? Kau sudah menyerah? Kau sudah lelah hidup seperti ini?” Suara Kris meninggi terdengar seperti bentakan

“Aku hanya… tidak ingin berharap terlalu banyak, aku merasa lelah setiap harinya Kris. Kalau aku terlalu berambisi akan hidup namun kenyataan berkata tidak, itu sama saja sia-sia bukan?”

Rahang Kris mengeras disusul kedua soketnya memerah -ia tidak tahu mengapa ingin menangis dan menjadi begitu melankolis malam ini tiap kali mendengar, melihat, merasakan kehadiran Mocca. Kris menjadi begitu emosional saat ia bahkan tak bisa melakukan satu halpun demi membantu Mocca.

Tangan gadis itu terulur ke atas, berusaha menyentuh wajah tegas Kris yang tengah menatapnya dalam. Mengabaikan kenyataan jika Mocca tak akan pernah merasakan kelembutan wajah milik Kris yang membuatnya merindu, sebelum akhirnya bayangan itu lenyap dari pandangan Kris. Menyisakan perasaan kebingungan, kehilangan, ketidak relaan serta sebaris kalimat yang ingin sekali Kris ucapkan sebelum Mocca pergi begitu saja seperti malam ini “Saranghae”

 

♬•♬

Semenjak hari itu Kris tidak pernah bertemu mocca kembali baik di atap sekolah, di rumah dan disegala penjuru tempat yang Kris lewati. Dia seolah hilang ditelan bumi, kehadirannya menghilang tanpa jejak.

Kris merasakan sesuatu yang kurang walaupun ia berusaha menepis perasaan hampa itu dengan mencoba belajar ataupun sekedar membaca buku karena ulangan semester telah tiba -saat paling tepat untuk membuktikan kepada kedua orang tuanya kalau Kris mampu mendapatkan nilai diatas rata-rata.

Hubungan Kris dengan Taerin juga tetap membaik pasca pertemuan mereka beberapa waktu lalu, Taerin juga telah mengatakan semuanya kepada Suho -pria itu terkejut namun ia tetap berusaha mempertahankan hubungan mereka agar tidak berakhir begitu saja.

Sabtu pagi ini adalah hari terakhir pekan ulangan semester ditutup dengan mata pelajaran Biologi di jam terakhir. Kris tersenyum kecil menatap deretan soal dilembar kertas sambil memulai mengerjakan soal-soal tersebut

“Hey kau terlihat percaya diri sekali hari ini”

Kris menoleh tatkala mendengar suara familyar hingga raut tenangnya berubah terkejut “Mocca?” Ucapnya sambil berbisik, tidak mungkin bukan jika Kris memekik gembira apalagi sampai berteriak -walau sempat terlintas dalam pikirannya melakukan demikian.

Gadis dalam wujud bayangan itu mengangguk sembari tersenyum riang “Kau sedang ulangan, cepat kerjakan sebelum waktunya habis!”

“Kau akan tetap disini?” Kris tidak bisa lagi menyembunyikan raut senangnya saat gadis itu mengangguk sambil terduduk di sampingnya “Aku akan melihat hasil pekerjaanmu, kau harus mendapat nilai terbaik!”

Kris kembali pada pekerjaannya namun kali ini ia seolah mendapat semangat berlebih entah dari mana. Yah, Kris yakin ia akan mendapat nilai terbaik dan membanggakan orang tuanya kelak.

 

♬•♬

“Selama ini aku mencari dimana tubuhku berada..”

Kris menyesap coffe-nya, mereka tengah berjalan dari halte terdekat menuju sebuah rumah sakit di pusat kota “Apa tubuhmu baik-baik saja?”

“Sepertinya Baik –entahlah. Hanya saja aku yang merasa semakin lemah”

Mereka melewati receptionis rumah sakit, memasuki lift “Mengapa bisa begitu?”

Mocca menaikkan bahunya “Mungkin saja karena aku terlalu lama terpisah dari tubuhku, entahlah aku jadi merasa takut..”

Kris terdiam tetapi ia berusaha menyentuh bahu bayangan Mocca “Aku percaya kau gadis yang kuat..”

Mocca mengerjap dengan raut haru, ia ingin sekali menangis tetapi tidak bisa, hanya mampu terdiam. Mereka berdua berjalan menyusuri koridor yang sedikit lengang hingga berhenti di sebuah ruang inap bernomor 106 “Kau akan ikut masuk?”

Kris menggeleng “Aku akan menunggu disini…”

“Gomawo Kris ~ah, terima kasih karena sudah mengantarku hingga kemari..” Mocca mencoba memeluk tubuh Kris walau nyatanya ia tidak akan mampu merasakan kehangatan darinya -sebesar apapun harapan akan keinginan itu. Sedang Kris hanya terdiam walau ia ingin membalas pelukan gadis itu, entah mengapa terbersit perasaan sedih saat Mocca meninggalkannya menuju ke dalam, tatapan mata Kris berubah pias.

Kris berniad duduk sejenak di depan ruang rawat gadis itu namun ia mengurungkan keinginan itu tatkala mendengar jerit tangis dari dalam ruangan mocca. Tangisan yang sarat akan kesedihan bercapur kehilangan yang tidak mampu Kris abaikan

“Jangan meninggalkan kami Lee Jiyeon, eomma tidak sanggup hidup tanpamu!”

“Jadi gadis itu bernama Lee Jiyeon? T-tunggu apa maksud perkataan suara ahjummah itu? Mocca benar-benar telah pergi? Ia sungguh pergi meninggalkan dunia ini?”

“Eonni jangan tinggalkan Saera sendirian, Eonni harus tetap hidup hiks hiks..eonni dulu kau berjanji akan membuatkanku kue tart rasa mocca, rasa kesukaanmu dihari ulang tahunku. Kau melupakan itu huh?”

Kaki-kaki Kris semakin lemas tak mampu menopang tubuhnya tatkala mendengar suara bergetar mereka. Kris mengepalkan kedua tangannya, menahan gejolak bergemuruh yang menimbulkan kesesakan. Kemana perginya udara bercampur oksigen? Mengapa begitu sesak hingga Kris tak mampu menghirup apapun demi melapangkan paru-paru yang seolah terhimpit ditimpa beban?

“Tuhan mengapa semua ini terjadi?”

Kris berlari-lari kecil meninggalkan rumah sakit dengan perasaan hati yang hancur dan ia yakin jika sesuatu di dalam dadanya bagaikan puing poranda “Mocca kau belum mendengarkan pernyataan cintaku tetapi kau sudah pergi? Mengapa Kau pergi disaat kau baru saja datang. Mengapa kau senang sekali membuatku berpikir berlebihan seperti ini, mengapa?”

Semilir angin dingin menyambut langkah Kris yang berjalan gontai di trotoar lengang sore itu. Mocca atau Jiyeon tidak mendapat kesempatan hidup keduanya lagi. Ia pergi disaat matahari hampir terbenam

 

ㆁEpilogㆁ

Semilir angin lembut musim semi menerbangkan rambut hitam Kris yang nampak berantakan dibawa angin. Seperti hari-hari yang selalu berjalan tanpa henti ia kembali kemari, tempat dimana ia dapat membiarkan sepasang kakinya seolah melayang diantara udara kosong, tempat dimana ia dapat merasakan berbagai perasaan sedih, senang, menangis sekaligus tertawa tanpa orang lain tahu karena cukup langit diatas sana yang menjadi saksi bisu.

‘Seorang pria bukan berarti tidak pernah menangis, aku meyakini hal itu. Seorang pria akan menangis jika seseorang yang berarti dalam hidupnya bersedih, sakit atau meninggalkannya disaat ia sangat mencintai pasangannya itu. Jadi kau boleh menangis karena salah satu dari alasan itu Kris ~ah’

Kris memejamkan mata menikmati musik dari ipodnya, terdiam membisu. Bagi Kris, ia kesulitan memberi konklusi apakah kisahnya berakhir dengan bahagia ataupun sebaliknya karena jujur saja ia merasakan dua hal itu sekaligus dalam waktu bersamaan.

Namun dari segala hal yang telah terlewati silih berganti, Kris mencoba mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan padanya. Setiap orang yang datang dan pergi di kehidupan adalah anugerah untuknya dan ia harus mensyukuri hal itu.

“Kris ! Ya Kris Wu!”

Kris menoleh ke sumber suara, tersenyum sebentar sebelum berjalan meninggalkan atap “Jangan melupakan ulangan fisika sesaat lagi! Tunjukkan bahwa kau akan mendapat nilai terbaik lagi dan bravo! Nilai Seratus hahaha..”

“Ya! Park Chanyeol kau berlebihan sekali, traktir aku makan hari ini arraseo? hahahaha”

 

‘Saat kau membuat sesuatu dari campuran kopi dan coklat, kau akan menemukan rasa baru bernama Mocca. Sekuat dan sebesar apapun kau menyukai Mocca, kau tidak bisa menikmatinya berlebihan, kau tidak boleh menggunakannya terlalu banyak karena kau hanya akan merasakan kepahitan. Kau tidak akan merasakan kenikmatan dari Mocca itu sendiri, jadi bila kau takut menakarnya terlalu banyak. Cukup nikmati saja aroma keberadaannya, aku menjamin kau seolah merasakan mocca yang sebenarnya’ ~Paradisa Cardova

 

Ps: Semoga terhibur dan harap tinggalkan jejak berupa like dan komentar ya readers yang baik:)

Annyeong~

 

 


I Love You, Daddy Sehun

$
0
0

i love you daddy sehun
Main Cast            :

  • Oh Sehun
  • Baek Jaeah

Genre                   : romance, marriage life

Length                  : oneshot

Desclaimer          : cerita ini asli dari pemikiran otakku yang mendesak. Ide awal Cuma buat hadiah couple rp aku yang waktu itu ulang tahun yg rl nya 20 tahun makanya tercipta ide kayak gini. Kalau ada yang bilang ini hasil copas, silahkan hubungi aku dan kita selesaikan secara gaya perempuan/?

 

Story begin…

Rintikan air yang kian semakin deras dengan suara petir yang terdengar samar membuat udara kota Seoul yang semenjak sore tadi diguyur hujan menjadi semakin dingin membuat hampir seluruh penduduk kota lebih asyik menghabiskan waktu mereka didalam rumah hanya sekedar untuk menghangatkan suhu tubuh mereka. Sama halnya dengan diriku yang tengah berbaring menyamping didalam kamar. Tersenyum menatap sosok laki-laki yang tengah terpejam dengan nyenyaknya disampingku tanpa terganggu dengan suara petir yang terkadang membuatku sedikit bergidik ngeri. Ia hanya akan menggeliat dan menggerakkan tangannya dengan menggenggam tanganku disaat ia mendengar suara petir. Kutempatkan telapak tanganku di wajahnya, mengusap pelan pipinya mencoba merasakan betapa halus nan hangat kulitnya. Matanya yang terpejam dengan bibir mungil namun sexy, bibir yang setiap hari mendebatku hanya untuk mendapatkan satu buah ciuman. Lagi-lagi aku tersenyum mengingat betapa gigihnya ia meminta maaf padaku saat ia menyadari satu kesalahan yang amat tidak kusukai. Ia berusaha keras untuk menjaga emosinya, mencoba merangkai sebuah kata hanya untuk dilontarkan padaku. Aku sungguh bersumpah jika wajahnya seribu kali lipat lebih manis daripada Chanyeol oppa. Kembali kuusap rambut lebatnya hingga tidak beberapa lama kudapati ia membuka matanya dan mencoba untuk melihatku. Aku hanya tersenyum kearahnya saat ia mengernyit, seolah-olah mengatakan ‘apa yang kau lakukan’.

 

“ kau tidak tidur sayang?” Tanya nya yang jauh lebih terdengar sensual digendang telingaku.

 

“ aku hanya tidak bisa tidur oppa”

 

“ kemarilah aku akan memelukmu hingga kau tertidur pulas, manis”

 

Ia menarikku dan langsung kudekatkan tubuhku. Memeluk tubuh hangatnya, melesakkan kepalaku di dada tegapnya yang terasa hangat untukku. Ia mengusap pelan rambutku dan menepuk pelan punggungku, mencoba untuk menidurkanku layaknya anak kecil.

 

“ oppa”

 

“ hmm?”

 

“ apa kau lelah?” aku tahu ini hanyalah pertanyaan konyol yang jelas-jelas sudah kuketahui jawabannya, hanya saja aku ingin mendengar suara baritonnya yang terdengar sexy itu.

 

“ tentu saja sayang, memangnya kenapa? Apa kau ingin melakukan olahraga malam hmm?”

 

“ jika aku berkata iya, apa yang akan terjadi?”

 

“ aku akan mencumbumu sekarang juga sayang dan membuatmu mendesahkan namaku dengan keras” ia berucap dengan smirk yang terpantri dibibirnya dan dengan mata yang terpenjam.

 

Oh Tuhan, bagaimana bisa ia berfikiran sejauh itu disaat matanya terpejam seperti ini? Tingkat kemesuman pria ini benar-benar sudah akut. Aku mendongakkan kepalaku, menatap matanya yang kini sudah terbuka. Ia menunduk dan mengecup bibirku sekilas dan berhasil membuatku sedikit merona ditengah gelapnya kamar kami.

 

“ apa yang sedang kau pikirkan hingga tidak bisa tidur hmm?”

 

“ tidak ada, aku hanya berfikir jika waktu kebersamaan kita terlalu singkat”

 

“ apa maksudmu sayang?”

 

“ oppa selalu berangkat kekantor pukul 8 pagi bahkan akhir-akhir ini oppa sering berangkat pukul 7 pagi hanya untuk mendatangi rapat dan itu membuatku kesepian setelah kepergianmu. Lalu oppa akan pulang larut malam sekitar pukul 9 malam. Bukankah waktu kebersamaan kita terasa begitu singkat?”

 

Ia menghembuskan nafasnya pelan, memeluk tubuhku semakin erat seolah-olah aku akan pergi meninggalkannya. Ia diam mengabaikan serentetan pertanyaanku dan beralih mencium lembut puncak kepalaku.

 

“ maafkan aku sayang, aku hanya ingin kebutuhan kita tercukupi bersama anak-anak kita kelak”

 

Aku diam, memilih memejamkan mata dibanding menanggapi pernyataan Sehun oppa yang selalu sama setiap aku melontarkan pertanyaan seperti ini.

 

“ sayang”

 

“ hmm” aku hanya berdehem menanggapi panggilannya, terlalu malas untuk bersuara menanggapi pernyataan yang sebentar lagi akan dia lontarkan sama seperti biasanya.

 

“ apa kau marah?”

 

“ tidak”

 

Ia merenggangkan pelukan kami dan menatap wajahku yang terus tertunduk. Aku memejamkan mataku seketika merasakan usapan lembut sebuah tangan, tangan Sehun. Ia mengangkat daguku dan menatap tepat dimanik mataku.

 

“ kau marah hm?”

 

“ tidak, aku tidak marah. Aku mengerti keadaan kita” jawabku berusaha menahan emosi

 

“ aku minta ma-“

 

“ sudahlah, tidak perlu dibahas lagi lebih baik kita tidur. Besok kau harus berangkat pagi jadi lekaslah tidur”

 

Aku menarik selimut lebih tinggi lagi hingga batas leher dan tidur dengan posisi memunggunginya. Bisa ku dengar helaan nafasnya yang terdengar putus asa ditelingaku dan sedetik kemudian dapat kurasakan pelukan hangatnya dipinggangku. Sungguh aku tidak bermaksud mengabaikannya hanya saja moodku mendadak berubah setelah pembicaraan singkat tadi. Aku hanya mencoba menahan emosiku dan bersikap dewasa seperti apa yang ia inginkan.

 

***

 

Pagi yang dingin dengan sinar mentari yang masih enggan untuk menampakkan dirinya, menemaniku berkutat dengan peralatan dapur. Hari ini Sehun oppa akan berangkat pagi sama seperti dua hari sebelumnya hanya untuk mendatangi rapat yang baginya amat begitu penting. Cih, penting. Lebih penting mana aku dibanding saham-saham perusahaannya. Aku bahkan lebih yakin jika ia akan dengan mudah berpaling padaku saat aku bertelanjang didepannya dibanding meladeni para investor berperut buncit dan wajah yang menurutku menyeramkan itu. Aku terlonjak kaget dan hampir saja menjatuhkan spatula saat kurasakan pelukan posesif Oh Sehun.

 

“ kenapa lama sekali hm? Apa kau masih marah padaku, hingga tidak berniat membuat sarapan pagiku?” ia berucap tepat didepan telingaku.

 

“ tidak, aku hanya tidak sengaja memikirkan para investormu yang mendatangi kantor kemarin”

 

“ a..apa?”

 

Ia melepaskan pelukannya dan membalikkan badanku menghadap dirinya. Lihat lah dia, wajahnya mendadak menegang saat menatap wajahku. Aku yakin seratus persen jika didalam otak mesumnya itu sekarang sudah berfikir yang tidak-tidak tentang inverstornya kemarin. Terbesit ide jahil untuk membuatnya ketakutan dengan wajah manisnya itu.

 

“ a..apa maksudmu dengan investorku kemarin? Apa dia menyakitimu?” ia berucap dengan menilik seluruh tubuhku berharap tidak menemukan segores luka ditubuhku.

 

“ bukan seperti itu, tapi investormu kemarin cukup membuatku terpesona oppa. Ya Tuhan ketampanannya bahkan melebihi cinta pertamaku. Ahh aku jadi ingin melihatnya lagi” jawabku berusaha menahan tawaku ketika kulihat waja memerahnya.

 

“ k..k..kau..”

 

“ aku yakin dia pasti type laki-laki yang perhatian dengan istri dan anaknya. Ah dia benar-benar suami idaman. Aku harus mendapatkan tiket sosialisasinya besok”

 

“ YAK!! Kau benar-benar berniat ingin selingkuh didepanku hah”

 

“ siapa yang berniat berselingkuh, aku hanya ingin mendatangi sosialisanya oppa. Pikiranmu benar-benar buruk sekali”

 

“ ucapanmu tadi benar-benar menunjukkan bahwa kau ingin berselingkuh dengan pria itu dan siapa cinta pertamamu itu”

 

“ terserah apa katamu. Kalaupun aku berbicara panjang lebar kau juga tidak akan memperdulikanku, cepatlah berangkat bukankah hari ini kau ada RAPAT PENTING HAH”

 

Aku menekankan tiga kata terakhir dan sedikit melototkan mataku kearahnya, mencoba untuk mengingatkannya bahwa saham perusahaan itu lebih penting daripada diriku. Aku meletakkan nasi goring kimchi diatas meja makan dan beranjak menuju kamar meninggalkan Sehun dengan berbagai ucapan sumpah serapah mengenai sikapku pagi ini. Yah, mungkin aku harus melakukan hal seperti ini dulu untuk membuatnya berada dirumah lebih lama lagi.

 

“ mau kemana kau?” tanyanya seketika mengetahuiku berganti pakaian

 

“ menghadiri sosialisasi mengenai bantuan social yang diadakan Donghae oppa” jawabku santai

 

“ o..o..oppa? yak, sejak kapan kau memanggilnya oppa seperti itu?”

 

“ semenjak aku menemuinya untuk pertama kali dikantor bersamamu itu oppa”

 

“ kau, ya Tuhan andai saja rapat sialan itu tidak diadakan pagi ini, sekarang juga aku akan menelanjangimu dan memasukimu Oh Jaeah” ucapnya frustasi, aku mencoba untuk menahan tawaku seketika mendengar suaranya yang terdengar frustasi itu.

 

“ oh ya? Coba saja. Aku selalu siap untukmu Tuan Oh yang terhomat”

 

“ sial, lama-lama disini membuatku ingin menidurimu juga. Aku berangkat dulu jangan pernah menemui laki-laki selain diriku. Mengerti?”

 

“ mengerti tuan Oh tapi aku tidak bisa menjamin untuk tidak menghentikan jaringan komunikasiku dengan pria lain”

 

“ kau..arghhh”

 

Seketika itu tawaku pecah melihat dirinya keluar dari kamar dengan mengusap kasar wajah tampannya. Akan aku pastikan jika ia tidak akan tenang didalam rapatnya nanti. Ya Tuhan aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya saat ia memimpin rapat nanti, wajah tampannya yang memerah dengan tatapan tajamnya akan membuat siapapun bergidik ngeri melihatnya. Aku tertawa terpingkal seketika membayangkannya, andai saja aku ada disana mungkin akan menjadi tontonan paling seru tahun ini. Aku meraih ponselku diatas nakas dan menghubungi seseorang, seseorang yang pagi ini mungkin saja sudah masuk dalam daftar black list suamiku.

 

***

 

Suasana kantor tampak lebih menyeramkan setelah rapat pagi yang dipimpin oleh CEO muda mereka secara langsung. Bagaikan langit yang tak bersahabat menggelap yang akan menurunkan hujan untuk saat ini dan itulah penggambaran bagaimana perasaan Oh Sehun sekarang bagi Pak Chanyeol. Park Chanyeol, laki-laki berkeperawakan tinggi, berkulit putih dengan senyum khas yang lebih dominan terlihat idiot tersebut sedaritadi hanya diam mengikuti atasannya sekaligus sahabatnya berjalan menuju ruang pribadi atasannya, Oh Sehun. Laki-laki tersebut biasanya akan berceloteh tidak jelas kepada Oh Sehun mengenai gadis bar-bar yang sudah beberapa minggu ini ia kencani dan membuat Oh Sehun ingin rasanya membekap paksa mulut lebar Park Chanyeol. Mungkin kali ini ia mengerti dengan suasana hati atasannya yang lebih muda dua tahun tersebut yang sedang ‘mendung’ dan tidak ingin diganggu. Suara debaman pintu ruang pribadi Oh Sehun tersebut berhasil membuatnya sedikit terlonjak kaget, ia memejamkan matanya sejenak sebelum melihat kekacauan lebih parah daripada yang ini. Dan benar saja dengan apa yang baru saja ia pikirkan jika kekacauan ini sudah benar-benar terjadi pada atasannya sendiri. Chanyeol berani bersumpah jika penampilan Oh Sehun sekarang lebih menyeramkan dibanding singa betina yang terpisah dengan anak-anaknya.

 

“ Sehun-ah…”

 

“ diam hyung aku tidak ingin diganggu” jawab Sehun dengan meletakkan telapak tagannya tepat didepan mulut Chanyeol

 

Chanyeol terdiam, ia hanya mengamati Sehun yang sekarang ini bagiinya tampak seperti ahjuma-ahjuma tetangga sebelahnya saat menonton mellow drama. Ia menolehkan kepalanya seketika mendengar suara pintu terbuka dan mendapati Byun Baekhyun juga tengah menatap Oh Sehun bingung. Laki-laki betubuh mungil dengan tinggi badan terpaut 13 cm lebih pendek dari Chanyeol tersebut berjalan kearah Chanyeol dan duduk disebelahnya tanpa mengalihkan pandangannya dari sosok Sehun.

 

“ apa yang terjadi dengan setan itu?” Tanya Baekhyun nyaris berbisik

 

“ aku sendiri tidak tahu”

 

“ apa dia sedang pisah ranjang dengan Jae?”

 

“ itu tidak mungkin, dia akan terlihat lebih gila jika sampai hal itu terjadi Baek”

 

“ tapi Sehun yang sekarang ini juga tidak kalah gila Park Chanyeol. Apa kau tidak melihat wajahnya yang sedikit-sedikit tampak seperti orang autis dan sedikit-sedikit tampak seperti orang yang sedang step?” seloroh Baekhyun yang lebih terdengar sedang mengatai Oh Sehun. Mungkin jika Sehun mendengarmu berkata seperti itu kau harus bersiap untuk dibuang di Jeolla yang jauh dari pusat kota Baek.

 

“ aku ini tampan, keren dan sexy tapi kenapa kau mengatakan jika ikan badut bantet itu lebih keren dan sexy dariku Oh Jaeah” dan seketika itu Oh Sehun menangis ria yang membuat Baekhyun dan Chanyeol tampak lebih idiot.

 

Oh hell CEO tampan dengan lengan sexy yang banyak dibicarakan dikalangan para wanita ini sekarang tengah menangis karena dikatakan tidak keren oleh istrinya sendiri!! Catat itu dalam sejarah silsilah keluarga Oh jika kalian tidak mau melewatkan moment dimana Oh Sehun menangis ria. Baekhyun dan Chanyeol membulatkan mata mereka menatap Oh Sehun tidak percaya yang sekarang ini tengah menangis dengan memegang figura foto istrinya layaknya para tokoh dipemeran mellow drama. Mereka diam menatap Oh Sehun, diam bukan karena terkejut tetapi diam karena tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk membuat Sehun berhenti menangis ria seperti ini. Setiap mereka mendekat dan mencoba untuk memeluk, Sehun akan melontarkan perkataaan yang membuat mereka seperti seorang tersangka.

 

“ hyung apa yang harus aku lakukan huaa..” ucap Sehun yang berhasil membuat Baekhyun memejamkan matanya sejenak.

 

“ kau harus bersabar dulu Sehun-ah” tutur Chanyeol hati-hati

 

“ bersabar? Ya Tuhan istriku dengan terang-terangan akan berselingkuh didepanku dan kau mengatakan jika aku harus bersabar. Hyung kenapa kau tega sekali padaku huaa”

 

Suara tangisan Sehun kian semakin mengeras setelah mendengar perkataan Chanyeol. Park Chanyeol mungkin kau perlu memikirkan ulang dengan apa yang akan kau katakan nanti sebelum kau menjadi korban pukulan Jaeah jika wanita itu tahu kau yang membuat suaminya menangis. Cukup lama mereka terdiam mendengar Sehun yang masih sesegukan hingga Sehun kini berdiri dan membuat Baekhyun, Chanyeol dan Jondae yang saat itu baru saja memasuki ruangan Sehun begitu terperangah.

 

“ sekarang juga aku akan menciumu dengan penuh gairah Oh Jaeah. Dan… menidurimu hingga tidak bisa berjalan keesokan harinya”

 

Berkas yang tengah Jongdae bawa kini jatuh begitu saja sementara dirinya masih saja menatap kosong Baekhyun dan Chanyeol setelah mendengar perkataan horror CEO tampan mereka, ralat tetapi CEO TAMPAN NAN GILA.

 

“ ya Tuhan setan mesum itu sudah membuat pendengaranku tidak polos lagi” celetuk Jongdae

 

***

 

Oh Sehun berjalan penuh minat kearah Jaeah yang tengah tertawa dengan putra pertama mereka, Oh Jaecho. Langkahnya semakin cepat seketika matanya menangkap sosok objek yang tadi pagi membuatnya tiba-tiba menjadi gila mendadak, Lee Donghae.

 

                ‘ dasar ikan badut bantet jangan harap kau bisa menyentuh istri dan anakku meskipun itu hanya sampai ujung jaripun’ batin Sehun dongkol.

 

Jaeah hampir saja membalas sapaan Lee Donghae jika saja suaminya tidak menarik tangannya secara tiba-tiba dan memberikannya tatapan tajam. Oh bertanda Jae singa jantan tengah terbangun dari tidurnya.

 

“ selamat sore Sehun-ssi” sapa Donghae ramah, laki-laki tersebut ternyata tidak menyadari raut wajah Sehun yang tidak bersahabat kepadanya.

 

“ sore juga. Maaf Donghae-ssi aku rasa ini sudah waktunya untuk pulang. Aku dan istri beserta anakku pamit pulang dulu semoga harimu menyenangkan Donghae-ssi” ‘dan semoga kita tidak berjumpa kembali ikan badut bantet’ batin Sehun

 

Lee Donghae hanya membalas dengan senyuman yang terlihat dipaksakan dan kerutan didahinya. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi pada rekan bisnisnya tersebut yang sekarang ini terlihat seperti orang yang sedang menahan kencing. Satu poin yang dapat kita ambil bahwa Lee Donghae tidak peka dengan raut wajah dan suasana hati Oh Sehun.

 

Sementara itu suasana mobil terlihat hening hanya terdengar suara celotehan anak pertama mereka yang sedang bertelepon ria dengan adik perempuannya, Oh Hani. Jaeah sesekali melirik Oh Sehun yang tampak begitu focus menyetir, wajahnya sedikit memerah dengan tatapan tajam membuat pikirannya sedikit melenceng. Ia menganggap bhwa suaminya sekarang ini tampak begitu sexy sama seperti ketika mereka bercinta ditengah lampu yang redup. Panas, bergairan dan sexy.

 

                       ‘ apa kau sedang marah oppa? Jika kau marah kau bahkan tidak terlihat begitu marah. Kau bahkan seribu kali lipat terlihat sexy dimataku’

 

Jika saja Jaecho tidak bersama kita mungkin aku akan menyuruhmu untuk menepikan mobilnya dan menghimpitmu sekarang juga Oh Sehun, geram Jaeah untuk yang sekian kalinya. Wanita itu sepertinya benar-benar tergoda dengan wajah memerah suaminya sendiri dan mengakibatkan kadar berfikir otaknya sedikit melenceng. Ya Tuhan, sadarlah Oh Jaeah ini bukan saatnya kau untuk memuja dan berfikir aneh-aneh mengenai Oh Sehun. Apa kau tidak merasakan aura mematikan yang terlihat dari wajah suami tampan nan sexy mu ini?

 

“ berhenti menatapku seperti itu Ny. Oh” ujar Sehun yang membuat Jaeah tidak bergeming dari posisinya.

 

Wanita bermata bulat tersebut hanya mengerjapkan matanya dan diam menatap Oh Sehun yang terus saja focus menyetir, mengabaikan decakan kesal yang terus terlontar dari mulut suaminya.

 

“ Yak!!..”

 

“oppa wajahmu memerah” Jaeah menyentuhkan tangannya kewajah Sehun membuat laki-lai tersebut sedikit bingung dengan tingkah istrinya.

 

“ benar, kenapa wajah ayah memerah seperti itu?” lanjut Jaecho membenarkan perkataan ibunya

 

“ hah?”

 

“ oppa sakit? Kalau oppa sakit biar aku yang menyetir”

 

“ tidak perlu, aku ingin kita cepat sampai rumah”

 

Sehun melajukan mobilnya lebih cepat dari sebelumnya. Sekarang yang ia inginkan hanya berbaring dirumah dan menginterupsi istrinya atas kegiatan apa saja yang dilakukan istrinya tersebut hari ini. Jaecho langsung melesat kedaam kamarnya sesampainya mereka dirumah begitu juga dengan Oh Jaeah dan Oh Sehun yang langsung menuju kamar mreka.

 

“ Oh Jaeah kenapa kau membiarkan laki-laki lain menyentuhmu”

 

“ menyentuh? Siapa yang menyentuhku oppa? Aku tidak pernah berhubungan dengan laki-laki lain selain dirimu”

 

“ kau membiarkan Lee Donghae datang kepadamu dan hampir saja menyentuhmu”

 

Jaeah memejamkan matanya sejenak, ia tidak habis fikir dengan jalan pikiran suaminya. Bagaimana bisa Oh Sehun cemburu hanya karena Jaeah berbicara dengan Lee Donghae. Sepertinya pembicaraanmu tadi pagi benar-benar membuat laki-laki yang ada didepanmu sedikit bersikap overprotective Oh Jaeah.

 

“ peraturan baru dirumah ini dan khusus untukmu Oh Jaeah. Kau tidak boleh keluar tanpa seizinku. Jangan berbicara atau menemui seorang laki-laki tanpa seizinku. Jangan membicarakan laki-laki lain disaat kita sedang bersama dan jangan pernah memuja laki-aki lain selain diriku. Apabila kau melanggar peraturan itu yakinlah jika aku akan benar-benar membawamu kedalam puncak kenikmatan dimalam hari dan membuatmu tidak bisa berjalan hingga berhari-hari”

 

Jaeah diam. Wanita itu terlalu terkejut dengan peraturan yang baru saja dilontarkan suaminya. Ia geram, ia kesal tapi ia juga tidak bisa marah. Bagaimana mungkin Oh Sehun menyuruhnya melaukan hal itu. Jaeah menatap kesal Oh Sehun yang melenggang pergi kekamar mandi, sementara dirinya terus saja berkomat-kamit mengucapkan sumpah serapah untuk suaminya tersebut.

 

‘ dasar setan mesum. aku akan benar-benar mengurangi jatah malam pertama kita jika kau melakukan hal-hal yang aneh’

 

***

 

Minggu yang cerah dengan sinar mentari yang tampak begitu bersahabat dengan cuasa hari ini. Aki tersenyum seketika mendapati sosok yang dengan tenangnya tengah membaca Koran paginya ditemani secangkir kopi panas diteras belakang. Aku berjalan menghampirinya, menempatkan tubuhku disampingnya dan bergelanyut manja dilengan kokohnya. Ia tidak bergeming tetapi hanya mengusap pelan pipiku dan melanjutkan acaranya membaca Koran. Aku tersenyum dengan mata terpejam, mencoba untuk mengingat kejadian semalam yang membuatku berhasil merona sendiri. Ok, mungkin ini terlihat gila jika sedaritadi aku hanya tersenyum sendiri mengingat kejadian semalam. Mengingat bagaimana ia memelukku, mencumbuku dengan penuh gairah dan betapa sexy dirinya saat mengerang ketika ia mencapai puncak kenikmatannya. Ya Tuhan kenapa aku menjadi mesum seperti ini? Bahkan aku yakin jika tingkat kemesumanku semakin meningkat setelah kelakuannya akhir-akhir ini. Ya, semenjak kejadian dimana aku mulai dekat dengan Lee Donghae sikapnya berubah menjadi lebih overprotective kepadaku. Ia sering membiasakan untuk berangkat kekantor pukul 8 pagi dan selalu mendatangi sekolah Jaecho hanya sekedar untuk makan siang bersama. Ia juga membiasakan diri pulang tepat pukul 7 malam dan itu benar-benar membuatku memiliki waktu lebih lama hanya sekedar ntuk ‘bermanja’ dengannya.

 

“ kenapa kau tersenyum terus seperti itu hm?”

 

“ eum..tidak, aku hanya..”

 

“ kau tidak sedang membayangkan ikan badut itu kan?”

 

“ oppa, jang berkata seperto itu. Dia bukan ikan badut oppa tetapi dia pengusaha yang tampan” ucapku berbinar

 

“ ish..”

 

Aku menatapnya yang terlihat kesal dengan ucapanku. Hingga tiba-tiba ia menarikku dan menempatkan diriku diatas pangkuannya membuatku sedikit berjengkit kaget.

 

“ oppa..”

 

“ sssttt.. diam sayang”

 

Aku hanya mengerjapkan mataku saat tatapan matanya kini beralih menatap bibir merahku. Tuhan, jangan bilang jika dirinya…

 

“ sayang, mana morning kiss untukku?”

 

“ o..oppa”

 

“ kenapa hm? Kau tidak mau memberikannya padaku?”

 

“ bukan begitu hanya saja…”

 

Pembicaraanku behenti dan tergantikan oleh suara deringan ponsel genggam milikku. Syukurlah, setidaknya aku tidak terhimpit oleh desakan Sehun dan membuat kinerja jantungku lebih cepat dari sebelumnya.

 

“ hallo..”

 

“…”

 

“oh ne, bisa oppa. Akan aku usahakan”

 

Aku menutup sambungan telepon dan kembali meladeni suamiku. Aku terkesiap seketika mendapati Oh Sehun tengah menatapku tajam dan kuyakini ada berbagai pertanyaan yang ada didalam otaknya.

 

“ siapa?”

 

“ eum.. Lee Donghae”

 

“ jangan pernah menghubungi pria itu lagi Oh Jaeah”

 

Aku hanya mengangguk mengiyakan apapun perkataan Oh Sehun mengenai laki-laki bernama Lee Donghae, berusaha untuk tidak menyulut emosi suamiku saat ini.

 

***

 

Sehun mengendarai mobilnya dengan laju diatas rata-rata. Ia tidak memperdulikan keselamatannya saat ini yang ada dipikannya hanyalah Jaeah istrinya. Sejak bangun tidur tadi ia tidak mendapati keberadaan istrinya yang selalu tidur disampingnya. Awalnya ia berfikir jika istrinya tersebut tengah menyiapkan sarapan paginya namun saat ia mencoba menyusul istrinya ia hanya mendapati memo yang tertempel di lemari pendinginnya yang mengatakan jika istrinya harus pergi. Pikirannya berkecambuk antara marah, takut dan khawatir. Khawatir jika istrinya akan meninggalkannya bersama laki-laki lain yang lebih kaya dan tampan darinya. Ia sudah hamper 3 jam mencari keberadaan istrinya namun juga tidak juga menemukannya. Ia mencoba untuk menghubungi istrinya namun hanya suara operator yang menjawabnya. Lee Donghae, hanya ada satu nama yang terbesit didalam otaknya. Orang yang akhir-akhir ini dekat dengan istrinya.

 

“ aku akan benar-benar membunuhmu ikan badut sialan jika kau berani merebut istriku”

 

Sesampainya diperusahaan megah milik Lee Donghae ia segera memasuki gedung tersebut tanpa memperdulikan bagaimana tatapan orang-orang mengenai dirinya yang masih terbalut piyama biru langitnya. Menggebrak pintu sialan ruang pribadi Lee Donghae hongga membuat laki-laki tersebut terlonjak akibat aksi gila Oh Sehun.

 

“ katakan dimana istriku Lee Donghae”

 

“ a..apa maksudmu Sehun-ssi aku tidak tahu maksud dari perkataanmu”

 

“ kau kan yang membawa pergi istriku. Kau juga yang membunyikan istriku dan sekarang dimana keberadaan istriku”

 

“ a..aku benar-benar tidak tahu keberadaan istrimu”

 

“ kurang ajar kau”

 

Sehun hampir saja melayangkan pukulannya jika saja indra pendengarannya tidak menangkap suara ondah istrinya. Ia berbalik dan mendapati istrinya yang sebentar lagi akan menangis. Berlari menghampiri istrinya dan memeluknya erat seolah tidak ada hari esok untuk mereka.

 

“ kau kemana saja sayang? Aku benar-benar mencemaskanmu?” ucap Sehun yang terdengar membisik

 

“ oppa, jangan memukulnya, aku tidak ingin oppa terluka”

 

“ aku berjanji tidak akan memukulnya jika kau ma uterus bersamaku dan tidak berlari kepadanya sayang”

 

“ aku tidak pernah berlari edalam pelukan laki-laki lain selain suamiku”

 

Sehun merenggangkan pelukannya dan menatap wajah istrinya yang kini penuh dengan air mata. Ia menguap pelan wajah istrinya dan mengecup bibir plum istrinya.

 

“ jangan menangis, kau terlihat jelek jika menangis”

 

“…” hanya sesegukan yang terdengar

 

“ kau kemana saja hm, kenapa ada disini?”

 

“ aku mendatangi bibi Yoon Hwa untuk membantuku mempersiapkan kado ulang tahun oppa. Tapi ketika aku mendengarmu ada disini aku langsung menuju kesini”

 

“ ya Tuhan, maafkan aku sayang” sekali lagi Sehun memeluk Jaeah membawa wanita itu kedalam pelukan hangatnya.

 

“ hmm aku mengerti”

 

“ siapa itu Yoon Hwa?”

 

“ dia istrinya Donghae ahjusi”

 

“ a..apa?”

 

Sehun menatap tidak percaya istrinya saat wanita tersebut mengatakan bahwa Yoon Hwa adalah istri dari orang yang hamper saja ia bunuh.

 

‘ jadi dia sudah beristri’

 

“ oppa jangan memukul Donghae ahjushi jika dia masuk rumah sakit nanti bagaimana dengan ketiga anaknya”

 

“ a..anak?” lagi-lagi Sehun dibuat menganga dengan perkataan istrinya.

 

“ oppa”

 

“ bagaimana kau bisa mengenalinya hingga sejauh itu sayang? Apa dia yang menjadi cinta pertamamu itu?”

 

“ dasar bocah, jadi selama ini kau tidak menyadariku sebagai pamanmu eoh” ucap Donghae yang membuat Oh Sehun semakin bingung

 

“ paman?”

 

“ hm Donghae ahjusi adalah saudara jauh ayah, beliau tidak bisa dating diacara pernikahan kita karena saat itu bibi Yoon sedang melahirkan”

 

“ astaga jadi selama ini aku tengah cemburu pada pamanku sendiri, ya Tuhan”

 

Sehun menutup wajahnya malu setelah mendengar pernyataan tersebut. Ia tidak menyangka jika ia masih memiliki paman lagi dan lebih mengejutkan lagi jika wajah pamannya terlihat seperti seumuran dengannya.

 

“ oppa, satu hal yang harus oppa ketahui, jika keluarga Byun hanya akan setia kepada satu orang dan bagiku hanya dirimulah yang menjadi pertama. Satu hal yang perlu ketahui jika cinta pertamaku itu adalah dirimu”

 

Jaeah tersenyum kepada Sehun hingga membuat laki-laki tersebut ingin rasanya menangis. Ia memeluk erat istrinya dan membisikkan satu kata yang selalu membuat wanita tersebut bahagia.

 

“ aku mencintaimu sekarang dan selamanya dan terima kasih telah mengingat hari ulang tahunku sayang”

 

“ aku lebih mencintaimu oppa”

 

Jaeah melepaskan pelukannya dan memberikan sebuket bunga kepada suaminya sebagai hadiah ulang tahun yang ke 30 tahun.

 

“ I Love You, Daddy Sehun”

 

Ini ff pertama aku yang aku post disini. Terimakasih author-nim yang udah baik posting ff abal-abal ku ini. Aku harap kalian suka, jan lupa kunjungi WP pribadi aku juga ya luluna354.wordpress.com. see you next time

 


It’s Wrong, Lu!

$
0
0

it's wrong lu

 Author : @Kimjr_FF

.∴.

Xi Luhan || Xi Lunna || Other

Romance ||  Sad || Family

Drabble || ±500 Word

PG17 Rated

.∴.

Cool Poster by:

Vouyez

Also Post on My Personal WP :

Kimjr

Disclaimer :

I created this Story purely from my Brain. Don’t plagiarsm and trace this story without my permission. Sorry if there is little Similarity Story, Characters, or Places.

Recomended Songs :

EXO – Don’t Go [Piano Version]

“I Love You but It’s wrong!”

Tak terasa kita telah lama bersama, Kebahagiaan dan kesedihan selalu kita lalui berdua. Aku untukmu dan kau untukku. Aku sangat mencintaimu, tulus dari hatiku. Bersama menjalani hubungan ini, hubungan tanpa status yang lama kita lalui bersama.

“Oppa, lepaskan aku”

Ucapku pada pria yang mendekapku dari belakang, karena pria ini enggan untuk melepaskan tubuhku dari dekapanya.

“Tidak mau”

Ucapnya acuh sambil menyenderkan kepalanya di bahuku. Menggesek-gesekan dagunya dibahuku sehingga membuatku merasa sangat  geli dan mendesah menahan geli itu. Dasar, manja sekali dia.

Aku berusaha memberontak, tapi Ia malah semakin mengeratkan pelukanya. Bagaimanapun aku melawanya tetap saja, aku tak akan mampu mengalahkan kekuatanya. Pada akhirnya aku harus merelakan bahuku untuk menjadi tempat senderan dagu runcing pria itu.

“Bukankah langit sore ini indah ?”

Ucapnya membuka percakapan untuk memecah dinding keheningan di antara kami. Yah, kami sedang berdiri di balkon kamar, kamarku. Kami sedang menatap langit sore yang sudah menguning itu, tidak salah kalau dia menanyakan pertanyaan seperti itu. Itu pertanyaan yang wajar-wajar saja.

“Hmm..”

Gumamku untuk menyahuti pertanyaanya. Setelahnya pria itu hanya mematung dengan posisi kepalanya yang masih bersender di bahuku dan tanganya yang mulai mengikat pinggangku untuk memperdekat jarak di antara kami.

Meskipun aku sedikit tidak nyaman dengan situasi seperti ini, tapi aku sangat bahagia bisa berada disisi orang yang sangat aku cintai, orang yang memanjakanku dengan sikap dan perlakuan yang bisa dibilang lebih dari romantis ini. Aku menyukainya.

Aku terlalu hanyut dalam fantasiku yang tanpa ku sadari pria itu menghentikan aktifitasnya bersender di bahuku dan mulai membalikan tubuku untuk menghadap ke arah ke tubuhnya.
Dia membunuh jarak di antara kami, Memegang pipiku dan mulai mendekatkan wajahnya pada wajahku sampai aku bisa merasakan deru nafasnya yang memburu di permukaan wajahku.

Lembut, Manis, Hangat..
Itulah kesan pertama yang kurasa saat dia sudah menempelkan bibirnya pada bibirku, sebenarnya ini sudah berulang kali terjadi, namun aku tak bisa menyangkal kalau detak jantungku masih saja membabi buta seperti saat kita pertama kali saling bertaut seperti ini.

Dia mengecup lembut bibirku dengan kehangatan dan kenyamanan miliknya, inilah yang aku sukai darinya, dia tak pernah menyakiti orang yang ia cintai untuk memuaskan nafsunya belaka, dia tak pernah memaksakan kehendak jikalau aku sedang tidak ingin bertaut bibir denganya. Pria itu, aku sangat mencintainya.

Ia mulai melepaskan tautan bibirnya dari bibirku, menangkup pipi ku dan menatapku dengan tatapan sendu penuh pengharapan dan tatapan yang penuh tanya, aku tak kuasa melihat tatapan matanya yang telah menyihirku hingga jatuh dipelukanya, disisi lain aku juga ingin tahu arti tatapan itu.

“Dapatkah kita bersatu ?”

 

DUG-

Inilah pertanyaan yang menurutku tidak wajar, bahkan sangat-sangat tidak wajar untuk keluar dari mulutnya. Walaupun aku  tahu betul dia sangat mencintaiku dan aku juga sangat mencintainya, tetap saja Ini tak akan mungkin terjadi.
“Luhan, Lunna ! sedang apa kalian di dalam ? keluarlah eomma dan appa menunggu kalian untuk makan malam bersama.”
Ucap seorang wanita yang berada dibalik pintu kamarku. Wanita dibalik pintu itu, Ya.. aku harus berterima kasih padanya. Karena panggilannya dari luar pintu itu membantuku untuk menyadarkan Luhan, bahwa kami

“Tak akan pernah bersatu”

.

.

“Nee Eomma, kami datang..”

“Luhan.., Egh maksudku Luhan oppa, Ayo !”

 

 

END

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan komentar.
–KimJR

 


3 Foolish Girls and Handsome Aliens (Prolog)

$
0
0

our

Author: Hyun Ra

Genre: Romantis, komedi, fantasi, school, friendship

Cast: All member EXO

Kim Hyu Ra

Kim Ha Ni

Lee Hyun Hae

Other cast: Cari sendiri

Rating: Semua umur, kecuali orang buta #cumabercanda

Lenght: bersambung ?_?, mungkin jika banyak yang ngelike ^_^ dan comment.

Disclaimer: EXO belong to God, SM, and their parents. Dan ini adalah cerita murni dari hasil pemikiran kami, jadi mohon maaf apabila ada kesamaan jalan cerita atau latarnya.

 

 

Ini adalah ff kami yang pertama, jadi maaf kalau kurang puas atau ga suka dengan jalan ceritanya

.

.

.

.

.

Happy reading

 

Bercerita tentang 12 cowok yang mempunyai kekuatan super dan telah lama menetap di bumi. Hidup secara berpasang-pasangan dan tidak suka mencampuri urusan manusia. Berwajah tampan tetapi bersifat dingin, egois, dan kebanyakan pendiam. Merupakan orang yang paling berpengaruh dan menjadi orang no.1 dengan kekayaan yang tidak terhingga. Bersekolah di SM High School. Yang merupakan sekolah untuk kalangan atas, yang dimiliki oleh 12 cowok tersebut.

 

Lee Hyun Hae

 

Seorang gadis yang pindah bersama orang tuanya dan bekerja paruh waktu sebagai pengurus taman.

 

Kim Ha Ni

 

Seorang gadis yang pindah ke Seoul dan tinggal bersama neneknya, bekerja paruh waktu sebagai salah satu karyawan di taman hiburan.

 

Kim Hyu Ra

 

Seorang gadis yang pindah ke Seoul dan tinggal bersama pamannya dan membantu untuk mengurus cafe.

 

Mereka bertemu di kelas yang sama di SM High School dan menjadi sahabat dekat.

 

 

.

.

.

.

.

 

“Hei aku punya berita bagus!”

 

“Berita bagus apa yang kau punya”

 

“Kalian pasti tidak akan percaya jika aku mengatakannya” melirik disertai seringaian

 

.

.

.

.

.

.

 

Di lain tempat…..

 

“Apakah mereka akan menemukan tempat persembunyian kita”

 

“Jangan khawatir ini adalah tempat persembunyian yang aman, mereka tidak akan mengira kita akan berada disini”

 

“Bagaimana dengan tugasmu, apa kau sudah melaksanakannya?”

 

“Aku sudah menyelesaikannya dengan baik”

 

“Sebaiknya kita mulai berlatih sekarang”

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

 

EXO Planet

 

Ada seseorang yang sedang berdiri dengan memakai jubah hitam dan bertubuh tinggi sedang berbicara dengan seseorang yang sedang berjongkok dengan tatapan mata yang tajam

“Bagaimana apa kalian sudah menemukan keberadaan mereka?”

 

“Belum tuan, kami masih belum menemukan tanda-tanda keberadaan mereka”

 

“Sial! Pergi kemana mereka, pintar juga mereka menyembunyikannya”

 

“Pergilah, jangan kembali sampai kau menemukan mereka”


LOVE KILLER Part 11

$
0
0

img_2361

Title                     :  LOVE KILLER

Cast                     :

  • Kim Joon Myun/Suho ( EXO )
  • Kim Sooyong ( OC )
  • Kim Jisoo ( Actor )
  • Shin HyeRa ( OC )

 

Lenght                 :  Chapter

Rating                  :  T

Genre                   :  School Life, Romance

Author                 :   @helloimterra91 & @beeeestarioka

( Cerita ini juga dipublish di https://www.facebook.com/Dreamland-Fanfiction-EXO-Seventeen-Fanfiction-715754941857348/?fref=ts   )

 

***

 

Sooyong pergi ke sekolah dengan mata yang sembab. Ia bahkan tidak berpamitan pada Ibunya.

 

Wajah Jisoo sudah nampak dari kejauhan. Setiap pagi lelaki itu menunggu sampai Sooyong datang didepan pintu gerbang. Jisoo menyandarkan punggungnya pada tembok. Kedua tangannya dia masukkan kedalam kantong celana masih dengan memasang tampang dinginnya.

 

Ketika mata mereka bertemu, Jisoo langsung menghampiri gadisnya. Dia genggam tangan Sooyong erat lalu menuntunnya berjalan.

 

Sooyong tersenyum dalam diam. Hatinya kini merasa sedikit tenang. Dalam hati dia bersyukur karena memiliki Jisoo yang selalu berada disampingnya.

 

Begitu mereka memasuki halaman sekolah, semua orang memperhatikan mereka dengan wajah yang sulit digambarkan serta cibiran-cibiran kecil yang ditunjukan pada keduanya. Ini adalah kali pertama Jisoo menunjukan hubungan mereka pada semua orang. “Jangan pernah melepas genggaman tanganku” Jisoo menoleh kearah Sooyong dan tersenyum membuat perasaan hangat itu kini menjalari hatinya.

 

Sooyong semakin erat menggenggam tangan Jisoo. Meski kini dia tahu semua orang mungkin memandangnya remeh, tapi selama mereka tidak mengganggu, bukan masalah baginya.

 

Ketika keduanya sampai di kelas, Jisoo duduk dibangkunya. Dia mengeluarkan buku berniat untuk belajar tapi tak jadi begitu melihat Chanyeol yang datang langsung menarik Sooyong dan mengajaknya keluar. Dia ingin menyusul tapi tangan HyeRa menahannya membuat Suho terkejut.

 

“Biarkan saja mereka”

 

“Mwo? Tapi-” belum sempat Jisoo menyelesaikan kalimatnya, HyeRa telah menariknya keluar kelas. Jisoo yang tidak tahu apa-apa mencoba untuk menurut setelah dia sempat melihat wajah Suho yang kesal karena sikap HyeRa membuatnya cemburu.

 

Begitu keduanya telah menjauh. Jisoo melepaskan genggaman tangannya. “Yak! Apa-apaan ini. Kau pikir aku ini apa? Kau bisa membuat Suho dan Sooyong salah paham!” ucap Jisoo tercekat. Lelaki itu juga shock dengan sikap HyeRa yang tiba-tiba.

 

“Ck. Kau terlalu percaya diri” HyeRa menyerahkan flashdisk ke tangan Jisoo. “Ini. Tolong serahkan tugas kita pada Shindong-sam”

 

“Astaga. Kau melakukan semua ini hanya untuk menyuruhku mengumpulkan tugas?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh HyeRa. “Kau kan bisa menyerahannya dikelas. Kenapa membawa-“

 

“Ya ampun, kau ini ternyata cerewet sekali. Aku sengaja melakukannya supaya kau bisa menyusul Sooyong dan Chanyeol. Selain itu, aku juga ingin membuat Suho kesal. Dia pasti panas dingin melihat kita tadi” HyeRa tertawa puas membuat Jisoo semakin tidak mengerti.

 

“Kenapa kau ingin membuatnya kesal? Kalau kau tidak menyukainya kau kan bisa memutuskannya, bukan dengan menggunakanku seperti ini. Aku bukan lelaki seperti itu” ujarnya polos membuat HyeRa tertawa karena dibalik wajah dan tubuhnya yang tegap, ternyata Jisoo seorang pria pemalu.

 

“Kau benar-benar tidak berpengalaman soal cinta. Justru yang seperti inilah yang disukai wanita kebanyakan. Mereka suka saat pacarnya cemburu. Itu seperti kau benar-benar mencintai kekasihmu”

 

Jisoo mengangguk mengerti. Mungkin Sooyong kecewa karena dia tidak bereaksi apa-apa saat HyeRa bilang Junhoe memberikan nomor ponselnya. Meski Jisoo pikir itu adalah hal yang sepele tapi setidaknya dia harus peduli.

 

 

 

……………………………………………….

 

 

 

“Ya! Park Chanyeol, apa maksudmu menarik tanganku dan membawaku kesini? Kau rindu aku pukul ya?”

 

“Kau boleh memukulku sepuasmu tapi apa kau bisa jelaskan kenapa kau tidak mengatakan apa-apa padaku soal kepindahanmu ke Jepang? Apa selama ini kau tidak menganggapku teman?” pertanyaan Chanyeol membuat Sooyong menganga.

 

“Hah? Jadi karena itu? Kenapa aku harus mengatakannya padamu? Memangnya itu penting”

 

“Tentu saja penting!” Chanyeol setengah berteriak membuat gadis itu terdiam sambil otaknya sibuk bergelut memikirkan sikap Chanyeol yang sangat aneh. Meski dalam kesehariannya lelaki ini terbilang sangat ceria dan hyper, tapi tetap saja Sooyong merasa ada yang berbeda. Entahlah Sooyong merasa kalau Chanyeol seperti ingin dekat dengannya.

 

“Seharusnya kau memberitahuku, bukankah kita teman?”

 

“Teman?” Sooyong mengusap kepalanya mencoba memahami maksud pemuda tampan dengan kenormalan yang sedikit dipertanyakan. Hingga kemudian, “Tunggu, apa kau su-“

 

“Aku tidak menyukaimu, Kim Sooyong! Ah sudah lupakan saja” pemuda bertubuh jangkung itu terlihat frustasi. Dia mengacak rambutnya sebelum pergi meninggalkan Sooyong dalam kebingungannya.

 

 

 

…………………………………………………

 

 

 

Saat bel istirahat berbunyi, selang beberapa menit setelah guru menutup pembelajaran, murid-murid keluar kelas baik secara kelompok ataupun individu.

 

“Kita langsung ke kantin?” tawar Syuhan kepada HyeRa yang dijawab dengan anggukan karena HyeRa masih membereskan buku-bukunya.

 

“Tidak. Dia akan pergi bersamaku” satu tarikan membawa HyeRa pergi dari hadapan Syuhan. Suho pelakunya. Laki-laki itu menggenggam lengan HyeRa untuk berjalan disisinya. Mereka harus bicara. Ada yang harus HyeRa jelaskan padanya.

 

Suho membawa HyeRa masuk kedalam ruangan kosong. Dia kunci pintu sebelum berbalik menghadapnya. HyeRa bertanya dengan tatapannya. Dulu dia pasti berteriak dan langsung marah-marah jika Suho menarik atau memaksanya pergi. Tapi sekarang dia lebih santai menghadapi laki-laki ini. Sedikitnya dia paham cara menangani Suho yang jiwanya masih labil.

 

“Apa yang kau bicarakan pada Jisoo?” HyeRa siap menjawab, “Apa pembicaraan kalian begitu penting sampai harus keluar kelas? Apa kalian harus berpegangan tangan? Kalian pikir kalian mau kemana? Menyebrang?”

 

HyeRa menahan diri untuk tidak  tertawa. Ekspresi Suho sangat menggelikan ketika dia sedang cemburu. Bahkan Suho tidak memberinya kesempatan menjawab. Dia terus memberinya seribu pertanyaan.

 

“Kau tertarik padanya? Ingat, Ra-yaa, Jisoo milik Sooyong. Kau sendiri tahu kalau mereka berpacaran”

 

“Apa kau harus memanggilku seperti itu?”

 

“Ah, apa?”

 

“Ra~yaa~ Kau tahu, itu menggelikan”

 

Suho menghelas nafas. HyeRa mengalihkan pertanyaannya. Jelas sekali kalau HyeRa menyembunyikan sesuatu.

 

HyeRa menarik senyumnya. Dia menyadari keresahan Suho. Dia raih tangannya. Suho melihatnya heran. “Apa kita hanya boleh berpegangan tangan saat menyebrang? Kau membawaku kesini dengan memegang tanganku kau ingat?”

 

“Tapi Jisoo”

 

“Jisoo temanku. Kau tidak percaya padaku?” Suho mencari keseriusan dalam matanya. Mata cokelat yang kini menatapnya dengan lembut. Dia seperti tersihir. Ucapan HyeRa melenyapkan seluruh kekhawatirannya. Dia percaya padanya. Meskipun gadis ini membohonginya, dia akan tetap percaya. Itulah kekuatan HyeRa. Mencintainya membuat Suho terbuai oleh pesonanya.

 

Jari-jari Suho bergerak. Dia menyelipkan jemari mereka. Dia genggam tangan HyeRa lebih erat. Keduanya tersenyum. “Lalu apa yang kalian bicarakan?” tanyanya lebih lembut.

 

“Aku menyerahkan tugas Shindong-sam pada Jisoo”

 

“Hanya itu?”

 

HyeRa terkekeh pelan, “Aku ingin melihat wajah kesalmu begitu melihatku membawanya keluar”

 

Suho menatapnya tidak percaya. Jadi HyeRa sengaja.

 

“Maaf” tuturnya merasa bersalah.

 

“Ini tidak bisa selesai hanya dengan kata maaf, nona” Suho tersenyum miring. Dia melangkah maju. Sontak kaki HyeRa berjalan mundur. Dia merasakan niat jahatnya. Tangannya dia tarik namun Suho terlalu kuat mengaitkan jemari mereka.

 

“Berhenti!” suruh HyeRa yang langsung dituruti. Kaki keduanya berhenti ditengah ruangan. Dia sadar kalau dia tidak bisa melarikan diri. “Aku tahu apa yang kau mau” Suho menarik kedua sudut bibirnya. HyeRa mendekat lalu mencium pipinya.

 

Kehangatan itu selalu menjalar. Suho merasa lebih baik. Dia acak rambut HyeRa.

 

“Bisa kita pergi sekarang? Aku lapar”

 

Suho mencium pipi HyeRa sebagai balasan. Gadis itu terdiam. “Kalau kau melakukannya lagi, ciuman di pipi tidak lagi menyelesaikan masalah”

 

HyeRa menggoyangkan tangan mereka sambil berjalan keluar ruangan. Dia menoleh ketika mereka telah bersisian, “Aku tidak bisa janji, tuan. Sepertinya membuatmu kesal akan menjadi rutinitasku setiap hari”

 

“Aigo!” Suho menyenggolnya yang disambut tawa renyah mereka berdua.

 

 

 

…………………………………………………..

 

 

 

Chanyeol yang keluar bersama Sehun melirik kearah Sooyong ketika melewati mejanya. Mata mereka bertemu. Chanyeol langsung memalingkan muka. Ekspresinya berubah dingin. Dia seperti menunjukkan kalau dia marah pada Sooyong. Gadis itu semakin merasa aneh dengan sikap Chanyeol.

 

“Kenapa dia?” pertanyaan Jisoo mengambil pusat Sooyong. Dia disambut senyum manisnya.

 

“Aku tidak tahu” jawab Sooyong seadanya. Dia memang tidak tahu.

 

“Kau mau mengumpulkan tugas Shindong-sam?” Jisoo menunjukkan flashdisk yang HyeRa berikan tadi pagi. Tanda kalau gadis itu menyerahkan tugas mereka sepenuhnya.

 

Sooyong mengeluarkan lembaran-lembaran yang tersusun rapi dari tasnya “Aku juga mau mengumpulkan tugas kami. Kita ke lab komputer untuk mencetak tugas kalian sebelum menyerahkannya ke Shindong-sam”

 

Jisoo mengulurkan tangan. Sooyong menyambutnya. Mereka keluar dengan berpegangan tangan. Masih terasa asing bagi Genie melihat hubungan Jisoo dan Sooyong. Apalagi Jisoo tahu kalau sebentar lagi kekasihnya akan pergi jauh. Dia tidak mau kehilangan momen bersamanya sedikitpun. Dia ingin punya cukup kenangan bahagia yang bisa mereka ingat saat mereka berpisah nanti.

 

 

 

……………………………………………………….

 

 

 

Pukul 8 malam Sooyong keluar dari tempat les. Dia menunggu Jisoo dipintu keluar gedung.

 

“Kim Sooyong-ssi?” panggilan seseorang membuatnya menoleh.

 

“Oh, kau Go Junhoe kan?” Sooyong coba mengingat dan kemudian pemuda itu mengangguk. Dia kini berdiri tepat disebelah Sooyong.

 

“Apa kau les disini?”

 

“Ya, dan kau juga?”

 

Pemuda itu mengangguk lagi membuat keduanya tersenyum.

 

“Tapi aku tidak pernah melihatmu”

 

“Aku mengambil jam sore, tapi karena ujian semakin dekat jadi aku menambah jam lesku. Kalau tidak, aku bisa tidak naik kelas”

 

Ucapan Junhoe membuat Sooyong tertegun. Dia memikirkan Jisoo. Dia takut Jisoo tidak berhasil melalui ujian. Meski nilainya tidaklah buruk tapi itu tidak cukup. Dia juga ingin melihat Jisoo berhasil dalam pelajarannya. Sooyong sudah berusaha membantunya tapi tingkat kemalasan lelaki itu benar-benar tinggi.

 

“Apa kau mau pulang?” suara Junheo membuyarkan lamunannya.

 

“Ye?”

 

“Dimana rumahmu? Aku akan mengantarmu. Ini sudah malam, sangat berbahaya gadis cantik sepertimu berkeliaran seorang diri”

 

“Aniya, tidak usah repot-repot. Aku sedang menunggu seseorang”

 

“Siapa?” tanya lelaki itu ingin tahu.

 

“Pacarku” jawab Sooyong pelan. Badannya kembali hangat begitu ia melihat Jisoo kini berjalan mendekatinya.

 

Jisoo melihat Junhoe dengan tatapan dingin. Kedua lelaki itu saling menatap sengit membuat gadis itu sedikit khawatir. “Jisoo ini Jun-” kalimatnya terhenti saat Jisoo merangkulnya erat sambil menatap Junhoe seakan menegaskan bahwa Sooyong adalah miliknya. Seketika tubuhnya memanas. Jantungnya bahkan berdebar cepat. Dia begitu kaget dengan perlakuan Jisoo yang seperti ini. Apa Jisoo cemburu? Seperti itulah yang ada dalam pikiran Sooyong. Tak hanya itu, bahkan Jisoo mencium pipi Sooyong didepan Junhoe. Pelan-pelan dia menatap Jisoo lalu menatap Junhoe yang terlihat tidak suka dengan sikap Jisoo.

 

“Oh kau lelaki yang kemarin itu kan?”

 

“Kau pacarnya?”

 

“Mm. Belum jelas dengan apa yang kau lihat tadi? Sekarang kau pergi saja bocah kecil. Jangan pernah berani mendekatinya karena dia milikku. Belajar saja dengan benar” Jisoo menepuk-nepuk pundak Junhoe. Dia menatap lelaki itu dengan penuh intimidasi.

 

 

 

………………………………………………………..

 

 

 

Jisoo mengantar Sooyong pulang ke apartment Ayahnya. Begitu sampai Sooyong memaksa Jisoo untuk mampir sekedar mengganti bajunya yang basah.

 

Setelah masuk kedalam flat, Sooyong segera mengambil baju milik sepupunya untuk Jisoo. Kemarin Bobby menginap dan meninggalkan bajunya. Sementara itu Jisoo pergi kekamar tamu untuk mengganti baju.

 

Saat Jisoo membuka bajunya, pintu kamar terbuka dan tampak Sooyong yang akan masuk dengan sepasang baju ditangan.

 

“Jisoo kau bisa…” Sooyong terdiam begitu dia melihat Jisoo bertelanjang dada. Mukanya memerah dan nampak malu. Suasana pun semakin canggung sampai Sooyong berinisiatif menaruh baju tersebut ditempat tidur dan segera beranjak keluar sebelum Jisoo menahan tangannya.

 

“Terima kasih, Soo” ucapnya lembut sambil tersenyum. Sementara gadis itu hanya menunduk. Dia tidak berani mengangkat mukanya karena malu hingga kedua tangan Jisoo menangkup lembut kedua pipinya. Keduanya kini saling berhadapan. Jisoo menatapnya dengan penuh kasih. Jisoo sangat mencintai gadis ini. Rasanya seperti mimpi karena pada akhirnya mereka kini bersama. Dia mendekatkan wajah Sooyong. Dia usap kedua pipinya yang putih tanpa cela. Ketika wajah keduanya semakin dekat Sooyong bersiap menutup matanya begitu pun dengan Jisoo. Hingga bibir mereka bertemu. Sudah lama sejak Jisoo menciumnya saat itu. Dia menekan kepala Sooyong untuk memperdalam ciuman mereka. Sooyong bahkan harus berjinjit untuk menyeimbangi tubuh Jisoo yang tinggi. Ciuman ini sedikit lebih lama namun tidak menuntut. Hingga keduanya melepas tautan untuk mengambil nafas, kemudian tersenyum canggung.

 

Pintu apartemen terbuka dari luar, Ayah Sooyong telah tiba. Cepat-cepat Jisoo memakai bajunya dan keluar dari kamar bersama Sooyong.

 

“Selamat malam, Ayah” Sooyong berlari memeluk Ayahnya dan Jisoo membungkuk memberi salam.

 

“Apa kalian sudah makan malam?” Sooyong menggeleng pelan hingga pria paruh baya itu mengajak keduanya makan malam bersama.

 

Didalam mobil selama perjalanan menuju restoran, pasangan ini hanya diam dengan sesekali tersenyum malu menatap sambil jalanan didepannya. Jisoo memegang tangan gadisnya erat membuat gadis itu menoleh sebentar dan melihat Jisoo yang sibuk memandangi jalanan disamping melalui kaca jendela. Sesaat Sooyong merasa sedih karena waktunya untuk pergi semakin dekat.

 

 

 

***

 

 

 

Ketika jam istirahat sebentar lagi berakhir, Minji dan Baekhyun maju ke depan kelas. Mereka akan mengumumkan sesuatu. Pastinya sesuatu yang membahagiakan dilihat dari ekspresi keduanya yang nampak cerah.

 

“Cha cha cha! Everybody~ Kami ingin memberitahukan sesuatu” Minji bertepuk tangan dan berhasil mengambil perhatian seluruh kelas. Dia tersenyum kepada Baekhyun disampingnya, “Aku dan pacarku, Baby B~ akan mengadakan pesta untuk merayakan bersatunya kembali hubungan kami~” tuturnya antusias.

 

“Jadi kami mengundang kalian semua untuk datang ke pesta kami malam ini” sambung Baekhyun.

 

“Karena kalian teman sekelas kami, kalian termasuk tamu VIP yang kami undang. Kami hanya mengundang orang-orang penting” lanjut Minji dengan sombongnya.

 

“Yak! Kau curang!” tuduh Jisoo pada gadis yang duduk didepannya. Dia tengah bermain SOS dengan HyeRa.

 

“Sssttt” HyeRa menaruh telunjuknya dimulut Jisoo tanpa menatapnya. Dia sedang fokus menulis dan menyambung kata SOS dibuku Jisoo. “Tenang dan perhatikan. Jangan mencari alasan karena kau akan kalah”

 

Jisoo menepis telunjuk HyeRa. Dia kesal karena tidak pernah menang dari gadis ini.

 

Suho yang melihatnya hanya bisa menahan diri. Ucapan HyeRa terus terngiang dalam kepalanya. Mereka hanya teman. Ingat, Suho, HyeRa dan Jisoo hanya teman. Tidak lebih, tidak boleh lebih, dan tidak akan lebih.

 

Sementara Sooyong menggelengkan kepala. Belakangan ini Jisoo memperkenalkan HyeRa permainan-permainan tradisional yang belum pernah HyeRa ketahui. HyeRa selalu menang meski baru pertama kali dia mainkan dan Jisoo merasa tertantang. Setiap hari mereka memainkan permainan baru. Seperti saat ini.

 

“Yak! Shin HyeRa, Bokdong-aa! Kalian tidak dengar pengumuman kami. Aku berbaik hati mengundang kalian. Seharusnya kalian merasa bangga!”

 

“Giliranmu” HyeRa terkekeh jahil

 

“Kau sudah mengisi semua kolomnya” balas Jisoo sebal.

 

“Jadi aku menang lagi. Hohoho~”

 

Baekhyun memegang pundak Minji agar kekasihnya tetap bersabar. HyeRa dan Jisoo tidak mendengarkannya.

 

“HyeRa, HyeRa” bisik Syuhan dari mejanya. Mereka hanya dipisahkan satu meja.

 

HyeRa menoleh. Syuhan menunjuk kedepan, “Minji mengajak kalian bicara”

 

Akhirnya HyeRa dan Jisoo melihat kedepan. Dan mereka tersadar kalau mereka jadi pusat perhatian.

 

“Ada apa?”

 

Baekhyun tersenyum menanggapi, “Kami mengadakan pesta malam ini dan kami mengundang kalian semua”

 

“Ohhh”

 

“Oh katamu?” Minji habis kesabaran. “Pesta ini sangat penting bagi hubunganku dan Baekhyun. Kami hanya mengundang orang-orang penting!”

 

“Jadi kita termasuk orang penting?” HyeRa bicara pada Jisoo dengan menaruh tangan disudut mulutnya layaknya orang berbisik.

 

Jisoo tersenyum lucu mendapati dirinya termasuk kelas VIP dari anak-anak elit.

 

“Semua diwajibkan hadir malam ini” Suho angkat bicara, “Kita diundang oleh Minji dan Baekhyun jadi kita harus datang sebagai bentuk toleransi terhadap teman sekelas”

 

“Siapa yang mau datang kepesta bodoh tersebut” Jisoo bicara pelan.

 

Minji dapat membaca gerakan mulut Jisoo, “Dasar lelaki dingin” geramnya.

 

“Tenanglah, Ji. Jangan terpancing. Bokdong memang seperti itu”

 

“Mereka sangat menyebalkan~” rengeknya manja.

 

Baekhyun pun mengambil alih keadaan, “Jadi, kalian sudah tahu acara kami kan. Kami harap kalian bisa datang dan ikut merasakan kebahagianku dan Minji” lalu dia menutup pengumumannya dengan mengumbar kata-kata manis untuk sang kekasih hingga Minji membaik. Mereka kembali ketempat duduk setelahnya.

 

HyeRa melihat Suho dan mata mereka langsung bertemu. Dengan gerakan kepala, Suho menyuruh HyeRa kembali ketempatnya. Gadis itu menurut.

 

“Kau mau datang?” tanya Syuhan begitu HyeRa duduk disebelahnya.

 

“Aku sibuk” dia membuka buku untuk pelajaran selanjutnya. Dia menyumbat telinga agar tidak mendengar omong kosong lain dikelas ini.

 

 

 

…………………………………………………….

 

 

 

“Kau tidak pernah merasa cemburu setiap melihat kedekatan Jisoo dengan HyeRa?” Suho yang entah dari mana datangnya tiba-tiba sudah berada didepan Sooyong.

 

“Kenapa aku harus cemburu? Mereka cuma teman”

 

“Astaga! Aku tahu! Tapi mereka terlihat sangat dekat”

 

“Ck. Kau yang terlalu berlebihan, Suho. Aku percaya pada Jisoo”

 

“Hh, kau pikir aku tidak percaya pada HyeRa?”

 

“Kalau kau percaya padanya berarti itu bukan masalah” Sooyong tersenyum sebentar. Dia menoleh pada Suho yang kini menatapnya dengan mengernyit. “Apa?”

 

“Apa kau tidak mencintai Jisoo lagi?”

 

“Apa maksudmu bertanya seperti itu?”

 

“Aku hanya tidak habis pikir, kau begitu santai menanggapi kedekatan HyeRa dan Jisoo. Sedangkan aku, aku selalu khawatir setiap kali HyeRa bersama pria lain. Aku selalu penasaran bagaimana HyeRa menatap pria itu atau bagaimana sikap HyeRa ketika ia bersama pria selain aku” Suho melayangkan pandangannya. Sooyong bisa melihat gelora cinta yang pria itu bangun untuk HyeRa.

 

“Sepertinya HyeRa banyak membuatmu berubah. Kau tahu, selama ini kau bahkan tidak punya waktu untuk mengurusi hal semacam ini. Kau bilang cinta hanya membuatmu lemah dan menjadi tak berdaya ketika menghadapinya dan sekarang kau mengalaminya. Tapi aku pikir itu bukanlah hal yang buruk. Sama seperti aku yang bertemu dengan Jisoo. Dulu aku juga tidak punya waktu memikirkan hal seperti itu karena aku tahu, kalau pada akhirnya aku akan terus bersama Kyungsoo”

 

“Apa menurutmu aku lemah?”

 

Sooyong menggeleng. “Ani. Kau hanya terlalu posesif. Kau harus percaya kalau dia tidak akan mengkhianatimu. Lihatlah, kau dan aku juga dekat kan? Ya walau baru kali ini kita bicara dalam waktu yang cukup lama”

 

Suho terdiam, apa yang Sooyong katakan memang benar. “Kalau begitu, menurutmu aku harus bersikap cuek seperti Jisoo?”

 

“Ya! Dia tidak secuek itu” elak Sooyong apalagi mengingat kejadian saat Jisoo mencium pipinya didepan Junhoe. Sooyong rasa itu membuktikan bahwa Jisoo sebenarnya peduli hal sekecil apapun tentang dirinya.

 

“Jadi aku harus bagaimana?”

 

“Bersikap seperti biasa. Terkadang wanita juga senang saat pacarnya cemburu” Sooyong terkekeh pelan.

 

“Gomawo, Soo. Aku merasa lega setelah mengatakannya dan kapan kau berangkat ke Jepang? Apa Jisoo sudah tahu?”

 

Sooyong mengangguk ragu. Ia menutup bukunya. “Besok malam aku berangkat-“

 

“MWO???” teriakan seseorang yang kehadirannya sama sekali tidak diduga membuat Suho dan Sooyong terbengong.

 

“Chanyeol? Sejak kapan kau disitu?” Suho kaget setengah mati. Bukan karena apa-apa tapi dia malu kalau Chanyeol mendengar isi curahan hatinya.

 

Seakan tidak peduli dengan pertanyaan Suho, lelaki jangkung itu kini menatap Sooyong.  “Kalau kau mau pergi ke Jepang pergilah, tapi setidaknya kau harus mengucapkan selamat tinggal pada kami. Ah molla! Aku tidak peduli lagi” ucapnya sambil berlalu meninggalkan ruang OSIS.

 

“Dia kenapa?” tanya Sooyong shock begitu sosok Chanyeol telah menghilang dari pandangan mereka.

 

“Apa lagi, dia menyukaimu”

 

“Hah? Oh My God! Kau bercanda kan?”

 

“Aniya. Kau tahu, gadis berinisial KS dalam surat cinta sewaktu kita SMP. Itu namamu, Kim Sooyong”

 

“Serius?? Ah pantas saja” Sooyong menepuk jidatnya. Sekarang dia mengerti kenapa sikap Chanyeol sangat aneh padanya.

 

“Sewaktu dia tahu kau bersama Kyungsoo dia menyerah dan mulai berkencan dengan Seulgi” 

 

“Heol!”

 

Pembicaraan mereka terhenti begitu Jisoo menjemputnya diruang OSIS.

 

 

 

…………………………………………………

 

 

 

Begitu sampai di butik langganannya, dengan semangat Sooyong menarik lengan Jisoo dan membawanya kederetan rak yang memajang baju semi formal untuk pria.

 

Saat Sooyong sibuk memilih baju, lelaki itu hanya berdiri mematung dengan wajah malas. Dia ingin tidur dirumah tapi paksaan Sooyong menuntunnya ketempat ini.

 

Sepulang sekolah dengan sangat terpaksa Jisoo mengiyakan ajakan kekasihnya untuk menghadiri pesta Minji dan Baekhyun. Maka Sooyong pun mengajaknya pergi membeli baju yang akan mereka pakai nanti.

 

Saking malasnya, Jisoo tidak menghiraukan pandangan kagum orang-orang yang memuji ketampanannya setiap Sooyong menyuruhnya mencoba setiap baju yang dia pilih. Gadis itu pintar dalam selera fashion. Tapi rasa malas yang terlalu besar membuatnya lebih terlihat seperti tak suka dengan semua pilihan Sooyong.

 

Sadar akan sikap Jisoo yang enggan membuat gadis itu menyerah dan tanpa bicara apa-apa gadis itu pergi meninggalkan Jisoo tanpa berpamitan. Dia kesal dengan sikap Jisoo yang tidak menghargai usahanya.

 

Sontak lelaki itu panik. Begitu dia ingin menyusul Sooyong, pegawai toko menahannya.

 

“Maaf, apa tidak ada baju yang akan Anda beli?”

 

Sebentar Jisoo terdiam, kemudian dia memutuskan membeli salah satu pilihan Sooyong. Setelah membayar Jisoo langsung keluar berharap Sooyong masih menunggunya tapi gadis itu tidak nampak lagi.

 

Dia membuang nafasnya kasar menyesali sikapnya pada Sooyong selama berada dalam butik. Dia mengambil ponsel untuk menghubungi Sooyong namun pesan dari Nyonya Choi mengganti arah perjalanannya.

 

“Jisoo, Bibi membutuhkan bantuanmu”

 

 

 

 

 

tbc ~


Learning to Love: Nightmare (Ficlet)

$
0
0

img_2362

By : avatar

Cast : Park Chanyeol (EXO), Lee Yeonhee (OC)

Genre : Marriage Life, AU, Romance

Length : Ficlet

Rating : PG-15

Disclaimer : I own the plot and the stories. This story is purely mine, I created it myself from my own wild imagination. Cast besides OC(s) belongs to God and their relatives. I might had posted this story on another blog. Last but not least, please don’t be plagiators and siders! Thank you for your concern.

WARNING FOR TYPOS!

.

.

.

.

.

.

.

Yeonhee terhenyak dari tidurnya kala mimpi buruk kembali menguasai alam bawah sadarnya. Ia terduduk berusaha menetralkan pikirannya. Belakangan ini Yeonhee sering terbangun karena mimpi buruk dan mimpinya selalu dengan alur cerita yang sama.

Manusia di samping Yeonhee menggeliat saat merasakan kasurnya bergoyang saat Yeonhee terbangun tadi. Sudah dua minggu ini Yeonhee selalu bangun tengah malam dengan keadaan seperti itu. Chanyeol hafal betul dengan tingkah istrinya jika sudah begini. Ia membalikkan badannya lalu duduk, mensejajarkan posisinya dengan gadis itu. Dilihatnya gadis itu sedang bergetar hebat.

“Sayang, apa mimpi itu datang lagi?” Chanyeol langsung  merengkuh Yeonhee ke dalam pelukannya, berusaha meneangkan istrinya. Yeonhee hanya mengangguk.

“Sebenarnya apa isi mimpi burukmu itu, hm?” Jujur saja, selama dua minggu ini hampir setiap malam terbangun karena mimpi buruk, tapi Yeonhee tidak pernah mau menceritakan apa isi mimpinya itu pada Chanyeol.

Tidak ada jawaban tertangkap pendengaran Chanyeol, tergantikan dengan isakan yang lolos dari bibir mungil Yeonhee. Tubuhnya bergetar semakin hebat seiring dengan isakan yang keluar dan bulir air mata yang jatuh mengalir di permukaan pipinya.

“Hey, Yeon-ah, ada apa, hm?” Yeonhee mengangkat kepalanya, mempertemukan mata mereka dalam peraduan.

“Chan, jangan tinggalkan aku.”

Alis Chanyeol bertautan, dahinya mengernyit, bingung dengan ucapan istirnya. Apa istrinya ini sedang mengigau?

Hey, apa yang kau bicarakan? Mana mungkin aku meninggalkanmu? Kita sudah pernah bicara mengenai hal ini.” Yeonhee kembali terisak, air matanya turun membasahi setiap jengkal pipi mulusnya. Sementara Chanyeol kembali memeluk istrinya sambil mengusap-usap kepala Yeonhee.

Ssst… Yeon-ah, aku di sini. Tenangkan dirimu, eoh? Ceritakan padaku apa isi mimpimu itu.” Yeonhee semakin mengeratkan pelukannya terhadap pria itu, tapi tangisannya mulai mereda.

“Aku bermimpi kalau….kalau kau meninggal, Chan. Aku takut, sangat takut. Tiap malam aku terbangun untuk memastikan apa kau benar-benar masih ada di sisiku. Entah kenapa mimpi kali ini terasa begitu nyata. Aku takut Chan.” Hati Chanyeol mencelos mendengar penjelasan dari Yeonhee. Yeonhee yan masih berada dalam dekapan Chanyeol semakin menenggelamkan wajahnya pada dada bidang milik suaminya.

Tangan Chanyeol menyentuh kedua bahu Yeonhee memberikan ruang antara pelukan mereka. Yeonhee hanya menunduk, menyembunyikan kedua mata merhanya yang sembab di balik kaus putih polos milik Chanyeol.

“Park Yeonhee, tatap aku.” Tangan Chanyeol memegang dagu gadis itu, mengangkat kepalanya agar ia bisa melihat manik hazel milik Yeonhee. Lalu kedua tangannya menangkup wajah istrinya dan kedua ibu jarinya asik bermain di pipi mulus Yeonhee, mengusap semua bulir-bulir bening yang masih menghiasi wajah cantik istrinya.

“Bukankah aku sudah pernah berjanji untuk tidak meninggalkanmu? Dan aku, Park Chanyeol, sampai kapan pun, tidak akan melepas janjiku itu. Kau mengerti?” Biarlah hening menjadi jawaban untuk pertanyaan seorang Park Chanyeol.

Tiba-tiba Yeonhee merasakan bibir lembut milik Chanyeol sudah melumat miliknya, hanya lumatan lembut dan singkat, tidak lebih.

“Sekarang tidurlah. Pikirkan hal-hal yang membuatmu bahagia.” Chanyeol merebahkan dirinya dan Yeonhee mengikuti suaminya. Tangan Chanyeol menjadi bantalan kepala Yeonhee, sedangkan tangan satunya sudah melingkar erat di pinggang ramping istrinya. Yeonhee merapatkan tubuhnya, mengeratkan tangannya pada pinggang Chanyeol, membiarkan kehangatan tubuh Chanyeol menguasainya. Chanyeol mendaratkan kecupan di kening Yeonhee dan menyandarkan kepalanya di atas kepala milik gadisnya.

“Aku mencintaimu Park Chanyeol.” Ucap Yeonhee sebelum kembali terlelap dalam alam mimpinya. Kurva tipis terbentuk di bibir Chanyeol mendengar suara samar Yeonhee, yang lebih terdengar seperti bisikan.

“Mimpilah yang indah, Yeon-ah. Aku juga mencintaimu.” Sepasang suami istri itu pun terlelap, hanyut dalam alam mimpi masing-masing. Tidak ada mimpi buruk, hanya malam tenang yang menemani tidur mereka. Keheningan malam menjadi lagu pengantar tidur mereka. Menyadari bahwa ini hanyalah satu malam dari segelintir malam yang akan menghiasi setiap lelap tidur mereka.

 

 

A/N:

Adakah yang nunggu update dari series FF ini? (ga ada) yasudahlah gapapa :”) *plak* aku mau ngucapin terima kasih dan maaf sebanyak-banyaknya buat para readers setia FF ini. Maaf updatenya lama dikarenakan berbagai macam ujian beserta embel-embelnya yang bikin kepala nyut-nyutan udah ada persis di depan mata. Jadi, yah…..begitulah. Ini aja udah ada di draft LAMA BANGET tapi baru kesampean update sekarang hiks :” itu pun karena ga sengaja liat waktu bikin skrip drama :v soalnya jujur, aku paling males ngedit tulisanku *gamparaja* dan ngedit serta nulis itu bener-bener tergantung mood aku. Siangnya sih niat mau ngedit blablabla, tapi begitu malam menjelang, hilang sudah semangat 45ku buat mengedit. Pokoknya intinya maaf kalau updatenya lama, aku usahain sesering mungkin aku update.

Huft, aku malah curcol. Yasudahlah sekian curcol dari aku ^^

 

Best regards,

avatar



When we met again

$
0
0

When we met again

 

Author                 : Azaway

Genre                   : friendship, romance (sedikit)

Length                 : short story

Rating                  : PG-15

Main cast            : Kai EXO, Rachel Park, Member EXO dll

Anyeonghaseyo.. ini ff pertama saya :) maaf jika typo bertebaran.

 

Paman sudah membicarakannya dengan ayahku, aku akhirnya bisa kembali kekorea. liburan? bukan kepulanganku kali ini benar-benar untuk tinggal. menetap. mungkin untuk beberapa tahun. aku sudah memutuskan melanjutkan kuliahku dikorea, ditempat kelahiranku, ditempat ibuku berada, dimana masa depanku dan tujuan dari hidupku yang sebenarnya. aku merasa seperti itu, entah kenapa. aku ingin bertemu dengannya lagi, seseorang yang telah menolongku dimasa lalu. 8 tahun yang lalu, aku bahkan belum sempat mengucapakan terima kasih.

januari 2014 incheon airport, internasional boarding (ceritanya bahasa korea mi mulai dari sini wkwk)

“iya.. terima kasih banyak” aku berbalik perlahan meninggalkan paman petugas bandara sesaat setelah aku membungkuk sebagai tanda terima kasihku pada petugas itu yang benar-benar sudah membantuku mencari pasportku yang tiba-tiba menghilang dan itu terjadi karena kecerobohanku yang menjatuhkannya didalam pesawat untungnya sipetugas tadi dengan senang hati mencarinya dan berhasil menemukannya tepat sebelum pesawat itu terbang kembali, hampir saja aku harus mengucapkan selamat tinggal selamanya kepada korea. pokoknya paman tadi benar-benar menolongku. setelah menukar uang won, aku bergegas keluar mencari taksi, paman baru saja menelponku beliau mengatakan tidak sempat menjemputku dibandara karena beliau sekarang berada dihongkong, urusan pekerjaan. aku tahu beliau sangat peduli padaku tapi memangnya siapa juga yang perlu dijemput aku sudah kuliah, usiaku sebentar lagi juga 20 tahun dan ini bukan perjalanan pertamaku. aku mnyampirkan rambutku yang berantakan akibat angin diluar bandara yang bertiup kencang, mungkin sebentar lagi hujan. aku harus bergegas jika ingin sampai dirumah paman tanpa kehujananan jadi aku melambai sedikit dan tidak berapa lama sebuah taksi berhenti tepat didepanku.

 

2014 beberapa bulan kemudian.. distrik apgudong-pyong

aku begegas masuk kesebuah gedung lebih tepatnya kantor paman lee. aku menabrak beberapa orang yang berkerumun tepat didepan geduung, aku harus cepat ujianku sebentar lagi dan paman malah menyuruhku memawa setumpuk dokumen ini kalau saja aku tidak menumpang dirumahnya aku.. tidak aku pasti akan tetap melakukannya beliau adalah orang tuaku selama dikorea tapi tetap saja jarak tempat ini dan kampusku lumayan jauh. walaupun naik bus tetap saja terlambat tapi berlari dari pemberhentian bus kekelas mungkin akan berhasil yeah kurasa waktunya akan pas tapi…

“o rachel-ah.. kau sudah datang?”

dadaku naik turun karena berlari sejak masuk tadi jadi aku hanya membungkuk dan memberi salam kepada semua orang sepertinya ini sebuah peremuan penting diruangan ini ada paman dan beberapa orang lain yang memakai setelan jas lengkap dan beberapa lelaki berambut pirang dan sebagian hitam kurasa mereka salah satu murid paman yang sudah melakukan debut sebagai idol. paman seorang pendiri perusahaan hiburan yang melatih dan mendebutkan artis dan membuat mereka terkenal yah sebuah manajemen artis. SM entertainment.

“jangan bilang kau berlari terus dari halte bus? sudah kubilang kau pakai mobil saja kalau sudah seperti ini kau juga yang kesulitan”

paman terdengar sangat mengkhwatirkanku karena semua ini karena dia. oh tidak ujianku!

“paman aku harus pergi, sekarang”

“pakai mobil paman , kau bisa terlambat kekampus”

aku melirik sebentar kunci mobil yang disodorkan paman kearahku, sekali ini saja kakakku juga pasti tidak akan marah kalau mengetahui kondidiku sekarang.

“baiklah paman” kataku seraya mengambil kunci dara tangannya “sore nanti pasti kukembalikan. baiklah sampai jumpa”

aku membungkuk sekali lagi.

“pakai saja. tidak usah kembalikan kaudgbhgbirwgbjkrv” aku sudah tidak bisa mendengan apa yang dikatakan paman sekarang aku harus cepat. aku butuh ‘pintu kemana saja’

“akkhh” lututku sepertinya terluka, sakit sekali tapi aku tidak punya waktu sekarang. aku merasa ada seseorang yang membantuku berdiri dia bertanya padaku..

“kau baik-baik saja? maafkan aku..” saat itu aku langsung tahu diaaa iya pasti diaaa seseorang yang sudah menolongku..

“paman!” tembakku dengan sok akrab dia kelihatan bingung. sorot matanya mengatakan ‘apakah gadis ini sudah geger otak akibat terjatuh tadi’ aku membalasnya dengan senyum selebar mungkin.

“maaf. nona apakah kau baik-baik saja?” tanyanya dengan wajah yang bingung

“paman yang waktu itu dibandara kan? paman yang menolongku waktu itu, passort.. sudah ingat?”

“ahhh nona yang waktu itu dibandara incheon.. kalau tidak salah beberapa bulan yg laluuu..”

“ingatan paman bagus juga. terima kasih skali lagi untuk pertolongan paman yang waktu itu” ujarku seraya membungkuk hormat padanya ia membalas dengan menggoyangkan tangannya.

“itu sudah lama sekali tapi apa kau terluka? maaf.. tapi aku sedang terburu-buru sekarang ini..”

“aku baik-baik saja paman tenang saja..” dia memang terlihat sangat terburu-buru hampir saja kamera yang dipegannya hampir terjatuh saat ia mengambil ponselx yang terjatuh akibat tabrakan kami tadi, aku hampir melompat saat melihat jam yang ditampilkan ponsel paman ini, ujianku!

“paman aku harus pergi. sekali lagi terima kasih banyak”

kuedarkan pandanganku mencari mobil paman, ahh itu dia. aku bergidik saat seseorang tiba-tiba menyentuh pundakku aku tidak sanggup membalikkan badan..

“permisi.. kau siapa?”

sepertinya bukan orang jahat jadi kuputuskan untuk berbalik. mata kami bertemu pandang, saat itu perasaan kaget, bahagia, sedih bahkan sampai terharu bercampur menjadi satu. aku tidak percaya kami bertemu kembali dengan cara seperti ini. when we met again…

TBC


All-Mate911(Chapter 3)

$
0
0

img_2363

All-Mate911

A fanfiction by marceryn

Rating : PG-15

Length : Multichapter

Genre : AU, romance

Casts : EXO’s Chanyeol, Ryu Sena [OC], supporting by EXO’s members and others OCs

Disclaimer :: Except the storyline, OCs, and cover, I don’t own anything.

Note : Ini dia chapter 3 XD ehem. Masih pendek dan gajelas, oke, dan agak bikin geli(?) tapi biarlah lol. Selamat membaca! Kritik dan saran juseyong :3

(dipublikasikan juga di wattpad pribadi)

 

~all-mate911~

-setiap manusia punya dua wajah (dalam kasus Ryu Sena, ini berarti harfiah)-

 

 

“Yang kemarin kulihat itu benar kau, kan?” tanya Chanyeol.

Sena melihat sekitar, barangkali memastikan tidak ada yang mendengarkan. Mereka hanya berdua di jalan kecil itu. Sena sengaja menunggu lebih lama di sekolah sampai semua orang pulang, dan Chanyeol sengaja mengikuti Sena. “Kalau benar, lalu kenapa?” balasnya.

“Jadi, kau berbohong pada teman-temanmu” Chanyeol bersedekap. “Ayahmu pilot, ibumu pekerja sosial, rumahmu besar, bla bla bla. Semua itu bohong.”

Sena balas menatapnya lurus, tapi Chanyeol tahu gadis itu gugup. Kedua bola matanya bergetar dan ia menggigiti bibir bawahnya diam-diam. “Ya, aku berbohong. Apa urusannya itu denganmu?”

“Tidak ada. Kecuali kalau aku memberitahu semua orang yang sebenarnya.”

Singkat dan tepat sasaran. Wajah Sena langsung pucat. Tapi ia dengan cepat mengendalikan ekspresinya. “Kau hanya menggertak.”

“Tidak juga.”

Sena memindahkan berat tubuhnya dari satu kaki ke kaki lainnya. “Apa yang kauinginkan, Pecundang?” tanyanya dengan rahang terkatup rapat.

Chanyeol menyodorkan buku tulisnya pada Sena. “Tugas karangan bahasa Inggris untuk besok. Kau sudah menyelesaikannya, kan? Pasti sudah. Kau pelajar unggulan. Nah, kau bisa membantuku menyelesaikan milikku.”

Sena menerima buku tulis itu dengan enggan. “Jika sampai ada yang tahu, aku akan membunuhmu.”

“Tidak akan ada yang tahu.” Chanyeol tersenyum dan menepuk-nepuk bahu Sena. Ada kepuasan tersendiri membuat gadis paling pintar dan sok di sekolah mendadak tidak berdaya. “Sampai besok. Pastikan kau mengerjakannya dengan baik.”

Chanyeol tidak berharap gadis itu benar-benar menurutinya, tapi ternyata Sena lebih lemah daripada yang ia kira. Pintar dan lemah. Dua hal itu tidak bisa dikombinasikan. Karena kemudian Chanyeol membiasakan diri untuk memanfaatkannya.

 

***

 

“Wah, ini rekor baru. Kau tidak muncul di kelab selama dua minggu dan tiga hari,” kata Baekhyun begitu Chanyeol duduk di kursi tinggi bar. “Kurasa itu berarti tidak banyak yang kau pikirkan.”

“Wiski,” pesan Chanyeol. “Dan, sebenarnya justru sangat banyak, jadi aku tidak punya waktu duduk di sini dan mendengarmu merepet seperti knalpot rusak.”

Baekhyun melempar serbet yang digunakannya untuk mengelap gelas-gelas ke wajah Chanyeol dengan kecepatan luar biasa, yang syukurnya ditangkap tepat waktu.

“Aku akan melaporkanmu pada bosmu,” dumal Chanyeol.

Baekhyun hanya mengangguk-angguk dengan seulas senyum seolah berkata, “Teruskan, Nak, teruskan.

Chanyeol menerima wiskinya dan menenggaknya habis, kemudian memesan yang kedua. Sambil menuangkan wiskinya, Baekhyun bertanya sambil lalu, “Ada apa dengan gadis itu?”

Chanyeol membeku. Selama sesaat yang menakutkan ia bertanya-tanya apakah itu hanya tebakan beruntung atau Baekhyun bisa membaca pikiran orang. “Bagaimana kau bisa tahu?” ia balas bertanya.

Baekhyun tersenyum seolah-olah baru saja memenangkan lotere. “Aku hanya asal bicara. Tapi ternyata kau memang sedang memikirkan seorang gadis.”

Chanyeol mendengus. Sial.

Syukurnya Baekhyun meninggalkannya sebentar karena ada pesanan dari tamu lain. Chanyeol menopang dagu dengan tangan kiri bertumpu pada meja bar sementara jari telunjuk kanannya menelusuri bibir gelas. Ia memang memikirkan seseorang, tapi bukan seperti yang Baekhyun duga. Ia hanya ingin tahu apakah ada cara instan untuk membuat Ryu Sena menyukainya. Setidaknya, tidak membencinya lagi.

“Siapa Ryu Sena?”

Chanyeol mengangkat kepala. Sepertinya ia tanpa sadar telah menyuarakan pikirannya. “Bukan apa-apa.”

“Kenapa dia membencimu?” Baekhyun tidak bisa dialihkan. Jika ia ingin tahu sesuatu, ia akan mengejarnya sampai dapat. Baekhyun bisa saja mengikuti Chanyeol ke apartemennya sampai ia menjawab.

“Karena sesuatu yang terjadi di masa lalu.”

“Oooh, cinta lama.”

“Cinta apanya,” gerutu Chanyeol. “Dia membenciku dengan sepenuh hati. Well, aku juga tidak bisa dibilang menyukainya. Tapi itu dulu. Sekarang kami bertemu lagi dan kurasa aku menyukainya. Bukan menyukainya seperti seorang perempuan. Maksudku, aku ingin berteman dengannya.”

“Tunggu, tunggu.” Baekhyun menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Kita mulai dari hal sederhana dulu. Kenapa dia membencimu?”

Chanyeol menghabiskan wiskinya dalam sekali tenggak, lalu menjawab, “Karena dulu aku bodoh, jahat, dan egois.”

Baekhyun bersedekap dan menelengkan kepalanya sedikit seraya menatap Chanyeol dengan pandangan menilai. “Menurutku kau tidak jahat. Sedikit egois, mungkin. Bodoh, itu sudah jelas.”

“Terima kasih,” balas Chanyeol sebal.

“Sama-sama,” Baekhyun membalas riang. “Dan untuk masalahmu, itu mudah. Apa yang terjadi di antara kalian adalah masa lalu, kan? Kalau kau ingin dia menyukaimu sekarang, tunjukkan padanya kalau kau bukan si bodoh, jahat, dan egois itu lagi. Tunjukkan padanya kalau kau sudah dewasa dan berubah menjadi orang yang lebih baik. Kalau dia tetap tidak menyukaimu juga, well, ajak dia ke sini dan aku bisa membantumu membuatnya santai dengan sedikit alkohol. Dan kurasa aku tidak perlu memberitahumu apa yang perlu kaulakukan selanjutnya.”

Chanyeol mempertimbangkan saran Baekhyun. Bukan soal minuman itu (yang benar saja), tapi yang sebelumnya. Sena membenci dirinya yang dulu, jadi jika Chanyeol bisa menunjukkan bahwa sekarang ia sudah berubah… Sena mungkin akan memaafkannya.

“Omong-omong,” suara nyaring Baekhyun menyela pikirannya sekali lagi, “kau sudah melihat-lihat? All-Mate911?”

Chanyeol melongo. “Apa?”

“All-Mate911,” ulang Baekhyun seraya memutar bola matanya. “Kau mendadak tuli atau apa?”

“Itu, eh, belum,” Chanyeol menjawab sesantai mungkin dan berdeham salah tingkah. “Belum. Tidak ada waktu.”

Baekhyun menyipitkan kedua matanya yang dirias tebal dengan curiga. Chanyeol khawatir laki-laki itu, selain bisa mengendus isi pikirannya, juga bisa mengendus kebohongannya.

 

***

 

Sena memikirkan Chanyeol berhari-hari. Bukan, bukan memikirkannya seperti itu, melainkan memikirkannya karena khawatir laki-laki itu benar-benar akan menelepon lagi dan Sena tidak bisa menghindarinya karena ini tuntutan pekerjaannya. Setelah beberapa hari berlalu dalam ketenangan (belum ada panggilan lain lagi dan sejak Jimin dan Luhan benar-benar berbaikan, Sena tidak melihat batang hidungnya sama sekali. Benar-benar sahabat sejati), Sena mulai bisa bernapas lega. Sedikit.

Lalu Chanyeol memilih saat yang tepat di mana pertahanannya sedang lemah untuk meneleponnya lagi. Suara beratnya mengumumkan dengan riang, “Tebak apa? Hari ini aku libur.”

Sena menahan segala umpatan yang ada di ujung lidahnya. “Dan kenapa… kau menelepon… aku?”

“Aku sedang berpikir ingin jalan-jalan. Sudah lama sekali aku tidak melihat-lihat daerah Hongdae.”

Tarik napas, buang perlahan. Tarik  napas, buang perlahan. Pikiran-pikiran tenang. Hidup ini hanya sementara, jangan habiskan dengan marah-marah. “Kenapa kau tidak… pergi sendiri saja?” tanya Sena. Dan mungkin kau bisa tersesat, tidak tahu jalan pulang, lalu mati kelaparan atau ditabrak truk.

“Apa serunya? Lagipula, aku tahu seseorang yang mau sukarela menghabiskan waktu bersamaku dengan sedikit bayaran.”

Akhirnya Sena menyetujui (tidak ada pilihan lain) dan menyeret kakinya berangkat ke Hongdae. Mereka berencana bertemu di depan sebuah kedai bubble tea jam sebelas siang. Sena sengaja tiba jam sebelas lewat sepuluh menit, tapi si Park Idiot itu ternyata baru muncul lima menit setelah ia datang.

Sena biasa memerhatikan penampilan pelanggannya. Dan Chanyeol memakai pakaian kasual hari ini, celana jins hitam yang robek-robek di lutut, kaus berwarna senada bergambar logo band—mungkin, Sena tidak bisa memastikan karena ia tidak mau memerhatikan Chanyeol terlalu lama—dan jaket berbahan kulit. Rambutnya tidak ditata dan jatuh ke dahi. Secara keseluruhan, lumayan. Kecuali Sena membencinya dan penampilan yang bagus itu justru membuatnya lebih benci lagi.

“Apa yang ingin kau lakukan?” tanya Sena.

Alih-alih menjawab pertanyaannya, Chanyeol berkata seraya mengacungkan jari telunjuk dan tengah kanannya, “Sepanjang hari ini, aku ingin kau melakukan dua hal. Pertama, jangan menatapku seolah-olah aku punya penyakit kelamin yang menular.”

“Aku tidak pernah menatapmu begitu,” bantah Sena. Yah, tidak persis seperti itu. Baginya Chanyeol adalah penyakit menularnya, bukan orangnya.

Chanyeol mengabaikannya. “Kedua, ayo lupakan apa yang pernah terjadi untuk saat ini saja dan bersikaplah seolah-olah kita teman. Itu hal yang paling bisa kau lakukan, kan? Berpura-pura. Aku akan membayarmu dua kali lipat kalau kau bisa melakukan keduanya dengan baik.”

Sena membuka mulut untuk membantah itu juga, tapi Chanyeol berbalik kanan dan meninggalkannya di belakang, tidak memberinya kesempatan bicara. Sena menelan bulat-bulat protesnya dan mengikuti Chanyeol dengan enggan.

Mereka berhenti di toko topi dan Chanyeol langsung mencoba beberapa di kepalanya dengan wajah riang. Sena mendadak terpikir sesuatu sambil menungguinya.

“Apakah kau punya teman?” tanya Sena. “Yang manusia, bukan khayalan atau virtual.”

“Ya,” jawab Chanyeol singkat. Ia menoleh dari cermin pada Sena. Di kepalanya ada topi berpenutup telinga berbentuk boneka serigala. “Apakah ini cocok untukku?”

“Ya, jika umurmu lima tahun,” jawab Sena tanpa repot-repot memerhatikan. “Kalau kau punya teman, kenapa kau membutuhkan layanan All-Mate?”

“Oh, ayolah. Lihat yang benar,” protes Chanyeol. “Bukankah fashion adalah salah satu hal favoritmu?”

Sena memaksakan diri melihat. Baiklah, harus ia akui topi itu cocok untuk Chanyeol. Membuatnya tampak lebih manis, meskipun Sena tidak yakin ada laki-laki dewasa yang ingin terlihat manis. Tapi karena Chanyeol adalah si Park Idiot, mungkin ia tidak keberatan terlihat begitu. Bisa saja ia memang mengira dirinya manis. Hoek.

“Terserahlah,” akhirnya Sena menjawab. “Yang penting benda sialan itu nyaman dan kau menyukainya.”

“Bagus.” Chanyeol menyengir dan kembali mengecek wajahnya di cermin. Sena mengira Chanyeol akan mencium bayangannya di cermin, melihat betapa ia mengagumi dirinya sendiri di sana.

“Dan kenapa aku memakai All-Mate,” kata Chanyeol sambil merapikan anak rambut di dahinya, “karena aku lebih suka hubungan yang tidak terikat. Aku hanya perlu menelepon untuk mendapatkan seorang teman, lalu membayarnya, dan aku bebas meneleponnya jika ingin bertemu lagi. Tidak ada beban atau tanggung jawab. Aku tidak perlu mempertahankan apa pun atau menjaga perasaan siapa pun.”

Alis Sena terangkat. Mereka punya pikiran yang persis sama tentang hal ini. Tapi, tentu saja Sena tidak akan mengakuinya. Ia tidak sudi menyamakan diri dengan Chanyeol.

Chanyeol berbalik dari cermin, menyambar satu topi boneka dari rak dan memakaikannya ke kepala Sena sebelum ia sempat bereaksi. “Cocok sekali untukmu.”

“Apa-apaan—” Sena mengangkat tangan untuk melepaskannya, tapi Chanyeol menahannya di sana dengan dua tangan dan tertawa.

“Lihat dulu. Benar-benar cocok.” Chanyeol menariknya ke depan cermin dan Sena melihat dirinya dengan topi kucing biru di atas kepalanya. Pipi Sena tampak lebih menggembung dengan topi itu. Belum lagi, itu kucing biru. Sena benci kucing.

Chanyeol terbahak-bahak. “Jangan lepaskan. Aku akan membelikannya untukmu.”

Sena hampir akan melemparkan topi itu ke wajah Chanyeol dengan kekuatan penuh, tapi ia mengingatkan diri; pura-pura menjadi teman. Tidak apa-apa. Sena bisa membuang topi sialan itu begitu pulang nanti.

 

***

 

Mereka, dua orang dewasa yang aneh dengan topi imut di atas kepala, berjalan menyusuri Hongdae yang ramai. Bermacam-macam aroma masakan menguar dari restoran-restoran yang terletak rapat satu sama lain. Menjelang Tahun Baru Lunar, hiasan bernuansa merah dan semarak digantung di sana-sini. Chanyeol membeli dua cone es krim dan mereka berjalan sambil menghabiskannya.

“Ceritakan padaku tentang pekerjaanmu,” kata Chanyeol.

“Kau sudah tahu.”

“Tidak semuanya. Aku ingin mendengarnya darimu.”

Sena memutar bola matanya tidak sabar. “Untuk apa?”

“Karena itu yang dilakukan teman, Ryu Sena. Mengenal satu sama lain.”

Sena bergidik ketika Chanyeol mengatakannya, tapi gadis itu tidak mendebat, jadi ia menganggap itu tanda persetujuan dan mulai bertanya, “Sudah berapa lama kau bekerja untuk All-Mate?”

“Sekitar satu tahun.”

“Bagaimana kau bisa bekerja untuk All-Mate?”

Sena menjilat sisa es krim dari pinggir bibirnya sebelum menjawab lancar, “Aku sedang mencari lowongan pekerjaan di internet dan tidak menemukan satu pun yang cocok untukku. Lalu aku mengetik di kolom pencari dengan kesal ‘aku tidak punya pekerjaan tidak punya teman tidak punya kehidupan tolong aku’, lalu aku tidak sengaja menemukan halaman soal All-Mate911. Mereka sedang membuka lowongan untuk penyedia layanan. Jadi aku mendaftar dan diterima.”

“Wah,” gumam Chanyeol. “So, it’s All-Fate.”

Sena menatapnya dengan tampang datar seolah berkata kau-ini-bicara-apa.

Chanyeol berdeham dan membiarkan lelucon garingnya berlalu. “Permintaan paling aneh apa yang pernah kau terima?” tanyanya.

Sena memiringkan kepalanya sedikit ke kiri seraya mengingat-ingat. “Satu kali, seorang bibi umur empat puluhan meneleponku untuk menemaninya menangis karena kucingnya mati. Benar-benar membuat frustasi. Aku harus ikut menangis sesedih mungkin bersamanya padahal aku tidak kenapa-kenapa.”

Chanyeol tertawa. Ia tidak bisa membayangkan seperti apa situasinya. Ia tahu Sena tidak terlalu menyukai kucing, dan ia yakin Sena lebih suka berpesta kalau tahu ada kucing yang mati. “Apa yang kau lakukan sebelum All-Mate?”

Mendadak raut wajah Sena berubah, seakan-akan ada kilasan buruk muncul tiba-tiba. Ia berdeham dan membalas datar, “Hal-hal sebelum All-Mate bukan urusanmu.”

Air muka Sena begitu aneh sampai-sampai Chanyeol tidak ingin mendesaknya. Sebagai gantinya, dia menanyakan hal lain, “Apa saja yang bisa penyedia layanan lakukan?”

“Aku sudah memberitahumu,” jawab Sena. Ia berusaha kembali bersikap santai. “Kami menemani yang ingin ditemani, mendengarkan yang ingin didengarkan. Apa saja.”

“Apa saja?”

“Ya, apa saja.” Sena menoleh padanya, dan mungkin ekspresi Chanyeol menampakkan sesuatu yang aneh, karena gadis itu tahu-tahu berdecak. “Bukan apa saja seperti itu,” tambahnya galak. “All-Mate disediakan hanya untuk memenuhi kebutuhan bersosialisasi.”

“Seks juga kebutuhan.”

Sena berhenti berjalan dan menatapnya seakan mau memukulnya. Chanyeol seketika menyumpahi mulutnya sendiri. Kenapa ia mengatakan hal itu?

Tapi Sena ternyata tidak memukulnya, hanya menghela napas dan kembali berjalan. “Kau bisa memenuhi kebutuhan itu sendiri,” katanya datar. “Maksudku, kau kan punya tangan. Dan aku tidak percaya kau tidak pernah pergi ke toko peralatan dewasa.”

Chanyeol tidak bisa menahan tawa. “Kau berbicara seperti seorang pro.”

Sena kembali berhenti berjalan. Ups. Salah bicara lagi. Chanyeol mendahului Sena di depannya sebelum gadis itu sempat memukulnya sungguhan.

Setelah beberapa langkah, mereka kembali sejajar, dan Chanyeol bertanya lagi, “Seandainya—hanya seandainya, oke, jangan menatapku begitu—seseorang meneleponmu untuk tidur dengannya, apa yang akan kau lakukan?”

Sena sedang menelan sisa es krimnya dan hampir tersedak. “Aku berhak menolak permintaan seperti itu. Itu pelecehan. Aku akan melaporkannya pada atasanku agar dia diblokir dari All-Mate.”

“Bagaimana jika seseorang mengajakmu bertemu untuk, misalnya makan malam, dan melakukan hal lain begitu kau menemuinya. Bagaimana?”

“Aku bisa menuntutnya. Sebelum bisa memakai aplikasi, kau diminta memasukkan data diri, nomor ponsel, dan nomor identitas. Nah, aku bisa melaporkannya pada polisi dengan itu. Tapi sejauh ini All-Mate tidak punya masalah seperti itu. Setidaknya, aku tidak punya. Aku tidak tahu bagaimana dengan penyedia layanan lain.”

Chanyeol mengangguk-angguk. “Tapi, karena All-Mate menyediakan teman yang dibayar untuk melakukan apa saja… apakah kau pernah menerima permintaan seperti itu?”

“Tidak.” Sena menggeleng. “Tentu saja tidak.”

Well.”

Hening.

“Apa?”

“Bukan apa-apa.”

Chanyeol bertanya-tanya ke mana pembicaraan ini akan membawa mereka, dan ia memutuskan untuk tidak mencari tahu lebih jauh. Tidak sekarang.

“Aku juga punya pertanyaan,” Sena menoleh padanya dengan sepasang mata ingin tahu. “Dari mana kau tahu soal All-Mate? All-Mate tidak pernah membuat iklan dan promosi besar-besaran atau apalah. Hanya sedikit kalangan yang tahu soal layanan ini.”

Chanyeol benar-benar tidak ingin menjelaskan panjang lebar mengenai Baekhyun dan pesta lajang Junmyeon dan betapa menurut Baekhyun, ‘Song Ahyoung’ adalah gadis yang menarik. Jadi ia mengatakan hal pertama yang terbesit di kepalanya, “Aku hanya mengetik di kolom pencarian internet ‘aku tidak punya teman aku kesepian tolong aku’ dan situs All-Mate911 muncul.”

Sena menatapnya dengan mata menyipit curiga. Sepertinya gadis itu tahu Chanyeol berbohong. Dan Chanyeol tidak mengerti apakah Sena memiliki intuisi seperti Baekhyun atau ini hanya ia yang tidak bisa berbohong dengan baik dan benar?

 

***

 

Sepanjang siang ini Sena nyaris lupa kalau ia sebenarnya membenci Chanyeol. Nyaris. Begitu Sena menerima bayarannya dan mereka berpisah (setelah Chanyeol mengingatkan Sena untuk menunggu karena ia pasti akan menelepon lagi), Sena ingat lagi kenapa dan sebesar apa ia membenci Chanyeol. Hanya saja, untuk sesaat tadi, ia benar-benar mengganggap Chanyeol sebagai temannya. Tanpa pura-pura. Dan ini membuatnya merasa serba salah.

Sena terlalu sibuk memikirkan hal ini dan bingung sendiri, sampai-sampai ia tidak siap dengan kejutan yang menunggu di kamar sewaannya. Sebenarnya, tidak ada yang akan membuatnya siap melihat pasangan yang berciuman panas di atas tempat tidurnya. Apalagi kalau itu Jimin. Dan Luhan.

Sena terkesiap dan menjerit. Mungkin suaranya membuat seluruh tetangganya, kamar di sebelah kiri dan kanan, di lantai bawah, atas, mengira ada kebakaran.

Luhan menyingir dari atas Jimin dengan terkejut dan Jimin nyaris terpeleset saat terlalu buru-buru melompat turun tempat tidur Sena. Wajahnya merah, tapi Sena tidak tahu itu karena malu atau alasan lain.

Masa bodoh dengan alasannya. Masalahnya adalah: “KENAPA KALIAN HARUS BERMESRAAN DI KAMARKU? DI TEMPAT TIDURKU?”

Luhan sontak menutup telinganya dengan dua tangan seolah itu bisa membantu menyelamatkan pendengarannya. “Halo juga,” balasnya. “Maaf kami membuat tempatnya sedikit berantakan.”

“SEDIKIT?” Sena histeris. “APA SAJA YANG SUDAH KALIAN LAKUKAN DI SINI?”

“Eh, kami belum melakukan apa-apa.”

“Dan tidak perlu teriak-teriak begitu,” sela Jimin. Setelah berhasil mengatasi malu karena tertangkap basah, ia kembali bersikap sarkastik. “Seakan-akan kau belum pernah berciuman saja.”

“AKU TIDAK MELAKUKANNYA DI KAMAR ORANG LAIN!”

“Astaga. Iya, aku dengar.” Jimin menepuk-nepuk telinganya. “Kami hanya meminjam tempat.”

“Dan tempatnya adalah kamarku?!” Sena menurunkan volume suaranya, tapi masih setengah berteriak.

“Sebenarnya kami bahkan tidak berniat melakukan apa-apa. Tadinya aku hanya ingin menemuimu dan bertanya apakah kau mau ikut menonton band Luhan malam ini. Tapi kau tidak di rumah. Jadi aku menunggu.”

“Tidak, aku tidak mau ikut,” jawab Sena segera. “Dan keluar segera, kalian berdua! Ayo, cepat!”

Sena menarik lengan Jimin dan Luhan dan mendorong mereka keluar dari kamarnya, lalu membanting pintu. Dan satu orang lagi yang bicara—atau melakukan sesuatu yang berhubungan—tentang seks, akan ia bunuh.

Ponsel kerjanya berdering dan Sena menyambarnya dari dalam tas dengan napas memburu. Ia melihat nama Chanyeol dan langsung menjawabnya dengan, “Apa? Apa? APA? Apalagi yang kauinginkan sekarang?”

“Oh, astaga,” keluhan Chanyeol terdengar samar seakan-akan ia menjauhkan ponsel dari telinganya karena seruan bertubi-tubi Sena. Kemudian ia berkata lebih jelas, “Bukan apa-apa. Aku hanya ingin bilang terima kasih. Dan selamat malam, Ryu Sena.”

Lalu Chanyeol memutus sambungan tanpa menunggu balasan. Sena menatap layar ponselnya yang menyala sampai menggelap dan menampilkan bayangannya. Ia melihat wajahnya, dan topi kucing biru sialan itu ternyata masih di kepalanya. Sena lupa membuangnya. Sekarang ia terlalu malas untuk keluar dan membuangnya di tempat sampah. Lagipula, siapa tahu Luhan dan Jimin masih ada di depan, mungkin melanjutkan apa yang disela Sena barusan.

Sena melempar tas dan topi itu ke atas tempat tidurnya, lalu mengempaskan punggungnya ke sana. Tempat tidurnya hangat. Terima kasih pada Jimin dan Luhan. Huh.

Sena menatap langit-langit kamarnya yang kusam dan menghela napas. Ia masih membenci Chanyeol. Sangat.

Tapi mungkin tidak sebesar yang ia ingat dulu.

Tetap saja, ia masih membencinya. Setelah semua yang terjadi padanya, ia tidak bisa tidak membencinya.

 

***

 

Hari-hari Sena sebagai pembantu tugas Park Chanyeol di SMA semakin menyiksanya. Chanyeol tidak hanya meminta bantuannya mengerjakan tugas rumah, tapi juga membuatkannya sontekan untuk ujian, dan karena belum cukup, Sena dipaksa duduk di sebelahnya untuk membantunya mengerjakan ujian. Sena tidak bisa menolak karena ia takut rahasianya terbongkar. Tentu saja Chanyeol tahu Sena takut, karena itulah laki-laki itu memanfaatkannya.

Lalu, entah kenapa, suatu hari Chanyeol berhenti meminta bantuannya.

“Kenapa?” Sena bertanya curiga.

“Tidak apa-apa. Aku hanya… ingin mencoba melakukannya sendiri.” Ia melirik ke kanan, ke atas, menunduk menatap ujung-ujung sepatunya, pokoknya menghindari menatap Sena langsung. Dan wajahnya tampak malu-malu. Sena benar-benar tidak mengerti kenapa. “Terima kasih untuk bantuanmu selama ini.”

Sena ingin berkata, “tidak perlu terima kasih, kau kan mengancamku,” tapi Chanyeol berbalik meninggakannya sebelum ia sempat membuka mulut.

Sena lega. Akhirnya ia bebas dari perangkap ini. Dan, jika Chanyeol sudah memutuskan untuk berubah, itu bagus. Meskipun Sena bukan temannya, ia ikut senang. Selama beberapa bulan terakhir bersamanya, Sena merasa Chanyeol tidak seburuk itu. Ia malas dan tidak mau berpikir, itu benar, tapi ia juga tidak jahat.

Tapi, kelegaannya hanya sementara. Setelah Chanyeol berhenti menyuruh-nyuruhnya, Sena merasa teman-temannya mulai berubah. Satu persatu dari mereka menjauh. Sena mendengar mereka membicarakan dirinya dan langsung membubarkan diri saat melihatnya.

Belakangan Sena tahu, cerita tentang keluarganya sudah tersebar. Orang-orang yang dulu temannya kemudian berbalik memusuhinya. Mereka mencoret-coret buku pelajarannya, menyandungnya di koridor, mengejeknya pengemis, pembohong, penipu, dan menertawainya. Mereka mengerjainya secara verbal dan fisik tanpa satu hari pun terlewat. Hingga suatu saat, salah satu dari permainan mereka berakhir fatal.

Dan Sena akan selalu menyalahkan Park Chanyeol karenanya.


My Mistake

$
0
0

img_2364

My Mistake

Author : Lee Hyo

Main Character : Park Reina as you maybe, and member EXO (secret)

Rating PG 15

Genre : Romance

Reina POV

Aku melihat jam tanganku yang sekarang sudah menunjukkan jam 11 malam. Sudah dua jam aku duduk di sini hanya menatap cangkir capucchino yang sudah kosong. Kulirik kursi-kursi kosong di sekitarku yang sudah di tinggal beberapa saat yang lalu, hanya tinggal aku sendiri di meja ini. beberapa pelayan sedang membersihkan dan sebagian sudah pulang. Aku melihat ponselku tanda tidak ada pesan ataupun telfon darinya. Aku menghembuskan nafasku pelan entah sudah berapa kali aku menelfonnya  tapi tidak ada jawaban, entah sudah berapa pesan yang kukirimkan tapi balasannya hanya ‘tunggu aku, aku pasti datang’ dan itupun sekitar sejam yang lalu tapi sampai sekarang dia tidak menunjukkan dirinya di sini. ‘apa dia lupa??’ tapi dia sudah janji akan menemuiku di sini batinku panik.

Seorang pelayan terlihat berjalan ke arah meja yang ku tempati. Rasanya aku tidak enak hati karena sudah memohon entah sudah yang keberapa kalinya. Tapi bagaimana jika ia datang?? Kami sudah buat janji untuk bertemu di sini… tidak mungkin dia lupa begitu saja setidaknya dia memberikanku kabar kalau dia tidak bisa datang.

“agasshi (nona) ini sudah 1 jam… kami seharusnya sudah tutup sejak sejam yang lalu” suara pelayan wanita tadi membuyarkan pikiranku. Ia menatapku jengah mungkin karena aku masih bersih keras tidak mau meninggalkan restoran ini sejak sejam yang lalu. aku tersenyum merasa tidak enak hati telah membuatnya menunggu juga tapi biarkan kali ini saja. Tuhan tolong semoga ia mau memberikanku izin sekali lagi ucapku dalam hati.

“aku mohon… biarkan aku menunggu 5 menit lagi tolong…” mohonku padanya. sejujurnya aku juga merasa tidak enak hati, sejak tadi karena aku tidak memesan apa-apa selain cappuccino.

“maaf nona tapi aku harus pulang sekarang… anda bisa menelfon kekasih anda agar menunggu di luar dari restoran ini” katanya datar. Aku menelan salivaku kasar tidak ada dispensasi lagi kali ini. aku mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompet meletakkannya di atas meja dengan lesu.

“maaf sudah membuatmu menunggu juga nona… terimakasih…” kataku kemudian beranjak keluar dari restoran tersebut.

Aku berbalik ke kanan dan kiri berharap dia muncul di ujung jalan sana tapi nyatanya kosong, aku tidak melihatnya. Aku meninggalkan restoran itu dengan lesu berjalan menuju pemberhentian bus dan duduk di sana.

Aku mengusap layar ponselku membuka kuncinya, aku menatap layar ponselku yang menampilkan foto selca kami berdua tersenyum bahagia yang kujadikan sebagai wallpaper.

“neo eodiga…? (kau dimana?)” ucapku sambil menatap fotonya yang kujadikan wallpaper di ponselku.

Aku menekan panggilan cepat menelfonnya. Aku mendekatkan ponselku di pipi, kalau kali ini dia tidak mengangkatnya berarti dia lupa dan semuanya akan berakhir. suara dering tanda sambungan terdengar, jantungku berdetak cepat ‘ayolah angkat kau tidak benar-benar ingin semuanya berakhir kan???’ batinku. Suara layanan menyambutku beberapa detik kemudian bahwa ia tidak mengangkat telfonnya. Dia benar-benar lupa… aku menekan kembali untuk menelfonnya tapi sudah tidak aktif, ponselnya sudah tidak aktif. Perasaanku gusar, berkali-kali aku menelfonnya tapi hasilnya sama saja, air mataku sudah turun membasahi pipiku beranak sungai dengan deras. ‘Dia benar-benar lupa… melupakan semuanya…’ batinku. aku mengusap dadaku pelan rasanya sakit sekali entah ini sudah yang ke berapa kalinya. ‘bodoh!!! Sudah 3 jam jelas saja dia tidak akan datang’ makiku pada diri sendiri. Seringkali ia datang terlambat tapi sering juga ia hanya mengirim pesan bahwa ia tidak bisa datang karena masih ada pekerjaan tapi kali ini dia tidak datang setelah 2 jam aku menunggu dan tidak memberikanku kabar apapun.

Aku memberhentikan taxi untuk pulang karena pada jam segini pengoprasian bus sudah berhenti. Sepanjang jalan aku hanya menatap keluar jendela entah apa yang akan terjadi setelah ini aku sudah tidak peduli lagi. Air mataku kembali menetes mengingat perlakuannya, setidaknya dia memberikanku kabar jika dia tidak ingin datang. Aku turun dari taxi dan berjalan kearah gedung apartemanku dengan lesu. Sejak di dalam taxi tadi yang kulakukan hanya menangisinya. Aku menekan nomor password apartementku kemudian membuka pintu setelah terdengar kunci terbuka. Aku menghidupkan lampu kemudian masuk dengan lesu. Ku lempar asal tasku di sofa kemudian berjalan kearah dapur untuk mengambil air dan meneguknya. Aku berbalik ke arah kulkas dan tertegun ketika melihat tempelan foto-foto kebersamaan kami. aku menatap sedih foto-foto tersebut kemudian beranjak dari dapur lalu masuk ke kamar. Aku melepas mantelku kemudian menggantungnya di samping pintu. Aku beranjak ke meja rias melihat wajahku di cermin. Aku terlihat mengerikan setelah menangis, mataku bengkak dan hidungku juga memerah. Mataku teralihkan pada foto di nakas dan meja rias, foto kami saat perayaan anniversary yang pertama. Mataku kembali teralihkan ke tembok di mana foto-foto kami yang tertempel rapi di sana. Aku mendesah pelan, aku beranjak ke lemari mengambil sebuah kotak besar kemudian mulai mengumpulkan semua kenangan ataupun barang darinya memasukkannya ke dalam kardus besar tersebut. Aku keluar dari kamar dan mengambil barang-barang lainnya yang berada di dapur dan ruang tamu kemudian memasukkannya ke dalam kardus. Aku mengambil sebuah korek api kemudian membawa keluar bersama dengan kardus tersebut berniat untuk membakarnya di halaman gedung apartemanku.

Saat ingin membuka pintu aku teringat pemberian yang lainnya. Aku menunduk melihat kalung dengan bandul cincin yang bertengger cantik di leherku. Rasanya berat sekali ingin  melepaskannya ‘Tuhan bolekah aku menyimpan yang satu ini…’ batinku menjerit. Aku menghembuskan nafasku pelan, aku harus membuang semuanya kalau benar-benar ingin melupakannya termasuk kalung ini. aku meletakkan kardus besar tadi di lantai kemudian memejamkan mataku meyakinkan diriku untuk melepas kalung tersebut. Aku memegang kalung tersebut kemudian mengangkat kardus tersebut lalu membuka pintu. Langkahku terhenti ketika mataku menangkap siluent pria yang baru saja ingin aku lupakan. ‘Apa yang ia lakukan disini’ batinku resah kalau seperti ini dia akan mempersulitku. Aku memasang wajah datar sedatar mungkin yang aku bisa, sungguh… seandainya tidak ada kejadian beberapa saat yang lalu, aku mungkin sudah berhambur kepelukannya, merasakan bau maskulin yang sudah hampir dua minggu tidak tercium olehku tapi aku menahan segalanya berusaha berpikir dengan benar bahwa pria ini yang sudah mengecewakanku. Mata hitam pekat yang biasanya terlihat mengimintidasi itu menatapku dengan teduh. Ini bukan pertama kalinya dia menatapku dengan tatapan tersebut tapi rasanya aku selalu luluh dan ingin memaafkannya. Tapi kali ini tidak ada maaf baginya semuanya sudah berakhir aku tidak boleh terpengaruh dengan tatapannya itu.

“honey… Maafkan aku…”suara bassnya mengalun lembut di telingaku. Ia menyodorkan sebuah bunga mawar tiga warna (putih, merah dan pink) padaku. Aku hanya menatapnya tanpa ekspresi, ia seperti mengerti tatapanku yang sedang marah tapi tidak ingin menunjukkannya. Ia kemudian beralih melihat ke arah apa yang ku bawa dan kalung yang bergantung di tanganku.

“apa ini? kau mau kemana? Kenapa melepas kalungmu?” Tanyanya agak terkejut saat melihatku tidak memakai kalung pemberiannya.

“pikyeo… (minggir)” ucapku datar menyuruhnya minggir. Aku ingin keluar berjalan menyalip di ruang yang ada di sampingnya tapi dengan cepat ia menghalangiku. Aku menatapnya dengan sinis merasa marah tapi lihatlah tatapan mengimintidasiku ternyata masih tidak mempan untuknya buktinya dia tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

“kau belum menjawabku honey… kenapa melepas kalungmu??” katanya berusaha tidak tersulut emosi karena masalah kalung ini, Aku menatapnya jengah.

“ku bilang minggir…” kataku lebih keras berusaha melabraknya tapi nyatanya malah ia yang menarik tanganku masuk ke dalam aparteman. Karena terkejut kardus yang ku bawa tadi pun terjatuh membuat isinya terhambur keluar. Ia melihat semua isi kardus tersebut sedikit terkejut kemudian kembali menatapku dengan ekspresi meminta penjelasan.

“uri ijen keuccira…” akhirnya kata-kata itu mengalun dari mulutku.

“sireo…” tolaknya mentah-mentah.

“aku sudah tidak sanggup… kita putus saja…” kataku lagi mataku perih menahan air mata yang hendak keluar.

“oke… dengar ini pasti karena tadi… sung_

“tidak perlu…” aku membuang muka tidak ingin melihatnya, memotong dengan cepat omongannya yang ingin menjelaskan kejadian tadi. Aku takut ketika mendengar penjelasannya semuanya akan kembali lagi seperti semula. Aku tidak ingin mendengarnya aku tidak mau ini terulang lagi aku tidak mau tersakiti lagi, jadi lebih baik di akhiri saja.

“honey.. dengarkan aku…” ia meraih tanganku tapi dengan cepat kutepis kemudian mundur selangkah menjauh darinya. Ia terlihat terkejut dengan perlakuanku merasa menyesal telah melakukan kesalahan fatal tadi.

“ga…(pergi)” aku membuang muka tidak ingin menatapnya berusaha keras menahan air mataku.

“tidak… deng_

“dagaraguyo…(aku bilang pergi..).” Potongku cepat.

“Rei… tidak sebelum kau mendengar penjelasanku” ucapnya. Aku beranjak meninggalkannya di ruangan tersebut tapi dengan cepat ia meraih lenganku. Aku memberontak tidak ingin disentuh olehnya tapi dengan cepat ia membawaku kepelukannya. Air mataku turun begitu saja, aku berusaha memberontak di pelukannya agar ia mau melepaskan pelukan hangatnya tapi tidak ia memelukku dengan erat. Aku lelah percuma saja melawan, tenagaku hanya terkuras habis karena hal ini. Jadi, aku hanya pasrah dalam pelukannya, tanganku menggantung di sisi tubuhku tidak membalas pelukan tersebut. Aku memejamkan mataku diam-diam menikamti pelukannya. Sungguh, aku merindukannya… perasaan itu masih ada tapi rasa sakit itu membuat kerja otakku mengatakan hal yang berbeda dengan hatiku. Aku memejamkan mata menikmati debaran jantungnya yang masih sama setiap kali dia memelukku, bau feremon tubuhnya tercium sampai rasanya ingin merusak jalan pikiranku dan pelukannya masih hangat sama seperti dulu.

“Rei… maaf… sungguh aku minta maaf… aku sudah berusaha datang tepat waktu tapi terjadi sesuatu di jalan dan membuatmu menunggu sampai seperti ini… sungguh aku minta maaf…” katanya dengan suara parau yang masih bisa ku dengar, aku hanya menangis mendengar penjelasan darinya. Rasanya sudah cukup ini sudah keterlaluan, aku mendorongnya dengan sisa tenagaku yang telah lelah karena menangis dan memberontak, sampai pelukan hangat itu terlepas. Kulihat matanya yang kini memerah dan hampir mengeluarkan air mata.

“aku minta maaf karena membuatmu kecewa di hari anniversary kita… aku hanya… aku… minta maaf karena membuatmu kecewa… aku tahu ini bukan yang pertama kalinya dan sungguh aku sangat menyesal  karena ini terulang tapi sungguh kali ini bukan karena pekerjaan… ini murni karena sebuah kecelakaan… aku minta maaf…” katanya dengan menunduk.

“aku tahu mungkin kau sudah lelah mendengar kata maaf dariku… tapi aku tidak tahu mau mengatakan apa lagi selain kata maaf padamu… maaf pun pasti tidak cukup sama sekali untuk kesalahanku kali ini…” katanya lagi aku hanya diam tidak merespon, aku hanya melihatnya dengan pipi yang masih di aliri air mata.

“jika ada yang bisa kulakukan agar kau bisa memaafkanku akan kulakukan, tapi tolong… jangan memintaku untuk mengakhiri hubungan kita… aku mencintaimu Reina… sangat…” katanya lagi sambil menatapku dengan sakit bahkan rasa sakitnya itu terlihat sekali di matanya sampai air matanya lolos begitu saja melewati pipinya. Wajah tampan dengan tatapan teduhnya itu sekarang terlihat keruh karenaku.

“jika membunuhku adalah hal yang tepat, lakukanlah… tapi tolong jangan mengakhiri hubungan kita… lebih baik kau membunuhku…”katanya lagi kemudian menunduk menyembunyikan tangisannya. Aku memukul dadanya kesal membuatnya terdorong ke belakang.

“nappeun… (jahat)” kataku sambil memukul kembali dadanya berkali-kali dengan kesal yang membuatnya terdorong ke belakang tapi dia kembali ke posisinya, menjadikan dirinya sebagai benteng kokoh menerima pukulan dariku berkali-kali. Tanganku berhenti di dadanya meremas setelan yang ia pakai dengan erat.

“geure… aku ingin sekali membunuhmu… ingin sekali!! tapi tubuhku ini menghianatiku karena tidak mau mendengar kemauanku” air mata itu lolos lagi melewati pipiku. Ia menarikku dalam pelukannya menenangkanku dengan mengusap kepalaku lembut.

“mianhe… chagiya… mianhe… (maaf… sayang… maaf…)” katanya mengusap dan sesekali mencium puncak kepalaku menenangkan. Aku membalas pelukannya sambil sesekali memukul punggungnya masih merasa kesal yang membuatnya terus meminta maaf menenangkanku supaya berhenti menangis.

Suara dering ponselku terdengar membuat kami mengalihkan perhatian dan melepaskan pelukan hangat itu. Ia menatapku seakan bertanya siapa? mengganggu saja, aku pun beranjak melihat ponselku. Tck!!! Aku pikir apa ternyata hanya pemberitahuan anniversary kami yang ke 2. Tiba-tiba lengan kokoh tadi memeluk leherku dari belakang, aku rasa dia sudah lihat pemberitahuan itu karena sekarang dia tersenyum melihatku.

“selamat hari anniversary yang kedua honey… aku mencintaimu…” sebuah kecupan mendarat di pipiku membuatku terbelalak.

“memangnya aku memaafkanmu…?” kataku datar yang membuatnya mengerutkan wajahnya lucu.

“aku tidak memaksamu untuk memaafkanku tapi aku juga tidak menyetujuimu untuk mengakhiri hubungan kita…” jawabnya sambil tersenyum, oh Tuhan semoga saja dia tidak mendengar debaran jantungku yang bekerja dua kali lebih cepat sekarang hanya dengan melihatnya tersenyum, apalagi wajah kami hanya berjarak beberapa senti saja, ia bahkan masih memelukku dari belakang.

“kalau aku tidak mau…” kataku bersih kukuh.

“aku akan tetap mengganggumu sampai kau jengah dan akhirnya kembali kepadaku…” katanya dengan pasti, aku tersenyum meremehkan.

“bagaimana kalau ternyata aku bersuami…” kataku tersenyum meremehkan.

“aku akan menyingkirkan siapa saja yang berani menghalangiku untuk mendapatkanmu” katanya dengan tatapan mengerikan dan senyuman miring seperti biasa. Uhh bahkan senyum miring yang mempesona itu membuat kerja jantungku tidak stabil.

“issh dasar pemaksa” kataku mendelik yang membuatnya tersenyum manis.

“tapi kau menyukai si pemaksa ini… kan?” katanya sambil tersenyum menggoda. Oh lihatlah kapan dia tidak membuat kerja jantungku tidak stabil kalau seperti ini.

“isshh aniya…(tidak)” bohongku kalau aku mengakuinya dia akan semakin besar kepala.

“jinjja… lalu kenapa jantungmu berdetak cepat…” aku terkejut mendengar ketika mendengar kalimat itu meluncur dengan mulusnya dari mulut manis yang sedang tersenyum itu. Ahhh rasanya mukaku panas sekali, wajahku pasti sudah seperti kepiting rebus sekarang… memalukan sekali. Material lembut menyentuh pipiku mengecupnya lembut membuatku terkejut mataku berkedip sesaat.

“ lihatlah… manis sekali…” Ia kemudian mengelus pipiku menatap mataku sambil tersenyum. oh perlakuannya membuatku tak berkedip beberapa saat hanya menatap matanya mencari kebohongan di dalamnya tapi nihil hanya ada pancaran kebahagiaan dan seperti rasa lelah disana.

“aku merindukanmu… sangat merindukanmu…” katanya kemudian membawaku kepelukannya lagi memelukku dengan erat. Akupun membalas pelukannya, pelukannya membuatku berjinjit untuk sedikit menyamai tingginya ketika ia menyerukkan kepalannya di pundakku menghirup aroma tubuhku.

“aku mohon jangan katakan perpisahan lagi… aku akan melakukan apapun untukmu asalkan kau tidak meninggalkanku… aku janji aku tidak akan membuatmu tersakiti lagi jika keluar dari dunia entertainment membuatmu bersamaku aku akan melakukannya… tapi tolong tetaplah di sisihku…” katanya di sela pelukan kami, kurasakan tetesan air jatuh di pundakku yang pasti adalah air matanya. Ya Tuhan apa aku sudah keterlaluan tidak mempercayainya.

“aku disini… selalu disini… di hatimu di sisimu…” kataku menenangkan.

“terimakasih… aku mencintaimu, ani(tidak) I do love You… Kai always love Reina” katanya lagi.

“mmmm Reina always do love Kai…” kataku menimpali.

“jadi apa aku dimaafkan??” tanyanya.

“tck siapa bilang aku memaafkanmu…” aku memukul punggungnya membuat dia tertawa pelan. Aku melepaskan pelukan eratnya yang membuatnya kecewa kalau seperti ini aku bisa mati karena jantungan karenanya.

“tidak semudah itu… kau harus dihukum” kataku ia hanya menatapku pasrah.

“okey apa hukumannya honey???” Tanya Kai yang kini menuntun duduk di sofa yang tidak jauh dari tempat kami berdiri.

“haruskah aku membersihkan kekacauan ini…” katanya lagi melihat barang-barang yang berantakan di ruang tamu karena pertengkaran tadi.

“itu salah satunya” kataku.

“salah satunya? Lalu apa lagi? asalkan kau tidak meminta perpisahan aku akan menyetujuinya” kata Kai.

“mmmm tidak ada pelukan atau ciuman setelah ini jika kita bertemu, kau harus menjaga jarak dariku selama seminggu…” kataku yang membuatnya terbelalak.

“tidak… itu kejam sekali… kau kan tahu kalau kita tidak pernah bertemu selama dua minggu ini dan sekarang saat aku punya waktu kita harus menjaga jarak, tidak… tidak mau…” kata Kai tidak setuju.

“ya sudah pulang sana…” usirku kemudian beranjak dari sofa menuju dapur kulihat Kai mengikutiku dari belakang.

“eits… jauh-jauh jarak 1 meter dariku…” aku berbalik mengancamnya kemudian melanjutkan jalanku.

“Rei… ini tidak adil kau kan tahu kita tidak pernah bertemu… aku sangat merindukanmu tahu…” lihatlah Kai yang kita lihat di panggung yang katanya terlihat dewasa ini bersikap sangat kekanakan seperti meminta ice cream di musim dingin pada ibunya.

“itu resikonya… kalau tidak suka yaa sudah pergi sana…” kataku sambil membuka kulkas mengambil cake dan membawanya ke ruang tamu dan Kai masih setia mengikutiku seperti anak yang sedang berusaha merayu ibunya agar dibelikan permen rasanya lucu sekali mempermainkannya.

“okey baiklah… di mulainya besok saja yaaa hari ini kan perayaan anniversary kita…” mintanya padaku. Aku hanya menimbang-nimbang yang membuatnya sedikit gugup dan terus memohon.

“okey” kataku yang membuatnya langsung berhambur memelukku.

“gomawo chagiya…. Selamat hati jadi yang ke 2 aku mencintaimu… Kim Jongin berjanji akan selalu mencintai, manyayangi, menerima Park Reina mendampinginya ketika susah dan senang, sakit dan sehat” kata Kai lantang.

“tch” aku mendecih mendengarnya.

“Park Reina berjanji akan selalu mencintai, menyayangi, menerima Kim Jongin apa adanya mendampinginya ketika susah dan senang, sehat dan sakit dan memberinya hukuman ketika dia nakal” kataku yang membuatnya tertawa.

“saranghae…” kata Kai di sela pelukan kami.

“nado saranghae…” kataku sambil memeluknya dengan erat menghirup oksigenku kembali dan kurasakan elusan tanganya di kepalaku dan ia mengendus di atas kepalaku mungkin menghirup aroma sampo yang menyeruak di rambutku yang katanya sangat disukainya.                 ______

 

Do you like my FF? please give me your comment or suggestion…

XOXO EXO-L


What Are We? (2)

$
0
0

Title       :               What Are We? (2)

Author  :               @afnfsy

Genre   :               Romance, angst (mostly)

Length  :               Multi-chapters

Rating   :               PG-15 (Some scene are not suitable for children under 15 years old.)

Casts     :               EXO’s Baekhyun, OC, many more to come.

Notes    :               Hello! Just want to clarify that the background story taken was mostly in Jakarta and Bandung. So you might found some—or many, Indonesian slangs. And this story contains the use of ‘gue-lo’ A LOT. Anyways, I also post this story on Asianfanfics and Wattpad with the same title, but different casts. (Yes, I use Indonesian names for the casts, but still use Baekhyun as the visual of the main boy character.) Duh, I talked a lot. Enjoy this story!

————————————————————————————

“Duh, lovebirds.” ledek Mara sambil menyundut siku Attara. Yang diledek hanya diam saja sementara wajahnya mulai memerah, tangannya yang sibuk menuliskan kata demi kata di secarik kertas terhenti.

Attara pun mendengus, “Ih, Mara. Orang kita nggak ada apa-apa, kok,” jawabnya sedikit kecewa. Walaupun dalam hati ia sangat mensyukuri kejadian Sabtu beberapa minggu lalu, dan walaupun ia sangat menghargai usaha Tanya dalam mengenalkan dirinya dengan si bangorBaekhyun, ia tetap merasa kecewa karena mereka seolah-olah terhenti di situ. Gadis itu pun melanjutkan tugas menulisnya lagi setelah beberapa saat memandangi kertas di depannya dengan sendu.

Mara hanya memerhatikan sahabatnya yang sudah hampir sejam berkutat dengan tugasnya di perpustakaan yang sepi ini. Saat ia hendak berbaring sebentar di lengannya, matanya tidak sengaja memandang kearah rak paling pojok. Kedua matanya refleks menyipit untuk dapat melihat dengan lebih jelas—dan untuk memastikan bahwa yang dilihat olehnya bukanlah orang yang daritadi ia dan Attara bicarakan. What the

“Tar, Tar,” panggil Mara setengah berbisik sambil menggoyang-goyangkan tangan sahabatnya yang masih menulis, tetapi yang dipanggil malah tidak memperdulikan panggilannya sama sekali. Mara tetap tidak menyerah dan masih mencolek-colek pergelangan tangan Attara.

“Ih, Syamara diam sebentar bisa, kan???” tanya Attara dengan kesal, matanya masih tidak menatap Mara sama sekali. Sementara itu kalau Attara memanggil sahabatnya dengan nama lengkapnya, berarti Attara sudah mulai merasa jengkel.

“Nggak bisa, nggak bisa! Itu cowok lo ngapain anjiiir di pojokan begitu? Lho, itu bukannya Sarah?”

Begitu menangkap maksud dari perkataan Mara, Attara langsung berhenti menulis dan melayangkan pandangannya searah dengan arah pandangan sahabatnya. Ditambah dengan mendengar nama Sarah, Attara langsung merasa tidak enak. What can he possibly do with her, moreover in this almost empty library, and at the most corner shelf?

Attara menelan ludahnya sendiri, lalu menggelengkan kepalanya—berusaha untuk tidak berpikir yang aneh-aneh. Mungkin saja mereka sedang mencari buku di rak yang sama? Atau mungkin mereka hendak belajar bersama? Who knows.

“Biarin aja, Mar. Mungkin mau belajar bareng? Kita, kan, nggak tahu…” ujar Attara yang sekarang mulai berkutat kembali dengan tugasnya, which left a big O formed in Mara’s mouth. This girl is surely thinks way too positive! pikir Mara.

“Baekhyunwould be very lucky to have you, Tar. Tapi sayangnya lo terlalu polos.” pikir Mara lagi sambil melihat kearah Attara yang sedang menggigit jarinya bingung.

Kini Mara hanya menghela napas sebelum akhirnya ia memutuskan untuk tidak memikirkan apa yang terjadi di rak pojok sana—walaupun sebenarnya ia penasaran, parah. Ia pun meletakkan kepalanya diatas lengannya dan berbaring di meja sementara ia menunggu Attara menyelesaikan tugasnya. Suasana perpustakaan yang sejuk membuat Mara mengantuk.

Begitu Mara menutup kedua matanya dan terlelap, Attara mengambil headset dari dalam tasnya dan mencolokkannya ke iPodnya. Musik yang mulai berdendang cukup membuat Attara budeg dengan keadaan sekitar. Saat ia mulai menulis lagi, kedua orang yang daritadi berusaha Mara pergoki keluar dari barisan rak paling pojok itu. Keduanya tersenyum puas karena apa yang baru saja mereka lakukan di sana, mereka pun berjalan menuju pintu perpustakaan sementara si gadis merangkul lengan lelaki di sebelahnya, si lelaki hanya membiarkannya dan begitu ia menghadap lurus ke depan; kearah meja panjang dengan kursi-kursi di kedua sisi terpanjangnya, ia tercekat.

Baekhyun merasakan perasaan aneh itu lagi ketika mendapati Attara yang sedang sibuk dengan kertasnya, perasaan panik karena takut Attara mungkin saja melihat ia dengan Sarah pun mulai menjalari tubuhnya. Tetapi karena Sarah mulai menarik tangannya lagi dengan sikap tidak sabaran, Baekhyun lagi-lagi pun mengalihkan pikirannya dan berjalan keluar dari perpustakaan.

“Selesai!” pekik Attara pelan seraya mengangkat kertasnya. After she beamed to admire her own writings, tangannya pun menurunkan kertas itu dari pandangannya sedikit; membuat ia sekarang melihat kearah rak-rak buku.

“Tadi ada apa, ya…?”

——————————————————————-

Baekhyun bisa dibilang adalah salah satu dari orang-orang gegabah atau kasarnya ugal-ugalan di kampusnya. Mungkin itu tidak akan terlihat di kebanyakan waktu, tetapi once you get to know him from his friends, or fromBaekhyunhimself, you’ll know that he’s a rascal.

Ya, Baekhyun itu bajingan. Dan mungkin Attara belum melihat Baekhyun di sisi itu.

Bagaimana tidak? Baekhyun berubah menjadi orang paling manis sedunia begitu berhadapan dengan Attara—walaupun mereka baru sekali kemarin dipertemukan empat mata. Begitu Attara pertama kali memberanikan diri untuk menge-chatBaekhyun lewat LINE, Baekhyun langsung meresponnya dengan jawaban-jawaban manis, berbeda dengan bagaimana ia biasanya membalas chat dari teman-teman dekatnya, bahkan Sarah, ataupun some random girls he met before.

Tidak, tidak. Baekhyun bahkan tidak berusaha mengingat-ingat siapa gerangan gadis dengan rambut dicepol dua yang mengulurkan tangannya duluan begitu Tanya mengenalkan mereka. Baekhyun ingat betul siapa gadis itu. Untuk pertama kalinya Baekhyun merasakan sesuatu yang tulus saat berhadapan dengan Attara, untuk pertama kalinya juga, Baekhyun merasa bahwa Attara, bukanlah gadis yang bisa ia perlakukan semena-mena.

Tetapi, ini bukan pertama kalinya Baekhyun berusaha untuk tidak memikirkan apapun tentang Attara. Baekhyun benci di saat Attara tiba-tiba menyeruak masuk kedalam pikirannya; membuatnya terhenti dari apapun yang sedang ia kerjakan saat itu. Baekhyun benci saat Attara masuk kedalam pikirannya di saat ia sedang bersenang-senang. Baekhyunhated it.

Baekhyun tidak pernah ingin—sama sekali—terlibat dalam permasalahan hati seserius ini. Menurutnya, perempuan itu hanya untuk dipermainkan. Contoh besarnya; Sarah. Di siang hari, para gadis mengagumi wajahnya dari jauh, junior-junior perempuannya akan memekik kegirangan begitu ia lewat. Dan begitu jam sudah menunjuk kearah angka 11—malam, tentunya—gadis-gadis di clubakan lebih ekspresif terhadapnya, dan disitulah ia bertemu Sarah.

He used Sarah as his toy. From the first time he lay his eyes on her, he thought nothing but a physical contact. In fact that she’s a junior, made it more easy.

After what they did back there at the library, Baekhyun mengambil langkah kecil dan duduk di bangku biru depan gedung perpustakaan. He wants to see the look in Attara’s eyes when she saw him sitting there—waiting for her. There’s anything but the guilt in his heart, Attara could saw him making out with Sarah before.

Seorang bajingan seperti Baekhyun mana pernah merasa kasihan, kan? And don’t forget how good he is at manipulating his own mind.

Sembari mengambil sebatang rokok dari bungkusnya dan menaruhnya lagi ke sakunya, pandangan Baekhyun tidak pernah lepas dari pintu perpusatakaan. Diharapkannya gadis itu akan keluar dari perpustakaan, anggap saja ia membawa banyak buku berat yang nantinya bisa menjadi excuse agar Baekhyun bisa modus untuk membantunya. Baekhyun sendiri pun tertawa kecil begitu menyadari pikiran bodohnya—sekaligus pintarnya. Saat ia menyalakan lighter, pintu perpustakaan pun terbuka.

Buru-buru Baekhyun mengangkat wajahnya, tetapi pemandangan yang ia harapkan sebelumnya tidak terwujud. Dilihatnya Attara lagi dengan balutan baju terusan garis-garis yang hanya mencapai di bawah lututnya, cardigan hitam yang panjangnya hampir sama dengan bajunya, dan sepatu keds berwarna putih. Gadis itu tidak membawa buku-buku yang berat seperti yang diharapkan Baekhyun, tetapi gadis itu mengatakan sesuatu.

“Duh, Mara nggak bisa dibangunin…” ujar Attara pelan sambil menggenggam ponselnya, bibirnya mengerucut dan kedua matanya terlihat sedih, persis bocah yang ditinggal ibunya pergi. Gadis itu pun berkali-kali memencet layar ponselnya—sepertinya berusaha menelepon seseorang, pikir Baekhyun.

“Ah!” seru Attara tiba-tiba, ia pun langsung menempelkan ponselnya ke telinga, “Halo? Kak Vanzo? Iya, Mara susah dibangunin, kak…” Attara pun berjalan mondar-mandir di depan pintu perpustakaan sambil masih menelepon Vanzo, senior yang berbeda satu tahun diatas mereka, and also, Mara’s boyfriend.

“Iya, kak. Attara udah selesai dari tadi soalnya,” adunya lagi membuat Baekhyun yang mendengarnya hanya tertawa pelan.

“Oh, iya, oke. Attara mau ke tempat lain duluan, Mara masih di dalam perpus. Oke, kak. Dadah.”

That’s it. Seeing Attara finally hung up the phone call, Baekhyunturned off his cig and walk straight to where she’s standing. Walaupun sekarang Baekhyun sudah berdiri tepat di depan gadis itu, Attara masih tidak mengangkat wajahnya. Masih tersirat kekhawatiran di wajah mungil Attara. She’s so cute, ujar Baekhyun dalam hati.

“Attar—“

“Sebentar! Lagi sibuk.” sergah Attara tanpa mengangkat wajahnya sama sekali. Baekhyun pun terpana, baru kali ini seseorang berani menghentikannya. Girls will always respect him, adore him, worship him, walaupun dia bajingan sekalipun.

Tanpa berpikir panjang Baekhyun pun mengambil ponsel Attara dari tangan gadis itu dan menyembunyikannya di belakang punggunya. Attara segera mengangkat wajahnya dan bersiap untuk memarahi siapapun itu yang merebut ponsel dari—

“Kak Baekhyun?”

Ini dia, tidak ada gadis manapun yang bisa marah kepadanya, melihat sorot berapi-api dari mata Attara mulai melunak, Baekhyun merasa menang.

Lelaki itu memasukkan ponsel Attara kedalam sakunya, membuat si empunya ponsel menatap nanar kearah saku celana Baekhyun. “Gue tadi manggil lo, lho.” ujar Baekhyun dengan nada datar yang sedikit tinggi, membuat Attara berpikir bahwa Baekhyun pasti akan memarahinya.

“Ma-maaf, kak, tadi saya lagi chat sama—“

“Nggak ada yang nanya lo lagi chat sama siapa, Attara.” sergah Baekhyun kali ini.

Attara semakin ciut di tempatnya, “I-iya, kak, maaf…” gadis itu langsung menundukkan kepalanya, merasa sangat bersalah. Seharusnya gue nggak ngomong sekasar itu, rutuk Attara dalam hati. Matanya masih terpejam karena perasaan bersalah dan takut, takut Baekhyun tiba-tiba akan mendampratnya.

Tiba-tiba Attara merasakan jari-jari yang tidak terlalu kasar di dagunya, ia langsung membuka kedua matanya dan mendapati Baekhyun yang sedang mengangkat dagunya agar lelaki itu bisa melihat ke matanya.

Kini mereka saling bertatapan, eye to eye. Melihat bola mata kecoklatan Baekhyun yang menatapnya tajam—tetapi sayu, membuat seluruh darah di wajah Attara berpusat di kedua pipinya. Attara merasakan wajahnya panas, dan pipinya yang kali ini memerah.

“Lo mau hp lo balik, nggak?” tanyaBaekhyun, kali ini dengan nada yang agak tegas.

Attara pun mengangguk cepat, “Mau, kak,”

“Kalo gitu, hari ini lo makan malem sama gue.” ucap Baekhyun tanpa basa-basi.  Tentu hal itu merupakan hal yang sangat biasa bagi seorang Baekhyun; dan biasanya tidak ada penolakan.

Sementara Attara masih berusaha memproses omongan Baekhyun, kedua matanya mengerjap kebingungan, lelaki itu pun melemparkan pandangan ke jam tangannya, “Udah jam setengah 6. Kita bisa pergi sekarang, kan?”

Sebelum Attara sempat menjawab, Baekhyun langsung menarik tangan gadis itu dan berjalan cepat kearah parkiran, sementara banyak kata ‘hah?’ yang memenuhi pikiran Attara yang sedang merasa panik saat itu.

Tanpa Attara sadari, Baekhyun telah tersenyum menang di depannya.

Memang tidak ada penolakan kali ini, tetapi at least, tidak ada perlawanan juga.

Blinks, the part two is here! Let me know what you guys were thinking after you read it, okay? And maybe I will reply to some of the comments~ hehe. And anyway, that would be very lovely for those of you who have AFF and Wattpad account to subscribe & vote my story in both sites! Here’s the link tho ;

AFF:  http://www.asianfanfics.com/story/view/1089065/what-are-we-angst-indonesian-romance-exo-baekhyun-baekhyunxoc

Wattpad:  http://w.tt/1KRbIHQ

Thanks a bunch, loves!

  • The author.

Please,get away

$
0
0

please get away

Author : Syuga_1004
Tittle : Please,get away
Cast : Oh Sehun,OC
Genre : Hurt,Angst,Drama
Lenght : Oneshoot
Ratting : PG 15

“Mungkin sang bulan yang sangat membenci matahari kini malah merindukannya
Mungkin,karena rasa benci yang begitu besar itu timbul rasa rindu yang tak tertahankan”
“Karena rasa benci ini sebenarnya hanya tameng bagiku untuk menutupi rasa tulus cintaku ini”

Aku tau sikapku padamu ini sungguh menyakiti perasaan polosmu itu. Tapi ini adalah satu-satunya cara agar menutupi rasa tulus cintaku ini. Pernakah kau tau,bahwa aku sangat tersiksa karena rasa rindu ini,aku sangat tersiksa karna tidak bisa mengungkapkan perasaan ini.
Suaramu yang selalu menggema ditelingaku,wajahmu yang selalu terbayang diotakku,senyummu yang menghiasi selalu hariku. Namun apa daya,karna aku sudah membuat benteng pembatas yang begitu kokoh,aku tak dapat merasakan itu semua.
Setiap detik ini aku selalu menyia-nyiakan perhatian mu padaku,namun sejujurnya aku sangat ingin membalas semua itu.
Tapi sekali lagi,benteng pembatas ini selalu menghalangiku. Aku cukup tau diri,bahwa aku tak layak berada disisimu. Kau yang sempurna tak pantas berada dalam jurang yang mengerikan sepertiku.
Kau tau? Aku dan kau bagaikan bulan dan matahari. Aku yang begitu gelap jauh dari kata terang,aku yang mengerikan jauh dari kata indah, sungguh aku tidak pantas berada disisimu yang begitu terang,dan sempurna karena cahaya yang kau tampakkan.
Kau benar-benar seperti matahari,cahayamu itu begitu candu bagiku,cahayamu itu selalu menyemangati hariku,cahayamu itu yang selalu membuat aku bangkit dari keterpurukanku. Namun apa daya, bukankah bulan dan matahari tidak bisa bersatu.
Aku tau itu semua,kita sangatlah berbeda,sangat. Oleh sebab itu. Aku menutupi rasa tulus ini dengan tameng kebencianku padamu.
“Kau itu tuli atau apa??!! Sudah berapa kali aku bilang,jangan pernah mendatangiku!!”
Kata-kata itu sering kali aku lontarkan saat kau dengan polosnya mendatangiku. Aku tau kata-kata ini sangat menyakiti perasaanmu. tapi justru itu yang ku harapkan,aku menyakitimu lalu kau akan pergi meninggalkanku. Lebih baik seperti itu,dari pada kau harus terjebak oleh jurang yang mengerikan seperti ini.
Kumohon jangan pernah datang lagi padaku,sudah cukup kau membuatku begitu tersiksa karena perasaan tulusmu yang kau berikan padaku.
Sudah cukup aku menyakitimu karena sikapku ini. Kumohon pergilah, aku tak ingin benteng pembatas yang sudah lama kubuat hancur begitu saja saat kau tak bosan-bosannya mendatangiku. Kau tau,banyak laki-laki yang jauh lebih dariku.
Kau tau,kau bisa mendapatkan itu. Harusnya kau sudah melakukannya,melihat bagaimana sikapku ini yang selalu aku berikan padamu,harusnya kau segera pergi meninggalkanku. Tapi mengapa kau terus bertahan,aku harus berbuat apa lagi agar kau pergi dari sisiku.
Aku tak ingin menyakitimu lebih jauh,oleh karena itu kumohon,kau harus segera pergi dari sisiku.
Hidupku tak akan lama lagi,aku tak bisa berlama-lama disisimu. Aku tak bisa mendapatkan kesempatan untuk membahagiakanmu. Cepatlah pergi,aku tak ingin memberikan sebuah kenangan menyakitkan yang begitu mendalam.
Aku tak ingin kau mengingatku ketika aku tak ada di dunia ini. Aku hanya ingin kau pergi membawa luka ini agar kau cepat melupakan pria brengek seperti ku yang tak akan lama lagi hilang dari pandanganmu,selamanya…
END

Gimana?terlalu banyak kata jurang ya??! Hehehe author emang udah mentok ga bisa mikir apa lagi hhehe,maaf ya gak ada banyak flashbacka nya. Biarkan seperti ini,supaya kalian dapat berimajinasi dengan ff ini hohoho^^
Makasih yang udah nyempetin baca ff gaje ini 


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live