Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

Maybe, you.. (Chapter 5)

$
0
0

IMG_291957474318

Title: Maybe, you..

Author: exolras

Main Cast: Kim Hyeri, Oh Sehun, Jung Eunra

Other Cast: Park Eunji, members EXO OT9, Kim Hanbin

Genre: school life, romance

Length: Chaptered

Rating: Teen

 

—-Maaf yee kalau ada typo—-

 

“Ishh, kau ini apa-apaan, lepaskan!,” bentak Sehun pada Eunra yang memeluknya. Lalu Eunra melepaskannya,

“Kenapa kau mengajak ku kesini?,” tanya Sehun. “Aniyo. Aku hanya ingin memeluk oppa,” jawab Eunra dengan manja nya. “Jinjja! Dasar yeoja gatal!,” bentak Sehun lalu meninggalkan Eunra

Malam hari, kamar Hyeri
Hyeri POV
Memang benar yang dikatakan Eunra sunbae, mana mungkin namja setampan Sehun sunbae menyukaiku. Ternyata semua namja sama saja, memilih yeoja dengan melihat fisiknya. “Hyeri-ya!,” panggil eomma masuk kedalam kamar. “Ne eomma, waeyo?,” tanyaku. “Itu ada yang mencarimu,” kata eomma, siapa malam-malam begini mencariku?, “Nuguya?,” tanyaku. “Namja yang pernah menjemputmu kesini,” jawab eomma. Hah? Sehun sunbae? Ada apa dia kesini? Tapi aku tidak akan menemuinya, mengingat kejadian tadi siang. “Bilang saja aku sudah tidur eomma, jebal!,” pintaku. “Aishh kau ini, arraseo,” jawab eomma lalu keluar kamar.

Esok hari, sekolah
“Eunji-ah!,” panggil Sehun. “Ne, waeyo sunbae?,” tanya Eunji. “Saat istirahat suruh Hyeri ke atap sekolah,” perintah Sehun. “Ne sunbae,” jawab Eunji.

Kelas Hyeri
“Hyeri-ah, tadi Sehun sunbae menyuruhmu saat istirahat ke atap sekolah,” kata Eunji duduk di sebelah Hyeri. “Molla,” jawab Hyeri. “Wae?,” tanya Eunji. “Gwenchana,” jawab Hyeri. “Kau ada masalah dengan Sehun sunbae?,” tanya Eunji. “Aniyo,” jawab Hyeri. “Kau pasti berbohong,” kata Eunji. “Ne, aku memang berbohong,” jawab Hyeri dengan polosnya. “Kau harus cerita denganku,” pinta Eunji. “Nanti nanti saja,” jawab Hyeri, lalu songsaenim masuk

Istirahat, ruang club dance
Hyeri dan Hanbin sedang berdance bersama. ‘Brakkk’ pintu terbuka sangat kuat, “Hyeri-ya, kenapa kau tidak ke atap sekolah? Dan kau bersama Hanbin disini,” bentak Sehun yang membuka pintu sangat kuat tadi. “Hanbin-ah, aku harus ke kelas sekarang,” elak Hyeri, tapi Sehun memegang tangan Hyeri dengan kencang. “Wae Hyeri-ya? Kemarin seharian kita tidak bertemu dan malam hari nya aku kerumahmu kau sudah tidur,” jelas Sehun dengan muka penuh kesal dan tetap memegang tangan Hyeri dengan kencang. “Jawab aku! Kau kenapa? Ada apa dengan mu Hyeri-ya?,” tanya lagi Sehun. Hyeri dengan mata berkaca-kaca. “Ada apa denganku? Sunbae, menanyaiku seperti itu? Sunbae sudah hilang ingatan? Sunbae, aku tau aku tidak secantik yeoja lain dan tidak seperti Eunra sunbae, tapi kenapa sunbae harus melakukan ini semua kepadaku? Lebih baik cintaku bertepuk sebelah tangan daripada harus begini,” jelas Hyeri melepas genggaman tangannya dan pergi meninggalkan Sehun dan Hanbin. “Apa sebenarnya yang terjadi pada Hyeri? Kenapa dia berbicara seperti itu?,” tanya Sehun pada Hanbin. “Kenapa sunbae mempermainkan Hyeri? Dia itu yeoja baik-baik, dia beda dari yeoja-yeoja lain. Dan Hyeri itu sangat menyukai sunbae,” jelas Hanbin. “Iya aku tau dia itu beda dari yang lainnya. Tapi aku tidak mempermainkannya,” kata Sehun. “Kemarin sunbae menyuruh Hyeri untuk ke taman belakang. Dan saat Hyeri sampai di taman belakang dia melihat sunbae berpelukan dengan Eunra sunbae,” jelas lagi Hanbin. “Jadi dia melihat aku berpelukan dengan Eunra, itu bukan kemauanku, Eunra yang tiba-tiba menarikku ke dalam pelukannya. Tapi, aku tidak menyuruh Hyeri untuk ke taman belakang,” jelas Sehun. “Hyeri bilang sunbae sms dia untuk ke taman belakang,” kata Hanbin. “Sms? Bagaimana aku bisa sms, handphoneku hilang. Hah! Apa Eunra yang mengambil handphoneku,” kata Sehun. “Bisa jadi itu sunbae, coba saja sunbae periksa tasnya atau bilang pada songsaengnim,” saran Hanbin. “Ne, itu biar ku urus nanti. Hanbin-ah, tolong bantu aku agar Hyeri tetap percaya denganku. Aku tidak pernah berniat untuk mempermainkannya, aku tulus dengannya,” pinta Sehun sambil memegang bahu Hanbin. “Ne sunbae,” jawab Hanbin.

Malam hari, rumah Chanyeol
“Sehun-ah, apa kau ada masalah dengan Hyeri?,” tanya Chanyeol. “Ne,” jawab Sehun. “Mwo?,” tanya Chanyeol. “Salah paham. Kemarin Eunra mengajakku ke taman belakang dan dia tiba-tiba menarikku kedalam pelukannya. Hyeri melihat kejadian itu. Dan Hyeri bilang aku sms dia untuk ke taman belakang, padahal kan handphoneku hilang,” jelas Sehun. “Apa mungkin Eunra yang mengambilnya?,” tanya Chanyeol. “Itu seperti nya sangat mungkin hyung,” jawab Sehun. “Besok kita bilang songsaenim saja,” saran Chanyeol

Esok hari, kelas Sehun
“Songsaenim!,” panggil Chanyeol sambil mengangkat tangannya. “Ne Chanyeol. Wae?,” tanya songsaenim. “Handphone Sehun 2 hari yang lalu hilang di kelas,” jawab Chanyeol. “Semua tas letakkan di atas meja, songsaenim akan periksa satu-satu!,” perintah songsaenim. “Songsaenim, lebih baik kita telepon saja, biar lebih cepat menemukannya,” saran Chanyeol. Lalu Chanyeol menelpon handphone Sehun, handphone nya berbunyi. Semua pada kebingungan, lalu Sehun mendekat ke arah Eunra, dan mencari suara handphonennya, Eunra sangat gelisah. Lalu “Songsaenim, ini handphoneku,” kata Sehun menemukan handphonennya di tas Eunra.

Flashback
Kelas Sehun
“Wae Eunra-ya?,” tanya temannya. “Aku sangat kesal. Bagaimana yeoja seperti Hyeri bisa dekat dengan Sehun, sedangkan aku yang cantik seperti ini tidak bisa,” jelas Eunra, lalu dia melihat ke arah meja Sehun. Lalu ia menggeledah tas Sehun, dia menemukan handphone Sehun, “Yaa!! Eunra-ya, apa yang kau lakukan?,” tanya temannya. “Sstt, sudah diam!,” perintah Eunra
Flashback End

“Eunra-ya, nanti istirahat ikut ke ruangan saya,” perintah songsaenim. “Tapi, aku tidak mengambilnya, aku juga tidak tau jika handphone Sehun ada di tas saya,” kata Eunra berbohong. “Mana mungkin handphone bisa berpindah tempat sendiri,” kata Baekhyun. “Sudah! Tidak ada tapi-tapi Eunra!,” bentak songsaenim. “Arghhh,” Eunra kesal.

Istirahat, kelas Hyeri
Saat Hyeri mau keluar dengan Hanbin, “Hanbin-ah mianhae!,” jerit Eunji sambil menarik Hyeri. Hanbin hanya melihatnya dengan melongo, “Ne, aku mengerti,” jawab Hanbin pelan.

Kantin
“Ishh, apa-apaan kau ini?,” tanya Hyeri lalu duduk. “Hehe, mian. Temani aku, kau selalu bersama Hanbin ke ruang club dance,” jelas Eunji. “Kau kan ada Baekhyun sunbae,” kata Hyeri. “Iyasih, tapi kan aku juga ingin bersama sahabatku juga,” kata Eunji, lalu anak-anak EXO datang dan jalan menuju kearah mereka. “Aisshh, apa kau sebenarnya sengaja membawa ku kesini?,” tanya Hyeri curiga. “Aniyo Hyeri-ya,” jawab Eunji bohong. Lalu Hyeri pergi tapi dicegah oleh Sehun, “Kau mau kemana?,” tanya Sehun pelan. “Ruang club dance,” jawab Hyeri tanpa melihat wajah Sehun. “Apa kau disana bersama Hanbin?,” tanya Sehun lagi pelan. “Ne, wae?,” tanya Hyeri dengan nada tinggi. “Ayo ikut aku sebentar,” ajak Sehun dengan pelan. “Eodiga?,” tanya Hyeri, tak ada jawaban dari Sehun, dia sudah menarik Hyeri.

Atap sekolah
“Duduklah disini, temani aku,” perintah Sehun sambil menepuk tempat disebelahnya, lalu Hyeri duduk. “Apa sebenarnya yang terjadi denganmu? Kau selalu menjauh dariku,” tanya Sehun. “Aku malu jika jalan denganmu sunbae,” jawab Hyeri. “Wae?,” tanya Sehun. “Aku tidak pantas bersama dengan sunbae, benar kata Eunra sunbae mana mungkin namja setampan sunbae mau denganku, mungkin aku hanya bisa jadi teman sunbae itu pun tidak lebih, aku tau aku ini tidak secantik yeoja lain tapi apa harus aku selalu disakiti, aku selalu dekat dengan namja yang aku suka tapi aku tidak bisa mendapatkannya, pasti dia sudah punya yeojachingu atau dia dekat dengan yeoja lain,” jelas Hyeri tanpa menatap Sehun. “Kau selalu bilang seperti itu, aku tidak pantas bersama mu. Sudah aku bilang, aku tidak mencari yeoja dengan melihat fisiknya aku hanya ingin yeoja yang sifat nya baik dan bisa mengerti aku, bukan yeoja yang cantik ataupun fashionable,” jelas Sehun. “Dan mungkin tuhan masih mempersiapkan namja yang pantas untuk mu dan yang terbaik. Mungkin aku,” kata Sehun sambil tersenyum. “Itu tidak mungkin, sunbae terlalu tampan untukku,” kata Hyeri dengan tetap tidak menatap Hyeri. ‘Greeppp’ Sehun menarik Hyeri kedalam pelukannya. “Kau selalu bilang tidak mungkin aku jodohmu. Berhentilah kau bicara seperti itu. Kau itu pantas untukku,” kata Sehun lalu melepas pelukannya, “Dan aku tidak pernah ada niat untuk mempermainkanmu,” lanjut Sehun. “Ne sunbae. Hanbin sudah menjelaskan kejadian pas itu,” kata Hyeri. “Apa kau masih belum percaya juga denganku?,” tanya Sehun. “Belum. Eomma bilang aku tidak boleh terlalu percaya dengan namja,” jawab Hyeri. “Hmm, boleh lah kau tidak terlalu percaya denganku, tapi apa kau tidak benar-benar percaya kalau aku tidak mempermainkanmu?,” tanya Sehun. “Aniyo,” jawab Hyeri sambil menghadap ke Sehun, lalu
Tbc…

 



Hello Ma Baby – Chapter 2

$
0
0

hmb

Author    :-Syuga_1004

-It’s me AI

Title        : Hello Ma Baby

Genre    :Romance,Hurt,Brother Complex

Lenght  : Chapter

Ratting: PG 17

Cast       : -Oh Sehun

-Ahn Jihyun

-Xi Luhan

Kembali lagi dengan ff gaje ini^^  sebelumnya nama author saya ganti,bukan demonichild lagi tapi syuga_1004 hehe,makasih yang udah sempet-sempet baca ff ini, oh ia kali ini ada satu author lagi yang ikut bikin ff ini,dia sendiri temen dekat saya/lah/ yang juga menumpahkan hasil pemikiran nistany ke ff ini(?) . Okeee cekidotttttttttttttttttttttt baca deh^^

 

 

 

 

 

 

 

Entah penyesalan seperti apa yang akan kuterima, yang kutahu saat ini adalah bahwa aku harus meyakinkanmu jika aku telah menyesal karena melakukan kesalahan bodoh yang membuatmu pergi dari sisiku. Kumohon jangan pernah pergi lagi dariku, karna kini ku yakin kau adalah bintangku pusat kebahagiaanku.’Sehun’

 

Aku tak pernah menyesal telah mengenalmu, meski mengenalmu adalah mimpi buruk bagiku.’jihyun’

-3 bulan kemudian-

 

Author POV

“Jihyun apa kau sudah siap?” teriak seorang Pria yang kini sedang menyiapkan sarapan untuknya,ia adalah seseorang yang sudah merawat jihyun selama 3bulan ini paskah terjadinya kecelakaan yang jihyun alami.

“Ne, aku sudah siap hanhan” tak lama kemudian jihyun datang dengan sedikit terburu-buru menuruni tangga sembari membenarkan letak kacamata yang membingkai mata indahnya.

“Apa kau lupa? Sudah berapakali aku peringatkan panggil aku oppa,aku kan lebih tua darimu nona jihyun?”ujar luhan dengan jengkel berdecak pinggang

Sementara itu,jihyun terkekeh geli mendengar luhan yang selalu ingin dipanggil oppa

“Arraseo mian oppaku yang tampan.” Turut jihyun dengan cengirannya yang lebar

“Padahal kau hanya 3tahun lebih tua dariku”gumam jihyun pelan namun masih dapat didengar oleh luhan

“Kau bicara apa”ucap luhan jengkel

“Ah aku hampir terlambat oppa, aku harus pergi sekarang juga jika tidak ingin Nyonya Kim yang cerewet itu kembali mengomeliku dengan bibir lipstik tebalnya itu hehehe”

“ck,Tidak pernah mengaku”cibir luhan

“Yasudahlah kajja berangkat sana, hati-hati dijalan jangan lupa tengok kanan-kiri sebelum menyebrang, jangan melamun dijalan, jangan lupa makan siang, jangan pulang ter-“

“ne..ne..ne aku mengerti oppa. Aku berangkat”

“Ya!! Ini sandwich mu!! jihyun”

**

“Anyeonghaseyo Hyukjae-si” sapa jihyun pada hyukjae teman seperjuangannya di caffe tempatnya bekerja.

“Anyeonghaseo jihyun. Ada apa sebenarnya kenapa hari ini kau terlihat sangat semangat?”

“Benarkah? Kurasa aku tidak apa-apa.”Jawab jihyun sedikit keheranan

“oh mungkin itu perasaanku saja hehe”

“Ya, mungkin”

Jihyun dan Hyukjae memang bukanlah teman lama tapi nyatanya, meski baru beberapa bulan ini mereka bertemu ,mereka sudah terlihat seperti sahabat dekat karena memang nasib mereka berdua yang sama.

Ya mereka sama-sama harus bekerja part time untuk memenuhi kebutuhan mereka, tapi bedanya Hyukjae bekerja part time hanya memenuhi kebutuhan kuliahnya yang sudah memasuki semester 6 sedangkan Jihyun ia bekerja memang untuk membantu oppanya  memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari,padahal luhan melarang keras jihyun bekerja. Karna menurut luhan ia masih mampu memenuhi kebutuhan mereka berdua dengan pekerjaanya yaitu,seorang web designer.

Ting

Bunyi lonceng menandakan adanya pengunjung caffe yang datang. Terlihat seorang pria dengan setelan kemeja hitam dibalut jas senada sedang mencari kursi kosong untuk ia duduki.

“Ada yang bisa saya bantu?” tawar jihyun kepada pengunjung yang baru saja menduduki kursi pelanggan tersebut

“Ne. Saya pesan bubble tea” jawab sang pengunjung tanpa mengaihkan pandangannya dari papan menu yan sedang ia baca

“Itu saja tuan?”

“Saya rasa cukup” kini pandangan beralih pada pelayan yang sedang menulis menu yang dipesannya.

DEG

Seketika namja itu membeku melihat wajah si pelayan yang tak lain adalah jihyun,seseorang yang sangat ia rindukan

“Jihyun” gumamnya pelan tapi tak dapat didengar oleh jihyun

“Ada lagi yang anda butuhkan tuan?”

“ah ti-tidak terimakasih” jawabnya gelagapan

“Baiklah tunggu sebentar tuan” jihyun kembali pergi untuk menyiapkan pesanan namja itu. Ia adalah sehun Direktur dari sebuah perusahaan home shopping yang terkenal di Korea

 

Tunggu! apakah benar dia jihyun-ku?aku tidak mungkin salah melihat. Penglihatanku masih normal.Tidak, tidak mugkin ia Jihyun, jika memang ia jihyun kenapa ia seperti tdak mengenaliku?tapi aku yakin,aku sangat mengenal wajah gadis itu. Apa aku terlalu menyakitinya sehingga ia melupakanku?

“Ini pesanananya,selamat menikmati”Jihyun tersenyum ramah pada sehun

“Permisi!”teriak sehun

“Ada apa tuan?”tanya jihyun heran

“a-a-a-apa k-k-kau ahn jihyun?”ucap sehun dengan terbata-bata

“Bagaimana tuan tau nama saya?”

DEG

Apakah benar?apakah benar kau jihyun?. jihyun,ini seperti sebuah mimpi bagiku,dan aku tidak akan menyia-nyiakan mimpi ini. Jihyun  jika kesempatan kedua berpihak padaku,aku tidak akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya,aku janji itu.

“Tuan,tuan,ada apa?”ucap jihyun menyadarkan lamunan sehun

“Tidak,tidak apa-apa”

“Maaf,apa tuan mengenal saya?”tanya yoon seo dengan hati-hati

Benar,jihyun tidak mengenaliku. Maafkan aku telah membuatmu menjadi seperti ini

“sebelumnya aku minta maaf karna tidak mengenalimu”

“Aku kecelakan 3bulan yang lalu,dan akibat kecelakan itu,aku hilang ingatan sampai sekarang. Tapi dokter bilang ingatan ku akan pulih kembali jika aku berusaha mendapatkan ingatanku,jadi maaf jika aku tidak mengenalimu”sambung jihyun

Sehun tertegun mendengar penjelasan dari jihyun. Pantas saja jihyun tidak mengenalinya. Penyesalan itu datang lagi pada sehun,jika saja ia menahan jihyun untuk tidak pergi mungkin jihyun tidak akan seperti ini. Ahh ia selalu berandai jika saja,pdahal semuanya sudah terjadi,tidak,ia tidak boleh melakukan kesalahan untuk keduakalinya.

“Jihyun! Cepat kemari,masih banyak pesanan yang harus kau antar”teriak hyukjae

“Nde”

“Maaf aku masih ada pekerjaan,permisi”

Walaupun caffe itu sudah sepi pengunjung,tapi sehun tetap disana,duduk dengan tatapan kosongnya. Menunggu seseorang yang telah lama ia cari.

“yaa! jihyun,apa kau mengenalinya?dia sudah 4jam berada disini”bisik hyukjae

“Molla,aku akan berbicara padanya”

Jihyun berjalan kearah sehun,di tatapnya sehun lekat-lekat

“Permisi,tuan caffe ini akan tutup”

“Jihyun ada yang perlu kita bicarakan saat ini”ucap sehun dengan menarik jihyun keluar

“Tolong lepaskan,aku harus menyelesaikan pekerjaan ku”protes jihyun

“jihyun”ucap sehun lirih

“ aku sangat merindukanmu,kumohon kembalilah padaku”sambung sehun dengan sendu

Dengan susah payah sehun mengucapkanya,akhirnya ia bisa lontarkan itu pada jihyun. Ditarik nya jihyun kedalam pelukanya,sehun benar-benar sangat merindukan gadis itu,kali ini dia tidak akan membiarkan gadis itu pergi.

“Apa kau mau ikut denganku?”tanya sehun seraya melepaskan pelukanya

“Eodi?”tanya jihyun heran

“rumahku,kita akan tinggal bersama lagi,aku janji tidak akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya,kumohon kembalilah”

“Tidak”tegas jihyun dan melepaskan pelukannya

“pertama karna aku tidak tau kau orang baik atau jahat,kedua karna oppa pasti tidak akan mengijinkanku,dan ketiga…”

“aku tidak mengenalmu”sambung jihyun lalu pergi meninggalkan jihyun

Benar,saat ini jihyun memang tidak mengenalnya. Dan sehun tidak mempunyai bukti atau kenangan indah kalau mereka mempunya ikatan,karna selama jihyun tinggal bersamanya. Ia selalu saja menyakiti perasaan jihyun membuatnya menderita dengan perkataan dan sifatnya yang dingin.

“Tunggu?? Jadi selama ini dia tinggal dengan seorang laki-laki?”batin sehun

“bisakah kau mengantarku pada oppa mu?”tanya sehun

“tidak bisa”

“Mengapa?”

“Karna oppaku tidak suka dengan orang asing yang berusaha mendekatiku,permisi tuan saya harus kembali bekerja. Caffe sudah tutup,tuan bisa pergi sekarang”ucap jihyun pada sehun dan bergegas meninggalkan sehun yang masih berdiri mematung ditempatnya

**

Terlihat seorang pria yang berkutat dengan alat-alat didapur tengah memasak sesuatu,dia adalah xi luhan yang kini tengah memasak makan malam untuk dirinya dan jihyun. Pria itu terlihat sangat tampan walau hanya mengenakan kaos oblong putihnya,disela-sela aktifitasnya terkadang ia tersenyum mengingat sekarang hari-harinya berwarna semenjak ada jihyun 3bulan yang lalu. Namun sesuatu yang akan ada dirinya seakan berteriak bahwa ia tidak boleh jatuh cinta pada jihyun,tidak! Sebelum ia membalaskan dendamnya pada sehun.

Suara pintu terbuka,menandakan seseorang yang tengah memasuki rumahnya

“Oppa,aku pulang!!”teriak jihyun dari ambang pintu sembari melepas sepatunya

Luhan menghentikan aktifitasnya dan berjalan menuju jihyun

“Kajja makan,aku sudah menyiapkannya”ucap luhan mengacak-acak pucuk rambut jihyun

“tapi oppa,aku harus membersihkan badanku yang lengket ini,tidak mungkin kan aku makan dengan badanku yang bau ini. Bisa-bisa makanan yang sudah oppa buat nanti terkena imbasnya,hehehe”

“Yasudah kajja”luhan terkekeh geli

Aku harus segera membalaskan dendamku,sebelum perasaan ini semakin dalam. Oh sehun,kau harus merasakan apa yang aku rasakan,lihat saja.

Ditempat lain,seorang pria sedang meneguk segelas wine ditangannya,keadaanya terlihat sangat mengkhwatirkan. Kemejanya yang sudah tidak rapih lagi,dan rambutnya yang acak-acakan. Tidak peduli ia akan mabuk,ia terus meneguk wine hingga habis dan kembali menuangkannya dari botol wine yang ada disampingnya. Wajahnya terlihat sangat frustasi.

Kemudian ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya,terlihat ia sedang menghubungi seseorang diluar sana

“Cari tau alamat pelayan yang bernama Ahn jihyun di caffe bee dekat kantor kita,aku ingin secepatnya informasi itu sampai,cari tau juga dengan siapa ia tinggal. Jangan sampai ada satupun yang terlewatkan”

Tidak boleh ada yang menyentuh gadisku,tidak seorangpun kecuali aku,oh sehun,yang hanya boleh menyentuhnya

**

“Eummm,masshita”ucap jihyun dengan mulut yang penuh dengan makananya

Luhan yang mendengar itu hanya tersenyum manis padanya

“Makan pelan-pelan jika kau tidak ingin menjadi babi yang gemuk”cibir luhan

“Yya oppa!! Mana ada babi secantik ini eoh?”

Mereka pun tertawa dan disambung dengan lelucon-lelucon yang luhan lontarkan.

Bagaimana bisa aku balas dendam denganya lewat gadis polos yang ada dihadapanku inj,sepertinya memang,aku memang mencintainya

“oppa”panggil jihyun dengan nada serius

“Ada apa?”

“Tadi ada orang asing yang menemuiku,dia bilang dia merindukanku,lalu dia mengajakku ikut denganya tinggal bersamanya,benar-benar gila”ujarnya polos

Luhan terdiam,ia memikirkan kata-kata jihyun. Ada sesuatu yang menggangunya,tidak. Semoga saja dugaan luhan salah.

“Apa kau tau siapa namanya”

“Tidak,aku tidak menanyakannya. Tapi dilihat dari penampilanya dia seperti seorang direktur,atau CEO. Dia juga terlihat sangat tampan dengan mata tajamnya”sambung jihyun dengan senyuman diakhir

Luhan khawatir,jika orang itu yang tak lain adalah sehun yang sudah menemukan jihyun. Tidak,sehun tidak boleh mengambil jihyun sebelum luhan membalaskan dendamnya. Tapi disatu sisi luhan lega,karna amnesia yang dialami jihyun. Ia tak ingat dengan sehun dan dirinya,yang pernah hampir menculik jihyun waktu itu. Ia sangat ingat itu,saat-saat akan menculik gadis ini,sekarang ia menyesal sudah melakukan hal itu pada jihyun. Ia berharap jihyun tidak akan pernah mendapatkan kembali ingatanya,terlihat egois memang. Namun justru itu yang diyakininya untuk membuat jihyun selalu ada disampingnya,hidup bersamanya.

“Benarkah begitu?apa ia lebih tampan daripada aku?”tanya luhan tersenyum meremehkan ucapan jihyun barusan

“Benar,dia lebih tampan darimu”ejek jihyun

Luhan mencodongkan tubuhnya pada jihyun,sangat dekat. Menyisakan  jarak mereka hanya beberapa cm,itu membuat jihyun sangat gugup,jantungnya berdetak tidak karuan, dengan segera ia memalingkan wajahnya dari luhan. Tapi itu tidak membuat seorang xi luhan menyerah,ia memegang dagu jihyun agar jihyun dapat menatapnya.

“Apa benar ia lebih tampan dariku”tanya luhan menunjuka smirknya

“Ten–tu saja”jawab jihyun terbata-bata

“Benar begitu?”tanya luhan semakin mendekatkan pada jihyun dan sekarang jarak mereka hanya 2cm.

“Ya,a—pa yang kau lakukan eoh?”tanya jihyun gugup

“Menurutmu apa?”kini luhan tersenyum miring pada jihyun

Jihyun memejamkan matanya takut,takut akan luhan berbuat macam-macam padanya

“kena kau!!”ujar luhan diiringi tawanya

“kau pasti berpikir aku akan melakukan yang tidak-tidak kan?apa kau memang mengharapkannya?”tanya luhan masih dengan tawanya

Jelas,jihyun sangat kesal dengan luhan. Bisa-bisanya ia dipermainkan oleh luhan. Jihyun mengembungkan pipinya dan menendang kaki luhan lalu berjalan menghentakkan kakinya menuju ruang tv

“Akkhh”luhan meringis kesakitan

Luhan berjalan menuju jihyun dan menduduki dirinya disebelah jihyun. Dipandangnya gadis itu lekat-lekat. Luhan tersenyum,jihyun benar-benar lucu ketika marah.

“Apa kau marah,eoh?”tanya luhan masih menatap jihyun

Namun jihyun tidak mengubrisnya. Ia tetap memandangi layar tv dengan raut wajah nya yang terlihat sangat kesal

“Ya,jihyun kau marah padaku?”kini luhan membalikan tubuh jihyun agar menatapnya

“Menurutmu?”kini jihyun bersuara,namun ia memalingkan wajahnya pada luhan dan menjaga jarak,takut kejadian tadi terulang lagi. Ia tidak mau dibodohi kedua kalinya oleh luhan

Chu

Luhan mencium bibir jihyun sekilas dan tersenyum dengan polosnya pada jihyun. Semburat merah dipipi jihyun begitu lucu. Ia malu,jengkel,dan terkejut apa yang tadi luhan lakukan.

“Ya!! Anggap itu permintaan maafku,jangan marah lagi. Kau terlihat sangat jelek”ucap luhan dan berlari meninggalkan jihyun yang masih mematung ditempatnya

“Dasar byuntae!!sini kau pantat jelek!! Akan kuhukum kau!!jangan lari kau xi luhan!!!”teriak jihyun dan berlari mengejar luhan,dan terjadilah aksi kejar-kejaran antara luhan dan jihyun

Merasa lelah dengan aksi kejar-kejaranya yang berlangsung lama. Jihyun merebahkan tubuhnya disofa diikuti dengan luhan. Nafas mereka masih terengah-engah.

“Jihyun,jika orang itu menemui lagi kau harus menghindarinya,jangan pernah mau diajak kemanapun olehnya,jika perlu hubungi oppa,aku takut ia akan berbuat jahat padamu,arratchi?”ucap luhan dengan serius

“Arratchi”jawab jihyun tersenyum pada luhan

Jihyun sangat bersyukur tinggal bersama luhan,ia selalu menjaganya dan mengkhwatirkanya,kasih sayang yang luhan berikan benar-benar membuat jihyun sangat bersyukur,walaupun ia tau,ia hanya orang asing yang luhan tolong 3bulan lalu saat dirinya kecelakaan dan membuatnya amnesia.

Saat itu,luhan membawanya kerumah sakit dan merawatnya dengan sabar. Ia selalu bicara pada luhan,bahwa ia tidak mau merepotkan luhan dan ia akan pergi dari rumah luhan untuk mencari tempat tinggal,karna tidak mungkin ia bergantung pada luhan. Sudah menolongnya saja,jihyun benar-benar bersyukur. Tapi luhan selalu bersikeras bahwa jihyun tidak boleh pergi,ia tidak keberatan jika jihyun tinggal dengannya jusru ia akan sangat senang.

Bahkan ketika jihyun akan pergi,luhan berlutut memohon pada jihyun agar ia tidak pergi dan tetap berada disisinya,tinggal bersamanya,ia tidak mau jihyun pergi. jihyun jadi tidak tega meninggalkan luhan. Pernah sekali,jihyun menanyakan apakah ia punya keluarga atau tidak pada luhan,jihyun benar-benar penasaran tentang latar belakangnya dan luhan akan selalu menghindar dari pertanyaan jihyun dan mengganti topik pembicaraanya.Persetan dengan kecelakaan itu membuatnya seperti ini.

**

 

Meja kerja itu dipenuhi oleh kertas-kertas yang tengah dibaca oleh seorang pria dengan kemeja lengan panjang polos berwarna biru,sesekali ia mengerang kesal karna dokumen-dokumen sialan yang tengah dibacanya. Jam menunjukan pukul 04.00 dini hari, kini pria itu yang tak lain adalah oh sehun berangkat menuju kantornya karna ia harus membaca dan mengkoreksi dokumen yang tengah ia pegang. Wajahnya terlihat frustasi,dan melemparkan dokumen itu kesembarang tempat dengan kasar. Tak lama kemudian seorang pria yang terlihat berumur 27 tahun itu memasuki ruangan oh sehun dengan sangat sopan. Kemudian ia menyerahkan secarik kertas pada oh sehun.

“Dari yang saya dengar ia tinggal bersama pria yang bernama xi luhan”ucap pria itu dengan sopan pada sehun

“Xi luhan?sepertinya aku pernah mendengarnya”ujar sehun nampak berfikir

“Benar,ia adalah anak dari perusahaan tuan xi,rival perusahaan ini”

“Ah,jadi dia anak dari tuan xi yang perusahaanya ku buat jatuh dengan mudah dan membuat mereka hancur? Hahaha nice game xi luhan,kau ingin bermain denganku menggunakan gadis ku rupanya”sehun tersenyum licik,kini sebuah perang akan kembali datang,bukan perang tentang saham atau hal untuk menjatuhkan saingan dari perusahaan nya. Melainkan sebuah perang untuk merebut kembali gadisnya. Tentu saja ia harus menang,tidak ada yang boleh mengalahkannya dan tidak ada yang akan bisa mengalahkanya.

**

“Mengapa kau selalu menyulitkanku?!”

“Kau mempermalukanku!”

“terserah”

“Itu bukan urusanku?!”

“Kau menyusahkan”

Jihyun bangun dengan nafas terengah-rengah,ingatan tentang mimpi buruknya yang barusan ia alami kini berputar diotaknya. Mengapa?mengapa dimimpinya ia terlihat menyedihkan? Apakah itu potongan dari ingatanya yang hilang. Siapa pula pria yang membentaknya? Arghh semakin ingin mengingatnya kepalanya semakin sakit.

Mungkin segelas air putih dapat menenangkanya. Kini,ia bergegas berjalan kedapur untuk mengambil air minum agar dapat menenangkanya. Diliriknya jam dinding yang ada diruang tengah yang tak jauh dari dapur,sekarang masih pukul 05.00,masih terlalu pagi untuk menyiapkan sarapan dan bekerja. Sial,karena mimpi buruk itu ia harus bangun sepagi ini.

Tak terasa ada lengan kekar yang melingkari pinggangnya,deru nafas pemilik lengan itu terdengar sangat dekat. Ia tau,jihyun tau siapa pemilik lengan ini,tapi… mengapa ini terasa berbeda.

“ya!! Lepaskan tanganmu xi luhan”

“Tidak,biarkan ini untuk beberapa menit,hanya sebentar saja kumohon,aku benar-benar merindukanmu jihyun”

DEG

Tidak,ini bukan suara luhan,bukan. Ia sangat mengenali suara luhan,lantas kalau bukan luhan,lalu siapa sekarang seseorang yang tengah memeluknya?

“K—au siap-a?”

“Seseorang yang sangat merindukanmu”

Tunggu,ia seperti pernah mendengar suara ini? Tapi dimana??


The Gray Autumn (Chapter 4)

$
0
0

IMG_20160103_094350

The GrayAutumn – Part.4

By : Ririn Setyo

Song Jiyeon || Oh Sehun

Genre : Romance ( PG – 16)

Length : Chaptered

FF ini juga publish di blog pribadi saya dengan cast yang berbeda http://www.ririnsetyo.wordpress.com

Jiyeon menatap sekilas ke arah supir pribadi yang sedari tadi memperhatikannya dari kaca spion, terlihat khawatir saat wanita itu berkali-kali menyeka air mata yang membasahi pipinya. Supir pribadi berumur dua puluh empat tahun yang baru beberapa bulan ini bertugas mengantarkan Jiyeon kemana pun, supir yang oleh Oh Sehun juga diberi tugas untuk menjadi bodyguard yang memastikan jika Jiyeon akan selalu baik-baik saja. Jiyeon tersenyum dari balik kaca spion saat sang supir pribadi Xiumin yang menurut Jiyeon bertubuh terlalu kecil, jika merangkap sebagai bodyguard untuk menjaganya itu, Xiumin lagi-lagi menatap ke arahnya khawatir.

“Xiumin, bisakah kau membawaku berkeliling kota, sebelum kita kembali ke kantor ayahku?” ucap Jiyeon seraya menjejalkan tangannya ke dalam tas biru yang tergeletak di sampingnya, meraih satu botol kecil berwarna coklat dengan tablet merah muda di dalamnya.

Tablet merah muda bertuliskan Lexotan (obat penenang yang sudah di konsumsi Jiyeon sejak 10 bulan yang lalu jika ingin tidur tenang tanpa mimpi buruk yang menghantuinya di sepanjang Jiyeon memejamkan kedua matanya), Xiumin mengangguk mengerti dan kembali focus ke jalanan padat merayap di depannya, laki-laki bermata sipit tanpa lipatan di kelopak matanya itu terlihat menarik napas pelan, tiap kali menatap istri majikannya itu menangis sendirian di dalam mobil. Xiumin merasa jika nasib nyonya besar dengan semua kesempurnaan dunia yang tak terbantahkan itu, memiliki nasib yang sedikit memilukan hati.

Hening! Xiumin tak lagi mendengar isak kecil di belakang punggungnya, laki-laki itu kembali menatap ke belakang melalui kaca spion. Dan betapa terkejutnya Xiumin saat mendapati Jiyeon sudah tergelak tak bergerak di atas jok mobil, wanita itu bahkan tetap diam saat Xiumin meneriakkan namanya berkali-kali.

~000~

Sehun menghentikan penjelasannya di depan podium saat ponsel layar sentuh miliknya kembali bergetar, menampilan nama pemanggil yang sama sejak beberapa menit yang lalu. Sehun tersenyum samar dan memilih untuk mengabaikan panggilan itu, dia menekan tombol merah di ponsel dan kembali focus pada penjelasannya untuk klien penting dari timur tengah guna kontrak kerja sama yang mencapai angka ratusan juta dolar. Namun lagi-lagi ponselnya bergetar, kali ini sebuah pesan dari nama yang sama terpajang di layar depan. Nama dari supir pribadi yang di bayar Sehun untuk mengantar Jiyeon kemana pun wanita itu inginkan, Minra yang berdiri di samping Sehun terlihatnya, Sehun pada akhirnya meraih ponsel, membuka pesan dan membacanya malas.

Tuan Oh, Nyonya Jiyeon pingsan dalam perjalanan menuju kantor Direktur Song, apa yang harus saya lakukan sekarang

Sepersekian detik mata Sehun membulat, tangannya bergetar dan dalam satu gerakan Sehun sudah berjalan cepat sebelum akhirnya berlari keluar dari ruang meeting begitu saja. Semua orang termasuk Minra terkejut dan binggung dengan apa yang dilakukan Sehun, Minra bahkan tak bisa berbuat apa-apa saat klien Sehun mengeluh kecewa sesaat sebelum ikut keluar dari ruang meeting.

Bagaimana mungkin Sehun mengacaukan kontrak kerja, berharga ratusan juta dolar begitu saja?

Dan di detik berikutnya Minra pun hanya bisa mengerang kesal saat sadar akan satu hal, satu hal yang sejak dulu selalu mampu membuat Sehun panik dan kehilangan akal sehatnya. Satu hal yang selalu mampu membuat Sehun melupakan dunianya begitu saja.

~000~

In The Car

3 Hours Later

Jiyeon mengerjapkan matanya yang masih terasa berat saat merasakan usapan lembut di atas kepalanya, wanita itu juga merasa jika ada satu tangan yang melingkar di perutnya. Jiyeon kembali mengerjab, berusaha mengumpulkan semua nyawanya, mengabaikan rasa melayang yang mendera kepalanya karena efek obat tidur yang masih terasa. Jiyeon terdiam saat menyadari jika ada aroma tubuh seseorang yang dikenalnya menelusup masuk ke indra penciumannya, aroma tubuh dari seorang pria yang dibencinya. Dengan ragu Jiyeon membalikkan tubuhnya dari posisi menyamping, menatap terkejut sosok kejam yang ada tepat di atas wajahnya, menatapnya dengan senyum hangat dengan ekspresi wajah sarat kelegaan yang terbaca mata. Jiyeon pun semakin terkejut, saat menyadari jika kepalanya bertumpu di atas pangkuan pria yang kini sudah mengusap wajahnya lembut.

“Sehun Oppa?

Jiyeon terkejut, dia berusaha kembali mengingat semua kejadian sebelum dia akhirnya tertidur di dalam mobil. Jiyeon masih sangat ingat jika dia sedang berada di mobil, hanya dengan supir pribadi tanpa Sehun, lalu menelan dua butir Lexotan dan setelah itu Jiyeon merasa sangat mengantuk. Namun kini Sehun ada di depan matanya, membelai rambutnya lembut di tiap helainya, tersenyum hangat, mengusap lembut pipinya.

“Bagaimana Oppa bisa kemari?” Jiyeon bangkit dari posisinya, menahan rasa melayang dan sedikit pening di kepala karena efek Lexotan yang belum beranjak. Mata bening wanita itu menatap Sehun yang justru hanya tertawa.

“Supir pribadimu mengirimiku pesan singkat, dia bilang kau pingsan di dalam mobil.” Sehun kembali tertawa kecil melihat ekspresi terkejut Jiyeon yang terlihat bodoh di matanya, ekspresi yang justru sangat disukai Sehun sejak dulu. “Xiumin benar-benar payah, bagaimana mungkin dia tidak bisa membedakan orang pingsan dengan orang yang sedang tidur,” Sehun menggelengkan kepalanya, dia masih tertawa, laki-laki itu merasa tak habis pikir dengan jalan pikiran seorang Lee Xiumin.

“Jadi Oppa ke sini karena mengira aku pingsan?” ucap Jiyeon lirih, sedikit terkejut mendapati Sehun yang terlihat peduli padanya.

Eoh! Karena jika aku tidak kemari, maka Xiumin pasti akan menghubungi ayahmu dan jika itu terjadi pasti semuanya akan kacau, kau tentu sangat tahu dengan sifat berlebihan ayahmu jika sudah menyangkut tentangmu, Song Jiyeon.”

Seketika Jiyeon mengerjab, dia tertawa keras, memukul sekilas kepalanya sendiri, merasa sangat bodoh saat otaknya yang sempat berpikir jika Sehun mengkhawatirkan dirinya hingga repot-repot menyusulnya.

Sehun? Merasa khawatir? Yang benar saja! Mana mungkin pria kejam, punya hati macam Sehun merasa khawatir pada wanita yang selalu di sakitinya.

“Iya kau benar,” Jiyeon memilih berpaling lalu menyandarkan punggungnya di jok mobil.

Jiyeon kembali mengerjabkan matanya, peningnya belum juga hilang, dia memejamkan kedua mata lalu bersandar di lengan Sehun, melepaskan semua rasa pening di kepala dan rasa sakit yang membelengu hatinya. Entahlah sejak dulu Jiyeon akan selalu merasa tenang dan terlindungi jika bersandar pada laki-laki kejam itu, satu fakta yang lagi-lagi sangat di benci Jiyeon sejak dulu.

Sehun melirik Jiyeon yang bersandar di lengannya, menarik napas lega, senyum samar terulas di ujung bibirnya. Sehun menatap wanita yang sudah membuatnya panik beberapa jam yang lalu, hingga dia meninggalkan rapat pentingnya begitu saja, berlari kesetanan, kalut, memaki siapapun yang menghalagi laju mobilnya saat hendak menuju tempat Jiyeon berada. Tanpa sadar Sehun ikut menyandarkan kepalanya di atas kepala Jiyeon, meraih jemari Jiyeon dalam genggaman dan memejamkan kedua mata. Menikmati kebersamaan mereka yang kali ini kembali terasa hangat dan tenang, tanpa adu argument yang menguras hati, Sehun sangat menyukai saat-saat seperti ini.

“Ayahmu bilang sekarang kau diberi pekerjaan untuk mendesain mobil?” ucap Sehun pada akhirnya, memecah kesunyian hangat di antara mereka.

Jiyeon tidak menjawab, wanita cantik itu hanya menganguk pelan.

“Sejak kapan kau tertarik dengan barang membosankan itu?” Sehun tertawa kecil saat Jiyeon melepaskan genggaman tangannya lalu memukul pelan lengannya, Sehun sangat tahu jika sejak dulu Jiyeon tidak pernah tertarik dengan usaha mobil ayahnya itu.

“Sampai sekarang pun aku tetap tidak merasa tertarik, Sehun.” Jiyeon mengerakkan kepalanya, membuat Sehun mengangkat kepalanya lalu menatap Jiyeon menekuk wajahnya.

“Kau—- Hey! Bukankah kau bisa mendesain apa saja, Sehun? Berarti kau bisa membantuku kan?” ucap Jiyeon dengan wajah yang tiba-tiba sudah berbinar, menyadari fakta jika Sehun punya keahlian tersembunyi untuk mendesain kapal pesiar dan juga mobil.

Jiyeon bahkan berani bertaruh jika bukan karena mewarisi perusahaan milik ayahnya, saat ini Sehun pasti akan menjadi pesaing berat untuk perusahaan mobil ayahnya, kemampuan mumpuni yang di miliki Sehun dalam mendesain sebuah mobil tidak bisa diabaikan, keahlian yang hanya diketahui oleh Jiyeon dan Jongki.

“Sayangnya aku tidak berniat sedikit pun untuk membantumu, Jiyeon. Aku punya banyak pekerjaan yang lebih penting, ketimbang membantumu yang tidak akan memberi manfaat apapun untukku,”

Jiyeon memaki dirinya sendiri saat menyadari kesalahan meminta bantuan pada Sehun, laki-laki sombong itu mana mungkin membantunya. Jiyeon membuang muka lalu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, seketika itu juga Jiyeon menjerit, dia panik lalu cepat-cepat menarik laci kecil yang ada di bawah Jok yang di dudukinya, laci kecil untuk menyimpan beberapa pakaian Jiyeon untuk keperluan pekerjaan. Dalam satu gerakan cepat Jiyeon menyambar satu dress orange motif bunga kecil ke dalam genggaman, bergumam tak jelas, Sehun mengeryitkan dahinya. Jiyeon segera membuka pakaiannya, tak mengubris Sehun yang berteriak seraya segera menekan tombol hingga kaca gelap tak tembus pandang kini sudah melapisi semua kaca jendela mobil. Xiumin atau pun orang lain yang berdiri di luar sana, tidak akan bisa melihat Jiyeon yang kini hanya terbalut pakaian dalam.

“Setengah jam lagi aku ada rapat penting bersama ayah, ya Tuhan bagaimana mungkin aku melupakannya,—”

Omel Jiyeon, dia menggulung sal rambutnya ke atas asal, lalu mengenakan dress ke tubuh langsingnya yang sempurna. Jiyeon menatap Sehun sekilas sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, kalimat yang membuat Jiyeon menarik satu sudut bibirnya, dia tidak peduli ketika mendengar Sehun berdecak kesal di belakang punggungnya.

“Jangan memandangi punggungku terlalu lama Sehun, aku benar-benar tidak punya waktu untuk melayanimu saat ini.” ucap Jiyeon saat sudah berhasil memakai dress di atas lutut ke tubuhnya.

Cih! Kau pikir aku punya waktu untuk menidurimu saat ini? Aku ada rapat penting berharga lebih dari US$ 100 juta setengah jam lagi,” jawab Sehun seraya mengerakkan tangannya membantu menarik resleting dress yang di kenakan Jiyeon, saat mendapati wanita itu kesulitan untuk melakukannya.

Jiyeon berbalik menghadap Sehun, dia terkekeh kecilnya, melapisi dress dengan luaran semi formal berwarna senada. Jiyeon menggerakkan jemarinya di atas rambut hitamnya yang kusut, melirik Sehun yang menatapnya lekat sejak tadi, bahkan sejak gadis itu masih tertidur di atas pangkuannya.

“Kenapa?”

Sehun tidak menjawab hanya terus menatap ke dalam bola mata sebening kristal favoritnya, menatap pahatan sempurna dari wanita yang selalu di sakitinya, namun selalu mampu membuat Sehun merasa tidak sendirian di dunia ini. Perlahan Sehun mendekatkan wajahnya, menarik pinggang Jiyeon ke arahnya, namun dengan cepat Jiyeon menahan bahu laki-laki itu sesaat sebelum Sehun menyatukan bibir mereka.

“Sehun aku sudah terlambat! Kau lupa jika sejak dulu kau selalu membutuhkan waktu yang lama jika mencium,—“ Ucapan Jiyeon terputus, Sehun tidak peduli, pada akhirnya Sehun tetap menyatukan bibirnya di atas bibir Jiyeon yang semerah cherry.

Sehun mencium Jiyeon sangat lembut dan hati-hati, laki-laki itu benar-benar tidak ingin menyakiti Jiyeon karena ciumannya, walau nyatanya Sehun selalu menyakiti hati wanita itu sejak dulu kala. Sehun merapatkan tubuh mereka, mendorongnya pelan hingga Jiyeon terbaring di atas sofa, mencium tiap inci bibir manis Jiyeon dengan lumatan seduktif  super lembut tapi sangat menuntut. Tangan Jiyeon bergerak menggalung di leher Sehun, menekan tengkuk laki-laki itu hingga Sehun semakin menggila dan tak berniat untuk berhenti. Mengulum semua permukaan bibir Jiyeon nyaris tanpa jeda bernapas, hingga Jiyeon terdengar mendesah berkali-kali dalam lumatan Sehun yang memabukkan jiwa.

Jiyeon pun terlihat tersenyum di sela-sela ciuman panjang mereka, tersenyum dengan fakta jika Sehun selalu sulit menahan diri dan tak mau berhenti jika sudah menyentuhnya. Sehun bahkan selalu mengatakan jika semua bagian dari tubuh Jiyeon, dari ujung kepala hingga ujung kaki selalu membuat laki-laki itu merasa ketagihan layaknya candu, Sehun selalu menginginkan Jiyeon lagi dan lagi. Jiyeon mengerjabkan mata beningnya kuat, berusaha keras untuk menahan hasrat jiwa yang mulai naik ke permukaan karena sentuhan jemari Sehun di balik dress yang di kenakannya, dia tidak melanjutkan ciuman panas ini lebih lama lagi, karena jika itu terjadi maka sudah bisa dipastikan Sehun akan menidurinya di dalam mobil saat ini juga.

Oppa!

Jiyeon mendorong bahu Sehun kuat, mengabaikan erangan tidak suka Sehun karena ciuman mereka terhenti. “Aku benar-benar sudah sangat terlambat,” lanjut Jiyeon, dia memandang wajah cemberut Sehun, persis seperti anak berumur lima tahun yang di perintahkan ibunya untuk membuang semua permen coklat kesukaannya.

Jiyeon tertawa, dia mengusap wajah Sehun, ketika Sehun menarik tubuhnya hingga kembali duduk di atas sofa masih dengan wajah kecewa. Jiyeon bangkit membenarkan tatanan dress yang dipakainya, tersenyum menatap penampilan berantakan Sehun saat ini. Tanpa perintah tangan Jiyeon bergerak merapikan rambut hitam Sehun, membenarkan tata letak dasi dan jas yang melekat pada tubuh laki-laki itu. Jiyeon tersenyum tipis saat Sehun lagi-lagi menatapnya dalam, tatapan penuh rahasia di baliknya yang sejak dulu selalu Sehun perlihatkan jika mereka hanya berdua, tatapan yang sejak dulu pula selalu tak pernah bisa dimengerti oleh Jiyeon sedikit pun.

“Semoga berhasil,” ucap Jiyeon saat Sehun membuka pintu mobil dan membuat laki-laki itu menolehkan wajahnya. “Aku memang akan selalu berhasil, Jiyeon.” balas Sehun, lalu tersenyum sombong yang terlihat sangat menyebalkan di mata Jiyeon, dia menghembuskan napas kesalnya.

Namun di detik berikutnya Jiyeon sudah terdiam, pandangannya terkunci pada Sehun, pria itu mencium keningnya penuh luapan rasa mengetarkan hati, diiringi sebaris kata-kata yang terdengar begitu tulus. Kata-kata yang lagi-lagi untuk kesekian kalinya selalu membuat Jiyeon semakin sulit untuk melepaskan Sehun, semakin sulit untuk meniadakan Sehun dari dalam hati dan pikirannya. Semakin sulit untuk membenci laki-laki yang pada kenyataannya, selalu mampu menyakiti hati dan hidupnya. Ya Jiyeon selalu tak bisa melakukan semua itu, Jiyeon terlalu mencintai pria brengsek dengan semua kekejaman dan rahasia hati di balik tatapan hangatnya saat ini.

“Berjanjilah untuk tidak kelelahan hingga jatuh sakit saat bekerja, karena jika itu terjadi maka kau akan membuatku tidak bisa bernapas, Oh Jiyeon.”

Sehun menjauhkan wajahnya seraya keluar dari mobil Jiyeon begitu saja, berjalan menuju mobilnya yang terparkir tepat di depan mobil Jiyeon. Meninggalkan Jiyeon yang terlihat tak mampu menahan senyum bahagia dengan apa yang di lakukan Sehun hari ini, meninggalkan Jiyeon yang lagi-lagi memaafkan semua kekejaman yang di lakukan Sehun pada hati dan hidupnya.

~000~

Jiyeon menatap Jongki, senyumnya lebar, dia mengabaikan tatapan tajam Jongki yang tak mengendur sejak dia menapakkan kakinya di ruang kerja sang ayah tercinta. Jongki kesal dan Jiyeon tahu betul akan hal itu, Jongki sangat disiplin, dia pasti akan mengamuk jika ada yang melanggar garis kedisplinan yang diterapkannya, meskipun yang melakukan itu adalah putri tercintanya, Song Jiyeon.

“Dari mana saja kau, Sweet Heart? Kau tahu, aku bahkan sudah bersiap untuk pulang?”

Jiyeon mengerjab saat Jongki berjalan mendekat, dia tidak menjawab sapaan manis Jongki yang justru terdengar mengerikan di telinga Jiyeon. Jiyeon tahu jika sebentar lagi Jongki akan murka, Jiyeon memutar otaknya untuk mendapatkan satu alasan masuk akal yang akan menyelamatkannya dari amukan Jongki sebentar lagi.

“Apa kau lupa jika hari ini adalah hari pertamamu bekerja? Bagaimana bisa kau meninggalkan kantor selama hamir empat jam! Apa Jongin menahanmu dengan puluhan batang permen kapas dan mengajakmu bermain ke taman hiburan?”

Jiyeon menggeleng seketika. “Tidak ada yang tahu aku penggila permen kapas kecuali ayah, ibu dan Sehun Oppa. Dan aku bukanlah pecinta taman hiburan, Ayah.” jawab Jiyeon santai, mencoba tertawa pelan untuk mencairkan suasana, dia terus memutar otak, mencari alasan yang tepat.

“Jangan mencoba mencari alasan Jiyeon,”

“Ayah aku—-” ucapan Jiyeon terputus saat wanita itu merasa jika ponsel yang di pegangnya bergetar, dia menatap nama seseorang di layar depan dan membaca cepat pesan singkat itu seraya melebarkan senyumnya.

“Aku menemani Sehun Oppa, tiba-tiba menantu Ayah yang sangat Ayah banggakan itu meneleponku, merengek memintaku menemaninya makan siang dan jalan-jalan. Sehun Oppa merasa sedikit lelah dengan pekerjaannya, jadi—-“

“Sehun?” Jiyeon menganguk pelan. “Ah! Kenapa kau tidak mengatakannya dari tadi, Sayang.” Jiyeon menghembuskan napas leganya, dia tetap tersenyum, Jongki mengangguk mengerti seraya mengusap kepalanya lembut.

Ya sejak dulu Jongki akan selalu memaklumi jika menyangkut tentang Sehun, tentang seorang laki-laki yang sangat dipercaya Jongki sebagai satu-satunya yang berhak untuk menjaga malaikat kecilnya di dunia ini, tanpa pernah tahu segala kekejaman yang telah ditorehkan Sehun pada Jiyeon selama ini.

Jongki mengangkat jari telunjuknya tepat di depan wajahnya, berbalik, lalu berjalan menuju meja kerjanya untuk meraih sebuah map disana. Jongki tersenyum sekilas lalu menyerahkan berkas dalam map berwarna kuning pada Jiyeon. Jiyeon membuka berkas, dahinya berkerut, menatap Jongki, dia ingin protes tapi tertahan di tenggorakan, Jongki sudah lebih dulu mengeluarkan ultimatum yang tak mampu Jiyeon bantah.

“Aku memutuskan untuk menyerahkan semua hal tentang desain mobil pesanan Jongin padamu, tanpa bantuan tim kreatif. Siapkan malam ini juga, karena besok pagi kau sudah harus menyerahkannya pada Jongin, kau mengerti?”

“Ayah! Aku tidak bisa mendesain mobil?” Jongki melipat tangannya di depan dada, menatap Jiyeon tidak peduli. “Itu urusan mu Sayang, bukankah kau yang memutuskan untuk bekerja disini?”

“Iya tapi—-“

“Jangan kecewakan ayahmu,” Jongki mengusap bahu Jiyeon lembut, merangkulnya seraya membawa gadis itu melangkah keluar dari ruang kerjanya. “Ayah mengandalkanmu Jiyeon, kau pasti bisa!”

Jiyeon menatap Jongki memohon. “Jangan lakukan ini padaku, tolong biarkan aku dibantu tim kreatif.” Jiyeon memajukan bibirnya kesal saat Jongki hanya mengeleng.

“Ingat jangan minta bantuan pada Sehun,” Jiyeon menolehkan kepalanya, dia semakin kesal, mengerang lalu menghentakkan kakinya saat Jongki hanya tertawa senang di sebelahnya.

~000~

Song Jiyeon wanita yang sudah pulang ke rumah sejak empat jam lalu itu, kini berjalan pelan menuju ruang pribadi Sehun, pria itu tidak kunjung keluar dari ruangan, sejak dia pulang ke rumah tiga jam lalu. Terbalut dalam sweater coklat corak garis warna warni dan celana bahan kain warna putih, di tangan Jiyeon tablet berlayar besar hingga 12 inci dan selembar kertas yang terlihat bergerak-gerak saat Jiyeon mengayunkan tangannya.

Jiyeon memutar knop pintu perlahan, memajukan wajahnya untuk menelitik ke dalam ruangan, ruangan itu bergaya klasik elegant yang kental, terlihat jelas dari semua ornament dan arsitekturnya. Sofa coklat besar dan sofa panjang merah di bagian tengah, beralas permadani warna senada. Perapian hangat, kaca besar di atasnya, buku-buku tebal tertata rapi dalam lemari kaca yang berjejer di samping pintu. Pintu ruangan kecil dimana terdapat Sehun di dalamnya, duduk di hadapan sebuah leptop, wajahnya sangat serius. File-file penting terlihat memenuhi meja kerja Sehun, di belakang Sehun ada lemari kaca yang memajang beberapa barang antik yang menjadi koleksi dari Jiyeon. Ya Sehun menyimpan semua benda antik yang Jiyeon sukai di lemari itu.

Ah! Ternyata kau disini,” sapa Jiyeon ceria, Sehun bergeming dari balik layar leptop di depannya.

Sehun mengabaikan kehadiran Jiyeon yang kini sudah berdiri di depan meja, dalam satu gerakan Jiyeon sudah meletakkan tablet dan kertas yang dibawanya sedari tadi tepat di atas berkas yang sedang Sehun kerjakan. Dia tidak peduli, Jiyeon bahkan hanya menaikkan bahu saat Sehun menatapnya tajam, selayak kaum Assassin jika hendak menghabisi nyawa lawan-lawannya.

“Kau harus membantuku, Sehun.”

Jiyeon mendudukkan tubuhnya di sebuah meja lampu kecil tepat di samping Sehun, menunggu reaksi Sehun yang sayangnya tak dia dapatkan. Laki-laki itu hanya menyisihkan tablet dan kertas yang Jiyeon berikan, lalu kembali focus pada layar leptop di depanya hingga Jiyeon mengerang kesal dan memutuskan untuk menuntaskan kalimatnya.

“Ayah memintaku mendesain mobil untuk klien kami besok pagi, kau tahu kan, aku hanya bisa mendesain pakaian dan tempat kosmetik. Aku sudah mencobanya tapi sepertinya gagal, kau bisa melihatnya di kertas itu. Jadi tolong aku Sehun, buatkan aku desain mobil dan masukkan ke dalam tabletku.” Jiyeon memiringkan wajahnya, meminta sedikit belas kasih pada laki-laki yang pada akhirnya menatap ke arahnya.

“Sayangnya aku sama sekali tidak peduli, Jiyeon! Itu masalahmu dan tidak ada hubungannya denganku, kau harus bertanggungjawab dengan pilihanmu,” Sehun kembali menatap layar leptopnya.

Jiyeon menghembuskan napasnya kasar, menahan emosi yang mulai naik ke permukaan. Jiyeon benar-benar harus bersabar demi harga dirinya di depan Jongin besok pagi, Jiyeon tidak akan pernah mempermalukan dirinya sendiri dan perusahaan ayahnya, hanya karena ketidakmampuannya dalam mendesain sebuah mobil.

Oppa, ayolah, sekali ini saja, eoh?” Jiyeon mengepalkan tangannya. “Apa aku harus memohon agar kau mau membantuku? Aku benar-benar tidak bisa mendesain mobil dan aku juga tidak mungkin mempermalukan perusahaan ayahku di depan Kim Jongin.”

Sehun menghentikan gerakan tangannya di atas leptop saat Jiyeon menyebut seorang pria yang begitu percaya padanya, jika selama ini sudah menjaga putrinya dengan sangat baik. Tanpa kata Sehun meraih selembar kertas yang Jiyeon serahkan padanya, menatap sekilas beberapa coretan pensil di atas kertas dan seketika itu juga Sehun langsung tertawa keras. Sehun bahkan semakin tidak bisa menahan tawa, saat Jiyeon berusaha menjelaskan apa yang dimaksud di dalam gambar, dia bahkan sampai kram di bagian perut.

Bagaimana tidak di kertas itu hanya terdapat sebuah gambar mobil yang terlihat seperti gerobak sampah dengan empat lingkaran yang di yakini Sehun sebagai ban, beberapa tiang peyangga, dua garis panjang yang menyerupai panggung dan sebuah high heel di samping tiang.

High heel? Yang benar saja! Hey! Ini rancangan sebuah mobil mewah, bukan rancangan panggung runway di pageralan busana akhir tahun.

 Yak! Berhenti menertawakanku, Oh Sehun!” Jiyeon berkacak pinggang, wajahnya marah padam. “Ini benar-benar tidak lucu! Bukankah aku sudah bilang jika aku tidak bisa mendesain mobil, jadi berhenti tertawa dan bantu aku Sehun. Setidaknya jika kau tidak berniat membantu ku, pikirkan nasib ayahku, aku benar-benar tidak bisa memaafkan diriku jika sampai ayah menahan malu karena aku.”

Sehun menutup mulutnya, dia melirik ekspresi wajah Jiyeon yang terlihat sangat mengerikan bak seorang tiran yang ingin mencabut nyawanya. Sehun sedikit menunduk seraya meredam tawa, namun tetap saja laki-laki itu tak mampu melakukannya, dia tetap tertawa lebar hingga memperlihatkan deretan giginya yang tertata rapi.

“OH SEHUN!!!”

Sehun menarik napas untuk menghentikan tawa, dia melirik Jiyeon lagi seraya membuang kertas desain Jiyeon asal, Jiyeon mengerang dan segera menyambar kertas itu, lalu berteriak, memekakkan telinga Sehun.

“Hentikan semua ini dan keluarlah, kau hanya membuat konsentrasiku terpecah dan—-“ Sehun segera melanjutkan kalimatnya saat Jiyeon hendak memotongnya. “Berhenti berpikir jika aku akan membantumu, seperti aku membantumu tadi sore. Aku tidak peduli dan tidak akan membantumu, kau mengerti?”

“Kau benar-benar laki-laki paling brengsek yang pernah aku kenal.” Ucap Jiyeon lalu menarik tabletnya dari meja Sehun.

“Terima kasih untuk pujiannya, Jiyeon Sayang.” Sehun hanya tersenyum lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

Hening! Tak ada lagi balasan dari Jiyeon namun Sehun tahu jika wanita itu masih berdiri di samping meja kerjanya, Sehun akhirnya menatap sekilas sosok sempurna Jiyeon yang masih menatapnya marah.

“Kenapa? Apa kau sedang berpikir, cara apa yang akan kau gunakan untuk membunuhku, Song Jiyeon?” Jiyeon menggulung kertas di tangannya, sebuah seringai angker terlukis di wajah cantiknya.

“Iyah, aku sedang berpikir tentang sebuah racun mematikan yang bisa membunuhmu, Sehun. Lalu setelah itu, aku tidak perlu lagi hidup dengan pria kejam sepertimu.”

Sehun tersenyum samar mendengar ucapan Jiyeon, dia sangat berharap itu menjadi kenyataan suatu hari nanti. “Ya lakukan saja, Jiyeon, karena aku juga sudah sangat muak menjalani sisa hidupku bersamamu,”

Suara Sehun terdengar sangat dingin, menelusup ke dalam sanubari hingga Jiyeon kembali merasakan nyeri menyerang jantungnya, menghujam hingga ke bagian paling dasar. Mata bening Jiyeon berembun, dia tertawa sumbang, tangannya terkepal erat, lalu menatap Sehun dengan semua rasa yang terlalu benar dan terlalu salah.

“Tenang saja, aku pasti akan melakukannya sebelum kau yang membunuhku, benar begitu? Walaupun aku tidak tahu apa yang akan terjadi di hidupku, jika kau benar-benar tidak ada di dunia ini bersamaku, Oh Sehun.”

Jiyeon berbalik, dia melangkah perlahan meninggalkan Sehun yang sudah menatap punggung Jiyeon dalam diam, menatap wanita yang selalu menyembunyikan air mata di belakangnya. Menatap wanita yang selalu bersembunyi di balik senyum palsu kebahagian, hanya agar tidak terlihat rapuh di depannya. Menatap wanita yang selalu membuat Sehun, merasa jika dunia ini tak pernah berlaku adil padanya.

Tiga jam berlalu, Sehun merenggangkan tubuhnya saat rasa pegal mulai datang menghampiri, mematikan leptop dan membereskan semua berkas perusahaan sesaat sebelum beranjak dari meja kerjanya. Sehun berjalan pelan keluar dari ruangannya menuju ruangan depan, bermaksud untuk bersantai sejenak di atas sofa merah favoritnya. Namun langkah Sehun terhenti saat mendapati Jiyeon tertidur di atas sofa, dia memeluk tablet di dadanya dan selembar kertas desain di atas meja.

Sehun berjalan mendekat lalu berlutut di depan Jiyeon, menatap lekat wajah tenang Jiyeon yang tertidur pulas. Dia mengerakkan jari telunjuknya, menelusuri tiap inci dari pahatan sempurna yang selalu di sakitinya. Dengan hati-hati Sehun melepaskan tablet dari genggaman Jiyeon, menggerakkan pena di atas tablet, wajahnya serius, sesaat kemudian Sehun terlihat sudah tersenyum lalu mematikan layar tablet.

Sehun kembali menatap Jiyeon lekat, mengusap wajah wanita itu lembut. Menatap dengan semua luapan perasaan yang tersembunyi di baliknya, lalu Sehun mengangkat tubuh Jiyeon dengan kedua tangannya. Dia mengeratkan rangkulan saat Jiyeon mengeliat di dalam tidurnya, sebuah kecupan hangat Sehun sematkan di kening Jiyeon, lalu melangkah keluar dari ruangan, membawa Jiyeon masuk ke dalam kamar tidur mereka.

~000~

Jongin keluar dari mobilnya, berjalan tergesa menuju gedung kantornya, laki-laki dengan semua kesempurnaan ragawi itu tampak tersenyum ramah pada semua staf yang menyapanya pagi ini. Senyum memabukkan yang akan membuat semua karyawan perempuan di perusahaannya bersedia bekerja lembur tanpa bayaran, asalkan bisa terus melihat senyum dan sapaan lembut Jongin di tiap paginya. Jongin memasuki ruang kerjanya, melihat Jiyeon yang sudah duduk di sofa, wanita cantik itu tampak menguap, mengetukkan jari-jarinya di atas meja. Satu kebiasaan Jiyeon yang untuk kedua kalinya tertangkap di penglihataan Jongin, kebiasaan yang membuat Jongin tanpa sadar tersenyum.

“Maafkan aku Jiyeon, aku terlambat!” Jongin membungkukkan kepalanya, dia menyesal, Jiyeon yang berdiri tangannya disilangkan di depan dada. Jiyeon terlihat sangat marah.

“Apa sudah menjadi kebiasaanmu membuang-buang waktu, Kim Jongin? Kau tahu berapa lama aku menunggu? Asal kau tahu, jika bukan hanya kau yang sibuk disini, aku bahkan lebih sibuk dari yang kau pikirkan.” Suara Jiyeon terdengar sangat dingin, nada suara yang Jiyeon pelajari dari Sehun.

Jongin terlihat kembali menundukkan kepalanya, kembali meminta maaf, dia sangat menyesal. “Jika bukan karena ban mobilku bocor hingga aku harus menunggu mobil pengganti, bisa kupastikan kalau aku tidak akan terlambat, Jiyeon. Maafkan atas—-“

Ucapan Jongin terputus, tiba-tiba Jiyeon sudah tertawa keras, wanita itu kembali duduk di sofa, masih tertawa. Jongin binggung, alisnya bertaut, menatap Jiyeon yang kini tengah mengusap sudut matanya yang berair.

Hey! Aku hanya bercanda Jongin, kau hanya terlambat lima belas menit, jadi tenanglah,” Jiyeon berusaha menghentikan tawa, saat dilihatnya Jongin yang terdiam. “Ayolah! Aku hanya bercanda.” lanjut Jiyeon dengan sisa tawa di ujung bibir, Jongin pada akhirnya tertawa kecil seraya duduk di sofa yang ada di depan Jiyeon.

“Selera humormu lumayan juga,”

Jiyeon mulai berhenti tertawa.

“Maafkan aku jika ini berlebihan, tapi—-“

“Tidak masalah.” Jongin tersenyum, senyum yang pada akhirnya membuat keduanya tertawa.

Ah! Baiklah saatnya aku kembali bekerja,”

Jiyeon menghidupkan layar tabletnya, membuka file desain mobil yang dibuatnya semalam, desain mobil yang pada dasarnya Jiyeon dapat dari beranda google dengan sedikit editan. Desain yang justru membuat Jiyeon sedikit takut jika Jongin mengetahuinya, wanita itu benar-benar tidak tahu apa yang akan dilakukan Jongki padanya jika semua ini terbongkar. Jiyeon memejamkan mata sejenak, merasa jika ini jangan diteruskan, mungkin jika mengaku saja pada Jongin dia belum siap dengan desain hari ini akan lebih baik. Jiyeon akan kembali berusaha membujuk Jongki atau Sehun untuk masalahnya ini, berpura-pura sakit mungkin… agar dua laki-laki penting dalam hidupnya itu menolongnya.

“Jongin.” ucapan Jiyeon terputus seketika saat menatap ke layar tablet.

Betapa terkejutnya Jiyeon saat menatap layar tabletnya kini, pasalnya kini di layar tablet terdapat sebuah desain mobil yang sangat sempurna. Desain dengan semua detail yang membuat Jiyeon terpana, Jongin menatap Jiyeon, dia penasaran.

“Apa desainnya sudah siap?” tanya Jongin.

Dengan percaya diri Jiyeon mengangguk, menunjukkan desain mobil pada Jongin, senyumnya lebar. Jiyeon bahkan semakin melebarkan senyumnya, saat Jongin menganguk setuju pada desain yang mereka lihat. Jiyeon benar-benar tidak menyangka jika Sehun membantunya mendesain mobil, laki-laki yang bahkan tadi pagi masih membuatnya kesal karena ucapan pedas yang dilontarkannya.

Terima kasih, Sehun Oppa.”

~000~

Ah! Terima kasih sudah mengizinkanku jalan-jalan dan belanja sepuasnya di sini, Jongin.” Jiyeon mengangkat tiga shopping bag ke samping wajahnya.

Ya Jiyeon baru saja menghabiskan satu jam penuh untuk belanja di store milik keluarga Jongin, sebagai bonus yang diberikan pria itu untuk desain mobil menajubkan dari Jiyeon. Jongin hanya tertawa dan mengangukkan kepalanya pelan, laki-laki itu sedikit penasaran dengan ekspresi Jiyeon saat ini, entahlah Jongin merasa jika Jiyeon terlihat sangat bahagia.

“Apa kau benar-benar senang bekerja untuk ayahmu?”

“Apa?” Jiyeon binggung, Jongin tersenyum.

“Maksudku kau terlihat sangat bahagia dengan pekerjaan ini, apa karena kau sangat suka dalam mendesain mobil?”

Seketika Jiyeon tertawa kencang, dia menutupi setengah dari wajah cantiknya dengan tangan kanan, menatap Jongin sekilas dalam anggukan di sela-sela tawa yang belum mereda. Jiyeon ingin sekali mengaku jika dia tidak suka mendesain mobil, ingin sekali mengaku jika saat ini dia sangat bahagia karena Sehun menolongnya, ingin sekali mengaku jika desain mobil itu adalah hasil karya Sehun bukan hasil karyanya.

“Tidak juga, aku terlihat bahagia karena kau menyukai desainnya, ini adalah pekerjaan baruku, Jongin.” Bohong Jiyeon seraya menghapus sisa air mata di sudut matanya. “Dulu aku bekerja di perusahaan ibuku, tapi karena Sehun memutuskan untuk membantu ibu, maka aku membantu ayahku.”

“Sehun?”

“Iya. Aku sudah pernah bilang ‘kan?”

“Dia…, Jongin mengangtungkan kalimatnya, meragu, dia ingin membahas masalah kemarin.

“Kenapa?” Jiyeon dapat merasakan perubahan aura di wajah Jongin, dia melihat apa yang tersirat di ekspresi Jongin saat ini. “Apa kau ingin bertanya tentang perselingkuhan Sehun?”

Jiyeon menatap Jongin sekilas, menarik napas yang tiba-tiba terasa berat. Merubah suasana hati Jiyeon seketika, wanita itu selalu saja merasa tersayat sembilu jika sudah membahas masalah Sehun bersama semua tindak tanduk laki-laki itu dengan wanita murahan bernama Kim Minra.

“Tidak… maafkan aku! Aku tidak bermaksud mencampuri urusan rumah tangga kalian, hanya saja—-“

“Dia memang seperti itu Jongin, dia selalu akan menyakitiku hingga aku merasa tak punya lagi air mata untuk menangis, dia dan wanita jalang itu—- selalu melakukan apapun untuk membuatku merasa tak punya lagi alasan tetap hidup di dunia ini,” Jiyeon mengeratkan genggaman tangannya hingga bukunya memutih, menahan air mata yang entah mengapa sudah mulai mengaburkan pandangannya.

“Jiyeon?” Jongin mengepalkan tangannya, laki-laki itu benar-benar merasa jika Sehun sangat keterlaluan pada wanita yang dinikahinya, seharusnya Sehun menjaga Jiyeon selayak laki-laki itu menjaga nyawanya.

Jiyeon berusaha tersenyum diiringi kekehan kecil di belakangnya, senyum penuh luka yang berusaha disembunyikan Jiyeon, namun sayangnya terbaca begitu jelas di mata Jongin. Merentas hatinya hingga terasa menelusup ke dalam hati, Jongin tanpa sadar mengerakkan tangannya ke arah wajah Jiyeon, namun dengan cepat Jiyeon berpaling hingga Jongin menarik tangannya menjauh.

“Terima kasih Jongin. Mobilku ada di depan sana dan aku bisa sendiri, terima kasih karena sudah mengantarku, terima kasih untuk barang-barang ini.” Jiyeon kembali mengangkat shopping bag sebelum menundukkkan kepalanya, berbalik dan berjalan pelan menuju mobilnya berada.

Jiyeon berjalan sedikit menunduk, menatap cincin pernikahannya dengan Sehun. Cincin yang membuatnya terikat bersama laki-laki kejam yang selalu menyakitinya, laki-laki yang mengikat seluruh hati dan hidupnya begitu kuat, hingga Jiyeon tak mampu untuk lepas dari Sehun hingga detik ini. Jiyeon tidak sadar jika ada sebuah mobil yang melintas di depannya, melaju sedikit kencang ke arahnya. Jiyeon terkejut saat suara klakson memenuhi gendang telinganya, sesaat kemudian dia mendengar Jongin meneriakkan namanya dan merasa jika tubuhnya tertarik.

Jiyeon terdiam seketika, membeku dalam keterkejutan, mengabaikan teriakkan Jongin yang memaki pengendara mobil yang sudah melaju di depan mereka. Jiyeon masih sangat terkejut dengan apa yang terjadi, dia hanya diam, tak sadar jika saat ini dia berada di dalam dekapan Jongin.

“Kau baik-baik saja?” tanya Jongin, dia menundukkan kepalanya.

Seketika itu juga Jiyeon tersadar dan segera melepaskan diri dari dekapan Jongin, memandang Jongin gugup lalu menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Begitu pula dengan Jongin, laki-laki itu juga tak kalah gugup, berselimut rasa khawatir yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Entahlah! Berdetak karena terlalu khawatir atau karena pelukan singkat mereka.

“Apa—-“

“Nyonya Jiyeon, anda baik-baik saja?”

Ucapan Jongin terputus saat sosok supir pribadi —Lee Xiumin— hadir di antara mereka, supir pribadi yang terlihat datang dari ujung basement, saat mendengar Jongin meneriakkan nama Jiyeon. Supir pribadi yang terlihat pucat pasi karena tak menjaga Jiyeon dengan baik.

Eoh! Tenanglah aku baik-baik saja, kita pulang sekarang,” Xiumin mengangguk mengerti dan langsung membukakan pintu mobil yang berada di belakang meraka, Jiyeon pun terlihat menatap Jongin sekilas sebelum masuk ke dalam mobilnya.

Meninggalkan Jongin begitu saja, namun sesaat kemudian Jiyeon membuka kaca mobilnya, tersenyum pada Jongin yang masih terlihat sangat khawatir dengan keadaannya. Menatap laki-laki yang sudah menyelamatkan hidupnya hari ini, menatap laki-laki yang selalu membuatnya tertawa hingga mampu sedikit mengabaikan rasa luka pada sosok Sehun yang menyakiti hatinya.

“Terima kasih, Kim Jongin.”

~000~

Jiyeon berjalan memasuki gedung menjulang di mana Sehun menghabiskan setengah harinya disana, berjalan anggun dalam balutan stelan dress pendek di atas lutut berwarna putih dengan motih bunga kecil dan jas semi formal warna merah sebagai luaran, dia tersenyum pada beberapa karyawan yang menyapanya hormat. Entahlah tiba-tiba saja Jiyeon ingin mengunjungi Sehun, tiba-tiba saja ingin melihat wajah Sehun seraya mengucapkan terima kasih karena sudah membuatkan sebuah desain mobil untuknya. Jiyeon juga tidak begitu mengerti kenapa dia harus repot repot berterima kasih pada Sehun, Jiyeon hanya merasa dia harus menemui Sehun saat ini juga.

Jiyeon tersenyum saat sudah berada di depan pintu ruang kerja Sehun, menarik napasnya sesaat sebelum memutar knop pintu. Namun saat itu juga senyum Jiyeon memudar, membeku dalam tatapan kosong saat melihat pemandangan di depannya. Tepat di depannya Jiyeon melihat jika Sehun, sedang merangkul pinggang Minra dengan posisi bibir yang nyaris menyatu.

Eoh! Maaf menganggu acara manis kalian.”

Sehun menghentikan niatnya pada Minra, laki-laki kejam itu memalingkan wajahnya, menatap datar sosok Jiyeon yang berdiri di ambang pintu. Tak terlihat peduli jika saat ini dia baru saja kembali menyakiti hati wanita itu, tak begitu peduli dengan butiran kristal di ujung mata bening Jiyeon saat ini.

“Tadinya aku ingin mengucapkan terima kasih padamu Oh Sehun, tapi sepertinya kedatanganku tidak tepat!”

Jiyeon mengepalkan tangannya kuat, menahan sekuat tenaga agar tubuhnya tidak beringsut ke lantai saat menatap Sehun dan Minra yang tidak mengubah posisi mereka. Ini terlalu sakit, ini terlalu menyakiti di tiap inci hati hingga Jiyeon kembali merasa sesak. Dalam satu gerakan akhirnya Jiyeon memilih untuk berbalik seiring air mata brengsek yang berjatuhan di pipi pucatnya, merentas hati hingga Jiyeon berjalan terhuyung meninggalkan Sehun di belakang sana. Sehun menatap kepergian Jiyeon dalam balutan berjuta rahasia rasa yang tak kan terbiaskan, Jiyeon juga tidak pernah tahu jika saat itu juga Sehun mendorong Minra kuat, hingga gadis itu terhuyung dan hampir terjatuh. Mengerakkan kakinya menyusul Jiyeon, dia kalut, penuh penyesalan yang sampai kapanpun tidak akan pernah Sehun utarakan pada Jiyeon, tidak akan pernah!

NEXT >>> PART.5

Enjoy ya — xoxo

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

~ TBC ~

 

 


Diproteksi: Closer (Chapter 7)

$
0
0

Pos ini terlindungi oleh kata sandi. Anda harus mengunjungi situs tersebut dan memasukkan kata sandinya untuk melanjutkan membaca.


What Are We (Chapter 2)

$
0
0

Title       :               What Are We? (2)

Author  :               @afnfsy

Genre   :               Romance, angst (mostly)

Length  :               Multi-chapters

Rating   :               PG-15 (Some scene are not suitable for children under 15 years old.)

Casts     :               EXO’s Baekhyun, OC, many more to come.

Notes    :               Hello! Just want to clarify that the background story taken was mostly in Jakarta and Bandung. So you might found some—or many, Indonesian slangs. And this story contains the use of ‘gue-lo’ A LOT. Anyways, I also post this story on Asianfanfics and Wattpad with the same title, but different casts. (Yes, I use Indonesian names for the casts, but still use Baekhyun as the visual of the main boy character.) Duh, I talked a lot. Enjoy this story!

————————————————————————————

“Duh, lovebirds.” ledek Mara sambil menyundut siku Attara. Yang diledek hanya diam saja sementara wajahnya mulai memerah, tangannya yang sibuk menuliskan kata demi kata di secarik kertas terhenti.

Attara pun mendengus, “Ih, Mara. Orang kita nggak ada apa-apa, kok,” jawabnya sedikit kecewa. Walaupun dalam hati ia sangat mensyukuri kejadian Sabtu beberapa minggu lalu, dan walaupun ia sangat menghargai usaha Tanya dalam mengenalkan dirinya dengan si bangor Baekhyun, ia tetap merasa kecewa karena mereka seolah-olah terhenti di situ. Gadis itu pun melanjutkan tugas menulisnya lagi setelah beberapa saat memandangi kertas di depannya dengan sendu.

Mara hanya memerhatikan sahabatnya yang sudah hampir sejam berkutat dengan tugasnya di perpustakaan yang sepi ini. Saat ia hendak berbaring sebentar di lengannya, matanya tidak sengaja memandang kearah rak paling pojok. Kedua matanya refleks menyipit untuk dapat melihat dengan lebih jelas—dan untuk memastikan bahwa yang dilihat olehnya bukanlah orang yang daritadi ia dan Attara bicarakan. What the

“Tar, Tar,” panggil Mara setengah berbisik sambil menggoyang-goyangkan tangan sahabatnya yang masih menulis, tetapi yang dipanggil malah tidak memperdulikan panggilannya sama sekali. Mara tetap tidak menyerah dan masih mencolek-colek pergelangan tangan Attara.

“Ih, Syamara diam sebentar bisa, kan???” tanya Attara dengan kesal, matanya masih tidak menatap Mara sama sekali. Sementara itu kalau Attara memanggil sahabatnya dengan nama lengkapnya, berarti Attara sudah mulai merasa jengkel.

“Nggak bisa, nggak bisa! Itu cowok lo ngapain anjiiir di pojokan begitu? Lho, itu bukannya Sarah?”

Begitu menangkap maksud dari perkataan Mara, Attara langsung berhenti menulis dan melayangkan pandangannya searah dengan arah pandangan sahabatnya. Ditambah dengan mendengar nama Sarah, Attara langsung merasa tidak enak. What can he possibly do with her, moreover in this almost empty library, and at the most corner shelf?

Attara menelan ludahnya sendiri, lalu menggelengkan kepalanya—berusaha untuk tidak berpikir yang aneh-aneh. Mungkin saja mereka sedang mencari buku di rak yang sama? Atau mungkin mereka hendak belajar bersama? Who knows.

“Biarin aja, Mar. Mungkin mau belajar bareng? Kita, kan, nggak tahu…” ujar Attara yang sekarang mulai berkutat kembali dengan tugasnya, which left a big O formed in Mara’s mouth. This girl is surely thinks way too positive! pikir Mara.

“Baekhyun would be very lucky to have you, Tar. Tapi sayangnya lo terlalu polos.” pikir Mara lagi sambil melihat kearah Attara yang sedang menggigit jarinya bingung.

Kini Mara hanya menghela napas sebelum akhirnya ia memutuskan untuk tidak memikirkan apa yang terjadi di rak pojok sana—walaupun sebenarnya ia penasaran, parah. Ia pun meletakkan kepalanya diatas lengannya dan berbaring di meja sementara ia menunggu Attara menyelesaikan tugasnya. Suasana perpustakaan yang sejuk membuat Mara mengantuk.

Begitu Mara menutup kedua matanya dan terlelap, Attara mengambil headset dari dalam tasnya dan mencolokkannya ke iPodnya. Musik yang mulai berdendang cukup membuat Attara budeg dengan keadaan sekitar. Saat ia mulai menulis lagi, kedua orang yang daritadi berusaha Mara pergoki keluar dari barisan rak paling pojok itu. Keduanya tersenyum puas karena apa yang baru saja mereka lakukan di sana, mereka pun berjalan menuju pintu perpustakaan sementara si gadis merangkul lengan lelaki di sebelahnya, si lelaki hanya membiarkannya dan begitu ia menghadap lurus ke depan; kearah meja panjang dengan kursi-kursi di kedua sisi terpanjangnya, ia tercekat.

Baekhyun merasakan perasaan aneh itu lagi ketika mendapati Attara yang sedang sibuk dengan kertasnya, perasaan panik karena takut Attara mungkin saja melihat ia dengan Sarah pun mulai menjalari tubuhnya. Tetapi karena Sarah mulai menarik tangannya lagi dengan sikap tidak sabaran, Baekhyun lagi-lagi pun mengalihkan pikirannya dan berjalan keluar dari perpustakaan.

“Selesai!” pekik Attara pelan seraya mengangkat kertasnya. After she beamed to admire her own writings, tangannya pun menurunkan kertas itu dari pandangannya sedikit; membuat ia sekarang melihat kearah rak-rak buku.

“Tadi ada apa, ya…?”

——————————————————————-

Baekhyun bisa dibilang adalah salah satu dari orang-orang gegabah atau kasarnya ugal-ugalan di kampusnya. Mungkin itu tidak akan terlihat di kebanyakan waktu, tetapi once you get to know him from his friends, or from Baekhyun himself, you’ll know that he’s a rascal.

Ya, Baekhyun itu bajingan. Dan mungkin Attara belum melihat Baekhyun di sisi itu.

Bagaimana tidak? Baekhyun berubah menjadi orang paling manis sedunia begitu berhadapan dengan Attara—walaupun mereka baru sekali kemarin dipertemukan empat mata. Begitu Attara pertama kali memberanikan diri untuk menge-chat Baekhyun lewat LINE, Baekhyun langsung meresponnya dengan jawaban-jawaban manis, berbeda dengan bagaimana ia biasanya membalas chat dari teman-teman dekatnya, bahkan Sarah, ataupun some random girls he met before.

Tidak, tidak. Baekhyun bahkan tidak berusaha mengingat-ingat siapa gerangan gadis dengan rambut dicepol dua yang mengulurkan tangannya duluan begitu Tanya mengenalkan mereka. Baekhyun ingat betul siapa gadis itu. Untuk pertama kalinya Baekhyun merasakan sesuatu yang tulus saat berhadapan dengan Attara, untuk pertama kalinya juga, Baekhyun merasa bahwa Attara, bukanlah gadis yang bisa ia perlakukan semena-mena.

Tetapi, ini bukan pertama kalinya Baekhyun berusaha untuk tidak memikirkan apapun tentang Attara. Baekhyun benci di saat Attara tiba-tiba menyeruak masuk kedalam pikirannya; membuatnya terhenti dari apapun yang sedang ia kerjakan saat itu. Baekhyun benci saat Attara masuk kedalam pikirannya di saat ia sedang bersenang-senang. Baekhyun hated it.

Baekhyun tidak pernah ingin—sama sekali—terlibat dalam permasalahan hati seserius ini. Menurutnya, perempuan itu hanya untuk dipermainkan. Contoh besarnya; Sarah. Di siang hari, para gadis mengagumi wajahnya dari jauh, junior-junior perempuannya akan memekik kegirangan begitu ia lewat. Dan begitu jam sudah menunjuk kearah angka 11—malam, tentunya—gadis-gadis di club akan lebih ekspresif terhadapnya, dan disitulah ia bertemu Sarah.

He used Sarah as his toy. From the first time he lay his eyes on her, he thought nothing but a physical contact. In fact that she’s a junior, made it more easy.

After what they did back there at the library, Baekhyun mengambil langkah kecil dan duduk di bangku biru depan gedung perpustakaan. He wants to see the look in Attara’s eyes when she saw him sitting there—waiting for her. There’s anything but the guilt in his heart, Attara could saw him making out with Sarah before.

Seorang bajingan seperti Baekhyun mana pernah merasa kasihan, kan? And don’t forget how good he is at manipulating his own mind.

Sembari mengambil sebatang rokok dari bungkusnya dan menaruhnya lagi ke sakunya, pandangan Baekhyun tidak pernah lepas dari pintu perpusatakaan. Diharapkannya gadis itu akan keluar dari perpustakaan, anggap saja ia membawa banyak buku berat yang nantinya bisa menjadi excuse agar Baekhyun bisa modus untuk membantunya. Baekhyun sendiri pun tertawa kecil begitu menyadari pikiran bodohnya—sekaligus pintarnya. Saat ia menyalakan lighter, pintu perpustakaan pun terbuka.

Buru-buru Baekhyun mengangkat wajahnya, tetapi pemandangan yang ia harapkan sebelumnya tidak terwujud. Dilihatnya Attara lagi dengan balutan baju terusan garis-garis yang hanya mencapai di bawah lututnya, cardigan hitam yang panjangnya hampir sama dengan bajunya, dan sepatu keds berwarna putih. Gadis itu tidak membawa buku-buku yang berat seperti yang diharapkan Baekhyun, tetapi gadis itu mengatakan sesuatu.

“Duh, Mara nggak bisa dibangunin…” ujar Attara pelan sambil menggenggam ponselnya, bibirnya mengerucut dan kedua matanya terlihat sedih, persis bocah yang ditinggal ibunya pergi. Gadis itu pun berkali-kali memencet layar ponselnya—sepertinya berusaha menelepon seseorang, pikir Baekhyun.

“Ah!” seru Attara tiba-tiba, ia pun langsung menempelkan ponselnya ke telinga, “Halo? Kak Vanzo? Iya, Mara susah dibangunin, kak…” Attara pun berjalan mondar-mandir di depan pintu perpustakaan sambil masih menelepon Vanzo, senior yang berbeda satu tahun diatas mereka, and also, Mara’s boyfriend.

“Iya, kak. Attara udah selesai dari tadi soalnya,” adunya lagi membuat Baekhyun yang mendengarnya hanya tertawa pelan.

“Oh, iya, oke. Attara mau ke tempat lain duluan, Mara masih di dalam perpus. Oke, kak. Dadah.”

That’s it. Seeing Attara finally hung up the phone call, Baekhyun turned off his cig and walk straight to where she’s standing. Walaupun sekarang Baekhyun sudah berdiri tepat di depan gadis itu, Attara masih tidak mengangkat wajahnya. Masih tersirat kekhawatiran di wajah mungil Attara. She’s so cute, ujar Baekhyun dalam hati.

“Attar—“

“Sebentar! Lagi sibuk.” sergah Attara tanpa mengangkat wajahnya sama sekali. Baekhyun pun terpana, baru kali ini seseorang berani menghentikannya. Girls will always respect him, adore him, worship him, walaupun dia bajingan sekalipun.

Tanpa berpikir panjang Baekhyun pun mengambil ponsel Attara dari tangan gadis itu dan menyembunyikannya di belakang punggunya. Attara segera mengangkat wajahnya dan bersiap untuk memarahi siapapun itu yang merebut ponsel dari—

“Kak Baekhyun?”

Ini dia, tidak ada gadis manapun yang bisa marah kepadanya, melihat sorot berapi-api dari mata Attara mulai melunak, Baekhyun merasa menang.

Lelaki itu memasukkan ponsel Attara kedalam sakunya, membuat si empunya ponsel menatap nanar kearah saku celana Baekhyun. “Gue tadi manggil lo, lho.” ujar Baekhyun dengan nada datar yang sedikit tinggi, membuat Attara berpikir bahwa Baekhyun pasti akan memarahinya.

“Ma-maaf, kak, tadi saya lagi chat sama—“

“Nggak ada yang nanya lo lagi chat sama siapa, Attara.” sergah Baekhyun kali ini.

Attara semakin ciut di tempatnya, “I-iya, kak, maaf…” gadis itu langsung menundukkan kepalanya, merasa sangat bersalah. Seharusnya gue nggak ngomong sekasar itu, rutuk Attara dalam hati. Matanya masih terpejam karena perasaan bersalah dan takut, takut Baekhyun tiba-tiba akan mendampratnya.

Tiba-tiba Attara merasakan jari-jari yang tidak terlalu kasar di dagunya, ia langsung membuka kedua matanya dan mendapati Baekhyun yang sedang mengangkat dagunya agar lelaki itu bisa melihat ke matanya.

Kini mereka saling bertatapan, eye to eye. Melihat bola mata kecoklatan Baekhyun yang menatapnya tajam—tetapi sayu, membuat seluruh darah di wajah Attara berpusat di kedua pipinya. Attara merasakan wajahnya panas, dan pipinya yang kali ini memerah.

“Lo mau hp lo balik, nggak?” tanya Baekhyun, kali ini dengan nada yang agak tegas.

Attara pun mengangguk cepat, “Mau, kak,”

“Kalo gitu, hari ini lo makan malem sama gue.” ucap Baekhyun tanpa basa-basi.  Tentu hal itu merupakan hal yang sangat biasa bagi seorang Baekhyun; dan biasanya tidak ada penolakan.

Sementara Attara masih berusaha memproses omongan Baekhyun, kedua matanya mengerjap kebingungan, lelaki itu pun melemparkan pandangan ke jam tangannya, “Udah jam setengah 6. Kita bisa pergi sekarang, kan?”

Sebelum Attara sempat menjawab, Baekhyun langsung menarik tangan gadis itu dan berjalan cepat kearah parkiran, sementara banyak kata ‘hah?’ yang memenuhi pikiran Attara yang sedang merasa panik saat itu.

Tanpa Attara sadari, Baekhyun telah tersenyum menang di depannya.

Memang tidak ada penolakan kali ini, tetapi at least, tidak ada perlawanan juga.

Blinks, the part two is here! Let me know what you guys were thinking after you read it, okay? And maybe I will reply to some of the comments~ hehe. And anyway, that would be very lovely for those of you who have AFF and Wattpad account to subscribe & vote my story in both sites! Here’s the link tho ;

AFF:  http://www.asianfanfics.com/story/view/1089065/what-are-we-angst-indonesian-romance-exo-baekhyun-baekhyunxoc

Wattpad:  http://w.tt/1KRbIHQ

Thanks a bunch, loves!

  • The author.

Hello Ma Babby -[Chapter 3]

$
0
0

 

 

Author    :-Demonichild

Title        : Hello Ma Baby

Genre    :Romance,Hurt,Brother Complex

Lenght  : Chapter

Ratting: PG 17

Cast       : -Oh Sehun

-Ahn Jihyun

-Xi Luhan

Kali ini author gaje bin aneh bawain ff abang sehun yang tampan seantareo korea selatan belok kanan dikit/lah/. Maaf aja kalo ceritanya agak boring atau apalah-apalah,maklum saya cuma author amatir yang gak sengaja menumpahkan hasil pemikiran yang nista ini kedalam fanfic soooooo Selamat bacaaaa readerssssssss~

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Preview:

“ya!! Lepaskan tanganmu xi luhan”

“Tidak,biarkan ini untuk beberapa menit,hanya sebentar saja kumohon,aku benar-benar merindukanmu jihyun”

DEG

Tidak,ini bukan suara luhan,bukan. Ia sangat mengenali suara luhan,lantas kalau bukan luhan,lalu siapa sekarang seseorang yang tengah memeluknya?

“K—au siap-a?”

“Seseorang yang sangat merindukanmu,sayang”

Tubuh jihyun gemetar,ia takut,takut orang asing yang tengah memeluknya kini akan berbuat macam-macam padanya. Perlahan ia melepaskan lengan kekar yang melingkari pinggangnya. Tapi nyatanya,pria itu menahanya dan makin mempererat pelukanya.

“K—au si-apa?”tanya jihyun dengan terbata-bata

Ia sendiri bingung,bagaimana bisa orang asing masuk kedalam rumahnya,tidak. Luhan selalu mengunci pintu,ia tidak akan pernah lupa itu.

“Oh sehun,panggil aku sehun”

“Mulai hari ini kau adalah milikku,aku tidak akan pernah melepaskanmu jihyun..”

Sementara ditempat lain terlihat luhan sedang berada dihalte bus membawa jinjingan yang berada ditangannya. Pagi-pagi sekali ia pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Persetan dengan kepikunanya itu,ia lupa jika bahan makanan sudah habis tadi malam. Dengan tidak sabaran luhan menghentakkan kakinya kesal,mengapa bus belum juga datang? Bukan,bukan karna cepat-cepat ia ingin sampai rumah lalu beristirahat. Melainkan,ada perasaan yang mengganjal di hatinya perasaan cemas dan khawatir. Bagaimana dengan jihyun?apa ia baik-baik saja? Sekelebat pertanyaan itu terus berputar diotaknya. Ia mencemaskan jihyun,padahal hal ini sering terjadi,membeli bahan makanan ,meninggalkan jihyun dirumah itu sering terjadi. Tapi,mengapa perasaannya tidak enak?apakah sesuatu terjadi pada jihyun nya?

Sesampainya dirumah luhan tergesa-gesa mencari jihyun. Diletakkanya jinjingan yang ia bawa kesembarang tempat. Ia mencari jihyun kekamarnya tapi nihil,jihyun tidak ada

“Jihyunnn”teriak luhan frustasi

Tidak,tidak mungkin jihyun pergi meninggalkanya. Tak berapa lama kemuadia ponsel luhan bergetar dari saku celananya,menandakan ada seseorang yang menghubunginya. Diambilnya ponsel dari saku celananya sedikit tergesa-gesa. Terlihat deretan nomor yang tak ia kenal tengah menghubunginya. Dengan sangat malas ia mengangkat panggilan itu

“Annyeong xi luhan”

DEG

Luhan tercekat,suara seorang pria diluar sana,ia sangat mengenalnya. Apa mungkin dia????

“Jihyun sudah bersamaku,aku telah mengambil yang seharusnya menjadi milikku ,ani, dia memang milikku. seharusnya kau tidak boleh memasukkan dia dari aksi balas dendamu.Jangan pernah mencarinya atau berusaha mengambil jihyun dariku,kau tidak mau sesosok iblis yang telah  lama tidur bangun kan?jadi kau harus ingat kata-kataku ini atau aku akan membuatmu hancur xi luhan”

“salam oh sehun”

Sambungan panggilan terputus secara sepihak. Tidak,ini tidak boleh terjadi,gadis itu sudah ada pada sehun. Tidak,ia harus kembali merebutnya, jihyun hanya miliknya. Tidak peduli dengan ancaman sehun tadi,ia tidak peduli.

***

Matahari sudah bergelut diatas sana,menandakan hari telah berganti pagi. Cahaya matahari itu perlahan memasuki sebuah kamar yang cukup besar melalui celah yang berada dijendela itu. Kemudian,pintu dari kamar itu terbuka,menandakan ada seseorang yang memasuki kamar itu. Pria bertubuh tegap dengan pakaian rumahanya perlahan menghampiri gadis itu yang tengah tertidur diatas kasur berukuran king size itu. Kemudian,ia menundudukan dirinya dipinggiran kasur itu. Tanganya terurai mengusap lembut pipi gadis itu. Merasa terusik gadis itu mengerang pelan dan perlahan membuka matanya

“Babby ji,kau sudah bangun?”

Gadis itu tersentak,bagaimana mungkin ia tidur ditempat asing seperti ini? Tidak! Apa yang terjadi dengan dirinya. Ia kembali mencoba mengingat apa yang sebelumnya telah terjadi. Dari mulai ia bangun pagi sekali,mengambil air minum,lengan kekar pria asing yang melingkari pinggang nya hingga ia….

“OMONA!!! Nugu seo???!”pekik jihyun

Pria itu yang tak lain adalah oh sehun hanya bisa mengusap telinganya karena pekikan gadis itu yang sangat keras

“Kau tidak berbuat macam-macam padaku kan?”

“Tidak,tapi akan aku lakukan nanti”

“Yya!! Apa maksudmu BYUNTAE!!!!”

“Sekarang cepat mandi dan turun kebawah untuk sarapan”

“Tidak!! Aku butuh penjelasan darimu dulu BYUNTAE!!!”

“Aishh bisakah kau tidak berteriak?!”ucap sehun menaikan nada bicaranya

Sehun menghela nafas panjang,ia sadar berbicara dengan nada tinggi pada jihyun akan membuatnya merasa takut pada sehun.

“Kau harus mandi dulu,nanti akan kujelaskan”

“Tapi……..”

“Tidak ada tapi-tapi,cepat mandi atau aku yang akan melakukannya”

“Ba-ik aku akan mandi”ujar jihyun bergegas menuju kamar mandi

 

 

 

 

Jengjeng!!!! Maafkan pemikiran author gaje ini,ff ini emang boring yee hahaha tapi ini pure hasil saya…

See chapter yaaaa

 

 

 

 

 


The Prospective Of Old Brother In Law Is My Husband (Chapter 2)

$
0
0

poster 1&2

Title            : The Prospective Of Old Brother In Law Is My Husband (Chapter 2)

Author       : Dwi Lestari
Genre         : Romance, Marriage Life

Length        : Chaptered

Rating         : PG 17+

Main Cast :
Yenni Wilson / Hwang Yen Ni (Yenni) | Byun Baek Hyun (Baekhyun)

Support Cast :

Hwang Re Ni (Reni), Byun Seo Hyun (Seohyun), Song Hen Na (Henna), Do Kyung Soo (Kyungsoo), Park Chan Yeol (Chanyeol), Xi Lu Han (Luhan)

 

Disclaimer           : Story and plot in this fanfic originaly made by me.

Author’s note       : Saya akan menunggu komennya para Readers. Mian jika alurnya gj. No kopas, no plagiat. Gomawo.

Warning                : Typo bertebaran      

The Prospective Of Old Brother In Law Is My Husband (Chapter 2)

 

Yenni mendengar ada suara handphone yang berbunyi, dia segera mencari suara itu, dia menemukan handphone itu di atas meja dekat ranjang Reni. “Mr Baekhyun, it’s Reni’s handphone. She is not bring it”, kata Yenni. Baekhyun segera menemui Yenni, “Kau benar, dia bahkan tidak membawa handphonenya, eoteokkae? Sebentar lagi acaranya mulai”. Mereka masih bingung dengan kepergian Reni.

Merasa sangat lama, nyonya Hwang segera menyusul Yenni dan Baekhyun yang kemudian disusul oleh suaminya. Nyonya Hwang melihat mereka berdua sedang bingung, dia segera menghampiri mereka. “Kalian sedang apa? Kelihatannya bingung sekali. Mana Reni?”, tanya nyonya Hwang. Mereka berdua kaget, mereka hanya saling menatap berharap salah satu dari mereka mau membuka mulut. “Kenapa hanya diam! Mana Reni”, tanya nyonya Hwang.

Yenni akhirnya mau bicara, dia berkata sambil mendekati eommanya, “Eomma, don’t angry, please. Reni is not here”. “Apa maksudmu sayang”, tanya nyonya Hwang tidak paham dengan ucapan Yenni. “Dia kabur ahjumma, dia sudah pergi”, kata Baekhyun. “Mwo? Kabur! Malgo andwe”, kata nyonya Hwang. “Come here, eomma!”, kata Yenni lalu mengajak nyonya Hwang ke balkon kamar Reni. Dia menunjukkan tali itu.

Melihat tali itu tubuh nyonya Hwang lemas, kalau saja Yenni tidak menangkapnya dia pasti telah jatuh ke lantai. “Are you okay, eomma?”, tanya Yenni, dia lalu mengantar eommanya duduk di ranjang Reni. “Calm, eomma”, kata Yenni menenangkan eommanya. Tuan Hwang lalu masuk kamar, yang diikuti oleh Mr and Mr Wilson. Tuan Hwang melihat istrinya dalam keadaan kurang baik, dia segera mendekati istrinya.

“Kau kenapa eomma?”, tanya tuan Hwang.

“Reni, Appa. Dia tidak ada dikamarnya. Dia kabur”, kata nyonya Hwang.

“Kau tidak bercandakan Eomma?”, tanya tuan Hwang.

“Untuk apa aku bercanda, Appa. Sekarang lihatlah apa dia ada disini?”.

“Bagaimana ini! Apa kau sudah menelfonnya?”, tanya tuan Hwang.

“She is not bring her handphone, Appa”, kata Yenni.

“Bagaimana bisa anak itu kabur di hari pernikahannya. Sebentar lagi acara akan dimulai”, kata tuan Hwang.

Mereka semua diam untuk beberapa saat. Mereka saling menatap. Mereka sedang memikirkan cara, bagaimana agar keluarganya dan calon besannya tidak malu karena pengantin perempuannya kabur. Eommanya Reni terlihat telah menemukan ide. Dia menatap Yenni. “Aku punya ide?”, kata nyonya Hwang. “Apa, Eomma! Ku harap bukan ide yang buruk?”, tanya tuan Hwang.

“Sayang, mianhae. Tapi ini demi kebaikan kita semua. Maukah kau menggantikan eonnimu, Reni? Wajah kalian mirip, aku yakin orang-orang tidak akan menganalinya!”, kata nyonya Hwang. Yenni kaget, “What! Me. No, no. It’s not good idea. I’m not agree”. “Ne, Yenni, eommamu benar. Ini demi kebaikan kita semua. Appa mohon”, kata tuan Hwang.

“No, no”, kata Yenni menggelengkan kepala. Dia segera berbalik ingin pergi dari situ, namun ditahan oleh mothernya. “Mom, please. Not me, I’m not wish”, kata Yenni memohon. “Darling, listen to me. You only will be Reni, no more. After that get finish. So, please darling. It’s for all, understand!”, kata Mrs Wilson. Yenni menggelengkan kepalanya dan menatap Dadynya, “Dad, please!”. Mr Wilson mendekati Yenni. “Your mother’s say is true, darling.. it’s for all”. Yenni masih menggelengkan kepalanya, Mr Wilson segera memeluk Yenni. “Please, darling”, kata Mr Wilson. Yenni malah menangis dipelukan Dadynya. “Don’t cry, darling”, kata Mr Wilson menenangkan putrinya.

Yenni berfikir sejenak, dia lalu menghapus air matanya dan melepaskan pelukan Dadynya. “Okay, just will be Reni, no more”. “Ne, sayang. Gomapta”, kata nyonya Hwang. “Baekhyun, mianhae. Tapi ini untuk kebaikan kita semua”, kata nyonya Hwang. “Ne, Ahjumma. Baekhyun mengerti”, jawab Baekhyun. “Baiklah, sekarang kau turunlah dulu, aku akan membantu Yenni berdandan. Bilang pada orang tuamu sebentar lagi siap”, kata nyonya Hwang. “Baiklah”, Baekhyun segera pergi dari kamar itu. “Sayang kemarilah! Kau harus mengganti bajumu?”, kata nyonya Hwang. “Yes, Eomma”, kata Yenni dengan nada lemas. Dia lalu mendekati eommanya.

Mr Hwang dan Mr Wilson segera turun untuk menunggu Yenni siap dan menemui tamu-tamu undangan. Nyonya Hwang dan Mrs Wilson membantu Yenni mempersiapkan diri. Kini Yenni telah siap, dia sudah memakai baju pengantin milik kakaknya. Dengan riasan sederhana dia sudah nampak cantik. Lalu dia juga memakai highheels milik kakaknya. Nyonya Hwang dan Mrs Wilson membantunya berjalan menuju tempat acara, karena gaun pengantinya yang panjang.

Saat dia menuruni tangga, semua mata tertuju padanya. Tak ketinggalan Baekhyun juga terpana melihat Yenni datang. Sampai-sampai dia tak sadar jika Yenni telah sampai didekatnya. “Why? Anything strange from me?”, tanya Yenni. “Aniyo, hanya kau terlihat sangat cantik”, kata Baekhyun. Yenni tersenyum, “Thank you”, jawab Yenni dengan nada lemas.

Yenni dan Baekhyun berjalan mendekat kearah penghulu. Semua orang bersiap di tempat mereka masing-masing untuk melihat prosesi pernikahan mereka. Kini penghulu bertanya pada mereka, apakah mereka telah saling menerima atau tidak. Pertama-tama penghulu itu bertanya pada Baekhyun, “Saudara Byun Baek Hyun apa kau menerima Hwang Re Ni sebagai istrimu”. “Dia bukan Reni, dia Yenni Wilson”, jawab Baekhyun. Yenni segera menoleh pada Baekhyun yang didikuti oleh eomma dan appanya. “Wae! Bukankah itu benar?”, kata Baekhyun pada Yenni, seolah dia tahu apa yang akan Yenni katakan.

“Baiklah kita ulangi lagi, saudara Byun Baek Hyun apakah kau menerima Yenni Wilson sebagai istrimu?”, kata penghulu itu. “Ne”, jawab Baekhyun. Dilanjutkan dengan pertanyaan pada pengantin putri, “Nona Yenni Wilson, apa kau menerima Byun Baek Hyun sebagai suamimu?”. Yenni terdiam sejenak, dia lalu menjawab, “Ne”. Lalu penghulu itu melanjutkan proses berikutnya hingga semua orang berkata sah. Penghulu mengatakan kalau mereka telah sah menjadi suami istri. Tak terasa air mata Yenni jatuh, dia menangis karena dia terpaksa menggantikan kakaknya Reni.

Lalu penghulu itu mempersilahkan Baekhyun mencium istrinya. Baekhyun menatap Yenni lalu dia berbisik pada Yenni, “Tenanglah nona Yenni. Semua akan baik-baik saja”. Dia lalau mencium kening istrinya. Suara tepuk tangan terdengar dari semua tamu yang datang. Yenni masih termenung, dia masih tidak percaya kalau hari ini dia telah menikah dengan orang yang tidak dia kenal sebelumnya. Yenni disadarkan oleh suara eommanya yang segera memeluknya.

“Gomapta sayang, kau menyelamatkan kami semua”, kata eommanya. Yenni hanya diam dia tidak menjawab eommamya. Lalu Mrs Wilson datang dan mengucapkan selamat pada putrinya. “Congratulation, darling”, Mrs Wilson mencium pipi kanan dan kiri Yenni serta mencium keningnya dan memeluknya untuk menenangkankanya. Dia tahu kalau putrinya tidak sedang dalam keadaan baik. “Thank you, Mom”, jawab Yenni singkat. Mrs Wilson juga memberi selamat pada Baekhyun. Orang tua Baekhyun juga mengucapkan selamat pada mereka berdua. Yenni hanya tersenyum yang dipaksakan mendengar ucapan selamat dari mertuanya. Baekhyun paham dengan tingkah Yenni, dia segera memeluknya, “Are you okay, Miss”. “Yes, I’m fine’, jawab Yenni.

“Oppa, ayo hadap sini. Aku akan memotret kalian”, kata Seohyun. Mereka berdua segera menoleh pada orang yang memanggilnya tadi. “She is my young sister”, kata Baekhyun. “Oh”, jawab Yenni. Mereka berdua segera berpose untuk pemotretan, namun karena mereka terlihat canggung Seohyun mendekatimereka. “Kalian ini seperti musuh saja. Ayo oppa, kau harus memeluknya. Nah begitu bagus, pertahankan aku akan mengambil gambar kalian. 1, 2, 3 Ok. Bagus sekali hasilnya”, kata Seohyun.

“Oh ya, aku belum memberi selamat pada kalian. Selamat Baekhyun oppa (mencium pipi kanan dan pipi kiri Baekhyun) selamat eonni…”, belum sempat meneruskan Baekhyun sudah menyelanya, “Yenni, dia Yenni”. “Oh, selamat Yenni eonni”, kata Seohyun sambil memeluk kakak iparnya. “Yes, thank you. What you’re name?”, kata Yenni. “Namaku Seohyun, aku memiliki nama belakang yang sama dengan Baekhyun oppa”, kata Seohyun. “Oh, Seohyun. Good’s name”, kata Yenni. “Thank you”, kata Seohyun. Yenni hanya tersenyum.

Mereka lalu mengambil foto keluarga. Setelah itu, Yenni dikenalkan pada teman-temannya oleh Baekhyun. Setelah acara demi acara dilalui, akhirnya pesta pernikahan di rumah itu selesai. Kini hanya tinggal keluarga Yenni dan Baekhyun. Mobil pengantar pengantinpun telah siap, karena supirnya sudah memberitahu mereka. Keluarga Baekhyun segera masuk ke mobil pengiring pengantin. Pada mulanya Yenni menolak ikut dengan Baekhyun. Tapi karena dorongan dari orang tuanya dia akhirnya mau.

“Mom, I wanna with you. I wiil not follow he. Please, Mom!”, kata Yenni memohon. “Darling, not like that. You were be his wife. You marry with your name and not your sister’s name. So, you must follow he, where he go. You must with he in sad or happy, in cry or laugh, in sick or health, in his life or his die. You must make everything with he. And you must give he spirit if he down. You understand”, kata Mrs Wilson. “But, oh… (menoleh kearah Dadynya) Dad, so what do I do?”, kata Yenni.

“Darling, your mother’s say is true. You were be his wife. You must follow he”, kata Dadynya. Yenni hanya bisa mengeluarkan air mata. Melihat hal itu, Mrs Wilson memeluk putrinya, “Don’t cry, darling!”. Baekhyun tidak tega melihatnya, dia mendekati Yenni, “Gwenchana ahjumma, jika dia tidak mau ikut denganku. Ini sudah lebih dari cukup, dia sudah menyelamatkan nama baik keluargaku. Aku tidak ingin memaksanya. Ini pasti berat untuknya”.

“No, not like that Baekhyun. She is your valid wife. So, she must follow you. Calm, darling. You can call me if you miss me. I will stay in Korea”, kata Mrs Wilson. “Really, Mom”, tanya Yenni. “Yes, if it’s make you happy. We will stay in here”, kata Mrs Wilson. “Thank you very much, Mom. Okay, I will follow he. I will miss you, Mom”, kata Yenni. “I will miss too, darling”, kata Mrs Wilson. Yenni lalu melepaskan pelukan mothernya. Dia lalu berpamitan pada keluarganya. “Good bye, Mom, Dad, Eomma, Appa”, kata Yenni sambil melambaikan tangan. “Yes, Darling”, kata mereka. Baekhyun dan Yenni segera masuk mobil pengantin mereka dan pergi meninggalkan tempat itu.

————-

Mobil pengantin itu, telah sampai di kediaman Baekhyun. Sampai dirumah itu, Baekhyun disambut oleh pembantunya. Supir mereka membawakan barang-barang mereka ke kamar Baekhyun. Karena Yenni sudah tertidur, Baekhyun lalu menggendongnya ke kamarnya. Dia tidak tega membangunkannya. Baekhyun lalu meminta bantuan pembantunya untuk menggantikan pakaian Yenni.

“Ahjumma, bisakah kau menggantikan pakaiannya, pasti tidak enak tidur dengan baju seperti itu”, kata Baekhyun. “Kenapa tuan tidak menggantikannya sendiri, bukankan dia istri tuan?”, tanya pembantunya heran. “Ne, tapi itu tidak mungkin”, kata Baekhyun. “Kenapa tuan?”, tanya pembantunya lagi. “Nanti aku ceritakan, kasihan dia”, kata Baekhyun. “Baik tuan”, kata pembantunya. Pembantunya segera mengganti pakaian Yenni dengan baju tidur.

Baekhyun juga mandi dan berganti pakaian. Lalu dia menuju dapur. “Apa tuan belum makan?”, tanya pembantunya. “Sudah ahjumma, aku hanya haus”, kata Baekhyun. Baekhyun membuka kulkas, dia mengambil botol air mineral lalu meminumnya. Seperti katanya, dia menceritakan semua kejadian hari itu pada pembantunya. Mereka berdua memang akrab, Baekhyun sudah menganggapnya seperti eommanya sendiri. Dia juga sering menceritakan masalahnya pada pembantunya, dan pembantunya itu dengan senang hati mendengarkannya. Bahkan dia sering memberi solusi untuknya.

§§§

Suara alaram di samping ranjang tempat tidurnya, membangunkan Yenni pagi itu. Alaram itu pula yang membangunkan Baekhyun setiap pagi. Namun saat itu, Baekhyun bangun lebih awal. Dia bahkan sudah selesai mandi. Melihat istrinya sudah bangun, dia menyapanya, “Good morning, Miss”, katanya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. “Morning too”, jawab Yenni asal, dia masih setengah sadar, karena itu dia tidak menyadari siapa yang telah berbicara dengannya. Dia menoleh pada orang yang tadi menyapanya, orang itu masih sibuk mengeringkan rambutnya.

“You! Mr Baekhyun!”, kata Yenni setelah benar-benar sadar. “Ne, ige naega”, jawab Baekhyun. Yenni kaget mengapa dia bisa bersama Baekhyun. Dia lalu ingat dengan  kejadian kemarin. “Oh, where are me now?”, tanyanya pada Baekhyun. “Di kamarku”, jawab Baekhyun singkat. “What! Your bedroom?”, jawab Yenni kaget. “Ne, tenanglah nona, aku tidak melakukan apapun padamu”, kata Baekhyun menenangkannya. “But, how can I change my clothes, Mr Baekhyun?”, tanya Yenni. “Pembantuku yang menggantikannya”, kata Baekhyun sambil menggantung handuknya. “Thanks God”, kata Yenni. “Sekarang mandilah! Bajumu sudah ada di lemari. Aku menunggumu di ruang makan”, kata Baekhyun. “Yes, arra”, kata Yenni. Yenni menuruti perkataan Baekhyun, dia mandi dan berganti pakaian. Segera saja dia menyusul Baekhyun, dia merasa sangat lapar karena kemarin dia tidak sempat makan dan semalam dia tertidur.

Di sana makanan sudah siap, pasti pembantunya yang menyiapkan pikirnya. Yenni duduk di kursi yang bersebrangan dengan Baekhyun, hingga mereka duduk dalam posisi berhadapan. Baekhyun masih membaca koran. Merasa seseorang telah hadir di depannya, Baekhyun menghentikan pekerjaanya dan mengajak orang itu sarapan. Mereka menikmati hidangan yang sudah disiapkan pembantunya.

“Setelah ini, kita akan ke rumah eomma!”, kata Baekhyun.

“Em, your parents?”, tanya Yenni memastikan.

“Ne”.

“For what”.

“Ini adalah tradisi di keluargaku. Setiap ada anggota kelurga yang menikah, keluarga yang masih memiliki ikatan darah berkumpul di rumah orang tua pengantin untuk mengucapkan selamat dan berpesta kecil-kecilan. Yah, meskipun mereka telah hadir di acara pernikan, mereka tetap saja melakukan itu. Entahlah, itu sudah menjadi tradisi keluarga kami. Ku harap kau tidak menolak”.

Yenni masih terdiam, dia teringat dengan kata-kata dari Mrs Wilson. Akhirnya dia menyetujuinya, “Okay, no problem”.

“Gomapta”.

“You’re welcome”.

§§§

Mereka berangkat setelah selesai sarapan. Mereka hanya berdua, Baekhyun sengaja menyetir mobilnya sendiri. Sepanjang perjalanan Yenni hanya diam. Dia menikmati pemandangan dari balik jendela mobilnya. Tak tersa mereka telah sampai di rumah orang tua Baekhyun. Dari dalam rumah itu terdengar teriakan Seohyun kepada orang tuanya.

“Eomma, Baekhyun oppa dan Yenni eonni sudah sampai mereka ada di luar”, kata Seohyun pada eommanya.

“Jinja!”, kata eommanya memastikan.

“Ne, eomma. Kajja kita keluar”, mereka segera menemui Baekhyun dan Yenni.

Baekhyun dan Yenni baru saja keluar dari mobil mereka. Mereka segera menuju rumah Baekhyun. Belum sempat mengetuk pintu, pintu itu sudah terbuka. Eomma Baekhyunlah yang menyambut mereka. “Kalian sudah datang”, kata eommanya Baekhyun. Segera saja Yenni mencium tangan mertuanya. Melihat itu, eommanya Baekhyun mencium pipi kanan dan pipi kiri Yenni. Seohyun juga menyambut mereka. “Hallo Yenni eonni!”, kata Seohyun sambil mencium kedua pipi kakak iparnya. Yenni hanya tersenyum melihat tingkah adik iparnya.

“Appa mana eomma?”, tanya Baekhyun.

“Oh, appamu. Sebentar eomma panggilkan. Appa, Baekhyun dan Yenni sudah datang. Kemarilah”, kata eommanya.

“Ne, yeobo. Sebentar”, terdengar suara dari dalam rumah itu.

Tak lama kemudian Appanya Baekhyun datang.

“Kalian sudah datang”, tanya tuan Byun.

“Iya, appa. Kenapa rumah ini sepi! Apa tidak ada yang kemari”, tanya Baekhyun.

“Memang tidak ada yang kemari. Malah kita yang akan pergi”, jawab appanya.

“Pergi ke mana Appa?”, tanya Baekhyun kembali.

“Ke rumah haraboji”, sela Seohyun.

“Ke rumah haraboji?”, kata Baekhyun memastikan.

“Ne sayang. Mereka semua sudah menunggu disana”, sambung eomma Baekhyun.

Mereka semua akhirnya pergi ke rumah haraboji Baekhyun. Sampai disana keluarga besar Byun sudah berkumpul. Selanjutnya Yenni dikenalkan pada anggota keluarga itu. Setelah perkenalan itu, mereka mengadakan pesta kecil-kecilan. Mereka terlihat senang dengan Yenni, pasalnya yeoja itu memang menyenangkan. Selain itu, mereka juga bahagia karena keluarganya bertambah satu orang.

§§§

Pagi itu, Yenni memasak sarpan untuknya dan suaminya tentunya. Dia sudah menata semua masakannya di meja makan. Segera saja dia memanggil suaminya. “Mr Baekhyun, the breakfast have ready. Come here fast, please”, kata Yenni. “Ne, sebentar lagi’, jawab Baekhyun. “You must fast. This food will be cool”, kata Yenni. Tak lama kemudian datanglah Baekhyun. Dia segera duduk di salah satu kursi dekat meja makan tersebut. Dia juga mencium aroma masakan itu, “Sepertinya enak. Ternyata kau juga bisa masak ya!”, kata Baekhyun. Segera saja dia mengambil makanan itu, namun tangannya di tahan oleh Yenni. “You must wash your hands”, kata Yenni.

Baekhyun hanya mengelu pasrah, di lalu bangkit dan menuruti perkataan istrinya. Dia mencuci tangannya dan segera menyusul istrinya. Mereka segera menyantap sarapan mereka. Setelah selesai, Baekhyun berniat membereskannya namun Yenni mencegahnya, “Let me have clean, Mr Baekhyun”. Dia lalu mengambil piring dari tangan suaminya. Saat akan menuju dapur, Baekhyun mencegahnya. “Yenni ada yang harus kita bicarakan. Kau selesaikan saja itu aku tunggu di depan TV”, kata Baekhyun sambil menunjuk ke arah piring-piring yang di bawa Yenni. Yenni mengangguk paham. Dia segera menuju dapur, meneruskan perkerjaanya yang sempat tertunda. Setelah semua pekerjaannya selesai dia menyusul Baekhyun.

Dia melihat Baekhyun menontoh TV, dan dia memegang sesuatu. Karena penasaran Yenni bertanya pada Baekhyun. “What is that?”, kata Yenni, sambil menunjuk ke benda yang ada di tangan Baekhyun. “Ini maksudmu?”, kata Baekhyun, dia juga mengangkat benda yang di pegangnya. “Yes”, kata Yenni, dia lalu duduk di sebelah Baekhyun. “Ini adalah tiket ke Jeju”, kata Baekhyun. “Ticket! For what?”, tanya Yenni lagi.

“Sebenarnya aku dan Reni berencana pergi ke Jeju untuk bulan madu. Tapi sayang, dia malah kabur di hari pernikahannya”, kata Baekhyun.

“You sure very disappointed?”, kata Yenni.

“Iya, begitulah”, kata Baekhyun.

“So, what do you want to talk about with me?”.

“Aku ingin mengajakmu pergi ke sana. Sayangkan tiketnya sudah dibeli. Tapi itu jika kau mau. Aku tidak memaksa. Bagaimana menurutmu?”.

“Jeju! It’s look funny. Okay, no problem”.

“Jinja!”, tanya Baekhyun memastikan perkataan Yenni. Yenni lalu mengangguk.

“When we leave?”, tambah Yenni.

“Besok, besok pagi kita akan ke sana”, kata Baekhyun.

 

§§§TBC§§§

 

Tetap tinggalkan komen ya readers. Gomawo.

Salam hangat Dwi Lestari


Sarang Love Story (Chapter 3)

$
0
0

postersls

Sarang Love Story

 

Author  : OhCha a.k.a Camelia

Rating   : PG-17

Genre   : Romance, Hurt

Cast       :

–              Chanyeol EXO as Park Chanyeol

–              Yoon eun hye as Yoon Sarang

–              Sehun EXO as Oh Sehun

–              Sooyoung SNSD as Choi Sooyoung

–              Suho EXO as Kim Junmyeon

–              Seulgi Red Velvet as Kang Seulgi

A/N        :

Selamat menikmati chapter 3 ini^^  Dichapter 4 nanti udah bakal ada konflik-konflik  jadi keep reading.. please kritik dan saran J

“Mwo..?” Apa aku tidak salah dengar? Dia ingin aku menjadi kekasihnya?

“Kau jangan salah sangka, aku hanya meminta kau menjadi kekasih pura-puraku. Hanya itu.” Apa dia bisa mendengar isi kepalaku? Aku bingung harus bagaimana, tapi setidaknya jika aku mau aku tidak harus membayar 10 juta itu kan? Tapi kalau aku langsung mau nanti aku malah dibilang terlalu percaya diri aisshh.. ekspresi bingungku ini pasti terbaca olehnya sehingga dia trus menatapku tajam.

“Kau tidak harus menjawabnya sekarang, meskipun kau tidak mau itu tidak merugikan bagiku.” Ahh dia benar-benar orang yang kaku. Kulihat dia sedang menelpon seseorang, lalu kurasakan ponselku bergetar di saku blazerku. Kulihat dilayar bukan nomor yang kukenal.

“Itu nomor ponselku kau bisa menghubungiku untuk memberi jawaban.”

“Baiklah..” aku membungkukan badanku lalu keluar dari ruangan CEO Park. Aku berjalan pelan sambil memikirkan apa yang baru saja aku dengar, apa yang harus aku putuskan.

Sarang *pov* end

 

Author *pov*

Junmyeon masuk ke dalam ruang kantor chanyeol, lalu duduk di sofa.

“Apa gadis itu dia?” Tanya junmyeon, mendengar itu membuat chanyeol berhenti dari pekerjaannya yang sejak tadi bergulat dengan file-file dimejanya.

“Hyaa.. junmyeon kau ini benar-benar.”

“Ku lihat dia sangat cantik dan.. sexy, itu memang tipemu bukan.” Ya junmyeon benar, itu alasan kenapa chanyeol tertarik pada sarang dan memilih sarang untuk menjadi kekasih pura-puranya. Dan chanyeol menyadari itu memang benar.

“Sudahlah aku masih tidak mau membahasnya.” Jawab chanyeol malas.

“Kau tidak ditolak kan?”

“Kim junmyeon kau tau aku ini siapa? Aku park chanyeol.. tidak ada yang tidak bisa aku dapatkan.” perkataannya terdengar angkuh, Chanyeol memang selalu mendapatkan segalanya sejak kecil ya karena latar belakang keluarganya yang sangat kaya raya. Tapi juga chanyeol seseorang yang selalu berusaha keras untuk mencapai sesuatu apapun itu.

Tiba-tiba sambungan telepon chanyeol dengan sekertarisnya berbunyi.

“Ada apa?” Chanyeol menjawab sambungan.

“Maaf tn. Park, disini ada nona Kang seulgi ingin bertemu anda.” Chanyeol menghela nafasnya kasar.

“Baik.. suruh dia masuk.”

“Kang seulgi? Dia yang akan dijodohkan denganmu?” Chanyeol tak menjawab pertanyaan junmyeon, dia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

Tok tok~

Seulgi masuk ruangan dia melihat junmyeon ada disana dan menundukan kepalanya sebentar untuk memberikan salam.

“Aku sebaiknya keluar dulu.” Junmyeon meninggalkan ruangan dan tersrenyum pada seulgi saat berpapasan.

“Kenapa kau kemari?” Tanpa basi-basi chanyeol bertanya pada seulgi dengan sifat dinginnya.

“Aku ke sini membawakanmu makan siang.” Seulgi sedikit mengangkat bekal yang ditentengnya sejak tadi.

“Kenapa kau merepotkan dirimu sendiri, aku akan makan siang diluar dengan asisten kim.”

“Makanlah disini aku membuatkan kimbap, oemmoni bilang kau sangat suka kimbap.”

“Oemmonim?” Chanyeol sudah menduga ini adalah rencana ibunya untuk mendekatkan seulgi dengannya.

“Ah aku hanya bertanya padanya.” Chanyeol malah bangkit mengambil jasnya lalu berjalan melewati seulgi.

“Park chanyeol” seulgi memanggil Chanyeol dengan nada yang ditinggikan. Chanyeol pun langsung berhenti sebelum membuka pintu.

“Kenapa kau bersikap dingin padaku?” Seulgi mulai nampak emosional. Chanyeol hanya menanggapi dengan diam.

“Tak bisakah kau membuka hatimu untukku?” Mata seulgi mulai berkaca-kaca, chanyeol membalikkan badan dan menatap seulgi.

“Park chanyeol.. aku menyukaimu.. dan aku akan melanjutkan rencana pertunangan kita.” Ujar seulgi

“Cukup. Kau ini kenapa? Kenapa kau sangat egois?”

“Aku menyukaimu..”

“Tidak.. aku tidak menyukaimu, jika kau sudah selesai keluar dari ruanganku.” Chanyeol lalu meninggalkan seulgi dan membanting pintu. Seulgi masih mematung disana, dia terkejut dengan sikap chanyeol padanya.

“Aku akan membuatmu jadi milikku park chanyeol..” seulgi bergumam dengan tatapan membaranya.

 

**______**

 

Sarang sedang berbaring diranjang kamarnya. Dia terlihat memikirkan sesuatu yang memenuhi isi kepalanya. Sambil terus melihat layar ponselnya. ‘Apa yang harus aku lakukan?’ Pikirnya, apa menjadi kekasih seorang CEO sangat membahagiakan? Tapi itu hanya pura-pura. Sarang lalu menghela nafas sambil memejamkan matanya. Lalu dia bangkit dari tidurnya dan menekan tombol diponselnya.

“Yeo.. yeoboseo” sarang sedang menghubungi chanyeol.

“Apa kau sudah memikirkan penawaranku?”

“Tn. Park aku memang tidak memiliki uang sebanyak itu.. tapi aku harus bertanggung jawab.”

“Lalu?” Sepertinya chanyeol mulai penasaran.

“Nde.. aku akan menjadi kekasihmu, kekasih pura-puramu.” Sarang mencoba mengatakan dengan tenang dan hati-hati padahal jantungnya berpacu dengan sangat cepat.

“Oke, mulai besok kau harus menuruti semua apa kataku.”

“Semua?”

“Ya kau harus menuruti apa kataku dan kau harus melakukannya dan itu akan membuat hutangmu impas.” Sekarang chanyeol seperti sedang mengancam sarang. Dan sarang hanya bisa menundukkan kepalanya karena memang tidak ada yang bisa dia lakukan, dia tidak punya uang sebanyak itu dan meminjampun tidak bisa dia lakukan karena tidak ingin merepotkan orang lain.

“Baiklah tn. Park.”

“Chanyeol.. panggil aku park

Chanyeol, ingat mulai besok kita adalah sepasang kekasih.” Dibalik telepon chanyeol sedang menahan tawanya.

“Ye.. park chanyeol-shi”

 

**______**

 

Pagi ini sarang bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan sooyoung.  Sooyoung yang mencium bau harum masakan langsung terbangun dari mimpi indahnya. Dia berjalan ke dapur masih dengan piama dan bandana berpita besarnya.

“Kau sudah bangun tuan putri?” Sooyoung hanya nyengir mendapat sapaan dari sarang dia lalu menuangkan jus digelasnya dan langsung mminumnya.

“Sarang-ii, kau cantik sekali hari ini. Apa kau menggunakan make-up?” Sarang memang jarang sekali bersolek, tapi entah kenapa pagi ini dia sedikit memolesi wajah cantiknya dan itu disadari oleh sooyoung.

“Ahh.. begitukah? Aku hanya menggunakan lipstik baru.” Sarang terlihat malu, hyaa kenapa juga dirinya berdandan apa karena CEO itu. Sarang sekarang heran dengan dirinya sendiri.

Tok tok tok~

“Oh ada yang datang..” sarang akan melepas celemeknya tapi segera ditahan oleh sooyoung.

“Biar aku yang bukakan.” Sooyoung segera bangkit dari meja makan dan segera berjalan kedepan untuk membuka pintu. Saat membuka pintu sooyoung hanya memandang seseorang diluar itu terpaku, sooyoung bagai tertiup angin pagi yang begitu segar. Dirinya merasa sedang dihujani bunga-bunga yang bermekaran. Dia memandang namja itu terus dengan senyuman terpesona.

“Permisi, benar ini kediaman yoon sarang?” Tidak menjawab pertanyaan lelaki itu sooyoung malah terus memandanginya.

“Hallo.. ” lelaki itu mengibaskan tangannya didepan muka sooyoung tapi tetap saja tidak ada respon.

Sarang yang penasaran segera menghampiri sooyoung, dan mendapati sooyoung malah seperti orang yang kesambet senyum-senyum kepada pria didepannya. Sarangpun mendorong sooyoung untuk pergi ke belakang malah dia tetap kembali di belakang sarang dan tetap memandangi namja tadi.

“Annyeonghaseo.. apa anda mencariku?” Tanya sarang pada namja tadi.

“Oh ye.. aku asisten Park chanyeol, kim junmyeon.”

“Aku choi sooyoung..” sooyoung memperkenalkan dirinya tanpa disuruh masih dengan senyum tudak jelasnya itu. Sarang hanya memutar bola matanya melihat tingkah sooyoung.

“Maafkan dia, dia memang sedikit.. “sambil mencoba menjelaskan kelakuan sahabatnya yang aneh itu ke junmyeon, dan junmyeon terkekeh dengan hal itu.

“Tidak apa-apa.. aku ke sini karena diminta chanyeol untuk menjemputmu.”

“Menjemputku? Untuk pergi ke kantor? Ah.. itu tidak perlu aku bisa berangkat sendiri.” Terang sarang.

“Tidak, kau tidak akan pergi ke kantor hari ini.”

“Waeyo?”

“Hari ini ada sesuatu yang akan kau lakukan dengan chanyeol jadi dia memintaku untuk mengajakmu mepersiapkan itu.” Junmyeon menjelaskan. Tapi sarang masih terlihat bingung dengan maksud junmyeon.

“Bisa kita pergi sekarang?” Tanya junmyeon.

“Oh baiklah aku akan bersiap-siap sebentar.” Sarang lalu masuk kedalam untuk mengambil tasnya yang diikuti oleh sooyoung.

“Hya.. sarang siapa namja keren itu? Dan siapa chanyeol?” Sooyoung setengah berbisik

“Kau tak mendengar dia asisten park chanyeol CEO perusahaanku, dan chanyeol orang yang mobilnya aku tabrak.” Jelas sarang.

“Mwoo?”

“Sudah aku akan berangkat.. nanti akan ku ceritakan semua.” Sarang segera pergi. Diluar dia ditunggu oleh junmyeon dengan mobil sedan hitam. Junmyeon membukakan pintu untuk sarang, sarang pun masuk kedalam mobil dengan perasaan yang canggung. Kemana dia akan dibawa pergi oleh junmyeon.

Setelah perjalanan 20 menit junmyeon menghentikan mobilnya disalah satu pusat perbelanjaan besar di Seoul. Sarang semakin heran kenapa dirinya dibawa ketempat seperti itu. Memang chanyeol sepertinya sedang merencanakan sesuatu yang ditugaskan pada junmyeon.

“Kenapa kita kesini?”

“Sebagai kekasih park chanyeol kau harus terlihat menyilaukan.” Junmyeon tersenyum lalu langsung mengajak sarang masuk kedalam mall. Disana mereka berdua hampir memasuki setiap toko untuk berbelanja baju, sepatu, tas. sarang merasa tidak enak hati untuk menerima itu semua tapi junmyeon tetap saja memaksa dan membelanjakan untuknya.

“Kim junmyeon-shi.. kurasa ini semua sudah cukup.” Sarang sedikit terlihat letih dengan membawa banyak tentengan tas belanjaan.

“Benarkah? Kalau begitu kita akan pergi ketempat selanjutnya, kajja..” junmyeon lalu berjalan dulu dan

Diikuti oleh sarang. Setelah keluar mall dan berjalan sebentar mereka masuk kedalam sebuah salon kecantikan. Lalu junmyeon berbicara dengan seseorang pegawai salon dan mereka langsung mempermak sarang. Junmyeon membawa sarang kemari untuk memake over sarang yang sebenarnya memang sudah cantik tapi sarang jarang mengenakan make-up. Saat menunggu sarang tiba-tiba ponsel junmyeol berbunyi, tertera nama chanyeol disana.

“Oo.. aku sudah di misi terakhir.” Jawab junmyeon.

“Baiklah kalau begitu aku akan menjemputnya disana.”

“Oke..”

Author *pov* end

 

Chanyeol *pov*

Aku melajukan mobilku menuju tempat dimana junmyeon dan sarang sekarang berada. Entah kenapa aku sangat semangat menjemput mereka. Apa karena aku begitu ingin melihatnya? Ah tidak aku hanya membutuhkan dia untuk menghindari pertunanganku dengan putri keluarga Kang.

Aku sampai didepan tempat yang disms kan junmyeon padaku. Aku menunggu mereka diluar, aku bersandar dimobil sedan putih milikku. Sekali-kali aku ketukan ujung sepatuku di aspal.

Aku jadi deg-degan menunggu wanita itu keluar. Lalu kulihat junmyeon keluar dan diikut sarang.

Deg~

Kenapa aku ini? Melihatnya jantungku seperti berhenti.

Dia sangat cantik dengan riasan yang tidak mencolok tapi tetap terlihat elegan, dengan rambut diikat kebelakang yang rapi. Dia mengenakan atasan shirt warna navy lengan panjang yang digulung sampai siku dan belahan kancing atasnya yang dibuka sehingga hampir memperlihatkan belahan dadanya. Dengan rok diatas lutut bermotif warna coklat keemasan. Benar-benar.. yeoja ini membuat aku panas sekarang.

Dia berjalan ke arahku, aku kehabisan kata-kata dibuatnya. Oh tidak, aku tidak boleh menunjukan bahwa aku terpesona olehnya. Aku langsung membukakan pintu mobil dan dia masuk masih dengan menundukan kepalanya sejak tadi. Aku akan masuk mobil lalu kulihat junmyeon yang masih disana dia yang melihatku lalu menunjukan wink dan jempolnya itu, lalu kami pun pergi.

Cukup lama kami tidak ada yang membuka suara didalam mobil. Dan aku merasakan dia juga sedikit canggung.

“Tn. Park.. maksudku.. park chanyeol-shi, sebenarnya kita akan kemana?” Mungkin sarang penasaran dengan semua ini.

“Kita akan kerumah orang tuaku.” Jawabku.

“Ye? Ba.. bagaimana bisa aku bertemu mereka? Aku tidak mau chanyeol-shi aku sangat gugup. Kita saja belum saling kenal sebelumnya.” Refleks aku menggenggam tangannya dan menatapnya.

“Gwanchana.. aku akan selalu disampingmu.” Sekarang apa yang aku lakukan? Aku seperti sedang menenangkan kekasihku yang gugup.

Mobilku mulai masuk gerbang rumah orang tuaku yang terbuka dengan otomatis beberapa penjaga juga terdapat disana. Memasuki halaman rumah yang besar dengan taman yang indah dan air mancur yang tinggi. Kulihat sarang melihat takjub rumah orang tuaku dari dalam mobil.

“Kajja.. ” aku membuka pintu mobil dan keluar. Aku menunggunya, dia masih saja gugup dan terus saja mengatur nafasnya. Aku menggandengkan tangannya padaku, dia nampak terkejut dengan itu. Aku mengganggukan kepalaku untuk menenangkannya bahwa tidak akan apa-apa. Kami pun masuk kedalam rumah aboeji dan oemmoni.

Chanyeol *pov* end

 

Author *pov*

Chanyeol dan sarang memasuki rumah yang megah dengan nuansa putih yang indah. Sarang nampak takjub melihat seluruh sudut rumah. Mereka disambut oleh beberapa asisten rumah tangga. Dan juga ada ahjumma yang bekerja disana sejak chanyeol kecil.

“Ahjumma dimana aboeji dan oemmoni?”

“Mereka sedang diruang keluarga.” Chanyeol lalu mengajak sarang masuk menuju ruang keluarga yang dimaksud kali ini chanyeol mengaitkan tangannya dipinggang sarang. Sarang yang mendapat perlakuan seperti ini dari chanyeol sekarang merasa dikedua pipinya terasa hangat karena malu. Sarang belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya rasa hangat dan nyaman ya itu yang ia rasakan saat ini berada didekat chanyeol.

Saat mereka berdua memasuki ruang keluarga, semua mata tertuju pada mereka ayah, ibu chanyeol dan juga seulgi mereka nampak terkejut dengan kedatangan mereka. Chanyeol dan sarang membukukan badan mereka memberi salam. Seulgi mengernyitkan dahinya karena bingung siapa wanita yang disisi chanyeol. Ibu chanyeol lalu bangkit dari duduknya.

“Oh putraku.. kau datang.” Ibunya menghampiri chanyeol,

“Tepat sekali, kita sedang membicarakan rencana pertunanganmu dengan seulgi.” Ibunya tampak tidak mengiraukan keberadaan sarang.

“Oemmonim.. aboeji.. aku datang kemari ingin memperkenalkan kekasihku.. ” Seulgi membelalakan matanya,

“Chanyeol-shi.. ” seulgi tiba-tiba berdiri.

“Chanyeol-aa jangan seperti ini, jelaskan bahwa ini tidak benar pada seulgi oh.” Ibu chanyeol setengah berbisik pada chanyeol. Sarang seperti serba salah dengan keadaan ini karena dirinya tidak menduga akan terjadi hal semacam ini.

“Aboeji.. oemmonim.. sebaiknya

Aku permisi.” Seulgi lalu membukukan badan dan berjalan pergi nampak dia menahan emosi dan cemburunya pada chanyeol.

 

**_______**

 

Setelah kejadian tadi keluarga park dan juga sarang saat ini sedang makan malam bersama karena ayah chanyeol yang ingin menyambut sarang.

“Park chanyeol kenapa kau tidak pernah memberitahukan aboeji tentang sarang sebelumnya.. ayah tidak akan sampai menuruti oemma mu untuk menjodohkanmu.” Kata ayah chanyeol ditengah-tengah makannya.

“Chosuamida aboeji.. karena kami sebelumnya belum siap untuk ini, tapi sekarang kami akan membicarakan hal yang lebih serius.” Chanyeol tersenyum pada sarang dan tangannya mulai berpindah mengelus paha sarang. Sarang yang sadar ini hanya berpura-pura didepan orang tua chanyeol pun hanya menuruti apa tingkah chanyeol.

“Jadi yoon sarang-shi.. apakah kau selebritis? Model? atau Dokter? Apa latar belakang pendidikanmu?” Sekarang ibu chanyeol yang bersuara.

“Sa.. saya humas di winner grup.”

“Jadi.. kau bekerja diperusahaan kami? Lalu apa latar belakang keluargamu? Bergerak dibidang apa perusahaan orang tuamu?” Perusahaan? Bagi sarang dan orang tuanya dulu bisa makan untuk sehari-hari itu sudah lebih dari cukup.

“Orang tuaku sudah meninggal sejak aku masih SMA, kami hanya dari kalangan biasa.” Sarang hanya bisa menundukan kepalanya, chanyeol melihat sarang begitu menyedihkan baginya. Chanyeol juga baru mengetahui cerita tentang orang tua sarang.

“Lalu kalau begitu kau tidak ada apa-apanya dengan seulgi, dan jika kau menikah dengan chanyeol tak ada kontribusinya juga untuk perusahaan.” Perkataan ibu chanyeol sungguh menyakitkan untuk di dengar oleh sarang.

“Oemmonim.. ” chanyeol berusaha memperingatkan ibunya. Sarang lalu berhenti menyantap makan malamnya.

“Memang.. aku tidak mempunyai apa-apa untuk kalian, aku juga tidak sebanding dengan kalian mungkin memang tempatku bukan disini.” Sarang menahan emosinya hingga matanya berkaca-kaca.

“Baguslah kalau kau sadar..” sarang yang tidak tahan lagi lalu berdiri dan pergi meninggalkan meja makan. Chanyeol yang terkejut akan hal ini mencoba memanggil sarang tapi tidak sarang hiraukan.

“Oemmonim.. kenapa begitu kasar padanya?” Bentak chanyeol, ibunya hanya membuang muka karena malas berdebat tentang sarang dengan chanyeol. Chanyeol pun pergi mengejar sarang.

“Kau benar-benar keterlaluan, kau menyakiti hatinya.” Kata ayah chanyeol.

“Aku tidak peduli, yeobo.. aku hanya ingin chanyeol menikah dengan seulgi.” Ayah chanyeol yang malas juga mendengar istrinya itu lalu pergi dan menyudahi makan malamnya.

 

**_______**

 

Sarang berlari keluar rumah besar itu, dia berhenti di tengah-tengah taman. Dia mencoba menenangkan dirinya dan mencoba menahan air mata yang akan jatuh.  Dibelakangnya chanyeol berlari kecil menghampirinya.

“Kau mencoba mempermalukanku?” Kali ini sarang benar-benar menatap chanyeol tajam.

“Kenapa kau membuatku menjadi kekasih pura-puramu.. padahal kau sudah akan bertunangan dengan gadis kaya raya,” chanyeol hanya terdiam menyimak perkataan sarang, “Kau salah memilihku park chanyeol, aku tidak punya apa-apa park chanyeol.. aku bukan apa-apa dimata keluargamu.. ” air mata sarang pun akhirnya jatuh membahasi pipinya. Hatinya terasa pedih mendapat perilaku yang tidak menyenangkan dari ibu chanyeol.

Tiba-tiba chanyeol menarik sarang kedalam pelukannya. Chanyeol mengusap puncak kepala sarang untuk menenangkannya.

“Mianhe.. jeongmal, aku tidak akan membiarkan ini terjadi lagi.” Mendengar dan mendapat perlakuan seperti ini membuat sarang merasa nyaman. Dalam

Pelukan chanyeol sarang merasa tenang, hatinya merasa hangat dan tidak ingin chanyeol melepasnya. Kenapa? Apa sarang mulai menumbuhkan rasa cinta pada namja itu? Tapi jika iya apa chanyeol akan membalas rasa itu? Tidak, pikir sarang. Karena mereka sangat berbeda. Berbeda dari segala hal ini akan sulit bagi mereka berdua.

 

-TBC-



A WAY – To Forget

$
0
0

A WAY - To Love

“A WAY”

—TO LOVE—

Title : “A WAY” : TO LOVE

Author : Zircon FD (Dini Febri/@joon_DK)

Lenght : Oneshot word (including author chit chat)

Genre : angst, romance

Rating : PG 13, teen

Main Cast : Wu Yi Fan (Kris Wu)

Kim Hee Jin (OC)

Park Chan Yeol (Chan Yeol EXO-K)

Support Cast : Song Min Jung (OC)

Disclaimer : Plot original dari pemikiran saya. Mungkin cerita ini terkesan gaje yah. Jadi  harap dimaklumin. Jika ada kesamaan cerita dan nama yang pernah kalian temuin, itu secara gak sengaja. Namanya juga manusia, pasti pemkirannya gak jauh-jauh banget bedanya.

Warning : Penggunaan diksi dan istilah yang gak beraturan, typo juga bertebaran   dimana-mana.

Pertama-tama mau ngucapin terima kasih buat admindeul yang udah mau post FF kedua yg aku kirim ke sini. Terima kasih juga buat para readers sekalian yg udah mau baca FF amatir dari author yg juga amatir ini. Jeongmal Kamsadeurigoyo!!

I love you all. Keep reading dan hargai karya orang dengan cara tinggalkan review di kolom komentar. Satu komentar kalian bisa buat penyemangat bagi author.

Visit juga personal blogku Zircongalaxy.wordpress.com.

ӁӁӁӁӁӁӁӁ

“A WAY”

—TO LOVE—

Angin musim gugur yang bertiup perlahan membuat bulu kudukku sedikit berdiri. Mentari berwarna jingga mulai kembali ke peraduannya. Warna muram kini mulai mencoba mendominasi. Kelam. Sama seperti hatiku. Hhhhh….

 

Ku biarkan diriku dalam posisi senyaman mungkin. Ku angkat kakiku ke atas kursi, memeluknya dengan kedua lenganku, sedangkan kepalaku ku letakkan di lengan sebelah kiri. Warna-warna temaram mulai menyeruak memenuhi indera penglihatanku. Tiba-tiba seseorang merengkuh tubuh mungilku dari belakang sembari menyematkan selimut menutupi seluruh tubuhku. Hangat. Itulah yang ku rasakan saat ini. Hembusan nafasnya di tengkukku sempat membuat kepalaku kehilangan pikiran tentang lelaki bernama Kris.

 

“Kau akan jadi menusia es jika berlama-lama di sini. Udara semakin dingin Hee Jin.” ujar lelaki itu masih merengkuhku, menempatkan dagunya di bahu kananku.

 

“Terima kasih Yeol.” ucapku mengeratkan selimut di tubuhku.

 

Lelaki itu menempatkan diri untuk duduk di hadapanku, secangkir coklat panas yang ia pegang ia letakkan di hadapanku.

 

“Hee Jin-ah, sudah empat hari yang lalu kita menempati apartment ini, dan sudah sejak saat itu pula kau masih terlihat buruk seperti ini. Apa kau keberatan untuk menceritakannya padaku?” lelaki itu menatapku intens.

 

Gwaenchanha, aku hanya tidak enak badan saja mungkin karena terserang jet lag, jangan khawatir besok aku pasti akan lebih baik.” jawabku berdusta.

 

“Bohong. Aku tahu kau, Hee Jin. Setiap liburan sekolah kau dan keluargamu selalu menghabiskannya dengan berlibur ke luar negeri. Canada, Jerman, Itali, Paris, Hawai bahkan hampir semua negara pernah kau kunjungi. Jadi, bagaimana mungkin aku bisa percaya jika maniak pesawat sepertimu bisa mengalami jet lag selama ini? Kau tidak bisa membohongiku Hee Jin.”

 

Ya, dan sialnya aku lupa bahwa aku tak bisa membohongi lelaki bernama Park Chan Yeol ini. Ia tahu semua tentangku, bahkan mungkin ia tahu apa yang sedang kupikirkan saat ini. Aku hanya diam, tak menjawab ukara-ukara yang ia keluarkan. Memandang kilau warna jingga di ufuk barat nampaknya lebih membuat hatiku hangat.

 

“Hee Jin-ah, apa semua ini masih karena Kris?” aku sedikit tercekat ketika Chan Yeol tahu apa yang sedang ku pikirkan. Sedangkan lelaki itu tengah menatapku lekat.

 

“Yeol, jangan membahas tentang lelaki itu lagi, aku mohon.” kataku masih tak melepas pandanganku.

 

“Ch,kau menyuruhku untuk tidak membahasnya lagi, lalu bagaimana denganmu? Kau masih membiarkan Kris dengan seenaknya berlarian di otakmu. Kau masih membiarkan hatimu terisi penuh oleh nama Kris. Seluruh ruang kosong di kepalamu berisi tentang Kris, Kris, Kris dan Kris, bahkan kau tak menyisakan sedikitpun ruang kosong untukku, sedikitpun tidak. Lalu, apa gunanya kau melarangku untuk tidak membahasnya sedangkan kau sendiri masih belum mau melupakan semua hal tentang lelaki itu?” ujarnya dengan sedikit meninggikan nada bicaranya. Dan ya, ucapannya barusan cukup untuk membuatku menatap lekat manik mata elangnya.

 

“Park Chan Yeol!!” bentakku.

 

“Apa maumu sebenarnya?” tanyaku masih dengan nada tinggi.

 

“Mauku? Kau bertanya apa mauku? Baiklah aku akan menjawabnya. Mauku yang sebenarnya adalah melihatmu tersenyum, mauku kau melupakan lelaki itu, mauku kau bisa memandangku sebagai seorang pria yang berarti di matamu, mauku…”

 

“Cukup Yeol!! Kau terlalu egois.” potongku.

 

Ia langsung bangkit dari duduknya matanya menerawang jauh. Aku bisa melihat raut kekecewaan terpancar dari wajahnya. “Ya, kau benar. Aku egois. Masuklah ke dalam, udara semakin dingin.” ujarnya, sedetik kemudian ia telah beranjak meninggalkanku. Ya, meninggalkanku dengan segala keegoisanku, meninggalkanku yang kini mulai merasa bersalah dengan apa yang baru saja aku ucapkan.

 

Ya Tuhan, aku melukainya lagi. Lelaki sebaik dirinya telah berulang kali ku sakiti.

Aku membentaknya, kenapa?

Apa karena aku marah?

Lalu untuk apa aku marah?

Semua yang ia katakan benar, tak ada yang salah dari ucapannya. Satupun tidak.

Apa aku marah karena itu? Apa aku marah karena semua yang ia ucapkan benar?

Astaga. Park Chan Yeol.

 

 

Aku memutuskan untuk mengikutinya masuk ke dalam. Aku melihat pintu kamarnya telah tertutup rapat, tak menyisakan celah sedikitpun.

 

Sama seperti hatiku, tak ada sedikitpun celah yang memberi akses untuk orang lain bisa memasukinya. Hatiku telah tertutup rapat dan terlalu sulit untuk membukanya lagi, Kris telah menguncinya. Lelaki itu adalah kunci dari hatiku.

Ya Tuhan, kenapa begitu sulit menghapus lelaki itu dari hidupku?

Bagaimana mungkin aku bisa mengatai Chan Yeol sebagai seseorang yang egois?

Padahal ia yang selalu setia berada di sisiku, padahal dia perlahan-lahan mencoba untuk memulihkan hatiku yang luka, padahal dirinya yang selalu menyodorkan bahu untukku menangis. Padahal dia…hanya dia.

Tapi…..

Aah, entahlah mungkin ia telah sakit hati dengan perkataanku tadi.

Pasti ia marah padaku. Ya, dia pantas marah padaku.

Yeol, maafkan aku.

 

.

.

.

.

 

Pagi ini sinar mentari seakan begitu mantap untuk menunjukkan kilau pesonanya. Sinar-sinar hangat yang menembus tirai kamar membuat mataku seolah tak lagi nyaman untuk dikatupkan. Detik berikutnya samar-samar aku mendengar suara seorang lelaki memanggil namaku.

 

“Hee Jin-ah, ireona…” panggilnya, he has a deep voice.

 

Ya…Lelaki yang punya suara berat seperti itu adalah Kris. Kris punya suara itu.

 

“Hee Jin-ah, ireona. Matahari sudah tinggi. Mana pantas gadis sepertimu masih sibuk bergumul dengan selimut.” ujarnya lagi menasihati. Sementara ku rasakan selimut yang menggulung tubuhku mulai terangkat, Kris menyibaknya.

 

Astaga, Kris. Tidak biasanya dia membangunkanku. Biasanya dia malah ikut tidur di kursi, kenapa hari ini dia jadi cerewet?

 

“Kris, ada apa denganmu? Tak biasanya kau membangunkanku?” tanyaku, mencoba menggapai selimut yang sempat ditariknya. Kembali menyamankan posisi tidurku ketika aku berhasil meraih selimut tebal berwarna biru laut itu untuk menutup kembali tubuhku.

 

“Bangunlah, aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. Hee Jin-ah ayo cepat bangun.”

 

Aku masih sibuk bergulat dengan selimut tebal yang nyaman ini. Hanya lenguhan-lenguhan kecil yang keluar dari bibirku ketik alelaki itu mengguncang-guncang tubuhku pelan.

 

“Hee Jin-ah…” masih belum menyerah Kris kembali mengguncang tubuhku.

 

Haaah, apa yang dia makan semalam? Kenapa ia jadi aneh?

Mana mungkin seorang Kris Wu menyiapkan sarapan untukku?

Dan yah, tak biasanya dia memanggilku dengan sebutan Hee Jin. Dia selalu memanggilku hanya dengan nama Jin.

 

Lelaki ini mendudukkanku yang masih belum mengumpulkan seluruh nyawaku. Sedikit demi sedikit ku buka mataku, sesekali mengerjap-kerjapkan mataku. Matahari yang bersinar cerah pagi ini membuatku harus mengucek-ucek mataku untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku.

 

“Kau sudah bangun rupanya.” ujarnya, tersenyum ketika mendapatiku tengah mencoba membuka mata.

 

Aku menatap lelaki itu. Nafasku serasa tercekat secara tiba-tiba. Bukan Kris yang kudapati duduk di hadapanku saat ini, tapi lelaki ini. Park Chan Yeol. Suara yang mulanya ku kira milik Kris, ternyata adalah suara Chan Yeol.

 

Ya Tuhan. Bagaimana mungkin aku bisa berpikir bahwa suara itu milik Kris?

Ia pasti terluka lagi. Bagaimana mungkin aku bisa memanggilnya Kris?

 

“Kenapa menatapku seperti itu? Apa kau baru sadar kalau aku ini tampan?” candanya kemudian menunjukkan gummy smilenya yang membuatnya terlihat lebih tampan dari sebelumnya.

 

 

Aku hanya mendengus pelan, menertawai ucapannya barusan. Ia hanya ikut tersenyum, senyum yang terlihat begitu hangat, sehangat pancaran mentari pagi ini. Tangannya terulur merapikan anak-anak rambut di pelipisku. Membelai helai demi helai rambut panjangku penuh kasih sayang kemudian menyelipkannya ke belakang telingaku.

 

Aku masih menatap manik matanya lekat. Mencoba menemukan alasan bagaimana bisa ia masih tersenyum saat aku memanggilnya dengan nama Kris.

 

“Kenapa masih menatapku seperti itu? Apa kau kecewa karena orang pertama yang kau lihat saat terbangun dari tidurmu bukan Kris, tapi aku?” tanyanya  kali ini beralih balas  menatapku.

 

“A..aniyo.. geugeon aniya…” sangkalku.

 

Ya, memang bukan sepenuhnya karena itu. Tapi ku akui sedikit banyak ada perasaan kecewa seperti itu yang menghampiriku.

 

“Hee Jin-ah, kau benar. Aku egois. Aku tak bisa mengerti dirimu. Tapi sekarang aku telah menyadarinya. Kau telah berusaha keras melupakan Kris dalam hidupmu. Kau sudah berusaha mati-matian untuk menepis bayang-bayang Kris di ingatanmu. Tapi dengan kurang ajarnya Kris masih saja berlarian di kepalamu tanpa lelah.” tuturnya penuh penyesalan. Tangannya memegang lembut kedua tanganku.

 

“Aku sadar tak mudah bagimu untuk melupakan Kris, lelaki yang selama 5 tahun terakhir ini mengisi relung hatimu yang paling dalam. Tapi aku yakin sedikit demi sedikit kau pasti bisa menghapusnya dari ingatanmu. Meski secara perlahan-lahan, itu tak penting. Dan aku… akan berusaha untuk menggantikan posisi kosong yang ditinggalkan Kris itu. Tak peduli berapa lama aku akan menunggu hatimu mau menerimaku. Tapi, jika nantinya hati itu telah terisi oleh nama orang lain, ketahuilah bahwa aku mencintaimu. Sampai kapanpun hal itu tak akan berubah.” tuturnya tanpa sedikitpun nada ragu pada ucapannya.

 

Aku hanya menatapnya, tanpa bisa melakukan apa-apa. Aku terlalu malu saat ini. Aku mencampakkan lelaki yang mencintaiku dengan tulus. Tapi malah memberikan seluruh hatiku pada lelaki yang tak pernah menganggap penting keberadaanku. “Ja, bergegaslah ke kamar mandi, cuci wajahmu. Aku menunggumu di ruang makan.” ujarnya sekali lagi yang dibarengi acakan lembut dari tangannya di kepalaku.

 

Bagaimana dia bisa melakukannya?

 

Aku tahu ia juga terluka, aku juga tahu kalau cintanya bertepuk sebelah tangan. Tapi, bagaimana ia masih bisa tersenyum?

Bagaimana bisa ia malah menanggapi semuanya dengan senyum?

Apakah semua lara di hatinya akan hilang dengan tersenyum?

 

.

.

.

.

.

 

Satu bulan sudah aku berada di Jerman bersama dengan Chan Yeol. Bukannya makin membaik keadaanku malah makin memburuk. Bukannya rajin untuk mempertahankan beasiswa yang ku dapat, aku malah jarang pergi ke kampus untuk merampungkan kuliahku.

 

Entahlah harus dengan cara apa lagi setan-setan dalam diriku mau pergi.

 

Seperti hari ini, saat moodku untuk pergi ke kampus mendadak hilang setelah keasyikan menjadi stalker seorang Kris Wu.

 

“Hee Jin-ah apa kau tidak kuliah?” tanya Chan Yeol yang telah bersiap dengan tas yang sudah menggantung di punggungnya.

 

“Sebentar lagi.” jawabku singkat dan masih fokus pada kegiatanku sebelumnya. Setengah jam berlalu dan aku belum menyudahi aktivitasku menjadi stalker.

 

“Hee Jin……” panggil Chan Yeol kembali mengingatkan.

 

“Ayolah Yeol, ini bahkan belum satu jam.” rengekku sekali lagi tanpa mengalihkan fokusku.

 

Aku bisa mendengar Chan Yeol mendengus, tapi apa boleh buat. Aku terlanjur merindukan Kris. Yang bisa kulakukan untuk menghilangkan kerinduanku adalah ini. Hanya dengan cara ini.

 

Aku merasakan Chan Yeol melangkah mendekat, mungkin ingin tahu apa yang sebenarnya ku lakukan hinga membuatku—dan dirinya— membolos kuliah.

“Kau bilang ingin melupakannya.” ujar Chan Yeol datar setelah mata tajamnya berhasil menilik silhuet Kris yang ada pada layar smartphoneku.

 

“Ayolah Yeol, ini hanya sesekali saja.” balasku masih berkutat dengan smartphone berwarna emas milikku.

 

“Sesekali dalam sehari dan berlangsung berhari-hari, begitukah maksudmu?” ungkap Chan Yeol disertai nada tak senang.

 

Akhirnya aku mengalihkan pandanganku pada Chan Yeol. Lelaki jangkung itu menatap intens ke arahku. “Sampai kapan kau akan seperti ini Jin?” tanyanya dengan hembusan nafas kasar di akhir kalimatnya. Aku hanya mendengus kasar tak mau menanggapi ucapannya.

 

“Kau sendiri yang bilang akan berusaha melupakannya. Tapi… oh―ayolah Jin meskipun kau tak menerimaku di sisimu setidaknya carilah lelaki lain untukmu melanjutkan hidup. Kenapa hanya Kris Kris dan Kris yang ada di pikiranmu?” marahnya. Aku belum pernah melihat Chan Yeol sekesal ini padaku. Apakah aku salah?

 

Dengan cepat Chan Yeol merebut Handphone dari tanganku.

 

“Cukup untuk hari ini Hee Jin.” tegasnya yang langsung berbalik meninggalkanku.

 

“Park Chan Yeol! Kau keterlaluan, kau egois. Kau bilang akan menungguku, kau bilang akan mengisi ruang kosong di hatiku. Lalu mana buktinya? Kau hanya lelaki yang egois Park Chan Yeol.” kali ini malah aku yang ganti memarahinya. Entah kali ini untuk apa lagi aku memarahinya. Aku hanya… kesal dengannya. Ia terlalu sering menyuruhku melupakan Kris. Ia…..menyuruhku untuk menggantikan Kris dengan lelaki lain. Aku………….

Ya Tuhan, bukankah aku harus menurutinya?

Bukankah tujuanku ke sini untuk menghilangkan Kris.

Oh, ayolah Hee Jin, Kris tengah berbahagia dengan gadis lain di luaran sana. Setidaknya aku pun tak boleh terpuruk seperti ini. Tapi……….

 

“Ya, aku memang hanya seorang lelaki yang egois. Seorang lelaki yang terobsesi memilikimu karena rasa cintanya yang terlalu besar padamu. Aku juga seorang manusia biasa. Ada saatnya rasa jenuh menghampiri saat aku menunggu pintu hatimu terbuka. Menunggu ketidakpastian itu membuatku lelah. Ketahuilah itu. Saat aku terlalu lelah menunggumu yang tak pernah mau melepaskan Kris, saat itu pula berarti aku akan menyerah padamu Hee Jin.” tutur Chan Yeol tanpa menoleh ke arahku sempat terlihat olehku tangannya yang menggenggam smartphoneku semakin kuat. Ia kemudian berjalan meninggalkanku. Melemparkan smartphoneku asal ke arah sofa.

 

Entah mengapa ada rasa sakit yang tiba-tiba muncul saat lelaki jangkung itu berucap seperti tadi. Ia tak akan menepati janjinya untuk menungguku. Suaranya masih terngiang jelas di telingaku. Nada keputusasaan tergambar jelas dari ucapannya.

Ia terluka.

Lagi.

Karenaku.

Aku melukainya, aku menyakitinya, aku menghancurkan hatinya.

 

.

.

.

Ini sudah kesekian kalinya aku melirik jam yang tergantung di dinding, di antara foto Chan Yeol dan fotoku. Jarum jam sudah menunjuk pukul 00.47, tapi lelaki berambut mahogany itu belum menampakkan tanda-tanda keberadaannya di rumah ini. Ini tak biasanya bagi seorang Park Chan Yeol untuk pulang selarut ini.

 

“Hhhhhhh….” aku hanya bisa menghembus nafas. Aku tak bisa menghubungi ponselnya. Ia juga tak bilang ingin pergi kemana. Ada suatu perasaan yang muncul dari dalam hatiku saat ini. Antara ingin memarahinya atau rasa khawatir terhadapnya. Yang jelas aku bahkan tak bisa memejamkan mataku barang sejenak sebelum ia pulang.

 

 

Klekk~

 

 

Pintu apartment terbuka, menampakkan sosok Park Chan Yeol yang terlihat begitu lelah melenggang begitu saja, mengacuhkanku. Aku membuntutinya sampai di depan pintu kamar. Ia masih tak berbicara sepatah katapun, bibirnya benar-benar terkunci rapat.

 

“Kau dari mana saja, kenapa baru pulang selarut ini?” tanyaku mengawali, mengekor padanya kemudian mendudukkan diriku di atas bed dengan bed cover warna abu-abu itu.

 

Ia tak menjawab. Ia berusaha menyibukkan dirinya sendiri, untuk menghindariku?

 

Aku menarik tubuhnya menghadapku, ia sempat kaget pasalnya saat ini ia tengah berada dalam keadaan topless karena memang sedang berganti baju.

 

Ya! Mwohaneungeoya?”

 

“Kau mengacuhkanku sedari tadi.” protesku.

 

“Lalu bagaimana denganku? Kau bertahun-tahun mengacuhkanku.”

 

Aku terdiam, turut mengamini apa yang Chan Yeol katakan. Lelaki ini selalu bisa menyekak matt setiap ucapanku.

 

“Apa susahnya menjawab pertanyaanku tadi, Yeol? Toh itu tidak butuh waktu 5 menit untuk menjawabnya?” tukasku. Ia tetap tak bergeming, melanjutkan acara ganti bajunya yang sempat tertunda olehku.

 

“Yeol!” panggilku lagi yang kali ini menarik kaos yang barusan ia pakai.

 

“Apalagi sekarang?!!” tanyanya dengan nada membentak.

 

“Aku hanya ingin tanya kau sudah makan atau belum?!! Kenapa malah membentakku?!!” Chan Yeol melirik sinis ke arahku, manik coklat matanya menatap tepat ke arah manik mataku.

 

“Kembalilah ke kamarmu. Tidurlah.” ujarnya, kemudian hendak merebahkan tubuhnya ke bed.

 

“Chan Yeol!!” teriakku.

 

Wae?! Pergilah.” usirnya.

 

“Park Chan Yeol!”

 

 

Bruuggh

 

 

Tiba-tiba ia mendorong tubuhku, menghempaskanku ke atas bednya. Aku hanya mampu menelan salivaku sendiri ketika ia menindihku. Ia menahan tubuhnya menggunakan lengannya, menyisakan sedikit ruang kosong di antara tubuh kami.

 

Aku yang masih terkejut hanya bisa mengerjap-kerjapkan mata.

 

“Aku sudah menyuruhmu untuk keluar dari kamarku, tapi kau menolaknya. Jadi, jangan salahkan aku jika aku melanggar batasku sebagai seorang lelaki di sini. Kau sendiri yang  membuat keadaan menjadi seperti ini Kim Hee Jin.” ujarnya dengan smirk yang sama sekali belum pernah kulihat dari seorang Park Chan Yeol.

 

“A..ap-apa yang akan kau lakukan Park Chan Yeol?” tanyaku gugup, takut ia akan berbuat yang tidak sewajarnya padaku.

 

“Menjadikanmu milikku.” ungkapnya singkat tapi tepat menghunus di ulu hatiku. Aku membulatkan mataku tak percaya ketika ia semakin memperpendek jarak di antara kami.

 

Entah atas perintah siapa mataku terpejam dengan sendirinya seiring semakin hilangnya jarak di antara kami. Aku bahkan tak berniat untuk melawan perlakuannya padaku. Am i a fool?

 

Setelah sekian detik tak ada hal yang terjadi padaku. Ku buka mataku.

 

Dan…….

 

Yang kudapati adalah seorang Park Chan Yeol dengan air mata yang telah mengembung memenuhi kelopak matanya.

 

“Yeol……”

 

 

Tess…

 

 

Setitik air matanya jatuh tepat mengenai pipiku.

 

Chan Yeol menangis.

 

“Maafkan aku.” ujarnya singkat lalu bangkit dari posisinya. Memposisikan tubuhnya berada di bawah selimut tebal berwarna senada dengan bantal yang ia pakai.

 

“Pergilah, sebelum aku berniat untuk menerkammu lagi.” ujarnya dari balik selimut tebalnya.

 

“A..a..ne… jalja.” ucapku yang langsung berlari keluar dari kamar Chan Yeol.

 

 

DEG..DEG..DEG..

 

 

Astaga kenapa dengan jantungku. Tidak biasanya berdetak secepat ini. Iiisshhhh kenapa udara jadi panas seperti ini. Hey, ayolah ini sudah hampir pukul setengah dua pagi!

 

.

 

.

 

.

 

Sejak kejadian tadi aku tak bisa memejamkan mataku barang sebentar saja. Padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Membolak-balikkan tubuhku di atas ranjang adalah kegiatanku sedari tadi. Oh ayolah, kenapa aku tak bisa tidur??

 

Mungkin segelas susu hangat bisa membantuku menjemput lelap. Dan alhasil segelas susu hangat telah berada di tanganku. Aku ingin kembali ke kamar setelahnya, namun urung ku lakukan ketika aku mulai tertarik dengan pancaran sinar rembulan yang datang melalui celah-celah tirai yang tak tertutup rapat. Ku sibakkan tirai itu. Langit masih berhias dengan banyak bintang.

 

Aku putuskan untuk menuju keluar balkon, untuk menikmati planetorium alami ini.

 

“Hhhhh….”

 

Di atas sana bulan bersinar dengan sangat cantiknya, meskipun lebih dari separuh bagiannya tertutup langit hitam hingga hanya terlihat samar-samar. Ditambah dengan koloni bintang malam yang dengan setia menggantung mendampingi sang rembulan bersinar. Begitu indah dan menawan.

 

Namun, ada cerita lain di balik keindahan langit malam.

 

Bulan hanya bisa bersinar jika matahari membantunya. Tanpa matahari ia bukan apa-apa, mungkin hanya menjadi sebuah benda gelap terjal yang ada di langit. Matahari dengan setianya selalu membagi sinar yang ia punya untuk memperindah bulan, membuat bulan agar telihat begitu cantik hingga pantas bersanding dengan sang bintang. Tapi bulan tak pernah ingin tahu tentang matahari, dengan angkuhnya sang bulan selalu berada di sisi bintang. Bulan terlalu terpikat oleh keelokan sang bintang malam. Hingga tak menyadari arti penting sang mentari bagi dirinya. Matahari dan bulan saling berdampingan tapi tak akan pernah bisa bersama dalam indahnya langit malam yang menghitam.

 

Aku tak ingin itu terjadi padaku, setidaknya aku harus menjadi bulan yang tahu terima kasih.

 

Tak terasa hampir satu jam aku menikmati keindahan langit malam ini. Hasilnya, segelas susu hangat di tanganku telah habis tak bersisa, mengalir lembut melalui kerongkonganku dan bersarang di dalam perutku. Namun sayang, rasa kantuk itu tak kunjung menghinggapiku. Udara di kota Frankfurt saat dini hari memang cukup untuk membuatku beberapa kali harus menggosok-gosok lenganku. Setidaknya untuk menghilangkan sedikit rasa dingin yang menghampiri. Udara semakin bertambah dingin dan mulai tak bersahabat nampaknya. Akhirnya kuputuskan untuk kembali masuk ke dalam apartment.

 

Tapi, lagi-lagi niatku untuk kembali ke kamar pupus sudah. Ketika melihat pintu kamar Chan Yeol yang tak tertutup rapat―masih sama seperti keadaan tadi malam― entah mengapa hatiku tergerak untuk kembali masuk ke dalam kamar lelaki ini.

 

Posisinya tidur masih sama seperti saat ku tinggalkan tadi, tergeletak di bawah selimut tebalnya. Ku beranikan diri untuk mendekat ke arahnya, duduk di tepian ranjang memang bukan ide yang buruk. Dari sini aku bisa melihat wajah polos Chan Yeol ketika tertidur, terlihat begitu damai persis seperti bayi yang baru lahir. Seakan ia tak punya beban yang harus ditanggungnya.

 

Matanya yang mulai mengantong, kelopak matanya yang tertutup, bibirnya, hidungnya, dagunya, serta kulit putihnya tak luput dari pengawasanku. Lelaki ini tampan, sangat tampan. Tapi kenapa hatiku belum memilihnya?

 

“Chan Yeol-ah, maafkan aku. Aku selalu saja melukaimu. Mian.” ujarku pelan sembari mengusap rambutnya.

 

Entah mengapa saat ini ingatanku memutar kembali kejadian-kejadian dimana Chan Yeol selalu bertugas menjadi guardian angelku. Selalu  melindungiku di saat aku membutuhkan bantuan.

 

Aku masih setia duduk di bangku taman ini seorang diri, pasalnya seorang lelaki yang memintaku untuk datang ke sini belum juga menampakkan kehadirannya. Langit malam ini terlihat begitu angkuh. Tak ada bulan yang bersinar, juga bintang yang berkerlip. Ini sudah lebih dua jam aku menunggunya.

 

 

 

Hingga akhirnya tiba-tiba hujan turun begitu derasnya tanpa pemberitahuan apapun. Orang-orang yang ada di taman ini berhamburan mencari tempat berteduh, sedangkan aku? There is nothing I do. Aku bahkan tak berniat mencari tempat berteduh seperti yang lainnya. Biar lelaki itu tahu bahwa aku benar-benar menunggunya. Bahkan, meskipun ia tak akan datang aku menunggunya.

 

Tapi berbeda dari perkiraanku, tubuhku tak mampu menahan dinginnya hujan yang terasa sampai menusuk tulangku. Tubuhku terus menggigil kedinginan, kepalaku terasa sangat pening. Hingga semuanya terlihat hitam olehku. Hal terakhir yang ku dengar saat itu adalah seseorang memanggil namaku dan memintaku untuk bangun.

 

“Hee Jin-ah!! Hee Jin-ah!! Jungshin charyo!! Hee Jin-ah, ireona jebal.”

 

Keesokan paginya, saat aku terbangun aku sudah ada di kamarku. Aku sedikit bingung dengan apa yang terjadi. Seingatku terakhir kali aku berada di taman tapi, kenapa aku sudah berada di kamarku?

 

“Oh? Hee Jin kau sudah bangun?” eomma yang baru masuk kamarku langsung menghampiriku.

 

“Kau baik-baik saja?” tanya eommaku lagi sembari menempelkan punggung tangannya ke dahiku.

 

“Eoh, gwenchanha.” jawabku.

 

“Apanya yang baik-baik saja? Kau demam dan ya Tuhan, lihatlah wajahmu yang pucat itu. Kau jadi tidak cantik lagi, sayang.” cela ibu dengan candaannya yang khas.

 

“Eomma….”

 

“Wae?”

 

“Kenapa aku bisa di sini? Seingatku semalam aku kehujanan di taman dan semuanya jadi gelap.” tuturku yang malah mendapat jitakan keras di kepalaku.

 

“Dasar gadis bodoh. Seharusnya kau pulang saja kalau memang Kris tidak datang. Kenapa malah menunggunya di tengah hujan seperti itu? Tahu sendiri kan, kau tak pernah kehujanan sampai separah itu. Untung teman kuliahmu membawamu pulang.” omel ibu   yang nampak cemas.

 

“Teman?” ujarku mengulang kata eomma.

 

“Iya temanmu. Kau tahu? Dia bahkan menggendongmu seperti ini sampai ke rumah.” tukas eommaku sambil memeragakan bagaimana orang yang mengaku teman kuliahku membawaku ke rumah.

 

Aku  menatap heran eommaku. Bukan karena eomma yang aneh, tapi berpikir kemungkinan siapa gerangan yang membawaku pulang. “Eomma siapa namanya?” tanyaku.

 

“Ya Tuhan eomma lupa menanyakannya. Setelah membaringkanmu di ranjang ia langsung pulang padahal dia benar-benar basah kuyup. Seharusnya semalam eomma menahannya, setidaknya memberikan handuk atau secangkir coklat panas untuk menghangatkan tubuhnya.” ujar eomma yang mulai melantur.

 

“Eomma….”

 

“Ah, ya baiklah. Dia tinggi dan tampan. Hanya itu saja yang eomma tahu. Tapi kalau eomma bertemu dengannya lagi mungkin eomma masih mengenalinya. Aaahhh…. dia benar-benar pria yang bertanggung jawab Hee Jin.” celoteh eomma.

 

“Kris juga bertanggung jawab. Dia juga pernah menggendongku sampai ke rumah.” tukasku masih membela Kris.

 

“Ya! Dasar gadis bodoh. Kalau dia bertanggung jawab mana mungkin dia membiarkan seorang gadis menunggu di tengah hujan seperti semalam.” ujar eomma sambil menjitak kepalaku lagi.

 

“Eomma! Kenapa menjitak kepalaku? Aku sedang sakit.”

 

“Kau bilang tadi tidak apa-apa! Dasar plin-plan.”

 

.

 

.

 

.

 

Hari ini aku membawa Chan Yeol ke rumah, ia bilang ia ingin membantuku menyelesaikan tugas dari dosenku yang benar-benar menumpuk. Ya dia memang selalu begitu. Aku mengenal Chan Yeol untuk pertama kalinya saat kami berada di tingkat pertama Seungri Godeung Hakgyo. Saat itu kami berdua sama-sama didaulat sebagai perwakilan sekolah untuk mengikuti olimpiade yang diadakan oleh Cambridge University. Ya, bisa dibilang kami berdua ini adalah murid paling cerdas di sekolah. Sejak saat itu kami selalu dipasangkan dalam setiap olimpiade, bahkan sampai tingkat nasional. Chan Yeol adalah seorang yang ceria, mudah bergaul dan seseorang yang periang menurutku. Tidak akan bosan jika berlama-lama ngobrol dengannya, selalu ada hal segar yang ia keluarkan ketika berbicara. Dari luar dia tidak terlihat  sebagai seseorang yang sangat pintar.

 

Tampan dan pintar, serta aktif di beberapa keorganisasian di sekolah. Chan Yeol adalah salah seorang idola di sekolah, banyak digilai oleh gadis-gadis bahkan gadis beda sekolah.

 

Berbeda dengan Kris, ia tampan, kapten tim basket sekolah, salah satu idola juga tapi sayang ia bodoh. Mengerjakan soal fisika yang sangat gampang saja ia kesulitan. Dasar.

 

“Eomma…wasseo…” ujarku ketika kami masuk ke dalam rumah.

 

“Eoh kau sudah datang, rapikan sepatumu jangan lupa cuci tangan dan kakimu.” Sahut eomma dari dapur.

 

“Chan Yeol-ah, tunggulah di sini aku ganti baju dulu, OK?!” Yeol hanya menjawab dengan senyuman mengangguk tipis setelahnya.

 

Tak beberapa lama aku kembali menghampiri Chan Yeol, ternyata ia sudah mengeluarkan senjata-senjatanya berupa buku-buku tebal dari dalam tasnya serta kacamata yang bertengger di hidungnya membuat Chan Yeol terlihat manis.

 

Eomma datang dengan dua gelas minuman dan beberapa camilan saat kami sedang terfokus pada angka-angka numerik yang berjejer rapi di setiap halaman buku tebal kami

.

“Eoh? Kau…” eomma sedikit terkejut ketika melihat Chan Yeol.

 

“Ne eommonim, annyeonghaseyo.” sapa Chan Yeol dengan senyum khasnya.

 

Mereka sudah saling kenal??

 

“Hee Jin-ah kau ingat eomma pernah menceritakan soal temanmu yang tampan dan tinggi itu?” tanya eomma berseri-seri.

 

Ada apa dengan eomma sebenarnya. Aku mengangguk mengiyakan.

 

“Dia orangnya. Dia yang bersusah payah menggendongmu sampai ke rumah.” jelas eomma yang membuatku terkejut.

 

“Mwo?? Chan Yeol-ah, apa itu benar?” tanyaku. Sedangkan Chan Yeol hanya menggaru-garuk tengkuknya malu.

 

 

 

Tak terasa sudut-sudut bibirku mulai terangkat naik ketika mengingat tentang semua kejadian yang kami lalui bersama. Ia selalu berusaha membuatku tersenyum. Benar kata eomma dulu, Chan Yeol adalah lelaki yang bertanggung jawab.

 

Aku benarkan letak selimutnya. Kemudian entah karena setan apa aku mencium kening lelaki ini.

 

“Chan Yeol-ah, jalja.” ujarku yang kemudian berniat untuk pergi.

 

Tapi tiba-tiba sebuah tangan menarikku hingga aku terjatuh di atas tubuh Chan Yeol. Ia memelukku.

 

“Ch..c..Chan Yeol-ah….” panggilku terdengar begitu gugup. Ia mengeratkan pelukannya, kemudian menarik tubuhku hingga berada pada posisi tidur di sampingnya.

 

“Aku sudah menyuruhmu tidur, tapi kau masih tetap terjaga. Tidurlah.” ucapnya masih dalam keadaan memejamkan matanya.

 

 

DEG…DEG..DEG

 

 

Dari posisi ini aku bisa mendengar detak jantungnya, hembusan nafasnya di puncak kepalaku menimbulkan sensasi tersendiri. Detak jantungku beradu dengan detak jantungnya menjadi sebuah irama yang begitu menyenangkan. Kehangatan lelaki ini serta aroma khas tubuhnya membuatku dengan cepat disergap oleh rasa kantuk. Tanpa butuh waktu lama, aku tertidur dalam pelukannya.

 

 

ΩΩΩ

 

 

Hubunganku dengan Chan Yeol kembali membaik sejak kejadian insomnia beberapa hari yang lalu. Tapi aku kembali mengacaukannya malam ini. Saat kami menikmati menawannya langit malam bersama, aku kembali membahas Kris, hingga kembali membuat lelaki di sampingku ini kehilangan kesabaran.

 

“Langit malam ini indah, pantas saja Kris menyukai segala hal tentang galaxy.” ujarku yang disambut senyum kecut Chan Yeol.

 

“Bagaimana mungkin kau bisa melupakan Kris jika setiap sisi di hidupmu selalu kau kaitkan dengan lelaki itu?” ujar Chan Yeol tawar, entah ekspresi apa yang sebenarnya ingin ia tunjukkan.

 

“Aku berusaha.”

 

“Berusaha untuk membuat hidupmu terpuruk maksudmu?”

 

“Yeol…”

 

“Lupakan Kris! Carilah lelaki lain.”

 

“Yeol! Jangan berdebat denganku.”

 

“Aku juga tak ingin, tapi kau….ah sudahlah.”

 

“Kau selalu menyuruhku untuk cepat-cepat melupakan Kris, selalu menyuruhku untuk mencari lelaki lain. Kau tahu? Aku sakit Yeol, terlalu sakit sampai rasanya aku tak bisa melanjutkan hidup. Mencintai seseorang yang telah menyerahkan seluruh rasa cintanya pada orang lain itu sakit Yeol. Kau benar-benar―”

 

“Apa? Kau ingin bilang kalau aku orang yang egois? Kau ingin bilang jika aku tak pernah mengerti perasaanmu?” Chan Yeol memotong ucapanku dengan terkaan-terkaannya yang 100% persen benar.

 

“Sebenarnya siapa di sini yang lebih egois? Kau selalu bertingkah seolah kau lah yang paling tersakiti. Lalu bagaimana denganku? Bukankah aku jauh lebih sakit dibanding dirimu? Kau bilang hatimu hancur ketika orang yang kau cintai mencintai orang lain. Lalu bagaimana dengan hatiku? Aku mencintai seorang gadis dimana gadis itu mencintai lelaki yang telah mempunyai gadis lain di dalam hatinya. Hatiku bukan lagi hancur. Tapi sudah tak berbentuk lagi, yang akhirnya hilang terserak ketika angin bertiup. Aku telah bertahan selama ini. Mencoba bersabar dengan semua yang kau lakukan, tapi… kau tak pernah menyadarinya. Sama seperti kau yang tak pernah diistimewakan oleh Kris, rasa sakit itupun sama.” jelas Chan Yeol, sedang air matanya sudah siap untuk mengucur deras.

 

“Cukup Yeol…”

 

“Kau selalu mengataiku egois. Ya, aku terima itu. Kau bilang aku selalu memaksamu. Ya, aku juga menerimanya. Kau bahkan memanggilku dengan nama Kris, tapi aku tak marah. Setidaknya kau tak pernah mengalaminya Hee Jin.”

 

“Aku bilang cukup Yeol!”

 

“Kau tahu, orang bilang diam itu lebih baik daripada mengatakan hal yang salah. Aku berusaha melakukannya, tapi kau malah makin menjadi. Aku menasihatimu, kau bilang aku egois. Lalu apa yang harus ku lakukan Hee Jin? APAKAH AKU HARUS MENGHILANG DARI HIDUPMU HEE JIN!!!????” teriaknya lagi yang tak mampu menahan emosinya.

 

“PARK CHAN YEOL!!!”

 

 

PLAAKK

 

Tamparan keras mendarat begitu sempurna di pipi kirinya. Tak pelak kini pipinya berubah menjadi merah. Aku tak tahu bagaimana bisa aku menamparnya?

 

GEURAE, KA!! KARAGO!! KEOJYO!!”

 

Ia memegang pipinya, menatapku seolah tak percaya dengan apa yang ku lakukan.

 

“Haaahh, bahkan kau menamparku.” ujarnya berdecis seraya mengulum senyum tipis pada wajahnya.

 

Geurae, lakukan apapun semaumu Kim Hee Jin.” kemudian ia langsung melenggang pergi tanpa sedikitpun menoleh ke arahku.

 

Setelah ke

pergiannya tubuhku serasa limbung. Kakiku tak kuat untuk menahan berat tubuhku. Kata-katanya terus terngiang di kepalaku. Aku terus berusaha mencerna apa yang ia katakan. Membuatku tersadar akulah sebenarnya yang egois. Aku yang tak bisa menerima kenyataan bahwa Kris bukan milikku dan pada akhirnya malah melukai diriku sendiri, bahkan melukai seseorang yang sepenuhnya tulus mencintaiku.

 

 

 

Sejak malam itu. Aku tak lagi melihat Chan Yeol. Koper besar miliknya tidak di tempat. Pakaian-pakaian di lemarinyapun turut menghilang. Aku kehilangan untuk yang kedua kalinya.

 

 

Biasanya di samping sepatuku ada sepasang sepatu lain yang menemani, sekarang tak lagi ada. Biasanya sikat gigi berwarna hijau selalu ada di samping sikat gigi berwarna pink milikku, tapi sekarang hanya ada satu sikat gigi dan itu hanya milikku. Aku tak bisa menghubungi nomor Chan Yeol. Aku benar-benar tak tahu di mana keberadaan Chan Yeol saat ini.

 

Hatiku sakit ketika aku hanya berdiri seorang diri di ruang kosong ini. Aku tak bisa memiliki Kris, dan Chan Yeol menghilang begitu saja. Tak ada lagi senyum manis milik lelaki itu. Tak ada lagi tawa khas milknya. Tak ada lagi……

 

Hhhhhh…..

 

Aku kehilangan dirinya. Seseorang yang selalu memelukku sebelum aku terlelap tidur. Seseorang yang dengan setia membangunkanku saat pagi. Seseorang yang akan memegang tanganku dengan erat saat kami berada di keramaian. Seseorang yang…….

 

Ya Tuhan, aku kehilangan seseorang itu.

 

Mungkin benar kata orang-orang, bahwa kita akan merasa kehilangan seseorang jika seseorang itu sudah tak lagi bersama kita. Dan, yaaahhh aku merasakannya sekarang. Mungkin ini karmaku karena telah menyakiti hati lembut seorang Park Chan Yeol.

 

Aku masuk ke kamarnya. Meski aku tahu kamar ini kosong setidaknya ada wangi tubuhnya yang tertinggal di sini. Hidupku makin terpuruk tanpa kehadiran Chan Yeol. Tubuhku semakin hari semakin kurus, aku jarang makan. Makanpun hanya semangkuk mie instant sehari. Aku bahkan tak tidur beberapa hari ini. Hingga suatu hal gila menghampiriku. Ide yang entah datang dari mana, semakin kuat menarikku seiring luka hatiku yang semakin membusuk.

 

.

.

.

 

Aku menenggelamkan seluruh tubuhku ke dalam bathtub sampai sebatas leher. Kubiarkan shower di samping bathtub menyala, mengalirkan air hangat dengan asap yang mengepul. Kulihat pergelangan tangan kiriku secara seksama, meneliti guratan-guratan hijau kebiruan di sana. Sedangkan tangan kananku memegang silet kecil yang biasanya digunakan Chan Yeol untuk menghilangkan bulu-bulu yang tumbuh di dagunya. Saat ini bukan itu fungsinya, tapi untuk menghilangkan nyawaku.

 

Perlahan-lahan ku posisikan silet itu tepat di pergelangan tanganku. Awalnya sedikit takut memang, tapi saat silet itu mulai masuk ke area dalam kulitku aku tak lagi takut. Darah segar yang perlahan mengalir di lenganku membuatku tenang. Aroma anyir khas cairan kental berwarna merah itu seakan menjadi aroma terapi untuk kejiwaanku. Mungkin aku memang sudah gila, tapi ini yang terjadi. Warna air di bathtub yang berubah menjadi warna darah seakan memiliki sensasi tersendiri.

 

 

Tuuut…tuuut..tuuut

 

 

Selalu seperti itu, saat aku menghubungi Chan Yeol hanya nada seperti itu yang ku dengar. Tersambung memang, tapi tak pernah terangkat. Ayolah Yeol, angkat untuk sekali saja. Setidaknya biarkan aku mendengar suaramu untuk yang terakhir kalinya.

 

Darah dari pergelangan tanganku tak henti-hentinya mengalir, sampai-sampai perutku menjadi mual. Ku amati lamat-lamat sayatan di pergelangan tanganku. Kenapa terlihat begitu indah.

 

“HAHAHAHAHA…..” tawaku pecah seketika, entah karena apa, aku pun tak tahu. Mungkin gangguan psikologis yang membuatku seperti ini.

 

Namun, sedetik kemudian aku mulai menangis. Air mataku keluar begitu saja tanpa ku perintah. Rasa perih yang ku rasakan saat menyayat tanganku tak sebanding dengan rasa perih yang ku rasakan di hatiku saat ini.

 

Aku menangis, untuk kesekian kalinya aku menangis. Tapi bukan karena Kris, lelaki bersurai kecoklatan itulah yang membuatku menangis. Park Chan Yeol.

 

 

Ttuuut…tuuutt…tuuut…

 

 

Sekali lagi ku hubungi ponsel Park Chan Yeol, dan sekali lagi pula aku tak mendapat jawaban. Hingga kepalaku terasa berputar, dan semuanya menjadi gelap.

 

.

.

.

.

.

 

 

Bip…bip…bip…

 

 

“Hee Jin-ah ireona… jebal. Mianhae. Jeongmal mianhae.

 

Sayup-sayup ku dengar suara Chan Yeol menangis memintaku bangun. Ya Tuhan, bahkan matipun aku masih bisa mendengar suara Park Chan Yeol.

 

“Hee Jin-ah, mianhae jeongmal. Aku berjanji jika nanti kau bangun, aku tak akan mengganggu hidupmu nanti. Aku janji Hee Jin. Tapi aku mohon untuk saat ini bukalah matamu.” suara Chan Yeol itu terdengar begitu nyata. Bahkan aku merasakan bahwa ada seseorang yang memegang tanganku.

 

“Hee Jin-ah, jebal…..”

 

Perlahan-lahan ku buka mataku. Putih. Itulah hal yang pertama kali kulihat. Ku edarkan pandanganku hingga aku akhirnya sadar. I’m still alive.

 

Suara yang ku dengar dan sentuhan yang ku rasa, he is really Park Chan Yeol. Ia menunduk, menggenggam tanganku erat. Aku tahu ia menangis saat ini.

 

“Yeol-ah…” panggilku lirih.

 

Seketika ia langsung menegakkan kepalanya, matanya membulat masih dengan sisa-sisa lelehan air mata di sudut-sudut matanya.

 

“H..Hee..Hee Jin-ah….”

 

 

ΩΩΩ

 

 

“Kau beruntung memiliki seseorang sepertinya.” seorang wanita berjubah putih dengan stetoskop menggantung di lehernya tengah memeriksaku saat ini. Aku menatap ke arahnya, meminta penjelasan yang lebih padanya.

 

“Laki-laki itu, dia tak pernah meninggalkan ruangan ini selama kau tak sadar. Ia tak henti-hentinya menangisimu, kerap kali aku melihatnya memegangi tanganmu sembari memanjatkan do’a untuk kesembuhanmu. Bahkan ia tak tidur selama 4 hari ini. Kau beruntung mempunyai lelaki seperti dirinya.” jelas dokter berkebangsaan Jerman itu.

 

Aku masih terpaku atas ucapannya, hingga aku tak sadar wanita bermata biru itu kini telah tergantikan oleh sosok seorang Park Chan Yeol.

 

“Istirahatlah, dokter bilang kau harus banyak istirahat agar cepat pulang. 3 jam lagi kau harus bertemu dengan psikiater, jadi istirahatlah. Aku tak akan mengganggu.” ujarnya tanpa senyum yang biasanya selalu bertengger di wajah tampannya. Sibuk menata obatku tanpa sedikitpun berniat untuk menengok ke arahku.

 

Aku mengamatinya, semuanya. Matanya, hidungnya, bibirnya, pipinya, tangannya, tubuhnya, gerak-geriknya. Semuanya. Semua hal yang sempat menghilang dari hidupku, semua hal yang ku rindukan. Aku bisa melihat sorot matanya yang meredup, ya aku tahu ia sangat lelah. Selama empat hari terjaga hanya untuk menjagaku bukan hal yang mudah untuk dilakukan.

 

.

.

.

.

.

 

Aroma khas musim gugur semerbak memenuhi sudut ruanganku kala jendela kaca di samping ranjangku ini terbuka. Menampilkan gumpalan-gumpalan awan putih yang terlukis indah di langit yang membiru.

Aku teringat saat itu, saat pertama kalinya Chan Yeol menyatakan cintanya padaku.

 

“Hee Jin-ah…….”

 

“A…ak..aku… menyukaimu”

 

Aku tersenyum mengingat hal itu. Dengan gugup ia berusaha mati-matian mengungkapkan perasaannya padaku, tapi aku malah membalasnya dengan meninggalkannya begitu saja.

 

Ia memberiku sebuket bunga mawar, bukannya menerima atau sekedar berterima kasih, aku malah membiarkannya layu dan membusuk di tempat sampah sekolah. Jika teringat semua itu aku jadi sadar kalau aku memang benar-benar orang yang jahat.

 

Berharap dulu kusadari apa yang kulakukan padamu ketika kau belum sempat terluka olehku. Tapi, terlambat. Aku telah terlanjur melukaimu, terlalu melukaimu bahkan. Dan Tuhan baru mengijinkan aku untuk menyadari bahwa aku mencintaimu sekarang.

 

 

KLEK…

 

 

Handle pintu bergerak, pintu mulai terbuka dan menampilkan sosok seorang Park Chan Yeol dengan nampan berisi semangkuk bubur dan segelas susu di tangannya. Dan entah mengapa semakin hari sosok Park Chan Yeol semakin menyilaukan mataku.

 

“Sudah ku bilang angin sore tak baik untukmu. Berapa kali lagi aku harus mengatakannya padamu Hee Jin?” omel Chan Yeol seraya menutup jendela di hadapanku. Kemudian menuntunku menuju ranjang.

 

“Aaaaaaa…. buka mulutmu.” ujar Chan Yeol sembari mencoba menyuapkan sesendok bubur padaku. Bukannya membuka mulut, aku malah memalingkan wajahku menjauh dari jangkauan Chan Yeol.

 

“Hee Jin….” masih tak bergeming, aku tak mau menolehkan wajahku.

 

“Kim Hee Jin!! Cepat buka mulutmu!! Agar kau cepat sembuh, dan segera keluar dari tempat ini!! Agar aku segera pergi dari hidupmu.” Chan Yeol mulai kehilangan kesabaran atas sikapku.

 

“Hee Jin-ah, untuk kali ini dengarkan aku. Ayo, buka mulutmu sebelum buburnya menjadi dingin.” bujuk Chan Yeol lagi dengan seulas senyum di wajahnya, kali ini nada bicaranya mulai melembut.

 

 

PRAAANKK…!!

 

 

Tepisan kasar tanganku berhasil membuat mangkuk di tangan Chan Yeol terhempas dan tercecer di lantai.

 

Chan Yeol menatapku seolah tak percaya.

 

“Kim Hee Jin!! Apa yang kau lakukan??”

 

“Tak bisakah kau menahannya lebih lama lagi? Sebegitu bencinyakah kau padaku Kim Hee Jin?? Oh, ayolah. Setidaknya biarkan aku menjagamu  saat kau sedang sakit seperti ini. Saat kau sudah sembuh nanti aku janji aku tak akan mengganggu hidupmu lagi, aku akan enyah dari hidupmu. Agar kau bisa hidup semaumu, agar kau tak merasa tertekan olehku. Agar kau….tak melakukan hal buruk seperti ini lagi. Sebentar saja, cobalah untuk menahannya. Anggap saja ini sebagai salam perpisahanku padamu.” ujarnya menatapku lekat.

 

“Hhmmmh.. maaf. Aku terbawa emosi. Biar suster yang membersihkannya, aku akan membawakanmu yang baru. Aku akan segera kembali.” ujarnya dengan nada lirih. Ia berbalik ke arah pintu berniat untuk meninggalkanku.

 

“Kau jahat!! Kau jahat Park Chan Yeol!!” teriakku dengan melempar bantal ke arah Chan

Yeol.

“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Tak bisakah kau menunggu sedikit lebih lama lagi? Aku sudah mati-matian berusaha untuk melupakan Kris, aku sudah berusaha semampuku. Tapi apa, saat sedikit demi sedikit bayangan Kris menghilang, saat pintu hatiku mulai terbuka untukmu, saat aku mulai mengosongkan hati dan mencoba mengukir namamu di sana, kau malah berniat untuk meninggalkanku. Kau yang memintaku untuk sedikit demi sedikit mencoba menganggapmu berarti, tapi saat aku telah menganggapmu berarti kau malah pergi.” pandanganku mengabur, tertutup oleh air mata yang berdesakan ingin segera keluar dari tempat persembunyiannya.

 

“Aku tak bisa memiliki Kris dan kau pergi begitu saja. Lalu bagaimana aku bisa hidup. Kau membuatku terus bergantung padamu, kau yang menyokong hidupku, jika kau pergi lalu bagaimana dengan hidupku? Siapa yang akan menjagaku agar tetap berdiri kokoh? Haruskah aku terus sakit agar kau selalu berada di sampingku, menjagaku?”

 

“Kim Hee Jin, jaga bicaramu.”

 

“Kau berjanji untuk terus menjagaku, kau telah membuat janji untuk bertahan denganku. Tapi apa? Kau malah mencoba mengingkarinya dengan meninggalkanku. Apa kau tahu, aku melakukan semua ini bukan karena Kris. Aku melakukannya karenamu Park Chan Yeol! Aku kehilanganmu, aku tak bisa hidup tanpamu. Aku tak sanggup lagi hidup jika tak ada kau di sampingku. Jika dengan sembuh kau akan meninggalkanku, maka aku akan berdoa pada Tuhan agar tak pernah menyembuhkanku.”

 

“Setidaknya kau harus bertanggung jawab Park Chan Yeol. Kau harus bertanggung jawab atas hatiku, kau harus bertanggung jawab atas hidupku. Kau harus bertanggung jawab karena kau telah membuatku… mencintaimu. Heeu..heu..heu..hiks..hiks…” aku tak lagi bisa menahan tangisku. Aku biarkan diriku terisak sekeras-kerasnya. Biarlah ia menganggapku cengeng, toh pada kenyataannya aku memang cengeng.

 

 

GREP….

 

 

Chan Yeol merengkuhku dalam pelukannya. Pelukan yang selama ini ku rindukan, pelukan yang mampu meluluhkan kerasnya hatiku. Aku mendapatkannya lagi. Aroma maskulin khas Chanyeol kini kembali merasuk dalam indera penciumanku.

 

“Maafkan aku Hee Jin. Maaf. Maaf. Aku tak pernah berpikir seperti itu. Maaf aku tak pernah mengerti dirimu. Maaf. Maaf. Maaf.” hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya. Tubuhnya bergetar, menangis tak kalah hebatnya denganku.

 

Dan pada akhirnya, kami saling mengerti apa mau kami. Pada akhirnya kami tahu perasaan masing-masing. Tuhan telah mengaturnya sedemikian rupa. Membuatnya rumit di awal namun memberi sentuhan rasa manis pada akhirnya.

ΩΩΩ

 

 

 

 

“Jin-ah….” panggil lelaki yang kini memiliki surai berwarna hitam itu. Aku tak merespon panggilannya, masih sibuk berkutat dengan smartphone di tanganku.

 

“Jin-ah… Kim Hee Jin…” pangggilnya untuk yang kesekian kali. Namun belum ada respon dariku. Hingga akhirnya membuatnya melongokkan kepala dari balik dapur.

 

“Kim Hee Jin? Kau bilang akan melupakan lelaki itu.” protesnya yang kini mencoba mencuri pandang ke arah smartphoneku.

 

“Euung… memang.”

 

“Kau masih jadi stalker?”

 

Aku mengangguk mengiyakan pertanyaannya barusan. Ia menaikkan sebelah alisnya, sedangkan bibirnya telah ia poutkan seperti bayi yang ingin meminta susu.

 

“Oh, ayolah Hee Jin. Astaga, apa kau mau menguji kesabaranku lagi? Kau bilang sudah melupakan bule tiang dari Kanada itu, tapi apa? Kau masih….” omelannya terhenti ketika aku membalik screen ponselku ke arahnya.

 

Ia tersenyum malu ketika melihatnya. Sesekali menggaruk tengkuknya yang aku tahu tak ada rasa gatal di sana. “Masih mau mengomel di pagi hariku yang cerah ini?” tukasku yang membuatnya semakin salah tingkah.

 

“Hehehe… maaf ku pikir kau sedang stalking tentang si Kris itu. Ternyata…….” ia menggantung kalimatnya.

 

Stalking tentang medsocmu. Kau senang??” tanyaku yang disambut anggukan darinya.

 

“Sepertinya kau harus ku hukum.” ujarku yang membuatnya mendelik.

 

“Cium aku!!” ujarku lagi sembari menyodorkan pipiku.

 

“Baiklah kalau begitu. Aku akan melakukan banyak kesalahan mulai sekarang!!” ucapnya seperti anak kecil yang langsung menempelkan bibirnya di pipiku.

 

 

Dan Tuhan telah merencanakan sebuah jalan untukku. Jalan yang hanya bisa di tempuh dengan melewati jalan-jalan sulit sebelum itu. Sebuah jalan untuk mampu mencapai hatinya. Sebuah jalan agar aku tahu bagaimana cara mencintainya. And this is……..

 

MY WAY TO LOVE HIM.

 

 

_FIN_

 

 

Fiuuhhh…

*lapingus

Akhirnya selesai juga second part dari trilogi A WAY. Kirain gak bakalan bisa selesai soalnya gejala malas selalu jadi penghadang. Ya, bersyukur deh soalnya bisa nyelesein bagian ini. Semoga dapat respon yang bagus deh. Hehehehe…

 

Find me on

Twt        : @dini_febri00

 

See you next time..!!! 안녕…!!


ALWAYS WAITING YOU

$
0
0

ALWAYS WAITING YOU

Tittle : Always Waiting You

Author : Song Ji Hyun

Genre : Yaoi, Angst, Romance, etc…

Rate : T

Lenght : Oneshoot

Main Cast : Byun Baekhyun

                     Park Chanyeol.

 

 

Pagi itu, seorang namja SMA  terlihat mengawali harinya yang suram dengan tidak bersemangat. Bangun pagi seperti biasanya,dan ia sudah tak menemukan orang tuanya. Pasalnya kedua orang tuanya sudah berangkat bekerja sebelum ia bangun.

Setelah selesai bersiap – siap, ia lalu keluar dari kamarnya yang berada di lantai dua rumahnya yang megah.

“Selamat pagi, Tuan Byun Baekhyun.”. Sapa salah satu pelayan namjanya. “Mobilnya sudah siap tuan.”. Tambahnya. Namja itu hanya tersenyum simpul lalu melangkah keluar dan masuk ke dalam mobil mewahnya yang akan segera melaju ke salah satu SMA ternama di Korea Selatan.

 

 

 

TEEETTT

Bel tanda jam pertama pun dimulai. Beberapa siswa yang sebelumnya berkeliaran di luar pun kini sudah duduk dengan tenang di dalam kelasnya. Begitu pula Baekhyun, yang duduk di kursi paling belakang dekat jendela. Ia memang duduk sendiri di tempat paling jauh dari pantauan guru, jadi ia bisa tidur kapan pun ia mau kalau ia bosan. Sebenarnya ia merupakan siswa pintar bahkan bisa dibilang jenius di kelasnya. Namun, karena kejeniusanya itulah justru ia tak punya teman. Bahkan ia juga tidak peduli apakah ia punya teman atau tidak.

“Selamat pagi anak – anak.”. Sapa Jung seongsangnim. “Hari ini, kelas ini kedatangan murid baru. Nah, sekarang silahkan perkenalkan namamu.”.

Seorang namja tinggi nampak berdiri di samping Jung seongsangnim tampak tersenyum sebelum akhirnya bicara.

“Namaku Park Chanyeol. Aku pindahan dari Incheon. Senang bertemu dengan kalian. Terima kasih.”. Ucap namja itu.

“Nah, Chanyeol kau bisa duduk di sana. Di samping tempat duduk Byun Baekhyun.”. Jelas Jung seongsangnim sambil menunjuk kursi di samping Baekhyun.

“Terima kasih, saem.”.

Namja itu lalu duduk di samping Baekyun. Melihat Baekhyun yang hanya diam saja seperti mayat hidup itu membuatnya semakin penasaran ingin berkenalan dengan Baekhyun.

“Hai. Namaku Chanyeol, kau Baekhyun kan ?.”. Tanya Chanyeol sambil tersenyum ramah. Baekhyun hanya mengangguk lalu mengedarkan pandanganya keluar jendela.

Aku ingin memilikimu untuk pertama dan terakhir perjalanan cintaku

 

 

 

BAEKHYUN

 

Aku tak tahu apa arti dari semua ini. Kenapa kau harus hadir dalam hidupku, Park Chanyeol ?.

Setiap hari selalu bercerita kepaku padahal aku tak menanggapimu sekalipun, menyeretku ke kantin setiap istirahat, mengajakku bicara walau aku tak pernah menjawabmu membuatku semakin tak tahu arti dari semua hal yang aku rasakan. Aku tahu ini semua salah. Kita berdua sama – sama namja. Aku tahu itu dengan jelas. Tapi hatiku mengarahkanku ke arah yang tak ingin kutuju. Setiap kau tersenyum lebar membuat hatiku mencair.  Tubuh yang tinggi menjulang, wajah yang tampan nan rupawan, senyum yang menawan, dan perangai yang menyenangkan membuatku tak bisa menampik semua rasa ini. Maafkan aku, aku harus menjauhimu agar aku tak terjerumus terlalu jauh lagi.

Jangan dekati aku yang akan selalu menyakitimu. Kau yang tak akan bisa kumiliki lebih baik bahagia bersama orang lain daripada harus bersamaku yang akan selalu menyakitimu

 

***

 

 

 

CHANYEOL

 

Sebenarnya apa yang salah denganku ?. Sejak pertama kali aku mengenalnya ia hampir tak pernah bicara. Jujur, aku hanya pernah mendengarnya bicara “iya” sekali. Itu pun saat ia bersama sopir pribadinya. Di luar itu, ia hanya mengangguk atau diam saja jika diajak bicara oleh orang lain.

Tapi, akhir – akhir ini ia seperti benar – benar mengacuhkanku. Biasanya ia masih mau menatapku kalau aku bicara. Kini kenapa ia tak pernah menatapku jika aku bicara. Apa salahku Tuhan dengannya ?.

Apa mungkin ia sudah tahu kalau selama ini aku menyukainya ? Atau ia sekarang sudah jijik padaku sehingga ia menjauhiku ?. Iya, aku tahu semua rasa ini tidak benar. Tapi setiap aku melihat mata sipitnya, bibir tipisnya dan hidung bangirnya membuatku justru semakin menyukaimu, Baekhyun. Walau aku tidak pernah melihatnya tersenyum, tapi aku berjanji akan mengungkapkan perasaanku jika melihatnya tersenyum padaku untuk pertama kalinya.

Izinkan aku melihat senyummu untuk pertama kalinya. Agar aku tahu isi hatimu

***

 

 

 

Pagi ini Chanyeol datang lebih awal dari biasanya, namun ia tak menemukan Baekhyun yang biasanya sudah datang lebih awal darinya duduk melamun di tempat duduknya. Ia berniat keluar dari kelasnya sampai –

BRUGH

Chanyeol menabrak Baekhyun. Ia berniat untuk membantu Baekhyun kembali berdiri, namun Baekhyun segera menampik tanganya.

“Terima kasih, Chanyeol. Tapi itu tidak perlu.”. Ucap Baekhyun sambil menunjukkan senyum simpulnya lalu berlalu.

“Apa ?! Ia bicara padaku ?. Benarkah ?. Ia juga tersenyum padaku ?. Apa ini semua mimpi ?.”. Batin Chanyeol.

 

 

BAEKHYUN

 

Ada apa dengannya hari ini ?. Kenapa hari ini ia terlihat begitu gugup ? Ada apa dengan Chanyeol ?. Aku harap kau baik – baik saja.

***

 

 

Baekhyun akan melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah untuk pulang. Namun tangan seseorang menyeretnya menuju taman belakang sekolah. Mereka berdua lalu duduk di bangku yang ada pinggir danau buatan di taman.

“Aku mau bicara denganmu.”. Chanyeol membuka pembicaraan. Baekhyun hanya diam dan menunduk.

“Aku menyukaimu sejak awal kita bertemu. Aku tahu semua ini salah, kita sesama namja. Tapi aku benar – benar menyukaimu, Baekhyun. Aku mencintaimu.”.

“Aku juga mencintaimu, Chanyeol.”. Lirih Baekhyun.

“Mwo ?!.”. Chanyeol terkejut. Jujur, ia benar – benar terkejut. “Jadi, kau juga menyukaiku ?.”. Tanya Chanyeol memastikan. Baekhyun hanya mengangguk sambil menunduk. Chanyeol menangkup wajah Baekhyun.

“Terima kasih, Baekhyun.”. Chanyeol segera menghilangkan jarak antar keduanya menyatukan bibir satu sama lain. Hati mereka sama – sama bergetar, menandakan sebuah rasa aneh yang beradu dengan detak jantung yang makin berdegup kencang dan deru nafas yang hangat.

Aku takkan pernah menyia – nyiakanmu, sayang.

 

 

 

BAEKHYUN

Hari ini aku akan bertemu dengan Chanyeol di taman belakang sekolah. Namun, sudah 30 menit aku menunggu ia tak kunjung datang.

To : Chanyeol

Kau dimana ?.Aku sudah lelah menunggumu. Aku harap kau tidak lupa dengan janji kita. Cepatlah !. Aku mencintaimu.

 

From : Chanyeol

Tunggu sebentar, ne ?. Akan ada di sana sepuluh menit lagi. Kau bisa menungguku sambil berenang bersama bebek – bebek yang ada di danau jika bosan. Oh ya, aku lupa bukannya kau tidak bisa berenang ?. Jika aku tidak datang dalam waktu sepuluh menit, bacalah pesan ini lagi, maka aku akan datang sepuluh menit setelah kau membaca pesan ini. Tunggu aku ya ?. Aku mencintaimu.

Huh, dasar. Kenapa ia bisa tahu aku tidak bisa berenang bahkan kami baru berpacaran satu minggu ?. Dasar Park Chanyeol bodoh.

***

 

 

 

Setelah satu jam menunggu, akhirnya Baekhyun pulang ke rumah. Baekhyun berpikir mungkin Chanyeol ada keperluan mendadak jadi tidak bisa betemu dengannya. Sampai di rumah, Baekhyun segera menyalakan televisi. Dan –

“Seorang siswa SMA mengalami kecelakaan hingga harus meregang nyawa. Diketahui menurut beberapa saksi bahwa siswa SMA tersebut baru saja keluar dari sebuah toko bunga dan menyebrang jalan hingga tertabrak oleh sebuah truk pengangkut yang melaju cepat. Diketahui dari kartu identitasnya siswa tersebut bernama Park Chanyeol. Kemungkinan besar siswa itu akan melamar kekasihnya karena di tangan korban terdapat sebucket bunga dan sebuah cincin perak yang di dalamnya terukir PCY & BBH.”.

Seluruh badan Baekhyun melemas seiring dengan tetesan air matanya yang mulai deras. Hingga lama – kelamaan ia merasakan semuanya terasa gelap.

Jangan pernah katakan selamat tinggal karena aku akan menahanmu pergi

 

 

SATU TAHUN KEMUDIAN

Baekhyun duduk di bangku taman belakang sekolahnya yang sudah sepi. Hanya beberapa anak bebek yang sudah keluar dari danau lalu beranjak pergi.

To : Chanyeol

Kau dimana ?. Aku kesepian di sini. Kapan kau akan datang ?. Aku merindukanmu. Aku sudah membaca pesanmu ribuan kali namun kau tak kunjung datang. Haruskah aku menyusulmu ?. Aku mencintaimu, Park Chanyeol.

Pesan tidak terkirim

Ya, baekhyun tahu. Ia sangat tahu, kalau kini Chanyeol sudah tak ada ia sudah tak ada di sisinya. Namun, satu hal yang membuatnya bertahan, pesan terakhir Chanyeol menyuruhnya agar menunggunya kembali. Itu prinsip Baeekhyun satu tahun ini, menunggu Chanyeol hingga kembali. Tapi, hari ini ia merasa sudah benar – benar lelah untuk menunggu Chanyeol.

Ia semakin mengeratkan genggamanya pada cincin perak yang ada di tangannya. Ia lalu melangkah perlahan – lahan menuju danau. Hingga akhirnya seluruh badannya terendam air dan nafas terakhirnya berhembus.

Aku menyusulmu, Park Chanyeol. Aku mencintaimu.

 

 

“Seorang siswa berinisial BBH, meregang nyawanya di sebuah danau belakang sebuah SMA ternama di Korea Selatan. Tidak ada satupun saksi dalam kejadian tersebut. Menurut pemeriksaan, korban meneggelamkan diri di lokasi kejadian. Mayat korban baru ditemukan setelah satu minggu kejadian tersebut. Menurut perkiraan, korban adalah kekasih Park Chanyeol, seorang siswa SMA yang meninggal karena kecelakaan satu tahun lalu. Korban diketahui mengalami depresi dan akhirnya menenggelamkan diri.”

 

 

Mungkin ini semua adalah hukuman dari Tuhan karena kita berdua saling mencintai. Atau semua ini adalah hukuman karena dulu aku selalu menyia – nyiakanmu. Maafkan aku. Hanya ini yang bisa membuatku membayar semua pengorbananmu, aku harus menyusulmu. Aku mencintaimu, Park Chanyeol. – Byun Baekhyun

 

END

 

 

 


Hello Ma Baby – Chapter 3

$
0
0

Author    :-Syuga_1004

Title        : Hello Ma Baby

Genre    :Romance,Hurt,Brother Complex

Lenght  : Chapter

Ratting: PG 17

Cast       : -Oh Sehun

-Ahn Jihyun

-Xi Luhan

Balik lagi dengan ff gaje ini heheheXD, sebelumnya nama author saya ganti,bukan demonichild lagi tapi syuga_1004. Dan nama author akan tetap jadi syuga_1004/abaikan/


Preview:

“ya!! Lepaskan tanganmu xi luhan”

“Tidak,biarkan ini untuk beberapa menit,hanya sebentar saja kumohon,aku benar-benar merindukanmu jihyun”

DEG

Tidak,ini bukan suara luhan,bukan. Ia sangat mengenali suara luhan,lantas kalau bukan luhan,lalu siapa sekarang seseorang yang tengah memeluknya?

“K—au siap-a?”

“Seseorang yang sangat merindukanmu”

Tubuh jihyun gemetar,ia takut,takut orang asing yang tengah memeluknya kini akan berbuat macam-macam padanya. Perlahan ia melepaskan lengan kekar yang melingkari pinggangnya. Tapi nyatanya,pria itu menahanya dan makin mempererat pelukanya.

“K—au si-apa?”tanya jihyun dengan terbata-bata

Ia sendiri bingung,bagaimana bisa orang asing masuk kedalam rumahnya,tidak. Luhan selalu mengunci pintu,ia tidak akan pernah lupa itu.

“Oh sehun,panggil aku sehun”

“Mulai hari ini kau adalah milikku,aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi seperti dulu jihyun..”

Sementara ditempat lain terlihat luhan sedang berada dihalte bus membawa jinjingan yang berada ditangannya. Pagi-pagi sekali ia pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Persetan dengan kepikunanya itu,ia lupa jika bahan makanan sudah habis tadi malam.

Dengan tidak sabaran luhan menghentakkan kakinya kesal,mengapa bus belum juga datang? Bukan,bukan karna cepat-cepat ia ingin sampai rumah lalu beristirahat. Melainkan,ada perasaan yang mengganjal di hatinya perasaan cemas dan khawatir.

Bagaimana dengan jihyun?apa ia baik-baik saja? Sekelebat pertanyaan itu terus berputar diotaknya. Ia mencemaskan jihyun,padahal hal ini sering terjadi,membeli bahan makanan ,meninggalkan jihyun dirumah itu sering terjadi. Tapi,mengapa perasaannya tidak enak?apakah sesuatu terjadi pada jihyun nya?

Sesampainya dirumah luhan tergesa-gesa mencari jihyun. Diletakkanya jinjingan yang ia bawa kesembarang tempat. Ia mencari jihyun kekamarnya tapi nihil,jihyun tidak ada

“Jihyunnn”teriak luhan frustasi

Tidak,tidak mungkin jihyun pergi meninggalkanya. Tak berapa lama kemuadian ponsel luhan bergetar dari saku celananya,menandakan ada seseorang yang menghubunginya. Diambilnya ponsel dari saku celananya sedikit tergesa-gesa. Terlihat deretan nomor yang tak ia kenal tengah menghubunginya. Dengan sangat malas ia mengangkat panggilan itu

“Annyeong xi luhan”

DEG

Luhan tercekat,suara seorang pria diluar sana,ia sangat mengenalnya. Apa mungkin dia????

“Jihyun sudah bersamaku,aku telah mengambil yang seharusnya menjadi milikku ,ani, dia memang milikku. seharusnya kau tidak boleh memasukkan dia dari aksi balas dendamu.Jangan pernah mencarinya atau berusaha mengambil jihyun dariku,kau tidak mau sesosok iblis yang telah  lama tidur bangun kan?jadi kau harus ingat kata-kataku ini atau aku akan membuatmu hancur xi luhan”

“salam oh sehun”

Sambungan panggilan terputus secara sepihak. Tidak,ini tidak boleh terjadi,gadis itu sudah ada pada sehun. Tidak,ia harus kembali merebutnya, jihyun hanya miliknya. Tidak peduli dengan ancaman sehun tadi,ia tidak peduli.

***

Matahari sudah bergelut diatas sana,menandakan hari telah berganti pagi. Cahaya matahari itu perlahan memasuki sebuah kamar yang cukup besar melalui celah yang berada dijendela itu. Kemudian,pintu dari kamar terbuka,menandakan ada seseorang yang memasuki kamar itu. Pria bertubuh tegap dengan pakaian rumahanya perlahan menghampiri gadis itu yang tengah tertidur diatas kasur berukuran king size itu. Kemudian,ia menundudukan dirinya dipinggiran kasur itu. Tanganya terurai mengusap lembut pipi gadis itu. Merasa terusik gadis itu mengerang pelan dan perlahan membuka matanya

“jihyun,kau sudah bangun?”

Gadis itu tersentak,bagaimana mungkin ia tidur ditempat asing seperti ini? Tidak! Apa yang terjadi dengan dirinya. Ia kembali mencoba mengingat apa yang sebelumnya telah terjadi. Dari mulai ia bangun pagi sekali,mengambil air minum,lengan kekar pria asing yang melingkari pinggang nya hingga ia….

“OMONA!!! Nugu seo???!”pekik jihyun

Pria itu yang tak lain adalah oh sehun hanya bisa mengusap telinganya karena pekikan gadis itu yang sangat keras

“Kau tidak berbuat macam-macam padaku kan?”

“Tidak,tapi akan aku lakukan nanti”

“Yya!! Apa maksudmu BYUNTAE!!!!”

“Sekarang cepat mandi dan turun kebawah untuk sarapan”

“Tidak!! Aku butuh penjelasan darimu dulu BYUNTAE!!!”

“Aishh bisakah kau tidak berteriak?!”ucap sehun menaikan nada bicaranya

Sehun menghela nafas panjang,ia sadar berbicara dengan nada tinggi pada jihyun akan membuatnya merasa takut pada sehun.

“Kau harus mandi dulu,nanti akan kujelaskan”

“Tapi……..”

“Tidak ada tapi-tapi,cepat mandi atau aku yang akan melakukannya”

“Ba-ik aku akan mandi”ujar jihyun bergegas menuju kamar mandi

“Aku tidak akan mengulangi kesalahan untuk kedua kalianya. Akan kupastikan kau bahagia bersamaku,jihyun”

 

 

 

Jengjeng!!!! Maafkan pemikiran author gaje ini,ff ini emang boring yee hahaha tapi ini pure hasil saya…

See chapter selanjutnya yaaaa maaf kalo chapter ini Cuma sedikit^^

 

 

 

 


NEVER LEAVE YOU AGAIN

$
0
0

 

Tittle : NEVER LEAVE YOU AGAIN

Author : Song Ji Hyun

Genre : Yaoi, Sad, Angst, Romance, etc…

Rate : T

Lenght : Chaptered ( Multichapter)

Main Cast : Park Chanyeol, Byun Baekhyun

Other Characters :

  • Kim Jong In as Kai
  • Oh Sehun as Sehun
  • Kim Joon Myeon as Suho
  • Kim Min Seok as Xiumin
  • Choi Min Soo

Summary : Tuhan telah merencanakan hidup mereka agar mereka tahu kesalahan masing – masing dan saling memaafkan.

 

 

CHAPTER 1

 

20 Februari 2014

Matanya masih tertuju pada kap mobil yang basah terkena air hujan itu. Ia mengemudikan mobilnya dengan hati – hati. Mobil sportnya melaju di hiruk pikuk tengah malam Seoul. Di waktu seperti ini, ia akan menemui clientnya.

Byun Baekhyun. Seorang pembunuh bayaran sekaligus hacker paling berkuasa di negri itu. Namun, hari ini ia mendapat sebuah kejutan. Kejutan yang datang dari sebuah foto yang sudah coba ia jauhkan dari ingatannya, yang ia temukan di lacinya.Ya. Orang yang dulu ia cintai ada di foto itu bersamanya. Park Chanyeol. Orang yang dulu pernah dipujanya.

“Aku akan kembali padamu. Jaga dirimu baik- baik.”

“Kau bohong, Park Chanyeol.”.

TES

“Dan jangan menangis, sayang. Aku takkan lama. Aku akan kembali padamu.”

“Maaf, Chanyeol. Aku tak bisa.”.

Sempat terbesit di pikiranya untuk mencari Chanyeol. Namun apa daya,  sekitar empat tahun lalu ia mendengar bahwa kapal mewah yang ditumpangi Chanyeol karam di laut. Ya, kejadian itu terjadi pada tanggal 19 Februari 2009, dua hari sebelum mereka merayakan 1 tahun mereka resmi berpacaran. Kejadian itu adalah awal perpisahan mereka dan awal kegelapan bagi Baekhyun. Jika saja Chanyeol masih hidup ia juga tak akan bisa mencarinya, karena peraturan di jaringan mafianya melarangnya untuk mempunyai teman kecuali teman itu ada dalam jaringan pembunuh itu.

Ia lalu melihat kalender di hpnya, kini tanggal 20 Februari 2014. Dan esok adalah peringatan 5 tahun mereka berpacaran, seharusnya.

BRUUUGGG ! CITTT!

Terdengar sebuah suara benturan dari mobilnya yang menabrak sesuatu.

Lamunanya terpecah. Ia segera keluar untuk memastikan apa yang terjadi. Ternyata seorang namja sebayanya tertabrak olehnya saat megendarai motor.

“Anda baik – baik saja ?.”. Tanyanya pada laki – laki yang memakai topi itu. Ia mencoba membantunya berdiri.

“Saya baik – baik saja. Maaf, saya buru – buru.”. Cegah pemuda itu lalu pergi.

DEG !

Baekhyun tersentak. Bukankah suara itu…?.

Baekhyun tertegun. Ia lalu mencatat nomor plat motor itu di hpnya. Jika sewaktu – waktu mereka bisa bertemu lagi. Dia ingin meminta maaf dan mengganti kerugian pemuda yang baru saja hilang dari pandangannya tadi.

‘Seperti pernah melihatnya. Entahlah.’. Gumam Baekhyun dalam hati. Ia lalu segera melanjutkan perjalanannya. Sampai di tujuan, ia segera memakirkan mobilnya dan masuk ke dalam gedung berlantai tiga itu.

“Darimana saja kau ?.”. Introgasi seorang pemuda berpostur tubuh tinggi sambil menepuk pundaknya. Mereka lalu segera masuk lift yang sudah terbuka itu.

“Entahlah, nanti saja. Ceritanya panjang.”.Jawab Baekhyun sambil mengamati jam tanganya.

Oh Sehun. Pemuda yang menyapanya tadi merupakan teman dekatnya yang juga bekerja di jaringan mafia itu. Selain Oh Sehun, ada juga satu lagi temanya, Suho yang juga bekerja di jaringan mafia itu.

Sampai di salah satu ruangan, mereka berdua sudah ditunggu oleh Suho dan seorang clientnya.

“Apa yang bisa saya lakukan ?.”. Tanya Baekhyun pada namja setengah baya yang masih gagah itu.

“Mudah saja, kau hanya perlu menangkap orang ini, membunuhnya dan menyerahkannya padaku. Aku memberimu waktu 2 minggu”. Jawab laki – laki itu sambil menyodorkan sebuah foto. “Namanya Kim Jong In, tapi banyak yang memanggilnya Kai. Dia adalah salah satu anggota jaringan Seoul selatan. Dia selalu memata – matai perusahaan senjata kami. Aku hanya ingin memberi pelajaran padanya.”. Lanjutnya.

“Baiklah… asal.. .”. Ucap Baekhyun sambil menatap foto itu.

“Tentu saja. Ini. Sisanya jika kau sudah melakukanya.”. Potong namja itu sambil menaruh amplop yang berisi segepok uang di meja. Tak lama kemudian, seorang bodyguard masuk ke dalam ruangan itu.

“Maaf, tuan. Tapi anda harus pergi sekarang. Pesawatnya akan segera terbang.”. Lapor bodyguard itu.

“Baiklah. Aku akan pergi.”. Pamit namja itu lalu meninggalkan ruangan itu.

Setelah namja dan bodyguard itu pergi, mereka juga bergegas untuk keluar dari ruangan itu.

“Sebenarnya apa yang terjadi padamu tadi ?.”. Tanya Sehun pada Baekhyun sambil berjalan menuju parkiran bersama Baekhyun dan Suho.

“Aku tadi menabrak seorang namja misterius. Sepertinya aku mengenalnya. Tapi…. entahlah.”.Baekhyun menjelaskanya pada Sehun dan Suho dengan sedikit bimbang.

Ketika aku kehilanganmu,di situlah awal kegelapan bagiku. Layaknya orang yang tak punya harapan aku hanya menunggumu dan mengucapkan namamu di setiap doaku agar kau kembali, memberiku kesempatan sekali lagi.

 

 

 

Di rumah yang penuh dengan kemegahan itu, ia tinggal. Uang hasil kerja kerasnya itu ia gunakan untuk mencukupi kebutuhanya. Walau harus menjadi pembunuh bayaran.

Ia lalu segera mencari informasi ke Xiumin, satu lagi rekannya yang bertugas untuk mencari informasi.

“Aku dengar ia tinggal di sebuah apartemen. Akan kukirimkan alamatnya lewat pesan saja.”. Kata Xiumin dalam telepon.

“Baiklah.”. Jawab Baekhyun.

 

 

 

21 Februari 2014

Keesokan harinya ia segera melaksanakan tugasnya. Ia segera mengemudikan mobil mewahnya ke sebuah area yang cukup terkenal. Beberapa menit kemudian ia berhenti di sebuah apartemen mewah. Ia segera masuk dan mencari alamat yang dicarinya.

Namun, sebelum sampai di tujuan, ia menemukan targetnya yang tengah  berjalan di lorong apartemen itu. Ia mengikuti targetnya yang bukan penjahat biasa itu diam – diam. Ia mengikutinya sekitar dua menit. Sampai…

BRUUUGGG !

Tubuh Baekhyun jatuh ke lantai karena tengkuknya dipukul oleh namja itu. Kai  -namja yang dibunuti Baekhyun-  segera menyeret tubuh mungil itu ke dalam sebuah ruangan dalam salah satu apartemen itu.

“Ini dia. Pembunuh bayaran Choi Min Soo. Orang yang memiliki pabrik senjata itu.”. Kata Kai pada seorang pemuda di ruangan itu.

“Apa kau gila ?!. Bisa saja kawananya menangkapmu. Dasar bodoh!.”. Sergah namja berwajah penuh luka itu.

“Tenang saja. Ia sendiri. Kita akan mengintrogasinya dengan alat pengendali syaraf tenaga listrik yang kubeli di pasar gelap itu.”.

“Baiklah. Kalau begitu tidurkan dia di kamar tamu.”.

“Baiklah.”. Jawabnya singkat lau menyeret tubuh namja mungil itu.

Kai lalu segera pergi untuk membasuh wajahnya ke kamar mandi setelah menaruh tubuh tak berdaya itu di kasur. Tak lama kemudian namja yang ditemui Kai tadi masuk ke kamar itu dan mengamati tubuh yang ada di kasur itu.

“Tidak mungkin. Bagaimana bisa…?!.”. Namja itu seolah tak percaya akan apa yang ia lihat.

“Kenapa ? Apakah kau mengenalnya ?. Apa dia mengenalmu, Chanyeol ?.”. Serang Kai yang berdiri dan menyandarkan badannya di depan pintu sambil melipat kedua tanganya. Chanyeol yang merasa diajak bicara pun menatap Kai dengan ragu – ragu.

“Tidak aku tidak mengenalnya. Aku hanya pernah bertemu dengannya di suatu tempat.’’. Elak Chanyeol lalu beranjak pergi dari tempat itu. Chanyeol merupakan pimpinan dari kelompok mafia dan hacker di Seoul Selatan. Kelompoknya merupakan musuh terbesar dari kelompok Baekhyun.

Setiap hembuskan nafasku aku selalu berharap kita dapat kembali lagi. Mengarungi bersama dunia yang telah memisahkan kita ini bersama lagi. Aku takkan pernah meninggalkanmu lagi, aku berjanji.

Setiap langkahku aku selalu berharap aku dapat bertemu denganmu lagi. Menebus semua dosaku karena tak pernah bisa menemukanmu. Izinkanlah aku kembali memelukmu walau sakit hatimu.

 

 

 

Chanyeol benar – benar tak pernah mengira akan bertemu dengan Baekhyun lagi. Karena, dulu mereka berpisah karena sebuah kecelakaan kapal. Ia masih mengingat bagaimana dulu saat mereka masih bersama. Sungguh menyenangkan. Sampai ia harus masuk ke dalam jarigan ini.

Saat Kai keluar untuk menjalankan misi, ia sengaja masuk ke dalam kamar yang di sana tergeletak tubuh mungil orang yang pernah ada di hatinya itu.  Di dalam kamar, ia melihat fisik dan penampilan Baekhyun yang sudah sangat berbeda saat mereka terakhir bertemu lima tahun lalu. Wajahnya dipenuhi dengan bekas luka. Tangannya sekarang sangat kasar. Ia masih ingat dulu saat mereka berdua masih di SMA, ia ingat saat mengusap rambut Baekhyun, memegang tanganya yang lembut dan bersih, mengusap wajahnya yang cantik saat air matanya terjatuh, dan merasakan sentuhan lembut bibirnya saat mereka berciuman. Ia masih ingat semua itu.

“Kenapa kau harus kembali ke hadapanku lagi ? .”. Tanya Chanyeol. Ia lalu duduk di kursi di samping tempat tidur dan mematung.  Tak lama kemudian, Baekhyun tersadar dari pingsannya dan mencoba untuk duduk.

“Arrrghhh…”. Rintih Baekhyun sambil memegangi tengkuknya.

“Kau tidak apa – apa ?.”. Tanya Chanyeol khawatir.

“Chan… Chanyeol – ie…?.”. Baekhyun begitu terkejut melihat Chanyeol yang ada di sampingnya.

“Iya. Ini aku.”. Ucap Chanyeol sambil menatap kedua mata Baekyun. Ia lalu mendekat lalu memegangi kedua pundak Baekhyun yang mulai bergetar.

“Bagaimana bisa..?.”. Ucap Baekhyun terbata – bata. Ada rasa bahagia yang menyeruak di hatinya. Tubuhnya bergetar, antara haru dan bahagia.

“Tenanglah. Yang terpenting sekarang adalah, kau harus pergi ke tempat ini. Di situ juga ada nomor teleponku. Kau harus bersembunyi di sana sampai aku menemuimu lagi.”. Terang Chanyeol sambil memberikan sebuah alamat dan nomor telepon di kertas. “Kalau tidak, kau bisa dibunuh oleh Kai. Masalah tentang kita berdua bisa kita selesaikan nanti. Aku juga bisa dibunuhnya kalau tahu aku yang melepaskanmu. Cepat pergi !.”. Lanjut Chanyeol.

“B..b.. baiklah.”.Jawabnya yang terdengar terbata – bata.

 

 

 

“Chanyeol – ah… !!! kemana namja itu ?.”. Teriak Kai dari luar. Chanyeol berpura – pura sedang ada di kamar mandi. Jadi ia bisa memberi alasan kalau ditanya Kai kemana perginya Baekhyun.

“Kenapa ?.”. Tanya Chanyeol yang baru keluar dari kamar mandi, pura – pura tak tahu.

“Namja itu hilang !.”.

“Apa ?!. Bagaimana bisa… apa kau tidak mengunci pintunya tadi ?.”.

“Bukankah kau yang ada di rumah ? Bagaimana bisa kau tidak mendengarnya ?.”. Tanya Kai.

“Aku benar – benar tidak tahu dan tidak mendengarnya. Aisssh… sialan !.”. Umpat Chanyeol.

Terima kasih telah kembali padaku, Baekhyun.

 

 

 

Sekitar pukul delapan malam, Chanyeol mengantarkan Kai ke bandara. Ia ditugaskan untuk membeli senjata di Perancis dalam waktu satu bulan. Yang jelas itu hanya rencana Chanyeol yang pura – pura mendesak agar Kai saja yang berangkat,  dan juga kesempatanya agar ia bisa bertemu Baekhyun.

“Jaga dirimu baik – baik. Telepon aku jika kau sudah datang atau akan kembali ke Korea lagi.”. Pesan Chanyeol pada Kai sambil menepuk pundaknya.

“Kau juga Yeol. Tentu saja aku akan selau mengabarimu.”. Ucap Kai lalu beranjak pergi. Chanyeol hanya membalasnya dengan senyuman dan ikut pergi juga. Chanyeol lalu segera pergi menuju tempat dimana Baekhyun berada.

 

 

 

 

BAEKHYUN POV

TOK TOK TOK

DEG… DEG

DEG… DEG

‘Siapa di luar sana ?.’. Pikirku. Aku takut jika itu adalah Choi Min Soo, atau… ah entahlah. Perlahan kubuka tirai jendela. Pria tinggi besar tengah berdiri di depan pintu. Sepertinya itu Chanyeol. Kubuka pintu perlahan. Ya, dia  adalah Chanyeol. Aku lalu menyuruhnya untuk segera masuk karena udara di luar sangat dingin. Kami lalu duduk berhadapan di rumah sederhana itu. Rasanya canggung, aneh, ah.. tak pernah kubayangkan kalau kami akan secanggung ini.

“Chanyeol – ie…” “Baekhyun – ie…”. Ucap kami bersamaan.

‘Ah.., kenapa harus bersamaan juga ?.’ Kini kami lebih canggung. Suasana hening seketika.

‘Ayo Baekhyun katakan sesuatu !.’

“Ba… bagaimana kabarmu ?.”. Tanyaku kaku.

“Yah beginilah. Hidup di dunia mafia sepertimu.”

‘Sialan !. Dia menjawabnya dengan lancar. Apa lagi yang harus kukatakan ?. Ayo, Chanyeol.. katakanlah sesuatu !.’

“Baekhyun.. maafkan aku.”. Dia lalu berdiri dan berlutut di depanku.

‘Apa yang harus aku katakan ?.’

“Aku sepertinya memang tak pantas untuk kau maafkan Baekki…”

‘Dia masih memanggilku Baek ? Mengapa masih sama ketika kami ada di SMA ?. Hentikan Chanyeol !!!’

TES

Air mataku menetes. Aku memeluknya. Kini kami berdua terisak.

“Aku memang tidak bisa memaafkanmu.. karena kau tak pernah salah padaku.”. Ucapku lirih sambil mengelus tengkuknya.

Kesalahanmu yang meninggalkanku sudah kubuang jauh – jauh. Andai kau tahu aku selalu berharap agar kau mengisi lagi ruang di hatiku yang telah kau sakiti.

“Terima kasih Baek…”. Ucapnya.

Tanganku dingin. Kini kami  seperti benar – benar membeku. Keheningan itu mengingatkanku akan perjalanan cinta kami. Dulu.

FLASHBACK

BAEKHYUN POV

21 Maret 2009

“Saranghae.”. Bisiknya di telingaku.

“Iya Yeolli.. aku tahu itu.”. Jawabku sambil sibuk mencabut mahkota bunga yang indah itu dari akarnya pelan satu persatu. Ia lalu mendekat padaku.

“Ini ambillah.”. Katanya lembut seraya menunjukkan kalung perak dengan bandul cincin. Di dalam cincinnya terukir tulisan ‘Chanbaek’

“Pasangkan di leherku.”. Pintaku sambil tersenyum.

“Tentu saja. Aku juga mempunyainya, Baek.”. Ia menunjukkan kalungnya, lalu memasangkan kalung yang ia berikan di leherku.

 

 

 

20 Februari 2009,

Aku tengah mengerjakan pr yang sangat sulit ini di kelas.

“Sedang apa ?.”. Tanyanya sambil meletakkan tas di laci.

“Mengerjakan pr matematika.”. Jawabku singkat. Ia malah menggangguku dengan duduk di kursi tempatku duduk, selain itu ia juga menghimpitku ke tembok.

“Ya… Park Chanyeol ! Hentikan !!!.”. Bentakku sambil memukul – mukul lengannya.

“Aaa.. sakit Baek.. !.”. Katanya sambil duduk di kursinya sendiri.

“Mian.. Yeol – ah. Gwechanayeo ?.”.

“Arrgh..”. Rintihnya.

“Mana yang sakit ?.’’. Tanyaku khawatir.

“Di sini.”. Jawabnya sambil menyentuhkan tanganku ke dadanya yang bidang itu.

“Aishhh…”. Ucapku sambil mendorong badannya.

Aku pun kembali mengerjakan pr yang membuatku pusing itu. Kini masih pukul 6. Di kelas kami baru kami berdua yang sudah datang. Aku masih sibuk dengan prku. Tapi dia malah melihatku dengan mata indahnya itu. Ia meletakkan kepalanya di meja dan menghadap ke wajahku.

‘Apa yang kau lakukan Park Chanyeol ?!’. Pekikku dalam hati.

“Melihatmu sampai puas.”.

‘Apa dia bisa mendengar batinku ?’

“Tentu saja.”.

“Apa ?.”. Tanyaku sambil melihatnya lekat – lekat.

“Iya aku bisa mendengar suara hatimu.”. Jawabnya tenang.

‘Matilah kau Baekhyun !…’. Batinku.

“Kau tidak akan mati.”. Ucapnya.

“Aigoo.. ”. Ucapku. Aku sudah mulai kesal. “Daebakk !.”. Ucapku sambil tersenyum.

“Apa yang daebak ?.”.

“Orang yang ada di depanku.”. Jawabku lalu meneruskan pekerjaanku. Ia lalu tersenyum sambil terus melihatku.

“Sudahlah. Hari ini pasti tidak akan ada pelajaran. Guru kita mungkin sibuk mempersiapkan pentas seni besok.”.

“Baiklah, aku menyerah.”. Kataku sambil memasukkan bukuku ke dalam laci. “Apakah kau mau menampilkan sesuatu besok ?.”. Tanyaku.

“Lihat saja.. kau akan terkejut.”.

“Baiklah.”.

Hanya kau, satu – satunya orang yang bisa mendengar suara hatiku. Isak piluku. Tangis haruku. Dan tawa bahagiaku karena bersamaku. Dan hanya satu aku yang ingin kau dengar, bahwa aku – mencintaimu.

 

 

 

21 Februari 2009

BAEKHYUN POV

Chanyeol menjemputku pagi – pagi sekali dengan sepeda kayuhnya. Ia mengendarainya dengan hati – hati. Mentari seakan tersenyum menyambut pagi yang indah ini. Perasaan aneh ini muncul lagi saat aku bersama Chanyeol. Perasaan yang berbeda. Rasa nyaman dan bahagia yang tidak bisa kugambarkan lagi.

Rasa ini, rasa nyaman yang kau berikan ini membuatku selalu bersyukur pada Tuhan setiap waktu, karena kau ada di sini mengisi  hari – hariku dengan sebuah kenyamanan.

 

 

 

CHANYEOL POV

“Aku akan tampil. Duduklah di depan.”. Suruhku sambil menarik tangannya. Aku segera naik ke panggung dan menyanyikan lagu kesukaanya. Aku dapat melihat senyum manis itu kembali terukir.  Sampai di akhir lagu, jantungku semakin berdegup kencang.

‘Tuhan mudahkanlah segalanya’.

Sesuai dengan rencana, aku menyatakan perasaanku kepadanya setelah bernyanyi.

“Senyumnya seindah mentari yang menyapaku pagi ini. Suaranya selembut air hujan yang membawa kebahagiaan. Matanya sejernih air yang tampak tanpa dosa. Ada sebuah perasaan aneh yang kurasakan setiap hari bila bersamanya, yang orang lain menyebutnya dengan ‘cinta’. Andai ia tahu apa yang aku rasakan. Aku  selalu berharap dapat memilikinya. Menjadikanya seorang yang lebih berharga dalam hidupku.

Byun Baekhyun, orang yang kucintai selama ini. Maukah kau menerimaku sebagai pendampingmu dalam menyusuri gelapnya dunia ini ?. Naiklah ke atas panggung jika kau menerimaku dan jika kau menolaknya pergilah dari tempat dudukmu sekarang.”.

GLEK !

Aku menelan salivaku perlahan. Dia membulatkan matanya setelah mendengar perkataanku. Aku dapat melihat keringat dingin keluar dari pori – pori kulitnya. Ia masih berada di tempatnya duduk. Para guru dan siswa lainya sibuk meneriakkan namaku dan namanya.

‘Ah.. Tuhan. Bagaimana ini ?.’

“Terima ! terima !.”. Teriakan itu justru membuatku makin gugup.

 

BAEKHYUN POV

‘Apa yang harus ku katakan ?.’‘Bagaimana ini ?.’

Batinku berdebat tentang apa yang harus kupilih. Akhirnya aku memberanikan diri untuk berdiri. Aku hanya mengikuti kemana langkah kakiku. Dan kakiku seperti memaksaku untuk naik ke atas panggung. Sampai di atas pangung, gemuruh tepuk tangan dan teriakan dapat terdengar olehku secara jelas. Ia lalu memberikan ku microphone. Aku mengerutkan alisku seakan bertanya tentang apa yang harus aku lakukan.

“Jawab saja pertanyaanku tadi.”. Bisiknya di telingaku dengan suara baritone khasnya.

“Aku menerimamu.”. Jawabku sambil tersenyum. Keringatku mengalir di sekujur tubuhku. Tapi aku bahagia. Ia lalu memberikan satu bucket bunga yang indah padaku dan mengatakan ‘Saranghae’. Aku menerima bunga itu dan menjawabnya dengan,

“Nado saranghae.”.

Sontak ia langsung memelukku dan menitikan air matanya. Begitu pula dengan aku yang juga menitikan air mata dan memeluknya erat. Banyak dari para siswa yang menangis dan berteriak histeris. Kami lalu menyanyikan lagu kesukaan kami bersama sambil berpegangan tangan. Begitulah… awal cerita cinta kami yang manis itu.

FLASHBACK  END

 

 

 

CHANYEOL POV

Aku melepaskan pelukannya perlahan. Masih ada sisa tangis di pipinya yang kini tak lagi mulus itu. Pertemuan kali ini benar – benar menyayat hati siapa saja yang melihatnya.

“Sudahlah.”.  Kataku sambil menangkup pipinya.

Ia hanya tersenyum simpul dan kembali menunduk. Aku mendongakkan wajahnya dan mencium bibir indahnya. Aku dapat mendengar deru nafas dari hidungnya. Matanya membelalak. Ia terkejut. Jujur. Aku masih mencintaimu, Baek. Aku lalu melepaskan ciuman itu. Kini ia sudah mulai tersenyum. Kami berdua pun akhirnya menceritakan apa yang terjadi saat kami berpisah. Yaitu setelah kami lulus SMA.

“Sebenarnya saat aku akan pergi ke luar negri dengan keluargaku, aku sedikit cemas. Aku selalu ingat janjiku padamu untuk merayakan satu tahun kita berpacaran denganmu setelah berlibur. Aku tidak bisa menikmati perayaan natalku di sana. Aku meminta orangtuaku untuk kembali ke Korea secepatnya.

Bodohnya aku, aku sudah tau kalau hari itu akan ada badai di sekitar jalur kapal yang aku tumpangi. Tapi aku tetap bersi kukuh untuk kembali saat itu juga. Ya, sampai badai itu benar – benar datang. Semua keluargaku meninggal. Aku di selamatkan oleh seorang saudagar kaya menggunakan sebuah sekoci. Ia juga orang Korea. Aku lalu diajak kembali ke Korea. Aku diangkat sebagai anak angkatnya. Sebagai tanda balas jasa aku harus bekerja menjadi pembunuh bayaran dan hacker atau sejenisnya. Aku mencoba menolak, tapi ia akan membunuhku kalau aku tidak mau. Aku juga di kuliahkan sampai lulus. Sekarang orang yang merawatku telah meninggal, dan aku harus menjadi ketua dari mafia itu, dan Kai adalah keponakannya, ia mengawasiku dan bekerja denganku. Ia akan membunuhku kalau aku berhenti dari dunia mafia itu.”. Ia mendengarkan tiap kata yang kulontarkan dengan seksama.

“Aku bahagia masih bisa bertemu denganmu, Baek.”. Kami akhirnya bercerita cukup lama.

“Aku sangat shock saat mendengar berita tentangmu, Yeol. Setelah mendengar berita tentangmu rasanya aku ingin mati saja. Aku sempat ingin bunuh diri. Kau tahu kan, keluargaku broken home. Aku akhirnya memutuskan untuk pergi dari rumah. Aku berkeliaran kesana kemari mencarimu seperti orang gila. Aku sempat bekerja menjadi tukang bersih – bersih di bar. Sampai aku di tawari untuk menjadi hacker, aku merasa bayaranya cukup tinggi. Aku merasa ketagihan. Aku juga bisa berkuliah sampai lulus.”. Jelasnya panjang lebar.

“Baek, aku masih mencitaimu.”. Ucapku sambil tersenyum. Ia menghela nafasnya.

“Nado.”.Jawabnya sambil tersenyum.

“Apa kau ingat hari ini sudah lima tahun, Yeol ?.”. Tanyanya.

“Tentu saja, Baek. Tuhan masih berpihak pada kita.”. Jawabku sambil tersenyum.

 

 

BAEKHYUN POV

Setelah sekian lama berbincang aku rasa ada yang kosong. Ya, perutku.

“Yeolli, aku lapar.”. Kataku sambil menyeringai.

“Kau mau aku belikan apa ?.”. Tanyanya sambil memamerkan giginya yang rapi.

“Ttebokkie, sundae, ramen, omurice, coffee late, …”. Belum selesai ku bicara, dia lalu menutup mulutku dengan tanganya yang dingin.

“Kau masih sama seperti dulu ya?.. rakus. Baiklah tunggu di sini aku akan membelinya.”. Ia lalu segera bergegas membeli itu semua.

 

 

 

Satu jam kemudian ia kembali dengan beberapa kantong plastik. Ia lalu segera menyiapkannya di piring, lalu menyajikanya. Aku segera menikmati makanan itu. Namun, dia hanya menatapku yang asik makan.

“Apa yang kau lihat ?.”. Tanyaku.

“Tidak ada. Aku hanya menunggu sesuatu.”.

“Apa maksudmu ?.”.

“Sudah makanlah sana !.”.

‘Ada apa dengannya ?. Apa ia tidak lapar ?.’. Batinku mulai mempertanyakanya.

“Aku tidak lapar.”. Jawabnya.

“Kau masih bisa mendengarnya ?.”. Tanyaku yang terkejut.

“Tentu saja.”

‘Dia pasti punya indra ke enam. Bagaimana bisa dia mampu mendengar batin orang lain ?. Daebakk !.’.

“Aku tidak punya indra ke enam. Aku memang keren, Baek.”. Katanya sambil terus melihatku.

“Kalau begitu kita bicara lewat batin saja.”.

“Terserah.”.

“Aku juga punya kelebihan,Yeol.”

“Apa itu ?.”.

“Mencintaimu.”.

Ia lantas tertawa mendengar perkataanku. Entah kenapa, tertawanya sangat lepas dan bahagia kali ini.

Tawa lepasmu membuatku tahu apa arti sebuah kebahagiaan. Senyummu memancarkan sebuah kedamaian. Dan Tuhan tahu aku mencintaimu karena kau adalah takdirku.

 

Setelah selesai makan,aku meminum kuah ramen itu dari mangkuk. Aku kemudian meminum segelas air putih yang disiapkanya. Ia lalu segera mengambil mangkuk, sendok, sumpit, dan gelas yang kupakai tadi.

“Untuk apa ?.”. Tanya ku menghentikan pergerakanya.

“Untuk makan.”. Jawabnya singkat kemudian makan dengan lahap. “Rasanya lebih enak dari yang kupikirkan. Apakah kau tau, Baek ?. Ini yang disebut dengan ciuman secara tidak langsung. Sesuatu yang baru saja kau gunakan pada mulutmu, lalu kugunakan, bukankah itu namanya ciuman tidak langsung ?.”. Lanjutnya sambil tersenyum.

‘Terserah, Yeol. Kau bilang tadi tidak lapar.’. Ucapku dalam hati.

“Tapi karena melihatmu aku jadi lapar.”.

Ia lalu menempelkan bibirnya tepat pada tempatku menempelkan bibir juga tadi, di gelas maupun di mangkuk.

“Rasanya luar biasa.”. Ujarnya.

‘Lebih luar biasa lagi kalau kau mau mencucinya nanti.’

“Ya. Asalkan kau yang membersihkan kamarnya.”.

‘Baiklah.’. Jawabku dalam hati.

 

Setelah selesai membersihkan tempat tidur, kami lalu segera beranjak tidur. Namun, aku terhenti saat tengkukku mengenai permukaan bantal, sungguh, itu sangat sakit.

“Arrrghh…”. Rintihku.

“Ada apa Baek ?.”.

“Sakit, Yeol.”. Jawabku sambil bangun dan memegang tengkukku. Ia lalu segera mengambil p3k, handuk, serta semangkuk es batu.

 

 

 

CHANYEOL POV

Aku segera menyuruhnya untuk membuka bajunya agar aku bisa mengobatinya. Ia lalu segera membuka kemeja kotak – kotak berwarna merah dengan garis hitam itu perlahan. Begitu banyak luka di tubuhnya. Selain itu, tubuhnya juga sangat kurus. Baekhyun memang berada, tapi sepertinya ia tak menikmati hidupnya.

“Baekhyun – ah, kenapa ada luka sayatan yang lebar di sini ?. Apa masih sakit ?.”. Tanyaku sambil menata es ke dalam handuk.

“Oh, kau tahu kan, hidup sebagai pembunuh bayaran memang sangat sulit. Luka itu baru kudapatkan satu minggu lalu.”. Jawabnya sambil sedikit menoleh ke arahku.

FLASHBACK (SATU MINGGU LALU)

BAEKHYUN POV

“Maaf, sepertinya anda salah orang. Saya bukan Oh Sehun.”. Jawabku pada lelaki seumuranku yang menggunakan masker hitam itu. Sepertinya orang itu salah mengira kalau aku adalah Sehun.

“Terserah. Mengaku sajalah ! Aku akan mengahabisimu !.”. Gertak orang itu. Kami lalu berkelahi beberapa saat. Namun, kepalaku terasa sangat pusing, akhirnya…

BRUUG..  SREEET..

Ia menjatuhkanku, aku tidak bisa menahan pukulannya karena sangat pusing. Ia lalu menyayat punggung bagian kananku secara vertikal, sekitar 30 cm.

“Arrghhh… hentikan !!!.”. Teriakku. Tak lama kemudian semua terasa gelap.

 

Kubuka mataku perlahan. ‘Arrrghh..’ sakit rasanya punggungku. Aku baru teringat kejadian beberapa waktu lalu. ‘Ya, aku pingsan.’. Kulihat sekitarku, lantai itu berlumuran darah juga kemeja putihku yang sudah berubah warna. Aku segera bangkit dan pulang, walau sulit rasanya untuk melangkah. Aku menyembunyikan luka itu dari Sehun.

FLASHBACK  END

CHANYEOL POV

Aku lalu segera mengompres tengkuknya dengan es. Warnanya sekarang memang sedikit kebiruan.

“Arrghhh..”. Rintihnya.

“Maaf.”. Aku  belum pernah mendapatkan luka sebanyak itu. Jujur, karena aku adalah pemimpin, maka aku hanya akan memperkerjakan anak buahku dan jarang keluar untuk melawan musuh. Aku juga melihat tatoo bertuliskan ‘Chanbaek’ di bawah tengkuknya. Aku juga mempunyai tatoo seperti itu.

FLASHBACK

CHANYEOL POV

21 Juni 2009.

“Sepulang sekolah mau kemana, Baek ?.”. Tanyaku saat kami tengah makan di kantin.

“Entahlah, mungkin pulang dan tidur. Aku tidak ada kegiatan minggu ini. Membosankan .”. Jawabnya lesu.

“Bagaimana kalau kau ikut aku ?. Kita membuat tatoo di bawah tengkuk kita dengan tulisan ‘Chanbaek’.”.

“Boleh juga. Sepertinya bagus.”. Jawabnya girang.

Sepulang sekolah, seperti janji kami. Kami berangkat menuju tempat pembuatan tatoo. Awalnya namja yang kusayangi ini sempat takut, namun akhirnya ia memberanikan diri.

“Tatoo ini akan menjadi saksi bisu kita.”. Katanya setelah pulang membuat tatoo.

“Tentu saja.”.

FLASHBACK END

 

CHANYEOL POV

“Baek, kau masih ingat dengan tatoo ini ?.”. Tanya ku sambil meneteskan obat di bagian yang luka bekas sayatan.

“Tentu saja. Mana mungkin aku melupakanya.”. Jawabnya sambil tersenyum.

“Sudah selesai.”. Ucapku.

 

 

 

BAEKHYUN POV

“Maafkan aku, Baek. Seharusnya aku menjagamu.”. Katanya sambil menitikan air mata. Aku dapat merasakanya, karena air matanya menjatuhi badanku.  Aku masih membelakanginya.

GREB

Ia lalu memelukku. Rasanya hangat dan sangat nyaman. Aku selalu menyukai pelukan dari badannya yang jauh lebih besar dari badanku itu. Air matanya membasahi pundakku.

“Yeoll – ah.. sudahlah. Ini bukan salahmu.”. Kataku yang akhirnya juga meneteskan air mata sambil mengelus tanganya yang ada di pinggangku. Tangisnya semakin menjadi – jadi. Sungguh, aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Aku begitu kasihan melihatnya. Kami terdiam beberapa saat dalam tangisan.

Ini semua bukan salahmu, Chanyeol.

“Hentikan tangismu, Yeol !. Yang penting kita sudah bertemu lagi sekarang.”. Ucapku. Ia lalu segera menghentikan tangisnya dan beranjak pergi.

“Pakailah bajumu !.”. Ujarnya sambil melemparkan bajuku dari ambang pintu. Aku hanya tersenyum simpul dan segera memakai bajuku. Kami lalu segera pergi tidur. Hari ini aku sangat bahagia. ‘Terima kasih, Tuhan.’

 

 

 

 22 Februari 2014

CHANYEOL POV

Pagi ini aku bangun dengan bersemangat. Entah apa tapi aku bangun dengan keadaan tersenyum. Mungkin karena ada Baekhyun di sampingku. Aku membuka mataku. Wajahnya tepat berada di depan wajahku. Aku tersenyum. Kusentuh wajah mungilnya yang penuh luka itu. Ku sentuh luka itu perlahan.

TES

Air mataku menetes sekali lagi ke tangannya.

“Maafkan aku, Baekhyun. Ini semua salahku. Aku terlalu bodoh.  Seharusnya aku kembali padamu dan menjagamu, seperti dulu.. Tapi keadaan yang memaksaku begini. Tuhan sudah menakdirkan kita begini. Maafkan aku, Baek. Aku menyayangimu, benar – benar menyayangimu.”. Ucapku sambil mengusap pipinya. Kini air matanya menetes. Matanya masih menutup, tapi ia tersenyum. Sekilas semburat kesedihan tampak dari wajah cantiknya itu, walau ia tengah tersenyum. Ia membuka mata perlahan. Aku segera menghapus air mataku dan air matanya.

“Bangunlah.”. Ucapku lirih sambil tersenyum. Aku segera meninggalkan kamar itu dan pergi ke kamar mandi.

“Aku masih mengantuk, Yeol. Biarkan aku tidur dulu.”. Katanya sambil duduk di ujung kasur. Tapi matanya kembali tertutup. Ia tidur dengan posisi duduk. Aku hanya tersenyum dan pergi.

 

BAEKHYUN POV

Sungguh aku benar – benar mengantuk. Aku tidak pernah tidur senyenyak ini sebelumnya. Terima kasih, Chanyeol. Entah bagaimana aku ingin tidur dulu, dalam posisi apa saja. Aku benar – benar mengantuk. Biarkan aku tidur dulu.  Jaebbal…, mataku terasa seperti sangat sulit dibuka. Aku sangat mengantuk, sayang.

 

 

CHANYEOL POV

“Baek, bangunlah.”. Ucapku setelah keluar dari kamar mandi. Namun, aku menemukan hal yang lucu. Namja satu itu, tidur sambil duduk dengan keseimbangan yang buruk. Badannya bergoyang ke depan dan ke belakang bagai ditiup angin. Rasanya ingin tertawa keras, namun takut kalau membangunkanya. Kepalanya menunduk lemas. Aku berdiri di depannya dan membungkuk. Mendekatkan wajahku dengan wajahnya. ‘Hahahaha’. Ingin sekali aku mencubit pipinya yang menggemaskan. Saat badannya bergoyang ke depan, hidung kami bersentuhan. Begitu seterusnya, tapi ia tidak bereaksi apapun. Sampai akhirnya kepalanya terbentur kepalaku, dia baru bangun.

“Pagi peri tidur.”. Sapaku dengan tetap pada posisi sebelumnya. Sekali lagi, ia memejamkan matanya kembali.

‘Mungkin ia lelah.’. Pikirku. Aku lalu mendorong kepalanya ke belakang. Badannya mengikutinya, ia kembali tidur. Aku menyelimutinya lalu pergi menyiapkan sarapan.

Lima belas menit kemudian.

Aku sibuk membuat teh dan menyiapkan sarapan di dapur. Terdengar suara pintu kamarku dibuka. Tentu saja, Byun Baekhyun. Ia lalu segera masuk ke kamar mandi yang ada sekitar dua meter dari kamar. Aku lalu segera mengejarnya.

KLEK…

Kubuka pintu itu. Aku lalu berdiri di belakangnya yang tengah menghadap cermin.

“Ommo !.”. Ucapnya. “Ku kira siapa. Jangan mengagetkanku.”. Lanjutnya. Ia lalu segera membasuh wajahnya. Aku masih di sana.

“Kau masih memakai kalung itu, Baek ?.”. Tanyaku saat melihat kalung perak dari balik kemeja merahnya.

“Tentu saja. Bagaimana denganmu?.”. Tanyanya.

“Aku juga masih memakainya.”

FLASHBACK

CHANYEOL POV

21 Maret 2009

“Saranghae.”. Bisikku di telinganya.

“Iya Yeolli – ah.. aku tahu itu.”. Jawabnya sambil sibuk mencabut mahkota bunga yang indah itu dari akarnya pelan satu persatu. Aku lalu mendekat padanya.

“Ini ambillah.”. Kataku lembut seraya menunjukkan kalung perak dengan bandul cincin. Di dalam cincinnya terukir tulisan ‘Chanbaek’.

“Pasangkan di leherku.”. Pintanya sambil tersenyum.

“Tentu saja. Aku juga mempunyainya, Baek.”. Jawabku sambil menunjukkan kalungku. Aku lalu memasangkan kalung yang ku berikan di lehernya.  Ia lalu menunjukkan senyumnya paling manis. Perlahan kudekatkan wajahku dengan wajahnya. Aku dapat merasakan air matanya yang jatuh ke wajahku. Ciuman pertama kami terjadi saat itu.

“Terima kasih, Chanyeol.”.

FLASHBACK END

 

 

 

CHANYEOLPOV

“Bagaimana keadaanmu ?. Apa masih sakit ?.”.

“Masih sakit. Tapi tak seperti kemarin.”. Jawabnya sambil menatap mataku lewat cermin itu.

“Aku akan keluar.”. Kataku sambil menepuk pundaknya. Ia hanya tersenyum manis. Aku segera keluar dan menyelesaikan memasak sarapan.

 

 

AUTHOR POV

Tak lama kemudian, Baekhyun segera duduk di depan meja makan yang sudah penuh dengan makanan. Chanyeol masih berkulik di dapur. Baekhyun hanya memandangi Chanyeol yang tengah sibuk.

“Makanannya siap.”. Ucap Chanyeol yang datang dari dapur sambil membawa omurice.

BAEKHYUN POV

“Wah, sepertinya enak.”. Ucapku.

“Entahlah.”. Aku lalu mencicipinya. Seleranya masih sama. Ia tak terlalu suka asin. Bertolak belakang denganku.

“Agak hambar bagiku, Yeol. Tapi, entahlah aku suka.”. Dia hanya tersenyum. Pipi cubbynya membuatku ingin mecubitnya.

“Kenapa tidak memakai mangkuk bekasku lagi ?.”. Tanyaku.

“Jika terlalu sering nanti rasanya tidak enak lagi.”. Jawabnya sambil menatapku.

“Aishh.. dasar.”. Aku lalu memukulkan telunjukku di dahinya.Ia lalu membalasnya. Kami lalu makan dengan lahap.

“Kenapa kau tidak tinggal di rumahmu yang mewah, Yeol ?.”. Tanyaku.

“Aku lebih suka di sini. Lebih damai. Daripada harus hidup di rumah mewah dengan hiruk pikuknya. Aku lebih suka di sini. Baru kau yang tau kalau aku punya rumah di sini, Baek.”. Jawabnya sambil menatapku. Aku lalu menganggukkan kepalaku.

“Makanlah yang banyak. Aku tak ingin melihatmu kurus lagi.”. Katanya.

JLEBBB !

 

To Be Continue

RCL Juseyo ~ Bbuing – bbuing ~. Kamsahamnida ! RCL ne ? ne? Ne?.

 

 

 


N SEOUL TOWER IN LOVE (Chapter 1)

$
0
0

1

Tittle                   : N SEOUL TOWER IN LOVE (Chapter 1)

Author              : Kang Gin Jin
Genre               : Romance, Friendship, School Life

Length              : Chaptered

Rating               : PG 13+

Main Cast        : Kim Hyu Rin (Yuri) | Oh Se Hun (Sehun)

Support Cast  : Byun Baek Hyun (Baekhyun), Oh Se Hee (Sehee), Park Chan Yeol (Chanyeol), Shin Hyu Ra (Hyu Ra)

Disclaimer       : Story and plot in this fanfic originaly made by me.

Author’s note : Saya akan menunggu komennya para Readers. Mian jika alurnya gj dan terlalu cepat. No kopas, no plagiat. Gomawo.

Warning           : Typo bertebaran

 

 

N SEOUL TOWER IN LOVE (Chapter 1)

 

Yuri POV

Malam ini begitu gelap, segelap hatiku saat ini. Tak ada bulan, tak ada bintang, yang ada hanya awan gelap. Hawa dingin mulai menusuk ke tulang. Mungkin hujan akan turun, aku masih termenung melihat pemandangan kota di malam hari dari atas N Seoul Tower.

Rasanya baru kemarin kau menyatakan cinta padaku di tempat ini. Sejak saat itu hidupku mulai berubah dari Yuri yang cuek menjadi Yuri yang penuh dengan perhatian. Dari yang pemarah menjadi yang mudah memberi maaf. Hari-hari ku menjadi sangat indah saat bersamamu. Hingga tak terasa sudah satu tahun kita bersama.

Tapi kini Yuri telah kembali menjadi yang dulu dan semua itu karena kau. Mengapa kau menghianatiku, aku tidak pernah menyangka kalau kau setega itu. Kau hanya membuatku sebagai taruhan pada teman-temanmu. Apa salahku, apa karena aku cucu dari keluarga Kim, pemilik Seoin Group dan juga pemilik sekolah kita, sekaligus musuh besar apphamu.

Apa kau lupa dengan janji suci kita di tempat ini. Kau bilang kau akan mencintaiku sampai akhir, bahkan kita telah memasang gembok cinta disini. Berharap agar cinta kita akan menyatu selamanya. Mungkin kau juga lupa dengan semua kenangan yang pernah kita lalui bersama. Kita selalu berangkat bersama naik sepeda bersama. Apapun yang kita lakukan kita selalu berdua.

Pada awalnya aku tidak mau berangkat dengan sepeda, karena itu sangat melelahkan dan juga panas. Tapi kau bilang itu menyehatkan dan juga saat itu kau belum punya SIM. Jadi  lebih aman memakai sepeda. Aku juga masih ingat saat perjalanan ban kita bocor, jadi terlambat masuk sekolah sehingga kita di hukum. Saat mengingatkan aku ingin kembali ke masa itu. Tapi kini semuanya telah hancur, sejak saat aku mengetahui percakapanmu dengan teman-temanmu di kantin. Kau bilang, kau hanya memanfaatkanku agar kau jadi terkenal di sekolah. Karena kau telah menjadi namja chingu dari cucu pemilik sekolah.

Kau tahu betapa hancurnya hatiku saat itu. Aku bagai disambar petir di siang bolong. Langit seolah runtuh menimpaku. Kini aku hanya bisa menyesali, mengapa aku harus mengenalmu dan mengapa aku harus mencintaimu. Aku benar-benar pabbo telah mempercayai namja sepertimu. Aku berharap kau mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatanmu, karena aku percaya hukum karma masih berlaku.

Tak terasa syalku sudah basah dengan air mataku untuk apa aku memikirkan namja itu, dia hanya bisa menyakitiku. Ayo sadarlah Yuri, sekarang kau harus bangkit buktikan kalau kau bisa hidup tanpa dia. Tapi aku tetap tak bisa melupakannya, aku masih sangat mecintainya.

“Baekhyun oppa, kenapa kau tega melakukan ini. Apa kau tau aku sangat mencintaimu. Saranghae, jeongmal saranghae”, kataku dalam hati.

Lalu aku menulis dalam buku harianku, yang isinya:

Eomma, Appha, mianhae, jeongmal mianhae. Aku memang bukan anak yang baik untuk kalian. Mianhae telah merepotkan kalian. Sekarang aku akan pergi menyusul halmoni hidup tenang disana. Gamsamnida telah membesarkanku sampai sekarang. Saranghae, aku mencintai kalian. Selamat tinggal, semoga kalian hidup bahagia, dari anakmu.

Setelah menulis itu, aku menaruh bukuku di tempat itu, lalu perlahan-lahan aku naik ke pagar tempat itu, dan dalam hati aku berkata selamat tinggal Baekhyun oppa, semoga kau bahagia dengan hidupmu. Selamat tinggal eomma, appha dan selamat tinggal dunia yang kejam ini. Lalu aku melompat dari pagar itu. Tapi, bruk. Aku jatuh dipelukan seseorang. Dia menyelamatkanku. Dia menarikku agar aku tidak jatuh. Siapa namja ini, mengapa dia menyelamatkanku seharusnya dia membiarkanku jatuh.

“Dasar yeoja pabbo bagaimana bisa kau mau melompat dari tempat ini. Kau bisa mati, kau sudah gila ya!”, katanya padaku. Tapi aku masih tidak percaya selarut ini masih ada orang di tempat ini. Lalu dia menyadarkanku dan aku langsung menjawabnya.

“Iya aku memang sudah gila, kenapa kau menolongku! Kenapa kau tak membiarkanku jatuh!”

“Kau…. dasar. Seharusnya kau berterima kasih padaku, karena aku sudah menolongmu. Jika kau ada masalah, bukan begitu cara menyelesaikannya semua masalah pasti ada jalan ke…”

Belum sempat dia melanjutkan kata-katanya aku sudah menyelanya:

“Diam!!! Neo, nugu seyo? berani sekali menceramahiku, kau tidak ada urusannya dengan ku. Kau tak tau apa-apa tentang ku, jadi diamlah!”

Ne, aku memang tidak mengenalmu tapi bukan begitu caranya!”

“Sudah kubilang diam!”, lalu aku mendorongnya sambil berkata “Aku beci semua ini, aku benci”. Aku pun berlari meninggalkannya sambil terisak–isak. Aku pergi mencari taxi dan pulang.

Yuri POV end

Tapi namja itu masih di tempat itu. Sepertinya dia menemukan sesuatu di sana. “Dasar yeoja pabbo, mengapa dia sampai senekat itu, tapi dia manis juga. Mengapa aku memikirkan yeoja itu”. Saat dia berjalan pergi dia menendang sesuatu lalu dia mengambil benda itu. ‘Apa ini? Ini buku harian. Pasti milik yeoja itu. Baiklah, aku akan tau siapa kamu. Kita pasti bertemu lagi’, kata namja itu dalam hati. Suara gemuruh petir sudah mulai terdengar, mungkin karena tau akan hujan namja itupun pergi dari tempat itu.

  • §§

Yuri POV

Akhirnya aku sampai di rumah tapi belum sempat aku masuk rumah hujan deras sudah mengguyurku, hingga aku jadi basah kuyup. Aku pun mengetuk pintu rumahku dan yang membuka adalah Park ahjumma dia adalah pelayan setia di keluargaku. Ku lihat mukanya begitu cemas, mungkin dia mengkhawatirkanku, karena sudah selarut ini aku belum pulang. Saat dia tahu kalau itu aku, dia sangat senang dia bertanya padaku. Mengapa jam segini baru pulang. Apa ada masalah? Akupun memeluknya dan menangis di pelukannya. Dia sudah ku anggap seperti eommaku sendiri, karena sejak kecil dia yang merawatku selama eomma dan appa pergi keluar negri. Dia juga sebagai tempat curhatku, karena aku hanya anak satu-satunya di keluarga ini, sehingga temanku hanya dia. Dia dan juga nampyonnya Park ahjussi yang merupakan supir di keluargaku, sudah mengabdikan diri sejak lama. Mereka tidak mempunyai aeggi, karena itulah mereka masih bertahan dirumah keluargaku. Mereka sangat setia dan jujur itulah mengapa keluargaku mempercanyai mereka. Apalagi Park ahjumma, dia selalu memberi solusi dari masalah- masalah yang aku ceritakan. Aku sangat menyanyanginya.

Setelah tahu kalau aku sudah pulang, dia menyuruhku masuk dan menyuruhku berganti pakaian. Dia bilang dia juga akan berganti pakaian dan membuatkanku susu hangat. Pasti bajunya juga juga basah, karena tadi aku memeluknya. Setelah aku berganti pakaian aku pergi ke ruang keluarga sambil menonton TV dan menunggu Park ahjumma membuatkan susu hangat untukku. Selang beberapa menit dia datang membawa susu hangat itu, dan memberikannya padaku. Tanpa pikir panjang aku langsung menerima dan meminumnya sampai habis, ya karena aku sangat kedinginan dan susu itu cukup untuk menghangatkanku. Dia sengaja membuat susu tidak suka susu coklat atau rasa lainnya itu karena aku alergi dengan coklat. Jika aku makan coklat maka seluruh badanku akan gatal dan memerah untuk menyembuhkan cukup lama bisa sampai satu bulan, karena itu aku benci coklat.

Setelah menghabiskan susuku, aku ditanya oleh Park ahjumma. Lalu aku menceritakan tentang kejadian di sekolah waktu itu. Itulah sebabnya 3 hari ini aku tidak masuk sekolah dan mengurung diri di kamar, baru malam itu aku keluar, karena pada hari itulah hubunganku dengan Baekhyun oppa genap satu tahun. Ya 11 Januari aku tidak akan pernah melupakan hari itu. Hari dimana aku mempunyai namja chingu partama. Setelah menceritakan semua dia menasehatiku bahwa namja bukan hanya ada satu di dunia ini. Dia benar, namja di dunia ini banyak karena itu aku tidak boleh sedih. Yuri hwaiting, setelah menasehatiku. Dia menyuruhku istirahat karena waktu sudah menunjukkan dua pagi, tapi saat aku mau menuju kamarku kepalaku terasa pusing. Semua jadi gelap lalu aku tidak sadarkan diri mungkin ini karena aku kehujanan tadi. Setiap kali terkena air hujan aku pasti demam. Hal ini membuat aku benci dengan air hujan dan aku lebih suka hujan salju.

  • §§

Keesokan harinya aku terbangun dan sebuah tangan telah mengenggam tanganku. Ya, ini adalah eommaku dia sudah pulang seharusnya 2 hari lagi dia baru pulang. Mungkin Park ahjumma telah menelfonnya. Dia masih terlelap pasti karena kecapekan dan sebuah kompres masih melekat di dahiku. Aku melepaskan genggaman itu dan aku melirik jam dindingku menunjukkan pukul 9 pagi. Aku berjalan membuka pintu dan menuju balkon kamarku. Pagi itu matahari sudah tinggi tentu saja sudah pukul sembilan. Cuacanya tidak begitu cerah, awan mendung terlihat sangat tebal. Hembusan angin sepoi-sepoi menerpa wajahku dan itu terasa sangat dingin. Aku membiarkan diriku tetap disitu walaupun hawa dingin mulai terasa. Tanpa aku sadari ada seseorang di belakangku dan memberiku jaket tebal. Dia memperingatkanku agar aku masuk tapi aku bilang aku masih ingin disini. Aku pun mamakai jaket itu.

“Udara di luar sangat dingin chagi, sebaiknya kamu masuk tidak baik untuk kesehatanmu. Kamu  masih sakit?”, begitu katanya panjang lebar padaku. Aku hanya mengangguk dan mengikutinya masuk ke kamarku. Sesampai di kamar, aku langsung memeluknya. Aku begitu merindukannya.

Eomma sudah pulang, waeyo eomma tidak menelfonku. Kau tau, aku kesepian disini”, kataku sambil terisak dipelukannya. Dia mengelus rambutku sambil berkata, “Mianhe chagi, eomma memang salah. Lain kali eomma akan menelfonmu. Uljima!”.

Jinja apa eomma janji?”

Ne, eomma janji”.

Aku merasa sangat senang, akupun semakin mempererat pelukanku. Tanpa aku sadari ada yang memperhatikan kami dari pintu. Aku melihatnya dan akupun berlari menujunya. Ya itu appa ku, aku pun memeluknya dan berkata,

Appa juga pulang. Bogoshipoyo appa”.

Ne, nado chagi”.

Setelah cukup lama berpelukan, Park ahjumma memberitahu kami untuk sarapan. Yah walaupun sudah agak terlambat kamipun menuju meja makan. Pagi itu kami sarapan dengan nasi goreng  seperti kalian tau aku sangat suka dengan nasi goreng apalagi kali ini aku di temani kedua orang tuaku, tambah berselera makanku. Setelah makan eomma menyuruhku mandi dan berganti pakaian. Akupun menuruti permintaan eommaku. Park ahjumma sudah mempersiapkan air panas untukku. Aku segera mandi dan berganti pakaian. Setelah itu aku pergi ke ruang keluarga. Disana appa dan eomma sudah menungguku dari raut wajah mereka, aku bisa menebak pasti ada yang ingin di tanyakan padaku.

Setelah aku duduk di samping mereka, mereka saling bertatapan entah apa yang mereka lakukan. Mungkin mereka mau mengatakan sesuatu tapi tak tau harus memulainya dari mana. Dan akhirnya eomma memulai pembicaraan dan memecah keheningan diantara kami.

Chagi, kami ingin bertanya padamu?”

Eomma mau tanya apa?” jawab ku singkat.

“Begini Park ahjumma sudah menceritakan semuanya pada kami. Kau jangan marah padanya, kamilah yang memaksakannya. Sekarang kami sudah tau masalahmu karena itu kami sepakat akan mengeluarkan namja itu dari sekolah. Agar kamu mau sekolah lagi”, kata eomma ku berkata lagi.

Aku hanya diam, aku masih memikirkan ide itu.

“Kenapa diam, apa kau setuju dengan ide kami?”

Aniyo, jebal eomma, jangan keluarkan dia. Dia mau sekolah dimana?”

“Lalu apa yang kau inginkan agar kau mau sekolah lagi?”, begitu kata appaku dengan nada marah.

“Biarkan saja aku yang keluar dari sekolah itu dan aku akan sekolah di sekolah yang baru”, kataku.

“Jika itu keinginanmu, baiklah. Appa akan carikan sekolah yang bagus untukmu”.

“Ne, gamsamnida appa.”

Setelah itu telfon appa berbunyi entah siapa yang menelfonnya aku tidak tahu, setelah itu eomma mengikuti appa. Sepertinya itu urusan bisnis. Karena setelah menutup telfon appa bersiap-siap untuk pergi. Eomma mengantarnya sampai ke mobil dan sebelum dia pergi appa mencium kening eomma ku. Setelah itu dia masuk mobil dan pergi. Lalu eomma pun masuk ke rumah. Aku pun menghampirinya dan bertanya padanya kemana appa pergi, eomma hanya menjawab ada urusan bisnis. Dia  menyuruhku untuk istirahat aku pun menuruti kata eommaku.

Aku pergi ke kamar tapi sampai disana ku melihat buku di atas meja  belajar ku itu buku harianku. Sudah lama aku tidak menulis. Ya, hoby ku memang menulis, tapi hanya menulis kejadian yang pernah aku alami. Aku jadi teringat dengan buku harianku yang satu. Disitu aku menulis tentang semua yang berhubungan dengan Baekhyun oppa, sudah kucari-cari tapi tidak ketemu juga. Kemana aku menaruhnya aku jadi ingat malam itu. Aku membawa ke  N Seoul Tower, mungkin tertinggal disana dan pasti sudah di ambil orang. Untunglah aku tidak menyebutkan nama disana, aku hanya menggunakan nama kecilku dan tidak ada yang tau kecuali aku. Waktu itu juga aku menggunakan rambut palsu, jadi namja itu pasti tidak akan tau siapa aku sebenarnya. Setelah berfikir cukup lama akupun menulis sesuatu di buku harianku. Aku menulis tentang kejadian malam itu dan seperti biasa aku tertidur di meja belajarku.

Yuri POV end

  • §§TBC§§§

Gimana readers? Jangan lupa komennya ea. Thanks.

 


Sarang Love Story

$
0
0

postersls

Sarang Love Story

 

Author  : OhCha a.k.a Camelia

Rating   : PG-17

Genre   : Romance, Hurt

Cast       :

–              Chanyeol EXO as Park Chanyeol

–              Yoon eun hye as Yoon Sarang

–              Sehun EXO as Oh Sehun

–              Sooyoung SNSD as Choi Sooyoung

–              Suho EXO as Kim Junmyeon

–              Seulgi Red Velvet as Kang Seulgi

A/N        :

Annyeong~ balik lagii sama chap 4. Semoga gak bosen sama ff garingku hehe.. please sempet komen dan like. Gomawo~

_____________________________

Setelah semua yang terjadi dirumah keluarga Park, chanyeol mengantar sarang untuk pulang ke rumahnya.

“Aku akan menjemputmu besok.” Itulah yang keluar dari mulut chanyeol setelah diperjalanan tadi kebisuan menyelimuti mereka.

“Tidak perlu.. aku tidak ingin ada omongan negatif disekitar kita.” Chanyeol mencoba mengerti apa yang dikatakan sarang dan itu memang benar, tapi kenapa chanyeol saat ini hanya berpikir akan melindungi gadis ini.

Sarang turun dari mobil chanyeol dan mobil itu berlalu meninggalkan sarang. Sarang berjalan kerumahnya dan melihat seseorang yang menunggunya didepan rumah. Sarang kenal betul siapa laki-laki itu.

“Oh sehun.. kenapa kau disini?”

“Aku dari lokasi shoting.. tidak jauh dari sini, aku ingat alamat rumahmu dekat dari sana makanya aku mampir.” Ujar sehun dengan senyum manis mengembang.

“Masuklah akan aku buatkan kopi untukmu.” Ajak sarang

“Tidak usah, ini sudah larut kau harus istirahat.. aku.. hanya ingin melihatmu.” Senyum sehun berubah jadi malu-malu saat ini, “Tapi.. siapa yang mengantarmu tadi? Apa itu pacarmu?” Tanya sehun tidak yakin.

“O-oh anii.. dia hanya rekan kerja dikantor baruku.” Lebih tepatnya bossku, batin sarang.

Sehun hanya tersenyum lega mendengar hal itu.

“Baiklah, kau masuklah. Lain kali bagaimana kalau kita makan atau jalan-jalan bersama? Aku sangat merindukanmu..”

“Setuju.. aku juga merindukanmu.”sehun lalu masuk dalan mobil sport merahnya dan melambaikan tangan pada sarang. Sarangpun membalas lambaian tangan sehun lalu masuk kedalam rumahnya.

Malam ini sarang tidak bisa tidur, perkataan-perkataan ibu chanyeol masih terngiang ditelinganya. Pagi pun sarang juga bangun lebih awal dan langsung menyiapkan sarapan untuknya dan sooyoung. Sooyoung yang juga sudah siap untuk berangkat kerja pun langsung duduk dimeja makan untuk sarapan. Mereka berdua tengah melahap roti panggang buatan sarang, tapi sooyoung melihat aura aneh diwajah sahabatnya itu.

“Kau kenapa? Wajahmu terlihat sedang sedih?” Sarang menghentikan makannya, lalu mengangguk tanda mengiyakan.

“Oh wae? Cepat ceritalah padaku kita masih punya banyak waktu.” Sooyoung nampak tidak sabar, dan sarang pun akhirnya menceritakan kejadian awal antara dirinya dan chanyeol sampai kejadian semalam di rumah orang tuanya. Sarang benar-benar sedih mengingat kejadian itu.

“Itu pasti menyakitkan untukmu.. ” sooyoung yang terbawa suasana juga ikut sedih tapi dia berusaha menguatkan sarang dengan menggenggam tangannya.

“Kau tahu sooyoung, aku selama ini tidak pernah mendengarkan orang berkata apapun tentangku.. tapi mendengar itu keluar dari mulut ibu chanyeol rasanya hatiku hancur.. ” mata sarang mulai berkaca-kaca.

“Yoon sarang.. aku tau kau adalah wanita yang kuat, kau bisa melalui ini semua.”

“Aku sudah memutuskan untuk mengganti saja kerusakan mobil chanyeol dan.. aku akan berhenti menjadi kekasih pura-puranya.. ” sarang mendongakan kepalanya agar air matanya tidak jatuh.

Sooyoung yang didepannya hanya mengangguk-anggukan kepalanya mencoba mengerti keputusan sarang. Apapun yang terjadi dihidupnya sarang memang selalu bisa berusaha melewati itu semua, karena dia adalah wanita mandiri dan berjiwa tegar.

 

**______**

 

Sarang mulai bekerja lagi hari ini karena kemarin dirinya absen dikarenakan kesepakatannya dengan park chanyeol.

“Hoaaamm.. press release ini buatku lelah.” Keluh salah seorang rekan kerja sarang.

“Aku akan belikan kopi untuk kalian.” Sarang tersenyum dan bangkit dari duduknya.

“Wah sarang-shi memang terbaik.” Rekan yang lain menimpali.

 

Sarang menuju loby kantornya karena disana terdapat cafe untuk pengunjung dan karyawan. Saat sarang menunggu pesanannya, ada seorang wanita berpenampilan anggun dan cantik mendekatinya.

“Jadi kau karyawan disini?” Ucap sinis wanita itu pada sarang. Sarang mendonggakan pandangannya, sarang memang tidak mengenal gadis ini tapi sarang ingat dia yang ada dirumah chanyeol waktu itu.

“Iya benar aku bekerja disini.. ada masalah?” Sarang tahu pasti wanita ini ada maksud tertentu terkait dengan chanyeol, jadi sebisa mungkin sarang membuat dirinya tampak tenang dan kuat. Seulgi kembali menunjukan senyum sinisnya itu.

“Hanya karena kau kekasih dari CEO perusahaan ini kau mulai berlagak huh?” Sarang mendengar ucapan seulgi hanya memalingkan wajah menahan emosinya.

“Park chanyeol akan tetap bertunangan denganku, dan kami akan menikah jadi aku minta padamu.. menjauhlah dari chanyeol!” Suara seulgi memekik.

“Aku disini hanya bekerja.. aku tak ada urusanya dengan kau dan park chanyeol.” Sarang bangkit lalu akan pergi meninggalkan seulgi, tapi tangan seulgi menahan lengan sarang lalu sarang mencoba menepisnya. Tetapi kemudian seulgi malah pura-pura terjatuh dan berteriak kesakitan. Semua orang langsung melihat kearah mereka. Dan seolah pandangan orang-orang itu menyalahkan sarang.

“Hyaa.. berdirilah aku tidak mendorongmu kau tiba-tiba terjatuh sendiri.” Sarang mencoba menyuruh seulgi tapi tetap saja gadis itu menunjukan ekspresi kesakitannya.

Disaat bersamaan park chanyeol dan kim junmyeon beserta beberapa bawahannya lewat di loby dan mereka berhenti ketika melihat kerumunan di dalam cafe.

“Ada apa ini?” Suara berat itu mengagetkan sarang yang sedang panik.

“Park chanyeol.. dia tiba-tiba terjatuh aku tidak mendorongnya.” Ujar sarang dengan wajah memelasnya. Tapi junmyeon malah berjongkok mendekati seulgi.

“Kau tidak apa-apa?”

“Auuh. Kaki sakit sekali park chanyeol.” Seulgi mencoba merengkuh lengan chanyeol tapi segera chanyeol tepis.

“Junmyeon.. bawa dia ke klinik.” Perintah chanyeol.

“Nde.. ” junmyeon langsung membantu seulgi dan membawanya.

“Yoon sarang.. kau ikut denganku.” Perkataan dingin itu membuat sarang merinding. Dia takut kalau chanyeol akan mencacinya karena ini.

.

“Kenapa kau dengan kang seulgi? Apa kalian berkelahi?” Chanyeol tidak menunjukan kemarahan dikata-katanya, dia hanya terdengar tegas. Sarang yang tadinya berdiri dan menundukan kepalanya lalu menggeleng.

“Tn. Park chanyeol-shi.. aku bahkan tidak menggenalnya.. Dia tiba-tiba saja menghampiriku dan ketika aku pergi dia menarikku aku mencoba menyingkirkan tarikannya tapi dia malah terjatuh tapi aku bersumpah aku tidak mendorongnya.. ”

“Kau tahu kan dia wanita yang akan dijodohkan denganku? Apa tadi dia mengancammu?” Sarang menatap chanyeol sesaat lalu menundukan kepalanya lagi dan tak menjawab pertanyaan itu.

“Sarang-shi.. berhentilah bekerja.” Sarang membelalakan matanya tak percaya.

“Ye? A-apa anda memecatku?”

“Bukan, bukan begitu maksudku.. keluargaku dan wanita itu sudah tau kau kekasihku. Dan mereka tau kau bekerja disini dan.. aku tak ingin mereka menganggumu.. ” entah kenapa kata-kata terakhir chanyeol terdengar begitu tulus, sampai dirinya terasa begitu gerah karena malu.

“Shireo.. aku membutuhkan pekerjaan ini chanyeol-shi. Dengar.. aku akan mengganti seluruh kerugian itu, tapi aku tak bisa menjadi kekasih pura-puramu itu lagi.. ”

“Mwo? Tidak kau tidak bisa memutuskan sesuka hatimu.”

“Chanyeol-shi.. apa kau akan tega melihat aku dipermalukan terus nantinya? Apa kau tidak akan malu dengan diriku? Ini yang kau harapkan dariku?” Sarang memberanikan diri bicara seperti itu dihadapan chanyeol, karena memang itulah yang sarang rasakan. Mata sarang sarang pun mulai berkaca-kaca seakan bicara ‘tolong biarkanlah aku’.

Chanyeol berdiri mendekati sarang, sedikit demi sedikit mendekat pada gadis itu. Sarang trus melangkah mundur tergugup karena chanyeol yang mencoba nenggiringnya dan sampai sarang merasa punggungnya sudah menyentuh pada tembok. Chanyeol lalu mengunci pergerakan sarang dengan menempelkan kedua tangannya ke tembok. Jarak mereka begitu dekat, sarang bisa merasakan aroma parfum chanyeol yang begitu khas. Hembusan nafasnya pun bisa sarang rasakan menyapu diwajahnya. Sarang mengatur nafasnya untuk mencoba tidak gugup dan memberanikan menatap chanyeol yang memang jauh lebih tinggi darinya.

“Yoon sarang.. jadilah kekasihku.” Sarang hanya mengerutkan dahinya.

“Ini adalah pernyataan dan mau tidak mau.. kau harus.” Ya chanyeol seperti sedang menekan sarang.

“Pa-park chanyeol-shi.. aku sudah katakan aku ti.. ” belum sempat sarang melanjutkan perkatanya chanyeol sudah menyelanya.

“Bukan kekasih pura-pura sarang.. kau dan aku menjadi sepasang kekasih.. sungguhan.” Sarang tercengang mendengar pernyataan itu.

“Bahkan kau tidak bertanya aku sedang berkencan dengan seseorang atau tidak?”

“Sekali pun itu, kau akan tetap menjadi kekasihku.. itu tak bisa diganggu gugat sarang-shi.. ”

 

**______**

 

Hari sudah mulai gelap, sarang berjalan lemah pulang ke rumahnya. Bukan lelah karena bekerja tapi dia lelah karena hubungannya dan chanyeol yang semakin tidak terprediksi. Meskipun dia masih belum bisa menerima sepenuhnya tapi mau tidak mau sekarang statusnya adalah kekasih park chanyeol. Pria itu benar-benar menindasnya. Tapi kenapa sarang menjadi deg-deg an saat mengingat kejadian dikantor tadi.

“Noona sudah datang.” Suara itu mengagetkan sarang yang sedari tadi berjalan dan sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Hya.. kyungsoo-ya kau mengagetkanku.”

“Mianheo.. aku tadi mengetuk pintu tapi sepertinya tidak ada orang.”

“Kau menunggu kakakmu?” Tanya sarang

“Nde.. aku ke sini karena.. ingin meminta uang jajan.” Jawab kyungsoo sambil cengengesan.

Sooyoung memang memiliki adik laki-laki yang masih SMA dia sedikit badung. Tapi jika orang pertama melihatnya pasti mengira dia anak yang baik dan manis karena wajahnya yang imut itu.

 

“Mmh begitu.. ” sarang lalu mengambul dompet dari dalam tasnya dan mengambil bebera uang.

“Ini ambilah, kau juga bisa minta padaku kyungsoo-ya.”

“Gomawoyo sarang-ii noona.. oh itu sooyoung noona sudah datang, aku pergi.. annyeong.” Kyungsoo berlari meninggalkan sarang sambil melambaikan tangannya, padahal dia mengetahui kakaknya sudah datang bukan berhenti menyapa kakaknya tapi dia hanya melewati sooyoung.

“Hei nenek sihir!” Sooyoung yang melihat tingkah adiknya itu hanya membulatkan mulutnya.

“Hyaa.. kemari kau.. dasar cebol!” Sarang hanya terkekeh pelan melihat tingkah adik kakak itu.

“Sarang apa dia meminta uang?”

“Iya.. sudahlah ayo masuk”

“Jinjaa.. baru dua hari kemarin dia mendapat uang jajan. Akan kuganti uangmu nanti ya.”

“Tck. Kau ini.. kyungsoo sudah kuanggap seperti adikku sendiri sudahlah ayo masuk.” Sarang menggandeng lengan sooyoung untuk masuk kedalam rumah.

 

**______**

 

Hari ini hari libur, jadi sarang dan sooyoung tidak terburu-buru bangun pagi. Mereka berdua tertidur di sofa tepatnya hanya sooyoung dan sarang tidur dikarpet, karena semalam mereka menghabiskan waktu untuk curhat sambil minum sampai larut.Sarang mulai menggeliat dia meraba-raba untuk mencari ponselnya dimeja.

“Omo, aku kesiangan.. ” sarang yang baru saja melihat layar ponsel yang menunjukan pukul 10 itu pun langsung meloncat pergi untuk mandi.

Hari ini adalah hari peringatan kematian orang tuanya jadi dia ingin mengunjungi tempat penyimpanan abunya.

“Sarang kau sudah mau pergi?” Tanya sooyoung yang baru membuka matanya sambil menguap masih duduk disofa, “mian aku tidak bisa pergi bersamamu sarang.”

“Gwanchana, oh apa hari ini makan malamnya?” Sooyoung mengangguk-anggukan kepalanya. Hari ini adalah hari ulang tahun kyungso, keluarga sooyoung memang selalu merayakan hal-hal yang menggembirakan dengan makan bersama. Karena sarang sudah dianggap bagian dari keluarga mereka jadi dia selalu hadir dalam acara apapun di keluarga choi.

“Datanglah, oemma pasti sudah menyiapkan banyak sekali dikedai.”

 

“Arraseo.. aku pergi.” sarang keluar dari rumah sambil mengenakan jaket kulit hitam miliknya. Saat berjalan dia dikejutkan dengan sesorang yang menunggunya.

“Sehun-aa.. ada apa?”

“Hanya saja aku merindukanmu.” Sehun tersenyum dan sarang pun ikut tersenyum, “kau ingin pergi?”

“Nde.. hari ini adalah hari peringatan kematian orang tuaku jadi, aku datang ke pemakaman.”

“Kalau begitu kita pergi bersama.” Sarang yang mendengar itu langsung mengangguk senang, orang tuanya pasti juga senang melihat dia datang bersama teman masa kecilnya yang sangat baik.

 

**______**

 

Sarang dan sehun masuk ke dalam gedung penyimpanan abu. Sarang membawa sebuket bunga mini untuk ditinggalkan disana. Saat memasuki ruang tempat abu orang tuanya, sarang melihat seorang wanita paruh baya dengan tampilan yang sangat elegan. Dari penampilannya bisa dilihat pasti dia adalah orang kaya. Dia menaruh bunga ditempat abu orang tua sarang, ini membuat sarang heran siapa orang ini?Dan saat wanita paruh baya itu berbalik untuk pergi, sarang melihat wajahnya dan ia mengenal wajah ini. Ibu chanyeol.

“An-annyeonghaseo..” sarang membukukan badannya. Ibu sarang malah menampakan wajah sinisnya, tapi dia juga penasaran kenapa dirinya bertemu sarang disini.

“Apa anda mengenal orang tuaku? Aku melihat anda menaruh bunga disana.. ” mendengar pernyataan sarang ibu chanyeol merasa tubuhnya gemetar, lidahnya terasa kaku. Dilihat dari matanya pun mulai berkaca-kaca. Lalu ibu chanyeol pergi begitu saja tanpa memberikan penjelasan pada sarang.

“Apa kau mengenalnya?” Tanya sehun

“Oh.. emh.. nde beliau ibu atasanku dikantor.” Sarang gugup menjelaskan tentang ibu chanyeol, tepatnya ibu kekasihnya.

.

Ibu chanyeol keluar dari gedung tergesa-gesa dan segera masuk dalam mobilnya. Tangannya gemetar airmatanya mulai jatuh dengan deras.

“Aigoo.. ya Tuhan.. dosa apa yang telah aku lakukan.. dosa apa..” ibu chanyeol terus menangis histeris didalam mobil.

 

**______**

 

Setelah pulang dari pemakaman tadi sarang dan sehun sekarang berada disebuah cafe. Sehun mengenakan kaca mata hitam dan juga topi, untuk mengantisipasi kalau-kalau banyak fans yang akan melihatnya.

“Apa tidak apa-apa ditempat seperti ini? Aku takut jika kau tenggelam dalam kerumunan fansmu nanti.” Sarang mengedarkan pandangannya ke seluruh cafe untuk melihat hal yang mencurigakan.

“Aniya.. makanlah kuemu , kau tenang saja.” Sehun dengan melanjutkan meminum bubble teanya, “sarang-aa apa kau masih mengingat janjiku saat kita masih TK?”

“Hyaa.. kau saja saat itu masih ngompolan oh sehun.” Sarang terkekeh geli.

“Aishh.. kau ini, tapi aku serius sarang. Aku masih terus mengingat janjiku..”

“Aigoo.. bagaimana bisa aktor setampan dan setenar kau akan menikahi gadis sepertiku sehun, itu tidak benar.” Sarang juga masih ingat betul saat mereka masih sangat kecil, sehun sering bilang bahwa dirinya akan menikahi sarang saat mereka sudah dewasa. Bahkan sehun mengatakan hal semacam itu didepan orang tuanya dan orang tua sarang.

Tapi entah sarang merasa bahwa dirinya sekarang harus tahu dimana posisinya, dia harus tau diri. Karena kejadian dengan ibu chanyeol tempo hari sangat menyusutkan hatinya.

“Aku sudah berjanji dulu.. bahkan didepan appa dan oemmamu.. dan sekarang kita sudah dewasa bukan, jadi apa aku harus menepati janjiku?” Sarang menatap sehun sendu, ‘apa dia setulus itu?’ Pikirnya.

Namun tiba-tiba ponsel sarang bergetar dia segera mengangkatnya.

“Yeoboseo.. ”

“Kau sedang dimana?” Ucap suara itu datar, park chanyeol memang seperti itu.

“Aku sedang berada di cafe dengan temanku.. wae?” Sehun yang didepan sarang hanya menatapnya dan menerka-nerka siapa yang menghubungi sarang itu.

“Hyaa.. di seoul begitu banyak cafe, beritahu aku dimana tempatnya?” Sarang yang mendengar chanyeol sedikit kesal dan akhirnya dia mengatakan tempatnya berada dan chanyeol langsung menutupnya.

“Siapa? Apakah kekasihmu?” Tanya sehun

“Bu-bu bukan hanya.. teman..” sarang merasa malu-malu mengakui jika chanyeol adalah kekasihnya, karena pada dasarnya memang chanyeol yang meminta hubungan itu bukan karena dia suka pada dirinya, itu yang sarang tau.

Mobil sedan putih berhentu didepan cafe dan pengemudinya segera keluar. Park chanyeol masuk dalam cafe dan mencari-cari dimana gadis itu. Pandangannya berhenti ketika melihat sarang sedang duduk berdua dengan seorang pria, ditambah sarang seperti gembira mengobrol dengan pria itu. Dada chanyeol serasa penuh sesak. Dia lalu mendekati sarang dan menarik lengannya untuk bangkit.

“Ayo pergi.”

“Chanyeol-shi kenapa kau menarikku.” Saat chanyeol mencoba menarik sarang tapi seperti ada yang menahannya. Bukan sarang, tapi tangan sehun yang sekarang menggenggam tangan sarang.

“Lepaskan dia.. kau akan menyakitinya.” Sehun berdiri, sarang sekarang berada di tengah-tengah kedua pria tampan itu. Apa dirinya sedang akan diperebutkan sekarang?

“Singkirkan tanganmu.. ” chanyeol menatap sehun tajam rahangnya mulai mengeras. Sikap ini membuat sarang takut melihatnya.

“Tidak. Dia kemari bersamaku, aku akan pulang dengannya juga.”

“Hyaa.. kau ini siapanya? Bodyguard?” Tanya chanyeol

“Dia sahabatku jadi kau tidak bisa berbuat kasar padanya.” Itu membuat chanyeol tersenyum sinis. Dia lalu menyikirkan tangan sehun yang menggenggam tangan sarang.

“Kau tidak berhak atas dia.” Chanyeol pun memaksa sarang keluar dan masuk dalam mobilnya. Sehun hanya terdiam dan memandang dari jauh kepergian mereka. ‘Tidak berhak? Lalu apa hak dia?’ Pikir sehun dengan masih terdiam.

 

**______**

 

Chanyeol menyetir dengan masih wajah yang sedikit kesal. Sarang terlalu takut menatap chanyeol sekarang.

“Kenapa kau keluar dengan pria lain?”

“Maksudmu sehun? Dia sahabatku park chanyeol.. ”

“Tidak peduli dia sahabatmu atau bukan.. aku tidak ingin melihat kau bersama dia lagi.”

“Apa.. kau cemburu?”

“Hyaa.. hyaa.. a-aku tidak, mana mungkin cemburu dengan pria aneh itu.” Chanyeol membulatkan bibirnya.

“Arraseo..” sarang yang melihat tingkah lucu chanyeol itu pun menahan agar tidak tertawa.

“Park chanyeol-shi.. boleh aku bertanya sesuatu?” Chanyeol hanya mengangguk, “Apa kau mengenal orang tuaku?”

“Aissh.. jinja, kita saja belum genap satu bulan bertemu.”

“Tapi aku tadi pergi ketempat penyimpanan abu orang tuaku, dan ibumu ada disana.”

“Benarkah? Mmh.. aku tidak yakin apa yang dilakukannya disana.. apa aku harus bertanya pada oemmoni?”

“Ah tidak perlu.. ”

Drrrtt~ drrt~

chanyeol segera menjawab panggilan telponnya.

“Yeoboseo.”,”Mwo? Baiklah aku segera kesana.” Hanya itu yang sarang dengar dari percakapan chanyeol sengan seseorang ditelfon.

“Sesuatu terjadi?” Tanya sarang.

“Kita kerumah orang tuaku.. ayahku jantungnya kambuh.” Wajah chanyeol terlihat panik sekarang, ayahnya memang mengidap penyakit jantung 4 tahun belakangan ini. Maka dari itu chanyeol yang mengurus perusahan sebagai CEO.

Mereka sudah sampai dirumah orang tua chanyeol dan segera menuju kamar ayahnya. Disana sudah berada ibu chanyeol serta beberapa perawat. Chanyeol segera mendekat dan menggenggam tangan ayahnya yang sedang terbujur masih belum sadarkan diri, meskipun chanyeol tidak pernah pulang kerumahnya tapi tetap saja dia sangat menghormati dan menyayangi ayahnya. Ibunya terus menangis disisi lain.

“Aboeji.. aku disini.” Ucap chanyeol lirih. Sarang melihat sosok chanyeol sekarang sangat berbeda dari yang dia tunjukan beberapa jam lalu. Chanyeol begitu hangat kepada ayahnya. Sarang terharu melihat chanyeo dan ayahnya sekarang matanya mulai berkaca-kaca.

Ibu chanyeol yang sedari fokus dengan anaknya lalu mengalihkan pandangannya pada sarang yang berdiri dibelakang chanyeol, kesedihan diwajah ibunya berubah menjadi amarah.

“Kenapa kau disini? Pergi dari sinii.. ” ibu chanyeol bahkan berteriak membentak sarang.

“Oemma tak bisakah oemma tenang? Aboeji sedang sakit” oemma chanyeol yang tidak tahan lagi melihat sarang akhirnya keluar dari kamar.

Chanyeol masih saja menggenggam tangan ayahnya, air matanya tak bisa ditahan lagi. Sarang yang dibelakang chanyeol sejak tadi mencoba mendekatinya, dengan ragu-ragu dia memcoba memegang pundak chanyeol.

“Uljima.. ayahmu akan sedih melihat kau seperti ini.”

“Sejak kecil aboeji mengajariku segala hal.. aku takut belajar menaiki sepeda, tapi aboeji bilang bahwa dia akan selalu ada disisiku dan itu terus menerus aboeji katakan saat aku sedang takut.. dan sekarang aku hanya takut kehilangannya.”

“Kalau begitu sekarang saatnya kau yang harus selalu berada disisinya.. ”

“Yah.. ya harus ku lakukan.”

**_____**

 

Chanyeol mengantar sarang ke teras rumah, dan junmyeon juga ada disana karena beberapa saat yang lalu chanyeol menghubunginya untuk menyuruhnya mengantar sarang.

“Mianhe.. aku tidak bisa mengantarmu.”

“Gwanchana.. kau harus tetap disini, aku pergi.” Sarang melambaikan tangannya lalu berjalan masuk dalam mobil junmyeon.

“Kau fokuslah merawat ayahmu, aku akan menjaganya.” Perkataan junmyeon yang dibalas anggukan lemas oleh chanyeol, dan mereka pun pergi meninggalkan rumah itu.

Didalam mobil sarang mengatakan pada junmyeon untuk mengantarnya kerumah orang tua sooyoung. Dan mereka lalu sampai didepan kedai sekaligus jadi satu dengan rumah orang tua sooyoung.

“Khamsamnida kim junmyeon-shi.” Sarang melepaskan seatbeltnya.

 

Praaaaang~

Junmyeon dan sarang saling bertatapan, karena suara bantingan perkakas dan piring-piring dari dalam kedai. Mereka pun segera keluar untuk mencari tau apa yang terjadi.

Didalam orang tua sooyoung, kyungsoo serta sooyoung sendiri sedang meringkung dan saling berpelukan. Tampak ekspresi mereka sangat ketakutan ibunya dan sooyoung tampak tak kuasa menahan tangis. Tiga orang yang berpakaian seperti preman itu terus saja menghancurkan barang-barang dikedai meskipun ayah sooyoung mencoba memohon pada mereka. Kyungsoo yang sedari tadi dipeluk ibunya mencoba berdiri dan melawan.

“Hentikaaan.. ” dia berteriak dan memegangi salah satu orang, tapi dia malah mendapat pukulan dari orang yang lainnya. Ibunya dan sooyoung merakak untuk menyelamatkan kyungsoo agar orang-orang itu berhenti memukulinya.Sarang dan junmyeon terpaku melihat kejadian itu dari luar.

“Hyaa! Apa yang kalian lakukan.” Ucap seseorang di pintu, keluarga sooyoung mengalihkan perhatian sooyoung pada pria itu.

“Kim junmyeon.” Sooyoung masih ingat betul nama dan wajah pria itu.

“Ini bukan urusanmu.” Ucap salah seorang dari preman itu yang kemungkinan adalah pemimpinya.

“Hentikan dan pergi dari sini, kalua tidak aku akan memanggil polisi.”

“Tcih.. hajar dia” perintah pria itu kepada anak buahnya. Dan dua orang yang lain langsung menyerang junmyeon tapi junmyeon langsung menghindar dan membalas mereka. Dan akhirnya mereka kalah lalu pergi meninggalkan kedai.

Sarang, junmyeon, sooyoung dan keluarganya duduk dimeja kedainya setelah membereskan pecahan-pecahan piring yang dihancurkan orang-orang tadi.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mereka bertindak brutal seperti itu?” Tanya sarang sambil memegangi tangan ibu sooyoung, tapi ibunya tak bisa menjawab hanya terus saja terisak.

“Mereka adalah rentenir..” ucap kyungsoo

“Rentenir?” Sarang nampak bingung bagaimana mereka bisa berurusan dengan rentenir.

“Appa meminjam uang kepada bos mereka untuk membuka kedai ini, karena appa sudah tua dan diphk appa tak bisa berbuat apa-apa lagi karena kyungsoo juga masih harus bersekolah.” Jelas ayah sooyoung.

“Appa.. tapi kenapa appa tak mengatakannya padaku aku akan bekerja untuk kalian dan juga pendidikan kyungsoo.” Sooyoung menahan tangisnya dia lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Junmyeon yang duduk didekat sooyoung mencoba menenangkannya dengan mengelus lembut punggungnya.

Rencana makan malam merayakan ulang tahun kyungso menjadi berantakan karena peristiwa tadi, mereka menjadi tenggelam dalam kesedihan. Beberapa lama kemudian junmyeon pamit untuk pergi. Saat dia berjalan keluar menuju mobilnya, sooyoung memanggil junmyeon lalu menghampirinya.

“junmyeon-shi.. gomawoyo kau sudah membantu kami.”

“Kau tau kan itu tindakan tidak benar, jadi aku harus melindungi kalian.” Sooyoung sekarang tersenyum dengan perkataan junmyeon, “Oh mana ponselmu?” Junmyeon mengulurkan tangannya meminta dan sooyoung langsung mengambil dikantong jaket dan memberikanya pada junmyeon. Junmyeon mengetikan sesuatu disana.

“Itu nomor ponselku.. jika terjadi sesuatu katakan padaku, arraseo?” Ucap junmyeon dan diiyakan oleh sarang. Junmyeon masuk mobil dan pergi sooyoung melambaikan tangannya dan tersenyum.

Dimeja kedai masih ada sarang dan kyungsoo. Sarang masih mengamati kyungsoo yang sedari tadi murung sambil menundukan wajahnya.

“Waegeure? Jangan memasang wajah seperti itu.. hari ini kan hari ulang tahunmu.”

“Apa aku harus bergembira ketika semua orang bersedih noona?”

“Hyaa.. jangan seperti itu.” Sarang lalu mengambil sesuatu dalam tasnya sebuah bungkusan dan diberikannya pada kyungsoo, “igo, saengil cukhahamnida kyungsoo-ya.”

“Noona ini apa?”

“Bukalah.. ” kyungsoo lalu membuka hadiah itu, dan ternyata itu adalah sebuah ponsel baru. Memang kyungsoo memiliki ponsel tapi model lama dan bekas dari sooyoung. Kali ini sarang ingin kyungsoo merasa senang, karena dia juga keluarga bagi sarang.

“Noona.. i-ini.. benar untukku?”

“Tentu saja, kau sudah kuanggap seperti adik bagi noona.” Sarang tersenyum, kyungsoo beranjak dari duduknya menghampiri sarang dan lalu memeluknya.

“Gomawo sarang-ii noona..” sarang merasa bahagia karena kyungsoo bahagia dan bisa membuatnya tersenyum lagi.

 

**______**

 

Sarang sudah berada dikantor pagi ini, banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Tapi entah kenapa dia tidak bisa berkonsentrasi, malah chanyeol yang terus saja berada dipikirannya. Sarang merasa cemas dengan keadaannya. Akhirnya sarang memutuskan untuk menemui chanyeol diruangannya.

“Apa tn. Park ada didalam?” Tanya sarang pada sekertaris chanyeol.

“Tn. Park chanyeol tidak masuk kantor.. karena presdir. Park meninggal pagi tadi.”

“Mwo?”

 

 

-TBC-


The 12 Legends Black Pearls (Chap 2)

$
0
0

Author             : Zhou Si Yu

Tittle                : The 12 Legends of Black Pearls

Cast                 : EXO Members OT12

Main Cast        : Others..

Genre              : Fantasy, Romance, Friendship, Brothership, Sad, Action, School Life

Lenght             : Chaptered

Rating             : T

Chapter           : 2

Twitter                        : @Khalisah_ES

Summary         : 11 orang Ksatria Legends telah terpisah di berbagai belahan Bumi karena adanya peperangan di EXO Planet tempat mereka terlahir, yang mengancam ke-11 Ksatria tersebut agar mereka terbunuh sebelum memusnahkan kegalapan. Tetapi sebelum kegelapan berhasil membunuh para Ksatria di perang tersebut, MAMA telah meminta kepada The Tree Of Life memindahkan para bayi Ksatria ke tempat yang aman dan diasuh oleh para orang kepercayaan MAMA.

Note                : Asli buatanku sendiri, NO COPAS! NO PLAGIAT!

 

Jadi itu penyebab darahnya tidak berhenti keluar, “Siapa namamu?” kataku mengubah topik pembicaraan. Dia tersenyum, astaga manis sekali.

“Namaku ……

“Namaku Zhang Yi Xing, biasa di panggil Lay”, ucapnya. “Na….”, belum selesai aku berbicara aku mendengar suara Ibu lagi, Suho selama disana nama asli Kim Joon Myun. “Hei, kenapa diam?” ucapnya sambil mempoutkan bibirnya. Aigoo dia lucu sekali, “Namaku Kim Joon Myun, panggil saja Suho. Salam kenal”.

Suho Prov end

Author Prov

“Joonmyunie”, panggil Lay, yang dipanggil pun menoleh karena merasa dialah yang dipanggil. “Ne? Lay-ah”, ucapku. “Aku baru melihatmu disekitar sini, apa kamu orang baru di sini?” tanya Lay. “Ne, aku baru disini. Aku juga belum mendapat tempat tinggal” ucap Suho dengan nada agak sedikit sedih. “Tinggal di rumahku saja, Joonmyunie. Aku tinggal sendirian semenjak nenek dan kakek meninggal, aku kesepian, Joonmyunie”. Lanjut Lay. “Apa boleh Lay-ah? Tanyaku, yang ditanya hanya mengangguk imut, “Baiklah, aku mau daripada nggak punya tempat tinggal sama sekali” ucap Suho senang. “Kalau begitu ayo kita pulang, Joonmyunie”, narik tangan Suho, “Ne Lay-ah”

Diperjalanan mereka berdua asyik mengobrol dan sebentar-bentar tertawa karena cerita masing-masing. Yixing pun mengetahui kalau dia lebih muda 5 bulan dari Suho dan  memutuskan memanggil Suho dengan panggilan ‘Hyung’, tanpa disengaja mereka berdua dengan salah satu teman Lay dijalan. “Lay hyung”, panggil seorang namja dengan nafas tak beraturan. “Eh? Chennie-yah, wae?” tanya Lay pada namja yang dipanggil Chen tadi, “Aku mencari hyung kemana-mana, aku takut hyung terluka seperti waktu itu”,ucap Chen dengan nada khawatir. “Aku baik-baik saja,Chennie-yah”, tegas Lay meyakinkan Chen yang sedang khawatir.

“Syukurlah kalau hyung baik-baik saja. Hm, nugu-ya?, tanya Chen penasaran. “Eh? Ini Joonmyun, dia akan tinggal bersama hyung di rumah. Hyung ini Kim Jongdae panggil saja Chen”, jawab Lay tanpa beban, Chen yang mendengar kaget bukan main, “Tapi….”. “Sudahlah Chen-ah, dia gak akan nyakitin hyung. Tadi dia yang nolongin hyung, lebih baik kamu pergi kuliah sekarang”, suruh Lay lembut. “Ne, hyung. Annyeong, jaga diri hyung ne”. Lay mengangguk, Chen pergi setelah diyakinkan oleh Lay.

“Dia dongsaengmu?” tanya Suho yang dari tadi tidak dihiraukan oleh Lay dan Chen. “Ani, dia bukan dongsaengku. Tapi, aku menganggap dia seperti dongsaengku sendiri. Dia tinggal di samping rumahku, anak tunggal yang sering ditinggal orang tuanya pergi bekerja membuat dia dekat denganku dan menganggapku seperti hyungnya sendiri. Dia selalu khawatir dengan kesehatanku seperti tadi”, jelas Lay membuat Suho yang mendengarnya hanya mengangguk mengerti, “Palli hyung kita pulang”. Lanjut Lay, “Ne, Lay-ah”

Di salah satu kampus terkenal dan terbaik di Seoul, terlihat seorang namja sedang berjalan sendiri di lorong kampus, namja itu adalah Chen, “Kenapa Lay hyung membawa namja itu ke rumahnya? Padahal selama ini Lay hyung tidak pernah berani membawa orang asing ke rumahnya”, gumam Chen. “Chen-ah”, panggil seseorang, Chen langsung berbalik melihat siapa yang memanggilnya, “Baekhyun-ah, Chanyeolie. Wae?”, sahut Chen kepada kedua teman sekelompoknya di Beagle Line itu, “Kami mencarimu kemana-mana, Chen-ah. Kau kemana saja?” tanya namja imut yaitu Baekhyun. “Tadi aku mencari Lay hyung dulu sebelum pergi ke kampus”, ucap Chen. “Sudahlah, Ppalli kita ke kantin aku lapar”, ajak namja tinggi tampan Chanyeol dengan senyum bodohnya itu.

Di rumah Lay, Suho masih asyik melihat-lihat isi rumah Lay yang tidak terlalu luas itu tetapi banyak benda-benda antik di dalamnya. “Hyung, palli makan dulu”, teriak Lay dari dapur. “Ne, Lay-ah”

Suho Prov

Aku seperti merasa ada yang aneh dengan barang-barang yang ada di rumah Lay ini, rumahnya dihiasi dengan lukisan dan benda-benda antik berbentuk Unicorn. Bukannya Unicorn adalah makhluk penyembuh di EXO Planet, tetapi di Bumi tidak ada Unicorn. “Lay-ah”, panggilku. “Ne?” sahutnya.

“Apa kamu menyukai Unicorn?” Aku betul-betul tidak bisa menahan rasa penasaranku lagi dengan replika Unicorn yang ada di rumah ini. “Eh? I..Itu, aku sangat menyukai Unicorn hyung. Tapi, di Bumi tidak ada Unicorn hyung”, sahutnya sedih.

Apa mungkin Lay adalah Heal? Tapi kenapa dia tidak mengetahui kekuatannya? ‘tugasmu untuk mengumpulkan mereka kembali dan memberitahu mereka tentang kekuatan dan asal mereka’. Aku baru ingat kalau mereka semua tidak mengetahui kekuatannya sama sekali, kalau Lay memang Heal pasti dia memiliki Black Pearl. “Lay-ah, apa kamu mempunyai sebuah pemberian dari kakek dan nenekmu?” tanyaku yang benar-benar sudah sangat penasaran, “Pemberian? Ah! Ne, ada. Tunggu sebentar hyung, biar aku tunjukkan”, jawab Lay langsung berlari ke kamarnya dan kembali lagi ke dapur, “Ini hyung pemberian kakek” Lay menunjukkan sebuah pin berbentuk Unicorn dan di tengahnya ada Black Pearl seperti punyaku.

Suho Prov end

Lay Prov

Kenapa Suho hyung ingin melihat benda pemberian kakek? Dan kenapa wajahnya terkejut seperti itu? “Lay-ah, kau….” Suho hyung langsung memelukku, tapi kenapa? “Lay-ah, kau adalah adikku. Coba lihat mutiara hitam di tengah pinmu itu sama dengan mutiara hitam yang ada di kalungku”, jawab Suho hyung dan menunjukkan kalungnya. Aku terkejut dengan semua yang terjadi apa ini bagaimana bisa? ‘Yi Xing suatu saat akan ada seseorang yang memiliki tanda mutiara hitam itu juga menjemputmu’ aku teringat pesan kakek, apa mungkin yang dimaksud kakek itu Suho hyung.

Lay prov end

Author prov

Di sebuah istana yang mengerikan terlihat seorang namja sedang memperhatikan bola ramalan di depannya “Jadi Water sudah bertemu dengan Heal, tidak ku sangka bisa secepat ini”, ucap namja dengan baju hitam dan wajah tertutup tudung.

TBC

Siapa namja itu?

Apa Lay bakal mempercayai Suho?

Siapa Ksatria selanjutnya?

 



Beautiful Pain (Chapter 6)

$
0
0

Author             : ndmyf;

Cast                 : Oh Sehun, Park Chanyeol,  Kim Rian (OC);

Genre              : Romance, Friendship, Family;

Length             : Chapter;

Rating                         : PG-16;

Summary         : Pantas saja, aku merasa kau sangat jauh. Kau tidak pernah memandangku seperti kau memandangnya. Matamu seakan berbinar saat menatapnya. Aku—ingin marah, tapi rasanya sulit, bahkan aku tak tahu bagaimana caranya mengekpresikan perasaan itu.

 

“Apakah mungkin, pemeran utama pria tidak selalu bersatu dengan pemeran utama wanita?. Karena aku tahu, tidak tertulis namaku sebagai pemeran utama pria dalam kisah cinta ini. -Park Chanyeol

 

 

Enam

****

Chanyeol masih tidak beranjak. Berdiri tegak di lobi. Dimana akhirnya? Kapan akan berakhir? Dimana batas ketahanannya untuk terus bersandiwara? Sampai kapan bersikap tidak pernah terjadi apa-apa? Saat ini mungkin masih bisa, tapi nanti?.

Masih teringat, walau waktu terasa semakin berlalu, kenangan itu masih ia ingat. Dirinya yang dulu. Giginya yang putih berderet rapi saat tersenyum, topi kesayangannya yang selalu ia kenakan kemana pun ia pergi. Mengekor kaki yang beberapa langkah berjalan di depannya. Memerhatikan rambut kuncir kuda yang bergoyang saat berjalan dihadapannya. Berlarian dibawah hamparan bunga sakura saat musim semi, bermain bola salju walau udara dingin menusuk tulang. Namun kini masa indah itu kini terlewati, berjalan seiring waktu saat pikiran dan tubuhnya beranjak dewasa.

 

‘Terulang lagi..

Perasaan aneh itu ku rasakan lagi.

Disini, ditempat ini, dan saat ini mengapa aku seperti berada diantara kalian berdua. Yakin atau tidak yakin, tapi itu yang kurasakan. Semakin lama ku memikirkannya, semakin  membuatku menjadi gila.

Terkadang aku menyesal pertemuan kita waktu itu. Saat musim dingin, kau tiba-tiba menghampiri kami berdua. Aku senang waktu itu, namun.. Berbeda dengan saat ini. Aku akui, aku menyesalinya.

Mungkin dulu aku memang bahagia ketika bersamamu, juga bersamanya. Tapi sekarang aku benci saat kau kembali, jika bisa aku ingin kau tetap tinggal disana, jangan pernah kembali. Aku tidak sengaja melihat berita pagi itu. Kau disebut-sebut sebagai pemilik baru Kingdom grup, awalnya aku ragu itu kau, tapi tak butuh waktu lama untuk menayadari keraguanku. Saat tahu itu kau, saat pertama kali aku melihat dirimu, seakan hatiku membeku dan napasku tercekat. Mengetahui bahwa kalian akan berada dalam satu tempat yang sama.

Aku takut. Benar-benar takut.

Takut kehilangan semuanya, takut berakhir dalam ketiadaan, dalam keheningan, lenyap begitu saja tanpa ku ketahui kapan.

Kekhawatiranku terbukti, malam itu kau keluar dari tempat yang sangat ku kenal. Aku tak tahu kenapa, namun kau terlihat kalut. Aku sengaja menghampirimu, bersikap baik walaupun berbohong. Menyapamu, dengan senyuman palsu di wajahku. Ingin rasanya ku teriakkan “Kau, Oh Sehun! Jangan pernah mengganggu gadisku.”

Waah sepertinya benar-benar akan menarik jika ku katakan itu. Tapi kuurungkan niatku, kita lihat sampai kapan kau akan bertahan. Alih-alih menunggumu bertahan, kenapa perasaanku sendiri yang berkata bahwa akulah yang tak sanggup untuk bertahan.

Sial.. Sepertinya aku yang akan kalah.

Samar terlihat sikap anehmu saat pertemuan itu, ah tidak, sikap kalian berdua. Apa aku terlalu cepat mengambil hipotesis? Terlalu cepat menyimpulkannya? Aku rasa tidak. Sikap kalian terlalu kentara untuk disembunyikan. Rian yang menjadi pendiam ketika kau datang, dan kau yang terlihat menutup-nutupi perasaanmu yang sebenarnya.

Saat pertama kali kau pergi, pemandangan yang pertama kulihat, ketika ia tertunduk sembari menangis didepan rumahmu, menunggumu kembali. Hari selanjutnya, ia menunggumu seakan tak pernah bosan, begitu juga seiring berjalannya hari. Melirik tirai kamarmu yang bahkan tidak pernah terbuka. Dan kau tak kunjung datang.

Ia tak pernah bosan menunggumu disana.

Aku yang jauh lebih dulu mengenalnya, dibanding denganmu, tapi kenapa, malah kau yang mampu mengambil hatinya. Kau memiliki segalanya Oh Sehun. Aku sangat iri padamu. Aku cemburu padamu.

Tatapan matanya yang tak pernah sama ketika menatapku, aku merasakannya. Bukankah mata lebih banyak bicara jujur ketimbang ucapan? Aku melihat kejujuran dari tatapan matanya, ia seperti mengatakan bahwa, ‘Aku menyukaimu Oh Sehun, aku ingin kau kembali’. Meski ku berikan segalanya untuknya, semua tetap terasa tidak akan cukup.

Dari tatapannya membuatku tersadar akan sesuatu,,,

Bahwa..

Bayangku tak pernah ada di matanya.

Aku yang selalu mempercayai kami akan terus bersama, sulit mempercayainya, dan jika, setelah kehilangannya nanti, bagaimana aku hidup seorang diri?

Aku bahkan tidak sanggup membayangkannya’.

Sekarang, ia tahu apa yang sekiranya hilang. Sesuatu yang tidak pernah ia milikki sejak awal. Ia ingin meraihnya, namun tidak tahu bagaimana cara untuk mendapatkannya. Chanyeol masih tergelak diam di lobi. Banyak orang yang berlalu-lalang memerhatikan kearahnya. Sampai akhirnya satu sapaan mendarat dibahunya. “Ya, Park Chanyeol, sampai kapan kau akan berdiam diri?”

‘Biarlah aku menjadi seorang pria bodoh, saat ketidaktahuan menjadi hal paling ternyaman yang pernah kukenal’.

Chanyeol bergeming, namun tersenyum layaknya pria bodoh.

**

Masih dengan tatapan curiga, perubahan sikap mereka berdua mampu membuat seisi cafetaria memerhatikan mereka, terutama tatapan kebencian para karyawan perempuan yang tertuju pada Rian, dengan selentingan-selentingan kebencian masih menyapa organ pendengaran gadis itu.

Tidak ada yang salah, mengingat bahwa ia masih termasuk karayawan baru dan, gosip tentang dirinya dengan CEO baru membawanya manjadi topik paling hangat untuk tidak dibicarakan. Tidak ada satupun karyawan yang tidak tergoda untuk membicarakannya.

“Kau tau kisah beauty and the beast,? aku berani bertaruhan mereka tidak mungkin berkencan!.-”

Rian menghela napas. Mengernyit ngeri memerhatikan satu per satu mata yang menatapnya. ‘Justin bieber? Aaah anieyo.. Eoh,, bukankah dalam cerita itu mereka akhirnya bersatu?’. Rian tersenyum, lalu kembali mengamati pantulan seorang gadis dalam cermin, tubuhnya mematung. Blouse putih polos dipadu blazer dengan celana hitam panjang chotton. Rambut hitam panjangnya diikat rapi kebelakang, tanpa make up berlebihan yang setiap kali ke toilet harus membenahi riasan diwajah. Tubuhnya tinggi, kira-kira 168 senti meter, meskipun tubuhnya tidak terlalu ramping seperti kebanyakan gadis yang selalu mengatur pola makannya.

Rian membuka ikatan dirambutnya, rambut hitamnya tergerai melewati bahu. Perlahan merapikan rambutnya menyisirnya dengan jemarinya. Sebelah alisnya terangkat, sembari mendengus kesal ketika kembali teringat selentingan pembicaraan yang mengarah padanya. ‘Tsk, memangnya apa yang salah denganku?’. Rian menghambur keluar toilet, ia tahu kemana langkahnya pergi saat hatinya tengah gusar.

Rian kembali mengikat rambutnya.

Atap.

Ruangan terbuka tepat di puncak paling atas gedung. Terasa panas ketika bulatan bernama matahari itu tepat ditengah titik langit, namun terkadang terasa bagai tempat yang paling tepat untuk sekedar merenung. Dengan disuguhi begitu megahnya alam yang terkadang terlupakan yang dibutakan dengan keserakahan manusia.

Rian mengusap wajahnya kasar, ia termangun namun kemudian mendengar suara mendekat sebelum suara langkahnya. Bunyi gerakannya hanya berupa suara pintu tertutup.

Rian menoleh…

 

 

“Didunia ini hanya segilintir orang yang kubutuhkan. Selebihnya hanya orang-orang yang tidak kubutuhkan. Mereka tidak ada bedanya dengan sekumpulan serangga yang tidak berguna. Tapi terkadang, mereka benar-benar sangat mengganggu. Saat itulah mereka akan kusingkirkan.  Pastikan tak ada seorang pun yang tahu”.

 

Kerutan di keningnya terlihat dalam, langkahnya mendekat mengendap-mengendap juga tetap menjaga jarak. Namun bukan sedikit rasa keterkejutan di wajahnya saat sosok yang ia kenal, pemilik suara tadi berdiri tidak jauh dari tempatnya. Sampai-sampai suara memekik keluar dari mulutnya, orang itu berbalik menebar pandangannya kesetiap sudut.

Begitu cepat Rian bersembunyi di balik dinding dengan bekaman di mulutnya. Ia yakin mengenali wajah itu, tidak mungkin ia tidak mengenalinya. Bingung tak tahu lagi apa yang akan terjadi, Rian memejam untuk sepersekian detik, sampai suara pintu itu kembali terbuka lalu menutup. Beberapa detik ia diam dalam posisi itu, mengambil napas dadanya terasa berdenyut kencang.

“Kenapa terjadi hal yang bahkan tidak pernah terpikirkan olehku?”

Dadanya naik turun menarik napas, ingin berteriak sekencang-kencangnya namun tercekat ditenggorokannya. Sebelum akhirnya mengangkat tangan ke atas, setinggi mungkin. Tubuhnya pegal, matanya perih, terlalu lama mematung di depan komputer. Ia coba singkirkan pikiran-pikiran aneh yang menimpanya akhir-akhir ini. Matanya beredar mengamati gedung-gedung tinggi menghiasi kota yang mulai terlihat cantik saat senja menghampiri. Warna jingga tersebar tepat diatas kota, terlihat indah, begitu menenangkan. Sekedar rehat sejenak dari pekerjaan yang masih menunggunya.

Dengan dua heandsfree dikedua telinga, ia memejam tangannya terbentang merasakan hembusan angin menerpa tubuhnya. Sesekali bibirnya menyunggingkan senyuman, menorehkan setitik kenyamanan saat angin menyapa tubuhnya.

Rian-ah annyeong,”

Kerutan diantara keningnya terlihat, wajah itu tiba-tiba terbayang, begitu jelas dalam ingatannya, tak hanya itu, begitu juga suara dan tawanya, seolah menggantikan musik dalam playlist ipodnya. Suaranya menggema namun terdengar lembut.

‘Apakah universe sedang mengingatkanku?’

Rian tersenyum, masih menikmati suara itu dikepalanya, begitu nyata.

‘Perasaan apa ini? Seketika aku merindukan pria jangkung itu’

‘Anehnya aku menikmati perasaan ini’

Tanpa sadar bibirnya bergumam, berbait-bait seperti menyanyikan sebuah lirik lagu. Begitu larut dalam ingatannya, selang beberapa menit satu nama yang sangat  tak asing lagi dalam ingatannya, Rian mengeja tanpa suara ‘Park Chan-Yeol’ bersamaan ketika cahaya mulai menampakan wujudnya saat ia membuka mata.

Sepasang mata hitam tengah memerhatikannya,  menangkap kilatan kegembiraan dalam diri Rian yang tergambar dari raut wajahnya. “Kau sedang memikirkan apa?” Tanyanya sambil menyelipkan helaian rambut Rian yang tadi terjuntai tertiup angin. Rian menoleh begitu cepat, jantungnya berdenyut kencang, perutnya terasa mulas seketika. Suara itu hilang, begitu juga tawanya. Playlist-nya kembali terdengar, Rian mengecek ipodnya, yang sedari tadi playlist itu tidak berhenti, berganti dari lagu pertama yang ia dengarkan sejak awal. Rian bergeming, sedangkan laki-laki itu masih menunggu dengan masih memerhatikan wajah bingungnya.

“Hei,”

Rian masih bergeming, dengan kedua tangannya yang memeluk tubuh. Lelaki itu merasakan sesuatu, ia masih  memandangnya. ‘Kau begitu manis saat tersenyum, namun kini tergantikan dengan kegelisahanmu. Sebuah tempat yang tidak bisa kusentuh, tempat yang tak bisa ku tempati, Rian-ah, bisakan ku gantikan tempatnya disisimu?’ Dia tidak tahu perasaan apa yang menyesakkan dadanya, namun semakin lama semakin sakit yang ia rasakan. Bukan perasaan senang ketika bersama gadis itu, yang jelas-jelas sekarang sedang tidak di sini, pikirannya jauh enatah di mana, dengan memeluk tubuhnya sendiri.

“Lagu apa yang kau dengarkan?” Sehun menarik satu heandsfree, mungkin sedikit kasar karena Rian terlihat mengusap telinganya, terkejut.

‘Sejak kapan ia di…’

Rian menggeleng pelan. Banyak hal yang tengah dipikirkan kali ini, Sejak awal Sehun menangkap sekelebatan ekspresi aneh Rian saat itu “Apa yang kau pikirkan sampai-sampai kau melamun seperti ini?” Sehun bertanya lagi, kini menarik lengan gadis itu lalu duduk dibangku yang tepat beberapa langkah dari tempat mereka.

Rian masih menimbang-nimbang pikirannya, sementara Sehun masih menunggu melirik gadis itu sekilas lalu kembali menatap kedepan. ‘Apa aku telah merusak moment mu dengannya?’ Sehun mencondongkan tubuh, menyentuh tangan Rian suapaya ia menatapnya. Rian menoleh balik menatap Sehun, “Rian-ah,” nada suaranya terdengar serius, namun alih-alih melanjutkan kalimatnya Sehun malah sudah membaringkan kepala dipangkuan Rian.

“Tidak usah dipikirkan, wajahku memang tampan, tenang saja tidak ada yang bisa merebutku darimu” Kini pipinya merona merah muda. Rian terkesiap.

Terdengar suara menelan ludah.

Hening kemudian.

Sebentar lagi matahari di belakang awan, di mana sinar matahari yang mulai redup. Tapi, alih-alih tubuhnya beranjak, mereka malah menikmati kebersamaan.

“Hun-ah,-”

“Mm..” Matanya memejam, terlihat begitu damai, dadanya naik turun menarik napas yang mulai teratur. Matanya mengintip dari balik punggung Sehun, Rian mengangkat bahu dengan santai. Begitu tenang, takut mengusik lelaki yang terlelap itu. Rian mendongak, juga tersenyum tentu saja, meletakkan dagunya di atas bahu Sehun, memerhatikan wajah damainya.

“Well,?”

Sehun mengubah posisinya, membalikkan tubuhnya, yang dengan leluasa memperhatikan ekspresi Rian. Ia terkaget “Apa kau begitu terpesona melihatku?” Sehun angkat bicara dengan nada yang sedikit mengintimidasi. Rian mengerjap. Butuh beberapa detik baginya untuk menjawab pertanyaan barusan. Matanya berubah agak tidak fokus.

Sehun  tersenyum. ‘Ia kembali..’.

“Eeeey, yang benar saja,” Rian memutar bola matanya, menatap kearah lain. Sehun tersenyum. Rian berdeham singkat saat ia bimbang sambil menggigit bibirnya, lalu kembali menatap Sehun.

“Apa? Berhenti menatapku seperti itu,-”

Rian mendesah kesal.

“Apa kau benar-benar terpesona…? Benarkah?” gelembung-gelembung kecil menyapa Sehun dengan fantasi menyenangkan dalam benaknya. Sehun kembali memejam, mengulum senyuman dari bibirnya. Sedikit mengelak namun mengakui, laki-laki itu memang memesona di atas segalanya. Sehun mampu membuatnya tidak bisa memalingkan wajahnya. Begitu juga sebaliknya.

Rian mendesah lega.

“Apa kau mengantuk,?” Rian mencondongkan tubuhnya lagi. “Mm,-” Sehun hanya mengagguk singkat meng-iyakan, mengelus pelan jemari gadis itu yang berada dalam genggamannya. ‘Benar-benar terasa nyaman, bersamamu aku merasa bahwa aku telah kembali dari kepergianku yang sangat jauh, kini aku kembali… Kembali pulang’.

Langit mulai menghitam, matahari telah hilang ditelan malam. Kehingan menyeruak bersamaan dengan sayup-sayup cahaya bintang memecah langit. Kerlip-kerlip begitu megah di hadapan kegelapan malam—pemandangan luar biasa. Sangat cantik. Atau mungkin lebih tepat disebut dengan indah. Rian mematung memandang langit, bergantian irisnya  menatap dua objek indah dihadapannya. Lengannya yang bebas terulur menggapai helaian-helaian rambut hitam Sehun lalu mengelusnya pelan. Napasnya teratur terlelap dalam mimpi. Terlihat kedamaian disana, begitu menenangkan. ‘Hun-ah, kau adalah kebahagian sekaligus kesakitan yang indah buatku. Kau adalah kesalahan terindahku’.

Senyuman itu berubah menjadi kerutan yang muncul di antara dua matanya, Rian meremas ponsel. Paru-parunya terasa sesak saat satu kalimat sederhana tertera di sana.

‘Chan-ah.. bagaimana bisa?’

Bergantian ia menatap ponsel, lalu laki-laki itu. Rian menghela napas untuk menenangkan diri, namun tidak bisa. Terjebak dalam situasi yang menyebalkan.

>”Rian-ah, kau di mana? Ayo makan tteoppoki, aku yang traktir..” <

Inilah kesalahan yang ia maksud, Rian menggigit bibir, dengan sekali menelan ludah pahit. Rian melirik Sehun yang terlelap, ia bingung apa yang harus dikatakan pada Chanyeol. Butuh beberapa menit sampai jemarinya mulai mengetik satu kalimat balasan dengan bagitu banyak ketakutan.

‘Aku mengutuk diriku sendiri, Chan-ah.. Mianhae, bahkan aku tak pantas mendapat maafmu.’

Chanyeol masih terpaku di tempat. Menatap layar ponselnya yang baru saja bargetar dengan satu kalimat balasan.

Chanyeol bergetar.

>”Mianhae, Chan-ah.. Sepertinya hari ini aku lembur. Lain kali saja. Ok!”.<

Ujung bibirnya terangkat. Ia tersenyum.

‘Untuk pertama kalinya, aku ingin berlari.. Tapi bahkan kakiku pun tak sanggup untuk berdiri’.

****

“Rasanya, banyak sekali rahasia yang kau sembunyikan dariku,-” Sehun memejam bersandar setelah menutup pintu ruang inap. Pandangannya tetap sama, putih. Sejauh mata memandang, tetap warna itu yang terlihat. Tidak ada kombinasi warna apapun. Seperti ketidaktahuan yang sering kali membunuhnya, seolah ada skenario yang mengatur hidupnya, serasa ada yang kurang, ruang kosong itu tidak mau terisi.

Tanpa dicegah air mata itu terjatuh, pelupuk matanya tak kuat lagi menahan bendungan air mata yang mulai meluap. Perasaan itu begitu nyata, untuk yang kesekian kalinya, dadanya benar-benar terasa sesak, sakit, perih sama seperti waktu itu. Dulu yang pernah ia rasakan.

“Anieyo, aku hanyamerasa, bodoh. Keadaan keluargaku saja tidak tahu. Belenggu ini benar-benar menyiksaku.” Sehun memejam sejenak, terasa berat namun tak ada jalan untuk menolak.

“Maafkan pria tua ini Sehun-ah, setelah semuanya siap, aku akan memberitahumu. Jangan menangis, aku baik-baik saja,-”

Sehun membuka kancing kerahnya, menarik paksa dasi berwarna abu, lalu menjejalkannya ke tempat sampah. “Aku tahu, aku tunggu janjimu-” Ia kembali berjalan sebelum sekali menoleh kearah pintu berwana putih pucat itu.

Perhatiannya teralihkan sebentar, matanya menatap ponsel.

>“Hun-ah, aku ada di atap, kau kemarilah,-“ <

Pesan singkat menyambanginya beberapa menit yang lalu. Ragu.. Namun bukan hanya hatinya tapi juga langkahnya yang menuntunya ke jalan yang sama. ‘Seharusnya, aku tidak boleh mengharapkanmu. Seharusnya aku tahu diri. Bahkan untuk sekarang ini—pun kesalahan terbesarku adalah… aku kehilangan dirimu pada saat aku punya kesempatan memilikimu.’

**

Rian menunggu, mengedarkan pandangannya menatap malamnya kota Seoul yang bahkan tidak terlihat lelah di malam hari.

 

Brak..

 

Rian menoleh..

 

 

“Mwo? Segera gunakan semua koneksi yang kita miliki, jangan sampai ada celah. Cari tahu semuanya, atau tidak masalah ini jika sampai ketahuan oleh media semuanya akan kacau. Pastikan tidak ada yang tahu, terutama dari Pria tua dan anak itu. Rahasia ini harus dijaga.”

 

 

Suara itu terdengar lagi, suara yang persis sama dengan siang tadi. Langkahnya kembali terbawa ke sana. Sosok yang berdiri membelakanginya, dengan mulut yang bergumam tak karuan.

 

“Jika sampai mereka tahu, bukan hanya mereka yang akan ku singkirkan, tapi kau juga!. Dengar, tidak ada waktu lagi sampai pria tua itu benar-benar sembuh, sepertinya cara lama tidak berhasil kali ini, jangan sampai ada kesalahan apapun”.

 

Rian diam di tempat. Kakinya kaku, tubuhnya kaku. Suara itu menghilang bersama dengan hentakan pintu pemecah keheningan.

“Apa ini?”

Ia sering melihat adegan-adegan ini dalam film, biasanya adegan seperti ini tidak jauh-jauh dengan kejahatan yang akan atau telah dilakukan seseorang. Rian kembali menoleh, pintu itu tertutup. Ingatanya kembali teringat saat satu nama menyapa gendang telinganya. Ketika ia bertemu dengan orang-orang berkerah putih, berwajah malaikat namun berhati  binatang.

Ketika mata dibutakan dengan harta, bukankah cara sekejam  apapun dilakukan?.

**

‘Putih

Putih

Kenapa harus berwarna putih? Aku bosan dengan warna itu, warna yang telah mengenggut kedua orang tuaku.

Warna putih sialan. Rumah sakit sialan’.

Tatapannya kosong, tubuhnya seakan melayang saat menelusuri lorong putih rumah sakit. Air matanya berontak ingin keluar, namun dengan sekuat tenaga ia menahannya, ia tidak ingin terlihat menyedihkan dihadapan Rian. Tapi ia benar-benar ingin menangis. Lubang dalam dadanya kini mulai kembali menganga dan terbuka. Sehun melipat satu kakinya dengan perlahan, membiarkan airmatanya terus mengalir. Setelah merosot disatu sudut rumah sakit, ia bersandar didinding. Tidak peduli dengan orang-orang yang memerhatikan, memejam dengan wajahnya menenggak membiarkan air mata itu mengalir.

Biarkan ia terlihat menyedihkan didepan orang lain, asalkan bukan didepan Rian.

Matanya terbuka, perhatiannya beralih pada satu nama dilayar ponselnya. “Eoh?… Tetap awasi mereka!” terdengar ada jeda saat mengucapkannya, Sehun kembali mematikan ponselnya, tersenyum kecil lalu kembali beranjak dengan langkahnya tak melambat, namun terasa berat berjalan.

Rian melambai, Sehun membalasnya dengan senyuman. Namun gadis itu tahu ada sesuatu yang tidak beres. Sehun menghentikan langkahnya. Menatap gadis itu lembut, menyembunyikan perasaannya dengan senyuman manis di bibirnya. “Bagaimana keadaan kakekmu?, Ia baik-baik saja?” Lagi-lagi senyuman yang mampu membuat gadis itu terpesona.

‘Ada apa denganmu? mungkinkah ia tahu? Apakah harus kukatakan padanya?’

Tapi belum-belum gadis itu bicara, Sehun langsung memeluk pinggang Rian menariknya lebih dekat, Rian terkesiap, membungkam kata-kata yang kemudian tercekat di tenggorokkannya. Namun matanya tak berpindah dari iris hitam milik Sehun.

Sehun mengelus pelan pipinya sebelum akhirnya membungkuk meletakkan keningnya di bahu Rian. “Rian-ah, bisakah kita tidak membahas hal ini?.”

Sehun memejam di sana. Kenyamanan yang begitu saja menjulur keseluruh tubuhnya. Meredam amarahnya yang awalmya membuncah di sana, Rasa nyaman yang sebenarnya lebih berbahaya dari kebencian, ketika rasa nyaman menyelimuti mereka berdua, keinginan mereka untuk bersama telah melebihi apapun. ‘Jangan pernah perlihatkan sisi lemahmu dihadapan orang lain’, terlebih dari gadis itu. Tapi bisakah untuk sejenak ia menikmati sandaran itu untuk menangis, walau hanya sedetik?.

“Aku mengerti,,,” Sehun bergeming, Rian melanjutkan, walau bukan kalimat itu yang sendak ia katakan. “Kau tidak sendirian.” Gadis itu menunggu, masih menunggu reaksi Sehun yang kini masih diam. Rian menyentuh surai-surai hitam milik Sehun yang tertiup angin, mengusapnya teratur dari atas ke bawah.

‘Meskipun belum yakin sepenuhnya, laki-laki tadi, dengan semua ucapannya mengarah pada satu hipotesis yang ku lihat dari sikapmu. Aku ingin mengatakannya-tapi, aku tidak ingin memperburuk keadaanmu. Akan ku tunggu sampai kau siap.’

Sampai kapan rahasia itu akan tertutupi? Seakan jauh dari kata terbongkar. Bahkan sejak awal ia tidak mengerti apa rahasia besar yang mereka tutup-tutupi, yang pasti ia yakin suatu kebenaran dari keganjilan yang ia alami.

“Rian-ah?” Matanya terbuka.

“Mm..?” Gadis itu menyahut pelan.

‘Seharusnya menjauh dari dekatnya, yang tak kusangka, tapi aku tak bisa bergerak. Matanya yang hitam memesonaku’.

Sorot mata mereka terkunci. Saat Sehun merengkuh wajahnya, menempelkan dahinya di dahi Rian. Gadis itu diam terpaku menatap matanya. Tak ayal yang mampu membuat gadis itu terbuai dengan wangi napasnya. “Aku ingin bernostalgia, Rian-ah” katanya berbisik. Rian meremas blazernya, hanya menjawab dengan satu senyuman di bibirnya. Sehun balas tersenyum, ingatannya kembali mengingatkan satu-satunya kenangan indah yang ia milikki dihari ulang tahunnya.

Sejenak hanya ada damai ketika bibir mereka bertaut, menciptakan perasaan kehangatan, rindu dan harapan. Tiba-tiba saja aku merasa tenang, dan semua kegelisahanku terasa tidak penting’.

Hening…

Hanya ada gerakan bibir mereka yang bergerak singkron. Sehun menciumnya dalam ketenangan. Hanya terdengar denyut nadi mereka yang terdengar seirama jika disimak dengan benar. Napasnya tidak melambat, juga tidak memburu, teramat tenang terhanyut dalam perasaan mereka masing-masing. Sepersekian detik setelah merasakan sesuatu yang mampu mengembalikan kenangan manis mereka. Semuanya kembali normal ketika merasakan bahwa bibir mereka akhirnya berpisah.

Rian terakhir membuka mata, tak ayal pipinya merona, Sehun terus menatap kedalam matanya, kembali beradu pandang. Menyingkap rambut gelapnya dan menyelipkannya ke balik telinga. Menelusuri bibirnya yang penuh dengan ujung jarinya, Mendekatkan wajahnya lagi, dimana ia bisa merasakan kehangatan napasnya. Lebih dekat lagi… Sehun terus memandangi wajahnya, takut-takut jika ada yang berubah, namun yang berubah hanyalah senyuman yang mengembang diwajah Rian.

Sehun sangat tergoda untuk bisa memperlama situasi ini; dengan Rian bersamanya, atas kemauannya sendiri. Sehun mendesah atas dilema ini. Sehun mengangguk dan tersenyum. Keyakinannya mencuat ia yakin bahwa Rian pun merasakan hal sama dengannya. ‘Aku ingin gadis ini, sangat menginginkannya, dan dia menginginkanku juga’. Sehun manandangi mata coklatnya yang dalam. Tanpa dikomando lagi, Wajah mereka kembali mendekat, seperti tertarik magnet. Dan bibir mereka kembali bertaut.

‘Beri aku satu alasan, kenapa kau mencintaiku?’

Terlintas satu kalimat, yang mengingatkannya akan sesuatu. Rian kembali meremas blazernya.

****

Sepertinya chapter yang ini agak kepanjangan ceritanya, semoga ga bingung and bosen bacanya… Thank’s for reading ^-^


VAMPIRE PROSECUTOR (Chapter 1)

$
0
0

vampire prosecutors

Author         : Cantikagretha

Length         : Chaptered

Genre           : Action, crime, thriller, mystery

Main Cast     :

  1. EXO Kai as Kim Jong In
  2. Nam Yura (OC)
  3. EXO Sehun as Oh Sehun
  4. Min Rohui (OC)

Supported Cast :

  1. EXO Suho as Kim Joonmyeon
  2. EXO Lay as Zhang Yixing

Disclaimer     : FF ini murni karya aku. Terinsipirasi dari drakor “Vampire Prosecutor”. Meskipun judul sama, plot nya beda kok.. Happy readingg!!!

 

 

-Vampire Prosecutor-

 

-Author’s POV-

 

“Rohui-ssi, tolong kemari sebentar”, Lelaki itu memanggil Min Rohui, partner nya sejak 2 tahun yang lalu.

 

“Ada apa, Jongin-ahh ?”, Perkataan wanita tersebut membuat Jongin memutar bola matanya. Apakah mereka sedekat itu sampai-sampai Rohui memanggilnya dengan embel-embel -ahh ? Tidak.

 

“Apa kau berkhianat ?”, tanya Jongin tajam. Rahangnya mengeras, dan kilatan-kilatan kemarahan terlihat jelas dari matanya.

 

“Berkhianat ? Apa maksudmu, Jongin-ahh ?”, Rohui mendekatkan dirinya ke meja Jongin lalu menatap meminta penjelasan.

 

“Tentu kau tahu maksudku, Jaksa Min. Kau membocorkan segala hasil pemeriksaan kita pada Jaksa Lee, iya kan ?”, Jongin berdiri dari duduknya lalu melipat kedua tangannya di depan dada.

 

“Tidak, Jong. Aku hanya–”, perkataan Rohui terpotong ketika dalam sepersekian detik Jongin telah berdiri di hadapannya.

 

“Hanya apa ?”, Jongin menyingkirkan rambu Rohui ke belakang, mengekspos leher jenjang Rohui yang membuat gairahnya naik. Tentu bukan gairah dalam arti bercinta, tapi gairah untul menghisap darahnya.

 

“Kau tahu ? Aku sangat haus”, Jongin lalu mengendus-endus leher Rohui dengan penuh minat. Matanya berubah merah, taringya sudah menyembul keluar, ia bersiap untuk menghisap darah partner nya itu . Rohui menengguk salivanya dengan kasar, keringat bercucuran dari pelipisnya.

 

“Jangan, Jong. Please”, Perkataan Rohui membuat Jongin tersadar dengan apa yang akan dilakukannya. Ia kemudian berjalan menuju kursi nya dan duduk di situ.Warna matanya kembali normal dan taringnya sudah menghilang.

 

“Kalau begitu enyahlah”, kata Jongin sarkatis. Ia mencari dokumen Rohui di laci mejanya dan ketika sudah ditemukannya dokumen itu, Jongin segera menelpon Kantor Kejaksaan Pusat di Seoul. Sementara itu Rohui berharap-harap cemas akan apa yang akan dilakukan Jongin.

 

“Jaksa Kang, ini saya Kim Jongin”

 

“……”

 

“Bisakah anda merekrut pengganti Rohui ? Saya sudah tidak nyaman bekerja dengannya”

 

“……”

 

“Baiklah, saya tunggu besok”, Jongin lalu menutup telponnya dan beralih menatap Rohui yang tengah tertunduk.

 

“Jaksa Min Rohui, mulai detik ini kau bukan partnerku lagi”, Jongin kemudian mengambil jas nya lalu menyampirkannya di bahu bidangnya.

 

“Jangan pernah muncul di hadapanku lagi, karena aku tidak segan-segan menyedot darahmu itu”, Jongin berbisik di telinga Rohui lalu dalam sepersekian detik ia telah hilang dari pandangan Rohui.

 

“Sial”, umpat Rohui.

 

 

 

 

-Vampire Prosecutor-

 

 

 

 

“Yak ! Kim Jongin !! Kenapa kau disini ?”, tanya Yixing ketika melihat Jongin tengah duduk di sofa ruangannya.

 

“Tidak ada kasus lagi, ya ?”, Joonmyeon ikut-ikutan duduk di samping Jongin.

 

“Entahlah. Sepertinya mereka lebih percaya pada Jaksa Lee”, Jongin menjawab dengan lesu. Ya bagaimanapun harga dirinya sebagai jaksa benar-benar hancur. Tunggu, apa vampir punya harga diri ?

 

“Oh ya, kudengar kau mau ganti partner ?”, Sehun yang sedari tadi sibuk dengan dokumen-dokumen nya tiba-tiba saja bertanya pada Jongin.

 

“Ganti partner ? Memangnya Rohui kemana ?”, Jongin memijit pelipisnya. Sungguh, ia tidak mau lagi membicarakan tentang Rohui. Semenjak ia tahu kalau gadis itu berkhianat, ia sudah kehilangan kepercayaan terhadap manusia. Ia menganggap bahwa manusia sama saja, hanya mementingkan kepentingan diri sendiri saja.

 

“Baiklah, apa pun itu aku hargai keputusanmu. Semoga kau cocok dengan partner baru mu, ya ?”, kata Yixing yang hanya direspon anggukan Jongin.

 

 

 

 

 

-Vampire Prosecutor-

 

 

 

 

 

Keesokan harinya

Kantor Kejaksaan Pusat Seoul

 

 

-Yura’s POV-

 

Ahh, bagaimana ini ? Aku telat 10 menit dari waktu yang telah dijanjikan. Heol, lagipula kenapa Jaksa Kang baru memberitahu pemindahan tugasku tadi pagi ?

 

Kini aku sudah memasuki kantor kejaksaan pusat Seoul. Lumayan juga, meskipun masih lebih bagus kantorku di USA. Setelah berjalan dan naik lift selama kurang lebih 10 menit, aku pun sampai di depan ruangan seseorang yang akan menjadi “partner” ku.

 

“Astaga, kenapa aku sangat gugup”, kuhela napas dalam-dalam. Sungguh, aku sangat gugup saat ini. Belum lagi kudengat dari teman-temanku kalau Jaksa Kim itu menyeramkan.. ugh.

 

Tokk..tokk

 

Cklekk..

 

“Omo”, aku terlonjak kaget begitu melihat ‘segerombol’ penghuni ruangan tersebut menatap aneh ke arahku.

 

“Annyeong”, sapa laki-laki berambut pelangi.

 

“Apa kau partner barunya Jongin ?”, celetuk si laki-laki berlesung pipit itu. Kurasa dia berasal dari Tiongkok.

 

“Siapa kau ?”, tanya seorang laki-laki yang tengah duduk sambil menyilangkan kaki nya di atas meja. Ugh, laki-laki berkulit tan itu sangat tampan. Rahang tegas dan bibir tebalnya sungguh sempurna. Tapi entah mengapa, aku merasa ia memiliki aura yang berbeda. Aura yang sangat gelap.

 

“Aa..ahh.. saa..saya Nam Yura”, ucapku terbata-bata yang langsung ditanggapi anggukan oleh laki-laki itu.

 

 

 

 

 

-Author’s POV-

 

Jongin kemudian berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah Yura. Tidak sedetikpun Jongin mengalihkan pandangannya dari gadis itu. Sementara gadis itu ? Ia menengguk saliva nya kasar sambil berjalan mundur, berusaha menghindari Jongin.

 

Brukkk..

 

Sepertinya Yura tidak bisa mundur lagi. ‘apa yang akan dia lakukan’ batin Yura. Entah halusinasi atau tidak, Yura dapat merasakan hembusan napas Jongin di lehernya, dan itu membuatnya semakin takut.

 

“Hmm.. darahmu harum juga”, Jongin mengatakannya tepat di telinga Yura, tentu saja juga dengan smirk andalannya. Yura membelalakkan matanya, sungguh partner nya ini sepertinya sudah gila.

 

 

 

 

 

 

TBC

 

 

Hmmm.. ga bagus ya ? Kurang dapet feel nya ? Maafin aku ya.. masih baru belajar buat FF misteri..

 

RCL yaa😊


When we met again (Bagian II)

$
0
0

Author                 : Azaway

Genre                   : friendship, romance (sedikit)

Length                 : short story

Rating                  : PG-15

Main cast            : Kai EXO, Rachel Park, Member EXO dll

 

Anyeonghaseyo.. ini ff pertama saya :) maaf jika typo bertebaran.

Terima kasih untuk reader yang memberikan komentar dibagian I. Gomawo. keep reading ^^

 

“hey! kau tidak dengar? helloooo… ” tangannya yang melambai berkali-kali tepat didepan wajahku..

“tunggu..” kuangkat salah satu tanganku menarik nafas perlahan dan memnghembuskannya, aku tidak peduli dengan sorot matannya yang kelihatan sudah tidak sabaran. dia tidak berubah.. aku tersenyum tanpa kusadari.

“hey.. aku ulangi, kau siapa berkeliaran disini. area parkiran ini khusu untuk pegawai dan aku belum pernah meliatmu. kau.. penguntit atau wartawan?” dia terdiam sejenak, mengamatiku. ” tapi dari pakaianmu sepertinya bukan…”

aku tidak bisa menahan senyumku dan itu membuatnya semakin tidak sabaran dan juga takut?. bisa melihatnya, berdiri didepannya bahkan berbicara seperti ini yeah walau ini bukan pembicaraan yang sebenarnya itu sudah cukup untuk membuatku tersenyum. Aku bahagia.

“ehemm.. aku..” seseorang menyentuh pundakku lagi sontak aku berbalik “paman lee?”

“paman???” tanyanya setengah memekik tidak percaya, orang yang dikiranya penguntit adalah keponakan dari seseorang yang berdiri dihadapan kami sekarang.

“ohh jongin-ah kau dari mana saja, rapatnya sudah selesai dan kami sudah mau pulang sekarang” ujar paman sambil mengenggerakkan kepalanya kearah belakang sedikit. dibelakang paman hanya ada beberapa orang dan langsung mengangguk dan aku tersenyum sambil membungkuk sedikit.

“rachel-ah kenapa kau masih disini? ujianmu dibatalkan?”

“Oh Tuhan…” aku tidak sempat berkata apa-apa lagi aku langsung melirik jam tanganku dan memekik tertahan. kubuka pintu mobil paman dengan cepat oh aku hampir lupa..

“hey kau.. sampai ketemu lagi”

aku tidak bisa menahan senyumanku itu sebabnya dia (jongin) hanya memandangku dengan tatapan aneh. diantara perasaan bahagia ini terselip sedikit rasa sedih yang tak bisa kuindahkan, dia tidak mengenaliku dengan kata lain dia sudah melupakanku. mungkinkah?

1 minggu kemudian.

“hmm.. eenghh.. jam berapa sekarang?”

mataku sepertinya menolak untuk terbuka tapi aku harus bangun sekarang untuk menyiapkan sarapan untuk paman dan tentunya untukku juga. aku tidak sempat makan apa-apa tadi malam. kuraba jam disamping tempat tidurku, ah ini dia!

“rachel-ah.. turunlah, kita sarapan sama-sama”

itu suara paman! sontak mataku langsung terbuka lebar, sudah jam 9. aku kesiangan. aku langsung melompat dari tempat tidur dan mencuci muka seadanya.

“paman? seharusnya aku yang masak kenapa tidak membangunkanku saja?” tanyaku sambil menarik salah satu kursi diruang makan yang juga menyatu dengan dapur.

“ini bukan apa-apa. sudah seminggu ini kau treus belajar sepanjang malam jadi hari ini kau berhak bangun kesiangan dan makan masakan paman yang lezat ini. kau akan terkejut dengan rasanya. hmm.. dan juga….”

paman berhenti bicara seakan berpikir tentang suatu hal yang terlihat sangat serius. ini tidak bagus.

“ada yang ingin paman katakan hmm?” tanyaku sambil meletakkan mangkuk besar berisi sup kacang merah ditengah meja makan aromanya membuat perutku bergemuruh hebat. paman melirikku dengan tatapan tidak percaya lalu kemudian salah satu sudut bibirnya tertarik sedikit dan akhirnya kami tergelak bersama sambil duduk dikursi masing-masing.

setelah selesai makan entah kenapa hal ini bisa terjadi aku dan paman mencuci semua peralatan makan tadi bersama. paman bagian sabun sedangkan aku membilas dan merapikannya dilemari. setelah memastikan semua bersih aku berbalik menghadap paman yang tengah memunggungiku sembari mengambil sesuatu dari lemari pendingin.

“jadi.. apa yang paman ingin bicarakan tadi?”

“hmm.. yang mana? tentang apa?” paman tengah berjalan menuju ruang tengah lalu duduk disalah satu sofa aku mengikutinya dari belakang dan juga duduk disalah satu sofa yang lain.

“itu.. yang tadi sebelum kita makan sepertinya sesuatu yang penting”

lagi. paman terlihat berpikir sebelum mngatakan hal itu. aku mulai berpikir jangan-jangan ayahku atau kakakku menelpon paman dan memintaku kembali ke Amerika! NO!

“rara-ya”

sudah lama sekali paman memanggilku dengan nama itu terakhir kali mungkin saat kecelakaan itu. aku menatap paman memintanya melanjutkan.

“begini.. apakah kau sudah melupakan musik? apa.. apakah kau ingin mencobanya lagi?”

beberapa saat tidak ada diantara kami yang berbicara hanya suara hujan rintik-rintik menampar ranting pohon kering dihalaman rumah dan suara petir menggelegar mendramatisir suasana pagi itu. aku jadi bertanya-tanya sejak kapan hujannya mulai turun.

“haha apa yang pamanmu ini katakan. paman harus mandi sekarang yang tadi kau lupakan saja”

apa? paman memintaku melupakan musik lagi? tidak. aku tidak pernah sekalipun berniat melakukannya itu sama saja melupkan ibuku. alasanku selama ini ‘melupakannya’ adalah ayahku. paman hendak bangkit dari kursinya karena aku tidak bereasi sejak tadi. tidak, aku tidak boleh melewatkan kesempatan ini.

“tidak!”

aku meremas sofa berusaha menemukan kekuatan disitu. musik adalah impianku, hidupku, mengalir dalam darahku tapi sejak kecelakaan yang merenggut nyawa ibuku. aku tidak pernah bisa lagi bersentuhan dengan musik semua itu adalah keinginan ayahku. setiap ayah mendengar ataupun melihat sesuatu tentang musik ia teringat ibu dan hal itu membuat penyakit jantungnya semakin parah bahkan suati hari saat kami sudah pindah ke Amerika aku tidak sengaja menemukan sebuah gitar tua digudang tua milik tetangga kami aku membersihkan dan membawanya kerumah. Sore itu aku ingin memainkan lagu yang biasa ibu mainkan saat dikorea aku sudah memastikan terlebih dahulu bahwa ayah belum pulang dari kantornya. aku mulai bernyanyi awalnya aku agak waspada dengan pintu depan jika seseorang datang tapi aku semakin larut dan suaraku semakin lantang senar gitar itu kupteik keras-keras melepas rinduku dengan musik dan juga untuk melepas rinduku kepada ibu tapi tidak dengan ayah saat kudengar beberapa barang berjatuhan dilantai dan seseorang telah memegang salah satu tiang rumah mencoba bernafas dengan susah payah. Ayah!

“aku akan melakukanya. aku akan mencobanya lagi kalau paman bersedia membantuku.” ujarku mantap seraya menatap mata paman menuggu jawaban. paman tersenyum cerah.

“keputsan yang bagus rachel park! selamat datang kembali”

paman merentangkan tangannya lebar-lebar sambil tersenyum penuh haru. aku hampir tergelak melihat tingkah paman tapi aku sangat berterima kasih padanya memberi kesempatan lagi dan aku lebih berterima kasih lagi soal ayahku.

“jadi.. hmm dimana aku harus mulai?” tanyaku

“besok. kau ikut paman kekantor nanti akan paman jelaskan disana semuanya. paman harus berangkat kerja sekarang”

“kenapa besok? hari ini juga aku bisa. ujianku seudah selesai”

“tidak bisa. kau akan punya banyak pekerjaan disana jadi hari ini kau libur saja. paman harus pergi sekarang. nikmati harimu rachel-ah”

paman mengambil jaket dan tasnya lalu berjalan menuju pintu depan. apa? libur? aku tidak butuh libur, aku ingin segera memulainya! tapi sudah terlambat untuk protes paman sudah pergi. kuharap waktu bisa bergerak lebih cepat hari ini.

keesokan harinya..

“rachel-ah kau sudah mengerti?”

“tentu. ini tidak sulit sama sekali, menjadi asisten pribadi paman selama liburan dan pekerjaan tambahan lain dan sebagai gantinya aku bisa menggunakan fasilits apapun yang ada ditempat ini. deal?” aku julurkan tanganku kedepan sambil tersenyum cerah menghadap paman yang juga tersenyum padaku.

“hey seharusnya paman yang mengatakan hal itu. tapi.. deal!” ujar paman sambil berpura-pura marah hingga kami tertawa bersama.

“mohon bantuannya, sajangnim” seruku sambil berdiri dan membungkuk dalam dan akhirnya paman terus tertawa melihat tingkahku. sepertinya liburanku akan sangat menyenangkan. ah.. aku hampir lupa, dengan pekerjan ini mungkin aku akan sering bertemu dengannya mulai sekarang. so excited ^^

TBC

 


All-Mate911 (Chapter 4)

$
0
0

All-Mate911

All-Mate911

A fanfiction by marceryn

Rating : PG-15

Length : Multichapter

Genre : AU, romance

Casts : EXO’s Chanyeol, Ryu Sena [OC], supporting by EXO’s members and others OCs

Disclaimer :: Except the storyline, OCs, and cover, I don’t own anything.

Note : Ini dia chapter 3 XD ehem. Masih pendek dan gajelas, oke, dan agak bikin geli(?) tapi biarlah lol. Selamat membaca! Kritik dan saran juseyong :3

(dipublikasikan juga di wattpad pribadi)

 

~all-mate911~

kau akan selalu ingat kapan saat kau pertama kali jatuh cinta… atau jatuh benci, dalam kasus ini

 

 

“Bagaimana dengan yang ini, Ahyoung-ah?”

Sena menilai penampilan wanita tiga puluhan di hadapannya itu, yang memakai gaun hijau zamrud yang ekornya menjuntai menyapu lantai dan membungkus ketat tubuhnya. “Gaun itu sedikit terlalu sempit di pinggul, tapi memang menonjolkan dadamu dengan bagus sekali.”

Jelas kesan itu yang diinginkan si wanita, karena ia langsung memutar tubuhnya ke arah cermin persegi panjang dan berdiri menyerong kiri-kanan selama beberapa saat di sana sambil melihat dadanya dengan tatapan senang.

Wanita itu mencoba beberapa gaun lagi yang kesemuanya ketat (wanita itu tidak gemuk, tapi tubuhnya berisi dan ia memaksakan banyak gaun yang jelas-jelas terlalu sempit untuknya dan Sena yakin akan membuatnya tidak bisa menikmati makan malamnya nanti seperti seharusnya).

Panggilannya pagi ini diterima dari seorang wanita bernama Kim Nana yang meneleponnya untuk menemaninya belanja gaun di sebuah butik elite di Apgujeong untuk acara kencan buta. Sena menyukai tugas seperti ini—ia bisa melihat-lihat pakaian bernilai jutaan terbaru tanpa membeli dan tidak terlihat seperti orang susah.

Kim Nana memutuskan untuk membeli lima gaun, salah satunya gaun hijau tadi. Sena menjaga jarak dari kasir agar tidak perlu melihat isi dompet Kim Nana yang sedang membayar. Ia tidak peduli berapa banyak kartu kredit dan uang tunai di dalam dompet itu, ia hanya peduli pada bayaran yang akan diterimanya sebentar lagi.

“Ryu Sena!”

Suara berat itu membuat Sena terlonjak menoleh ke arah pintu yang terbuka, dan Kim Nana yang baru saja selesai dengan transaksinya dan akan membayar Sena ikut menoleh. Mereka berdua menatap seorang laki-laki tinggi melangkah masuk menuju Sena dengan cengiran lebar yang tidak serasi dengan suaranya barusan.

“Wah, kebetulan sekali bertemu denganmu di sini,” Chanyeol berkata riang, tidak memerhatikan kehadiran wanita lain di dekat Sena. “Apa yang sedang kau lakukan?”

Sena mengerjap-ngerjap, tapi belum sempat ia menjawab, Kim Nana menyela bingung, “Ryu Sena?”

Wanita itu menatap mereka berdua bergantian dan Sena nyaris akan meninju kepala kosong Chanyeol, tapi laki-laki itu buru-buru berkata, “Oh, itu hanya nama khusus dariku untuknya.”

Chanyeol kemudian menoleh pada Sena. “Bisa bicara denganku sebentar setelah ini? Aku akan menunggu di dalam.” Tanpa menunggu persetujuan, ia berjalan dan menghilang di antara rak-rak.

Setelah menerima bayaran dari Kim Nana dan mengucapkan selamat tinggal, Sena menghampiri Chanyeol dengan langkah berderap dan memukul pundaknya keras-keras. “Bisakah kau berhenti membocorkan rahasia orang ke mana-mana? Benar-benar,” gerutunya.

Chanyeol meringis sambil memanjang-manjangkan tangan ke belakang untuk mengelus pundaknya. Meski begitu, bibirnya masih tersenyum lebar dan sepasang mata bulatnya berkilat-kilat senang. “Kukira aku salah lihat tadi, ternyata tidak. Ini pasti takdir, kita bisa bertemu di sini. Benar-benar All-Fate.

Sena memutar bola matanya. Ia hampir saja lega karena Chanyeol tidak mengganggunya selama hampir tiga minggu, dan mereka malah tidak sengaja bertemu di sini. Kesialan macam apa ini. “Berpikirlah sesukamu. Selamat tinggal.” Ia berbalik, tapi langkahnya terhenti karena Chanyeol menahan satu tangannya.

“Kau punya janji dengan orang lain lagi?”

Sena menggeleng.

“Kau punya urusan di tempat lain?”

Sena menggeleng lagi.

“Kalau begitu, jangan pergi dulu. Aku sedang menunggu seseorang dan tidak ada teman.”

“Dan kenapa aku harus tinggal dan menemanimu?”

Chanyeol memasang tampang berpikir keras yang kelihatan bodoh. “Karena kau sudah ada di sini dan ini butik dan salah satu hal favoritmu adalah fashion jadi seharusnya kau suka menghabiskan waktu di sini dan—”

“Baiklah,” potong Sena, karena alasan itu saja sudah sangat panjang dan ia tidak ingin mendengar lebih banyak lagi.

“Kau sangat baik hati.” Sudut-sudut mulut Chanyeol terangkat tinggi dan ia tampak begitu berbeda dengan Park Idiot sampai-sampai Sena harus mengingatkan diri bahwa ini masih orang yang sama dan Sena masih membencinya.

“Aku memang baik. Kau yang tidak,” balasnya.

“Aku baik,” sahut Chanyeol.

“Ha-ha.”

“Aku serius.”

“Ya, ya.”

Chanyeol menyerah berusaha meyakinkan Sena dan mereka menyusuri setiap rak tanpa tujuan. Kemudian Chanyeol melihat sesuatu yang menarik dan menghentikan langkah Sena dengan meraih tangannya. “Yang itu, bagaimana menurutmu?”

Sena melihat gaun selutut hitam berpotongan lurus dan mantel putih salju berkancing gaya militer di dada sebelah kiri dengan bagian bawahnya mengembang seperti rok yang dipakaikan pada sebuah manekin tanpa kepala. “Bagus.”

“Cobalah.”

“Apa?”

“Kenapa? Kau bilang itu bagus.”

“Aku hanya suka melihat pakaian, bukan suka memakainya.”

“Aku ingin tahu bagaimana kelihatannya pakaian itu padamu. Ayolah, tidak akan makan waktu lama. Kau hanya mencobanya dan tunjukkan padaku dan aku akan melihat seben—”

“Baiklah.” Kenapa laki-laki ini begitu berisik.

Seorang pegawai mengambilkan mantel tadi dengan ukuran Sena dan mengantarkannya ke ruang ganti. Sena mengganti pakaiannya dengan enggan dan merasa sebal karena pakaian itu terasa pas untuknya.

Sena mengamati bayangannya di cermin dan menilai penampilannya sendiri. Seorang perempuan selalu merasa ada yang kurang pada dirinya. Secuek apa pun Sena, ia pun begitu. Ia merasa wajahnya tidak punya daya tarik istimewa, ukuran dadanya terlalu biasa, pinggangnya tidak berlekuk, kakinya terlalu pendek, belum lagi ia memerhatikan kalau perutnya sedikit membuncit belakangan ini. Sena bisa berdiri di sana seharian dan mendaftar selusin kekurangan lainnya, jadi ia berhenti di sana dan melangkah keluar.

Ya, Park Idiot.”

Chanyeol berbalik dengan tampang bodoh. “Idiot?” tanyanya.

“Oh, itu hanya nama khusus dariku untukmu.”

Chanyeol membuka mulut untuk memprotes namanya, tapi urung begitu ia melihat Sena dari atas ke bawah. Senyumnya mengembang lagi. “Sudah kuduga itu lebih bagus dipakai olehmu daripada si manekin.”

Well, aku memang secantik itu.”

“Memang.”

Sena mengharapkan bantahan atau cibiran, jadi ia tercenung ketika Chanyeol malah menyetujuinya. “Aku bercanda.”

“Aku tahu. Tapi kau memang cantik.”

Sena mendadak merasa salah tingkah. Ia mengalihkan pandangannya dan bersedekap. “Simpan pujian murahan itu. Aku tidak membutuhkannya.”

“Itu kenyataan.”

Sena kembali dihadapkan dengan kenyataan bahwa Chanyeol yang sekarang benar-benar berbeda. Dan maksudnya berbeda adalah benar-benar menarik. Chanyeol bisa saja membuat sebaris model kelas atas menanggalkan pakaian mereka tanpa memintanya. Tapi di sinilah laki-laki itu sekarang, tertawa seperti orang tolol dan membuatnya jengkel.

***

“Ayolah, biarkan aku mengantarmu pulang,” desak Chanyeol.

Sena menatapnya, bersedekap. Kantong kertas berisi pakaian yang dicobanya tadi tergantung di tangannya (Chanyeol membelikan itu untuknya dan gadis itu membiarkannya—mungkin karena sudah lelah dengan celotehan Chanyeol). “Tidak. Dan, bukankah kau sedang menunggu seseorang?”

“Bukan orang penting. Hanya temanku. Well, temannya ibuku. Anak temannya ibuku, sebenarnya. Bukan anak temanku. Tidak seorang pun temanku sudah punya anak dan kalaupun mereka punya, pasti umurnya tidak lebih dari lima tahun dan aku tidak mungkin bertemu balita di butik dan hell aku bukan pedofil—”

Sena memutar bola matanya dengan lelah dan menyetopnya, “Kalau begitu tunggu saja.”

“Aku tidak benar-benar ingin bertemu dengannya. Lagipula, dia anak temannya ibuku dan bukan temanku maupun anak temanku dan dia sudah terlambat lima belas menit dari waktu yang ditentukannya sendiri dan aku tidak ingin menunggu lebih lama dan—”

“Astaga.” Sena menghela napas keras-keras.

“—aku berjanji aku tidak akan sering-sering meneleponmu dan mengganggumu kalau kau membiarkan aku mengantarmu pulang dan—”

“Baiklah,” potong Sena.

Chanyeol bersorak dalam hati dan berikutnya mereka sudah dalam perjalanan ke tempat tinggal Sena.

“Kau tidak bertanya?” tanya Chanyeol setelah beberapa puluh meter dilalui dalam ketenangan.

Sena menoleh padanya. “Bertanya apa?”

“Kenapa aku tidak meneleponmu selama beberapa minggu ini?”

“Hah,” dengus Sena. “Untuk apa? Aku tidak peduli apa yang kau lakukan. Aku malah senang kau tidak muncul untuk menggangguku.”

Chanyeol sudah terbiasa dengan sifat sarkastik Sena, jadi ia tidak menganggapnya serius. “Jadi, bagaimana kabarmu belakangan ini?”

“Baik.”

Hening beberapa lama lagi.

Chanyeol sengaja berkata dengan suara keras, “Yah, aku agak sibuk, tapi aku juga baik-baik saja, terima kasih sudah bertanya.”

Sena mendengus, dan Chanyeol menemukan senyum setengah di wajah gadis itu.

“Wanita tadi bersamamu itu punya keperluan apa?” tanya Chanyeol.

“Dia ingin membeli gaun baru untuk kencan buta nanti malam dan memintaku jadi konsultan dadakan. Omong-omong soal itu, aku baru tahu kalau kencan buta masih tren. Itu seperti, kapan, ya? Mungkin zaman ibuku masih muda alias sejuta tahun yang lalu atau apa.”

Pembicaraan mengenai wanita tadi mengingatkan Chanyeol pada sesuatu. “Ada yang membuatku penasaran. Kenapa kau memakai identitas palsu?”

Sena mengalihkan wajahnya ke luar jendela. “Bukan urusanmu.”

“Eh, baiklah.” Chanyeol tahu tidak ada gunanya mendesak, jadi ia mengganti pertanyaannya. “Hanya ingin tahu. Bagaimana kau bisa memakai identitas lain?”

“Penyedia layanan bertugas untuk pura-pura, kan?” balas Sena. “Tidak ada alasan kami tidak boleh menggunakan identitas lain. Lagipula, tidak ada yang akan peduli. Seseorang mengakses All-Mate untuk seorang teman bayaran yang tidak terikat, untuk apa kau peduli pada identitasnya, ya, kan?”

Chanyeol mengangguk-angguk meskipun ia tidak merasa itu masuk akal. “Bagaimana jika kau bertemu dengan orang yang kau kenal?”

Sekali ini Sena menoleh padanya dan tersenyum miring. “Lakukan seperti yang sedang kita lakukan sekarang. Bersikap biasa. Apa yang kau harapkan?”

Chanyeol mengangkat bahu dan tersenyum pada jalanan di depannya. “Kau suka pekerjaanmu?”

“Kadang memang menyebalkan, tapi aku tidak punya pilihan, kan?”

“Kenapa?”

Chanyeol meliriknya dan melihat Sena mengangkat bahu. “Bukan urusanmu juga.”

Jawaban Sena terdengar getir, dan kali ini Chanyeol bersikeras, “Kenapa kau menggantungkan hidupmu pada All-Mate?”

Dari raut wajahnya, Chanyeol mengharapkan jawaban ‘bukan urusanmu’ seperti biasa, tapi ternyata tidak. “Aku tidak bisa bekerja.”

“Kenapa?”

“Yah, kau ingat lelucon teman-temanmu yang brengsek?” sambar Sena kasar. “Lelucon yang membuatku jatuh dari tangga sewaktu kelas tiga? Aku lumpuh selama hampir empat tahun. Aku tidak bisa kuliah, tidak lulus SMA, tidak punya pekerjaan, cacat. Berapa banyak lowongan pekerjaan di negara sial ini yang mau menerima pekerja seperti itu? Paham, sekarang?”

Jawaban itu menusuk seperti kristal es di daging. Chanyeol ingat kejadian itu; teman-temannya (ralat, mereka yang tadinya temannya) mengganggu Ryu Sena secara rutin sejak kebohongannya mendadak menyebar ke mana-mana. Chanyeol mencoba meminta mereka untuk berhenti, tapi perkataannya malah memprovokasi mereka untuk berbuat lebih banyak. Lalu satu hari kecelakaan itu terjadi dan Chanyeol tidak pernah melihat atau mendengar kabar Sena lagi di sekolah. Chanyeol sendiri terlalu takut mencari tahu—takut kalau ternyata cederanya fatal dan ia akan merasa bersalah.

Tidak ada yang bicara lagi sampai mereka tiba di depan gedung tiga tingkat dengan banyak pintu-pintu kamar yang disewakan. Tempat tinggal Sena.

Air muka Sena tampak kesal bercampur serba salah. Ia melepas sabuk pengaman dan menggumamkan, “Terima kasih,” dengan cepat dan turun dari mobil. Dan entah karena apa, Chanyeol terdorong untuk mengikutinya keluar.

“Aku minta maaf.”

Sena berhenti dua langkah di depannya dan berbalik, lalu mendengus sinis. “Apalagi sekarang?” katanya. “Kau mau bersikap baik dan mengasihaniku? Aku tidak membutuhkannya.”

Ada banyak balasan yang bisa Chanyeol pikirkan untuk itu, tapi otaknya mendadak kosong, dan ia tidak tahu bagaimana, tahu-tahu saja kedua kakinya melangkah mendekati Sena, lantas ia membungkuk sedikit dan melingkarkan kedua tangannya memeluk gadis itu. Selama beberapa detik, mereka berdiri saja di sana seperti patung.

“Aku minta maaf,” Chanyeol berkata pelan tapi jelas, “bukan karena aku mengasihanimu. Aku minta maaf karena aku merasa bersalah.”

Well.” Sena berdeham pelan di dadanya. “Kau memang harus merasa bersalah. Kau yang menceritakan tentangku pada semua orang.”

“Apa?” Chanyeol merespon seketika, bingung. “Tapi aku tidak menceritakan apa pun—”

Ia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena tahu-tahu, seseorang tidak jauh dari mereka berseru, “Oi, apa yang kau lakukan?”

Suara itu membuat Sena menyentakkan dirinya lepas dari Chanyeol dan sepasang matanya membulat mencari si pemilik suara. “YA!” Sena memekik. “Apa yang kau lakukan di sini?!”

Chanyeol melihat ke arah pandang Sena, seorang laki-laki tinggi berambut hitam berantakan berdiri dengan satu kaki tertekuk sedikit, kedua tangan dijejalkan ke saku jaket tipis, celana jinsnya robek di kedua lutut, ransel hitam gembung menggantung di bahu yang tegap dan bidang.

Laki-laki itu berkata malas, “Jangan balik pertanyaanku, Kucing Tua.”

Sena melompat ke arah laki-laki itu dan langsung memukulinya dengan membabi buta. “Ya! Sialan! Jangan menghindar! Kemari kau, dasar anak tidak tahu diri!”

“Aw! AW! Hentikan! Dasar gila—”

“Apa katamu!”

“T-tunggu!” Chanyeol secara instingtif meraih tangan Sena dan menariknya menjauhi laki-laki itu, takut kalau-kalau tangannya tidak sengaja memukul Sena. “Kau siapa?”

Laki-laki itu menatap Chanyeol selama sedetik, lalu balas bertanya, “Kau sendiri? Pacarnya?” Ia menuding Sena dengan jari telunjuk.

“Bukan!” Sena menjawab cepat seraya memukul lengan laki-laki itu dengan kecepatan dan kekuatan yang mengagumkan. “Demi Tuhan, Oh Sehun, aku akan membunuhmu!”

Laki-laki itu mengaduh dan meringis sambil mengelus-elus lengannya. “Nuna, sakit! Kau ini makan apa, sih?”

“‘Nu-nuna‘?” tanya Chanyeol, lalu menoleh pada Sena. “Dia…”

“Adikku,” jawab Sena.

“Suaminya,” celetuk Sehun.

YA! Tutup mulut!” Sena menendang tulang kering Sehun dengan bunyi buk menyakitkan. “Ceritanya panjang,” ia berkata cepat pada Chanyeol, lalu menyambar kerah jaket Sehun seperti mencubit tengkuk kucing. “Ayo!”

Sena menyeret Sehun dengan langkah berderap ke arah gedung, sementara Chanyeol ditinggalkan dengan tampang bingungnya yang paling bodoh.

***

Sena mengabaikan protes berkepanjangan Sehun karena diseret dan didorong paksa sampai ke kamar sewaannya, kemudian Sena membanting pintu menutup dan berseru, “Apa yang kauinginkan, muncul tiba-tiba di sini seperti itu?”

“Beginikah caramu memperlakukan manusia?” dumal Sehun sambil memijat-mijat bahunya yang nyeri. “Kau akan dipenjara, dasar dada rata.”

“Katakan sekali lagi!”

“Dada rata.”

Sena mengacungkan tangannya sambil melotot, bermaksud memukulnya lagi, dan Sehun sontak menyilangkan kedua tangan di depan wajah sebagai perlindungan. “Aish, anak ini.”

Sehun menggembungkan pipinya, kemudian berkata dengan lebih lembut, “Kau tidak pulang waktu tahun baru.”

Sena bersedekap defensif. “Aku sudah mengirimkan uang pada eomma.”

“Apakah aku mengatakan sesuatu tentang uang?” balas Sehun jengkel. “Kau tidak pernah menelepon ke rumah dan tidak pulang, makanya aku datang untuk memastikan kau belum mati diam-diam.”

Aigo, Hunibuni mengkhawatirkan nuna kesayangannya.” Sena berjinjit dan memanjangkan tangan untuk mengacak-acak rambut Sehun sebelum adiknya itu bisa menghindar. Sehun mendesis sebal dan memukul tangan Sena menjauh. “Tapi sebenarnya kau datang karena dimarahi appa, kan?” tanya Sena.

Hening.

“Iya, kan?”

“Iya.”

Sena berdecak keras dan memanjangkan tangannya lagi, tapi Sehun sudah mengantisipasi gerakan itu dan mengelak tepat waktu.

“Bisa tidak usah pegang-pegang kepalaku?” gerutu Sehun. Ia benci saat orang lain menyentuh rambutnya tanpa izin, dan karena itulah Sena semakin suka melakukannya.

“Kau tidak lelah bermain-main dan bertengkar dengan ayahmu?” balas Sena dengan nada menggerutu yang sama.

“Aku bahkan tidak bermain-main kali ini,” Sehun membalas dengan suara kumur-kumur. Kemudian ia mengalihkan pembicaraan, “Tadi itu siapa?”

Sena ragu sejenak sebelum menjawab, “Chanyeol.”

Sepasang mata Sehun membulat. “Chanyeol? Maksudmu, Park Chanyeol? Park Chanyeol yang itu?”

Sehun tidak pernah bertemu atau melihat Park Chanyeol, tapi ia jelas tahu siapa laki-laki yang membuat hidup kakaknya berantakan. Pada malam-malam Sena tidak bisa tidur di rumah sakit dan mereka hanya berdua, Sena banyak bercerita padanya tentang orang-orang di sekolahnya, terutama tentang Park Chanyeol, dan Sehun mendengarkannya dengan setengah tertidur. Yang Sena tidak tahu adalah, Sehun mengingat semuanya dengan baik.

Sena mengangguk.

“Dia punya nyali menemuimu lagi, setelah semua yang terjadi? Apa yang dia inginkan?” Sehun tidak menutup-nutupi ketidaksukaan dalam suaranya.

“Dia tidak sengaja menemuiku. Itu kebetulan,” jawab Sena. Tidak tepat begitu kejadiannya, tapi ia tidak merasa ingin menceritakan lengkapnya sekarang.

“Kenapa dia memelukmu?”

Hening.

“Bukankah kau membencinya?”

“Tentu saja,” jawab Sena, sedikit terlambat dari yang seharusnya.

“Kenapa kau membiakannya memelukmu?”

Sena tidak bisa menjawab. Ia juga tidak tahu. Ia membiarkan Chanyeol meraih tangannya dan tahu-tahu Sena diserbu aroma parfum dan sabun dari kain kemejanya yang tipis, sementara sepasang tangan kurus dan kokoh melingkari bahunya. Sena tidak menyukai kontak fisik dengan laki-laki dan ia pikir ia akan membencinya, tapi anehnya ia merasa pelukan tadi terasa bersahabat, hangat dan tidak memaksa. Dan selama sedetik yang mengerikan tadi, Sena ingin tetap di sana. Lalu Sehun muncul dan Sena kembali ke dunia nyata dengan kabut kebingungan yang tebal.

Ini gila.

Nuna.”

Sena menoleh. Ada kekhawatiran dan teguran dalam sepenggal kata dari bibir Sehun yang membuat Sena gugup.

“Kau tidak… menyukainya, kan,” kalimat itu keluar sebagai pernyataan bukan pertanyaan, seakan Sehun sedang mengingatkannya.

“Dia Park Idiot, oke? Kami dilahirkan untuk saling membenci,” balas Sena, tapi ia merasa itu lebih ditujukan untuk meyakinkan dirinya sendiri.

***

Sehun menggelar selimut di lantai dan mengempaskan punggugnya. Lantai ini dingin dan kerasnya bukan main, tapi hanya ada satu tempat tidur dan, meskipun Sehun tidak keberatan, Sena tidak akan sudi bersempit-sempitan berdua dengannya di sana.

Sena keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit kepalanya, hanya memakai celana pendek abu-abu dan kaus putih tipis yang bagian bahunya basah oleh titik-titik air. Sehun berdecak. “Kau akan sakit kepala karena mencuci rambutmu malam-malam begini,” gerutunya.

“Aku sudah terbiasa.”

“Aku akan tertawa di pemakamanmu ketika kau mati karena flu nanti.”

Sena tertawa. “Manis sekali. Hunibuni mengkhawatirkanku.”

“Tutup mulut.” Sehun berbaring miring untuk memalingkan wajahnya yang panas. Ia tidak pernah suka panggilan konyol itu.

Sena duduk bersila di atas tempat tidur sambil menggosok rambutnya. “Eomma yang memberikan nama itu waktu umurmu delapan tahun, kan?”

Sehun hanya menggumam samar sebagai respon.

“Kau tidak pernah memanggilnya eomma,” kata Sena, merujuk pada ibunya. “Bahkan setelah ayahmu menikah dengannya kau tetap memanggilnya bibi.”

Sehun tidak repot-repot menyahut. Ia memejamkan matanya, meskipun sudah hampir setahun ia tidak bertemu dengan Sena dan Sehun merindukannya lebih daripada yang ingin ia akui.

Sena melempar handuknya sembarangan dan berbaring miring di tempat tidurnya. “Ya, Hunibuni…. Hunibuni? Kau belum tidur, kan? …Hunibuni? Hunibuni?”

“Aku akan menyumpal mulutmu dengan kaus kaki kalau kau tidak berhenti menyebut nama konyol itu.”

Sehun mendengar Sena terkikik riang.

“Sehun-ah,” akhirnya Sena memutuskan memanggilnya dengan benar. “Ingat apa yang kaukatakan padaku pertama kali kita bertemu, waktu umurmu tujuh tahun?”

“Kenapa kau suka membahas masa lalu kalau kita sedang bersama,” gumam Sehun dengan suara bosan yang dipanjang-panjangkan.

“Kau bertanya padaku apakah aku punya permen,” Sena mengabaikannya dan menyahuti dirinya sendiri. “Aku menjawab tidak, permen kan tidak baik untuk gigi. Kemudian kau bilang tidak ingin bermain denganku dan kau membuang muka begitu saja. Bocah kecil sombong.”

“Umurmu tiga belas waktu itu tapi kau bertingkah seperti bibi tiga puluh satu.”

Sena tertawa pelan. “Setelah orangtua kita menikah dan kita jadi saudara, kau tetap tidak mau bermain denganku.”

“Apa tidak salah?” Sehun mendudukkan tubuhnya dan membalas tidak terima. “Kau yang tidak mau bermain denganku. Kau kaku, membosankan, dan terlalu suka belajar.”

“Tidak! Aku mau bermain denganmu tapi kau selalu pergi keluar!”

“Anak laki-laki memang seharusnya bermain di luar! Memangnya kau berharap aku bermain barbie di kamarmu?”

Tawa Sena meledak dan Sehun mau tidak mau ikut tertawa. Kenangan itu sudah tersimpan hampir empat belas tahun dan mereka masih saja mendebatkannya seperti anak-anak sampai sekarang.

Sehun tidak tahu seperti apa ibu kandungnya karena beliau meninggalkannya sejak usianya masih terlalu muda untuk mengingat. Ia juga tidak tahu pasti sejak kapan ayahnya berhubungan dengan ibu Sena. Sehun hanya ingat samar-samar tentang wanita ramah yang sering memasak untuknya di rumahnya yang kemudian jadi ibu tirinya. Tapi ia mengingat Ryu Sena sejak pertama kali. Sehun ingat jelas ia tidak begitu gembira punya kakak karena ia sudah terbiasa jadi anak tunggal, dan selama bertahun-tahun Sehun lebih suka menghindari Sena. Mereka canggung, asing, bahkan tidak cukup akrab untuk bertengkar layaknya saudara. Tapi sejak kecelakaan Sena karena teman-teman di sekolah yang membuatnya nyaris lumpuh, hubungan mereka benar-benar berubah.

“Kau tahu, mungkin aku harus bersyukur karena kejadian itu,” kata Sena, dan Sehun tahu mereka sedang memikirkan hal yang sama. “Kalau aku tidak pernah jatuh dan koma, kau tidak akan pernah sadar kalau kau sebenarnya menyayangiku.”

“Aku tidak,” bantah Sehun otomatis. “Jangan mengarang. Aku hanya kasihan karena bibi pasti sedih sekali kalau kau mati.”

“Oh, ya? Tapi aku ingat jelas, saat aku bangun setelah hampir setengah tahun, kau memegang tanganku dan berkata sambil menangis, ‘Tidak apa-apa kalau kau tidak bisa bergerak, atau tidak bisa bicara, aku akan membantumu. Aku bisa jadi kaki, tangan, dan suaramu. Bertahan hiduplah, kumohon.'”

Telinga Sehun terasa terbakar. “Itu tidak benar.”

“Jangan bohong. Aku merekamnya di dalam otakku.”

“Otakmu pasti rusak karena semua obat-obatan itu,” Sehun menggerundel dan merebahkan tubuh memunggungi Sena. “Jangan berisik. Aku mau tidur,” katanya ketus.

Tahu-tahu Sehun merasakan tangan yang dingin menyusup ke sisi kepalanya yang menempel pada selimut dan mengangkatnya sedikit untuk menyelipkan bantal untuknya.

“Selamat malam, Sehun-ah,” Sena berbisik di dekat telinganya, kemudian mengecup ringan pelipisnya.

Sehun perlahan menghela napas yang ditahannya tanpa sadar saat Sena menciumnya. “Selamat malam,” ia balas berbisik, suara rendahnya nyaris kalah oleh debar jantungnya yang keras dan cepat.

***

Sena jarang bermimpi, dan sebagian besar mimpinya biasanya adalah versi bahagia hidup yang dikarang oleh alam bawah sadarnya. Sayangnya, malam ini ia kembali ke hari yang mengubah hidupnya.

Kelas hari itu sudah berakhir. Sena menunggu semua orang meninggalkan kelas sebelum ia sendiri keluar, tapi ketika ia berjalan menuju tangga, lima orang siswi muncul entah dari mana dan mengikutinya, melontarkan ejekan dan sindiran seperti biasa. Sena hanya mengabaikannya. Telinganya sudah kebal. Tapi hari itu, aksi diamnya membuat mereka sebal. Dua di antara mereka menyikut bahunya dan mendorong punggungnya. Sena tetap diam dan mempercepat langkah. Nantinya mereka akan lelah dan pergi. Sayangnya, Sena salah. Semakin ia mencoba menghindar, semakin mereka merasa terganggu. Salah satu dari mereka mencoba menghentikannya dengan menyandung kakinya, tanpa menyadari mereka berada di puncak tangga. Sena hanya sempat merasakan sensasi jatuh singkat sebelum benturan keras memukul tulang punggungnya. Pandangannya berputar-putar dan ia mendengar jeritannya sendiri menggema di antara dinding-dinding sekolah yang sepi. Rasa sakit yang menyengat membuat matanya berkunang-kunang dan kemudian semuanya gelap. Gelap dalam waktu yang sangat panjang.

Sena seharusnya melihat ibu, ayah tirinya, dan Sehun ketika membuka mata, tapi kilasan berpindah pada potongan kejadian yang hampir pudar.

Saat itu jam istirahat sekolah, dan Sena sedang mengantre untuk makan siangnya di kafetaria sekolah saat seseorang melemparinya dengan gumpalan tisu. Satu. Lalu yang kedua. Dan banyak lagi yang menyusulnya.

“Kau pikir kau begitu pintar sehingga bisa membohongi semua orang?”

“Bahkan teman-temannya terkejut. Hipokrit macam apa dia yang menipu temannya sendiri?”

“Dasar pembohong. Apalagi yang kau sembunyikan? Apakah ayahmu kriminal? Oh, apakah kau bahkan kenal ayahmu?”

Orang-orang itu tertawa dan tertawa semakin keras. Sena merasa telinganya berdenging karena jantungnya berdebar begitu cepat dan ia berlari, mencari satu orang yang ia tahu bertanggung jawab atas semua ini. Di sanalah laki-laki itu, sendirian di tempat duduknya di kelas mereka yang kosong.

Sena berderap ke arahnya dan merampas buku tugas yang sedang dikerjakan Chanyeol di atas meja, lalu melemparnya keras-keras ke arah wajahnya.

Ya, apa-apaan!” Chanyeol mendongak dengan raut kesal pada sena. “Untuk apa itu barusan?” tanyanya jengkel.

Sena mengepalkan tangannya. “Kau, kan? Itu kau, kan?” desisnya.

“Aku apa?” balas Chanyeol.

“Jangan pura-pura tolol, Pecundang!” Sena tidak puas melemparnya dengan buku, lantas menyambar apa pun yang ada di atas meja dan menghamburkannya pada Chanyeol.

“Ryu Sena!” Chanyeol mendorong mejanya dan berdiri. “Apa masalahmu?!”

Sena mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya kuat-kuat. “Kau memberitahu semuanya pada mereka. Kau.”

Chanyeol mengerjap, kemudian ia sadar apa yang sedang Sena bicarakan. “Apa maksudmu? Aku tidak mengatakan apa-apa!”

“BOHONG!” Sena tidak sadar ia sedang menangis sampai ia mendengar suaranya sendiri melengking di dalam kelas yang hening. “Kau… kupikir kau benar-benar berubah tapi… kau ternyata—kau menjebakku—kau—kau berhenti memanfaatkanku karena kau sudah berencana untuk melakukan ini.”

“Tidak! Aku bersumpah, aku tidak mengatakan apa pun pada siapa pun! Ryu Sena! Ya! Sena-ya!”

Sena tidak mendengarkannya. Ia sudah berlari keluar dari kelas itu. Ia tidak punya tujuan pasti, ia hanya ingin pergi dari sana.

Sena di dalam mimpi mengerjap dan tahu-tahu saja ia kembali ke siang yang baru saja terjadi.

“Aku minta maaf bukan karena aku mengasihanimu. Aku minta maaf karena aku merasa bersalah.”

Di antara debar jantung yang mendadak meningkat, Sena masih mendengar suara berat itu dengan jelas. “Well.” Ia berdeham pelan di dadanya. “Kau memang harus merasa bersalah. Kau yang menceritakan tentangku pada semua orang.”

“Apa? Tapi aku tidak menceritakan apa pun—”

Semuanya berhenti, dan untuk pertama kalinya, Sena bertanya-tanya apakah Chanyeol mungkin mengatakan yang sebenarnya padanya.

 

=to be continued=


The 12 Legends of Black Pearls (Chapter 1)

$
0
0

exogroup

Author             : Zhou Si Yu

Tittle                : The 12 Legends of Black Pearls

Cast                 : EXO Members OT12

Main Cast        : Others..

Genre              : Fantasy, Romance, Friendship, Brothership, Sad, Action, School Life

Lenght             : Chaptered

Rating             : T

Chapter           : 1

Twitter                        : @Khalisah_ES

Summary         : 11 orang Ksatria Legends telah terpisah di berbagai belahan Bumi karena adanya peperangan di EXO Planet tempat mereka terlahir, yang mengancam ke-11 Ksatria tersebut agar mereka terbunuh sebelum memusnahkan kegalapan. Tetapi sebelum kegelapan berhasil membunuh para Ksatria di perang tersebut, MAMA telah meminta kepada The Tree Of Life memindahkan para bayi Ksatria ke tempat yang aman dan diasuh oleh para orang kepercayaan MAMA.

Note                : Asli buatanku sendiri, NO COPAS! NO PLAGIAT!

 

Author Prov

Di kerajaan EXO Planet terlihat dua orang yang duduk di Singgahsana dengan bijaksananya, yaitu Raja dan Ratu di EXO Planet. Ratu dipanggil dengan sebutan MAMA di sana. Dia memiliki seorang Putra, salah satu dari Ke-12 Ksatria Legends yaitu Suho. Dia memiliki kekuatan mengendalikan Air, buah kalung yang berbentuk tetesan air itu adalah tanda kekuatannya. Saat ini dia berada di ruangan Raja dan Ratu karena telah dipanggil oleh kedua orang tuanya.

“Salam Yang Mulia, kenapa Yang Mulia memanggil saya?” ucapnya dengan sopan dan membungkuk hormat. “Suho putraku, kamu sudah dewasa. Sudah saatnya kamu mencari ke-11 Ksatria Legends lainnya, sebagai guardian itu adalah tugasmu untuk mengumpulkan mereka kembali dan memberitahu mereka tentang kekuatan dan asal mereka. Sebelum terlambat”. Ucap sang Raja Lee Soo Man dengan tegas. “Suho, cepatlah kumpulkan mereka sebelum kegelapan menyerang kita. Ada sesuatu yang harus kamu ketahui, Suho. Kamu mempunyai adik dengan kekuatan Healing…” ucap Ratu Boa yang terpotong karena Suho tiba-tiba menyahut, “Adik? Kenapa Ibu baru memberitahuku sekarang, kenapa harus adik yang diturunkan ke Bumi? Kenapa bukan aku?”. Ratu menunduk, “Ibu juga tidak mau menurunkan adikmu ke Bumi, tapi itu harus. Sedangkan kamu, Ibu tinggal karena para peramal kerajaan mengetahui kalau Water adalah Guardian yang harus dilatih untuk mendampingi Duizhang di medan pertempuran”, lanjut Ratu.

“Baiklah Bu, tolong antarkan aku ke Bumi untuk mencari mereka terutama adikku”, tegas Suho. “Hati-hatilah anakku”. Ucap Raja. Suho dan Ratu pun pergi ke tempat The Tree Of Life untuk meminta menurunkan Suho ke Bumi mencari para Ksatria Legends Black Pearl.

Carelees, Carelees

Shoot Anonymous, Anonymous

Heartlees, Mindlees. No one, who care about me?

Pohon kehidupan bercahaya sangat terang, dan mengeluarkan sebuah dimensi waktu sebagai jalan menuju Bumi. “Pergilah, anakku. temukanlah para Ksatria Legends itu serta Heal adikmu dan selamatkan planet kita ini”, Ucap Ratu dengan lembut. “Tentu, Bu. Aku akan membawa Heal dan kesepuluh Ksatria lainnya”, sahut Suho sambil memeluk Ratu. “Jaga dirimu yah, Suho. Kalau ada yang kamu tanyakan usap pinmu itu, Ibu akan menjawab melalui telepati”, dengan senyum menghiasi bibirnya. “Baik, Bu. Aku pergi dulu, sampai bertemu lagi”, Suho berjalan memasuki gerbang dimensi waktu dan dalam hitungan detik sampai di Bumi.

“Ini dimana?”, ucap Suho pada dirinya sendiri, “Tapi, para Ksatria itu memiliki ciri apa? Astaga, aku lupa buat nanyakan itu pada Ibu” nepuk jidatnya.

Ketika Suho sedang asyik merutuki dirinya sendiri karena lupa menanyakan ciri-ciri para Ksatria, manik matanya melihat seorang namja manis sedang dikeroyok oleh namja yag terlihat sangat mengerikan. Suho sudah hampir menggunakan kekuatannya, tetapi tiba-tiba dia mendengar suara Ibunya,’Jangan menggunakan kekuatanmu di depan manusia!’karena mendengar suara dari Ibunya, Suho memutuskan untuk menolong namja manis itu dengan kekuatan fisiknya saja.

“Hei, jangan beraninya keroyokan seperti itu!”, tegas Suho. “Nugu-ya? Jangan sok jadi pahlawan untuk namja lemah seperti dia”, ucap namja itu sambil menunjuk namja manis itu. “Sudahlah Taemin-ah, kita hajar saja dia!”, suruh namja yang satu lagi dengan namja yang dipanggil Taemin tadi. “Ayo, Minho Hyung kita hajar saja”, lanjut Taemin. Walaupun melawan banyak orang seperti itu, sangatlah mudah bagi seorang Guardian Black Pearls seperti Suho yang memang sudah dilatih sebagai seorang Ksatria. “Minho hyung, Onew hyung, Key hyung aku sudah tidak sanggup. Ayo, pergi” ucap Taemin yang sudah tidak sanggup menahan sakit di sekujur tubuhnya. “Ingat urusan kita belum selesai”, ucap Minho terhadap Suho dan pergi membawa Taemin dari sana.

Suho teringat dengan namja manis tadi, dia langsung menghampiri namja itu. “Gwenchanayo?” tanya Suho. “Ne, gwenchana”, jawab namja manis itu tersenyum dan menunjukkan dimple di pipinya.

Author End

Suho Prov

Kenapa perasaanku nyaman sekali ketika didekat namja manis ini, aku merasa seperti didekat Ibu. Siapa dia sebenarnya? Wajahnya sangat damai saat melihat dia tersenyum tadi. Tapi kenapa wajahnya terlihat pucat apa yang terjadi. “Astaga sikumu berdarah, ini pasti karena kamu didorong sangat keras ke tanah oleh para namja tadi” ucapku dengan nada khawatir. Dia hanya tersenyum menanggapinya. Tapi, kenapa darah namja ini tidak berhenti juga keluar. Senyumnya pun perlahan memudar dan jatuh pingsan di pangkuanku. “Hei, Iroena… iroena. Jangan menakutiku, iroena” aku mencoba membangunkannya tapi tetap tidak bisa darahnya terus saja keluar.

Kalau begini aku harus menggunakan air suci yang diberikan Ibu untuk menyembuhkan diriku kalau sedang terluka, untung saja tempat ini sepi jadi tidak ada orang yang melihat “The water of life”, ucap Suhxo membaca matra. Perlahan darah itu berhenti keluar, lukanya juga tertutup. Matanya mengerjap lucu seperti anak kecil, “Sudah sadar?” ucapku. “Aku dimana? Apa aku sudah mati karena kehabisan darah?” ucap namja ini polos. “Tentu saja belum, memang kenapa kamu harus mati?” kataku agak sedikit penasaran karena memang aku tidak mengerti dengan planet Bumi ini. “Aku punya penyakit Hemofilia, aku tidak boleh terluka. Karena kalao terluka darah ku tidak bisa berhenti keluar”, jelasnya.

Jadi itu penyebab darahnya tidak berhenti keluar, “Siapa namamu?” kataku mengubah topik pembicaraan. Dia tersenyum, astaga manis sekali.

“Namaku ……

TBC….

 


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live