Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Unlogical Married (Chapter 7)

$
0
0

Unlogical Married

CoverUnlogical

Title : Unlogical Married (Chapter 7)

Main Cast :

  • Oh Se Hun
  • Seo Young Ji (OC)

Other :

  • Do Kyung Soo
  • Park Chan Yeol
  • Byun Baek Hyun
  • Baek Dam Bi (OC)
  • Oh Dong Hoon (OC)
  • Hong Jang Mi (OC)
  • Son Na Ra (OC)
  • etc

Genre : Comedy-Romance, Marriage-life

Author : Lee Young

Lenght : Multichapter

Rate : PG-19

Summary : Let’s make it more logic

(Chapter 7)

Se Hun mengerutkan wajah ketika sinar matahari mengenai kelopak matanya.

Laki-laki itu menghalangi sinar matahari dengan menggunakan lengan tangan kanan sebelum mulai membuka mata. Se Hun merasa sudah agak baikan. Dia segera bangkit dari sofa untuk duduk.

Se Hun melirik jam dinding sekilas. Pukul 10.00. Ah, dia terlambat bangun, dan artinya dia tidak akan bisa masuk sekolah hari ini.

Se Hun mengusap wajahnya dengan dua tangan, berusaha memperjelas pandangannya.

Kuning.

Sebuah sticky note warna kuning tampak tertempel di pinggir mangkuk yang terletak di atas meja. Se Hun baru sadar jika di hadapannya sudah tersedia satu nampan berisi satu mangkuk besar bubur, air putih, dan beberapa butir obat.

Se Hun mengambil sticky note, membacanya seksama.

Istirahatlah, aku sudah menelepon pihak sekolah jika kau sakit.

Oh ya, karena kau tidak memakan sup rumput lautmu semalam, jadi pagi ini aku hanya bisa memberimu bubur!! (,_,)

Se Hun tersenyum. Dia menggosokkan sticky note, dan menemukan satu lagi sticky note yang tertempel persis di bawah note pertama.

Dia membukanya.

Cepat sembuh, atau aku akan memaksamu tidur di rumah sakit~

Kali ini Se Hun tidak bisa menahan kekehannya. Laki-laki itu selanjutnya melihat lilitan perban di ibu jari tangan kanannya, mengelusnya lembut, sebelum meraih mangkuk bubur.

Bubur ini, bubur pertama buatan Young Ji yang khusus dipersembahkan untuk Se Hun–suaminya.

***

Young Ji duduk terdiam di meja kerjanya sebari menatap ke luar bangunan. Tidak ada yang gadis itu pikirkan kecuali kondisi Se Hun saat ini.

Berulang kali Young Ji menatap ponselnya yang tergeletak di meja. Apakah dia harus bertanya kabar? Young Ji selalu berakhir menggeleng hebat ketika tangannya hampir bergerak untuk meraih ponsel.

Tidak, tidak, dia tidak boleh terlihat lemah di depan Se Hun. Bisa-bisa laki-laki itu salah sangka, lagi!

Tapi…. Young Ji penasaran dengan kondisi Se Hun. Apakah laki-laki itu sudah sembuh? Apakah laki-laki itu memakan bubur buatannya? Apakah laki-laki itu, baik-baik saja?

Young Ji mengambil napas panjang. Baiklah, bertanya kabar satu kali saja tidak apa-apa.

Gadis itu sudah mengulurkan tangan untuk meraih ponsel ketika layar ponsel berkedip, tanda pesan masuk.

Triiing

Young Ji menghela napas. Dia segera membuka pesan singkat. Dari Oh Se Hun. Panjang umur sekali laki-laki ini–batin Young Ji.

Bubur buatanmu lumayan. Setidaknya aku tidak sarapan telur dadar atau paket delivery seperti biasanya.

From : Oh Se Hun

Young Ji segera mendengus ketika tidak mendapati ucapan terimakasih atau semacamnya.

Oh? Kau sudah bisa mengirim pesan singkat? Buburku manjur juga ya membuatmu sehat!

To : Oh Se Hun

Triiing

Untuk membuatmu senang, akan aku iyakan :p.

Bagaimana pun, terimakasih~

From : Oh Se Hun

Young Ji tersenyum membaca baris terakhir pesan singkat Se Hun.

Gadis itu hampir membalas dengan ucapan sama-sama, ketika mendadak dadanya berdesir dengan sangat aneh sekali. Jantungnya seperti melompat-lompat di rongga dada. Perutnya seperti tergelitik oleh sesuatu tak kasat mata.

Young Ji segera menahan napas, sementara tangan kanannya mengelus dadanya sendiri. Perasaan aneh apa ini? Young Ji kembali menatap pesan singkat Se Hun ketika degup jantungnya semakin tidak beraturan sama sekali.

Lima detik berikutnya, satu lagi pesan singkat dari Oh Se Hun.

Aku sudah memutuskannya, Seo Young Ji

Untuk membayar kesalahanku karena merepotkanmu, mungkin hari ini aku bisa berkata ke ayah tentang perceraian kita :D

Bagaimana? Apakah kabar ini cukup membuat mood-mu menjadi lebih baik? Aku serius.

From : Oh Se Hun

Jantung Young Ji seperti dipaksa berhenti setelah sebelumnya melompat-lompat kegirangan. Gadis itu merasa ada sesuatu yang janggal setelah membaca pesan singkat Se Hun.

Seluruh bulu kuduk Young Ji berdiri. Entah kenapa, dia merasa jika tidak seharusnya Se Hun bertindak secepat ini.

Tangan Young Ji semakin erat menggenggam ponsel.

Bercerai? Ya, Young Ji memang menginginkannya. Tapi, kenapa? Kenapa Se Hun harus membicarakan masalah itu sekarang? Dan, kenapa? Kenapa sebagian besar hatinya seperti memberontak ketika membaca pesan singkat itu? Kenapa di dalam tubuh Young Ji, ada satu bagian yang dengan begitu kuat berkata jika dia tidak ingin mengakhiri semua ini?

Wajah Young Ji memanas. Gadis itu tidak tahu harus membalas pesan singkat Se Hun dengan cara yang bagaimana.

***

Se Hun menghantamkan punggungnya ke sandaran sofa. Dia memejamkan mata, tubuhnya lemas.

Ponsel Se Hun tampak tergeletak di meja, di samping mangkuk yang sudah bersih dari bubur buatan Young Ji. Laki-laki itu seakan tidak mampu menatap ponselnya, setelah dia mengirimkan pesan singkat itu kepada Young Ji.

Se Hun masih ingat dengan semua perkataan Young Ji, semalam. Dan bubur ini, entah kenapa malah membuat Se Hun semakin bersalah.

Young Ji benar. Se Hun sudah membuat gadis itu memiliki waktu-waktu sulit di sepanjang kehidupannya. Se Hun sudah membuat gadis itu terjebak di dalam sebuah ikatan pernikahan tak logis yang selalu Se Hun anggap baik-baik saja.

Se Hun, sudah membuat Young Ji kecewa memiliki suami sepertinya.

Dada Se Hun, rasanya sakit sekali.

Jantung laki-laki itu seperti dipelintir, hingga membuatnya tidak bisa mengatakan apapun kecuali membiarkan satu bulir airmata mengalir dari matanya yang terpejam.

Karena jika boleh jujur, Se Hun kini sudah mulai bisa menerima kehidupan barunya. Se Hun sudah ingin menjalani posisi ini, apapun resikonya. Se Hun pun sudah mulai berhasil dalam usahanya mencintai sosok yang sebelumnya sama sekali tidak pernah dia inginkan.

Se Hun, mulai menerima Seo Young Ji sepenuhnya–bukan hanya sebagai seorang istri pura-pura.

Tangan kiri Se Hun tampak bergerak untuk menutup matanya yang terpejam. Sialan. Se Hun tidak pernah tahu jika dia bisa menangis hingga sekeras ini. Apapun alasannya, tapi isakannya siang ini adalah isakan paling memilukan dari seorang Oh Se Hun.

Laki-laki itu tidak bisa lagi membohongi dirinya, jika dia ingin mencintai Seo Young Ji lebih jauh lagi.

***

“Kalian tidak perlu berkunjung. Aku sudah sehat,” ucap Se Hun kepada Chan Yeol melalui telepon.

Setelah seharian hanya duduk dan mondar-mandir di apartemen, sore ini Chan Yeol atas nama ketiga sahabatnya, menelepon. Mereka bilang, ketiga manusia itu sempat mencari Se Hun tapi teman sekelas Se Hun bilang jika Se Hun sakit parah.

Ah, kenapa sih harus ada kata parah? Perasaan, Se Hun hanya masuk angin biasa. Ini pasti ulah Young Ji yang melebih-lebihkan cerita ketika melapor tadi pagi.

Tapi lupakan Young Ji, karena sekarang Se Hun tengah bingung melarang ketiga temannya yang memaksa untuk berkunjung. Se Hun tidak akan pernah membiarkan ketiga sahabatnya tahu jika dia sudah tidak lagi tinggal di rumah orang tuanya.

“Apa buktinya jika kau sudah sehat?” Chan Yeol bertanya dengan nada tidak percaya.

Se Hun memutar bola matanya. Oke, tidak ada pilihan lain. “Sekarang aku sedang minum soju,” bohong Se Hun sebari menghantamkan botol air mineral ke meja.

Hening. Se Hun menelan ludah ketika tidak ada jawaban dari seberang.

“Kau minum soju ketika kau sakit?”

Se Hun menghela napas, lega. Untung ketiga sahabatnya itu mudah dibodohi.

Se Hun mengangguk. “Ye, lagipula aku hanya masuk angin biasa. Tidak perlu khawatir”

“Baiklah kalau begitu. Kami kira kau sakit hingga tidak bisa bergerak dari tempat tidur”

“Tentu saja tidak. Aku–”

“Oh Se Hun, ngomong-ngomong soal mak–”

Se Hun langsung menempelkan telunjuknya di bibir. Laki-laki itu melotot, menatap Young Ji yang baru masuk ke dalam apartemen.

Sontan, Young Ji langsung membungkam mulutnya. Alis gadis itu terangkat, penasaran.

“Suara siapa itu?,” tanya Chan Yeol penasaran. Matilah dia!

Se Hun terkekeh aneh. Laki-laki itu beranjak dari sofa, lalu merangkul Young Ji. “Oh, itu? Itu suara keponakan ayahku. Dia berkunjung untuk memberiku sedikit….” Se Hun melirik Young Ji yang mulai mengerutkan wajahnya. “… pijatan. Biasa, fisioterapis,” Se Hun meringis.

Young Ji memutar bola matanya. Dia melepaskan tangan Se Hun yang melingkar di bahunya, kasar. Gadis itu melipat tangannya di depan dada. Apa tadi? Fisioterapis?

“Oh, aku kira siapa. Ya sudah kalau begitu, aku tutup teleponnya”

“Ye”

Klik

Sambungan terputus. Se Hun kembali menjejalkan ponsel ke saku. Laki-laki itu menatap Young Ji yang sudah memberengut di sampingnya, sebelum menghela napas.

“Tumben kau sudah pulang,” cibir Se Hun.

Young Ji mendengus. “Jadi kau tidak ingin melihatku? Bagus sekali! Aku pikir kau suka jika aku pulang lebih cepat,” entah apa yang terjadi tapi kalimat itu meluncur begitu saja.

Se Hun sempat tersentak, tapi laki-laki itu segera berpikir jika Young Ji pasti sedang mengertaknya. Se Hun tertawa kecil. “Kau tidak perlu marah. Aku hanya bertanya. Aku tidak menyangka saja jika semangatmu akan berlipat ganda setelah aku menyepakati perceraian itu,” kata Se Hun.

Dia berjalan ke sofa, lalu duduk sebari menyalakan televisi. Perasaan Se Hun mendadak bergemuruh, dan Se Hun rasa dia perlu mengalihkannya.

Young Ji terdiam. Dia menatap Se Hun yang sibuk menggonta-ganti channel. Kenapa mendadak dia jadi risih ketika mendengar kata perceraian?

Young Ji berdehem. “Ehem, aku…. hanya ingin pulang cepat. Kau keberatan? Dan masalah keputusanmu, terima kasih,” kata Young Ji sebelum gadis itu beranjak menuju kamar. Dia ingin berganti pakaian.

Se Hun sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari layar televisi, bahkan ketika Young Ji melintas di hadapannya. Laki-laki itu tetap saja menatap ke depan, kearah televisi yang menyala dengan volume keras. Gelegak tawa komedian hanya terdengar sebagai suara sayup di telinga Se Hun.

Lengang.

Kecanggungan yang luar biasa hebat langsung menyelimuti seluruh penjuru apartemen.

Se Hun menghembuskan napas keras ketika dia tidak bisa menahan dadanya yang ngilu karena hal ini. Se Hun merasa jika sepertinya, dia harus menyelesaikan ini lebih cepat lagi.

Se Hun menoleh ke arah pintu kamar yang tertutup rapat. “Aku tidak pernah keberatan melihatmu pulang cepat, tapi aku hanya merasa telah melakukan hal besar untukmu. Tidak perlu berterimakasih, karena toh kita sudah bisa menebak hal apa yang akan terjadi ke depan. Tapi tenang saja. Aku rasa, aku bisa mengatasinya.”

Dia tersenyum hambar. “Kita katakan saja ke ayah, bahwa kita tidak akan bisa jika terus bersama seperti ini. Aku akan katakan jika, semua ini salahku yang tidak bisa menjaga hubungan kita hingga kau terlantar. Aku tidak bisa bertanggungjawab. Aku tidak bisa membuatmu betah berada di dekatku, dan yang terpenting adalah, aku mengecewakanmu. Aku tidak pernah bisa membuatmu bangga memiliki suami seorang Oh Se Hun,” suara Se Hun bergetar, hampir hilang di ujung kalimatnya.

Wajah laki-laki itu pun mulai sembab. Matanya memerah.

Dia telah mengatakan semua yang ada di dalam hatinya. Tanpa kebohongan sedikitpun, dan jujur, rasanya sangat amat menyakitkan. Sama halnya dengan rasa sakit dalam dada Young Ji ketika gadis itu mendengarkan semuanya dari dalam kamar.

Kalimat Se Hun yang terdengar nyaring di keheningan ruang, berhasil membuat Young Ji mematung ketika dia hampir memutar knop pintu.

Wajah gadis itu berubah sendu. Young Ji tidak tahu kenapa seluruh tubuhnya terasa lemas ketika mendengar kalimat itu terlontar dari mulut Oh Se Hun.

Entah kenapa, tidak sepantasnya Se Hun merasa seperti ini. Tidak sepantasnya…

***

Young Ji masuk ke dalam mobil, setelah Se Hun terlebih dulu duduk di belakang kemudi. Tidak ada yang mereka bicarakan, sejak keduanya terdiam karena pengakuan tak langsung Se Hun beberapa jam lalu.

Kini, mereka sudah memutuskan untuk segera berangkat ke rumah Dong Hoon.

Keduanya merasa jika semua ini harus segera diakhiri, sebelum perasaan Se Hun maupun Young Ji semakin tersiksa karena rasa bersalah masing-masing. Ya, Young Ji pun mulai merasa bersalah atas segala hal yang diucapkan Se Hun. Dan, sialnya, Young Ji adalah tipikal gadis yang buruk dalam memperbaiki suasana.

Young Ji sama sekali tidak bisa menghentikan Se Hun yang merasa bersalah, hingga mereka berakhir berada di dalam mobil ini untuk menuju ke rumah Dong Hoon. Mereka akan membicarakan masalah perceraian.

Se Hun sesekali melirik Young Ji yang terdiam sebari menatap jalanan.

Se Hun kira, Young Ji sedang melamun karena perjalanan ke rumah Dong Hoon memang cukup jauh jika ditempuh dari apartemen Young Ji. Padahal gadis itu hanya tidak mampu jika harus menatap wajah Se Hun yang sedang menyetir di sampingnya. Dan, Se Hun tidak pernah tahu.

Hati Young Ji akan semakin sakit jika melihat wajah putih susu Se Hun.

Se Hun berdehem. “Ehem, menurutmu, ekspresi wajah yang bagaimana yang harus kita tunjukkan kepada ayah nanti?”

Young Ji segera menoleh, dan mendapati laki-laki itu meringis kepadanya.

Young Ji menarik napas panjang. “Bagaimana kalau menurutmu? Apa kita langsung saja marah-marah?”

Se Hun tertawa kecil. “Kau gila? Tidak mungkin kita langsung marah-marah. Hmm… aku sih berpikir untuk menunjukkan wajah sedih. Kau bisa akting menangis?”

Young Ji terdiam ketika Se Hun menoleh sekilas. Apa? Akting menangis? Bahkan sekarang Young Ji bisa menangis sungguhan! Entah kenapa, gadis itu tidak ingin membicarakan perceraian ini dengan begitu cepat. Konyol, ya? Padahal baru kemarin dia ingin sekali berpisah dari laki-laki itu.

Inilah perasaan. Young Ji tidak pernah tahu jika keberadaan Oh Se Hun sudah berarti banyak dalam dirinya.

Tidak banyak momen yang mereka habiskan bersama, hanya saja, semenjak Oh Se Hun mengajaknya menikah, Young Ji mulai bisa sedikit merasa kerepotan karena harus menyiapkan hal-hal yang tidak hanya untuk dirinya saja. Young Ji pun merasa sempat dibuat pusing untuk memikirkan jawaban jika kedua orang tua mereka bertanya masalah cucu. Dan, detik ini, tepat detik ini, Young Ji mulai sadar jika semua itu menyenangkan.

Sensasi berdegup ketika semua orang berharap agar mereka cepat memiliki anak, ternyata begitu menyenangkan. Terlebih ketika dia ingat jika Se Hun pun sempat membicarakan hal yang sama…. demi Tuhan, inikah rasanya menjadi istri? Berdiskusi dengan suami untuk hal-hal privasi diantara mereka?

Young Ji mengeratkan kaitan antar jemari tangannya yang tertumpu di paha. Gadis itu mendadak ingin menyuruh Se Hun berbalik arah. Tapi, lihatlah, sepertinya Se Hun masih ingin agar mereka benar-benar berpisah. Dan, ini semua salah Young Ji.

Ini semua salah Young Ji yang telah membuat Se Hun merasa tidak pernah dianggap sebagai seorang suami.

“Young Ji-a, bagaimana? Kau bisa tidak? Kita harus meyakinkan ayah agar beliau memaklumi perceraian kita,” Se Hun menoleh sekilas, lagi.

Young Ji menggeleng. “Aku tidak tahu, Se Hun. Bagaimana jika kita tidak diijinkan untuk bercerai?”

Kriiing…. Kriiing….

Se Hun hampir membuka mulutnya untuk menanggapi Young Ji ketika ponsel laki-laki itu berdering. Se Hun langsung memberi kode Young Ji dengan tangan kanannya, sebelum menjejalkan earphone ke telinga.

“Yoboseyo?”

“….”

Young Ji menghela napas. Dia mengalihkan pandangan untuk menatap kearah depan. Tapi suara Se Hun yang tidak kunjung terdengar, membuat gadis itu menoleh.

Wajah Se Hun tampak pucat. Laki-laki itu sedikit ternganga. Matanya berkaca.

“Ap… apa? Ibu tidak membohongiku, kan?” suara Se Hun bergetar. Kecepatan mobil berkurang secara perlahan.

Young Ji semakin mengerutkan keningnya. Apa yang terjadi?

Se Hun melepaskan earphonenya sesaat setelah terdiam lama. Mata laki-laki itu menatap kosong jalanan, sementara satu bulir airmata segera mengalir dari salah satu matanya.

Young Ji semakin khawatir. Gadis itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Se Hun yang mulai mengeratkan genggaman di kemudi. “Apa yang terjadi, Se Hun-a?” tanya Young Ji lirih.

Se Hun segera membanting stir kearah kiri, mengambil jalan pintas. Laki-laki itu menginjak gas semakin dalam, membuat Young Ji tersentak karena sikap gegabah Se Hun.

“Oh Se Hun, apa yang–”

“Kita ke rumah sakit, Young Ji. Ayah disana,” kata Se Hun dengan suaranya yang bergetar hebat.

Young Ji sontan membulatkan mata. Apa? Dong Hoon masuk rumah sakit?

***

Se Hun segera berlari di koridor rumah sakit untuk menemui ibunya yang menunggu di luar ruang ICU. Wajah laki-laki itu tampak begitu gusar. Matanya merah.

Young Ji berlari kecil di belakang, mengikuti Se Hun yang kesetanan. Gadis itu yakin jika sesuatu yang buruk telah terjadi pada ayah mertuanya.

Langkah Se Hun terhenti, tepat ketika ibunya menangis histeris karena beberapa perawat mendorong sebuah ranjang dengan orang yang terbaring di atasnya. Kain warna biru menutup ujung kepala hingga ujung kaki orang tersebut.

Young Ji yang ikut berhenti, segera tahu apa yang terjadi. Young Ji menutup mulutnya yang ternganga dengan telapak tangan. Pandangan gadis itu kabur, bersamaan dengan airmata yang segera mengalir di wajahnya.

“Ayah….” suara Se Hun semula terdengar lirih, tapi laki-laki itu segera berlari untuk menubruk ranjang.

Se Hun sama sekali tidak peduli dengan para perawat yang menghalanginya. Laki-laki itu sudah menangis histeris, sebari memeluk jasad tak bernyawa Oh Dong Hoon. “Ayah! Ayah ini aku, ayah. Aku mohon, bangunlah. Aku mohoonn,” Se Hun tergugu ketika dia menggoyang-goyangkan tubuh Dong Hoon.

Mustahil. Dong Hoon sudah pergi. Pria paruh baya itu sudah kehabisan waktunya hidup di dunia.

“Ayah aku mohon bangun, ayah…”

Dua orang perawat memaksa Se Hun agar menjauh. Mereka memegang lengan Se Hun yang berusaha keras untuk terus mengejar jasad Dong Hoon. Se Hun berontak, tapi dia malah berakhir terduduk di lantai rumah sakit. Laki-laki itu semakin terisak sebari terus memukul dinding di belakangnya.

Oh Se Hun begitu terpukul atas kepergian ayahnya.

Young Ji segera mendekat untuk memeluk Jang Mi yang sejak tadi hanya tertunduk di dekat Se Hun. Gadis itu pun tidak bisa menahan isakannya. Rasanya dadanya semakin sakit setelah melihat Dong Hoon benar-benar pergi.

Karena Young Ji tahu, tidak akan ada lagi pihak yang menghalangi rencana mereka untuk bercerai. Tidak ada lagi alasan mereka untuk mempertahankan pernikahan ini.

Sementara itu, Se Hun terisak semakin memilukan atas kepergian dua orang yang berharga dalam hidupnya. Kepergian ayahnya dari dunia ini, dan kepergian Seo Young Ji dari kehidupannya.

Se Hun sudah tidak punya harapan apa-apa lagi untuk mempertahankan pernikahan ini. Sudah tidak ada lagi pihak yang bisa Se Hun harapkan untuk tetap mempertahankan pernikahan mereka. Semua sudah semestinya berakhir sampai disini.

To Be Continued

Kok saya merasa kalau Chapter ini Angst banget ya? *lihat genre, nggak ada angst-angst-nya sama sekali (-_-“). Maafkan author yang khilaf. Saya nggak tahu kenapa di chapter-chapter terakhir pasti perasaan main cast saya banting habis-habisan. Well, semoga teman-teman suka, dan jjajajan, besok adalah Chapter terakhir Unlogical Married :D

Apakah mereka akan berakhir bercerai beneran? Atau malah jadi pasangan beneran? Hayooo… Dong Hoon udah meninggal tuh… Se Hun nggak punya alasan apa-apa lagi deh *poor Se Hun

Siap-siap ucapkan pai pai ke couple ini :D

Respon temen-temen saya tunggu. See You



Viewing all articles
Browse latest Browse all 4828

Trending Articles