Title: Harder Than You Know
Author: @diantrf
Cast:
Oh Sehun, Xiao Luhan (Exo)
Park Cheonsa (OC)
Genre: Sad-Romance, Angst
Rating: T
Length: Chaptered (2 of 2)
0o0
“Penyesalan selalu datang terakhir, kan? Terkadang rasa sakit pun dapat menjadi awal dari sebuah kebahagiaan. Dan egoisme selalu membawamu jatuh ke dalam lubang penyesalan.”
0o0
Cheonsa berdiri di balkon kamarnya. Ia memandangi langit malam yang cerah dengan taburan bintang menghiasinya. Cheonsa menghela napas. Udara sangat dingin, namun entah mengapa ia tak merasakan dingin itu. Tubuhnya sudah mati rasa seiring matinya hatinya.
Entah dari mana, lengan hangat melingkari pinggangnya. Cheonsa tersenyum. Ini bukan Sehun. Ia sangat hafal tubuh suaminya. Namun ia hanya diam. Ia merasa nyaman dalam pelukan orang itu.
“Sebesar itukah cintamu pada Sehun?” Cheonsa mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu. Orang di belakangnya hanya menghela napas.
“Cheonsa..”
“Luhan oppa, mengapa kau sangat baik padaku? Bukankah aku orang yang egois?” ucap Cheonsa dengan nada bicara seperti biasanya. Suara yang lembut itu sama sekali tidak berubah.
“Cheonsa..”
“Aku sangat tahu jika Sehun oppa tak mencintaiku, namun aku masih saja mempertahankannya. Bukankah aku orang yang sangat egois?” Cheonsa tertawa seakan kalimatnya barusan adalah sebuah lelucon yang sangat lucu.
“Cheonsa..”
“Aku adalah orang yang..”
“PARK CHEONSA!”
Untuk pertama kalinya, Luhan membentak seorang gadis. Ia tak habis pikir bagaimana jalan pikiran gadis yang ia cintai ini.
Luhan membalik tubuh cheonsa agar menghadap ke arahnya. Namun apa yang dilihatnya? Hanya senyuman tipis yang masih menghiasi wajahnya. Hati Luhan benar-benar sakit saat ini. Bagaimana bisa Sehun menyia-nyiakan gadis manis di depannya ini? Cheonsa hanyalah gadis kecil yang masih butuh kasih sayang dari orang yang ia cintai.
Cheonsa butuh kasih sayang dari Sehun, suaminya sendiri.
“Bisakah aku menggantikan posisi Sehun di hatimu, Cheonsa?” setitik air mata jatuh di pipi Luhan. Senyum Cheonsa pudar. Ia menghapus air mata itu lalu menatap Luhan dalam.
“Aku hanya mencintai Sehun oppa..” lirihnya pelan. Kini Luhan dapat merasakan keperihan yang Cheonsa selalu simpan dalam hatinya. Mata hijau cemerlang Cheonsa kini nampak sendu.
Luhan tak sanggup. Ia kini mendekatkan wajahnya pada Cheonsa. Menyalurkan rasa sayangnya lewat sebuah ciuman lembut yang selama ini hanya ia bayangkan dalam benaknya. Ia terlalu mencintai Cheonsa, walaupun gadis itu tak pernah mengerti dengan perasan Luhan padanya.
Cheonsa hanya diam. Seperti yang telah disebutkan, Cheonsa telah mati rasa. Ia hanya memiliki rasa cinta yang besar untuk Sehun, namun ia tak mencintai hatinya sendiri. Tak merasa kasihan dengan hatinya yang sangat perih bahkan sampai mati. Cheonsa terlalu mencintai Sehun namun lupa untuk mencintai dirinya sendiri.
Luhan masih mencium gadis itu, sampai ia rasa Cheonsa mengalungkan lengannya di leher Luhan. Cheonsa, perlahan membalas ciuman lembut Luhan. Sangat manis. Cheonsa bahkan sedang mengingat kapan terakhir kali Sehun menciumnya seperti ini. Tiga bulan yang lalu, sebelum ia tahu bahwa Sehun mempunyai wanita lain di hatinya.
Luhan, tanpa kesadaran penuh menggendong Cheonsa dan membaringkannya di ranjang kamar itu. Masih menautkan bibir mereka. Luhan mengelus pipi halus gadis itu. Ia sangat mencintainya, dan bahkan dapat merasakan hati Cheonsa yang perih karena terus mencintai Sehun.
Ini salah, Cheonsa tahu ini salah. Cheonsa melepaskan bibirnya dari bibir Luhan, dan kini Luhan menatapnya dengan pandangan meremehkan.
“Kenapa Cheonsa? Kau mengingat Sehun? Sehun tak mencintaimu. Bahkan jika aku merasakan tubuhmu ataupun membunuhmu saat ini, Sehun tak akan peduli dengan teriakanmu yang memanggil-manggil namanya. Sehun tak mencintaimu, Cheonsa!”
Cheonsa yang mati rasa pun masih dapat merasakan jika omongan Luhan memang benar. Bahkan sangat tepat sasaran. Sehun tak pernah mencintainya. Cheonsa hanya terdiam, memandang mata Luhan yang sangat menusuk sampai ke hatinya. Apakah sakit hati Luhan adalah cerminan betapa sakit hati dirinya?
Cheonsa kembali pada hatinya. Hatinya masih mencintai Sehun. Sehun sudah mengunci hatinya. Hanya Sehun, tak ada yang lain. Bahkan kebaikan hati Luhan pun tak mampu merobohkan dinding cintanya untuk Sehun.
“Sehun oppa! Sehun oppa! Tolong..” Cheonsa terus memanggil-manggil dengan lirih nama Sehun. Namun pria itu tak kunjung datang. Luhan kini sudah seperti orang yang baru saja mendapatkan boneka kesayangannya.
Luhan masih terus mengelus pipi Cheonsa, menenggelamkan dirinya dalam leher Cheonsa. Menikmati setiap detiknya saat ini bersama gadis yang ia cintai.
“Teriaklah Cheonsa. Sehun tak akan datang..” bisik Luhan pelan, dan mungkin hati Luhan ikut mati dan hanya ada cinta untuk Cheonsa dalam hatinya.
Sementara di luar kamar, Sehun hanya terdiam mendengar teriakan Cheonsa. Sekarang ia tahu, apa yang dimaksud Luhan dengan ‘cara penyelesaian masalah’ itu. Luhan benar-benar nekad, pikir Sehun.
Sehun tahu, seharusnya ia menerobos ke dalam kamarnya, memukul Luhan, dan merengkuh Cheonsa ke dalam pelukannya. Seharusnya Sehun melindunginya. Namun, ia masih bingung dengan hatinya saat ini. Apakah ia benar mencintai Cheonsa? Apa alasannya menikahi Cheonsa setahun yang lalu? Kasihan? Rasa iba-kah? Atau apa? Ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
Cheonsa masih meneriakkan nama Sehun. Luhan sudah mulai melakukan perbuatan yang lebih ekstrim. Ia mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam saku kemejanya. Ia tersenyum mengerikan. Seperti inikah wujud asli Luhan? Pria sadis yang menyeramkan?
“Apa aku bilang, Sehun tak akan datang. Dan, Cheonsa.. Aku lebih baik melihatmu mati lalu menjadi malaikat surga yang cantik dibanding hidup hanya untuk mencintai laki-laki tak berguna seperti Sehun.” ucap Luhan tenang sambil memainkan pisaunya dengan jari-jari tangannya
Cheonsa masih berontak dalam kekangan tangan Luhan. Gadis itu masih terus meneriakkan nama Sehun. Cheonsa menangis. Untuk pertama kalinya Luhan melihat gadis yang ia cintai menangis sangat pilu seperti itu.
“Sehun! Coba lihat, Cheonsa menangis hanya karena aku ingin membunuhnya! Bagaimana menurutmu? Bukankah Cheonsa adalah parasit dalam hubunganmu dan Hyunna?! Perlu aku bantu untuk melenyapkannya?!” teriak Luhan yang terdengar seperti petir di telinga Cheonsa. Luhan tidak main-main dengan perkataannya.
Sehun membuka pintu dan benar saja, ia melihat tubuh Luhan mengekang tubuh mungil istrinya dengan pisau berkilau di tangannya. Hyungnya benar-benar sudah gila.
“Hentikan, hyung!” teriak Sehun sambil menatap Luhan tajam. Luhan yang ditatap begitu hanya tertawa lalu kini memainkan pisau itu di wajah cantik Cheonsa. Gadis itu hanya terdiam. Ia sudah pasrah dengan hal apapun yang terjadi nantinya.
“Kenapa? Aku hanya ingin membantumu menyingkirkan parasit ini.” ucap Luhan sok polos dengan smirk dinginnya. Sehun membulatkan matanya. Bukankah Luhan sangat mencintai Cheonsa?
“Kumohon hentikan..” sepanjang mereka hidup bersama, baru kali ini Cheonsa mendengar Sehun memohon seperti itu. Cheonsa tersentuh, berbeda dengan Luhan yang malah tertawa melihat Sehun memohon dengan tidak elit.
“Terlambat.” ujar Luhan pelan. Luhan menusukkan pisaunya kearah Cheonsa.
“Luhan oppa!” teriak Cheonsa disertai matanya yang membulat tak percaya.
Darah segar menempel di mata pisau itu. Pemandangan yang membuat hati Sehun tertohok sedalam-dalamnya. Sehun bahkan menangis sambil menutupi wajahnya. Tangisnya terdengar pilu. Ia masih belum sanggup jika harus kehilangan Cheonsa.
“Sehun oppa..” lirihan gadis itu kini terdengar di telinganya, bersamaan dengan sentuhan sebuah tangan halus di tangannya. Itu tangan Cheonsa.
“Ti-tidak mungkin..” lirih Sehun. Cheonsa berlutut di depannya dengan senyum manisnya seperti biasa. Tubuhnya masih utuh, hanya terdapat bercak darah di bajunya. Tunggu, darah siapa itu?
“Sudah kubilang kan Sehun, aku punya caraku tersendiri untuk menyelesaikan masalah.” ucap Luhan santai lalu langsung berlalu meninggalkan Cheonsa yang tersenyum dan Sehun yang tercengang.
Sehun melihat tangan kiri Luhan yang mengeluarkan banyak darah. Jadi.. Tadi itu hanya.. Sehun masih bingung dengan hal yang terjadi beberapa detik yang lalu. Ia masih memandang tak percaya Cheonsa yang tersenyum manis kearahnya.
“Aku tak tahu jika Luhan oppa hanya pura-pura. Aktingnya sangat keren, aku benar-benar takut.” ujar Cheonsa sambil membantu Sehun berdiri.
Sehun masih syok. Sangat. Bagaimana bisa hyungnya yang selama ini ia kira sebagai good person tiba-tiba berbuat hal konyol seperti itu? Sehun hanya terdiam di tempatnya. Cheonsa tersenyum lalu menarik tangan Sehun lembut dan membantu suaminya itu duduk di pinggir ranjang.
“Aku mau mengobati luka Luhan oppa dulu.” ujar Cheonsa pelan lalu meninggalkan Sehun yang sampai detik ini masih enggan mengeluarkan suaranya.
Cheonsa menghampiri Luhan yang sedang berdiri di depan wastafel, membersihkan darah yang masih keluar cukup banyak. Luhan yang menyadari kehadiran seseorang lantas berbalik dan tersenyum saat mendapati Cheonsa sedang berjalan ke arahnya.
“Luhan oppa melakukan hal konyol.” ucap Cheonsa sebelum kini ia terfokus pada luka Luhan. Luhan dan Cheonsa duduk di kursi ruang makan, dengan Cheonsa yang sedang menggulung perban di lengan Luhan.
Mereka larut dalam keheningan. Cheonsa terlalu fokus pada luka yang cukup besar itu, dan Luhan terlalu fokus untuk memandangi bidadari di hadapannya. Luhan hanya tersenyum sambil memperhatikan wajah Cheonsa yang sangat cantik. Gadis itu semakin cantik setiap harinya.
Terkadang Luhan berpikir, mengapa bukan ia saja yang menikahi Cheonsa waktu itu? Mengapa ia harus menuruti permintaan bodoh Sehun jika nyatanya saat ini Sehun tak peduli pada Cheonsa? Luhan sadar jika ia terlambat, karena hati Cheonsa sudah terlanjur terkunci dalam ruang cinta Sehun.
“Luhan oppa..” panggilan itu membuyarkan lamunan Luhan. Ia tersenyum menatap Cheonsa lembut.
“Apakah oppa juga yang akan mengurus pernikahan Sehun oppa dengan Hyunna eonnie?” tanya Cheonsa yang masih fokus mengobati lengan Luhan. Pria itu seketika membulatkan matanya.
Perasaan bersalah kembali meliputi hatinya. Cheonsa, kenapa gadis rapuh itu harus bersembunyi dalam sosok wanita tegar seperti itu? Ya, memang benar pernikahan Sehun yang kedua ini Luhan juga yang mempersiapkannya. Sehun tadi membujuk Luhan, sebelum terjadi insiden yang membuat Sehun menangis tertunduk seperti tadi.
“Hyung, lusa aku akan menikah dengan Hyunna. Tolong urus segala keperluannya.” hanya dengan satu kalimat itu, emosi Luhan sudah mencapai puncak.
“Sehun, kau..”
“Aku akan bilang pada Cheonsa saat ini juga.” Sehun langsung berjalan meninggalkan Luhan.
“OH SEHUN!” Luhan mengepalkan tangannya. Sehun sudah benar-benar keterlaluan.
“Luhan oppa..” Cheonsa mengayunkan telapak tangannya di hadapan Luhan. Luhan sadar dari lamunannya tentang kejadian sore tadi, saat Sehun meminta hal yang membuatnya sangat emosi.
“Hm?” Luhan hanya menatap Cheonsa dengan wajah polosnya, seolah tak ada apapun dalam pikirannya.
“Sudah selesai. Aku ke kamar dulu, ne? Oppa anggap saja rumah sendiri.” Cheonsa tersenyum lalu pergi meninggalkan Luhan yang masih terdiam.
Bukankah tadi Cheonsa menanyakan tentang pernikahan Sehun? Mengapa ia langsung pergi? Gadis itu memang sedikit aneh, dan Luhan merasakan perubahan Cheonsa. Setahun yang lalu ia tidak seperti itu. Ia masih bisa dikategorikan ‘normal’. Namun sekarang? Apa karena pengaruh sakit hati yang selama ini ia pendam sendiri?
0o0
Sehun sedang duduk menyandar kepala ranjang sambil membaca buku saat Cheonsa masuk ke dalam kamar mereka. Cheonsa hanya tersenyum saat melihat Sehun lalu terus berjalan menuju lemari pakaiannya. Ia mengambil piyama tidurnya lalu masuk ke kamar mandi.
Sehun yang tersadar akan kehadiran Cheonsa seketika menutup bukunya. Ia harus bicara dengan istrinya saat ini. Ia harus memantapkan hatinya. Apakah ia benar mencintai Cheonsa? Atau memang benar hanya rasa kasihan yang ia rasakan pada Cheonsa?
Cheonsa keluar dengan piyama tidur yang membuatnya terlihat semakin menggemaskan. Sehun baru tersadar. Cheonsa masihlah remaja yang dalam seumurannya ini sedang sangat manja-manjanya, namun ia tak pernah meluangkan waktunya hanya untuk sekedar bermesraan dengan istrinya.
Cheonsa naik ke atas ranjang lalu membaringkan tubuhnya di samping Sehun. Gadis itu membelakangi Sehun, yang membuat Sehun langsung melengos di tempat. Apakah sekarang Cheonsa jadi dendam kepadanya? Apakah sosok istrinya yang lembut dan murah senyum kini berganti menjadi gadis yang dingin? Sehun merasa sedikit bersalah dan kecewa. Baru saja ia ingin mengajak Cheonsa bicara, namun gadis itu malah mengacuhkannya.
Sehun memutuskan untuk meruntuhkan tembok esnya kali ini. Ia menaruh buku itu di atas meja nakas samping tempat tidur, lalu membaringkan tubuhnya. Ia memeluk Cheonsa dari belakang, menenggelamkan kepalanya dalam rambut blonde istrinya. Tak ada pergerakan dari Cheonsa, Sehun memeluknya semakin erat. Ia menyingkap rambut panjang Cheonsa, dan kini malah menciumi tengkuknya.
Cheonsa mulai menggeliat kecil, merasa geli dengan kegiatan Sehun. Cheonsa memegang lengan Sehun, mencoba untuk melepaskan pelukan suaminya itu. Namun nihil. Sepertinya Sehun ingin bermain-main dengan istrinya saat ini.
“Oppa..lepas..” bukannya melepaskan lengannya, Sehun malah semakin mempererat pelukannya pada pinggang Cheonsa.
Cheonsa yang merasa sedikit risih langsung membalikkan tubuhnya menghadap Sehun, mencoba memohon kepada suaminya itu bahwa ia sangat lelah. Cheonsa menatap mata Sehun. Ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam mata suaminya. Seperti pancaran sinar yang seingatnya sudah lama tak pernah ia lihat. Sinar kasih sayang yang tulus.
“Cheonsa..” panggil Sehun lembut. Cheonsa terdiam. Matanya membulat, yang membuatnya terlihat sangat menggemaskan di mata Sehun.
“Berapa umurmu saat ini?” Cheonsa mengedipkan kedua kelopak matanya, memasang wajah polos atas pertanyaan aneh Sehun barusan. Untuk apa menanyakan umurnya?
“Sembilan belas tahun, oppa.” jawab Cheonsa, masih dengan wajah bingungnya yang menggemaskan.
Tanpa aba-aba, tangan Sehun kini tengah asik mengacak-ngacak poni Cheonsa, yang membuat pemiliknya langsung berteriak heboh karena dapat serangan mendadak. Tidak berhenti disitu, Sehun malah mengelitiki pinggang Cheonsa, membuat Cheonsa serta-merta refleks memeluk Sehun dan memohon untuk menghentikan kegiatan menggelikan itu.
“Oppaa..haha..ge-geli..haha..” hanya teriakan Cheonsa dan tawa Sehun yang mendominasi dalam kamar mereka.
Sehun, entah mengapa ia tersenyum sangat tulus. Melihat tawa Cheonsa saat ini ia merasakan sebuah kebahagiaan yang sepertinya sudah lama tak tersentuh dalam kehidupannya. Cheonsa benar-benar bagaikan sosok malaikat yang menerangi hidupnya tanpa ia sadari. Ia mencintai Cheonsa.
Sehun mencintai Cheonsa.
“Aku..mencintaimu..”
Cheonsa membulatkan matanya. Itulah kali pertamanya Sehun mengucapkan dua kata sederhana namun berjuta makna di dalamnya. Cheonsa merasa pendengarannya sedang bermasalah. Ia masih terus mengerjapkan matanya melihat ekspresi Sehun yang entah mengapa tersirat rasa tulus disana.
Apakah ini akhir dari kisah menyedihkan mereka? Apakah ini sebuah awal dari perasaan cinta yang kembali dipersatukan?
“Menikahlah, oppa.” ucap Cheonsa setelah ekpresi wajahnya kembali seperti semula.
Kali ini Sehun yang membulatkan matanya. Apa..apa maksudnya? Mengapa Cheonsa bicara seperti itu? Sehun menyentuh kening Cheonsa, memastikan bahwa istrinya itu tidak sedang sakit ataupun mengigau. Ini pasti salah. Mengapa gadis itu menyuruhnya pergi sedangkan ia sudah mulai memantapkan hatinya?
“Aku ini istrimu, oppa. Aku mengenalmu dari luar dan dalam. Aku hafal segala ekspresimu. Separuh hatiku ada padamu. Aku bisa merasakan.. bahwa oppa hanya menyayangiku. Oppa menyayangiku karena kau merasa wajib untuk melindungiku..”
Sehun hanya diam. Apakah ini curahan hati Cheonsa yang terpendam selama ini? Apakah begitu sakitnya apa yang ia rasa? Sehun tertohok sampai ke rongga hatinya yang terdalam. Selama ini ia hanya mementingkan egonya semata. Ia tak pernah melihat betapa menyedihkan menjadi seorang Park Cheonsa.
“Kau tidak mencintaiku, oppa. Kau mencintai orang lain. Aku tahu, karena secara tak langsung, aku merasakan apa yang oppa rasa. Pergilah, oppa. Cintai orang yang berhak oppa cintai. Dengan begitu, mungkin aku juga bisa belajar mencintai orang yang mencintaiku.”
Cheonsa memeluk Sehun erat. Ia ingin menyimpan lebih banyak memori tentang Sehun sebelum membiarkan suaminya pergi dari hadapannya. Pergi dari kehidupannya. Kelak, Cheonsa akan merindukan segala hal tentang Oh Sehun.
“Ceraikan aku, dan izinkan aku bahagia dengan sahabatmu. Aku melepasmu, oppa.”
Itulah ucapan terakhir Cheonsa sebelum ia jatuh ke dalam alam mimpinya. Meninggalkan Sehun yang entah sejak kapan sudah berlinang air mata.
0o0
Cheonsa melamun memandang langit senja yang begitu indah di hadapannya. Segelas susu hangat kesukaannya menemani sorenya yang tenang. Ia masih terus duduk di teras rumah, menunggu seseorang pulang dengan senyum merekah yang entah sejak kapan mulai ia rindukan.
Sebuah mobil memasuki pekarangan rumah, dan muncul pria berambut coklat dari balik pintunya. Pria dengan senyum manis yang selalu ia tunjukkan di depan istri tercintanya. Cheonsa mencoba bangkit dari duduknya, namun pria itu langsung menyuruhnya duduk kembali.
Luhan, pria itu telah mendapatkan gadis yang selama ini ia kira tak akan pernah memandang rasa cintanya. Tak pernah terpikirkan dalam benak Luhan sebelumnya bahwa ia akan merasakan sebuah kebahagiaan yang menurutnya hanyalah sebuah angan belaka, mengingat seberapa besar cinta Cheonsa pada sahabatnya.
Luhan duduk disamping Cheonsa, bermanja dengan istrinya karena pekerjaan hari ini yang sangat melelahkan. Luhan selalu menggoda Cheonsa yang diakhiri dengan tawa mereka berdua. Sungguh pasangan yang akan membuat iri siapa pun yang melihatnya.
“Aku tak pernah menyangka akan menikah dengan ahjussi sepertimu.” ledek Cheonsa pada Luhan yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari sang suami.
“Kita hanya terpaut tujuh tahun, sayang..”
Cheonsa hanya tertawa mendengar nada bicara Luhan yang sok imut dan manja itu. Luhan mengalihkan perhatiannya pada hal lain yang lebih penting daripada istrinya yang terkadang menjengkelkan.
“Aku ngambek padamu. Lebih baik aku bicara dengan si kecil saja.”
Luhan mengelus perut Cheonsa yang sudah mencapai ukuran maksimalnya, sembilan bulan. Ia mendekatkan telinganya, mencoba mendengar si kecil di dalam sana. Cheonsa hanya mengembungkan pipinya. Luhan memang ahjussi menyebalkan kesayangannya.
“Hey, bagaimana keadaanmu di dalam sana? Ibumu menyebalkan, kau tahu? Ayah akan memastikan bahwa kamu nanti tidak menyebalkan seperti ibumu.”
“Ya! Luhan oppaa!”
“Tuh, kan. Ibumu sangat cerewet.”
Kini Luhan yang tertawa setelah sukses membuat Cheonsa kesal. Begitulah keseharian mereka, dipenuhi canda tawa dan kegembiraan di setiap harinya. Sepertinya kehidupan mereka sudah mencapai puncak kebahagiaannya. Dengan tambahan seorang lagi nantinya yang akan mewarnai kehidupan mereka.
Cheonsa tersenyum melihat kebahagiaan terpancar dari wajah Luhan. Entah kenapa setiap ia melihat Luhan, ia jadi teringat dengan Sehun. Pria yang selalu mengisi rongga terdalam hatinya. Bagaimanapun juga, nama Oh Sehun tak akan pernah terhapus dari hati Cheonsa. Tak akan.
Tawa Luhan terhenti ketika ia melihat Cheonsa memandanginya. Tatapan Cheonsa yang lembut membuatnya terhanyut dalam ruang cinta di sekeliling mereka. Luhan kini mendekatkan wajahnya pada Cheonsa, seakan ada magnet yang menarik dirinya. Dan hampir saja bibir mereka bertemu sebelum..
“Akh..oppa.. Sepertinya bayinya..akan..keluar.” Cheonsa menahan sakit yang sangat, membuat Luhan dengan segera menggendongnya menuju mobil.
“Kamu berat sekali, sayang..”
Masih sempatnya ia bercanda di saat genting seperti ini. Luhan membawa mobilnya dengan kecepatan penuh. Dalam hati terus berdoa semoga semuanya baik-baik saja. Beberapa menit, dan mereka telah sampai di rumah sakit bersalin di pusat Seoul.
Luhan menunggu dengan segala kecemasan yang menguasai dirinya. Ia terus berdoa agar Cheonsa dan anak mereka nanti diberi kesehatan. Luhan terus memejamkan matanya. Memberikan sugesti ketenangan pada dirinya sendiri. Membayangkan diri mereka nanti di masa depan, dengan menggandeng seorang anak dalam genggaman mereka.
“Anda suaminya?”
Luhan langsung mengangguk dan sang dokter memberikan beberapa penjelasan. Anak mereka selamat, syukurlah. Dan Cheonsa ingin bertemu dengannya. Luhan segera memasuki ruang persalinan dan melihat Cheonsa dengan wajahnya yang pucat dan terlihat lemas.
“Oppa..”
Luhan dengan sigap duduk di tepi ranjang. Merangkul Cheonsa dan membuat istrinya senyaman mungkin. Ia mengelus rambut bergelombang Cheonsa dengan lembut dan menggenggam tangannya. Terasa dingin. Perasaan Luhan menjadi tidak enak. Mungkinkah..ini sebuah pertanda?
“Bayinya sangat menggemaskan dan tampan. Mirip seperti ayahnya.” ucap Luhan dengan senyum, antara ikhlas dan tidak.
Tepat dugaannya. Luhan sudah mengira bahwa jika bayinya perempuan akan cantik seperti Cheonsa. Dan jika laki-laki..
“Waktuku tidak banyak, oppa.. Biarkan ayahnya melihat wajah si kecil. Aku menyayangimu, oppa. Selamat tinggal..”
Bunyi monoton terdengar di seluruh penjuru ruangan. Luhan tersenyum, dengan bulir air mata yang terus berlinang di pipinya. Cheonsa pergi. Meninggalkannya dengan berbagai kenangan manis yang tak akan pernah ia lupakan. Luhan mencium kening Cheonsa untuk terakhir kalinya. Menambahkan aroma mawar dalam list wewangian yang ia suka.
“Annyeong, nae cheonsa..”
0o0
Luhan menapakkan kakinya di jalan setapak sebuah taman yang sangat sepi. Hanya angin yang berhembus meramaikan suasana. Luhan terus berjalan, menetapkan tujuannya pada satu tempat. Si kecil dalam gendongannya terus tertawa sambil menepukkan kedua tangannya. Luhan hanya tersenyum sambil terus menggoda si kecil.
“Kamu senang ya akan bertemu dengan ayah?”
Bayi itu masih terus tertawa, membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Dan setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Luhan langsung duduk di rumput yang terlihat segar, dengan si kecil di pangkuannya. Bayi itu merangkak dan menyentuh batu di depannya. Luhan tertawa melihat tingkah menggemaskan anaknya.
“Bagaimana kabarmu, Sehun? Maaf aku baru bisa kemari sekarang. Aku harus menunggu umurnya enam bulan dulu baru boleh mengajaknya kemari. Apakah disana kamu bertemu Cheonsa? Semoga kalian bahagia, ya. Oh iya, namanya Sena. Ia sangat mirip denganmu..”
Dan Luhan terus bermonolog di depan batu nisan itu. Oh Sehun, sungguh sahabatnya yang malang. Ia meninggal bunuh diri tepat dihadapannya dan Cheonsa. Kejadian pahit yang tak akan pernah ia lupakan. Dimana saat Sehun memohon untuk kembali pada Cheonsa, sedangkan gadis itu sudah terlanjur memantapkan hatinya untuk meninggalkan Sehun.
“Cheonsa, kumohon..kembalilah padaku..”
“Tidak bisa oppa.” Cheonsa tersenyum memandang mata sayu Sehun.
“Aku akan bunuh diri di depan kalian jika kau tidak kembali padaku!” Sehun sudah mengacungkan pisau yang ia pegang.
“Cheonsa, kembalilah pada Sehun..”
“Tidak, Luhan oppa. Aku tak mau.”
Dan selanjutnya hanya suara kesakitan Sehun dan kepanikan Luhan yang terdengar. Serta wajah datar Cheonsa yang menyiratkan rasa sakit melihat kematian orang yang paling ia cintai.
Luhan tiba-tiba menangis mengingat peristiwa itu. Melihat sahabatnya sendiri mati di hadapannya dan ia tak mampu melakukan apapun. Sehun terlalu bodoh. Ia menyesal disaat yang tidak tepat. Dan penyesalan memang selalu datang disaat yang tidak tepat.
Dan Luhan juga masih mengingat percakapannya dengan Cheonsa sebelum mereka menikah. Tentang rahasia yang Cheonsa pendam sendiri tanpa seorangpun mengetahuinya. Dibawah sinar bulan malam itu, sebuah rahasia berhasil terungkap.
“Kenapa kamu membiarkan Sehun mati, Cheonsa?”
“Aku tak tahu, oppa. Aku hanya tak ingin janin ini tahu jika ia hadir tanpa rasa saling cinta dari kedua orangtuanya..”
“Ja-janin?”
“Aku mengandung anak Sehun oppa.”
Kala itu, Cheonsa langsung menangis dalam dekapan Luhan. Mengeluarkan emosinya yang selama ini terpendam. Dan saat mereka menikah, Luhan sudah berjanji akan menganggap bayi itu seperti anaknya sendiri.
Senja perlahan terbias di langit. Sudah saatnya Luhan pulang. Tak baik jika ia masih berkeliaraan saat membawa bayi dalam gendongannya.
“Sudah ya, Sehun. Kami pulang dulu. Sena, bilang sampai jumpa pada ayah.”
Bayi kecil itu seakan melambaikan tangannya pada batu nisan di depannya. Luhan tertawa dan mencubit pipi anaknya sayang. Lalu ia meninggalkan taman pemakaman tempat sahabatnya beristirahat dengan tenang.
FIN
Annyeong^^ Akhirnya kelar juga ya. Maaf atas segala kekurangan. Ternyata ff ini selesai duluan daripada yang lainnya. Ga gantung kan? hehehe doakan semoga ff lain bisa dibuat dengan lancar. Kamsahamnida and annyeong^^
