Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

Camouflage (Chapter 9)

$
0
0

1386904765129

Judul : Camouflage (Chapter 9)

Author : vanillaritrin

Genre : Romance, School-Life, Friendship, Mystery, Thriller, Angst, Sad

Length : Chaptered

Rating : PG-17

Main Cast : Kim Jongin, Oh Chae Mi( You), Oh Sehun

Support Cast : Han Na Young (OC), Moon Ah Reum (OC), and the others

Poster : kaihyun0320 (@kaihyun0320)

*****

            Moon Seongsaem akan pulang terlambat tapi sofa dan beberapa furnitur lainnya sedang ditata dalam rumah. Keadaan menjadi sulit jika Chae Mi dan Na Young memasak di dapur sekarang. Kehadiran interior designer yang mengarahkan petugas untuk mengatur barang – barang sedemikian rupa membuat keempat orang di ruang tengah atas gamang.

            Chae Mi mengalihkan tatapannya pada tiga orang lainnya di sofa. Ia meninggalkan pagar balkon dalam dan mengambil posisi di sebelah Na Young. Ia tidak akan bicara pada Jongin seharian ini, mungkin besok juga dan besoknya lagi. Jika kejadian itu sudah dapat Ia lupakan, Ia akan bicara lagi dengan Jongin.

            Chae Mi sendiri agak bingung dengan perasaannya. Dalam beberapa detik, Ia tidak bergeming dan hanya menatap tubuh Jongin yang abs. Ia meragukan dirinya, apakah itu karena shock atau… Ia menikmati pemandangan itu?

            “Oh Chae Mi.” Na Young berbisik di telinga Chae Mi. Chae Mi langsung mengubur dalam – dalam pikirannya.

            “Sudah berapa kali Na Young memanggilmu, Chae Mi-ya.” Sehun tertawa kecil sambil memainkan pulpen di tangannya.

            “Mian,” Chae Mi mendesah karena kehadiran Jongin di depannya,”Selanjutnya apa?”

            “Aku dan Chae Mi akan membeli kue dan menyiapkan makan malam,” Na Young menyusun rencananya sambil membagi tugas. Ia menunjuk dirinya dan Chae Mi kemudian telunjuknya mengarah pada Jongin dan Sehun bergantian,”Kalian urus sisanya. Confetti dan lainnya.”

            “Hanya itu?” Sehun meletakkan pulpennya di atas meja. Ia tersenyum meremehkan.

            “Tapi,” Na Young menyelesaikan ucapannya,”Harus selesai kurang dari tiga jam lagi.”

            “Mworago?!” Pekik ketiga orang lainnya. Keadaan mereka bahkan belum berubah sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini. Hanya Jongin yang terlihat sudah segar setelah mandi. Chae Mi menundukkan wajahnya segera sebelum Jongin mencuri pandang-lagi-ke arahnya.

            “Geurom, cepatlah bergerak.” Na Young terdengar memerintah. Ia berdiri di tempatnya lalu melenggang masuk ke kamar. Sehun juga meninggalkan tempatnya. Tinggal Chae Mi dan Jongin yang belum beranjak dari posisinya. Dari ekor matanya, Chae Mi tahu Jongin tidak berhenti memandanginya diam – diam sejak tadi. Sejak awal mereka duduk di ruang tengah. Ia agak risih dengan tatapan evil Jongin seolah – olah mendapat kemenangan penuh. Kemudian Ia kembali ke kamar-menyisakan Jongin sendiri di ruang tengah dengan lengkungan senyum kemenangan.

*****

            Chae Mi berjalan dengan Na Young melewati sebuah rumah dengan banyak pepohonan segar di taman depannya. Rumah dengan sejuta kenangan di dalamnya. Ahjumma sudah Ia persilahkan kembali ke Pulau Nami. Chae Mi tidak menjelaskan detail kenapa Ia harus pindah tapi Ia mengatakan bahwa situasinya sudah tidak aman. Sudah waktunya Ahjumma pulang dan tidak perlu mengkhawatirkannya karena Ia akan tinggal dengan Moon Seongsaem.

            Na Young melihat bulir – bulir air mata sudah menumpuk di ujung mata Chae Mi. Gadis itu akan menangis sebentar lagi. Ia berhenti di depan rumah itu lalu memeluknya. Chae Mi menyejajarkan tingginya dengan Na Young. Na Young menepuk pundak Chae Mi dengan irama menenangkan.

            “Mianhae, Chae Mi-ya. Kau terseret begitu jauh karena aku.” Ucap Na Young lirih. Di sela – sela tangisnya, Chae Mi dapat mendengar suara Na Young bergetar di udara.

            Chae Mi mengatur nafasnya sebelum merenggangkan tubuhnya. Ia menatap Na Young lekat – lekat. Air mata terus mengalir di pipi Na Young. Na Young menundukkan wajahnya-tidak sanggup menatap mata Chae Mi secara langsung.

            “Bukan salahmu, Han Na Young.” Chae Mi tersenyum kalem.”Saat itu aku punya dua pilihan-menolongmu atau membiarkanmu. Tapi melihatmu diperlakukan kasar seperti itu saja membuat hatiku sakit. Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian dan pergi begitu saja. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika hal yang lebih buruk menimpamu. Itu semua… Pilihanku.” Chae Mi mengelus bahu Na Young.

            Na Young tersentuh mendengar kata – kata Chae Mi. Ia memeluk punggung gadis yang lebih tinggi lima senti darinya itu dengan erat. Sangat memilukan hatinya ketika Ia tahu Ji Ryeon mem-bully Chae Mi dan Ia tidak ada disana.

            “Kajja, Na Young-ah.” Chae Mi melepas tangan Na Young yang melingkar di punggungnya lalu bergantian menggamit lengan Na Young yang masih sibuk menghapus air matanya.

*****

            “Aigoo… Kenapa gelap sekali. Apa mereka lupa menyalakan lam-,”

            DOR!

            Mendadak lampu menyala dengan confetti yang bertebaran di atas kepala Moon Seongsaem. Lantai satu rumahnya dihiasi pita berbagai warna. Pandangannya beralih menatap keempat murid yang dicintainya. Mereka memamerkan gigi – gigi yang rapi. Jongin yang menembakkan confetti tersenyum seperti pernah memakan piring bulat – bulat.

            “Pesta perayaan rumah baru!” Teriak Sehun antusias. Mata Moon Seongsaem berkaca – kaca. Air mata menggenang di pelupuk matanya namun cepat – cepat Ia menengadahkan kepalanya-mencegah air matanya jatuh.

            “Seongsaemnim, ayo kita makan malam.” Na Young menuntun gurunya yang berambut hitam panjang itu ke meja makan. Ia sudah menyiapkan kimchi, kimbap, telur gulung, dan sup ginseng ayam di atas meja makan.

            “Ini terlihat lezat.” Moon Seongsaem memandang takjub makanan yang tersedia di atas meja. Na Young mengedipkan matanya pada Chae Mi.

            Moon Seongsaem berdehem,”Sebelum makan aku ingin kita berdoa dulu. Berdoa agar semua hari – hari ke depan akan berjalan dengan baik dan lancar. Aku juga berterima kasih pada kalian yang sudah menyiapkan semua ini.”

            “Itu bukan apa – apa, Seongsaemnim. Kau memberikan jauh lebih banyak daripada ini.” Sehun berkata tulus.

            “Baiklah, mari kita berdoa.” Moon Seongsaem menangkupkan kedua tangannya di atas meja disusul keempat muridnya. Keheningan meresap diantara celah – celah ruang makan malam itu. Masing – masing dari mereka mempunyai harapan baru di rumah baru ini tapi hati mereka sejalan-sama – sama menginginkan hal yang baik untuk hari – hari selanjutnya.

            “Selesai.” Moon Seongsaem mengakhiri doanya. Keempat orang lainnya membuka matanya perlahan.

            “Ayo, kita mulai makan malam.” Moon Seongsaem mulai mencicipi hidangan di atas piring – piring melamin.

            “Sisakan ruang untuk kue nanti.” Chae Mi mengingatkan ketiga temannya.

            “Mwo? Kue?” Moon Seongsaem mengernyitkan dahinya. Ia tidak berpikir muridnya akan melakukan banyak hal yang tidak Ia duga.

            Chae Mi tersenyum jahil melihat ekspresi gurunya yang satu itu. Ia mulai menyukai segalanya-rumah, gurunya, dan teman – temannya. Keluarga barunya. Ia tidak pernah berpikir akan selengkap ini rasanya.

            Makan malam dengan anggota keluarga yang lengkap adalah hal yang tabu sejak ayahnya pergi ke Singapura. Semuanya berubah. Ia hanya makan malam sendirian di meja makan. Kakaknya selalu makan lebih awal atau tidak sama sekali. Sikapnya sangat berbeda sejak kecelakaan yang menimpa Ibu mereka.

            Setelah selesai melahap semua makanan tanpa sisa, Chae Mi memotong Cheese Strawberry Cake untuk yang lainnya. Mereka menikmati desert sambil memuji Na Young dan Chae Mi.

            “Ini yang terbaik di Apgujeong.” Na Young tersenyum penuh arti pada Chae Mi. Rencana mereka sukses besar.

            Selanjutnya, Chae Mi dan Na Young mencuci piring – piring yang kotor. Rasa lelah perlahan memudar berganti dengan kebahagiaan yang mendamaikan hati. Chae Mi menghirup udara dalam – dalam sembari memjamkan mata-merasakannya masuk ke paru – paru-menikmati atmosfer baru. Jika mereka selalu bersama seperti ini, semua beban di pundak akan terbagi rata. Mereka akan jauh lebih kuat menghadapi segalanya di depan sana.

            “Sepertinya aku mulai menyukai suasana ini.” Na Young berjalan santai mendekati kulkas. Ia mengambil sebotol cola lalu menuangkannya ke dua gelas sekaligus.

            “Nado. Aku kira hanya aku yang merasa begitu.” Chae Mi tersenyum di tempat tanpa berbalik menghadap Na Young.

            “YA! Cola!” Tiba – tiba Sehun datang menunjuk Na Young yang sedang menuangkan cola.

            “Eoh? Kau mau juga?” Na Young mendongak menatap Sehun dan seseorang lagi di belakangnya-Jongin.

            “Untukku juga.” Suara Jongin membuat darah di tubuh Chae Mi mengalir cepat. Sangat sulit menghindari Jongin yang notabene-nya sekarang serumah dengannya. Chae Mi enggan berbalik sampai Jongin meninggalkan dapur.

            Sehun meneguk cola-nya,”Chae Mi-ya, kau tidak mau minum cola-mu?”

            “Ne, nanti aku minum.” Chae Mi masih memunggungi ketiga orang lainnya. Jongin membisikkan sesuatu di telinga Na Young lalu melempar senyum evil pada Sehun.

            “Geurom, aku mau membawa cola-nya keluar.” Langkah Na Young terdengar semakin menjauh disusul oleh langkah seseorang di belakangnya.

            ‘Bagus, dia sudah pergi.’ Batin Chae Mi.

            Senyumannya sirna saat matanya bertemu dengan mata seseorang yang Ia kira sudah pergi dengan Na Young. Chae Mi langsung membuang muka ke arah lain sambil berdehem pelan.

            “Kenapa kau menghindariku?” Jongin menatap lurus ke dalam mata Chae Mi seolah tidak membiarkan mata Chae Mi mencari celah ke arah lain.

            “Aku?” Chae Mi menunjuk dirinya sendiri-berpura – pura naif. Sejujurnya, Ia memaksa keluar suaranya. Terdengar sedikit aneh.

            “Kau. Menghindariku.” Jongin memenggal kata dengan tegas dan mengunci tatapan Chae Mi dengan maju selangkah.

            “Anhi. Itu perasaanmu saja.” Chae Mi sudah bersandar pada dinding wash-dishes dan terpojok. Ia tidak bisa mundur selangkah seiring dengan pergerakan Jongin yang mendekat. Ia terjebak diantara Jongin dan wash-dishes.

            Senyum jahil Jongin kembali menghiasi wajahnya,”Kau tidak memikirkan kejadian itu sepanjang hari, geurochi?

            “Ne! Tidak mungkin aku memikirkannya terus – terusan. Lagipula untuk apa aku memikirkannya?” Tampaknya Chae Mi sedikit terburu – buru menepis perkataan Jongin. Hal itu membuat senyum menggoda yang mengembang di bibir Jongin berubah menjadi tawa pelan yang hangat. Chae Mi langsung mengambil langkah besar – besar menuju pintu utama. Ia terus merutuki dirinya yang terlalu cepat menyangkal-membuat kebohongannya terekspos sempurna.

            “Chae Mi-ya, cola-mu.” Na Young melambaikan tangannya lalu mengangkat segelas cola tinggi – tinggi. Chae Mi setengah berlari menuju Na Young dan Sehun.

            Taman belakang rumah Moon Seongsaem sangat indah dengan lampu – lampu taman yang agak redup. Gazebo di tepi taman mempercantik suasana. Chae Mi sendiri masih awam sekali dengan keadaan rumah tapi sepertinya tidak dengan Na Young.

            Chae Mi langsung menyesap habis cola di tangannya. Antara kesal, marah, dan lelah karena setengah berlari. Jarak dari pintu utama ke taman belakang memang cukup jauh. Matanya baru menangkap pintu belakang yang langsung terhubung dengan taman. Ia meringis menyadari kenyataan itu.

            “Kemampuan adaptasimu sangat baik.” Chae Mi menyenggol lengan Na Young.

            “Kemampuan berlarimu juga cukup baik. Argh.” Na Young meringis karena tangan Chae Mi hampir mencekiknya.

            “Oh Chae Mi!” Teriakan Jongin dari kejauhan berhasil menarik perhatian Chae Mi, Na Young, dan Sehun.”Tuangkan cola untukku. Aku akan sampai disana sebelum tetes terakhir.”

            Chae Mi memandangi setengah botol cola yang tersisa. Sekelebat ide jahil yang melintas di pikiran Chae Mi merekahkan senyum kemenangan di wajahnya.

            “Kalau begitu sekarang berlarilah sekuat yang kau bisa.” Chae Mi memutar tutup botol cola seraya tersenyum evil namun sedetik kemudian…

 WHOOS!

Ia terkejut karena gas dari minuman berkarbonasi itu bereaksi keras-menyemprotkan sebagian isinya ke atas. Sehun dan Na Young berjengit kecil atas semburan itu.

            Jongin berlari menghampiri Chae Mi yang kini rambutnya basah tersiram cola. Cara kerja gas itu mirip dengan roket yang langsung terbang lurus dengan kecepatan tinggi. Kaos babyblue-nya ikut terciprat cola yang tiba – tiba membasahi wajah dan rambutnya.

            “YA! Ide siapa ini?” Chae Mi menatap ketiga orang di depannya bergantian dengan tatapan tell-me-now. Sehun dan Na Young kompak menunjuk Jongin.

            “Mwoya?! Ini ide bersama!” Jongin memekik sambil bergidik ngeri melihat Chae Mi begitu absurd dengan rambutnya yang basah dan tidak beraturan.

            Chae Mi mendekati Jongin selangkah tapi Jongin bergerak cepat. Ia mundur selangkah ketika Chae Mi maju selangkah. Begitu seterusnya sampai Chae Mi mempercepat irama kakinya mendekati Jongin. Jongin mengambil tindakan paling aman yaitu-kabur.

            Chae Mi tidak mengejar Jongin yang sudah berlari menjauh tapi Ia mengarahkan cola di tangannya pada wajah Na Young dan Sehun. Mereka tidak berdiri jauh dari Chae Mi dan langsung menjadi sasaran empuk gadis itu. Sekarang bukan hanya Chae Mi yang kelihatan absurd.

            “OMO! OH CHAE MI! BERHENTI SEKARANG ATAU MATI KAU! OH CHAE MI!” Na Young berteriak sambil menghindari serangan cola ke wajahnya.

            “Chae Mi-ya, aku tidak-,” Ucapan Sehun terhenti karena semburan cola dari botol mendarat tepat ke keningnya.

            “AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN KALIAN!” Balas Chae Mi lantang. Matanya bergerak cepat mencari sosok Jongin. Tiba – tiba seseorang berusaha mengambil cola di genggamannya dari belakang. Chae Mi mempertahankan cola itu sekuat tenaga.

            “SHIRREO! KAU BELI SAJA SENDIRI COLA YANG BARU!” Chae Mi melontarkan saran yang menggelikan pada seseorang yang berusaha merebut cola di tangannya. Ia bergerak untuk melepaskan diri tapi orang itu terus mengikutinya-berusaha meraih cola yang sekarang diangkat tinggi – tinggi oleh Chae Mi.

            “Kim Jongin! Dasar troublemaker!!!” Chae Mi mengarahkan botol itu pada rambut seseorang di belakangnya-yang Ia yakini Jongin-dengan insting. Semoga tepat mengarah ke rambut atau wajahnya, ujarnya dalam hati.

            “YA! OH CHAE MI! BERIKAN COLA DI TANGANMU!” Jongin terkecoh dengan gerakan cepat Chae Mi yang memindahkan cola di atas kepalanya menjadi jauh ke depan. Tangan Chae Mi terjulur panjang ke depan-menghindari Jongin yang akan balas dendam saat Ia berhasil merampas cola. Tunggu, siapa yang harusnya balas dendam?

            Chae Mi tertawa lepas merasakan Jongin yang terus menempelkan tubuhnya dengan Chae Mi-masih berusaha menggapai cola walau sudah gagal berulang kali. Tapi Chae Mi selalu berhasil mengecohnya dengan gerakan cepat, lagi dan lagi. Ia berusaha menjauhkan cola itu dari jangkauan Jongin. Sementara Jongin menertawai dirinya sendiri yang kurang lihai dalam menangkap setiap pergerakan Chae Mi.

            Na Young membulatkan mulutnya-tertegun-memandangi kedua orang di hadapannya. Jongin sudah menutupi tubuh Chae Mi seluruhnya dengan tangan terjulur ke depan. Terlihat seperti orang yang memeluk dari belakang. Ia menangkap ekspresi Sehun yang berubah agak muram menyaksikan semua itu.

            Chae Mi dan Jongin terlihat paling basah diantara mereka semua. Pemilihan waktu yang kurang tepat mengingat ini masih musim semi. Malam hari di musim semi. Sisa – sisa angin musim semi meniup rambut kering yang menutupi tengkuk Na Young. Ia bergidik merasakan dingin yang mulai menusuk tulangnya.

            “Aku masuk duluan.” Na Young berjalan cepat meninggalkan ketiga orang lainnya. Ia menghilang di balik pintu belakang.

            Sehun  menarik pergelangan tangan Chae Mi. Kaki Chae Mi melangkah begitu saja mengikuti Sehun di belakang sampai punggungnya tidak terlihat lagi. Jongin menyeringai puas menyadari satu hal. Satu hal yang lambat laun akan disadari oleh Chae Mi.

*****

            Keempat penghuni baru rumah Moon Seongsaem sudah bersiap – siap berangkat sekolah. Moon Seongsaem berangkat lebih pagi, tentu saja. Mereka juga tidak ingin menimbulkan kecurigaan diantara teman – teman yang lain dengan berangkat – pulang bersama Moon Seongsaem juga. Mengingat guru mereka itu sudah berkorban begitu banyak untuk mereka.

            Chae Mi dan Sehun baru saja melesat meninggalkan rumah. Jongin dan Na Young duduk bersebelahan di bis sambil terkekeh pelan mengingat betapa absurd penampilan Chae Mi setelah tersiram cola.

            “Itu pertama kalinya aku melihat Chae Mi sangat berbeda. Aku rasa lebih baik jika Ia setiap hari berpenampilan seperti itu.” Na Young terkikik. Jongin juga menertawakan hal yang sama. Chae Mi telah menjadi moodbuster dan lelucon terbaik abad ini.

            Selang dua puluh menit, Jongin dan Na Young sampai di sekolah. Masih tersisa lima belas menit sampai jam pelajaran dimulai. Mereka berpisah di tangga karena kelas Na Young terletak paling ujung dekat tangga.

            Chae Mi memasuki kelasnya dengan perasaan gelisah. Ia mulai menghitung hari sejak kejadian di atap. Sudah lebih dari sebulan berlalu tapi kejadian itu masih menyisakan tanda tanya besar dalam hatinya.

            Dalam minggu yang sama-minggu lalu-Hyo Ra dan Yoon Hee mendadak menghilang secara misterius. Tidak ada kabar, awalnya. Namun hal itu terus berlanjut hingga hari ini. Bangku yang biasa ditempati Hyo Ra dan Yoon Hee kosong. Tidak ada gelak tawa yang biasa Ia dengar walau mereka sudah tidak sedekat dulu.

            Chae Mi masih berdiri di tempatnya ketika melihat sebuah kertas pembungkus foto tergeletak di atas mejanya. Ia merogoh isinya dengan ragu dan memperhatikannya satu persatu. Beberapa lembar fotonya bersama Da Eun di Pulau Jeju. Sepotong kenangan yang tidak pernah Ia lupakan. Liburan terakhirnya bersama Da Eun sebelum semua kejadian itu meretakkan persahabatan mereka.

            Da Eun mencetak foto – fotonya bersama Chae Mi. Chae Mi menemukan deretan hangul di balik foto paling atas. Tulisan Da Eun terpatri jelas disana.

            Andai aku bisa mengulang waktu, aku ingin sekali kembali ke masa – masa itu. Aku sangat merindukanmu, Chae Mi-ya. Aku tidak berharap kau juga merindukanku setelah semua ini tapi aku hanya ingin kau tahu. Hyo Ra dan Yoon Hee juga sangat merindukanmu. Aku terlalu takut akan bayanganku sendiri. Aku bahkan menakutkan hal yang paling tidak perlu kutakuti di dunia ini karena memilikimu. Gadis dengan keberanian dan jiwa penolong yang besar. Maafkan aku yang tidak berpihak padamu. Maafkan semua kesalahanku.

            Chae Mi menitikkan air matanya membaca tulisan itu. Da Eun mencetak foto ini sesudah kejadian di atap. Ada tanggal pencetakkan di kertas pembungkusnya. Ia menulis pesan ini sesudah mencetak foto.

            Matanya semakin berat melihat foto mereka berempat di atap sekolah sewaktu tingkat pertama. Mereka memakai sepatu kats putih yang dibeli bersamaan. Rangkulan erat menguatkan masing – masing mereka.

            Sesuatu yang mengejutkan tiba – tiba melintas di benak Chae Mi. Da Eun. Ia harus mencari Da Eun. Ia hanya ingin bilang bahwa Ia sudah memaafkan Da Eun sepenuhnya seperti Ia sudah memaafkan Hyo Ra dan Yoon Hee. Ia harus menemukan Da Eun secepatnya. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa Da Eun.

            Tapi terlambat. Sampai bel masuk berbunyi, Da Eun tidak ada di tempat duduknya. Chae Mi memandang kosong kursi di belakangnya. Ia sangat merindukan derai tawa khas Da Eun. Ia juga sangat merindukan Hyo Ra dan Yoon Hee. Seberapa keraspun rasa perihnya karena ketiga sahabatnya itu, Ia tidak akan pernah rela jika mereka disakiti.

*****

            Chae Mi duduk di bangku panjang kantin sekolah sambil melamun. Tatapannya kosong seolah tidak ada harapan lagi-entah dalam hal apa. Wajahnya lesu dan tak bersemangat. Seperti baru terbangun dari mimpi buruk.

            “Waeyo?” Na Young mengibaskan tangannya pelan di depan wajah Chae Mi. Chae Mi tersadar dari lamunannya.

            “Da Eun,” Chae Mi menelan ludahnya ngeri,”Tidak masuk.”

            “Jinjja?” Na Young menaruh kembali roti-yang hampir melesat ke dalam mulutnya-ke atas meja. Otaknya mulai menalar kejadian demi kejadian yang berlalu.

            “Aku menemukan ini di mejaku.” Chae Mi menyodorkan kertas pembungkus foto pada Na Young. Na Young membuka dan melihat isinya.

            “Ada tulisan Da Eun di balik foto itu.” Chae Mi menunjuk foto pertama dengan dagu. Na Young langsung membalik foto itu dan membaca sederetan tulisan disana.

            “Aku benar – benar khawatir. Sudah berbahaya. Sangat berbahaya.” Chae Mi menggumam pelan namun masih dapat didengar oleh Na Young.

            “Hai.” Sehun dan Jongin muncul lalu langsung duduk berseberangan dengan mereka. Na Young buru – buru menyembunyikan foto – foto di tangannya. Sayangnya, Jongin menangkap gerakan itu. Ia sudah mengasah refleksnya dari Chae Mi semalam.

            “Bagaimana dengan coffee shop sepulang sekolah? Eotthe?” Jongin memandang ketiga temannya bergantian.

            “Geurae!” Na Young menyahut cepat tanpa berpikir-terlalu cepat untuk ukuran seorang Han Na Young. Terkesan terburu – buru. Jongin mengendus ketidakberesan pada Na Young dan Chae Mi. Ia memicingkan matanya.

            “Maksudku, itu ide yang bagus.” Ralat Na Young setelah mendapati  kecurigaan di wajah Jongin.

            “Chae Mi-ya, gwaenchanha?” Garis kekhawatiran terpancar di wajah Sehun. Ia mencemaskan gadis di hadapannya yang terlihat pucat kala ini.

            “Nan gwaenchanha. Aku sepertinya kelelahan karena semalam menghabiskan suaraku.” Ia menyelipkan tawa yang dibuat – buat diantara ucapannya.

            “Kalau begitu kau bisa pulang lebih awal.” Sehun menatapnya tulus.

            “A-anhiyo.” Chae Mi menggeleng cepat.”Aku tidak boleh absen pelajaran Moon Saem.”

            Sehun mengangguk-mengerti alasan Chae Mi. Mungkin Chae Mi ingin berterima kasih pada Moon Seongsaem dengan tidak pernah alfa di pelajarannya. Tapi Jongin memandangnya dari sisi lain. Wajah Chae Mi yang pucat menyiratkan sesuatu. Gerak – gerik Na Young juga canggung sedari tadi.

            Chae Mi dan Na Young berdiri bersamaan-menimbulkan suara berderit dari kursi yang bergesekan dengan lantai kayu. Beberapa pasang mata menatap mereka kesal. Chae Mi dan Na Young terlihat gugup.

            “Aku mau ke kelas.”

            “Aku mau ke toilet.”

            Sehun dan Jongin menatap mereka curiga. Sikap mereka benar – benar aneh. Ada yang salah dari Na Young dan Chae Mi-terlebih Na Young yang juga menyimpan sesuatu. Merasa ditatap menuduh, mereka berjalan cepat ke arah yang berlawanan setelah sempat menabrak satu sama lain.

            Pikiran – pikiran buruk terus memenuhi benak Chae Mi dan Na Young. Na Young berspekulasi bahwa orang – orang ini diculik. Tapi kenapa semua orang yang hilang ini berhubungan dengan Chae Mi? Mulai dari Ji Ryeon, Soo Bin, dan Hye Min sampai teman – teman yang tidak ada saat Chae Mi membutuhkannya-Hyo Ra, Yoon Hee, dan sekarang… Da Eun.

            Chae Mi dihantui mimpi buruk masa lalunya yang semakin gamblang. Semua hal itu… Seperti dejavu. Ia benar – benar tidak menyangka bahwa ketiga sahabatnya menjadi sasaran juga. Chae Mi bahkan sudah memaafkan mereka meski tak terucap.

            Langkah Chae Mi terhenti ketika sebuah tangan besar menahan lengannya. Ia mendongak menatap siapa yang menghentikannya. Tatapan tajam Jongin begitu nyata menguncinya-tidak membiarkan bola matanya berlari kesana kemari.

            “Chae Mi-ya,” Ia melepaskan tangannya rileks,”Kau tahu rokmu robek?”

            Chae Mi membelalakkan matanya tak percaya. Hanya ini yang ingin dikatakan Jongin? Damn unimportant.

            “Kau ingat kenapa rokmu-,”

            “Kim Jongin. Ini bukan saat yang tepat membicarakannya. Ada hal lain yang mengganggu pikiranku.” Sela Chae Mi malas. Ia benar – benar sedang tidak ingin menanggapi ucapan ringan Jongin. Da Eun jauh lebih penting saat ini.

            Jongin merapatkan tubuhnya dengan Chae Mi-mempersempit jarak diantara mereka.

            “Ada benang rokmu yang terlepas,” Ia berbisik di telinga Chae Mi. Chae Mi bahkan dapat merasakan hembusan nafas Jongin membangunkan bulu kuduk tengkuknya,”Di gudang.”

            Chae Mi membeku di tempatnya. Pikirannya kosong. Selintas bayangan masa lalu terungkit lalu bangkit lagi menjadi sesuatu yang utuh. Lidahnya kelu dan bibirnya membisu. Jongin mengguncangkan tubuhnya perlahan tapi Ia mendengar suara Jongin semakin samar dan lama – lama tak terdengar lagi. Penglihatannya mulai kabur dan kepalanya pusing. Sekitarnya seperti berputar – putar. Ia sempat melihat bayangan Sehun dan Na Young sebelum matanya menutup sempurna.

Note :

Maaf kalo banyak typo hehe dan jangan lupa RCL J ohya aku udah pernah bahas soal camouflage yang mau aku jarakin kan? Nah ternyata yang klimaks itu part 11 *bocoran sedikit* jadi nanti antara part 10 ke 11 dan mungkin 11 ke 12 juga aku jarakin agak lama karena aku pengen liat respon readers hehe okee jadi begitu yaa :D terus kalo ada yang pengen ratingnya ga nanggung2 hmm maaf aku udah tamatin camouflage ini dari setaun yang lalu dan aku mau ini tetap original. Akupun rasanya blm siap buat nulis yang smut gitu karena aku masih polos/ apasih/ ahaha pokoknya kayanya kurang bisa kalo sekarang2 dan kayanya aku gamau terlalu frontal ahaha :p  eh tapi blm tau kalo selanjutnya yaa, aku kan masih pemula dan gamau dapet image penulis smut padahal masih abal2 haha baiklah segitu aja yaa makasi buat semua support kalian buat ff ini J <3



You…( Chapter 11 )

$
0
0

New Picture (22)

You…( Chapter 11 )

Author:  Tinkerbell
Main cast: Kang Yoora
Oh sehun
Support cast:   Kim Myungsoo(Ex-friend yoora)

                        Shin Minji(PHO/sunbae yoora)

                        Kang Sora(Yoora sister&Jungsoo girlfriend)
Lee Jinri(Umma Yoora)
Kim Hyun Ki(Step brother Yoora)
Kim Hyun Il(Step appa Yoora)
Choi Hana(Tao girlfriend&Yoora friend)
Member EXO
Krystal f(x)(Hyun ki girlfriend)
Park Jungsoo(Sora boyfriend)
Genre: Romance, Angst(maybe), Drama, Hurt, Sad, Family
Rating: PG-15(?)
Length: Chaptered
Notes: Typo bertebaran timana-mana-_- RCL! SIDERS? GO AWAY!

Happy reading ^^ untuk ff yang lainnya bisa buka link ini : http://teddybububu94.wordpress.com

Masa lalu yang benar-benar kelam yang terus berputar dikepalamu hingga membuat mu hampir setiap hari menangis dalam diam. Dan cinta yang dikhianati oleh seorang pria yang sampai sekarang masih sangat amat kau cintai walau jarak menghadang hubungan kalian.

******************************************************************

Author Pov

 

Sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela, banyak manusia yang yang masih dalam alam bawah sadarnya. Mereka masih asyik dengan mimpi masing-masing, yaaa mereka adalah member exo dan hana tapi terdapat 1 orang yang sedang terjaga selama 22jam, dia adalah sehun. Sehun sangat mengkhawatirkan yoora selama 22jam sehun hanya memandang yoora dengan mata sendu berharap gadis itu membuka matanya tapi rasa kantuknya sungguh tidak menahan akhirnya sehun pun tertidur juga.

Yoora Pov

 

Aku tersadar dan aku merasa aneh, oh tuhan dimana aku? Aih kepalaku sangat pusing. Aku merasakan seseorang menggenggam tanganku sangat erat aku pun menoleh dan ternyata sehun yang menggenggam tanganku aku hanya bisa tersenyum melihatnya apalagi dia sedang tertidur wajahnya sungguh damai. Aku pun melihat ke sekeliling dan ternyata terdapat member Exo dan hana eonnie yang masih tertidur pulas sama seperti sehun. Sebenarnya aku kenapa?

Aku merasa tidak enak dengan member exo dan hana apalagi dengan sehun dia pasti mengkhawatirkanku. Aku menoleh ke arah sehun lagi aku mengusap tangannya yang masih menggenggam tanganku, aku mengamati wajahnya yang sangat damai dan polos entah setan darimana aku berani mengelus pipinya yang seputih susu itu. Aku bergumam sendiri sambil mengelus pipinya

“Mian aku merepotkanmu” entah apa yang merasuki diriku aku memberanikan diri mengecup bibirnya sekilas.

Author Pov

 

Sebenarnya sehun sudah terbangun dari tidurnya tapi saat dia merasakan sentuhan tangan yoora sehun memilih tidak membuka matanya. Sehun mulai merasakan sentuhan lembut tangan yoora mengelus pipinya dan tak lama sehun merasakan sentuhan lembut nan manis di bibirnya, sehun ingin sekali membuka matanya tapi yoora pasti akan terkejut dan lang sung menjauhkan dirinya.

Yoora Pov

 

Aku merasa bosan karena mereka belum bangun dari tidurnya termasuk sehun juga, aku pun memutuskan untuk membangunkan sehun

“Sehun bangunlah” seraya menggoyangkan badannya, tapi belum juga ada respon darinya

“Hunnie ayolah bangun aku bosan” aku hanya mendapat erangan

“Yasudah kalau kau tak mau bangun jangan pernah berbicara denganku lagi” ucapku seraya mengancam dan cara itu pun berhasil. Akhirnya sehun membuka matanya juga, langsung saja aku menanyakan perihal kenapa aku bisa di rumah sakit

“Hunnie kenapa aku bisa dirumah sakit?”

“Kau mau tau jawabannya?” jawabnya

“Tentu saja pabo!

Morning kiss dulu dong” ucapnya seraya tersenyum jahil

“Apa kau bilang? Morning kiss?! Andwae!!” jawabku seraya menutup wajahku karena aku yakin wajahku pasti memerah

“Yasudah jika kau tidak mau tau aku akan lanjut tidur” ucapnya

“Yasudah jika kau mau tidur, aku mau jalan-jalan sebentar” jawabku seraya bangkit dari tempat tidur tapi selang infusnya sungguh membuatku risih!

‘Lebih baik selang infusnya ku cabut saja’ aku bergumam pada diriku sendiri

“Jika kau sampai melepas selang infus itu aku akan memberi 2 tapak tilas di lehermu yoora” ucap sehun dalam keadaan masih menutup matanya

“Dasar menyebalkan kau sehun jelek!” ucapku seraya menghentakan kaki tapi sehun langsung bangkit dari tidurnya dan langsung berjalan ke arahku otomatis aku pun mundur

“Apa kau bilang? Aku jelek? Tidakkah kau lihat banyak sekali wanita yang tergila-gila padaku? Seharusnya kau merasa beruntung karena kau dijodohkan denganku!” ucap sehun percaya diri

What? Really? Kau percaya diri sekali tuan oh ckckck” jawabku meremeh kannya, tapi aku merasa badanku sudah menghimpit tembok dan sehun semakin dekat denganku, aku pun langsung berjalan ke arah pintu tapi wajah sehun sangat dekat dengan wajahku bahkan hidung kami bersentuhan. Kami hanya saling menatap dan aku tak tau arti tatapan itu apa dan sehun membisikin sebuah kata ke telingaku

Kau tak akan pernah bisa lari dari ku Kang yoora‘ bisiknya seduktif

“Oh ya? Bagaimana jika aku bisa?” ucapku menantang

Impossible honey” jawabnya meremehkan tapi aku dengan perlahan mencabut selang infus aku pun langsung membuka pintu dan berlari darinya dengan kekuatan ekstra

“Oh yoora! Kembali kau! Kau benar-benar menantangku untuk menangkapmu hah?!” ucapnya dan saat aku lihat ke belakang ternyata sehun sedang mengejarku, aku pun menambah kecepatan lariku.

Author Pov

Hari masih pagi tetapi sudah ada keributan kecil yang diciptakan oleh sehun dan yoora yang masih sibuk kejar-kejaran karena perdebatan konyol mereka. Selama sehun dan yoora kejar-kejaran ternyata member exo dan hana sudah bangun tapi mereka melihat sehun dan yoora tidak ada di tempatnya

“Hyung sehun dan yoora kemana?” tanya tao

“Aku pun tak tau, mungkin mereka keluar sebentar eh tapi selang infus yoora terlepas” jawab chanyeol

Hana pun melihat ke jendela dan mata hana terbelalak sempurna bahwa sehun dan yoora sedang kejar-kejaran tak jelas

“Oppadeul lihatlah kelakuan mereka berdua” tunjuk hana, member exo pun melihat ke arah yang hana tuju

“Huahahahaha meraka konyol sekali kejar-kejaran tak jelas di pagi hari” tawa chanyeol

“Tapi beruntunglah yeol hubungan mereka membaik” timpal suho

“Ne kau benar, kalian tak ingin pulang? Biarlah kita kasih mereka waktu untuk berdua” usul D.o

“Ah kau benar oppa lebih baik kita pulang lagi pula jika dilihat kondisi yoora telah membaik. Dan kita gak mungkin kan ganggu mereka berdua yanglagi kasmaran” timpal hana

“Baiklah kita pulang sekarang emmm hana kau siapkan note untuk mereka berdua sekaligus pemberitahuan kita pulang” ucap baekhyun

“Ne oppa”

Sehun Pov

 

Saat ini aku sedang mengejar yoora dia benar-benar sangat cepat larinya tapi tidak sulit bagiku untuk mengejarnya karena kakiku yang panjang hahaha. Jujur saja aku sangat khawatir terhadap yoora karena kondisinya yang baru pulih tapi sungguh sulit untuk menangkap anak itu. Setelah beberapa jam aku mengejarnya akhirnya aku mendapatkannya dengan cara memeluknya dari belakang, jujur saja aku sembari mencari kesempatan XD.

“Oh sehun lepaskan aku!!”ucap yoora protes

“Bukankah sudah ku bilang kalau kau tak bisa lari dariku hm?” ucapku meremehkannya

“Ne, sebahagiamu lah”ucapnya tak ikhlas

“Kembali ke kamar sekarang baby, ah iya aku ingat kau mencabut selang infusmu ya? Wah berarti aku harus meninggalkan jejak di lehermu yang mukus baby” ucapku menggoda

“Aish! Andwae!! Aku tidak ma-” Perkataan yoora berhenti karena aku menggendongnya dengan gaya bridal style

“Jika kau masih ingin mengomel atau protes aku akan melipat gandakan jejak di lehermu yoora”

Aku sudah tidak mendengar dia protes atau mengomel lagi, saat aku melihat wajahnya ternyata dia sedang mempoutkan bibirnya betapa menggemaskannya yeoja ku ini dengan kilat aku pun mengecup bibirnya dan yoora langsung menatapku tajam tapi aku hanya memeletkan lidah ku.

Akhirnya kami sampai juga diruangan tempat yoora dirawat aku langsung menurunkan yoora tapi aku tidak menemukan member exo dan hana noona tapi tiba-tiba yoora memanggilku

“Oppa! lihat ini! Ternyata mereka sudah pulang! Mereka meninggalkan note ini”

Aku langsung mengambil notenya dan ternyata benar mereka telah pulang.

‘Hai yoora dan sehun! Kalian melihat note ini berarti kami semua telah pulang, melihat kalian berdua kejar-kejaran sungguh mesra sekali! Pertahanin dong kemesraannya. Emmm sehun jaga yoora baik-baik! Jika tidak kami akan membullymu 7bulan! Selamat berdua!

-EXO & HANA ‘

Aku tersenyum kemenangan dalam hati karena aku hanya berdua dengan yoora, aku ingin menagih hukuman atas pelanggaran yang dia buat hahaha. Aku mulai berjalan mendekatkan diriku pada yoora yang tengah duduk, aku memeluknya dari belakang lagi tapi kali ini yoora tidak memberontak. Aku langsung mendekatkan hidungku pada leher mulus milik yoora dan menghirup aroma vanilla floral khas yoora, aroma itu menjadi candu bagiku.

Author Pov

 

Yoora merasa geli pada lehernya karena sehun menghembuskan nafasnya di leher yoora.

“Sehun a-apa yang aku lakukan?!” ucap yoora protes

“Aku sedang menghirup wangi tubuhmu sedalam-dalamnya, kau tau? aromamu sungguh membuat aku mabuk akan tubuhmu aku rasa aku candu akan wangi tubuhmu”

“Mwo?! Apa kau bilang? Lepaskan aku yaa!! oh sehun!” yoora langsung membalikkan tubuhnya tapi tangan sehun masih melingkar sempurna pada pinggang yoora

“Aku sedang menagih hukumanmu yoora, kau telah melepaskan selang infus itu dan aku menagihnya sekarang”

“Shireo!”

Sehun mulai mendekatkan bibirnya pada leher yoora tapi kegiatannya berhenti karena pintu ruangan yoora di ketuk oleh seseorang. Sehun dengan berat hati menjauhkan dirinya dan membuka pintu ternyata seorang dokter dan 2 orang suster yang akan memeriksa keadaan yoora, sehun pun tersenyum paksa kepada dokter tersebut karena mengganggu kegiatannya.

“Permisi tuan oh saya ingin memeriksa keadaan istri anda” yoora langsung membulatkan matanya setelah mendengar perkataan dokter

‘Mwo? Apa dia bilang? Aku istrinya? Menjadi istri saja belum! Sehun apa yang kau katakan pada dokter itu!’ runtuk yoora dalam hati

Dokter langsung memeriksa keadaan yoora dan hari ini yoora boleh pulang karena keadaannya yang telah membaik. Sehun langsung merapikan perlengkapan mereka berdua dan mengantar yoora pulang ke rumahnya. Lamborghini sehun melesat dengan cepat, hanya butuh beberapa menit untuk sampai di eumah yoora,

“Ya! Oh sehun! Kau bilang apa pada dokter itu hingga aku dikira sebagai istrimu hah?!” Protes yoora saat mengingat kembali perkataan dokter

“Aku tak bilang apa-apa yoora, mungkin dokter itu bisa membaca masa depan. Mungkin kau dan aku di masa depan benar-benar menjadi suami-istri” tutur sehun sambil tersenyum jahil.

Yoora yang melihat langsung turun dari mobil dan menekan bel rumahnya, tak lama sehun datang

“Bukankah kau seharusnya pulang sehun?” tanya yoora sinis

“Apa salahnya mengunjungi calon mertua?”

“Sebahagiamu”

Tak lama eomma yoora membuka pintu dan shock melihat yoora dan sehun. Emma yoora langsung berpikir yang tidak-tidak karena semalaman yoora tidak dirumah dan sekarang ia melihat yoora dan sehun datang berdua. Eomma yoora yakin pasti semalam mereka pergi berdua.

“Yoora kau kemana? Semalaman tak pulang. Apa kalian berdua melakukan ‘itu’ semalam?” Tanya eomma yoora polos

Tampak ekspresi yoora yang membulatkan matanya karena kaget akan perkataan eommanya dan sehun yang menahan tawanya tapi segera ia tahan dan sehun langsung menjelaskan apa yang terjadi semalam. Eomma yoora langsung bernapas lega karena mereka tidak melakukan ‘itu’ diluar nikah

“Oh begitu, mian eomma jadi berpikiran yang tidak-tidak tentang kalin. Kalau begitu yoora istirahatlah dan sehun bisakah kau  mengantar yoora sampai ke kamar?”

“Eomma!” Protes yoora

“Tidak apa-apa yoora, calon suamimu ko yang mengantarmu”

“Terserah eomma”

“Aku mengantar yoora dulu ne ahjumma” izin sehun

“Silah kan sehun”

Yoora dan sehun menuju lantai dua dimana kamar yoora berada, sehun memegangi bahu yoora karena khawatir yoora akan pingsan lagi. Saat sampai di kamar yoora sehun masuk ke dalam kamar yoora dan mendudukkan yoora di tepi tempat tidurnya. Sehun teringat yoora mencabut selang infusnya dan dia belum memberikan hukuman dengan semangat sehun langsung duduk disamping yoora dan menatap yoora intens, karena perlakuan sehun yoora merasa risih

“Bisakah matamu tak menatapku seperti itu”

“Tidak.”

“Aish!”

Dengan perlahan sehun mendekatkan wajahnya pada leher mulus yoora, yoora yang menyadarinya langsung mencoba mendorong tubuh sehun tapi usahanya sia-sia karena tenaga sehun lebih besar darinya. Yoora hanya bisa pasrah

“Oh sehun ap-apa yang kau lakukan?” tanya yoora gugup

“Aku sedang memberi hukuman padamu karena kau mencabut selang infusmu” ucap sehun dan langsung menempelkan bibirnya pada leher yoora. Sehun menyedot dan menggigit kecil leher yoora.

“Sehun aaaah” yoora langsung menutup mulutnya rapat-rapat karena mengeluarkan suara desahan(?) Sementara sehun tersenyum jahil dan melanjutkan aktifitasnya. Sesuai dengan hukuman, di leher yoora sudah terlihat 2 tanda merah keunguan ciptaan sehun.

Sekarang wajah mereka sejajar bahkan hidung mereka bersentuhan. Sehun menatap mata yoora dalam begitupun sebaliknya. Sehun mengangkup pipi yoora dan mengelusnya dengan kasih sayang. Sehun teringat dengan kata-kata dokter bahwa yoora memiliki tekanan batin

“Yoora” panggil sehun yang masih memegang pipi yoora

“Hmm”

Apa kau batin menjalin hubungan denganku?”

TBC…………..

 

Wah wah udah chapter 11 aja nih fufufu *lap keringat* Mian banget kalo kependekan karena kepepet waktu buat UN jadi seadanya aja yaaa huhuhu T.T

Aku rasa beberapa chapter lagi FF ini bakal kelar hehehe

THANK YOU VERY MUCH FOR ALL READERS!<3

Maaf kalo ada banyak typo, bahasa gak enak, kependekan dan lain-lain *deep bow* Maklum yaa manusia tidak ada yang sempurna dan pasti memiliki kesalahan jadi maklumi aja yaa kalo masih banyak kekurangan pada FF ini.

Ini menjadi FF pertamaku karena berawal dari khayalan-khayalan aku dan ada beberapa yang jadi pengalaman pribadi aku. *Jadi curhat begindong. FF ini lebih cepet di publish di WP milik pribadi aku.

NO COPY PASTE! NO SIDERS! DON’T BE PLAGIATOR!

RCL READERS!

SEE YOU!:*


Truth Or Dare! (Chapter 1)

$
0
0

 almarhmtk-truth-or-dare

Truth Or Dare!(Chapter 1)

Author:@almarhmtk
Length:multichapter
Genre: romance, schoollife
Rating: 15
Main cast: Oh Sehun & Oh Hayoung
Disclaimer: ff ini original buatan author mohon komen ya ^^
Credit poster: Harururu98 by http://cafeposterart.wordpress.com)

a/n: ff  ini mungkin bakal dipublish di wordpress yg lain juga jadi kalo ketemu di wp lain mungkin itu ff saya ._.v yaudah dari pada berlama-lama… happy reading!

-oo-

Tokoh:

Oh Hayoung : Gadis remaja ini mempunyai sifat yang tomboy. Mempunyai kehidupan yang damai hingga ia bertemu dengan Oh Sehun

Oh Sehun    :Seorang yang tampan, kaya dan juga dingin. idaman seluruh yeoja di sekolah nya. Mempunyai skill dance yang cukup baik. Menyukai sunbaenya bernama Eun Ji. Dengan seluruh kepunyaan nya itu Sehun selalu mengaku bahwa dia adalah seorang yang sudah mempunyai banyak pengalaman tentang cinta padahal sebenanrnya, Dia belum pernah berpacaran

-oo-

Berawal dari Truth Or Dare

dimana hayoung terjebak permainan bodohnya sendiri

dengan musuh bebuyutannya

-oo-

            Di tengah taman bunga , Hayoung dan seorang lelaki dengan kulit yang lebih kecoklatan itu sedang duduk dengan saling berpandangan, Hayoung membaringkan kepalanya diatas paha lelaki itu sambil matanya tetap terfokus pada orang yang bersamanya itu. Hembusan angin membuat udara semakin sejuk. Tapi tidak dengan hatinya, terasa hangat.

“Kai oppa..” Hayoung menyebut nama lelaki itu dengan lembut.

“sst..” Kai menaruh jarinya diatas bibir hayoung sambil tersenyum.

            Mereka saling berpandangan cukup lama, Kai dengan berani mulai mendekatkan wajahnya dengan Hayoung. Suasana sunyi itu tiba-tiba dipenuhi oleh suara detak jantung Hayoung. Semburat merah keluar dari pipi nya. Hayoung pun mulai memejamkan matanya. Jarak antara Kai dan Hayoung tinggal 1 cm hingga…..

“YA! HAYOUNG MAU SAMPAI KAPAN KAU TIDUR!”

Suara oppa nya menggelegar,Hayoung pun terbangun dari mimpi indahnya.

Hayoung melihat jam weker di samping tempat tidurnya yang menunjukkan pukul 6.15 pagi.

“15 menit lagi?!” Hayoung pun menyibakkan selimutnya dan bergegas mandi lalu mengganti seragamnya.
Setelah semuanya selesai, Hayoung pun keluar dari kamar nya menuju ruang makan untuk mengambil sarapannya. Sesampainya disana , Hayoung bertemu dengan oppa nya  yang sedang mengoleskan mentega diatas roti. Ia pun langsung mengambil roti yang diatas meja dan pergi kesekolah tanpa berpamitan dengan oppanya.

“ Hey! Apa kau tak berpamitan dulu?! Berterimakasihlah karna aku sudah membangunkan mu agar kau tak terlambat lagi” teriak oppanya

Hayoung pun membalikkan badannya dan langsung menoleh pada oppanya
“Apa kau tak puas mengacaukankan SUHO?! Aku hampir berciuman dengan kai oppa kalau kaau tak ada!” hayoung pun langsung meninggalkan oppa nya. Ia benar-bear kesal karna suho mengacaukan mimpi indahnya.

“s-suho?! Ya! Aku lebih tua dari mu!” teriak suho. Namun Hayoung sudah meninggalkan rumah baru saja. Aigoo.. yeoja ini

-oo-

 Hayoung berlari menuju sekolahnya, keringat mulai mengucur deras dari keningnya. Hayoung pun menoleh ke jam tangannya. Sial tinggal 3 menit lagi! Hayoung pun mempercepat larinya, Ia tak mau harus dihukum karna terlambat lagi.

BRUKK.!!!

Karna terlalu cepat berlari, Hayoung pun sampai tak melihat orang yang dilewatinya. Dia memegang sikut kaki nya keluar sedikit darah. Dengan menghiraukan sakit pada sikut kakinya, ia pun menoleh kepada orang yang ditabraknya.
“M-Mianhae… aku tadi melihat ja-“ ucapan Hayoung terpotong saat meliht orang yang ditabrak nya tadi.
“KAU?!” ucap hayoung dan orang yang ditabraknya secara bersamaan. Hayougn terkesiap melihat orang yang ditabraknya adalah Sehun,musuhnya.

“Apakah kau tak mempunyai mata?!” tanya hayoung pada sehun seraya mereka berdiri.
“Bukankah aku yang seharusnya bertanya seperti itu?!” balas sehun.
“ya! K-kau –“ hayoung terdiam saat menyadari bahwa waktunya tinggal sebentar lagi. ia pun meninggalkan sehun dan berlari dengan kaki yang sedikit terpincang ke gerbang sekolah yang jarak nya cukup dekat.

Sesampainya di depan gerbang sekolah hayoung pun berteriak histeris saat melihat gerbang itu sudah tertutup.

“YA! Buka gerbangnya! Ahjussi buka gerbangnya aku hanya terlambat lima menit!”

“Ne-Ahjussi bukalah gerbangnya!” Hayoung pun menyadari bahwa ada seseorang yang berteriak sama sepertinya tepat disampingnya,Aissh namja ini lagi

-oo-

“Mr.Oh & Ms.Oh ,terlambat lagi?” wanita paruh baya itu bertanya pada 2 remaja di depannya , Sehun dan Hayoung
“N-nae songsaenim..” jawab mereka bersamaan
“apa kalian sudah tau hukumannya?” tanya Mrs.Kim lagi
“Membersihkan gudang di lantai 2…”

 

Hayoung dan sehun pun pamit dan langsung keluar dari ruang guru. Dengan terpaksa merka mulai menaiki tangga menuju gundang di lantai dua. Sesekali hayoung meringis karna sikut kaki nya yang terluka waktu menabrak sehun tadi. Tak perlu cukup lama akhirnya mereka sampai ditempatnya. Mereka pun memasuki gudang dan hayoung bersender di dinding gudang. Terlalu besar untuk ukuran sebuah gudang pikir Hayoung.

“ahh..sakit” gumam hayoung sambil memegang luka di sikut kakinya.

“duduklah” kata Sehun tanpa melihat hayoung seraya mulai membersihkan isi gudang.

“ha ?” hayoung terkaget mendengar ucapan sehun. Apakah dia menyuruh ku duduk?

“duduklah, aku tau kau takkan bisa membersihkan gudang kalau kaki mu terluka” hayoung pun terdiam dan mulai duduk. Ia begitu lelah menaiki tangga dengan kaki yang terluka.

‘uhmm… dan Hayoung—“ lanjut sehun

“N-nae?”

“A-aku minta maaf soal yang tadi..”ucap  sehun sambil mengelus tengkuk lehernya.

Lekukan kecil pun muncul di bibir Hayoung. Dia tersenyum.

-oo-

DING DONG

Bel istirahat berbunyi, seluruh siswa berhamburan keluar kelas.
Kantin pun mulai sesak dipenuhi oleh para siswa. Segerombolan anak lelaki sudah duduk di meja yang biasa ditempati mereka.

“ Chanyeol itu milikku!” teriak laki-laki berambut kecoklatan kepada temannya yang jangkung,Baekhyun
“hey! Aku hanya akan memintanya sedikit!” balas chanyeol pada baekhyun
“tidak!”
“Ayolah!”
“Tidak!”
“ayolah!!!!!!!”
“BISAKAH KALIAN TIDAK BERTENGKAR SEBENTAR SAJA!?” suara lelaki bermata bulat itu membuat susana seketika hening. Tak ada yang berani berbicara lagi jika kyungsoo sudah kehilangan kontrolnya.
“hey hey apakah k-kalian melihat sehun?” tanya lelaki di samping kyungsoo yang berniat memecahkan suasan canggung ini.
“sepertinya mereka terlambat dan harus dihukum” balas kyungsoo
“hey mereka disana!” suara chanyeol mebuat mereka melihat kearah yang di tunjuk chanyeol

Terlihat hayoung dan sehun baru saja memasuki kantin. Sehun baru saja membawa hayoung dari ruang UKS dan mendesaknya untuk ke kantin.

Sehun menangkap sosok teman-temannya,ia pun langsung menggaet hayoung ke tempat teman-temannya.
“ya! Aku tak mau!”hayoung pun melepaskan tangannya dari sehun, ia sangat benci bergaul dengan namja-namja itu, terutama sehun.

Sehun mengeluarkan smirk nya dan mulai mendekat ketelinga hayoung.
“apa kau lupa pembicaraan kita di UKS tadi?”bisik sehun. Hayoung pun kembali memikirkan kejadian di UKS tadi

Sehun mulai menghidupakn recorder di Hpnya dan menyembunyikannya di sakunya. Sehun pun menghampiri hayoung sambil membawa kapas dan obat luka. Sehun pun mulai mengoleskan obat ke luka di kaki Hayoung secara perlahan.
“Apa kau menyukai Kai hyung?” tanya sehun tiba-tiba. Hayoung terdiam mencerna kata-kata sehun, Bagaimana dia bisa tahu?!
“HAHAHA, jadi ternyata itu benar?” sehun pun tertawa lepas melihat hayooung yang terdiam karna ucapannya.
“dari mana kau ta— ah ani, aku tak menyukainya! Kau sok tahu”tukas hayoung cepat.
“benarkah?” sehun mengeluarkan smirknya dan mulai mendekatkan wajahnya pada hayoung. Semburat merah keluar dari wajah hayoung , dia tak bisa menahannya.
“Memang benar aku menyukai Kai sunbae! Kau mau apa hah?!” teriak hayoung pada sehun.
“tentu saja aku akan memberitahunya” balas sehun enteng.
“Kau punya bukti apa ‘Mr.Oh’ ?” tanya hayoung dengan nada mengejek.
sehun pun mulai mengeluarkan hp nya dan memainkan rekaman percakapannya dengan hayoung tadi. Wajah hayoung pun seketika menjadi pucat pasi.”Namja ini memang gila Hayoung-ah….
pikirnya

            Ucapan Sehun pun memaksa hayoung mengikutinya ke tempat dimana temannya berada. Hayoung dan Sehun pun duduk berdahadapan. Baekhyun,Kai,Kyungsoo dan Chanyeol menganga melihat sehun membawa musuhnya untuk makan bersamanya di satu meja. Hayoung pun melihat sosok di sebelah sehun,Kai.

“Ehem.. lebih baik kita bermain saja.Bagaimana?”Lagi suara kai memecah kecanggungan.
“Baiklah, aku ingin bermain Pocky game!” jawab Baekhyun cepat
“ya! Itu terlalu vulgar! Lebih kita bermain card kissing game!” cengir chanyeol. Hayoung pun menelan ludah mendengar ucapan nya.
“lebih baik aku belajar dari pada bermain” sambung kyungsoo dingin.

Kai pun melihat teman-temannya yang dengan tatapan putus asa.
“bagaimana dengan mu Hayoung?” kai bertanya pada hayoung dengan harapan agar hayoung bisa menyarankan permainan yang masih masuk akal.
“ bagaimana dengan t-truth or dare….?” jawab hayoung putus-putus ia terlalu canggung untuk berbicara dengan orang yang disukai nya sejak di junior highschool dulu.
“baiklah!ayo kita bermain truth or dare!” kai pun mulai mengambil botol bekas dan memutarkannya sambil menunggu dimana arah tutup botol itu  akan berhenti. Tak disangka tutup botol itu mengarah ke tempat dimana Hayoung sedang duduk.

“Hayoung-ah Truth Or Dare?” ucap Baekhyun dengan antusias.

Hayoung pun melihat sekelilingnya hingga tatapannya bertemu dengan sehun yang sedang duduk dengan smirk yang menempel pada wajahnya.Kalau aku memilih Truth pasti namja gila itu akan bertanya siapa orang yang kusukai, dan orang itu berada tepat disebelahnya!. Keringat mulai bercucuran di pelipis hayoung.
“Jadi kau memilih…..?” tanya Kai yang melihat ekspresi hayoung berubah drastis secara tiba-tiba.

“D-Dare…”

“Turuti permintaanku selama 7 hari” semua pasang mata melihat ke arah suara,ya, Dia Sehun

 

 

 

 

 


Shadow of You

$
0
0

Title                 : Shadow of You

Author             : Azumi Aozora

Main Cast       : Jang Hyun Mi (OC), Kris (EXO-M)

Support Cast  :  Jang Hyun Seung (Beast), Kai (EXO-K), Suho (EXO-K), Tao (EXO-M), Sehun (EXO-K)

Genre              : romance, AU, family, angst, action, tragedy

Rating             : PG+17

Length            : Oneshot

Summary        : Jang Hyun Mi merasa muak dengan hidupnya. Kalau bisa memilih, ia tidak ingin terlahir dalam sebuah keluarga mafia dan pembunuh bayaran. Kalau bisa memilih, ia ingin hidup normal layaknya gadis seusianya, tanpa harus memikirkan tempat persembunyian kelompoknya dari kejaran polisi, tanpa harus mengobati luka-luka mengerikan setiap malam. Apa yang akan Hyun Mi lakukan ketika suatu hari datang seseorang yang menawarkan “kehidupan normal” baginya? Kehidupan yang selama ini selalu ia mimpikan.

 

poster-shadow-of-you1

Quotes From The Casts :

“Hal apa yang paling kuinginkan di dunia ini? Memutar waktu. Mengembalikan masa lalu yang hilang. Waktu-waktu yang tidak pernah kusadari sangat berharga bagiku. Kenangan-kenangan buram tentang dirinya yang kini menggerogoti akal sehatku. Seandainya mati termasuk ke dalam daftar yang bisa kupilih, maka aku akan memilihnya. Tapi bagaimana aku bisa bersikap egois dengan memilih mati, sementara orang itu….dan juga kakakku … menginginkan aku tetap hidup?” – Jang Hyun Mi –  

 

“Ini adalah hidup normal bagiku, Hyun Mi. Aku tidak akan mengekangmu seperti yang ayah kita lakukan. Pergilah, Jang Hyun Mi. Satu pesanku…., hiduplah dengan bahagia.” – Jang Hyun Seung –

 

“Aku akan memberikan semua yang terbaik untukmu, Hyun Mi. Apapun yang kau inginkan. Kumohon, izinkan aku mencintaimu. Mungkin memang bukan sekarang, tapi suatu hari nanti…. Kau juga pasti akan balas mencintaiku. Menikahlah denganku, Jang Hyun Mi.” – Suho –

 

“Nuna, kau sungguh-sungguh akan menikah dengan pria itu dan pergi meninggalkan kami?” – Kai, Tao, Sehun –

 

“Kau….tidak perlu merasa takut, Hyun Mi~ya. Aku akan selalu menjagamu. Kau ingat? Aku adalah bayanganmu. Kau tidak selalu bisa melihatku, tapi aku selalu bisa melihatmu. Berbahagialah, Hyun Mi, dimanapun kau berada.” – Kris –

 

========= And The Story Begins…………………..

 

Bagi orang lain, mungkin mendengar suara tembakan peluru di sore hari yang cerah seperti sekarang ini sangatlah aneh dan menakutkan, tapi tidak halnya bagiku. Sejak kecil aku sudah terbiasa mendengar suara pistol yang ditembakkan, bahkan melihat secara langsung berbagai jenis senjata api yang ditembakkan langsung kepada orang-orang di sekitarku, termasuk ayah dan ibuku.

Ayah dan ibuku meninggal ketika umurku 11 tahun, ditembak mati tepat dihadapan mataku oleh seorang pengkhianat dari klan mafia yang ayahku pimpin. Aku tidak tahu mengapa saat itu si pembunuh tidak ikut menembak kepalaku juga. Kenapa dia membiarkanku hidup? Seharusnya saat itu ia membiarkanku mati, agar aku terbebas dari lingkaran kehidupan yang memuakkan ini.

 

 

Berlari, bersembunyi, berlari, bersembunyi. Itulah yang kulakukan setiap hari. Aku dan kelompokku tidak bisa tinggal di satu tempat tertentu dalam jangka waktu yang lama. Setelah misi kami selesai di tempat tersebut, kami akan pindah untuk menghindari kecurigaan polisi. Kami akan tinggal di tempat baru. Aku tidak pernah menyebut tempat tinggal kami sebagai “rumah”, se-bagus dan se-mewah apapun tempat tinggal sementara kami tersebut. Aku punya kriteria khusus tentang bagaimana seharusnya sebuah tempat tinggal bisa disebut “rumah”.

Doooooor….Doooooorrrr…..Doooorrrrrr….

Suara tembakkan itu terdengar lagi. Berbagai teriakkan panik menggema dari dalam sebuah restoran China tempat terjadinya penembakkan. Dari kejauhan aku bisa melihat sekelompok pria ber-jas hitam menyarungkan pistol mereka dan segera berlari masuk ke dalam sedan hitam sebelum polisi datang.

“Yah! Jang Hyun Mi! Apa yang kau lakukan di sini? Kau kabur dari pengawasan Kai ya?!” tiba-tiba saja sebuah motor sport merah berhenti tepat di hadapanku. Si pengendara motor membuka helm-nya, memperlihatkan rambutnya yang berwarna pirang.

Aku mengernyitkan keningku. “Kau mengecat rambutmu, Kris? Kapan? Tadi pagi rambutmu masih berwarna cokelat.”

Pria tinggi berjaket kulit hitam itu berdecak tak sabar. “Ayo naik!” Kris menunjuk jok belakang dengan menggunakan kepalanya.

Mataku masih tertuju pada restoran China di sebrang sana. Para pengunjung berhamburan keluar dengan wajah syok dan ketakutan. Jeritan dan isak tangis terdengar memilukan dari istri dan keluarga si pemilik restoran.

“Kakakku menolak menangani kasus ini kan?” gumamku. Aku ingat, 3 minggu lalu ada seorang pengusaha restoran dari Osaka yang datang dan meminta kakakku untuk membunuh pemilik restoran China ini, tapi kakakku menolaknya.

Kris menyeringai. “Tentu saja. Bayarannya terlalu rendah. Sepertinya orang itu jadi meminta bantuan mafia amatir. Cih! Apa gunanya naik mobil mewah bila otak mereka lebih kecil dari otak udang! Aku berani bertaruh, kurang dari 2 minggu polisi akan bisa melacak jejak mereka.”

Aku segera naik ke jok belakang. Kris menyerahkan helm yang sebelumnya ia kenakan padaku. “Kenapa kau bisa tahu aku ada di sini?”

Kris mendengus. “Kau lupa? Aku kan bayanganmu.”

Aku tertawa pelan sambil memukul-mukul punggung Kris. “Ayo! Aku tidak ingin si bawel Sehun dan Tao merengek menyebalkan karena aku telat memasak makan malam untuk mereka.”

Kris mengangkat bahu. “Tidak usah khawatir. Mereka sudah makan pizza.”

“Mwo?”

“Hyun Seung hyung sudah pulang. Besok….kita akan pindah ke Seoul.” Nada suara Kris berubah kaku.

Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya bertanya. “Apakah…Oppa-ku baik-baik saja?”

Kris menolehkan kepalanya padaku lalu menyeringai lebar. “Dia pernah mengalami yang lebih buruk dari ini. Jadi kurasa…..sekarang dia oke.” Kris menstarter motor sport-nya, lalu segera tancap gas dengan kecepatan maksimal, membelah jalanan Chiba yang akan segera kami tinggalkan esok hari.

************

 

“Ah…ah….ah.., sakit, sakit!” Hyun Seung meringis seperti seorang anak kecil ketika aku mengobati luka-lukanya yang cukup parah.

Aku menatap kakak sematawayangku itu dengan tatapan tajam. “Kau mau aku mengobatimu seperti ini?” Aku menekankan kapas antiseptik itu dengan keras ke lengan kiri Hyun Seung.

“YAH!” Bentak Hyun Seung. Matanya membelalak lebar mengerikan, seolah sewaktu-waktu kedua bola matanya bisa keluar dari dalam rongganya.

Aku tertawa. Hyun Seung ikut tertawa. “Mianhae, Hyun Mi~ya. Aku selalu memintamu mengobati luka-lukaku seperti ini.” kata Hyun Seung dengan nada cuek seolah luka-lukanya ini hanyalah luka lecet biasa.

Aku hanya terdiam dan terus mengobati luka sayatannya yang cukup dalam dan parah, kali ini dengan lebih gentle.

Aku membuka perban penuh darah yang membelit bahu kanan Hyun Seung. Sepertinya Hyun Seung membalut perban itu sendiri dengan asal. Pandangan mataku mengeras saat aku melihat sebuah lubang menganga di bawah bahu kanannya. Darah kering melekat di kulitnya yang putih.

Hyun Seung terkekeh. “Kemarin malam aku mencabut pelurunya sendiri….”

Hyun Seung langsung memejamkan matanya sambil menggigit bibir menahan sakit ketika aku membersihkan lukanya. Selama beberapa menit kami hanya terdiam. Aku sudah ahli mengobati berbagai jenis luka. Sejak aku kecil, ibuku sudah mengajariku. Dulu aku terbiasa mengobati ayahku, kakakku, bahkan anak-anak buah ayahku bila mereka terluka.

Sejak orangtua kami meninggal, hanya Hyun Seung lah yang kumiliki. Berbeda dengan ayah kami, Hyun Seung tidak memiliki banyak anak buah. Hyun Seung menerapkan konsep yang berbeda dengan ayah kami. Bagi Hyun Seung, kesetiaan anak-anak buahnya tidak bisa dibeli dengan uang. Dia meninggalkan puluhan anak buah ayahku begitu saja, dan hanya membawa Kris-Kai-Tao-Sehun, empat bocah laki-laki yang sudah tinggal bersama kami semenjak mereka bayi. Hyun Seung memulai kehidupan baru kami 9 tahun yang lalu di Busan. Mulai saat itu kami sering berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain, ke kota lain, bahkan ke negara lain.

Sudah selama 2 tahun ini kami berada di Jepang, berpindah-pindah dari satu distrik ke distrik lain. Selama 9 tahun Hyun Seung menjadi kepala keluarga sekaligus pemimpin kelompok kami, tidak pernah sekalipun polisi mencurigai kami. Hyun Seung memang sangat ahli, seperti ayah kami. Dia menguasai banyak ilmu beladiri dan teknik menembak. Dia lebih berani dari ayah kami. Dia lebih cerdik dari ayah kami. Dia lebih berhati-hati terhadap orang lain dan tidak mudah mempercayai siapapun untuk menjadi anak buahnya. Itulah sebabnya sejak dulu dia hanya memiliki 4 anak buah. Tapi satu kelemahan Hyun Seung…., dia berhati lembut.

“Kalau saja anak perempuan kecil orang itu tidak terluka, aku tidak akan tertembak seperti ini. Kupikir orang itu sudah mati, ternyata dia hanya pura-pura. Aku terlalu ceroboh.” Kata Hyun Seung, memecah kesunyian diantara kami. Aku sudah menduganya. Hati Hyun Seung terlalu lemah. Dia pasti tertembak oleh orang itu saat dia hendak menyelamatkan anak perempuan orang itu! Harusnya dia tidak perlu memedulikan anak itu!

Aku membalutkan perban di bahu Hyun Seung dengan hati-hati setelah mengobati lukanya. “Kau bisa saja mati kehabisan darah, atau terinfeksi.” Gumamku dengan gigi bergemeletuk. Mataku tiba-tiba saja terasa panas. Air mata mendesak ingin keluar, tapi aku menahannya sekuat tenaga.

Aku tidak membenci Hyun Seung. Aku tidak membenci ayah dan ibu kami. Aku hanya membenci….kehidupan kami. Bisa saja aku kehilangan Hyun Seung dalam sekejap mata begitu saja seperti saat aku kehilangan ayah dan ibu kami tepat di hadapan mataku 9 tahun yang lalu.

Meskipun aku berpura-pura tegar, cuek, dan keras, tapi hatiku selalu merasa takut. Setiap detik aku menggantungkan hidup kami di atas tangan takdir. Setiap detik aku berusaha tidak memikirkan apakah Hyun Seung akan selamat, apakah Hyun Seung akan segera pulang tanpa kekurangan apapun? Bagaimana kalau tangannya putus? Bagaimana kalau dia kehilangan penglihatannya? Bagaimana kalau peluru menembus jantungnya? Bagaimana kalau paru-paru dan ginjal-nya tidak berfungsi lagi karena racun yang diberikan oleh musuhnya? Dan masih banyak lagi ribuan kekhawatiran lainnya yang selalu kupikirkan setiap kali Hyun Seung pergi untuk melaksanakan “misi”-nya.

Hyun Seung selalu melakukan misi-misi berbahaya seorang diri. Dia tidak pernah memberikan tugas yang terlalu berbahaya pada Kris, Kai, Tao, dan Sehun. Aku mengerti, Hyun Seung tidak ingin nyawa mereka terancam. Bagi Hyun Seung, Kris-Kai-Tao-Sehun sudah seperti adik kandung sendiri, bukan hanya “anak buah” ataupun “saudara” mafia. Ia hanya memerintahkan mereka melakukan misi-misi ringan dan sedang. Misi-misi berat, pastilah selalu Hyun Seung yang mengerjakannya. Tak heran bila selalu dirinyalah yang pulang dalam keadaan luka parah seperti sekarang ini.

Setelah selesai mengobati semua luka di tubuh Hyun Seung, aku membantu Hyun Seung memakai kemeja putih-nya perlahan, berhati-hati agar tidak mengenai lukanya. Sering sekali aku merasa muak dengan kehidupanku. Tapi aku tahu, aku tidak mungkin meninggalkan kakakku dan sahabat-sahabatku. Terkadang aku berharap Hyun Seung akan memilih jalan hidup lain. Jalan hidup yang lebih mudah dan aman. Kehidupan normal. Kehidupan di mana aku tidak perlu menggantungkan nyawa kakakku di dalam sebuah “keberuntungan”. Kehidupan di mana aku bisa tertidur pulas setiap malam tanpa perlu memikirkan akan pindah ke mana esok hari, atau lusa, atau bulan depan.

“Gomawo, Hyun Mi~ya…” Hyun Seung tersenyum sambil mengacak-acak rambut panjangku dengan tangan kiri-nya. “Bisa tolong ambilkan rokok-ku?”

Aku membelakkan mataku dan menatap kakakku itu dengan tajam. “Tidak boleh merokok sampai semua lukamu sembuh, Oppa!”

Hyun Seung mengerang. Aku menghela nafas panjang. “Mau aku buatkan sup jagung?” tanyaku. Sup jagung adalah salah satu makanan kesukaan Hyun Seung. Dulu, ibu kami akan memasak sup jagung setiap kali Hyun Seung merasa lelah sehabis berlatih beladiri bersama ayah kami.

Wajah Hyun Seung langsung berubah cerah. Ia mengangguk sambil nyengir lebar. “Hmmm.”

“Kau istirahat saja, Oppa. Jangan banyak bergerak.” Aku membaringkan tubuh kakakku di tempat tidurnya dengan hati-hati, lalu menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal.

Ketika aku membuka pintu kamar, aku terlonjak kaget mendapati Kris sudah berdiri di sana. Kris melongokkan kepalanya ke dalam kamar. Aku mendorong Kris agar menjauh dari kamar.

“Hyung….”

“Biarkan Oppa tidur.”

Kris mengangguk. Aku berjalan menuju dapur untuk memasak sup jagung. Kris mengikutiku. Aku bisa merasakan tatapan tajamnya menusuk punggungku. “Gwencaha?” tanyanya.

“Hyun Seung Oppa baik-baik saja.” kataku.

Kris meletakkan kedua tangannya yang besar dan hangat di pundakku, membalikkan tubuhku jadi menghadapnya, dan membungkukkan badannya sambil menatapku lekat-lekat. “Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya sekali lagi.

Selama beberapa saat aku hanya terdiam. Seolah terhipnotis, tersedot masuk ke dalam kedua bola mata cokelat karamel Kris yang jernih dan damai.

Menenangkan. Satu kata itulah yang paling pantas mendeskripsikan seperti apa Kris bagiku. Sejak dulu, Kris lah satu-satunya tempat aku “membuang” semua rasa khawatirku yang berlebihan. Kris lah yang menampung segala keluh kesahku. Kris lah yang membuatku yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja, bahwa esok hari matahari masih akan tetap terbit di ufuk timur dan bersinar seperti biasanya dan tidak akan ada yang berubah dalam hidup kami, bahwa kakakku akan baik-baik saja, bahwa kami semua akan terus hidup sampai 100 tahun yang akan datang tanpa kekurangan apapun.

Kehidupan normal. Itulah yang paling kuinginkan. Tidak bisakah kami hidup secara normal? Perlukah nyawa dipertaruhkan hanya demi setumpuk dollar?

Kris tersenyum hangat. “Aku akan membantumu menyiapkan jagung.”

Mau tak mau aku ikut tersenyum. “Hmm.” Aku mengangguk.

Kehidupan normal…, mungkin aku tidak akan pernah bisa memilikinya. Besok kami akan pindah ke Korea, ke Seoul, kota kelahiran kami. Meski Hyun Seung tidak mengatakan apa alasan kami pindah ke sana, aku sudah tahu. Pasti ada suatu misi penting di sana. Selama 9 tahun ini sebisa mungkin kami selalu menghindari tinggal di Seoul, kota mimpi buruk bagiku. Kami tinggal di mana saja selain Seoul. Kami bahkan lebih sering tinggal di luar negeri daripada di Korea. Di Jepang, China, Thailand, Inggris, Meksiko, Perancis, Jerman, Belanda, Turki, dll. Sebisa mungkin kami menghindari kembali tinggal di Korea, apalagi di Seoul. Jadi, kali ini pasti ada satu misi yang benar-benar penting.

************

 

Seoul sudah banyak berubah. Sembilan tahun lalu, seingatku…. Seoul tidaklah se-padat saat ini, tidak se-ramai saat ini, tidak se-elegan saat ini, tidak se-gemerlap saat ini. Tapi tetap saja bagiku Seoul hanyalah mimpi buruk. Tempat di mana aku kehilangan orangtuaku. Tempat di mana untuk pertama kalinya aku menyaksikan pembunuhan secara langsung tepat di hadapan mataku. Tempat di mana aku menyadari bahwa hidupku berbeda dengan gadis se-usiaku lainnya.

Aku kuat, aku pintar, aku tidak kekurangan materi apapun, tapi aku tidak mungkin bisa berjalan-jalan dengan bebas di luar sana, di mall, di bisokop, di restoran, di taman bermain. Kris adalah “penjaga minimal” yang kakakku syaratkan bagiku bila aku hendak bepergian. Aku tahu musuh mengintai kami di mana-mana. Orang-orang yang ingin balas dendam, atau orang-orang yang ingin agar Hyun Seung masuk ke dalam geng mafia mereka, atau orang-orang yang menginginkan harta warisan orangtua kami.

Selama di perjalanan, tidak ada satupun yang mengajakku bicara. Mereka mengerti saat ini aku sedang tidak ingin mengatakan apapun. Bahkan si bawel Sehun dan Tao pun hanya terdiam dan menatapku dengan cemas.

Kami tiba di sebuah apartemen mewah di pusat kota. Ada 4 kamar tidur. Tao, Sehun, dan Kai langsung berebut kamar.

“Yah! Kamar yang di sana untuk Hyun Mi!” seru Hyun Seung kesal sambil berlari mengejar ketiga pembuat onar.

Aku hanya geleng-geleng kepala. Kris membantuku mengangkat koper dan membereskan barang-barang. Aku masih bisa mendengar teriakan kakakku, Tao, Kai, dan Sehun. Kali ini mereka ribut memutuskan akan memesan apa untuk makan malam.

“Pizza. Pizza. Pizza! Aku mau pizza, hyuuung!” rengek Tao sambil menghentak-hentakkan kakinya.

“Chicken! Tentu saja harus chicken, hyung!” Kai menampakkan aegyo pada kakakku, lalu langsung menatap Tao dengan kesal sambil berkacak pinggang.

“Bibimbap, tteokpoki, ramyun, kimbab, kimchee, samgyupsal…” cerocos Sehun. “Aduh!”

“YAH!” Kakakku memukul kepala ketiga pembuat onar itu sambil berlari mengejar mereka.

Aku dan Kris hanya tertawa melihat tingkah konyol mereka. Sungguh, aku menyukai saat-saat kami seperti ini. Saat-saat dimana aku melihat kakakku, Kris, Kai, Tao, dan Sehun sebagai orang “normal”, berbicara normal tanpa perlu membahas misi. Berpakaian normal, tanpa perlu menyembunyikan pistol dan pisau tajam di balik pakaian mereka. Tertawa normal, tanpa perlu mengkhawatirkan siapa yang belum pulang dari misi ke tempat tinggal kami dengan selamat.

Rupanya Kris menyadari desahan nafas panjangku sejak tadi. “Mau jalan-jalan?” tanyanya.

Sebelum aku sempat menjawab, Kris sudah bertanya pada kakakku. “Hyung, mobilnya ada di basement? Aku dan Hyun Mi akan membeli makanan.”

Kakakku melemparkan kunci mobil yang langsung ditangkap oleh Kris dengan mudah. Melalui “jaringan”-nya, kakakku sudah menyiapkan segala kebutuhan kami, termasuk apartemen ini dan mobil untuk kami pakai selama kami berada di sini.

“Pizza!”

“Chicken!”

“Tteokpoki!”

Tao, Kai, dan Sehun berbicara bersamaan. Kris menatap mereka dengan tajam. “Kami akan membeli apa yang kami inginkan. Kalau kalian tidak mau, tidak usah makan!” Kris menyeringai.

“Yaaaah…, hyung! Licik sekali!”

“Aku mau pizzaaaaa….”

“Hyuuuuuung….”

“Ck…ck…ck…, cepat bereskan baju kalian di lemari!” perintah Hyun Seung pada ketiga pembuat onar.

“Hati-hati.” Hyun Seung menepuk-nepuk pundak Kris dan menatapnya dengan intens selama beberapa detik, lalu memelukku dengan sangat erat sambil membelai kepalaku. Selalu seperti ini, setiap kali aku pergi keluar dari tempat tinggal kami, Hyun Seung selalu bersikap seolah ini adalah pertemuan terakhirku dengannya. Seolah aku akan memasuki medan perang. Padahal dia sendiri sering sekali pergi untuk melakukan misi-misi berbahaya, dan bahkan aku tidak tahu kapan dia akan pulang dan apakah dia akan tetap hidup!

************

 

Seandainya aku bukanlah aku yang sekarang, maka pasti sore hari yang indah di musim gugur ini akan terasa membahagiakan. Semilir angin lembut yang membawa kedamaian, genggaman tangan Kris yang hangat di jemariku, suara klakson mobil yang memekakan telinga, papan-papan billboard yang menampakkan idola-idola yang tersenyum menawan. Semua hal normal itu akan membuatku bahagia.

Mungkin… harusnya aku merasa bahagia. Tapi pada kenyataannya, aku terus memikirkan berbagai macam hal yang membuat kebahagiaan itu memudar. Kenapa harus Seoul? Kenapa tiba-tiba? Apakah ada hubungannya dengan pengkhianat itu? Si pembunuh keji yang telah membuatku menjadi yatim piatu dan membuat Hyun Seung Oppa menjadi kepala keluarga di saat umurnya masih sangat muda? Ataukah ada alasan lain? Apakah berbahaya?

Tentu saja berbahaya. Tidak ada misi yang tidak berbahaya. Jangan bodoh, Jang Hyun Mi!

Selama berbelanja di mall, tak pernah sekalipun Kris melepaskan genggaman tangannya dariku. Tak pernah sekalipun dia melepaskan pandangannya dariku, mengawasiku, menjagaku. Dia bahkan menatap beberapa orang pria dengan tatapan dingin dan mengerikan ketika pria-pria itu hanya menatapku sekilas.

Tapi bukan inilah yang kuinginkan dari Kris. Sering sekali aku berharap diantara tatapan tajam tapi lembutnya untukku itu, Kris menatapku dengan berbeda, dengan pandangan yang hanya ia berikan untukku, seperti bagaimana cara Adam menatap Hawa.

Aku berharap, jemari Kris yang panjang dan hangat bertaut di jemariku, menuntunku, menjagaku, bukan karena ia harus melakukannya. Bukan karena ia harus menjagaku karena aku adalah adik Hyun Seung, bukan pula karena aku adalah anak dari pria yang telah menyelamatkan hidup Kris saat Kris masih balita. Tapi karena itu adalah hal yang paling tepat untuk dilakukan. Karena itu adalah hal paling alami untuk dilakukan. Karena di sinilah tempatnya, di antara jemariku, berada di sampingku, melengkapiku.

Mungkin aku terlalu banyak mengkhayal. Mungkin hanya akulah yang menginginkan semua itu, tapi Kris tidak. Selama 20 tahun, Kris selalu ada di sampingku seperti ini, tapi hanya sebagai penjagaku, tidak lebih.

Meskipun sikapnya terkadang membuatku bingung. Meskipun terkadang ia bersikap bukan layaknya sebagai seorang pengawal, meski terkadang aku merasa ia juga sepertinya merasakan perasaan yang sama denganku, tapi hubungan kami selalu platonik.

Mungkin dia memang tidak menginginkanku seperti aku menginginkannya. Mungkin dia memang tidak mencintaiku seperti caraku mencintainya. Mungkin sejak dulu dia memang hanya memandangku sebagai seorang adik.

Aku menghela nafas panjang lagi, entah untuk yang keberapa kalinya. Kris mengeratkan genggaman tangannya di jemariku. “Kau kedinginan?” tanyanya dengan nada cemas. Aku hanya menatapnya tanpa mengatakan apapun. Kuharap dia mencemaskanku bukan karena tanggung jawab yang ia pikul sebagai penjagaku. Kuharap ia sungguh-sungguh mencemaskanku. Aku menggeleng.

Kris merangkulkan sebelah lengannya di pundakku. “Kau ingin makan apa?”

“Pizza, chicken, tteokpoki.”

“Yah! Itu semua kan hanya pesanan para pembuat onar.”

Aku mengangkat bahu. “Kita beli itu saja. Aku tidak bernafsu makan.” Aku berjalan dengan cepat ke restoran pizza dan memesan 3 buah loyang besar pizza untuk dibawa pulang.

“Mau pesan cream soup?” tanya Kris ketika kami duduk menunggu pesanan pizza kami.

Aku menggeleng pelan sambil menatap ke arah lain selain mata Kris. Beberapa meja dari kami, terlihat 4 orang remaja se-usia kami yang makan sambil mengetik sesuatu di laptop, membahas mengenai dosen dan tugas-tugas kuliah. Dua meja di samping kiriku, sepasang kekasih terlihat mengobrol dengan intens sambil saling menyuapkan ice cream. Tiga meja di belakang Kris, serombongan eksekutif muda tampak bersemangat membahas pekerjaan mereka di kantor hari ini.

Aku mendesah. Seperti apakah kehidupan kami bila kami memilih jalan lain? Seperti apa rasanya menjalani setiap hari tanpa perlu mencemaskan akan kehilangan nyawa kakakku dan sahabat-sahabatku setiap kali mereka pergi untuk menjalankan misi?

“Kris, seandainya kita tidak terlahir seperti sekarang ini, kau ingin menjadi apa? Dokter? Pengacara? Professor? Pengusaha?” tanyaku.

Kris menatapku bingung karena pertanyaanku yang tiba-tiba itu. Aku balas menatapnya, menunggu jawaban. Tapi Kris hanya terus menatapku dalam diam, seolah ia kini tengah berdebat dengan dirinya sendiri untuk menyuarakan pikirannya atau tidak.

“Aku….tidak tahu.” Ujar Kris singkat dengan husky voice-nya yang khas. Dia masih menatapku lekat-lekat. “Kurasa…, aku akan tetap bersamamu. Menjagamu seperti ini.”

Aku mendengus. Menjadi pengawalku? Hanya itukah yang kau inginkan, Kris? Aku memalingkan mataku, menatap keluar melalui kaca besar di samping kananku, menatap orang-orang yang berlalu lalang sambil membawa kantung-kantung plastik belanjaan, tertawa-tawa, mengobrol, seolah tidak mencemaskan apapun.

Kuharap hidup kami normal. Kuharap aku tidak bertemu Kris dengan cara seperti ini. Kuharap Kris tidak memiliki hutang budi pada ayahku dan keluargaku. Kuharap kami hanyalah orang asing yang tidak saling mengenal pada awalnya, lalu kemudian bertemu karena takdir, dan dia selalu berada di sampingku untuk menjagaku karena dia mencintaiku, bukan karena itu adalah kewajibannya sebagai penjagaku.

Kurasa…… aku memang terlalu banyak berkhayal.

*****************

 

Sudah satu minggu kami tinggal di Seoul. Hyun Seung sering sekali pulang sangat larut, menjelang fajar. Begitupula dengan Kris dan Kai. Sehun dan Tao akan pergi saat hari masih terang dan pulang sebelum matahari terbenam. Sementara aku, seperti biasa terkurung di rumah, memasak, membuat syal untuk kakakku dan sahabat-sahabatku, menggambar di buku sketsa-ku. Sama seperti kakakku, aku juga sudah menganggap mereka sebagai saudaraku sendiri. Kecuali Kris tentu saja. Aku menginginkannya lebih dari seorang saudara.

Biasanya ketika semua orang pergi melakukan misi atau hanya sekedar memata-matai target mereka, setidaknya Tao akan tinggal di rumah menemaniku dan baru pergi ketika Sehun pulang sekolah. Sehun masih sekolah, dan sebentar lagi dia akan lulus. Kakakku selalu mengutamakan pendidikan kami, meskipun ia sendiri berhenti sekolah ketika SMP.

Tapi hari ini semua orang harus pergi. Kakakku belum pulang sejak dua hari yang lalu. Kris meyakinkanku bahwa kakakku baik-baik saja, meski aku sendiri tidak yakin, tapi aku berusaha untuk mempercayainya. Tao tidak bisa menjagaku di apartemen sampai Sehun pulang. Dia harus melakukan tugas yang berbeda dari Kai dan Kris.

“Aku bisa tinggal sendiri!” tegasku pada Kris.

Kris menggeleng. “Tidak.” Katanya dengan tegas.

“Aku bisa bolos sekolah, hyung! Hehehe.” Sehun mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil nyengir lebar, mendapat kesempatan untuk kabur dari sekolah yang sangat tidak disukainya. Kakakku akan marah besar bila tahu Sehun tidak sekolah.

Kris menatap Sehun dan aku bergantian. “Kau ikut Sehun ke sekolah. Sehun, jaga Hyun Mi.”

“Apa?” aku tak percaya Kris menyuruhku pergi ke sekolah bersama Sehun! Lalu apa? Menunggu Sehun selesai sekolah dengan duduk di taman atau di lapang, di mana Sehun masih bisa mengawasiku dari dalam kelasnya? Demi Tuhan! Aku bukan anak kecil yang harus mengikuti kakaknya pergi ke sekolah dan menunggu sampai kakaknya pulang.

“Jangan konyol, Kris!” dengusku.

Tapi Kris mengabaikanku. Dia berlari melesat ke kamarku, lalu keluar sambil membawa mantel biru-ku, syal, dan sarung tangan. Aku menepis tangannya dengan kasar saat dia berusaha memakaikan mantel dan syal ke tubuhku. Aku meraih mantel, syal, dan sarung tangan itu darinya, lalu segera menggandeng lengan Sehun. “Ayo.” Kataku dengan nada dingin. Aku menyeret Sehun keluar dari apartemen lalu membanting pintu dengan keras di hadapan wajah Kris.

“Nuna, kau tahu kan Kris hyung memang berlebihan, tapi semua ini demi keselamatanmu.” Kata Sehun ketika kami berjalan menuju halte bus.

Aku mendengus keras. “Aku menguasai judo dan karate. Aku bisa menjaga diriku sendiri.”

Sehun tidak membalas kata-kataku. Dia hanya terus berjalan sambil terus menatapku dari samping.

Sekolah Sehun tidak jauh dari apartemen kami. Naik bus 15 menit, kami sudah sampai di depan gedung sekolah vintage bertingkat yang terlihat eksklusif. Aku masih tidak mengerti mengapa kakakku selalu memasukkan kami ke sekolah-sekolah elite padahal kami sering berpindah-pindah tempat tinggal.

Mungkin baru sekarang aku menyesali keputusanku mengapa dulu aku menolak tawaran kakakku untuk melanjutkan kuliah. Dulu aku menolaknya karena syarat yang diajukan kakakku terlalu berlebihan. Kris harus ikut kuliah di jurusan apapun yang kupilih dan mengikutiku sepanjang hari. Sangat berlebihan! Aku tidak mau Kris mengorbankan waktunya untuk mengikutiku dan melakukan hal-hal yang tidak ia inginkan hanya demi syarat konyol yang diajukan oleh kakakku bila aku memutuskan untuk kuliah.

“Nuna, kau tunggulah di kedai ramyun ini. Aku bisa melihatmu dari dalam kelasku di sana.” Sehun menunjuk sebuah ruangan di lantai 4. Di sebrang gerbang sekolah terdapat sebuah kedai ramyun yang baru saja buka. Aku hanya mengangguk singkat. Sehun tersenyum lalu memelukku sekilas sebelum pergi menyebrang jalan dan masuk melewati gerbang sekolah.

Aku masuk ke dalam kedai ramyun dengan langkah gontai. “Selamat datang….” Seru pelayan dengan ramah dan bersemangat. Aku duduk di kursi paling ujung. Pelayan menyerahkan buku menu, tapi selama 2 jam ke depan aku sama sekali tidak menyentuh buku itu. Pandanganku kosong. Aku mulai merasa bosan.

“Maaf Nona, apakah sekarang Anda sudah mau pesan?” tanya pelayan ketika aku sudah berada di kedai selama 3 jam tapi belum memesan apapun. Aku menggelengkan kepalaku, bangkit berdiri, lalu menyerahkan beberapa lembar won pada pelayan yang hanya menatapku dengan heran sekaligus takjub tersebut. Mungkin dia berpikir aku orang stress yang menghabiskan waktu dan uangku hanya untuk duduk di kedai ramyun ini tanpa memesan apapun.

Aku menatap langit. Mendung. Awan-awan gelap berarak, membawa aroma hujan yang akan turun sebentar lagi. Masih 4 jam lagi sampai Sehun pulang sekolah. Aku menatap gedung sekolah Sehun yang hanya berjarak beberapa meter dari tempatku berdiri. Aku yakin Sehun bisa melihatku. Aku mengeluarkan ponselku dari dalam saku mantel dan mulai mengetik message untuk Sehun.

Aku akan membeli bubble tea. Tidak jauh dari sini banyak berbagai restoran dan kedai bubble tea yang enak kan? Aku akan menunggumu di sana dan membelikanmu choco bubble tea yang sangat kau suka. ^^.

Aku menunggu balasan Sehun. Kurang dari 1 menit, sudah ada balasan : Oke, aku mau 4 cup! Hehehe. Hati-hati ya Nuna. Aku mempercayaimu. Langsung telepon aku kalau ada apa-apa. ~^^

Aku melambaikan tanganku, meski aku tidak bisa melihat Sehun, tapi mungkin Sehun bisa melihatku dari dalam kelasnya di lantai 4.

Aku berjalan sambil merapatkan syal di sekeliling leherku. Angin musim gugur di Seoul terasa jauh lebih dingin dibandingkan di Chiba. Kiri dan kananku dipenuhi pertokoan dan gedung perkantoran. Saat di bus tadi, aku melihat sebuah kedai bubble tea tak jauh dari sekolah Sehun.

Mudah saja bagiku untuk “kabur” sesaat dari penjagaan Sehun, Tao, dan Kai. Sehun lemah terhadap bubble tea. Tao lemah terhadap shopping. Sementara Kai lemah terhadap makanan apapun yang berbahan dasar ayam. Sangat mudah membujuk mereka untuk melepaskan penjagaan mereka sejenak saja, agar aku bisa berjalan-jalan sendiri, menikmati kebebasanku.

Aku tidak pernah mengira, dari sekian milyar detik yang telah kuhabiskan untuk berandai-andai bagaimana rasanya memiliki kehidupan normal, hal itu akan diawali semenjak hari ini.

Aku tidak tahu mengapa saat ini takdir menginginkan agar kami bertemu. Aku percaya ada 2 alasan mengapa kita ditakdirkan untuk bertemu dengan seseorang. Seseorang itu tentu saja akan berpengaruh dalam hidup kita, tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, kita bertemu dengan seseorang karena memang sudah ditakdirkan demikian, hanya saja…..entah apa pengaruhnya orang itu dalam hidup kita. Apa peran orang itu dalam hidup kita. Apakah dia akan membawa kebaikan bagi kita, ataukah keburukan?

Hujan tiba-tiba saja mengguyur bumi dengan deras dan tanpa ampun, tak peduli bahwa banyak sekali saat ini orang yang tidak membawa payung atau tidak memiliki tempat berteduh. Aku berlari ke depan sebuah bangunan bergambar anjing dan kucing. Ikut berteduh di sana. Bangunan dengan plang bertuliskan Dokter Hewan tersebut tutup. Gantungan “closed” terpampang di pintu kacanya.

Aku menggosok-gosok lengan mantelku yang basah dan mengibas-ngibaskan rambutku agar cepat kering. Uap putih mengepul saat aku menghembuskan nafas dari mulutku. Aku menggosok-gosok lenganku lebih cepat, berusaha mengusir rasa dingin. Aku memandang sekelilingku. Hanya ada bangunan-bangunan perkantoran di sini. Seharusnya hujan turun saat aku sudah tiba di deretan rumah makan agar aku tidak berdiri kedinginan di luar seperti ini!

Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil berhenti tepat di depanku. Seorang pria ber-jas putih keluar sambil memeluk seekor kucing Persia putih yang ia lindungi dengan jas-nya. Pria itu berlari dan berhenti di depanku, tampak terkejut melihatku.

Rupanya pria itu bekerja di klinik hewan ini. Mungkin saja dia pemilik klinik, atau dokter hewan, atau resepsionist. Aku tidak peduli. Aku terus menatap langit abu-abu ketika pria itu memasukkan kunci dan membuka pintu klinik lebar-lebar. “Kau mau menunggu di dalam? Di luar sangat dingin.” Pria ber-jas putih yang memeluk kucing tersebut tersenyum ramah padaku. Matanya memancarkan kebaikan. Sepertinya dia bukan orang jahat. “Namaku Kim Jun Myeon, tapi aku biasa dipanggil Suho. Aku pemilik klinik ini dan sekaligus salah satu dokter hewan di sini. Seharusnya hari ini klinik libur, tapi Snowy sakit dan di rumahku obat untuknya habis.” Pria itu mengelus-elus kucingnya dengan penuh sayang.

Aku tidak tahu apa yang membuatku mempercayai pria bernama Suho itu dengan mudah. Mungkin karena sorot matanya yang ramah, senyumnya yang menenangkan, atau aroma persahabatan yang ia tawarkan.

Hari itu aku tidak tahu bahwa pria itu akan berpengaruh besar dalam kehidupanku di masa yang akan datang. Mungkin saja takdir memang menginginkan kami bertemu, tapi mempercayainya mungkin hanyalah kebodohanku.

***************

 

Dua minggu telah berlalu sejak aku bertemu dengan Suho. Tidak ada yang berubah banyak dalam hidupku, kecuali fakta bahwa saat ini ada seseorang selain kakakku dan sahabat-sahabatku yang memperhatikanku.

Aku tidak pernah mengira Suho akan datang ke apartemenku dengan berani untuk menemui kakakku dan sahabat-sahabatku, memperkenalkan dirinya, menceritakan tentang dirinya, latar belakangnya, cita-cita dan impiannya, dan apa yang ia pikirkan tentangku secara langsung kepada kakak kandungku sendiri!

Selama dua minggu aku mengenalnya, aku sudah cukup tahu banyak hal tentangnya, dan dia pun ternyata bisa dengan mudah membuatku mempercayainya untuk bercerita banyak hal tentangku.

Suho memiliki kehidupan yang ia cintai, memiliki banyak teman, sekolah di sekolah dan kampus impiannya, menjadi dokter hewan seperti yang selalu ia cita-citakan. Tapi dia tidak memiliki keluarga yang ia cintai ataupun yang mencintainya. Ayah dan ibunya sudah bercerai semenjak ia sekolah dasar. Ayahnya menikah lagi dengan seorang model dan kini tinggal di Prague. Sementara ibunya menikah lagi dengan seorang pengusaha elektronik dan kini tinggal di Hongkong.

Sungguh ironis. Aku mencintai keluargaku dan dikelilingi oleh keluarga dan sahabat yang mencintaiku, tapi aku membenci hidupku. Kurasa…Tuhan memang cukup adil.

Aku sangat terkejut, ketika di minggu ke-4 setelah aku mengenal Suho, Suho meminta izin kakakku agar ia bisa mengencaniku. Kakakku, sudah bisa dibayangkan, bukanlah orang yang mudah mempercayai orang lain. Tapi anehnya, Suho sanggup membuat dinding keraguan dan kecurigaan kakakku terhadapnya mengikis sedikit demi sedikit.

Entah sejak kapan kakakku menjadi akrab dengan Suho. Entah sejak kapan Suho mulai terbiasa datang ke apartemen kami, makan bersama kami, dan pulang larut malam setelah bertanding kartu bersama kakakku dan Kai bila mereka sedang ada di apartemen.

Suho tahu siapa kami. Bagaimana kehidupan kami. Bagaimana keras dan dinginnya kehidupan kami. Bagaimana mengerikannya keluarga kami. Tapi ia tetap berada di sini bersama kami. Mungkin itulah salah satu alasan mengapa kakakku luluh padanya. Biasanya, orang-orang akan ketakutan begitu mengetahui identitas kami yang sebenarnya. Tidak akan ada orang normal yang mau makan di meja yang sama dengan seorang pembunuh bayaran, mafia, orang-orang yang hidup dalam bayangan gelap.

Aku tahu kakakku menyelidiki Suho dengan detail, dan aku juga tahu dia tidak menemukan kecacatan apapun dalam diri Suho. Suho orang baik-baik. Dia bukan mata-mata, bukan musuh, bukan orang yang mau membalas dendam, bukan orang yang ada kaitannya dengan orang-orang di masa lalu kami, bukan orang yang mengejar harta kami.

Suho hanyalah seorang dokter hewan baik hati yang menawarkan masa depan untukku. Kehidupan normal untukku.

“Aku akan memberikan semua yang terbaik untukmu, Hyun Mi. Apapun yang kau inginkan. Kumohon, izinkan aku mencintaimu. Mungkin memang bukan sekarang, tapi suatu hari nanti…. Kau juga pasti akan balas mencintaiku. Menikahlah denganku, Jang Hyun Mi.”

Semenjak Suho mengatakan kalimat tersebut, aku selalu terjaga dari tidurku setiap malam. Terbangun dari mimpi-mimpi aneh, dimana dalam mimpi tersebut aku berlari dan terus berlari dalam ruangan gelap dan berliku, dalam sebuah labirin yang tak berujung.

Suho menawarkan kehidupan normal bagiku. Masa depanku bersamanya. Aku bisa membayangkan….di masa depan nanti….aku akan ikut mengurus hewan-hewan di kliniknya, karena aku juga suka hewan, terutama anjing. Aku akan memasak makanan untuk Suho. Kami akan jalan-jalan di akhir pekan tanpa perlu mencemaskan musuh ataupun mata-mata yang mengintai. Setiap malam aku akan tidur dengan nyenyak dalam dekapannya tanpa perlu khawatir akan ada yang datang tengah malam atau menjelang fajar dengan tubuh dan wajah penuh luka tusukan atau luka tembakkan yang harus ku-obati. Kami akan tinggal di sebuah rumah yang sederhana namun nyaman. Kami akan menetap di sana dalam waktu yang sangat lama, tidak perlu berpindah-pindah kota apalagi negara hanya untuk menghindari kecurigaan polisi.

Tapi dalam bayanganku, orang yang mendekapku setiap malam, yang berjalan bersamaku setiap akhir pekan bukanlah Suho melainkan Kris. Aku menginginkan kehidupan seperti itu bersama Kris, bukan dengan Suho. Suho memang menawarkan masa depan yang menjanjikan untukku, tapi aku tidak pernah menginginkannya ada di dalam masa depanku seperti itu. Kris-lah yang seharusnya berada di posisi itu.

Tapi seperti sudah kukatakan sebelumnya. Mungkin hanya akulah yang berpikir demikian. Mungkin hanya akulah yang menginginkan Kris berada di dalam masa depanku, sementara mungkin saja jauh di dalam lubuk hatinya, Kris sangat menginginkanku agar segera pergi jauh darinya. Agar ia terbebas dari tugasnya sebagai penjagaku, agar ia mendapatkan kehidupannya yang bebas tanpa aku harus membebaninya seperti yang selama 20 tahun ini kulakukan.

Kris tidak pernah membahas Suho. Setiap kali Suho datang ke apartemen kami pun, Kris hanya akan mengabaikannya. Ia bukan orang yang mudah akrab dengan orang lain. Ia juga tidak mudah dibuat terpesona dan dibujuk. Tidak seperti Kai, Tao, dan Sehun. Sudah bisa ditebak hal-hal apa saja yang sanggup membuat ketiga pembuat onar itu merasa senang. Setiap kali Suho datang, ketiga orang itu akan meminta oleh-oleh. Aku sempat merasa sangat kesal karena Tao memanfaatkan Suho untuk membelikannya tas-tas Gucci favoritnya.

Sekarang sudah hampir tiga bulan kami tinggal di Seoul. Biasanya, paling lama kami akan tinggal di tempat yang sama selama 4 atau 5 bulan. Aku menduga, misi yang dilakukan oleh kakakku saat ini sangatlah berat. Aku tahu, bila aku menerima tawaran Suho, maka aku akan meninggalkan kakakku dan sahabat-sahabatku ini. Aku akan keluar dari kehidupan mereka. Tapi bila aku pergi…siapa yang akan mengobati mereka bila mereka terluka? Siapa yang akan memasak makanan untuk mereka? Tapi bila aku tidak ada…., maka tugas mereka akan menjadi lebih ringan. Mereka bisa pergi kapanpun. Mereka tidak perlu menjagaku dan mengkhawatirkanku.

Semalam aku berbicara panjang lebar dengan kakakku. Aku masih belum memberikan jawaban pada Suho, dan kakakku bertanya apa jawaban yang akan kuberikan pada Suho. Apa yang kuinginkan. Aku menjawab, “Aku ingin hidup normal, Oppa. Bersamamu. Bersama Kris, Kai, Tao dan Sehun. Aku ingin kita memiliki pekerjaan normal, hidup dengan biasa. Meskipun tidak akan ada lemari-lemari penuh tumpukkan dollar di dalamnya, meski kita harus tinggal di tempat yang kecil. Aku hanya ingin hidup normal. Aku tidak ingin lagi melihatmu pulang dengan tubuh penuh luka, Oppa.”

Selama sekian menit, Hyun Seung hanya menatapku. Berbagai emosi berkelebat di matanya yang gelap. Emosi terakhir yang terlintas di matanya adalah rasa takut. Perlahan aku mengulurkan tanganku dan membelai rambut abu-abunya yang kini sudah memanjang. Tanganku bergerak ke pelipisnya, ke wajahnya. Menelusuri bekas luka di sepanjang dahinya, menyentuh kedua pipinya yang tirus, kurus. Aku merindukan sosok Oppa-ku yang terlihat chubby dan menggemaskan. Aku kehilangan sorot matanya yang memancarkan keceriaan semenjak keceriaan itu direnggut dari kami 9 tahun yang lalu.

“Oppa, tidakkah kau ingin hidup dengan normal?” bisikku.

Hyun Seung memalingkan wajahnya, berdiri, meraih rokok di meja, menyalakan pemantik api. Kepulan asap putih mulai memenuhi kamarku. Hyun Seung bersandar di jendela, menatap keluar dengan sorot mata penuh pertimbangan. Aku mendekatinya dan meletakkan sebelah tanganku di pundaknya.

Hyun Seung menoleh dan menatapku dalam-dalam. “Ini adalah hidup normal bagiku, Hyun Mi. Aku tidak akan mengekangmu seperti yang ayah kita lakukan. Jangan mengkhawatirkanku ataupun yang lain. Suho orang yang baik. Aku sudah menyelidiki secara detail tentangnya. Mungkin dia hanya satu dari sejuta orang di dunia ini yang bisa menerima semua hal tentang keluarga kita. Pergilah, Jang Hyun Mi. Satu pesanku…., hiduplah dengan bahagia.”

Meskipun kakakku sudah memberiku izin, tapi aku belum memutuskan apapun. Kris belum mengatakan apapun tentang hal ini. Karena itulah, sore ini, ketika semua orang sedang pergi melakukan misi, aku mendekati Kris yang sedang duduk di sofa sambil melukis di buku sketsa-nya. Kris sama sepertiku, suka melukis. Dulu kami sering memperlihatkan lukisan kami dan saling mengomentari lukisan kami. Tapi entah sejak kapan, Kris tidak mau lagi menunjukkan lukisan-lukisannya padaku.

Aku duduk di samping Kris sambil terus mengamati sosoknya dari samping. Kris sama sekali tidak terpengaruh dengan kehadiranku. Dahinya berkerut dalam-dalam, tangannya lincah menggambar entah apa di sketsa-nya.

Aku ingin tahu apa pendapat Kris tentang lamaran Suho. Haruskah aku menerimanya? Aku sangat ingin Kris memberitahuku agar aku menolak Suho, agar aku selalu ada di samping Kris selamanya. Tapi apa yang sebenarnya Kris inginkan? Tidakkah dia merasakan sedikit saja perasaan cemburu di hatinya? Tidak pernahkah sedetikpun selama 20 tahun kami hidup bersama, ia merasakan perasaan spesial untukku? Apakah aku hanya benar-benar dianggap saudara olehnya?

Aku menyandarkan kepalaku di bahu Kris. Tubuh Kris menegang selama sesaat, lalu rileks kembali. Aku memejamkan mataku, merasakan dan mendengarkan debaran jantung kami yang se-irama. Mengapa detak jantung kami bisa seirama sementara perasaan kami tidak? Selama 20 tahun ini, aku sudah merasa sering menunjukkan tanda-tanda pada Kris bahwa aku mencintainya lebih daripada sahabat dan saudara. Tapi selama 20 tahun ini Kris tidak pernah menanggapiku. Sudah kubilang, hubungan kami platonik. Lalu mengapa jantungnya berdebar keras seperti ini? Lalu mengapa aku selalu mendapat firasat bahwa Kris juga mencintaiku seperti aku mencintainya, meskipun ia tidak pernah mengatakannya?

Tapi terkadang aku sadar, mungkin semua itu hanyalah imajinasiku. Bila Kris mencintaiku, ia tidak akan mengabaikanku. Ia tidak akan membiarkanku berlari ke pelukan pria lain. Ia akan menahanku dan memohonku untuk tetap tinggal di sisinya.

Tapi apa yang Kris lakukan sekarang ketika ia tahu ada pria lain yang menginginkan aku menjadi istrinya? Kris hanya terdiam. Tidak peduli. Seolah tidak penting apakah aku akan tetap tinggal di sini bersamanya ataukah pindah bersama pria lain dan pergi jauh, menghilang dari hadapan Kris selamanya.

“Kuharap aku bisa membaca pikiran.” Gumamku pelan.

Kris berhenti melukis. Ia meletakkan buku dan pensilnya di meja, lalu menoleh menatapku. Aku membuka mataku dan menatap kedua bola mata cokelat karamel Kris yang jernih dan menenangkan. Aku bisa merasakan nafasnya yang segar di wajahku. Aku bisa mencium aroma tubuhnya yang membuat perasaanku damai.

Detik ini juga, aku berharap Kris merengkuhku ke dalam pelukannya dan berbisik di telingaku bahwa ia sangat mencintaiku dan ia ingin aku tetap tinggal bersamanya. Tapi semua itu hanyalah khayalanku.

Kris tersenyum. “Kau terlalu banyak menonton film fantasy ya?”

Aku memukul lengannya. Hancur sudah moment romantis yang tadi sempat kubayangkan di dalam kepalaku. Aku menghela nafas panjang berkali-kali. Mungkin inilah jawaban Kris. Tapi…,  bisakah ini disebut sebagai jawaban? Aku belum pernah bertanya padanya. Aku juga belum pernah memberitahunya bahwa aku mencintainya.

Kris menyalakan TV. Tangannya sibuk memencet remote, mencari-cari acara yang bagus. Ini adalah kesempatan terakhirku. Aku sudah membangun dan mengumpulkan keberanian di dalam hatiku untuk mengatakan hal ini. Aku harus mengatakannya!

Aku merebut remote TV di tangan Kris dan memencet tombol off. Kris menatapku dengan bingung. Aku terus menatapnya dengan tegar. “Kris, apakah aku harus menikah dengan Suho?”

Pandangan mata Kris mengeras, lalu sedetik kemudian kedua mata karamel itu melembut. “Kau merasa ragu dan takut apakah Suho adalah orang yang tepat untukmu?”

Aku menggeleng dengan sedih. Kris tidak mengerti! Dia selamanya tidak pernah mengerti!

Kris meraih kedua tanganku dan menggenggamnya. “Kau….tidak perlu merasa takut, Hyun Mi~ya. Aku akan selalu menjagamu. Kau ingat? Aku adalah bayanganmu. Kau tidak selalu bisa melihatku, tapi aku selalu bisa melihatmu. Berbahagialah, Hyun Mi, dimanapun kau beradaIkutilah apa kata hatimu, aku akan selalu mendukungmu. Aku akan selalu menjadi bayanganmu.”

Dadaku terasa sesak dan berat. Aku memejamkan mataku dan memerintahkan kantung air mataku untuk bertahan sebentar lagi. Aku tidak ingin menangis di hadapan Kris!

“Aku tidak ingin kau hanya menjadi bayanganku, Kris. Jangan mengikutiku lagi, berdirilah di sampingku sebagai Kris, bukan sebagai bayanganku. Jangan melindungiku lagi hanya karena kau harus melindungiku, tapi karena kau menginginkannya. Berhentilah menjadi bayanganku, Wu Yi Fan!”

Aku gagal. Air mataku mengkhianatiku. Air mataku mengalir dengan deras di pipiku.

“Hyun Mi~ya….” Kris mengulurkan tangannya tapi aku menepisnya.

“Apakah kau idiot? Apakah kau tidak bisa mengerti semua perhatian yang kuberikan padamu selama ini? Hanya padamu, Kris! Apakah kau buta? Haruskah aku mengatakannya secara langsung?”

“Hyun Mi~ya….jangan…” Kris memohon sambil menggelengkan kepalanya lemah. Ia menatapku seolah-olah ia sangat tersiksa.

Aku menyeringai. “Kau merasa terbebani? Itukah alasannya? Baik! Aku akan pergi, Wu Yi Fan! Aku akan menikah dengan Suho, meskipun seumur hidupku aku hanya mencintaimu!” jeritku sambil berurai air mata. Aku segera bangkit dan berlari ke kamarku, mengunci pintu lalu berbaring menelungkup di tempat tidur sambil menangis.

Biarlah, yang penting aku sudah mengatakannya. Sekarang aku mengerti bagaimana perasaan Kris padaku. Dia bahkan tidak ingin mendengar kata-kata “Aku mencintaimu, Kris.”, padahal selama ini dia tahu perasaanku padanya. Mungkin memang benar, aku hanyalah beban baginya. Mungkin selamanya dia memang hanya ingin menjadi bayanganku. Dia tidaklah nyata. Dia hanya mengikutiku, tapi tidak ingin bersamaku. Menjagaku, tapi bukan karena keinginannya, hanya karena ia memang ditakdirkan untuk menjadi bayanganku.

***************

 

“Nuna, kau sungguh-sungguh akan menikah dengan pria itu dan pergi meninggalkan kami?” Kai, Tao, dan Sehun bertanya kompak. Wajah mereka terlihat sedih. Hari Sabtu siang ini, aku sengaja mengajak mereka jalan-jalan dan makan bersama di tempat-tempat makan favorit mereka.

Sudah 5 hari Kris tidak pulang. Hyun Seung Oppa baru saja pergi lagi 1 jam yang lalu setelah mengantar kami berempat ke mall untuk shopping dan makan.

Aku mengaduk-aduk ice cream-ku dengan lesu, lalu mengangkat wajahku dan pura-pura tersenyum senang pada mereka bertiga. “Hmm.” Aku mengangguk.

Mata Tao dan Sehun berkaca-kaca. Aku tertawa. “Yah! Jangan menangis! Wajah seram kalian tidak cocok untuk menangis di tempat umum seperti ini!”

“Hiks…” Tao benar-benar terisak. Kai menepuk-nepuk pundak Tao, tapi Tao malah menangis semakin keras. Kini Sehun juga jadi ikut-ikutan menangis sambil menjilati ice cream choco vanilla-nya.

Aku membenamkan wajahku di kedua telapak tanganku, merasa malu ketika orang-orang melihat ke arah kami.

“Aku tidak akan cepat-cepat pergi, Tao~yah, Sehun~nie. Akan ada pertunangan, persiapan pesta, dan lain-lain…..” aku mencoba menenangkan kedua pembuat onar itu. Kai nyengir lebar padaku. Syukurlah karena setidaknya ada satu orang pembuat onar yang berpikiran dewasa sekarang ini.

“Hiks…tapi….tapi….nuna tidak akan ikut pindah bersama kami kan? Nuna akan tinggal bersama Suho hyung setelah pertunangan kan? Hiks….” Tao menghapus air mata dengan punggung tangannya.

Aku menggeleng. “Aku tidak akan pergi. Aku baru akan pergi setelah…, menikah.” Aku menggigit bibirku. Kata-kata itu terasa asing di lidahku. Aku tidak percaya, aku akan menikah dengan pria yang tidak kucintai!

Jang Hyun Mi! Sadarlah! Aku memaki diriku sendiri dalam hatiku.

Menikah dengan pria yang mencintaimu lebih baik daripada menikah dengan pria yang kau cintai tapi tidak mencintaimu. Setidaknya…, hidupmu akan terjamin. Masa depanmu akan membahagiakan. Kau akan memiliki kehidupan normal seperti yang selama ini kau mimpikan.

Aku terus menasehati diriku sendiri dalam hati. Aku memakan ice cream banana oreo-ku dengan asal. Sama sekali tidak bisa merasakan kelezatannya, karena pikiranku kini tengah melayang, lebih tepatnya ke seorang sosok bernama Kris, yang kini entah berada di mana. Kenapa misi-nya kali ini begitu lama? Apakah dia sengaja tidak pulang untuk menghindariku?

*************

 

Kris baru pulang ke apartemen di hari ke-9 sejak aku menyatakan perasaanku padanya. Saat aku dan Sehun sedang membuat pudding, tiba-tiba saja Kris masuk dan tanpa mengatakan apapun ia langsung mengunci kamarnya.

“Aish! Kenapa dia mengunci kamar?” tukas Sehun kesal. “Yah! Hyung! Keluarkan ponselku!” Sehun menggedor-gedor kamarnya dan kamar Kris. Tao sekamar dengan Kai. Sementara kakakku dan aku punya kamar sendiri-sendiri.

Kris membuka pintu, menyerahkan ponsel Sehun, lalu kembali mengunci pintu kamarnya. Sehun terus mengomel sambil melihat ponselnya.

“Sehun~nie…” Aku mencolek lengannya. “Kris…, baik-baik saja? Dia tidak terluka?”

Sehun mengangguk. “Dia baik-baik saja, tapi sepertinya dia sedang bad mood! Nuna, bagaimana kalau pudding-nya pakai topping ice cream? Hehehe. Aku akan beli ice cream-nya!” Sehun menatapku dengan mata berbinar-binar.

Aku tertawa pelan lalu memberinya uang. “Jangan hanya membeli ice cream cokelat! Beli rasa lain juga. Strawberry, vanilla, greentea, taro, cappuccino….”

“Neeeee…. Neeeeee…..” Sehun menjulurkan lidahnya lalu segera berlari melesat keluar dari apartemen. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat sikap childish-nya. Di masa depan nanti, aku pasti akan merindukannya. Hhhh….,

Aku menatap pintu kamar Kris yang menutup selama beberapa detik, lalu mulai kembali fokus membuat pudding.

Ting tong…ting tong…..

Aku mengernyitkan keningku. Siapa yang membunyikan bel? Jangan-jangan Tao! Mungkin dia mau menjahiliku dan membuatku kesal.

Aku melihat lewat interkom. Tidak ada siapa-siapa. Tapi bel terus berbunyi. Jadi pasti orang yang membunyikan bel sedang berjongkok. Tak salah lagi! Pasti Tao! Beberapa hari lalu dia juga melakukan hal ini padaku. Membuatku kesal setengah mati!

Aku ingin mengabaikannya, tapi suara bel itu sangat berisik. Kris tiba-tiba saja keluar dari dalam kamarnya dan berjalan menuju pintu depan, mendekatiku. “Siapa?” tanyanya.

Aku mendengus. “Tao! Beberapa hari lalu dia juga melakukan ini. Dia berjongkok di bawah sana, jadi tidak terlihat.”

Kris menahan tanganku yang hendak membuka kunci. “Kau yakin?” tanyanya cemas.

Aku mengangguk, lalu membuka pintu. Tidak ada siapa-siapa. “Tao?” panggilku.

Aku terkesiap ketika tiba-tiba saja sebuah senapan panjang sudah terarah ke dahiku. Seorang pria ber-jas hitam menyeringai mengerikan. Aku ingat siapa pria ini! Bagaimana mungkin aku akan melupakan wajah pembunuh kedua orangtuaku!

Semuanya terjadi dengan sangat cepat, tepat ketika Kris hendak mengeluarkan pistol di balik kemeja-nya, pria ber-jas hitam itu mengarahkan senapan-nya ke dada Kris. Suara tembakkan dan erangan kesakitan menyadarkan lamunanku akan kejadian 9 tahun silam.

Tubuh Kris ambruk ke lantai. Darah mengalir deras membasahi lantai marmer di sekitar kami.

“KRIS! KRIS!” Aku membungkuk dan merengkuh kepala Kris ke atas pangkuanku. Kris terbatuk-batuk sambil mengerang, kemudian ia tak sadarkan diri. “Kris, bertahanlah!”

“HAHAHAHA….HAHAHAHA….” si penembak tertawa terbahak-bahak. Senapan panjangnya masih terarah ke kepalaku. Aku tidak peduli! Aku harus menyelamatkan Kris. Aku merogoh saku celanaku dan mengeluarkan ponsel. Aku harus menelepon ambulans! Ada telepon dari Suho, dalam sekejap mata si pembunuh menendang ponsel itu dari tanganku, membuat tanganku berdenyut sakit. Sepertinya tulang-tulang jariku patah.

Aku mendongak dan menatap si pengkhianat yang dulu merupakan salah satu orang kepercayaan ayahku tersebut. Si pembunuh yang membuatku menjadi yatim piatu.

“Kenapa kau datang kemari? Kau mau membunuhku? Kenapa kau tidak membunuhku saja 9 tahun yang lalu? Kenapa harus sekarang?” tanyaku dengan berani. Aku terus menekan luka tembak di dada Kris dengan tanganku, berusaha menghentikkan pendarahannya.

Pria psikopat itu malah tertawa semakin keras. Raut wajahnya terlihat mengerikan seperti iblis. “Dulu aku membiarkanmu hidup karena aku kasihan padamu, Nona kecil. Kau ingat? Kau pernah memberikan roti untukku saat umurmu masih 5 tahun, saat ayahmu menghukumku dan membuatku kelaparan. Saat itu kupikir….aah…, anak ini pernah sekali memberiku makan saat aku mau mati, maka aku akan membiarkannya hidup. Tapi sekarang….” Pria itu membungkukkan wajahnya dan menatapku dengan bengis.

“Kau mengusik kehidupanku, Nona kecil. Untuk apa kau mendekati anak tiriku? Kau menikahinya untuk balas dendam padaku? Untuk membunuhku?” Pria itu meludah ke lantai di sampingku. Ujung senapannya kini melekat di keningku.

“Apa maksudmu? Suho adalah anak tirimu?”

“Cih! Jangan pura-pura bodoh! Aku memang mengganti nama dan semua indentitas lamaku. Aku tidak menyangka kau bisa menemukanku dan merencanakan balas dendam melalui anak tiriku! Aku langsung terbang kemari dari Hongkong minggu lalu begitu anak sial itu memberitahuku tentang rencana pertunangan kalian. Aku mengawasimu dan anak buah bodohmu itu, siapa namanya? Toa? Tao? Aku mengikuti trik konyolnya, dan lihatlah aku sekarang! Hahahaha. Kurasa si pirang akan segera mati.”

“Keparat!” umpatku dengan penuh kebencian. Si pembunuh hanya tertawa-tawa seperti orang sinting.

“Apa kata-kata terakhirmu, nona manis?”

Aku menatap mata pembunuh itu dengan berani. “Kuharap kau menderita sepanjang hidupmu, tidak bisa mati tapi juga tidak bisa hidup. Kuharap kau membusuk di neraka jahanam!”

“HAHAHAHA….HAHAHAHA…HAHAHAHA…. kata-kata perpisahan yang benar-benar mengesankan! Kau benar-benar anak ayahmu. Sok pemberani! Tapi kau akan berakhir sama dengan ayah dan ibumu yang bodoh…..” si pembunuh mengelus-elus senapannya dengan penuh rasa sayang, membuatku jijik.

Suara pintu yang didobrak. Letusan senjata api yang bertubi-tubi. Suara jeritan si pembunuh. Pukulan yang meremukan tulang. Makian kasar kakakku kepada si pembunuh. Semua itu terjadi dalam sekejap mata.

Aku tidak terlalu mempedulikan sekitarku, karena sekarang Kris hampir mati. Dengan tangan bergetar yang penuh darah, aku meraih ponselku dan menghubungi ambulans, tapi sebelum nada sambung terdengar, beberapa petugas rumah sakit sudah datang dan menggotong Kris pergi dengan menggunakan tandu. Aku mengikutinya sambil berurai air mata. Hal terakhir yang kulihat sebelum aku meninggalkan apartemen adalah tubuh kaku si pembunuh yang terbaring di lantai, dipenuhi genangan darah.

Ternyata kakakku, Kai, Tao, dan Sehun lah yang menghabisi si pembunuh. Suho yang menghubungi ambulans.

Aku berjongkok di samping Kris. Para perawat memasangkan berbagai alat dan slang ke tubuh Kris yang terbaring kaku di ranjang ambulans.

Kakakku menepuk-nepuk pundakku. Mencoba menenangkanku. Tao dan Sehun mencoba terlihat tegar dengan tidak meneteskan air mata sepertiku. Kai masih tinggal di apartemen untuk membereskan kekacauan.

“Apakah kau membunuhnya, Oppa?” bisikku.

Hyun Seung menggeleng. “Aku akan membiarkannya menderita. Kematian terlalu membahagiakan baginya. Aku sudah meminta Kai untuk mengurus bajingan itu ke kantor polisi dan rumah sakit jiwa!”

Aku mengangguk pelan. Selama sisa perjalanan menuju rumah sakit, hanya satu do’a-ku : semoga Kris baik-baik saja.

***************

 

12 jam….24 jam…. 36 jam… aku tidak tahu berapa lama lagi aku harus menunggu Kris terbangun setelah operasi. Tidak sedetikpun aku meninggalkan Kris. Do’a-ku terus kuucapkan berulang kali di setiap helaan nafasku.

Kakakku, Tao, Sehun, dan Kai bergantian menemaniku. Mereka memaksaku makan dan tidur, tapi kedua hal itu bukanlah prioritasku saat ini. Aku akan tertidur di samping Kris sambil menggenggam tangannya bila aku mengantuk. Aku tidak akan pergi dari sisinya!

“Hyun Mi~ya.., makanlah sedikit saja.” bujuk kakakku. Aku hanya terdiam dan terus memandangi wajah Kris yang damai. Kakakku menghela nafas berat.

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Suho berdiri di ambang pintu sambil menatap kami dengan ragu. Aku menatapnya dengan penuh rasa benci. Aku tahu, tidak seharusnya aku membencinya. Bukan salah Suho. Dia tidak tahu kalau ayah tirinya adalah pembunuh orangtuaku. Dia bahkan tidak memberitahu ayah tirinya itu tentang rencana pertunangan kami karena baginya ayah tirinya hanyalah orang asing, bukan siapa-siapa. Tapi Suho memberitahu ibunya yang berada di Hongkong.

Karena aku bertemu dengan Suho, karena aku mengenalnya…..semua ini terjadi! Apakah ini kesalahan takdir? Ataukah kesalahanku karena dengan bodohnya berpikir kehidupan normal di luar sana lebih membahagiakan dari kehidupan yang telah kumiliki? Se-begitu serakahnya-kah diriku sampai-sampai menginginkan kehidupan lain bersama orang lain, padahal aku telah memiliki orang-orang yang mencintaiku dan selalu ada untukku meskipun aku membenci hidupku!

Air mataku mulai berjatuhan lagi. “Pergi!” seruku dengan lantang pada Suho. “Pergi! Aku tidak mau melihat wajahmu lagi!” jeritku sambil melemparkan apel ke arah Suho. Kakakku menghentikanku dan membawa Suho keluar. Aku membenamkan wajahku di sisi ranjang Kris. Semua ini salahku. Bukan salah Suho. Tapi aku tidak mungkin bisa melihatnya lagi seperti dulu. Melihatnya hanya membuatku mengingat betapa mengerikan dan menjijikannya diriku.

*************

 

Di hari ke 7 Kris tidak sadarkan diri…..

Tao dan Kai mengupas kiwi lalu memotongnya tipis-tipis dan meletakkannya di piring kecil. “Kris Ge…., kau tidak pernah mau aku memanggilmu Gege…, kenapa kau selalu ingin aku memanggilmu hyung? Aku tahu kau membenci tempat kelahiran kita. Hiks…hiks….” Tao mulai meracau sambil tetap mengupas kiwi. Kai tidak mengatakan apapun, tapi dia mengusap air mata yang menetes di sudut matanya dengan singkat, seolah malu karena ketahuan menangis olehku.

Aku hanya menatap Tao dan Kai tanpa ekspresi. Aku mendengarkan racauan Tao, tapi pikiranku tidak benar-benar terfokus padanya. Entah kenapa ketika melihat buah kiwi, tiba-tiba saja aku mengingat sebuah kenangan buram tentang aku dan Kris di masa lalu……

 

*Flashback 13 tahun yang lalu*

“Yeay! Kau membelikanku kiwi! Huwaaahhh……thank you Kris Kriissssss!!!!” Aku melompat-lompat senang sambil memeluk Kris yang jauh lebih tinggi dariku, padahal kami se-umur tapi pertumbuhan tinggi Kris benar-benar sangat cepat!

Kris hanya tertawa, lalu tanpa kuduga dia memakan kiwi-kiwi itu.

Aku membelalakkan mataku. “Bukannya kau benci kiwi? Kenapa kau memakannya? YAH! Kau bilang….kau bisa keracunan kalau kau makan kiwi! Muntahkan!” Aku berjinjit dan menepuk-nepuk tengkuk Kris.

Kris hanya menyeringai lebar dengan seringaian khas-nya. “Siapa bilang aku akan keracunan? Aku hanya tidak suka.” Kris mengangkat bahunya cuek. “Tapi sekarang aku jadi sangat menyukainya karena kau.”

“Mwo? Kau menyukai semua makanan yang kusuka?”

Kris mengangguk. “Hmm..”

Aku memicingkan mataku. “Kenapa? Agar kau bisa merebut semua makanan kesukaanku?” Aku berkacak pinggang.

“Because I love you?” Kris nyengir lebar dengan wajah jahil. Kris terbahak-bahak lalu langsung berlari sambil membawa kiwi-kiwiku sebelum aku sempat menendang kakinya.

*End of Flashback*

 

Mataku memanas karena tiba-tiba saja ingatan buram itu menyeruak ke dalam benakku. Ternyata selama ini aku memang melupakan banyak hal. Masa lalu yang kuingat hanyalah masa-masa menyedihkan, padahal dulu juga banyak sekali kejadian membahagiakan yang kualami bersama orangtuaku, kakakku, dan Kris. Seharusnya aku juga mengingat masa-masa membahagiakan itu. Seharusnya aku mensyukuri hidupku.

Sore hari, ketika giliran Hyun Seung yang menemaniku, dokter datang dan memeriksa kondisi Kris.

“Kapan dia akan sadar?” tanyaku pada dokter.

Bukannya menjawab pertanyaanku, dokter itu malah menatap kakakku agak lama. Aku menatap mereka bergantian. Bingung. Mereka seperti menyembunyikan sesuatu dariku.

“Ada apa, Oppa?” desakku. Jantungku berdebar lebih keras, menanti jawaban.

Hyun Seung menatap dokter, lalu mengangguk singkat. Ia duduk di samping ranjang Kris sambil membenamkan wajahnya di antara kedua lengan.

Dokter menatapku dengan tenang. “Jang Hyun Mi ssi, sebenarnya…. Wu Yi Fan ssi bukan tidak sadarkan diri akibat peluru itu.”

Aku mengernyitkan keningku tak mengerti. “Maksud Anda, Dok?”

“Peluru itu tidak mengenai jantungnya. Dia akan baik-baik saja seandainya dia tidak mengalami gagal jantung.”

“MWO?”

“Sejak kecil, Wu Yi Fan ssi mengalami penyakit gagal jantung. Aku sudah membaca riwayat medis yang diberikan Jang Hyun Seung ssi. Sepertinya kali ini penyakitnya kambuh dan semakin parah. Kami akan melakukan operasi jantung bila ia sadar nanti. Bila tidak….” Dokter menghela nafas.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. “Tidak! Tidak mungkin! Oppa! Semua ini bohong kan? Kris? Gagal jantung? Kenapa kau tidak pernah memberitahuku?!” Jeritku sambil berurai air mata. “Itukah sebabnya kau selalu memberikan tugas yang ringan pada Kris? Itukah sebabnya kau hanya memberinya tugas untuk menjagaku dan mengikutiku?”

Hyun Seung menatapku dengan sedih, lalu menggeleng. “Karena dia menginginkannya.”

“Mwo?”

“Karena Kris ingin aku menyembunyikan penyakitnya darimu dan dari semua orang. Dia menjagamu bukan karena dia tidak bisa melakukan pekerjaan berat, bukan karena aku memerintahnya, tapi karena dia ingin! Karena Kris sangat mencintaimu, Hyun Mi~ya. Si idiot ini terlalu mencintaimu sampai-sampai dia memintaku menyuruhmu dan memaksamu untuk menerima lamaran Suho! Karena dia tidak bisa bersamamu untuk waktu yang lama. Tapi lihatlah si bodoh ini sekarang….terbaring seperti ini…, seharusnya aku tidak mengabulkan permintaannya kan…” Hyun Seung menangis untuk yang pertama kali dalam hidupnya. Ketika orangtua kami meninggal, Hyun Seung sangat tegar dan sama sekali tidak menangis. Atau mungkin saja dia menangis secara diam-diam.

Mungkin selama ini Hyun Seung selalu menangis tanpa sepengetahuanku. Mungkin kakakku yang sok tegar itu mengira aku akan menganggap air mata sebagai tanda kelemahan. Dasar bodoh!

Aku mendekati Hyun Seung dan memeluknya. Hyun Seung menangis semakin keras sambil memeluk pinggangku. Aku membelai-belai kepalanya sambil menggigit bibir bawahku, menahan tangis. Kini giliran akulah yang harus tegar. Demi Hyun Seung. Demi Kai-Tao-Sehun. Dan demi Kris.

“Aku mencintaimu, Kris. Kumohon….bangunlah….” bisikku pada sosok Kris yang terbaring tak bergerak.

Biiiiiiiiiiiipppppp………

Nafasku tertahan, dan jantungku berhenti berdetak ketika monitor menampakkan garis hijau lurus dengan bunyi yang membuat sekujur tubuhku mati rasa.

“KRIS! KRIIIIIIIIIIISSSSSSSS!!!!!!!!!”

Kilatan jubah-jubah putih dokter dan perawat. Suara biiip yang mengerikan. Alat pacu jantung. Semuanya terasa buram….terasa begitu jauh…..

Kegelapan menelanku ke dalam lubang tak berujung. Apa gunanya aku hidup bila kini Kris telah pergi?

Untuk yang pertama kalinya dalam hidupku, aku mengakui….kisah Romeo dan Juliet tidaklah konyol. Dulu aku selalu menertawakan betapa bodohnya Romeo karena memilih bunuh diri ketika dia mengira Juliet benar-benar mati.

Sekarang Kris benar-benar telah meninggal. Aku juga ingin mati.

*************

 

Tiga bulan kemudian, @Kanada……

Butiran salju membuat semua benda diluar sana terlihat putih. Aku duduk di depan jendela kamarku sambil menatap ke jalanan, ke pepohonan, orang-orang yang berlalu lalang, kucing tetangga yang lewat di depan rumah kami. Tapi pikiranku tidak benar-benar berada di sini.

Setiap hari aku hanya duduk di kursi ini sambil menatap jendela. Melihat langit berubah warna dari gelap menjadi kuning lembut – kuning terang – jingga keemasan – kelabu – dan akhirnya gelap lagi. Kadang penuh bintang, tapi lebih sering hanya menampakkan kegelapan yang kelam. Terus berulang seperti itu setiap hari, setiap minggu, setiap bulan.

Sudah lama kakakku menyerah menyuruhku makan dan berbaring di tempat tidur. Aku tidak peduli punggungku terasa sakit, atau kaki dan tanganku terasa kaku. Rasa sakit adalah pengingat bahwa aku masih hidup, bahwa semua ini adalah kenyataan. Bahwa orang itu telah pergi jauh dariku.

Bahkan sekarang menyebut namanya pun terasa terlalu menyakitkan bagiku. Tapi otakku terus memutar berbagai kenangan tentang orang itu, membuatku semakin menderita.

Sakit fisik yang kurasakan, rasa lapar dan haus yang menyiksaku, semua itu tidak ada artinya dibanding rasa sakit di hatiku yang membuatku mati rasa.

Hatiku telah mati. Setidaknya aku perlu merasakan rasa sakit lain untuk menepis halusinasi yang menghantuiku.

Hal apa yang paling kuinginkan di dunia ini? Memutar waktu. Mengembalikan masa lalu yang hilang. Waktu-waktu yang tidak pernah kusadari sangat berharga bagiku. Kenangan-kenangan buram tentang dirinya yang kini menggerogoti akal sehatku. Seandainya mati termasuk ke dalam daftar yang bisa kupilih, maka aku akan memilihnya. Tapi bagaimana aku bisa bersikap egois dengan memilih mati, sementara orang itu…. dan juga kakakku … menginginkan aku tetap hidup?

Sejak 3 bulan yang lalu, aku terus memeluk sebuah koper kecil milik Kris yang berisi puluhan buku sketsa penuh dengan lukisan-lukisan wajahku. Penuh dengan berbagai kalimat yang tidak sempat Kris ucapkan secara langsung padaku.

Aku menyeringai. “Kau sangat egois, Kris!”

Untuk yang pertama kalinya dalam 3 bulan terakhir ini, aku menyebut namanya.

“Kau sangat egois, Kris! Tunggulah! Tak lama lagi aku akan menemuimu dan menendangmu sampai kau tidak bisa berjalan lagi. Kau sangat egois! Bagaimana mungkin bayangan pergi lebih dulu dariku? Kalau bayanganku pergi…, lalu aku ini apa? Hantu?” Air mataku bercucuran tanpa bisa kucegah.

Dengan susah payah aku berdiri dari kursi yang telah kududuki selama 3 bulan ini, berpegangan ke teralis jendela, membuka jendela lebar-lebar, membiarkan angin musim dingin membelai wajahku. Aku menghirup nafas dalam-dalam. Aku merindukan berjalan di luar dengan kedua kakiku.

Aku menatap langit kelabu. Serpihan salju masih terus turun dan membuat tumpukkan putih di mana-mana.

Aku menatap awan yang berarak pelan, membayangkan seraut wajah terbentuk di sana, dengan alis mata tebal bertaut, dengan dahi berkerut dalam, dengan bibir mengerucut, dengan hidung dan dagu yang mendongak angkuh.

“Hey, Kris! Kau bilang…. aku tidak selalu bisa melihatmu, tapi kau selalu bisa melihatku, karena kau adalah bayanganku. Jangan egois! Aku juga bisa melihatmu. Di sini…..” Aku menepuk-nepuk dadaku yang terasa sangat sesak.

“Aku melihatmu di sini, idiot!” jeritku. Air mataku tidak berhenti mengalir. Aku heran, berapa banyak cadangan air di mataku sampai-sampai air ini tak ada habisnya?!

“Aku akan menjalani hidupku dengan baik! Jangan khawatir! Kau tidak perlu datang ke dalam mimpiku setiap malam, bodoh! Membuatku semakin merindukanmu….”

Aku menghapus air mataku, lalu tersenyum menatap langit. “Kai, Tao, Sehun…. Kau pasti terkejut karena sekarang mereka menjadi koki.  Bayangkan! Ketiga pembuat onar itu sekarang tidak hanya bisa makan saja, tapi mereka bisa memasak makanan yang sangat lezat.”

Aku terisak. “Hyun Seung Oppa…., kau tahu dia menamai restorannya dengan nama apa? Dragon. Sangat konyol, bukan?! Dia tahu kau sangat suka naga. Dasar aneh!”

Aku tertawa meskipun hatiku terasa sakit. “Sekarang…, giliranku keluar dari kamar sempit ini kan? Tenang saja, Pabo! Aku akan hidup dengan baik. Karena itu….kau juga….teruslah tersenyum di sana dan mengawasiku. Ingatlah janjimu untuk selalu menjagaku.”

Aku terus memaksa sudut-sudut mulutku untuk membentuk seulas senyuman. “Woaaahh…, aku sangat keren ya, bayanganku berada jauh di sana, sementara aku ada di sini.”

Pertahanan diriku hancur. Aku tidak bisa lagi berpura-pura tersenyum. Aku menangis dengan keras. Biar sajalah. Hari ini saja.

Besok…lusa…dan seterusnya…, aku akan berusaha untuk tersenyum lagi. Untuk tegar lagi. Demi Kris. Demi bayanganku yang selalu mengawasiku di atas sana.

Aku meletakkan koper berisi ratusan lembar lukisan wajahku itu di atas meja. Aku tidak punya foto. Jadi bila aku ingin melihat seperti apa wajahku sejak kecil sampai sekarang…, aku akan melihat lukisan-lukisan Kris ini.

Lalu bila aku merindukannya, aku akan membaca tulisan-tulisan tangannya yang acak-acakkan di samping lukisan.

Aku meraih buku sketsa paling atas, lalu membuka halaman paling akhir. Kurasa aku memang sudah merindukannya.

 

Kau tahu mengapa aku menyebut diriku sebagai bayanganmu, Jang Hyun Mi?

Bayangan….., selamanya tidak akan pernah berubah menjadi manusia yang membentuknya, ataupun menjadi orang lain. Bayangan selamanya hanyalah sebuah ilusi semu. Bayangan akan selalu mengikutimu kemanapun kau pergi. Bayangan akan selalu mendukungmu, tak peduli sebanyak apapun orang yang menjatuhkanmu dan membencimu, bayangan akan selalu berada bersamamu. Saat kau tertawa, bayangan akan ikut tertawa. Saat kau menangis, bayangan akan ikut menangis, bahkan mungkin menangis lebih keras dari yang kau sadari. Kau tidak bisa melihatnya, karena ia hanyalah sebuah benda semu.

Saat bayangan pergi…, ia tidak benar-benar pergi. Ia hanya bersembunyi sejenak karena sang mentari tidak lagi menyinarimu.

Kau tahu kapan bayangan akan menemuimu lagi?

Aku akan menemuimu di saat kau tersenyum secerah mentari. Di saat kau menghadapi dunia ini dengan berani dan percaya diri, layaknya sang mentari yang dengan mudahnya menyingkirkan awan-awan gelap setelah hujan reda.

Aku takut, Hyun Mi~ya. Aku bukan takut mati. Aku takut….kau tidak akan tersenyum lagi.

Kalau kau tidak tersenyum, aku tidak akan menemuimu.

Kalau kau tidak bahagia, aku akan menghantui tidurmu dengan mimpi-mimpi buruk tentangku setiap malam.

Kau ingin aku tersenyum? Kau ingin aku bahagia? Kau tersenyumlah lebih dulu, Jang Hyun Mi. Maka aku pun akan tersenyum dan merasa jauh lebih bahagia darimu.

Seoul, 2014

Kris

===== The End =====


Obsession

$
0
0

Title                       : Obsession

Author                  : Park Seon Ji (@aya_DoKaiBaek)

Genre                   : Mystery, horror

Main Cast            : Byun Baekhyun, Lee (OC)

Other Cast          : Other EXO member

Length                  : One shoot

 

Ini fanfict kedua yang author kirim kesini. Karna ini fanfic horror pertama, jadi mohon maaf kalo gaje T.T

Jangan lupa visit blog www.tripelcrazy.blogspot.com yaa ^^v

obeseiom

 

 

 

“E.X.O!!!”

“Baekhyun oppa!!”

“Luhan oppa saranghae!!”

Teriakan fangirl bergema di studio. Ya, hari ini EXO melakukan comeback stage di M!Countdown dengan membawakan lagu baru kami.  Di Backstage kami sedang mempersiapkan diri untuk tampil.

“hyung? Bagaimana? Kau sudah siap dengan comeback stage kita hari ini?” Jongin menepuk bahuku dari belakang.

“Ya.” aku mengangguk pelan kepada Jongin.

“cepat hyung, kita sudah dipanggil untuk tampil.” Jongin mendorongku pelan.

Aku pun bergegas naik ke stage, teriakan fans begitu menggema setelah kami (EXO) ke stage.

Musik pun mulai, dan kami pun bernyanyi dan menari sesuai irama.

Setelah  penampilan kami selesai, kami berterimaksih kepada fans yang telah datang ke comeback stage kami dan mendukung kami.

Aku tersenyum kepada semua fans, memperhatikan mereka yang berada di barisan depan satu persatu, sampai aku melihat seseorang.

Seorang gadis yang selama ini mengganggu kami (EXO). Yang membuat kami celaka.

Aku memandangnya sekilas, sudah muak dengan wajahnya yang selalu kulihat hampir setiap hari.

Ya, setiap hari.

Jika dia hanya seorang fansite noona dan mengambil foto kami setiap hari  itu tidak masalah.

Tetapi gadis itu –yang kuyakini berusia sama denganku- selalu mencoba membuat kami celaka. Sasaeng fans.

Dia pernah menyusup ke dalam dorm kami, dan untungnya sebelum dia sempat berbuat sesuatu, manager hyung sudah memergokinya.

Wajah gadis itu ceria, dia juga cantik. Tetapi mungkin tidak ada yang menyangka bahwa dibalik wajahnya itu terdapat sifat yang mengerikan.

 

***

 

Aku berbaring di ranjang, setelah schedule yang padat hari ini, akhirnya kami dapat beristirahat di dorm.

Suara pintu kamar ku –yang juga kamar Xiumin hyung, Tao, dan Chanyeol-  terbuka.

Aku mendongakkan kepalaku sedikit. Ah, ternyata Chanyeol.

“Dia datang lagi.” Ucapku pada Chanyeol yang berbaring di ranjangnya.

“Aku tahu. Yah, seperti biasanya.” Ucap Chanyeol sambil berbaring di ranjang, lalu memejamkan matanya.

“Hal apa yang akan dia rencanakan untuk mencelakakan kita lagi?”

“Entahlah. Aku tidak tau dan tidak mau tau. Aku ingin tidur. Tutup mulutmu dan jangan berisik.”

Chanyeol membelakangi ku lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

“Awas kau!” aku melempar bantal ke arahnya dan kembali bergulat dengan pikiranku sendiri.

Aku berbaring dan memejamkan mata, mengingat semua hal yang gadis itu lakukan pada kami.

Sebenarnya semua member mengetahui gadis itu. Tetapi mereka tidak begitu mempedulikannya. Mereka hanya berkata bahwa gadis itu tidak akan melakukan hal yang lebih buruk lagi.

Walaupun semua member berkata begitu, aku tetap saja waspada kepada gadis itu.

Dia pernah menuangkan pembersih lantai di kamar mandi dan membuat Jongin tergelincir sehingga kakinya terkilir dan ia tidak dapat latihan menari beberapa minggu.

Dia pernah memasukkan udang ke makanan Luhan hyung –entah bagaimana caranya- sehingga Luhan hyung harus ke Dokter karena ia alergi seafood

Dia pernah mengirim foto tangannya yang berdarah karena ia iris menggunakan pisau.

Dia pernah menulis surat yang ia tulis menggunakan darahnya yang berbunyi, “kau akan menjadi milikku. Kau hanya untukku, Baekhyun oppa.”

Dia pernah menendang kaki Suho hyung di Airport saat penjagaan tidak terlalu ketat.

Dan beberapa hal lainnya yang mengusik kami.

Dan hal yang paling tidak dapat aku percaya adalah, ketika ia menyusup ke dorm kami.

 

***

 

Aku membuka pintu van, dan para fans ku dan member lainnya mulai merapat ke van. Aku mempersilakan member lain keluar van dan masuk ke dalam gedung SM  terlebih dahulu, dan aku yang terakhir keluar dari van.

Gadis itu lagi, seperti biasa. Fansite dan fan berdesakan di sekeliling ku. Gadis itu berdiri di barisan paling depan dan hanya diam, tidak seperti fans yang lain yang sibuk mengambil gambar dan melambaikan tangan ke arah ku.

Kurang dari satu meter lagi aku melewatinya, dan aku melihat benda berkilat ia genggam di tangan kanannya.

Aku tidak dapat melihat benda apa itu, tetapi ketika aku berdesakan dengannya, aku merasa tubuhnya mendorongku, lalu ia mendongakkan kepalanya menatapku dan menyeringai. Seringaiannya membuat ku sedikit takut. Itu bukan senyuman seorang fans kepada idolanya. Senyuman itu mengerikan. Aku tersenyum dengan terpaksa ke arahnya, lalu bergegas masuk ke gedung SM.

Aku menuju ke ruang latihan, lalu membuka pintu dengan kasar sehingga member lain menatap ku aneh.

“Baekhyun….” Minseok hyung memperhatikan celanaku.

Aku merasa curiga.

“Ada ap-“

“AAAAAAaaaaaaaaaaa!!”

“Baekhyun!”

Entah bagaimana dan kenapa, paha kiri ku mengeluarkan banyak darah. Bahkan darahnya menetes di lantai. Aku sedikit shock.

Lalu Minseok dan Kris hyung mengantar ku  ke kamar kecil untuk memeriksa dan membersihkan luka di pahaku.

Luka itu luka irisan, yang panjangnya sekitar 15 cm tetapi tidak terlalu dalam.

Aku membersihkan lukaku, terasa sangat perih.

“Bagaimana bisa sesuatu menusukmu hingga merobek celana jeans mu dan mengiris pahamu?” Kris hyung berkomentar saat kami sudah berkumpul lagi di ruang latihan.

“itu pasti pisau. Tidak mungkin benda lain.” Jawab Minseok hyung.

“Tapi hyung, sebelum kau memberitahuku bahwa paha kiriku terluka, aku bahkan tidak merasa sakit sama sekali.” Ucapku.

Sejenak ruangan hening.

“Gadis itu!” pekik ku.

“Bagaimana bisa?”

“Tidak mungkin”

“Tapi aku melihatnya.” Ucapku.

Semua member menoleh ke arahku.

“Aku melihat ia membawa sebuah benda berkilat di tangan kanannya. Tetapi awalnya aku tidak tau apa benda itu. tapi setelah kejadian ini, aku yakin dia yang menggoresku dengan pisau.” Ucapku.

“Suho hyung, aku sudah berkata kepadamu berkali-kali bahwa gadis itu tidak normal, hyung. Dia sasaeng.” Lanjutku.

“kita sebaiknya mulai berhati-hati padanya.” Ujar Suho hyung menatap semua member satu persatu.

 

***

 

oppa, kau diciptakan hanya untukku.”

“tidak akan ada yang boleh memisahkan mu dengan ku oppa.”

“kalau perlu aku akan memusnahkan semua orang yang memisahkan kita, oppa”

“pergi! Pergi dari sini! Siapa kau sebenarnya?!”

“aku? Aku orang yang akan menjadi milikmu selamanya oppa, aku Lee”

 

“Baekhyun!”

Aku mengerjapkan mataku. Kulihat disamping ranjangku ada Xiumin hyung, Tao, dan Chanyeol yang melihatku khawatir.

“Ada apa?” tanyaku.

“Seharusnya kami yang bertanya, bodoh.”

“Tao, kalau kau tidak memanggilku hyung dan mengataiku bodoh sekali lagi, kau akan mati.” Ucapku pada si maknae tengil itu.

“Kau kenapa, bodoh? Kau tidur dan berteriak tidak jelas. Kau membuat kami takut.”

Aku diam, mengingat mimpiku tadi. Lee.

Gadis itu bernama Lee?

“Dia… aku bermimpi tentang dia…”

“siapa?”

“Dia, Lee. Gadis itu bernama Lee.”

“Lee? Bagaimana kau tau?”

“entahlah, di dalam mimpiku dia berkata bahwa namanya adalah Lee. Aku kira dia Phsycho. Aku takut.”

“Itu hanya mimpi, bodoh. Mana mungkin kau tau nama seseorang yang bahkan kau belum kenal dan belum kau temui sebelumnya?” lagi-lagi, si tengil itu mengatai aku bodoh.

“Sudahlah, cepat tidur! Besok jadwal kita padat.”

 

***

 

“oppa, tatap aku, aku akan selalu bersamamu oppa. Aku akan selalu mengikutimu kemanapun kau pergi”

“kemanapun kau pergi…..”

“kemanapun kau  pergi….”

 

“Baekhyun! Byun Baekhyun bangun!!”

aku membuka mataku, dan melihat Tao berdiri di sisi ranjang.

“mimpi gadis itu lagi huh?”

Aku mengangguk, lalu meregangkan otot-otot tubuhku yang terasa kaku.

“Aku tidak tahan. Aku tidak ingin terus-terusan melihat gadis itu baik di dunia nyata maupun mimpi.”

“Hyung, aku juga takut.” Ucap Tao. Anak itu tidak biasanya memanggilku dengan sebutan hyung.

“Hyung, kau tau? Aku juga bermimpi tentangnya. Dia ingin membunuh kita hyung.”

Wajah Tao terlihat pucat. Keringat bercucuran di dahinya.

“hyung, aku ingin tidur denganmu. Aku tidak dapat tidur, hyung. Suara gadis itu selalu terngiang di kepalaku.”

Aku mengangguk dan memberinya tempat berbaring di sisiku.

“terimakasih hyung.” Tao berbaring di sisiku, memejamkan matanya dan mulai tidur.

Aku menatap langit-langit. Lee –gadis itu- meneror kami melalui mimpi. Bagaimana bisa?

 

***

 

“Baekhyun oppa, aku akan berada disisimu dan membuatmu selalu bahagia.”

“tidak akan ada yang menyakiti dirimu jika kau bersamaku, oppa.”

“Byun Baekhyun…. Byun Bekhyun….”

 

Aku terbangun dari mimpiku untuk kesekian kalinya. Kali ini tidak ada yang membangunkanku. Aku terbangun karena suara yang kudengar di mimpiku ternyata juga terdengar di dunia nyata. Ini suara Lee! Tidak mungkin!

Aku melirik ke arah Tao yang berbaring di sisiku.

“Tao! Tao! Huang Zi Tao!!” aku berteriak membangunkannya, tetapi ia tidak juga terbangun. Ini aneh. Ada sesuatu yang tidak beres disini. Apa Tao mati?

Aku memeriksa denyut nadinya, dia masih hidup. Lalu kenapa dia tidak juga bangun?

Suara Lee semakin jelas di telingaku.

“Byun Baekhyun….Byun Baekhyun…”

Aku duduk di ranjang, dan beranjak menyalakan lampu kamar. Tetapi lampu kamar itu mati. Tidak dapat menyala sama sekali.

Aku membuka pintu kamarku, lalu mencoba menyalakan lampu ruang televisi. Tetapi juga tidak menyala.

“Hyung! Suho hyung!” aku berteriak memanggil nama Suho hyung hingga suaraku menggema di seluruh ruangan, tetapi tidak ada jawaban.

“Byun Baekhyun…”

Suara itu kali ini berada tepat di telinga kananku. Bulu romaku meremang.

Aku menoleh ke arah kanan, tetapi tidak ada seorang pun diruangan itu.

“Sehun! Jongin!” kali ini aku memanggil kedua dongsaengku, tetapi tetap tidak ada jawaban.

Ruang TV gelap gulita. Yang ada hanya cahaya bulan yang masuk dari ventilasi.

“Byun Baek-“

“CUKUP! Siapa kau sebenarnya? kumohon jangan ganggu aku lagi!” aku berteriak tidak jelas dan berputar-putar ditempat. suaraku menggema di seluruh ruangan.

“oppa….” Gadis itu, Lee, berada di sisi jendela. Siluet wajahnya dari samping terlihat karena cahaya bulan.

“kau? Lee?”

“Iya, oppa. Ini aku Lee.  Aku akan selalu mencintaimu oppa. Aku akan melawan siapa saja yang akan memisahkan kita, bahkan membunuhnya. Seperti orang itu!”

Lee menunjuk sesuatu tergeletak di lantai dekat TV. Jongdae?

“Jongdae?” aku berteriak. mataku membulat. Aku mendekati tubuh Jongdae.

“Jongdae!” aku merasakan cairan lengket berbau anyir di kaki ku. Darah! Itu darah Jongdae! Darah itu berasal dari kepalanya.

Aku memeriksa denyut jantungnya, ia masih hidup.

“apa yang kau lakukan padanya?! Apa yang kau lakukan pada member lain?!”

“Jongdae melihatku saat aku sedang menyusup ke dorm ini, jadi, karena hanya ada tongkat baseball di ruangan ini, aku memukulnya dengan tongkat baseball.” Ucap gadis itu sambil tersenyum manis.

“kau sudah gila.”

“aku gila karena dirimu oppa.”

“bagaimana dengan member lain.”

“aku memasukkan obat tidur dosis tinggi kedalam minuman mereka.”

Aku kembali melotot.

“bagaimana bisa?”

“apapun bisa aku lakukan untukmu oppa.”

Gadis ini sudah benar-benar gila. Dia bisa membunuh member lainnya.

“cukup. Aku mohon, tolong jangan ganggu kami lagi, ku mohon.”

“Tapi aku akan melindungimu, oppa.”

“melindungi? Kau bilang ini melindungiku huh?  Kalau kau melindungiku, untuk apa kau mengiris paha kiriku menggunakan pisau? Untuk apa kau mencelakai member lainnya? Menyakiti member lain sama saja kau menyakitiku, tahu?!”

“Oppa, aku melakukan semua itu agar setiap kau melihat bekas luka itu, kau mengingat betapa aku mencintaimu.  aku melakukan yang terbaik untukmu. Semua itu  hanya untukmu oppa. Agar kau bahagia.”

“itu bukan yang terbaik. Aku tidak mengerti bagaimana sebenarnya jalan pikiranmu. Aku tidak mungkin bahagia kalau kau bersikap seperti itu. Kau phsycho.”

“Baek? Baekhyun?”

Itu suara Luhan hyung.

“Hyung? Luhan hyung?!”

Samar-samar aku melihat bayangan Luhan hyung di pintu kamarnya.

“Baekhyun?kau dimana?”

“hyung!” aku menepuk pundaknya.

“Baekhyunnie, disana ada siapa?”

“Lee, hyung. Gadis itu…”

“Dimana dia? bagaimana dia bisa masuk kesini? Kepalaku terasa sangat pusing..”

Luhan hyung limbung.

“hyung, dia lari ke dapur!”  aku berlari kedapur sambil menarik lengan Luhan hyung.

“Tidak ada siapapun disini.”

Aku dan Luhan hyung mencari-cari Lee tetapi dia lenyap!

“Aku akan menyingkirkan orang yang memisahkan kita oppa.”

Tiba-tiba suara Lee menggema di seluruh ruangan.

“Jangan!”

Terlambat. Lee telah menusuk perut Luhan dengan pisau hingga pisau itu menancap di perutnya.

“Kau! Apa yang kau lakukan hah? Kau benar-benar di luar batas! Kau bukan manusia! Kau iblis ! Pergi dari sini dan jangan pernah ganggu kami lagi. Kalau kau menyakiti member lain, kau menyakitiku juga. Buatlah member lain bahagia kalau kau mau melihatku bahagia. Bersikaplah seperti fans biasa, mereka membuat kami bahagia tanpa menyakiti kami maupun orang lain. Mereka dapat membuat kami bahagia hanya dengan melihat perjuangan mereka berdesakan dengan orang lain untuk bertemu dengan kami. Mereka dapat membagi waktu sekolah dan waktu bertemu dengan kami.  Kau tahu? Kalau saja sikapmu tidak seperti ini, mungkin aku akan menyukaimu. Sekarang sebaiknya kau pergi dari sini, ku mohon, jangan ganggung hidup kami lagu. Biarkan kami hidup tenang.”

“oppa, aku menyayangimu. Baiklah kalau itu maumu oppa”

Lee mendongakkan kepalanya lalu menyeringai menyeramkan. Seperti orang yang kerasukan.

Ia menatapku tajam. Tiba-tiba jendela dapur  terbuka dan angin malam berhembus kencang masuk ke dalam ruangan.

Lee berjalan mendekat dan semakin mendekat. Kaki ku tidak dapat bergerak.tetapi aku masih dapat mengerakkan badanku.

“Oppa, aku ingin memelukmu.”

Lee memeluk Baekhyun. Bersamaan dengan itu, Baekhyun merasakan ada benda runcing dan dingin yang menembus perutnya.

“Oppa, jangan lupakan aku, saranghae.” Ucap Lee di telinga Baekhyun, lalu menghilang entah kemana, meninggalkan Baekhyun dengan luka tusuk di perutnya.

 

***

 

“hyung kau sudah sadar?”

“Baekhyun kau sebenarnya kenapa?”

“Hei jangan memberinya banyak pertanyaan, dia baru sadar!”

Aku mengerjapkan mata. Berbagai pertanyaan datang bertubi-tubi kepadaku.

Jongdae memberiku segelas air untuk menenangkanku.

Tunggu dulu. Jongdae? Bukankah kepalanya kepalanya dipukul tongkat baseball semalam? Mengapa dia baik-baik saja?

“Jongdae? Kau baik-baik saja?” tanyaku pada Jongdae, yang disusul tatapan aneh dari member lainnya.

“Aku? Memangnya aku kenapa? Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, bodoh. Kau menusuk perutmu sendiri lalu kau koma selama 3 hari! Kau membuat kami khawatir.”

Aku? Menusuk perutku sendiri? Tidak mungkin. Semalam gadis itu yang menusuk perutku!

Aku melihat perutku dengan susah payah. Bekas tusukan itu. ya, tepat dimana gadis itu menusukkan pisau ke perutku. Tidak salah lagi! Bukan aku yang melakukannya, tapi dia!

“aku tidak pernah enusukkan pisau ke perutku sendiri. Gadis itu yang melakukaannya!”

Member lain lagi-lagi menatapku aneh. Hei? Sepertinya ada yang tak beres.

“Luhan hyung, bukankah kau juga ditusuk oleh gadis itu? benar kan hyung.”

Luhan hyung menautkan kedua alisnya,”aku? Tidak.Sepertinya otakmu sedikir tergeser baek. Kau dari tadi mengada-ngada.”

“Saat itu, setelah tengah malam, kau tiba-tiba bangun dari tidurmu, berjalan seperti orang mati, dan tiba-tiba kau menusukkan pisau yng berada di atas meja makan ke perutmu sendiri, lalu kau pingsan.” Suho hyung menjelaskan.

“aku tidak merasa pernah melakukan itu, hyung. Kau pikir aku cukup gila untuk menusuk diriku sendiri hyung?”

“yah, mungkin.”

“hyung!”

 

***

 

Ah, hari ini aku berada di dorm sendiri. Karena kejadian aneh beberapa hari lalu yang menyebabkan perutku terluka, jadi manager hyung menyuruhku beristirahat sedangkan member lainnya sedang tampil di suatu acara musik.

Aku duduk di depan TV, menonton acara musik.

Byun baekhyun…. Byun baekhyun….

Oh tidak. Suara itu lagi.

Tidak Baek. Itu hanya halusinasimu. Halusinasi.

Baekhyun oppa……

Oke, kali ini aku mulai takut.

Byun baekhyun..

Lagi-lagi suara itu terasa berada di telingaku.

Tidak, jangan lagi. Kumohon.

Byun Baekhyun..

Gadis itu datang lagi. Tepat di depan jendela ambil menyeringai menyeramkan. Dengan wajah yang menyeramkan.

Oh tidak.

 

END

 

Maap agak gaje T.T RCL ditunggu ya readers tercinta~


So Long (Chapter 2 – END)

$
0
0

So Long (Part 2 – END)

 

IMG_5087 (1)

 

Author : Carla 蓝梅花 (@babycarl308)

 

Rate     : G

Length : Twoshoot

Genre   : Romance, Songfic

Cast:

  • EXO-M Kris / Wu Yi Fan
  • APINK Chorong / Park Chorong

Support cast: Find by yourself

 

Hello~ Chapter 2 nya sudah selesaiii~~~!!! AAAAA, tidak kusangka banyak yg suka krisrong di pairing ne :D seneng deh dengernya, jadi ga sia-sia bikin ff ini kalau banyak yang suka hihihi XD . Mudah-mudahan, end nya ga ngegantung ne? Dan mudah-mudahan alur ceritanya ga jadi ngawur. Kritik dan saran tetap dibutuhkan buat semangat aku kedepannya. Sampai bertemu di FF selanjutnya, chingudeul!

Enjoy your imagination and Happy reading ^^)/ <3

 

P.s : Read, Comment, Like and SHARE! DON’T COPY W/OUT PERMISSION!!! This FF only published at carlaslittletrinkets.wordpress.com and EXO Fanfiction on WordPress!

 

 

Music : APINK – So Long~ ♪♫

 

 

 

“We resembled each other so much and you were my precious friend”

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

 

FLASHBACK

 

 

Bel pulang sekolah pun berbunyi, semua siswa-siswi berlarian keluar kelas dan segera pulang karena sore itu hujan dan petir menyambar dengan kencangnya membuat siapapun yang mendengarnya akan bergidik ngeri. Aku hanya bermodalkan payung dan jaket tipis berlari menuju halte bus di depan sekolah itu dan terduduk disana. Kuhembuskan nafas lega saat melihat tas dan buku-bukuku tidak kebasahan.

 

5 menit. 10 menit. 15 menit. 20 menit. Hujan semakin turun dengan derasnya dan gemuruh di langit tak henti-hentinya terdengar. Satu pun bus tidak ada yang lewat dan berhenti sedari tadi. Kutolehkan kepalaku kebelakang, melihat sekolahku dan ternyata sudah kosong total. Tidak ada murid yang tersisa di dalam, bahkan guru pun tak ada. Geurae, aku sadar aku disini sendirian, ya sendirian. Aku mencoba untuk bersabar menunggu bus dan mencoba untuk tidak angkat kaki dari sini.

 

Huft. Aku tidak tahan juga. Akhirnya, kuberanjak berdiri dan melihat ke kiri kanan lalu menghentakkan kakiku ke tanah karena kesal. Ini bodoh jika aku terus menunggu. Mustahil kalau ada bus yang lewat di depan sekolah di sore hari yang semakin gelap ini. Baiklah, aku tak bisa bersabar lagi, eomma appa pasti akan khawatir jika aku tidak pulang dan terus bergantung pada bus itu. Kuambil tas serta payungku yang tergeletak dan segera meninggalkan halte itu.

 

Aku berjalan diatas trotoar sambil terus memegangi payung yang melindungi tubuhku dari hujan dengan erat. FIUHHHH. Angin berhembus dengan sangat sangat kencang membuatku mengalihkan pandanganku dan menunduk. Kenapa hari ini menyeramkan sekali?

 

Terus dan terus aku berjalan dengan gigih walau aku tahu rumahku jauh dari sekolah. Tapi apa boleh buat? Daripada aku mati kedinginan menunggu yang tak pasti di halte itu, lebih baik begini.

 

 

 

 

CRAT!!!

 

 

 

 

“YAK!!!” aku berteriak dengan keras ketika sebuah mobil melewatiku dengan kecepatan yang lumayan cepat dan otomatis genangan air hujan yang berada di jalan raya terciprat semuanya kearahku–hingga ke wajah dan rambutku.

 

“Neo micheosseo?! Bisakah pelan sedikit kalau menyetir? Ish,” aku menunduk mencoba membersihkan baju seragamku yang basah dan kotor sambil terus meneriaki mobil itu yang berhenti beberapa meter di depan setelah aku meneriakinya.

 

“Agasshi, neo gwaenchana?” tanya seorang itu yang kutebak adalah pemilik mobil yang membuatku basah kuyup begini.

 

 

Tanpa kulihat wajahnya karena sibuk membersihkan baju aku menggerutu, “Bisakah kalau menyetir pelan-pelan dan tahukah sekarang ini sedang hujan deras? Sudah tahu di jalanan banyak genangan air, tapi masih saja keras kepala tidak mau memperlambat kecepatan mobil saat ada pejalan kaki. Tak tahukah aku sedari tadi sengsara menunggu bus di halte tua itu dan akhirnya memutuskan untuk jalan kaki menuju pulang lalu berakhir mengenaskan seperti ini, eoh?! Tahu tidak?!” aku tak kuat lagi menahan amarah yang memuncak dan air mataku yang entah kapan mulai mengalir. Segera kuangkat kepalaku ke orang asing nan menyebalkan ini  untuk menatapnya dan ternyata. . . . .

 

 

 

“Kris sunbae?!”

 

 

 

“Chorong?!” ucap kami bersamaan.

 

 

 

“A-ah, mianhada, aku memarahimu dengan tidak sopan. Mianhae sunbae, ini salahku,” aku membungkuk sopan padanya dan mengusap air mataku dengan tergesa-gesa. Park Chorong. Kau bodoh, sungguh bodoh! Seharusnya kau melihat dulu siapa yang ada di depanmu sebelum memarahinya. Rutukku dalam hati.

 

 

Tidak ingin ambil pusing dengannya, segera aku berjalan untuk melanjutkan perjalanan pulangku namun sepasang tangan besarnya menarikku ke pelukannya.

 

 

“Omo!” jeritku kaget disaat yang sama ketika ia menarikku dan di bawah hujan deras, mataku dan matanya bertemu lagi. Geurae, ini yang kesekian kalinya. Tatapan.

 

Lupakan soal tatapan, aku segera menjauh dari pelukannya dan menunduk sembari menggigit bibir bawahku takut.

 

“Maafkan aku, aku tak sengaja membuatmu begini dan aku juga tidak tahu jika itu dirimu yang berjalan di trotoar. Lagipula kenapa kau belum pulang jam segini? Arra, sebagai permintaan maaf, lebih baik aku mengantarmu pulang, ne?” ia menarik tanganku dengan seenaknya lalu dengan cepat aku melepasnya.

 

“Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri sunbae,” sungguh demi apapun sebenarnya aku masih kesal padanya dan serasa aku ingin menangis sekeras mungkin. Bayangkan saja, jika dirimu yang ada diposisiku, apakah tidak kesal jika terjadi hal seperti ini walau yang melakukannya adalah teman baikmu sendiri?

 

“Jangan menolak, ikut aku,” paksanya lagi dan dengan cepat menarik tanganku untuk masuk ke mobilnya. Dalam diam aku terus menggigit bibir bawahku dan menangis. Kalian tahu apa, ini rasanya seperti disandera.

 

Aku duduk di bangku belakang dan dia disampingku. Baru kusadari ternyata supirnya lah yang mengemudikan mobil ini. Oh, aku tak peduli. Aku kesal.

 

“Ahjussi, kita antarkan temanku ke rumahnya dulu,” ia menyebutkan alamat rumahku dengan hafalnya lalu ahjussi itu mengangguk. Ya, aku memang sempat memberitahunya alamatku dan tak kusangka ia masih mengingatnya.

 

“Sini, biar kubantu bersihkan,” Kris sunbae menawarkan diri untuk membersihkan wajah maupun bajuku dengan bermodalkan handuk besar yang ia ambil dari tasnya.

 

“Tak perlu repot-repot. Aku bisa membersihkan badanku sesampainya dirumah,” jawabku seadanya. Ia memandangi wajahku dengan tatapan merasa bersalah. Aku terdiam menatap kosong ke arah depan dan terus meneteskan air mata tanpa sepengetahuannya. Untung saja wajahku basah, jadi air mataku seolah-olah dapat terhalangi dan mungkin ia akan mengira itu hanya cipratan tadi.

 

“Mianhae… Jeongmal mianhae, Chorongie. Aku tahu aku salah, maafka–“

 

“Sudah kumaafkan, sunbae. Kau tenang saja, aku bukan orang yang penuh dendam,” aku meliriknya sekilas dan tersenyum getir lalu berusaha melepaskan genggaman tangannya pada tangan kiriku. Aku tak ingin mendengar apa-apa lagi dari mulutnya, yang aku ingin adalah cepat sampai rumah.

 

 

Tak berapa lama setelah aku bertingkah sinis padanya, akhirnya mobil Kris sunbae tiba di depan rumahku. “Neomu gomawo sunbae atas tumpangannya, aku pulang dulu,” tanpa ba-bi-bu, aku segera membuka knop pintu mobilnya dan berencana untuk keluar dari mobil ini tapi terlambat, ia berlari mengelilingi mobil sampai di arahku ia membukakan pintu mobilnya untukku.

 

“Biar kuantar kedalam,” dalam hati aku ingin sekali menolaknya tapi entahlah, aku seakan tidak punya energi untuk berdebat dengannya lagi. Ia memayungiku dan mengantarku hingga di depan pintu rumahku dimana eomma sudah gelisah menunggu.

 

“Aigoo, Chorong-ah, neo waegurae? Kenapa basah kuyup seperti ini? Eomma khawatir kenapa kau lama sekali sampai rumah,” eomma langsung menangkup kedua pipiku dan berusah mengecek keadaanku, dengan sabar eomma membawaku masuk ke dalam rumah dan mendudukkanku di ruang keluarga tanpa memperdulikan Kris sunbae yang mematung di luar sana.

 

“O-oh, neo? Chorong-iui chingu?” tanya eomma pada Kris sunbae setelah mengantarkanku ke dalam. Samar-samar aku mendengar pembicaraan mereka sampai akhirnya eomma memberitahukanku kalau Kris sunbae sudah pulang. Aku tak menjawab atau berkata apapun tentangnya saat meminum coklat panas buatan eomma sampai digantikan baju olehnya juga. Kurasa aku harus mandi sekarang, aku butuh penyegaran untuk menghilangkan semua rasa kesal ini dan ingin cepat-cepat tertidur lelap sampai besok.

 

 

 

 

…A day after that day…

 

 

 

 

Kris POV

 

 

Pagi yang mendung. Kulangkahkan kaki keluar dari mobil dan berjalan lunglai masuk ke dalam sekolah. Sebetulnya hari ini aku tidak merasa ingin sekolah, tapi bagaimana, aku ingin bertemu dengan Chorong dan meminta maaf padanya atas kejadian kemarin. Aku masih merasa bersalah padanya, dia cuma mempunyai teman baik satu-satunya yaitu diriku, tapi tanpa sengaja, aku malah mengingkari janjku padanya dulu untuk selalu berlaku baik dan tidak membuatnya sedih.

 

Aish. Jinjja. Kuacak kasar rambutku dan mengistirahatkan kepalaku di atas meja dan terus memikirkan Chorong. Ia anak yang baik, lucu, menggemaskan, dan eumm mungil. Aku suka berteman dengannya, ya daripada berteman dengan yeoja-yeoja aneh di sekolah ini, aku lebih memilih menemaninya. Ia berbeda dari yeoja lain, sungguh.

 

“Kris oppa!” baru saja ingin memejamkan mata, datanglah iblis berparas malaikat ini–Yura–menghampiriku dan duduk seenaknya disampingku. Kutolehkan kepalaku ke samping kiri agar aku tidak melihatnya. Muak.

 

“Ish, kau mengacuhkanku? Haha, terserah padamu saja lah oppa. Aku tahu, dirimu pasti sedang memikirkan yeoja pecundang teman baikmu itu kan?” ia membuatku tersentak kaget dan langsung saja aku menatapnya dengan mata yang melotot seakan tak terima ia menyebut nama Chorong dengan panggilan yang sungguh sangat tidak sopan.

 

“Aigoo, hahahaha, tenang dulu, jagiya. Kenapa kau kelihatan tak suka jika aku menyebutnya seperti itu, eo? Tahu atau tidak, kau membuatnya sakit dan tidak masuk sekolah hari ini,” Hyeri tersenyum licik dan itu makin membuatku panas.

 

“Y-ya! Maksudmu apa? Sakit? Chorong tidak masuk sekolah?”

 

“Oh oh oh, katanya teman baik, tapi kau malah membuatnya sakit dan ah geurae! Kau sendiri malah tidak tahu kalau ia sakit. Cih, teman baik macam apa itu,” ucap Hyeri seenaknya sambil menggelengkan kepala dan mencibirkan bibirnya, aku pun semakin geram dan ingin menampar wajahnya.

 

“Jangan banyak basa basi! Katakan saja yang sebenarnya! Aku tidak suka diajak untuk memutar pikiranku sendiri!” aku menyentaknya dengan keras dan memukul meja yang ada di depanku. Tentu saja ia kaget dan sepersekian detik setelahnya, ekspresi juga bibirnya membentuk senyum menyamping lagi seperti semula.

 

“Geurae, ia sakit panas dan meriang karena kehujanan dan terciprat genangan air karena mobilmu kemarin. Hahahaha, kasihan sekali temanmu itu. Dan–oh, waktu kalian berdua disana, aku menonton kalian juga lho. Ahahahaha,” ia tertawa mengerikan seperti setan–oh dia memang setan– lalu akhirnya pergi meninggalkanku.

 

“Y-yak! Kau–ashh jinjja,” aku mendengus kesal dan mencoba untuk mencari Chorong di kelasnya namun itu semua tertahan karena bel masuk kelas sudah berbunyi. Sial.

 

 

 

… After school …

 

 

 

“Kris hyeong! Ayo kita latihan basket sore ini!”

 

“Kris! Yak! Kau mau kemana?! Katanya ingin latihan hari ini?”

 

“Kris! Wah, jeongmal. Kenapa dia aneh begitu hari ini?”

 

“Aku juga tidak tahu, yasudah kita undur saja latihannya besok sampai Kris bisa diajak berbicara,”

 

“Arraseo, ayo pulang!”

 

“Yo, kajja!”

 

 

Tak kuhiraukan teman-teman satu tim basket yang memanggilku dan obrolan mereka yang samar-samar kudengar. Aku terus berlari menuruni anak tangga menuju kelas Chorong dengan tas sekolah yang terselempang dibahuku. Sial saja, yeoja setan itu membuatku benar-benar khawatir selama jam pelajaran. Kalau sampai iblis itu berbohong, awas saja, akan kupenggal dia tepat dikepalanya.

 

“Seong-seongsaengnim. Hfft hfft, a-aku, ah, ya, apakah Park Chorong masuk kelas hari ini?” aku berhenti berlari dan mencegat Lee Seongsaengnim–guru di kelas Chorong–yang ingin pulang, aku berbicara sambil terengah-engah karena kelelahan.

 

“Aniyo, dia tidak masuk hari ini. Kata kepala sekolah, ia sedang sakit. Dan begitu saya kesana untuk menjenguk ke rumahnya, memang benar adanya dia sakit demam. Memang ada apa Kris?” tanya seongsaengnim curiga.

 

“Uh-oh, tidak apa seongsaengnim, saya hanya bertanya. Kebetulan saya ada perlu dengannya. Geurae, gamsahamnida atas informasinya, seongsaengnim. Saya permisi,” aku membungkukkan badan pada seongsaengnim dan berlari pergi menuju parkiran sekolah sampai akhirnya. . . . .

 

“Ckckck, perjuangan mencari puteri kesayanganmu sampai ngos-ngosan begini hm? Hahaha, sudahlah, selagi ada aku yang sedang menunggumu sejak lama, kenapa kau masih mencari yeoja lain yang notabene lebih rendah dariku?” iblis Yura itu berdiri di depan mobilku sambil bertingkah sombong. Aku mengepalkan tanganku dan siap untuk memaki-makinya.

 

“Ada urusan apa kau denganku? Terserah aku ingin mengejar siapa dan berteman dengan siapa. Heh iblis! Jangan mengotori mobilku ini, lebih baik kau pergi! Dan ingat, aku tak pernah sudi dekat-dekat dengan iblis dari neraka sepertimu! Minggir!” kudorong tubuhnya yang sok kuat hingga terhempas ke tanah. Aku tersenyum licik sepertinya sebelum masuk ke dalam mobil dan menyuruh ahjussi untuk menjalankan mobilnya.

 

“Ahh! Oppa! Yak neo! Arghh! Kurang ajar! Dasar yeoja pengganggu! Akan kubuat kau menyesal seumur hidup karena telah merebut Kris oppa ku!”

 

 

 

 

 

“Ahjussi, stop disini.” Kuperintahkan ahjussi untuk memberhentikan mobil tepat di depan rumah Chorong. Langsung saja aku keluar dari mobil dan menekan bel rumahnya.

 

 

 

TING TONG

 

 

TING TONG

 

 

Masih tidak dibuka. Kucoba tekan sekali lagi. TING TONG

 

 

 

 

“Nuguseyo?” terdengar suara eomma Chorong dari dalam.

 

“Oh, Kris? Ada apa kesini?” eomma nya berlari untuk membuka pintu pagar dan berbicara di depan denganku dengan apron yang terpasang di tubuhnya.

 

“Ah, annyeong ahjumma. Aku hanya ingin menjenguk Chorong. Kata Lee seongsaengnim, ia sakit demam sehingga tak masuk sekolah. Bolehkah aku bertemu dengannya? Dan kalau boleh tahu, kenapa ia bisa sampai demam?” tanya dengan sopan dan lembut.

 

“Uh-hm, begini. Mianhae, bukannya ahjumma melarangmu untuk bertemu Cho. Tapi, ia berpesan pada ahjumma, dia tidak mau bertemu siapa-siapa kecuali Lee Seongsaengnim dan pihak sekolah lainnya. Dia sakit demam dan menggigil karena kehujanan kemarin,”

 

“M-mwo? Ke–kenapa begitu, ahjumma? Bahkan aku pun tak ingin ia temui?” aku mengerenyitkan dahi, semakin khawatir dan gugup. Aku juga merasa bersalah, seharusnya ia tak kebasahan seperti itu kalau mobil yang kunaiki tidak  melintas dengan cepat hingga membuat genangan air disitu terciprat kearahnya.

 

“Tidak, Kris. Dia bilang dia ingin istirahat, tidak ada yang mengganggu, dan mau sendirian selama sehari saja. Ahjumma minta maaf dan mohon pengertiannya, ne?” kata eomma Cho memohon padaku dan aku mengangguk mengerti sambil menghembuskan nafas dengan berat.

 

“Gwaenchana ahjumma, tapi, bisakah titipkan secarik surat ini dariku padanya? Dan eumm, titipkan juga salamku padanya agar cepat sembuh. Aku akan menunggunya hingga masuk ke sekolah,” aku tersenyum pahit dan eomma nya juga membalas senyumanku lalu menerima surat yang kuberikan padanya.

 

 

“Jom gomawo ne, Kris. Kau perhatian dan kau juga rela repot-repot datang kesini. Aku tahu kau anak yang baik dan syukurlah kalau Chorong mendapat teman sepertimu,” ia menepuk bahuku dan dapat kulihat sorotan matanya terharu.

 

 

“Ini bukan apa-apa, ahjumma. Aku tahu ia sangat kesepian di sekolah, jadi aku bersedia menjadi temannya. Arra, maaf jika aku mengganggu ahjumma. Aku izin pulang dulu, gamsahamnida, ahjumma. Annyeong,” aku membungkuk sopan dan beranjak kembali masuk ke dalam mobil dengan penuh kecewa. Kulihat eomma nya melambaikan tangan kearahku dan masuk kembali ke dalam rumahnya. Chorongie, kau masih marah padaku hingga mengacuhkanku seperti ini? tanyaku dalam hati.

 

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

 

“Chorong,”

 

“Chorongie. Sayang, bangunlah,” sebuah tangan mengusap-usap pipiku dengan lembut membuatku mau tak mau membuka mata dan terusik dari tidur lelapku. Aku mengerang dan mengerjapkan mataku beberapa kali. Eung, jam berapa ini?

 

“Ah, kau sudah bangun. Bagaimana tidurnya? Waktu makan malam hampir tiba, sayang. Eomma sudah membuatkan sup macaroni kesukaanmu,” oh ternyata eomma yang membangunkanku. Ia membantuku duduk dan menaruh bantal di punggungku agar aku bisa merasa nyaman.

 

“Ne eomma, gomawo. Memangnya sekarang jam berapa, eoh?” aku mengucek mataku agar sejumlah kabut tipis yang menghalangi penglihatanku segera pergi.

 

“Jam setengah 6 sore. Kau tertidur cukup lama, sebentar lagi juga appa akan pulang,” eomma mengusap rambutku dan tersenyum.

 

“Coba tebak siapa yang datang ingin menjengukmu tadi siang?”

 

“Eum? Menjengukku? Nugu? Bukankah hanya Lee seongsaengnim?” kusipitkan mataku sambil menatap eomma bingung.

 

“Temanmu, Kris,” bagai tersambar petir, aku kaget demi apapun.

 

“M-mwo? Ia menjengukku? Bagaimana bisa?” hanya dengan mendengar kalimat itu mataku seakan segar kembali. Aku membulatkan mataku pada eomma dan membuka mulut tak percaya.

 

“Ya tentu bisa, namun sesuai pesanmu, eomma tidak membiarkan dia masuk dan menemuimu. Tapi dia menitipkan surat ini pada eomma. Tidak tahu isinya apa, tapi ia bilang ini untukmu,” eomma memberikanku secarik surat terbungkus amplop biru yang sangat rapi. Aku mengambilnya dan membolak-balikkan amplop itu sampai aku menemukan tulisan ‘To: Chorong, nae chingu J’ dengan gambar orang senyum disampingnya.

 

“Yasudah, eomma rasa itu surat penting, kau baca saja dulu. Jika appa sudah pulang, segeralah keluar untuk makan malam ne?” aku mengangguk dan akhirnya eomma keluar dari kamarku, membiarkanku sendirian di kamar dengan surat yang masih ada di tanganku.

 

Kucoba membuka lem perekat di amplop ini dengan hati-hati agar tidak tersobek sampai menemukan selembar kertas surat dengan warna biru muda yang hampir sama dengan amplopnya. Aku mengeluarkan surat itu dari amplopnya dan mulai membaca kata per kata nya.

 

 

 

To: Chorongie <3 J

 

Chorongie, annyeong! Ini aku Kris, teman baikmu satu-satunya di sekolah.

Hari ini aku mencarimu kemana-mana dan aku khawatir mengapa kau tidak ada di sekolah, sampai akhirnya aku menemukan diriku dengan Lee seongsaengnim dan bertanya kemana kamu pergi hari ini…

Lee seongsaengnim bilang kau sedang sakit sehingga tidak bisa masuk sekolah. Katanya, kau sakit demam..

Sudah bisa kutebak kau pasti demam karena kehujanan..ani, maksudku karena aku yang tidak sengaja membuatmu basah kuyup dengan air genangan yang terciprat ke seluruh badanmu sore itu…..

Maafkan aku, Chorong-ah, aku tahu kau marah padaku.. Aku sungguh tidak ingin hal itu terjadi dan aku berani bersumpah aku tidak tahu kalau itu dirimu..

Aku temanmu satu-satunya, tidak mungkin aku akan membuatmu sedih dengan sengaja.. Aku juga tidak akan mengkhianati janji yang sudah aku bilang padamu agar selalu menjagamu sebagai teman baik.. Tidak peduli berapa orang yang mencibirmu, aku tetap akan menjadi temanmu..

Chorongie.. sesungguhnya kamu adalah yeoja yang berbeda dari semua yeoja di sekolah ini.. Aku tidak mau berteman dengan mereka karena mereka menyayangiku sebagai teman dengan tidak tulus. Tidak sepertimu yang selalu perhatian dan bersedia menemaniku kapan saja.

Tolong jangan marah padaku.. Biar kejadian memalukan, menyebalkan, dan apapun itu menjadi yang pertama dan terakhir.. aku berjanji tidak akan mengulangi itu lagi.. Kalau perlu, kau juga boleh memintaku mengantarmu pulang setiap hari agar kau tidak perlu kepanasan dan kehujanan. Eotteyo? aku tidak keberatan, jeongmal..

Mau ‘kan kamu memaafkanku? Memulai pertemanan kita dari awal lagi? Geuraesseo, aku berharap kamu cepat sembuh supaya kita bisa bermain di sekolah lagi, oh ya, aku juga ingin mengajarkanmu bagaimana cara bermain basket. Kau pasti suka. Kkkk~

Jangan lupa minum obat dan istirahat yang cukup ya? Kutunggu kau di sekolah.. ^^

 

Semoga mimpimu malam ini indah :D

 

 

–Kris

 

 

 

Aku menghembuskan nafas lelah dan menjatuhkan tubuhku kebelakang yang terasa empuk karena bantal. Demi apa aku tidak bisa marah terlalu lama padamu, sunbae? Tentu aku masih kesal karena kejadian itu dan aku jadi sakit begini, mau percaya atau tidak aku juga sebal denganmu sebenarnya. Mendengar dirimu menjengukku saja aku kaget. Seperti firasatku benar dan seakan menyuruh eomma untuk tidak menerima siapapun yang menjengukku kecuali pihak sekolah. Dan benar saja, kau datang menjengukku dan menitipkan surat ini.

Kuangkat tangan kananku dan menyeka air mata yang jatuh dari kedua mataku. Mwo? Air mata? Sejak kapan aku menangis? Cih, cengeng sekali dirimu, Chorong. Ini karena rasa suka pada Kris sunbae yang lebih mendominasi sehingga aku tak bisa kesal pada dirinya terlalu lama.

 

Aku meraih boneka panda kesayanganku dan memeluknya erat sambil terus memegangi surat itu. Kupejamkan mata dan tersedu-sedu. Tuhan, aku pun tak tahu apa yang aku rasakan sekarang. Entah benci, sedih, senang atau lainnya.

 

 

 

KLING

 

 

Aku mendengar sebuah suara seperti krincingan sesaat setelah aku menggeser tubuhku ke samping kanan. Apa ini? Kucoba meraba-raba apa yang baru saja aku duduki dan ternyata amplop biru itu. Tapi kok, ada bunyinya? Bukankah sudah tidak ada isi dan kosong?

 

Kubuka amplop itu lagi dan menemukan sebuah gelang.

 

“Gelang? Eh, ada tulisannya juga,” aku mengambil kertas berwarna warni berukuran kecil yang terikat di ujung tali gelang pelangi yang berliontin anak perempuan dengan rambutnya diikat dua ini.

 

‘Berjanjilah untuk memakai gelang ini, Chorongie. Kau yang anak perempuan, aku yang anak laki-laki. Kau akan menemukanku memakainya di sekolah^^’

 

“Neomu gwiyeowo,” aku bergumam sendiri sambil mencoba memakai gelang pemberian Kris sunbae.

 

“Bagus sekali,” kuterkekeh pelan sambil memperhatikan pergelangan tanganku dan tersenyum senang. Inilah alasanku kenapa tak bisa terlalu lama merasa kesal padamu, sunbae. Aku berjanji akan cepat sembuh dan memakai gelang ini ke sekolah.

 

“Chorongie, appa pulang! Ada hadiah untukmu!”

 

“Arraseo appa! Aku datang~” teriakku senang dan segera melompat dari tempat tidur lalu berlari lewat tangga menuju lantai bawah dimana appa dan eomma pasti sedang menungguku.

 

 

 

 

 

2 hari yang lalu aku jatuh sakit dan demam tinggi. Tapi tidak untuk hari ini, aku sudah merasa enak dan aku bertekad untuk masuk sekolah. Dengan semangat aku mengenakan seragamku, mengambil tas dan juga memakai sepatu sekolah Mary Jane hitam milikku. Aku membuat dua kepangan pada rambutku. Oh ya, satu lagi, di pergelangan tanganku sekarang tidak kosong, ada gelang pemberian Kris sunbae yang menghiasinya. Melihat itu, aku tersenyum senang dan seolah semakin bersemangat untuk masuk sekolah.

 

 

“Appa, eomma aku berangkat sekolah dulu~!”

 

“Pagi sekali, sayang? Geurae, hati-hati, Chorong-ah. Jaga dirimu ne!” teriak eomma sambil melambai kearahku yang sedang menutup pintu pagar rumah.

 

“Gwaenchana, ada banyak hal yang harus kulakukan. Eung! Pasti eomma. Annyeong~” aku tersenyum lalu kemudian mulai berjalan cepat ke halte bus di ujung jalan. Aku menunggu bus disana dan tak berapa lama, bus itu datang dan mengantarkanku ke sekolah.

 

 

 

 

 

Kuhirup udara segar sesampainya di depan gerbang sekolah. 2 hari tidak masuk rasanya seperti sangat lama. Aku melangkahkan kakiku melewati gerbang sekolah raksasa itu dan sambil terus tersenyum aku melihat ke sekeliling dan tampaknya hmm sekolah ini menjadi lebih indah dari sebelumnya. Entah mengapa.

 

Aku berjalan terus sampai tiba di tangga dengan lantai berwarna coklat tua yang menghubungkan lantai pertama ke  lantai kedua dimana kelasku berada. Perlahan namun pasti aku menginjak anak-anak tangga itu sampai akhirnya aku menemukan dua orang yang tak asing lagi di pandanganku sedang berbincang-bincang dengan posisi wajah dan tubuh yang sangat dekat.

 

 

“Oppa, aku menyukaimu sejak lama, jangan terus berteman dengan yeoja itu, kau tahu kalau aku sakit hati,”

 

“Ssst, jangan disini, banyak orang kau tahu?” aku membelalakkan mata dan segera menyembunyikan diriku sendiri di belakang tembok kelasku. Sungguh aku kaget, tapi aku masih ingin mendengar pembicaraan mereka. Aku memunculkan kepalaku sedikit, ingin melihat apa yang mereka lakukan.

 

“Eumm, waeyo? Biarlah semua orang tahu kalau kau hanya milikku sekarang. Termasuk yeoja bodoh itu,”

 

“Ani, aku memang milikmu sekarang, tapi jangan begini, kalau ada seongsaengnim yang melihat bisa bahaya kau tahu?” bagai tersambar petir tanpa ada hujan yang mengawali, aku sangat sakit dan terkejut mendengar pernyataan Kris sunbae. Ia bersama dengan Yura sunbae, orang yang selama ini jelas-jelas sangat membenciku berteman dengan Kris sunbae. ‘aku memang milikmu sekarang’ kata-kata itu seolah mengiang di telingaku tak berhenti. Apa? Mana mungkin ia mengatakan itu. Aku menggelengkan kepalaku tak percaya.

 

“Hihi, ne oppa. Geurom.. Bolehkah aku me… eumm menciummu?”

 

“Tentu saja,” aku tak kuasa lagi untuk melanjutkan dan melihat pemandangan menggelikan itu. Segera kualihkan kepalaku dan bersembunyi lagi di belakang tembok. Kuhentakkan kepalaku ke belakang dan aku sadar aku menghantam tembok lumayan keras. Aku tak peduli. Rasa sakit di kepalaku tak sebanding dengan sakit di hatiku sekarang ini. Tanpa aku pun menyadari, kedua pelupuk mataku mulai berkabut dan pandanganku seolah buram. Air mataku mulai menetes dengan bebasnya. Aku tersendu-sendu dan menutup mulutku lalu segera berlari meninggalkan tempat itu, dimana kejadian menjijikan antara mereka berdua sedang berlangsung.

 

Aku tak bisa dengan semua ini, aku tak bisa. Kuputuskan untuk berlari dengan secepat kilat menaiki tangga sambil terus menyeka bulir-bulir air mata yang tak hentinya menetes dari pelupuk mataku. Tidak kupedulikan betapa seringnya aku hampir tersandung di sela-sela langkahku, yang penting aku bisa sampai di rooftop sekolah dalam waktu secepat mungkin.

 

 

 

“AAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!” kulepaskan semua amarahku dengan berteriak sekeras mungkin sesampainya di rooftop.

 

“Euh.. hhhh… Babo nikka! Kris sunbae neo jeongmal babo nikka!!!” aku terjatuh tak berdaya dan terduduk sambil terus menangis. Kalau aku bisa, aku akan habiskan semua stok air mataku sampai tak bersisa asalkan aku bisa menyalurkan semua perasaan sakit hati dan amarah yang ada di sela-sela rongga dadaku yang seakan menjalar kian lama kian cepat dan ingin menggerogoti seluruh badanku hingga ke ujung kepalaku.

 

Ini yang pertama untukku. Sesakit ini kah rasanya?

 

Kenapa? Kenapa semua ini terjadi?! Apa maksudnya semua ini?! Ia sendiri yang mengharapkanku cepat kembali ke sekolah dan mengenakan gelang bodoh ini sebagai tanda persahabatan. Tapi apa?! Ia hanya ingin aku datang ke sekolah melihat dirinya sekarang sudah berpacaran dengan Yura sunbae dan juga menonton mereka bermesraan secara gratis?! Apa ini semua rencananya?!

 

 Aku memukul-mukul dadaku dengan tangan kanan yang mengepal kuat. Sedangkan tangan kiriku kugunakan untuk meremas rambutku dan refleks kepalaku menunduk di atas kedua lututku. Tangisku makin pecah dan semua air mataku membasahi rok biru seragamku.

 

“Wae wae WAE?!?! Kenapa kau melakukan ini semua?! Disaat kau memberikanku harapan untuk menjadi lebih dari temanmu tapi hanya ini yang kudapat. Ini yang kau rencanakan?! Apa iya?!! Kau sudah puas sekarang?!! Jawab ak–“

 

“Oh oh oh, kasihannya anak eomma. Eumm, sakit hati ya teman baikmu menusukmu dari belakang? Tsk, malang sekali nasibmu” kudengar suara ejekan itu dari arah belakang yang memotong jeritanku yang semakin kencang. Kuputar balikkan badan dan menemukan yeoja iblis itu dengan Kris sunbae di belakangnya yang menatapku dengan raut wajah ‘tak percaya’.

 

“Hmm? Wae? Kau kaget kalau kami sudah berpacaran?” aku terdiam  tak menjawab sepatah kata pun, hanya bisa menelan air liur yang terasa pahit sambil menatap mereka berdua secara bergantian. Sorot mataku memandang mereka dengan geram, kukepalkan kedua tanganku sekeras-kerasnya. Kuyakin tampangku sangat memprihatinkan sekarang.

 

“Ya, selama kau tidak masuk 2 hari ini, Kris menjadikanku miliknya secara resmi. Kau lihat ini?” ia memperlihatkan pergelangan tangannya dan pergelangan tangan Kris sunbae yang terhias gelang pasangan yang kurasa pernah kulihat sebelumnya.

 

“I-itu…” aku sedikit menunduk untuk melihat tangan kananku dan menemukan gelang yang sama dengan milik mereka berdua. Kugigit bibir bawahku guna menahan tangis yang lebih hebat akan terjadi sebentar lagi.

 

“C-chorong,” Kris sunbae memanggil namaku dengan pelan namun aku masih mampu mendengarnya. Kulangkahkan kakiku yang terasa lemas mendekati mereka berdua sambil terus menatap dengan sorotan tajam.

 

 

Kudorong keras badan Yura sunbae hingga ia jatuh tersungkur ke bawah. Sekarang tinggal Kris sunbae yang ada di hadapanku. “Jadi, ini semua yang kau rencanakan sejak awal, Kris sunbaenim?” kutekankan kata-kata ‘sunbaenim’ seolah berpura-pura sopan padanya.

 

“A-ani, Chorong, biar aku jelaskan semuanya, aku dije–“

 

“AH! Persetan akan semuanya! Aku tak butuh penjelasanmu lagi, sunbae. Sakit, sunbae. Sakit!! Kau tak akan pernah tahu apa yang aku rasakan sekarang. Dan, oh, aku juga tidak menyangka kau mengkhianatiku seperti ini. kukira sunbae adalah teman baik yang bisa aku percaya selamanya,” kuhirup sedikit udara guna mengisi pasokan oksigen yang mulai kosong di paru-paruku. Bagaimana tidak? Aku berbicara seolah tanpa titik maupun koma.

 

“Dasar yeoja kurang ajar! Menjauh dari namjachi–ARGH!!!! Appo!!!”

 

“Mwo?! Kau mau apa sekarang sunbae? Kau kira aku lemah seperti ini tidak mempunyai batas kesabaran?! Aku sudah cukup hina di matamu, kau selalu mengejekku dan merendahkanku di depan semua orang. Maumu apa sebenarnya?! Jangan menganggap dirimu sebagai senior dan berlaku seenaknya padaku!” aku memelintir pergelangan tangan Yura sunbae yang sebelumnya ingin menamparku tapi berhasil kutahan. Semua orang tidak tahu, sebenarnya aku sangat pandai dalam bidang seni bela diri sejak kecil. Jadi, menghadapi yeoja lemah seperti ini adalah hal mudah. Kurasa, ini saatnya aku membalas semuanya.

 

 

“C-chorong-ah, jangan kasar pada–“

 

“Waegurae? Sunbae pikir aku yang polos dan diam seperti ini tidak mampu membalas semua perbuatannya? Arraseo, aku lepaskan dia,” kulepaskan tangan Yura sunbae yang memerah karena cengkramanku dan melanjutkan kalimatku. Kuperhatikan Yura sunbae berlari kebelakang tubuh Kris sunbae dan mengumpat takut-takut.

 

“Oppa, dia menyakitiku,” ia berbisik sangat pelan bahkan seperti angin yang berhembus.

 

 

“Kris sunbae, dengar, aku tak peduli ini hanya drama atau rekayasa, yang pasti, aku sudah tidak tahan akan semua ini. Dan gelang bodoh ini, yang kau anggap sebagai gelang tanda persahabatan kita akan aku buang. Kita bukan sahabat lagi,” dengan cekatan aku melepaskan gelang itu dan berencana untuk melemparnya ke bawah dari atas rooftop.

 

“Chorongie andwae!!” ia menahan bahuku untuk tidak melemparkan gelang itu namun…

 

“Sudah terlambat sunbae. Tidak kah ada cara lain yang lebih baik untuk menyakitiku? Kau sendiri yang bilang untuk melindungiku dan selalu menjadi temanku sebagaimanapun orang-orang mencibirku, tapi apa, disaat aku semakin menyukaimu dan, aku tahu aku bodoh, tak seharusnya aku jatuh hati padamu, dan ternyata ini semua yang terjadi, kau malah berhubungan dengan orang yang menyakiti temanmu sendiri,” aku berbalik menatapnya lagi dengan sedikit memicingkan mataku. Tetesan air mata itu masih saja keluar.

 

“Jebal, Chorong-ah. Aku tak pernah tahu akan rencana yeoja ini. Aku seakan di voodoo olehnya. Ia memperalatku, aku tak berdaya, Chorong-ah. Chorong! Ya, dengarkan aku! CHORONG!!!” kutinggalkan kedua pasangan itu dan tak lagi menghiraukan suara parau yang memanggil dan meneriakiku. Aku menutup pintu masuk rooftop dengan keras dan bergegas untuk pergi dari sekolah ini. Muak akan semuanya.

 

 

 

~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~

 

 

“Actually, I resented you for acting like everything was normal
Why didn’t you know my heart?”

 

 

 

 

“Eonni-ya. Mereka siapa?” tanya Bomi pada Chorong. Chorong menggeleng dan meneguk teh nya dengan cepat. Tenggorokannya seakan terasa kering. Mereka membuatku mengingat semua kejadian itu lagi. Chorong berdesis dalam hati.

 

“Gwaenchana, lupakan saja. Kajja, lanjutkan lagi makanmu,” ia menegur Bomi. Bomi yang tak tahu apa-apa hanya mampu mengangguk dengan wajah bingung dan langsung menyantap lagi makanan yang masih tersisa banyak dihadapannya.

 

Sambil mengunyah makanannya, Chorong diam-diam mereka-reka semua kejadian pahit 7 tahun lalu itu. Kenapa mereka muncul disini lagi, sih? rutuknya sambil mendengus sebal.

 

“Jogiyo, bolehkah aku mengambil kursinya oh–Chorong?” Chorong tersentak kaget saat namanya disebut. Hampir saja ia tersedak tapi ia tahan dengan segera menepuk-nepuk dadanya dan menelan makanan yang masih tersimpan di dalam mulutnya dengan segera. Tidak salah lagi, suara berat dan parau itu memanggilnya. Ia seakan terjebak oleh dua keputusan yang sulit–mau menatapnya kembali dan menyapanya atau pura-pura amnesia dan tidak mengenalnya?

 

“E-eonni, kau mengenalnya?” Bomi sedikit berbisik pada telinga Chorong dan yang dibisikkan hanya terus menduduk dan menghentak-hentak pelan kakinya ke lantai. Gugup.

 

“Chorong, kau Chorong ‘kan?” bodoh. Chorong mendongakkan kepalanya dan melihat wajah itu. Mata mereka saling menatap lagi sejak 7 tahun lalu tidak bertemu karena Kris yang menghilang dari sekolah setelah kelulusan kelas 9. Masih, getaran di dadanya masih terasa ketika menatap mata Kris. Perasaan itu masih ada?

 

“N-ne,” ia mengangguk lemah dan refleks memukul meja dengan pelan, menyesal kenapa ia harus menjawab dan menatapnya lagi. Aish.

 

“Wah, kebetulan sekali bertemu denganmu lagi. Apa kabar dirimu, Chorong-ah? Lama tak jumpa” Kris dengan seenaknya duduk di hadapan Chorong dan tersenyum seakan tidak ada masalah sama sekali. Apakah ia tidak mengingat kejadian 7 tahun lalu yang ia lakukan pada Chorong dan sekarang malah menyapa dengan beranggapan tidak terjadi apa-apa di masa lalu?

 

 

‘Lama tak jumpa katanya? Dia yang kemana. Oh baiklah, aku juga tidak mengharapkannya mengucapkan salam perpisahan pada hari kelulusan itu padaku’

 

 

“A-aku baik-baik saja,” susah sekali untuk mengucapkan kata sesingkat itu bagi Chorong. Ia mulai geram.

 

 

“Baguslah kalau begitu. Bolehkah kita berbicara sebentar? Empat mata saja,” DEG. Apa-apaan lagi ini?  Mengajak berbicara? Berdua? Empat mata? Chorong melirik sedikit ke arah kiri dan tidak menemukan yeoja yang ikut bersama Kris saat masuk ke restoran tadi. Aneh. Kemana dia pergi? Tanya Chorong bingung pada dirinya sendiri.

 

 

 

 

 

 

“Jadi, ada kejadian menarik apa setelah kau lulus?”

 

“Eung, tidak ada. Semuanya berjalan baik dan, kurasa tidak ada yang begitu menarik,”

 

“Hm, benarkah? Kau masuk universitas mana?”

 

“Seoul University”

 

“Wow~ jinjja? Daebak! Itu salah satu universitas terbaik di Korea,”

 

“Erm, begitulah. Kau sendiri bagaimana?”

 

“Ah, aku kuliah sambil kerja. Membiayai istri tidaklah mudah ternyata,”

 

Chorong seakan tertohok dengan kata ‘istri’ yang diucapkan Kris. Istri? Maksudnya apa?

 

“Istri?”

 

“Oh, haha. Ya, benar, istri. Aku sudah menikah,”

 

“M…menikah?” ia mengulang kata-kata Kris dengan suara pelan hampir merupai hembusan nafas penyesalan. Sungguh, apa ini yang kedua kalinya  ia ingin membuat Chorong sedih dan menangis?

 

“Jeongmalyo? Eum, chukkahae, sunbae. Aku ikut senang,”

 

“Hahaha, babo. Masih saja memanggilku sunbae. Panggil saja aku oppa,”

 

Ada beribu-ribu keinginan untuk Chorong menanyakan siapa istri dari Kris.  Tapi, ia takut jawaban itu malah membuatnya sakit. Tanpa sengaja, Chorong mendapatkan matanya melirik pada jari manis kiri Kris yang terhias cincin berwarna silver dengan tulisan ‘Y’ ditengahnya.

Y? Yura? Tanggap sekali otaknya mengetahui siapa nama dari inisial Y tersebut. Chorong terdiam sebentar dan berhenti berjalan. Kris yang baru menyadari kalau Chorong tertinggal jauh dibelakangnya, menghampiri Chorong dan mendekat padanya.

 

“Neo.. Kau kenapa?” Chorong menggeleng.

 

“Kau… menangis?” Kris mengulurkan tangannya untuk mengusap tetes air mata yang mengalir dari mata kanan Chorong ke pipi chubby nya yang berwarna merah muda. Chorong menahan tangan Kris dan menepisnya perlahan lalu tersenyum. Pria itu melihatnya, mau percaya atau tidak, Kris tahu apa maksud air mata itu, ia tahu semuanya. Ia tidak hilang ingatan akan semuanya.

 

Ia merengkuh tubuh Chorong kepelukannya dan sontak Chorong membeku di pelukan Kris yang sangat hangat, mengusap rambut panjangnya dengan lembut dan penuh sayang.

 

“Mianhae akan kejadian 7 tahun lalu itu, Chorongie. Aku mengingat semuanya. Aku tidak memberikan salam perpisahan saat hari kelulusanku padamu karena aku malu untuk bertemu dirimu untuk terakhir kalinya, menyesal akan semua perbuatanku Chorong,” Kris semakin mengeratkan pelukannya dan memejamkan matanya, menarik nafas sesaat.

 

“Kemana-mana aku mencarimu, Cho. Setiap hari aku memikirkanmu, menyesal dan hatiku juga sakit setiap mengingat apa yang aku lakukan padamu. Menemuimu hari ini juga suatu keberuntungan, aku merindukanmu.. Tapi, itu malah membuatku mengingat kejadian itu lagi. Pikiran itu menghantuiku di setiap malam sebelum aku tertidur. Kau tahu siapa istriku? Yura. Park Yura. Yeoja yang mengganggu persahabatan kita. Sumpah demi apapun, aku tak ingin menikahinya, aku sesungguhnya ingin memilikimu, bukan teman bukan, lebih dari itu. Namun apa boleh buat, perusahaan ayahku ternyata bergantung pada ayah Yura. Takut-takut perusahaan ayah bangkrut, ia menjodohkanku dengan Yura dan alhasil, perusahaan ayah bangkit kembali sekarang. Aku hanya bisa pasrah. Mianhae, Chorong-ah. Jeongmal mianhae, aku sungguh berdosa dan seharusnya aku tak menawarkan diri untuk menjadi temanmu kalau ini akhirnya yang aku lakukan padamu,”

 

“Sudah, sunbae. Jangan membahas itu lagi. Aku hanya ingin kau bahagia dengan Yura sekarang. Jagalah dia dan cintai dia dengan sepenuh hatimu. Berkeluargalah dengan penuh kebahagiaan dan milikilah anak-anak yang lucu dengannya, sunbae. Dia istrimu sekarang, lupakan semua tentangku. Kalau tidak bisa dalam waktu singkat, perlahan-lahan juga tidak mengapa.  Hanya satu pesanku, jangan menyakiti hati Yura layaknya kau menyakitiku, cukup aku yang pertama dan terakhir. Arra?” Chorong melepaskan pelukannya dari Kris dan menghapus air mata yang mulai mengering di pipinya lalu kemudian terkekeh pelan pada Kris.

 

Kris tak kuasa melihat itu. Tapi ia juga tak bisa menolak pesan dari Chorong. Ia memeluk Chorong sekali lagi dan mengangguk mengerti padanya.

 

“Terima kasih untuk pesannya, Chorongie. Aku bersumpah kaulah teman terbaik yang pernah kupunya. Kuharap kau juga bahagia, ne?”

 

Chorong mengangguk dan tersenyum manis. Sepersekian detik setelah pertemuan antara empat mata yang menjadi tatapan terakhir bagi mereka, Kris beranjak pergi meninggalkan Chorong. Chorong hanya mampu menatap punggung Kris yang semakin lama semakin menjauh dan kemudian menghilang.

 

Ia menghembuskan nafas lega dan tersenyum. Entah senyuman apa itu namanya, namun ia merasa semua tentang dia dan Kris harus berakhir sampai disini. Mereka harus bahagia masing-masing, bukan bersama.

 

‘Kris sunbae, jom gomawo. Terima kasih atas semua yang kau ajarkan padaku untuk menjadi orang yang lebih baik di masa depan. Kau akan selalu menjadi teman baik dan memori yang terindah bagiku. Doaku akan selalu menyertaimu dan Yura. Kris sunbae, jaljinae.’

 

 

 

……

 

 

 

 

Do you remember how you and I were so young and small?
We were always together, do you remember our friends who were jealous of us?

You held my small hand and protected me, always smiling only at me
Baby, we didn’t know back then, we were too young

You came to me, into my heart, as something more than a friend
Next to you, I hid my heart, hiding behind the friend label

Do you think of those days like I do sometimes? Do you remember?
The nice breeze, the warm sunlight that shone on us? Do you remember?”

 

 

 

 

“Feel me, feel me, tell me, tell me, love me, love me, though it’s too late”

 

 

 

 

 

 

 

…THE END…


We Are EXO! (Chapter 4)

$
0
0

a

 

 

Title                 : We Are EXO!

Author             : Elisa Hutami

Main cast      :  Kim Yoo Jung  a.k.a Dara

Oh Sehun a.k.a Sehun

Xi Luhan a.k.a Luhan

Support Cast :  Yoo Young Jae a.k.a Young Jae

Kwon Yuri a.k.a Nyonya Oh

Jeno a.k.a Jeno

Genre              : School life, Fantasy, Family, Romance, Friendship, Mystery

Length            : Chapter

Rating             : PG-15

Disclaimer      : Original

 

Summary         : Planet bumi yang sudah sangat lama dihuni manusia ini ternyata mempunyai banyak rahasia yang mungkin tidak akan masuk di akal manusia biasa. Salah satunya adalah sebuah pohon yang diberi nama pohon kehidupan yang kini sudah mulai mengering karena suatu alasan, dan ke-12 member EXO diperintahkan untuk tinggal di dunia manusia dengan tugas untuk mencari “sesuatu” yang bisa mengembalikan kesuburan pohon kehidupan. Namun ternyata tugas ini sangat sulit bagi mereka, karena selama di dunia manusia mereka harus bertingkah sewajarnya manusia, dan mereka juga harus pergi ke sekolah yang sebelumnya belum pernah mereka lakukan, serta memiliki keluarga baru di bumi. Bagaimana cerita selengkapnya? Pantengin terus We Are EXO!
            4st We Are EXO !

Matahari masih belum sepenuhnya bersinar, hawa dingin juga masih terasa sampai ke tulang meskipun Dara dan Sehun sudah memakai jaket yang lumayan tebal. Namun itu semua tidak bisa menghalangi teriakan Dara.

 

“Mwo!!! Namdhongshaeng???!!” Dara menaikkan alis kirinya “yah eomma..! apa kau jadi sakit karena terlalu lama tinggal di Kanada? Yah.. sejak kapan aku punya namdhongshaeng?” Dara memandangi eommanya aneh.

 

“Sejak..” Nyonya Oh bepikir “..sekarang” Nyonya Oh merangkul pundak namdhongshaeng Sehun dan Dara “kalian bertiga.. baik-baiklah.. eomma harus pergi dulu, ada rapat penting soalnya” Nyonya Oh tersenyum tanpa dosa pada ketiga anaknya bergantian.

 

“Mwo? Yah eomma.. kau baru pulang hari ini selama 2 tahun dan  akan pergi lagi?” tanya Dara tidak percaya.

 

“Ada rapat perusahaan penting, eomma tidak bisa tidak berangkat” Nyonya Oh melepaskan rangkulan pada anak termudanya.

 

Dara memutar bola matanya, tidak percaya Nyonya Oh lebih mementingkan rapat perusahaan dari pada anaknya yang sudah 2 tahun tidak bertemu dengannya.

 

“Nah Sehunnie.. sebagai anak tertua aku titipkan kedua namdhongshaengmu padamu yah” Nyonya Oh tersenyum modus pada Sehun “eomma akan pergi sekarang, bye..!” Nyonya Oh kembali memberikan senyuman lebarnya pada Sehun dan Dara yang masih menatap tidak percaya, lalu Nyonya Oh masuk ke taxi.

 

Taxipun berjalan mundur lalu berbelok keluar dari gerbang rumah, kini hanya tersisa Sehun, Dara, dan namdhongshaeng mereka di depan pintu rumah.

 

Dara memutar bola matanya “Ah cenca!” Dara kembali berteriak “aku tidak percaya ini.. eomma pulang hanya untuk mengantar anak yang dia bilang adalah namdhongshaengku? Maldandwae! Aku benar-benar tidak bisa mempercayai ini! Masa eomma….” Dara sibuk berbicara sendiri.

 

Sehun berjalan mendekati namdhongshaengnya yang sedang berdiri sambil menundukkan kepalanya di depan rumah, mungkin namdhongshaengnya juga merasa tidak enak dengan situasi ini, ya.. dia juga punya perasaankankan?

 

Lalu Sehun membungkukkan tubuhnya tepat di depan namdhongshaengnya, kedua tangan Sehun memegangi lututnya “Iremi moeyo?” tanya Sehun lembut dengan wajah bersahabat.

 

Namdhongshaengnya langsung mengangkat kepalanya “Na.. nan iremi.. Jeno.. Oh Jeno..” namdhongshaeng yang ternyata bernama Oh Jeno itu lalu tersenyum karena senang Sehun menanyakan namanya, meskipun dia gelagepan dalam mengatakan namanya.

 

“Ah..  jadi namamu Jeno..” lalu Sehun mengcak-acak rambut Jeno sedikit.

 

Dara menatap Sehun bingung dari belakang “Hah? Yah oppa!” Dara kesal pada Sehun karena dia sepertinya tidak mempermasalahkan keadaannya.

 

“Senang berkenalan denganmu, Jeno” Sehun kembali berdiri lalu menolehkan wajahnya ke Dara “kita harus sekolah, kajja!” Sehun memasukkan tangannya ke saku celananya, wajahnya kembali datar saat ini lalu dia berjalan ke mobil ferrari merah yang tadinya terparkir tepat di depan taxi.

 

Pertamanya Dara bingung, tapi dia lalu berjalan mengikuti Sehun, baru beberapa langkah dia langsung berhenti lalu menatap Jeno untuk sesaat, kemudian Dara mengikuti Sehun lagi masuk ke mobil, meninggalkan Jeno yang masih berdiri di depan rumah.

 

Mobilpun dijalankan.

 

Diperjalanan..

 

“Yah oppa.. oppa wae geurrae?” tanya Dara menatap Sehun yang sedang konsen menyetir.

 

“Moeyo?” tatapan Sehun tidak berubah, dia masih tetap memandang ke depan.

 

“Jeno itu.. kenapa kau malah baik padanya?”

 

“Aku tidak baik padanya, aku hanya menyapanya, yah.. dia juga punya perasaan kau tahu? Kau harus sedikit menghargainya.. dia itu baru pulang dari Kanadakan? Dia pasti sangat lelah” saran Sehun bijaksana.

 

“Yah oppa! Aku tidak perduli padanya! Dan aku bahkan tidak tahu apa dia benar-benar namdhongshaengku atau bukan” Dara berpikir keras “yah oppa! apa saat aku kecil aku punya namdhongshaeng? Kenapa aku tidak ingat yah oppa?” Dara berpikir keras lagi.

 

“Ah molla.. aku juga tidak ingat punya namdhongshaeng”

 

*Crett..*

 

Mobil direm mendadak, Sehun dan Dara terdorong sedikit ke depan.

 

Mobil-mobil yang berjalan di belakang mobil Dara mengalami kecelakaan tabrakan beruntun, dan mirisnya mobil Dara yang merupakan penyebab kecelakaan ini malah baik-baik saja tanpa tergores atau bergeser sedikitpun. Dan lebih mirisnya lagi adalah Sehun dan Dara tidak tahu bahwa mereka telah mengakibatkan tabrakan beruntun di kilometer itu.

 

Untungnya saat itu jalanan sepi, tidak ada CCTV terpasang dan petugas yang sedang berjaga di kilometer itu, jadi Sehun dan Dara aman.

 

“Oppa apa kau sudah gila? Mengerem mendadak seperti tadi itu sangat berbahaya! kau ingin mati muda hah?” Dara berpikir “ah sudahlah.. lagian ini bukan yang pertama kalinya” Dara mengganti topik “yah oppa.. apa Jeno benar-benar namdhongshaeng kita? Apa.. eomma dan appa mengadopsinya? Atau..” Dara menatap Sehun serius.

 

“Atau.. appa selingkuh? Atau.. eomma selingkuh? Atau..” pikir Sehun ngaco.

 

“Yah..! mereka tidak akan seperti itu!” potong Dara kesal karena Sehun berpikir terlalu jauh.

 

“Bisa saja.. biarpun mereka saling mencintai, tapi jika bertemu dengan orang lain yang lebih baik pasti ada yang akan berselingkuh.. cih.. percintaan memang memuakkan!”

 

“Yah! Eomma dan appa tidak seperti Naeun dan kau! Eomma tidak akan selingkuh.. apalagi appa..” bela Dara.

 

Sehun menyipitkan matanya “Yah! Jangan bahas mantan yeojachinguku! Kau tidak tahu apa-apa soal cinta” Sehun menyenderkan kepalanya “kau bahkan belum pernah pacaran.. hahaha..” ejek Sehun pada Dara yang lalu kembali menancap gas.

 

“Yah.. yang jelas saat aku pacaran nanti aku tidak akan bertahan hanya selama satu hari sepertimu!” Dara menyilakan kedua tangannya di depan perutnya “benar juga kata oppa, aku kan belum pernah pacaran, hoah..!” teriak Dara dalam hati.

 

Saat mobil sudah dijalankan lagi, Dara masih tetap ingin berbicara dengan Sehun “Oppa..”

Dara masih menatap lurus ke depan “apa kau kira eomma sedang berbohong pada kita? Yah.. bisa saja Jeno itu namdhongshaeng appa, kan? soalnya mereka mirip, tapi kenapa eomma harus berbohong kalau Jeno itu namdhongshaeng kita….” bla bla bla.. Dara masih mengoceh sendiri.

 

Tangan kiri Sehun merogok ke saku bajunya, begitu dia mendapatkan apa yang dia inginkan dari sakunya, dia segera memasangnya ke telinganya, ya.. sebuah headsheet.

 

“Jadi oppa.. bagaimana menurutmu?” tanya Dara mengakhiri kata-kata yang bisa dibilang seperti mantra mbah dukun yang lalu menatap Sehun.

 

Sehun masih asik dengan headsheetnya.

 

Dara menarik headsheet Sehun dengan paksa “Oppa kau ingin mati? Apa kau ingin aku tendang hah? Berani-beraninya kau memasang headsheet saat aku sedang berbicara, ah..!.”

 

“Ah mian.. tapi lagu SHINee-Stand By Me ini bagus loh”

 

“Yah kau kira aku bodoh? Kau meninggalkan mp3mu di meja makan!” Dara menyipitkan matanya “lihatlah.. ujung headsheet ini tidak tersambung mp3” cibir Dara.

 

Sehun bingung “Yah.. itu.. itu karena.. yah.. apa kau mau..”

 

“Shireo!” potong Dara langsung “kau cari-cari alasan, aku membencimu!” Dara menyilakan kedua tangannya di depan perut lalu memanyunkan bibirnya.

 

Sehun menarik napas panjang “Aish cenca.. Master.. kenapa aku dimasukkan ke dalam keluarga yang penuh konflik seperti ini sih? Memikirkan member EXO yang lain saja sudah membuat kepalaku hampir gundul, eh.. sekarang malah ada konflik keluarga yang rumit, lebih-lebih Dara si yeoja setengah namja yang keras kepala ini, ah! aku tidak mau ikut campur! Aku pasrah aja deh..” pikir Sehun lelah dalam hati.

 

Dara membuka mulutnya “Jeno itu.. tampan juga ya oppa?”

 

Sehun memutar bola matanya “Cepat sekali kau berubah mood, kau memang yeoja yang aneh” Sehun menatap Dara dengan alis kirinya yang ia naikkan.

 

Dara menatap Sehun miris karena kata-katanya tadi, lalu dia kembali menatap ke depan “Oppa awas..!”

 

Sehun langsung menatap ke depan.

 

Deg! begitu kagetnya Sehun melihat seorang namja berjaket *oke itu bukan masalahnya* masalahnya adalah Sehun akan menabraknya.

 

Dengan sigap Sehun segera membelokkan mobilnya ke pinggir jalan.

 

*Brung..*

 

mbil

 

 

 

( Mobil milyarannya rusak coy! )

 

Mobil Dara sukses menabrak sebuah tiang yang ada di pinggir jalan, dan hal ini sukses juga membuat tampilan depannya penyok dan sedikit mengeluarkan asap.

 

Sehun segera melepas sabuk pengamannya “Dara gwenchana?” Sehun mengangkat Dara yang sedikit tersungkur ke depan lalu dia buat Dara tersender ke kursi.

 

“Aish oppa.. kau benar-benar ingin mati hah?” Dara memegangi kepalanya yang terasa sakit.

 

Deg! Sehun kaget melihat Dara “Dara kau berdarah! kita harus cepat keluar!” Sehun segera mengunci mobil lalu membuka pintu mobilnya, berjalan keluar lalu membuka pintu mobil Dara “Dara pegang pundakku!” Dara mengikuti perintah Sehun. Sehun menggendong Dara ke luar.

 

Sehun mendudukkan Dara di atas rerumputan hijau di pinggir jalan, dekat dengan mobil Dara “Dara gwenchana?”

 

Dara lama merespon “Gwenchana mbahmu! Yah oppa! Kepalaku berdarah karena kau! Kau benar-benar ingin aku tendang oh? Aku bahkan belum menikah oppa! Yah.. pokoknya kau harus tanggung jawab kalau sampai aku tidak mendapat namjachingu karena wajahku yang jadi jelek sepertimu!”

 

“Kau jangan banyak bicara dulu” Sehun khawatir (?) sebenarnya Sehun tidak mau mendengar omongan Dara yang selalu panjang lebar “yah.. apa di mobil ada kotak P3K?”

 

Dara tidak menjawab pertanyaan Sehun.

 

“Yah kenapa kau tidak menjawabku?”

 

“Yah pabo! Kau bilang aku jangan banyak bicara, aku diam malah kau bilang kenapa aku tidak menjawabmu, oppa pabo!”

 

Sehun termanga lalu menjitak kepalanya sendiri “Ah.. aku lupa, yah.. pakai saja sapu tangan ini untuk menghambat pendarahan” Sehun menyodorkan sapu tangannya dari saku celananya.

 

Dara mengambil sapu tangan itu “Yah.. apa disini ada bekas ingusmu?”

 

Sehun menyipitkan matanya “Kalau tidak mau sinih kembalikan” Sehun mengulurkan tangannya.

 

“Anio! Bekas ingus oppa juga tidak masalah, yang penting darahku tidak keluar” lalu Dara gunakkan sapu tangan itu di dahinya, dan ini sukses membuat darahnya tidak keluar lagi untuk sementara.

 

Tiba-tiba Sehun merasa ada sebuah tangan yang memegangi pundaknya dari belakang.

 

Reflek Sehun langsung memegangi tangan itu lalu memlintirnya seperti ibu rumah tangga yang sedang memeras jemuran. Sehingga membuat orang yang memegang pundak Sehun itu berdiri membelakangi Sehun.

 

“Ah ah.. sakit..” kata seorang namja yang tangannya diplintir Sehun, yang ternyata adalah namja yang tadi akan ditabrak Sehun.

 

“Non..?” Sehun menatap namja itu dari samping “yah.. apa kau yeoja bercelana?” tanya Sehun yang melihat wajah namja itu ternyata lumayan cantik.

 

Dara memperhatikan tingkah Sehun “Oppa pabo!” katanya dalam hati.

 

“Mwo?! Yah aku hanya namja yang baby face, ara?!” namja yang diplintir Sehun terlihat marah.

 

“Yah! Kau yang tadi berjalan sembarangan!” Sehun melepaskan plintirannya “lihat ulahmu! Mobilku jadi rusak kau lihatkan?” Sehun memarahi namja itu.

 

Dara memutar bola matanya “Mobilmu? Heh.. dan kau lebih mengkhawatirkan mobil itu dari pada aku? Dasar oppa jahat” batin Dara miris.

 

Namja itu menghadap ke arah Sehun “Aku tidak bersalah kau tahu! Yah.. lihat saja lampu lalu lintasnya! Warnanya merah kau tahu.. jadi aku tidak salah”

 

Sehun bingung mau berkata apa “Yah tapi mobilku rusak, kau harus menggantinya!” kata Sehun yang bisa dibilang asal ceplos.

 

“Naega wae? Aiishh.. tapi sebaiknya kau bawa yeojachingumu ke rumah sakit dulu, dia berdarah” kata namja itu setelah melihat Dara yang sedang memegangi sapu tangan penuh darah.

 

“Ah majayo! Lalu dimana mobilmu? Antar kami ke  ya” Sehun berpikir “tadi kau bilang apa? Yeojachingu?” pikir Sehun telat “dia itu yeodongshaengku tau!”

 

“Oh yeodongshaengmu..” Namja itu berpikir “Mwo? Yah.. aku yang jadi korban disini.. kenapa harus aku yang mengantarnya ke rumah sakit?” pikir namja itu telat seperti Sehun.

 

Sehun mengangkat Dara berdiri “Jadi.. dimana mobilmu?” tanya Sehun yang tidak mengindahkan pertanyaan namja itu.

 

Namja itu memutar bola matanya “Aish cenca.. tarrawa!”

 

Sehun dan Dara mengikuti namja itu menyebrangi jalan, lalu berhentilah mereka di depan cafe yang ada di perempatan jalan itu.

 

Didepan cafe banyak terparkir mobil-mobil keren.

 

fer

 

 

( Mobilnya keren kan? )

 

“Wah.. ferrari ungu ini keren sekali! Pemiliknya pasti sangat kaya, wah.. kalau saja aku bisa membeli mobil seperti ini dengan uang jajanku, kya..! aku ingin mobil seperti ini!” jerit Dara dalam hati.

 

“Coba saja Dara dibelikan mobil seperti ini, aku akan selalu meminjamnya pasti” pikir Sehun dalam hati.

 

*tek.. tek.. tek..*

 

Namja itu berjalan ke samping ferrari ungu, dia membuka pintu lalu menatap Sehun dan Dara “Apa yang kalian lakukan disana? Cepat masuklah..” kata namja itu yang melihat Sehun dan Dara termanga di depan mobilnya.

 

“Mwo? Mobil keren ini milik dia? Aku menarik kata-kataku tadi” batin Sehun “Wah.. pasti namja ini sangat kaya” pikir Dara dalam hati.

 

Sehun dan Dara lalu segera masuk ke mobil namja itu. Sehun duduk di depan bersama namja baby face, sedangkan Dara duduk sendirian di belakang.

 

Namja itu segera menjalankan mobilnya menuju ke rumah sakit terdekat.

 

* * *

 

Sampai di rumah sakit.

 

“Mwo? Kamarnya penuh?” tanya Sehun dan Dara kencang pada seorang perawat yang ada di loket pendaftaran.

 

“Ye..” perawat itu menganggukkan kepala.

 

“Yah..” Sehun dan Dara menatap kosong ke lantai yang ada di bawah mereka.

 

“Lalu? Apa ada rumah sakit lain di dekat sini?” tanya namja itu dari samping Sehun yang membuat Sehun dan Dara menatap si perawat penuh harap.

 

“Ah.. ada” perawat itu segera mengambil pulpen dan kertas, lalu ditulislah alamat rumah sakitnya “ini alamatnya” perawat itu menyodorkan kertas pada Sehun.

 

Sehun menerimanya dengan rasa sedikit lega.

 

“T.. tapi.. itu..” perkataan si perawat terpotong dengan perkataan Sehun “Gomawo”

 

Lalu mereka bertiga langsung pergi meninggalkan rumah sakit itu, menuju ke rumah sakit yang dimaksud si perawat.

 

Sampai di depan rumah sakit..

 

 

k

 

 

( Animal Hospital ? )

 

“Mwo? Yah! Apa yang dimaksudkan perawat itu! ini rumah sakit hewan!” jerit Dara kesal.

 

“Perawat pabo!” Sehun memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya.

 

Namja baby face menarik napas dalam “Kajja! Kita masuk ke dalam” kata namja baby face itu polos  yang lalu melangkah mendekati pintu masuk.

 

“Kau gila ya? Ini rumah sakit hewan! Yah.. aku ini manusia, ara?” tanya Dara mencibir namja baby face itu.

 

Namja baby face itu berbalik badan “Kau masih ingin hidup kan?” namja baby face itu menarik napas lagi “kalau begitu masuklah, jika kita mencari rumah sakit lain maka kau akan segera jadi mayat kekurangan darah nanti” kata namja baby face itu polos.

 

“Yah! Kau menyumpahiku!?” Dara memanyunkan bibirnya “Oppa!” Dara menghadap ke Sehun yang berdiri di sampingnya.

 

“Kajja! Kita harus masuk sekarang!” Sehun menggandeng tangan Dara lalu menariknya untuk masuk ke dalam.

 

Dara menaikkan alis kirinya “Shireo! Yah oppa.. aku bukan hewan, ara?”

 

Sehun tidak menjawab Dara, dia malah terus menarik tangan Dara kencang agar Dara tidak bisa lepas.

 

Mereka bertiga kini berdiri di depan loket pendaftaran.

 

“Panggilkan uisanim terbaik disini, aku akan bayar 2x lipat!” kata Sehun yang sontak membuat Dara dan namja baby face memelototinya.

 

“Apa oppa punya uang?” tanya Dara dalam hati.

 

“Matilah aku! Aku yakin 100% dia  pasti menyurhku untuk membayar 2x lipat itu, ah..!’ batin namja baby face tertekan.

 

Perawat yang ada di loket pendaftaran tersenyum “Maaf tapi kami tidak menerima bayaran yang melebihi batas, jika tuan ingin seorang uisanim yang terbaik, disini semua uisanim adalah lulusan terbaik di tahunnya, dan sudah sangat profesional dalam menangani penyakit hewan”

 

Namja baby face bernapas lega “Syukurlah” batinnya lega.

 

“Kalau begitu, dimana hewan yang sakit?” tanya si perawat karena tidak melihat hewan di depannya.

 

“Emh..” Sehun menggerak-gerakkan jarinya “dia yang sakit” Sehun menarik Dara hingga kini Dara berada persis di depan perawat.

 

“Buahaha!” namja baby face tertawa lepas melihat ekspresi Dara.

 

“Maaf tapi..” si perawat berpikir kesar “dari spesies apa ya?” tanya si perawat nglawak.

 

“Buahahaha” namja itu tertawa lagi melihat ekspresi Dara yang bertambah lucu.

 

“Yah!” Data akhirnya membentak.

 

“Jadi, apa uisanim bisa mengobatinya?” Sehun menatap si perawat penuh harap “hanya memerbannya saja supaya dia tidak menjadi mayat yang kehabisan darah”

 

Si namja baby face tertawa lagi untuk kesekian kalinya melihat ekspresi Dara “Buahahaha” lalu namja itu berhenti tertawa “yah! Kau memplagiatkan kata-kataku!”

 

Dara berbalik lalu memelototi Sehun “Oppa kau ingin mati hah?”

 

“Mm.. baiklah, silahkan isi surat pendaftaran ini” si perawat menyodorkan kertas dan pulpen pada Sehun.

 

Sehun mengisi pertanyaan-pertanyaan yang ada di kertas itu dengan polosnya. “Nama pemilik? Mm.. Dara saja lah..” sampailah pada pertanyaan “Spesies? Hm.. aku harus tulis apa ya?” Sehun berpikir keras.

 

“Kau berani mengisinya macam-macam.. aku jamin hidupmu tidak akan lama lagi oppa!” tegas Dara.

 

“Ah molla.. ini!” Sehun menyodorkan kertas itu ke si perawat.

 

Lalu mereka duduk di ruang tunggu untuk menunggu gilirannya dipanggil. Tidak beberapa lama, nama Dara di sebutkan.

 

Deg! jantung Dara tiba-tiba berdetak kencang “Oppa aku takut” kata Dara khawatir.

 

“Mwo? yah.. kau tidak akan apa-apa kok, masuklah.. kau berani sendirian kan?” tanya Sehun yang tiba-tiba jadi perhatian.

 

“Emh..” Dara berjalan ke pintu masuk ruangan. Sehun dan si namja baby face memandangi Dara dari belakang.

 

*Suasana hening untuk beberapa saat*

 

Sehun memberanikan membuka mulutnya “Yah gomawo.. karena telah mengantar kami kesini” kata Sehun sambil malu-malu yang kini sedang duduk di samping namja yang baby face.

 

Namja itu menghadap ke samping, ke wajah Sehun “Gwenchana.. aku juga salah karena menyabrang saat mobil sudah dekat dengan zebra cross, mian” namja itu tersenyum tanpa memamerkan gigi putihnya, lalu dia menundukkan kepalanya di depan Sehun.

 

“A.. apa yang kau lakukan..? jelas-jelas aku yang salah..” Sehun mengangkat kepala namja baby face itu.

 

“Anio.. aku yang salah..” bantah namja baby face.

 

“Maldandwae! Aku yang salah..”

 

“Anio.. aku yang salah!”

 

Aku tahu ini aneh, tapi memang benar mereka sedang berebut salah saat ini. Sampai saat nada bantahan mereka sudah meninggi.

 

“Ah cowa! Kau yang salah!” kata Sehun kesal.

 

“Mwo?” namja itu memiringkan kepalanya “yah! Jelas-jelas kau yang salah!” balas namja itu.

 

“Mwo?!” Sehun meninggikan nada bicaranya, lalu dia memelototi mata coklat namja baby face itu.

 

Namja baby face itu juga memelototi mata coklat Sehun.

 

1 detik.. 2 detik.. 3 detik.. 1 menit.. 5 menit..

 

“Hahaha…” mereka tertawa secara kompak.

 

“Hahaha.. yah.. kau asik sekali..” Sehun menonjok dada si namja baby face  dengan kepalan tangannya lirih.

 

“Emh” namja baby face itu menghadap ke depan, lalu menundukkan kepalanya, dengan kedua tangannya memegangi kursi bawah.

 

“Yah! Setelah menatap matamu itu.. aku jadi seperti teringat sesuatu” Sehun berpikir keras “apa dulu kita pernah bertemu?” tanya Sehun penasaran.

 

Deg! jantung namja itu berdetak kencang, napasnyapun tiba-tiba jadi terasa berat “Ma.. maldandwae! Ini pertama kali kita bertemu..” sangkal namja baby face  itu.

 

“Anio.. “ tangan Sehun terulur ke dagu namja baby face itu, membuat mereka kini saling bertatapan mata “aku yakin kita pernah bertemu, yah! Mungkinkah..” Sehun menatap dalam-dalam mata coklat namja baby face itu.

 

Lalu entah mengapa potongan-potongan pikiran mengalir ke dalam otak Sehun.

 

Flashback on

 

Langit terlihat gelap karena sang raja siang sudah tenggelam. Rasa dingin sudah mulai terasa, dan serangga-serangga liar juga sudah mulai berdatangan ke sebuah dataran luas di depan sebuah gua tua, namun itu tidak menyebabkan seorang anak laki-laki menghentikan tindakannya.

 

“Emh..” geram seorang anak laki-laki yang tidak juga berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan.

 

“Yah Thehun! Berhentilah mencoba mengangkat batu itu dengan pikiranmu, kau tidak di takdirkan untuk menjadi seorang telekinesis sepertiku” saran anak laki-laki yang kini menyenderkan badannya di dinding luar gua, lumayan dekat dengan anak laki-laki yang sedari tadi sedang melakukan hal yang tidak pula ia dapatkan.

 

Anak laki-laki yang ternyata Sehun kecil itu menggeram mendengar perkataan hyungnya“Jika kau bisa, maka aku juga harus bisa, aku tidak mau kalah darimu hyung!” Sehun lalu melanjutkan kegiatannya mencoba mengangkat batu kecil di depannya dengan pikirannya.

 

“Geumanhae.. Kau akan terluka Thehun” saran anak laki-laki itu “yah.. kau itu seorang aerokinesis, bukan telekinesis sepertiku.. jadi kau tidak akan bisa mengangkat batu itu sampai kapanpun dengan pikiranmu!” kata anak laki-laki dengan nada bicaranya yang semakin lama semakin meninggi.

 

Sehun yang sedari tadi duduk di kursi batu besar, kini jadi berdiri “Yah Luhan hyung!” bentak Sehun “menjadi aerokinesis itu sangat memuakkan! Aku lebih suka menjadi seorang telekinesis sepertimu!”

 

Anak laki-laki yang ternyata bernama Luhan itu lantas memiringkan kepalanya “Wae? Bukankah seru jadi pengendali angin? Yah.. kau tahu avatar? Dia itu pengendali angin sepertimu loh..” pikir Luhan polos yang ternyata adalah penggemar kartun Avatar.

 

“Terus? Gue harus bilang wow getoh?” Sehun menatap Luhan datar.

 

Luhan memutar bola matanya “Mulai deh” katanya singkat.

 

Sehun menarik napas panjang lalu membuka mulutnya “Yah Luhan hyung! Bagaimana rasanya jika kau jadi seorang aerokinesis padahal kau membenci angin? Pasti kau sangat membencinyakan?”

 

Luhan menatap Sehun tajam “Wae? Kau.. membenci angin?”

 

“Emh” Sehun mengangguk “angin itu sangat jahat, di bumi bagian utara selalu saja ada bencana karena tornado, dan hyung tau apa tornado itu? itu angin yang besar!”

 

“Lalu?” tanya Luhan singkat.

 

“Lalu?” Sehun tidak percaya dengan pertanyaaan Luhan “yah hyung! Angin itu menyebabkan banyak manusia mati! Seluruh dunia menangis karena ada tornado, karena itu aku membenci angin..” Sehun menundukkan kepalanya.

 

“Hanya itu?” Luhan berjalan mendekati Sehun yang masih tertunduk.

 

*Plakkk!*

 

Sebuah tamparan sukses membuat pipi Sehun sedikit memerah.

 

Sehun memegangi pipinya “Hyung?”

 

Luhan memegangi pundak Sehun, mereka saling bertatapan kini “Tatap mataku Thehun!” perintah Luhan.

 

Sehunpun mengikuti perintah Luhan.

 

“Kau hanya memandang sisi negative dari angin, kau mengabaikan sisi positivenya.. yah! Jangan jadi seorang anak yang negative thinking! Aku tidak suka!” Luhan menasehati Sehun.

 

“Tapi memang tidak ada sisi positivenya kok” bantah Sehun.

 

“Yah! Kau kira apa yang menyebabkan angin darat dan angin laut yang memudahkan para nelayan untuk berlaut? Kau kira apa yang menjadi sumber PLTA yang bisa menghasilkan listrik yang sangat berguna untuk manusia? Dan kau kira apa yang membuat makanan jadi cepat dingin hah?” Luhan berpikir sejenak “ah lupakan soal yang tadi! Yah! kau kira apa hah?!” Luhan meninggikan suaranya.

 

Sehun menelan ludah “A.. angin” Sehun masih memandangi mata coklat Luhan.

 

Luhan melepaskan tangannya dari pundak Sehun “Geurrae! Jadi kau sudah tidak membenci anginkan?” Luhan menatap Sehun sambil tersenyum.

 

“Anio! Aku masih membencinya”

 

“Yah!” Luhan membentak “apa kau ingin aku tampar lagi? Aiishh cenca!” Luhan menarik napas dalam, mencoba menahan emosinya.

 

Sehun menatap ke samping “Aku.. tidak banyak berguna untuk member yang lain, itu juga membuatku membenci EXO Power ini”

 

“Mwo?” Luhan mencerna perkataan Sehun “yah.. apa yang kau bicarakan? Jelas-jelas kau sangat berguna bagi kami” kata Luhan tulus.

 

Sehun kembali menatap Luhan “Anio!” bentak Sehun yang lalu menarik napas dalam “angin memang bisa digunakkan untuk PLTA, tapi disini sudah ada hydrokinesis dan lunarkinesis, mereka juga bisa menghasilkan listikkan? Bahkan energi yang dihasilkan lebih besar dari anginku ini hyung!”

 

Luhan menatap Sehun dalam “Thehun..” katanya lirih.

 

“Mungkin para nelayan memang membutuhkan angin untuk berlayar, tapi.. apa kita membutuhkan itu untuk pergi? Anio! Kita punya teleportation hyung! Kita tidak membutuhkan angin!” Sehun mulai meneteskan air matanya.

 

“Thehun..” Luhan menatap Sehun khawatir.

 

“Kita sudah punya pyrokinetis yang membuat kita tetap hangat, kita juga punya seorang terrakinesis yang membuat kita mudah menghancurkan bebatuan, seorang levitation yang membuat kita bisa menyerang musuh dari atas langit, seorang vitakinesis yang bisa menyembuhkan luka kita, seorang chronokinesis yang bisa mengendalikan waktu, seorang electrokonesis yang bisa mengendalikan petir, dan seorang cryokinesis yang bisa membuatkan es batu agar minuman kita jadi terasa segar, tapi.. tapi aku bisa berbuat apa untuk mereka hyung? Aku hanya anak kecil termuda di EXO, dan kekuatanku juga tidak terlalu berguna.. aku tidak pantas menjadi salah satu member di grup besar ini” Sehun mengusap air matanya “aku benar-benar..”

 

Kata-kata Sehun terpotong oleh kedatangan seorang anak laki-laki lain yang baru keluar dari pintu gua, laki-laki itu sama memakai jubah seperti Sehun dan Luhan.

 

Anak laki-laki itu sedikit membungkuk “Hah..hah..” anak laki-laki itu kecapean karena telah berlari dari gua “Sehun.. hah.. hah..”

 

Sehun segera menghapus air matanya lagi “Mowe hyung?” tanyanya dengan suara sedikit serak.

 

Anak laki-laki itu lalu berdiri tegak kemudian memandangi Sehun “Yah.. kau habis menangis?”

 

 

hub

 

 

 

 

( Sumpah! Sehun lucu banget! )

 

Sehun baru membuka mulutnya.

 

“Anio! Sehun hanya kelilipan” bantah Luhan yang lantas membuat Sehun menatapnya.

 

 

 

wink

 

 

 

 

( Winknya itu loh )

 

Luhan mengedipkan matanya pada Sehun.

 

“Err.. Luhan hyung jadi kayak cewek kalo ngewink” batin Sehun.

 

“Oh” anak laki-laki itu ber-oh ria “eh aku jadi lupa! Yah Sehun! Kau harus segera pergi denganku!”paksa anak laki-laki itu yang lalu memegangi tangan Sehun.

 

Sehun kaget “Ah waeyo? Sekarang sudah malam hyung, aku mau tidur” keluh Sehun.

 

“Yah teleportation! Ada misi apa malam ini?” tanya Luhan.

 

“Anu.. di desa tempat tinggal leader kita.. sedang kekeringan dan kelebihan air” jawab anak laki-laki yang ternyata adalah seorang anak yang memiliki kemampuan teleportation.

 

“Mwo? Bagaimana bisa? Bukankah leader kita itu seorang hydrokinesis? Yah.. apa leader kita sedang sakit?” Luhan khawatir.

 

“Anio..” si teleportation menggelengkan kepalanya “entah mengapa awan disana tidak bergerak, jadi sebagian daerah dilanda hujan lebat dan sebagian lainnya kekeringan, kau tahu desa itu kan? mereka sangat membutuhkan air karena desa itu adalah desa air, tapi air yang berlebihan juga tidak bagus untuk mereka, jadi leader pergi ke tempat yang sedang diguyur hujan lebat saat ini untuk mengendalikan volume air disana”

 

“Oh.. dan leader memintamu untuk membawa Sehun ke sana untuk memindahkan sebagian awan ke tempat yang kekeringan yah?” tanya Luhan.

 

Sehun membesarkan matanya tidak percaya “Apa itu artinya aku dibutuhkan?” tanyanya tidak percaya dalam hati.

 

“Emh” si teleportation menganggukkan kepalanya “karena hanya Sehun yang bisa menggerakkan awan dengan anginnya, tidak ada lagi yang bisa kecuali dia,  kami benar-benar membutuhkanmu sekarang, jadi.. ikutlah bersamaku yah?”

 

Deg! jantung Sehun berdetak kencang “Hanya aku yang bisa melakukannya? Leader membutuhkanku? Yah.. apa ini bukan mimpi? Aku tidak sedang mimpikan?” tanya Sehun dalam hati, lalu Sehun meneteskan air matanya lagi.

 

“Mwoya? Kau menangis? Anio.. apa kau kelilipan lagi?” tanya si teleportation cemas.

 

Sehun menggelengkan kepalanya “Anio hyung, ayo kita pergi kesana sekarang, leader pasti sudah menunggu kita” Sehun mengusap air matanya.

 

“Emh” si teleportation mengangguk “kalau begitu Luhan hyung, kami pergi dulu ya”

 

 

jky

 

 

 

 

( Anggep aja ini Luhan kecil yang lagi nyemangatin Sehun ya )

 

Luhan mengangguk sambil tersenyum pada mereka berdua “Thehun! Fighting!” kata Luhan mengepalkan tangannya di depan bahu untuk menyemangati Sehun.

 

Sehun tersenyum “Aku akan berusaha semampuku Luhan hyung! Tunggu aku pulang ya” kata Sehun mantap.

 

 

 

luba

 

 

 

 

 

( Luhan tambah baby face pas nangis )

 

Lalu Sehun dan si teleportation menghilang, menyisakan Luhan yang kini sedang menangis bahagia “Thehun.. kau benar-benar membuatku iri dengan misi yang khusus kau dapatkan dari leader” Luhan menghapus air matanya “tapi selamat ya karena sudah mendapat misi pertamamu, wahai aerokinesis”

 

Flashback off

 

 

skhkl

 

 

 

 

( Ommo! Itu Sehun?)

 

Sehun membesarkan tatapannya pada Luhan.

 

Luhan memandang Sehun penuh harap.

 

Sehun menelan ludahnya “Kau… Luhan.. hyung?”

 

snkand

 

 

 

 

( Senyumnya bang Luhan Kya!!!)

 

Luhan mengangguk senang “akhirnya kau bisa mengingatku.. Thehun” tambah Luhan sambil tersenyum hangat.

 

= TBC Chapter 5=

 


Feeling Complex

$
0
0

Feeling Complex

 

Author : Lee Dee Ya The Seonsaengnim

Cast       :  D.O EXO as Do Kyungso

Lee Dee Ya as Jung Rae Mun,

Han Jang Mi as Han Yara

Genre   : Romance

Leght     : oneshot

Rate      : PG 13

 

Dikeramaian sebuah restoran romantis dan sangat terkenal terdapat orang-orang yang tidak hanya akan menghilangkan rasa laparnya disana, melainkan ada yang datang juga hanya untuk menikmati wisata disini. Ya, Restoran ini terletak di bawah menara Namsan Soul Tower. Dek dari restoran ini berputar satu kali putaran dalam waktu 48 menit membuat pengunjungnya dapat menikmati pemandangan kota dari segala arah. Pasangan kekasih Han Yara dan Do Kyung So juga akan menikmati waktu mereka disana.

“Oppa!” Yara sedikit berteriak melambaikan tangannya memberi tanda pada Kyungso yang baru saja datang. Yara berdiri menyambut Kyungso yang datang menghampirinya. Yara juga memberikan kecupan sekilas di bibir Kyungso.

“Maaf, aku terlambat lagi. Aku sudah berusaha datang lebih cepat kali ini” Kyungso memang terlambat sekitar tiga puluh menit dan Yara tidak mempermasalahkan hal itu karena Yara sangat mengerti dengan kesibukan Kyungso.

“Seperti biasa, dua pasta ikan ne!” Ucap yara pada Seo Ji pelayan cantik yang sudah dikenal  Yara.

“Baiklah, minumnya seperti biasa juga kan?” Seo Ji sudah tahu pesanan Yara yang memang sudah sering berkunjung. Setelah menulis pesanan Yara dan Kyungso pelayan itu pun berlalu.

“Bagaimana dengan pekerjaan Oppa akhir-akhir ini?” Tanya Yara pada Kyungso yang kini duduk  di depannya dengan wajah lesunya.

“Seperti hari-hari yang lalu. Aku selalu sibuk dengan para wisatawan yang tidak pernah sepi. Maaf setelah lama baru kali ini aku bisa menemuimu” Jelas Kyungso pada kekasihnya Han Yara.

“Ahh tidak apa aku mengerti.” Dengan senyum cantiknya Yara menyatakan pengertiannya. Pekerjaan Kyungso sebagai Tour Guide di sebuah lembaga pariwisata benar-benar menyita waktunya. Pasalnya Kyungso harus siap kapan saja melayani para wisatawan yang datang silih berganti.

Tidak lama kemudian pesanan merekapun datang. Mereka menyantap makanan mereka masing-masing. Kyungso sesekali mencuri pandang pada Yara ditengah-tengah acara makannya. Kyungso merasa bosan dengan hubungan ini, hubungannya bersama Yara. Kyungso berpikir apa yang salah dengan gadis yang ada didepannya saat ini?. Yara adalah gadis yang sangat baik dan dewasa. Bukankah hal itu yang membuat Kyungso tertarik dua tahun lalu.

Dua tahun lamanya Yara dan Kyungso bersama tapi dalam hubungan mereka sama sekali tidak ada pertengkaran. Semuanya berjalan harmonis, Yara selalu mengerti dengan kesibukan Kyungso begitu pula sebaliknya. Kyungso selalu mengerti dengan kesibukan kepegawaian Yara di bidang komunikasi pemerintah. Kesibukan mereka masing-masing membuat keduanya sulit untuk bertemu. Intensitas pertemuan merekapun menjadi jarang, bahkan untuk sekedar telepon saja mereka sangat tidak sempat.

“Han Yara!” Sapaan seorang gadis membuat Kyungso dan Yara menghentikan acara makannya. Kyungso dan Yara mengenali gadis ini. Jung Raemun adalah teman mereka semasa kuliah dulu.

“Jung Raemun, kemana saja kau ini? Lama sekali tak berjumpa?” Yara berdiri dan memberikan pelukannya pada Rae sahabat lamanya itu.

“Owh… aku tidak kemana-mana. Sekarang aku bekerja di sebuah perusahaan Swasta di tengah kota Seoul. Kau sendiri? Kyungso kau juga disini?” Dengan menunjuk Kyungso, Rae mempertanyakan keberadaan mereka berdua disini.

“Apa kabar Rae-ah?” Kyungso menampakkan senyumnya menyapa Rae. Senyum itu adalah senyum yang dulu disukai Rae. Tapi Rae dapat menebak jika Kyungso dan Yara kini pasti tengah memiliki hubungan khusus.

“Baik, Kau sendiri?”

“Aku baik juga. Mari bergabung makan dengan kami!” Ajak Kyungso pada Rae.

“Tunggu! Kalian kencan ya? Sejak kapan kalian menjalin hubungan?” bukannya menjawab tawaran Kyungso Rae justru duduk dan memberondongi keduanya dengan banyak pertanyaan.  Yara hanya tersenyum begitupun Kyungso juga hanya tersenyum seakan menunjukkan bahwa tebakan Rae benar. Sedikit rasa kecewa menyusupi hati Rae. Bagaimanapun dulu Rae pernah mengagumi dan menyukai  lelaki ini. Saat seseorang yang kau sukai menjadi milik orang lain sedikit banyak pasti kau merasa kecewa.

“Wah… wah Chukka” Dengan senyum yang lebar Rae menutupi kekecewaannya dan mengucapkan selamat.

“Gomawo Rae” Senyum cantik Yara juga menjadi pengiring ucapan terimakasih Yara pada Rae.

Jagi-ya, kenapa kau melakukan ini padaku. Kenapa kau selingkuh?” Ucap Rae pada Kyungso dengan nada yang dibuat semanja mungkin. Kyungso hanya tersenyum menanggapi gurauan Rae. Ya, Kyungso dan Yara sudah tahu jika sejak dulu sifat Rae memang suka bercanda seperti itu. Yara tidak akan cemburu karena Yara tahu Rae tidak pernah serius dengan ucapan-ucapan seperti itu.

“Kau mau pesan apa Rae?” Tanya Yara pada Rae.

“Tidak usah Yara. Sebenarnya aku kesini untuk bertemu Klien. Sepertinya klienku sudah datang. Baiklah aku pergi dulu ne! Bye Baby!” Rae mengedipkan matanya pada Kyungso sebelum kepergiannya. Begitulah Rae, semua yang diucapkan dan dilakukannya barusan pada Kyungso adalah gurauan semata. Semasa kuliah dulu Rae juga melakukan gurauan yang sama pada setiap sahabat lelakinya termasuk Kyungso.

-000-

Yara dan Rae ternyata memiliki hari libur yang sama sehingga merekapun dapat sering bertemu untuk jalan bersama menghilangkan kepenatan akibat pekerjaan mereka. Seperti saat ini Rae dan Yara sedang asyik menikmati semilir angin sore di taman sungai Han.

Weekend begini kenapa justru kau jalan denganku? kau tidak jalan dengan Kyungso?” Tanya Rae saat duduk memandangi aliran sungai Han.

“Ahh… Kyungso sedang bekerja dan weekend adalah justru saat dimana dia sibuk sekali.” Dengan nada sedikit kecewa Yara menjawab pertanyaan Rae.

“Kalian ini. Meliburkan diri sekali-kali kenapa sih?” Ucap Rae memberikan opininya.

“Tidak bisa begitu Rae. Pekerjaan adalah tanggung jawab utama bagi kami” Yara menggeleng tidak setuju dengan pernyataan Rae.

“Baiklah, aku rasa kau benar” Rae menganggukkan kepalanya dan membenarkan perkataan Yara.

-000-

“Kyungso! Aku rasa kita jodoh ya?” Rae dan Kyungso kini tengah berjalan bersama. Mereka bertemu secara tidak sengaja karena Klien Rae ingin ditemani untuk berwisata dan ternyata Kyungsolah yang menjadi Tour guide mereka.

Setelah mengantar kliennya yang lelah berpariwisata kembali ke Hotel, Rae dan Kyungso memutuskan untuk jalan-jalan bersama sebentar dan membeli makanan dari pedagang kaki lima yang berbaris rapi disebuah kawasan perbelanjaan myeongdong yang juga khusus memperkenalkan jajanan khas korea. Kawasan ini merupakan surge belanja bagi para pelancong. Terdapat banyak wisatawan memilih berjalan kaki dan berkunjung menyusuri kedai-kedai yang menawarkan berbagai jajanan kahas korea.

“Kenapa begitu?” Kerutan didahi Kyungso menandakan dirinya sedang bingung dengan ucapan Rae.

“Ya, kita pasti jodoh. Sekarang saja kita bertemu tanpa sengaja kan?” dengan wajah yang lagi-lagi dibuat-buat  Rae menggoda kekasih sahabatnya ini. Rae memang suka menggolok-olok Kyungso yang sedikit pendiam. Kyungso hanya tersenyum, tidak seperti biasanya kali ini Kyungso sedikit senang dengan apa yang didengarnya dari Rae. Kyungso sedikit berbunga-bunga dengan setiap godaan Rae padanya.

“Yoboseo, kau dimana?” Tanya Yara dibalik telepon Kyungso.

“Aku sedang makan bersama Rae saat ini” Jawab Kyungso apa adanya.

“Bagaimana bisa kalian makan bersama?” Yara merasa heran dan bertanya pada Kyungso lagi.

“Klien Rae meminta lembagaku untuk menangani perjalanan wisatanya. Rae juga menemani Kliennya sehingga aku dan ia bisa bertemu disini” Jelas Kyungso. Rae yang mendengarkan sejak tadi membuat Rae yakin jika yang berbicara dengan Kyungso saat ini adalah Yara.

“Biarkan aku berbicara dengannya juga” Pinta Rae pada Kyungso. Kyungso pun memberikan sebelah earphonenya pada Rae.

“Yara-ah… kau tidak mau kemari? Sibukkah dirimu?” Rae menggoda Yara yang sekarang berada ditempat kerjanya.

“Ahh… aku terkurung oleh tugas-tugasku disini Rae” Jawab Yara dengan nada penyesalan.

“Baiklah kalau begitu, jangan salahkan kami jika kami selingkuh dibelakangmu eoh?” Lagi-lagi Kyungso hanya tersenyum mendengar godaan Rae pada Yara.

“Oke tidak masalah, kalian bersenang-senanglah!”

“Okeee!” Kedua perempuan ini tampak selesai dengan obrolannya. Rae memberikan earphone yang berada ditelingannya.

“Kyungso POV”

“Baiklah, nanti kita bicaral lagi!” Aku mengakhiri pembicaraanku dengan Yara dan menutup teleponku.

“Kau dengar kan, hari ini kita diijinkan bersenang-senang oleh kekasihmu itu” Ucap Rae dengan mengeluarkan senyum renyahnya. Senyumnya terlilhat manis sekali. Entah kenapa sepertinya aku mulai menyukai senyum itu.

“Kau ini!” Sejak dulu aku memang tidak bisa menjawab godaan-godaan dari Rae jadi aku hanya mempu menggelengkan kepalaku dan memberikan senyumku.

“Apa rasanya enak?” Rae melirik jajanan sosis bertusuk yang aku pegang. Aku dan Rae memang memilih makanan yang berbeda untuk kami beli tadi. Banyak jajanan yang berbahan dasar sosis dan semuanya disajikan dengan  tusuk.

“Kau mau mencobanya?” Tawarku pada Rae.

“Mmmm, aakkk” Rae hanya mengangguk dan membuka mulutnya memberi isyarat agar aku menyuapinya. Aku tersenyum geli dengan tingkah Rae yang kekanakan dan memintaku untuk menyuapinya. Aku menyuapinya dan kini dia mengunyah makanan seperti anak kecil. Gadis ini lucu sekali.  Aku merasa sekarang aku dan Rae terlihat seperti sepasang kekasih.

“Mmm Yummy!” Dengan mulut sambil mengunyah Rae menyatakan rasa enak dengan ekspresi berlebihan.

“Kau juga harus coba makanan ini ya! Ayo buka mulutmu. Aakkk!” Rae sudah siap menyuapkan makanan padaku.

“Ayolah, buka mulutmu” Akhirnya aku menerima suapan dari Rae.

“Bagaimana rasanya? Enak kan?” Tanya Rae padaku dengan mata berbinarnya, benar-benar terlihat cantik mata itu.

“Mmm kau benar ini enak sekali!” Aku mengangguk membenarkan pernyataan Rae.

“Kalian pengantin baru ya? Romantis sekali!” Ucap bibi penjual yang ada di depan kami. Aku melihat Rae melirik dan tersenyum padaku. Jika sudah berekspresi seperti itu aku menjadi curiga. Apa tanggapannya kali ini.

“Ya bi, kami baru saja menikah! Maka itu bi, berikan diskon untuk kami yang sedang berbulan madu ini” Seraya tersenyum Rae berbohong pada bibi itu. Rupanya Rae ingin mendapatkan kesempatan diskon untuk makanan yang akan Rae beli. Menjadi suaminya? Aku tiba-tiba berimajinasi bagaimana jika kami benar-benar menikah.

-000-

Yoboseyo, Ne Jagi-ya. Waeyo?” Aku menjawab telepon dari Yara.

Aniyo Oppa aku hanya ingin bertanya. Apa nanti kita jadi makan siang bersama?” Oh iya nanti Yara mengajak bertemu dan makan siang bersama.

“Maaf Jagi-ya sepertinya aku ada pekerjaan tak terduga nanti siang. Tidak apa-apa kan?” Maaf Yara-ah aku berbohong. Tapi kali ini aku benar-benar malas bertemu denganmu.

Ne, aku mengerti. Kau hati-hatilah jaga kesehatanmu baik-baik ne!” pesan Yara tadi mengakhiri pembicaraannya kami di telepon.

“Author POV”

“Huff…” Yara menghela nafas mensugesti dirinya untuk bersabar dan mengerti akan pekerjaan Kyungso kekasihnya. Tapi Yara merasa ada yang aneh dengan Kyungso. Akhir-akhir ini Kyungso seperti menghindarinya. Beberapa kali Yara mengajak Kyungso untuk bertemu namun selalu ada alasan untuk mereka bertemu. Yara menepis semua pikiran buruknya lalu memperhatikan dan menggeser layar ponselnya untuk mencari no. kontak seseorang disana.

Yoboseyo! Yara-ah, ada apa kau meneleponku? Apa kau merindukanku?” Terdengar suara riang Rae menjawab telepon dari Yara.

“Merindukanmu? Apa aku sudah gila?, aku hanya ingin makan siang diluar saat ini? Aku sedang bosan makan di kantor. Bisa kau temani aku?”

“Owhhh,, baiklah aku temani. Tapi ingat ya aku tidak akan mengeluarkan uang sepeserpun. Kau harus mentraktirku yang sudah berbaik hati meluangkan waktu untukmu.” Yara memutar mata mendengar jawaban Rae.

“Ish kau ini, sepertinya sifat pelitmu itu tidak berubah”

“Heeheheheh…  Tak kan pernah berubah karena aku akan mempertahankannya” dapat kudengar Rae terkekeh menanggapi perkataan Yara.

 

-000-

Rae dan Kyungso kembali dipertemukan dalam pekerjaan mereka. Kyungso semakin merasa nyaman dengan kebersamaannya bersama Rae. Saat bersama Rae Kyungso merasakan hal yang berbeda. Kyungso menyukai canda tawa Rae padanya. Dalam hati Kyungso merasa menjadi pria brengsek karena merasa mengkhianati perasaan Yara padanya. Tapi perasaannya pada Rae tak dapat dihindari. Kyungso merasa jatuh cinta lagi pada seorang gadis bernama Jung Rae Mun.

“Apa kau menghindari Yara?” Pertanyaan Rae ini membuat Kyungso tertegun. Ya, Yara memang pernah mencurahkan rasa kecurigaanya terhadap perilaku Kyungso yang terlihat menghindarinya.

“Tidak, aku hanya sedikit sibuk sekali akhir-akhir ini!” Walau sedikit terkejut tapi Kyungso menolak tuduhan Rae padanya.

“Dengarkan aku!” Rae berhenti sejenak membuat Kyungso yang melangkah bersamanya turut berhenti.

“Aku tidak ingin mencampuri urusan kalian tapi apa kau tau Yara sangat sedih jika kau terlihat menghindarinya. Siapapun tidak akan senang jika perasaannya digantungkan. Selesaikanlah secara gentle sebagai seorang pria yang bertanggung jawab. Oke?” Setelah mengucapkan hal itu Yara berjalan cepat meninggalkan Kyungso yang terpaku berusaha mencerna semua perkataan Rae padanya.

-000-

“Yara POV”

Hari ini aku senang sekali,  aku dan Kyungso oppa akan bertemu setelah sekitar tiga minggu kami tidak dapat bertemu karena kesibukan kami masing-masing.

“Oppa!” Aku melambaikan tangan pada Kyungso oppa yang baru saja memasuki pintu restoran ini. Ya, kami memilih restoran yang biasa kami datangi untuk bertemu makan siang hari ini. Aku lihat dia sedikit terengah akibat berlari. Mungkin karena dia sudah terlambat dari waktu yang ia janjikan padaku.

“Maaf aku terlambat. Apa lama sekali?” Kyungso Oppa duduk dan meminta maaf padaku dengan nafas yang masih memburu.

“Tidak apa Oppa! Aku mengerti” Aku tersenyum padanya mengerti akan kesibukannya yang membuat ia terlambat hari ini. Aku lihat dia tersenyum mendengar apa yang aku katakan.

“Kau memang gadis yang sangat baik hati!” Aku lihat Kyungso oppa sedikit menunduk saat memujiku. Entah kenapa hatiku sedikit gelisah melihat perilakunya hari ini.

“Kita pesan makanan dulu ne? Pela….” Ucapanku terpotong oleh suara serius Kyungso oppa.

“Dengarkan aku Yara-ah, aku ingin bicara denganmu” Apa yang akan dibicarakannya. Kenapa menjadi seserius ini?

“Oppa mau bicara apa? Kenapa tampak serius begini oppa?” Entah kenapa aku sedikit takut dengan apa yang akan disampaikan Kyungso oppa padaku.

“Mm… Sudah sejak lama ku merasa hambar saat bersamamu.” Apa maksudnya? Hambar?

“Kau adalah gadis yang sangat baik hati. Kau begitu sempurna. Tapi rasa di hati ini telah hilang. Aku tidak tahu sejak kapan?” Apa aku sedang bermimpi? Bulan apa ini? Apa sekarang April Mop?

“’Op pa… apa maksudmu? Aku mohon jangan bercanda seperti ini!”

“Selama ini hubungan kita sangat harmonis, tidak pernah sekalipun kita terlibat pertengkaran. Aku juga tidak pernah kau curigai. Kau tidak pernah marah padaku bahkan ketika aku terlambat satu jam seperti sekarang ini” Kyungso oppa tidak menjawab pertanyaanku dan justru melanjutkan kata-kata yang tidak bisa aku percaya.

“Jeball oppa, aku tidak mengerti arah pembicaraan oppa” Aku sudah tidak sabar dengan pernyataan panjang lebar oppa ini. Aku benar-benar tidak mengerti dengan kesalahanku kali ini.

“Aku merasa bosan dengan hubungan ini. Kita tidak pernah bertengkar seperti pasangan lainnya” Bosan? Oppa bosan denganku? Bosan dengan sikap sabarku?

“Aku ingin bebas dari ini Yara-ah. Tolong lepaskan aku!” Kyungso oppa beranjak dari tempat duduknya. Dia berdiri seakan siap meninggalkanku.

“Katakan padaku, oppa bercanda kan! Oke oppa berhasil ini lucu sekali” Aku turut berdiri dan masih  berharap  jika semua ini hanyalah kejutan kecil untukku.

“Maafkan aku!” Kyungso Oppa menundukkan kepala dan memutarkan badannya. Dia benar-benar meninggalkanku. Aku masih tidak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi. Aku tak percaya Kyungso oppa mengakhiri hubungan ini. Selama ini aku berusaha untuk mengerti dirinya, pekerjaannya sifat-sifatnya. Kenapa semua pengorbananku seakan sia-sia.

-000-

“Author POV”

“Ada apa? Apa kau merindukanku?” Tanya Rae pada Kyungso yang kini duduk disampingnya. Kyungso menghubungi Rae dan meminta untuk bertemu dengannya disebuah taman yang dulu pernah mereka kunjungi bersama saat keduanya terlibat kerja sama untuk Klien Rae yang ingin berpariwisata.

“Ya, kau benar aku merindukanmu” Rae sedikit kaget dengan jawaban Kyungso terhadap godaannya. Bagaimana tidak terkejut? Biasanya Kyungso hanya akan tersenyum menanggapi godaan Rae. Kali ini Kyungso merespon dan membalas gombalan Rae padanya.

“Ahhh benarkah?” Rae bertanya kurang yakin dan tidak terlalu ambil pusing dengan respon berbeda dari Kyungso.

“Tentu saja, tidak sedetikpun aku tidak merindukanmu” Dengan senyum terkembang sekali lagi Kyungso menggombal pada Rae. Rae terlihat agak risih mendengar dirinya mendapat godaan seperti itu. Rae tidak terbiasa jika ada seseorang yang terlalu menggoda dirinya karena biasanya dirinyalah yang suka menggoda orang lain. ‘sejak kapan Kyungso bisa menjadi tidak sependiam kemarin-kemarin?’ Tanya Rae pada dirinya sendiri di dalam haitnya.

“Aish kau ini! Sudahlah… cepat katakan apa urusanmu denganku? Kau mau apa? Bukankah kita tidak lagi harus mengantar seorang klien berpariwisata kan?” Rae yang salah tingkah akibat godaan Kyungso akhirnya memilih mengakhiri main-mainnya. Kyungso yang mendapati sikap gugup Rae-pun menjadi geli dan tertawa dalam hati.

“Kau masih bertanya aku mau apa? Aku pikir kau mengerti aku” Rae mengerutkan dahinya tidak mengerti dengan ucapan Kyungso padanya.

“Yang aku mau tentu saja hanya dirimu!” Mmm… Rae memutar matanya dan menghela nafas mendengar Kyungso lagi-lagi menggodanya.

“Demi Tuhan aku serius Kyungso-ah” Seakan kalah dengan pergumulan ini akhirnya Rae menggeram meminta Kyungso untuk berhenti bermain-main dan mulai serius dengan maksud awal untuk bertemu dengannya.

“Hehehe… kau lucu sekali” Ucap Kyungso seraya terkekeh setelah melihat kegeraman Rae padanya.

“Oke, ini tidak lucu. Katakan sekarang juga karena aku sibuk”

“Rae, apa dia baik-baik saja?” dengan nada bicara yang kembali normal Kyungso menanyakan kabar seseorang pada Rae.

“Dia? Dia siapa?” Rae berpura-pura tidak tahu pada seseorang yang dimaksud oleh Kyungso.

“Rae-ah!” panggilan Kyungso kali ini sangat terdengar meminta Rae untuk serius kali ini.

“Kenapa kau tidak lihat saja sendiri? Kau ini, ada apa denganmu? Kau melepaskan gadis sebaik Yara. Aku rasa itu adalah kesalahan besar” Rae menyampaikan uneg-uneg yang ingin disampaikannya pada Kyungso sejak beberapa waktu yang lalu ketika Yara datang padanya dan mencurahkan kekecewaannya atas perpisahannya dengan Kyungso.

“Aku tidak bisa membiarkan hatinya terluka lebih dalam lagi maka itu aku lepaskan. Aku harap kalian mengerti” Jelas Kyungso tentang perasaannya pada Rae.

“Maaf, aku rasa untuk urusan perasaan kau sendirilah yang mengetahuinya” Rae akhirnya menyadari jika ini masalah pribadi tentang perasaan seseorang maka itu Rae sebaiknya tidak ikut campur dalam hal ini.

“Jangan khawatir, saat ini mungkin Yara masih terlihat kalut tapi aku yakin dia bisa bangkit kembali” Ucap Rae menyampaikan kabar yang sedari tadi ditanyakan oleh Kyungso.

“Syukurlah kalau begitu” Kyungso sedikit lega mendengar Rae mengatakan bahwa Yara baik-baik saja.

“Ya sudah, jika tidak ada yang dikatakan lagi maka aku akan pergi sekarang” Rae berdiri dan bersiap untuk pergi dari sana.

“Tunggu!” Rae merasakan Kyungso menggenggam tangannya dan menariknya untuk duduk kembali disampingnya. Rae menoleh pada Kyungso dan terkejut mendapati Wajah Kyungso dan wajahnya terlampau dekat.

“A…a ada apa lagi?” dengan kata yang sedikit terbata Rae bertanya pada Kyungso.

“Temani aku jalan-jalan ne!”

“Apa?” Rae sedikit tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Kyungso meminta Rae untuk jalan-jalan bersama.

“Aku ingin jalan-jalan denganmu sebentar, Gajja!” Kali ini Kyungso berdiri dan menarik tangan Rae membuat Rae turut berdiri. Kyungso kemudian melangkah menarik Rae bersamanya. Keduanya melangkah sambil bergenggaman tangan. Ada rasa sedikit berbunga dalam hati Rae. Bagaimanapun Kyungso adalah orang yang dulu pernah ia kagumi. Ditengah perjalanannya bersama Kyungso Rae  mendengar ringtone HP-nya berdering. Rae menatap layar ponselnya dan terkejut mendapati nama yang terpampang disana. Rae ragu untuk menjawab panggilan dari Yara. Entah kenapa Rae tidak ingin Yara mengetahui keberadaannya bersama Kyungso disini. Rae takut Yara kembali bersedih jika tahu saat ini Kyungso bersamanya.

“Kenapa tidak kau angkat?” Pertanyaan Kyungso membubarkan pemikiran Rae.

“Aniyo, hanya orang yang tidak terlalu penting” Jawab Rae berbohong pada Kyungso.

‘Ada apa yara-ah? Maaf aku tak bisa mengangkat teleponmu karena saat ini aku sedang meeting bersama klien’ kata-kata itulah yang diketik Rae di ponselnya dan kemudian mengirim pesan itu pada Yara.

‘Ani, tidak ada hal penting. Aku hanya ingin mengajakmu jalan-jalan bersamaku tapi tampaknya kau sibuk. Tidak apa, mungkin lain kali Rae’ Rae sedikit merasa bersalah setelah membaca pesan dari Yara.

‘Ada apa dengan diriku? Kenapa aku terjebak seperti ini?’ Rae terus berbicara pada dirinya sendiri dan tidak fokus pada jalan membuat Rae tersandung dan hampir saja terjatuh. Beruntung Kyungso menahan tubuh Rae dan secara tidak sengaja membuat mereka dalam posisi saling berpelukan.

“Ya! Kau mencari kesempatan ya?” Rae melepaskan pelukannya.

“Kau hampir terjatuh tadi dan aku membantumu. Bukannya mengucapkan terimakasih kau justru menuduhku yang tidak-tidak.” Tidak terima dengan tuduhan Rae Kyungsopun berpura-pura kesal pada Rae dan berjalan meninggalkan Rae.

“Ya! Tunggu! Oke aku minta maaff… Terimakasih Kyungso sayang telah menolongku yang cantik dan baik hati ini.” Rae mensejajarkan langkahnya dengan langkah Kyungso dan mengucapkan terimakasih seraya tersenyum lebar yang dibuat-buat sengaja menampilkan barisan giginya.

“Sebenarnya kau berterimakasih atau memuji diri sendiri?” Kyungso berhenti dan menghadapkan dirinya pada Yara.

“Menurutmu?” Rae sedikit memajukan badannya untuk menunggu jawaban dari kyungso.

“Menurutku,…. Kau memang cantik!” Kyungso menjawab Rae dengan berbisik ditelinga Rae membuat Rae terpaku. Kyungso merasa geli melihat Rae tak bergerak. Kyungso melambaikan tangan didepan wajah Rae namun masih tak ada respon. Kyungso menyentuh kepala Rae dan sedikit mengacak rambut Rae sebelum menarik Rae untuk kembali berjalan menikmati sore bersama.

“Ya! Apa yang kau lakukan? Rambutku menjadi berantakan seperti ini” Omel Rae yang ditanggapi Kyungso hanya dengan senyuman.

-000-

Sejak acara jalan-jalannya dengan Kyungso waktu itu Rae menjadi sering bertemu dengan Kyungso. Keduanya sering menghabiskan waktu bersama. Kyungso dan Rae sama-sama memiliki perasaan berbunga saat mereka saling bertemu dan bercanda bersama.

“Rae-ah… Bersediakah kau menjadi kekasihku?” Tanya Kyungso dengan menggenggam kedua tangan Rae.

“Mwoya?” Rae terkejut dengan permintaan yang diajukan Kyungso padanya.

“Aku ingi kau menjadi kekasihku?” Ucap Kyungso pelan penuh penekanan agar Rae dapat mendengarknya dengan seksama. Rae merasa ada kupu-kupu beterbangan di hatinya mendengar orang yang dulu pernah disukainya kini memiliki perasaan yang sama dengannya. Rae mengangguk membuat tubuhnya terhuyung akibat pelukan Kyungso.

“Terimaksih telah menerimaku Rae” Ucap Kyungso dalam pelukan Rae dan lagi-lagi Rae hanya mengangguk.

-000-

Rae tak berhenti tersenyum meski tidak ada adegan lucu yang ia tonton. Didalam kamarnya Rae teringat pernyataan Cinta Kyungso padanya barusan. Rae benar-benar tak dapat menutupi rasa gembiranya membuat Orang Tua Rae bingung dengan sikap  Rae yang seperti orang gila. Kemudian Rae menjadi muram karena tiba-tiba teringat pada Yara sahabatnya. Yara tidak pernah tahu jika selama ini Rae sering bertemu dengan Kyungso. Dan kini lebih dari itu Rae menjadi kekasih baru dari mantan kekasih sahabatnya Yara.

Keesokan harinya Rae dan Kyungso kembali bertemu, entah kenapa Kyungso tidak sesibuk saat ia menjadi kekasih Yara dulu. Rae dan Kyungso kali ini menikmati sore di pinggiran pantai. Keduanya duduk memandangi matahari yang bersiap kembali keperaduannya.

“Jagi-ya!” Panggil Kyungso pada Rae.

“Hm” Rae yang memang menikmati senja hanya menjawab panggilan Kyungso dengan sedikit bergumam tanpa mengalihkan fokusnya.

“Apa kau menyukai tempat ini?” Mendengar pertanyaan Kyungso Rae lagi-lagi hanya mengangguk dan menjawab singkat “Hm hm”. Kemudian Rae menolehkan pandangannya pada Kyungso dan tersenyum. Rae sedikit memajukan wajahnya mengakibatkan jarak antara mereka menjadi terlampau dekat. Perbuatan Rae ini benar-benar membuat jantung Kyungso berdetak cepat karena gugup.

“Apapun yang kau lakukan untukku aku akan menyukainya” Ucap Rae tiba-tiba. Dengan jarak yang sedekat itu tentu saja Kyungso dapat merasakan hembusan nafas Rae dan hal itu membuat Kyungso semakin gugup.

“Benarkah?” Kyungso mengangkat alisnya menunjukkan ekspresi ketidakpercayaannya pada kata-kata manis yang baru saja keluar dari mulut Rae.

“Menurutmu?” Rae memiringkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Kyungso dengan pertanyaan juga.

“Mm” Kyungso pura-pura berpikir dan tiba-tiba ‘Cup’ terlalu dekatnya jarak mereka membuat Kyungso tidak tahan untuk tidak menggoda Rae dengan sebuah kecupan.

“Ige Mwoya?” Rae sedikit menjauh dengan mata terbelalak menunjukkan kekesalannya. Bukannya merespon kemarahan Rae, Kyungso justru berdiri dan berjalan menjauhi Rae yang masih terduduk.

“Ya! Kau mau kabur Eoh?” Rae kemudian juga berdiri dan sedikit berlari mengejar Kyungso yang pada akhirnya juga sedikit berlari. Berikutnya terjadi adegan seperti di kebanyakan drama-drama. Mereka berkejaran dan menikmati sentuhan air laut di bibir pantai. Tanpa sadar ada seorang gadis memandang nanar keduanya dan memperhatikan mereka saat ini.

“Author POV”

Cukup lama menghabiskan waktu jalan-jalan mereka dipantai Rae dan Kyungso hendak memenuhi hak perut mereka untuk mendapatkan asupan nutrisi. Mereka bejalan kaki menuju rumah makan sederhana dengan nuansa tradisional yang terletak tidak jauh dari pantai. Mereka terus saja mengobrol ringan dan tanpa mereka sadari seorang gadis telah mengikuti mereka. Han Yara melihat Kyungso kekasihnya kini tengah berjalan mesra dengan Jung Rae Mun teman yang ia kenal dekat. Yara tidak ingin percaya dengan apa yang dilihatnya. Yara berharap bahwa pasangan yang kini berada tidak jauh darinya adalah orang yang tidak ia kenal. Yara berharap bahwa semua ini hanya halusinasi. Tapi semakin lama Yara memperhatikan semakin kuat keyakinan dirinya mengenali Rae dan Kyungso kekasihnya. Yara mengikuti Rae dan Kyungso hingga masuk ke dalam restoran dan memilih duduk memperhatikan keduanya dari jauh. Entah kenapa Yara tidak langsung menghampiri keduanya. Yara masih ingin melihat dan mengetahui apa yang akan terjadi. Bahkan Yara masih berharap bahwa semua yang ia lihat hari ini adalah mimpi belaka. Lama Yara berkutat dengan pikirannya kemudian akhirnya memilih untuk menghampiri Rae dan Kyungso yang tampak aksyik menyantap makanan.

“Yara, sedang apa kau disini?” Terkejut dengan keberadaan Yara Rae segera mempertanyakan keberadaan Yara ditempat yang sama dengan mereka.

“Akku…. Aku mendapat tugas dari kantor untuk survey tempat ini. Lalu kalian?” sedikit gugup Yara memandang Rae dan Kyungso secara bergantian dan mempertanyakan hal yang sama dengan yang ditanyakan Rae pada Yara.

“Owh… Ak akku tadi…” Kegugupan juga dapat terlihat  dari nada bicara Rae yang sedikit tergagap. Beruntung ucapan Rae terpotong oleh suara berat Kyungso.

“Kau baik-baik saja?” Seraya tertunduk Kyungso menanyakan kabar Yara setelah keduanya cukup lama tak bertemu. Bagaimanapun Yara pernah berada dihatinya. Hal ini dilakukan Kyungso juga karena melihat situasi Rae yang seperti tidak ingin Yara mengetahui hubungan ini. Kyungso mengerti ini terlalu cepat untuk Yara dan Rae.

“Aku? Seperti yang kau lihat. Aku terlihat baik-baik saja bukan?” Jawab Yara dengan menampakkan senyum sinisnya. Yara tentu saja tidak akan menunjukkan kerapuhan hatinya. Rae hanya terdiam menyaksikan percakapan Kyungso dan Yara. Kyungso sadar bahwa saat ini Yara pasti masih belum sembuh dari luka hatinya. Kyungso menyesal akan hal itu.

“Maafkan aku Yara!” Suara lemah Kyungso masih bisa terdengar oleh kedua gadis beda posisi ini. Yara masih berdiri sementara Rae memilih memandang ke arah lain.

“Maaf Rae sepertinya aku harus pergi terlebih dahulu karena aku ada janji. Tolong kau tanyakan pada klienmu tentang bagaimana pelayanan kami tadi” Setelah berkata demikian Kyungso berdiri dan terlihat hendak meninggalkan tempat ia sekarang. Rae tidak menjawab karena memang Rae bingung dengan maksud Kyungso padanya. Tapi Rae kemudian mengerti dan mengiyakan cerita karangan Kyungso pada Yara.

Setelah kepergian Kyungso, Rae dan Yara mengobrol bersama. Rae kemudian mengarang cerita yang sama dengan Kyungso saat Yara mempertanyakan kembali pertemuannya dengan Kyungso. Rae menceritakan jika pertemuannya dengan Kyungso hari ini adalah karena lagi-lagi ada Klien yang ingin berpariwisata di Korea. Yara memang tidak menyangkal cerita Rae tapi Yara tahu cerita sebenarnya. Yara menjadi tambah luka ketika mendapati sahabatnya berbohong. Yara menjadi bertanya-tanya apakah ini penyebab Kyungso menjauh darinya. Kyungso lebih nyaman berada disamping Rae. Kenapa Kyungso tidak jujur pada Yara. Banyak pertanyaan dibenak Yara saat ini.

-000-

Rae terus berjalan dengan pandangan kosong menuju apartemennya. Rae terus teringat akan percakapannya dengan Yara beberapa saat yang lalu.

“Rae, apa yang akan kau lakukan saat melihat laki-laki yang kau cintai terlihat menggandeng gadis lain?”

Rae terus teringat hal itu. Saat itu Rae hanya bisa diam dan tidak menjawab pertanyaan Yara padanya. Rae merasa Yara benar-benar menyinggung dirinya. Apakah Yara mengetahuinya?

“Apa kau akan membiarkan orang yang kau cintai melepaskan diri darimu karena wanita lain?”

Rae menjadi merasa bersalah karena dirinya kini menjalin hubungan dengan lelaki yang dicintai sahabatnya. Pertanyaan-pertanyaan Yara menjadi suara yang terus menghantui perasaan bersalahnya. Kasur yang ditempati ia tidur sekarang terasa tak nyaman lagi karena kegelisahan yang menimpanya. Rae sama sekali tak dapat memejamkan matanya kala itu. Rae terbayang tatapan sedih Yara yang seolah mengintimidasinya.

“Aaaaagggghhhhh……. Bisakah Tuhan memejamkan mataku sekarang? Aku lelah… kenapa sesulit ini?” Rae sedikit berteriak frustasi dan mengambil bantal menutupi mukanya berharap akan tertidur.

-000-

“Maafkan aku Kyungso, aku rasa aku tak dapat meneruskan hubungan ini!” Ucap yara kepada Kyungso. Saat ini mereka kembali bertemu atas permintaan Rae.

“Ada apa denganmu Rae?” Tidak yakin dengan apa yang didengarnya Kyungso menatap Rae dan memegang kedua bahu Rae Mun. Rae memalingkan wajahnya tak kuasa menatap Kyungso. sesungguhnya ia tak sanggup melakukan hal ini pada Kyungso.  Tapi rasa bersalah pada Yara menggerogoti hatinya, Rae tak akan sanggup untuk suatu saat muncul dihadapan Yara dengan berkata bahwa statusnya telah menggantikan posisinya di hati Kyungso.

“Aku merasa bersalah karena Yara tidak tahu tentang kita. Aku merasa kita seperti menjalin hubungan terlarang. Aku tidak ingin Yara melihatku sebagai wanita yang telah merebut kekasihnya”

Dengan mata yang berkaca-kaca Rae terus mengakui penyesalannya. Sedikit air mata mengalir dari sudut matanya.

“Dengarkan aku Rae! Aku mencintaimu, aku memilih berpisah dengan Yara itu karena memang sudah lama perasaanku padanya terhapus. Aku melakukan itu hanya karena tak ingin dia lebih menderita lagi. Yara berhak menemukan kebahagiaannya Rae.”

Kyungso kali ini menjadi banyak bicara tak seperti biasanya. Kyungso mengguncang tubuh Rae dengan kedua tangannya yang memegang lengan Rae. Rae tak merespon, pandangannya menerawang jauh. Rae berpikir bagaimana sebaiknya ini. Ia berperang dengan batinnya sendiri.

“Rae-ya!” Panggil Kyungso lagi karena melihat Rae tak kunjung berbicara. Rae kemudian melingkarkan tangannya di leher Kyungso dan memeluknya erat. Rae menggantungkan tubuhnya di tubuh tinggi Kyungso membuat badan Kyungso sedikit terhuyung. Kyungso sedikit tersenyum berpikir bahwa Rae akan merubah keputusannya.

“Aku juga mencintaimu, aku sangat-sangat menyukaimu” Rae berbisik di telinga Kyungso. Air mata yang tertahan di pelupuk matanya kini mengalir lebih deras.

“Tapi untuk saat ini aku rasa aku ingin sendiri. Aku yakin jika waktu akan membantu  menemukan yang terbaik untuk kita masing-masing” Rae kemudian melepaskan pelukannya dan memandang wajah Kyungso yang terpaku. Rae sedikit menjinjit untuk menggapai bibir Kyungso, Rae hanya menempelkan bibirnya disana beberapa detik. Ciuman ini Rae anggap sebagai tanda perpisahan darinya. Rae membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan Kyungso yang sampai saat ini masih terpaku.

 

—-0000 THE END 0000—–

 

 

 

 

 

 

 



Maknae (Chapter 9)

$
0
0

Maincast : -EXO member
Genre : Brothership, Comedy (little)
Auhtor : winda-chan (@winda_chan_)
Length : Chapter
Note : NO Bash! No Plagiat! Ini benar-benar fanfic bikinan aku dan ini karya aku. Happy Reading,, Seblumnya udah aku pos di wordpress pribadi. Bukan mau promo tapi Cuma sekedar pemberitahuan agar gak ada kesalahpahaman dan di kira plagiat.. :D

http://winda305.wordpress.com/ Happy reading.. \(^_^)/
-oOo-
fjuhk

Kali ini Xiumin menunjukkan bagaimana rasa sayangnya terhadap Maknae-maknae mereka. Xiumin yang pendiam ternyata sangat

berani dan Kuat, selama mereka bersama, kali ini mereka benar-benar melihat bagaimana seorang Xiumin.

“Hyung,, kau ternyata sangat hebat” ucap Baekhyun di sela-sela isakkannya.

“Baekhyun benar Hyung, kau ternyata seorang hyung yang baik dan patut menjadi contoh”

“Aku yakin kau lebih cocok jadi leader EXO-K di banding Suho Hyung, Ya kan Yeoll”

“Bisa jadi Baekh,,”

“Hyung,, mulai besok kau jadi Leader EXO-K saja hyung”

“Benar Hyung,, kami tak ingin terus-terusan di hukum oleh guardian angel palsu Hyung..”

“KALIAAANN!!”

“Ampuuunn Suho Hyung, Kau adalah Leader yang baik dan hebat, tak ada yang bisa menggantikanmu hyung… Ampuunn”

Baekhyun dan Chanyeol saling berpelukkan karna takut menatap guardian angel yang mulai marah. Kekacauan sedikit teratasi

karna Xiumin bersedia menjadi donor untuk Sehun sedangkan Tao dalam keaadaan stabil dan baik.

“Sekarang kita pikirkan bagaimana cara menyelamatkan Kai dan D.o Hyung”

“Kau benar Lay, kita harus menyelamatkan D.o dan Kai, karna mereka harapan kita untuk menyelamatkan Tao” Kris menambahkan.

“Hem,, Jika tidak karna masalah ini, Kau! Baekhyun dan Chanyeol sudah aku hukum, tapi masalah ini lebih penting dari pada kalian.

Kita harus bagi tugas agar besok semua berjalan lancar”

“Kau benar Suho, sebaiknya kita bagi tugas”

“Aku punya ide hyung”

“Awas kau mengatakan hal yang macam-macam Baekh”

“Tidak Hyung, aku Cuma ingin memberikan ide saja”

“Baiklah, katakan apa idemu”

“Besok, Kris hyung tetap mendonorkan darah untuk Sehun, Lay hyung bertugas membuat sarapan seperti biasa dan LuHan Hyung,

kau bertugas menjaga Sehun. Chen, kau akan menjaga Tao di sini. Aku, Chanyeol dan Suho hyung akan mencari di mana D.o dan Kai

berada. Dan untuk Xiumin Hyung, kau mulai gerak malam ini, kau harus periksa kecocokkan pada Sehun”

“Hem,, Aku mengerti”

Xiumin langsung keluar, dan kebagian laboratorium rumah sakit. Untunglah laboratorium buka 24 jam terlebih dokter sudah

memberi izin.

“Sekarang bagaimana Baekh?”

“Ntah,, aku belum memikirkannya Yeoll”

“Sebaiknya kita mempersiapkan untuk pencarian D.o dan Kai. Lay kau ikut pulang ke Dorm, siapkan sarapan untuk besok pagi. Dan

jangan pernah buka pintu jika ada yang mengetuknya”

“Ne Suho Hyung”

“Chen, Kris hyung dan LuHan hyung tetaplah di sini. Aku serahkan Sehun dan Tao pada Kalian”

“Kami mengerti Suho”

*Di sisi lain

Seorang namja menggoyangkan tubuhnya, sesekali bibirnya melenguh pelan. Ia mencoba membuka mata namun sangat sulit,

tubuhnya pun terasa sakit karna lilitan tali yang begitu kuat.

“Akh,,” erangnya.

“kau sudah sadar Kai?”

“Siapa di sana?”

“Ini aku, Kyungsoo”

“Kyungsoo? Ah,, D.o hyung?”

“ne ini aku”

“Apa yang kau lakukan di sini hyung? Kenapa mataku di tutup dan tubuhku terikat tali”

“Aku tak tau, tubuhku juga terlilit Tali yang kuat. Aku tak tau ini di mana, tempat ini begitu usang dan berdebu. Oh ya, bagaimana

caramu bisa ke sini?”

“waktu itu, aku sedang ingin mencari udara segar hyung. Aku terlalu frustasi karna kau menghilang begitu saja, saat aku keluar,

seorang yeoja cantik menyapaku dan dia bilang tau di mana kau berada. Dia menyuruhku untuk mengikutinya tapi saat sampai di

parkiran mobil semuanya gelap, dan aku tak ingat apapun”

“Yeoja? Ah, aku ingat, saat aku sedang memasak bersama Lay hyung, aku berniat membeli sedikit bahan tambahan namun aku lupa

membawa dompet jadi aku kembali ke Dorm, baru berbeberapa langkah seseorang mengetuk pintu, saat ku buka, ia malah

memukulku dengan kuat dan selebihnya aku tidak ingat”

“Apa mungkin dia orang yang sama, melakukan ini pada kita dan meracuni Sehun dan Tao?”

“Ne,,, Kau benar kim jongin”

“K-Kau,,”

“Ternyata kalian sudah sadar, aku fikir efek bius itu masih lama ternyata secepat ini”

“Apa maumu? Kenapa kau mengikat kami seperti ini? dan kenapa hanya Kai yang kau tutup matanya”

“hahahahaha,, kau ternyata cerewet Kyungsoo, sopanlah dengan yeoja yang lebih tua darimu”

“Cepat katakan apa maumu”

“Aku ingin Maknae MATI!”

“Apa?! kau gila?”

“Ne aku memang Gila, aku tak mau ada yang dekat dengan Kris maupun Luhan. Terlebih Sehun dan Tao! mereka terlalu dekat

dengan Kris dan LuHan”

“Errr,, kau memang Gila! kami EXO, wajar jika kami sangat dekat dan membentuk Couple”

“Tapi aku tidak suka, maaf saja”

“Jika tali ini lepas, kau pasti sudah ku masukkan ke rumah sakit Jiwa”

“Coba saja kalau bisa, hem,, sepertinya sudah cukup pembicaraan kita, aku masih ada tugas untuk mengambil darah Kris yang akan

di donorkan pada Sehun. Eum,, aku tak sabar untuk datang ke pemakaman kedua maknae. Kalau begitu nikmati saja hari ini,

Selamat tinggal”

“HEEIII!! TUNGGU!!”

D.o berteriak dengan kuatnya, namun yeoja itu sama sekali tak menggubris teriakkan dari D.o. ia langsung pergi dan mengunci

pintu dengan kuat.

“Kai,, bagaimana selanjutnya?”

“Aku tidak tau hyung”

“Akh,, andai handphoneku tidak mati. Aku pasti sudah menghidupkan GPS agar yang lain dapat menemukan di mana kita”

“Handphone? Sepertinya aku membawanya Hyung, semoga tidak di ambil yeoja gila itu”

“Di mana kau letak?”

“Di kantung bagian samping Hyung”

“Aish,, kenapa kau letak di situ? Kalau jatuh pecah bagaimana?”

“Akh,, sudahlah Hyung, yang penting kita harus menyelamatkan Tao dan Sehun. Kita juga harus memberitahu Hyungdeul tentang

yeoja gila itu”

“Kau benar, sebentar akan ku coba untuk meraih kantung celanamu”

Sementara itu, di rumah sakit, Sehun di pindahkan ke ruang ICU. Keadaannya sangat buruk, segala benda menempel di tubuhnya.

Ia terlihat tertidur dengan lelap, LuHan masih setia menemani Sehun. Butiran bening tak kunjung kering dari kelopak mata LuHan,

ia terus menangis. Hanya tautan tangan yang tak terlepas menjadi saksi bagaimana Khawatirnya LuHan pada Sehun.

Di ruangan Lain, Tao di jaga Oleh Kris dan Chen, di sana Tao hanya menatap kedua hyung yang frustasi karna masalah yang datang

beruntun, Xiumin sedang menjalani tes kecocokan organ yang di butuhkan Sehun.

 

*Sementara di Dorm

“Kau siap Yeol?”

“Aku siap Baekh,,”

“Huh,, kita harus cepat mencari keberadaan Kai dan D.o”

“Kau benar baekh, ayo kita temui Suho hyung”

Mereka langsung mencari Suho, saat melewati dapur. Lay yang sedang memasak seketika membulatkan matanya, ia melirik

Baekhyun dan Chanyeol dari atas sampai bawah. Mulut Lay terbuka melihat pakaian yang Baekhyun dan Chanyeol pakai sampai

akhirnya,

“ASTAGA!! Baekhyun! Chanyeol! Apa-apaan kalian! Kita mau mencari D.o dan Kai! Bukan mau tampil di atas panggung! Dasar

 

dongsaeng Pabo!”

“Hyung, menurutku ini pakaian yang tepat. Lihat kami seperti detektifkan?”

“Chanyeol benar Hyung, kami pakaian seperti ini sekalian untuk menyamar hyung”

“Lagi pula, ini sangat penting dalam pencarian Kai dan D.o hyung”

“Kalian berdua! Ini keadaan sangat genting, bukan saatnya berpakaian aneh seperti itu”

“Tak apa Hyung, kami nyaman memakai pakaian seperti ini”

 

“Kau benar Baekh, kami udah nyaman dengan pakaian seperti ini”

Kali ini Suho mengalah dengan kedua dongsaengnya yang di bilang sangat aneh, bagaimana tidak, mereka berpakaian layaknya

detektif. Tapi dengan tambahan aksesoris yang berkilau serta perlengkapan yang sangat aneh, mulai dari teropong, kaca pembesar

hingga benda aneh lainnya.

“Baiklah, ayo kita berangkat”

“Baik Hyung”

Saat melewati kamar Chanyeol dan Baekkhyun, terlihat pintu kamar yang sedikit terbuka. Kali ini wajah angelnya Suho berubah

drastis, wajahnya yang putih berubah menjadi merah. Ia menarik nafas dan..

“BAEKHYUN! CHANYEOL! BESOK KALIAN HARUS BERSIHKAN KAMAR KALIAN! JIKA TIDAK, AKAN KU HUKUM KALIAN

UNTUK MEMBERSIHKAN SELURUH DORM!”

 

“Huaaa,, ampuunn Hyuuuuunngg”

 

TBC

 


Dear Deer Day

$
0
0

a story by violetkecil & septaaa

Cast: Luhan & girl (OC), Kai & girl (OC)┇ Length: Oneshot, Series Genre: Romance ┇ Rating: PG-17 NO silent reader and Plagiarize please. DO NOT take ideas/plagiarize, dialogues and others from our story. Comments are very welcome.

Love Love AU: Love Love // Sweet Recipe // Double Disaster Date // Double Disaster Date 2 // Little Story About Us // Good Morning, Baby! // 생일축하해요 Baby! // Holiday Love

dear deer day!

Langit?—cerah. Mata pemuda itu mengernyit kala mendongakkan kepalanya, ia kembali mengalihkan pandangannya ke arloji di tangannya. jam masih normal. Orang-orang di sekelilingnya masih bergerak dengan teratur, ornamen-ornamen kota pun masih diam di tempatnya. Lalu apa yang memicu seorang gadis bernama Shin Jo Hyun ini datang kepadanya? Bukan karena ia terlalu mempermasalahkan kedatangan gadis itu pagi buta tadi, seingatnya kekasihnya—yang merangkap sebagai Eonnie serta uh,ibu? Gadis remaja itu—tengah sibuk dengan skripsinya. Sebenarnya, yang ada di pikiran Luhan tadi pagi—mungkin Jo ingin menyampaikan pesan padanya tentang kekasihnya? Tapi kalau dipikir lagi dengan logika, bukankah itu bisa disampaikan lewat pesan elektrik? Atau lainnya?

Well, alih-alih dengan kebingungan yang menimpa Luhan, ia mengingat lagi kejadian dua jam lalu yang menuntutnya menggunakan maskot aneh seperti yang ia genggam saat ini.

Dua jam lalu..

Morning Oppa! Apa kabarmu? Sudah lama semenjak terakhir Oppa datang ke apartemen kami, eh OppaOppa sehat, kan? Oppa tidak merindukan adik iparmu yang cantik ini?” Satu hal yang Luhan lakukan saat ia membuka pintu rumahnya, lalu dihujami pertanyaan absurd yang belum bisa ia nalar—ia menakup kepala Jo dan menempelkan punggung tangannya di dahi gadis itu, suhunya normal.

Jo mengerjap, dan menepis tangan Luhan. “Heh Oppa! Jawab akuuuuu~”

Uh—ini adalah momen paling canggungyang pernah Luhan alami, dan kerutan di kedua alis Luhan makin terlihat jelas, “Kau—Jo?” dan ucapannya barusan itu sangatlah lemah. “Eh, maksudku—kenapa kemari sepagi ini? Ada sesuatu yang terjadi pada Eonnie-mu?”

Gaya yang terlalu sering Luhan lihat ketika gadis itu tengah sebal, tangan bersilang di dada dan meniup poninya. “Tentu saja tidak, Eonnie masih sangaaat sibuk~ Aku hanya memastikan keadaanmu Oppa! ‘Kan kasihan, Luhan Oppa tidak ada yang memperhatikan.” Dan sungguh ungkapan Jo barusan benar-benar aneh, sejak kapan gadis sebandel dan semanja Jo peduli dengannya?

Luhan menaikkan sebelah alisnya, “Tapi aku juga sibuk. Jadi, tidak masalah.”

Oke, lupakan. Anyways, aku berniat mengantarkan ini—” Jo menyerahkan sesuatu pada Luhan. “Ingat! Harus dibawa. Aku membaca horoskop hari ini, katanya akan menjadi hari terburuk bagi Aries.”

“Kau percaya hal seperti itu?”

Why not? Luhan Oppa harus membawanya seharian ini, Ne? Buat berjaga-jaga! Kalau tidak aku jamin kesialan akan bersamamu Oppa. Bye~”

Luhan tidak bisa berbicara, belum sempat ia protes gadis itu sudah pergi tanpa pamitan. Luhan jadi merinding, itu beneran Jo atau bukan?

Dan Luhan lebih kehilangan kata-kata lagi saat ia menyadari ia membawa maskot—yang katanya benda keberuntungan— yang diberikan oleh Jo. Apa benar ini hari sialnya? Mengingat kejadian yang dialami tadi pagi—kedatangn adik iparnya—ia yakin bahwa saat itu iasudah sial.

Dan Luhan baru menyadari bahwa hari ini ia penuh deadline kerjaan di tempatnya kerja, SM Advertising. Ia membenahi tasnya yang bertengger di baju dan mengancingkan jaketnya. Sedikit berlari dari tempat parkir menuju gedung tempat kerjanya.

Karena terburu-buru, Luhan jadi tidak melihat ada office boy yang sedang mengepel, tidak—kejadiannya Luhan tidak terpeleset di sini, hell, mau ditaruh di mana mukanya kalau sampai ia terpeleset dengan tidak keren? Pengecualian, malah sesuatu yang lebih menjengkelkan yang ia dengar, office boy itu marah-marah padanya! Demi Tuhan—berani sekali?!

Luhan menarik nafasnya dalam-dalam saat office boy itu berhenti mengoceh, mulutnya terbuka ingin membalas perkataannya.

“Makanya kalau matanya rabun pakai kacamata dong, Pak!” What the hell? Belum sempat Luhan menjawab ucapannya yang tadi, si office boy yang tak tahu sopan santun itu menyela dan mencercanya!

“Hai, office boy yang di sana! Kemari! Pel ruangan bos!”

Heh? Apa-apaan itu?! Si office boy pergi begitu saja tanpa berkata maaf pada Luhan yang—sudah dipastikan berwajah masam dengan semburat kemerahan di pipinya karena jengkel, jika dia tokoh anime mungkin akan muncul uap di sela-sela kupingnya dan kepalanya akan membesar.

Lu Han sabarlah, Nak..

Pemuda itu memijat pelipisnya. Ia memasuki ruangan yang diisi beberapa orang itu, salah satu rekan kerjanya mendekati Luhan yang kini telah duduk manis di bilik kerjanya.

“Selamat pagi,Bos! Eh, tumben sekali kau tadi tidak menyapa kami dengan senyuman manismu itu. Bad day, eh?”

Luhan menatap horor pada rekan kerjanya itu.Sejak kapan ia naik pangkat jadi bos?! Dan parahnya lagi—sejak kapan Luhan selalu menyapa mereka dengan senyum manis tiap pagi?! Wtf?

Ne—apa yang kau bicarakan?!”

Satu lagi—rekannya yang lain menepuk pundak Luhan. “Woa, woa, apa yang kita temukan di sini, sobat? Ada yang sedang bad mood, ya?” Rekannya itu mencolek dagu Luhan dengan perangainya yang menyebalkan.

Luhan berdecak, dan menepis mereka. “Sudahlah. Hentikan sikap aneh kalian dan kembali bekerja!”

Luhan tidak lagi menghiraukan gurauan rekan kerjanya yang semakin aneh itu. Alih-alih, ia membuka tas, dan mengeluarkan berkas-berkas berisi dokumen yang harus ia selesaikan hari ini juga. Oh God it’s too much!

“Eh Hyung, kenapa kau bawa pin Hello Kitty?”

WTF?—Entah yang keberapa kalinya Luhan mengucapkan racauan itu untuk hari ini. Pemuda berkulit agak gelap yang kurang ajar itu sudah mendesak tubuhnya di tempat duduk Luhan yang jelas-jelas hanya satu.

Pin Hello Kitty ya?—ah itu adalah maskot keberuntungan dari si bandel Jo tadi pagi.

“Sialan Jongin. Kau mengagetkanku, f*ck!”

F*ck too? Hyung kau beneran manly gak sih?” tanya Jongin—lagi yang membuat Luhan jengkel—apalagi ucapan bocah itu sangatlah tidak formal.

“Itu semua gara-gara kekasihmu!” Jongin menaikkan alisnya, kekasihnya? Jo? Kenapa ia memberi pin Hello kkitty? jangan-jangan..

“Jo? Jo yang memberikan pin ini?”

Yeah,” jawab Luhan acuh, ia kembali fokus ke dokumen-dokumennya.

15 menit..

Dan hening..

Sampai Luhan mendengar isakan pelan—ia menoleh kesamping, dimana Jongin berada. Dan—demi hari ini yang begitu sial bagi Luhan. Ia melihat Jongin menangis! Bibir berkerucut dan air mata yang Luhan pastikan air mata buaya.

H—Hyung, kau sungguh jahat. Sudah dapat kakaknya masak masih mau sama adiknya,” isak Jongin yang sangat out of character itu.

Luhan sedikit berkeringat, ia menyentil dahi Jongin. “Bodoh. kau menangis hanya karena pin yang diberikan Jo? Oh Tuhan Jongin dewasalah sedikit! Jangan cem—”

Jongin mendorong kursi yang diduduki Luhan, membuat pemuda itu agak terpental—terimakasih pada keseimbangannya yang ia latih setiap training—Jongin menudingkan jari telunjuknya di depan wajah Luhan,

Hyung! Kau tidak mengerti perasaan dikhianati! Sakit! Uh—aku tidak mood, aku absen training hari ini!” Jongin menyetakkan kakinya dan pergi dari ruangan Luhan. Luhan yang sedikit bersalah pun mengejar pemuda itu

“Oi Jongin oi! Kau salah paham bodoh!”

Naas—Jongin tak bergeming dan Luhan baru menyadari ucapan Jongin tadi yang berkata ia absen. Luhan mendesah panjang, sepertinya ia harus siap-siap kena marah karena ia yang bertanggung jawab atas para karyawan magang.

Luhan kembali berpikir sejenak, Jo couple memang benar-benar OOC—out of character—hari ini. Hell no.

To: Kim Jongin

From: Lu Han

Subject: dasar!

Text:

Heh Jongin. Aku tidak tahu obatmu itu sudah habis atau belum. Tapi ayolah~ ini semua salah paham, oke? Jo memberikan pin itu katanya untuk benda keberuntunganku. Yang ia bilang, “Aries hari ini akan mendapat kesialan jadi aku berbaik hati memberika benda ini untuk oppa…blablabla” comeone jongin~ aku tidak ingin mendapat masalah karena ketidakhadiranmu, aku minta maaf, oke?

Ps: katanya kau manly~

Luhan memutuskan untuk mengirim pesan ke Jongin, setelah dipikir-pikir lagi—ia tidak mau dimarahi oleh atasannya karena salah satu karyawan magang tanggung jawabnya tidak hadir. Sudah cukup sial hari ini, dan cukup sampai disini Luhan berharap.

From: Kim Jongin

To: Lu Han

Subject: re:dasar!

Text:

Hehe baiklah, aku sudah meminta penjelasan dari Jo kok. Oke aku maafkan. Tapi—dengan satu syarat! Traktir aku makan siang nanti. Oke Hyung?

Ps: yang tadi khilaf~

Luhan mendesah, kantong menipis mungkin lebih baik dari pada harus mendengar celotehan atasannya. Iapun menyetujui keinginan Jongin.

Hidup Luhan kembali normal, semuanya terlalu normal hingga jam makan siang datang, dan di sini Luhan, menunggu Jongin yang katanya ingin minta traktir itu—di kafetaria dekat tempat kerja mereka.

Luhan masih setia dengan mengaduk-aduk minumannya, sambil melamun. Sepertinya ada yang aku lupakan hari ini? Tapi apa ya? Sebelum Luhan berpikir lebih jauh ia dikagetkan oleh suara Jongin—

“Hai Hyung!”

“Hai Oppa!”

—dan suara Jo.

Wait…

Jo?

Mata Luhan melebar saat mendapati Jo—si gadis dengan berjuta wajah tak bersalah itu tengan ber-high-five dengan kekasihnya, Jongin.

“Ah, Hyung, aku belum bilang, ya? Hehe… Jo merengek ingin ditraktir juga.”

sighed, Luhan harus merogoh koceknya lebih jauh jika ada Jo juga. Oh Tuhan,mau bagaimana lagi? Jo sudah terlanjur datang, lagian apa gadis itu tidak sekolah? Ia yakin ini belum jam pulang anak-anak high school.

Luhan kembali mendesah, “Yasudah, cepat kalian pesan sana!”

“Yey! Oppa memang yang terbaik, hehehe…”

Luhan memutar pupil matanya, Jo selalu memuji begitu kalau ada maunya.

Jo duduk bersebalahan dengan Jongin, dan berhadapan dengan Luhan. Ia memanggil pelayan untuk datang ke meja mereka. Masing-masing—Jo dan Jongin—focus memandang buku menu. Jo terus mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di dagu, hingga pelayan datang ke meja mereka.

“Ada yang ingin di pesan lagi, Tuan?” pelayan itu menatap Luhan yang sebelumnya memang sudah memesan makanan, tapi Luhan menunjuk dua orang di depannya. Dan pelayan itu mulai melayani Jo dan Jongin.

“Ah aku ingin pesan ini,” tunjuk Jo pada Bulgogi, “Dan ini juga (Kimbap), ah ini juga (Minyeok-guk). Wait wait yang ini juga!(kimchi Jjigae). Kalo minumnya, ice cream strawberry, milkshake vanilla,” sambung Jo yang menunjuk segala makanan yang ada di menu. Gadis itu hanya nyengir saat Luhan menatapnya, wtf? Serius kau memesan sebanyak itu?

“Kalau aku, fried chicken, soup chicken, chicken crispy, chicken paprika, chicken steak, chicken cordon bleu. Dan minumnya chocolate milkshake, iced coffee.” Jongin menutup menu itu dengan senyum puas, oh chicken~

Dan Luhan didepan mereka menyanderkan tubuhnya di bahu kursi, berkeringat dingin, frustasi, sungguh ini bencana besar!! Ini sih bukan hanya merogoh kocek terdalam tapi harus menghabiskan uang bulanan. Oh Tuhan ingatkan Luhan untuk tidak mentraktir mereka lain kali.

—dan Luhan hanya bisa menatap nanar pada kartu kredit gold miliknya yang ia serahkan pada pelayan tadi.

Goodbye my money

Luhan menutup pintu mobil dengan setengah kesal. Ia ingin marah pada Jo dan Jongin, tapi, sungguh, bagaimana ia bisa marah jika dua anak bandel itu menatapnya dengan wajah memelas dan kemudian menyodorkan kotak, plus ucapan ‘HAPPY BIRTHDAY OUR BROTHER IN LAW!’—yang juga sukses menarik perhatian pengujung kafe lainnya. Luhan hanya bisa mengucapkan kata ‘thanks’ yang agak menggantung karena dua anak itu langsung kabur.

Dengan menghembuskan nafas, Luhan memencet angka 12 di elevator. Saat ini ia hanya ingin berada di tempat tidur. Dilihatnya kotak berukuran 10 x 10 cm, dan Oh God, aku lupa hari ini ulangtahunku, pekik Luhan. Ia semakin kesal, frustasi dan sebut saja semua perasaan sejenis. Kenapa? Kekasihnya tidak ada menghubunginya sama sekali hari ini. Wajahnya semakin tertekuk.

Sampai di depan pintu apartemen, ia langsung saja menekan password dengan cepat. Bed, bed, bed, ulangnya seperti mantra.

Gelap, itu yang ia dapati di apartemen. Sangat tidak biasanya, karena jam segini Sehun dan Suho—roommate-nya—itu biasanya sudah ada di apartemen.

Ia menghidupkan lampu dan berjalan, namun terhenti oleh sebuah kotak seukuran kotak sepatu yang tadi tidak sengaja ia tendang. Dahinya berkerut. Dibukanya kotak itu. Dan, ia lebih berkerut lagi karena isinya adalah segelas bubble tea rasa taro. Ada sebuah post-it berwarna pink ditempel.

Smile honey. Go to kitchen, I have something sweet for you,” Luhan membaca tulisan di post-it itu.

Oh my, jangan katakan ini kejutan ulang tahun dari kekasihnya. Ia mengenali tulisan itu. Wajahnya yang tadi sangat kusut mendadak berubah cerah. Ada senyum lebar terbentuk.

Luhan menuju dapur. Dan ada dua kotak berwarna biru dengan orname pita di atas meja. Ia buru-buru membuka isi kedua kotak. Macaron dan cup cake. Luhan kemudian membaca pesan yang tertulis di kartu berwarna biru.

How’s your day? Don’t be mad to Jo and Jongin, okay? Go to bedroom, I have something special for you.

Bedroom? Something special? Omg, jangan katakan seperti yang dipikirkan Luhan saat ini. Wajah pria itu memerah karena –entah apapun itu yang ada dalam pikirannya—dan tanpa menunggu, Luhan langsung ke kamarnya. Gelap, kecuali sebuah lilin-lilin yang menyala di kamar. Lilin-lilin disusun membentuk huruf L dan ada setangkai bunga mawar dan kartu. Tidak ada Minah. Oke, ini agak sedikit mengecewakan untuk Luhan. Tidak sesuai ekspetasi, batinnya.

Tapi, ia tetap mengambil bunga itu dan membuka kartu.

Go to park near your apartement building, and follow the light.” Dahi Luhan berkerut. Apa yang sedang direncanakan gadisnya itu?

Setengah berlari ia kemudian pergi ke taman yang dimaksud Minah. Mereka sering menghabiskan sore di taman itu. Melihat anak-anak kecil bermain sambil berdebat apa nama anak mereka nanti. Terkadang Luhan dengan jahil mencuri ciuman, dan mengakibatkannya mendapat cubitan dari Minah. Taman itu menyimpan cerita manis mereka. Penghilang penat di tengah kebisingan kota dan lelah karena semua aktivitas. Seperti mata mengerjap, cepat, Luhan sudah berada di taman itu. Ia melihat cahaya lampu. Bola-bola kecil bercahaya di antara rerumputan. Ia mengikuti cahaya itu hingga tiba di depan sebuah air mancur kecil. Ia tersenyum.

Happy birthday, honey,” Luhan mendengar suara Minah dan kemudian lengan melingkar—memeluknya dari belakang. “I love you.”

I love you too,” balas Luhan. Ia meletakkan tangan di atas tangan Minah. “Thank you for this surprise. Thank you for loving me.”

Luhan kemudian melepaskan lengan Minah dan berbalik menghadap gadis kesayangannya. “I love you and thank you.” Luhan menangkup wajah Minah dengan kedua telapak tangannya. Ia mengecup kening Minah.

Thank you for being born, honey,” ucap Minah dan kemudian berjinjit mengecup bibir Luhan. Sebuah kecupan yang innocent, hingga Luhan memiringkan wajahnya dan mengelus pelan pipi Minah dengan ibu jari. Ciuman itu terhenti ketika terdengar suara kembang api. Kembang api warna-warni yang cantik, mirip dengan kejutan yang Luhan berikan saat liburan mereka di Jeju.

Luhan menatap mata gadisnya lekat, “I love you.”

Minah mengulum senyuman, “I know.” Dalam hati Minah sedikit bergumam dan memberi catatan agar mengomeli Jo dan Jongin karena waktu kembang apinya kurang tepat.

I have another surprise,” Minah menarik tangan Luhan. Menuju sebuah pohon besar, di bawahnya sebuah kue ulang tahun di atas kain bermotif kotak-kotak, lengkap dengan keranjang makanan berisi cupcake, macaron, dan bubble tea. Piknik kecil di malam hari. Luhan tersenyum melihatnya dan mengecup pipi gadisnya.

Baby, aku sangat menderita hari ini,” rengek Luhan sambil melingkarkan lengan di pinggang Minah. Mereka rebahan sambil memandangi bintang yang berkerlip riang di atas langit.

“Jo dan Jongin?”

“Kau tahu?”

“Tentu saja aku tahu.” Minah menyentuh pipi Luhan dengan ujung jari telunjuk. “Tapi aku tidak tahu apa saja yang mereka lakukan.”

“Mereka menguras kantongku.”

Minah tertawa pelan mendengar rengekan manja Luhan, “Should I make it up to you?”

Luhan kemudian pura-pura memikirkan sesuatu. Ujung bibirnya terangkat, “Baby, tadi aku pikir kamu menyiapkan ‘something special’ di kamar,” bibir Luhan di bibir Minah. Dengan nada suara yang agak seduktif itu membuat wajah Minah memerah.

So, what do you say, baby?” goda Luhan.

♠ kkeut

violetkecil’s note: HAPPY BIRTHDAY LOVE! Thank you for being born and give me us all happiness and pain and love~ Happy birthday my Lu Han!!! And thank you septaaa for lovely poster and that Jo Couple scene. You’re the best! And lots of love for all our reader~ chuuuu~


Hard Love (Chapter 3)

$
0
0

hjkadnas

Title : Hard love

Author : Han Soo Chan

Length : Multi-Chapter

Rating : PG-12

Main cast  :

  • Byun Baekhyun
  • Xi Luhan
  • Oh Sehun
  • Han Seul Rin
  • Kim Soo Rin
  • Shin Min Chan
  • Do Kyungsoo

Additional Cast : Find it yourself ^^

Disclaimer : FF ini pernah saya post di http://hansoochan.wordpress.com/

Author note : Annyeong~ Ternyata pada kepo ya DO siapa? Hehehehe.. Kyungsoo itu pacar saya *plak* *sekarang ditabok Kyungsoo* *pipi langsung bengkak(?)* Author agak telat ngebuat Chapter 3nya nih.. FF ini kan yg buat Author Seul rin & Author Min Chan.. Sebenernya author Min chan udah bikin sedikit, terus dilanjutin sama Author Seul Rin tapi yaa… biasalah Author Seul Rin .. Pemales.. Tolong di maklumin ya :3 Happy Reading ^^

“Yak! Do Kyungsoo!” Teriak Min Chan sampai seluruh orang di kelas memperhatikannya.

“Y..ya!” Ujar Kyungsoo , tangan Kyungsoo menunjuk kearah Minchan . Semua orang di kelas pun menjadi bingung karena kelakuan dua umat ini. Bahkan Seul rin & Soo Rin pun ikut bingung

“Ya! Ya! Ya! Soo Rin..” Ujar Seul Rin sambil mencolek Soo Rin yang duduk disebelahnya

“Wae? Wae? Wae?” Soo Rin menjawab Seul Rin tetapi pandangannya tetap tertuju kearah Kyungsoo , Min chan , Kyungsoo , Min chan

“Jangan-Jangan Kyungsoo itu yg sering Min Chan katakan pada kita?”

“Cinta pertamanya dulu?” Ujar Soo Rin yang sekarang kaget dan langsung menatap Seul Rin

“IYA! Pasti dia adalah Kyungsoo”

Setelah hening beberapa lama akhirnya Bae Songsaengnim angkat bicara “Ok, Kyungsoo silahkan duduk di bangku yang kosong” Kyungsoo pun duduk di bangku yang kosong.

“Hai Minchannie..” Ujar Kyungsoo.. Bangku kosong itu ternyata berada di sebelah bangkunya Minchan .

“Kyungsoo oppa! Kau kemana saja heehh? Sampe ngak bisa dihubungin?”

“Maaf aku lupa memberitahumu.. Handphoneku dicuri, jadi aku beli Handphone yang baru..”

Belum selesai mereka mengobrol , Bae Songsaengnim sudah memulai kelasnya.. Selama pelajaran Min Chan hanya melamun.. melamun dan melamun. Min Chan mengingat-ingat kembali moment-momentnya dulu bersama Kyungsoo.

 

Flashback

“Ya! Ya! Ya! Kyungsoo!” Bisik Min Chan

“Wae?”

“Nomor 7 jawabannya apa sih?” Tanya Min Chan dengan muka tidak berdosa versi Min Chan

“Yaelah.. Itu gampang kali”Ledek Kyungsoo sambil menjulurkan lidahnya

“Pleaassee..” Ujar Min Chan sambil menunjukan puppy eyes nya..

“Baiklah!” Sepertinya Aegyonya Min Chan berhasil.. “No 7 hasilnya 108” Ujar Kyungsoo.

“Kyungsoo kau adalah sahabat terbaik” Min Chan memeluk Kyungsoo dengan erat, untungnya saat ini gurunya sedang pergi keluar dan murid-murid yang lain sedang konsentrasi mengerjakan soal.

“Iya dong .. Aku kan harus menjagamu” Ujar Kyungsoo sambil membalas pelukan Min Chan dan menepuk-nepuk punggungnya “Ayo! Kerjakan soalnya lagi! Fighting!”

 

Flashback end

 

“Ok.. Kalian akan ibu berikan soalnya sekarang..” Ujar Bae Songsaengnim

“WHAAAATTT?? AKU DARI TADI MELAMUN TERUS!!” Pikir Min Chan yang sekarang sudah tidak melamun lagi sambil memukul-mukul kepalanya.

Soal yang Bae Songsaengnim berikan sekarang sudah ada didepan matanya Min Chan. Min Chan menatap soal itu dengan lesu dan mulai mengerjakan soalnya. Min Chan berulang kali mengacak-acak rambutnya frustasi. Untungnya Min Chan masih mengingat materinya walaupun sedikit..

Beberapa menit sudah berlalu..

“Anak-Anak! Waktunya hanya tinggal 5 menit lagi!” Teriak Bae Songsaengnim.

“KYAAA!! SATU SOAL LAGI!!” Pikir Min Chan.. “Tunggu.. sebelah gw kan Kyungsoo??” Tanpa berpikir panjang Min Chan langsung menyolek Kyungsoo.

“Stt..Kyungsoo..” Bisik Min Chan

“Wae?”

“Nomor 7 jawabannya apaa??” Tanya Min Chan.. Wait..Tunggu..Nomor 7 lagi? Mungkin angka kesialannya Min Chan.

“Kau masih tetap sama..”Ujar Kyungsoo dengan lembut “Tetap Polos dan Bodoh!  Masa soal gampang begini ngak tau sih!” Suara Kyungsoo mulai meninggi

“YAA!” Ujar Min Chan ia tidak berteriak. Kalau dilihat teman-temannya pasti ia akan dimarahi habis-habisan.

Tak!

Min Chan menjitak Kyungsoo. “YA! Appo..Aiisshh” Ujar Kyungsoo sambil mengusap-usap kepalanya.

“Please Kyungsoo..Aku harus lulus tes ini!..” Ujar Min Chan sambil  beraegyo.. “Kalau tidak Bae Song Saengnim akan menghukumku dibawah teriknya matahari sampai aku pingsan”kata Min Chan yang sedang berakting mengeluarkan air mata tentu,Kyungsoo sang namja “baik” tidak akan melakukan itu..lagi pula dulu ia berjanji akan menjaga Min Chan baik-baik.

“Baiklah! Silahkan contek! Tapi kau harus membayar dengan belajar setiap malam denganku! Kalau tidak kau tidak mendapatkan ayam!”ancam Kyungsoo..Minchan memang suka sekali ayam..apa lagi buatan Kyungsoo! Siang malam pagi sore kalau ada Kyungsoo pasti dia akan memaksa untuk membuat ayam goreng

“Mwo?! Baiklah..”kata Minchan pasrah

“Cepat liat! Keburu bae songsaengnim datang!”kata Kyungsoo

 

 

-Hard love-

 

Sementara itu di kelas luhan….

 

“Aduh..aku benci sekali sejarah! mana aku kebagian tempat duduk di dekat Minah lagi..kalo aku ke melihat ke belakang ada Chanyeol yang selalu melihatku seperti elang”gumam Luhan dalam hati

Tiba2 Luhan memikirkan Min Chan “pasti kalau ada Minchan aku akan di beri semangat”kata Luhan mengenang momentnya bersama Minchan saat masih berada di kelas 1

 

Flashback

 

“Luhan.. Ayo! Kamu harus semangat mengerjakannya” kata  Min Chan menyemangati Luhan.

“Ne, Fighting” Kata Luhan tersenyum sambil melihat Min Chan

Beberapa menit kemudian Luhan sudah selesai mengerjakan Tugasnya padahal dia belom belajar kemarin malam.

Dan besoknya tugas itu dibagikan dan Luhan mendapat nilai 100 bisa dibilang nilai terbaik bagi Luhan, biasanya Luhan selalu mendapat nilai 80 Dan saat itu lah Luhan mempunyai perasaan pada Min Chan

 

Flashback end

 

“Waktu kalian tinggal 5 menit! Cepat selesaikan sekarang juga!” Teriak Choo songsengnim.

“Arrggh sial” Gumam Luhan sambil menarik rambutnya.

Waktunya hanya tinggal 5 menit lagi tapi Luhan baru mengerjakan 6 dari 10 soal.

Bisa-bisa Luhan akan dihukum eommanya ditambah hukuman dari Choo Song saengnim karena nilainya jelek.

 

 

-Hard Love-

 

 

“Luhaenn..ayo makan bareng!”kata Baekhyun sambil menarik tangan luhan

“Iyaa..sabar sedikit dong! Kita ajak Chanyeol juga yuk!”kata Luhan,memang Chanyeol agak sedikit kesal sama luhan karena Min ah Menyukai Luhan, tapi  Luhan sama sekali tidak menyukai Min ah!.

 

“Yo! Lagi ngomongin aku ya? Aku tau aku memang menawan tapi jangan ngomongin aku dong”kata Chanyeol dengan pe-denya

“Enak saja! Geer banget sih! Udh ah! Yuk cabut ke kantin!”kata Luhan

“Hei~ bolehkah aku ikutan? Aku lapar..”kata Minah yang sekarang sedang sok imut lagaknya..tentu Chanyeol senang dan mengangguk tapi beda dengan Baekhyun,Sehun dan Luhan , mereka langsung  mengeluarkan tatapan Jijik nya terutama Luhan,dia yang benar-benar jijik pada Min ah.

-

“Laper..luhaaeeenn..belikan aku burger yaa”kata Baekhyun manja sambil menunjukan puppy eyesnya.

“Enak aja! Sana beli sendiri!”kata Luhan padahal mereka ini bisa di bilang dari keluarga kaya tapi Baekhyun uangnya sudah habis karena membeli tiket konser Snsd.. Ya tau kan.. Baekhyun itu Sone..

 

“Iyadeh”kata Baekhyun menggerutu dan menjulurjan lidahnya pada Luhan, sedangkan Luhan malah terkekeh melihat Baekhyun.

“Minta sama Suho hyung aja sana” kata Luhan sambil menjulurkan lidahnya kearah Baekhyun.Baekhyun hanya cemberut dan terpaksa harus membayarnya dengan uangnya sendiri.

“Oppa~belikan aku sandwich dongg”kata Minah manja dan tangannya sudah bergelantungan di tangan Luhan.

 

“Hei!”Ujar Soo Rin pada 4 namja itu

Soo rin dan teman2nya datang di saat Minah menaruh kepalanya di bahu Luhan . Minchan yang melihatnya hanya terdiam di tempat dan menatap dua umat yang sedang lovey dovey dengan tatapan lesu.

 

“Wah jadi kau sudah punya yoejachingu yang baru? Wah! Kalian serasi ya!” Ujar Min chan sinis kepada Luhan “Kalian cocok sekali! Longlast yaa”

 

“Makasih Min chan!Oppa~ kan ada yang menyutujui kita..bagaimana kalau kita pacaran?”tanya Min ah kepada Luhan  “Kami duluan ya!”kata Min chan setelah itu Min chan, Seul rin & Soo rin pergi. Chanyeol pun juga tiba-tiba menjadi bad mood dan pergi meninggalkan ke 3 sahabatnya itu

 

-Hard Love-

 

 

Min Chan pun berlari keruang musik..beruntungnya tidak ada guru di sana..pelajaran berikutnya adalah musik, tapi istirahatkan masih 30 menit lagi (lama amat ya? *author iri) Min Chan tidak sadar kalau ada kyungsoo dia melihatku berhidung merah dengan genangan air yang jatuh dari mataku

“Kyu….kyungsoo…hiks..hiks”kataku terisak…diapun memelukku..membiarkan aku menangis

“Uljima MinChannie~ Uljima”kata Kyungsoo aku pun tetap terisak2 tapi aku melihat ada Soo rin dan Seul rin terlihat kebingungan melihat kedua umat yang berada di depan matanya.

“Kalian! Ada hubungan apa?”kata Seul rin tiba2

“Hikss.. Adek dan kakak Hikss.. Hikss..”kata Min Chan yang masih terisak

“Kami tidak pacaran kok! Lagian aku sudah punya pacar”tambah Kyungsoo lagi dia pun segera pergi

“Ok deh..si Luhan itu benar2 ya!”kata Seul rin tiba-tiba

“Ckckckck…si playboy itu?”kata Min Chan marah2

“Iya! Masa dia sama si Minah?”

“Luah?” Ujar Soo Rin mengabung-gabungkan nama Luhan dan Min Ah

“HAHHAHAHAH..Soo rin itu ngga cocok sekalipun!”kata Seul rin tertawa Min Chan hanya terkekeh mendengarnya.

“Kalo milu itu bagus..nama couple!”kata Seul rin lagi

“Masa sih? Hahahhaha…Mirip sama nama susu AHAHAHAHA” Ujar Min Chan tertawa lepas.

 

-Hard Love-

 

 

KRIIINNGGGG!!!! Bel sekolah berbunyi menandakan bahwa sekolah sudah selasai. Min Chan berjalan sendirian dengan lesu. Hari ini Seul Rin dan Soo Rin harus mengerjakan sesuatu yang tidak boleh ditingalkan dan hasilnya sekarang Min Chan hanya berjalan sendiri. Karena Min Chan sekarang bisa dibilang galau Min Chan sampai tidak sadar bahwa ada orang yang memanggilnya. Karena Min Chan tidak menjawab panggilannya, ia pun mencolek Min Chan.

“YA! Minchan” Ujar seseorang sambil mencolek Min Chan.

“Ah.. Kyungsoo..” Ujar Min Chan sambil menatap Kyungsoo . Kyungsoo pun berjalan disebelah Min Chan.

“Besok ada waktu ngak? Eommaku menyuruhku untuk mengajak kamu pergi..” Ujar Kyungsoo. Min Chan menganguk-anguk.

“Mau pergi kemana? Tapi.. Boleh ajak Seul Rin & Soo Rin?”

“Ke Everland , Boleh kok.. Mereka berdua terlihat baik.. Yaudah ya.. besok aku tunggu kalian bertiga di pintu masuk everland.. ” Min Chan hanya menganguk-anguk “Jam 10 oke.. Jangan terlambat loh ya..” Ujar Kyungsoo sambil mengacak-acak rambut Min Chan.

 

-Hard Love-

 

Min Chan, Seul Rin & Soo Rin berlari kearah Kyungsoo. Kyungsoo ternyata sudah terlebih dulu sampai.

“YA! KALIAN LAMA SEKALI!” Teriak Kyungsoo sambil menjitak Min Chan.. “YAK! Appo! Kenapa Cuma aku yang di jitak heh?” Ujar Min Chan tidak terima karena 2 sahabatnya tidak dijitak. “Sudahlah mendingan kita masuk kedalem aja!”Ujar Kyungsoo. Mereka berempat pun masuk kedalam everland .

“Wah..” Ujar Kyungsoo.. Kyungsoo sangat takjub dengan pemandangan disekitar everland, everland  memang sangat indah. Belom selesai mereka berempat mengagumi pemandangan yang ada di sekitar everland . Pandangan 3 Yeoja itu langsung terarah kepada 3 Namja yang sedang bercanda di depan mereka.

“Y.. YA! YA! YA!” Ujar Seul Rin sambil menunjuk ketiga Namja yang tepat berada di depannya. Ketiga namja itupun reflek melihat kebelakang.

“Y.. YA! Kenapa kalian harus kesini juga” Ujar salah satu namja itu.

“Ohh.. Kayaknya aku kenal..” Ujar Kyungsoo “Oh.. Kamu adalah Sehun..” Ujar Kyungsoo sambil menunjuk Sehun “Kalau yang itu Baek.. Baekhyun..” menunjuk kearah Baekhyun.. “Kalo kamu.. hmmm.. Luhan..” Ujar Kyungsoo sambil menunjuk kearah Luhan “kenalin nama saya Kyungsoo” Ujar Kyungsoo sambil menjulurkan tangannya kepada mereka bertiga..

Mereka bertiga pun membalas jabatan tangannya Kyungsoo..

“Kalian ngak sama Hyun ah?” Tiba-tiba Min Chan angkat berbicara dan menatap Luhan dengan tatapan sinis.

“Sebentar lagi dia juga dateng kok” Ujar Luhan sambil melipat kedua tangannya di dada dan menatap Min Chan dengan kesal. Baekhyun dan Sehun hanya terdiam bingung “Hyun ah?” hanya itu yang ada dipikirannya Baekhyun & Sehun

“Yaudah.. Mendingan kita jalan bareng-bareng aja..” Ujar Kyungsooo sambil menarik pergelangan tangannya Min Chan. Luhan yang melihatnya langsung panas. “Sial” Yup.. hanya satu kata yang ada di pikiran Min Chan.

“Yaudah deh.. Tunggu aku ke toilet sebentar..Tunggu sebentar” Ujar Luhan sambil berjalan kearah toilet.

 

-Hard Love-

 

“Krinnggg.. Kringgg..Yeoboseyo?” Ujar Luhan yang sepertinya sedang menelpon seseorang.

“……”

“Hyun ah.. bisa kah kamu ke everland  sekarang..aku benar-benar butuh bantuanmu”

“…….”

“Aku tunggu ya..” Biiipp—Luhan pun buru-buru keluar setelah mematikan handphonenya.

“YAK! LUHAN KAU LAMA SEKALI!” Teriak Baekhyun

“Sorry meenn…” Ujar Luhan “Sudahlah ayo kita jalan” Mereka ber 7 pun jalan berbarengan.. mereka hanya bercanda-canda sampai tanpa mereka sadari bahwa mereka semua sudah berpisah. Seul Rin bersama Baekhyun, Soo Rin bersama Sehun, Min Chan bersama Luhan & Kyungsoo.

 

-Hard Love-

“Ya.. Baekhyun.. kemana yang lain?” Tanya Seul Rin sambil menyenggol Baekhyun sedikit.

“Yahh… Mana aku tau?” Ujar Baekhyun sambil mengangkat kedua bahunya.

“Coba deh kamu hubungin dia deh! Handphoneku lowbat!”

“Tunggu sebentar..” Ujar Baekhyun sambil mengambil Handphonenya yang berada di saku celananya.

“Hallo?” Ujar Baekhyun

“sisa pulsa anda tidak cukup bla bla bla”

“Pulsaku habis” Ujar Baekhyun.. “Yahh.. Jadinya kita harus jalan berdua lah..”

“Yaudahlah ya.. terpakasa.. NASIB… NASIB…”

“Main itu yuk… Ujar Baekhyun sambil menunjuk pada satu wahana yang terlihat sangat menyeramkan. T-Express yup.. itulah namanya.. T-Express adalah wahana roller coaster dengan kecepatan 104 km per jam..

“Ayooo…” Ujar Seul Rin sambil menarik pergelangan Baekhyun, sekarang jantungnya Baekhyun sedang memompa 2 kali lebih cepat dari pada biasanya.

“Kau tidak takut heh?” Tanya Baekhyun khawatir terhadap Seul Rin

“Enggaklah.. Seru lagi..”

Akhirnya mereka berdua pun bermain T-Express, Seul Rin hanya tertawa-tawa

Saat bermain sedangkan Baekhyun.. Berteriak-teriak tidak jelas.

“AHAHAHAHA SERU YA BAEK..” Ujar Seul Rin senang. Baekhyun tidak menjawab.. ia hanya memegangi mulut dan perutnya. Sepertinya sekarang Baekhyun sedang mual.

“Mau main apa lagi Baek” Tanya Seul Rin. “Main itu aja deh..” Ujar Baekhyun menunjuk salah satu wahana yang bernama mystery mansion ..

“AH.. Yang lain aja please..” Yup.. Seul Rin memang sangat takut sekali dengan mahluk halus atau yang sering dibilang dengan nama hantu. Bisa-bisa jika ia main disini ia akan nangis bahkan pingsan.

“AHHAHAHAHAH KAU TAKUT YA?” Ujar Baekhyun tertawa lepas melihat kelakuan Seul Rin.

“ENGGAK! YAUDAH DEH AYO..” Ujar Seul Rin.. Sekarang bukan Seul Rin yang menararik pergelangan Baekhyun.. Melain kan Baekhyun menarik pergelangan tangan Seul Rin.. dan sekarang muka Seul Rin sudah berubah menjadi merah padam.

Merekapun berjalan memasuki wahana itu.. di wahana itu kita disuruh untuk menembak hantunya dengan tembakan laser gun .. Mereka pun mulai bermain. Mereka masuk menggunakan sebuah kereta permainan (Author ngak tau namanya apa  -_-) Seharusnya kereta itu dinaiki 3 orang tetapi karena tidak ada orang lagi.. akhirnya mereka menaiki itu berdua..

Baekhyunpun dengan semangat menembak-nembaki hantu-hantunya sedangkan Seul Rin hanya terdiam ditempat.

“WAAAAA!” Tiba-tiba ada suara seperti itu.

“KYAAAAAAAAAAA!!!!!!!” Seul Rin pun langsung menjadi histeris.. tanpa Seul rin sadari bahwa sekarang Seul Rin sudah memeluk Baekhyun karena ketakutan

“HIKS HIKS TAKUT BAEKK~” Ujar Seul Rin sambil memeluk Baekhyun tambah erat

 

HEEYYY!! Akhinya chapter 3 udah selesai..

FIUUUHHH~ Seul Rin sama bgt kyk author takut sama hantu HIHIHIHI

Readers paling suka bagian yang mana?

Kasih tau yaaa… Author kepo.. Kalo author.. pas Seulrin meluk Baekhyun

IIHHHHH SO SWEET! *Plak* *ditabok Seul Rin*

Jangan lupa comment yaaa! Di tunggu nextchapternya..


My Boyfriend is A Wolf (Chapter 4)

$
0
0

13

Tittle                : My Boyfriend is a Wolf (Part 4)

Autor               : Asih_TA

Main Cast        :

Lee Je-ah (OC)

Xi Luhan (EXO)

Oh Sehun (EXO)

Other cast       : Dasom (Sistar) &  Park Chanyeol (EXO)

Genre              : Romance, School life

Rated               : PG 17

Leght               : Part

Disclaimer       : Ini adalah part 4 nya, maaf menunggu lama, soalnya banyak banget tugas sekolah jadi sempat di tunda sebentar hehe. . . ok langsung saja :D

PLAGIATOR!! HATERS AND SIDERS? GO AWAY!

MAAF JIKA ADA KESAMAAN TOKOH DAN ALUR CERITA ITU ADALAH HAL YANG SAYA TIDAK KETAHUI, SAYA MOHON MAAF.

MY BOYFRIEND IS A WOLF (PART 4)

Lee Je-ah POV

 

Pagi yang cerah kicauan-kicauan burung bernyanyi dengan indahnya, Cahaya matahari pagi memasuki fentilasi kamarku memaksaku untuk bangun dari tidur ku yang lelap. Dapat kurasakan seseorang mengusap ubun-ubun rambutku dengan lembut.

 

“ ya, putri salju mau sampai kau tidur “ sebuah suara membisikan telingaku, membuat mataku yang benar-benar berat ini terbuka lebar mencari tau sosok siapa suara itu.

“ sehun, aku masih mengantuk “ ucapku dan kembali bergulat pada bantal dan selimutku.

 

“ kau lupa hari ini hari pernikahan kita “ Aku langsung bangun dari tidurku dan memandanginya yang masih sibuk menata pot bunga yang terletak di meja belajarku.

 

“ Mwo!! Kau bilang acara pernikahannya akan dilaksanakan satu minggu lagi “ ucapku datar.

 

“ Ayah mempercepatnya “ Katanya tanpa melihatku. Aku masih terdiam dalam pikiranku sendiri Ajusshi apa yang sebenarnya kau pikirkan gumamku kecil sesekali menghela nafasku dengan berat.

 

“ tenang saja semuanya sudah dipersiapkan. Kita tinggal menjalankannya saja”

 

“ Mwo!!! Secepat itukah?” Kataku ketus

 

“ sudah ikuti saja! sekarang bersiaplah, aku akan mengajakmu ke suatu tempat, acaranya akan dimulai nanti siang “

 

“ Inikan hari minggu, aku lelah dan aku ingin tidur “ ucapku kembali bergulat pada selimut dan bantalku. Sehun yang tampaknya kesal dengan perkataanku langsung mendekatiku.

 

“ ya!! Nyonya oh jangan sampai aku membangunkan mu, jika kau tidak ingin aku seharian bermain di atas kasur bersamamu “ godanya sambil memberikan senyum evilnya.

 

“ Arraseo. . . arraseo. . .” ucapku kesal sambil berjalan mendekati kamar mandiku, dan sehun hanya terkekeh geli melihat tingkahku dan wajahku yang memerah seperti tomat mengingat kejadian tadi malam yang sangat memalukan.

 

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

 

Sehun membawaku ke suatu tempat yang cukup jauh dari perkotaan, dalam perjalanan hanya terlihat hutan-hutan dan beberapa toko makanan kecil hingga akhirnya kami memasuki area jalan yang cukup kecil. Sampai di suatu titik mataku menerawang sebuah makam yang berdiri sendiri, makam itu cukup besar dan terlihat mewah. Apakah sehun ingin ke makam itu? Gumamku dalam hati. Dan ternyata benar sehun memakirkan mobilnya di depan makam itu.

 

“ Sehun makam siapa itu?” tanyaku sedikit ragu.

 

“ Itu adalah makam ibuku, ayo keluarlah aku akan memperkenalkan calon istri ku padanya” Jawabnya seraya melepaskan sabuk pengamannya dan keluar dari mobil yang disusul oleh ku. Dapat ku lihat raut wajahnya yang terlihat sedih. Sehun berjalan mendahuluiku menghampiri dan duduk di samping makam tersebut.

 

“ Ibu saya telah membawa calon istriku kesini, dia adalah Lee Je-ah, dia adalah wanita yang sangat berharaga untukku ibu? Bukankah dia sangat mirip dengan mu?” Tuturnya pada batu nisan yang berada di hadapanya. Aku hanya membungkukan badanku memberi hormat pada kediaman makam ibu mertuaku.

 

Aku memberanikan diriku untuk menanyakan sesuatu padanya yang sudah dari dulu aku ragukan.

 

“ Sehun apakah ibumu juga ibunya Luhan?” tanya ku sedikit hati-hati, takut jika dia akan marah seperti yang terjadi di dalam mobil kemarin ketika aku menyebut namanya dengan sebutan LUHAN-OPPA

 

“ Hmm iya” Jawabnya ketus tanpa melihatku.

 

“Benarkah? Tapi kau dan Luhan jelas-jelas mempunyai keturunan yang berbeda?” tanya ku lagi yang semakin bingung dengan apa yang terjadi di dalam keluarganya.

 

“ Entalah Je-ah aku terkadang sedikit membencinya tapi di samping itu semua aku juga sangat menyayanginya. Ibuku bukanlah tipe orang yang akan membagikan kasih sayangnya kepada seluruh anaknya secara merata. Lebih tepanya dia lebih memberikan kasih sayangnya kepada hyungku dan bukan aku! ” Ucapnya kosong menatap makam yang berada di depannya.

 

“ kenapa bisa seperti itu? Ayo ceritakan padaku sehun?” Aku menatap matanya dalam untuk meminta penjelasan mendalam darinya.

 

“ Sejak kecil aku dan kakakku hidup seperti serigala biasa blue eyes dan keturunan itu didapatkan dari ayahku sendiri, tidak ada satu pun dari kami yang mendapatkan keturunan dari ibuku yang merupakan serigala murni red eyes sampai pada akhirnya ketika sebuah kelompok serigala meneror keluarga kami. Dan ternyata ibuku berusaha melindungi kami kemudian saat itu juga sebelum ibuku meregangkan nyawanya dia memberikan seluruh kekuatan dan keturunannya pada kakakku dengan cara menyuruh kakak ku untuk mengambil jantung nya dan mengganti jantungnya dengan jantung ibuku dan semenjak itu lah kakakku menjadi seorang pemimpin yang memimpin serigala biasa seperti kami akhirnya saat itu jugalah aku di pisahkan dari kakakku untuk menyembunyikan identitas keluargaku.” Jelasnya sambil melihatku sendu.

 

Aku hanya bisa tersenyum miris mendengarnya. Aku tidak bisa berkata apa-apa lidah ku terasa keluh. Sehun yang kulihat sekarang bukanlah sehun yang sebelumnya tapi sehun yang benar-benar tegar.

 

“ Je-ah ada ingin ku tanya kan padamu?” Tanya sehun yang sempat membuyarkan lamunanku.

 

“ Hmm katakanlah” Jawabku dan menatap matanya dalam.

 

“ Apa kau mencintaiku?”

 

DEG . . . .

 

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku hanya diam tidak merespon perkataanya karna aku benar-benar bingung pada diriku sendiri. Haruskah aku mengatakan iya atau tidak. Sudah cukup lama sehun menunggu jawabanku dalam hening.

 

Sepertinya sehun tak lagi menunggu jawaban dariku kemudian merarik tubuhku dan mendekatkannya pada tubuhnya. Menarik dagu ku dan sedikit demi sedikit mendekatkan wajahnya padaku dapat kurasakan deruan nafasnya yang semakin lama semakin terasa. Aku merasakan bibir sehun sekarang melumbat lembut bibirku yang benar-benar keluh atas perbuatanya, ini benar-benar gila kami tengah berciuman di depan makam ibu mertua ku.

 

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

 

Hari menjelang siang sehun melajukan mobil nya membelah jalan dengan kencangnya, aku masih terdiam dalam pikiranku sendiri, mendengar perkataannya membuat penilaian ku terhadapanya semakin berubah. Sehun tenyata kau benar-benar laki-laki yang kuat

 

Sesampai di kediaman rumah Oh kami disabut oleh banyaknya pelayan-pelayan yang menghampiri kami dan menyuruh kami untuk bersiap-siap karena acara pernikahan yang akan segera dimulai. Seorang pelayan menuntunku untuk berjalan memasuki sebuah ruangan hias.

 

“ Nyonya ini adalah gaun pengantin anda” Seorang pelayan memberikan sebuah gaun putih yang terlihat mewah, di tambah lagi sedikit corak-corak bunga yang menambah kesan elegan pada gaun tersebut.

 

“ Wah cantik sekali” Ucapku dan pelayan tersebut membalasku dengan sebuah senyuman.

 

Aku segera menganti baju dan memasang gaun yang diberikan oleh pelayan tersebut. Beberapa pelayan membantuku untuk memasang gaun ku. Setelah cukup lama memasang gaun ku seorang pelayang menuntunku kembali untuk duduk dan memulai menata rambutku yang terjurai panjang.

 

Seorang pelayan masuk ke ruangan ku dan menghampiriku “ Permisi nyonya ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda?”. Aku mengganggu mengerti dan berjalan ke luar ruangan dan  ku dapati seseorang yang sangat aku rindukan.

 

“ Ayah “ teriak ku kegirangan berlari dan memeluk ayah ku dengan erat.

 

“ wah kau cantik sekali anak ku “  Ucapnya sambil mengelus kepalaku dengan lembut.

 

“ Ayah kau memohongiku” Rengek ku dalam pelukkannya.

 

“ Arra. . . Arra. . .  Ayah tau Je-ah, tapi inilah rasa terimakasih kita terhadap keluarga Oh karena bagaimana pun juga dia lah yang menyelamatkanmu dari sekelompok serigala-serigala yang ingin membunuh kita walaupun kita kehilangan orang yang kita sayangi, ibu ”Jelas ayah seraya melepaskan pelukkan ku dan menatap mataku dalam.

 

“ Ne,  Aku mengerti ayah” Ucapku dan ayah pun tersenyum lebar.

 

“Oh iya ayah dimana kakak?” sambung ku yang sedari tadi mencari sosok kakak ku yang tak muncul.

 

“ Dia tidak bisa datang katanya ada urusan penting”

 

“ Mwo!!! Segitu pentingkah urusannya dari pada menemuiku.”

 

“ Je-ah kau seperti itu kepada kakakmu, hari ini adalah kebahagian mu bukan? Semangatlah,  Lihat nanti make upmu luntur “ ledek ayah dan alhasil membuat ku sedikit memayun kan bibirku kesal.

 

Author POV

 

Acara penikahan yang dijalankan oleh Sehun dan Je-ah berlangsung dengan lancar. Hanya terlihat orang-orang tertentu saja yang datang di hari pernikahan itu dikarenakan acara pernikahan itu diadakan secara tertutup. Setelah dua insan yang mengucapkan janji dan ikrar mereka, semuanya tampak begitu bahagia dan bertepuk tangan kepada pengantin baru yang akan memulai rumah tangganya.

 

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

 

Setelah acara penikahan tersebut selesai Je-ah lebih memilih menyendiri dari keramaian yang telah menyelimuti dirinya, beberapa orang terlihat asik berbincang-bincang tentang masa lalunya termasuk sehun yang kini terlihat asik berkumpul bersama teman-temannya. Je-ah tau mereka bukanlah manusia melainkan Serigala sama seperti sehun. Je-ah yang tak jauh dari mereka tak sengaja mendengar pembicaraan mereka.

 

“ ya! Sehun istrimu sangat cantik, kau sangat beruntung “ Ucap salah satu dari mereka. Je-ah dapat melihat rawut wajah sehun yang begitu tampak bahagia.

 

Je-ah lebih memilih menjauhi mereka dan memutuskan untuk menenangkan pikirannya dalam hening. Sebuah bangku taman yang terletak sangat jauh di belakang kediaman rumah Oh tersebut menjadi daya tariknya untuk duduk disana. ia merasakan ada seseorang yang berjalan mendekatinya dan ketika Je-ah menolehkan kepalanya ke belakang dia begitu terkejut akan kehadiran orang tersebut.

 

Lee Je-ah POV

 

“ Chanyeol sunbae “ Ucapku tertahan.

 

“ Wae? Kenapa kau begitu terkejut” Sapanya dan berjalan mendekati ku.

 

“ Anni. . . tapi bagaimana bisa aku tidak mengundang anak sekolahku. Tunggu. . . . sunbae  dari mana kau tau aku akan menikah?” tanya ku selidik.

 

“ Heii Je-ah tenanglah, aku tidak akan memberitau siapapun, aku datang kesini ingin mengucapkan selamat atas penikahanmu”

 

“ Sunbae! Kau belum menjawab pertanyaanku tadi! “ Ucapku tegas.

“ Itu aku diberitau oleh suamimu, katanya kau dan dia akan segera menikah maka dari itu aku datang kesini, ini ambillah “ Chanyeol sunbae memberikan seikat bunga pada ku sebagai tanda selamat atas pernikahan ku dengan sehun.

 

“ ne arraseo. . . . Gomawo . . . “ kataku dan memberikan sebuah senyuman untuknya.

 

“ kau tak ingin mencium wangi bunga itu, bunga itu aku ambil dari toko bunga yang sangat mahal di tempatku ” Tawarnya padakku

 

“ Benarkah” Ucap ku ragu

 

Entah mengapa otak ku berkerja sendiri mengikuti perintahnya. Aku memejamkan mataku mencoba mencium aroma bunga yang di berikan olehnya dan kepalaku sedikit pusing jika aku semakin mencium aroma bunga yang benar-benar terasa menyengat itu. Aku tidak tau apa yang terjadi pada tubuhku sekarang. Yang aku tau hanyalah mataku yang semakin lama semakin terasa berat dan akhirnya pandanganku mulai mengabur kemudian aku mulai kehilangan kesadaranku. Dapat kurasakan chanyeol-sunbae menangkap tubuhku dalam keadaan tak sadarkan diri lagi.

 

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

Author POV

 

Je-ah yang belum sadarkan diri akhirnya membuka matanya yang terasa berat, ia mencoba bangun dan melihat sekelilingnya. Tubuhnya terasa sakit semua terutama di bagian bawah tubuhnya. Pandangannya yang masih mengabur mencoba menormalkan pengelihatannya dan melihat sosok seseorang yang sangat familiar berdiri tempat di depannya.

“ Je-ah kau sudah sadar “

 

DEG. . .

 

Seketika je-ah merasakan tubuhnya terasa begetar hebat menyadari suara yang selama ini sangat ia rindukan. Suara yang ia rindukan itu sekarang tengah memeluk tubuhnya.

 

“ Luhan op. .pa” Ucap Je-ah terbata-bata menyadari kehadiran orang yang sangat ia rindukan itu secara tiba-tiba.

 

“ Maafkan aku. .  aku tidak bisa datang ke acara pernikahanmu Je-ah”

 

“ Oppa tapi bagaimana bisa?” tanya Je-ah dan melepas dekapan Luhan dari tubuhnya.

 

“ Chanyeol membawamu kesini, katanya kau tadi pingsan dia terlihat bingung harus membawamu kemana karena kau berada sangat jauh dari rumahmu “ jelas luhan dan mencubit hidung je-ah dengan gemas.

 

“ Oppa kenapa selama ini kau meninggalkanku dan tidak ada kabar sama sekali “ rengek Je-ah sambil menepuk-nepuk kecil dada bidangnya Luhan.

 

“ Mianhae Je-ah, aku tidak meninggalkanmu sama sekali hanya saja aku perlu mengembalikan seluruh kekuatanku setelah insiden tersebut terjadi “

 

“ Oppa kau tau aku sekarang sudah menjadi istri orang lain “ kata Je-ah menatap mata lawannya dalam

 

“ Ne aku tau “ Ucapnya singkat

 

“ Kau tidak marah?” Tanyaku spontan

 

“ Kurasa tidak, karena itulah perjanjian keluargaku dan keluargamu Je-ah “ Luhan kembali memeluk tubuh  kecilku seakan dia tidak ingin melepaskannya.

 

Oh Sehun POV

 

Sudah setengah hari aku mencari sosok yeoja yang sedari tadi tidak menampakkan kehadirannya, setelah pernikahan tadi aku tidak menemukannya lagi.

 

“ Akkhhh sial, seharusnya aku  menjaganya tadi “ gumamku geram sesekali memukul setir mobil yang berada di depanku.

 

Hingga pada akhirnya aku merasakan handpone ku bergetar dan kulihat layar di handponeku bertuliskan ‘satu pesan dari Xi Luhan’. Dengan cepat aku membuka pesan tersebut dan membacanya.

 

From : Xi Luhan

Istrimu sekarang berada di rumahku, jadi datanglah . Aku akan menunggumu adikku tersayang.

 

Setelah membacanya aku segera melajukkan mobilku dan mencarinya di rumahnya, sesampai di kediaman rumah dimana tempat kakakku tinggal aku segera masuk dengan lancangnya tanpa memperdulikan pelayan-pelayan yang mencoba menahanku. Kemudian aku melihat sebuah ruangan dengan pintu yang terbuka lebar dapat kurasakan bau aroma tubuh Je-ah berada di dalam ruangan tersebut. Tanpa berpikir panjang aku segera masuk dan mendapati istriku tengah berpelukkan bersama seorang namja yang tak lain adalah kakakku. Aku sungguh tidak tahan lagi, tubuhku benar-benar panas sekarang melihat adegan yang ada di depan ku dan . . . .

 

BUKKKKK. . . .

 

Dengan sekali tinjuan kakak ku kini jatuh terhempas ke lantai, tidak cukup puas aku sekarang menarik kera bajunya dengan kasar menyuruhnya untuk kembali berdiri, anehnya dia tidak membalas perbuatanku.

 

“ Wae hyung? Kenapa kau tidak membalasku, apa kau masih belum pulih dari penyakitmu itu hah? “ tanyaku geram menatapnya dengan mata serigalaku dan dia hanya tersenyum remeh itu benar-benar membuat ku muak ketika aku hendak melayangkan sebuah tinjuan lagi padanya, sebuah  tangan menghentikanku.

 

“ Sehun cukup hentikan “

 

Lee Je-ah POV

 

Aku terkejut melihat kedatangan sehun dan tiba-tiba memukul Luhan dengan sangat keras dan ketika sehun hendak memberikan subuah tinjuannya lagi, aku segera menghentikan tangannya.

 

“ Sehun cukup hentikan “ Ucapku memohon padanya, memohon pada sehun yang sekarang tengah diselimuti rasa emosi.

 

“ Wae kau masih mencintainya?” kini sehun tidak lagi menatap luhan yang berada di depannya tapi sekarang menatapku dengan tajam.

 

“ Jawab aku Je-ah kenapa kau diam!“ Suara sehun semakin menekankan nada bicaranya. Aku tidak bisa berkata apa-apa sekarang apalagi melihat sehun yang masih diselimuti rasa cemburu.

 

Tanpa sadar sehun menarik tangan ku dengan kasar dan meninggalkan Luhan yang masih terdiam melihat kepergian kami. Sehun memasukan ku paksa kedalam mobilnya dan membawaku pergi meninggalkan rumah kediaman milik Xi Luhan.

 

@Keesokan harinya

 

Setelah kejadian yang terjadi didalam rumah Luhan tersebut, aku dan sehun tidak berbicara sedikitpun. kami tidak lah seperti sepasang pengantin baru yang akan sangat bahagia setelah pernikahannya. Dalam perjalanan ke sekolah pun kami tidak berbicara untuk hanya sekedar menyapa. Sesampai di sekolah sehun keluar dari mobilnya dan segera mengambil semua barang yang dia bawa dan pergi meninggalkanku tanpa melihatku.

 

“ ya Je-ah kau berangkat ke sekolah lagi bersama Sehun ya?” Ucap dasom yang melihatku masih menatap kepergian sehun dengan sunyi.

 

“ ne “ kataku singkat.

 

“  hmm Je-ah kenapa kau terlihat murung? Akhir-akhir ini kau tidak pernah menghubungiku dan bercerita tentang masalahmu?” Terang dasom berjalan beriringan bersamaku menuju kelas.

 

“ Anni akhir-akhir ini aku sibuk pergi keluar kota sekedar menenangkan pikiranku setelah banyak sekali menjalani ulangan di sekolah “ Ucapku asal.

 

Ketika kami memasuki ruangan kelas, semua murid tampak sangat menunggu hari ini, hari perkemahan seluruh sekolah. Hari dimana kita dapat berkumpul dengan sekolah-sekolah lainnya, dan kali ini kamilah yang menjadi tuan rumahnya. Kulihat sehun masih sibuk berbicara dengan teman sebangkunya aku ingin sekali menyapanya tapi itu tidak mungkin ia tidak akan membalasnya karena aku tau sehun masih marah setelah kejadian pertengkaran dia dan luhan kemarin.

 

‘ini benar-benar berat, menghadapi laki-laki pencemburu sepeti sehun’ celotehku sendiri sambil menghela nafasku dengan berat. Setelah sekian lama menunggu akhirnya Songsaenim Kim menyuruh kami berkumpul di aula lapangan dan bergabung bersama sekolah lainnya yang telah bersiap menunggu kami. Kami segera keluar dari kelas dan berjalan menuju aula sekolah kami yang benar-benar luas. Ketika kami berkumpul ketua penyelengara menyuruh kami untuk menyiapkan sebuah tenda untuk kami tiduri nanti malam, setiap tenda masing-masing hanya untuk dua orang dan wilayah tenda telah di bagi menjadi 2 yaitu sebelah kiri wilayah khusus untuk kaum hawa dan sebelah kanan khusus untuk kaum adam. Dan jika ada yang melanggar akan di kenakan sangsi.

 

Aku dan dasom segera mendirikan tenda sebelum hari semakin gelap, aku sudah cukup berpengalaman dalam hal bongkar pasang tenda, ini membuatku mudah untuk memasangnya. Sudah sekitar 30 menit aku dan dasom berkeja di bawah panasnya terik matahari yang begitu menyengat akhirnya selesai juga. Dasom menyuruhku untuk beristirahat kemudian aku berjalan mengambil segelas minuman botol kecil yang telah di siapkan oleh panitia dan langsung meneguknya hingga tak besisa lagi. Aku sedikit terkejut ketika seseorang meletakkan sebuah handuk kecil di kepalaku. Aku sedikit mendongakan kepalaku keatas mencari tau sosok siapa orang tersebut.

 

“ Sehun “ Ucapku yang menyadari bahwa orang tersebut adalah sehun, aku tidak percaya dia akan menyapaku walaupun tidak dengan sebuah kalimat.

 

“ Malam ini tidurlah denganku”

 

Aku langsung membulatkan mataku tak percaya dengan perkataanya.

 

“ Mwo!!! Kau gila “ Teriakku dan Sehun langsung membengkap mulut dengan tangannya menyuruhku untuk diam.

 

“ Aku sudah menyuruh ketua untuk memindahkan Dasom ke tenda lain “ Jelas sehun dan melepaskan tangannya.

 

“ Tapi Sehun Kau lupa. . . kita akan kena sangsi jika kita melanggarnya “

 

“ Kau lupa siapa ketuanya Je-ah”

 

Aku langsung memukul kepalaku pelan, aku lupa bahwa PARK CHANYEOL lah ketua penyelengaranya, wajar saja jika Chanyeol sunbae menuruti perintahnya.

 

“ Baiklah nyonya Oh jangan berfikir kau bisa lari dariku “ Seketika tubuhku merinding mendengar perkataannya dan ia berlalu pergi menginggalkanku.

 

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

Xi Luhan POV

 

Aku masih menatap kosong minuman Cappuccino yang berada di depanku. Tak ku hiraukan lagi handponeku yang sedari tadi berdering tidak ku angkat.

 

“ Wae? Kenapa tidak dijawab “ Tanya Chanyeol yang sejak siang tadi setia menemaniku di caffe tempat biasa aku menenangkan diriku.

 

“ Aku rasa aku tidak perlu mengangkatnya “ Jawabku asal

 

“ Hmm jadi kenapa kau tidak ikut perkemahan yang di laksanakan oleh sekolah Luhan?” Tanyanya lagi.

 

“ Dari dulu aku tidak suka keramaian, jadi kuputuskan untuk tidak ikut “ Jawabku malas.

 

Aku kembali meneguk Cappuccino ku yang sempat mencair karena tak kusentuh sejak siang tadi.

 

“ Terimakasih telah banyak membantuku Chanyeol-ssi “ Ucapku dan dia langsung menepuk pundak ku pelan.

 

“ Hm aku mengerti, tapi aku berharap padamu Luhan jika memang kau benar ingin menyelesaikan permainan ini jangan pernah menyesal pada dirimu sendiri Luhan-ssi “ Tuturnya dan aku hanya menganggukan kepala mengerti.

 

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

Lee Je-ah POV

 

Hari menjelang Malam Seluruh sekolah berkumpul bersama menunggu acara inti tersebut. Mereka berdiri mengitari sebuah api unggun yang siap di bakar. Semua orang menyanyikan lagu mereka besama-sama di akhir tahun yang meriah ini dan semua orang bertepuk tangan ketika api unggun yang berada di depan mereka telah dihidupkan. Aku melihat sosok familiar yang sangat aku kenal. Sehun kini duduk diantara banyaknya perempuan yang tak lain adalah anak-anak dari sekolah lain yang terlihat kagum akan pesonanya.

 

‘Huh dasar playboy’ gumamku kecil sambil memayunkan bibirku kesal.

 

Aku tidak lagi memperhatikan mereka, aku lebih memilih untuk kembali ke tendaku dan merebahkan tubuhku pada tikar yang berada di depan tendaku. Ini lebih baik dari pada harus melihat pemandangan yang menjengkelkan itu.

 

# 5 Jam kemudian. . . . .

 

Aku merasakan ada seseorang yang mengendongku dan membawaku masuk ke dalam tendaku, aku mencoba membuka mataku yang sempat terlelap ini.

 

“ Ya!! Sehun apa yang kau lakukan! “ Teriakku padanya.

 

“ ya Je-ah berhentilah berteriak, Aku hanya membawamu masuk melihat mu sudah tertidur terpakar di luar. Dan ini sudah waktunya seluruh murid untuk kembali masuk ke tenda mereka” Jelasnya masih dengan gaya dinginnya.

 

“ Jadi? Apa yang kita lakukan? “ Ucapan sehun membuat moodku sedikit berubah.

 

“ Terserah kau aku ingin tidur “ kataku malas dan tiba-tiba sehun menarik selimut yang tengah menyelimuti tubuhku.

 

“ Ya! Sehun apa lagi “ Ucapku dan langsung duduk menatapnnya.

 

“ Je-ah ayo kita melakukannya “

 

“ Melakukan apa?” Tanyaku polos.

 

“Malam pertama kita yang sempat tertunda” Jawabnya dan menampakkan wajah memelasnya.

 

“ Kau gila, ini tempat perkemahan Sehun, aku tidak mau aku ingin tidur “

 

Tampaknya dia kesal dengan penolakanku. ia langsung membuka kaos bajunya dan menampakan tubuhnya yang benar-benar besar.

 

“ Ya!! Sehun Jangan macam-macam padaku, aku tidak akan segan-segan memukulmu” Ucapku tegas.

 

“ Kau pikir aku memaafkanmu setelah kejadian kemarin huh? Sekarang aku akan menghukummu nyonya Oh “ Ancamnya sambil memberikan senyum evilnya padaku.

 

Author POV

 

Sedetik itu juga Sehun sudah mendaratkan bibirnya pada Bibir merah milik Je-ah, meluapkan rasa kekesalannya yang menyelimutinya selama ini, ia langsung mendorong tubuh mungil Je-ah tampaknya Je-ah sedikit memberontak dan memukul-mukul kecil tubuh Sehun yang kini bagaikan Setan yang haus akan tubuhnya. Sehun tau pukulan yang diberikan oleh Je-ah tidaklah terasa sama sakit sama sekali. Sudah sekitar 3 menit bermain di bibir merah milik Je-ah, Sehun kini beralih pada leher jenjang milik Je-ah mengigit-gigit kecil dan mengecupnya memberikan kissmark di leher jenjang Je-ah. Dengan rasa nafsu yang tengah menyelimuti Sehun membuat Je-ah hanya bisa pasrah dengan perlakuan sehun terhadapnya. Bagi Sehun tubuh Je-ah bagaikan sebuah narkoba yang akan membuat ia merasa kecanduan.

 

@Morning

Je-ah yang merasakan sinar matahari yang mulai menampakan sinarnya mulai membuka matanya yang terasa sangat berat. Ia merasakan tubuhnya terasa sangat sakit mengingat apa yang terjadi tadi malam. Dia dan sehun sudah melakukan hal yang sering dilakukan oleh sepasang pengantin baru. Mata Je-ah kini beralih pada namja yang kini berada di sampingnya. Ia melihat sehun sedikit mengigau membuat Je-ah semakin gemas dengan namja yang berada didekatnya sekarang.

 

“ Ya!! Sehun kau harus segera bangun dan kembali ke wilayah mu sekarang sebelum ada yang tau bahwa kau berada di dalam tendaku “ Ucap Je-ah dan Sehun perlahan-lahan membuka matanya kemudian bangun dan ia menatap wajah istrinya yang sibuk membangunkannya.

 

“ Je-ah kau mengatakan apa tadi?” Tanya Sehun setengah sadar.

 

“ Aku menyuruh mu untuk bangun Sehun “ Ulang Je-ah

 

“ Wae? Kenapa kau memanggilku dengan Sebutan Sehun! “ Kata sehun kesal.

 

“ Wae? Memangnya salah jika aku memanggilmu sehun “  Je-ah mengerutkan dahinya tidak mengerti.

 

“Ckckck. . . Ternyata kau naif juga Je-ah, jelas-jelas kau tadi malam mendesahkan namaku dengan sebutan Sehun-Oppa “ Ucapan Sehun membuat pipi Je-ah benar-benar merah mengingat kejadian tadi malam.

 

“ Maka dari itulah mulai sekarang kau harus mempetahankan apa yang kau ucapkan tadi malam Je-ah, Aku tidak ingin kau masih memanggilku dengan sebutan formal “  sambungnya

 

Je-ah menganggukan kepalanya pelan, ia tau tak seharusnya ia memanggil suaminya dengan sebutan formal. Je-ah mendengar sebuah suara dari luar yang menyuruh semua murid untuk berkumpul di lapangan untuk memberikan sebuah intruksi karena ini adalah hari terakhir perkemahan seluruh sekolah dan Ketika Je-ah hendak melangkahkan kakinya menuju luar tangan sehun lebih dulu menarik tangan Je-ah.

 

“ Kau mau kemana?” Tanya Sehun to the point.

 

“ Ada apa lagi Oppa? “ Ucap Je-ah malas.

 

“ Kau ingin keluar dengan keadaan lehermu seperti itu “

 

Je-ah langsung terbelalak kaget mendengar perkataan Sehun. Dia lupa bahwa kissmark yang di berikan oleh Sehun tadi malam belum hilang. Sehun hanya tertawa melihat keadaan Je-ah yang tidak bisa keluar dari sarangnya. Dia tau dia lah yang membuat Je-ah seperti ini. Dan saat itulah mereka merasakan perasaan yang belum pernah tumbuh dari mereka. Yaitu adalah rasa menjaga dan melindungi satu sama lain.

 

 

Lee Je-ah POV

@2 Minggu Kemudian di kediaman rumah Oh

 

“ Huek. . . Huek. . . “ Aku terbangun dari tidurku merasakan perutku terasa mual. Sudah  sejak kemari aku merasakan tubuhku terasa aneh.

 

“ Gwencana? “ Sehun yang mendengarku dari dalam kamar mandi menghampiriku dan mengambil segelas air putih kemudian memberikannya padaku.

 

“ Lihat wajahmu pucat sekali Je-ah lebih baik kita ke dokter “ Sehun membantu ku berdiri dan menuntun ku masuk kedalam mobilnya.

 

Sesampai dirumah sakit. Seorang dokter memeriksaku yang masih terbaring lemah. Sehun yang berada di dekatku mengampiri dokter yang telah selesai memeriksaku.

 

“ Gimana keadaan istri saya Dok?” Tanya Sehun dengan nada khawatir.

 

“ Selamat ya Tuan Oh, istri anda sedang mengandung seorang bayi yang sangat sehat “ Ucapan Dokter membuat Sehun di selimuti rasa bahagia. Dan menghampiri istri yang masih terbaring lemah.

 

“ Oppa aku hamil?” tanyaku sambil menatap wajahnya yang tampaknya begitu bahagia akan kehadiran sebuah bayi tersebut.

 

“ Ne Je-ah kau sedang mengandung anak kita” Jawabnya bahagia.

 

Kami pun memutuskan untuk kembali kerumah, setelah mengetahui aku sedang mengandung sehun langsung memberitau ayah mertuaku akan kabar tersebut dan menyuruh untuk tidak sekolah hari ini. Karena keadaanku yang tidak memungkin untuk datang kesekolah. Aku hanya bisa duduk dikamarku melihat sehun yang masih bersiap-siap untuk berangkat kesekolah.

 

“ Oppa seharusnya aku juga bersekolah hari ini? “ Ucapku lemas dan sehun langsung menatapku lembut.

 

“ Annia. . . kau harus tetap dirumah untuk beberapa hari Je-ah, aku akan mengijinkanmu pada  songsaenim Kim “ Sehun mengusap kepalaku kecil dan mencium keningku dengan lembut.

 

“ Aku akan berangkat sekarang, jaga dia baik-baik Je-ah “ sambungnya dan aku hanya menganggukan kepalaku pelan.

 

Sehun meninggalkanku yang masih berada di dalam kamarku. Dapat ku dengar suara mobilnya yang awalnya terdengar jelas semakin lama semakin tak terdengar lagi. Tak berapa lama kemudian aku mendengar bel rumahku berbunyi. Aku segera berjalan dan membuka pintu rumahku mencari tau siapakah yang datang di hari pagi seperti ini.

 

“ Luhan?” Ucapku tekejut menyadari kehadirannya.

 

“ Boleh aku masuk? “

 

“ Ne tentu saja “  Aku mempersilahkannya masuk, aku masih tidak percaya dia masih ingin bertemu dengan ku setelah kejadian beberapa minggu yang lalu.

 

Kami sempat tidak berbicara dalam waktu yang cukup lama, aku lihat dia memutar bola matanya  melihat isi rumah ini, sampai pada akhirnya kudengar dia memulai membuka pembicaraannya yang sedari tadi terasa hening.

 

“ Aku dengar kau sedang hamil Je-ah?” tanya Luhan dan mengejutkanku bagaimana dia mengetahui informasi ini secapat ini.

 

“ Ne “ Jawabku singkat.

 

“ Apa kau yakin itu anakmu bersama Sehun Je-ah?”

 

Aku mengerutkan dahiku menatapnya tajam.

 

“ Apa maksudmu Oppa?” Tanya ku bingung

 

“ Anak yang ada dirahimmu itu bukanlah anakmu bersama Sehun Je-ah melainkan anak kita berdua “ Tutur Luhan memandangi perutku.

 

“ Oppa kau bicara apa? Jelas-jelas ini anakku bersama Sehun “ Ucapku yang semakin tidak mengerti dengan pekataan Luhan padaku.

 

“ Mungkin kau tidak menyadarinya Je-ah, kau merasa bahwa Sehunlah yang melakukannya tapi sebenarnya aku lah yang terlebih dulu melakukannya padamu Je-ah “ Jelas Luhan yang membuatku semakin pusing.

 

“ Oppa kau gila? Kita tidak melakukan apapun “ Ucapku untuk meyakinkannya. Meyakinkan bahwa ini salah.

 

“ Kau salah! Aku sudah melakukannya ketika kau berada dirumahku ketika kau dalam keadaan pingsan, Kau dan Sehun sudah masuk dalam permainanku Je-ah “ Jelas luhan menatap mataku dalam

 

“ MWO!!! KAU JAHAT OPPA, KENAPA KAU MELAKUKAN INI PADAKU, APA SALAHKU “ tanpa sadar aku mulai terisak dalam tangisku, Aku benar-benar shock mendengar kenyataan yang menyakitkan ini, kenyataan bahwa anak ini bukanlah hasil hubungan ku bersama Sehun Melainkan anak haram yang Luhan perbuat padaku. Oh tuhan cobaan apa lagi yang kau berikan padaku. Jika sehun tau tentang ini dia tidak akan pernah memaafkanku.

 

~ TO BE COUNTINOUS ~

Hahah akhirnya selesai juga part 4, udah cepek dari tangan sibuk aja ngetik, mian kalau ceritanya gaje. . . hehe XD

 

Sekali lagi Tolong komentarnya ya ^^ . . . Untuk memperbaiki FF ini jadi semakin menarik

Kritik dan sarannya sangat membantu. ^^ Mian jika kalian menunggu lama,

Semoga para pembaca masih menunggu part 5 hehe XD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Romantic Princess (Chapter 4)

$
0
0

ROMANTIC PRINCESS

 poster

Author : Inez Christabel

Genre : Romance, Family,Brothership

Rating : General

Length : Chaptered

Cast : Im Na Ri , Oh Se Hoon , Kim Jongin and other supported cast

 

 

*Author POV*

Hari yang cerah untuk mengawali segala aktivitas seluruh calon mahasiswa Seoul University.

“Wah, neomu joa.” Ucap seorang gadis saat membuka tendanya. Maklum, saat sampai di area perkemahan waktu telah menunjukan pukul  7 malam, dan seluruh rombongan tidak bisa melihat pemandangan apapun selain kegelapan. Semuanya langsung mendirikan tenda dengan kelompok tenda masing-masing yang telah diumumkan sebelum turun dari bus.

“Ya! Im Nari.” Teriak seorang pria jangkung dari arah camp para lelaki.

“Ah, sunbae. Kau sudah bangun ?” Tanya Nari sopan sambil membungkuk memberikan hormatnya pada sunbaenya itu.

“Aigoo, kemarin kau memanggilku oppa, kenapa sekarang sunbae? Panggil saja Minhyuk oppa, ne ?” Minhyuk pun mengeluarkan eyesmilenya yang tak dapat dipungkiri membuatnya semakin terlihat innocence.

“Arasseo oppa.” Ucap Nari yang langsung mendapat perlakuan special dari seorang Minhyuk. Ia sedikit mengacak poni samping milik Nari.

*Nari POV*

Nari pabo, kemana saja kau ini ? Kau baru menyadari sekarang kalau Minhyuk oppa sangat tampan dan manis ? Aish, Minhyuk oppa berhasil membuatku nervous.

“Oppa, kemarin aku kehabisan buku kegiatan, apa kau masih ada sisa satu buku ?” tanyaku.

“Eoh, bagaimana mungkin bisa kehabisan. Aish, pasti Chanyeol meninggalkan beberapa di mobilnya.  Igeo, kau pakai punyaku saja, biar aku dengan yang lain.” Ucapnya sambil menyodorkan sebuah buku kegiatan padaku.

“Ah, jinjayo ? Gomawo.” Balasku tersenyum.

“Neomu yeppeo” bisik Minhyuk oppa yang mungkin pada dirinya sendiri tapi masih bisa kudengar jelas.

“Gomawo oppa, ternyata kau baru sadar kalau aku ini cantik, eung ?” godaku memecah situasi awkward diantara kami.

“Aish jinja, kajja! Kita sarapan dengan yang lain.” Ucap Minhyuk oppa menggenggam tanganku dan menariknya menuju kumpulan peserta outbond dan sunbae lainnya. Anehnya,aku tak gemetaran atau berniat ingin melepasnya, ini terasa seperti Kai oppa yang menggenggam tanganku.

*Minhyuk POV*

Ige mwoya ? dia tidak menolak saat aku menggenggam tangannya ? Wah, daebak ini sebuah kemajuan pesat.

“Ya! Park Chanyeol, beraninya kau meninggalkan beberapa buku kegiatan di mobilmu lagi ? Bagaimana dengan para peserta?” tanyaku tanpa melepas genggaman tanganku pada tangan Im Nari.

“Aish, Take it easy Minhyuk-ah, aku sudah memastikan, hanya beberapa panitia yang tidak memiliki buku kegiatan karena kudistribusikan pada peserta outbond. Jadi semua aman, okay ?” jelas Chanyeol bangga.

“Oh jinja? Lalu bagaimana dengannya ? Kurasa kau melupakan bukunya kalau begitu.” Ucapku sambil mendorong pundak Nari ke hadapanku dan Chanyeol.

“Ah, jinjayo ? Arasseo aku masih ada sisa satu buku, biar kuambilkan untuknya. Mianhaeyo Nari-ya.”

“Ya! Oppa! Sunbae gwenchana, Minhyuk oppa sudah memberikan bukunya padaku. Tak perlu repot-repot.” Ucapnya yang mencubit pinggangku terlebih dahulu.

“Ya! Kenapa kau malah mencubitku,ini memang benar kesalahannya kan ?” ucapku tak puas, aku kan tidak salah.

“Ne, tapi kan kau sudah memberikan bukumu padaku, yasudah tak perlu dibesar-besarkan lagi. Ne?”

“Arra.” Ucapku masih tak puas. Aku masih memasang tampang kesal, kenapa jadi Park Chanyeol yang ia bela?

“Kau marah? Aku tidak membelanya.” Ucap Nari membujukku… mungkin ?

“Ani, cha!Kau pasti lapar, kajja makanlah ini.” Ucapku menyodorkan semangkok soup yang masih hangat.

*Author POV*

Minhyuk dan Nari tak sadar, sedari tadi ada sepasang mata yang mengawasi gerak-gerik mereka. Mengawasi dengan tatapan elang yang mematikan. Pemilik sepasang mata elang itu tampak geram dengan perilaku Nari dan Minhyuk, objek yang mampu membuat matanya memerah termakan api cemburu. Ya, siapa lagi kalau bukan Oh Sehun. Kenapa Sehun ada di sini ? Ya, sebenarnya Sehun adalah sunbae Nari di universitas, Sehun tak sempat memberitahukan hal ini pada Nari karena perang diantara mereka berdua terlanjur tercipta. Sehun mahasiswa jurusan kedokteran di Seoul university, ia masuk tanpa tes ataupun berbagai rangkaian proses administrasi yang dibuat rumit. Nilai-nilainya di SMA cukup untuk membuktikan kalau ia akan lulus dari jurusan kedokteran Seoul university dengan predikat lulusan terbaik. Otaknya memang mampu dicap sebagai otak yang brilliant ditambah ketekunan dan ketelitiannya dalam menganalisa suatu masalah memang patut diberikan apresiasi tinggi. Sehun ada di sini sebagai bagian dari tim pecinta alam, bukan perwakilan senior dari jurusan kedokteran.

“Hey Oh Sehun, kau tidak makan ?” Tanya seseorang menepuk pundak Sehun.

“Ah,Park Chanyeol, sejak kapan kau berdiri di situ ?” Tanya Sehun gelagapan.

“Sejak aku sadar kalau MinRi couple mengacuhkanku dan aku melihatmu berdiri di sini dengan wajah menyeramkan sambil menatap mereka berdua.” Ucap Chanyeol yang sontak membuat Sehun kaget akan kesadaran penuh seorang Park Chanyeol.

“MinRi couple ? Nugu ?” Tanya Sehun ragu.

“Minhyuk-Nari. Kau tak tahu mereka ? Lihat, mereka seperti sepasang kekasih padahal ini pertemuan pertama mereka semenjak hari kelulusan di mana Minhyuk menyatakan cintanya pada Nari.”

“MWOYA ?” ucap Sehun tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Ia sukses membuat hampir seluruh peserta melirik aneh ke arahnya.

*Nari POV*

“MWOYA ?” teriak seseorang di samping pohon besar di dekat tendaku. Semua orang melirik aneh ke arahnya, tak terkecuali aku dan Minhyuk oppa.

“MWOYA ?” teriakku yang tak kalah keras dari seseorang yang berteriak sebelumnya. Dan aku pun tak kalah sukses membuat hampir seluruh peserta menatap lebih aneh ke arahku. Sebelum seseorang yang menjadi objek pengelihatanku itu menyadari teriakanku,aku memilih bersembunyi di dada bidang Minhyuk oppa.

“Tamatlah riwayatku.” Ucapku pasrah.

“Nari waeyo ?” Tanya Minhyuk oppa yang terlihat kebingungan dengan sikapku.

“Ani, kira-kira kapan kita mulai kegiatan pertama ?” tanyaku spontan.

“Eoh, masih 15 menit lagi, sebaiknya kau bersiap-siap, kau tidak lupa, kan, kalau siapapun yang terlambat saat kegiatan dimulai akan mendapat hukuman?” ucapnya mengingatkan.

“Okay, aku akan bersiap-siap dulu. Oppa annyeong!” ucapku langsung berlari menuju tenda orange yang aku tempati bersama Eunjung dari jurusan sastra Inggris dan Seohyun dari jurusan seni musik.

“Ah, eonni kau darimana saja,kami hampir meninggalkanmu untuk mandi ke sungai.” Ucap Seohyun yang lebih muda 2 tahun dariku, ia sudah bisa menjadi seorang mahasiswa karena program akselerasi yang ditempuhnya di jenjang SMA.

“Mianhae Hyunie, kalian pergilah duluan, aku akan menyusul.” Ucapku lekas mengambil beberapa keperluan.

“Nari-ssi kurasa kau lupa kalau kekompakan anggota setiap tenda dinilai juga.”ucap Eunjung yang masih berbicara secara formal padaku mengingatkan.

“Ah geurae, geurom kajja.” Ucapku ingat.

—^^—

Setelah selesai mandi, kami kembali berkumpul di tengah-tengah perkemahan dengan barisan rapih sesuai kelompok bus saat berangkat, termasuk sunbae-sunbae yang mendampingi kami di bus. Sekarang kami akan kembali dibagi kelompok lagi, setiap kelompok terdiri dari 10 orang dari jurusan yang berbeda-beda, karena di hutan ini hanya terdiri dari 5 jurusan berbeda dengan total peserta 150 maka akan ada 15 kelompok,  ditambah satu sunbae pendamping dan satu sunbae dari tim pecinta alam. Sebenarnya total peserta outbond khusus calon mahasiswa baru ada sekitar 600 orang, namun mustahil jika semuanya disatukan dalam satu hutan yang sama, makanya dibagilah 4 hutan berbeda masing-masing dengan kuota 150 peserta terhitung tanpa panitia dan tim pecinta alam.

Aku sudah mendapatkan kelompokku, ternyata daftar kelompoknya dibagi oleh Woobin sunbae. Karena lebih banyak peserta wanita, maka setiap kelompok memiliki 6 wanita dan 4 pria dalam satu kelompok. Orang  yang aku kenal dalam kelompokku hanyalah Eunjung dan Myungsoo yang berasal dari jurusan seni musik seperti Seohyun, aku saja tidak yakin kalau Myungsoo mengingatku, terakhir kali kami mengobrol pada saat MOS SMP. Bahkan kurasa itu tidak layak dikatakan sebagai mengobrol, dia terlalu dingin dan menyeramkan, persis Woobin sunbae. Eunjung pun tak dapat diharapkan, ia benar-benar membatasi setiap orang yang ingin dekat dengannya. Sisanya adalah si kembar Im yakni  Yuna dan Yoona dari jurusan yang sama denganku, Yoon Bo Mi dari jurusan Fashion Design, Baro dan Shin Dongwoo dari Business Administration, E-Young dari jurusan yang sama dengan Myungsoo, dan terakhir Xiao Luhan pria cantik asal China yang mengambil jurusan sastra Inggris, walaupun wajahnya melebihi kecantikan gadis pada umumnya tapi sifatnya sangat maskulin, bertentangan dengan wajahnya yang manis. Sunbae pendamping kami adalah Chanyeol sunbae dan dari tim pecinta alam adalah Kim Woobin sunbae, sejenak aku lega karena aku sangat takut bila Sehun yang ada dalam kelompokku, bahkan kukira Woobin sunbae adalah perwakilan jurusan, ternyata aku salah.

Sekarang kami akan menentukan siapayang menjadi ketua dan wakil kelompok 4 yang tak lain adalah kelompokku, dan ternyata yang terpilih adalah Luhan sebagai ketuanya dan aku wakilnya.

‘Ah, 9 hari ke depan pasti akan sangat menyulitkan.. Nari fighting !’ Batinku.

“Mwo, Oh Sehun ? Minhyuk oppa ? Mereka…”

 

==========^^==========

CUT!

Kenapa, yah, Sehun sama Minhyuk ? Ada yang penasaran gak ?

Ayoooo, ini masih awal cerita! Yang setuju LONG CHAPTERED, nugu ???

Comment, critics, and also suggestion are very welcome.

@Inezcs


Love Guarantee (Chapter 9)

$
0
0

Love Guarantee (Chapter 9)

love guaranteee

 

Author : RahmTalks

Genre  : Romance, Hurt/Comfort

Length : Chapter // Rating : PG-15

Casts : Choi Nayoung (OC), Byun Baekhyun, Do Kyungsoo, Park Kyura (OC)

 

===

Yes, they had fun together. Spent all the day just two of them. Happy? Of course. They were the happiest creature in the world.

But could this happiness occur eternally?

Who guaranteed it?

===

Begitu masuk ke dalam rumah, Nayoung merasakan lelah yang amat sangat. Ia meletakkan boneka pemberian Baekhyun di atas kasur dan mendudukkannya. Ditatapnya boneka itu dan secara tiba-tiba wajah Baekhyun terlintas di pikirannya, membuatnya tersenyum. Baekhyun adalah namja yang baik, lucu, penyayang, peduli di balik sifatnya yang jahil, menarik, juga tampan. Pasti banyak wanita yang sudah mengejar-ngejarnya. Itulah seorang Baekhyun di mata Nayoung.

Ia bergegas mandi, tak lupa meminum obat dari Dokter Yoo, lalu tidur karena ia tak mampu lagi untuk menahan matanya agar tetap terbuka. Kejadian hari ini berlalu dengan sangat cepat, dan bermain seperti kaset yang terus berputar di otaknya hingga ia benar-benar terlelap.

 

===

 

Nayoung membuka mata secara perlahan, dilihatnya jam dinding di atas pintu. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, dan ia masih mencoba untuk membuka matanya secara sempurna.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu yang amat penting, dan ya memang dia baru menyadarinya sekarang. Matanya terbelalak dan ia langsung duduk tegap di kasurnya. Hari ini adalah hari ulang tahun Baekhyun.

Ia ingin memberi sesuatu pada Baekhyun, tapi apa? Ia akui, ia tak bisa memilih kado untuk seseorang bahkan untuk yeoja saja tak bisa. Jadi akan membutuhkan waktu yang lama untuk menentukan apa kado yang pas untuk Baekhyun, sedangkan kini ia dikejar waktu.

Akhirnya setelah bergelut dengan pikirannya ia putuskan untuk memberinya ucapan terlebih dahulu barulah kadonya menyusul. Senyum tersungging di bibirnya, ia rasa Baekhyun akan senang jika ia berkunjung ke rumahnya pagi ini. Dengan semangat ia merapikan tempat tidurnya dan bergegas mandi.

Setengah jam berlalu, setelah memastikan semuanya sempurna ia keluar dan melihat Kyungsoo tengah sibuk dengan kegiatannya sendiri. “Akhir-akhir ini kau sering menggunakan mobilmu.” Tak ada maksud apa-apa dibalik pertanyaannya, ia hanya ingin berbicara saja.

“Akhir-akhir ini kau sering terlihat sibuk.” Balas Kyungsoo yang sedang mengelap mobilnya di halaman. Ia menoleh sebentar pada Nayoung dan melihat gadis itu tengah tersenyum dengan wajah ceria. ‘Pasti Baekhyun.’ Kyungsoo diam-diam tersenyum memikirkan hal itu.

“Ini hari yang istimewa. Aku pergi dulu. Annyeong!” Ungkap Nayoung bersemangat.

“Ya.”

 

===

 

Kyungsoo bilang mereka baru akan berangkat kuliah pukul sepuluh nanti, dan ini masih pukul delapan. Berarti Nayoung masih memiliki banyak waktu jadi ia memilih untuk berjalan kaki. Ia menyukai berjalan di kawasan dekat rumah Kyungsoo karena sepanjang jalan selalu terlihat menyenangkan di malam maupun di pagi hari. Ia berjalan menyusuri jalan setapak diantara pepohonan dengan langkah riang. Udara yang masih segar ia hirup dalam-dalam dan ia hembuskan perlahan. Tidak salah Dokter Yoo menyarankannya untuk rajin berolahraga.

Senyum terlukis di bibirnya setelah ia berbelok di tikungan dan melihat rumah Baekhyun nampak dari tempatnya berdiri sekarang. Semakin dekat, langkahnya terasa semakin ringan, ia tak sabar ingin segera melihat reaksi Baekhyun.

Dengan mudah ia masuk ke halaman karena pagar dibiarkan dibuka lebar, namun pintu depan hanya terbuka sedikit. Ia mengepalkan tangannya bersiap mengetuk pintu kayu tersebut.

PLAK

Buru-buru ia menarik tangannya. Ia yakin tidak salah dengar, ia mendengar suara… Suara seseorang menampar orang lain. Merasa ragu akan dugaannya sendiri, akhirnya ia mengintip dari celah pintu. Sosok Baekhyun yang tengah memegang pipinya langsung menjadi fokus penglihatannya.

“Kau! Kau mencemarkan nama baik keluarga!” Bentak lelaki paruh baya yang Nayoung yakini sebagai ayah Baekhyun.

“Sudah kubilang bukan aku yang melakukannya!” Teriak Baekhyun tidak kalah keras. Dapat ia lihat mata Baekhyun yang kini amat menyeramkan.

“Keluarga Kang adalah keluarga baik-baik. Mana mungkin anaknya berbuat seperti itu, kecuali kau yang memulai!” Lelaki paruh baya itu menunjuk tepat di wajah Baekhyun dan Baekhyun langsung memalingkan mukanya. Terlihat sekali ia ingin keluar dari situasi ini.

“Baekhyun, eomma tak habis pikir. Apa kau tidak bisa menahannya sebentar hingga kalian menikah nanti?” Kata eomma Baekhyun sambil menangis.

‘Baekhyun? Akan menikah?’ Batin Nayoung.

“Eomma, kau juga tak mempercayaiku? Kau tahu bagaimana aku, aku tak mungkin melakukan hal itu. Percayalah, bukan aku yang melakukannya. Sebaiknya kalian tanyakan pada orangnya langsung!”

“Lalu siapa lagi kalau bukan kau? Kau adalah kekasihnya!”

Jantung Nayoung berhenti sejenak, ‘Baekhyun sudah mempunyai kekasih? Kenapa ia tak pernah bilang padaku?’ Nayoung menutup mulutnya tak percaya.

“Baiklah, karena kau sudah terlanjur menghamilinya maka pernikahan kalian akan dipercepat.”

“Mwo?! Sudah kubilang–”

“Nanti malam keluarga Kang akan datang dan membicarakan hal ini.” Potong ayah Baekhyun.

“Arrghh!!” Erang Baekhyun.

Nayoung merasakan matanya memanas, cairan hangat mendesak di matanya siap untuk dikeluarkan. Baekhyun yang ia kenal sebagai kekasihnya di masa lalu dan kemarin baru saja mengatakan ‘Aku sangat menyayangimu’ padanya, ternyata sudah mempunyai kekasih dan bahkan telah menghamilinya. Lalu apa arti ini semua?

‘Apa Baekhyun sengaja membuatku jatuh cinta dan pada akhirnya akan mencampakkanku? Harusnya aku sudah menduga, tak akan ada namja yang se-setia itu.’ Pikir Nayoung. Sakit hati, sangat sakit hati. Rupanya selama ini Baekhyun berbohong padanya.

Pintu terbuka dengan kasar dan sosok Baekhyun muncul dengan muka gusar.

“Nayoung!! Sejak kapan kau…” Baekhyun tak meneruskan kata-katanya.

Nayoung hanya bisa menatap Baekhyun penuh kebencian, ingin sekali ia menampar wajah namja itu.

Eomma Baekhyun muncul di belakang Baekhyun dan terkejut melihat Nayoung. “Eunji?!” Nayoung menatap mereka secara bergantian. Ia tak bisa menahannya lagi, air matanya akhirnya menetes dan ia segera berbalik karena tak mau terlihat lemah dihadapan orang yang telah melukai hatinya. Namun sayangnya, Baekhyun lebih dulu mencengkeram pergelangan tangannya.

“Lepaskan!” Dengan kasar Nayoung menepis cengkraman Baekhyun. Ia kaget begitupun Baekhyun, darimana ia mendapat kekuatan sebesar itu? Dan tanpa mengambil pusing hal tak penting itu, ia berlari sekuat tenaga.

“Nayoung!! Dengarkan aku dulu!” Baekhyun mengejar dan akhirnya berhasil menyusulnya. Ia mem-blok jalan Nayoung dan kini keduanya berhadapan. Dipegangnya kedua bahu Nayoung sehingga ia tak mungkin bisa kabur darinya.

“Kau mendengar itu semua? Kau percaya kan, bukan aku yang melakukannya. Demi Tuhan aku tak pernah melakukan apapun padanya.” Semua yang mendengar perkataan Baekhyun pasti merasa iba. Ia memohon, memohon agar Nayoung mempercayainya. Namun gadis itu malah memasang wajah tak peduli dan ingin segera menjauh dari lelaki itu.

Nayoung menatap Baekhyun tajam. Ia tak peduli lagi dengan air matanya yang masih menganak sungai. Ia tak peduli bagaimana memalukannya sosoknya sekarang. Yang ia pedulikan hanyalah hatinya, asalkan hatinya tenang dan lega, ia yakin akan baik-baik saja.

Namun untuk ini, meski air matanya jatuh satu ember-pun ia tak yakin akan merasa baik-baik saja. Karena ini menyangkut masa lalunya, yang sejak lama ia cari tahu kebenarannya dan setelah menemukannya, rupanya ia dipermainkan oleh seorang namja. Ia merasa harga dirinya telah dilecehkan. ‘Tidak bisakan kehidupan berjalan lebih berat lagi?’ Pikirnya.

“Nayoung percayalah, aku tak mungkin sebrengsek itu. Kau percaya kan?”

“Jika aku percaya bahwa bukan kau pelakunya, bisakah kau jelaskan mengapa selama ini kau membohongiku?” Perkataan Nayoung terdengar amat ketus.

“Membohongimu?”

“Aku percaya, kau namja baik, menarik, tampan, idaman semua wanita, dan kaya raya. Tapi bukan berarti kau bisa mempermainkan perasaan wanita sesuka hatimu! Kau pembohong, Baekhyun!” Nayoung setengah berteriak. Ia tak peduli dengan orang di sekitar yang mulai menaruh perhatian pada mereka.

“Katakan, apa yang kau sebut bohong dariku?”

Nayoung menarik nafas dalam, ia benar-benar muak dengan namja di depannya. “Mengapa kau tak pernah mengatakan jika kau sudah mempunyai kekasih lagi? Apa kau sengaja ingin membuatku hancur dengan membuatku jatuh di awal? Baik, aku minta maaf, aku memang salah karena aku tak bisa mengingat apapun tentang dirimu di masa lalu. Aku juga tak bisa mengingat apa saja yang kita lakukan dulu. Namun, aku juga tak pernah memaksamu untuk tetap menungguku bukan?!” Nayoung terengah-engah. Emosinya sudah berada di ambang batas.

“Kau bebas memiliki kekasih, aku tak pernah melarangmu meskipun kenyataannya dulu aku sangat mencintaimu. Kau bisa beracting seolah tak mengenalku dan menghilang dari kehidupanku. Karena aku hilang ingatan Baekhyun!” Air mata Nayoung bertambah deras.

“Nayoung aku tida–”

“Jadi selama ini aku hanya buang-buang waktu denganmu. Apa yang kau inginkan setelah ini? Apa rencanamu terhadapku?!”

“Dengarkan dulu, ak—“

“Dengar Baekhyun! Kurasa akan lebih baik jika kita beracting seolah tak saling mengenal satu sama lain. Seperti setelah aku mengalami kecelakaan dan kehilangan semua memoriku. Keadaan itu jauh lebih baik untukku, dan untukmu. Kita jalani kehidupan masing-masing dan jangan mencampuri urusan satu sama lain. Kau memiliki orang lain yang membutuhkan tanggung jawabmu. Kau–”

“Dengarkan aku dulu!” Sudah habis kesabaran Baekhyun, bentakannya membuat Nayoung menghentikan kalimatnya. Hanya isakan kecil yang terdengar.

“Ya, aku memang mempunyai kekasih. Tapi hubungan kami hanya sebatas dua orang yang terjebak dalam perjodohan. Aku tidak pernah mencintainya, dan alasan mengapa aku tak pernah bercerita padamu karena kami akan segera berpisah, karena kau telah kembali. Selain itu karena dalam sedetikpun, namanya tak pernah ada dalam hatiku. Aku hanya mencintaimu!”

Baekhyun menghela nafas panjang, dan kini kalimatnya terasa lebih lembut untuk didengar. “Cintaku padamu masih sama seperti yang dulu, dan kau tahu selama ini aku menderita karena menantimu. Orang tuaku menjodohkanku dengan wanita itu karena melihatku yang seperti orang gila ketika tau kau hilang. Mereka hanya berusaha membuatku bangkit kembali, namun sayangnya itu tak pernah bekerja. Karena hatiku, hanya akan kembali pulih bila kau hadir di sisiku.”

“Dan sekarang kau menyalahkanku atas perjodohan itu?”

“Aku tak pernah menyalahkan siapapun, karena hanya akulah yang patut disalahkan. Semua kejadian ini karena aku, akulah penyebabnya.”

Baekhyun mempersempit jarak mereka dan memberi Nayoung tatapan yang hangat dan penuh ketulusan. “Mianhae jika aku mengecewakanmu, tapi aku sangat mencintaimu, tolonglah percaya padaku. Kau juga mencintaiku kan?”

Pandangan mata Nayoung yang tadinya penuh emosi kini kian meredup. “Mianhae Baekhyun. Aku sendiri takut jika setelah aku ingat semuanya, aku tak bisa mencintaimu seperti dulu. Karena jujur saja, hingga saat ini aku sama sekali tidak tertarik padamu apalagi mencintaimu. Harusnya kau sudah tahu resikonya, kembalinya memoriku tidak menjamin kembalinya cintaku padamu.”

Nayoung menegaskan kalimat terakhirnya. Dirinya sendiri tak menyangka akan sanggup mengatakan hal ini di hadapan Baekhyun. Penuturan Baekhyun memang membuatnya tersentuh, namun itu jika ia melihatnya di TV. Dirinya sudah terlanjur memberi cap pada Baekhyun sebagai seorang pembohong. Emosinya telah menguasai dirinya dan ia benar-benar ingin melakukan pembalasan atas perlakuan Baekhyun.

“Kau belum mencobanya. Aku masih mengharapkanmu.” Baekhyun mengiba dan dapat dilihat matanya mulai memerah.

“Bahkan aku sudah merasa lelah sebelum mencoba. Maafkan aku, aku tak bisa membalas perasaanmu. Tolong jangan menunggu dan terlalu berharap, karena aku tak bisa memberikan apapun.” Nayoung menunduk dan Baekhyun tertegun, cengkramannya pada bahu Nayoung ia kendurkan. Ia menepis tangan Baekhyun kasar dan berbalik memunggunginya.

Baru saja dua langkah Nayoung berjalan, Baekhyun melontarkan pertanyaan yang membuatnya berhenti karena terkejut, “Apa kau menyukai Kyungsoo?” Nafas Nayoung tercekat, tak melontarkan satu katapun.

Keheningan menyelimuti keduanya. Hanya suara kendaraan serta bisik-bisik dari orang di sekitar yang masuk ke telinga mereka dan keluar begitu saja.

“Jadi benar?” Lirih Baekhyun.

Nayoung menutup matanya, berusaha menenangkan dirinya. “Bukankah sudah kubilang, berhenti mencampuri urusanku.” Kemudian Nayoung berlari dengan sangat cepat. Baekhyun menatap punggung Nayoung yang semakin menjauh dengan tatapan nanar.

Baekhyun menggigit bibir bawahnya dan mendongak, sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Yang boleh menjadi saksi ketika ia menangis hanyalah kamarnya.

 

===

 

Nayoung berlari sekencang yang ia bisa. Semua kejadian yang akhir-akhir ini membuatnya merasa menjadi manusia paling bahagia, kini memenuhi ruang di otaknya. Ia sedikit menyesali semua rentetan peristiwa yang telah terjadi. Ia kecewa pada Baekhyun.

Masalah Baekhyun yang menghamili kekasihnya, ia sendiri ragu karena di matanya Baekhyun adalah namja yang amat baik. Namun hal yang paling ia sesalkan adalah kebenaran bahwa Baekhyun rupanya telah memiliki kekasih, padahal Baekhyun bilang ingin kembali bersama dirinya.

Jika yang ia katakan bahwa gadis itu hanyalah cara untuknya keluar dari masalah adalah benar, lalu mengapa ia tak segera berpisah saat pertama kali bertemu dengan Nayoung, dan memutuskan ingin kembali bersamanya? Apa dia pikir cinta dan perasaan wanita dapat dipermainkan seenaknya?

Diusapnya dengan kasar air mata yang masih terus menetes di pipinya. Mengapa ia menangis sehebat ini? Haruskah ia menangis untuk orang yang telah mengecewakannya? Langkahnya tertuju pada danau yang kemarin ia datangi bersama Baekhyun. Dilemparnya batu-batu ke dalam danau sembari meneriakkan, “Baekhyun! Kau tak berguna!” Ia melempar batu sebesar genggaman tangannya.

“Kau orang paling memuakkan dan menyebalkan yang pernah kutemui!” Ia lempar kerikil sebanyak yang ia temukan.

“Aku membencimu!” Ia melempar batu yang cukup besar yang menciptakan cipratan air yang lumayan besar.

Ia meneriakkan umpatan lainnya hingga hatinya merasa lebih baik. Ia tak peduli dengan anggapan orang lain terhadap dirinya yang mungkin dikira orang gila. Perasaannya jauh lebih baik namun air matanya masih saja turun meskipun tak sederas tadi.

Tubuhnya merosot jatuh terduduk di atas rumput. Ia menutup mukanya dengan kedua telapak tangan, menangis dalam diam diantaranya.

 

===

 

Dengan mata sembab ia mencegat taksi dan pulang ke rumah. Dibukanya pintu depan dengan kasar dan ia masuk ke dalam kamar disertai bantingan pintu. Kyungsoo yang sedang menonton TV dibuat kaget hingga berhenti mengunyah apelnya.

Nayoung mengeluarkan kotak obat dari dalam lacinya, membuka tutupnya, dan menghamburkan isinya ke lantai.

“Akan lebih baik jika aku tak ingat apapun tentangnya. Aku tak mau mengingatnya! Dan aku tidak akan pernah mengingatnya!” Ia setengah berteriak.

“Nayoung, kau baik-baik saja?” Tanya Kyungsoo khawatir dari depan pintu.

Nayoung tak menjawab melainkan jatuh terperosok di lantai, bersandar pada tempat tidur, menekuk lututnya dan menutup wajah dengan tangannya. Ia menangis. Selama ini menangis selalu membuatnya merasa jauh lebih baik, namun kali ini sepertinya itu tak bekerja.

“Bolehkah aku masuk?” Tanya Kyungsoo yang merasakan hawa tak beres di sekitarnya. Setelah sekian detik menunggu, akhirnya ia membuat analisa sendiri, Nayoung tidak akan menjawab apalagi membukakan pintu. Akhirnya ia membuka pintunya secara perlahan karena ia agak cemas jika Nayoung tiba-tiba marah padanya.

Keadaan kamar Nayoung kacau. Bantal, guling, selimut, serta sebuah boneka besar berserakan di lantai, sprai berantakan dan tak terpasang secara sempurna, serta pil-pil berceceran di lantai. Mata Kyungsoo melebar katika melihat apa yang ada dihadapannya. Nayoung benar-benar memiliki masalah yang berat, begitu pikirnya.

“Apa yang terjadi?” Kyungsoo mendekati Nayoung sedangkan Nayoung tak bergerak, hanya bahunya saja yang terlihat bergetar. Kemudian ia duduk di lantai di samping Nayoung. ‘Apa mungkin Baekhyun?’ Ia berspekulasi dalam hati dan mulai khawatir.

Kyungsoo berdehem, dengan tempo yang cukup lambat ia mengatakan, “Apa aku pernah bilang, kalau kita telah menjadi teman?”

Tak ada respon.

“Teman bukan hanya seseorang yang bisa kau ajak jalan-jalan saat kau bosan, mengobrol dan menggosip setiap saat, makan siang bersama,  liburan bersama, dan hal lain yang menyenangkan. Namun lebih dari itu, teman ada karena kau membutuhkannya. Teman yang baik bukanlah orang yang akan menikammu dari belakang, melainkan terus mendukungmu dari belakang. Ia tak akan mengkhianatimu meskipun kau menceritakan apapun yang tak seorangpun ketahui.” Lanjutnya.

Nayoung sedikit mengangkat kepalanya. “Apakah kekasih lebih rendah dari teman?” Isaknya.

Kyungsoo mengerutkan dahi, mencari jawaban yang sekiranya tidak melukai hati Nayoung –meskipun ia sendiri tak tahu mengapa Nayoung seperti ini. ‘Ya, Baekhyun, pasti Baekhyun.’ Pikirnya.

“Kekasih adalah teman, namun teman belum tentu kekasih. Jika teman hanya memberimu kasih sayang, ketulusan, kepercayaan, dan kesetiaan, maka kekasih memberimu lebih. Kau tahu apa yang kelima? Itu adalah cinta, dan cinta itu berbeda dengan cinta yang diberikan seorang sahabat. Lebih besar dan dalam karena ia mencintai sama seperti mencintai dirinya sendiri, atau bahkan bisa lebih. Semua yang ada di dunia ini memiliki peran masing-masing.”

“Semua? Memiliki peran? Mengapa peranku seburuk ini?” Nayoung menggumam.

“Semua ada waktunya, kau hanya perlu menunggu.”

“Menunggu ya. Harus berapa lama lagi aku menunggu? Aku sudah lelah dengan semua ini.” Ucapan Nayoung tak lebih dari sebuah bisikan.

“Kehidupan akan terasa amat membosankan jika berjalan begitu-begitu saja, tentu akan ada coretan-coretan di setiap perjalanan. Yang perlu kita lakukan hanyalah berusaha bertahan, bersabar, dan ya, bersyukur.”

“Haruskah tetap bersyukur apabila kehidupan tidak berjalan seperti yang diinginkan? Yang mungkin di kedepannya seseorang tak sanggup menghadapinya. Menyerah dan akhirnya kalah.”

“Ya, begitulah. Karena Tuhan selalu memberikan yang terbaik, apapun itu. Jika Ia memberikan kesulitan, mungkin Ia hanya ingin melihat seberapa jauh kita berusaha dan menghargai kehidupan yang telah diberikan. Dan hanya orang bodohlah yang akan menyerah jika dihadapkan dengan sebuah kesulitan. Aku yakin, kau bukan termasuk golongan orang bodoh itu kan?” Nayoung menggertakkan giginya dan menutup mata.

Keduanya diam, saling menunggu satu sama lain untuk berbicara dan akhirnya Kyungsoo lebih dulu mengambil inisiatif. “Aku siap mendengar kapanpun kau mau. A–Aku tidak memaksa, hanya saja jika kau membutuhkan maka aku akan selalu siap.” Pandangan Kyungsoo lurus pada tembok di depannya.

“Apa aku boleh meminjam bahumu? Sebentar saja.” Ucap Nayoung lirih. Kyungsoo tanpa pikir panjang memperkecil jarak antara mereka dan membiarkan gadis itu menangis di sana. Baru kali ini ia melihat Nayoung menangis dan ini amatlah mengerikan. Jadi ia tak ingin melihat Nayoung menangis lagi, apapun alasannya.

Tepat di saat itu Kyura datang dan melihat keduanya. Hatinya bergejolak, dicengkeramnya rok dengan sekuat kuatnya. Emosinya sedikit terpancing, namun ia memutuskan untuk beracting seolah tak tahu apa-apa. Lebih baik diam. Lagipula ia juga tak tahu apa yang mereka lakukan. Ia hanya tak ingin hubungannya dengan Kyungsoo kandas begitu saja dengan cepat, karena sifat cemburu dan posesif.

Ia berbalik sambil berusaha tetap tersenyum. Diam-diam ia melangkah keluar rumah dan berjalan seolah urusannya sudah selesai dan tak mengalami suatu apapun.

 

===

 

Keesokan harinya Kyungsoo dan Kyura berangkat bersama menuju universitas. Saat menuju kelas mereka tak sengaja berpapasan dengan Baekhyun yang tengah berjalan di koridor. Sebenarnya Kyura ingin menyampaikan kabar bahagia bahwa kini dirinya dan Kyungsoo telah resmi menjadi sepasang kekasih, namun ternyata didahului oleh perkataan Kyungsoo yang ternyata diluar dugaannya.

“Baek! Kemarin Nayoung menangis dan berteriak tidak jelas. Apa yang telah kau lakukan padanya?!”

“Hanya sebuah kesalahpahaman.” Kata Baekhyun datar namun matanya mengisyaratkan kesedihan yang mendalam. Dan ya, hanya Kyura yang dapat melihatnya.

“Lalu?! Kau biarkan begitu saja? Kau tidak berusaha menjelaskan padanya padahal selama ini kau terus menunggunya. Apa perkataanmu bahwa selama ini kau mencintainya itu sungguh-sungguh, huh? Dia amat hancur karenamu. Sebagai lelaki apa kau tidak memiliki rasa bersalah?!” Kata Kyungsoo meremehkan. Kyura tercengang, sebegitunya kah Kyungsoo memperhatikan dan memperlakukan Nayoung?

“Kau tak perlu tahu seberapa dalam cintaku. Itu tidak penting.”

“Apa maksudmu tidak penting?!” Ungkap Kyungsoo tak sabar.

“Apa gunanya? Ia tak bahagia bersamaku. Ia telah menemukan orang lain. Kau.” Baik Kyungsoo maupun Kyura terkejut.

“Maksudmu?” Tanya Kyura.

“Kyungsoo, tolong jaga dia untukku. Aku ingin melihatnya bahagia dan satu-satunya yang membuatnya bahagia adalah kau.”

“Dia mencintaimu.” Ungkap Baekhyun dengan perasaan hancur.

Kyungsoo hanya terdiam, dengan sedikit takut ia menoleh pada Kyura, begitupun Kyura yang kini menatap kedua mata Kyungsoo. Kyura langsung memalingkan muka dan berlari menjauhi mereka –tak sanggup lagi mendengar kelanjutan perkataan Baekhyun. Entah mengapa tubuh Kyungsoo seperti tak bisa digerakkan untuk mencegah Kyura.

“Mengapa kau katakan itu di hadapannya?” Tanya Kyungsoo begitu sadar sepenuhnya. Baekhyun mengerutkan dahi tanda tak mengerti.

“Kau membuat segalanya menjadi tambah sulit. Dia kekasihku.”

“Mwo?! Kau tidak bercanda kan?” Perasaan Baekhyun kini campur aduk. Antara merasa bersalah, bingung, khawatir, dan tak percaya.

“Mi– Mianhae. Aku tak tahu. Ck! Harusnya sudah kuduga sejak awal. Kenapa kalian menyembunyikannya dariku?” Baekhyun menjulurkan kepala mencari-cari sosok Kyura yang kini sudah tak terlihat.

“Sudahlah, aku bisa menyelesaikannya sendiri.”

“Gwaenchana? Tak perlu bantuanku?”

Kyungsoo tau perasaan Baekhyun kini sedang kacau balau akibat masalahnya dengan Nayoung, jadi ia rasa tak mungkin melibatkannya dengan yang ini juga.

“Terima kasih. Lebih baik kau ke kantin dan minum sesuatu yang hangat untuk menenangkan pikiranmu.” Kyungsoo menepuk pundak Baekhyun.

“Fighting!” Baekhyun tersenyum penuh makna dan Kyungsoo segera berlari menyusul Kyura.

Sesaat setelah Kyungsoo menjauh, senyum Baekhyun perlahan mulai memudar dan digantikan dengan ekspresi khawatir, “Lalu bagaimana dengan Nayoung?” Gumamnya.

 

===

 

“Sudah kuduga kau disini.” Ucap Kyungsoo terengah-engah.

“Kenapa mengikutiku? Kau penguntit?” Kata Kyura sinis. Mereka berdua sedang berada di taman belakang kampus.

Kyungsoo berjalan mendekat, “Masalah perkataan Baekhyun tadi– Tolong jangan kau pikirkan.”

Kyura menutup telinganya. “Aku tidak mendengar.”

Kyungsoo dari belakang meraih pergelangan tangan Kyura dan memaksanya agar terlepas.

“Apa kau cemburu?” Kyungsoo memasang smirk bertanya tepat di samping telinga kanan Kyura.

“Nananana~” Kyura pura-pura tak mendengar.

Kyungsoo segera menutup mulut Kyura dan berkata, “Saranghae. Seumur hidupku, kau lah orang kedua yang mendengar kata itu dariku setelah eommaku. Harusnya kau merasa beruntung.” Kalimat itu berhasil membuat Kyura berhenti dan semu merah muda terlukis di pipinya. Kyungsoo mengitari bangku itu dan kini ia berhadapan dengan Kyura. Ia bungkukkan badannya agar wajahnya sejajar dengan Kyura, namun keduanya tidak saling menatap karena buru-buru Kyura menundukkan kepala.

“Jangan pedulikan perkataan Baekhyun. Kurasa setiap orang bebas memiliki perasaan pada orang lain. Bukankan itu sesuatu yang menyenangkan dan tak patut disalahkan? Iya kan?” Kyungsoo memiringkan kepala dan sedikit memamerkan deret giginya.

“Mengapa kau lari? Kita sudah saling memiliki, jadi apa masalahnya? Kau tahu aku sudah memilihmu, dan tolong jangan meragukan perasaan ini.” Kata Kyungsoo tegas di akhir kalimat, membuat jantung Kyura berdetak kacau.

Kyungsoo menunggu, ya menunggu. Karena kini secara perlahan bola mata Kyura mulai bergerak. Dan inilah yang terjadi, kedua mata mereka terkunci. “Aku janji akan selalu menjaga perasaan ini. Karena—Karena aku sudah lama menunggu untuk memilikimu, jadi mana mungkin aku membiarkanmu lepas begitu saja.”

“Tolong jangan mengatakan sesuatu yang belum tentu bisa kau tepati. Aku tidak suka.” Cetus Kyura dengan nada pasti.

“Kau tidak mempercayaiku?”

“Aku percaya, sangat percaya. Tapi gadis itu…”

“Cukup. Sudah kubilang, aku hanya mencintaimu.”

“Apa kau bisa menjamin perasaan itu akan bertahan selamanya seperti yang kau katakan?” Kyura menatapnya serius.

Dengan singkat Kyungsoo mengecup pipi Kyura, “Aku jamin dan aku berjanji.”

Otot Kyura lemas begitu saja, kecupan itu memberi sengatan listrik pada sekujur tubuhnya. Dan sengatan itu menimbukan efek rona merah muda di kedua pipinya. “Lalu kau sendiri?” lanjut Kyungsoo yang tiba-tiba merasa gugup.

“Apa?” Kyura memasang wajah bingung karena ia memang tak tahu apa yang Kyungsoo tanyakan.

“Berjanjilah untuk selalu berada di sisiku dan yang terpenting, percayalah padaku.”

“Kau bercanda? Tentu saja iya.”

“That sounds great!” Kata Kyungsoo sembari menyentil hidung Kyura.

“Au! Appo!” Ia memukul bahu Kyungsoo yang sudah duduk di sebelahnya.

“Bukankah sudah kubilang, suruh dia kembali ke rumahnya.”

“Sekarang? Itu tidak mungkin. Kondisinya benar-benar tidak memungkinkan, kau dengar kan dari penjelasanku tadi. Ia benar-bena-“

“Nah kan. Kau sangat perhatian dan peduli padanya, dan itu berlebihan! Bagaimana bisa kau berani menjanjikan hal mustahil itu?” Kyura menatapnya sebal.

“Bukannya begitu… Itu karena… Karena…”

“Karena apa?” Cetus Kyura tak sabar.

“Karena aku menyayanginya… Sebagai saudara.” Buru-buru Kyungsoo mengatakan kalimat terakhir sebelum Kyura marah lagi. Dan memang benar, sejak kejadian tadi malam ia sudah menganggap Nayoung sebagai adiknya sendiri.

Kyura diam dan memandang tanah. ‘Tenanglah Kyura, dia sudah berjanji padamu dan kau juga sudah berjanji akan mempercayainya.’ Batinnya.

“Tidak… boleh?” Kyungsoo bertanya dengan tempo yang amat lambat.

“Gwaenchana. Kau bebas melakukan apapun asal tetap memegang janjimu.”

Kyungsoo tersenyum puas dan menarik gadisnya dalam pelukan, “Baiklah, kupastikan besok dia sudah tidak di rumahku lagi.” Dalam hati ia berjanji akan mempertanggungjawabkan perkataannya itu, dan membuat gadisnya percaya padanya untuk selamanya.

 

===

 

-To be Continued

 

——–

Keliatan dikit ya? Ini mikirnya lama banget loh. Sampe gempor otak saya karena gak begitu handal dalam membuat kalimat petuah, romantis, puitis, manis, harmonis, alamis, malkis, pianis, dan klimis. Jadi pada akhirnya… Ala kadarnya begini huhuhuhu

Oh ya, ini bakal saya post di blog ini sampe end. Jadi kalau kalian memang masih berminat, mohon tunggu disini aja ya ^^

Thanks XD


Frozen EXO Version (Chapter 2)

$
0
0

Frozen EXO Ver Chapter 2

 

Cast :

  • Kim Minseok (Xiumin) as Elsa boy ver
  • Kim Min sung as Anna (OC)
  • Park Chanyeol as Kristoff
  • Wu Yi Fan (Kris) as Prince Hans

Other Cast:

  • Shindong as shopkeeper
  • Yunho as Westles Duke
  • Luhan as Chanyeol’s deer
  • Kangta and Boa as Minseok’s parent
  • Jongdae (Chen) as Olaf

 

 

Rating : G

Genre :family, romance, fantasy

Author : Riana (@Riana19059129) | R.Kim

Disclaimer : Semua tokoh di cerita hanya milik Tuhan YME. Kkkk~ maaf jika ada kesamaan ide cerita dan tokoh. Tapi karya ini 100% dari otak author. Mohon dukungan atas ceritanya juga ya J

T/N : Maaf agak kaku, karena author orangnya realistis dan kurang percaya sama hal-hal berbau fantasi, jadi mungkin FF nya agak kaku. Dan author minta maaf klo kurang bagus, karena author juga dikejar-kejar sama Try Out.
Tapi terima kasih bagi yang sudah mau baca ^.^

Chapter 1

http://exofanfiction.wordpress.com/2014/04/14/frozen-exo-version-chapter-1/

>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<

“Ini salahku, seandainya aku tidak memaksanya ini semua tidak akan terjadi.” Sesal Minsung kemudian.

Kris juga tersenyum bersalah, seandainya mereka tidak terburu-buru merencanakan pernikahan mereka, maka tidak ada kejadian seperti ini. Harusnya hari itu dihabiskan dengan bersenang-senang.

“Aku juga salah……” ucapnya lirih.

“Tidak Kris, aku yang bersalah. Aku akan menyusulnya sendirian.” Minsung menepuk pundak Kris untuk menenangkan laki-laki itu.

Kris tampak kaget dengan keputusan Minsung yang terkesan mendadak, ia menatap gadis itu khawatir, “Kau yakin?”

“Tentu!”

“Tapi berbahaya. Dia bisa melukaimu nanti.” Kris terus saja memohon pada Minsung.

“Dia kakakku, pasti aku baik-baik saja Kris.”

Minsung dan Kris kembali ke kerajaan untuk memastikan keadaan kerajaan yang mulai kacau balau. Sesegera mungkin Minsung mengambil kuda peliharaannya dan menunggangi untuk menyusul Xiumin.

“Kris, aku titipkan kerajaan ini padamu. Aku akan kembali.”

Pemuda itu mengangguk ragu, “Sebuah kehormatan untukku. Aku akan melaksanakannya dengan baik.”

“Aku berangkat!”

Sebenarnya berkuda ke hutan di seberang danau bukanlah perkara mudah sekarang ini, pertama cuacanya sangat dingin, kedua tanah yang tertutup salju menyulitkan gerakan kuda, lalu jarak pandang pada malam hari jauh lebih rendah dibandingkan dengan siang hari.

Tidak ada jejak kaki, tidak ada tanda kemana arah Xiumin melarikan diri. Hal itu tentu menjadi beban untuk Minsung yang notabene putri kerajaan. Lagipula hari mulai larut, sayangnya ia tidak membawa alat-alat perkemahan. Dengan terpaksa ia tertidur di bawah pohon dan ia membiarkan kudanya begitu saja.

“Dimana kau?” ucapnya lirih. “Kenapa kau merahasiakan ini?”

Bintang-bintang di langit sangatlah indah, tetapi Minsung tidak dapat menikmatinya. Ia ingin tidur, sebenarnya ia mulai lelah. Cuaca dingin membuatnya mengantuk. Tetapi kantuknya hilang saat kuda miliknya lari begitu saja.

“Oh Tuhan! Hey! Jangan lari!”

Minsung berteriak mencegah kudanya lari, namun usahanya sungguh sia-sia. Kejadiannya ia malah berakhir terjatuh di sebuah aliran sungai kecil hingga membuat gaunnya membeku, dan….. kudanya lari dan menghilang begitu saja.

Dengan susah payah, sang putri berusaha berjalan kepayahan dengan gaun yang membeku. Beruntung ia menemukan sebuah toko barang dagang kecil yang masih buka dan…. oh ada saunanya juga.

Minsung masuk ke toko untuk menemukan sesuatu yang berguna untuknya,

“Yuhu~ kemeriahan musim panas.”

Penjaga toko itu menyapa Minsung dengan ramah, “Ada baju musim panas, sandal, dan juga krim anti matahari.” Lanjut penjaga toko itu.

“Oh, bagus….”

Minsung tersenyum mendengarnya, lalu berusaha mendekati meja si penjaga toko. “Untuk sekarang apa ada baju musim dingin, mantel, boot, yah atau apalah perlengkapan musim dingin lainnya?”

“Mmm…. mungkin ada, di sudut musim dingin kami.”

Sayangnya sudut musim dingin hanya menyediakan sebuah baju dan sepasang boot. Tapi itu cukup untuk sekarang ini, terlebih memang kedua barang itu yang ia perlukan.

Sambil mengambil kedua barang itu, Minsung bertanya pada penjaga toko soal Xiumin, “Apakah anda melihat laki-laki? Atau raja? Yang kira-kira lewat di sekitar sini?”

“Satu-satunya yang keluar saat badai seperti sekarang ini hanya kau sayang….”

Tapi, seorang pemuda dengan baju dipenuhi salju masuk ke dalam toko itu.

“…. kau dan orang itu. Si pengantar es.”

Pemuda berbaju ‘salju’ itu mendekati meja, mengambil wortel lalu menuju sudut musim dingin untuk mengambil kapak dan tali. Meletakkan semua barang itu di atas meja.

“Musim panas berbadai ya….” celetuk si penjaga toko.

“Ini dari pegunungan utara.” Balas si pemuda, “10 dolar?”

“Tidak boleh, 40 dolar.”

Pemuda itu tampak protes, “Biasanya hanya 10 dolar, kenapa harganya naik?”

Tapi dengan tenang penjaga toko memberitahukan alasan mengapa harga menjadi naik, “Ini persediaan musim dingin. Tetapi sebenarnya sekarang adalah musim panas.”

God. Bisakah kau memberiku potongan harga? 10 dolarr……” rayu pemuda itu tidak menyerah.

Sayang sekali, pemuda itu harus ditendang keluar karena tidak cukup uang untuk membeli barang-barang yang ia perlukan.

“Sorry Lu, aku tidak bisa mendapatkan wortel untukmu.” Pemuda bernama Chanyeol yang ditendang keluar tadi berbicara pada rusa kesayangannya yang bernama Luhan. Beruntungnya di dekat sana da sebuah gudang tua yang bisa mereka pakai untuk bermalam.

Melihat Chanyeol yang sepertinya mengetahui tentang Xiumin, Minsung sepertinya merencanakan sesuatu.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

Tanpa permisi Minsung membuka pintu gudang tua itu dan berdiri dengan tegas, “Antarkan aku ke pegunungan utara. Aku mohon.”

Namun Chanyeol hanya melirik sebentar dan meletakkan kepalanya kembali di atas jerami tua yang menumpuk, “Aku bukan tukang antar.”

Lagi, Minsung dengan santainya melemparkan kapak dan tali ke arah Chanyeol yang merebahkan tubuhnya.

“Kita berangkat. Sekarang.” Paksa Minsung, tentu saja karena dia seorang putri kerajaan!

“Kau bahkan lupa wortel untuk Luhan.”

Lagi-lagi Minsung melempar wortel ke pangkuan Chanyeol yang hanya bisa menganga.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>.<<<<<<<<<<<<<<<<<

Dengan mengebut Chanyeol menunggangi kereta yang ditarik oleh rusa kesayangannya bersama dengan Minsung. Chanyeol baru tahu jika Minsung adalah putri kerajaan dan Xiumin adalah kakak sekaligus raja yang ‘akan’ memerintah kerajaan mereka. Karena itu ia sempat merasa bersalah karena menolak permintaan Minsung, beruntung Minsung orang yang tidak mempedulikan masalah kecil seperti itu.

“Jadi, kenapa raja atau kakakmu marah hingga menciptakan badai seperti ini?” tanya Chanyeol penasaran, tidak ada salahnya bertanya pada putri bukan?

Minsung menyandarkan bahunya dengan malas, “Yah… dia marah karena aku akan bertunangan dengan laki-laki yang kukenal baru sehari.”

“Satu hari?!”

“Yeah, satu hari. Tapi bukan masalah ‘kan? Cinta sejati tidak mengenal batas waktu, atau bagaimana kau mengenalnya…..” kata Minsung sambill tersenyum. Yang ada di pikirannya hanya Kris, Kris, dan Kris.

Chanyeol hanya bisa tersenyum usil dan melanjutkan rasa penasarannya yang meluap-luap. Siapa yang tidak ingin tahu rahasia orang yang jatuh cinta? Siapapun ia pastilah ingin tahu bukan? Bahkan sekalipun itu musuhmu sendiri.

“Apa kau tahu makanan kesukaannya?”

Minsung terpanjat, namun kemudian, “Tidak. Tapi…”

“Kau tahu bagaimana cara ia tidur?”

Minsung berpikir sejenak dan berkata, “Tidak, mungkin….”

“Kau tahu bagaimana caranya ia mengupil?” goda Chanyeol lagi.

“APA!”

“Dan meletakkan kotorannya di bawah meja.”

Minsung memasang raut wajah jijik, “Iew.. iew…. itu menjijikan.”

Chanyeol hanya tertawa mendengarnya. Malam yang gelap itu dipenuhi keriuhan suara mereka, mulai dari tertawa, saling mengejek. Hingga dikejar-kejar serigala kelaparan di tengah kegelapan malam.

“Waaa!!! Luhan lari lebih cepat!!” Minsung mulai panik dan mulai berteriak-teriak ketakutan.

“Luhan tidak bisa kau perintah! Dia hanya mendengarkan kata-kataku!” Chanyeol ikut-ikutan panik. Apalagi serigala di belakang mulai menyusul mereka.

Mereka tak tahu jika di depan mereka, mereka akan disambut jalan yang putus. Hingga mereka melihatnya, mereka terbalak kaget.

“AAAAA!!!!!!!”

Tidak hanya mereka, Luhan juga ikut-ikut panik. Kakinya yang berlari tidak bisa terkontrol alias di rem lagi.

Chanyeol berdiri dan merambat (?) ke arah Luhan. “Teman-teman, kita lompat setelah ini. Keretanya tak mungkin bisa terbang.” Chanyeol mulai kehilangan akal saking takutnya.

“1…2…3! LOMPAT!”

Beruntung mereka bisa melompat, malang sekali kereta Chanyeol harus jatuh ke jurang dan hancur berkeping-keping, sama seperti hatinya yang melihat keretanya rusak parah. Luhan juga hanya bisa melongo melihat kejadian di depannya.

“Ingat! Karena kau keretaku rusak!” marah Chanyeol pada Minsung.

Minsung menundukkan wajahnya, ia merasa bersalah sekali, “Maaf. Aku akan menggantinya nanti setelah menemukan kakakku.”

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

Sementara itu, Xiumin berjalan sendirian menuju pegunungan utara. Di tengah kesendiriannya ia berbicara pada dirinya sendiri unrtuk memberi kekuatan dari dalam hati.

The snow glows white on the mountain tonight
Not a footprint to be seen
A kingdom of isolation, and it looks like I’m the king
The wind is howling like this swirling storm inside
Couldn’t keep it in
Heaven knows I tried”

 

Lalu Xiumin mulai tersenyum perlahan dan mulai bersemangat, ia mulai bangkit kembali seperti sinar matahari yang hangat

“Don’t let them in, don’t let them see
Be the good boy you always had to be
Conceal, don’t feel, don’t let them know
Well now they know

Let it go, let it go!
Can’t hold it back any more.
Let it go, let it go!
Turn away and slam the door.
I don’t care what they’re going to say.
Let the storm rage on.
The cold never bothered me anyway
.”

 

Dengan sesuka hatinya, Xiumin mulai menebarkan kristal-kristal es ke sana kemari. Bahkan jubah untuk menahan cuaca dingin sudah ia lepas, tak ada sarung tangan yang melekat di tangannya. Hanya kebebasan yang sekarang ia punya.

 

“It’s funny how some distance,
makes everything seem small.
And the fears that once controlled me, can’t get to me at all
It’s time to see what I can do,
to test the limits and break through.
No right, no wrong, no rules for me.
I’m free!”

Xiumin melihat ke arah kerajaannya, ia tersenyum lagi. “Aku tidak akan kembali.” Batinnya. Dengan kekuatan supernya yang istimewa, Xiumin membentuk tangga yang terbuat dari es untuk menyebrangi jurang yang dalam hanya dengan melangkahkan kakinya. Dengan sangat-sangat gembira Xiumin berlari menyebrangi jurang dan tebing di hadapannya.

“Let it go, let it go.
I am one with the wind and sky.
Let it go, let it go.
You’ll never see me cry.
Here I’ll stand, and here I’ll stay.
Let the storm rage on.”

Dengan segenap kekuatannya, Xiumin membangun sebuah istana es yang megah hanya dengan kekuatannya yang spesial. Pilar-pilar istana seperti cermin raksasa yang dipajang, langit-langitnya berhiaskan kristal, dan bahkan lantainya memantulkan bentuk kristal es.

 

“My power flurries through the air into the ground.
My soul is spiraling in frozen fractals all around
And one thought crystallizes like an icy blast
I’m never going back; the past is in the past!

Let it go, let it go.
And I’ll rise like the break of dawn.
Let it go, let it go
That perfect girl is gone
Here I stand, in the light of day.”

Bahkan kini bajunya bukan hanya terbuat dari kain lagi. Xiumin sudah melapisinya dengan es yang tipis, setipis benang untuk menutupinya. Terlihat sangat tidak mungkin, tapi inilah kekuatannya yang istimewa. Apapun dapat ia buat sesuka hatinya.

 

“Let the storm rage on!
The cold never bothered me anyway…”

 

Xiumin menutup pintu istana, ia tak ingin diganggu siapapun lagi.

 

 

Woops! Ternyata sebelum Xiumin membangun istana, sebuah boneka salju lucu yang sempat dibuatnya, mulai perlahan-lahan bergerak dan hidup mencari tubuhnya yang terpisah.

 

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

“Tuhan, berapa lama lagi kita harus mendaki ke sana?”

Minsung mengeluh saat melihat hamparan salju putih di hadapannya, sementara Chanyeol terus saja mendaki gunung tanpa berhenti sedikitpun.

“Ingat, kau masih berhutang kereta padaku!”

Chanyeol membantu Minsung yang mulai bosan, yah…. ia mulai tidak tahan karena Minsung terus saja protes, mengeluh, dan menggerutu. Tapi mengingat gadis itu harus mengganti keretanya, dengan terpaksa pengawasan ekstra harus diberikan pada gadis itu.

“Iya… iya… kau cerewet sekali.” Balas Minsung tak mau kalah.

“Setidaknya aku tidak secerewet dirimu. Beruntung kantung wortel untuk Luhan masih selamat, dan kita masih punya tali.”

Minsung menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Chanyeol dan Luhan. mereka terpana melihat pemandangan di depan mereka. Kristal salju yang bening dan teruntai dengan rapi bisa dilihat mata terpampang di hadapan mereka.

“Indah sekali….” gumam Minsung.

“Benar… tapi banyak warna putih di sini.”

Luhan yang hanya seekor rusa hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar omongan manusia di depannya.

Chanyeol menyentuh salah satu kristal di sana sambil menatap Minsung, “Jadi apakah ini pertanda bahwa sudah dekat dengan kakakmu?”

“Bisa jadi.” Minsung tersenyum, “Tak kusangnka Xiumin bisa membuat seindah ini. Tapi benar, terlalu banyak warna putih di sekitar sini.”

“Coba jika ada warna hijau, biru, merah….”

Minsung dan Chanyeol menatap keheranan. Itu bukan suara mereka berdua. Bahkan suara Luhanpun tidak mungkin, dan Luhan ikut kebingungan mendengar suara yang asing di telinganya.

“Atau kuning… oh tidak-tidak itu buruk.”

Minsung melihat ke arah kakinya, sebuah boneka salju lucu berjalan mendekati mereka berdua sambil tersenyum cerah ke arah mereka, “Hai! Aku Chenchen!”

“Wuaaaa!!!!”

Sedikit histeris, Minsung menendang kepala Chen si boneka salju hingga lepas dari tubuhnya, beruntung kepalanya bisa ditangkap oleh Chanyeol.

“Hei senang bertemu denganmu!” sapa Chen di tangan Chanyeol.

“Kau menakutkan!”

Chanyeol melempar kepala Chen ke arah Minsung, Minsung menangkapnya dan melemparkannya lagi pada Chanyeol.

“Jangan lemparkan padaku!”

“Ini menjijikan!”

“Oh kepalanya berat sekali!”

So creepy!”

Sementara mereka berdua saling lempar melempar kepala, Chen si pemilik kepala merasa pusing karena tidak nyaman terus di lempar, “Teman-teman turunkan aku….” pintanya melas. Dan tubuh Chen mencari-cari kepalanya hingga mendekat ke arah Minsung,

“Iewh…. Iewh… tubuhnya!”

Lempar-lemparanpun berakhir karena Minsung melemparkan kepala Chen tepat di bagian tubuhnya hingga mental.

“Hah! Tubuhku! Yeay aku kembali lagi!”

Chen bersorak gembira sambil melompat di dekat mereka. Minsung tertawa melihat tingkah Chen yang lucu, sepertinya tidak terlalu menakutkan seperti yang ia bayangkan.

Boneka salju imut itu berhenti melompat dan tersenyum menatap Minsung, “Baiklah, kita mulai dari awal. Hey aku Chen, dan aku suka pelukan hangat!” tangannya yang terbuat dari ranting melammbai-lambai memberikan salam.

“Chen…. chen…” Minsung mengulang-ulang nama itu seolah mengingat sesuatu.

“….. dan kau???”

Menyadari jika ia melamun terlalu lama, Minsung segera menjawab pertanyaan Chen “Oh benar aku Minsung adik dari Xiumin.”

“Lalu, siapa mereka berdua?”

“Itu Chanyeol, dia pengantar es. Rusanya bernama Luhan, dia suka sekali makan wortel. Hey, apakah Xiumin yang membuatmu, Chen?”

“Kalau tidak salah. Iya.”

Minsung menyunggingkan senyumnya. Itu artinya jarak mereka berdua kini semakin dekat saja. “Mm… sepertinya ada yang kurang dari dirimu. Sebentar…..”

Gadis itu mengambil sebatang wortel dan menempelkannya ke wajah Chen, karena terlalu dalam wortel itu terlihat seperti hidung kecil.

Chen berteriak kegirangan saat menyentuh wortel itu dengan jari-jari rantingnya, “Wuaaaha! Hidung! Sejak kecil aku menginginkannya!”

“Ups, terlalu kecil.”

“Kau bercanda? Ini lucu sekali! Aku merasa seperti unicorn kecil dengan hidung kecil yang imut…” Chen terus saja memegangi hidungnya yang mungil itu. Tetapi, karena menurut Minsung kurang bagus, Minsung mendorong wortel yang menjulur ke belakang kembali ke depan hingga sedikit lebih mancung.

“Wuah…. ini lebih bagus. Jadi, kenapa kalian harus mencari Xiumin?” tanya Chen dengan polosnya.

Minsung menjelaskan semuanya, jika Xiumin membuat musim salju abadi. Mereka butuh Xiumin untuk mengembalikan musim panas. Mata Chen berbinar-binar mendengarnya, “Wuah musim panas! Aku suka! Aku suka!”

Chanyeol tertawa mendengar perkataan Chen, “memangnya kau pernah melihat musim panas?”

Dengan polosnya Chen menggelengkan kepalanya, “Sebenarnya belum. Tapi aku membayangkan jika musim panas, bunga-bunga yang berwarna-warni akan bermekaran di taman. Lalu, anak-anak akan bermain di taman atau di pantai. Dunia ini akan penuh warna.

Chanyeol dan Minsung hanya berpandangan. Mereka memiliki pikiran yang sama, jangan katakan jika dia nanti akan meleleh saat musim panas.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

 

“Jadi apa yang akan kau lakukan jika bertemu dengan kakakmu?”

Chanyeol berjalan pelan di belakang Minsung sambil menghindari kristal es tajam yang ada di sana. Mereka pikir pasti Xiumin membuatnya untuk mencegah orang-orang ke tempatnya, sementara mereka meninggalkan Luhan di tebing bawah.

“Aku akan berbicara padanya.”

“Jadi kita jauh-jauh kemari, dan kau hanya berbicara padanya!”

Chanyeol membalakkan matanya, tidak puas mendengar jawaban Minsung tadi, “Kau gila? Dia bisa membunuhmu nantinya.”

Minsung tersenyum lembut, “Tidak mungkin, dia kakakku. Tak mungkin ia menyakitiku. Lagiula, aku satu-…..”

“Teman-teman… lihat di sana.” Chen menunjuk ke arah pemandangan di hadapannya.

Jembatan es yang super panjang memembentang di hadapan mereka membentuk jalan ke tebing yang lainnya, dan sebuah istana dari es yang megah berdiri di seberang jurang yang membatasi mereka.



Forelsket First Kiss (Chapter 3)

$
0
0

Forelsket First Kiss Chapter 3

fhjgjm

Title     : Forelsket First Kiss (Chapter 3)

Author : Blue Calla

Genre  : School life, Friendship, Romance, (0,1 % comedy. Ohoho ~)

Length : Chaptered

Rating  : PG-15

Cast     : Yoon Jae In (OC –sorry for the girl in poster, i’ve no idea ><)
Oh Sehun (EXO K)
Park Chanyeol (EXO K)
Xi Luhan (EXO M)
Seo Bin Rae (OC)

~And other supporting cast

Note : Huaaaaaaa!!!! * bug bug bug~ *  akhirnya chapter 3 yang super duper naudzubillah buatnya ini selesai juga \^o^/ senang plus lega sekali rasanya. Apalagi, demi memenuhi request reader tercinta, chapter ini dibuat sedikit lebih panjang dari sebelumnya loh – tapi mudah-mudahan ga jenuh ya bacanya, walaupun ff nya sangat tidak sempurna, apalagi posternya sangad alay author harap pembaca menikmatinya dan meninggalkan jejak dikolom comment ya reader :D PLEASE, soalnya tiap liat komen kalian tuh rasanya pengen bikin next chapter hohoho . Oh iya, big thanks buat admin yang ngepost dan para reader yang sudah komen di chapter sebelumnya, author sayang kalian :* hehet. Dan terimakasih juga atas saran-saran kalian yang banyak membantu dalam chapter ini. Ah sudahlah, sepertinya author mulai banyak bacot. Langsung aja ya guys, Enjoy Readiiiiing!!!! *maapkan jika banyak typo*

____________

Jae In berjalan dengan langkah-langkah kecil menuju kelasnya. Hari ini ia memang tidak terlambat, hanya saja, Eomma membangunkannya pagi-pagi buta sehingga ia harus pergi ke sekolah dengan pillow face.  Ia tidak dapat menghitung berapa kali dirinya menguap, ketika sarapan, di dalam bus, dan saat sedang berjalan seperti ini.

Di dalam kelas terdapat beberapa siswa termasuk Bin Rae didalamnya, gadis itu selalu datang tepat waktu. Ia yang sedang menghapus papan tulis terperanjat ketika melihat Jae In memasuki ruangan dengan wajah seperti orang mabuk.

“Jae In-ya! Ada apa denganmu huh?”  Bin Rae membuntuti Jae In yang langsung duduk di bangkunya. Paling belakang dan tersudut. Tempat strategis bagi seseorang yang pergi ke sekolah hanya untuk tertidur.

“Semalam aku tidak bisa tidur Bin Rae, dan Eomma menbangunkanku pagi-pagi sekali.” Ujarnya lemas seraya menjatuhkan kepala diatas meja. Dan dalam detik yang sama, Jae In memejamkan mata.

“Hey, hey! Jangan tidur lagi, bodoh! Kau pikir ini di kamarmu!?”  Bin Rae menepuk –nepuk pipi sahabatnya, mencubitnya hingga Jae In harus menepis tangannya berkali-kali seperti dalam adegan film kung-fu dan tetap saja, ia tidak berhasil.

“Baiklah Jae In, aku punya berita baik untukmu,” Bin Rae menyerah dan memilih untuk to the point saja, ia tidak peduli apakah Jae In mendengarkan atau tidak, yang jelas ia sudah berusaha menyampaikannya

“Mwo?” timpalnya dengan mata yang masih terpejam

“Bong Seosangnim memintamu mengikuti tes remedial not balok sepulang sekolah nanti, Kuucapkan selamat, ne?”

Sset!

Seperti baru saja tersengat listrik, Jae In langsung terbangun begitu mendengar perkataan temannya.

“Apa-apaan ini? Dia pikir siapa dia menyuruhku mengikuti tes not balok sialan itu!?”  gerutunya sambil memajukan bibir

“Dia gurumu bodoh,”  Bin Rae mendorong pelan kepalanya.

“Ssstt..bisakah kalian bicara seperti wanita seharusnya!? kalian berdua terdengar seperti preman, tahu,” Tao tiba-tiba misuh dengan melempar pandangan sinis ke arah dua gadis di belakangnya.

-,-preman teriak preman- oke, bye

Selepas Tao kembali pada tabletnya, Jae In diam-diam menjulurkan lidah serta Bin Rae yang tertawa tanpa suara di sampingnya. Ia mengintip di belakang pundaknya, mecoba mencari tahu apa yang dilakukan Tao sehingga marah-marah dan mengatainya Preman.

“Dia sedang banyak pelanggan rupanya,”

“Hey, apa yang-“ Tao menoleh dan sudah siap menjitak Jae In yang baru saja mengejeknya, Namun saat itu juga, Bin Rae menarik Jae In dan keduanya berlari dari sana sambil tertawa-tawa.

“Zhi Tao sedang bermain Sally Salon~~ hohohoho~” Keduanya cepat-cepat pergi seraya meledek Tao yang tak bisa berbuat apa-apa di bangkunya, Namja itu hanya bisa menggeleng prihatin,

“Dasar yeoja sinting,” batinnya.

_____________

Jae In’s POV

_____________

Pada jam istirahat, Bin Rae memintaku untuk mengantarnya ke perpustakaan –ini tumben sekali-  ia ingin meminjam sebuah buku sebagai referensi untu laporan yang sedang ia buat. Jadi aku mengiyakan permintaannya. Tentu saja, sesudah kami membeli makan siang terlebih dahulu di kafetaria. Kudengar menu utama hari ini Chicken Soup buatan Shin Ahjumma yang bisa menenangkan jiwa. Semoga saja aku bisa membelinya sebanyak mungkin dan menjejalkannya pada mulut Go Hara dan teman-teman Cheers-nya  agar jiwa mereka tenang di alam sana.

“Kau tidak membawa bekal, Jae In?”  Bin Rae bertanya padaku dalam perjalanan, sepertinya ia takut kalau kalau nanti aku bertemu Sehun dengan teman-teman barunya. Sangat mungkin jika aku langsung kehilangan selera makan, bahka rela menunda makan siang demi menghindari pemandangan seperti itu.

“Eomma kehabisan roti,”  jawabku singkat seraya mengangkat bahu.

Tepat ketika Aku dan Bin Rae memasuki Kafetaria, kami dikagetkan oleh antrean panjang pada Counter Chicken Soup,  Aku sendiri tidak tahu kalau begitu banyak orang yang jiwanya tidak tenang, kusenggol sikut Bin Rae dan menatapnya dengan tatapan ‘Apa-kau-yakin?’

Aku bertanya pada seorang siswa junior yang berdiri di antrean paling belakang.

“Hey, kau dapat antrean nomor berapa?” tanyaku ramah sambil menepuk pelan pundaknya. Namja bertubuh pendek itu menoleh dan memperlihatkan wajahnya yang.. suram

Aku -dan Bin Rae-, kami jahat sekali karena dengan refleks tercekat sambil menahan nafas. Habisnya wajah orang itu menakutkan sekali, ada aura jahat ketika ia berbicara dan menatap kami dengan tatapan kosong.

“Tidak tahu, aku bahkan tidak tahu kenapa aku ikut mengantre”

~doeeeng~

“Orang itu pasti sudah benar-benar terganggu jiwanya,” ucapku seraya pergi dari sana . Giliran Bin Rae yang menyikut tanganku, ia melakukannya berkali-kali dan ketika aku bertanya kenapa, ia menunjuk sesuatu dengan ekor matanya.

“Apa ia melambai pada kita?” ujarnya pelan tanpa melepaskan pandangannya.

Nuguya?

“kalau tak salah.. namanya Luhan, teman Oh Sehun yang kita lihat kemarin, disana. Arah jam sembilan”

Aku mencari sesuai petunjuk Bin Rae dan menemukannya, seorang namja berwajah manis yang kulihat bersama Sehun kemarin. Tangannya melambai cepat, dan dia memang benar sedang menatap ke arah kami. Ia bilang,tunggu’

Luhan meninggalkan mejanya setelah meneguk sebotol air dengan cepat,

“Anyyeong, Yoon Jae In, apa kau masih ingat padaku?”  Sesampainya di hadapan kami, Luhan bertanya padaku dengan ramah. Aku hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan kecil. Karena didalam otakku, aku sedang memikirkan berbagai macam kemungkinan tentang apa yang akan Luhan katakan.

“Dan kau.. temannya Jae In?”

“Ah, ya. Seo Bin Rae imnida” Bin Rae memperkenalkan diri, Setelah itu Luhan kembali beralih padaku dengan senyum yang tak lepas.

“Temanku..maksudku, Oh Sehun” . Ia langsung berkata tanpa basa basi, dan ini mengenai Sehun. Tiba-tiba saja aku merasa jantungku berdebar dengan lebih cepat.

“Sehun? Ada apa dengan Sehun?” aku terkaget-kaget, kulirik juga Bin Rae yang tak kalah terkejutnya denganku.

Cubit aku Bin Rae, apakah ini nyata?

Ini serius. Aku tak pernah berhubungan dengan manusia itu selama bertahun-tahun dan tiba-tiba saja teman dekatnya membawa kabar mengenai Sehun, rasanya seperti menemukan kaus kaki kesayanganmu yang telah lama hilang.

“Dia bilang padaku, tadi pagi. Ada sesuatu.. yang harus ia sampaikan padamu dan ia tidak tahu bagaimana car- ehm, maksudku.. ia tidak tahu dimana harus menemuimu.”

Aku dan Bin Rae lagi lagi saling melempar pandang, Cara bicara Luhan begitu terbata-bata dan , -yang benar saja- Sehun tak tahu dimana ia harus menemuiku padahal kami ini satu sekolah,  Apa ia pikir aku ini bersekolah di planet mars?

Tapi ngomong-ngomong , apa yang ingin Sehun katakan hingga ia harus meminta Luhan untuk memberitahuku?

“Jadi..”

“-jadi.. Karena kebetulan aku bertemu denganmu, aku akan, ya, memanggil Sehun.”

“Apa?? Tidak.! Jangan. Panggil.” Aku berusaha mencegah Luhan karena ini terlalu mendadak, dan jujur saja, aku belum siap. Namun Bin Rae dengan cepat mencubit lenganku dan mengisyaratkan pada Luhan untuk segera pergi mencari Sehun. Dan ia benar-benar pergi. Memasuki kerumunan siswa sembari celingukan mencari-cari dimana Sehun dan Clique-nya berada.

“Bin Rae..bagaimana? Sehun akan bicara padaku,” Aku hanya bisa mematung dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Masalahnya, aku masih teringat kejadian kemarin dan belum ingin melihat wajahnya lagi. Jadi aku tidak tahu harus bersikap seperti apa nanti, apa aku harus marah?

Tidak, tidak bisa. Ada cukup banyak perasaan senang terselip didadaku mengetahui Sehun akan berbicara padaku, lagi. Setelah bertahun-tahun.

__________

 

Sehun tidak terlalu banyak bicara ketika siang ini ia duduk untuk makan siang bersama ‘teman-teman populernya’. Selain itu merupakan kebiasaan, ia juga masih terbebani mengenai masalahnya dengan Luhan. Sehun ingat ketika tadi pagi ia meminta saran mengenai ‘bagaimana mengundang Jae In ke perayaang ulang tahun pernikahan orangtuanya dengan baik dan benar’ –sambil menekankan bahwa ia hanya terlalu canggung dan itu tak berarti apa-apa-, Luhan tidak terlalu bersemangat memberi ide seperti biasanya. Sehun kemudian mengerti bahwa namja itu mungkin saja masih tak enak hati tentang masalah tempo hari. Dan pada akhirnya, Sehun memutuskan untuk membiarkan Luhan sendiri jika memang itu yang diinginkannya

“Sehunnie, kenapa kau tak menyentuh sup-mu? Mau aku suapi?” Go Hara yang sejak tadi diam-diam memperhatikan Sehun mulai risih dengan sikap diamnya itu. Ia menawarkan diri sambil meraih sendok di nampan milik Sehun.

“Ehm, tidak. Terimakasih Sunbae, biar aku saja” Sehun mengambil alih sendok di tangan Go Hara, ia bernafas lega karena keadaan begitu berisik sehingga tak ada yang sempat memperhatikan percakapannya dengan gadis itu. Jika iya, hal-hal yang biasanya terjadi adalah ; Jun Myeon dan yang lainnya akan menyoraki mereka dan itu  membuat Sehun merasa terpojok.

geuraeyo, kalau begitu.. kajja, habiskan sebelum dingin.” Ujarnya dengan nada kecewa. Sehun diam-diam mendelik dan berpikir mengapa Go Hara terdengar seperti ibunya.

“Oh, dan jangan panggil aku Sunbae, Sehunnie” rengeknya lagi.

“Tapi.. kau satu tingkat di atasku, kedengarannya tidak sopan jika aku memanggil nama depanmu,” Sehun menjawab sambil menyendok supnya perlahan.

Andwae.. aku tidak senang kau panggil seperti itu, panggil aku Ha-ra. Go-Ha-ra. Arasseo?” Gadis itu berbicara sambil menopang dagu, memperhatikan Sehun yang berada di sampingnya dan membuat namja itu sedikit tidak nyaman.

Sehun hampir menghabiskan sebagian supnya hingga mendengar Jong In menghentikan kesibukan yang terjadi di meja itu. Ia mendongak ketika melihat seseorang berjalan ke arah mereka.

“Hey Luhan, apa kau kemari mencari Sehun?” serunya dengan lantang. Mendengar namanya terpanggil, Sehun terdiam sejenak lalu kemudian menoleh ke belakang. Matanya bertemu pandang dengan Luhan.

Ya, tidak hanya Sehun, semua orang di meja itu memperhatikannya.

“Sial kau, Jongin” umpat Luhan dalam hati.

“Umm.. ya, jika ia sedang tidak sibuk.” Luhan kemudian menjawab dengan kikuk. Beberapa gadis disana saling berbisik, lalu tertawa kecil seraya melirik kedua namja itu bergantian. Dan jika ia tidak salah lihat, secara sekilas ia dapat melihat bahwa Zhitao menyikut lengan namja asal kanada itu-Kris-, meskipun Luhan tak mengerti kenapa namun baginya itu terasa mencurigakan.

Sehun bergeser dari tempat duduknya, menatap orang-orang disekelilingnya secara berganitian seakan meminta izin untuk menemui Luhan sebentar. Namun ia merasa tak digubris ketika orang-orang itu malah mengangkat bahu dan memandang satu sama lain seperti ada sesuatu yang tidak beres.

Zhi Tao menghela nafas, ia kemudian angkat bicara tanpa menengok sedikitpun ke arah Sehun atau Luhan.

“Pergilah, sepertinya Xi Luhan sangat kesepian”

Pernyataan itu sontak membuat semua orang disana terkejut, Jun Myeon nyaris menjatuhkan garpunya dan mata Kris membulat, gadis-gadis itu mengeluarkan suara nafas tertahan seraya membekap mulut mereka sendiri. Dan bagi Luhan, perkataan Tao jelas saja menohok perutnya.

Jongin adalah orang yang paling terlihat santai, ia hanya terkekeh. Memandang semua ini seperti sebuah lelucon.

“Dia tak bisa hidup tanpamu,” ujarnya seraya memincingkan mata liciknya ke arah Sehun. Beberapa orang mulai tertawa meremehkan. Sehun mengerutkan keningnya, meski ia tak terlalu memusingkan kalimat Tao dan reaksi teman-temannya, apa yang dikatakan Jongin terdengar mengganggu dan, cukup menyinggung- Ia telah mencoba bersikap baik di depan teman-teman barunya, namun -menghina sahabatnya sendiri , Luhan, sama sekali tidak bisa diterima.

Sehun mendengus, mencoba menahan diri dengan mengalihkan pandangan dari wajah Jongin. Diliriknya Luhan dengan wajah bersalah.

“Ayo Lu, kita pergi. Aku tak ingin membuat masalah disini,” Sehun benar-benar menggeser kursinya dengan kasar. Ia berdiri setelah memandang sedetik ke arah Jongin, melontarkan pandangan penuh amarah lalu melangkah dari sana tanpa mengucapkan apapun lagi.

Dan sebelum keduanya benar-benar pergi darisana, seseorang mengucapkan sesuatu yang akhirnya membuat Sehun tidak bisa lebih lama menahan amarahnya. Ia meledak, sedetik setelah mendengar seseorang berkata,

“Mereka gay sungguhan”

_____________

 

Jae In menaik-turunkan tumitnya berali-kali, ia serta Bin Rae telah menunggu Luhan cukup lama –bahkan hingga antrean Chicken Soup Shin Ahjuma tinggal tersisa beberapa orang- namja itu tak terlihat dimanapun.

“ck.. lama sekaliii, apa kita tidak akan kehabisan waktu istirahat?” keluhnya pada Bin Rae. Gadis jangkung disampingnya itu tersenyum.

“Ingat, ini semua demi berbicara dengan Sehun bukan?” Bin Rae mencubit gemas pipi tambun Jae In yang mulai menggembung.

“Ya, kau benar.” Ujarnya lemah. “Meskipun.. aku belum tahu apa yang akan dikatakannya, aku khawatir jika Sehun bersikap seperti kemarin.”

Bin Rae mendecak sambil mendorong pelan bahu Jae In, “Tentu saja tidak. Dia tidak akan repot-repot meminta Luhan untuk- ani.. ada apa itu?” Bin Rae berhenti bicara ketika ia menangkap pemandangan di depannya.  Beberapa orang didekatnya berdiri, mendongakkan kepala kesana kemari ketika di sudut Kafetaria mulai terlihat sebuah kerumunan.

Jae In menyipitkan mata, “Molla

Paliiwa , kita lihat kesana” Bin Rae menggamit lengan Jae In segera dan menyeretnya, menghampiri kerumunan itu yang mulai bertambah banyak sehingga mereka kesulitan melihat apa yang  tepatnya sedang terjadi.

“Bin Rae-ah, apa kau melihat sesuatu?” bisiknya seraya menarik-narik blazer Bin Rae, setinggi apapun gadis itu, penglihatannya masih tetap terhalang oleh orang-orang di depannya. Ia menggeleng,

“SIAPA YANG BARUSAJA KAU PANGGIL GAY, HAH!?” sebuah suara memecah keributan dan desas-desus yang mulai terjadi diantara kerumunan itu. Semua orang terdiam. Jae In tersentak dan meremas lengan Bin Rae ketika ia tersadar bahwa suara berat itu terdengar sangat familier.

Bin Rae menatapnya, melihat kekhawatiran di mata Jae In sehingga ia yakin siapa itu yang berada dipikirannya.

“hajima..”

“Itu Sehun,”

_____________
Aku berhasil mendesak masuk dari arah samping, berdiri di depan dan melihat apa yang sedang terjadi sesungguhnya.

Namja itu, siswa kelas dua yang kurasa satu kelas dengan Sehun. kalau tak salah namanya Kim Jongin. Ia terkapar di lantai sembari memegangi ujung bibirnya. Meskipun aku tak tahu pasti apa yang baru saja terjadi, Namun sangat jelas bahwa; Sehun pelakunya. Dan Sehun sedang marah. Aku juga tak tahu segeram apa wajahnya sekarang karena ia membelakangiku, namun aku dapat melihat tangan terkepal serta punggung yang bergerak naik turun seperti kehabisan oksigen.

Aku memegang ujung kemejaku, rasa takut menyelimutiku ketika aku menduga apakah Sehun baru saja memukul Jongin  atau bagaimana, karena, aku belum pernah melihatnya seperti ini. Sehun tidak senang berkelahi, ia tidak pernah memukul siapapun.

. Dan, apa ia barusaja meneriakkan sesuatu tentang Gay?

“ Oh Sehun, Kenapa kau marah? Bukankah aku barusaja mengatakan hal yang sebenarnya.” Jongin berbicara dengan masih sambil memegang ujung bibirnya. Tak ada ekspresi kesakitan atau apapun, nada bicaranya begitu arogan

Sehun, kumohon. Jangan terpancing. Jangan lakukan -apapun- itu lagi.

Tak kusangka tanganku mulai basah oleh keringat,

“Diam kau!!”  Luhan berteriak, merangsek maju dengan tangan terkepal sehingga orang-orang mulai kembali menahan nafas. Beruntung, seorang pria tinggi disampingnya dengan sigap mengunci lengan Luhan. Ia meronta, aku bahkan dapat melihat guratan-guratan di lehernya yang menegang.

Jongin berdiri, tatapanya masih terkunci pada Sehun yang mematung.

“Kau pikir aku tidak geli melihat kalian selalu berdua setiap hari. Aku sangat muak, kau tahu?”  ujarnya dingin. Jun Myeon sunbae menarik bahu Jongin ke belakang. Berusaha mengisyaratkan agar Jongin berhenti berbicara. Namun namja itu menepisnya, mengambil satu langkah kedepan hingga begitu dekat dengan Sehun.

“Jika kau bukan Gay, lantas buktikan.”

Tak ada yang mengerti maksud Jongin hingga ia menarik seseorang diantara gadis-gadis Cheerleader. Seorang yeoja cantik dengan rambut panjang brunette terurai anggun .

Sial, itu Go Hara.

“Hey, Jongin! Apa yang kau lakukan?” Ia agak berusaha melepaskan genggaman Jongin, namun tak digubris hingga akhirnya dengan pasrah membiarkan pria itu menyeretnya ke tengah, menghadapi Sehun dengan wajah terkejut sekaligus gugup.

“Gadis ini. Dia menyukaimu. Kau bahkan tak pernah peka bukan? .. Apa aku salah?” Jongin menghempaskan tangan Go Hara.

Tidak, Sehun. Jangan dengarkan apa katanya. Ia hanya memancingmu,percayalah. Aku tak berhenti bergumam dalam hati,  tanganku saling bertaut, berusaha menahan sesuatu yang mulai memanas di ubun-ubun kepalaku.

“Jongin..” Go Hara menatap tak percaya pria disampingnya.

Tanpa siapapun menduga Jongin mendorong dengan kasar Yeoja itu hingga –kurasa- ia hampir menginjak sepatu Sehun. Dan aku tak mengerti mengapa Sehun tak bereaksi sedikitpun. Ia terdiam disana, berhadapan begitu dekat dengan Go Hara hingga aku tak tahu berapa inci kira-kira wajah keduanya berjarak.

Ya ampun, apa-apaan ini? Mengapa aku begitu sesak melihatnya?

“Jika kau seorang lelaki normal,” Jongin melipat tangan didadanya,

“Cium dia,”

Jongin sudah gila,

semua orang dibuat terkejut dengan perkataannya barusan. Orang-orang mulai menimbulkan desas desus. Aku tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan karena kepalaku seperti barusaja ditimpa beban ratusan kilo. Aku memegang dada, merasakan sesuatu tengah menyumbat paru-paruku hingga rasanya benar-benar sesak. Lututku melemas, dan aku membutuhkan Bin Rae untuk sekedar menggenggam tangannya, mendengar gadis itu mengucapkan bahwa ini semua tidaklah nyata.

Sehun.. dengarkan aku. Menengoklah, aku ada dibelakangmu, jangan lakukan itu.. Kumohon.

Tapi aku tahu, orang itu tak akan pernah mendengarku jika aku seperti ini. Memandang nanar punggungnya yang kaku dengan pelupuk mata yang basah dan tubuh bergetar. Hingga punggung itu mulai membungkuk perlahan lahan. Meraih wajah gadis didepannya dengan sekali gerakan dan…

.

 

 

Aku tidak tahu bagaimana kelanjutannya. Aku berbalik dan mendesak untuk keluar, berlari dari sana sebelum seseorang menyadari bahwa air mataku mulai tumpah tak terbendung.

__________

Bin Rae benar-benar ingin membunuh pria bernama Oh Sehun itu.

Ia tidak peduli apakah Sehun begitu naif, polos, atau apapun sebutannya karena ia dengan brengseknya barusaja mencium seorang gadis didepan Yoon Jae In. dan Bin Rae begitu khawatir memikirkan apa yang tengah Jae In rasakan jika ia saja nyaris tercekik melihatnya. Ketika Sehun menarik dagu gadis itu dan menciumnya. Melepaskannya dengan kasar dan mendekat pada Jong In.

“Apa kau puas?” ujar Sehun dingin. Menatap Jongin dengan tatapan menusuk yang membuat pria itu tak bisa berkutik. Ia bahkan tidak menduga bahwa Sehun benar-benar akan melakukannya. Dan mengetahui bahwa ia tak dapat berkomentar apa-apa, Jongin mendengus kesal.

Sehun kemudian melangkah, membuat kerumunan itu terpecah secara otomatis ketika ia berbalik dan pergi. Meninggalkan orang-orang itu dengan keterkejutan yang menggantung, Jongin, Xi Luhan, dan Bin Rae sendiri. Gadis itu mulai tersadar ketika keadaan mulai lengang –bahwa ia tak melihat Jae In dimanapun- .

__________

 

‘Jae In? Dimana kau? Beritahu aku.!’

Bin Rae telah mengirim pesan itu serta belasan pesan lainnya yang kurang lebih sama- sejak ia begitu lelah mencari Jae In diseluruh toilet sekolah. Berharap menemukan gadis itu disana, hingga ia sedikit berniat untuk mengendap masuk kedalam toilet pria jika barangkali Jae In keliru lagi. Namun usahanya sia-sia. Bel berbunyi lebih cepat. Lalu ketika ia kembali ke kelas, kursi di sampingnya kosong hingga jam pelajaran terakhir.

Dan sebuah balasan baru tiba  ketika Bin Rae tengah berada di dalam Bus menuju rumahnya.

‘Bin Rae-ah. Mianhae aku baru sempat membalasnya. sejak istirahat aku menghabiskan waktu di gimnasium karena aku benar-benar malas belajar.haha, bodoh sekali ya? Lagipula aku harus mempersiapkan otakku untuk remedial not balok sore ini, kau bisa pulang duluan dan.. doakan aku agar Bong seosangnim tidak memberiku E lagi, oke!

Oh ya, mengenai Oh Sehun, aku baik-baik saja. Sungguh. Maafkan aku telah membuatmu panik ^^’

***

Jae In menutup ponselnya. Memandang lampu lcd yang berkelap-kelip dengan mata sembap. Sekitar satu jam penuh, ia berdiam diri di dalam Gimnasium dalam keadaan tidak baik-baik saja. Ia menangis, manghabiskan air matanya sebelum ia tiba di tempatnya sekarang. Ruangan kelas di lantai bawah tempat Bong Seosangnim meminta para peserta remedialnya segera datang tepat pukul dua siang. Jae In menjadi siswa paling awal kesekian yang datang kedalam kelasnya, menunggu tes dimulai seraya membalas pesan Bin Rae dengan jari-jari yang bergerak dengan ragu. Mengatakan pada sahabatnya bahwa Ia tidak-apa apa.

“baiklah, sepertinya kita mulai sekarang saja, otthokke?” Bong Seosangnim nampak menyiapkan bundeling soal-soal karena merasa para siswa telah hadir seluruhnya.

Jae In meletakkan ponselnya kedalam tas secara asal dan mengeluarkan sebuah buku tulis. Mecoba mebolak-balikan halaman demi halaman untuk menemukan sedikit catatan mengenai not balok yang mungkin bisa  sedikit membantunya mengerjakan soal kali ini. Tapi kemudian ia menyesal karena tak pernah benar-benar mencatat pada pelajaran seni musik.

“Hey, bukankah kau gadis yang kemarin?” Sebuah suara berat terdengar menyapa dari samping kanan mejanya. Jae In mendongak, mendapati seorang namja tinggi tengah duduk  sembari memiringkan kepala.

Ia Park Chanyeol.

Dan pria itu adalah orang kedua yang tak ingin Jae In temui saat ini.

dengan terpaksa, gadis itu menyunggingkan senyum tipis. Seakan membenarkan bahwa mereka pernah bertemu sebelumnya. Lalu setelah itu, ia kembali pada buku catatannya dan berusaha mangabaikan Chanyeol.

“ani.. aku tidak salah orang kan? Kau benar gadis yang kemarin bukan?” kukuh Chanyeol. Ia merubah posisi duduknya hingga menghadap Jae In. Membuat gadis itu semakin risih karena Chanyeol telah mengganggu konsentrasinya.

Jae In menengok ke samping dengan malas .“hey,Namaku Yoon Jae In, bukan ‘gadis yang kemarin’. Mengerti!?”

Chanyeol tersentak, dan dengan cepat sebuah senyuman lebar terbentuk lagi diwajahnya.

“Aaa.. kau benar-benar gadis galak itu rupanya, Yoon Jae In. Aku-“

“SSSTTTT!!!” tanpa Chanyeol sadari, Bong Seosangnim sudah berada depannya, meletakkan selembar soal di mejanya sambil berkacak pinggang.

“Park Chanyeol, berhenti bicara dan kerjakan soalmu!” geramnya dengan mata melotot,  Chanyeol hanya terkekeh dengan tatapan meminta maaf pada pria paruh baya itu. Jelas saja, ia kelihatan tidak serius.

“Baik, Tuan Bong.”

“duduk yang betul!” bentaknya lagi seraya memukul lutut Chanyeol dengan buku tebal ditangannya. Jae In melihat keduanya dengan tawa tertahan, dan ia cepat-cepat memalingkan wajah, mulai mengerjakan soal ketika Chanyeol diam-diam meliriknya setelah Bong Seosangnim berlalu lagi ke depan kelas.

“Namaku Chanyeol, Park Chanyeol.” Bisiknya kemudian.

___________

 

Ini semacam kebetulan yang menguntungkan. -Aku menemui gadis itu disini, duduk bersebelahan dengannya dalam satu ruangan kelas yang sama,

Namanya Yoon Jae In. Murid kelas dua sepuluh yang sejak kejadian kemarin wajahnya terasa tidak asing bagiku. Ternyata sebelumnya,Setiap kamis pagi ketika aku mengikuti pertandingan futsal antar kelas, aku hampir beberapa kali melihatnya. Duduk di kursi penonton bersama seorang gadis lainnya, memperhatikanku. Meski pada awalnya kukira itu hanyalah sebuah kebetulan, namun Xiumin menyadari hal serupa dan mengutarakannya padaku.

Lantas, kenapa gadis ini begitu bersikap acuh terhadapku?

Entahlah, namun aku jadi mulai senang memperhatikannya. Mengamatinya dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Jae In tidak seperti gadis-gadis yang berusaha tampil mencolok disekolah ini. Ia tidak menggunakan bulu mata palsu anti badai –sepertinya- dan lipgloss, atau cat kuku. Rambutnya dibiarkan terurai menutupi wajah ketika ia menunduk, mengerjakan soalnya dengan serius meski sesekali membetulkannya. Atau lebih parah, ia menjambak poninya hingga ke belakang, Kasihan sekali. Sepertinya semua orang disini begitu stress dengan soal-soal kurang ajar ini. Aku sendiri, hanya dapat menjawab sekitar lima dari tiga puluh soal. ~Wow.

Tenang saja, sebentar lagi Jungkook akan menyerahkan kertas ulangannya padaku atau jika tidak, ia tidak boleh masuk tim futsalku di pertandingan selanjutnya. Atau, aku akan merampas makan siangnya, dan masalah terpecahkan.

_________

Jae In’s POV

.

Baiklah, hebat sekali. Semua orang sudah selesai mengerjakan remedial dan aku menjadi orang terakhir yang tersisa di kelas ini. Tuan Bong membuatku merasa bodoh dengan mengawasiku sepanjang waktu. Ia pikir aku akan menyontek pada siapa? Idiot sekali. Pada akhirnya kuberikan saja lembar jawaban terkutuk itu seadanya, aku tidak peduli jika hasilnya E atau lebih buruk dari itu. toh  Ia tidak akan mengerti alasanku kesulitan dalam mengerjakannya.

Ya, Pertama, aku memang sudah bodoh jika ini mengenai not balok.  kedua, kejadian di kafetaria membuyarkan segalanya sehingga diam-diam aku menahan tangis. Lalu kemudian, Aku menolak tawaran Chanyeol menyalin jawaban miliknya yang didapat dari hasil mencontek (nista sekali anak itu,)  dan alasan terakhir yang membuatku sulit berfikir adalah, aku benar benar lapar. Lagi- lagi aku melewatkan makan siang karena –ya, kau tahu.

Setelah meninggalkan kelas seni musik, aku memutuskan menuju ke kafetaria, dengan sedikit harapan masih ada makanan yang bisa kubeli untuk sekedar mengganjal perut. Namun kenyataannya tempat itu benar-benar sepi. Tida ada pengunjung, tidak ada asap yang mengepul seperti ketika jam istirahat berlangsung.

Aku melirik jam tangan, 04.15. pantas saja,

“Ahjussi, apa kau masih punya roti atau apapun?”  Aku bertanya pada seorang Ahjussi yang terlihat sedang mengepel lantai di salah satu counter.

“Sayang sekali, tidak ada makanan tersisa di dapurku selain sup lobak. Apa kau mau?” jawabnya ramah. Bahuku melemas seketika,

“kalau begitu tak apa Ahjussi. aku.. tidak suka sup lobak, Kamsha hamnida, maaf mengganggumu.” Aku membungkuk lalu pergi darisana, berjalan dengan gontai seperti seorang zombie yang terserang anemia. Merutuk dalam hati mengapa hari ini begitu dipenuhi kesialan. Dan ketika aku belum sempat mencapai pintu keluar, seseorang berdiri disana. Menyandarkan tubuh jangkungnya yang memblokade jalanku.

“Aish! Apa yang kau lakukan disini?” aku memutar bola mata,

“Mengikutimu,”

Aku tidak mengerti apa maksudnya, namun saat ini aku benar-benar tidak ingin berbicara dengan siapapun

“hh..menyingkirlah. aku mau pulang” ujarku malas sambil mengibas-ibaskan tangan. Karena ia berpura-pura tuli dan tidak juga menyingkir, aku menabraknya dan segera pergi dangan langkah terburu-buru.

“Hei, Yoon Jae In, tunggu!” Tanpa kuduga Chanyeol mengejarku hingga kami tiba di lapangan sekolah, ia mengikutiku dari belakang dan terus-terusan berteriak.

“Apa kau tidak ingat!?, kau satu toilet denganku kemarin!”

T^T astaga, apa yang barusaja ia katakan!

Sebelum ia berbicara macam-macam lagi, aku berbalik dan menyentakkan kaki.

“Berhentilah bicara seperti itu! Kau membuatnya kedengaran seperti, kita ini benar-benar berbagi toilet.! Kau menyebalkan! Memalukan!” aku mengacungkan jari telunjukku di depan wajahnya sambil menunduk. Berusaha menyembunyikan wajahku yang pasti sudah merah padam saat ini.

Dan tiba-tiba saja,

Greb!

Aku mengangkat wajah, menatap mata itu dengan tatapan waspada.

Chanyeol menggenggam pergelangan tanganku, ia lalu menurunkannya dengan perlahan seraya menarik sudut bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman.

Ia menghela nafas, “Kau tidak perlu seperti itu. Aku hanya ingin meminta maaf,” Chanyeol memasukkan tangannya kedalam saku jas.

“U..untuk apa?” tanyaku kebingungan. Merasa ada yang aneh dengan tatapannya, nada bicaranya.

“untuk yang kemarin, ya.. aku tahu itu salahmu masuk kedalam toilet pria,” tiba-tiba saja, Chanyeol kembali kedalam wujud aslinya (-,-) ia tersenyum salah tingkah dengan wajah cengengesan itu lagi.

“Tapi, aku ingin meminta maaf karena sepertinya aku membuatmu takut kemarin,”

Ya! Kau bahkan membuatku takut hingga saat ini Park Chanyeol!

“Oh, kau mungkin belum mengenalku. Park Chanyeol imnida. Kelas dua-tujuh.”

“Ya, ya! Aku tahu kau Park Chanyeol! Kau sudah mengucapkannya sebanyak dua kali,”

Kami terdiam. Keheningan mulai terasa selama beberapa detik sebelum aku sadar bunyi perut laparku akan ketahuan kalau keadaannya terus begini.

“ngomong-ngomong Aku sudah memaafkanmu, aku pulang sekarang, ne?”

“Tidak bisa!”

“Apa lagi!?” untuk kedua kalinya, Chanyeol mencegahku untuk cepat pulang.

“kau harus menerima permintaan maafku dulu,”

“mwo? Kau mau memberiku kupon belanja?”

Namja itu tertawa renyah. Tanpa menghiraukan perkataanku ia mulai membuka dan menggeledah isi tasnya. Aku dapat melihat sepasang sepatu olahraga serta kaus lusuh yang terjejal disana, dari tumpukan benda-benda itu ia menarik sesuatu. Sebuah bungkusan dari bahan beludru berwarna pink,

“Tadaaaa..!!!” ia mengangkat dan menggerak-gerakkan benda itu didepan hidungku.

Plak!

“Jangan terlalu dekat, bodoh! Kau hampir mengenai wajahku!”

Chanyeol lagi lagi menunjukkan seringai lebarnya.

“Eomma membuat menu spesial hari ini, tapi.. aku belum sempat memakannya”

Jadi itu berisi kotak makan siang. Dan, Apa Chanyeol semacam cenayang? Atau wajahku ini memang terlihat sangat lapar?

Ah ya, aku lupa kalau dia mengikutiku ke kafetaria tadi.

“Lalu?” ucapku, berpura-pura tidak peka.

“Tentu saja, temani aku makan, ne? Bagaimana?”

‘Bagaimana’ bukan pertanyaan yang ingin aku dengar, karena itu berarti aku harus memilih antara iya atau tidak. Tapi jika aku mengatakan ‘ya’ rasanya begitu memalukan, namun disisi lain, ‘menu spesial’ kedangaran begitu menggoda.

  1. . paksa aku Park Chanyeol.

“baiklah.. aku tidak akan memaksa kali ini”

Aigoo~ menyebalkan sekali

“Jika kau tidak mau me-“

“Sudah, sudah! Jangan banyak bicara, aku pusing mendengarnya” sergahku seraya mengambil kantung itu dari tangannya. Chanyeol sedikit terkejut, lalu seperti biasa ia tersenyum lebar, memamerkan sederetan gigi putihnya. Aku menghela nafas lega karena sepertinya orang ini tak menyadari bahwa aku sedang menyembunyikan rasa gugup.

“Jadi.. kita akan makan dimana?” tanyaku sambil berjalan kesana-kemari.

“Ah, disana!” Chanyeol menunjuk ke arah kursi penonton, lalu tanpa basa-basi menggamit lenganku. Aku berusaha melepaskannya, -Bin Rae pasti tidak suka melihat ini- tapi Chanyeol mengacuhkan omelanku, menyeretku hingga kami tiba di baris ketiga kursi penonton yang sepi dan duduk disana dengan sekotak makan siang di antara kami.

___________

 

Aigoo… kau memang sedang lapar rupanya,” Chanyeol menopang dagu, memperhatikan Jae In yang tengah melahap isi kotak makan siangnya yang tinggal separuh. Gadis itu berhenti mengunyah dan menengok pada Chanyeol.

Waeyo? Apa kau keberatan? bukankah kau ingin aku menerima permintaan maafmu?!” ujarnya kesal pada Chanyeol. Namja itu hanya bisa tertawa melihat Jae In memarahinya dengan keadaan mulut yang penuh.

“Kunyah dulu makananmu sebelum marah-marah,” Chanyeol menegakkan badan. Meregangkan tubuhnya yang terlalu lama duduk dalam keadaan membungkuk. Namun, matanya tak pernah lepas dari setiap gerak-gerik gadis itu. -Cara berbicara, cara mengunyah, serta cara Jae In mendorong bahunya ketika ia beberapa kali meminta gadis itu untuk menyuapinya sepotong cumi-cumi-

Entahlah, meskipun tak pernah sedikitpun terpikirkan, baginya gadis itu mempunyai daya tarik sehingga Chanyeol seakan tak bosan memandanginya.

“Yoon Jae In, apa.. kau habis menangis?” Akhirnya, dengan segenap keberanian Chanyeol mengatakan apa yang sejak tadi disadarinya, yaitu tonjolan di sekitar kantung mata Jae In yang membengkak serta sudut-sudut mata yang memerah.

Jae In melambat, mengunyah nasinya dengan perlahan dan tertegun dengan pertanyaan Chanyeol yang begitu tiba-tiba.  Namja itu bergeser secara spontan ketika melihat aura muram disekitar wajah Jae In.

“J-jangan dulu marah, aku.. hanya menebak,” desisnya,  seraya melindungi diri sebelum Jae In kembali melayangkan pukulan-pukulan kecil mematikan dibahunya.

Namun, gadis itu tidak benar-benar memukulnya, ia mendorong pelan Chanyeol sambil tertawa kecil.

“Tentu saja tidak, lagipula kenapa kau berpikiran seperti itu?” Jae in menjawab dengan kikuk. Dipotong-potongnya kentang dalam kotak bekal hingga menjadi beberapa bagian kecil. Mencampurnya dengan sesendok nasi yang kemudian masuk kedalam mulutnya dalam porsi besar.

“Kau tahu? Jika seseorang sedang bersedih, sebisa apapun ia mengelak.. itu akan terlihat di wajahnya,”

Jae In terdiam selama beberapa detik. Mencoba tak merenungkan apa yang barusaja dikatakan Chanyeol dan kembali menyendok nasi dalam ukuran besar, melahapnya dengan terburu-buru.

Pria itu menunggu tanggapan Jae In seraya melayangkan pandangan ke depan, ke arah lapangan luas yang terasa sunyi di sore hari seperti ini.

“Apa kau sedang terlibat masalah?” tebaknya,

Entah karena kekenyangan atau perkataan Chanyeol yang menohoknya, Jae in mengernyit, merasakan suatu sensasi yang sama ketika ia melihat Sehun di kafetaria. Rasa pengap yang menyelusup kedalam paru-parunya. Ketika Jae In benar-benar merasa tertekan.

‘Hentikan.. Chanyeol,’ ia memohon dalam hati.

Perutnya tak lagi merasakan lapar, namun Jae In berusaha mengalihkan pikiran itu dengan suapan demi suapan nasi yang dipaksakan. Mengunyahnya dengan perasaan ingin muntah serta kerongkongan yang seakan tersumbat. Dan tanpa diminta, sebulir air bening menetes dari pelupuk matanya yang memberat. Diikuti bulir-demi bulir lainnya yang jatuh secara konstan dan tak terkendali, dalam sedetik air mata membasahi kotak makan siang Chanyeol. Membuat makanan dimulut Jae In terasa asin,

Jae In tidak tahan lagi, ia mulai terisak

“Omo! Yoon Jae In, k-kau.. j-jangan menangis, kumohon. Maafkan aku,” Chanyeol menengok dan begitu panik ketika melihat gadis disampingnya tahu-tahu sudah menangis. Ia menepuk bahu Jae In hati-hati.

“Maafkan aku, aku tidak bermasud, sungguh. Mianhae, ya,ya?” ujar Chanyeol memohon, ia kemudian berlutut dihadapan Jae In sambil berusaha meyakinkan gadis itu dengan wajah penuh penyesalan.

Kepanikan Chanyeol bertambah ketika Jae In tak memberinya jawaban, air matanya tak berhenti berjatuhan dan isakannya semakin kencang, persis seperti tangisan seorang anak kecil yang kehilangan mainannya.

“Jae in-ya..”

“Cukup Chanyeol..hiks.. ini..hiks..ini bukan salahmu..hiks” ujarnya sesenggukan, berusaha menutupi wajahnya yang basah oleh air mata

“Tidak, aku menyinggungmu, maafkan aku. Aku tidak akan bicara lagi, oke?”

“Sudahlah, a-aku.. aku sudah tak apa, menyingkirlah, hiks”  Jae In berusaha tertawa, ia meminta Chanyeol untuk berhenti berlutut seperti itu.

Chanyeol menatap Jae In selama beberapa detik dengan tatapan tidak yakin, namun pada akhirnya, ia beranjak kembali ke tempat duduknya. Kembali memperhatikan gadis itu dari samping dalam diam, Melihat air matanya mengalir perlahan.

.

.

.

Sore itu, keduanya menghabiskan  menit demi menit dalam kekosongan. Tak ada apapun selain warna jingga langit, Lapangan basket yang hening, serta suara isakan tertahan yang terdengar lirih di telinga Chanyeol. Namja itu benar-benar berhenti bicara, ia menyandarkan diri pada kursi dan menyangga kepala dengan kedua tangannya. Menerawang jauh pada langit dengan sedikit awan yang menggantung.

“menangislah,” bisiknya pelan.

“Jika itu bisa membuatmu lebih baik,”

____________

 

Malam itu, jalanan kota Seoul seramai biasanya. Namun Chanyeol tak dapat membiarkan gadis yang baru ia kenal itu pulang sendirian. dengan sedikit paksaan, Jae In akhirnya bersedia masuk kedalam mobil Chanyeol. Ia sedikit tidak percaya bahwa pria berpenampilan seperti Park Chanyeol mengendarai sebuah mobil ke sekolah. Namun ia benar memilikinya, sebuah cadillac hitam yang nampak masih baru.

Tak ada percakapan selama perjalanan. Chanyeol menyetir mobilnya dengan fokus, atau mungkin, ia memikirkan apa yang barusaja dialaminya hari ini.  Terkadang ia menengok dalam beberapa detik, melihat wajah terlelap gadis disampingnya dalam gelap. Wajahnya begitu polos, dan.. ia manis, begitu pikir Chanyeol. -Dibalik cara bicara dan tingkah gadis itu yang memang agak menyebalkan-.

Dan disaat yang sama, sebuah perasaan bersalah menyelusup kedalam hatinya.

Ia sedikit ragu,

“Hey..Yoon Jae In, bangunlah,” Chanyeol mengguncang perlahan bahu Jae In, ia telah sampai di tempat yang telah diberitahukan Jae In sebelumnya. Sebuah pertigaan di dekat kedai makan yang cukup terkenal itu. –Junjee tower-.

Jae In menggeliat, merasakan sentuhan Chanyeol yang semakin kencang membangunkannya.

“Bangunlah, kita sudah sampai,”

“Umm.. oke,oke, tunggu.”  Gadis itu mengucek-ngucek matanya.

“Dimana kita?”

“pertigaan rumahmu,”

“Oh,ya! tentu saja! , aku harus pulang.”  Jae In cepat-cepat bangkit dengan wajah mengantuk seraya merapikan diri. Dan ketika ia membuka pintu untuk keluar, ia berbalik sejenak.

“Hey Park Chanyeol..” tengoknya, ia melontarkan pandangan curiga pada pria itu.

“mwo?”

“Kau.. tidak melakukan apapun ketika aku tidur ‘kan?”

Chanyeol mengendurkan bahunya, “Aigoo.. kau ini, tidak berhenti berpikiran buruk terhadapku,” Ia kemudian tertawa seraya mengusap-usap keningnya.

“Kau sudah benar-benar mengecapku sebagai laki-laki mesum rupanya, haha”

“Ya! Kau mengakuinya sendiri! Dasar bodoh,” Jae In balik mengejek seraya menjulurkan lidahnya.

“Tapi.. jujur saja, aku sedikit teripikirkan untuk-“

BUGH!

“hentikan pikiran busukmu!, dasar kau namja yadong!” Jae In menampar Chanyeol dengan sweaternya. Pria itu berusaha menghindar tanpa berhenti tertawa.

“sudahlah Chanyeol, Aku akan menghajarmu lain kali,” Jae In berkacak pinggang setelah keluar dari mobil, Chanyeol melongokkan kepala dari dalam.

“aku pulang, gomawo ne,” gadis itu membungkuk kemudian berlalu. Berbelok ke arah samping bagunan tinggi Junjee Tower dimana terdapat sebuah jalanan kecil berkelok-kelok menuju rumahnya.

Chanyeol telah kehilangan bayangan gadis itu, ia menyandarkan tubuhnya, menghela nafas berat  seraya  mencari sesuatu dibalik saku jasnya.

.

.

“Jongin,”

“Berhentilah menghubungiku,”

..

“ Apa kau pikir aku dapat mengangkan telponmu didepan gadis itu!?”

“Ya, ya.. gadis itu memang agak sulit,”

Chanyeol bersandar pada kursinya, menghembuskan nafas berat.

“Tapi kurasa..

 

aku akan berhasil,”

 

—–To be Continued——

 

_________

 

Yosh! Bagaimana chapter 3 nya? Apakah sesuai dengan ekspektasi kalian? Apakah memuaskan? Apakah ini harus dilanjutkan?  ~Maapin yah kalo jelek + gak jelas, apalagi endingnya sangat aneh dan ketauan kalo author udah males nulis, wkwk. oh iya. Buat chicken soup yang bisa menenangkan jiwa itu pasti rada ga penting haha :D tiba-tiba saja  author inget judul buku ‘Chicken Soup For Soul’.  Buat yang sudah pernah baca pasti tahu ~ dan author mau bilang sama kalian apapun yang Sehun lakukan di chapter ini dan chapter-chapter sebelumnya, author mohon kalian maafin sehun karena dia  itu bias author hiks :”) sehun gak jahat kok asli, dia cuman polos ._.  yah, itu aja. pokoknya ‘thanks for read and leave a comment!’ Bye bye!!! See ya on the next chapter!

 

 

 

 

 

 

 


Cry-Cry (Chapter 2)

$
0
0

cry-cry-choi-yura

Poster: Harururu98 by http://cafeposterart.wordpress.com

Title: Cry-Cry

Author: Choi Yura

Cast:

– Xi Luhan

- Choi Yura

- Oh Sehun

Genre: Romance,Family,Sad(MAYBE), Angst.

Rated: PG 16

Length: Chapter.

kalau mau lihat ff ku yang lain… kunjungi aj http://fishytelekinetics.wordpress.com

Summary: Pengusaha muda yang kaya raya mengasuh seorang gadis kecil yang memiliki status yatim piatu akibat keluarga yang ia miliki satu-satunya meninggal akibat tuduhan pemuda nan kaya itu pada ayah gadis yang kini telah di asuhnya. Pemuda itu mengasuh gadis itu hingga gadis itu beranjak dewasa, dan membuat gadis itu memililiki perasaan yang lebih pada pemuda yang sering di panggilnya ajeossi. Suatu ketika takdir juga mempertemukannya dengan rekan kerja ayahnya yang juga merupakan pengusaha muda seperti pemuda yang di panggilnya ajeossi itu.

“Sulit sekali mempercayai suatu hal. Terlebih lagi mempercayai seseorang yang baru saja kita kenal. Namun hati ini tidak bisa di pungkiri, hati ini selalu yakin bila lelaki yang bersama ku sekarang ini adalah lelaki yang sangat menyayangiku.”

**

Ini ff terinspirasi dari MV T-ara yang cry cry dan lovey dovey. Tapi aku hanya 20 persen terinspirasinya dari MV itu dan selebihnya benar-benar murni hasil pemikiranku sendiri. Karena aku males nyari judul yang pas, akhirnya aku pakai aja judul asli lagu t-ara yang cry-cry. Lagian kalo aku bikin judul ff yang terlalu bisa di tebak cerita kedepannya. Kayaknya gak seru juga, ya udah deh aku masang judul yang benar-benar susah di tebak dan gak terlalu menyangkut ke jalan ceritanya… Semoga kalian suka. Dan ff ini murni dari pemikiranku. Kalau ada kesamaan dalam cerita jangan salahkan aku karena akupun belum pernah baca ff yang ceritanya kayak gini.

DON’T BASH.

DON’T PLAGIAT.

HAPPY READING……..

**

Yura POV.

Seperti ada sinar yang sedang menusuk kedua mataku yang masih terpejam dengan sempurna. Ya, kini aku tau sinar matahari tengah menyapa pagiku. Aku menggeliat, melebarkan kedua tanganku keatas untuk merenggangkan otot-otot tanganku. Perlahan-lahan ku buka kedua manik mata ku dan mengerjapkannya beberapa kali. Menstabilkan penglihatanku yang masih terasa mengabur. Kutatap langit-langit kamar yang terasa asing dan bahkan tak pernah menyapa setiap pagiku. Ternyata baru ku sadari, aku masih di kamar Luhan ajeossi.

Ku balikkan kepalaku ke samping kanan dan ternyata Luhan ajeossi sudah tak ada lagi di sampingku. Aku mengambil jam weker yang berada di nakas kecil yang terletak di samping kasur. Betapa terkejutnya aku saat jam sudah menunjukan setengah tujuh pagi.

“APA? Sudah jam segini?” Dengan sigap aku menyingkirkan selimut yang membalut tubuhku dan dengan cepat berlari ke luar kamar Luhan ajeossi dan ingin ke kamarku yang berada di sebrang kamarnya.

Namun, langkahku terhenti saat ingatanku langsung ke pada Luhan ajeossi. Di dalam pikiranku aku masih bertanya-tanya kemana dia? Dan kenapa dia tak membangunkanku? Meskipun bukan dia yang membangunkanku setiap pagi, tapi aku tau jika dia selalu menyuruh pembantu kami yang sudah ku anggap seperti ibuku. Ya, Han ajumma wanita paruh baya yang sudah lama mengabdi pada Luhan ajeossi bahkan sebelum aku tinggal bersama Luhan ajeossi. Bahkan dia juga ikut dengan kami selama  4 tahun kami tinggal di Jepang dan  Luhan ajeossi selalu menyuruh Han ajumma untuk membangunkanku setiap pagi-pagi buta, agar aku tidak pernah terlambat ke sekolah. Tapi aku bingung, tumben sekali Han ajumma tak membangunkanku. Aku berjalan mendekati tangga dan menundukkan kepalaku ke bawah. Melihat situasi ruangan lantai satu. Tak ada tanda-tanda kehidupan saat aku melihat situasi lantai satu dari atas lantai dua. Akhirnya, aku memutuskan turun dan menuju ke dapur. Kulihat Han ajumma sedang bergelut dengan peralatan masaknya di dapur. Han ajumma sedang memunggungiku sepertinya dia tidak tau jika aku berada di belakangnya.

“Han ajumma! Luhan ajeossi dimana?” Tanyaku kepada Han ajumma.

Sepertinya Han ajumma  terkejut. Tampak dia mengedikkan bahunya sekali dengan gerakan cepat saat aku memanggilnya dan langsung bertanya keberadaan Luhan ajeossi. Dia membalikan badannya dan terlihat jelas Han ajumma memasang raut wajah aneh saat kutanya seperti itu. Wajahnya mengisyaratkan kecemasan dan dia juga menggigit bibir bawahnya.

“Ergh…. Tuan Luhan….. se-dang a-da tu-gas di Hongkong, nona.” Jawabnya dengan terbata-bata dan juga dengan raut wajah cemas. Setelah mengatakan pernyataan yang paling ku benci itu, dia menundukkan wajahnya dan meyembunyikan rasa bersalahnya. Dia selalu merasa bersalah saat dia mengatakan jika Luhan ajeossi pergi. Karena dia juga tau jika Luhan ajeossi sering sekali pergi ke luar negri tanpa berpamitan kepadaku.

Bibirku terasa keluh. Mataku terasa perih. Pasti aku yakini, kini mataku sudah memerah karena sedang membendung bulir bening yang sebentar lagi akan keluar. Aku selalu seperti ini jika Luhan ajeossi selalu pergi tanpa berpamitan padaku. Bulir bening ini tak dapat ku bendung lagi, dengan perlahan bulir tak berbentuk ini jatuh di pelupuk mataku. Dengan cepat aku tersadar jika Luhan ajeossi selalu seperti ini. Dia selalu meninggalkanku tanpa berpamitan padaku. Aku membalikkan badanku dan berlari menaiki anak tangga yang akan mengantarkanku ke lantai dua dan juga mengantarkanku ke kamarku.

“NONA! KAU MAU KEMANA?” Panggil Han ajumma dengan suaranya yang tinggi.

Tapi aku tetap tak menghiraukannya dan makin mempercepat langkah lariku. Aku yakin jika dia tau kalau aku sedang sakit hati karena aku selalu bersifat kekanakan jika Luhan ajeossi tidak berada di sampingku. Aku selalu merajuk jika Luhan ajeossi selalu merahasikan sesuatu. Apalagi tentang kepergiannnya ke luar negri untuk mengurus proyek kerjasama perusahaannya dengan perusahaan Negara lain.

BRAKKK…

Aku membanting pintu dengan kasar dan menelungkupkan badanku di atas kasur dengan kasar. Tangisanku pecah. Isakanku semakin keras. Kutenggelamkan wajahku di atas bantal dan terisak dengan wajah yang tertutupi oleh bantal. Aku meredamkan isakanku yang makin menjadi di atas bantal.

**

Ku langkahkan kakiku untuk keluar kamar. Namun aku tak langsung ke luar kamar. Ku intip situasi luar kamarku dengan mataku yang masih sembab dan dengan cara menyelipkan kepalaku di sela-sela pintu yang tidak terbuka lebar.

Sepi. Itulah yang tergambar di lantai dua rumah ini. Meskipun ini hariku untuk bersekolah tapi aku tidak mau sekolah. Aku masih merasa sakit hati dengan perlakuan Luhan ajeossi yang selalu seperti  itu. Baru saja semalam dia kembali ke Korea, namun kembali lagi meninggalkanku seorang diri di sini. Aku menghela napasku dengan kasar dan berjalan dengan santai untuk keluar kamar. Perutku terasa lapar maka dari itu aku memutuskan keluar kamar dan membatalkan sebentar acara mengurung diri. Kenapa tadi aku menolak makanan yang di antarkan Han ajumma. Tapi aku tidak ingin menyerah begitu saja, aku masih marah kepada semua orang yang berada di rumah ini. Itulah sifat kekanakanku. Namun Luhan ajeossi selalu mengerti sifatku. Jika dia sudah kembali pasti amarah yang ingin ku tuangkan lenyap begitu saja karena tertutupi oleh rasa rinduku yang teramat dalam.

Saat aku sudah turun tangga dengan sempurna. Kulangkahkan kakiku menuju dapur. Samar-samar aku mendengar Han ajumma sedang berbicara di dalam dapur. Ku hentikan langkahku untuk tidak terlalu dalam memasuki dapur. Tadinya aku berniat ingin kembali kekamarku. Tapi ku hentikan niatku itu.

“Tuan Luhan, Nona Yura tidak mau sekolah. Dan dia juga tidak keluar kamar dari tadi pagi. Bahkan nona belum makan dari tadi pagi. Huh? Biarkan saja? Bagaimana jika nona sakit? Saya tau jika nona selalu bersifat kekanakan. Tapi bukankah tuan sangat menghawatirkan keadaan nona? Kalau boleh saya memberikan masukan seharusnya tuan berpamitan ke pada nona. Agar nona tidak selalu begini setiap tuan pergi. Saya tau jika tuan tidak ingin melihat raut wajah kesedihan nona jika tuan berpamitan dengannya. Tapi saya yakin tuan, nona sudah dewasa pasti dia akan mengerti jika tuan ada pekerjaan di luar negri. Baik tuan, Saya akan menyampaikan kalau tuan akan pulang besok lusa. Saya selalu tau jika anda sangat menyayangi nona. Saya akan menyampaikan semua pesan dari tuan kepada nona. Mungkin dengan ini nona mau makan dan berhenti marah. Anda akan mengajaknya liburan jika anda kembali ke Korea? Ya tuan baik. Jaga kesehatan anda tuan.” Setelah memutuskan sambungan teleponnya, Han ajumma membalikan badannya dan ingin menghadapku yang berada di belakangnya dengan jarak yang lumayan jauh darinya.

Namun, dengan cepat aku meninggalkan dapur dan kembali menaiki tangga dan menuju kekamarku. Pikiranku masih bergelut dengan apa yang ku dengar tadi. Terdengar sangat jelas jika Han ajumma sedang berbicara dengan Luhan ajeossi lewat sambungan telepon. Tapi aku sudah memantapkan hatiku untuk tidak terpengaruh dengan rayuan Luhan ajeossi kalau saja Han ajumma menyampaikan semua pesan Luhan ajeossi yang sudah ku dengar tadi. Aku yakin semua pesan Luhan ajeossi hanya menghiburku saja. Dia tak pernah berbicara langsung tentang semuanya kepadaku, kalaupun dia pernah berbicara langsung tapi raut wajahnya tak pernah meyakinkanku maka dari itu aku selalu meragukannya.

Aku kembali mengurung diri di kamarku. Ku hempaskan tubuhku di kasur king sizeku. Tak lama aku membaringkan tubuhku sudah terdengar suara ketukan yang kuyakini ketukan dari Han ajumma.

Tok tok tok.

Aku tak menghiraukan ketukan itu. Ku pejamkan kedua mataku untuk berusaha menulikan pendengaranku. Namun terdengar suara knop pintuku yang terdengar di putar. Dengan sigap ku tarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhku. Langkah derap kaki terdengar perlahan mendekatiku.

“Nona,” Suara yang familiar merangsang pendengaranku.

“Apa nona sedang tidur?” Sekarang Han ajumma sudah mendudukan tubuhnya di tepi tempat tidurku.

“Sebaiknya nona bangun dan makan. Saya sudah menyiapkan makanan di meja makan. Pasti nona laparkan karena belum makan dari tadi pagi?” Tanyanya, terdengar nada cemas dari setiap perkataanya.

Tanpa menjawab pertanyaannya ku singkirkan selimut yang membalut seluruh tubuhku. Aku langsung bangkit dari tidurku dan melewatinya begitu saja. Yang ku tau dia bangkit dari duduknya dan mengikutiku dari belakang.

Saat sudah berada di ruang makan, aku melihat meja sudah di penuhi makanan berat. Sudah ada beberapa lauk pauk di atasnya. Segera aku mengambil posisi nyamanku untuk duduk. Seperi biasa, jika aku sedang makan sendirian di ruang makan. Han ajumma pasti selalu mengurusku dengan teliti. Di ambilkannya piring yang sedang dalam ke adaan telungkup di depanku dan diambilkannya nasi dan beberapa lauk pauk untukku. Setelah sudah terisi piringnya dengan nasi dan lauk pauk, dia langsung menaruhnya di hadapanku.

“Nona, Tuan Luhan sangat mencemaskanmu. Tuan titip salam pada nona. Kata tuan, tuan sangat menyayangi nona. Beliau tidak ingin nona sakit. Dan tuan akan pulang besok lusa. Jika tuan pulang nanti. Tuan ingin mengajak nona jalan-jalan kemanapun yang nona mau.”

Aku tertegun dengan penuturan Han ajumma dan aku juga tidak bisa membohongi jika hatiku tertawa bahagia dengan pesan Luhan ajeossi. Tapi aku berpikir kembali, Luhan ajeossi selalu seperti ini jika aku sedang marah. Aku tidak mau menjadi gadis yang tidak punya pendirian. Aku hanya berdehem menyahut perkataan Han ajumma. Dengan gerakan lambat aku menyuapkan makanan itu kedalam mulutku.

**

“Apa kau sedang ada masalah?” Jang Mi bertanya dengan nada yang terdengar memelas.

Dari tadi pagi aku datang. Aku selalu memasang wajah tak bersahabat padanya. Wajahku terlihat murung dari tadi pagi seperti tidak ada semangat hidup dalam diriku. Seperti inilah aku jika di tinggal Luhan ajeossi. Seperti orang yang linglung. Kini kami berada di kelas yang terdengar ricuh karena kelas kami tidak ada guru yang masuk dan mengisi kelas.

Aku hanya melemparkan senyum simpul kepadanya agar meyakinkannya jika aku ini tak mengenaskan sekali di matanya.

“Kalau kau masih seperti ini. Bagaimana jika kita ke Mall saja.” Rayu Jang Mi denga kedua sudut bibirnya yang tertarik lebar menampakan deretan giginya yang rapi.

“Ayolah. Ayo.” Kini kedua genggaman tangannya tengah mengguncang lenganku.

Sepertinya tidak ada salahnya jika aku menuruti ajakannya.

“Semalam kau tidak datang dan sekarang sifatmu sudah berubah Sembilan puluh derajat.” Keluhnya.

Aku melemparkan padangan ku kesamping. Melihat Jang Mi yang duduk di sampingku. Sekarang dia tampak terlihat kesal dengan bibir yang mengerucut ke depan.

“Baiklah.” Jawabku datar dan dengan senyum terpaksa.

“Benarkah? Baiklah pulang sekolah kita akan ke Mall.” Tawa renyahnya terdengar menggemah di telingah kananku. Karena jarak duduk kami yang dekat.

**

Setiap mataku memandang hanya ada baju pria yang tertangkap oleh indra penglihatanku. Jang Mi sedang sibuk bergelut dengan baju-baju kemeja lelaki yang menggantung dengan rapinya di setiap sisi ruangan. Tokoh yang kami seinggahi adalah tokoh khusus untuk menjual baju pria. Tokoh yang besar nan mewah yang berada di departerment store yang sekarang kami pijak.

“Kau ingin membeli baju untuk kekasihmu?” tanyaku yang berdiri di sampingnya tanpa berminat untuk menyentuh barang-barang yang ada di sana.

“Tidak. Aku membeli ini untuk ayahku yang sebentar lagi akan berulang tahun.” Ujarnya dengan nada riang.

Sekali lagi aku harus mendengar kata ayah. Kenapa dia mesti mengingatkanku kepada seseorang yang telah meninggalkanku untuk selamanya. Mendengar kata ayah membuatku harus mengingat kembali ayahku. Aku tertegun. Mataku terasa perih. Tapi tak bisa ku pungkiri aku merindukan ayahku. Tanpa sadar bulir bening yang selalu saja keluar dari manikku kini kembali keluar. Aku mengangis dalam diam. Sepertinya Jang Mi tidak tahu jika manikku sudah mengeluarkan bulir bening. Dengan gerakan cepat aku menyekanya.

“Aku ke ke toilet dulu ya.” Pamitku kepada Jang Mi sebelum dia mengijinkanku aku sudah beranjak dan meninggalkannya. Terdengar dia memanggilku, namun tak ku hiraukan. Aku terus saja berlari kecil meninggalkannya.

Aku sudah berada di toilet dan aku bercermin didepan kaca besar yang berada di toilet. Tak ada orang lain di sini selain diriku, jadi aku puas mengeluarkan bulir bening yang aku rasa bisa menenangkan hatiku jika aku menangis.

Saku jas sekolahku terasa bergetar. Ku masukan tanganku ke dalam saku jasku dan ku ambil benda persegi itu. Di layar itu terdapat nama Luhan ajeossi. Sekarang aku yakin, jika sekarang ini dia akan menanyaiku karena sesudah dia pergi dia akan memberi kabar dan merasa khawatir padaku.

“Apa sekarang kau sudah pulang sekolah dan makan malam?” Tanyanya dalam pesan singkat yang di kirimnya.

Tanpa berminat membalasnya aku langsung menghapus air mataku dengan kasar. Apakah dia tidak tau jika sekarang ini aku sedang merindukan keluargaku. Aku merindukan ayah dan ibuku apalagi di tambah dia tidak ada di sini untuk menghiburku jika aku sedih. Sekarang getaran panjang bergetar di ponselku yang berada di genggamanku. Dan tertera nama Luhan ajeossi. Pasti dia akan menanyaiku kenapa aku belum pulang hingga malam seperti ini. Aku yakini jika tadi dia menanyai keadaanku ke pada Han ajumma. Karena selalu seperti ini jika dia tidak ada. Meskipun dia terlihat acuh padaku tapi dia sangat mencemasiku saat aku tidak berada di sampingnya.

“Ajeossi, kau benar-benar menyebalkan.” Ucapku pada layar ponsel yang masih bergetar itu.

Aku tidak ingin mengangkatnya agar Luhan ajeossi tau jika aku sedang marah terhadapnya dan biar dia juga tau jika aku marah tidak akan sebentar seperti yang dulu-dulu.

Aku menghembuskan napasku kasar dan dengan langkah lebar aku keluar dari toilet. Kini aku sudah sempurna keluar dari toilet. Saat aku tidak begitu jauh meninggalkan toilet. Tiba-tiba saja tubuhku terasa sakit, tanpa sadar ponsel yang berada di genggamanku terhampas dengan kasar ke lantai. Tubuhku terasa seperti menabrak benda yang menjulang tinggi. Ini salahku seharusnya aku tidak berjalan sambil menundukan kepalaku.

“Ponselku.” Dengan cepat aku berjongkok dan melihat miris poselku yang berantakan.

Tapi aku bingung harus mengambil ponsel yang mana karena kini ada dua ponsel putih yang berserakan. Karena kedua ponsel itu baterainya sudah terlepas dari badan benda persegi itu.

Aku mengambil ponsel dengan asal. Dan tanpa sadar kedua manikku bertemu dengan manik mata yang terasa asing di penglihatanku. Benda yang ku tabrak tadi ternyata sesosok pria yang sedang berjongkok di hadapanku, kami sama-sama mengutip benda persegi yang berserakan di lantai ini. Kedua maniknya menatapku lekat, tapi aku langsung membuang pandanganku kearah lain dan segera bangkit setelah mengambil ponselku yang berserakan. Aku membungkuk memberi hormat kepadanya yang kini sudah berdiri di hadapanku.

“Maaf.” Aku langsung berjalan mendahuluinya dan pergi dari situ.

Aku berjalan ke tokoh baju pria. Pasti Jang Mi sedang mencariku. Ku edarkan pandanganku mencarinya di dalam tokoh itu. Tak berapa lama aku menemuinya yang sedang membayar belanjaannya di meja kasir. Saat dia membalikan badan, dengan segara aku melambaikan tanganku untuk memberitahunya jika aku sudah kembali dari toilet.

“Kenapa kau lama sekali?” Tanyanya dengan nada yang terdengar kesal dan terlukis jelas kini wajahnya sedang kesal.

“Maaf. Tadi aku sedang sakit perut.” Bohongku agar dia tak mengambek padaku.

Respon Jang Mi hanya mengangguk berulang kali.

“Sebaiknya kita makan dulu ya.” Ajaknya sambil memegang tanganku dan menariknya secara paksa meninggalkan tokoh itu.

“Tapi Han Jang Mi. Pamanku pasti akan marah jika aku pulang terlalu larut.”

Kini kami berjalan beriringan dan melewati tokoh-tokoh yang berada di departerment store ini. Jang Mi tau jika aku memiliki seorang paman karena aku pernah bercerita padanya, kalau keluarga yang ku punya hanya seorang paman.

“Kalau begitu kenapa tadi kau tidak membelikannya pakaian. Kau kan bisa membujuknya dengan cara membelikannya pakaian.”

“Tapi pamanku tidak berada di Korea dia sedang ada di Jepang.”

“Baiklah kalau begitu kita pulang saja. Aku tidak ingin menculik anak orang lama-lama.” Ucapnya dengan nada kecewa. Dan dia mendahuluiku meninggalkan aku yang berjalan lambat di belakangnya.

**

“Nona! Nona kemana saja. Kenapa baru pulang?”

Baru aku melangkahkan kakiku kedalam rumah ternyata Han ajumma sedang berjalan menuju ruang tamu yang sudah kupijak ini. Dan sekarang dia berjalan menujuku yang sedang terdiam di ambang pintu besar ruang tamu.

“Aku sedang ada tugas ajumma. Jadi aku pulang sedikit malam.” Bohongku.

Selalu saja begini. Han ajumma pasti yang membeberkan pada Luhan ajeossi jika aku belum juga pulang dari tadi maka dari itu Luhan ajeossi menelponku. Kalau saja aku pulang cepat tadi, mana mungkin dia akan menanyai kabarku dan keberadaanku. Dia bisa di bilang pria yang terlalu cuek.

“Nona tidak sedang berbohongkan?” Tanyanya dengan wajah menyelidik.

“Ti-dak. Kalau ajumma tidak percaya, silahkan saja telphon temanku yang bernama Han Jang Mi.”

Terlihat jelas wajahku sekarang ini. Aku gugup saat memberitahu ajumma tentang Jang Mi. Bagaimana jika Jang Mi mengatakan yang sejujurnya, bisa mati aku ini di tangan Luhan ajeossi. Kalau Luhan ajeossi tau kalau aku keluyuran malam-malam tanpa seizinnya pasti otomatis dia akan menghukumku dengan cara menjemputku tiap hari. Mending kalau yang menjemputku adalah Luhan ajeossi tiap harinya. Ini tidak, jika dia sedang sibuk dia tidak akan menjemputku dan akan menyuruh sekertaris kepercayaannya yang bernama Jung ajeossi.

“Ajumma percaya nona. Yasudah sekarang nona mandi dan makan. Pasti nona laparkan?” Aku hanya mengangguk pelan dan berjalan menuju kamarku yang ada di lantai dua.

Setelah sampai di kamar. Aku menyampakan tasku kesembarang arah dan menghempaskan tubuhku di kasur dengan tubuh yang telungkup. Ku tenggelamkan wajahku di bantal. Tidak berapa lama aku baru ingat kepada ponselku yang mati akibat jatuh tadi. Ku masukan tanganku ke saku jas sekolahku dan ku tarik benda persegi itu keluar dari saku. Aku merubah posisi tidurku menjadi posisi duduk. Ku hidupkan benda putih itu. Setelah hidup aku merasakan keganjalan saat layar ponsel itu hidup sepenuhnya. Di dalamnya bukan foto ku bersama Luhan ajeossi yang sengaja ku jadikan gambar depan ponselku. Aku menatap ponsel ini dengan tatapan bingung ketika hanya terdapat gambar sebuah tema awan yang ku yakini tema dari ponsel ini. Setelah ku bongkar isi file ponselnya. Benar saja, ternyata ini bukan ponselku. Pasti ponselku dan pria itu tertukar. Aku tidak ingin mendapat telpon yang aneh-aneh dari kerabat yang mempunyai ponsel ini. Akhirnya ku putuskan untuk mematikan ponsel putih ini dan meletakannya di atas nakas kecil di samping kasurku. Aku beranjak berdiri dan menuju kamar mandiku.

**

Jam di meja nakasku menunjukan pukul setengah enam pagi. Tumben sekali aku bangun duluan tanpa di banguni Han ajumma terlebih dahulu.Aku menggeliat kuat di atas kasurku dan menyingkirkan selimut yang melilit tubuhku. Sekarang ini aku sudah dalam posisi duduk di atas kasur. Pandanganku belum sepenuhnya sempurna karena rasa kantuk ini belum juga hilang. Ku usap wajahku kasar dengan kedua telapak tanganku.

Tubuhku sangat malas di ajak bergerak untuk pergi ke kamar mandi. Meskipun ini hari minggu kenapa aku bangun secepat ini? Karena sudah 5 hari Luhan ajeossi belum juga pulang. Selama tiap hari itu juga hanya ku habiskan waktu dengan tidak semangat karena ternyata dia membohongiku. Katanya dia akan pulang lusa saat sesudah kepergiannya, ternyata tidak.  Dia lebih mementingkan pekerjaannya ketimbang diriku .Dan benar setiap pagi Han ajumma selalu membangunkanku dan menyeritakan semua pesan Luhan ajeossi yang ku anggap bualan semata. Aku tidak ingin Luhan ajeossi dan Han ajumma membohongiku. Aku benci itu semua.

**

Kini aku sudah bersih karena tadi barusan saja aku membersihkan tubuhku-mandi. Kulangkahkan kakiku menuju anak tangga dan menuruninya. Matahari pagi benar-benar sudah keluar dari tempat persembunyiannya. Ku langkahkan kakiku menuruni anak tangga satu persatu dengan langkah gontai dan wajah tertunduk.

“Apa malaikat kecilku sedang sakit?” Aku tersentak. Suara itu. Aku tanda sekali suara itu. Ya, itu suara Luhan ajeossi.

Ku luruskan kepala dan pandanganku. Manik mata ini menangkap sosok lelaki di bawah sana yang hampir seminggu ini ku rindukan dan ku harapkan kehadirannya. Dia menatapku dengan senyum teduhnya yang menjadi candu bagiku. Sekarang ini dia mengenakan baju kaos oblong berwarna biru tua dan mengenakan celana panjang putih bersih.

Tapi aku hanya menatapnya dengan wajah datar. Aku tidak ingin menunjukan rasa bahagiaku ketika melihatnya. Meskipun di dalam hatiku, aku tersenyum bahagia dan ada niat untuk memeluknya dan menuangkan semua rasa rinduku padanya. Tapi aku tak boleh selemah itu di depannya agar dia mau berbicara sendiri jika dia menyesal meninggalkanku begitu saja. Sebenarnya Han ajumma selalu bilang jika Luhan ajeossi ingin bicara denganku melalui telpon rumah yang menjadi tempat interaksi Han ajumma dan Luhan ajeossi. Setiap mereka menelpon pasti Han ajumma selalu memberi informasi tentang kesaharianku kepada Luhan ajeossi. Dan kebetulan hari-hari tanpanya, ponsel aku hilang dan otomatis dia tak bisa menghubungiku dan menyuruh Han ajumma untuk menyuruhku berbicara dengan Luhan ajeossi lewat telepon rumah. Namun saat itu juga aku menolaknya karena aku masih marah padanya.

Dia berjalan menaiki anak tangga dan berjalan menujuku yang berada di setengah tangga. Kedua sudut bibirnya tak henti-hentinya tertarik. Tapi malah ku balas dengan tatapan tajam dan wajah yang datar.

Kedua tangannya di rentangkannya dan ingin menangkup tubuhku. Namun aku melangkah mundur dan menjadi semakin di atasnya. Dia mendongak dan mentapku bingung. Saat aku ingin pergi dan ingin melewatinya begitu saja. Malah lengan sisi kiriku di genggam  olehnya, sehingga aku menghentikan langkahku. Ku lemparkan pandanganku ke sisi kiri, tempat dirinya berada. Tatapannya mengisyaratkan kilatan yag sulit di artikan, aku tidak ingin kalah. Aku juga menatapnya tajam. Tapi rasa rinduku tak tetoleri lagi. Mataku terasa perih, hampir saja ku tumpahkan bulir bening ini di pelupuk mataku. Namun aku masih sanggup membendungnya.

Tanpa satu katapun yang di keluarinya. Langsung saja dia menarikku kasar ke atas lantai dua dan membawaku menuju kamarnya. langkahku menjadi terburu-buru mengikuti jalannya yang berjalan sambil menarik tanganku.

Di tutupnya pintu kamarnya dan menguncinya, saat aku dan Luhan ajeossi sudah berada di kamarnya. Kunci kamarnya di masukkannya ke dalam sakunya. Aku hanya menatapnya bingung. Perlahan dia mulai mendekat padaku. Tatapan dinginnya itu belum juga memudar. Tanpa sadar, langkah kakiku membawaku mundur kebelakang  karena semakin lama Luhan ajeossi semakin mendekat padaku hingga aku terjatuh dan terduduk di tepi tempat tidurnya.

“Kenapa kau tidak pernah ingin bicara padaku saat aku meminta Han ajumma untuk menyuruhmu menerima telpon dariku.” Ujarnya dengan nada dingin.

Namun tak ada jawaban dariku. Aku tetap membuang tatapanku ke arah lain. Aku sangat tidak ingin menatapnya yang sekarang ini sedang berdiri di depanku yang sedang terduduk ini.

“Jawab aku Yura.” Sedikit ada penekatan dari perkatannya saat dia memintaku menjawab pertanyaannya.

Aku sangat tidak ingin bicara apapun padanya. Aku bangkit dari dudukku dan ingin melewatinya begitu saja yang berada di depanku. Namun tubuhnya menghalangi langkahku.

Dengan gerakan cepat dia mendorongku keatas kasur dan otomatis membuat tubuhku terhampas di kasur dengan kasar, dan mataku terbelalak saat dia memajukan tubuhnya dan menindihku. Tapi dia tak menidihku sepenuhnya karena kedua tangannya tengah menopangnya di sisi-sisi badanku. Kenapa dia melakukan hal ini padahal dulu selagi aku marah, dia tidak pernah melakukan ini padaku. sebisa mungkin dia bersikap manis padaku. ada kilatan  aneh saat dia menatapku. Pandangannya sulit di artikan. Apa dia marah atau kesal padaku, akupun tak tau. tatapannya tajam dan dingin. Tidak lama dia memandangku seperti itu, lambat laun dia memajukan wajahnya seperti menghapus jarak diantara kami. Tatapannya berubah lembut padaku. Pikiranku benar-benar kacau sekarang, aku tidak bisa berpikiran dengan jernih. Dan aku tidak bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku tidak tau apa yang ingin di lakukannya padaku, akhirnya aku memejamkan kedua mataku dengan eratnya.

.

.

.

.

_TBC_

kalau udah siap membaca tolong berikan persepsi yang bagus dan baik ya,,, agar menyemangatkan aku untuk melanjut ini ff :)

ff ini juga udah di publish di wp pribadi aku http://fishytelekinetics.wordpress.com dan wp umum yaitu http://saykoreanfanfiction.wordpress.com

kalo mau lihat yang lain,,, kunjungi aj wp aku itu

KLO MAU LIHAT CHAP 3 KALIAN TINGGAL BKA LINK YANG FISHYTELEKINETICS


Don’t Kiss Me! (Chapter 2)

$
0
0

| Title : Don’t Kiss Me ! (Chapter 2) |

| Author : gishafz (@ginashafanm) |

| Main Cast : Milania Van Dijk as Milan (OC) & Byun Baekhyun as Baekhyun (EXO) |

| Support Cast : – |

| Genre : Romance, Little Comedy, Hurt/Comfort, and Het Fic |

| Lenght : Multi Chapter |

| Rating : WARNING! PG-17 |

| My Personal Blog : http://gishafz.blogspot.com/ |

| Credit Poster : http://changtseusite.wordpress.com/ |

Disclaimer : Baekhyun dan casting yang lain seutuhnya milik Tuhan Yang Maha Esa dan orang tuanya masing-masing. Tetapi fanfiction ini seutuhnya milik author. Cerita ini asli imajinasi dan khayalan author sendiri. Jika ada kesamaan cerita author tidak tahu menahu dan tidak ada unsur kesengajaan.

Author’s note WARNING! Typo beredar dimana-mana. Mohon maaf kalau readers tidak mengerti sama ceritanya. Kayaknya ini moment Baek-Mil, soalnya chapter ini Baek-Mil semua. Bisa dibilang ini kaya side story.

Summary : Lelaki bernama Baekhyun yang menyukai gadis keturunan Korea-Belanda terlebih dengan bibir mungil gadis itu begitu menggodanya. Mereka dijodohkan oleh orang tua mereka sejak tahun 2012. Baekhyun menerima perjodohan itu tetapi bagaimana dengan gadis bermarga (Belanda) Van itu? Ia baru tahu jika ia (Milania) dijodohkan. Untuk menyetujuinya, Milania ingin mengetahui bagaimana sifat dan karakter calon kekasihnya itu (Baekhyun).

SIDERS DAN PLAGIATOR DILARANG UNTUK BACA !

FILM THE RAID 2 EMANG SADIS, TAPI DI READ DOANG LEBIH SADIS !

| DILARANG KERAS UNTUK COPY+PASTE FANFICTION INI TANPA SEIZIN AUTHOR |

~ Happy Reading ~

-^- Author POV -^-

‘Kita dijodohkan.’  Kalimat itu membuat otak Milan bekerja lebih cepat untuk mencerna kembali kalimat itu. Untuk mencerna perkataan Baekhyun membuat otak Milan terasa berasap. Bahkan menurut Milan, kalimat itu lebih sulit dari 100 soal Matematika.

What? Dijodohkan? Mengapa Ayah tidak memberitahuku?” pertanyaan itu menghiasi kepala Milan. Lebih tepatnya memenuhi ruangan otak Milania.

Milan meneguk air liurnyaa sebelum bicara, “Se-se-sejak kapan?” tanya Milan polos dan menatap penuh bingung ke arah Baekhyun.

Baekhyun tersenyum, “Sudah lama. Kita sudah lama dijodohkan, Chagiya. Kira-kira tahun 2012.” Baekhyun menggoda Milan dengan sebuah senyum mengembang dimulutnya. Lalu mengacak puncak rambut Milan.

Milan membelalakkan matanya sambil menatap Baekhyun tak suka, “Hei! Jangan mengacak rambut orang dengan seenaknya! Dan jangan panggil aku Chagiya! Aku belum menjadi kekasihmu, Baek!” tegas Milan pada Baekhyun. Dia paling tidak suka jika ada orang yang baru di kenal mengacak rambutnya.

Raut wajah Baekhyun kecewa. Ia hanya bisa mengerucutkan bibirnya, “Mengapa? Aku ini memang kekasihmu, Milan-ssi.” Nada Baekhyun seperti anak kecil. Saat ini Milan sangat ingin tertawa keras, karena melihat raut muka Baekhyun layaknya anak kecil meminta susu terutama suara Baekhyun yang tadinya berat berubah menjadi suara anak kecil berumur 6 tahun.

Milan kembali ke topik pembicaraan mereka.

“Benarkah? Mengapa aku tidak diberitahu?” Milan mendengus kesal lalu mengerang kecil. Ah sungguh, ini justru membuat Milan tak suka. Dengan cara perjodohan seperti ini sangat ia tak suka. Bagaimana jika ia tak mencintai Baekhyun? Tapi tidak mungkin jika Milan tak menyukai Baekhyun, di taman belakang Milan mengagumi ketampanan pria bermarga Byun itu.

“Karena Ayahmu yang meminta. Ini sebagai kejutan katanya.” ucap Baekhyun tidak menatap lawan bicaranya melainkan sibuk memandangi tiap sudut kamar Milan.

“Kamar tidur gadis ini sangat tertata rapih. Penataannya sangat manis.”Ungkap Baekhyun dalam hatinya.

“Ba-ba-bagaimana bisa kau menyukaiku dan mencin-cin-cintaiku?” tanya Milan penasaran dengan terbata-bata. Baekhyun menoleh dan memandang Milan. Milan menyipitkan matanya menatap mata Baekhyun. Ia sangat butuh penjelasan.

“Itu mudah saja. Aku sudah lebih dulu mengenalmu sebelum kau. Aku selalu mengikuti jejakmu pada saat kau tinggal di Belanda. Haha aku mengikutimu disana.” ujar Baekhyun dengan nada lebih menggoda. Tetapi ia kembali tak menatap Milan melainkan sibuk memandangi tiap sudut bahkan inchi kamar tidur Milan.

Baekhyun membuat Milan melayang. Entah mengapa, Milan dan Baekhyun baru bertemu tadi siang tetapi Milan sudah merasakan hal seperti ini. Rasanya seperti terbang ke luar angkasa raya. Mengapa ia tidak pernah mengetahui itu?

Tampak pipi Milan merah merona akibat perkataan Baekhyun tadi. Ah tidak kau membuat Milan tersipu malu, Baekhyun! Milan merasakan sesuatu yang mengganjal di dadanya. Tunggu, jantung Milan berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Astaga! Milan bisa gila jika akan digoda lagi oleh Baekhyun.

Milan mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum berkata pada Baekhyun. Milan takut jika nadanya menjadi nada gugup. Dan pasti Baekhyun akan mentertawakannya.

Milan sedikit mencubit lengan Baekhyun, “Yak! Apa kau tidak ada kegiatan lain? Mengapa kau rela mengikutiku?! Astaga, Baek.” Ujar Milan tak percaya jika Baekhyun mengikutinya di Belanda. Ada rasa senang dan juga ada rasa tak suka jika Baekhyun mengikutinya.

Dalam hitungan detik Baekhyun membalikan tubuhnya menghadap Milan lalu menarik tengkuk leher gadis itu hingga wajah mereka kini sejajar dan begitu dekat, “Ini aku lakukan untuk mengenal calon kekasihku.” Baekhyun menjawab pertanyaan Milan dengan enteng lalu ia tersenyum seperti orang gila. Mata Baekhyun kini tertuju pada bibir gadis itu. Entah mengapa bibir Milan yang mungil dan berwarna pink alami sungguh membuat Baekhyun sangat tergoda untuk mencicipinya.

Milan yang tercengang akibat ulah Baekhyun hanya bisa membeku diam, mengerjap-ngerjapkan matanya dan memasang raut wajah yang kebingungan seperti orang tersesat di hutan dan tak tahu jalan keluar. Ia dapat merasakan jelas bagaimana udara yang Baekhyun keluarkan dari hidungnya menerpa lembut kulit wajah Milan. Hangat. Terutama aroma harum tubuh Baekhyun masih sama persis seperti di taman. Itu hal yang paling disukai Milan dari seorang Byun Baekhyun.

Milan menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk memulihkan kerja otaknya yang terbilang cukup lamban. Milan sangat ingin pake banget mendorong tubuh Baekhyun agar menjauh dari tubuhnya. Tapi tangannya seolah-olah lumpuh total, bukan hanya tangan tetapi seluruh anggota tubuh Milan perlahan-lahan tidak dapat digerakan. Tubuh Milan bisa dibilang seperti patung saat ini.

Baekhyun perlahan mendekatkan wajahnya dengan wajah Milan. Milan ingin menangis sekarang, badannya bergetar karena tegang. Ia mengunci rapat-rapat matanya. Ia pasrah jika akan benar-benar terjadi ciuman antara dirinya dengan Baekhyun. Menurut Milan ini adalah kiamat. Dimana first kissnya akan direnggut oleh pria bermarga Byun itu.

“Hey tunggu! Kau seharusnya bangga, Milan! Ciuman pertamamu akan direnggut oleh pria tampan. Ah pikiran apa ini?” batin Milan.

Tapi suara berat Baekhyun memecahkan ketegangan Milan, “Hi! Mengapa kau menutup matamu erat? Apa kau pikir aku akan menciummu?” Baekhyun terkekeh sambil melepas tangannya dari tengkuk leher Milan dan menjauh dari gadis berambut ikal itu. Setelah merasa tangan Baekhyun sudah tidak memegang tengkuk lehernya, perlahan-lahan Milan membuka matanya dan saat itu pula anggota tubuh Milan dengan kontan bisa digerakkan. “Ini aneh.” decak Milan tak percaya.

Sebuah kenampakan Baekhyun yang tertawa geli dan penuh kemenangan tercetak jelas di hadapannya. Milan menaikan salah satu alisnya, “Apa-apaan ini? Jadi ia tadi hanya mempermainkan aku?! Ia tidak mencium bibirku?” ungkap Milan dalam hatinya.

Kini pipi Milan melukiskan semburat merah. Ia sekuat tenaga menahan malu apa yang ia lakukan. Bodoh juga pikirnya. Mengapa ia harus menutup mata rapat-rapat jika ia belum tahu apa yang Baekhyun akan lakukan.

“Yak! Chagi, pipimu memerah seperti tomat. Kau malu?” tanya Baekhyun dengan nada lebih menggoda dari sebelumnya. Setelah itu ia kembali tertawa seperti orang gila di rumah sakit bersalin rumah sakit jiwa.

Milan semakin GILA mendengar nada Baekhyun seperti itu.

Cukup sudah Milan menahan gejolak amarahnya yang membara setiap Baekhyun mentertawainya padahal itu tidak lucu menurut Milan, “Cukup, Baekhyun-ssi! Jangan tertawakan aku! A-a-aku tidak malu.” Perintah Milan. Sialnya nada yang keluar dari mulut Milan persis seperti orang yang sedang berbohong dan malu. Baekhyun tidak mungkin bodoh untuk itu. Ia bisa menebak jika gadis itu malu dan sedang berbohong padanya.

“Apa kau berkata jujur?” ujar Baekhyun menyipitkan matanya tajam dan mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Milan.

Milan membulatkan matanya, “He-hey-hey! K-k-kau jangan mendekat! Aku perintahkan! Kau jangan mendekat atau sebuah pukulan akan melayang tepat diwajahmu, Baek!” Milan sigap memundurkan tubuhnya untuk menghindari hal yang tidak diinginkan terjadi. Dasar pria mesum! Pikir Milan.

Baekhyun mempercepat pendekatan tubuhnya dengan tubuh Milan. Ia hanya bisa menyeringai melihat raut wajah Milan yang sudah ketakutan. “Memangnya aku hantu?” pikir Baekhyun.

“Jawab dahulu pertanyaanku, Chagi.” Tatapan Baekhyun yang begitu tajam memandang Milan yang sudah ketakutan hebat terlebih dahulu karena ia sangat takut jika melihat mata Baekhyun seperti ini. Mirip seperti pria yang akan berbuat mesum.

Kepala Milan seakan ingin pecah. Ia tak kuat jika Baekhyun memperlakukannya seperti ini.

“BAEKHYUN!!!!! Please, STOP it! Berhenti disitu jangan mendekat!” Milan berteriak keras hingga suaranya bergema di dalam ruangan kamarnya. Bukannya membuat Baekhyun berhenti untuk mendekati Milan, justu membuat Baekhyun semakin mendekat. Entah apa yang menyebabkan Baekhyun sangat bersemangat untuk melakukan ini.

I don’t want to STOP, Baby. Sebelum kau menjawab pertanyaanku tadi.” Baekhyun tersenyum evil kearah Milan. Milan hanya bisa meneguk air liurnya sendiri. Gadis itu sangat terdesak jika seperti ini. Apa ia harus jujur pada Baekhyun agar tidak mendekat? Tetapi ia takut jika ia jujur Baekhyun akan mentertawainya lagi seperti orang stress. Milan tidak suka itu.

Milan mengontrol nafasnya dan berusaha sekuat tenaga agar nada yang terucap dari bibirnya itu bukan nada gugup seperti tadi. “Ak-aku..” Milan menyeretkan perkataanya.

“Aku apa, Baby?”

“Aku malu.” Ucap Milan singkat dan cepat. Tenggorakannya terasa sangat kering tetapi rasa lega pun menjalari perasaaan Milan. Ia bisa jujur pada Baekhyun. Ia terbebas dari jeruji besi yang Baekhyun bangun pada dirinya. Dan Milania bisa menjauhkan dirinya dari lelaki itu.

“Katakan sekali lagi.” Perintah Baekhyun sambil tersenyum manis. ” Tidak itu bukan manis! Itu hanya akal-akalannya saja agar aku terpana akan senyum manisnya. Itu sama seperti senyum kecut.” Pikir Milan.

Milan mengedipkan mata kirinya, “Tidak ada siaran ulang, Mr. Byun Baekhyun.” Milan mengembangkan senyum kecut di bibirnya. Ia sedang tidak berselera untuk tersenyum manis pada Baekhyun, lagi pula ia tidak sudi setelah apa yang Baekhyun lakukan padanya.

“Dan sekarang menjauhlah dariku!” Milan mendorong Baekhyun dengan keras hingga ia terjatuh dari ranjang. Milan akhirnya tersenyum puas dan tertawa penuh kemenangan. Ia dapat memastikan bokong Baekhyun kini terasa sakit luar biasa. “Rasakan kau, Baekhyun!” Gumam Milan sambil terkekeh.

“Arghhh~” Baekhyun meringis dengan keras.

“Astaga.. Sakit sekali. Milan, kau makan apa sampai-sampai tenagamu sebesar ini?!” Baekhyun tidak dapat menahan rasa sakitnya lagi. Hanya gara-gara Milan mengedipkan mata itu membuat pertahanan Baekhyun goyah. Hingga seperti pria lemah.

“Itu tidak penting. Kita kembali ke topik pembicaraan!” Milan menatap datar Baekhyun yang masih terduduk dibawah. Saat ini Baekhyun tengah bergelut dengan aktivitas mengelus-ngelus bokongnya. Sepertinya biru pikir Baekhyun.

Chagi, bantu aku berdiri.. Sakitnya itu bagaikan ditusuk ribuan pisau, Milan-ssi.” Pinta Baekhyun sambil mengulurkan tangannya berharap Milan akan membalas uluran tangannya dan akan membantu Baekhyun agar bisa berdiri. Tetapi naas, semua itu hanya harapan Baekhyun. Nyatanya gadis itu menghiraukan Baekhyun. Sungguh malang nasibmu Baekhyun.

Milan menghembuskan nafasnya panjang, “Bangun saja sendiri. Kau kan sudah besar.” Balas Milan dengan nada super dingin. Milan sangat suka jika sudah seperti ini dengan Baekhyun. Membuat semangat di dalam tubuhnya bertambah dengan cepat.

“Yak! Bantu aku!” pinta Baekhyun sambil meninggikan suaranya.

“Aku tidak akan pernah membantumu, Baek. Anak laki-laki harus kuat.” Milan menyunggingkan senyuman miring dan tatapan yang mematikan, siapapun orang yang melihatnya akan kejang-kejang. Bisa-bisa orang itu mati mendadak.

“Milan, ini juga salahmu. Kau harus meminta maaf padaku dan mengobatiku. Ayolah bantu aku. Ini sangat sakit. Milan cantik~~” Baekhyun kembali membujuk Milan agar membantunya. Kali ini Baekhyun mengeluarkan jurusnya yaitu nada menggoda. Dengan jurus ini semoga saja Milan mau menolong dirinya.

“Sial! Nada menggoda itu membuat aku jijik gila. Kali ini kau tidak bisa membuka kunci di hatiku ByunBaek.” Batin Milan.

Milan menggeleng-gelengkan kepalanya, “No! Buktikan padaku jika kau pria, Tuan Byun.” Tantang Milania seraya memasang raut wajah yang seram.

Baekhyun tercekat dengan perkataan Milan. ‘Buktikan padaku jika kau pria’ kalimat itu terus mengelilingi otak Baekhyun. Setelah beberapa menit berfikir keras, Baekhyun tersenyum licik ketika mendapatkan sebuah ide yang menurutnya lumayan gila. “Ia meminta padaku agar aku membuktikan padanya jika aku seorang pria. Baiklah Baek kau akan membuktikannya sekarang. Tak peduli jika gadis itu akan menolak yang terpenting kau membuktikannya.” Ucap Baekhyun dalam hati.

Dengan sekuat tenaga Baekhyun bangkit dari tempatnya terjatuh di lantai. Dengan perlahan Baekhyun berdiri dan mengatur keseimbangannya. Ia sedikit melemaskan otot-ototnya yang agak kaku. Bersiap akan menunjukkan sesuatu pada Milania. Persetan dengan rasa sakit yang Baekhyun rasakan yang terpenting ia bisa menjawab tantangan gadis itu. Baekhyun sedikit pemanasan dan itu membuat Milan aneh. “Untuk apa pria ini pemanasan? Hendak latihan sepak bola?” Pikir Milan.

Baekhyun sedikit membungkukkan badannya berusaha mensejajarkan wajahnya dengan wajah Milan. “Kau ingin aku membuktikan jika aku seorang pria, Chagiya?” tanya Baekhyun sembari membelai rambut ikal Milania. Matanya tetap fokus memandang mata Milan setelah itu beralih ke bibir mungil gadis itu.

Milania kembali masuk keperangkap sebuah penjara milik seorang Byun Baekhyun. Milan terkunci LAGI saat ini. Walau tubuhnya masih bisa bangkit lalu berlari menghindar dari Baekhyun tetapi lagi tubuhnya tak dapat digerakkan setelah tangan Baekhyun yang saat ini sedang membelai wajahnya penuh kelembutan. “Jari Baekhyun begitu lembut. Hey apa yang kau pikirkan, Milania Van!!!” ungkap Milan dalam hati.

Tak hanya disitu, Baekhyun memajukan kepalanya mendekatkan bibirnya dengan kuping sebelah kanan milik gadis berparas agak orang barat itu. “Jadi, bagaimana hmmm? Apa kau bersedia, Baby?” nada berat Baekhyun membuat Milan mau tak mau memejamkan mata sambil meremas kain seprai dengan kencang terlebih lagi Baekhyun dengan sengaja menghembuskan nafasnya panjang dan menerpa kulit leher putih Milan membuat gadis itu lebih menutup matanya rapat dan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

“Sebenarnya apa yang kau inginkan, Baekhyun-ssi?” ucap Milan dengan nada yang sedikit mendesah karena saat ini Baekhyun sedang mengecupi leher putihnya. Baekhyun sangat ingin menandai leher Milan dengan tanda kepemilikannya.

Milan mabuk dengan sentuhan seorang pria bermarga Byun ini. Terlebih dengan wangi tubuh Baekhyun dan nada menggodanya membuat Milania seakan merasa dialah orang gila di dunia ini.

Entah apa yang merasuki pikiran Milan hingga otaknya tidak bekerja seperti biasa. Seharusnya Milan menghentikan aktivitas Baekhyun yang sedang mengecupi eemm tidak lebih tepatnya menghisap kuat dan menggigit kecil lehernya. Tetapi Milan malah menikmati sensasi kecupan seorang Byun Baekhyun. Sensasi yang ia baru rasakan walau ciuman ini baru di lehernya saja. Belum di bibirnya.

Menurut Baekhyun mengecupi dan menghisap leher Milan itu rasanya seperti sedang menjilati es krim kesukaan Baekhyun yaitu paddle pop royal jelly #iklan. Sehingga membuat Baekhyun ingin lagi, lagi, dan lagi menikmati leher Milania. Baekhyun tidak dapat menghentikan dirinya untuk menjelajah tiap sudut bahkan inchi leher jenjang Milan. Hingga sekarang leher gadis itu sudah tergambar jelas warna ungu dan biru-biru yang nyata dari ulahnya. Baekhyun sudah berhasil mencetak kiss mark di leher Milan.

Baekhyun menjauhkan kepalanya dari leher jenjang Milania. Kini ia kembali mensejajarkan wajahnya dengan wajah Milan agar ia bisa melihat jelas bagaimana raut wajah calon kekasihnya itu. Raut wajah yang ketakutan, senang, dan tegang terlukis jelas di wajah Milania. Melihat itu semua Baekhyun merasa puas, lebih puas dari kegiatan menciumi leher Milan.

“Jadi bagaimana, Milan-ssi? Kau bersedia tidak?” Baekhyun menanyakan lagi hal itu pada Milan. Dengan pikiran yang masih belum bekerja normal, Milania hanya menundukkan kepalanya berusaha menyaring kembali apa maksud dari pertanyaan Baekhyun yang terbilang agak aneh menurut gadis itu.

Baekhyun tak ingin dihiraukan oleh Milan. Ia mengangkat tangan kananya menuju dagu runcing milik gadis keturunan Korea-Belanda itu. Ia mengangkat dagu Milan agar gadis itu bisa mendongakkan kepalanya. Mata Milan tengah terpejam dan pipi putih gadis itu menyemburkan warna merah merona membuat Baekhyun tersenyum selebar mungkin. “Gadis ini malu ternyata.” batin Baekhyun.

“Dia bilang ‘Kau ingin aku membuktikan jika aku seorang pria, Chagiya?’ apa maksud dari kalimat itu? Ayolah berfikir Milania! Tunggu apa maksudnya ia akan melakukan? Kyaaaaaaaaaaaaa! Dasar pria mesum!” rutuk Milan dalam batinnya.

Milania membuka matanya perlahan. Rasanya terasa berat seperti habis bangun tidur. Ingin rasanya setelah ini ia kabur tetapi sayangnya Baekhyun sudah mengunci tangan Milania dengan tangannya sendiri. Badan Milania tegang begitu saja ketika Baekhyun dengan sengaja menyentuh daerah sensitifnya. “ssssh.. Baekhyun, apa yang kau maksud itu? Dasar kau pria mesum.” Tanya Milan dengan nada serak tak karuan.

Baekhyun dengan sengaja menyentuh dan mengusap bibir Milan dengan tangan kirinya sekilas. Ia sangat ingin mencicipi bibir gadis itu sekarang juga, “Aku bukan pria mesum. Aku hanya akan menjawab tantanganmu. Kau ingin aku membuktikan jika aku seorang pria bukan?” Baekhyun menyunggingkan senyuman jahat bercampur jahil.

Mendengar itu semua Milania hanya membulatkan mata. Otak Baekhyun sudah terkontaminasi hal-hal yang jorok. Bukan itu yang dimaksud Milania pada saat Baekhyun meminta tolong padanya, gadis itu hanya bermaksud jika kau pria berdiri saja sendiri pria harus kuat. Tetapi Baekhyun justru salah pemikiran. Dasar otak yadong pikir Milan.

“Baekhyun!! Mengapa otakmu begitu jorok?!” geram Milan sembari meronta-ronta berusaha melepaskan genggaman kuat tangan Baekhyun. Kini pikirannya sudah pulih dan bekerja normal, tidak seperti tadi otaknya begitu lamban untuk bekerja. Layaknya otak Patrick yang tertukar.

Baekhyun mengakat sebelah alisnya, “Kau sendiri yang salah dalam pengucapan kalimat! Kau menantangku untuk membuktikan bahwa aku seorang pria dan aku akan menjawab semua tantanganmu agar aku tidak dipandang remeh!” jelas Baekhyun dengan nada sengit dingin yang menawan.

“Ya! Tetapi kau harusnya tahu maksudku, Baekhyun-ssi!” balas Milan dengan nada sengit melebihi Baekhyun. Milan memandang Baekhyun tak suka sambil berusaha melepaskan genggaman tangan Baekhyun.

“Astaga. Aku baru menyadari. Pria ini menggunakan eyeliner begitu tebal!” batin Milan.

Baekhyun tak tinggal diam. Dia mengencangkan genggamannya supaya tawanannya tidak lolos. Milan tak tinggal diam juga, ia mengerahkan semua tenaganya untuk lepas dari penjara mengerikan seorang Byun Baekhyun.

“BAEKHYUN! LEPASKAN AKU!” seru Milan dengan dada yang naik turun karena tenaganya sekarang sudah menipis diibaratkan seperti orang yang habis berlari marathon 300 meter.

“Aku tidak akan melepask—AWWWW!” tangan kanan Baekhyun digigit keras oleh Milan. “Sial! Berdarah.” desis Baekhyun kesal mengamati luka dalam di lengannya. Dia harus merelakan tawanannya kabur begitu saja.

Setelah Milan menggigit tangan Baekhyun dengan sengaja, otomatis membuat pria bermarga Byun itu melepaskan genggamannya. Dengan cekatan Milan langsung menjauh dari tubuh Baekhyun, ia secepat mungkin menghindar dari pria mesum itu. Lebih tepatnya kini ia berada di ujung ranjang. Jarak Baekhyun dan Milania diperkirakan 100KM 1,5 meter.

“Aku ingin kita kembali ke topik pembicaraan, Byun Baekhyun. Anggap semua yang kau lakukan padaku itu hanya kekhilafan mu saja. Dan kita lupakan itu semua.” Ujar Milan sambil menekankan nadanya tiap kata. Ia ingin berbicara serius sekarang.

“Baiklah-baiklah. Aku takut kau menggigit tanganku lagi,” jawab Baekhyun dengan nada mencibir lalu melanjutkan perkataanya, “Lihatlah sampai biru dan bekas gigitanmu tercetak jelas disini.” Baekhyun menunjukkan lukanya ke arah Milan dengan antusias.

“Siapa peduli? Itu salahmu sendiri, Tuan Baekhyun.” tanggap Milan dengan raut wajah tanpa ekspresi seolah-olah tidak ada masalah.

Sejujurnya Milan lumayan miris melihat luka di tangan Baekhyun. Terkejut? Ya, siapa yang mengira tubuh mungil Milan ternyata menyimpan kekuatan seperti itu. Milan saja terperangah melihat ulahnya. Ada rasa bersalah dan rasa puas. Tetapi lebih dominan rasa puas meracuni perasaan gadis itu saat ini.

Baekhyun tak berkutik. Ia hanya memerhatikan luka ditangannya. Ia juga sudah malas jika berdebat permasalahan konyol dengan Milan.

“Di Belanda, kau tinggal dimana?” tanya Milan seraya mengambil minuman yang terletak di nakas sebelah kanan ranjang tidurnya. Semua ini sangat menguras seluruh energinya. Sedikit minum mungkin akan menambah sedikit tenaganya. Keringat dingin perlahan menuruni pipi Milania.

“Aku tinggal di sebuah apartement di Amsterdam sana. Semua ini aku jalani untuk dapat mengenalmu dan  belajar mencintaimu. Walaupun kau belum mengenalku dan belum mengetahui tentang perjodohan ini.” Baekhyun tersenyum simpul. Jujur. Baekhyun sangat gugup untuk menyatakan ini. Untuk menghilangkan kegugupannya, Baekhyun hanya bisa mengolah nafasnya dan sedikit mengayun-ayunkan kakinya.

Milan mendengus pelan tak membalas senyuman Baekhyun, “Mengapa aku tidak tahu semua itu? Kau mengintaiku? Kau memerhatikanku?  Aku tidak tahu itu semua. Jangan-jangan jika aku ke toilet, kau mengikutiku?” Milan langsung menghujani Baekhyun dengan pertanyaan. Itu membuat Baekhyun sedikit pusing.

Baekhyun memutar badan dan kini sepenuhnya menghadap Milania, “Aku ini orang jenius. Kau harusnya bersyukur mempunyai kekasih sepintar ini.” Ujar Baekhyun dengan bangga sambil menepuk-nepuk dadanya dengan tangan kiri.

Milan menggeleng kepalanya. “Kau jangan berbangga dulu, Baekhyun! Cihh~.” Milan melempar jam alarm berbentuk hati yang di pegang tangan kirinya ke arah Baekhyun dengan keras. Masih bisanya ia tertawa atas apa yang Baekhyun lakukan tadi di taman dan disini. Oh tidak jangan ingat itu lagi!

Dan TAP! Lemparan itu tepat mengenai kepala Baekhyun.

“Ya! Sakit!” Baekhyun mendengus kesal sambil mengusap-usap kepalanya. Ia menatap tajam gadis itu. Tatapan membunuh. Gadis ini makan apa? gumam Baekhyun.

“Ya, itu salahmu sendiri Baekhyun! Masih bisanya kau tertawa atas perlakuan yang kau berikan padaku di taman tadi siang dan disini.” Ia balas menatap lebih tajam mata Baekhyun. Baekhyun bergidik ngeri melihat tatapan gadis itu. “Crazy.” Desis Baekhyun.

Baekhyun menghentikan kegiatan mengusap-usap kepalanya. “Kau masih mengingat itu? Kau sendiri menyuruhku untuk melupakannya. Dan aku sudah melupakannya.” Balas Baekhyun tersenyum jahil. Baekhyun mendekati Milan hingga gadis itu mundur sedikit.

“He-hey! Jangan mendekat!” Milan lalu menghentikan gerak Baekhyun untuk mendekatinya dan bertanya, “Tapi jika aku tidak mau dijodohkan denganmu. Bagaimana?” Milan bertanya dengan nada dingin. Ia sengaja. Ia ingin melihat respon dari lelaki itu.

Baekhyun memandang mata Milan dengan pandangan yang penuh e..e.. gairah. Dasar pria mesum pikir Milan lagi.

“Benarkah kau tidak menyukaiku dan mencintaiku? Tadi aku dengar kau menyebutku tampan di taman belakang.” ujar Baekhyun datar lalu makin mendekatkan dirinya dengan Milan. Sontak membuat Milan kaget. Ia mundur dan mundur hingga ia terhenti karena tertahan tembok.

“Baekhyun! Berhenti disitu!” perintah Milan sambil menunjuk jari telunjuknya yang berarti Baekhyun harus berhenti disitu sekarang juga.

Bukan Byun Baekhyun jika ia akan menyerah begitu saja. Mata Baekhyun kini tertuju kembali pada bibir mungil gadis itu. Sama seperti di taman belakang tadi dan disini.

“A-a-apa sebenarnya yang kau inginkan?” tanya Milan sambil menutupi bibirnya dengan kedua tangan. Suaranya sedikit teredam akibat tangan Milan menutup bibirnya.

Tangan kiri pria itu beranjak mendekat ke wajah Milan. Ia membelai rambut panjang Milan lalu mengusap pelan pipi gadis itu dengan tangan kanannya. Mata Milan terpejam lagi karena tak kuat dengan sentuhan Baekhyun. Ini membuat Milan lupa diri. Kini tangan Baekhyun mengusap lembut bibir mungil Milan lagi. Baekhyun mendekatkan bibirnya dengan telinga Milan.

“Aku ingin. Akulah orang yang merebut ciuman pertamamu, Chagiya.” Bisik Baekhyun membuat Milan geli. Lalu Baekhyun mengecup leher jenjang milik Milan sekilas.

“Kyaa~ DON’T KISS ME! Jangan cium leherku lagi. Lihat atas perlakuanmu! Leherku jadi biru-biru begini! What?” Milan terkesiap ketika mendengar ucapan Baekhyun tadi. Ia sontak mendorong dada Baekhyun untuk menjauh darinya.

“Hey! Kau tidak ingat dengan perkataanmu di taman belakang?” nada Baekhyun semakin meninggi. Ia juga menatap tajam ke arah Milan. Tatapan membunuh lagi.

“Perkataan apa?” tanyanya dingin dengan menjulurkan lidah seakan Baekhyun itu berbohong padanya.

“Kalimatnya seperti ini ‘Aku akan memberikan ciuman pertamaku dengan kekasihku kelak’.” Ujar Baekhyun dengan percaya diri. Karena memang benar. Milan berkata seperti itu tadi.

“E-e-e-e itukan hanya-hanya-hanya… Tangkap aku jika kau bisa wleee!” Milan dengan gesit langsung berlari untuk keluar kamar.

“Baiklah! Siapa takut!” tantang Baekhyun lalu mengejar Milania. Ia menerima tantangan Milan, karena Baekhyun yakin ia akan menangkap gadis itu. Tidak peduli dengan rasa sakit yang Baekhyun rasakan yang terpenting ia bisa mendapatkan gadis itu.

Tapi pada saat Milan sampai tepat di depan pintu kamarnya dan akan memutar kenop, pintu itu terkunci. “Pintu ini dikunci oleh siapa? Jangan-jangan oleh pria mesum itu.” pikir Milan.

“Kyaaa! Kenapa tidak bisa dibuka! Aigoo! Mati aku.” Ujar Milan dengan panik karena Baekhyun semakin mendekat. “Bagaimana ini!” gerutu Milan di dalam hatinya sambil menggigit jari telunjukannya supaya mendapat lampu terang menyala yang keluar dari kepalanya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

\^-^/ TBC \^-^/

Hi Readers~! Ketemu sama calon istrinya D.O ^-^ /bow/ *ditendangReaders *dibacokReaders

Gimana dengan chapter 2 nya? Semoga kalian suka yah ^^ .. Author udah buat semaksimal mungkin :D Jeongmal Mianhae kalau gak puas T^T || Maaf kalau masih pendek :D tapi menurut author ini udah panjang J || Inimah kaya side story ya ._. kagak ada cast lain kecuali Baek-Mil :P||

Jujur sama author *todong pistol*, kalian bacanya ngefeel sama bisa ngebayang  gak sih? Kalau author sih yes gak tau kalau mba Raisa ._. *kokjadiIndonesianIdol?

Memang bener Fanfiction ini bisa dibilang gak lebih dikata buruk -.- ceritanya abal gini ;_;  Author minta review dari kalian dong Readers ^^~  maklum aku masih author level rendah || Jujur author gak nyangka ternyata lumayan banyak yang komentar :D dan aku sudah baca semunya kok. Makasih ya J  /bow/  ||

Author berharap kalian gak bosen buat ngikutin kisah Milania sama Baekhyun atau Baek-Mil ^^ || Bahasa Inggrisnya amburadul ya? Emang ;_; author gak pandai Bahasa Inggris *aku rapopo*|| Aku gak bisa buat Summary/ Ringkasan jadinya gitu deh :v || Maaf jika masih ada kata-kata yang tidak baku dan ada typo. ||

FILM THE RAID 2 EMANG SADIS, TAPI DI READ DOANG LEBIH SADIS ! :v *cr : Meme & Rage Comic Indonesia *

Satu lagi makasih buat admin yang bertugas udah mau posting fanfiction abal ini :D

Yaudah segitu aja yang ingin author sampein. Udah panjang-_-

Bye *lambai tangan*!! Sampai bertemu di chapter selanjutnya ya /bow/

-Gishafz Park (@ginashafanm)-


Unconditionally (Chapter 2)

$
0
0

UNCONDITIONALLY [Chapter 2]

(My Love Grow Together With Time)

 Unconditionally

 

Title             :  Unconditionally [chapter 2]

Author          : NuAmaliah

Cast             : -Lee Gakyung        a.k.a Gakyung

-Kim Jong In          a.k.a Jong In (Kai EXO-K)

-Choi Minhwa         a.k.a Minhwa

-Byun Baekhyun      a.k.a Baekhyun (Baekhyun EXO-K)

-Kim Taeha           a.k.a Taeha

-Park Chanyeol       a.k.a Chanyeol (Chanyeol EXO-K)

-Byun Young Ah      a.k.a Young Ah

-Xi Luhan              a.k.a Luhan (Luhan EXO-M)

-Kim HyunKi          a.k.a Hyung Ki

-Kim Joonmyun      a.k.a Suho (Suho EXO K)

Pairing         : -InKyung,BaekHwa,YeolHa,HanAh,JoonKi

Genre           :  Romance,School life,

Length          : Chapter

Rating          : PG-17

Warning        : Typo dimana-dimana.

Summary       : Fanfic ini mengisahkan tentang gaya pacaran ala anak remaja yang berbeda beda tapi tetep romantis kokk

Chapter 2

Dari tempat yang berbeda dapat disaksikan tiga orang yeoja baru saja terbangun dari tidurnya. Ketiga  yeoja ini sangat akrab semenjak  empat hari yang lalu mereka bertemu. Sebenarnya mereka berempat hanya saja salah serorang dari yeoja ini tak sedikitpun menunjukkan tanda-tanda terbangun dari tidurnya. Minhwa saat ini masih lelap menutup matanya rapat dan tak ada sedikitpun pergerakan pada yeoja bermarga Choi ini.

Namun beberapa saat kemudian ia terbangun saat suara seorang yeoja yang sangat ia kenali memaksanya membuka matanya.

“Minhwa yahhh… ireona palli !!!”

“Ne omma.. lima menit lagi,” kata Minhwa malas

“Minhwa kau tiidak bisa begitu, kau inikan yeoja”

“Ne,,aku tahu”

“Baekhyun sudah menunggumu di bawah” Mendengar kata-kata ommanya Minhwa segera bangkit dari posisinya.

“Mwo.. mau apa dia kesini omma??” Katanya dengan senyum yang berusaha ia sembunyikan.

“Omma tahu kalau kau tidak suka. Baiklah kali ini omma tidak akan memaksamu lagi. Omma akan menyuruhnya pergi” kata omma Minhwa lemah.

Minhwa segera menahan ommanya ketika ia beranjak turun dari lantai atas menuju ruang tamu tempat Baekhyun sekarang berada. Minhwa segera turun dan menemui Baekhyun.

“Byun ah..kau mau apa..?”

“Aku ingin mengajakmu berbelanja hari ini” katanya dengan senyum yang memperlihatkan bibir kotaknya.

“Aigoo.. aku tidak punya uang.”

“Kwenchana aku yang akan membelikannya untukmu sebagai permihonan maafku selama ini” kata Baekhyun sambil menggaruk tengkuknya

“arasseo.. khaja!!!”

“kau tidak mandi dulu?” kata Baekhyun heran

“Hahahaha Babo.. baiklah aku akan mandi dulu” Baekhyun tersenyum melihat Minhwa yang melangkahkan kakinya pada setiap anak tangga yang akan membawanya menuju kamar mandi.

Sementara di tempat lain seorang yeoja yang sudah siap dengan alat melukisnya. Cat,kuas,kanfas dan sebagainya. Young Ah tampak sangat sibuk kali ini ia menyelesaikan hampir 18 lukisan berbeda dalam waktu satu malam. Masih ada dua lukisan yang harus ia selesaikan. Young Ah sengaja membuat 20 lukisan sebagai simbol kelahiran Luhan. Kesibukannya tiba – tiba terhenti saat seorang namja melingkarkan tangannya di bahu yeoja ini. Young Ah seketika terhentak dan menjatuhkan kuasnya. Yeoja ini berbalik menghadap namjanya.

“ Wee..”

“Aku ingin mengajakmu berbelanja.”

“Untuk apa..?” kata Young Ah bingung

“Kau harus jadi yang terbaik besok” kata Luhan.

“Bukankah kita masih punya baju yang kemarin.”

“kita sudah memakainya beberapa kali. Aku ingin kau tampil berbeda kali ini Young Ah ya”

“Arasseo..”

Merekapun segera pergi ke salah satu mall terbesar di korea. Memang memang berasal dari keluarga yang berada. Luhan tinggal di Korea sejak 5 tahun yang lalu dan belajar berbahasa korea melalui Young Ah. Karena itu Luhan sanggup melakukan apapun demi Young Ah begitupun sebaliknya.

Luhan membelikan dress panjang untuk Young Ah. Meskipun terkesan sangat mewah namun dress itu masih memperlihatkan sisi manis dari seorang Young Ah. Luhan memang sengaja memesankan baju itu untuk Young Ah. Young Ah selalu bertanya pada Luhan mengenai harga baju itu. Tapi Luhan selalu mengatakan kalau Young Ah jauh lebih berharga daripada seribu baju seperti itu.

“Kau cantik Young Ah ya..” kata Luhan memeluk yeojanya dari belakang

“Gomawo yeo.. “Young Ah menggenggam tangan Luhan yang kekar dan memperhatikan pantulan mereka pada cermin di depannya.

Mereka tidak langsung pulang. Luhan mengajak Young Ah makan di sebuah restran mewah semua makanan telah dipesan jauh sebelum Young Ah tiba di sana. Young Ah tampak heran dengan tingkah laku Namjanya itu. Luhan sangat bahagia saat itu terbukti dari senyumnya yang mereka. Namun berbeda dengan Young Ah. Sebenarnya saat itu Young Ah tidak ingin makan makanan berat ,tapi karena tak ingin mengecewakan Luhan Young Ah pun terpaksa memakannya.

Tentu saja Luhan memperhatikan Young Ah. Luhan akhirnya memutuskan bertanya pada Young Ah

“Young Ah ya.. sebenarnya apa yang ingin kau makan Eohh??”

“Honey,, apakah di sini tidak menjual Ice Cream”

“Hahahaha tentu saja ada Young Ah. Kenapa kau tidak mengatakanya” Luhanpun memanggil pelayan dan memesan Ice cream kesukaan yeojanya.

+++++

Seorang yeoja berkaki panjang tampak baru keluar dari pintu bandara. Ia berjalan sambil memegangi sebuah kertas dan minuman dingin di dangannya. Yeoja ini tampak sibuk mencari seseorang. Tapi orang itu tak kunjung tiba.

Yeoja ini adalah Kim Hyung KI,dia baru saja pulang dari Jepang melanjutkan pendidikan bela dirinya. Namun setelah sekian lama ia memutuskan untuk kembali ke Korea. Kabarnya Yeoja ini akan memasuki kelas Vocal keesokan harinya di sekolah yang sama dengan,Kim Taeha

Jauh dari sana seorang namja masih sibuk berkutak dengan bukunya. Ia tampak sangat menikmati buku berjudul The Little Prince yang bahkan sudah ia baca beberapa kali sejak ia berusia 7 tahun. Namun tampaknya perasaan jenuh tak kunjung datang menghampiri namja bernama Suho ini.

Tiba-tiba Suho melemparkan bukunya ke meja dan tampak sangat panik.

“Na Cugosseo..!!!” teriak namja ini

Tentu saja dia akan mati. Bagaimana tidak seorang yeoja dengan tempramen yang sangat tinggi tengah menunggunya sekarang. Semestinya ia telah stand by di sana sejak 1 jam yang lalu. Namun tampaknya hampir satu setengah jam ia membuat Hyung KI menunggu. Suho segera melajukan mobil sedan putihnya menuju ke tempat di mana ia seharusnya berada

+++++At Air port

“Hyung KI ah mianhae” Katanya lemas

Hyung KI tidak menjawab,ia hanya menatap tajam Suho yang sekarang nyalinya sedang menciut.

“Maaf aku terlambat.” Suho seketika kaget dengan suara Hyung KI yang melengking

“Yakkk.. kau. Kenapa kau terlambat? Kau membaca buku itu lagi “

“Ia,, tapi aku langsung ke sini saat aku mengingatnya kan?”

“Tidak ada bedanya yang jelas kau terlambat.”

Hyung KI lalu menyeret kopernya menjauh dari Suho. Suho berlari dan membuka pintu mobilnya untuk Yeojanya itu. Suho segera mengemudikan mobilnya menuju rumahnya. Hyung KI tak sedikitpun berbicara sampai Suho yang memulainya duluan.

“Hyung KI ssi mian,”

“Kwenchana Suho ssi.. aku hanya sedikit kesal menunggumu di sana. Itu semua karena aku tidak tahu jalan menuju rumahmu.”

“Ne..” Suho meraih tangan Hyung KI ke dalam genggamannya.

+++++

“Yeboseyeo..” kata Chanyeol

“Wae yoo??” Jawab Taeha dengan nada yang datar.

“Taehaya aku sudah tiba di depan rumahmu kau bilang mau berbelanja hari ini kan”

“Ne.. Tunggu aku akan segera turun”

Taehapun turun dari kamarnya menuju tempat dimana Chanyeol sekarang atau tepatnya di depan pintu gerbang rumah Taeha.

“Chanyeol ah.. kaja” kata Taeha sambil berlalu melewati namjanya menuju Mobil sport hitam yang terparkir tak jauh dari tempat mereka sekarang. Chanyel bergeleng memperhatikan tingkah yeojanya yang boleh dibilang berbeda dengan biasanya. Taeha memang sangat ramah dan sangat manja hari itu. Tentu saja bukan karena tanpa alasan,Taeha sangat ingin berbelanja di mall Seoul bersama Chanyeol.

“Taehaya… memangnya apa yang ingin kau beli eo?” katanya tanpa melihat ke arah Taeha

“Aku ingin membeli sebuah gaun yang sangat indah Chanyeol ah..” katanya dengan mata yang berbinar

“Mwoo.. Gaun??”

“ Kenapa…” Chanyeol tiba-tiba menghentikan moblnya membuat Taeha terjungkal kedepan

“Yakkk kenapa kau hentikan mobilnya??” kata Taeha ketus

“kau ingin Gaun kan?”

“Tentu saja..”

“Kalau kau mau Gaun kau itu tidak perlu ke mall. Kau hanya cukup meminta Gakyung mendisainkan sebuah gaun untukmu. Dan kau tahu hasil design nya itu sangat bagus,lagipula jika  kau membelinya dari Gakyung bukankah kau akan mendapatkan diskon” kata Chanyeol menjelaskan panjang lebar

Taeha seketika berteriak tidak terima dengan perkataan Chanyeol.

“Ya.. michosseo.. aku tidak mau. Aku harus mendapatkan gaun yang ku inginkan. Kalau kau tidak mau menemaniku aku turun di sini.” Taeha segera membuka pintu mobil dan berlari menjauhi Park Chanyeol. Menyadari kalau perkataanya salah Chanyeol segera turun mengikuti langkah Taeha. Tak butuh waktu lama untuk mengejar Taeha. Chanyeol segera menarik Taeha berbalik padanya,dilihatnya mata Taeha yang berkaca-kaca. Mungkin yeoja in tersinggung akibat perkataan namjanya sendiri.

“Apa aku salah mendapatkan apa yang ku inginkan?” katanya dengan suara yang bergetar

“Aniya Taeha yah… Mianhe.” Chanyeol meraih Taeha ke dalam pelukannya dan menuntun yeoja ini kembali ke mobilnya.

Mereka akhirnya sampai di tempat yang sangat Taeha inginkan. Taeha membeli sebuah gaun yang di design oleh Gakyung hanya saja di jual di lokasi yang berbeda. Taeha berbalik memandangi Chanyeol dengan senyum yang merekah di wajahnya sementara chanyeol mengacak rambutnya gusar melihat tingkah yeojanya

“Bukankah itu sama saja”

“Gommawo Chanyeol ah..”

+++++

“Minhwa yah,,bagaimana kalau yang ini?” kata Baekhyun

“Mwo.. kau ingin membuatku terlihat seperti ajumma??”

“Tidak,, ini kan dress yang sangat bagus.”

“Aku tegaskan sekali lagi padamu,aku tidak mau pakai dress yang kau pilih. Lagipula ini kan hanya acara musim panas.”

“tapi bukankah semua orang akan memakainya.”

Minhwa berjalan dan terus berjalan ditemani oleh Baekhyun yang terus berada di belakangnya. Sesekali Baekhyun tampak menarik lengan Minhwa saat sekelompok namja berjalan tepat di depan Minhwa berusaha menghlangi langkahnya. Pada saat seperti itu Baekhyun akan mengatakan” kau ada masalah dengan yeojaku” dan Minhwa yang mendengarnyapun tersenyum kaku.

Minhwa memutuskan untuk membeli sebuah Hotpants berwarna biru dengan baju kaos yang senada, Baekhyun yang semula menginginkan Minhwa memakai gaunpun mencari berbagai ide. Baekhyun berfikir keras di mana dia bisa mendapatkan gaun yang cocok untuk Minhwa. Tiba-tiba Baekhyun teringat akan Gakyung sahabat Minhwa,

“Dia pasti bisa menolongku,diakan tahu bagaimana Minhwa. Dan tentu saja dia akan mau membantuku” kata namja ini.

Setela mengantarkan Minhwa pulang kerumahnya di malam hari Baekhyun menuju rumah Gakyung. Meminta bantuan pada sang Designer

“Silahkan masuk … “kata Gakyung ramah

“Gomawo”

“Kenapa kau datang malam – malam Baekhyun ssi?”

“Anii.. sebenarnya aku ingin meminta bantuanmu Gakyung ah”

“aku akan membantumu semampuku,apakah itu hal yang sulit..?”

“Nee… aku ingin kau membuatkan sebuah gaun untuk Minhwa”

“hahaha.. itu bukanlah hal yang sulit Baekhyun ssi” Gakyung segera beranjak dari sofa menuju meja kerjanya memperlihatkan beberapa hasil rancangannya pada Baekhyun.

“Ini adalah hasil rancangan ku dan memang ku khususkan untuk Minhwa. Bagaimana menurutmu??”

“Aku tidak tahu Gakyung ssi semuanya tampak bagus,tapi aku tidak yakin kalau Minhwa mau mengenakannya” kata Baekhyun kecewa

“Kwenchana aku akan membuatkan design yang baru”

Gakyung menuju meja kerjanya saat itu juga. Beberapa menit kemudian Gakyung datang dengan sebuah design di tangannya. Di sana tergambar jelas sebuah gaun yang sangat sederhana. Gaun itu berwarna peach dengan sedikit renda di pinggang dan ujung lengannya yang panjang. Gakyung berencana untuk memasangkan gaun itu dengan sebuah wages ringan yang sengaja ia buat special untuk Minhwa

“Gakyung ssi kenapa sepatunya seperti itu ?”

“Hahaha,, ini wages Baekhyun ssi. Ini cocok untuk Minhwa yang jarang bahkan tidak pernah memakai Heels.”

“Ohh benarkah”

“Nee.. aku masih akan menambahkan sedikit pola di sekitar dada dan bagian belakangnya”

“kalau begitu terima kasih. Aku pulang dulu Gakyung ssi”

“Nee..”

Gakyung segera menuju meja kerjanya setelah Baekhyun benar-benar pergi. Beberapa detik kemudian seorang namja memasuki ruang kerja Gakyung. Namja ini segera menghampiri yeojanya. Gakyung langsung tersenyum saat melihat bayangan namjanya itu. Gakyung segera berdiri dan menghambur memeluk Jong In. Jong In memeluk Gakyung sambil sesekali mengecup puncak kepala yeojanya itu.

“Kau sedang apa Gakyung ah??” kata Jong In dengan posisi yang sama

“Aku sedang membuat design dress untuk Minhwa” katanya

“untuk malam puncak ??”

“Ne oppa…”

“kau sendiri sudah punya gaun?”

“Ne..”

“padahal aku berniat untuk membelikan sebuah gaun untukmu.”

“Haha Oppa tidak perlu melakukannya. Aku bisa membuat milikku sendiri.”

“Arasseo chagia”kepala jong in tertunhuk mensejajarkannya dengan bibir Gakyung

Gakyung langsung melepaskan pelukan dari Jong In menuju meja kerjanya. Di sana Gakyung tampak membuka sebuah laci dan mengambil buku yang berisi designnya.

“Oppa.. lihat ini. Ini baju yang ku design untuk oppa. Otthe??” katanya sambil menyerahkan buku itu pada Jong In

“Sangat sempurna Kyung ahh”kata jong in saat memperhatikan hasil design yeojanya yang bahkan tak memiliki kekurangan.

“oppa ingin yang mana??”

“terserah kau saja kyung,,”

“Arasseo..Oppa ireona..”sambil menarik tubuh Jong Un dengan susah paya

“Untuk apa..” katanya bingung

“aku harus mengukur tubuh oppa agar baju yang ku buat pantas untuk oppa”

“hahahaa arasseo chagia”

Gakyung mengambil meteran di meja kerjanya dan segera membentangkannya mengukur setiap inchi tubuh Jong In. Gakyung terkekeh saat ia mengukur bahu Jong In.

“Ternyata bahu oppa lebar juga..”

“itu milikmu Gakyung ah” Gakyung hanya membalasnya dengan senyuman malu.

Gakyung kembali pada aktifitasnya semula mengukur tubuh Jong In. Saat Gakyung mengukur lengan Jong In,Namja ini tiba-tiba meletakkan tangannya di pinggang Gakyung dan menariknya lebih dekat. Gakyung menahan wajahnya agar tak menyentuh langsung Dada Jong In yang bidang. Jong In terus memandangi Gakyung yang tampak mengerjapkan matanya dan berusaha membebaskan diri darinya. Namun Jong In tak sedikitpun melepas Gakyung

“Saranghae..” kata Jong In dengan nada yang berbisik di telinga Gakyung

“Oppa.. Mo..oyaa??” kata Gakyung tebata bata

Jong In tak membalas perkataan Gakyung. Jong In hanya melingkarkan kedua lengannya dan membuat jarak mereka semakin rapat. Jong In menatap tajam Gakyung dan perlahan menunduk. Gakyung dapat merasakan nafas Jong In yang menerpa hangat wajahnya.

“Kau kedinginan kyungi ah??” katanya pelan

“aniya..”elak Gakyung

“kau coba membohongiku. Kalau kau tidak kedinginan lalu kenapa wajahmu memerah”

“Molla… Oppa”

Jarak diantara mereka semakin sempit. Gakyung memejamkan matanya saat Jong In menyentuhkan Bibirnya ke bibir yeoja ini. Malam itu memang sangat dingin,sehingga hal itu membuat Jong In menginginkan kehangatan dari yeojanya. Jong In terus melanjutkan kegiatannya malam itu tanpa ada yang mengetahui kapan mereka akan menghentikannya.

 

TBC


I’m A Jealous Man, So What? (Chapter 1)

$
0
0

I’m A Jealous Man, So What?

 

Nama author : Goseumdochi

Genre :  Romance, Drama

Length :  <3000

Rating : T

Main Cast : Kai, Park Chanyeol, Oh Sehun, Kris and You (as Park Hana)

Other Cast : Luhan,  Xiumin, dan masih banyak lagi.

Disclaimer : This story is mine.  EXO milik Tuhan. Park Chanyeol suami aku~ *digebukin*

Ah! Maaf typo, kecepetan, biasa, feel kurang, aduh maaaaf.

I’m a jealous man, So what?

Chapter 1

Hana POV

Setelah kejadian di kantin tersebut, Sehun segera menarikku dari kerumunan dan mengatakan padaku semua tentang laki – laki menyebalkan tadi. Kim Jongin atau biasa disebut Kai, adalah murid dari kelas sebelahku yang ternyata adalah anak dari pemilik sekolah tempat aku berdiri sekarang.

Oh great di hari pertamaku, aku sudah mencari masalah dengan anak pemilik sekolah. Akan seperti apa hariku selanjutnya ya Tuhan…

~x~o~x~o~

Keesokan harinya, pada pagi hari seperti biasa aku kembali menguncir rambut gelombangku ini sebelum berangkat sekolah. Setelah sarapan aku langsung berlari ke halaman belakang rumahku untuk mengambil sepedaku.

Benar saja yang dikatakan Sehun, kesialan demi kesialan akan menimpaku dari pagi hari. Sepeda yang baru saja akan aku gunakan dihari kedua ini tiba – tiba rantainya tidak ada dan terdapat banyak coretan berwarna – warni tidak jelas diatasnya.  Aku sudah tahu siapa pelakunya. Sangat tahu. Kim Jongin, bandit itu… Siapa lagi jika bukan dia.

Kesialan dimulai lagi saat aku baru memasuki sekolah baruku ini. Ketika aku membuka lokerku, aku menemukan banyak coretan dan sampah didalamnya. Dengan geram aku mengambil salah satu kertas bekas didalam lokerku lalu meremasnya dengan perlahan,”Mati kau Kim Jongin.”

Aku hampir terlambat memasuki kelasku karena sibuk membersihkan loker baruku yang menjadi bau karena sampah yang dimasukannya kesana. Aku sebisa mungkin menahan hasratku untuk tidak ke kelasnya pagi ini dan langsung menghajarnya didepan muka, aku berusaha fokus dengan pelajaran walaupun pikiranku sangat kacau pagi ini.

“Gwaenchana?” tanya Sehun sambil memegang bahuku tepat setelah guru pelajaran pertama kami keluar dari kelas.

Aku menganggukan kepalaku lalu tersenyum tipis kepadanya,”Gwaenchana.”

“Ayo kita ganti baju, sebentar lagi pelajaran olahraga kita harus ke ruang olahraga!” seru Jaein sambil menarik tanganku keluar. Aku melangkahkan kaki ke lokerku untuk mengambil seragam olahragaku.  Dan lagi, dia melakukannya. Kali ini aku tidak menemukan baju olahragaku dalam lokerku. Aku menghela nafasku kasar lalu membanting pintu loker didepanku.

Dengan langkah pasti aku mengarahkan kaki ke tempat makhluk itu, Kim Jongin. Kebetulan sekali kelasnya benar – benar sedang ramai karena tidak ada guru yang mengajar, aku jadi memberanikan diriku memasuki kelasnya tanpa peduli terhadap apapun.

NORMAL POV

“Brak.” bunyi pintu terbuka dengan kerasnya. Murid – murid yang tadinya sedang bercanda satu sama lain langsung menghentikan tawanya saat melihat seorang gadis dengan tatapan garangnya memasuki ruangan lalu menuju ke seseorang, Kim Jongin, yang dengan santainya masih menggunakan headset sambil tersenyum tipis melihat kedatangan gadis tersebut. Seolah tahu hal ini akan terjadi kepadanya.

“Dimana bajuku?” tanya Hana dengan penuh penekanan.

Pria tersebut mendengus mendengar pertanyaan gadis tersebut,”Apa kau pikir aku akan memberitahukannya?”

“Ya!” geram gadis tersebut dengan gigi yang terkatup rapat dan kedua tangan yang sudah mengepal kuat disisi tubuhnya seolah menahan amarah.

“Kau tahu kotak berwarna biru didekat lapangan? Aku rasa pakaianmu itu berada disana.” mendengar jawaban Kai tentang kotak berwarna biru yang berarti tong sampah, tanpa pikir panjang Hana menarik kerah seragam pria tersebut hingga Kai terangkat dari bangkunya.

Semua orang yang berada dikelas tersebut langsung menahan nafas melihat kejadian langka dihadapan mereka. Semua berpikiran sama tentang betapa beraninya gadis dihadapan mereka ini.

“Hana!” seru seseorang yang sekarang berdiri tak jauh dari mereka, Oh Sehun.

Hana menggigit bibirnya menahan kekesalannya terhadap pria yang sekarang berada digenggamannya dengan wajah yang sulit diartikan. Perlahan Hana mendekatkan tubuhnya ke pria tersebut,”Kau… masih berurusan denganku.” bisik Hana tepat didepan telinganya lalu menghempaskan tubuh pria tersebut dengan kasar.

“Kajja.” ajak Sehun sambil menarik telapak tangan Hana keluar dari kelas tersebut.

Kai, lelaki itu memandang punggung gadis yang pergi dari hadapannya dengan tatapan membunuh. Dirinya sangat kesal dengan apa yang baru saja dilakukan gadis tersebut dihadapan teman – temannya.

“Memalukan.” desisnya pelan. Dia tersenyum miring lalu melangkah keluar dari ruangan kelasnya.

Setelah keluar dari kelas, Sehun langsung menarik Hana membawanya menjauhi kelas tersebut. Merasa sudah cukup jauh, Sehun menghempaskan genggaman tangannya pada gadis tersebut dengan kasar,”Apa yang kau lakukan hah?!”

“Ya, kau kenapa?”

Sehun mendengus kesal,”Bukankah sudah kukatakan jangan berurusan dengannya seberat apapun itu?! Kenapa kau malah dengan beraninya melakukan itu?!”

“Karena dia keterlaluan!” protes Hana sambil menunjuk kelas yang tadi ia masuki tersebut.

“Dia merusak sepedaku, membuat kotor lokerku, lalu dia membuang bajuku ke tong sampah. Apa aku tidak boleh marah?!” lanjut Hana.

“Tapi ini baru hari keduamu! Bagaimana kalau si brengsek itu bicara ke orang tuanya dan mengarang cerita tentangmu?! Apa kau tidak memikirkan kelanjutannya?! Bagaimana dengan orang tuamu?!” pekik Sehun penuh emosi membuat Hana langsung terdiam mendengarnya.

Sehun menghela nafasnya kasar lalu menarik lengan Hana mengajaknya pergi,”Kajja, kita cari bajumu.”

“Tapi kelas-”

“Kita tidak mungkin mengikutinya.” potongnya cepat sambil terus berjalan tanpa memandang gadis disebelahnya tersebut.

Sehun membantu teman barunya tersebut mencari pakaiannya yang disembunyikan Kai didalam tong sampah yang cukup besar. Sehun bahkan rela melepaskan blazernya lalu menggulung kemeja lengan panjangnya sesiku untuk mencari seragam Hana lebih dalam.

“Sehun sudahlah… biar aku yang mencarinya.” ucap Hana pelan sambil menarik tangan Sehun keluar. Sehun hanya menggeleng pelan sambil tersenyum tipis sebagai responnya untuk Hana sementara tangannya masih sibuk mencari benda tersebut didalam sana.

Tiba – tiba Sehun berhenti lalu menatap Hana dengan wajah sumringahnya,”Aku menemukannya.” Hana langsung tersenyum lebar lalu melihat benda yang ditarik Sehun tersebut.

“Kurasa kita harus mencuci ini dulu.” gumam Sehun sambil menatap wajah kecewa Hana yang melihat pakaiannya sudah sangat kotor dibeberapa bagian.

“Kajja.” Sehun mengarahkan kakinya ke keran terdekat lalu mencuci benda ditangannya tersebut dengan hati – hati.

Dengan sigap Hana menahan gerakan tangan Sehun Saat Sehun mulai mencuci benda ditangannya tersebut,”Biar aku.” gumamnya pelan. Namun dihiraukan begitu saja oleh Sehun yang malah tetap dengan setia mencuci benda ditangannya tersebut.

“Andwae…” gumam Hana sambil menahan gerakan tangan Sehun.

“Ini hanya sedikit, lagipula ini tanggung.”

“Aniya… aku bi-”

“Kau diam saja.” ujarnya singkat.

“Sehunah…” gumam Hana yang melihat betapa keras kepalanya makhluk disebelahnya tersebut. Hana kemudian menghela nafasnya pelan lalu mengambil dengan paksa seragamnya dari tangan Sehun lalu mencucinya sendiri. Sehun yang tidak suka langsung berusaha mengambilnya lagi namun langsung ditepis begitu saja oleh Hana.

“Ya!”

“Shireo.” sahut Hana tanpa mempedulikan tatapan kesal Sehun. Sehun yang melihat itu langsung mendengus kesal lalu menarik sebagian benda yang berada ditangan Hana tersebut.

“Ya!”

“Kita lakukan bersama.” ujar Sehun sambil tersenyum kearah Hana, menyebabkan gadis tersebut langsung terdiam seketika melihatnya. Hana kemudian tersenyum lalu kembali mencuci pakaiannya tersebut.

Mereka terlihat sangat dekat, sanking dekatnya jika saat ini ada orang yang melihat mereka sekarang, mereka pasti menyangka Sehun dan Hana berpacaran. Seperti orang yang saat ini sedang memperhatikan mereka dibelakang dengan tatapan tajam. Yap, Kim Jongin. Pria yang sejak tadi diam – diam mengikuti kedua makhluk yang berada tak jauh didepannya sekarang.

“Cih.” desisnya lalu melangkah pergi menjauhi kedua orang tersebut.

Setelah mencari kantung plastik untuk memasukan pakaian yang baru saja dicuci tersebut, dan meletakannya kembali di loker untuk nanti dibawa pulang olehnya, Sehun mengajak Hana untuk ke kantin sekolah karena waktu yang sebentar lagi menunjukan waktu istirahat mereka.

Hana menolak ajakan Sehun dengan alasan ingin mencari suatu tempat, yaitu ruang musik. Tadinya Sehun ingin menemani Hana, namun seseorang dengan nam tag bertuliskan ‘Luhan’ mengajak Sehun ke lapangan untuk bermain basket dengannya. Karena merasa tidak enak dengan laki – laki tersebut, Hana langsung meminta Sehun untuk lebih memilih pergi dengan Luhan daripada dengannya. Walaupun berat dan beberapa kali berargument tentang dirinya yang kemungkinan tersesat, akhirnya Sehun menyerah dan membiarkan Hana pergi sendiri ke ruang musik.

Baru saja Hana berjalan disebuah koridor, tiba – tiba ia melihat Kai dari kejauhan sana. Hana langsung menghentikan langkahnya sejenak melihat laki – laki tersebut melangkahkan kaki kearahnya.

Dengan langkah tegap Hana berjalan berlawanan dengan pria tersebut tanpa mempedulikan tatapan tajam dan seringaian tipis di wajah pria tersebut. Dengan sengaja Kai membuka kakinya ketika Hana berjalan disebelahnya, menyebabkan gadis tersebut hampir terjatuh jika saja ia tidak berpegangan dengan sesuatu didepannya.

“Ya!”

“Eo? Gwaenchana?” tanya Kai penuh dengan kepura – puraan.”I’m sorry… to say that i’m not sorry for what i’ve did to you.” lanjutnya lagi sambil tersenyum tipis lalu melangkahkan kakinya menjauhi Hana yang sejak tadi tengah menatapnya tajam.

“Gwaenchana?” tanya seseorang dengan suara berat dihadapan Hana. Hana langsung menoleh ke asal suara tersebut lalu menyadari posisinya yang ternyata sejak tadi memegang lengan pria tersebut saat dirinya hampir terjatuh karena ulah kekanakan Kai.

“Ah mianhae.” ujar Hana sambil menunduk malu.

“Gwaenchana. Ah! Kau pasti Hana? Park Hana?”

“Ba-bagaimana kau bisa tahu?”

“Tentu saja, satu sekolah tahu siapa kau. Mengingat kejadian kemarin.” jawabnya santai. Ia kemudian mengulurkan tangannya mengajak gadis tersebut bersalaman,”Aku Chanyeol, Park Chanyeol.”

Hana terdiam sebentar melihat tangan tersebut lalu perlahan menyambutnya,”Hana, seperti yang tadi kau sebut, Park Hana.”

Dia tersenyum lalu melepaskan jabatan tangannya,”Apa yang kau lakukan di koridor sini? Kupikir kelasmu jauh dari sini?”

“Aku… Ah… Tersesat.” jawab Hana ragu.

Chanyeol langsung menahan tawanya mendengar jawaban Hana, menyebabkan gadis tersebut refleks meninju pelan lengan pria dihadapannya tersebut karena menertawakannya.

“Memang kau mau kemana, Hana ssi?”

“Err… ruang musik?” jawabnya tak yakin.

“Kau anggota musik?”

Hana langsung menggeleng cepat mendengar pertanyaan Chanyeol,”Aniyo, aku hanya ingin melihatnya.”

Chanyeol menghela nafasnya pelan lalu tersenyum kepada gadis dihadapannya tersebut,”Kajja, aku antar.” Raut wajah gadis tersebut langsung berubah senang mendengar tawarannya. Mereka berdua kemudian berjalan beriringan menuju ruang musik tersebut sambil sesekali bertanya tentang satu sama lain.

“Heol…” ucap Hana penuh kagum saat memasuki pintu yang tengah dibukakan oleh Chanyeol. Ruangan itu cukup besar dan rapi, alat musiknya juga kelihatannya lengkap, dan yang lebih baik lagi ruangan ini kedap suara sehingga semua yang melewati ruangan ini tidak perlu merasa terganggu karena suara – suara musik dari dalam sini.

“Kau bisa main musik?”

“Dulu…” jawab Hana sambil menyentuh grand piano dihadapannya dengan tatapan penuh arti, seolah ada sesuatu dibalik benda yang kini disentuhnya tersebut. “Bagaimana denganmu?”

“Aku? Aku bisa gitar.”

“Jinjja?! Aku selalu kagum dengan seseorang yang bisa bermain gitar. Bisa mainkan satu lagu untukku?” pinta Hana sambil menghambur berjalan mendekat ke pria tersebut.

Chanyeol kemudian mengangkat sebuah gitar coklat dihadapannya lalu mencari tempat yang nyaman untuknya dan Hana duduk,”Tapi suaraku tidak begitu bagus.” Hana langsung menggelengkan kepalanya dan meminta Chanyeol memainkan sebuah lagu untuknya dengan antusias.

Chanyeol berdehem sesekali lalu mulai memetik gitarnya, mengalunkan nada yang tidak begitu asing ditelinga Hana.

[Err... disarankan play Chanyeol feat D.O – Nothing On You at Sukira]

If I told you I was perfect I’d be lying,

If there’s somethin I’m not doin girl I’m tryin’.
I know I’m no angel.
But I’m not so bad…

No, no, no,

if you see me at the party conversating,
that doesn’t mean telephone numbers are exchangin’.
I know I’m no angel, girl.
But I’m not so bad… you should know theres

Beautiful girls all over the world
I could be chasing But my time would be wasted,
Cause they got nothing on you, baby
Nothing on you, baby

They might say hi, and I might say hey
But you shouldn’t worry, about what they say
‘Cause they got nothing on you, baby
Nothing on you, baby….

Chanyeol langsung tersenyum malu ke Hana tepat setelah ia menyelesaikan lirik terakhir lagu tersebut.

“Heol!” seru Hana sambil menepuk tangannya setelah mendengar permainan Chanyeol.

“Itu tidak terlalu baik.” ucap Chanyeol rendah.

“Mwoya… sebagus itu kau bilang tidak baik? Ya… kau benar – benar keterlaluan.” seru Hana sambil memukul lengan Chanyeol pelan.

Chanyeol tertawa kecil sambil mengusap lengannya pelan,”Ah! Apa kau sudah memutuskan akan bergabung ke suatu club di sekolah ini?”

Hana menggelengkan kepalanya,”Aku masih bingung.. antara basket dan musik.”

“Mwo?! Basket?!” seru Chanyeol saat mendengar pernyataan Hana barusan.

“N-ne… waeyo?”

“Kau bisa bermain basket? Aku ketua team basket laki – laki sekolah ini. Kau ingin bergabung dengan team perempuannya?” tanya Chanyeol dengan wajah berseri.

“Call!” jawab Hana sambil tersenyum riang.

Mereka kemudian berbincang ringan tentang kehidupan mereka. Mulai dari basket, tempat tinggal, mengapa Hana bisa pindah ke Seoul dan kelakuan laki – laki menyebalkan itu, Kim Jongin. Yang ternyata teman sekelas Chanyeol sampai sekarang.

“Berarti kau melihat kejadian tadi?” tanya Hana dengan hati – hati, mengingat betapa lancangnya ia pagi – pagi menerobos masuk kelas orang lalu berniat menghajar seseorang seperti preman pasar.

“Tentu saja. Kau keren sekali.” jawab Chanyeol santai sambil menahan tawa mengingat betapa garangnya wajah Hana tadi,”Baru kali ini ada orang yang berani melawan Kai sampai seperti itu”

“Itu karena ia menyebalkan.” gumam Hana pelan lalu menggembungkan kedua pipinya. Chanyeol tertawa kecil melihat gadis dihadapannya tersebut lalu mencubit kedua sisi pipinya,”Kau ternyata menarik ya.”

“Ya!” seru Hana sambil menepis kedua tangan Chanyeol.

“Kajja. Jam istirahat sebentar lagi selesai. Apa kau tidak lapar?” tanya Chanyeol sembari bangkit berdiri dari bangkunya.

“Maja! Aku lupa aku bawa bekal!” seru Hana sambil menepuk jidatnya keras.

Chanyeol tersenyum lalu mengulurkan tangannya mengajak gadis dihadapannya tersebut untuk bangkit berdiri,”Kalau begitu kita kembali ke kelas kita masing – masing.”

Hana mengangguk sekali lalu memegang tangan Chanyeol untuk membantunya berdiri.

“Padahal aku ingin mengajakmu makan di kantin.” gumam Chanyeol pelan.

“Ne?”

“Mungkin lain kali.” ujar Chanyeol santai.

“Apanya?” tanya Hana yang masih tidak mengerti dengan perkataan Chanyeol karena tidak mendengar sama sekali pernyataan Chanyeol yang pertama. Chanyeol hanya mendecak sebal lalu mengacak rambut gadis tersebut dengan jahilnya.

“Ya!” protes Hana sambil mengejar Chanyeol yang kini berlari menjauhinya.

Sepanjang jalan dari studio musik sampai depan koridor kelas mereka, Chanyeol dan Hana masih sibuk bercanda satu sama lain dengan riangnya, membuat beberapa pasang mata melihat kearah mereka dengan heran.

Mereka bahkan sudah saling memanggil sebutan nama tanpa embel  – embel ssi apapun sehingga menambah kecurigaan para siswa yang mendengar candaan mereka. Terutama dua orang yang berdiri di sudut yang berbeda, memandang mereka berdua dengan tatapan yang sulit diartikan. Salah satu diantara mereka lebih memilih masuk ke dalam kelasnya sementara yang satu masih sibuk memandang intens kedua sosok dihadapannya sampai kedua orang tersebut masuk ke kelas mereka masing – masing.

“Apa hubungan mereka?” pikir Kai dan Sehun bersamaan.

~tbc~

Review~


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live