Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

Quiet Girl?

$
0
0

 Quiet Girl?

Quiet Girl

 

Author : peterpanwendy (@fyevita)

Tittle : [Ficlet] Quiet Girl?

Cast : Byun Baekhyun

           Han Jangmi (OC)

Minor Cast : Min Ahrin (OC)

                      EXO’s Members

Genre : Romance, fluff, school life

PG/rating : T(tskuka-tsuka saya :p)

WARNING!

Baekhyun milik Tuhan dan SMENT, ff ini milik saya seorang(?) dan murni hasil pemikiran sendiri. Oya, ff ini belum layak untuk diplagiat ^^

Happy reading~

 

Siang itu kelas 11-3 terlihat sangat ramai, berbeda dengan penghuni kelas lainnya yang tenang. Adanya jam kosong mungkin menjadi faktor terbesar keramaian itu.

Ditengah-tengah kelas, lebih tepatnya dibangku milik Jangmi dan Ahrin, hampir seluruh siswa tengah berkumpul. Tentu saja untuk mengisi waktu luang. Tak jarang suara gelak tawa keluar dari mulut mereka ketika Jangmi melontarkan lelucon konyolnya.

Aigo Han Jangmi, jangan bersuara lagi! Perutku benar-benar sakit,” kata Luhan sambil memegang perutnya yang terasa kram akibat suara tawanya yang membahana itu.

“Han Jangmi memang yang terbaik dalam melontarkan lelucon. Dia benar-benar wanita gila!” kata—atau lebih tepatnya ejek—Chanyeol. Jangmi mendengus.

“Kau pikir aku badut? Sialan!” dengus Jangmi. Perlahan yeoja itu memalingkan pandangannya menuju sudut ruangan kelasnya.

Andai dia mau bergabung bersama disini, kurasa dunia akan menjadi indah, Jangmi mulai berimajinasi

“Byun Baekhyun, kau tak mau bergabung?” teriak Joonmyeon dengan suara lantang. Baekhyun menatap Joonmyeon sekilas lalu menggeleng.

“Aku harus menyelesaikan tugas ini,” jawab Baekhyun dengan datar.

 

***

 

Jam pelajaran telah berakhir. Seluruh murid pria bersorak gembira karena itu tandanya mereka telah diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing untuk segera istirahat, sedangkan seluruh murid wanita bersorak gembira karena mereka bisa menyaksikan latihan club basket. Gudangnya para pria tampan.

“Min Ahrin, ayo ke lapangan!” ajak Jangmi sambil menarik lengan sahabatnya itu.

“Aku malas, Jangmi-ya. Aku mau pulang.”

“Ayolah~~ bukankah disana ada Sehun?” goda Jangmi. Benar, seketika itu juga wajah Ahrin berubah menjadi sumringah.

“Baiklah, ayo!” jawabnya.

Kedua wanita cantik baik rajin menabung dan berkebun itu berjalan beriringan menuju halaman sekolah yang cukup ramai terisi oleh teriakan-teriakan wanita centil.

“Sudah, disini saja,” kata Jangmi sambil menahan lengan Ahrin agar tak terlalu dekat saat menonton.

“Kenapa? Disini tidak terlalu kelihatan.”

“Sudahlah. Kau mau bergabung dengan wanita genit seperti mereka? Kalau aku tidak,” jawab Jangmi. Ahrin hanya mendengus.

Sorak sorai penonton makin terdengar ketika pemain basket mulai memasuki lapangan, begitu pula dengan Ahrin yang hampir kehabisan oksigen ketika melihat Sehun—dengan wajah cool—tengah membenarkan tali sepatunya.

“Oh Tuhan, ini surga dunia!” sentak Ahrin. Jangmi hanya tersenyum. Bukan, bukan karena ocehan Ahrin yang sangat tak penting baginya. Tapi karena sang kapten basket.

Ya, si kutu buku dan ketua kelas yang paling dia sukai. Byun Baekhyun.Oh Tuhan, dia membuatku gila! Oksigen, aku butuh oksigen! Jeritnya dalam hati.

“Han Jangmi, dia tersenyum!” sentak Ahrin. “Dia tersenyum padamu!”

 

***

 

“Apa?”

“Haruskah aku mengulanginya lagi, Han Jangmi?” tanya Ahrin dengan sebal. Jangmi menggelengkan kepalanya.

“Tidak, aku sudah paham,” jawab Jangmi. Mendadak raut wajahnya berubah menjadi muram. Kalau saja seluruh penghuni kelas melihatnya, mungkin mereka akan tertawa terbahak-bahak, apalagi Kim Jongin.

Mana mungkin si moodmaker di kelas memasang wajah menyedihkan seperti itu? Menggelikan!

Aigo, jangan sedih Han Jangmi. Tipe ideal seseorang bisa berubah-ubah. Bisa saja setelah ini dia menyukai wanita gila dan tak tau malu sepertimu,” kata Ahrin setengah bercanda. Jangmi hanya mencibir.

“Tapi kupikir kau ada benarnya. Kurasa dia memang menyukai wanita yang terkesan diam dan kalem. Kau tau, dari seluruh penghuni kelas yang idiot itu, aku sama sekali tak dekat dengannya. Bahkan disaat semuanya berkumpul, dia malah menyendiri dengan sebuah buku menyebalkan ditangannya. Aku benar bukan?”

“Emm, kurasa iya. Berita ini juga sudah tersebar. Kau tau, hampir seluruh wanita berusaha menjadi seperti tipe ideal Byun Baekhyun. Sedikit menggelikan memang,” jawab Ahrin diselingi sebuah tawa.

“Aku rasa Baekhyun sedikit risih denganku.”

“Kenapa begitu? Lalu kau ingin merubah sikapmu?” tanya Ahrin. Jangmi mengangkat bahunya. “Kalau begitu aku akan memalsukan tanggal lahirku.”

“Kenapa begitu?”

“Karena Sehun menyukai wanita yang lebih tua darinya,” jawab Ahrin sambil tertawa.  Jangmi hanya menggelengkan kepalanya.

“Kau benar-benar idiot, Min Ahrin.”

 

***

 

Sudah dua hari sejak kejadian itu. Kini Jangmi mulai merubah sedikit demi sedikit kebiasaanya yang selalu berteriak tak jelas didalam kelas dankebiasaannya yang sering mengejek Jongin serta teman-temannya. Paling tidak dirinya terlihat lebih baik dimata Baekhyun.

“Hei Han Jangmi, kemarin ada seorang halmeoniyang menamparku,” kata Jongin.

“Ha? Kenapa?”

“Dia benar-benar gila. Pendengarannya sudah berkurang. Dia kira aku berbicara menggunakan banmal, padahal aku menggunakan bahasa formal. Aneh bukan?”

Mulut Jangmi membuka, hampir mengeluarkan ejekan untuk Jongin. Tapi dia kembali sadar kalau Baekhyun tengah berada tak jauh dari tempat duduknya.

“Lain kali gunakan sandi morse jika bicara dengannya,” jawab Jangmi dengan datar. Jongin mengerutkan dahinya, sedikit tak paham dengan gaya bicara Jangmi hari ini.

“Kau sakit?”

“Tidak.”

“Lalu? Kau marah padaku?”

“Tidak juga. Sudahlah, cepat kembali ke bangkumu!” perintah Jangmi. Jongin hanya mengangkat bahu lalu berjalan menuju bangkunya.

 

***

 

Siang itu suasana halaman sekolah tak begitu ramai. Baekhyun pun memutuskan untuk duduk sambil membaca novel barunya dibawah pohon rindang.

“Byun Baekhyun!” sebuah suara berhasil mengalihkan perhatiannya. Dia—Chanyeol—langsung duduk disebelah Baekyun.

“Ada apa?”

“Ada hal penting yang harus kusampaikan padamu,” jawab Chanyeol. “Kau tau? akhir-akhir ini sikap Jangmi sedikit berubah. Belakangan dia menjadi pendiam dan jarang membaur denganku serta Jongin. Kau kan ketua kelas, coba bicara dengannya. Aku takut kalau dia ada masalah. Kau mau, kan?”

Baekhyun mengerutkan keningnya. Masalah? Apa wanita seperti Jangmi bisa mempunyai masalah? Sepertinya ada yang tak beres.

“Baiklah, nanti pulang sekolah aku akan bicara dengannya.”

 

***

 

Jangmi tengah duduk disebuah ayunan dengan kaki yang ia mainkan diatas tanah. Tatapannya kosong, seakan tengah memikirkan sesuatu yang sangat berat. Hidupnya seakan tak ada semangat. Berbeda dengan Han Jangmi yang dulu.

Dia kembali teringat ucapan Ahrin yang menyuruhnya untuk kembali seperti semula. Lagipula tak ada untungnya, toh Baekhyun tetap saja tak menghiraukannya. Ucapan Ahrin memang sedikit menyakitkan, tapi Jangmi membenarkannya.

“Apa yang tengah kau pikirkan, Nona Han?” sentak seseorang. Jangmi menerjapkan matanya lalu menatap samping kirinya.

Matanya membulat ketika melihat Baekhyun tengah duduk di ayunan sampingnya sambil menyunggingkan senyum. Hampir saja Jangmi lupa cara bernafas, tapi dia berusaha menetralkan kembali wajahnya yang terlihat bodoh.

“Ke… kenapa kau disini?”

“Aku tak sengaja melihatmu tengah duduk seperti orang depresi. Makanya aku kesini,” jawab Baekhyun.

Apa? Depresi? Hei, aku begini karnamu, bodoh!

“Ada masalah? Akhir-akhir ini kau sedikit berubah,” tanya Baekhyun. Jujur, hati Jangmi ingin meloncat keluar dari tempatnya ketika mendengar pertanyaan Baekhyun yang bernada khawatir—ditelinganya.

A.. ani. Tidak ada masalah.”

“Bohong!”

Jangmi menelan ludahnya dengan susah payah. Dia benar-benar memperhatikanku, batinnya. “Itu… aku sedang berusaha merubah diri.”

“Merubah diri? Untuk?”

“Kau pernah merasakan jatuh cinta? Ya, itu yang kurasakan,” jawab Jangmi. Perlahan ia membuang pandangannya dari Baekhyun. “Pria yang kusukai ternyata tak menyukai sifatku. Maka dari itu aku merubah segala aspek dari dalam diriku. Ini terdengar konyol memang.”

Baekhyun tersenyum. “Jika pria itu benar-benar menyayangimu, kurasa dia akan menerima dirimu apa adanya,” jawab Baekhyun. Jangmi mengangguk.

“Iya. Sayangnya dia tidak.”

“Apa kau yakin? Apa kau tak merasa salah pengertian?” Jangmi menatap Baekhyun dengan bingung. “Aku tengah menyukai seseorang. Dia benar-benar berbeda dengan tipeku. Dia sangat cerewet dan tak bisa diam. Dia juga tak tau aturan dalam bicara karena selalu berteriak, apalagi jika didalam kelas,” kata Baekhyun.

“Tapi aku tak pernah menuntutnya agar menjadi orang lain. Dialah salah satu alasan kenapa aku semangat masuk sekolah. Karena dia bisa membuatku tersenyum. Aku menyukai segala yang ada pada dirinya,” lanjutnya.

Entah sejak kapan jantung Jangmi berdetak sangat cepat sekarang. Bolehkan aku percaya diri? Tapi kurasa yang dia maksud adalah aku.

“Kau tau? Beberapa hari yang lalu aku memberikannya senyuman untuk pertama kali. Tapi sayang, dia tak melihatnya. Sekarang aku ingin memberikan senyum keduaku untuknya,” kata Baekhyun lalu menyunggingkan senyuman penuh arti.

Oh Tuhan, apakah aku sedang bermimpi? Di… dia… tersenyum padaku.

 

kkeut



Please, Don’t!

$
0
0

Please, Don’t!

 

Tittle                      : Please, DONT !

Cast                       : Kim Joonmyeon, Lee Chi Yeok (OC)

Genre                   : Romance

Rating                   : PG-16

Length                  : 2000 more words

Author                  : Ima Farohi(@Farohiima)

 

***

Surga kecil tempat berkunjungnya para kaum-kaum muda dengan variasi maupun suguhan yang tidak jauh dari nama surga ini. Ya. Meskipun tempat surga  ini berukuran kecil setidaknya masih dapat disebut kedai. Sebuah kedai pinggiran kota yang selalu tertangkap basah dengan tatapan mata sepasangan pemuda-pemudi yang dimadu asmara, entah itu ‘baru’ ‘lama’ atau hanya ‘akan’ menjadi sebuah pasangan. Tapi jangan salah paham dengan tempat ini, ini bukan juga tempat istimewa bagi sepasangan manusia yang membawa aura merah jambu, yang sesungguhnya, terkadang membuat sorotan mata orang-orang yang hampir setiap harinya membawa pasangan dimana jelas-jelas mereka satu jenis kelamin. Merasa jealous setengah mati. Membawa pasangan yang berjenis sama itu seperti mendapatkan ilham dari tuhan untuk menghentikan sebuah maksiat yang terus-terusan mengumbar dosa. Baik, itu hanyalah alasan ataupun alibi dari mereka bagi yang merasa. Kim Joon Myeon – Laki-laki yang sedang memposisikan tubuhnya dengan setengah nyaman di depan meja bartender itu, setidaknya tidak akan mengambil pilihan untuk menghindari apalah itu maksiat. Dia pasti akan memilih untuk menyendiri daripada harus menyeret rekan-rekan sekelaminnya untuk menghabiskan malamnya di tempat remang-remang bernuansa soft-pink itu. Sama sekali tidak keren batinnya. Joonmyeon meneguk minuman yang membuat matanya menyipit dengan sendirinya, rasanya sangat pahit dan ketika minuman itu melewati tenggorokannya semua beban di otaknya dengan seajaib mungkin telah terusir. Minuman yang ia pilih memang minuman andalan untuk mengusir setan-setan atau iblis-iblis yang selalu membuatnya merasa marah dan tidak nyaman seperseribu kalinya. Sejak dari tadi ponselnya berdering tak karuan, terdengar seperti berperang dengan lagu-lagu yang diputar di kedai ini. Siapalah itu yang menelpon dirinya, persetan dengan mereka semua. Ia hanya ingin sendiri, ingin tenang tanpa ada orang yang mengganggunnya. Kenapa mereka semua tetap mempermasalahkan dirinya yang sedang menghilang, tidak tahukah mereka bahwa sekarang dia hanya butuh kesendirian yang cukup !. Samping kursinya yang ia duduki, beberapa orang terlihat memasang wajah sebal karena Joonmyeon tidak bereaksi untuk mengangkat ataupun mematikan ponselnya yang jelas-jelas berdering dengan sangat kencang. Jangankan mengangakat atau me-rejectnya, bahkan melihat id-callernya pun dia tidak ingin.

Joonmyeon melirik sekali ke arah handphonenya. Kemudian dia membiarkannya berdering lagi untuk sekian kalinya, ia mengambil gelas yang sudah terisi penuh itu dan meminumnya dengan gaya elegan khas miliknya.

 

 

 

 

Disamping ponsel Joonmyeon yang berdering tak beraturan. Di tempat lain, ponsel milik seorang wanita berambut blonde ini juga berdering dengan sekurang-kurang ajarnya orang yang menelepon dirinya, hingga tercantum lebih dari 50 missed-call dari orang-orang itu. Chi. Ia mengusap layar ponsel dengan kening berkerut karena setelah ia meninggalkan ponselnya di atas meja dapur selama kuranglebih-nya hanya lima belas menit.

“50 panggilan tak terjawab.” Ungkapnya setelah melihat pemberitahuan ponsel android miliknya. Nama kontak yang berada teratas di urutan pemanggil itu sebagian hanya nomor-nomor tanpa nama dan satu lagi yang membuatnya tambah mengerutkan keningnya dengan matanya yang sedikit demi sedikit menyipit hingga sebelahnya terlihat hanya segaris saja, lebih tipis dari garis alisnya sendiri. Ada nama Baekhyun diantara daftar pemanggil tersebut. Sungguhan ini adalah pertama kalinya Baekhyun menelponnya hingga sebanyak ini, ia pikir ini penting. Tapi Chi rasa ini semua pasti berhubungan dengan manusia itu, wajahnya berubah menjadi sedikit masam hampir menyamai air kecutan tahu yang memang benar-benar berasa asam bahkan akan terasa pahit, dan itu menjijikan. Tidak perlu beberapa menit untuk memberikan respon pada salah satu dari daftar pemanggil tak terjawab tersebut, khususnya adalah Baekhyun.

Satu detik…

Dua detik…

Tiga detik…

Empat detik…

Dan akhirnya saluran telepon yang tersambung pada orang tersebut mengeluarkan suara yang ia nantikan. Itu suara Baekhyun yang tidak menunjukkan tanda aman di sekitarnya, suaranya begitu ribut dan Chi merasa suara-suara itu mengganggu pendengarannya. Baekhyun mengatakan sesuatu tanpa penyusunan kalimat, sehingga saat ia berbicara, Chi tampak kebingungan, terlebih mereka sedang melakukan kontak suara dengan sebuah alat bernama ponsel.

“Baiklah. Katakan saja apa yang sedang terjadi sekarang ? Aku tidak mengerti maksudmu sama sekali. Bicaralah dengan tenang dan jelas.” Ucap Chi dengan nada yang sedikit tegas.

Chi-shi. Tolong kami. Kami membutuhkan Joonmyeon hyung untuk mengatasi masalah di rumah. Ku mohon !!” Jawab Baekhyun dengan nada suara beraksen dan gemetar seperti tersambar oleh petir-petir hujan.

“Apa ? memangnya sedang apa kalian ? Percobaan apa yang sedang kalian lakukan ?. Tidak. Aku tidak ingin membantu kalian lagi, terkahir kali aku membantu kalian… aku hanya melihat Joonmyeon marah seperti manusia kesetanan. Aku tidak ingin membantu kalian, atasi saja masalah kalian sendiri.” Jawab Chi dengan santainya memainkan kuku baru berwarna pink-softnya.

Ayolah Chi-shi. Jebal. Kali ini maknae menangis dan dia benar-benar memenjarakan kami bertiga di dalam ruangan pengap ini, kumohon. Hanya kaulah satu-satunya manusia yang sedang hidup sekarang ini.

Maknae ? Pikir Chi dalam hati, maksudnya si Sehun ?. Ada apalagi ini, apa yang benar-benar terjadi.

“Kalian membuat ulahkan ? Itu bukan salahku, aku tidak bisa membantu kalian jika aku harus memanggil Joonmyeon lagi. Kalian mengerti ?” Jawab Chi lagi yang sekarang memberhentikan aktivitasnya dengan kuku-kuku barunya itu.

Kemudian dari seberang saluran telepon mereka berdua, tiba-tiba Baekhyun dan ditambah beberapa suara lainnya mengkolaborasikan suara mereka menjadi satu paduan suara yang benar-benar sangat hancur. Benaran, Baekhyun merengek karena Chi tidak bisa membantunya. Chi memang paling tidak bisa menahan betapa lucunya Baekhyun, tapi dia juga tidak bisa menahan emosinya ketika ulah-ulah isengnya itu bisa menghukum dirinya sendiri. Baekhyun memang seperti anak kecil, meskipun umur Chi dan Baekhyun yang terpaut 3 tahun, tapi tetap saja Baekhyun itu lebih kekanak-kanakan dibanding dengan Chi sendiri. Terkadang Chi berpikir, bagaimana Joonmyeon bisa betah dan tahan menghadapi Baekhyun yang bisa seperti itu, Sehun yang seperti itu, dan seperti Kai ataupun Chanyeol. Hanya satu yang Chi kenali sebagai manusia ternormal sebelum Joonmyeon sendiri, dia adalah Kyungsoo manusia berhati malaikat ini, dengan mata yang membulat membuat orang-orang yang melihatnya ingin memakannya hidup-hidup. Dari cara Baekhyun bercerita sepertinya orang tersebut tidak sedang bersama mereka.

Chi menghela nafas beratnya dan membuangnya kasar-kasar sembari melemaskan otot-otot di otaknya agar lebih relax. Ia memang benar-benar tidak bisa melihat Baekhyun seperti itu, meskipun dia berniat untuk ‘mengabaikannya’ tapi tetap tidak bisa. Baekhyun memiliki cara tersendiri untuk menyeret Chi dalam kasus milik mereka sendiri, sehingga untuk waktu-waktu tertentu Chi harus mengorbankan nama baiknya demi Baekhyun untuk menjadi tersangka utama dalam ulah mereka. Karena Chi tahu, jika dia yang menjadi tersangkanya ‘mereka’ semua akan aman dari kekejaman Joonmyeon, sedangkan Joonmyeon tidak akan melarangnya untuk melakukan hal aneh-aneh tersebut, yang jelas-jelas itu adalah ulah komplot laki-laki bersaudara tak sedarah tersebut. Terkadang itulah yang membuat Baekhyun, Kai, Chanyeol, ataupun Sehun iri menjadi pacar Joonmyeon. Dalam otak mereka, seandainya mereka adalah pacar hyungnya tersebut mungkin hidup mereka akan tentram karena mereka bisa melakukan apapun tanpa harus mendapatkan tatapan pembunuh atau mendapatkan hukuman serangga-serangga sialan itu dari hyungnya tersebut. Mereka akan menjadi penguasa di rumah.

Hmmmh… baiklah, tunggu aku beberapa menit. Aku akan menyelamatkan kalian semua.” Chi mendesah pasrah, dan sekejap Baekhyun dari seberang sana berhenti merengek dan menjerit kesenangan diikuti irama yang sama dari sekitarnya. Sejenak Chi tersenyum kecil dan geleng-geleng akan tingkah mereka, mereka kadang menggemaskan.

Terimakasih Chi-chi. Terimakasih, saranghae !!” Ucap Baekhyun yang kemudian beberapa detik percakapan mereka terputus begitu saja.

 

 

 

 

“Joonmyeon.” Panggil seseorang dari arah belakang orang yang dipanggil tersebut. Joonmyeon yang dalam keadaan setengah sadar itu menoleh dengan cepat saat mendengarkan suara orang tersebut. Ia mengenal suara tersebut dengan baik, suaranya pelan dan terdengar sangat nyaring ditelingannya. Joonmyeon tersenyum dibalik wajah malaikatnya, ketika ia membayangkan siapa pemilik suara indah yang telah mengisi telinganya, setelah sekian lamanya berada di dalam sini dengan keadaan mabuk tanpa ada yang memperhatikannya. Tapi kemudian ia membanting senyumnya begitu saja ketika ia mengingat sesuatu yang buruk tentang pemilik suara tersebut.

“Joonmyeon…” panggilnya lagi saat Joonmyeon telah menatap wanita tersebut, kedua mata mereka bertemu dan terkunci satu sama lainnya. “Sebaiknya kau pulang.” Lanjut wanita tersebut singkat, sejak dari tadi wajah wanita itu sangatlah datar, hal itu yang membuat senyum malaikat milik Joonmyeon hilang begitu saja. “Tidak mau.” Jawab Joonmyeon singkat kemudian ia membalikkan wajahnya ke posisi awal, sehingga wanita tersebut mendapatkan punggung lebar milik Joonmyeon. Chi – ia menggeram saat Joonmyeon bersikap seperti itu. Saat Joonmyeon meneguk minuman terkutuk itu, Chi mendekatinya dan memaksa Joonmyeon untuk meletakan gelas berisi cairan tersebut. Sempat gagal, tapi ia tetap berusaha untuk memaksanya hingga gelas tersebut terbanting ke meja dan sebagian cairannya menumpahi baju tebal milik Joonmyeon. Joonmyeon menundukkan wajahnya dengan mata tertutup, ia tidak ingin menatap mata Chi lagi. Saat Chi menarik tangannya begitu saja, ia terima dan membiarkan tubuhnya terhuyung bersama Chi. Seakan Joonmyeon sadar akan tindakan Chi ia membanting tangan Chi begitu saja dan berhenti ditempat itu juga selang beberapa langkah. Chi membalikkan tubuhnya supaya dapat mengamati langsung reaksi apa yang terpasang di wajah Joonmyeon saat ini, tapi Chi tak mendapatkan apapun ia hanya melihat sedikit rasa kecewa, wajah kosong dan sebagian besarnya adalah tatapan marahnya. Tak bosan untuk menyeretnya pulang, Chi memaksa tangannya untuk menarik lengan Joonmyeon, tapi Joonmyeon malah balik menekan lengan Chi dan melepaskan tangan Chi dari lengannya. Dan sekarang, Joonmyeon balik menyeret Chi untuk keluar dari kedai yang sudah menyepi seiring waktu berjalan mendekati jam tengah malam. Ia tak mempedulikan wanita tersebut merintih kesakitan karena ia menyeretnya layaknya menyeret hewan, meskipun ia meronta-ronta untuk dilepaskan, tapi Joonmyeon mengabaikannya. Ia bersikeras untuk menyeretnya dan dengan kecepatan cahaya, Joonmyeon memasukan Chi dengan rapat didalam mobilnya. Chi memasang wajah kesal karena Joonmyeon selalu bersikap seperti ini padanya, selalu seperti ini. Memaksa dan bertindak seolah-olah dirinyalah yang merasa benar. Saat Joonmyeon telah masuk ke dalam mobilnya tepat di depan setir mobil dan akan menyalakan mesin. Chi berteriak dengan nada suara yang tidak terlalu tinggi tapi tetap terdengar jelas oleh Joonmyeon. “Keluarkan aku dari sini. Palli !” Joonmyeon tak memedulikannya, ia tetap melakukan ancang-ancang men-starter mobil miliknya. Chi bertambah kesalnya, kini amat kesal. Ia menarik-narik tuas pintu dengan paksa dan akhirnya dapat terbuka. Saat mesin itu menyala, bersamaan dengan itu pula Chi berhasil membuka pintu mobil itu. Chi berusaha untuk mengeluarkan wujudnya dari mobil Joonmyeon, tapi tidak berhasil ketika Joonmyeon menarik tangan Chi dengan kuat-kuat dan menutup pintu yang berhasil terbuka, kemudian ia menguncinya lagi. Tarikan Joonmyeon begitu kuat, Chi meronta dan membalik tubuhnya untuk menekan tombol pengunci mobil agar dapat terbuka. Joonmyeon memperkuat pegangannya ia membalikkan tubuh Chi dan saat itu juga ia mencondongkan wajahnya hingga semakin lama tak ada jarak lagi diantara mereka, Joonmyeon menciumnya dengan adanya sedikit unsur paksaan saat Chi terlihat meronta untuk menghentikan Joonmyeon, ia memukul-mukul dada bidang milik Joonmyeon tapi Joonmyeon semakin menekan ciumannya dengan paksa hingga ia tak dapat bergerak karena tangan Joonmyeon telah mengunci tubuhnya dalam pelukan. Tangan kirinya ia gunakan untuk mengunci tubuh Chi dengan melingkarkannya di pinggang kiri milik Chi, sedang tangan kanannya ia gunakkan untuk menekan tengkuk Chi hingga ia memperdalam ciumannya. Semula tangan Chi yang terus-terusan bergerak aktif memukuli dada Joonmyeon berhenti dengan sendirinya karena tubuh Joonmyeon menekan tubuhnya hingga tak ada celah sedikitpun yang tersisa, ia menikmati ciuman tersebut dan membalas ciuman milik Joonmyeon, ciuman yang bersifat memaksa itupun berubah menjadi ciuman yang bersifat lembut dan melarutkan keduannya dalam-dalam . Beberapa menit berlalu, Joonmyeon memberikan jeda untuk Chi mengambil oksigen sedalam-dalamnya karena ia tahu sekarang Chi kehabisan nafas akibat dirinya. Joonmyeon mengangkat wajahnya hingga dahinya dan ujung hidung keduanya tertempel, Chi menghirup nafas dalam-dalam begitu juga sebaliknya sebelum akhirnya Joonmyeon memberikan ciuman singkat yang lebih lembut dan terkesan hangat. Kemudian Joonmyeon menarik dengan pelan tubuh Chi kedalam pelukannya, menciumi ujung kepala Chi berkali-kali.

“Joonmyeon…” desah Chi, yang berusaha bergerak menggeser tubuhnya agar lebih jauh dari Joonmyeon. Tapi Joonmyeon menolak.

“Jangan bergerak, kumohon. Tetap seperti ini untuk beberapa saat. Kau tahu betapa aku merindukanmu, aku tidak bisa sekalipun untuk tidak memikirkanmu. Aku membutuhkanmu, seriusan.” Ucap Joonmyeon dengan suara nyaringnya menyeru kuat dari telinga Chi, meskipun tak terlihat tapi Chi sempat tersenyum dengan manis di atas pundak Joonmyeon.

“Babo. Kenapa kau sampai seserius itu ?. Aku hanya ingin kita beristirahat, kau kira aku akan meninggalkanmu selamanya ?” Ucap Chi menjelaskan.

“Persetan dengan waktu, tidak bertemu dirimu dalam waktu dua puluh empat jam itu sudah ingin membunuhku. Kau senang jika aku mati karena ulahmu itu ?” Jawab Joonmyeon yang meregangkan posisinya menjauhi Chi dan terlihat memgangi ujung pundak Chi.

“Memangnya aku berulah apa ? Aku hanya akan pergi selama seminggu bersama Lay, kenapa kau sebegitu cemburunya ?” Tukas Chi menjawabnya dengan santai, dan ketika Chi mengucapkan kata ‘Lay’ seakan-akan terdapat api membara yang berputar-putar diatas kepala Joonmyeon ketika mendengar kata tersebut. Kata yang tersusun dari tiga huruf namun sangat menyakitkan untuk dirinya.

“Kenapa kau menyebut nama itu saat bersamaku ? Aku tak menyukainya, tetap saja aku tak menyukainya. Aku tak suka jika kau dekat dengan laki-laki manapun. TITIK.” Ucap Joonmyeon dengan penekanan penuh di akhir kalimatnya. Chi tersenyum tipis ketika melihat ekspresi Joonmyeon ketika sedang cemburu, itu sangat menggemaskan dibalik sosok Joonmyeon, sang Leader.

“Kau ini pecemburu sekali, ini kan hanya masalah kerja. Aku sudah menandatangani kontrak untuk menjadi satu tim bersama Yixing selama akhir bulan ini.” Jawab Chi dengan lembut penuh senyum.

“Arrrrgh !! Kenapa kau menerimanya ! Sebulan itu sangat lama baby.” Balas Joonmyeon dengan nada sedikit memelan menunjukkan nada kesedihan didalamnya.

“Baiklah-baiklah, aku akan menghubungimu setiap waktu. Aku pasti menghubungimu, jangan seperti ini lagi ku mohon. Kau tahu sepertinya rumahmu dalam masalah. Baekhyun, Kai, Chanyeol, dan Sehun sepertinya membuat ulah lagi, mereka merengek memintaku untuk menghubungimu. Aku bisa gila karena mereka berempat.” Joonmyeon tertawa, tapi ia memilih untuk membiarkan mereka berempat menderita daripada dirinya yang menderita karena perempuan yang satu ini.

“Biarkan saja, itu bukan urusanku. Tapi bagaimana kau bisa tahu aku ada di dalam kedai itu ?”

“Kau kira aku tidak dapat mengahafal mu ? Jelas saja aku tahu tempat apa saja yang akan kau kunjungi jika kau sedang marah, dan entah kenapa mata hatiku selalu mengatakan bahwa kau berada di dalam sana.” Jawab Chi menjelaskan. “Oh… tunggu, setelah ini ayo cepat pulang. Aku tak tega melihat Baekhyun menderita karena ulahnya sendiri. Dan satu lagi, jangan sekali-kali kau memarahi mereka meskipun aku pulang ke rumahku. Jika tidak, aku tak akan menghubungimu saat bersama Yixing” Lanjut Chi mengancam Joonmyeon, Joonmyeon mencemberutkan bibirnya kedepan dengan wajahnya yang kesal. “Kenapa seperti ini ancamannya?!!! Baiklah… baiklah akan ku turuti.” Balas Joonmyeon dengan sedikit malas, kemudian memberikan ciuman singkat di bibir Chi.

“Baiklah. Ayo pulang. Dan selamatkan anak-anakmu. Maknae sepertinya mengamuk dan mengurung mereka semua di ruang sempit.”

 

 

***

 

Disamping Joonmyeon dan Chi sedang berduaan dan terlarut dalam dunia mereka sendiri. Baekhyun, Kai, dan Chanyeol berada di gudang tempat terkutuk yang sengaja diciptakan oleh hyungnya (Joonmyeon), gudang tempat penyimpanan barang-barang tak berguna seperti material berupa kayu ataupun besi-besi dan lain-lain. Gudang tersebut hanya berukuran 3×3 meter dengan barang-barang yang seluruhnya memenuhi ruangan tersebut, sehingga hanya tersisa 2×1 meter sisa tempat untuk mereka bertiga hidup. Apa yang sedang mereka lakukan hingga akhirnya Sehun mengurung mereka bertiga dalam gudang tersebut masih belum diketahui, dan hal yang terpenting bagi mereka adalah jika tidak ada orang yang mempu menyelamatkan mereka bertiga mungkin mereka akan berakhir mati di dalam gudang sempit, kotor dan tipis oksigen tersebut, dan selama kurang lebih dua jam mereka berada di dalam sana. Mungkin mereka bertiga sedang menyiapkan sebuah wasiat yang akan ditulis di gadget mereka masing-masing. Sedangkan terkahir kali Sehun mengurung mereka bertiga, ia berjalan menuju kamarnya dengan wajah yang sangat gembira.


Stuck (Chapter 2)

$
0
0

Stuck

Stuck Cover

 

Title       : Stuck (Chapter 2)

Author  : Hye Kim

Genre   : Romance, Comedy

Length  : Multichapter

Rate       : PG-15

Main cast:

  • Kim Hyemin
  • Oh Sehun (EXO)

Other cast:

  • EXO member
  • Cho Kyuhyun (SJ)
  • Other cast.

Disclaimer: Other cast and the plot of story are mine. Pure from my mind. NO plagiarism.

Summary: You are mine. And I’m yours, from the first time we meet each other. Note it. Don’t you dare to leave me.

****

[PREVIEW]

Sehun menghampiri mereka yang tengah diinterograsi oleh seorang Cho Kyuhyun.

“Hyemin­-a, sedang apa kau di sini bersama Kris? Kemarin bukannya bersama Sehun?” tanya Kyuhyun dengan nada tak suka. Hyemin hanya menunduk. “Kau—“

 “Oh Sehun,” gumam Hyemin lirih saat tangannya ditarik oleh Sehun. “Kyuhyun hyung, bukankah hyung ingat, bahwa dia asistenku sekarang? Kalau begitu, aku pergi dulu. Kris hyung, Hyemin-akajja!” Sehun menarik tangan Hyemin sedikit kasar. Entah kenapa, ia mulai membenci seniornya itu. Atau mungkin, ia mempunyai alasannya tersendiri.

****

Author POV

“Oh Sehun,” panggil Hyemin, mendongak menatap Sehun yang jauh lebih tinggi darinya, walaupun tak setinggi Kris. Sehun menoleh dan menatap gadis itu datar. “Kau kenapa?”

Aniya.”

Kali ini Kris yang bertanya pada Sehun. “Sehun-a, kenapa kau tiba-tiba menarik kami seperti itu tadi? Kau tak sabar untuk meminum bubble teamu?” Sehun hanya mengangguk pelan.  Kris mendengus. “Dasar bocah tak sabaran!”

Sehun hanya tersenyum miring.

Pintu elevator terbuka. Sehun kembali menarik tangan Hyemin. Tangannya menggenggam erat tangan Hyemin.

“Oh Sehun, pelan-pelan. Sakit,” gumam Hyemin lirih, namun masih dapat didengar oleh Sehun. Sehun melepaskan genggamannya. Belum sempat Hyemin merasa lega, Sehun langsung merangkul Hyemin. Hyemin menatap Sehun. “Kau tak boleh jauh-jauh dariku,” ujar Sehun tanpa menatap Hyemin sama sekali, lalu membuka knop pintu ruang latihan.

“Kenapa?” gumam Hyemin pelan. Ia menatap Sehun, seperti sedang mengharapkan sesuatu, tetapi ia segera menepis pikiran konyolnya itu. “Karena kau asistenku.”

Hyemin membeku. Tubuhnya terasa mati rasa. Entah kenapa, ia merasa tertohok mendengar ucapan Sehun barusan. Hyemin bodoh, apa yang kau pikirkan?

Di saat Hyemin tengah berperang dengan pikirannya sendiri, Sehun sudah menikmati bubble tea miliknya dengan sebelah tangannya masih merangkul Hyemin. Sehun yang kesal melihat Hyemin hanya terdiam, ia menjetikkan jarinya di dahi gadis itu. “Kau tak mau bubble teamu? Ambil sana di Kris hyung!” titah Sehun sembari mendorong tubuh mungil Hyemin. Hyemin mengelus dahinya yang dijentik Sehun.

Hyemin mencibir ke arah Sehun dan dengan polosnya, Hyemin bertanya, “Bukankah aku tak boleh jauh-jauh darimu?” bingo! Sehun tak berkutik selama beberapa saat. Harusnya aku tak mengatakannya tadi pada gadis ini. Ini semua karena namja itu.

Sehun tampak tergagap. “Y-ya, itu berlaku di saat-saat tertentu. Sudah sana!” Hyemin berjingkrak riang, menghampiri Kris. “Kris oppa, es krimku mana?”

Kris tersenyum, mengelus lembut kepala Hyemin, gemas. “Ada di dalam plastik yang Lay pegang,” ujar Kris, tersenyum lembut pada Hyemin. Sehun yang melihat itu, memutar bola matanya. Kesal.

Hyemin berjalan dengan cepat ke arah Lay, tak sabar untuk menikmati es krimnya. “Yixing oppa,oppa melihat es krim punyaku, tidak?”

Lay mengerjapkan matanya berkali-kali. “Es krimmu? Kukira tadi es krim Kai—“

“Lalu, es krimku di mana?” Lay menunjuk Kai yang tengah menikmati es krim—yang bahkan ia tak tahu itu milik siapa.

“Kai oppa!” Kai terkejut melihat Hyemin yang tengah menyilangkan kedua tangannya di dada, dan memajukan bibirnya. “W-wae?”

Oppa—“

“Kai-ya, kau mengambil es krim Hyemin,” ujar Sehun dengan wajah datar khas miliknya. Kai menatap es krim di tangannya, dan menyengir tak berdosa pada Sehun dan Hyemin. “Hyemin-a, mian.”

Hyemin hanya tersenyum pasrah, lalu menatap Sehun dengan puppy eyesnya. Sehun hanya menatapnya datar, mengerti arti puppy eyes yang dikeluarkan oleh Hyemin.

“Baiklah, ayo!”

****

Hyemin tersenyum riang ketika Sehun tengah menghampirinya dengan dua scoop es krim untuknya dan Sehun sendiri. “Aku Chocolate Mouse, ‘kan?”

Sehun mengangguk dengan wajah datarnya. Entah kenapa ia sedang tidak mood hari ini.

Gomawo, Oh Sehun!” Hyemin melahap sesendok besar es krim ke dalam mulutnya. Ia benar-benar maniak es krim, terlebih es krim cokelat.

Hey, pelan-pelan.” Sehun belum melahap es krimnya, ia masih menatapi gadis di depannya yang sedang menikmati es krim itu. Hyemin mengangguk. “Kau tidak memakan es krimmu? Kalau tidak—Oppa? Oppa!”

Hyemin berlari meninggalkan kedai es krim. Ia melihat seseorang yang mirip dengan seseorang yang ia kenal. Seseorang yang telah meninggalkannya demi mencapai impiannya. Kakaknya. Kakak lelaki yang ia sayangi.

“Hyemin-a, kau kenapa?” tanya Sehun yang melihat Hyemin yang jatuh terduduk. Hyemin menggeleng. Ia menyentuh kedua sisi bahu milik Hyemin. “Kim Hyemin!” seru Sehun, namun gadis itu tetap menggeleng. “Nan gwaenchana, Oh Sehun,” lirih Hyemin, menunduk.

Seseorang yang Hyemin panggil tadi terhenti ketika mendengar seseorang memanggil nama Hyemin. Orang itu menoleh dan mendapati seorang gadis tengah terduduk di jalan khusus untuk pejalan kaki. Mata lelaki itu membulat, melihat Hyemin. Ia mengenal Hyemin—tentu saja. Ia merindukan gadis itu. Merindukan adiknya yang telah ia tinggal selama lima tahun itu.

Lelaki itu berlari menghampiri Hyemin. “Hyemin-a.” Hyemin mendongak, membulatkan matanya tak percaya. “Hyunjoongoppa,” gumam Hyemin lirih. Tangis Hyemin pecah di saat Hyunjoong, memeluknya. Keduanya menitikkan air mata kerinduan mereka—setelah berpisah sekian lama.

Oppa jahat! Oppa tak pernah kembali setelah oppa pergi! Se-setidaknya oppa pulang setelah oppa sukses, tetapi, tetapi—“

Sehun yang melihat itu, perasaanya bercampur aduk. Antara terharu, bingung, dan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Tak percaya dengan lelaki yang tengah memeluk Hyemin itu. Siapa yang tidak mengenal lelaki itu, yah, Kim Woobin. Tetapi kenapa Hyemin memanggilnya Hyunjoong? Itulah yang ada di pikirannya.

Sehun menatap Hyemin yang terisak. Entah kenapa, hatinya terasa sakit saat melihat gadis itu menangis.

Mianhae, Minah-ya, maafkan oppa.” Woobin mengucapkannya berkali-kali. Tatapan Woobin tertuju pada seorang lelaki yang tengah menatap mereka. Lelaki itu tak lain adalah Sehun. “Kau bukannya salah satu anggota EXO itu, bukan?”

Sehun mengangguk. ”Annyeong haseyo, Sehun imnida.”

Hyemin melepaskan pelukannya pada Woobin. “Oh Sehun, ini oppaku. Kim Hyunjoong atau terkenal dengan nama Kim Woobin. Kau pasti tahu, ‘kan? Bodoh saja kalau kau tidak tahu.” Sehun menyipitkan matanya. “Kim Hyemin, kau—“

Woobin terkekeh geli melihat adiknya itu. “Minah­-ya, kau sadis sekali.” Woobin mengacak-acak rambut Hyemin. Hyemin memajukan bibirnya. “Sudah, ayo berdiri!” Woobin menarik tangan Hyemin agar berdiri, lalu menatap Sehun.

“Sehun-ssi, kau pacarnya Hyemin?” Hyemin dan Sehun terdiam. Wajah keduanya terlihat merona. Woobin menatap keduanya, terkekeh. “Tebakanku benar?” Keduanya menggeleng.

“Aku asistennya, Oppa!” Hyemin tersenyum, menunjukkan V-sign dengan jarinya. Woobin mendengus. “Apa katamu?” Hyemin menggeleng.

Oppa, ayo makan es krim!”

“Es krim?” Hyemin mengangguk. Sehun mendengus. “Bukankah kau barusan makan es krim, Kim Hyemin? Oh ya, es krimku tertinggal di kedai!” Sehun berbalik menuju kedai. Namun, Hyemin menahan tangan Sehun. “Biarkan saja es krimmu. Oppa akan membelikannya untuk kita! Lagi pula, es krimmu pasti sudah cair, bukan?”

“Baiklah, ayo kita makan es krim di dekat sini!”

Sehun hendak menyetujuinya, namun ia teringat bahwa ia masih harus kembali ke tempat latihan. Dengan tak enak hati, Sehun menolaknya secara halus—kalau saja tidak ada Woobin, ia takkan menolaknya secara halus di depan Hyemin. “Hyung, Hyemin, kalian makan es krim saja berdua. Aku harus kembali. Aku masih harus latihan. Oh ya, Hyemin-a, tasmu ada di mobilku. Tunggu sebentar di sini.” Sehun berlari ke mobilnya yang tak jauh dari tempat mereka berdiri tadi.

Sehun kembali dan memberikannya pada Hyemin. “Kalau begitu, aku pergi dulu. Nanti aku akan meneleponmu. Bye.”

Hyemin melambaikan tangannya pada Sehun yang sudah pergi menuju mobilnya. Sehun hanya tersenyum. Senyum tulus untuk Hyemin. Wajah Hyemin merona seketika. Woobin hanya menatapi adiknya itu, terkekeh.

“Kau menyukainya?” Hyemin mendongak. Kakaknya ini benar-benar sudah sangat tinggi, sama seperti Kris. “Menyukai siapa?”

“Sehun. Kau menyukai Sehun?” Hyemin mengerjapkan matanya berkali-kali. “Siapa yang bilang aku menyukai namja menyebalkan itu?” Hyemin merajuk. Woobin terkekeh.

Saranghae, uri magnae.” Woobin memeluk adiknya. “Aku juga, Oppa.”

“Ayo, kita pergi!”

****

Sehun memasuki ruang latihan dengan muka masam. Mood dia benar-benar sedang buruk. Luhan yang melihat kelakuan magnae mereka itu, menghampirinya. “Kau kenapa? Hyemin mana?”

Sehun menggeleng. “Aku tidak apa-apa. Kenapa memangnya jika Hyemin tak ada?” Sehun mendelik. Hyung-hyungnya ini sudah terkena virus Hyemin.

Luhan menggeleng. “Ani, Hyemin ke mana?” Sehun benar-benar kesal. Hyemin. Hyemin. Kenapa selalu gadis itu yang selalu ia dengar da nada di pikirannya? Aku sudah gila.

“Sehun-a?”

“Hyemin tadi bertemu kakaknya. Dan dia sedang bersama kakaknya.” Sehun melengos pergi ke sofa dan duduk di samping Chen. Luhan mengikuti Sehun, dan duduk di samping namja yang dari kemarin selalu menampakkan wajah datarnya. “Hyemin punya kakak? Pasti tampan sekali kakaknya!” seru Luhan penuh semangat. Sehun mendelik. Benar-benar sudah terkena virus Hyemin.

Hyung, kau pasti tidak percaya jika aku katakan siapa kakaknya,” desis Sehun, tetap dengan wajah datarnya. Seketika, semua member mengelilingi Sehun, ingin tahu. Sehun menghela nafas. Kim Hyemin, selamat. Kau benar-benar membuat mereka terkena virusmu.

Sehun menghela nafas sekali lagi. “Kakaknya Hyemin itu Kim Woobin. Kalian tahu, ‘kan?”

Hening. Semuanya tampak tak percaya dengan apa yang Sehun katakan. Sebentar lagi mereka pasti akan teriak. 1,2,…

WHAT??”

MWORAGO?”

Mereka membulatkan matanya. Kyungsoo, yang bermata bulat pun, matanya bertambah besar.

“Jangan bercanda, Oh Sehun!” seru Baekhyun, dengan matanya yang menyipit kembali.

“Aku sedang tak bercanda, Hyung. Ini serius. Tadi mereka baru bertemu, sepert—“ Sehun terhenti. Bagaimana pun, ini mungkin rahasia mereka berdua—Hyemin dan Woobin.

“Seperti?” tanya Kyungsoo, penasaran. Sehun mengelus tengkuknya. “Ah, tidak. Aku serius melihat Woobin datang menjemput Hyemin. Awalnya kukira Woobin hyung itu kekasihnya,” ujar Sehun tanpa sadar. Sedetik kemudian, ia sadar apa yang ia katakan barusan. Ia terdengar…cemburu?

“K-kalau begitu, aku pulang dulu. Tidak latihan lagi, ‘kan? Aku pulang.” Sehun beranjak, meninggalkan ruangan.

“Astaga, Kim Woobin kakaknya Hyemin? Mereka cocok sekali!” seru Luhan histeris.

“Astaga, Kim Woobin! Kim Hyemin, Kim Woobin! Wah!” jerit Kyungsoo histeris dan memeluk Baekhyun.

HYUNG!” teriak Chanyeol dan Kai pada Kyungsoo dan Baekhyun yang tengah berpelukan. Chanyeol memajukan bibirnya dan menyilangkan tangannya di dada, sama seperti Kai.

Sedangkan Kyungsoo dan Baekhyun masih saja berpelukan, tak menghiraukan rengekan dari Chanyeol dan Kai. Dan akhirnya, terjadi tarik-tarikan Kyungsoo dan Baekhyun.

****

Hyemin melahap es krim ketiga yang dibelikan kakak tersayangnya itu. Hari ini ia benar-benar bahagia sekali. Ia bertemu kakaknya yang telah sekian lama tak kembali. Sejenak kejadian di mana kakaknya pergi saat itu, muncul di benak Hyemin.

 

FLASHBACK

Seorang gadis berumur tiga belas tahun menghampiri kakaknya yang tengah dibentak oleh Ayahnya.

“Kau boleh saja menjadi model, tapi aku tak mengizinkanmu untuk menjadi seorang aktor!” teriak ayah dari Hyunjoong dan Hyemin—gadis itu.

Hyunjoong hanya menatap sang ayah, geram. Ia tak mau hidupnya diatur ayahnya. Ia tahu, saat ia sudah cukup umur, ia pasti akan dijodohkan dengan anak rekan kerja ayahnya—atau siapapun itu. Setelah itu, ia pasti diangkat menjadi CEO perusahaan ayahnya. Ia tak mau. Hyunjoong tak mau hidupnya diatur. Niat ia mengunjungi ayahnya di Indonesia adalah untuk memberitahu bahwa ia telah direkrut sebuah agensi untuk menjadi aktor. Namun, ayahnya menolaknya mentah-mentah.

Appa, bisakah sekali ini saja appa menuruti permintaanku?” tanya Hyunjoong, menahan emosi yang akan meledak. Ia benar-benar tak tahan.

“Tidak. Aku tak ingin anakku menjadi seorang aktor. Pergilah kau jika ingin menjadi aktor. Tapi, jangan pernah berani untuk menginjak rumahku lagi. Dan kau, tak boleh bertemu dengan kami lagi! Termasuk ibu dan adikmu! Kepala Jung, bawa anak ini keluar dari rumahku. Dan belikan ia tiket pesawat. Pergilah kau!”

Hyunjoong benar-benar tak percaya. Ayahnya mengusirnya, dan melarang ia bertemu dengannya, juga ibu dan adiknya. Adiknya. Hyunjoong menatap adiknya yang tengah menangis. “Hyemin-a, oppa akan kembali. Kau jangan khawatir, ya? Tunggu oppa, ya? Oppa janji akan kembali setelah sukses. Akan kubuktikan bahwa aku ini berbakat pada appa. Jangan khawatir, ya? Aku menyayangimu.” Hyunjoong memeluk adiknya erat. Bukan masalah bagi Hyunjoong jika adiknya berada di Seoul juga. Tapi adiknya ini tinggal di Indonesia, yang jauh dari Seoul. Ia pasti akan merindukan adiknya.

“Jangan tinggalkan aku, oppa!” tangisan Hyemin pecah di saat Hyunjoong sudah ditarik oleh Kepala Jung keluar rumah.

“Hyunjoong-a! Yeobo, jangan seperti ini! Biarkan saja dia ingin menjadi aktor. Yeobo!” Ayah mereka tak mendengar omongan ibu mereka. Ayahnya benar-benar tak peduli.

“Aku ingin ikut Hyunjoong oppa! Lepaskan aku! Oppa!” Hyemin berusaha mengejar Hyunjoong, namun terlambat, Hyunjoong sudah masuk ke dalam mobil.

“Hyemin, kau jangan takut. Kakakmu sudah berjanji. Hyunjoong pasti akan menemui nanti.” Bibi Kang, menenangi Hyemin. Namun sepertinya, Hyemin tak mendengar ucapan Bibi Kang. Ia terus menangisi kepergian kakaknya itu. Kakak lelaki yang sangat ia sayangi.

END OF FLASHBACK

Hyemin menatap es krimnya yang sudah mulai meleleh. Setetes air mata turun dari mata kecokelatan milik Hyemin.

“Kenapa, Hyemin?” Woobin mengucap air mata Hyemin dengan ibu jarinya. Hyemin menggeleng. “Aku hanya teringat ketika appa mengusir oppa.”

Woobin menarik tangannya, dan menunduk. “Mianhae, oppa belum menemuimu sekalipun. Selain karena jadwal oppa yang padat, oppa tak punya keberanian untuk menemui appa,” gumam Woobin lirih.

Oppa,” panggil Hyemin, dengan senyum yang mulai terukir di wajahnya. “Eum?”

“Semenjak oppa pergi, aku selalu mendengar appa menangis tiap malam di ruang makan. Appa menyayangimu. Oppa tidak membencinya, ‘kan? Bahkan appa menonton drama dan film yang kau bintangi diam-diam. Ia sering tertawa melihatmu dan mengatakan ‘Uri Hyungjoong tampan sekali. Maafkan aku, Nak.’ Itu yang selalu appa katakan saat menontonmu.” Woobin menutupi wajahnya.

Hyemin tersenyum. Kakaknya sudah kembali. Ia bahagia. “Ah oppa, jangan nangis! Mukamu bertambah jelek, tahu! Ayo, antar aku ke café!” Woobin mengusap wajahnya, lalu mencubit pipi adiknya. “Café? Kau bekerja di café?” Hyemin mengangguk. “Ayo, antar aku!”

****

Sehun memasuki rumahnya yang mewah. Tentu saja. Ayahnya seorang CEO perusahaan milik kakeknya itu. Sejujurnya, Sehun ingin memiliki apartment sendiri. Tapi, ia juga tak mau berada jauh dari ibunya.

Kembali ke Sehun. Sehun menatap sekeliling rumahnya. Sepi. Ibunya sedang pergi, mungkin. Dan ayahnya? Sedang berada di China untuk mengurusi kantor cabang di sana.

Sehun menghela nafas. Jam menunjukkan pukul lima sore. Setibanya di kamar, ia memutuskan untuk mandi dan tidur.

SKIP~

Sehun menaiki ranjang miliknya yang empuk. Menyentuh bantal bukan membuat Sehun bisa tertidur. Di kepalanya, muncul wajah Hyemin yang sedang tersenyum. Ia mengacak rambutnya frustasi. “Kim Hyemin, kau benar-benar.. Ah!” Sehun menenggelamkan kepalanya ke bantal.

Hari ini, moodnya benar-benar hancur. Pertama karena Cho Kyuhyun. Sehun entah kenapa sangat tidak menyukai cara Kyuhyun bertanya kepada Hyemin. Lelaki itu lebih terlihat seperti ayah yang melarang anak gadisnya untuk menikah *-_-*.

Dan kedua, saat melihat Hyemin memanggil hyung-hyungnya dengan sebutan ‘Oppa’. Sedangkan gadis itu hanya memanggilnya ‘Oh Sehun’. Terlebih saat melihat tatapan memuja Hyemin pada Kris. Astaga aku gila.

Dan terakhir, ia hampir saja memukul Kim Woobin yang tiba-tiba memeluk Hyemin. Awalnya ia kira Woobin adalah lelaki mabuk yang menginginkan Hyemin, ternyata gadis itu memeluknya balik dan menangis.

Mengingat Woobin dan Hyemin, ia bertanya-tanya. “Ada apa sebenarnya dengan mereka? Tadi Hyemin bilang Woobin meninggalkan Hyemin? Apa maksudnya?” Sehun mengerang frustasi. Kenapa ia harus penasaran?

Sehun memeluk gulingnya, dan menggigit bantal itu. “Oh Sehun, sadarlah!” dan tak lama kemudian, Sehun pun tertidur.

****

Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Hyemin tengah membereskan baju seragamnya dan menaruhnya di loker khusus pekerja café. Saat ia membuka pintu yang berlabel staff only, seseorang menahan tangannya.

“Kim Hyemin, kau harus pulang denganku malam ini.” Kyuhyun menatap Hyemin tajam. Hyemin memajukan bibirnya. “Oppa, aku akan pulang bersam—“

“Sehun? Kris?” potong Kyuhyun cepat. Hyemin menggeleng. “Lantas bersama siapa, eum?” Kyuhyun menangkupkan kedua pipi chubby milik Hyemin. “Bersama kakakku!” seru Hyemin riang.

Kyuhyun menaikkan satu alisnya. “Kakakmu? Sejak kapan kau punya kakak? Kau tak bisa berbohong denganku, Kim Hyemin.” Hyemin melepaskan tangan Kyuhyun yang berada di pipinya, dan menarik Kyuhyun keluar Kona Beans.

“Kim Hyemin, mau ke mana?” tanya Kyuhyun, mengikuti Hyemin. “Akan kutunjukkan kakakku,” ujar Hyemin sembari menatap mata Kyuhyun.

Kyuhyun melihat seseorang tengah berdiri di depan sebuah mobil keluaran terbaru. Lelaki itu menggunakan masker dan kacamata biasa. Dan Hyemin menariknya menuju lelaki itu. Lelaki itu menoleh ketika Hyemin memanggilnya. “Eo, Hyemin-a! Ini…Kyuhyun Super Junior, bukan?”

Hyemin mengangguk. “Kyuhyun oppa, ini kakakku. Kim Hyunjoong, ani, Kim Woobin. Kau tahu, ‘kan?” Kyuhyun terdiam, tak mengerjapkan matanya selama sepersekian detik. “Kim Hyemin, jangan bercanda padaku.”

Woobin tersenyum. “Uri Hyemin tidak bercanda, Kyuhyun-ssi,” ujar Woobin, terkekeh, lalu melepaskan maskernya. Kyuhyun reflex mundur ke belakang. “Ini benar-benar Kim Woobin!”

Hyemin mencubit tangan Kyuhyun. “Kalau begitu, aku pulang dulu,ya! Selamat malam, Oppa!” Hyemin masuk ke dalam mobil Woobin, setelah melambaikan tangannya pada Kyuhyun yang masih menatap Woobin tak percaya.

Hyemin terkekeh. “Dasar ahjussi !” Woobin menoleh. “Hyemin-a, kau ini! Berarti aku ahjussi juga? Umurku dengannya hanya berbeda setahun, bukan?”

“Ya, tapi oppa adalah pangeranku yang tertampan!” seru Hyemin dengan wajah imutnya itu. Woobin mencubit pipi adiknya gemas. “Swakkyitt!”

Woobin terkekeh.

Hyemin memajukan bibirnya—seperti biasa. “Oppa, tidur di apartmentku, ya?” Woobin mengangguk. “Memang oppa berencana menginap di apartmentmu, Sayang,”ujar Woobin, tersenyum. Sedangkan adiknya itu tengah bernyanyi dengan riang saat mengetahui kakaknya akan menginap di rumahnya.

****

Sehun POV

Aku terbangun dari tidur panjangku, menatap jam wekerku. “Jam delapan?” gumamku pelan. Setelah itu melirik ke arah kalendar di samping jam wekerku. “Untung hari Minggu.” Aku beranjak dari kasurku. Pandanganku tak sengaja melihat ponselku yang tergeletak di atas meja belajarku. Di kepalaku terlintas untuk menelepon Kim Hyemin.

Aku mengambil ponselku dan menyentuh layar smartphoneku. Kutekan saja angka 1 dan tersambung ke nomor Hyemin.

“Oh, ayolah, Kim Hyemin. Kau lama sekali,” gumamku, kesal. Lama sekali gadis ini. Hingga saat aku ingin memutuskan sambungannya, akhirnya gadis itu mengangkat teleponku. “Ya! Kim Hyemin, kau—“

Oh Sehun, ya?” teriakanku terhenti saat mendengar suara seorang lelaki.

“Ini siapa?” tanyaku pelan.

Kim Woobin. Ada apa? Hyemin masih tertidur,” ujar Kim Woobin. Aku bisa mendengar dia terkekeh pelan.

“Oh, aniya, Hyung. Nanti aku telepon lagi saja. Kalau begitu, terima kasih, Hyung. Aku tutup, ya.”

Oh Sehun, kau tadi berteriak pada Kim  Woobin. Astaga. Lihat saja kau, Kim Hyemin.

Aku menghentakkan kakiku sembari berjalan menuju kamar mandi di kamarku. Aku menatap bayanganku di cermin kamar mandi.

Oh Sehun, sebenarnya ada apa denganmu?

****

 

Author POV

Woobin menatap ponsel adiknya itu, lalu terkekeh. “Sehun, Sehun.” Ia menatap adiknya  yang tengah memeluknya, dengan wajah tenangnya.

“Kim Hyemin, bangun. Oh Sehun menunggumu,” bisik Woobin pelan. Hyemin menggeliat perlahan. “Oh Sehun? Tendang saja dia,” ujar Hyemin, berbalik memunggungi Woobin. Woobin tergelak. Tendang Sehun? Astaga, adiknya ini benar-benar.

Woobin memeluk adiknya dari belakang. “Sehun meminta untuk kau menelepon dia sekarang, dan dia mengancammu jika ka—“

“Baiklah! Mana ponselku? Dasar Sehun menyebalkan!”

Hyemin menyentuh layar ponselnya dan mencari kontak Sehun. Hyemin mendengus. Oh Sehun  yang Tampan. Lelaki datar itu memang sangat berlebihan!

Entah Sehun memang menunggu telepon dari Hyemin, baru saja tersambung, Sehun sudah mengangkatnya. “Wae?”

Hyemin menghela nafas. Lelaki ini sepertinya mempunyai kepikunan akut. ”Bukankah kau menyuruh oppaku untuk meneleponmu balik?”

Ahya, aku lupa. Cepat mandi dan sebagainya. Aku akan menjemputmu satu jam lagi. Jika kau telat sedetikpun, kau akan kuhukum.”

Ya! Tapi, ‘kan—Apa ini? Dia memutuskan sambungannya? Astaga, namja menyebalkan!” Hyemin hendak melemparkan ponsel miliknya ketika kakaknya malah menggodanya.

“Sepertinya kalian cocok jika menjadi pasangan.” Woobin lari sebelum adiknya itu memulai perang dunia ketiga.

YAAA! KIM WOOBINOPPA!”

****

Hyemin POV

Aku mengedarkan pandanganku pada lobi apartmentku. Kulihat dari sini, tidak ada mobil sport milik Oh Sehun menyebalkan itu. Kalau saja aku bukan salah satu EXO fans, mungkin aku sudah membuat anti-fancafekhusus Tuan Terhormat Oh Sehun! Agar ia tak bisa bermain-main dengan Kim Hyemin!

“Oh Sehun menyebalkan! Ke mana dia? Ini sudah hampir lima menit! Dasar! Dia menyuruhku untuk tepat waktu, tapi dia sendiri yang telat!” gumamku kesal. Lelaki bernama Oh Sehun itu benar-benar menyebalkan!

Tiba-tiba saja pandanganku menjadi gelap. Hananim, apa aku menjadi buta? Jeritku dalam hati. Aku menyentuh mataku, tetapi yang kusentuh adalah sebuah tangan besar dengan jari panjang yang menutupi mataku! Ternyata aku tidak buta!

“Ini siapa?” tanyaku pelan. Orang bertangan besar berjari panjang itu membalikkan tubuhku. Tangannya di mataku pun sudah lepas. “Siapa ka—YA! Oh Sehun! Kau pikir ini lucu? Kukira aku menjadi buta mendadak! Berhentilah tertawa!” Aku memukul dada Sehun yang sedang tertawa geli, berhasil mengerjaiku. Lelaki ini tertawa sehingga matanya terlihat sipit. Dan entah kenapa, jantungku ini dengan sialnya seperti kaset rusak. Aku hanya menatapnya sembari berusaha mengontrol jantungku ini.

Oh Sehun berhenti tertawa dan menatap tepat pada mataku. Ia…. menatapku intens. Dapat kurasakan kadar oksigen di sekitarku menipis. Dan aku baru menyadari , jarak wajahku dengannya mungkin 2 cm, atau kurang? Aku ingin mendorongnya, namun sepertinya otakku tidak dapat berfungsi dengan baik saat ini.

Aku menarik nafasku pelan.

“Oh Sehun!” aku mendorong tubuh lelaki itu dan berlari meninggalkannya. Kalau begini, aku bisa mati konyol jika berada sangat dekat dengan Sehun!

Hey.” Sehun menarik tanganku. “Kenapa lari? Itu hukumanmu karena kau telat.” Sehun menggenggam tanganku dan berjalan keluar gedung. “Aku tidak telat! Lihat jam ini!” Aku menunjukkan jam tanganku pada Sehun, tapi lelaki itu malah mengabaikanku dan membawaku hingga pinggir jalan besar di depan gedung. Aku menoleh ke kanan-kiri. Benda yang kucari tidak terdeteksi di mataku.

Sehun mendorong kepalaku. “Mencari mobilku?” Aku mengangguk. Apa mobil ia dia gadai? Sehun kembali mendorong kepalaku. “Oh Sehun!”

Sehun terkekeh. “Aku tak membawa mobilku hari ini. Ayo berjalan! Aku sedang ingin berjalan,” ujarnya sembari tersenyum lembut padaku. Oh Tuhan. “Kajja!”

Aku menatap tanganku yang digenggam oleh Sehun, lalu menatap side profile Sehun. Jujur saja, Sehun benar-benar tampan hari ini. Ketampanannya tetap terlihat walaupun ia menggunakan masker—yang entah sejak kapan ia memakainya—dan topi yang hampir menutupi mata tajamnya itu. Dan ia terlihat sangat keren dengan mantel hitam miliknya.

“Aku tahu aku tampan, tapi kau jangan menatapku dengan tatapan memujamu itu.” Sehun membuyarkan lamunanku. “Siapa yang menatapmu dengan tatapan memuja?” tanyaku, mendadak gugup. Aku berusaha untuk melepaskan tanganku, namun Sehun malah menggenggam tanganku lebih erat. “Oh Sehun.”

“Biarkan saja seperti ini. Aku menyukainya.” Sehun menatapku lembut dengan senyum tulusnya. Kurasakan wajahku memanas. Aku memalingkan wajahku darinya.  Aku tak mau wajahku terlihat merona di hadapannya. Bisa saja ia akan mengejekku.

“Wajah meronamu jelek sekali.” Bingo! Benarkan? Oh Sehun berkepribadian ganda! Baru saja ia bertingkah romantis, dan sekarang ia kembali menjadi Sehun yang menyebalkan. Aku kembali berusaha menarik tanganku. Aku menarik paksa tanganku, tetapi tetap saja namja ini tak mau melepaskannya. “Oh Sehun, lepas!” seruku kesal. Sehun melepaskan tanganku.

Aku berlari meninggalkannya, namun lelaki menyebalkan itu menahan tanganku. Ia memegang kedua sisi bahuku. Tatapan tajamnya tertuju padaku. Dan tak lama setelah itu, tatapan berubah menjadi tatapan lembut seperti tadi. “Jangan marah, eo? Kau kalau marah tambah jelek. Lebih jelek dari wajah meronamu, Kepiting Rebusku,” ujar Sehun, kembali mengejekku. Apa? Kepiting Rebusnya?

“Aku bukan kepiting!” sahutku tak terima.

“Lalu kau apa? Katak?” Sehun terkekeh pelan. Aku memukul dadanya. “Aku manusia, tentu saja.” Sehun tersenyum. “Kau mau makan es krim?” Aku langsung tersenyum ceria saat mendengar es krim.

“Kau akan membelikanku?” Sehun mengangguk. “Eum. Ayo!” Sehun menarik tanganku. Aku tersenyum. Es krim, aku datang!

****

Author POV

Sehun berjalan sembari menikmati pohon-pohon yang berguguran di jalanan. Sedangkan gadis di sebelahnya kini sedang mengutak-atik iPhone miliknya. Dan dapat Sehun lihat, gadis itu tengah mengagumi foto Kris di bandara beberapa hari yang lalu. Sehun mendengus. Kris lagi.

Hyemin menoleh ke arah Sehun. Dan Sehun tahu apa yang akan gadis itu katakan. Sehun membuang muka. Dapat dirasakannya gadis itu menarik mantel milik Sehun. “Oh Sehun, lihat! Kris oppa keren, ya? Kiyaa~Aku ingin memiliki kekasih sepertinya!”

Sehun kembali mendengus. Menyebalkan. Sehun mempercepat jalannya. “Oh Sehun, tunggu aku!” Sehun semakin mempercepat jalannya.

“Oh Sehun!” Sehun terhenti ketika sebuah tangan menggapai tangannya. Sehun menoleh. Menatap dingin gadis itu. “Kenapa?”

Sehun menggeleng. “Aniya.” Sehun berjalan meninggalkan Hyemin. Namun, gadis itu berhasil menggapai tangannya lagi. Hyemin menggenggam tangan Sehun erat. Genggaman Hyemin membuat Sehun akhirnya mengalah. “Kau marah padaku? Tapi, kenapa kalau kau marah? Aku melakukan kesalahan?”

Sehun menggeleng. “Aku hanya sedang tidak mood.”

Hening. Sehun yang merasa lelah, duduk di bangku taman di dekat mereka. Hyemin juga duduk di samping Sehun, masih berkutat pada ponselnya itu.

“Kim Hyemin,” panggil Sehun, menoleh pada Hyemin yang sedang sibuk dengan dunianya.”Ya?”

“Minggu depan aku akan pergi ke Beijing dan Tokyo,” ujar Sehun pelan. Hyemin mengerjapkan matanya. “Lalu?”

“Kau akan ikut denganku, ‘kan?” Hyemin memiringkan kepalanya sejenak. “Berapa hari? Kris oppa ikut?”

Kris lagi dan lagi. Sehun mengangguk. “Ikut. Hanya tiga sampai empat hari, mungkin.”

“Tapi aku sepertinya ada jadwal kuliah minggu depan. Dan oh sial! Minggu depan itu pelajarannya si botak!” Sehun tergelak. Wajah Hyemin sangat lucu saat mengatakan ‘si botak’. “Sepertinya kau sangat tidak menyukainya.” Hyemin mengangguk. “Sangat!”

“Jadi, kau mau ikut atau tidak?” Hyemin mengangkat bahunya. “Aku takut meminta izin padanya.” Sehun terdiam. Tampak memikirkan sesuatu.

Sehun tersenyum, mendapat ide. “Serahkan saja padaku,” ujar Sehun tersenyum bangga. “Apa yang kau lakukan? Menyogoknya? Mengancamnya? Atau—“ Hyemin menatap Sehun menyelidik.

Sehun mendengus. “Atau apa?” Hyemin menggeleng. “Tidak jadi.”

Sehun mendekatkan wajahnya pada Hyemin. “Katakan padaku atau apa itu.” Sehun mengeluarkan smirknya. Hyemin menggeleng. “Bukan apa-apa, Sehun!”

Geojitmal.”

“Aku tidak sedang berbohong,” jawab Hyemin, memajukan bibirnya. “Benarkah?” Hyemin mengangguk.

“Oh Sehun, memangnya apa yang akan kau lakukan?” Sehun tersenyum misterius. “Rahasia.”

Hyemin membuang muka. “Menyebalkan!”

Kau lebih menyebalkan, Kim Hyemin, batin Sehun, mengingat Hyemin bertanya tentang Kris tadi.

“Kim Hyemin.”

Hyemin menoleh, menatap Sehun tajam. “Mwo?” tanyanya galak. Sehun mencubit pipi kiri Hyemin. “Galak sekali,” gumam Sehun, tersenyum. “Cepat katakan! Ada apa?”

Oppamu menginap di rumahmu tadi?” Hyemin mengangguk.

“Sekarang dia di mana?” Hyemin mendelik. “Memangnya kenapa kau ingin tahu?” Sehun menggeleng. “Aku hanya ingin tahu.”

“Dia masih di rumahku. Tapi, malam ini dia tidak menginap lagi,” ujar Hyemin, terlihat kecewa. “Kenapa?”

“Dia harus rekaman drama barunya. Kau sudah lihat teaser drama SBS itu, ‘kan? The Heirs. Kau tahu, ‘kan? Oppa bermain di drama itu.” Sehun mengangguk.

Sehun mengelus puncak kepala Hyemin. “Kenapa?” Hyemin menggeleng. Hyemin tidak terlihat ceria seperti biasanya. Mungkin ia merindukan kakaknya itu.

Sehun menghela nafas. Kapan ia akan menjadi sesosok yang merindukan bagi Hyemin?

Sehun tersadar. Astaga, kau habis memikirkan apa, Oh Sehun. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. Ia merasa benar-benar sudah gila.

Gila karena seorang gadis bermarga Kim itu.

****

Beijing International Airpot, China

Hyemin bergerak resah, merasakan sesuatu yang tak dapat ia tahan. Huh, gara-gara makanan sialan itu, gerutu Hyemin dalam hati. Sehun yang melihat wajah gelisah gadis itu, hanye mengangkat alisnya. “Kau kenapa?”

Hyemin menoleh. Wajahnya penuh berubah gugup. “Oh Sehun, aku ingin ke toilet,” ujar Hyemin, menyengir. Sehun menatapnya datar. “Sini tasmu. Kau tahu, ‘kan, tempat van kita menunggu di mana? Sana ke toilet. Jangan lama-lama. Banyak fans di sini.” Sehun mengambil tas milik Hyemin dan menaruhnya di atas trolley khusus untuk koper-koper. Sedangkan gadis bermarga Kim itu sudah berlari menuju toilet terdekat dengan sebelumnya mengangguk mengerti apa yang Sehun katakan.

“Dasar gadis aneh!”

Sehun kembali melanjutkan jalannya, mengikuti member lain yang sudah berjalan di depannya. Ia berjalan menuju gate di mana van-van mereka menunggu mereka dan membawanya ke hotel tempat mereka menginap.

Sesampainya di van, Sehun melirik ke arah gate di mana mereka keluar tadi. Di sana tak ada tanda-tanda bahwa Hyemin telah kembali. Sehun melirik jamnya. Sudah 20 menit berlalu, namun gadis itu belum kembali juga.

“Sehun­-a, Hyemin lama sekali! Apa dia tersesat?” Sehun membeku mendengar ucapan Kai barusan. Jangan bilang gadis itu benar-benar tersesat. Dan parahnya, saat ia tanyakan di pesawat, gadis itu tak bisa bahasa Cina! Oh Sehun, harusnya kau menungguinya, Bodoh.

Tiba-tiba pintu van terbuka. “Sehun-a, Hyemin belum kembali juga?” Sehun menggeleng. Wajahnya menjadi pucat seketika. “Ayo kita cari dia!” seru Kris—yang membuka pintu van. Sehun langsung melompat dari van. Ia menyesali kebodohannya itu. Seharusnya ia menemani Hyemin tadi. Sehun berusaha menelepon Hyemin. Dan sial, ia teringat tas gadis itu berada di van. Gadis itu selalu menaruhnya di tas.

Sehun berlari masuk ke dalam bandara lagi. Teriakan fans yang melihat Sehun dan Kris berlari bertambah riuh. Sehun tak peduli tentang itu. Saat ini, ia memikirkan gadis itu. Kim Hyemin.

****

Hyemin POV

Aku keluar dari toilet. Lega, tentu saja. Aku baru saja menyelesaikan panggilan alamku. Aku merutuki kebodohanku. Gara-gara makanan pedas sialan itu, perut menjadi sakit.

Aku berjalan, melihat sekeliling. Blank. Aku tak tahu di mana ini. Aku tahu gate berapa van EXO menunggu di mana, tapi aku tak tahu letaknya di mana. Oh Tuhan, tolong aku. Aku melihat papan petunjuk dan sialnya itu berbahasa Cina! Aku tak bisa bahasa Cina. Jarang kulihat papan petunjuk berbahasa Inggris.

Aku ingin menanyai letak gate D3, gate di mana van-van itu berada pada seorang lelaki yang sepertinya security di sini.

Excuse me—“ Lelaki setengah baya itu melambaikan tangannya padaku. Dia tidak bisa bahasa Inggris. Aku seperti ingin menenggelamkan tubuhku ini di sungai Han dan berteriak di dalam air. Eomma, Appa, Oppa, tolong aku!

Aku terduduk di kursi setelah berjalan ke sana kemari mecari gate D3. Aku menenggelamkan wajahku. Aku menangis.

“Aku takut,” isakku pelan. Oh Sehun, maafkan aku. Maafkan aku bahwa aku lupa menanyakan letaknya di mana. Aduh, betapa bodohnya aku ini!

Aku terisak. Oh Sehun, kau di mana? Tolong aku.

Tak berapa lama kemudian, aku mendengar suara seorang lelaki. Suaranya mirip dengan suara Oh Sehun. Oh Sehun? Aku mengangkat kepalaku dan menghapus air mataku. Lelaki yang berada tak jauh dariku itu menoleh ke arahku. Dapat kulihat raut wajahnya menunjukkan raut cemas. Wajah lelaki itu tampak pucat. Oh Sehun, lelaki itu, berlari ke arahku dan langsung memelukku, erat. Tidak, jantungku!

“Kim Hyemin! Kau bodoh sekali! Harusnya kau bilang padaku kalau kau tak tahu letak pintu keluar!” Sehun memarahiku atas kecerobohanku. Kulihat Kris oppa menatapku khawatir. “Ayo kita ke hotel. Hyemin-a, mulai sekarang kalau mau pergi ke manapun, kau harus ditemani, okay?” Kris oppa mengusap kepalaku. Aku mengangguk.

Sehun menjauhkan tubuhnya dariku, menghapus air mataku. “Harusnya aku menemanimu tadi. Mian.” Aku menggeleng. “Aku bodoh, ‘kan? Ini bukan salahmu. Ini salah aku yang bodoh ini!” Aku tersenyum. Sehun menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.

Kajja.”

Dan sekali lagi, Sehun menggenggam tanganku. Mengalirkan jutaan volt listrik ke seluruh tubuhku, terutama jantungku. Astaga, aku gila.

****

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur king size di hotel aku menginap.Jam menunjukkan pukul 1 siang. Waktunya tidur siang!

Baru saja aku akan terlelap, seseorang mengetuk pintu kamarku dengan sadisnya. Aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut. Siapa gerangan itu? Aku meraih ponselku, segera mencari kontak Oh Sehun. Namun, orang yang akan kutelepon itu menghubungiku sekarang.

“OH SEHUN! TOLONG AKU! ADA ORANG JAHAT SEPERTINYA DI DEPAN KAMARKU!” jeritku histeris saat lelaki itu bahkan belum mengucapkan satu patah katapun. Kudengar ia hanya berdecak. “Oh Sehun? Aku takut!”

Dasar gadis bodoh! Cepat buka pintunya! Ini aku!” TUT……TUT

Jadi, yang menyiksa pintu kamarku dengan sadis itu lelaki berwajah datar itu? Aku segera melompat dari kasurku, dan sial aku harus terjatuh dengan bokongku mencium lantai. “OH SEHUN!”

Aku berdiri dengan tertatih-tatih akibat bokongku yang masih terasa sakit sekali. Aku membuka pintu kamarku dan menatap sengit pada Sehun. Lelaki itu tak peduli dengan tatapanku dan melengos masuk ke dalam kamarku. Aku menarik rambut bagian belakangnya.

“Oh Sehun! Mau apa kau? Kau tahu, karena kau aku terjatuh dari kasur!” Sehun terlihat memintaku untuk melepaskan jambakanku, namun aku masih terus menarik rambut sampai ia meronta-ronta meminta ampun.

“Kim Hyemin, tolong lepaskan! Aduh, sakit!” Aku melepaskan rambutnya dari tanganku. Aku berlari menuju kasurku dan melompat-lompat di atas kasurku, tertawa. “Hahaha!”

“Kim Hyemin, please.”

Saking semangatnya aku melompat, kakiku terkilir di kasur dan aku merasa aku melayang di udara. Kumohon tidak lagi….

Aku menutup mataku.

BRUK!

Aku terjatuh. Namun, aku tak merasakan sakit sama sekali. Aku merasakan bahwa aku menimpa tubuh seseorang. Aku membuka mataku. Dan orang itu—yah, siapa lagi kalau bukan Oh Sehun. Wajahnya hanya tersisa beberapa cm dari hadapanku. Aku membeku.

“Dasar ceroboh!” Sehun menjentikkan jarinya di dahiku. Aku menatapnya khawatir. “Kau tidak apa-apa?” Aku berusaha untuk berdiri, namun Sehun mendorong pinggangku, menahanku untuk bangun. “Oh Sehun?”

Lagi. Aku berusaha bangun dan sekarang Sehun membalikkan posisi kami! Aku dikurung oleh penjara tangan milik Sehun. Kurasakan wajahku memerah. Tidak, kumohon.

Perlahan Sehun menutup matanya dan menurunkan wajahnya, mendekat pada wajahku. Dan bodohnya, aku juga menutup mataku. Dapat kurasakan nafas Sehun menerpa wajahku, dan juga hidungnya yang mulai menyentuh hidungku. Tidak, first kissku akan terambil.

Dan ketika Sehun hampir menciumku, ponselku bordering. Aku membuka mataku, dan kulihat Sehun juga membuka matanya. Kesal. Kulihat itu emosi yang tersirat dari matanya. Dan tak lupa, wajah merona milik Sehun. Astaga, aku ingin mengabadikan wajah merona miliknya dan menyebarkannya!

Sehun bangkit dari atas tubuhku, dan duduk di pinggir kasur kamarku. Aku beranjak dan mengambil ponselku.

Shin Eunji. Eunji-ya, gomawo telah menyelamatkanku!

“EUNJI-YA!” seruku riang. Kulihat Sehun hanya mendengus mendengar teriakanku.

“Ya, Kim Hyemin, kenapa kau tidak masuk hari ini? Jangan bilang kau balas dendan karena aku tak masuk kemarin, ya, ‘kan?

Aku terkekeh. “Separuh benar! Mianhae, aku sedang berada di Beijing sekarang.”

APA KATAMU? BEIJING? DI CHINA?” Aku menjauhkan ponselku dari telingaku. Eunji dan aku ini sepertinya memiliki kesamaan, suka teriak! Hahaha.

YA! Jangan teriak juga, Bodoh! Kau kira Beijing ada berapa di dunia? Tentu saja Beijing di China, tidak mungkin di Mars.” Sehun menoleh ke arahku. Menatapku datar atas lelucon anehku tadi. “Bodoh.” Itulah yang kudengar darinya.

Bodoh? Hey, aku mendengar suara lelaki. Kau sedang bersama lelaki? Kau pergi ke sana bersama siapa?

“Lelaki? T-tidak! Aku pergi—ah! Lebih baik kuceritakan nanti saja, oke?”

Tidak, Kim Hyemin. Cepat katakan sekarang. Kau bersama siapa sekarang?

Aku tersenyum jail. ”Bersama seorang atau sekumpulan lelaki yang akan membuat pingsan di tempat, mungkin?”

KAU BERSAMA EXO?” Bingo!

“Rahasia! Sudah dulu, ya. Bye, Shin Eunji!”

Aku tertawa puas. Shin Eunji si penggemar rahasia Suho oppa. Kuyakin dia akan mencekikku saking gembiranya saat tahu sahabatnya ini bisa berjumpa dengan Suho hampir setiap hari.

Saat aku menoleh ke arah Sehun, namja itu hanya menatapku datar. “Kau puas sekali tertawanya.” Sehun merebahkan dirinya di atas kasurku. “Oh Sehun, kau sebenarnya mau apa ke sini? Aku ingin tidur,” rengekku, menarik tangan Sehun agar berdiri.

Sehun duduk di pinggir kasur dan menatapku. “Temani aku mencari udara segar.”

Aku menatap Sehun dengan tatapan memohonku. “Oh, ayolah, Sehun-ssi, aku sangat lelah sekali, kau tahu? Kau bisa pergi dengan Luhan oppa atau oppadeul yang lainnya, bukan? Ya? Kumohon,” mohonku, menatapnya sembari menggerak-gerakkan tangannya.

Sehun berdecak. “Tidurlah. Aku akan di sini saja. Aku bosan.” Sehun beranjak dari kasur dan menyalakan TV di kamarku, kemudian duduk di sofa. Baru saja aku akan protes, Sehun sudah menatapku dengan tajam dan matanya menyorotkan sinar laser berisi ancaman.

A-arasseo! Jangan melakukan hal yang aneh-aneh!” aku masuk ke dalam selimutku dan menutupi seluruh tubuhku, dan menggulungnya layaknya lemper, jajanan khas Indonesia. Mengingat itu, mendadak aku merasa lapar.

Tidak, kau harus tidur, baru setelah itu kau makan. Selamat tidur!

****

Sehun POV

Aku melihat gadis itu menggulung tubuhnya dengan selimut. Aku terkekeh geli. Setakut itukah dia padaku? Kalau dilihat-lihat, gadis itu seperti kepompong yang akan keluar esok hari.

“Dasar gadis aneh.”

Aku menatap layar TV, jenuh. Tak ada acara TV yang seru.

Aku melirik ke arah Hyemin yang sepertinya sudah terlelap itu. Melihat Hyemin, aku teringat kejadian beberapa jam yang lalu. Di mana dengan bodohnya aku membiarkan gadis yang bahkan tak bisa berbahasa Cina itu pergi ke toilet sendirian. Seharusnya aku menemaninya agar ia tak tersesat. Dan hatiku kembali terasa nyeri di saat melihat gadis itu menangis.

Aku menghela nafasku pelan.

Aku bangkit dan berjalan mendekatinya. Kubuka perlahan selimut yang menutupi kepalanya. Gadis ini terlihat sangat lelah sekali dibalik wajah polosnya itu.

Kim Hyemin.

Gadis riang yang mudah bergaul dan sering sekali berteriak itu bahkan terlihat sangat polos saat tidur dibalik kepribadiannya yang tidak bisa diam. Gadis ini sangat mudah ditebak apa yang ada di pikirannya. Tanpa sadar, gadis ini seperti memancarkan isi otaknya pada wajahnya yang sering terlihat bodoh saat berpikir. Dan juga sangat terlihat imut di saat ia memohon pada siapapun—termasuk aku. Apalagi saat ia menikmati es krim, layaknya tengah menikmati makanan terenak di dunia.

Yah, walaupun aku baru mengenalnya seminggu, tapi aku merasa sudah mengenalnya jauh, mengenalnya lama. Entah kenapa. Atau mungkin karena…..

Ah, tidak. Atau mungkin saja?

Aku menatap Hyemin sekali lagi, sebelum aku beranjak menuju pintu. “Tidurlah yang nyenyak, Nona Kim. Maafkan aku atas kejadian tadi. Aku takkan mengulanginya lagi. Aku janji.”

Aku membuka pintu kamar hotel Hyemin—yang sengaja kupesan untuk gadis bawel itu.

“Sehun­-a, apa yang kau lakukan di sini—di kamar Hyemin?”

TBC

Haloo~ ketemu lagi, yehet! Pertama-tama, thanks yak komentar dari readers sekalian hehehehe~ ah ya! Ada ralat di chap pertama, yang Sehun bilang dia akan membayar Hyemin sebagai asistennya itu bukan 1.200 Won, tetapi 1.200.000 Won. Kurang tiga nolnya~ maaf ya jika typo bertebaran di mana-mana. Dan untuk yang penasaran sama kejadian musim dingin lalu, kejadiannya akan terungkap di chap 3 ya hehehe~ maaf jika ff-ku ini kurang memuaskan  atau kurang seru—mungkin dan sedikit ga jelas ㅋㅋㅋㅋㅋㅋㅋ^^ Hye ini masih author yang amatiran hehehe *bow*. Oh ya, jangan lupa RCL ya readers tercinta <3 Love yaaaa <3

 

 

 


Unfathomable Friends (Chapter 8)

$
0
0

Title: Unfathomable Friends

Scriptwriter: autumndoor

Main Cast: You (Park Min Gi), Luhan, Byun Baekhyun, Do Kyungsoo

Support Cast: Park Chanyeol, Oh Sehun, OC (Kim Hyemi)

Genre: Romance

Duration (Length): Multi Chapter

Rating: PG-17

 

Part 8 – Fire

 

Baekhyun bediri disana tangannya memeluk sebuah kotak berisi setumpuk properti untuk drama musikal sementara satu tangan lainnya menjinjing sebuah kantong plastik berisi 3 porsi jjangmyun. Tatapan yang tidak terdefinisi ada dalam mata Baekhyun, beberapa spekulasi tentang Aku dan Luhan mungkin ada dalam pikirannya. Kupikir Baekhyun tidak masalah dengan ini, dia sudah tahu jika aku dan Luhan berteman baik dan mungkin ia akan mengira jika pelukan Luhan adalah pelukan persahabatan.

“Biar aku bantu Baek”Aku berjalan menghampiri Baekhyun mengambil kantong plastik yang dijinjingnya.

Aku berjalan memasuki studio, tetapi tidak ada derap langkah yang mengikutiku, Baekhyun masih mematung disana dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

“Wae? Masuklah” Tegurku.

Baekhyun menghelas nafas dan mengikuti langkahku memasuki studio.

“Siapa yang mengijikan dia datang kesini huh? ”Baekhyun  meletakkan kotak tersebut diatas lantai kasar.

Aku yang sedang memasukkan barang – barangku kedalam tas tersentak dengan pertanyaan Baekhyun. “Jika yang kau maksud itu Luhan, dia kesini untuk bertemu Chanyeol” Jawabku pelan.

Tapi sebenarnya, aku lah yang menghabiskan beberapa menit bersama Luhan disini.

“Chanyeol? Dimana Chanyeol?” Baekhyun berjalan menghampiriku kemudian duduk disampingku.

“Ada beberapa urusan bersama Jong In, dia menitipkan beberapa berkas padaku untuk di berikan pada Luhan”.

Tapi yang terjadi lebih dari itu, lebih dari sekedar memberikan beberapa lembar kertas pada Luhan.

“Uhm” Baekhyun berdeham, ia duduk disebelahku. “Kau belum makan ne?” Baekhyun mengeluarkan dua porsi Jjangmyun dari dalam kantong plastik.

“Ah Gomawo” Aku mengambil Jjangmyun dari tangan Baekhyun.

“Satu lagi milik Chanyeol, dia kurang beruntung memilih pergi bersama si Kkamjong”

“Jong In yang memintanya” Aku tertawa kecil

“Hey bagaimana kau tahu Aku dan Chanyeol masih disini?” Tanyaku.

“Hanya menebak – nebak saja” Baekhyun berkata kurang jelas.

“Jika kami sudah pulang, Jjangmyun ini akan sia – sia”

“Wae? Aku akan menghabiskannya sendiri” Baekhyun menelan Jjanngmyun miliknya.

“Rakus sekali” Aku menggeleng tak percaya.

Baekhyun memasukan melahap dengan semangat Jjangmyun miliknya, sementara aku seperti kehilangan selera makan, tentu saja karena kejadian beberapa saat lalu bersama Luhan, sangat mengganggu pikiranku.

“Uhm, bagaimana ibumu?” Baekhyun bertanya disela – sela kesibukan makannya.

“Eomma baik, beberapa hari yang lalu kami berbicara di telepon” Aku tersenyum.

Baekhyun melahap jjangmyun terakhirnya. Kemudian meneguk sekaleng Cola yang ia keluarkan dalam tasnya.

“Semoga ibumu segera pulih”  Baekhyun tersenyum memiringkan wajahnya menatapku.

“Hmmm, akupun berharap begitu. Jika Eomma benar – benar sudah pulih Natal nanti aku akan meminta Eomma dan Appa datang ke Korea” Ucapku.

“Untuk melihatmu bermain drama musikal?” Baekhyun mengelap sisa cola di pinggir bibirnya menggunakan telapak tangannya.

“Ya, aku berencana membelikan mereka tiket pesawat kesini”  Jawabku.

“Hmmm bagus” Baekhyu mengangguk-nganggukan kepalanya.

“Hey, bagaimana Ayah dan Kakakmu?” Tanyaku penasaran.

“Appa pergi ke Amerika selama beberapa bulan kedepan” Baekhyun menghela nafas. “ Dan Hyung uhm aku tidak tahu aku tidak mempedulikannya karena dia juga tidak mempedulikanku” Baekhyun menggeleng dan mengangkat bahu.

“Jangan berkata seperti itu Baek”Aku menepuk pundak Baekhyun.

“Kau tidak tahu siapa dia” Baekhyun mencubit hidungku.

“Aku tahu dia Baek” Aku melepaskan tangan Baekhyun dari hidungku.

“Huh?” Baekhyun mengangkat sebelah alisnya.

“Byun Baekboem” Jawabku singkat.

“Kau hanya mengetahui namanya” Baekhyun tertawa.

“Ani, aku tahu seperti apa rupa-nya” Jawabku penuh semangat.

“Tapi kau tidak tahu seperti apa sifatnya” Bekhyun menatapku dengan tatapan

“Akuuuuu uhm, baiklah aku menyerah” Senyum bodoh terpancar dari wajahku.

 

***

 

Hari ini Aku, Baekhyun dan Chanyeol memutuskan menjenguk Sehun di apartemennya setelah latihan selesai untuk memastikan kondisinya. Beruntung hari ini shift kerja ku di pindahkan ke pagi hari dan latihan dimulai siang hari sehingga aku tidak perlu berbohong lagi pada mereka. Perjalanan malam hari menuju Apartemen Sehun sedikit macet, aku pergi bersama Chanyeol menggunakan satu – satunya Ninja 250 R miliknya. Sementara Baekhyun menyusul dari apartemennya. Di tengah perjalanan tidak ada percakapan diantara kami, karena masing –masing dari kami sudah cukup lelah karena seperti biasa Aku dan Chanyeol selalu mendapat tambahan waktu latihan dari Jong In. Telingaku sudah bosan mendengar keluhan Chanyeol setiap harinya tentang Jong In, seperti kejadian tadi siang di studio musik.

“Min Gi-ah, bisakah kau katakan pada Si Hitam itu jika kita butuh istirahat. Kurasa aku sudah mengeluarkan 1 liter keringat” Chanyeol mendengus kesal, melempar handuknya ke sembarang arah.

“Yeollie, ikuti saja apa yang dikatakannya” Jawabku datar.

“Kau-kau sekarang berpihak padanya?” Suara Chanyeol naik beberapa volume.

“Aku pikir dia seorang pekerja keras. Dia hanya ingin yang terbaik untuk penampilan kita. Aku juga sama lelahnya sepertimu Yeol” Jawabku tanpa sedikitpun melihat ke arah Chanyeol.

“Ah! jika sekali lagi kau membelanya, kulitmu akan menghitam sepertinya”Chanyeol mengacungkan jari telunjuknya di depan wajahku, kemudian melanjutkan kata – katanya penuh semangat “Dan kau tahu? Aku selalu ingin tertawa jika ia sedang mencontohkan sebuah gerakan padaku,  dia selalu mencoba agar terlihat seksi, kau harus memperhatikannya, lihatlah bibir bawahnya yang agak tebal itu” Chanyeol terkikik sambil memegang perutnya.

“Chanyeoooooool” Aku berbisik didekat telinga Chanyeol. Dari cermin di depan kami aku bisa melihat seseorang sedang memperhatikan kami dari jarak beberapa langkah, dia pasti mendengar semua pembicaraan kami, sosok itu tentu sangat familiar ia adalah tokoh utama dalam pembicaraan kami, Jong In. Chanyeol yang sibuk tertawa tentu tidak menyadari kehadiran Jong In.

“Hmm?” Chanyeol menegakkan kepalanya melihatku kemudian mengalihkan pandangannya pada cermin di hadapan kita karena sosok Jong In kini sudah terlihat sangat jelas seiring dengan langkahnya menghampiri kami. Chanyeol membeku entah kata seperti apa yang dapat menjelaskan ekspresi wajah Chanyeol sekarang, cemas, panik, terkejut, malu dan lemas menjadi satu.

“Aku pikir selain kau harus memperbaiki gerakan menarimu, kau juga harus memperbaiki ucapanmu, Pangeran” Jong In berdeham melewati kami dengan dingin.

“Sial! Min Gi-ya bunuh aku sekarang sebelum dia membunuhku” Jong In keluar dari studio musik, Chanyeol meninju bayanganya pada pada cermin dihadapannya. Ekspresi penyesalan kini terlihat di wajah Chanyeol, Jong In bukanlah orang yang mudah dipastikan ia akan membuat Chanyeol mengeluarkan lebih dari 1 liter keringat ketika berlatih nanti.

Mimpi buruk itu benar – benar terjadi, Jong In membuat Chanyeol mengulangi beberapa kali gerakannya, bahkan sesekali menyentak Chanyeol. Tentu saja Chanyeol tidak dapat berkutik disamping rasa bersalahnya tehadap Jong In, Sutradara Kim juga ada disamping Jong In untuk mengawasi latihan kami.

 

***

Sesampainya disana, Baekhyun sudah menunggu kami di lobby apartemen. Kami pun menuju apartemen Sehun, terlihat Hyemi dan Sehun yang sedang duduk bersebelahan di sofa, menonton sebuah film, membelakangi kami yang baru saja datang dari pintu depan. Mereka terkikik tertawa melihat adegan lucu dalam film tersebut, mereka tidak menyadari kedatangan kami karena suara volume TV dan tawa mereka jelas mengalahkan kata – kata ‘Kami datang’ yang kami ucapkan dengan nada yang lemas.

“Hey kalian berdua!”Teriak Baekhyun. Memukul kepala Hyemi dan Sehun dari belakang.

“Whoaaaaa? Bagaimana kalian ada disini?” Sehun terkejut dan berbalik kebelakang melihat kami yang datang dengan wajah kusut.

“Teleportasi” Jawab Chanyeol ringan, sambil mematikan TV.

“Ah, Yeol mengapa kau mematikan TV nya?” Hyemi mendongkak menatap Chanyeol.

“Hyemi, moodnya sedikit kurang baik” Sahutku.

Tanpa perlu izin dari Sehun, Chanyeol masuk ke dalam kamar Sehun merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur nyaman dan mahal milik Sehun, yang tentu saja tidak bisa ia rasakan di apartemennya sendiri. Aku dan Baekhyun bergabung dengansepasang kekasih ini, duduk di sofa sebelah mereka.

“Min Gi-ah apa yang terjadi?” Tanya Hyemi

“Uhm, hanya masalah kecil” Aku tertawa kecil. Aku menceritakan kejadian tadi siang antara Aku, Chanyeol dan Jong In. Mereka yang mendengarkan ceritaku kemudian tertawa terbahak – bahak.

“Park Chanyeol, stupid giant!” Sehun tertawa semakin keras.

“Oppa, hentikan” Hyemi membekam mulut Sehun.

“Hey, kakimu sudah baikan?” Baekhyun menyentuh tumit Sehun yang masih dibalut perban.

“Ah! Jangan sentuh bagian itu Baek!” Sehun menyelak tangan Baekhyun.

“Reaksi yang berlebihan Sehun-ah” Baekhyun menyandarkan badannya pada badanku dan meletakkan kepalanya dipundak kiriku.

“Byun Baekhyun, kau berat sekali!” Aku menggeser sedikit posisi dudukku.

“Hey, berat badanku sama sekali tidak melebihi ambang batas” Baekhyun memukul kepalaku. “Dan kau bisa melihat jika badanku six-pack sekarang”Jawab Baekhyun antusias.

“One-pack Baekhyun” Jawabku datar.

“Haruskah aku membuktikannya padaku?” Baekhyun menegakkan posisi duduknya hendak membuka kaos yang ia gunakan.

“Jangan coba – coba Baek!” Kutunjukkan jari telunjukku didepan wajah hidung Baekhyun.

“Ah, aku tahu aku terlalu seksi dan menggoda” Goda Baekhyun padaku disertai senyuman nakalnya.

“Jung Hyung Don lebih seksi darimu Baek!” Tegasku.

“Astaga! Kau memandingkanku dengannya huh? Lihat aku tidak segemuk itu!” Baekhyun membentak.

“Tapi kau tetap berat Baek! Lebih berat dariku!” Aku balas membentak Baekhyun.

“Kau seharusnya membandingkanku dengan seseorang yang mirip denganku seperti..” Baekhyun mengetuk-ngetukan jari telunjuk dikeningnya “Ah, Siwon superjunior!”Baekhyun tersenyum puas.

“Baek, itu termasuk pencemaran nama baik untuk Siwon” Aku tertawa meledek Baekhyun.

Baekhyun mendengus kesal, memberiku pukulan – pukulan kecil di lengan “Hey, kau menonton Boys Before Flowers kan?” Tanya Baekhyun.

“Wae?” Aku mengangkat sebelah alisku.

Baekhyun menepukkan kedua tangannya dengan keras “Kau sangaaaaaaat mirip dengan ibunya Goo Jun Pyo!”

“Baek, aku tidak setua itu!”Aku menatap marah Baekhyun.

“Ah, kau harus sering – sering melakukan perawatan lihat ada keriput disini dan disini juga” Baekhyun menyentuh dahi dan pipiku dengan telunjuknya.

“Baekhyuuuuuun!” Aku menyelak tangan Baekhyun kasar, mencubit hidung Baekhyun.

“Kalian datang untuk menjengukku kan? Bukan untuk bertengkar” Sehun berinterupsi ditengah percekcokanku dengan Baekhyun.

“Sebenarnya kalian uhm- kalian terlihat serasi” Hyemi tertawa.

“Ya! Hyemi!” Baekhyun menyentak Hyemi.

“Sehun-ah, kapan kau kembali berlatih?” Tanyaku.

“Kalian sudah tahuu jika aku diberi waktu satu minggu untuk beristirahat, berarti awal minggu depan aku baru dapat berlatih dan melatih lagi” Jawab Sehun.

“Oppa akan cepat pulih jika ia beristirahat dengan baik” Hyemi mendekatkan posisi duduknya dengan Sehun dan merangkul lengan Sehun.

“Hyemi sejak kapan kau ada disini?” Tanyaku.

“Uhm sejak hari pertama Oppa cedera” Jawab Hyemi cepat.

“Merepotkan sekali merawatnya ne?” Baekhyun berdecak.

“Ani, aku selalu senang berada di samping Oppa” Hyemi tersenyum dan mengeratkan rangkulannya pada Sehun.

“Kurasa kalian sangat direkomendasikan untuk mengikuti We Got Married” Baekhyun tertawa.

“Baek, kita sama sekali bukan selebriti” Jawab Hyemi sambil mempoutkan bibirnya.

“Ani ani” Sehun menggeleng, kemudian menghela nafas ”Untukku uhm..Let’s Get Married for Real” Sehun mengalihkan pandangannya pada Hyemi.

“Mwo???” Hyemi terkejut dan membulatkan matanya, pipi Hyemi sedikit bersemu merah.

“Woooooooah, Mr.Oh is the sweetest maaaaaan~” Aku berkomentar.

“Ani, Mr. Oh is the best wooer” Hyemi melepaskan rangkulan nya pada Sehun dan memukul lengan Sehun.

Baekhyun tertawa “Mr.Oh is going to die

“Hey, Hyemi aku serius! Uhm anggap saja aku sedang melamarmu” Sehun satu – satunya yang tidak tertawa, mencoba meyakinkan kami dengan kata – katanya.

“Aku akan menolakmu Oppa” Jawab Hyemi enteng.

“Baiklah, kau tahu jika aku bukan orang yang senang melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya” Sehun mengalihkan pandangannya dari Hyemi dan memasang muka dingin.

“Oppaaa” Hyemi terlihat menyesal dengan jawaban entengnya beberapa saat lalu.

“Wae Hyemi?” Kata Sehun datar.

“Oppaaaaaaaaa~” Hyemi meggoyang-goyangkan pundak Sehun dan merengek seperti anak kecil.

“Kau sangat jelek lebih jelek dari Baekhyun. Aku hanya bercanda Hyemi” Sehun menatap Hyemi dan tertawa keras. Sehun menggelitik pinggang Hyemi, Hyemi tertawa sembari mencoba menyelak tangan jahil Sehun. ‘Baiklah anggap saja aku dan Baekhyun tidak ada disini’ gumamku dalam hati.

“Hey Sehun! Kau tau jika aku mempunyai banyak fangirl!” Protes Baekhyun menghentikan Sehun dan Hyemi.

“Tapi kurasa mereka semua penyandang tunanetra” Jawabku singkat

“Ah benar sekali Min Gi-ya!” Sehun kembali tertawa.

“Baiklah aku lebih baik pergi dari sini, aku tidak ingin berbicara pada orang – orang dengan nilai IQ minus” Baekhyun bernajak dari kursinya mengambil mantel dan tasnya menuju pintu.

“Baek, tunggu!” Aku berteriak. Bergegas mengikuti Baekhyun.

 

***

Baekhyun masih berdiri di depan pintu apartemenku ketika aku hendak masuk kedalam.

“Untuk apa kau berdiri disana? Masuklah jika kau ingin masuk” Kataku.

Baekhyun akhirnya mengikuti langkahku kedalam apartemen, ia bekeliling mengamati apartemenku yang sudah cukup lama tidak ia kunjungi, ia berhenti di depan lemari es dan menengok isi lemari es ku yang jelas – jelas kosong. “Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu bersama karena tugas sialanmu itu, dan Aku lapaaaaar”

“Aku hanya ingin cepat lulus kuliah dan aku belum membeli makanan” Aku berjalan melewati Baekhyun mengambil segelas air.

“Aish, baiklah delivery ayam satu – satunya pilihan” Baekhyun menutup pintu lemari es.

“Apa mereka bekerja 24 jam? Ini sudah lewat tengah malam” Aku menatap Baekhyun bingung.

“Tentu saja bodoh!” Tegas Baekhyun sambil menelepon.

Aku duduk diatas karpet dihadapan Baekhyun. Menopang dagu diatas meja sementara Baekhyun sedang dalam salah satu momen seriusnya.

Beberapa menit menunggu makanan datang Baekhyun mengisi waktunya dengan memperbaiki beberapa notasi musik pada kertas miliknya, sesekali ia mengacak rambutnya atau menggigit bagian ujung atas pensilnya, aku hanya tertawa melihatnya karena aku sama sekali tidak bisa membantu. Ini adalah salah satu momen dimana Baekhyun berhenti bicara, Baekhyun harus mendapat banyak tugas seperti ini kurasa. Tiba – tiba suara ketukan pintu mengejutkan kami berdua.

“Ah, ayamku sudah datang” Dengan penuh semangat Baekhyun menuju pintu untuk menyambut sang pengantar ayam. Tapi bukan seperti yang ia harapkan, orang lain berdiri disana dengan wajah sama terkejutnya dengan Baekhyun, dia adalah Luhan.

“Kau?” Luhan menaikkan sebelah alisnya “Baekhyun ne? Apa yang kau lakukan disini?” Tanyanya.

“Luhan -” Aku yang berada di belakang Baekhyun tidak kalah terkejutnya.

“Kau? Luhan? Apa yang kau lakukan disini?” Baekhyun memutar bola matanya.

“Apa yang kau lakukan? Mengulangi pertanyaanku huh?” Luhan mencerocos Baekhyun.

“Aku pikir pertanyaan itu juga pantas untukmu” Balas Baekhyun.

Aku menyalip dan berada diantara Baekhyun dan Luhan memberi jarak bagi mereka berdua yang terlihat seperti ingin membakar satu sama lain. “Hey! Apa yang kalian bicarakan, Luhan masuklah”

“Baiklah, aku pergi” Ucap Baekhyun hendak keluar dari apartemenku.

Aku menarik tangan Baekhyun, kulihat sang pengantar ayam berjalan di lorong menuju kami yang sedang berkumpul di depan pintu yang cukup sempit ini “Baek apa yang kau lakukan, ahitu ayamnya sudah datang” Aku menunjuk sang pengantar ayam yang dengan wajah tanpa dosanya tersenyum lebar pada kami yang sedang dalam situasi menegangkan.

Aku tidak mengerti ada apa dengan Luhan dan Baekhyun, Luhan menjadi topik yang sensitif bagi Baekhyun, Baekhyun-pun menjadi topik yang sensitif untuk Luhan. Ini pertemuan kedua mereka sejak Luhan mengembalikan handphoneku beberapa bulan lalu. Kesan pertama pertemuan mereka memang tidak terlalu bagus dan kurasa masih terbawa sampai sekarang.

Akhirnya aku berhasil membawa Baekhyun kembali kedalam apartemenku, Baekhyun duduk berhadapan dengan Luhan sementara aku duduk pada sisi lain diantara Baekhyun dan Luhan.

“Min Gi-ah, aku punya sesuatu untukmu” Luhan merogoh tasnya hendak mengeluarkan sesuatu.

“Hm? Apa?” Tanyaku

“Lihatlah” Luhan meletakkan sebuah foto diatas meja.

“Ah, ini foto ketika uhm kelas 2 sekolah dasar kurasa, aku sedang ikut lomba menyanyi, ne?” Aku tersenyum.

“Ne, kau terlihat lucu dan uhm cantik” Luhan membalas senyumku.

“Kurasa seseorang disebelah kirimu itu lebih cantik” Baekhyun menunjuk seseorang yang berdiri disamping ku pada foto itu.

“Baek, itu Luhan” aku mencubit tangan Baekhyun.

“Oh, kau tetap cantik hingga sekarang” Baekhyun membekam mulutnya menahan tawa.

“Tapi aku tidak menggunakan eyeliner sepertimu” Balas Luhan.

“Aku tidak tahu alasan kenapa kau memiliki wajah seperti perempuan, tapi kuharap kau bukanlah seseorang yang melakukan transgender” Cerocos Baekhyun.

“Mengapa kau terus mengatakan jika aku cantik dan seperti perempuan? Apa kau tertarik padaku? Seharusnya kau memberitahuku jika kau adalah penyuka sesama jenis” Luhan berbicara dengan nada tinggi.

“Diamlah!  Aku tidak pernahmengijinkan kalian bertengkar di sini” Teriakku.

“Aku pikir kita sering bertengkar disini” Baekhyun memutar bola matanya.

“Itu karena mulut lancangmu” Sahut Luhan.

“Dan kau-” Baekhyun dipastikan akan mengeluarkan kata – kata yang lebih menjengkelkan Luhan, aku segera memotong perkataan Baekhyun  “Baiklah tuan – tuan aku sama sakali tidak ingin mendengar percakapan bodoh kalian. Hmmm kopi atau teh?” Tawarku

“Teh, aku ingin teh hangat saja” Jawab Baekhyun

“Aku juga” Jawab Luhan.

Aku beringsut dari tempat duduk-ku, tapi tiba – tiba Baekhyun menahanku “Hey, aku saja yang akan membuatnya” Kata Baekhyun penuh percaya diri.

“Kau yakin Baek?” Aku menaikkan sebelah alisku.

“Kau tidak akan meracuniku kan?” Tanya Luhan dengan wajah meremehkan.

“Kau sudah beracun tidak usah ku beri racun!” Baekhyun menyentak Luhan.

“Kau benar – benar, Hey kau!Gunakan gelas yang bersih!” Balas Luhan.

Baekhyun tidak membalas kata – kata Luhan ia berjalan santai menuju dapur sambil bersiul ria.

Aku yang khawatir Luhan akan tersinggung dengan kata – kata Baekhyun mencoba menjelaskan pada Luhan “Luhan, Baekhyun memang seperti itu, jika kau meledeknya maka dia akan meledekmu dua kali lipatnya” Jelasku

Luhan hanya mengangguk. Baekhyun kembali dengan satu gelas teh dan satu gelas kosong. Ah tentu saja Baekhyun tidak akan melakukannya dengan benar, mengapa aku harus mempercayainya.

“Silahkan nyonya” Baekhyun menyodorkan gelas kosong pada Luhan.

“Kau gila? Ini gelas kosong” Luhan menatap Baekhyun dengan tatapan marah.

“Kau bilang gunakan gelas yang bersih kan? Itu sangaaaaaaaaaat bersih” Jawab Baekhyun.

“Byun Freaking Baekhyun!” Teriak Luhan.

Luhan berdiri dan berjalan meunuju  dapur untuk membuat tehnya sendiri.

“Hey itu bukan namaku!” “Awwwww Nyonya Lulu ternyata orang yang pemarah” Baekhyun berteriak dari ruang tengah.

Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, aku ingin sekali mencubit, memukul atau meninju Baekhyun saat ini.

“Baek, mengapa kau melakukan ini huh? Dia temanku dan dia menjadi temanmu juga” Kataku.

“Wae? Aku hanya memberinya sedikit pelajaran” Protes Baekhyun.

Aku menghela nafas , butuh kesabaran tingkat tinggi berbicara dengan Baekhyun “Baek, kau dapat melakukan hal menyebalkan padaku, tapi tidak pada Luhan, dia orang yang baik Baek percayalah”

“Hey, aku hanya bercanda! Kau tentu tahu siapa aku” Baekhyun tampak tidak senang dengan perkataanku.

“Terserah kau Baek!” Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain.

“Baik aku pergi!” Baekhyun berdiri dan mengambil kunci sepeda motornya diatas meja.

“Baekhyun!” Teriakku, aku menyusul Baekhyun ke ambang pintu.

“Aku tahu aku hanya pengganggu disini, ne?” Baekhyun menatapku.

“Baekhyun, tolong-” Aku memegang pundak Baekhyun.

Baekhyun melepaskan tanganku dari pundaknya “Selamat malam Min Gi”. Baekhyun menutup pintu dengan kasar.

“Dia pergi huh?” Tanya Luhan, kini ia kembali dengan segelas teh hangat buatannya sendiri.

“Ne” Jawabku.

Aku dan Luhan duduk bersebelahan diatas karpet dan menyandarkan punggung kami pada sofa di belakang kami, meja di depan kami penuh  dengan kertas – kertas milik Baekhyun dan ayam milik Baekhyun yang sama sekali belum ia sentuh.

“Maaf untuk kata – kata dan perbuatannya, Baekhyun memang senang bercanda dan-”

Luhan memotong kata – kataku “Aish, untuk apa kau meminta maaf untuknya?”

“Karena dia temanku” Jawabku singkat.

“Tidak apa – apa aku mengerti” Luhan meletakkan tehnya diatas meja.

Aku melihat jaket Baekhyun yang tergeletak disampingku “Ah, dia tidak membawa jaketnya, dia pasti kedinginan” Aku mencari – cari handphoneku diantara kertas – kertas yang berantakan segera setelah aku menemukannya aku segera menelepon Baekhyun, Baaekhyun beberapa kali menolak panggilanku namun aku tetap mencobanya.

“Apa kau harus sekhawatir ini?” Luhan menjauhkan handphoneku dari telingaku.

“Lu, udara di luar sangat dingin dia pulang menggunakan sepeda motor, meskipun apatemen kami hanya berbeda beberapa blok tapi-”

Potong Luhan “Dia akan baik – baik saja. Kurasa dia tidak suka aku ada disini”

“Hm?” Aku menaikkan sebelah alisku. Menatap Luhan bingung.

“Ah ini sudah terlalu malam aku lebih baik pulang” Luhan merapikan isi tasnya.

“Ini hampir pagi Lu” Aku tertawa kecil.

“Masih ada beberapa jam untuk tidur. Tidurlah” Luhan tersenyum.

“Uhm, ne” Aku mengangguk  “Ah sebenarnya apa tujuanmu kesini?” Tanyaku.

“Ani, aku hanya ingin menemuimu dan uhm aku-” Luhan berhenti di tengah – tengah kalimatnya pandangannya beralih kesembarang arah

“Luhan, wae?” Aku memiringkan wajahku menatap Luhan.

Luhan masih terdiam, ia mendekatkan dan berbisik di telingaku “Saranghae” Luhan memberiku ciuman singkat di pipi. Tidak ada kata – kata yang dapat aku keluarkan dari mulutku. Luhan berdiri dan berjalan menuju pintu sementara aku masih membeku di tempatku. Luhan berbalik menatapku sebelum ia keluar “Selamat malam” Luhan memberikan senyuman termanisnya. Pintu tertutup menghilangkan Luhan dari pandanganku.

“Apa yang ia lakukan huh?” Aku memegang sisa ciuman Luhan di pipiku.

 

***

 

Satu minggu telah berlalu sejak kejadian canggung antara aku dan Luhan di apartemen. Aku sedang dalam jadwal pekerjaan paruh waktuku, akhir – akhir ini pekerjaan paruh waktuku benar – benar menyita waktu, bahkan hari ini dan kemarin aku harus membolos latihan drama musikal, Kyungsoo masih dapat mengikuti latihan karena shiftnya yang diubah oleh sang pemilik cafe. Aku mengabaikan setiap telepon atau pesan dari Hyemi, Sehun, Chanyeol, dan Baekhyun sejak dua hari lalu, aku tidak tahu alasan seperti apa yang harus kukatatkan agar mereka percaya.

Satu minggu pula Luhan tidak menelepon atau mengirimiku pesan singkat. Aku pernah sesekali mencoba menghubunginya namun nomornya tidak aktif. Kebetulan pagi ini aku dan Kyungsoo berada shift yang sama, sehingga aku mempunyai kesempatan untuk menanyakan kabar Luhan.

“Kyungsoo-ah” Panggilku pelan.

“Hmmm, wae?” Kyungsoo sedang sibuk menata cake di dalam etalase cafe.

“Apa Luhan baik – baik saja?” Tanyaku.

“Seminggu yang lalu ia pulang hampir pagi, ia sedikit kacau dan  demam. Tapi esoknya orang tua Luhan memintanya pulang ke Ilsan” Jawab Kyungsoo

“Ilsan?” Aku menaikan volume bicaraku. ‘Seminggu yang lalu? Hampir pagi? Tentu saja itu hari dimana Luhan datang ke apartemenku’ gumamku dalam hati.

“Heem. Mungkin dia juga akan menemui kekasihnya” Kyungsoo menutup pintu etalase dan menatapku.

“Ke-ka-sih?” Aku tergagap.

“Ne, Luhan mempunyai kekasih ia tinggal di Ilsan, mereka berkencan sejak uhm 3 tahun lalu” Suara Kyungsoo begitu terdengar jelas di telingaku. Aku menjatuhkan daftar menu yang kupegang ke lantai, tatapanku kosong, ‘Luhan, kau berbohong padaku’.

“Hey, kau baik – baik saja? Luhan juga menceritakannya padamu kan?” Kyungsoo menggoyang – goyangkan pundakku.

“Ah, ne” Aku tersenyum palsu di hadapan Kyungsoo.

“Luhan mempunyai masalah dengan Ga Eun. Ga Eun dan Luhan sudah lama tidak berkomunikasi, semenjak Ga Eun pergi ke Amerika beberapa bulan lalu. Luhan sangat murung kala itu, tapi semuanya berubah ketika ia bertemu dengamu, Luhan kembali tersenyum dan bersemangat”Kyungsoo mengambil daftar menu yang kujatuhkan.

Pikiranku kacau, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan “Ituuuuu aku pikir-”

“Aku pikir Luhan menyukaimu” Tegas Kyungsoo.

“Kyungsoo…” Kataku pelan.

“Wae? Kau membuatnya melupakan Ga Eun” Jawab Kyungsoo.

“Ini tentu bukan sesuatu yang seharusnya terjadi Kyungsoo, Luhan masih mempunyai seorang kekasih” Balasku.

“Aku tahu, tapi Luhan terlalu naif jika hanya menamaimu sebagai seorang teman. Aku ini seorang namja aku dapat melihat dengan jelas bagaimana ia bersikap padamu, itu terlalu jelas Min Gi” Kyungsoo menatap ku lurus.

“Kyungsoo, aku tidak pernah ingin merusak hubungan seseorang” Aku menghela nafas dan menunduk menatap sepatuku.

“Kau tidak merusak apapun” Kyungsoo menepuk pundakku.

Aku mengalihkan pandanganku pada Kyungsoo “Aku adalah seorang yeoja, aku tahu bagaimana perasaan Ga Eun jika ia mengetahui Luhan menyukai orang lain selain dirinya”

“Sekarang aku ingin bertanya padamu, apa kau menyukai Luhan?” Pertanyaan yang paling aku takutkan keluar dari mulut Kyungsoo.

Aku terdiam menggigit bibir bagian bawahku dan memegang erat apron yang ku kenakan dengan kedua tanganku.

“Min Gi-ah…” Panggil Kyungsoo lembut.

“Aku tidak tahu Kyungsoo” Aku menutup mataku dan menggeleng.

“Jadi bagaimana perasaanmu pada Luhan?” Kyungsoo kembali bertanya.

Aku menghela nafas, mencoba menterjemahkan isi hatiku tentang Luhan “Terkadang ia membuatku merasakan hal – hal yang dirasakan oleh orang yang sedang jatuh cinta, aku juga merasa nyaman berada di dekatnya, tapi aku tetap tidak bisa mengatakan jika aku menyukainya lebih dari seorang teman”

“Wae?” Tanya Kyungsoo penasaran.

“Aku tidak tahu” Aku menggeleng.

“Hmmm, kau akan mendapatkan jawabanmu sendiri” Kyungsoo merangkul pundakku sebentar kemudian pergi menuju dapur untuk membawa sisa cake yang belum dipajang.

 

***

Hari ini moodku sangat buruk, aku sangat kecewa dengan Luhan, untuk apa dia berbohong padaku. Ini benar – benar tidak bisa dipercaya, Luhan orang selama ini kupercayai ternyata telah membohongiku. Aku melamun menatap mesin kasir dihadapanku, aku tidak tahu berapa menit sudah aku habiskan terdiam disini.

“Min Gi-ah seseorang yang duduk didekat pintu belum mendapatkan daftar menunya” Kyungsoo membuyarkan lamunanku.

“Ah, ne ne” Aku berjalan menuju orang yang dimaksud, seorang pria yang tengah membaca majalah yang menutupi wajahnya.

“Tuan, ini daftar menunya silakan” Aku meletakkan daftar menu diatas meja.

Saat aku mengembalikan pandanganku padanya, ia sudah meletakan majalahnya diatas meja. Aku benar – benar terkejut melihat seseorang yang berada dihadapan ku sekarang. “Sehun-ah”

“Kau- apa yang kau lakukan disini?” Sehun mengerutkan keningnya

“Eh- Um- Aku-” Lidahku kaku, tidak ada yang bisa aku katakan.

“Kau tidak mengikuti latihan karena kau bekerja disini huh?” Tanya Sehun .

“Sehun-ah, mianhae” Aku menunduk.

“Jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi!” Sehun menaikkan nada bicaranya.

“Sebenarnya, aku uhm butuh uang untuk membayar uang kuliahku” Jawabku pelan.

“Kenapa kau tidak mengatakannya pada kami huh?”

“Aku hanya tidak ingin merepotkan kalian, kalian sudah banyak sekali membantuku, aku ingin berusaha menyelesaikannya sendiri”

“Hey, kami ini temanmu-”

“Tunggu, dengan siapa kau datang kesini?”

“Tentu saja aku bersama Hyemi”

“Jinjja? Dia tidak boleh tahu tentang ini. Aku harus bersembunyi Sehun” Aku membulatkan mataku dan mulai panik

“Uhm- Kau terlambat”

Hyemi mengerutkan aliskan dari jauh, dia sudah melihatku dari jauh. Hyemi tepat dihadapanku sekarang.

“Hyemi” Panggilku pelan.

“Apa yang kau lakukan dengan pakaian seperti ini?” Hyemi memperhatikanku dari ujungkaki hingga kepala.

“Aku-”

Hyemi memotongku “Kau bekerja disini?”

“Hmm, ne”

“Sejak kapan?” Nada bicaranya mulai meninggi

“Sebulan yang lalu”

Kali ini Hyemi benar – benar marah “Kau menyembunyikan ini dariku? Dari kami huh? Kau pembohong kau bilang sibuk mengerjakan tugas akhirmu tapi sekarang kau sedang berada disini dengan seragam lucu mu itu huh!”

“Hyemi, aku dapat menjelaskan semua ini” Kataku sambil memegang tangan Hyemi.

Hyemi melepaskan pegangan tanganku “Berikan aku alasan yang layak Park Min Gi!”

“Aku butuh uang” Jawabku singkat.

“Mengapa kau tidak menceritakannya pada kami? Asal kau tahu ketika kau menyembunyikan masalahmu dari kami membuat kami merasa sama sekali tidak penting bagimu!”

“Ani, Hyemi Maksudku-”

“Membolos latihan dan melupakan Ulang tahun Chanyeol karena kau sibuk bekerja disini?” Hyemi menghela nafas sebelum melanjutkan kata – katanya“Kau tahu betapa marah dan kecewanya Sutradara Kim pada Baekhyun? Itu karena kau tidak hadir dalam latihan, dia mengira Baekhyun lah yang membuat setiap anggota datang seenaknya untuk latihan. Dan kau tahu kami menunggumu berjam-jam untuk merayakan ulang tahun Chanyeol, tapi kau sama sekali tidak mengangkat telepon kami, kau lupa kan kemarin ulang tahun Chanyeol?” “Jawab aku!”

Benar kemarin adalah 27 November ulang tahun Chanyeol, ‘Bodoh kenapa aku bisa melupakannya!’ gumamku dalam hati. Dan ini adalah alasan mengapa kemarin ada 32 panggilan tak terjawab dari Hyemi.

“Mmi-mianhae, jeongmal mianhae Hyemi” Aku tidak dapat menahan perih dalam pelupuk mataku lagi, beberapa tetes air mata penyesalan jatuh dari pelupuk mataku.

“Itu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Kau egois!”

“Hyemi!” Teriak Sehun

“Wae? Sehun, dia lebih mementingkan dirinya sendiri, dia sama sekali tidak peduli dengan kita!”

Kyungsoo yang menyadari adanya keributan, datang menghampiri kami.

“Hey siapa dia? Kyungsoo kau disini? Kau juga bekerja disini?” Hyemi mengangkat sebelah alisnya menatap heran Kyungsoo.

“Hye-mmi, Se-hun, uhm aku dapat menjelaskan ini” Kyungsoo terlihat sangat gugup.

“Ah arraseo. Aku sudah mendapatkan jawabannya”Hyemi mengangguk.

“Kau sudah menemukan teman barumu ne? Dia lebih membantu mu ne? Ah atau jangan – jangan Luhan cinta pertamamu itu juga ada disini?” Hyemi menatapku dengan tatapan marah.

“Ani” Aku menggeleng.

“Aku tidak percaya!”

“Hyemi, tolong dengarkan aku-”

“Cukup! Baekhyun harus tahu semua ini. Pergilah bersama teman – teman barumu! Kau sudah melupakan kami ne?”

“Hyemi, kumohon” Aku memegang pundak Hyemi.

“Hyemi, kau salah paham” Tambah Kyungsoo

“Aku tidak ingin berbicara denganmu Kyungsoo!”

“Sehun, kajja!” Hyemi melepaskan tanganku dari pundaknya

Sehun masih terdiam di tempatnya “Sehun!” Ulang Hyemi

Hyemi bergegas berjalan melewatiku, diikuti Sehun. Sebelum sampai di pintu Sehun berbalik dan berkata  “Min Gi, kita harus bicara nanti”

Aku terdiam lemas di tempatku, akhirnya kebohongan ini terbongkar, Hyemi sangat marah padaku ia pasti sangat kecewa padaku. Kyungsoo menarikku menuju dapur menyadari beberapa pasang mata sudah memperhatikan kami sedari tadi.

“Hey, kau baik – baik saja?” Tanya Kyungsoo.

Aku mengambil nafas panjang “Ne, aku akan bicara pada mereka nanti”

 

TBC

Next part will be update as soon as i can J

 


Truth or Dare! (Chapter 2)

$
0
0

Truth Or Dare!(Chapter 2)

Author:@almarhmtk || Length:multichapter||Genre: romance, schoollife||Rating: PG-15||Main cast: Oh Sehun & Oh Hayoung||Disclaimer: ff ini original buatan author ,kalau ada kesamaan mungkin itu cuman kebetulan .-.v
Credit poster: Harururu98 by http://cafeposterart.wordpress.com)

a/n: thankyou banget buat yang kemaren udah baca. Sorry baget kalo chap nya yang kemaren pendek. Moga2 yang ini agak panjangan :D. Warning typos

chap 1:here

Happy reading!
-oo-

Berawal dari Truth Or Dare
dimana hayoung terjebak permainan bodohnya sendiri
dengan musuh bebuyutannya

-oo-

 almarhmtk-truth-or-dare

#Day 1

DING DONG

Bel pulang sekolah berbunyi, Hayoung pun bergegas membersihkan barang-barangnya. Hari ini mood nya sedang membaik karna seharian tak bertatap muka dengan Sehun. Baru saja sampai di di pintu kelas, ia menangkap sosok lelaki berpostur tinggi menyender pada dinding, sedang menunggunya.

“S-Sehun?!”
“hey ternyata kau sudah selesai, ayo kita berangkat” Sehun pun langsung menarik tangan Hayoung untuk meninggalkan kelas.
“y-ya! Apa yang kau lakukan!”  teriak Hayoung seraya melepas genggaman Sehun.

Sehun berbalik melihat Hayoung, dia pun mendekatkan dirinya ke hayoung hingga langkah hayoung terhenti saat belakang nya sudah dibatasi oleh dinding.Sehun terus mendekat ke wajah Hayoung hingga jarang diantara mereka hanya tinggal beberapa inchi lagi.

“Apa kau lupa, kau harus menyelesaikan dare mu?” bisik Sehun tepat di telinga Hayoung.
“A-ani…aku masih ingat..” Balas Hayoung gemetar. Jarak yang sedekat ini membuat jantung Hayoung berdetak lebih cepat dari biasanya.

Sehun pun tersenyum mendengar jawaban Hayoung dan kembali menarik tangannya untuk membawanya kesuatu tempat.

-oo-

Hayoung terbelalak melihat Sehun membawanya ke tempat yang tak pernah ia datangi.

“Salon?!” teriak Hayoung pada Sehun saat mereka telah sampai pada tempat yang di tuju.
“Baguslah kalau kau tau itu” jawab Sehun seraya mereka memasuki salon.
“YA! AKU TAK MAU KESINI! AK—mphhh” teriakan Hayoung terputus saat tangan Sehun menutupi mulutnya.

“Tolong ubah dia menjadi perempuan paling feminim di dunia. Dan pastikan tak ada ikat kuda lagi dirambutnya” Ujar Sehun pada stylish salon tersebut. Sang stylish pun langsung membawa Hayoung kedalam ruang Make Over dengan susah payah sambil menutup mulut Hayoung.

“—tunggu pembalasan ku namja gila!—mmphhh”teriak Hayoung sebelum memasuki ruang Make Over.

 

 

 

Sehun sedang duduk santai di ruang tunggu.Sudah lebih dari satu jam ia menunggu Hayoung.Ia sedang terfokus dengan game di HP nya. Tak ada yang bisa mengganggu Sehun jika ia sudah asyik dengan gamenya tersebut.

“S-Sehun..”

Ia menghiraukan seseorang yang memanggil namanya dan tetap terfokus pada games nya.

“ya namja gila!”

Teriakan seseorang itu pun menghancurkan konsentrasi Sehun hingga permainan di HP nya menjadi Game Over.

“BERANI NYA KAU MENGGANGGU PERMA—“  Kata-kata Sehun terpotong saat melihat  Hayoung sudah didepannya.

Baru pertama kalinya Sehun melihat Hayoung tak memakai seragam. Yang didepannya adalah seorang perempuan dengan rambut panjang hitam legam, tergurai indah. Dress floral selutut nya membuat kulit Hayoung terekspos. Bola mata kecoklatan dan soft pink bibirnya… sangat menggoda. Semburat merah muncul di pipi Hayoung, Mengapa namja gila ini melihat ku seperti itu?

“A-a sepertinya make up nya terlalu tebal. B-baiklah akan ku hap—“Hayoung  hendak menghapus make up dengan tanggannya hinngga sebuah tangan menahannya.
“ Kau cantik….” tukas Sehun cepat. Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan langsung menggandeng Hayoung lalu membawa nya keluar dari salon.

“Hyaa lepaskan!” Ujar Hayoung seraya membuat perjalanan mereka berhenti. “Aku ingin pulang”  lanjutnya.“kruk..kruk” tiba-tiba sebuah suara terdengar dari perut Hayoung. “Pfft- HAHAHA apa kau belum makan seharian ?” gelak tawa Sehun memecah saat mendengar suara perut hayoung yang meronta-ronta meminta makan.”I-Itu sebabnya aku ingin cepat pulang!” jawab Hayoung terbata-bata. Sehun hanya tertawa kecil lalu kembali menggandeng Hayoung ke suatu tempat. Hayoung tak terima jika Sehun menggandengnya, Ia sudah berusaha melepaskan gandengan tapi itu hanya membuat genggaman Sehun semakin kuat. Wajah Hayoung menjadi merah padam lagi ketika ia berada di dekat Sehun.

 

 

Tidak butuh waktu lama, akhirnya mereka sampai ketempat tujuan,yaitu  Sungai Han yang kebetulan jarak nya lumayan dekat dari salon yang mereka datangi tadi.  Semilir angin mengurai rambut indah Hayoung terduduk di tepi sungai. Matanya menatap lurus pada pemandangan di depannya. Suasana sore itu membuat ia terhanyut dalam kesunyian.

“Aku tau kau lapar, tapi mungkin dengan roti dan segelas coklat ini cukup untuk mengganjal perut mu” Ujar Sehun sambil memberikan nya pada Hayoung dan duduk disampingnya.
“Gomawo” Hayoung mulai memakan lahap roti yang diberi Sehun. Sehun hanya terkikik geli melihat tingkahnya.  Sehun menatap wajah Hayoung intens, tanpa di ketahui Sehun pun mulai mendekat ke wajah Hayoung. Ia hanya bisa terdiam melihat jarak antara ia dan Sehun mulai menipis. Jemari Sehun mulai menggapai tepat di atas bibir Hayoung. Ia pun mulai menghapus sisa-sisa roti di sudut bibirnya.
“Makan lah pelan-pelan” Ujar Sehun sambil tersenyum. Jantung Hayoung seperti berhenti berdetak seketika dengan perlakuan Sehun yang dapat terbilang manis. Apa kah kepalanya terbentur batu besar saat pagi tadi? Batin Hayoung.
“Sepertinya kau sudah selesai, ayo kita pulang” kata Sehun seraya beranjak dari duduknya. Ucapan Sehun membuat Hayoung terkejut. Ia terlalu fokus dengan perlakuan nya tadi hingga ia tak tahu bahwa namja itu sedang berbicara dengannya.
“A-Ah n-nae…”

-oo-

“Dimana rumah mu?” kata Sehun memecah keheningan diantara mereka dengan masih menggandeng tangan Hayoung.

“5 rumah dari sini, pagar yang berwarna biru muda” jawab Hayoung.
Sehun pun kembali mengeratkan tangannya , kali ini dia menautkn jari-jarinya di sela-sela jari Hayoung. Hayoung tak bisa berbuat apa-apa , dia hanya bisa menyembunyikan merah pipinya dengan rambut panjangnya itu. Suasana tampak sunyi malam ini, yang terdengar hanya desiran angin – dan mungkin detak jantung hayoung yang berpacu cepat.

“Sudah sampai” Suara Sehun menyadarkan Hayoung. Ia sama sekali tak menyadari bahwa Ia dan Sehun sudah sampai di depan rumah nya.
“G-Gomawo” Hayoung membungkukkan badannya dan mulai memasuki rumahnya.
“—tunggu!”  Baru saja sampai di ambang pintu pagar, Hayoung membalikkan badannya ke arah suara.
“Kau harus berpenampilan seperti itu besok dan seterusnya— aku tak mau melihat mu dengan wajah pucat dan kuncir kuda itu” Hayoung mengangkat  alis sebelah matanya. Ia tak mengerti apa yang di maksud oleh Sehun.
“I-itu permintaan ku! K-kau harus menurutinya hingga dare mu selesai” jelas Sehun terbata-bata. Melihat reaksi Sehun, Hayoung hanya bisa terkikih geli dan menganggukan kepalanya tanda ia mengerti. Ia pun melambaikan tangan pada Sehun sebelum ia benar- benar memasuki rumahnya.

-oo-

                Pukul  22.03 KST, Hayoung masih tidak bisa tertidur, pikirannya selalu dipenuhi oleh apa yang ia dan Sehun lalukan hari ini. Ia masih teringat betapa lembut dan hangatnya tangan Sehun saat bertaut di jemarinya serta kata-kata manisnya yang selalu terngiang dalam otak Hayoung.

A-yo GG! Yeah yeah sijakhae bolka Eo-meo!~~

Dering ringtone HP hayoung membuyakan lamunan nya. Ia pun bergegas mengambil HP nya dan melihat ID Caller. “Min Ji”

“Hey Min Ji, ada apa?”
[Apa besok ada PR?]
“Bukankah tadi sudah kubilang besok tidak ada PR? Guru-guru akan sibuk rapat”
[Apa kau serius?]
“Apa kau tak percaya padaku?”
[B-baiklah. Tapi apa kau serius?]
“Serius”
[O-Oke..]

Hayoung pun melemparkan HP kesampingnya. Ia sudah tau bahwa Min Ji tidak akan percaya pada nya kalau tentang PR. Min Ji yang super rajin itu tak akan memaafkan dirinya jika ia lupa mengarjakan PR.

A-yo GG! Yeah yeah sijakhae bolka—

Ringtone HP nya kembali berbunyi.Aissh yeoja ini…. pikirnya. Ia pun langsung menggapai HP nya tanpa melihat ID caller

“YA! BESOK TAK ADA PR,APA KAU MASIH TAK PER—“
[Hey apa aku mengganggumu...?]
Hayoung terdiam sejenak. Ia tau suara ini,bukan suara Min Ji melainkan suara dari seseorang yang membuatnya malam ini tak bisa tidur.
“S-Sehun…?”
[Baguslah kau masih mengenal suara ku]
“hey Namja gila, dari mana kau mendapatkan nomorku”
[bukan perkara yang sulit untuk mendapat nomor orang sepertimu tsk]
“Aishh jinjja…..”
[aku disini cuman mau mengingatkatmu,kau hadir kesekolah dengan riasan seperti saat aku mengantarkan mu pulang]
“Baiklah, hanya sampai dare ku selesai”
[Jawaban yang bagus. Selamat malam ‘Ms.Oh’ “
“Selamat malam ‘Mr.Oh’ “

Hayoung kembali melemparkan HP nya kesembarang arah. Ia pun menggapai dada nya. Terdengar detak jantungnya yang berpacu cepat.

Ahhh… kenapa detak jantung ku semakin kuat?

-oo-

#Day 2

Hayoung berjalan memasuki sekolah. Ia merasa risih karna banyak pasang mata tertuju padanya. Hayoung pun membuka pintu kelas, kebisingan yang terjadi di kelas menjadi hening seketika saat melihat Hayoung. Ia pun langsung bergegas ketempat duduknya . ia mendapati Min Ji –teman sebangkunya— sedangnya melihatnya dengan mulut ternganga. “Aish jinjja! Kenapa semua orang melihat ku seperti itu!” runtuk Hayoung. Wajar saja mereka melihatnya seperti itu, karna seorang yang tomboy seperti Hayoung hari ini berpenampilan feminime denga rambut yang tergurai indah, soft pink blush serta bibirnya yang berwarna merah muda persis seperti hasil dari salon yang dimana Sehun membawanya kemarin.

“Hey Hayoung,apa kemarin kepala mu terbentur sesuatu?” tanya Min Ji polos.
“Berhentilah, Ini semua karna ulah namja gila itu..” tukas Hayoung cepat.

Oh Sehun,kau akan membayar semua ini…

-oo-

DING DONG

Bel istirahat berbunyi. Seperti biasa, Kai,Kyungsoo,Baekhyun,Chanyeol dan tentu Sehun sudah duduk di meja kantin nya.
“hey apa besok kalian ada waktu? Kupikir dengan waktu yang mepet kita bisa meluangkat sedikit untuk latihan basket sebelum lomba nantI” Tanya Kai.
“Aku harus belajar” jawab kyungsoo
“A-Aku tidak bisa” sambung Baekhyun
“A-aku juga!” Lanjut lelaki jangkung disampingnya,Chanyeol.
Kai memandang teman-temannya dengan putus asa.
“Bagaimana dengan mu Sehun?”
Sehun menghiraukan pertanyaan Hyungnya itu dan tetap terfokus pada game di HP nya.

“ya! Apa itu Hayoung?!” Teriakan Baekhyun membuat semua pasang mata melihat kearah yang ditunjuknya. Saat mendengar nama ‘Hayoung’ Sehun langsung beralih melihat Hayoung yang sedang membawa nampan makanan nya bersama temannya, Min Ji tanpa memperdulikan game di HP nya.
“aigoo.. aku tak tau kalau dia bisa berubah menjadi secantik itu” kagum Baekhyun disusul dengnan anggukan Chanyeol.
“Apa dia sudah mempunyai pacar?” tanya Kyungsoo tiba-tiba.
“Sebentar lagi” jawab Sehun dengan smirk nya.
Seketika para hyungnya pun langsung melihat Sehun dengan tatapan tak percaya.

-oo-

Hari ini anak-anak Cheerleader sedang berlatih di lapangan bola. Anak-anak yang berparas cantik, ceria, serta ah—rok mininya mengundang para lelaki untuk menontonnya. Hayoung yang kebetulan lewat karena membeli minuman melihat Sehun sedang berdiri menatap Club Cheers yang sedang berlatih. Hayoung pun diam-diam mendekati Sehun, ia melihat kemana arat bola mata lelaki itu. Eh? Eunji Sunbae…? . “Hey Sehun apa kau menyukai Eunji Sunbae?” ucap Hayoung. Sehun pun tergejolak kaget dan langsung membalikkan badan ke arah Hayoung. “ya! Kau mengangetkan ku!” Ucap Sehun sambil mengelus dadanya yang berdetak cepat.”Aku sama sekali taak megagetkan mun. Aku hanya bertanya pada mu” jawab Hayoung sinis. “Aisshh.. Yeoja ini” runtuk Sehun. “Jawab saja pertanyaan ku, Apa kau menyukai Eunji Sunbae?” balas Hayoung. “Ssst!!!”  Sehun pun langsung menarik tangan Hayoung dan membawa nya ke taman belakang sekolah.

“ya!lepaskan!”
“duduklah” sesampainya di taman belakang, Sehun pun langsung memaksa Hayoung duduk.
“ya, aku menyukai Eunji Sunbae” kata-kata Sehun memecah keheningan.
“Lalu?”
“Hayoung, apa kau pernah berpacaran?” Hayoung menaikan alis sebelah nya saat mendengar pertanyaan Sehun.
“Tentu saja!”
“Bagaimana rasanya?”
“B-Bagaimana apanya? Kau bertanya seperti itu seperti tidak pernah berpcaran saja!” Jawab Hayoung sambil memukul pelan pundak Sehun yang duduk disampingnya. Sehun hanya terdiam, wajah nya pun tiba-tiba menjadi pucat pasi. Hayoung pun melihat reaksi aneh dari Sehun yang berubah secara tiba-tiba.
“A-Apa itu benar? K-Kau belum pernah berpacaran?!” Sehun mengganggukan kepalanya.
“HAHAHAHAHAHAHAHAHAHHHAHAHAHAHAHA—“
“Diamlah”
“— Aku hanya tak menyangka orang seperti belum pernah berpacaran—pfft”
“Aku tak ingin jika nanti berpacaran dengan Eunji Sunbae, aku akan terlihat bodoh karna belum mempunyai pengalam apa-apa, dan lalu dia akan memutuskan ku tanpa berpikir panjang lagi” Ucap Sehun.
“Ajarkan aku apa itu rasanya berpacaran Oh Hayoung” lanjut Sehun datar sambil memandang lurus pemandangan  taman belakang sekolah. Hayoung terbelalak dan melihat Sehun dengan tatapan tak percaya.
“M-Maksudmu?”
“Jadilah Pacarku hingga dare ini selesai”

TBC


Phobia (Chapter 5)

$
0
0

Title: Phobia (Chapter 5)

Author: Kim Ria

Genre: Romance(?),School life,Friendship

Length: Multi Chapter

Ratting: 13+
Main Cast: Jung Ga In | Woon Jin Ah | EXO (K&M) | Oh Yoo Hyun

 

new-picture-19
(Rumah Gain)

Suara nyanyian burung terdengar amat nyaring, cahaya mataharipun juga bersinar sangat cerah. Namun Gain masih tertidur pulas bak putri tidur yang butuh ciuman dari pangeran agar terbangun.

Perlahan cahaya matahari itu merayap dan kini cahayanya mengenai wajah Gain, karena merasa sangat tidak nyaman Gain memuka matanya dengan menyipitkan matanya.

“Uhh..Jam berapa ini eoh..?”Tanya Gain pada dirinya sendiri, ia mengusap matanya dengan tangan kirinya lalu mencoba memfokuskan matanya ke jam dinding yang ada di kamarnya.

“Pukul 7 pagi..Hoaahhh…” Kata Gain sambil menguap. Saat kesadarannya mulai terisi penuh ia membulatkan matanya dan menegakkan punggungnya.Ia kembali menatap ja dinding.“Pukul 7?!!! Huwaa!!!!!”Pekik Gain sambil bangkit dan membuka selimutnya. Ia langsung berlari ke kamar mandi sampai lupa harus merapikan tempat tidurnya. Jika ada ibunya mungkin Gain akan di ceramahi selama 20 menit hanya membahas ‘selimut’.

Hanya butuh waktu 5 menit untuk mandi, setelah mandi Gain bergegas memakai seragam sekolahnya dan menyambar tas sekolah dan tak lupa jaket milik Baekhyun yang ia pinjam tadi malam. Setelah semuanya sudah di rasa siap oleh Gain, ia berlari menuruni tangga dan sempat bertemu bibi Choi. Bibi Choi memperingatkan Gain untuk sarapan namun Gain hanya mengangguk lalu pergi begitu saja mmebiarkan sarapan yang di sediakan bibi Choi menjadi pajangan di meja makan.

“Ckckck…Kenapa tumben sekali penampilannya begitu berantakan…” Gumam bibi Choi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

–***–

(Hwangdooong High School)

JinA mmebuka pintu lokernya berniat untuk mengganti sepatunya.

Kreek…

Tepat saat JinA membuka pintu lokernya sebuah surat jatuh di atas kakinya. JinA menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan jika yang memberi suratnya tidak jauh dari keberadaannya. JinA mengangkat bahunya lalu membuka suratnya,

“Aku ingin bertemu denganmu, jika bisa kau datang ke lapangan basket. Sebaiknya kau datang tepat waktu.Seusai festival gugur.Aku menunggumu.Sebaiknya kau datang sendiri.”JinA mengernyitkan dahinya saat membacanya. Ia merasa sedikit ragu dengan surat ini.Tanpa ada nama dan tulisannya adalah ketikan membuatnya sulit untuk mengetahui siapa pengirimnya. JinA melipat kembali suratnya dan memasukkan surat itu ke dalam kantung sakunya.

–***–

Tap..Tap..Tap..Tap.Tap..Tap..

Langkahan kaki Gain begitu keras saat berlari, membuat pengunjung yang di sana melihat ke arah Gain dnegan heran.Gain terus saja berlari seperti di kejar oleh paparazzi atau fans yang menggila.

Sesampainya di depan kelas, Gain menyandarkan tubuhnya di dinding dan mengatur nafas sebelum ia masuk.

“Haahah..Haahh…Hhhh..Babo sekali..Haahh..Kenapa bisa telat seperti ini..Haaahh..Omo..Lelahnya…Haaahh..”Gumam Gain.Baekhyun yang juga baru datang menyadari keberadaan Gain di luar kelas dan tidak melukis.

“Wae? Kau terlambat? Sepertinya kau lelah sekali..” Ucap Baekhyun smabil melihat ke arah Gain dengan heran. Gain mengangkat kepalanya lalu mengangguk. Gain mengambil jaket milik Baekhyun dari dalam tasnya lalu memberikannya kepada Baekhyun.

“Hhhhaaahh..Gomawo…”Ucap Gain lalu memasuki kelas.Baekhyun hanya diam mematung melihat Gain seperti itu.Gain terlihat berantakan dan matanya sedikit berair seperti orang baru bangun tidur.Sepertinya tadi malam kami tidak sampai selarut itu..Kenapa ia terlihat begitu mengantuk dan nafasnya tak teratur seperti itu??

Saat masuk, Gain sedikit terkejut saat tempat ia melukis di duduki oleh Suho. Suho yang menyadari kedatangan Gain, segera meletakkan palet dan kuasnya lalu mendekati Gain.Saat Suho dekat dengan Gain merasa aneh dengan penampilan Gain yang agak berantakan.Suho tersenyum kecil dan mulai membaca apa yang di alami Gain sekarang.

“Kau sepertinya sangat lelah..Jika tak keberatan aku saja yang melukis.Bagaimana”Kata Suho.Gain tidak mengambil pusing masalah kecil ini, ia hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum semanis mungkin lalu pergi ke luar kelas.Sepertinya aku butuh makanan untuk perutku dan…Mencuci mukaku …Batin Gain sambil menepuk-nepuk kedua pipinya.Tiba-tiba saja bahunya menyenggol bahu orang lain tanpa Gain sadar.Gain segera menoleh dan ia mendapati JinA tengah tersenyum ke arahnya lalu berubah seketika saat melihat wajah Gain yang berantakan. Tatapannya seolah berkata pada Gain ‘ada apa denganmu?’

–***—

(Kantin)

JinA membawa pesanannya dan milik Gain.Gain menerimanya lalu tersenyum.

“Ada apa dengan wajahmu eoh?Menyeramkan sekali…”Ucap JinA lalu melahap burger yang ia pesan.

“Hhhh…Aku menonton televisi sampai pukul 2..Aku menonton drama..Rasanya mengantuk sekali..”Jawab Gain dengan wajah tanpa dosa.JinA hanya menghela nafas memaklumi sifat Gain ini.

“Aigoo….Kau ini sudah dewasa, bisakah kau berpikir lebih baik? Tentu saja jika kau tidur selarut itu kau tidak bisa bangun pagi.”Ucap JinA sambil menggelng-gelngekan kepalanya. Sedankan Gain hanya meringis seperti tidak punya dosa.

JinA dan Gain sibuk dengan makanannya masing-masing. Suasananya sangat hening saat itu.Suasana tenang dan damai itu terpecah saat Baekhyun dan Chanyeol datang menghampiri mereka. Gain menoleh ke arah 2 namja berisik ini dengan tatapan tidak suka.Hatinya butuh ketenangan karena ia masih megantuk dan daya sadarnyapun masih belum sempurna.JinA hanya menanggapinya dengan helaan nafas panjang.

“Emmhh.. Aku ke pergi dulu, ada barang yang tertinggal.”Kata Gain bohong,ia bangkit lalu pergi meninggalkan JinA dan juga Baekhyun dan Chanyeol. JinA juga tidak cukup nyaman saat Baekhyun dan Chanyeol datang juga menyusul Gain tanpa mengatakan sepatah katapun. Baekhyun melihat mereka dengan terkejut ia baru saja duduk Gain dan JinA langsung pergi.

“Mmffpphh.. Hahahahaha..Malang sekali nasibmu Hyun!”Tawa Chanyeol meledak saat mendapati temannya ini nasib buruk. Baekhyun hanya menatap Chanyeol sekilas sambil berdecak kesal.

–***–

(Perpustakaan)

Gain mencoba mencari buku yang menarik untuk di bacanya diantara ribuan buku yang ada di rak buku yang sudah ia pilih.Saat mendapat buku yang sudah ia pilih, Gain berjalan ke dekat jendela dan membaca di sana.

Dengan hati-hati, Gain membuka buku itu.Saat Gain mulai membaca setiap kata di halaman pertama, ia merasakan ada seseorang di belakangnya. Tepatnya punggung, Gain menoleh untuk melihat siapa itu.JinA?Batin Gain. JinA duduk membelakangi Gain dan tertunduk seperti membaca sesuatu yang sangat serius.Gain mencoba mendekatkan kepalanya ke samping kepla JinA untuk melihat apa yang JinA baca.

Dengan cepat JinA menutup suratnyaitu dan memasukkan kebali ke dalam kantung sakunya. Takut jika Gain membacanya.

“Ya, apa itu? Aku belum melihatnya…” Kata Gain dengan nada manja.JinA hanya melihat ke arah Gain sambil menggelengkan kepalanya dan senyuman tipis yang menghias wajahnya.Gain memjukan bibirnya melambangkan sikap kekecewaannya terhadap JinA. Gain kembali membalikkan badannya dan mmebaca buku itu dengan malas.

Mood membacanya seakan hilang saat JinA punya sesuatu yang di sembuyikan.Pada sebelumnya JinA belum pernah menyembunyikan sesuatu. Pasi selalu ia bagi dengan Gain begitupun Gain.

JinA menyandarkan kepalanya ke dinding, Apa aku harus datang? Apa dia itu namja?Yeoja? Apa dia akan memukulku? Aku salah apa memangnya?Menyatakan cinta? Itu sangat bodoh… Membalas dendam?Membunuhku???? Ahhh..Aku terlalu takut sekarang…

–***–

Baekhyun berjalan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari Gain.Saat ia melihat Sehun dan anak kecil yang tak lain adalah adik Sehun itu, ia menghampirinya.

“Sehun apa kau melihat Ga…” Belum selesai Baekhyun berbicara. Cepat-cepat Sehun menutup mulut Baekhyun takut jika Yoohyun mendengar nama Gain langsung berlari tidak jelas seperti kemarin.

“Ya..Jangan sebut nama Gain di depan Yoohyun…Ini berbahaya….” Bisik Sehun di telinga Baekhyun.Baekhyun mengangguk, lalu Sehun membuka tangannya.

“Jadi apa kau melihatnya?” Tanya Baekhyun mengulangi pertanyaannya yang tadi.Sehun menggeleng.Baekhyun menatap Sehun datar lalu pergi meninggalkan Sehun dan Yoohyun.Hhh..Dasar Sehun…

–***–

Waktu festival hari ini berakhir.Gain dan JinA keluar dari perpustakaan, yang menjadi sarangnya selama berjam-jam. Gain an JinA melangkah pergi dengan arah yang berlawanan.

“Gain…Aku pergi kesana dulu, sebaiknya kau istirahat untuk menutupi tidurmu itu.” Nasehat JinA. Gain mengangguk mengerti.

Gain menhentikan langkahnya dan mencoba melihat ke arah JinA. Namun hanya terlihat lorong kosong tanpa penghuni.Pergi kemana?Cepat sekali… Batin Gain.Ia kembali mmebalikkan badannya dan melangkahkan kakinya kembali. Dan entah kenapa kakinya berjalan ke arah atap sekolah tanpa Gain minta.

–***–

(Atap sekolah)

Angin sore yang hangat dan sinar matahari yang terasa hangat, membuat Gain seolah telah di selimuti oleh selimut tebal. Gain melihat pemandangan dari atap sekolah dengan senyuman lebar.

“Wuahh..Aku tidak pernah tahu jika pemandangan dari atap sekolah bisa seindah ini…” Ucap Gain sambil terus melhat ke depan.

“Ne, kau juga tak sadar jika kau tak sendirian..”Gain menoleh ke arah suara itu. Suara namja dan Gain pernah mendengarnya. Yaampun, itu Sehun…..Batin Gain. Hati Gain yang berbunga-bungan dalam sekejap bunganya menjadi layu menjadi ketakutan saat melihat Sehun.

Sehun berjalan mendekati Gain dan tetap menjaga jarak antara dirinya dan Gain.gain hanya diam dna menunduk.

“Kemarin sore..Yoohyun menangis hebat saat tidak bertemu denganmu di penitipan..”Ucap Sehun tanpa menoleh ke arah Gain. Gain sedikit mengangkat kepalanya dan ingin mendengar Sehun berbicara lagi.

“Dan hari ini, dia putus asa karena tidak menemukanmu. Dia meminta untuk di antar pulang siang tadi.Dan aku kembali lagi ke sekolah.” Lanjut Sehun.Gain mulai berani mengangkat kepalanya dengan sempurna dan memandang Sehun tidak percaya.

“Aku bingung denganmu, kenapa Yoohyun bisa sampai seperti itu denganmu.”Sehun melanjutkan kalimat terakhirnya dan menoleh ke arah Gain.

DEG!

Secara tidak sengaja, mata mereka saling bertemu.Gain yang tak mampu menahan malunya, mengalihkan pandangannya ke arah lain.Begitu juga dengan Sehun.

“Yoohyun.. Seperti itu? “Tanya Gain tak percaya. Sehun mengangguk.Gain menjadi membayangkan wajah Yoohyun saat bersamanya dan tersenyum kecil.

“Dia,..Entahlah..Saat aku kesana begitu tertarik melihat adikmu..” Kata Gain sambil tersenyum tipis. Sehun menoleh ke arah Gain.

“Tertarik?”Ulang Sehun.Gain menganggukkan kepalanya dan tertawa kecil, dan ia sama sekali tidak menoleh ke arah Sehun. Jika ia berbicara dengan cara berhadapan dia pasti akan takut dan malu.

Angin kembali berhembus, angin itu membuat Gain memejamkan matanya untuk merasakan angin yang hangat melewati tubuhnya.Saat angin itu berhenti berhembus, Gain membuka matanya kembali dan mencoba menoleh ke arah Sehun.Dia masih disini..Bain Gain.

Sebenarnya ia ingin sekali mengajaknya mengobrol dan ingin tahu tentanh Yoohyun dari kakaknya sendiri. Namun apa daya? Gain terlalu malu untuk menanyakan semua hal itu.Ia hanya bisa menahannya.

“Hhhhh… Gain bodoh….” Ucap gain dengan suara yang amat pelan sambil menepuk-nepuk kedua pipinya itu. Kini Gain benar-benar merasa bodoh jika berhadapan dengan namja.

–***–

(Lapangan basket)

JinA melihat ke arah jam tangannya.ia menghela nafas panjang. Sudah lebih dari 5 menit ia menunggu seseorang yang akan menemuinya ini. Rasa penasarannya masih belum tertutup karena orang yang memberinya tak kunjung datang. JinA hanya menatap lesuh lapangan basket yang kosong dan hanya di huni olehnya.Ia duduk dan bertopang dagu dengan malas.

“Lama menunggu Jung Jin Ah?” Terdengar suara namja dan lengkahan kaki yang mendekat ke arah JinA. JinA mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang datang.

JinA membulatkan matanya saat melihat siapa yang ada di depannya saat ini. Luhan. Luhan tersenyum ke arah JinA. JinA seketika meremas suratnya dan berdiri.

“Apa yang ingin kau bicarakan?” Tanya JinA.

“Aku?Aku ingin bertanya dan memastikan..Jika yang membuka loker klub seniku adalah kau.Apa itu benar?”Kini Luhan yang bertaya kepada Luhan.JinA diam terpaku.

“Bbb..Baa..Bagaimana kau lihat itu?”Tanya JinA dengan gelagapan, kini nadanya menandakan jika ia menjadi sedikit takut.

“Aku melihatnya..Sebagai dendamu untuk membayar semua ini, kau harus membantuku untuk mendapatkan yeoja itu..Gain.Kau harus mau.”Kata Luhan dengan tatapan tajamnya.

“Gain? Bukankah kau sudah kenal dengannya?Dan kau juga tahu jika Gain itu tidak bisa semudah itu dekat dengan namja jika dibantu orang lain! Kau harus berusaha Luhan…”Kata JinA.Luhan tersenyum simpul mendengarkannya.

“Aku tahu..Tapi bukan itu yang kumaksud..Yang kumaksud..Aku ingin kau tidak mendekati Gain, dan putus kontak dengannya. Berikan kesempatanmu kepadaku.Itu dendamu..Kau sepakat?”JinA mengatup mulutnya tak percaya,Putus kontak dengan putri kecilku???

“Aaa..Appaa..Apa-apaan itu Hah?!! Memang jika aku menolak apa yang akan kau lakukan?!!” Tanya JinA.Sambil memberanikan dirinya berhadapan dengan Luhan. Ia tidak terima dengan permintaan Luhan.

“Jika kau menolak? Aku akan memberitahu kepada semuanya jika Gain mempunyai phobia aneh yang akan memeluk siapapun yang akan di dekatnya.Puas?”

“Dan jika saja aku menuruti permintaanmu tapi kau gagal?!!”

“Aku akan tetap melakukannya..”

DEG!

JinA memundurkan 1 langkah demi selangkah, Luhan benar-benar menakutkan.Ia bisa mengawasi siapapun tanpa orang itu ketahui.Dan sedikit saja menyenggol milik Luhan, pasti orang itu akan mati.Ia tak mengerti bagaimana ia tahu jika dia yang membongkar lokerya, dan mengorek informasi tentang Gain.

“Kkk..Kau, dari mana tahu hal itu?!”Tanya JinA dengan sedikit membentak ke arah Luhan.

“Lupakan, itu maslaah tak penting..Jadi apa kau setuju?” Tanya Luhan.JinA menatap Luhan dengan sayu, ia tak tahu harus apa. Jika ‘iya’, pasti Gain akan menduga JinA jika membencinya dan jika sampai Luhan benar akan dengan Gain itu adalah hal yang bururk jika Gain dengan orang seperti Luhan ini.Dan jika ‘tidak’, pasti Gain akan hancur jika semuanya tahu Gain punya phobia yang di luar logika itu.Dan yang membuatnya mengeluarkan keringat jika Luhan gagal…Ia akan tetap memberi tahu maalah Gain itu.

“Mmm.. Itu, Luhan. Apa kau tak terlalu jahat eoh?”Tanya JinA dengan memohon.

“Jahat?Itu salahmu sendiri karena berbuat seenaknya.Jadi jika aku seperti ini aku tidak salah, kau dulu yang mulai JinA!Aku benci jika ada seseorang yang berbuat diam-diam seperti itu!!Apa kau tak berpikir jika itu hak orang lain?!!!!”Jawab Luhan.JinA menunduk, Benar..Itu salahku..

Luhan menatap tajam JinA lalu pergi begitu saja.

“Jika kau tak menjawab, artinya kau mengatakan iya!” Seru Luhan sambil melambaikan tangannya dan tanpa berbalik melihat JinA. JinA melihat Luhan dengan rasa tak menentu.Ia merasa marah dnegan Luhan, namun juga ada rasa kekecewaan karena Luhan berbuat seperti itu karena ulahnya sendiri.Perlahan ia terjatuh dengan keadaan terduduk ke bawah dan menutup wajahnya menahan tangisnya.

Bagaimana ia akan melakukan semua itu, jika di ucapkan memang terlalu mudah. Bagaimana ia bisa melepaskan begitu saja, dengan mudahnya melepas Gain yang sudah di anggap dengan adiknya.Sudah bertahun-tahun ia merajut persahabatan dengan Gain, namun dengan mudahnya Luhan merobek rajutan beharga itu.

Awal bertemu Gain saat duduk di bangku kelas 1 SMP semester 2, sangat sulit.Apalagi JinA waktu itu berstatus siswa baru. Dan Gainlah yang menjadi teman sebangkunya.Membuatnya menjawab atau mengajaknya mengobrol sangatlah sulit.Dan dapat disimpulkan oleh JinA jika Gain bukanlah orang yang mudah di ajak berbicara kecuali jika Gain tertarik dengan bahan obrolan atau dengan orangnya.Dan JinA termasuk dalam orang yang membuat Gain tertarik.

Saat sudah akrab dengan Gain, JinA sering bermain dengannya. Dan ia mulai sangat dekat dengan Gain saat kelas 1 SMP menjelang kenaikan.Bukankah sudah terlihat sangat jelas jika merajut persahabatan yang benar-benar dekat dan dapat melampui ikatan seperti saudara sendiri sangatlah sulit.Dan sekarang rusak dengan mudahnya, karena ulahnya sendiri.Terlalu egois untuk mengetahui semuahal yang ia ingin ketahui. Tepatnya ia terlalu ingin tahu sampai lupa memikirkan perasaan orang lain yang ingin ia ketahui rahasianya.

–***–

(Atap sekolah)

Kini angin yang berhembus sudah menjadi angin dingin yang menusuk tulang.Gain memeluk tubuhnya sendiri dan berniat untuk pulang.Dan ia menghentikan niatnya saat melihat Sehun ternyata tidur.Gain juga baru menyadari saat melihat ke bawah.

Gain mencoba memperhatikan Sehun yang tengah tertidur, ia berjongkok menyamakan tingginya dengan Sehun yang tengah tertidur.Gain memperhatikan wajahnya dengan baik.

“Hhh, dia terlihat seperti Yoohyun..Hihihi..” Ucap Gain.Ia berniat untuk membangunkan Sehun dengan menepuk-nepuk bahunya, mana bisa iabiarkan terus tertidiur disini? Sehun tertidur juga karena bisa saja bosan karena Gain tidak mengajaknya berbicara namun Sehun tak bisa menolak suasana seperti ini untuk istirahat.

“Sehun, ireona..Se..”

Tiba-tiba saja Sehun mengigau dengan menyebut nama ‘Yoohyun’ dan Sehun berkata jika akan menangkap Yoohyun.Gain yang mulai mengerti jika Sehun sedang bermimpi tengah mengejar Yoohyun dengan cepat menjaga jaraknya dengan Sehun.

Namun tindakannya terlambat,  Sehun telah berhasil menangkap Yoohyun.Yang lebih tepatnya Gain.Sehun memeluk Gain dengan erat, kepala Sehun seperti tengah bermain di bahu Gain.Perlahan pipi Gain berubah menjadi merah padam saat merasakan tingkah Sehun itu.Ia tidak bisa memberontak, ia takut Sehun bangun.Di sisi lain, Gain merasa sangat risih dengan keadaannya sekarang.

“Aisshh..Bagaimana ini……”Kata Gain dengan lirih.Ia mencoba menoleh ke arah Sehun yang kepalanya bersandar di bahu Gain.Terlihat jika Sehun terlihat sangat nyaman dan damai dalam tidurnya.Gain menatap lekat wajah Sehun yang hanya beberapa cm, atau mungkin hanya beberapa mm saja.Kuakui jika dia tampan..Gain tersenyum melihatnya dan saat kesadarannya sudah kembali lagi, ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Ani, aku harus cepat pergi dan membagunkannya….”

 

 

***Next(?)

[[Buat para readers, Minta bantuannya buat ngasih kritik sama saran,. Hehehe^^ maaf kalo banyak typo di sini.. Dan ceritanya makin gak jelas.. Hehehe, #peace! (‘-‘v :D ]]

 

 


The Worst (Chapter 1)

$
0
0

The Worst

By : @alin-rizqy

Kim Jongin ( Kai )

 

Kim Nana ( Nana )

 

Do kyungsoo ( d.o )

 

Oh sehun ( sehun )

 

Xi luhan ( luhan )

 

Byun baekhyun ( baekhyun )

 

PG               : ( 15-17+)

 

Genre              :  Romance,Friendship,angst,and family .

Disclaimer       : fanfiction ini real hasil buatan aku setelah fanfiction aku yang Happily Never After tuntas sudah .. hehehe . jadi aku mohon review kalian semua dan berikan banyak cinta buat fanfiction ini ya .

Summary :       mereka adalah sahabat sejak kecil sejak mereka belum mengenal kejam nya dunia sejak mereka masih bisa untuk dibodohi dan saling diperdayakan oleh cinta . namun apa jadinya apabila diantara mereka terselip sebuah cerita yang cukup mengerikan ?

 

Author pov

Dance studio at Beverlainne International High School  ( gangnam-gu 109 dis-43 ) at 10 pm .

Np Songs # ( Show me – Chris Brown feat Kid Ink )

THE WORST 1

Author pov

4 orang remaja itu masih sibuk meliukkan tubuh mereka di depan sebuah deretan kaca besar yang memantulkan bayangan mereka . kai,luhan,sehun dan nana masih berada di tempat itu setelah beberapa jam yang lalu mereka menemukan sebuah koreografi yang telah di ciptakan oleh kai , sang ketua genk . mereka adalah 4 orang remaja yang tumbuh secara bersamaan karena sejak kecil mereka sudah saling mengenal satu sama lain dan mari aku kenalkan 4 remaja ini .

  1. Kim jongin atau kai , dia adalah ketua genk dari kelompok itu sebenarnya itu bukanlah genk melainkan 4 remaja yang senang bermain bersama namun sebagian dari orang yang melihat mereka ataupun yang kenal dengan mereka senang menyebut mereka sebagai sekelompok remaja yang menamai diri mereka “ devil dancer “ dan diantara mereka semua kai lah yang paling mendominasi keolpok tersebut tentu bisa dibilang ia adalah namja yang paling popular dianatara sehun dan luhan karena sifatnya yang mudah bergaul dan juga sedikit tebar pesona namun hal itu pula yang membuat kai banyak dikenal di kalangan wanita di kampusnya maupun di kampus seberang .
  2. Oh sehun atau sehun namja albino ini mempunyai selera yang tinggi akan fashion ia juga dikenal sebagai anggota genk yang suka sekali menghadiri acara fashion di pagelaran busana sebagai anak seorang desainer ternama korea ia mempunyai cara tersendiri untuk menilai seseorang yaitu melalui penampilan orang itu sendiri . sehun dikenal sebagai namja yang sedikit cerewet dan juga sangat menyanyangi teman-temanya dan sifat lain yang perlu di waspadai adalah ia seorang “ playboy” sejati .

 

  1. Xi luhan atau luhan namja keturunan china ini adalah member dengan hati yang hangat dan juga sedikit pendiam ia sangat menyukai segala hal yang berbau dengan seni apapun itu jenisnya dan hal itu pula yang membuatnya sering memenangkan berbagai macam perlombaan yang menyangkut seni di dalam ataupun di luar negeri .  luhan adalah namja dnegan segudang kemampuan ia juga dikenal sebagai professor di kelas nya karena kecerdasanya .

 

  1. Kim nana adalah satu-satunya gadis yang berada di kelompok tersebut namun ia menjadi anggota tim yang paling pendiam dan juga tak banyak bicara ia sungguh berhati es karena banyak orang yang mengatainya begitu . ia adalah anak dari seorang pengusaha kenaman dunia yang bernama “ Kim Joonmyeon “ atau suho .namun ia juga dikenal sebagai seoarang ketua mafia yang mearajai asia dan juga amerika latin ,  perusahaan ayahnya yang sangat terkenal membuat ia merasa tertekan karena di perlakukan secara berlebihan terlebih lagi ia adalah seoarang anak tunggal di keluarganya . ibu gadis itu sudah meninggal saat usianya menginjak 8 tahun dalam sebuah kecelakaan mobil di Austria saat akhir musim panas dan saat itu pula adalah akhir dari kebahagiaan nana .

 

_ Mereka terus meliukkan tubuh mereka sampai ada seorang namja dengan mata  bulat serta tangan yang sedikit gemetar membuka pintu ruangan itu dengan pelan dan melongokkan kepalanya ke dalam ruangan itu . kai dan kawananya sontak menengok kebelakang dan menemukan d.o sang kutu buku sekolah sedang menatap mereka takut .

“ maaf jika aku mengganggu kalian aku hanya disuruh oleh penjaga perpustakaan untuk menyuruh kalian mengecilkan suara tape “ ucap d.o dengan menundukan kepalanya .

Nana tersneyum simpul kemudian ia menghampiri tape recorder itu dan langsung mematikan musicnya ia lalu menoleh ke arah d.o dan tersenyum kembali .

“ sudah – apa ini yang kau inginkan ?” Tanya nana dengan nada bicaranya yang tiba-tiba melembut sehingga membuat ke 3 namja yang berada di sampingnya menatap nya tak percaya bagaimana bisa ice princess mereka bisa menjadi warm princess hanya karena seoarang namja kutu buku seperti d.o .

“ ehmm- terimakasih dan sekali lagi aku hanya disuruh aku permisi dulu “

d.o segera pergi dari tempat itu dan menutup pintu dengan sedikit kencang jujur saja ini pertama kalinya ia bicara dengan nana sang gadis impian yang selalu d.o amati dari jauh . d.o memang seoarang kutu buku dan juga tertutup dari pergaulan karena jarang ada orang yang mau berteman denganya karena penampilanya yang jauh dari kata modis . namun ia jujur bahwa ia sangat mencintai nana yang bagiakan bumi dan langit di matanya . seoarang gadis yang sempurna .

_

Keadaan sempat hening saat nana tak mengalihkan pandanganya ke arah pintu yang sudah tertutup itu , sehun menyenggol sedikit siku kai yang berada di sampingnya seolah-olah dia sedang bertelepati dengan namja tersebut

“ dia kenapa ?” Tanya sehun lewat telepathy nya

“ aku tidak tahu sepertinya nana sudah gila “ jawab kai sambil mengendikkan bahunya acuh namun jauh di lubuk hatinya ia merasa ada sesuatu yang menohok hatinya ia sedikit tak suka ketika nana memanang d.o dengan tatapan yang sungguh sangat sulit diartikan dan hal itu membuat kai sedikit “ cemburu “ .

“ ayo kita mulai lagi “ ajak kai sambil berjalan menuju tape recorder bermaksud untuk menyalakanya kembali .

“ kau mau apa ?” Tanya nana dingin dan kai yang merasa di interupsi kembali menengok ke belakang .

“ menayalakan music-  kita tak bisa menari dengan music yang tidak mengalun “ jawab kai polos

“ kau tak dengar apa yang dia katakan tadi , music kita mengganggu kegiatanya di perpustakaan “

“ lalu apa yang harus aku lakukan mengikuti kemauanya ? “ Tanya kai sinis

“ tentu saja bukankah dia sudah memintanya lagipula kalau kau penari professional kau tidak perlu menggunakan music di setiap pertunjukanmu bukan ?” jawab nana lagi dan kali ini suasana kembali menegang dan luhan sebagai member tertua di group itu kemudian berdiri di tengah mereka dan tersenyum lembut .

“ sudahlah – sebaiknya kita hentikan latihan ini lagipula hari sudah semakin sore “ lerai luhan

“ kau benar “ nana dengan santainya pergi menuju tempat dimana tasnya berada kemudian keluar dari ruangan itu dengan sedikit menaruh tatapan tajam pada kai yang memandangnya geram .

Blam ~

Pintu itu tertutup dengan keras dan menimbulkan sedikit rasa kaget di antara ke 3 namja itu .

“ sebenarnya ada apa dengan gadis itu huh ?” Tanya kai kesal

“ kai – sudahlah kau kenal nana bukan ?” ucap sehun sambil menepuk bahu kai .

“ dasar gadis menyebalkan “ kai keluar dari ruangan itu kemudian kembali menutup pintu dengan kasar dan kembali sehun dan luhan dibuat kaget karena nya .

“ sebenarnya ada apa dengan kai “ Tanya sehun polos

“ ehmm- jadi begitu ya “ ucap luhan ambigu ia tersenyum miris kemudian mengambil tasnya dan pergi dan tinggalah sehun sendiri di ruangan itu dengan senyum bodohnya .

“ sebenarnya apa yang aku lakukan ?” Tanya nya bodoh dan pergi menyusul luhan .

At library

Nana sudah sampai di tempat itu sejak tadi ia terus menghilangkan dirinya dari balik tumpukan buku yang tersuusn rapi di tempat itu untuk menghindari d.o yang sesekali menyadari keberadanya . nana tersenyum simpul kemudian dengan sedikit memberanikan diri ia menghampiri d.o yang kini sibuk membersihkan beberapa buku yang sedang di peganya .

“ jadi ini yang membuatmu selalu pulang terlambat ?” Tanya nana pelan dan sontak hal itu membuat d.o kaget dan langsung mengatur deru nafasnya .

“ nana – apa yang kau lakukan disini ?” Tanya d.o gugup

“ tentu saja membaca buku memangnya apa lagi yang dilakukan ketika sedang berada di perpusatakaan” jawab nana dingin ia cukup gugup sekarang dan untuk menutupinya ia bersikap dingin di depan d.o .

“ ah iya- kau benar “

“ jadi sejak kapan kau berada di tempat ini ?”

“ aku memang bekerja disini sambil mengisi waktu luang “ jawab d.o pelan

“ ah-benarkah ? kau bekerja disini ?” Tanya nana yang kini sedang mengambil sebuah buku yang baru saja d.o pegang untuk di bersihkan d.o sedikit gugup saat nana mengambil buku itu namun ia tak ingin mencegah nana untuk membuka nya .

The worst , Austine Lonch 1998“ baca nana pada judul buku tersebut .

“ aku suka cerita itu karena ada salah satu cast yang aku suka bukan karena buku itu banyak mengandung kalimat yang vulgar atau semacamnya “ cecar d.o panilk

“ aku tak bertanya akan hal itu aku hanya membaca judul bukunya saja “ jawab nana santai

Nana meletakkan buku itu kemudian duduk di bangku yang tadi d.o duduki kemudian ia mengambil smartphones nya dan memasangkan headset di telinganya dan mendengar kan beberapa music yang ia suka .

Recommended Song : (Colbie Calbiat – Fallin For You )

I don’t know but , I think I might be fallin for you

Nana terus berada di tempat itu sambil menutup ke dua matanya dan membiarkan cahaya matahari itu menyinari wajahnya yang kini tepat berada di depan sebuah jendela yang langsung menghubungan nya dengan pemandangan di gerbang sekolahnya  . saat ini ia sedang berada di samping d.o yang sibuk membersihkan beberapa tumpukan buku ia menunggu d.o selesai mengerjakan tugasnya itu d.o tampak merasa ada yang aneh dengan sifat nana yang selalu menampakkan wajah dingin dan juga sombongnya kini tengah terlelap tenang di sampingnya dengan seulas senyum d.o melanjutkan aktitivitasnya ia tak akan menyangka bisa sedekat ini dengan nana sejak duduk di bangku junior high school dulu ia dan nana memang sempat mengenal namun tak dekat dan sekarang ia bisa satu sekolah kembali dengan nana merupakan sebuah keberuntungan untuk d.o .

Ia dan nana tumbuh di lingkungan yang sama bahkan rumah mereka hanya berjarak tak lebih dari 3 meter jauhnya dan itu sering membuat pertemuan anatara nana dan d.o secara tak sengaja dan tentu saja d.o akan sangat senang jika nana yang berwajah menyeramkan dengan sifatnya yang dingin itu menyapanya atau sekedar mengucapkan selamat pagi,siang,atau sore padanya .

nana memang gadis yang cukup atau lebih pendiam daripada d.o namun hal itu tak membuat d.o merasa ia perlu menjauhi nana atau bahkan takut padanya karena ia percaya kalau kita tak bisa menilai seseorang dari penampilan luarnya saja ia tak ingin menjadi sebagain atau bahkan semua teman di sekolahnya yang memandang nana sebagai orang yang perlu di takuti atau bahkan dijauhi karena status gadis itu yang anak seoarang konglomerat atau sahabat dekat dari kai yang seoarang kingka sekolah . ia ingin memandang gadis itu sebagai gadis yang ia cintai bukan gadis yang perlu di segani atau di takuti karena sifat dan juag lingkungan hidup nya .

Recommended songs ( One direction- irrestible)

In mix your lip so kissable and your kiss misstable

and your finger tip so touchable you’re  eyes so Iriisstible

nana sedikit menggeliat ketika d.o sedikit menyenggol lenganya halus dan betapa terkejutnya saat ia melihat mata bulat d.o sudah berada tepat di depan wajahnya dan sontak hal itu membuat nana kaget dan langsung menegakan tubuhnya .

“ sudah jam berapa ini ?” tanya nana gugup sambil membuka sreenlock smartphones nya

“ i-ini sudah jam 6 sore – sebaiknya kita segera pulang “

d.o segera mengambil tasnya kemudian pergi meninggalkan nana sungguh ia tak bermaksud untuk berbuat yang macam-macam ia hanya sedikit penasaran akan kebiasaan tidur gadis itu yang sangat diluar kebiasaan gadis di usianya kebanyakan . tapi sungguh d.o baru menyadari bahwa nana memilki bibir yang begitu menawan dan juga mata indahnya yang “ Irriistible “ . nana berjalan pelan di belakang d.o dan mengatur deru nafasnya kemudian menghembuskannya perlahan ia mensejajarkan langkah kakinya dengan namja yang sekarang sedang memegang tali tas ranselnya dengan kencang .

“ jangan terlalu erat memegangnya kalau kau tak ingin melukai tepalak tanganmu – bodoh “ ucap nana disertai hentakan tangan d.o yang segera melepaskan pegangan tanganya pada tali ranselnya .

“ kau mendengarkaknku dengan baik – “ ucap nana kemudian berjalan dengan tempo yang cukup cepat sehingga membuat d.o sedikit kelimpungan mengejar langkahnya .

“ nana – hari ini kau pulang dengan siapa ?” Tanya d.o hat- hati

“ aku tidak tahu – tapi yang jelas aku tak akan dijemput “ jawab nana santai

“ bagaimana kalau kau pulang denganku ?” tawar d.o halus

“ baiklah – dimana mobil mu ?” Tanya nana

“ ak-aku tak menggunakan barang seperti itu untuk kesekolah “ jawab d.o

“ lalu kita pulang dengan apa ?”

“ jalan kaki – aku biasa melakukanya tapi jika kau tak mau aku bisa mencarikan taksi untukmu “

“ tidak perlu – ayo kita pulang aku ingin merasakan bagiamana berjalan di samping pria lelet sepertimu “

Nana langsung menarik tangan d.o kemudian membawanya agar berjalan cukup cepat dan mau tak mau d.o menuruti kemaunya namun di tengah jalan perjalanan mereka ada sebuah mobil yang  berhenti tepat di depan mereka . nana meremas pegangan tanganya pada d.o kemudian menatap sinis pada orang yang baru saja keluar dari mobil ferari keluaran italia beberapa bulan yang lalu dan nana tahu siapa namja itu ,Kai .

“ rupanya kau disini _ ayo kita pulang yang lain sudah menunggu “ ucap kai

“ hari ini aku tidak latihan –“ jawab nana dingin

“ kenapa ? tidak biasanya kau bermalas-malasan seperti ini ?” sinis kai

“ aku tidak bermalasan aku hanya ingin istirahat “

“ ouh – benarkah ? dengan namja pendek ini ?” sindir kai pada d.o

“ tidak – aku hanya pulang bersamanya “

“ kau seperti seoarang kakak yang sedang menjemput adiknya dari sekolah bahkan kau tak melepasakan pegangan tanganmu “ sinis kai dengan menunjuk tangan nana yang masih erat menggamit pergelangan d.o .

“ memangnya kenapa ? kalaupun begitu berarti kau harus senang karena aku punya adik manis seperti dia “ jawab nana disertai tatapan matanya yang sedikit gugup .

“ benarkah ? romantic sekali kalian “

“ sudahlah kai – aku ingin pulang “

Nana kembali menarik tangan d.o yang sekarang sudah bergetar akibat tatapan tajam kai yang ditujukanuntuknya . kai menatap kepergian nana dengan geram kemudian ia tersenyum sangat sinis pada perempuan itu .

“ tunggu saja kim nana “ tutur kai kesal dan segera memasuki  mobilnya dan melaju kencang .

At Harvest Olympic Villa

Nana dan d.o sudah sampai di sebuah rumah yang terlihat sangat classic dan dipenuhi dengan berbagai jenis bunga dari segala jenis itu karena ibu d,o adalah orang yang senang berkebun dan juga pencinta dunia flora . d.o sedikit melihat keadaan rumahnya kemudian melepaskan tangan nana dari pergelangan tanganya nana sedikit merasa kalau d.o tak nyaman dengan pagutan itu kemudian ia menunduk .

“ aku minta maaf atas ucapan kai tadi “ tutur nana

“ iya- aku mengerti “

“ aku senang bisa pulang bersamamu “ ucap nana disertai senyumnya

“a-akku juga “ jawab d,o gugup

“ ini pertama kalinya setelah 6 tahun terakhir bukan ?” Tanya d.o lagi

“ benarkah ? aku tidak tahu itu “ jawab nana polos

Kau tidak tahu karena selama ini dunia mu di semlimuti awan oleh sahabat barumu .

ucap d.o dalam hati  ia tersenyum kemudian menatap nana dengan mata bulatnya . kemudian ia tersadar saat nana mulai berjalan jauh darinya dan menngok ke arahnya dengan sedikit tersenyum .

“ selamat sore .. Kyungsoo “ ucap gadis itu sebelum berlari menuju rumahnya . d.o melambaikan tanganya kemudian ia sedikit menunduk dan ia berjalan menuju taman kecil yang berada di dekat pintu masuk rumahnya dan mengangkat sebuah pot bunga kecil berwarna putih yang tumbuh sebuah kaktus dengan 2 bunga di atas duri-duri tajam itu bunga itu terlihat indah karena mempunyai makna yang sangat berarti untuk d.o dan mungkin nana pot yang  bertuliskan “ D.o dan Nana “ yang ditulis dengan sebuah cat air yang kini sedikit memudar tulisanya itu d.o pegang dengan erat .

Songs : ( Jojo- Too lIite To late )

It just too litte to late to litte to wrong and cant wait

You know it just too little to late

 

“ aku tahu ini terlambat tapi aku hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun , nana “

d.o meletakaan kaktus itu kemudian tersenyum pahit ia masuk ke dalam rumahnya kemudian ia menemukan sang ibu sudah berada di depanya dengan senyum nya yang sangat menawan “ Do Taeyon “ ibunya yang sangat cantik dan juga orang yang berdiri di balik pribadi d.o yang teguh mempertahankan cintanya pada nana .

“ seharusnya kau mengucapkan nya sayang “ ucap taeyon sambil mengelus kepala anaknya itu

“ aku tidak bisa – aku takut “

“ kenapa kau harus takut ?  “

“ aku takut dia tak suka jika aku mengucapkanya “

“ jangan ingat masa lalu sayang – biarkan itu menjadi sebuah kenangan “

“ tidak – aku tidak ingin dia menjauhi ku lagi “ jawab d.o sedih

“ ehm,baiklah jika itu maumu sekarang bersihkan tubuhmu dan makan malam “

Taeyon meninggalkan d.o yang kini tengah tersenyum kemudian menaiki kamarnya yang berada pada lantai paling atas rumahnya . d.o membuka pintu kamarnya dan suasana hening langsung menayapanya . ia menayalakan lampu kamarnya kemudian jelaslah apa saja yang ada di kamar namja berusia 18 tahun itu .

Semua isi kamarnya di penuhi dengan obesesinya dengan nana , di dinding , meja belajar bahkan tempat yang paling private bagi d.o sekalipun ada foto nana terpampang di depanya . d.o menghampiri sebuah foto yang tertempel di dindingnya kemudian tersenyum tulus.

“ maaf aku tak mengucapkanya lagi “ ucap d.o lirih sebelum ia luruh untuk mencium foto tersebut . sungguh ia tak bisa menahan hasrat nya terhadap gadis itu 18 tahun ia habiksan hanya untuk membuntuti hidup nana yang terkadang tak menentu .

At Nana House

Nana memasuki rumahnya yang seperti biasa sepi dan juga hening hanya ada beberapa pelayan yang sedang membersihkan rumahnya dan menunduk hormat padanya ia hanya berlalu kemudian dengan gontai ia menuju kamarnya dan menyalakan lampunya ia menghembuskan nafasnya pelan dan meninggalkan tasnya di atas tempat tidurnya dan menuju balkon kamarnya dan mengambil sebuah pot bunga yang sama persis seperti milik d.o yang berisi sebuah kaktus namun yang membedakan antara kaktus milik d.o dan nana adalah tak ada bunga pada kaktus gadis itu .

“ kenapa kau tak mengucapkanya ? “ Tanya nana ambigu ia menaruh pot kaktus itu dengan lemas kemudian sedikit menerawang ke langit senja yang membawa sedikit angin untuk menyegarkan pikiranya yang sedang di penuhi dengan d.o .

Kriet ~

Nana menoleh kebelakang saat ia mendengar pintu kamarnya terbuka dan munculah sosok luhan dengan sebuah kue ulang tahun di tanganya .

“ saengil chukkae hamndia ~ saengil chukka hamnida ~ sarang hanenun kim nana saengil chukka hamnida ~ selamat ulang tahun nana “

Luhan menyanyikan lagu itu dengan baik , nana tersenyum kemudian dengan sedikit malu ia menghampiri luhan dan tersenyum lembut padanya .

“ kau selalu menjadi yang pertama – luhan “

“ benarkah ?”

“ apa yang lain belum mengucapkanya?”

“ belum – aku yakin mereka akan mengucapkanya nanti jika sudah lewat 2 bulan lagi “

“ hahaha-kau benar kai dan sehun memang begitu , sekarang tiup lilin dan buat permintaan “

“ aku bukan anak kecil aku tak suka membuat permintaan “

jawab nana murung ia teringat kejdian itu lagi , kejadian yang membuatnya trauma .

# flasbcack

saat itu tanggal 3 april 2004 saat usia nana masih berada pada umur 8 tahun . sungguh suia yang masih muda untuk seoarang gadis kecil yang sedang ditimpa sebuah benacana . saat itu ia dan sahabtanya do kyungsoo atau yang akrab di panggil d.o sedang berada di taman tempat diadakan nya pesta ulang tahun nana namun saat pesta hendak dimulai tiba-tiba saja guyuran hujan menghujam taman yang berada di belakang rumah mewah kediaman keluarga kim . sontak hal itu membuat semua orang yang berada di taman itu langsung menuju ke dalam rumah .

“ kenapa ibuku belum datang juga ?” Tanya nana kecil pada d.o yang sedang duduk di sampingnya .

“ mungkin sedang macet di jalan kau tahu kan di korea sekarang mengalami pertumbuhan transportasi yang meningkat tahun ini “ ucap d.o yang memang terkenal cerdas dan kritis itu .

“ anak seusia mu tak pantas mengatakan sesuatu yang sangat berbobot – chubby “

“ hei-aku bukan chubby aku d.o berhentilah memanggilku chubby ?” sungut d.o kecil

“ anggap saja itu panggilan sayang ku untukmu “ jawab nana acuh dan hal itu membuat d.o sedikit kesal dan pergi meninggalkan nana , gadis itu hanya tersenyum jahil memandang kepergian d.o . sampai seoarang pelayan yang sangat ia kenal menghampirinya dengan raut wajah yang murung dan nana kenal sekali siapa orang itu .

“ Paman Ahn , apa ibu ku sudah tiba ?” Tanya nana girang

“ nona ada yang harus saya sampaikan “ jawab orang itu dengan sedikit mensejajarkan tubuhnay dengan nana . dan setelah itu gadis kecil itu bisa melihat bahwa sebagian tamu undangan yang datang secara perlahan mulai meninggalkan tempat mereka termasuk beberapa orang teman sekolah nana yang kini memandangnya dengan iba .

“ kenapa semua orang pergi ?” Tanya nana lagi .

“ nona,ibu anda telah meninggal dunia “

Bagai kan petir yang sedang menggelegar di dunia sana masuk kedalam kediaman keluarga kim yang sedang dirundung duka dan seakan petir itu masuk ke dalam ulu hati nana yang paling dalam , gadis itu mundur satu langkah kemudian menutup mulutnya tak percaya .

“ paman bohong “ ucap nana tak percaya

“ jenazah ibu anda akan datang sebentar lagi “ jawab pelayan jang mengalihakan pembicraan jujur ia tak sanggup melihat raut wajah majikan kecilnay itu karena bagaimanapun juga nana tumbuh di dalam asuhanya juga . ia sungguh tak tega melihat gadis sekecil nana kehilangan sosok ibu di usia yang sangat muda .

Nana menangis tersedu kemudian duduk di bangku yang tadi sempat ia duduki ia menangis dengan cukup keras dan melipat kakinya sampai dada dan menaruh kepalanya di situ .

d.o yang tak mengetahui apapun karena ia baru saja pulang dari rumahnya untuk mengambil kado untuk nana menghampiri gadis itu dan langsung menyanyikan lagu ulang tahun untuk nana . – sunnguh polos namja ini .

“ saengil chukka hamnida ~ saengil chukka hamnida ~ sarang haneun Kim nana saengil chukka hamnida ~ “

Nana mendongkakakan kepalanya dan menemui wajah senang d.o yang kini sedang memegang sebuah kaktus yang masih sangat kecil kemudian tersenyum dengan indah di hadapan nana

“ nana , kenapa kau menangis kau sedih karena aku meninggalkanmu ?”

Nana diam ia tak menjawab apapun

“ kenapa kau diam saja , ini aku bawakan hadiah untukmu “

Nana geram ia berdiri dari duduknya kemudian mengambil kaktus itu dan melemparnya tepat di depan d.o , namja kecil yang tak tahu menahu itupun cukup terkejut dengan apa yang gadis itu lakukan dan sontak membentaknya

“ nana kenapa kau buang kaktus itu ?”

“ MULAI SEKARANG KAU BUKAN SAHABATKU LAGI DAN JANGAN TEMUI AKU LAGI AKU TAK INGIN MENERIMA UCAPAN ULANG TAHUN MU |- PERGI MENJAUH DARIKU “

Nana untuk pertama kalinya berani membentak sahabtanya sendiri dan ia langsung pergi meninggalkan d.o yang ia rasa sungguh tak mengenal situasi bagaimana mungkin ia merayakan ulang tahun di tengah keadaan berduka seperti ini – bodoh ,pikir nana dalam hati .

d.o namja itu masih cukup terkejut dengan apa yang nana katakan banyak sekali pikiran yang sekarang berkecamuk di otaknya

“ kenapa ia marah ? “

“ apa ia tak suka kado ku ? “

“ apa aku bukan sahabatnya lagi sekarang ?”

d.o menitikkan air matanya kemudian mengambil kaktus yang tadi sempat nana banting di depanya – mengenaskan pot berwana putih itu sedikit retak dan juga ada beberapa duri dari kaktus itu patah dan celakanya lagi bunga kecil yang berada di katus itu pun juga ikut terbuang dari tubuh kaktus itu , d.o terus menangis hingga sampai ke rumahnya dan betapa terkejutnya ia saat berhasil mencapai tangga yang akan membawanya ke kamarnya ada sebuah lengan yang memeluknya dengan erat .

“ kyungsoo apa kau sudah menemui nana ?” Tanya sang ibu yang kini tengah  memeluknya sambil menangis . d.o membalik badanya dan menemukan wajah sanga ibu

“ ibu , kenapa kau menangis ?”

“ apa kau sudah menemui nana ?”

“ sudah dan sepertinya ia tak suka dengan kadoku “

“ temuilah dia “

“ ibu-dia sedang marah padaku “

“ nana sedang membutuhkan mu sekarang “

“ dia bilang aku bukan sahabatku lagi “

“ kyungsoo temui dia dan hibur dia “

“IBU NANA SUDAH TAK INGIN MENEMUI KU LAGI KENAPA KAU MEMAKSA KU MENEMUINYA ?”

teriak d.o kesal ini pertama ia membentak sang ibu ia sangat merasa bersalah sekarang dan menundukkan kepalnya dan menitikkan air matanya .

Ibu nya mendekat dan menaruh tangannya di atas kepala d.o dan mengelus nya pelan

“ kyungsoo-a , ibu nana baru saja meninggal hari ini “

jawab sang ibu dengan nada yang sanngat sedih d.o sontak membulatkan matanya kemudian mendekat pada sang ibu .

“ meninggal ?”

Tanya d.o pelan ia sungguh tak tahu tentang hal itu apa itu yang membuat nana menangis tadi?

“ iya makadari itu ibu ingin kau menemaninya kau sahabatnya bukan ?

“ tapi-bu “ sergah d.o pada ibunya

“ kenapa? ada apa dengan mu ?”

“ dia sudah tak ingin bertemu dengan ku lagi “

jawab d.o pelan dengan wajah sendu dan juga sedikit kesal ia naik ke atas kamarnya dan menangis di sana .

dan semnejak itu ula hubungan nana dan d.o semakin menjauh dan hampir setiap hari mereka tak pernah bertegur sapa seperti biasanya dan tanpa menaruh kesal atau amarah pada nana d.o terus mengamati nana dari kejauhan dan ia sempat merasa sakit dan cemburu saat nana mulai mendapatkan sahabat baru saat ia duduk di bangku juniorhigh school .

# flashback end

Nana masih terdiam di tempatnya saat ia mengingat kejadian yang membuat ia dan d.o saling menjauh ia merasa bodoh saat itu karena membentak d.o sekasar itu ia kira ia terlalu labil saat itu ia tak bisa menilai keadaan dengan baik . luhan yang menyadari perubahan raut wajah itu sontak mengibaskan tanganya pada nana kemudian tersenyum saat gadis itu mulai tersadar .

“ kau terpesona akan ketampananku ? “ goda luhan

“ aniya – aku hanya mengantuk “ bohong nana sambil membawa kue yang luhan bawa dan menaruhnya di meja yang berada tepat di depan balkon kamarnya dan duduk di situ . luhan mengikuti gerakan nana kemudian duduk di sebelahnya .

“ 19 tahun – sekarang umurmu sudah 19 tahun “ ucap luhan ambigu

“ kau benar – aku sudah menua sekarang “ canda nana

“ aku menyukaimu- nana “ ucap luhan sambil menerawang ke depan menikmati biasan senja yang masuk kedalam kamar nana .

Nana tak menjawab apapun ia terlampau bingung dengan ucapan yang luhan kaatakan .

“ jadi bagaimana ?” Tanya luhan yang kali ini menatap nana intens

“ maksud mu apa ?” jawab nana sambil balik bertanya

“ apa jawabanmu ? bukankah aku sedang menyatakan cintaku sekarang ?”

Nana terkejut saking kagetnya ia sempat terbatuk akibat kue yang tadi ia cicipi belum sempat sampai ke kerongkonganya dan sedikit menyumpal pernafsanya

“ ukh- “ rintih nana sebelum pada akhirnya ia mengambil sebuah gelas dan mengambil air dari sebuah dispenser yang berada di kamarnya dan mengisi airnya penuh .

“ kau baik-baik saja ?” tanya luhan sambil menahan tawanya .

“ kau membuatku hampir mati- bodoh “

“ mianhae “ ucap luhan kemudian menghampiri nana dan menepuk leher nana pelan .

“ ah-dasar kenapa sekarang kau sangat menyebalkan luhan ?”

“ wae ? ini masih april mop kan ? aku hanya bercanda “

Nana bersungut kemudian ia pergi menjauh dari luhan yang kini sedang tertawa kecil di belakangnya . nana pergi menuju balkon kamarnya dan sedikit bersembunyi di balik tembok balkonya saat ada seoarang namja yang sedang menuntun sepedanya keluar dari rumahnya . namja itu adalah d.o .

“ apa yang sedang ia lakukan ?” Tanya nana pelan pada dirinya sendiri

“ sedang apa kau ?” Tanya luhan yang kini berada di belkangnya nana sontak langsung membalikkan badanya dan menatap luhan dengan tatapan “ jangan ganggu aku “ luhan yang mengerti langsung mengendikkan bahunya tak perduli kemudian pergi ke atas sofa dan menyalakan televisi 30 inch di kamar nana . mata rusa luhan memicing saat ia melihat sesosok namja yang ia kenal sedang berada di dalam sebuah tayangan dalam suatu program acara infotainment .

“ nana-a , bisakah kau kemari sebentar ?” panggil luhan sambil mengibaskan tanganya . nana langsung menuju tempat luhan dan segera terdiam saat ia melihat apa yang luhan lihat .

“ jadi kai serius ?” Tanya nana ambigu . ia mencengkram bantalan sofa dengan sedikit kencang

‘ kupikir begitu “ jawab luhan sambil menengok kebelakang dan menemukan wajah sedih nana

“ aku sudah duga itu yang akan ia lakukan “

“ anak dari pewaris tunggal SM CORPORATION Kim jongin sudah menentukan bahwa ia akan memimpin perusahaan yang ayahnya bangun tersebut . ia akan memulai usaha nya untuk mengembangkan bisinis di hiburan tersebut dengan mendebutkan sebuah girl group yang beranggotakan 5 gadis cantik yang akan segera debut walaupun usia nya masih muda kim jongin optimis akan mampu melanjutkan kesuksesan perusahaan yang sudah ayahya torehkan “

Kira-kira itulah berita yang sedang nana dan luhan tonton dan segera saja luhan mematikan tv itu dengan remote yang ia pegang dan kembali menatap nana yang kini sama sekali tak bergeming di belakangnya .

“ aku akan bicara dengan kai “ ujar luhan sembari berdiri dari duduknya

“ tidak perlu – ia memang harus melakukanya “

“ tidak – ini bukan kemauan jongin dia pasti punya alasan “

Nana pergi meninggalkan luhan kemudian kembali terduduk di depan balkon kamarnya meninggalkan luhan yang kini menatapnya kasihan bercampuk geram , ia sedikit mendecak sebelum pergi dari kamar itu . nana masih menatap d.o yang kini sibuk membersihkan sepedanya tanpa d.o ketahui nana masih setia memandangi kegiatanya itu .

“ aku butuh kau sekarang – chubby “ ucap nana pelan kemudian menekuk kakinya dan menaruh kepalanya di lututnya sebelum pada akhirnya ia menangis .

 

TBC

 

Author note !!!!!

Woooo .. aku akhirnya berhasil membuat satu fanfiction lagi chinguedul aku mohon review kalian ne ??? kalian penasaran gak kenapa nana sedih karena kai menjalankan sm corporation jawabanya akan di ungkap di next chapeter redaerdeul .

Annyeong dan gamsahamnida ~

Al/96

 

 

 


Our Story (Chapter 7: He Is Back!)

$
0
0

Our Story (Chapter seven: He Is Back!)

 

 

Author:            laelynur66

 

Main cast:        Kim Jongin (Exo)

                     Yoon Sohee (Oc)

                     Oh Sehun (Exo)

                     Do Kyungsoo (Exo)

 

Support cast:     all member Exo

 

Length:            chapter

 

Genre:             family, friendship, romance

 

Rating:             PG-15

 

Author note:      just enjoy it..

 

PhotoGrid_1391954298059 (1) 

 

“Bagaimana? Apa aku sudah cantik?”untuk kesekian kalinya aku bertanya pada Raejoon dan Chaerin yang mengapit di kiri dan kananku.

“Kau cantik Sohee!” Jawab Raejoon dan Chaerin bersamaan.

“Aku sampai iri” gumam Chaerin.

“Ini hanya sementara, setelah pemilihan Queen of School itu aku akan kembali menjadi Sohee yang sebelumnya”

“Ya, kami akan mendukungmu” Chaerin dan Raejoon memelukku erat “tunjukkan pada mereka bahwa kau bisa” tambah Raejoon dan menepuk pelan punggungku.

“Ahh, aku harus ke kelasku, hari ini jadwal piketku!” Pekik Chaerin dan berlari meninggalkan Aku dan Raejoon yang hanya menggelengkan kepala.

“Kajja!” Ajak Raejoon menarik tanganku.

Kami berjalan sepanjang koridor menuju kelas kami, dan sepanjang itu pula kami menjadi pusat perhatian. Entahlah, mungkin perasaanku saja. Aku nyaris menabrak punggung Raejoon saat dia perlahan menghentikan langkahnya.

“Reajoon, ada apa?” Tanyaku heran.

“Mmm Sohee, aku ke toilet dulu ne, byee!” Sahutnya dan berlari meninggalkanku.

“Noona” aku terlonjak kaget saat mendapati Sehun sedang berdiri bersedekap di pintu kelasku, menatapku dari ujung kaki hingga rambut. Aku mendengarnya menarik dan mengghembuskan nafasnya berat.

“Apa yang kau lakukan?” Tanyanya dingin.

“Apa?” Aku balik bertanya.

“Rambutmu..”

“Aku hanya mengatakan selamat tinggal pada rambut ikalku yang Panjang dan hitam” jawabku sepolos mungkin.

“Bukan itu, noona” Geramnya.

“Sooyoung unni hanya membuatnya lurus dan sedikit mewarnainya” Jawabku.

“Sudahlah!” Serunya dan berlalu meninggalkanku. Aku hanya mengendikkan bahuku dan berjalan memasuki kelasku yang masih cukup sepi hanya beberapa saja yang sudah datang dan menempati tempatnya masing-masing.

“Sohee! Ada apa dengan rambutmu?” Tanya Baekhyun terkejut dan sama terkejutnya dengan Chanyeol yang berdiri di sampingnya.

“Aku hanya mengatakan selamat tinggal pada rambut ikalku yang hitam! Jawabku asal dan menatap kedua sahabatku ini dengan malas.

“tapi, kenapa kau harus mewarnainya? Dan kenapa harus berwarna, biru?” cerca Chanyeol dan menatap horor pada rambutku yang dari ujung rambut hingga pertengahannya berwarna biru terang sementara di beberapa bagian ter-highlight dengan terangnya. Aku yang memintanya pada Sooyoung unni dan aku menyukai biru.

“ah, sudahlah!” seruku dan bangkit dari dudukku meninggalkan keduanya terdiam syok . aku berjalan meninggalkan kelasku dan melirik jam ditanganku masih ada lima menit sebelum bel masuk berbunyi.

Aku tersadar saat langkah kakiku membawaku  pada bagian belakang sekolah yang di penuhi pohon dan rumput yang cukup tinggi. Aku berdiri bersedekap menatap kosong pada pemangdangan di hadapanku

Menarik nafasku dalam sebelum berteriak “KALIAN MENYEBALKAN! DAN JIKA SAJA BUKAN KARENA KEBERSAMAAN KITA YANG SUDAH BERTAHUN-TAHUN ITU, AKAN AKAN MEMBENCI KALIAN!!!” aku menghembuskan nafasku lega. Sebagian bebanku terasa menguap.

‘bruuukk!’

“Aduuhh!”

Dan suara benda yang terjatuh di susul suara yang mengerang kesakitan terdengar dari salah satu pohon besar tidak jauh di hadapanku. Aku bergidik ngeri, tapi rasa penasaranku semakin kuat saat sadar aku sudah berjalan menghampiri pohon itu

Aku terdiam saat mendapati sosok namja yang berseragam sepertiku, sedang mengusap kepalanya yang dihiasi rambut berwarna dark brown.

“nuguu?” tanyaku pelan. Kepala itu mendongak menatapku. Dan sesaat aku dapat melihat ekspresi terkejut dan senang di wajahnya, namun hanya sesaat Karena beberapa saat kemudian ekspresi wajah itu berubah datar dan menatapku tajam dilangkahkannya kakinya mendekatiku, refleks aku mundur. Selangkah, dua langkah, tiga langkah. Hingga langkahnya terhenti beberapa langkah di hadapanku mata itu masih menatapku tajam aku terpengarah saat menatap bola mata pemilik kulit tanned skin itu, berwarna coklat? Aku kembali mundur beberapa langkah saat namja di hadapanku ini kembali melangkah mendekat. Aku kembali mundur dan terkejut saat punggungku menabrak sesuatu yang keras, tembok sekolah, shit! Aku akan berlari namun kuurungkan niatku saat sebuah tangan kekar bertumpu pada tembok di belakangku dan mengunciku sehingga tidak dapat lari. Double shit!

Dengan sisa keberanian yang kumiliki aku mendongak menatapnya tepat di mata itu yang masih menatapku tajam. Tampan. Aku memejamkan mataku menghirup aroma maskulin bercampur aroma manis apple pie? Dari tubuhnya. Kubuka mataku dan mendapati wajah datar itu menyeringai padaku lalu berlalu begitu saja dari hadapanku.

Sialan, siapa dia? Tanyaku dalam hati dan mataku terus mengikuti arah pergi namja itu.

 

***

 

 

Dengan malas Sohee melangkahkan kakinya memasuki ruang ganti khusus wanita. Hari ini selasa, itu artinya jam pelajaran olahraga yang paling Sohee benci. Dengan tergesa Sohee mengganti seragamnya berjalan keluar menatap sesaat pantulan dirinya di cermin. Ada sedikit rasa menyesal telah merubah rambutnya saat dia melihat kilatan kecewa di mata Sehun tapi Sohee tau Sehun berusaha menutupinya dan menerima pilihannya.

Sohee berjalan keluar ruang ganti dan berpapasan dengan beberapa siswi kelas sebelah yang sedang bergosip entah apalah itu, tapi Sohee menajamkan telinganya mendengarkan pembicaraan siswi itu tentang seorang murid baru dari Jepang yang tampan dan sexy? Sohee nyaris  tersedak saat mendengarnya tapi sedikit penasaran dengan murid baru itu.

Matahari bersinar dengan teriknya walaupun jam masih menunjukkan pukul Sembilan pagi, tapi matahari terasa berjarak satu jengkal di atas kepala.

Sohee berlari kecil mengelilingi lapangan, di sampingnya ada Raejoon yang sibuk mendengarkan music di earphonenya. Sohee mendengus, jika ketahuan oleh guru olahraga mereka ipod Raejoon pasti disita tapi toh Sohee tidak mau ambil pusing. Matanya menyapu seluruh lapangan, siswa lelaki diminta bermain basket, sementara siswa wanita berlari mengelilingi lapangan sementara guru olahraga mereka kembali ke ruangannya mengambil absensi yang tertinggal

“Raejoon, berhenti!” seru Sohee pada Raejoon lalu membungkuk mengatur nafasnya.

“wae?” Tanya Raejon dan berdiri di hadapan Sohee yang membungkuk.

Aku lelah!” lirih Sohee.

“aiissshh, itu hanya karena kau jarang berolahraga!” sahut Raejoon sok tahu dan mengacak pinggangnya. Tangannya terulur menarik tangan Sohee membawanya kembali belari.

“aku lelah Raejoon” sergah Sohee dan berusaha melepaskan cengkraman Raejoon pada lengannya.

“ya sudah terserahlah!” ucap Raejoon dan kembali berlari.

Sohee membungkuk mengatur nafasnya, keringat membanjiri kening dan punggungnya. Matanya menyapu seluruh lapangan mencari sosok guru Lee dan tersenyum saat melihat gurunya itu sedang berdiri mengarahkan para siswa di lapang basket.

Sohee berjalan meninggalkan lapangan setelah berhasil meyakinkan guru Lee jika dirinya sedang tidak enak badan. Langkahnya terasa berat, jarak lapangan dengan kelasnya tidak begitu jauh, namun entah kenapa begitu terasa jauh. Nafasnya memburu, keringat kembali membanjiri keningnya dan mengalir melewati pelipisnya langkah semakin berat di tambah pandangannya yang mulai mengabur, sesaat kesadaranya menghilang. Tubuhnya oleng bersiap merasakan kerasnya tanah menghantam tubuhnya.

Sesaat sebelum Sohee menghantam tanah dua tangan kokoh menahan tubuhnya dan dengan sigap meletakkan masing-masing lengannya pada lekukan lutut Sohee dan lehernya, menggendong Sohee ala bridal-style meninggalkan lapangan. Tidak di hiraukannya siulan dan teriakan siswa yang berada lapangan namja dengan kulit tan yang tampak bersinar ditempa matahari itu terus berjalan membawa Sohee menuju ruangan UKS, setelah sebelumnya bertanya pada seorang siswa di mana letak ruangan tersebut.

Mmm, apa ini? Ini di mana? Kenapa aku tidak merasakan sakit? Sohee membatin. Dan apa ini? Aroma apple pie? Siapa?.

Dengan sisa kesadaran yang dimilikinya Sohee berusaha membuka matanya, tubuhnya terlalu lelah untuk sekedar membuka lebar kelopak matanya, tetapi samar dia mampu melihat seorang namja sedang menatapnya dengan wajah panik. Kyungsoo? Tidak matanya tidak sebulat milik Kyungsoo. Sehun? Tidak, kulit Sehun tidak secokelat itu. Lalu siapa? Chanyeol? Baekhyun? Luhan oppa? Lay oppa? Kris? Tao? Jongdae? Tidak bukan mereka, Sohee masih berspekulasi. Wajah itu kembali memenuhi penglihatannya yang minim. Wajah itu tampan, dengan hidung yang mancung, bibir yang tebal namun seksi dan mata yang menyiratkan kecemasan. Tapi bukan itu yang membuat Sohee terenyak, bola mata itu berwarna cokelat bening. Wajah seorang yang selama delapan tahun ini dirindukannya. Jongin. Kim Jongin.

“Jongin, Kim Jongin?” gumam Sohee.

Namja berkulit tan itu mengernyitkan dahinya dan perlahan tersenyum menatap sosok Sohee yang tengah terbaring di ranjang dengan selimut putih menutupi tubuhnya.

“ya, ini aku!” bisiknya di telinga Sohee. rasa rindu yang selama ini terpendam di hatinya terbayarkan hanya dengan gumaman Sohee menyebut namanya.

Jongin mengusap rambut Sohee yang dirasanya masih selembut dulu, walaupun dengan warna yang berbeda dan turun membelai wajah Sohee. wajah yang sangat dirindukannya.

Dengan cepat ditariknya tangannya saat seeorang membuka pintu ruangan. Sehun masuk dengan tergesa wajahya pucat pasi. Dan terkejut saat mendapati Jongin berdiri di sisi Sohee menatapnya heran.

“apa?” Tanya Sehun. Jongin menggeleng.

“kau yang membawanya kemari?” Tanya Sehun dan menarik kursi duduk, tepat di samping ranjang uks. Jongin kembali mengangguk saat Sehun berbalik padanya.

“apa yang terjadi?” lagi Sehun bertanya namun kali ini tangannya terangkat menggenggam tangan Sohee.

“pingsan kelelahan!’ jawab Jongi singkat.

“aiisssshh, kau sama sekali tidak berubah Jongin!” seru Sehun dan meninju pelan perut Jongin dengan tangannya yang bebas. Jongin hanya menyeringai.

“apa yang membuatmu begitu cepat kemari?” Tanya Jongin.

“kau taulah, ikatan batin saudara kembar!” jawab Sehun dengan terkekeh dan mendapat jitakan dari Jongin.

“yaaaakk..”  Sehun membatalkan protesnya saat tubuh Sohee menggeliat.

Sehun menatap Sohee, perasaanya sudah sedikit membaik. Tadi saat pelajaran bahasa mandarin dia sangat gelisah, keringat membanjiri tubuhnya dan saat mendapat pesan dari Seunghoo—ketua kelas Sohee—bahwa Sohee pingsan dengan cepat melesat keluar kelas dan berlari menuju ruang UKS. Tatapannya beralih pada Jongin yang juga sedang menatap Sohee dengan tatapan yang sulit diartikannya.

“Sohee selalu merindukanmu Jongin!” ucap Sehun memecah keheningan. Jongin memutar kepalanya menatap Sehun. “apa?” sahutnya.

“kubilang, Sohee selalu  merindukanmu!”’ ulang Sehun.

“benarkah?”

“percayalah padaku, firasat seorang sudara kembar tidak pernah salah!” kata Sehun meyakinkan.

“aku percaya, kau juga tau kan kalau aku..”

“juga merindukannya, sangat!” potong Sehun. Jongin menatap Sehun kesal.

“tapi Jongin, selama kau pergi ada begitu banyak hal yang terjadi” tambah Sehun. Jongin menautkan kedua alisnya.

“aku selalu percaya bahwa hanya kau yang pantas bersama Sohee, tapi Sohee.. aku tidak yakin jika di hatinya masih ada dirimu atau tidak!” lanjut Sehun. Jongin semakin menautkan alisnya.

“maksudmu?”

Sehun mengendikkan bahunya “tenang saja, hatinya masih meneriakkan namamu dengan jelas. Walaupun memberontak tapi hatinya tetap diisi olehmu” ucap Sehun tanpa menatap Jongin.

“selama ini, aku juga menutup hatiku untuk orang lain demi menepati janjiku, sebuah janji konyol yang diucapkan seorang bocah ingusan” gumam Jongin dan menatap wajah Sohee yang terlelap.

Sehun tersenyum dan menepuk pundak Jongin “kupercayakan Sohee padamu, kawan!” ucapnya tulus.

“baiklah, aku akan kembali ke kelas” seru Jongin lalu berbalik dan mendapat anggukan dari Sehun.

Sepeninggal Jongin, Sehun menggenggam tangan Sohee.

“noona jangan sakit, aku juga bisa sakit jika kau sakit. Kau harus bahagia dan aku juga akan bahagia” gumamnya. Perlahan disandarkannya wajahnya pada sisi ranjang dan memejamkan matanya.

 

***

 

Cahaya jingga masuk melalui pintu balkonku yang sepenuhnya terbuat dari kaca. Mataku sudah terbuka sedari tadi, tapi rasa malas memilih memihak padaku dan akhirnya aku enggan bergerak sedikitpun dari ranjangku. Aku ingat saat Suho oppa menggendongku dari uks menuju parkiran dan membawaku pulang dengan mobilnya. Aku ingat saat aku tersadar dari pingsanku dan mendapati Sehun yang tertidur di sampingku dengan tangannya yang menggenggam tanganku erat. Aku ingat saat aku kehilangan kesadaranku, aku ingat saat sosok Jongin muncul di mimpiku saat aku pingsan. Tunggu, Jongin? Kim Jongin? Dengan gerakan cepat aku menghempaskan selimut yang menyelimuti tubuhku dan turun dari ranjangku berjalan menuju balkonku. Mataku menyalang menatap balkon yang bersebelahan dengan milikku. Tidak ada yang berubah sama sekali. Ah, sial.

Aku berdiri pada balkon kamarku menatap lurus ke depan dengan tangan yang mencengkram kuat pagar pembatas.

“KIM JONGIN BRENGSEEEEKKK!!! JIKA KAU INGIN KEMBALI SEGERALAH KEMBALI! KAU BRENGSEEEKK! AKU MEMBENCIMU!” teriakku tanpa memperdulikan apa-apa lagi. Nafasku memburu, mataku mulai berair.

“Kim Jongin, aku merindukanmu!” gumamku pelan dan menunduk. Aku kembali mendongak saat mendengar pintu yang digeser dari balkon seberang. Tubuhku membatu saat mendapati sosok pria dengan kulit tanned sedang berdiri di sana menatapku dengan tatapan sayu khas seorang bangun tidur, tanganya menutupi mulutnya yng terbuka lebar karena menguap.

“berisik!” suara husky milik namja itu memenuhi pendengaranku. Sosok itu tampak nyata berdiri di seberangku, kuharap ini bukan mimpi, Tuhan. Sosok yang begitu kurindukan itu. Perlahan aimataku mengalir dan tanpa kusadari kakiku membawaku berbalik, berlalu keluar kamarku, menuruni tangga tidak menghiraukan Suho oppa yang bertanya padaku, aku terus berlari keluar rumah juga tidak menghiraukan Chanyeol dan Baekhyun yang menyapaku.

Dan sekarang aku berdiri tepat di hadapannya yang menatapku takjub dengan cepat aku menghambur ke dalam pelukannya. Memeluknya erat, sosok yang amat sangat kurindukan selama delapan tahun ini.

“cepat sekali!” katanya dengan membelai rambut.

“ya, aku berlari dengan menggunakan kecepatan cahaya!” sahutku dan membenamkan wajahku pada dada bidangnya.

“aku merindukanmu Jongin!” gumamku pelan.

“aku tau, aku juga begitu merindukanmu!” balas Jongin dengannya yang terus mengusap rambutku.

“kapan kau tiba?” Tanyaku dan melepas pelukannya dan mendongak menatap wajah Jongin yang entah mengapa terlihat begitu tampan.

“semalam, kau tidak menjemputku” jawab Jongin.

“aku menginap di rumah Raejoon, lagipula kau tidak memberitahuku bahwa kau akan kembali!” Sohee membela dirinya.

Jongin hanya tertawa menanggapiku dan kembali menarikku ke dalam pelukannya dan menyandarkan dagunya pada pundaku. Aku kembali membenamkan wajahku pada dadanya, menghirup aroma yang menguar dari tubuhnya yang menurutku sangat manis.

 

***

 

Aku duduk di pinggir lapangan basket di depan rumah Kris. Memperhatikan Jongin yang sedang bermain basket bersama Sehun, Kris, Tao dan Chanyeol. Jongdae dan Lay oppa duduk di sampingku. Sementara Kyungsoo dan Baekhyun tampak sibuk dengan laptop Tao di teras rumah.

“Jongin sama sekali tidak berubah yah!” gumam Jongdae, matanya bergerak mengikuti pergerakan Jongin yang sedang membawa bola.

“ya, kecuali wajahnya yang semakin tampan!” gumam Lay oppa. Aku membenarkan dalam diam.

“Sohee!” panggil Lay oppa.

Aku berbalik menatapnya “apa?”

“kau sudah tidak apa-apa? Kudengar kau pingsan!” tanyanya. Dan mendapatkan anggukan dariku.

“jika kau melihat Sehun sudah kembali bersemangat itu artinya Sohee sudah baik-baik saja!” sahut Jongdae dan menatap Lay oppa. Lay oppa mengangguk dalam diam.

“Sohee, rambutmu..” Lay oppa tidak melanjutkan perkataannya saat melihatku melotot padanya.

“aku tidak ingin membahasnya oppa!” ucapku pelan.

Aku kembali menatap pada lapangan di  depanku. Tidak tepatnya pada sosok Jongin yang sedang mengoper bola pada Chanyeol. Keringat membanjiri wajahnya dan membuatnya semakin terlihat eksotis.

Entah mengapa aku  melayangkan pandanganku pada teras rumah Kris dan tanpa sengaja tatapan kami bertemu, Kyungsoo menatapku dengan tatapan menyesal dan sakit? Tapi hanya sesaat, saat sebuah bola basket mendarat tepat di hadapanku dan berhasil mengalihkan pandanganku pada Kyungsoo.

“apa?” refleks aku bertanya.

“giliranmu!” sahut Sehun dan mendapat gelengan dariku.

Aku bangkit dari dudukku, berdiri dan berjalan meninggalkan pekarangan rumah Kris.

“noona. Mau ke mana?” Tanya Sehun padaku dengan berteriak, aku hanya mengangkat tanganku melambai tanpa berbalik kurasa aku harus mendinginkan kepalaku dengan berendam di air hangat, mungkin.

 

***

 

Raejon dan Chaerin duduk berdampingan dan jemari mereka saling bertautan dan menatap horror keenam namja yang berdiri melingkari mereka di seberang meja yang membatasi mereka.

“jadi….”

“apa?” Tanya Raejoon garang pada Tao. Sudah cukup dirinya diinterogasi seolah dirinya tersangka yang sama sekali tidak memiliki harga diri. Sekolah sudah sepi sedari tadi bell pulang sekolah sudah berbunyi dan keenam orang di hadapannya ini menyanderanya dan Chaerin di ruang osis. Dari mana mereka berhasil mendapatkan kunci ruang osis? Tentu saja dari Luhan sang ketua osis yang paling diagungkan sejagad raya itu.

“Jadi, begini Raejoon-ssi. Kami tau kalian adalah teman Sohee. tolong jelaskan mengapa Sohee mengubah rambutnya menjadi mengerikan seperti itu!” kata Chanyeol dan menatap kedua orang di hadapannya. Chaerin yang sedari tadi diam dan mendelik pada Chanyeol, tidak tepatnya pada Baekhyun yang sedari tadi menggelayut manja pada  pundak Chanyeol.

“kurasa ini bukan urusan kalian” jawab Raejoon mantap.

“bukan hanya itu, sikapnya juga berubah akhir-akhir ini!” tambah Kyungsoo dengan nada menerawang dan mendapat pelototan dari Raejoon.

“aku hanya tidak ingin Sohee berubah menjadi orang lain!” gumam Jongdae pelan.

‘braaak’

Chaerin menggebrak meja di hadapannya.

“sudah cukup Raejoon, aku muak!” pekik Chaerin. Raejoon membeku di tempatnya, baru kali ini didengarnya Chaerin yang tenang seperti ini.

“dengarkan aku baik-baik,  kalian mengeluh pada kami tentang Sohee, tapi tahukah kalian apa yang menyebabkan Sohee menjadi seperti itu? Tanyakan pada diri  kalian sendiri!” jelas Chaerin, Raejoon terpaku, jika saja semua ini belum tersetting rapih, mungkin iya akan menjatuhkan rahang bawahnya melihat Chaerin yang seperti ini. selama bertahun-tahun mengenal Chaerin, baru kali ini dilihatnya Chaerin berbicara sepanjang itu.

“apa? Kami? Apa maksudmu??” Kyungsoo menatap Chaerin dengan mata yang nyaris meloncat keluar.

Raejoon menarik nafasnya sebelum membuka mulutnya “malam itu, Sohee menangis pada kami dan mengeluh betapa jahatnya kalian padanya!” oke, ini sedikit bohong, faktanya malam itu Sohee tidak menangis. Sepanjang malam mereka hanya mengenang masa lalu dan tertawa.

“jahat apa? Kami tidak melakukan.. omoooo, jangan bilang ini masalah The Queen of School itu?” Baekhyun yang sedari tadi menggelayut manja pada Chanyeol kini membekap mulutnya sendiri saat Chaerin mengangguk dengan yakin.

“apa kalian sadar apa yang kalian lakukan padanya? Sahabat macam yang..” Chaerin sengaja tidak melanjutkan perkatannya dan memilih menunduk menahan tawanya.

“Chaerin-ahh..” suara berat Chanyeol menggumamkan namanya. Chaerin yang menunduk memejamkan matanya dan mengeratkan gengamannya pada tangan Raejoon.

“sudahlah, aku tidak ingin membahasnya! Maafkan kami!” gumam Raejoon dan ikut menunduk. Dan kembali mendongak menatap Kyungsoo tajam “setidaknya Jongin yang ditunggunya itu sudah kembali dan kuharap Sohee bisa menata kembali perasaannya” kata Raejoon dingin. Kyungso hanya menelan ludahnya mengerti maksud Raejoon.

“bisakah kami pulang” ucap Chaerin setelah menatap pada jam di lengannya. Keenam orang di hadapannya mengangguk dengan pelan.

Chaerin dan Raejoon berjalan melewati koridor yang sudah sangat sepi sembari terkikik beberapa kali.

“kau lihat wajahnya tadi?” kata Raejoon dia antara kikikanya. Chaerin mengangguk.

“dan yang bagian akhir itu, keren sekali Raejoon!” puji Chaerin tulus. “aku tidak sabar melihat ekspresi Sohee saat mendengarnya.” Tambahnya dan menatap lurus jalan di hadapannya.

Chaerin telonjak kaget saat sebuah tangan mencengkram tangannya dan dengan sekali hentakkan menariknya menjauh dari Raejoon. Chaerin berbalik menatap Raejoon yang menatapnya horror.

“aku antar pulang!” suara berat Chanyeol menggema di koridor. Chaerin mengangguk pasrah dan menatap pada lengannya yang dengan kuat dicengkram oleh tangan Chanyeol yang besar.

Raejoon menghela nafasnya. Sebelum kembali melangkahkan kakinya dan terkejut saat seseorang berjalan di sampingnya. “ayo pulang bersamaku”

Raejoon melongo sesaat namun mengangguk dengan bibir yang menyunggingkan senyum dan sesekali melirik Tao yang berjalan di sampingnya yang menatap lurus pada jalanan di hadapannya.

 

***

 

Sohee berjalan perlahan menuju kelasnya, beberapa orang yang berpapasan dengannya menatap seksama dan beberapa yang ia kenal memberinya selamat. Sepertinya berita tentangnya yang menjadi salah satu kandidat Queen of School itu sudah menyebar. Terima kasih kepada club mading. Dengan sedikit berlari ia menuju kelasnya yang tinggal berbelok pada ujung koridor.

Sohee sedikit terkejut mendapati kelasnya yang dipadati beberapa orang yang berbicara sembari berbisik tetapi ada juga yang sedikit histeris. Dengan sedikit angkuh ia melewati mereka dan masuk ke kelasnya, saat itu juga matanya membulat melihat pemandangan di hadapannya. Pantas saja, kesepuluh namja yang akhir-akhir ini menjadi sorotan berkumpul di kelasnya melingkari sebuah meja dengan satu orang yang duduk tengahnya tengah mengobrol asyik tanpa menghiraukan sekitarnya.

“pagi Sohee!” sapa Tao yang pertama kali menyadari kedatangan Sohee. Sohee hanya tersenyum dan berjalan ke arah kursinya meletakkan tasnya dan menghempaskan dirinya duduk di kursinya.

“oppa!”  panggil Sohee dan berbalik. Kesepuluh orang di belakangnya menoleh menatapnya.

“apa?” jawab mereka bersamaan.

“aiishhhh, bukan kalian!” sahut Sohee dan menunjuk Sehun yang berdiri tepat di samping Luhan.

“apa noona?” Tanya Sehun dan duduk tepat di sampingnya. “kukira kau tidak akan ke sekolah, makanya kutinggal saja” tambah Sehun.

“ne, Suho oppa menitipkan ini, berikan pada wali kelasmu!” ucap Sohee dan mengeluarkan sebuah map pada Sehun yang menyambutnya dengan mengangguk.

“oppa, ngomong-ngomong, apa Jongin akan sekelas denganku?” Tanya Sohee dan berpaling menatap Jongin yang sedang tertawa pada Kyungsoo.

“sepertinya, wae?” Tanya Sehun. Sohee hanya menggeleng.

“Sohee, kau pucat!” seru Sehun dan sukses menarik perhatian beberapa orang di belakanganya. Lay oppa bahkan sudah berdiri di hadapanku dengan tangan yang menempel pada keningku.

“aku tidak apa-apa, hanya belum sarapan!”

“mengapa belum sarapan?” Tanya Lay oppa.

“Suho oppa sudah terlambat tadi, jadi aku lupa!” jawabku dan menepuk-nepuk pelan pipiku.

Lay oppa menghela nafasnya “ayo, sarapan!” ajaknya dan menarik tanganku pelan. Dengan malas aku berdiri dari tempatku dan mengikutinya berjalan keluar kelasku.

 

 

***

 

Matahari tampak bersinar dengan redup saat aku berjalan kembali menuju kelasku setelah lama berkutat pada makan siangku. Selera makanku sedikit menurun akhir-akhir ini.

“Sohee” seseorang memangilku. Suara yang begitu familiar bagiku. Aku berbalik dan mendapati Kyungsoo yang berdiri di belakangku.

“bisa berbicara sebentar?” dan aku hanya mengangguk lalu berjalan mengikutinya.

Dan di sinilah kami, duduk pada kursi panjang di pinggir lapangan sepak bola.

“Sohee”

“ne?”

“akuu.. mmmm..” Kyungsoo tampak ragu.

“ya, kenapa oppa?” tanyaku penasaran.

“kau tau Hyejin dari kelas sebelah yang satu club denganku?”

Aku mengangguk, mengingat seorang yeoja manis dengan suara yang melengking merdu jika bernyanyi itu. “ya, kenapa?”

“dia, memintaku menjadi pacarnya”

“eh?” sesaat aku merasa kakiku tidak menapak pada tanah yang kupijak, apa yang dia bilang tadi?

“hmm, dia memintaku menjadi pacarnya, bagaimana menurutmu?” ulang Kyungsoo dan menatapku tajam.

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal dan memaksakan sebuah senyum di bibirku. “mengapa tidak, dia sangat cocok denganmu!” jawabku pelan. Tidak, bukan itu yang ingin kukatakan. Mendadak aku merasa kepalaku pusing.

“begitukah?” gumam Kyungsoo dan menatap kosong pada lapangan di depannya.

“ne, ahh oppa, ayo ke kelas!” ajakku dan berdiri dari dudukku, berusaha mengindahkan rasa sakit di hatiku.

“duluan saja, aku akan menyusul!” sahut Kyungsoo tanpa menatapku.

Dengan perlahan aku berjalan kembali ke kelasku dengan menunduk, tanpa sadar kakiku terus melangkah melewati kelasku, dan saat tersadar langkah kakiku membawaku hingga ke ruang uks. Dengan hati-hati aku membuka pintu dan tersenyum saat mendapati ruangan itu kosong dokter yang biasanya menjagapun tidak ada di tempatnya. Perlahan aku merebahkan diriku di ranjang bersprei putih ini, menatap pada langit-langit yang putih bersih.

Hyejin dan Kyungsoo. Mereka akan menjadi pasangan yang serasi kurasa. Tanpa sadar airmata sudah tergenang di sudut mataku dan saat aku berkedip lelehan airmata itu mengalir melewati pelipisku dan menetes pada bantal. Terus mengalir hingga isakan kecil lolos dari mulutku.

Entah sudah berapa lama aku tertidur dan saat terbangun cahaya jingga dari celah jendela memenuhi penglihatanku. Dengan sekali hentakkan aku bangkit dari tidurku. Aku terkejut saat menapati Jongin yang tengah terduduk di sisi ranjang dengan mata terpejam.

“Jongin!” panggilku dan tidak mendapat respon.

“Jongin, Kim Jongin!” panggilku lagi. Masih tidak ada respon. Aku menyentuh lengannya dan sedikit menggungcangnya hingga mata itu terbuka dan menatapku dengan sayu

“ah, kau sudah bangun!’ ucapnya dengan nada serak, khas bangun tidur.

“apa yang kau lakukan di sini?” Tanyaku heran dan melirik tas yang tergeletak di lantai.

“tentu saja menunggumu! Sehun dan yang lain sedang ada jadwal club, dan Lay hyung pergi check up!” jelas Jongin. Aku hanya mengangguk mengerti.

“kukira kau kemana, kau bolos di sini rupanya. Kau sakit?” Tanya Jongin.

“hanya sedikit pusing!” jawabku singkat dan menurunkan kakiku dari ranjang menyentuh lantai. Dan juga hatiku, Lanjutku dalam hati.

“ayo pulang!” ajak Jongin dan membungkuk memungut tasnya dan tasku yang tergeletak di lantai. Aku hanya mengikutinya berjalan dalam diam.

 

***

 

Jam menunjukkan pukul tujuh malam, saat Sohee berjalan keluar kamarnya. Sedari tadi perutnya belum terisi, sepulang sekolah pukul empat hingga kini Sohee belum sekalipun keluar kamarnya mengurung diri di sana. Kepalanya sedikit pusing saat berjalan menuruni tangga. Tanpa menghiraukan Suho dan Sehun yang sedang terduduk manis pada sofa di depan tv Sohee berjalan menuju ruang makan.

“eomma!” pangginya pelan saat mendapati eommanya sedang membuka kulkas mengambil buah-buahan dari sana.

“eh, wae?” sahut eommanya mendapati sohee tengah berdiri menggenggam  sandaran kursi.

“aku lapar!” lirih Sohee pelan.

Eommanya berjalan ke arah Sohee, “mau makan ramen saja?” Sohee menggeleng.

“eomma, kepalaku pusing!” ucap Sohee pelan.

Eommanya meletakkan buah yang dipegangnya di meja lalu mengulurkan tangannya pada kening Sohee.

“ya, Tuhan Sohee! kau demam sayang!” pekik eommanya. “Sehun! Joonmyun!” panggil eommanya. Segera terdengar suara derap langkah menuju ruang makan.

“ada apa?” Tanya Suho dan berjalan mendekati eommanya, sementara Sehun berdiri di ambang pintu, wajahnya sedikit pucat. “Sohee” gumamnya pelan.

“Sohee, demam!” seru eommanya dan merangkul Sohee yang sepertinya sudah nyaris kehilangan kesadarannya.

Dengan sigap Suho merangkul Sohee dan menuntunnya berjalan keluar ruang makan,  kepala Sohee sudah terkulai pasrah pada pundak Suho.

“eomma..” lirih Sehun. Eommanya tersadar dan mendekat pada Sehun.

“Sehun-ah, gwenchana?” Tanya eommanya itu dan merangkul Sehun. Eommanya tau betul bagaimana ikatan antara Sehun dan Sohee, jika Sohee seperti ini maka Sehun.. Eommanya sedikit terkejut mendapati Sehun yang mengangguk dan tersenyum kecil pada eommanya dan menggumamkan bahwa dia  baik-baik saja.

“39 derajat eomma!” ucap Suho dan menatap tajam pada thermometer di tangannya. Eommanya mengangguk dan mengusap kepala Sohee yang terbaring di ranjangnya.

“jadi eomma?”’

“kita tunggu saja, jika tidak turun juga, kita bawa ke rumah sakit!” gumam eommanya pelan, tangannya beralih memeras handuk kecil dan menempelkannya pada kening Sohee.

“Sehun?” panggil Suho pada Sehun yang terduduk lemas di kursi Sohee.

Sehun mengadah dan tersenyum pada hyungnya itu. “Aku tidak apa hyung!” sahutnya pelan.

 

***

 

Perlahan aku membuka mataku, aroma khas pembersih lantai, bau obat-obatan dan suasana serba putih yang memenuhi penglihatanku membuatku tersadar di mana ini, ditambah lagi jarum yang menancap pada kulitku di tangan yang nantinya akan tersemat cincin kawinku kelak. Rumah sakit.

Suara tv yang samar dari televise tepat di depan ranjangku menjadi pemecah keheningan. Aku berbalik dan mendapati appaku sedang terduduk dengan manis pada sofa dan sibuk menghadap laptopnya.

“appa” panggilku. Suaraku serak dan tenggorokanku terasa kering, ya seingstku sedari tadi aku memang belum minum seteguk pun air.

Appaku mendongak menatapku dari balik kacamatanya dan dengan sigap berjalan ke arahku dan menyodorkan segelas air yang terletak di meja kecil di samping ranjangku lalu membantuku duduk dan menyangga pungungku dengan bantal.

“mana eomma?” tanyaku setelah menyodorkan kembali gelas berisi air pada appaku.

“eomma di klinik!” jawab appaku dan memperbaiki posisi bantal di punggungku.

“Sehun? Suho oppa?” tanyaku lagi.

“Suho keluar membeli minuman, Sehun menjaga rumah!” jawab appaku dan kembali berjalan menuju sofa tempatnya duduk tadi.

Tidak lama Suho datang dengan kantong plastik berwarna putih di tangannya dan sekerangjang buah.

“ah, kau sudah bangun?” seru oppaku saat melihatku terduduk. Aku hanya tersenyum kecil padanya.

“oppa, bagaimana Sehun?” tanyaku elan.

Suhoo oppa yang sedang memasukkan minuman pada kulkas kecil di samping tv berbalik menatapku “dia tidak apa.” Jawabnya singkat dan kembali melanjutkan kegiatannya. Di saat seperti ini, aku memang terkadang lebih mengkhawatirkan Sehun, begitu sebaliknya jika Sehun yang berada di posisiku.

“dia tidak apa, tenang saja, sebentar lagi dia pasti akan menyusulmu!” tambah Suho oppa sedikit bercanda dan mendapat tatapan mematikan dari appaku.

“mau buah?” tawarnya tanpa menghiruakan appa. Aku menggeleng. Dan kembali menjatuhkan kepalaku pada bantal akibat rasa pusing yang kembali menyerangku. Kupejamkan mataku sesaat dan kembali membukanya. Tatapan langsung tertuju pada jam dinding tepat di atas televise.

“appa, tidak menjenguk eomma?” tanyaku dengan lirih. Suho oppa dan appa menatapku bersamaan.

“ah, iya..” jawab appa dan melirik sekilas jam di pergelangan tangannya.

“appa jemput eomma saja, biar aku saja yang menjaga Sohee” seru Suho oppa dan berbalik menatap appaku yang tengah sibuk membereskan barangnya. Appaku hanya mengangguk. Setelah seluruh barang bawaannya di masukkan ke dalam tasnya, appa berjalan mendekatiku dan membungkuk mengecup keningku bergantian dengan mengecup kening Suho oppa juga dan berjalan keluar ruanganku.

“oppa!”

“hmmm”

“kira-kira berapa lama aku akan dirawat?” tanyaku. Jariku bermain pada lengan Suho oppa yang bertumpu pada kasur di sampingku, sementara dirinya sendiri duduk manis pada kursi di samping ranjang rumah sakit.

“oppa dengar mungkin dua atau tiga hari, kau tau eomma kan, dia tidak akan mengizinkanmu pulang sebelum kau sembuh betul” jawab Suho oppa dengan mata yang menatap lurus pada televise.

Aku menghela nafasku “oppa, aku merindukan Sehun!” gumamku pelan.

Uhhuuk, Suho oppa tersedak ludahnya sendiri dan menatapku horror. “baru beberapa jam kalian tidak bertemu kau sudah..”

‘braakk!’ pintu ruanganku terbuka lebar dan menampakan wajah kusut Sehun yang seperti baru saja tertimpa badai. Ia langsung berjalan dengan gontai ke arahku lalu menaiki ranjang memintaku bergeser agar ia bisa berbaring di sampingku.

“apa-apaaan..”

“diamlah, aku lelah! Lagipula siapa yang membuatku seperti ini!” ucapnya memotong perkataanku. Suho oppa yang hanya terbengong menatap Sehun yang sudah membenamkan wajahnya pada bantalku.

“Sehun-ah, kau tidak apa?” Tanya Suho oppa sedikit panik dan mendapat gelengan dari Sehun.

“kau tidak ingin kumintakan seragam rumah sakit seperti Sohee?” Tanya Suho oppa lagi, namun kali ini dengan nada yang sedikit bercanda.

“berani kau melakukannya, aku tidak akan mengakuimu sebagai hyungku!” sahut Sehun yang teredam bantal. Kemudian aku dan Suho oppa hanya tertawa sedikit terbahak.

 

 

***

 

 

kembalinya jongin kurang greget yah. Ehehehe. -,-v

 



Oh My Bad Girl (Chapter 3)

$
0
0

Oh My Bad Girl (Chapter 3)

 

Author : Lusy Ling

Main Cast : Choi Sessy , Oh Sehun ,  Choi Sulli , Byun Baekhyun ,Kim Jong in

Other Cast : Choi Minho , Lee Dani .

Genre : Romensi , School Life , Sad

Rated : PG 17

Length : Multichapter

Disclaimer : mohon maaf yaa kalau ceritanya enggak enak .Hehehheheh , dan cara penulisannya agak aneh.jadi sekali lagi aku Cuma bisa ngucapin mohon maaf yaaa .

 

*** 

 

Aku sangat-sangat menbenci mu Choi Sulli “ Sulli hanya bisa terdiam ketika mengingat kejadian tadi siang yang membuatnya harus menangis untuk sekiyan kalinya.

 

“ sebegitu bencikah dia kepada ku “

 

Sulli menggulingkna tubuhnya dan memeluk bantal gulingnya yang berbentuk Love pemberian Sehun dengan erat .Ia terus saja terbayang –bayang bagaimana cara Sessy memandang ia dengan tajam dan menusuk .Sessy mempunyai mata yang sangat tajam namun di balik semua itu ada pancaran kesedihan disana .

 

“ Apa yang aku pikirkan ?”

 

Sulli menggelengkan kepalanya berusaha menghilangkan bayangan Sessy yang begitu mebencinya ..Bagaimana bisa Sessy berubah total seperti ini ?.Ia tak pernah tau apa penyebab perubah sang kakak sehingga tumbuh menjadi seorang putri cantik namun berhati iblis  ?.

“ Sessy ah sebenarnya apa salah ku ?”

 

Sulli kembali melayangkan pikiranya .Dan tiba –tiba saja ia mengingat kejadiyan itu , ya kejadian yang membuat ia dan  keluwarganya hancur berkeping –keping .

 

Ap….apa maksud mu ahh ?” disana terlihat dua orang gadis kecil sedang meringkuk di bawah sebuah meja makan menyaksikan sebuah kejadiyan dua orang dewasa yang sedang bertengkar hebat .Dua orang gadis kecil itu hanya bisa bergetar menyaksikan kedua orang dewasa itu saling melempar barang –barang yang berada di samping mererka.

“ Apa makasud kau bilang ahh ?.Tatap mataku Tiffany Hwang tatap . “Tatapan Seorang Choi siwon begitu tajam kepada tiffany .Ia sangat-sangat muak dengan sikap sang istri yang begitu egois.Dan begitu acuh tak acuh kepada dirinya maupun dua orang anaknya tersebut .

 

“ apa maksudmu Choi siwon ? cobak kau jelaskan ?”Wajah Tiffany begitu merah menahan emosinya yang begitu ingin meledak.Ia begitu sangat lelah dengan semua ini dan ia juga sangat membenci jika sang suami marah –marah tak jelas seperti ini .

 

“ Dengar nona Hwang aku begitu muak dengan sikap diam ku bertahun –tahun , aku jengah, apa kau tak tau kalau aku mengetahui bagaiamana enaknya dirimu berselingkuh dengan Lee dongahe dan menghasilkan seorang anak gadis yang manis Dan kau begitu saja enaknya memasukan anak itu ke kekeluwarga kita . “jelas Siwon .Kini posisi Siwon begitu dekat dengan Tiffany ,ia meletakan tanganya di samping meja dapur yang di bawahnya ada dua orang gadis kecil yang kita kethaui bernama Choi Sessy dan Choi sulli .Sessy kecil hanya bisa mengepal tangan mungilnya ketika ia menyaksikan kejadian kedua orang tuanya itu .Mata gadis kecil itu merah .Dia marah sangat-sangat marah .Sedangkan Sulli kecil yang dari tadi menangis ketakutan hanya bisa berdiam diri ketakutan menyaksikan pertengkaran sang ayah dan sang ibu ..

 

“ Apa kau bilang Selingkuh  ?, Ah Selingkuh ?”

 

“ yaa Kau selingkkuh Tiffany Hwang Kau Selingkuh “

Wajah Tiffany memerah.Kesabarannya sudah habis benar-benar sudah habis .Ia langsung mendorong Siwon begitu kuat hingga pria itu langsung terjatuh begitu keras dengan wajah yang sangat marah .

“ Dengar “ Tiffany menunjuk tepat di wajah Siwon .” yaa aku selingkuh , Aku selingkuh choi Siwon . Kau tau bagaimana bencinya aku kepada dirimu dan anak gadis kesayangan mu itu .Kau begitu menyayanginya sekalipun tak pernah peduli kepada Sulli maupun Minho yang kau sayangi hanya anak buangan ituuuu.”Tiffany pun melangkah pergi tanpa memperdulikan teriyakan Siwon .

Tiba-tiba saja sesosok Sessy kecil langsung keluwar dari persembunyian bersama Sulli yang dari tadi mendengar pertengkaran sang ayah dan  sang Ibunya .

“ Ibuuu !!!!”

Tiffany berhenti melangkah ketika mendengar suara itu suara kecil yang terdengar bergetar dan penuh kekecewaan .Mata Tiffany langsung membulat ketika melihat sesosok kecil itu berdiri menatapnya dengan pandangan yang sangat sulit di artikan ,sedangkan Siwon hanya bisa terdiam ketika menyaksikan putri keduanya itu berdiri menatap sang ibu sangat tajam .

 

“ Ibu….ibu iii-Bu ?, sebegitu bencinyakah kau kepada ku ?  Bu ?”

 

Deg

Hati Tiffany bagaikan tersayat ketika mendengar pertanyaan Sessy kecil yang begitu menyayat hatinya .Mata bening kecoklatan milik Tiffany kembali berair mengeluwarkan segala Sesutu yang terkutuk itu .

 

“ Ibu ? “

“ Ibu jawab aku ??????” .Sessy berterika menuntuk jawaban sang Ibu yang dari tadi hanya terdiam .Tanpa mengeluwarkan kata apapun .Siwon yang dari tadi terdiam hanya bisa menunduk ia mengepal kedua tanganya itu dengan sangat erat , Akhirnya ia berdiri berjalan kearah Sessy  kecil yang tengah menatap sang ibu dengan rasa kekecewaan yang mendalam

“  sudahlah sayang sebaiknya kita masuk kekamar mu ayo ajak Sulli juga “Siwon mencoba merayu Sessy.Namun seperkiyan detik itu juga Sessy langsung menatap tajam Siwon beserta Tiffany maupun Sulli

 

“ aku benci kepada kalian …….Aku benci kepada kaliyan semuaaa!!!, terutama kau tiffany Hwang Kauuu !!!!!”

 

Sulli menangis dengan ingatan yang membuatnya merasa sangat ketakutan .Semenjak kejadiyan itu tanpa ada alasan yang jelas ia dan Tiffany di usir dari keluwarga besar choi begitu saja .Dan semenjak itu juga sikap Sessy yang dulunya sangat manis , anggun serta sangat penurut .Mendadak perubah total .Seorang choi Sessy tumbuh menjadi Moster ya moster yang berwajah sangat-sangat cantik .

 

“ Sessy ah “.Ya sangat jelas .Ia hanya mampu berdiam diri ketika ia selalu di hina oleh Sessy dengan habis-habisan ,Tanpa tau alasan apa yang membuat ia Sebegitu bencinya sessy kepada dirinya sendiri.

 

Tak lama ia mendengar pintu di ketok dengan perlahan , Sulli pun menyadari hal itu segera bangkit dan membukanya .Hingga terlihatlah sesosok seorang Tiffany Hwang yang masih segar memancarkan kencantiknya meski umurnya tak muda lagi .

 

“Ibu ?………….ada apa ?”

 

Tiffany pun tersenyum manis .

 

“ Ibu hanya ingin berbicara dengan mu “

 

“ Oh……..ya nanti Sulli akan turun “

 

Sulli tersenyum manis. Lalu kembali menutup pintunya dengan perlahan .Ia masih sangat ingat apa perkataan sang ibu bahwa sang ayah Choi Siwon datang berkunjung kerumahnya hari ini .Dan Siwon pun sudah ada di bawah menunggu dirinya .Ia melihat kaca meja riyas , tedapat foto dirinya bersama Sessy sewaktu kecil dulu .Yang di tempel di tepi kaca riyas tersebut .

 

“ Sessy ah ………? Apa yang harus aku lakukan ?”

 

 

“ Sial  ! “

 

Sessy hanya bisa mendengus sangat malas .ketika mendengar sang ayah berkunjung kembali ke rumah Sulli.

 

Sang pelayan hanya menunduk dengan wajah ketakutan .Sessy kembali fokus kearah sebuah map biru yang berisi data-data siswa yang berada di sekolahnya , ia  mencari sesosok menarik untuk di jadikanya mainan baru nanti .Mata tajam kecoklatan milik gad

is itu terus bergerak melihat wajah-wajah asing yang menurutnya sangat aneh-aneh   .

 

Sessy mendengus dengan sebal .Moodnya benar-benar tengah di uji oleh tuhan mengingat sang ayahnya yang begitu menyebalkan untuk sekiyan kalinya dia berkunjung ke rumah iblis itu .Tiba-tiba saja pandangan Sessy langsung tertuju ketika melihat sebuah foto siswa laki –laki yang begitu tampan sedang di pandang oleh Sessy dengan sangat kagum , namun sarat akan makna .

 

“ Oh Sehun yaa ?, emzzzz menarik “.

 

 

 

 

“ Ayah !”

 

Siwon terlihat sangat senang dengan keadaan  Sulli sekarang .Gadis itu mengeluwarkan air mata yang banyak namun syarat akan kebahagiyaan , sambil memegang sebuah boneka kelinci putih kesayanganya yang selalu menjadi sahabatnya selama ini , hadiah dari seorang Oh Sehun .

 

“ Sulli sayang , ayah sangat merindukan mu “ suara Siwon begitu tenang dan lembut berusaha membuat sulli berhenti menangis .

 

“ Bagaimana kabar mu ?.Sulli hanya tersenyum manis menampakan wajah kerinduan yang begitu dalam kepada sang ayah sehingga ia sama sekali tak mampu berucap.Sedangkan Tiffany yang menyaksikan kejadiyan itu dari atas  hanya bisa menangis tersedu –sedu menyakisan kegiatan sang anak bersama sang ayah yang begitu menyakitkan itu .

 

“ maafkan ibu Sessy ……..Maafkan ibu “.

 

Pagi yang sendu dan udara yang terasa sejuk dan lembab akibat hujan yang turun membuat kondisi jalan raya tidak seperti biasanya,lengah dan sepi ,Ia Sehun tau itu , tapi ia mencoba melawan semua itu karena alasnya sangat simpel .Ia hanya ingin sampai ke sekolah dengan selamat samapi tujuan dengan mengayuh sepeda  bututnya itu .

 

Sehun mengayuh sepedanya dengan santai ,sambil di temani dengan sebuah lagi Inggris .Ia berusaha menenangkan dirinya dengan musik itu .Namun dari arah berlawanan tiba-tiba saja muncul sesosok mobli Ferrari California, berhenti tepat di sampingnya .Sehun hanya menatap datar mobil itu tak ada niat sama sekali penasaran siapa yang mengedarai mobil super mewah itu  .Tiba-tiba saja kaca mobil Ferari California itu turun dan menampakan si pengendaran .

Seorang gadis atau lebih tepatnya Choi Sessy .

Sehun yang melihat siapa gadis itu hanya menatap gadis itu naek turun dengan pandangan yang sedikit dingin .

“ hai ?”

Sehun hanya terdiam .Tanpa ada niyat sama sekali untuk merespon sapaan gadis angkuh itu .

Tanpa ada niyat membalas sapaan gadis itu sama sekali Sehun mengayuh sepeda bututnya itu denngan santai .Meninggalkan Sessy yang melonggo menyakisan betapa dinginya seorang Oh sehun .

“ kurang ajar , dia belum tau siapa aku sebenarnya , Brengsek kau !!”umpat Sessy dengan kesal .

Suara alunan music keras itu membuatnya kupingnya tuli terhadap di sekitarnya .Jelas ia menggudakan Hanpone dengan volume yang keras .Ia menggerakan kedua kakinya dengan santai turun dari mobil mewahnya sambil mendengarkan sebuah lagu slow .Dan sedikit mengumat-kamitkan mulutnya .Menyenangkan namun tidak dengan  pandanganya yang ia lihat sekarang .Seorang gadis yang sangat –sangat di bencinya sedang perpegangan tangan dengan laki –laki yang sedang ia incar sekarang .Ya siapa lagi kalau bukan Choi Sulli si gadis menyebalkan sedang bersama pangerannya atau oh maksudsudnya Oh Sehun , ada hubungan apa ? si gadis ballerina dengan pangeran mujaan tersebut .

“ Yaaa Sessy  !“

Seseorang mengejutkanya .ia lalu melepaskan Haanphonenya dengan malas .Tapi mata tajamnya masih memandang objek itu .Tak lama orang yang memanggilnya itu menghadang objek yang ia lihat dengan wajahnya yang aneh

“ Lee Dani kau menghalangi pemandangan ku Babo “

Dani hanya menggaruk dengan kesal ketika ia di tguri .Ia menepi dari pemandangan yang Sessy inginkan .Tak menarik sama sekali hanya ada sepasanga kekasih menyebalkan Choi Sulli dan Oh Sehun si laki-laki jenius yang pendiam serta Dingin namun miskin akan uang .

 

“ memang apa yang menarik dari pemandangan itu Sessy ah ?”

 

“ tidak ada yang menarik .Hanya saja aku ingin mendapatkan laki-laki itu “

 

Dani membulat matanya ketika mendengar Sessy berbicara seperti itu .Rencana picik apa lagi yang akan di lakukan gadis angkuh itu ?.Dani hanya bisa menghela nafas ketika memikirkan rencana apa yang akan di lakukanya terhadap Sullli, memang benar apa yang dikatakan Seorang Minho terhadapnya Sessy benar-benar seperti iblis yang berwajah cantik .

 

Sulli keluwar dari ruang ganti Ballerina dengan seragam yang lengkap meski tanpa jass atau lambing sekolahnya tapi ia mengenakan kemeja dengan lengan pendek dengan lambang sekolah sebelah kiri lalu dasi biru kotak-kotak terdapat dua jepit berwarna perak yang melambangkan ia menginjak dua belas.

 

“ Choi sulli , kau harus semengat , dan jangan lemah !.Kau harus ingat pesan ayah mu kau bisa melawan Choi Sessy ingat semangat sulli semangat !!!!”

 
Gumanya pada dirinya sendiri .Aneh ? hanya kelihatanya saja ,namun siswa-siswa yang berada di sekitarnya hanya tersenyum melihat kelakuwanSulli yang menurutnya sangat lucu .Hei siapa yang tak kenal dengan si gadis Ballerina ini dia cantik , baik lembut ,Pintar dan pacar dari seorang Oh Sehun si laki-laki jenius .Sepurna bukan ?.Tapi di balik semua itu hanya dia , hanya dia yang membenci seorang Choi Sulli siapa lagi ? siapa lagi kalau bukan si gadis Iblis Cantik yang sangat membencinya .Bahkan membenci ibunya sendiri .Sungguh keterlaluan

 

 

“Fighting”

 

Meski ia sudah berusaha membuat dirinya lebih baik tapi Sulli tidak akan pernah lupa perbincangan dirinya bersama sang ayah Choi Siwon mengenai sang kakak Choi Sessy yang  begitu banyak masalah yang di ciptkan Sessy dari hari ke hari, hingga membuat sang ayah menangis tadi malam dan itu membuat Sulli sangat sedih .Tapi yang membuat  ia merasa semakin tersiksa adalah sikap Sessy yang membencinya ia selalu di hina oleh Sessy baik itu di sekolah bahkan Sessy menghinanya di rumahnya rumah ia bersama sang ibu Tiffany .

 

Sulli ingin sikap Sessy perubah ,kembali seperti dulu .Sulli juga ingin keluwarganya kembali seperti dulu berkumpul bersama ayah serta kedua kakakknya Choi minho dan Choi Sessy Sulli rindu itu semua .
“ Tapi bagaimana caranya ?”.

 

Sehun berjalan sendirian di koridor sekolah kelas dua belas .Namja tampan itu bersiul –siul dengan santainya tanpa merasa curiga sama sekali .Sedari tadi ada seseorang yang mengikutinya dari belakang siapa lagi kalau bukan Choi Sessy ,ia terus menguntit Sehun dari pojokan kelas dua belas C dengan pandangan yang sulit di artikan .

 

Tiba-tiba Saja Sehun menghilang entah kemana .Sessy yang mengikuti Sehun pun keluwar dari persembuyianya .Sessy mengerutuk kesal

 

“ kemana namja babo itu , kenapa tiba –tiba saja menghilang ?”

 

“ kau mencariku ?” Suara datar perbunyi dan membuat Sessy begitu saja terkejud dengan mulut yang menganga .

 

Sessy tidak mengubrisnya .Sessy sibuk dengan rasa malunya yang ia rasakan sekarang , hingga ketika ia berusaha kabur dari sana .Matanya membulat dan mulutnya sedikit menganga. Begitu luar bisa yang ia lihat, seperti sebuah pahatan patung dari jaman Romawi Kuno yang ia pelajari di Sekolah menengah yang begitu indah.

 

“maa………….Maaf “

 

Pria itu terpaku .Apa dirinya tak salah dengan hei seorang Choi Sessy Choi Sessy si gadis arogan yang meminta maaf kepada dirnya ?.Mata Sehun menatap  tajam Sessy entah mengapa ia ingin melihat pemandangan itu.

 

Sehun hanya  menutup matanya. Dan pergi meninggalkan gadis itu.Sedangakan Sessy hanya bisa menggah muak ia benar-benar sangat muak dengan namja itu tiba-tiba saja ia berteriyak di koridor sepi itu

 

“ HYAAA KAUUUUUUUUUUUUU.”

Sehun berhenti ketika mendengar teriyakan gadis itu .Ia tau apa konsekwensi yang ia dapat ketika berani melawan gadis itu .

 

Sedangkan di tempat berbeda Sulli yang baru saja datangan  dari perpustakaan mendadak berhenti melihat bagaimana banyaknya siswa –siswa lain yang keluwar dari kelas mereka dengan heboh .Mata sipit gadis itu melembar ketika melihat namja yang ia cintai sedang berhadapan dengan Sessy choi Sessy .Kenapa ? kenapa Ada apa sebenarnya ? .Dan disana Juga ada Lee Dani yang menonton Sessy dari kelasnya Sedaangkan di samping kelas Sehun ada Baekhyun serta Jong in.

 

Sulli cepat-cepat  berjalan menebus para gerombolan sisiwa –siswa itu untuk menyakisan  kejadian itu .

 

 

“ oppaa”

 

Sulli berdiri di tengah –tengah Sehun dan Sessy .Sessy yang mendengar suara itu hanya tersenyum sinis kearah gadis itu .Siswa –siswa lain yang  menyakisan itu hanya bisa terdiam tak ada yang berani berbicara mereka takut sebenarnya rencana apa lagi yang akan di buat oleh Sessy .

 

“ Oppa?”

 

Lagi dan lagi Sulli bersuara ketika melihat pandangan Sehun dan Sessy bertemu mereka berdua terdiam hanya saling  menatap dengan pandangan yang sama –sama tajam .Sulli bergetar ketakutan ketika melihat bola mata sessy yang begitu tajma menatapnya .

 

“ Choi Sulli sebaiknya kita pergi dari sini “

 

Deg ! akhrnya .Akhirnya Sehun bersuara ketika sedari tadi berdiam tanpa mengeluwarkan kata sama sekali .

 

Plok………….Plok…..Plok

 

Suara tepuk tangan terdengar disana di koridor kelas 12 yang penuh dengan siswa –siswa yang tengah menyakisan kejadian yang menurut mereka sangat menarik .

 

Semua orang hanya terdiam ketika melihat Sessy bertepuk tangan .Sehun yang akan menarik tangan Sulli untuk pergi dari saja lagi dan lagi berhenti ia tiba-tiba saja membalikan tubuh tegapnya  melihat reakksi apa yang akan di keluwarkan gadis arogan itu .

 

“ Oh sehun Oh sehun , kau itu menyebalkan ,Dan kau sangat –sangat menjengkelan .Apakah tak tau ? kalau aku menyukaimu BABO………………”

 

 

Deg!!!!!!

 

 

Semu orang menganggah ya Dani Baekhyun , Kai maupun sulli ppun mereka terdiam sedangkan Sehun namja itu  hanya mennuduk .

 

 

“ apa?”

 

Suara dingin itu keluwar ya seorang oh sehun akhirnya berani berbicara terhadap gadis arogan itu .

 

“ apa kau bilang tadi ? menyukai ku .Kau bilang menyukaiku AHHHHHHH ?

 

Teriyakan Sehun menggema disana .Sessy terdiam dia takut di takluk benar-benar sangat takluk .dia ketakutan .Sedangkan sulli yang tanganya terus di pegang oleh sehun hanya bisa tertunduk ia menangis lagi dan lagi mennagis.

 

“ kau dengar nona Choi yang terhormat .Aku aku tak akan pernah tertarik dengn gadis  seperti dirimu , atau gadis menjijikan seperti mu , di mataku kau seperti sampah .Sampah yang harus ku buang  .”

 

 

Jder………………………………………………….

 

 

Bruk…………………………………….

 

 

Sessy terjatuh gadis itu terjatuh begitu saja ketika mendengar  namja yang ia sukai begitu saja menghinanya .Sulli yang melihat kejadian itu segera ingin menolong Sessy namun Sehun segera menarik Sulli pergi meninggalkan Sessy yang begitu saja terjatuh .Mata Sessy memerah ia menangis ya ia benar-benar menangis sakit ia benar-benar sakit hati .Ini  pertama kalinya ada seseorang yang berani mehhinanyaa.

 

Semua orang yang menyakisan kejadian itu begitu saja terdiam ,Danni yang melihat kejadian itu hanya mengehela nafas dengan pelan baru saja ia ingin menolong sahabat tiba –tiba saja Sessy langsung berdiri dan berteriyak dengan kesetan

 

 

“ KAUU…………………..KAU DDENGR OH SEHUN KAU …..KAU AKAN MENJADI MILIK KU. KAU KAU AKAN MENJADI MILIK SEORANG CHOI SESSY AKU AKAN PASTIKAN ITU KAU AKAN MMOHON KEPADA KU ……….OH SEHUN………………….”

 

Nafas Sessy memuncak ia kehabisan nafas .Dan tiba-tiba Semua menjadi gelap begitu saja…………

 

 


My Pervert Devil (Chapter 3)

$
0
0

Title : My Pervert Devil

Author : AngevilBoo

Main Cast :

Oh Se Hoon (EXO)
Kim HyunRa (OCs)

Other Casts : Xi Luhan, Kris Wu, OCs, Etc

Length : Chaptered

Rating : PG17 or Mature

Credit Poster : Haruru98 (cafeposterart.wordpress.com)

Disclaimer : I don’t own anything beside Story and OC. This is pure my Imagination. If there are similarities, it’s not intentional and I apologize. Casts belongs to God and their Parents. Thank You^^

angevilboo-my-pervert-devil

—*–*—

Seorang namja tampan berjalan keluar dari pintu lobi di Incheon Airport. Setelah menempuh perjalanan udara kurang lebih 2 jam. Ia melangkahkan kaki panjangnya sambil tersenyum. Tepat saat sudah berada di luar, sinar matahari langsung menyambutnya.

Namja itu merentangkan kedua tangannya, lalu menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ia sungguh merindukan ini. Sudah lama sekali ia tak merasakan sejuknya angin kota Seoul.

Kris-Namja itu, terus tersenyum dibalik kaca mata hitamnya. Kemudian tangannya beralih menelusup ke dalam kantung celananya. Mengambil sebuah benda tipis dari sana, lalu mengeluarkannya. Sebuah foto. Kini terlihatlah figura 2 sosok gadis cantik tengah tersenyum manis disana.

Sejak di berada di pesawat, Kris menghabiskan waktunya dengan melihat foto yang sudah mulai lusuh itu. Ia merasa tenang melihat wajah polos kedua gadis itu. Mirip. Bagaikan saudara kembar. Mungkin wajah gadis yang berada disebelah kiri lebih terlihat dewasa, sedangkan gadis satunya lagi memiliki pipi tirus dan kulit yang lebih pucat. Wajahnya juga terlihat lebih lugu.

Kris tersenyum memandangnya, hingga kini matanya beralih pada sebuah tulisan di bawah foto itu.

    &  

 

Kedua sosok yang begitu ia rindukan. Mata namja itu kini kembali beralih pada gadis berambut agak pirang. Tatapannya melembut, sarat akan kesedihan.

“Hime, Aku merindukanmu.”

***

Mobil Bugatti Veyron berwarna hitam itu berjalan memasuki kawasan Mansion Oh. Sang pengemudi yang terkesan ugal-ugalan mengendarainya, memarkirkannya sembarangan. Lalu setelahnya ia keluar dari sana dan melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah mewah itu. Para pelayan yang sudah berada didepan pintu utama, langsung menunduk menyambutnya.

Sehun berjalan dengan langkah angkuh seperti biasanya. Dia bahkan tak menoleh ataupun memperdulikan para pelayan itu. Wajahnya dingin dan datar. Jika bukan terpaksa, ia juga tidak akan pernah mau menginjakkan kakinya dirumah ini lagi.

Hingga seorang lelaki yang begitu dikenalnya menghampirinya. Sehun mengernyitkan alisnya bingung, Apa yang dilakukannya disini?

“Paman Jun, Apa yang kau lakukan disini?”

Lelaki itu tersenyum, sementara Sehun yang terus menatapnya heran dan datar. Lelaki yang ia panggil Paman Jun itupun menepuk bahunya pelan,

“Sudah lama sekali aku tak melihatmu, Sehun-ah. Kau semakin tampan saja, seperti Ayah mu dulu.”

Sehun menggeram sedikit tidak suka, “Jangan samakan aku dengan Pria tua itu!” ujarnya dingin sambil menyingkirkan tangan pamannya itu. Lelaki itu hanya tersenyum kecil dan mengangguk.

“Kau tidak berubah.”

Sehun menatap datar pamannya itu, dalam hati ia masih bingung melihat kehadiran lelaki itu dirumahnya. Lelaki itupun yang merasa dilirik aneh segera menjelaskan,

“Seharusnya kau lebih memperhatikan sekelilingmu, Oh Sehun. Aku sudah berada disini sejak 2 hari yang lalu, kau tahu.”

Sehun menaikkan sebelah alisnya sebelum kembali ke ekspresinya semula. Untuk apa aku memperdulikan sekelilingku? Tanpa buang-buang waktu, Pria itu melangkah pergi begitu saja, tanpa hormat dan permisi. Sungguh tidak sopan melakukan hal itu pada orang yang 15 tahun lebih tua darimu, Oh Sehun!

“Ayahmu sudah menunggumu di ruangannya!” teriak Paman Jun dari belakang, yang tak mendapati balasan apapun dari Sehun.

Lelaki itu tersenyum miring sambil menggelengkan kepalanya melihat sifat keponakan tampannya itu. Tersirat kesinisan dari ekor matanya yang melirik punggung lebar yang mulai menjauh itu.

.

Sehun menatap pintu besar berwarna hitam didepannya dingin. Kakinya mendadak berhenti saat berniat melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Rasanya ia ingin sekali memutar arahnya dan berbalik pergi.

Perasaan pria itu mendadak tak enak. Seiring dengan tatapannya yang menajam dan alis yang bertaut . Ia menghela nafasnya berat terlebih dahulu. Sungguh, ia sangat tidak ingin bertemu dengan lelaki tua yang disebut sebagai Ayahnya itu. Tapi tidak ada pilihan lain, atau semuanya akan berantakan.

Tangan Sehun beralih menyentuh ganggang pintu itu lalu membukanya. Pria yang tengah memakai kemeja biru tua dengan lengan yang dilipat sampai siku itupun masuk. Dan kini tampaklah pemandangan yang begitu menjijikan baginya.

Ayahnya itu kini tengah bercumbu mesra dengan seorang wanita-yang entah darimana, diatas meja. Benar-benar menjijikkan. Tak salah jika Pria itu membenci Ayahnya sendiri.

Mendengar suara pintu terbuka, kedua makhluk yang tengah bermesraan itupun refleks berhenti dan langsung menoleh. Kini terlihatlah seorang Pria tampan sedang menatap mereka tajam dengan pandangan siap membunuh. Wanita itu langsung turun dari meja, dan seakan mengerti ia langsung permisi dari hadapan kedua namja itu.

Sehun menatap wanita itu dengan penuh rasa jijik dan kebencian saat berjalan melewatinya. Hingga kini tersisa dirinya dan Ayahnya itu.

Lelaki tua itupun langsung berbalik menghadap putra bungsunya itu. Ia sedikit tersenyum miring. “Kau datang rupanya.”

Sehun masih menatap Ayahnya itu dengan penuh kebencian. Melihat pemandangan tadi membuat sebekas luka dihatinya kembali terbuka. Luka masa lalu, dan salah satu alasan mengapa ia begitu membenci Ayahnya.

“Jika bukan terpaksa, aku tidak akan pernah mau.”

Lelaki tua menyeringai mendengar jawaban begitu dingin dari putranya itu. Sehun mengepalkan tangannya.

“Cepat katakan kenapa kau memanggilku!”

Sehun mendesis tajam, ia berusaha keras menahan emosinya. Selagi lelaki tua itu hanya terdiam memandangi anaknya. “Well, Aku hanya ingin kau bertemu dengan seseorang.”

Sehun mengerutkan keningnya sedikit, hingga suara pintu terbukapun terdengar. Pria itu dengan perlahan menoleh kebelakang. Sedikit terkejut kemudian kembali berekspresi tajam melihat sosok yang telah lama tak dilihatnya. Hyung nya.

Xi Luhan.

Luhan adalah Hyung tiri Sehun. Mereka terlahir dengan Ayah yang sama, tetapi Ibu yang berbeda. Luhan lebih tua 3 tahun dari Sehun. Ia berasal dari China dan tinggal di Manhattan selama beberapa tahun untuk bersekolah. Tapi kini sepertinya ia sudah memilih kembali ke Seoul. Ayah Sehun- Oh Taejun, memang hanya memiliki 2 orang putra dari kedua istrinya yang kini sama-sama telah tiada.

Luhan melangkah masuk, namja itu berjalan kearah Sehun lalu melewatinya. Selagi Sehun yang hanya menatapnya datar dan menyambutnya tanpa ekspresi.

Luhan tersenyum kecil pada dongsaengnya itu, sebelum berbalik menatap Ayahnya. Luhan tak seperti Sehun yang menaruh dendam pada Ayahnya sendiri. Namja itu memang juga tak menyukai Ayahnya, tapi tak sebesar rasa benci Sehun.

“Welcome Home, Son!” sambut Lelaki tua itu pada putra sulungnya. Luhan tersenyum, namja itu hanya terdiam dan sedikit melirik kearah Sehun yang terlihat tak berminat sama sekali. Ayahnya itu menepuk pundak Luhan pelan.

“Kau tak ingin menyambut kakakmu, Sehun?”

Kini Luhan menolehkan kepalanya sepenuhnya kearah Adiknya itu. Ia masih berekspresi datar. Sehun yang mulai merasa risih dipandangi oleh kedua lelaki dihadapannya itu pun menggeram kecil.

“Berhentilah bermain-main. Aku tak punya banyak waktu,” ujarnya kesal. Ia sedikit menatap Luhan yang juga tengah menatapnya. Ini aneh, pertemuan pertama mereka setelah 3 tahun harus berakhir dengan suasana menegangkan seperti ini.

Lelaki tua itu menghela nafasnya sejenak, ia pun memilih untuk menghentikan aura menakutkan diruangan ini. Ini bukanlah hal yang mudah baginya untuk dapat berkumpul secara utuh bersama dengan kedua putranya. Ini merupakan sesuatu yang langka bagi mereka. Ia tidak boleh merusaknya.

“Baiklah, karena kalian berdua sudah disini sekarang, aku akan memulai pembicaraan intinya.”

Luhan beralih untuk berdiri disebelah Sehun yang sedari tadi diam dan tak beranjak sesentipun dari tempatnya. Sedangkan lelaki tua itu kini sudah duduk dikursi kerjanya, dan sekarang tepat berhadapan dengan kedua Putranya itu.

“Seperti yang kalian tahu, mengenai warisan itu..”

Rahang Sehun mulai mengeras, ia tidak suka pembicaraan ini. Sementara Luhan yang terus diam menantikan kelanjutan ucapan Ayahnya itu, walaupun sebenarnya ia sudah mengetahuinya. Tapi ia harus tetap bersikap biasa, jika tak ingin rencananya berantakan.

“Kau sudah mengetahui syaratnya kan, Luhan?”

Luhan mengangguk singkat, “Iya, Ayah. Aku sudah tahu.”

“Kalian hanya bisa mendapatkannya jika sudah memiliki ikatan. Akan lebih baik lagi jika itu sebuah Pernikahan. Tapi.. sebenarnya itu terserah pada kalian.”

Luhan memutar otaknya, ia memikirkan sebuah rencana baru. Hingga smirk pria itupun keluar, ia tidak boleh kalah lagi kali ini.

“Ikatan? Apakah.. itu berlaku untuk siapapun?”

Lelaki tua itu mengernyitkan alisnya, berbeda dengan Sehun yang mendadak kaku. Rahang pria itu semakin mengeras. Kepalanya langsung bekerja memikirkan ucapan Hyung nya itu.

“Maksudku, aku boleh memilih gadis manapun untuk diriku, bukan?”

Luhan melirik Sehun dari sudut matanya, ia dapat melihat raut tegang diwajah tampan milik adiknya itu. Tangan pria itu mengepal. Luhan tersenyum miring melihatnya.

Ayahnya pun mengangguk, “Hm. Aku tidak melarang hal itu.”

“Bahkan jika dia berstatuskan milik orang lain?” Lelaki tua itu mengangkat sebelah alisnya, sebelum tersenyum miring menanggapi ucapan putra sulungnya itu.

“Itu terserah padamu. Jika kau berhasil merebutnya, kenapa tidak? Aku tak perduli dengan status gadis itu. Yang aku perdulikan hanya ikatan kalian!”

Luhan mengangguk pelan sambil terus mengeluarkan smirk nya. Sehun? Pria itu benar-benar sedang menahan gejolak hebat dalam dirinya. Tatapannya kosong dan begitu tajam, berbeda dengan tangannya yang mengepal kuat disebelah tubuhnya. Apa sebenarnya yang dimaksud Pria ini?

“Ada lagi yang ingin kau tanyakan, Luhan?”

Luhan menggeleng sejenak, “Tidak, itu saja.” Namja itu kembali menoleh sedikit, dan melihat Sehun yang sedari tadi hanya terdiam kaku.

“Baiklah, kurasa semuanya sudah jelas. Kalian bisa pergi sekarang, karena aku masih ada urusan,” ucap Lelaki tua itu pada mereka. Sehun dengan cepat berbalik dan segera keluar dari ruangan terkutuk itu. Luhan menatap tingkah laku adiknya itu sejenak, sebelum beralih menatap Ayahnya itu dan menundukkan kepalanya sopan untuk permisi.

Tidak akan kubiarkan kau menang kali ini, Oh Sehun.

***

Hyunra merasakan cahaya memaksa masuk menuju matanya. Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali berusaha menetralisir sinar lampu yang masuk bagai tusukan ringan. Setelah berhasil, kini ia dapat melihat sekelilingnya. Matanya terbelalak ketika melihat sebuah kamar yang sangat asing dengan cat berwarna merah maroon yang luas.

Ia berusaha mengingat apa saja yang terjadi. Hingga otaknya menangkap satu ingatan yang mungkin terjadi beberapa jam yang lalu. Yaitu saat Sehun menggendongnya, lalu pria itu mencium paksa bibirnya. Wajah gadis itu memerah seketika, Pria itu merebut ciuman pertama dan keduanya.

Hingga tiba-tiba kepalanya terasa nyeri dan pandangannya memburam. Nafasnya sesak. Ciuman yang lembut itu berakhir dengan tidak manusiawi. Ia tak sadarkan diri dan jatuh pingsan dalam gendongan Pria itu. Sungguh memalukan.

Kini ia kembali terjebak di sebuah kamar yang bahkan lebih asing. Dan parahnya ia sama sekali tak tahu dimana dirinya sekarang. Sehun membawanya kemana. Gadis itu merutuki dirinya yang pingsan disaat yang tidak tepat. Tapi tak sadarkan diri itu bukanlah pilihannya. Siapa yang tidak lemas jika tidak bernafas selama lebih dari 3 menit.

Bagaimana bisa ia kabur jika ia bahkan tak tahu dimana dirinya? Hyunra sangat jarang keluar rumah. Dan sekarang mungkin saja Sehun membawanya keluar kota atau negeri. Tidak ada yang tidak mungkin bagi pria itu. Pria yang baru dikenalnya sehari yang lalu. Tragis sekali.

Mata gadis itu beralih mencari benda penunjuk waktu, hingga ia menemukannya. Jarum jam itu menujukkan pukul 7 malam. Apakah aku pingsan selama 3 jam? Kepalanya benar-benar terasa berat. Hingga tiba-tiba suara pintu kamar terbuka. Menampilkan figure seorang Ahjumma yang kini masuk sambil membawa nampan. Hyunra menatap ahjumma itu dengan pandangan polosnya.

“Malam, Nona. Syukurlah anda sudah sadar.”

“Hm, memangnya aku pingsan sudah berapa lama?” tanya gadis itu sambil mengusap keningnya pelan, dan mengacak rambutnya berantakan.

“Nona tak sadarkan diri selama seharian.”

“M-Mwo? Seharian?”

Ahjumma itu mengangguk sambil tersenyum melihat ekspresi terkejut gadis manis dihadapannya. “Ne, nona pingsan sejak kemarin sore.”

Hyunra melongo, pantas saja kepalanya pusing sekali. Aku tak pernah pingsan selama itu, Daebak.

“Nona, Ini saya bawakan makan malam. Nona pingsan karena tak makan seharian, bukan? Karena itu sekarang Nona harus memakannya.”

Hyunra berpikir sejenak. Aku tidak pingsan karena hal itu, tapi.. aku memang lapar. Matanya pun kini beralih untuk melirik makanan yang dibawa oleh Ahjumma itu. Terakhir ia makan adalah saat-saat siang terakhirnya bersama sang Ayah. Sebelum Ayahnya itupun menjualnya. Dan semua ini terjadi. Deg. Jika dihitung, ia sudah tidak makan selama 2 hari.

“Gamsahamnida, Ahjumma…”

“Seulki. Nona bisa memanggil saya Seulki.”

“Ba-baiklah. Gamsahamnida Seulki Ahjumma. Anda bisa meletakkannya di atas meja.”

Ahjumma itu tersenyum lalu menggeleng kecil. “Tidak, Nona. Tuan Sehun memerintahkan saya untuk memastikan Nona memakan sesuatu. Jadi saya harus tetap berada disini untuk memastikan Nona benar-benar memakannya.”

Hyunra terdiam, sebelum menghela nafas pelan. “Baiklah.”

Seulki ahjumma pun menyerahkan napan berisi makanan itu padanya. Hyunra sendiri tak dapat membohongi betapa laparnya ia, hingga gadis itu langsung memakannya, membuat Seulki ahjumma tersenyum melihat cara gadis itu makan seperti anak kecil kelaparan.

Hingga setelah selesai, Seulki ahjumma kembali mengambil napan itu sementara Hyunra membungkukkan kepalanya berterimakasih.

“Seulki Ahjumma, bolehkah aku bertanya?”

“Tentu saja, nona.”

“Hm.. Apakah Ahjumma tahu sekarang aku berada dimana?”

Seulki ahjumma pun terdiam sejenak, sebelum berpikir untuk menjawab. Ia menatap gadis yang kini tengah menantikan jawabannya dengan tak sabar. “Maafkan saya Nona. Tapi Tuan Sehun melarang saya mengatakannya.”

“A-Apa? Kenapa?” tanya Hyunra yang kini terdengar sedih. Raut gadis itu yang tadinya terlihat tak sabar berubah menjadi sayu seketika.

“Maaf, Nona. Tapi ini perintah dan saya tidak berani membantah Tuan Sehun.”

Gadis itu menghela nafasnya berat. Ia menundukkan wajahnya sedih. Seulki Ahjumma pun yang melihat itu menjadi tak tega tapi jika ia memberitahunya, ia takut gadis inilah yang akan mendapat balasan dari Sehun dan bukannya dirinya.

Hyunra pun mulai mengangkat kepalanya perlahan, “Lalu dimana Pria itu sekarang?”

“Tuan Sehun sedang keluar. Sekarang Nona hanya berdua dengan saya di Rumah ini, jadi nona tidak perlu takut.”

“Ya, Terima kasih,” balasnya lirih. Gadis itu tersenyum kecil sejenak sebelum kembali menundukkan kepalanya.

“Kalau begitu saya permisi dulu, Nona.”

Seulki Ahjumma pun berlalu dari pandangan Hyunra. Gadis itu hanya bisa menghela nafas dengan begitu berat sekarang. Ini sungguh menyesakkan.

Hyunra kembali melirik jam di dinding. Sekarang sudah pukul 7 malam lewat. Biasanya jam segini ia sudah tertidur, tapi sekarang malah sebaliknya. Bagaimana bisa ia kembali tertidur saat baru saja terbangun? Huh, Gadis itu merasa kepanasan, gerah. Mungkin mandi dapat menyegarkannya sejenak dan membuatnya dapat kembali mengantuk.

Hyunra melangkahkan kakinya bangkit dari kasur. Ia melirik kamar ini, ternyata lebih luas dari dugaannya. Mata gadis itupun berhasil menangkap pintu kamar mandi. Ia pun dengan perlahan berjalan kearah pintu itu. Tapi baru beberapa langkah, gadis itu berhenti. Teringat bahwa ia tak memiliki baju apapun dirumah ini.

Sehun menggendongnya bahkan sebelum ia sempat mengemasi barang-barangnya. Lagipula memangnya apa yang harus ia kemasi? Gadis itu memijat pelipisnya pelan, berpikir apa yang harus ia lakukan. Hingga matanya melirik sebuah lemari hitam besar di pojok kamar. Otaknya pun berpikir, Mungkin ada beberapa helai pakaian yang bisa kukenakan.

Ia berjalan menuju lemari itu, membukanya perlahan. Hingga terlihatlah tumpukan pakaian rapi dan berbagai baju yang disangkutkan didalamnya. Hyunra tersenyum. Tanpa pikir panjang, ia mencari sebuah baju yang bisa dikenakannya. Hingga sebuah piyama berwarna putih menyapa penglihatan gadis itu. Piyama itu memang terlihat kebesaran, tapi setidaknya masih lebih baik dari pakaian yang lainnya. Diambilnya piyama itu dan berbalik, kembali berjalan menuju kamar mandi.

Kuharap ini membantu.

***

Disinilah Sehun sekarang, terduduk dilantai menghadap sebuah figura cukup besar yang tersangkut didinding. Sebuah foto seorang wanita yang tengah tersenyum manis bersama anak lelakinya. Pria itu memandang foto itu lembut dengan mata elangnya. Membuatnya damai dan tenang.

Omma,” ucapnya dengan nada yang terkesan rapuh.

Sehun selalu seperti ini, jika sedang dalam mood yang tidal baik, ia pasti memilih duduk terdiam memandang foto Ibunya. Seakan waktu terasa berhenti, dan bumi tak berotasi. Ia betah berjam-jam hanya untuk duduk diam bagai orang bisu dan terus fokus memandang sosok itu.

Melihat wajah Ibunya yang tengah tersenyum itu sungguh menenangkannya. Ia begitu merindukannya. Merindukan sosok Ibu yang selalu menemaninya, menenangkannya, menyemangatinya. Semuanya. Ibu adalah segalanya bagi seorang Oh Sehun. Tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain.

Ia bahkan belum sepenuhnya merasakan arti kasih sayang Ibu yang sesungguhnya. Tapi Tuhan sudah memanggilnya duluan. Saat itu usia Sehun masih 8 tahun. Ini sungguh tidak adil. Ibunya yang begitu ia cintai pergi meninggalkannya untuk selamanya. Sehun yang bahkan saat itu tak bisa sehari saja berpisah dengan Ibu nya kini harus rela ditinggal untuk selamanya.

Itu sungguh menghancurkan hatinya. Ditambah lagi dengan ketidak wajaran kematian Ibu nya. Sosok Ibu yang begitu penyabar menghadapi hidupnya. Penderitaan karena ulah Ayah nya. Sehun sungguh membencinya. Karenanya Ibu pergi.

Semua itu mengubahnya. Mengubah hidup seorang Oh Sehun. Ia berubah menjadi Pria berandalan dan pemberontak terhadap Ayah nya sendiri. Ingin sekali rasanya Sehun pergi dari sini, tanpa siapapun. Tanpa Ayahnya. Tapi Pria itu tak bisa pergi begitu saja. Lelaki tua itu terus mempersulitnya, membuatnya seakan bergantung pada Ayahnya itu.

Nafas Sehun terengah-engah, pria itu kembali mengingat masa lalunya yang kelam. Bukan hanya itu saja, Sehun memiliki begitu banyak kenangan pahit dimasa lalu. Yang membuatnya kini benar-benar berubah menjadi sosok Iblis yang tak punya hati.

Tangan pria itupun beralih menyapu halus tempat tidur besar dibelakangnya. Menyingkap selimut yang tertata rapi itu sedikit hingga jarinya bersentuhan dengan sebuah benda. Ia mengambilnya.

Kembali sebuah foto yang kini lebih mirip dengan polaroid itu dihadapannya. Tangan Sehun menggenggam foto seorang gadis cantik itu dengan begitu kuat. Ia menatapnya penuh dengan sarat kebencian dan.. kerinduan?

Alasan lain yang semakin mengubah dirinya menjadi makhluk tanpa rasa kasihan. Membekukan hatinya seakan takkan pernah bisa mencair lagi.

Rahang Sehun mengeras seiring dengan tangannya yang meremas foto itu terlalu kuat hingga kini tak berbentuk lagi. Pria itu menarik nafasnya dan menyandarkan kepalanya pada tempat tidur dibelakangnya. Tatapannya kosong. Wajah Sehun pun kini memucat. Ia menggenggam dadanya dengan tangan kanannya, meremasnya pelan.

“Kau yang merusakku, Noona! Kau yang mengajarkanku menjadi seperti ini. Kaulah alasan mengapa aku melakukan semua ini!”

Pria itu memejamkan matanya, masih sambil meremas dadanya yang terasa bedenyut nyeri. Hingga sebuah suara menyadarkannya,

“Kau sakit?”

Sehun segera membuka matanya, menoleh kan kepalanya ke kanan. Kini terlihat sosok Namja imut tengah berdiri menatapnya sambil menaikkan sebelah alisnya. Sehun menegakkan tubuhnya.

“Apa kau tak punya sopan santun saat masuk kekamar orang lain?” tanyanya dingin. Luhan mengedikkan bahunya acuh dan berjalan mengelilingi kamar luas milik Sehun. Selagi Pria itu menatapnya dingin dan tajam.

“Aku sudah mengetuk pintu, tapi kau tak menyahutnya,” jawab Luhan enteng. Kini ia berhenti didepan figura besar dikamar itu. Menatap sosok wanita dalam foto itu.

Sehun memperhatikan Luhan yang berdiri diam menatap foto Ibunya itu. Ia merasa tak suka dan kesal saat seseorang mengganggu privacy nya. Sekalipun itu Hyung nya.

“Aku penasaran…” ucap Luhan masih sambil menatap foto itu.

“Jadi.. kau benar-benar berminat dengan warisan itu, heh?”

Hening.

“Hingga kau benar-benar memenuhi syaratnya,” lanjut Luhan santai. Namja itu memasukkan satu tangannya kedalam kantung celananya.

“Berhentilah bersikap munafik. Aku tahu kau juga tertarik dengan hal itu,” balas Sehun dingin. Tangan pria itu mulai mengepal. Luhan tersenyum kecil, kemudian dengan perlahan menolehkan kepalanya. Membalas tatapan tajam Sehun.

“Hm.. Ya, tapi sebenarnya aku lebih berminat akan sesuatu..”

Luhan memiringkan kepalanya memandang Sehun. Dalam hati, namja tampan itu tertawa setan melihat ekspresi Sehun yang kini menegang dan kaku. Tatapan pria itu semakin menusuk.

“Apa maksudmu?”

“Kupikir kau tahu apa itu.”

Deg. Sehun sudah menduga hal ini. Ia sudah memikirkannya sedari tadi.

“Tidak,” jawab Sehun tegas. Luhan menaikkan sebelah alisnya.

“Kenapa tidak?”

“Kubilang tidak, maka tidak!”

Luhan menghela nafasnya sejenak. “Kau menyukainya?”

Sehun terdiam, bibirnya mendadak kelu. Ia tak tahu harus menjawab apa. Selagi matanya yang terus menatap tajam kearah Hyung nya itu.

“Apa kau menyukai gadis itu, Oh Sehun?” tanya Luhan memancing pria itu.

Sehun segera memutar otaknya, Ia tak bisa diam seperti ini. Hingga akhirnya berucap, “Itu bukan urusanmu, Luhan!”

“Benarkah?”

“Aku menyukainya atau tidak, dia tetap milikku!”

Luhan kembali menghela nafasnya sejenak. Kini dua pria berwajah tampan itu tengah saling berhadapan dan menatap tajam satu sama lain. “Aku meragukannya.”

“Itu terserah padamu. Tapi Ayah memberikannya untukku, dan bukannya untukmu!”

“Tidakkah kau berpikir bahwa kau terlalu tamak, Oh Sehun?”

Rahang Sehun mulai mengeras, Pria itu semakin mengepalkan tangannya kuat. “Apa maksudmu?”

“Apa yang kau inginkan? Warisan atau Gadis itu?”

Sehun menatap Luhan sedikit terkejut. Sampai sekarang Pria itu memang tak tahu apa yang benar-benar diinginkannya.

“Kau bahkan tak tahu apa yang kau inginkan, heh?”

Luhan pun maju selangkah, “Seharusnya kau sadar, kau tak lebih dari seorang Pria yang hidup dimasa lalunya. Pria yang tak bisa menatap masa depannya,” ujar Luhan datar.

Sehun semakin mengepalkan tangannya kuat, emosi Pria itu mulai memuncak.

“Kau tidak tahu apapun tentangku, Xi Luhan!” balas Sehun tajam. Luhan menaikkan sebelah alisnya.

“Tentu saja aku tahu. Aku Hyungmu! Kau hanyalah Pria yang sakit hati pada cinta pertamanya. Bahkan hidup dengan bayang-bayangnya!”

Habis sudah kesabaran Sehun. Ia tidak pernah suka jika seseorang menyangkut perihal masa lalunya. Adalah suatu hal terlarang bagi Pria itu saat seseorang mengungkit masa lalunya. Bahkan Kai pun tak pernah berani menanyakannya.

Rahang Sehun benar-benar mengeras sekarang. Tangan pria itu terkepal kuat, hingga urat-urat nadinya menyembul keluar.

“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” desis Sehun dingin. Terdengar jelas bahwa Pria itu tengah berusaha keras menahan emosinya. Luhan tersenyum miring.

“Gadis itu.”

Luhan semakin melangkah maju tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Sehun. Sementara Pria itu menunggu kelanjutan ucapan Hyung nya itu.

“Lepaskan dia! Lepaskan gadis itu, Oh Sehun!”

Sehun mengerutkan keningnya, “Lalu setelah itu membiarkanmu memilikinya begitu? Jangan bermimpi, Luhan!”

“Kau tidak menyukainya!”

“Aku tidak perduli!”

“Tapi, Aku perduli!” Suara Luhan pun kini terdengar mulai memberat, menandakan ia pun mulai terpancing. Bocah ini sungguh Egois!

“Itu bukan urusanku!”

Luhan mulai mengepalkan tangannya. Kini Sehun lah yang terlihat mulai memojokkannya, terlihat dari raut wajah Pria itu yang mulai tenang. Kau salah jika menantangku, Hyung.

Sehun menyeringai melihat ekspresi Luhan sekarang. “Cihh. Bukankah kau sama saja denganku, heh? Kau tak mengenalnya, tapi ingin memilikinya!”

“Aku hanya tidak tega dengannya. Ia pantas mendapatkan yang lebih baik darimu!”

“Dan kau pikir itu dirimu, hah?”

“Setidaknya aku bukanlah Pria rapuh yang melampiaskan nafsunya pada gadis yang berbeda setiap harinya!” Sialan.

“Diam!”

“Sadarlah, Oh Sehun! Dia bukan gadis masa lalumu!”

Sehun mengacak rambutnya kasar sebelum berteriak, “Kubilang, DIAM!”

“Sampai kapan kau hidup dengan bayang-bayang masa lalumu, hah? Gadis itu tidak tahu apa-apa!”

“HENTIKAN, XI LUHAN! APA MAUMU, HAH?!”

“LEPASKAN DIA!” bentak Luhan pada adiknya itu. Kedua Pria itu kini benar-benar larut dalam emosi mereka masing-masing. Nafas mereka terengah-engah dan memenuhi ruangan yang hening sejenak.

Awalnya Luhan tidak berniat sama sekali untuk merebut Gadis itu dari Sehun. Bahkan hingga sekarang. Ia memang mendengar kabar mengenai Ayah nya yang membeli seorang gadis. Rasa heranpun menghampirinya, karena sekalipun Ayah nya itu sering bermain dengan para wanita, tapi ia tak pernah sampai membelinya. Rasa kasihan terhadap gadis itu sempat muncul dibenaknya, tapi namja itu segera melupakannya.

Hingga ia mengetahui persyaratan dari Ayahnya itu. Luhan tak dapat berbohong bahwa ia juga menginginkan warisan itu. Itu haknya. Warisan ibunya. Walaupun tak seberapa dengan milik Sehun. Tapi kini seperti haknya itu disita, ia harus melunasi hutangnya terlebih dahulu. Dengan kata lain mencari pasangan.

Luhan bukanlah tipe Namja seperti Ayah nya ataupun Sehun. Ia adalah orang yang tertutup dan ambisius. Ia jarang bergaul apalagi dengan makhluk bernama Wanita. Dan tentu saja syarat itu merupakan hal cukup sulit baginya, walau sebenarnya ia bisa mendapatkan gadis manapun yang ia inginkan. Tapi sekarang, tak ada gadis yang ingin ia dekati melebihi gadis itu.

Luhan pun akhirnya memutuskan kembali ke Seoul setelah 3 tahun. Sebenarnya itu bukanlah keinginannya, ia memutuskan hal itu juga karena permintaan dari pamannya. Paman yang merupakan keluarga terdekatnya melebihi Ayahnya sendiri. Selama ini Luhan mengetahui segala sesuatu yang terjadi di Seoul dari pamannya tersebut. Termasuk berita Ayahnya yang membeli seorang Gadis.

Gadis itu ternyata ada sangkut pautnya dengan syarat dari Ayahnya itu. Luhan tak memungkiri bahwa ia mulai tertarik. Kembali mendapat informasi dari pamannya mengenai gadis itu. Hingga kabar bahwa ia diberikan kepada Sehun, membuatnya sedikit tidak rela. Kenapa selalu Sehun? Dan tentu saja itu membuat Pria itu mudah memenuhi persyaratannya.

Luhan kembali mencoba untuk tak perduli, walau rasa tak enak dan tak rela terus menghantuinya. Ia memang tak mengetahui apapun tentang gadis itu, yang Luhan tahu hanyalah bahwa Gadis itu masih berusia 18 tahun, ia masih begitu lugu. Itu membuatnya khawatir dengan mengetahui watak Sehun yang sesungguhnya. Ia adalah Pria yang posesif & terkesan kasar. Tidak pedulian dan tak ada rasa kasihan. Ditambah lagi dengan kabar Sehun yang sering bergonta-ganti gadis setiap harinya.

Hingga pamannya menelponnya dan menyuruhnya untuk segera pulang. Mendengar perlakuan Sehun terhadap gadis itu membuatnya kesal. Dan lagi, Calon Istri? Luhan sangat menjamin bahwa Sehun takkan pernah mau melakukan ikatan yang disebut dengan Pernikahan. Ia tak pernah serius melakukan suatu hubungan. Ia hanya memainkan sesuatu sampai puas, lalu setelah itu membuangnya.

Luhan memang tidak mengenal gadis itu. Bahkan namapun ia tak tahu. Namja itu baru sekali melihat wajah nya dan itupun melalui sebuah foto. Wajah cantik yang begitu polos. Dadanya bergejolak. Benar yang dikatakan Sehun, bahwa dengan melihatnya saja membuat ia ingin memilikinya.

Tapi rasa memiliki Luhan tak seperti Sehun. Ia masih bisa merelakannya jika saja Sehun memang serius dengan gadis itu. Tapi mendengar apa saja yang dikatakan Adiknya itu membuatnya berpikir dua kali. Mengetahui Sehun yang terus hidup dengan bayangan gadis masa lalunya membuat Luhan muak. Sehun hanya menggunakan Gadis itu sebagai pelariannya. Gadis itu tidak bersalah apa-apa, Oh Sehun!

Sudah cukup ia mengalah selama ini. Sehun sudah mendapatkan segalanya semaunya sejak kecil. Ia tidak akan membiarkan Pria itu menang untuk kali ini.

Nafas Sehun sudah lebih teratur sekarang, tapi ia masih terus menatap Luhan tajam dan mengepalkan tangannya menahan emosi.

“Tidak akan,” jawab Sehun tegas pada Hyungnya itu. Memecahkan keheningan yang sempat terjadi diantara mereka. Luhan menarik nafasnya kasar, rahang namja itu mengeras.

“Sebenarnya apa arti gadis itu bagimu, hah? Sebegitu pentingnya kah ia?” tanya Luhan penuh dengan sarat emosi. Sehun menatapnya datar, dan tanpa pikir panjang segera menjawab,

Dia hanya gadis biasa yang tak berarti apa-apa.

Luhan benar-benar kesal sekarang. Sungguh ia ingin sekali melayangkan kepalan tangannya pada wajah dongsaengnya itu.

“Lalu kenapa kau tak mau melepaskannya?! Kau hanya menyiksanya, Oh Sehun!”

Sifat Iblis Sehun pun kembali, ia benar-benar tak menggunakan hatinya saat ini. “Aku tidak perduli!”

“Kau memang Iblis!”

Sehun mengeluarkan smirknya pada Luhan. Ia berjalan perlahan menuju Hyung nya itu.

“Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku seorang Malaikat!”

Kini Sehun berdiri tepat dihadapan Luhan, Ia menatap Hyungnya itu tajam sebelum berbisik tegas.

“Dengar, tak perduli bagaimana perasaanmu terhadap Gadis itu. Dan tak perduli apa arti Gadis itu bagiku. Dia tetap milikku!”

Lalu Pria itu berlalu keluar dari kamarnya sendiri, sambil menutup pintu dengan cukup keras. Meninggalkan Luhan yang masih larut dengan emosinya. Rahang Namja itu mengeras, hingga urat-urat lehernya pun terlihat jelas. Sebelum akhirnya ia menghela nafasnya berat.

Luhan memijat pelipisnya yang terasa begitu pusing, ia mendongakkan kepalanya, kembali memandang figura besar di dinding itu. Walaupun itu bukanlah Ibu kandungnya, tapi wanita itu memberikan Luhan kesan yang baik semasa hidupnya. Ia mengingat saat Sehun yang dulu begitu berbeda dengan yang sekarang.

Namja itu menatap kosong kedepan dengan masih berdiri diam. Setelah cukup lama, raut wajahnya mulai berubah serius. Dengan tarikan nafas, ia sudah memutuskan.

“Aku harus menolongnya!”

***

Hyunra menghela nafasnya berulang kali. Ia kini tengah berjalan mengelilingi rumah mewah yang tak dikenalnya itu. Merasa bosan terus-terusan berada di kamar sejak kemarin. Ia kesepian.

Sebelumnya gadis itu sudah meminta izin pada Seulki Ahjumma untuk keluar kamar, lalu melompat kegirangan ketika diperbolehkan dengan syarat ia harus berjanji untuk tidak melarikan diri, dan gadis itupun menyetujuinya. Hingga Seulki Ahjumma permisi untuk keluar sebentar membeli sesuatu. Meninggalkan Hyunra sendirian dirumah.

Dan beginilah sekarang, Hyunra berjalan mengelilingi rumah mewah itu. Menjelajahi ruangan-ruangan disana. Mulut gadis itu tak berhenti berdecak kagum. Ia belum pernah menjelajahi rumah sebesar ini. Bahkan kamar mandinya saja jauh lebih besar dari kamarku.

Gadis itu berjalan dengan sedikit kesusahan. Piyama yang ia kenakan ternyata jauh lebih besar dari dugaannya. Ia harus melipat bagian celana itu berulang kali, tapi tetap saja hampir terjatuh setiap kali melangkah. Hingga gadis itu berjalan sambil menyentuh dinding.

Kini Hyunra beralih untuk mengitari lantai bawah. Dengan begitu hati-hati, ia melangkahkan kakinya agar tak terpeleset. Kenapa tangganya banyak sekali? Hingga akhirnya tersenyum senang saat menuruni anak tangga terakhir.

Tiba-tiba matanya menangkap objek sebuah pintu berdaun dua besar. Pintu utama. Terlintas dipikirannya untuk mencoba kabur dari rumah ini. Tapi ia tidak tahu dimana dirinya sekarang. Gadis itu terlihat ragu, melihat tak ada siapapun dirumah ini. Tak ada Sehun. Ini kesempatan langka, Kim Hyunra. Tapi kemana ia harus pergi jika berhasil kabur nanti?

Setengah hatinya benar-benar menyuruhnya untuk segera melarikan diri. Itu impiannya. Tapi setengahnya lagi mengelaknya. Otak gadis itupun berperang sekarang.

Tapi, aku sudah berjanji pada Seulki Ahjumma. Jika aku kabur, berarti aku melanggarnya. Ia pasti kecewa.

Lalu bagaimana dengan Sehun? Bagaimana kalau nanti Pria itu marah? Dia bilang aku tidak boleh kabur tanpa seizinnya. Dia pasti marah.

Hyunra mengusap rambut panjangnya gusar. Tangan mungilnya tertutup oleh panjangnya lengan piyama itu. Dengan helaan nafas yang berat dan sedikit tidak rela, ia mengalihkan pandangannya dari pintu itu. Berusaha menyenangkan hatinya dengan terus berpikir, Mungkin besok aku bisa kabur. Sungguh pemikiran yang lugu.

Kini matanya beralih melihat jendela besar diruang tamu yang menampilkan pemandangan diluar. Hari hujan. Begitu deras. Gadis itupun melongo, “Hujan?”

Hingga suara petir terdengar, membuat Hyunra refleks menutup kedua telinganya.

“Huwa, Hujannya lebat sekali! Bagaimana dengan Seulki Ahjumma?” tanyanya sedikit panik pada diri sendiri.

“Ia pasti kehujanan. Aku akan menunggunya.”

Gadis itu berjalan menuju sofa besar disana. Ia langsung duduk manis sambil menghadap kearah jendela. Gelap sekali dan menakutkan. Lama ia terduduk, hingga perlahan matanya mulai menyayu. Hujan tak kunjung mereda dan tetap lebat.

Hingga suara pintu terbukapun terdengar. Membuat mata Hyunra kembali terbuka. Ia mengira jika itu adalah Seulki Ahjumma, hingga tanpa pikir panjang, Gadis itu dengan antusias berbalik untuk menyambutnya dan menanyakan keadaannya.

“Ahjumma, Apa kau ba…”

Deg.

Sehun yang baru masuk segera mengalihkan matanya menuju suara yang menyambut pendengarannya. Lalu mendapati sosok Gadis bertubuh kurus yang tenggelam dengan piyama super kebesarannya. Wajah itu. Wajah pucat yang memenuhi otaknya selama akhir-akhir ini. Tatapan pria itupun menajam.

Hyunra sendiri langsung berdiri kaku saat melihat seseorang yang tidak ia nantikan saat ini. Gadis itu terkejut. “Se-Sehun.”

Itu untuk pertama kalinya Sehun mendengar namanya keluar dari bibir mungil gadis cantik itu. Suara lembut yang jernih. Tapi sarat akan ketakutan tetap terdengar. Dan Pria itu tidak perduli. Bahkan dengan keadaannya saat ini.

Sehun masuk kerumah dengan tubuh yang basah kuyup. Ia memarkirkan mobilnya dengan jarak yang cukup jauh dari pintu utama, dan tanpa perduli serta nekat menerobos hujan deras. Moodnya benar-benar sedang tak bagus hari ini. Ditambah dengan pertengkarannya dengan Hyung nya tadi. Sifat Iblisnya muncul. Membuatnya kini melakukan apapun tanpa berpikir dan tak menggunakan hati.

Dan kini melihat sosok Hyunra yang merupakan pokok pertengkarannya dengan Luhan, langsung muncul dihadapannya saat ini, membuat hatinya berdesir. Otaknya tak dapat memikirkan apapun lagi selain gadis itu. Gejolak yang selalu muncul setiap kali melihatnya pun timbul.

Hyunra yang tadinya berniat untuk melarikan dirinya ke kamar saat melihat Pria itu datang, lalu mengunci pintunya kini malah terkejut melihat keadaan Sehun. Rambut pria itu berantakan dan basah. Wajahnya pucat, dan ia sedikit merinding melihat Sehun yang terus menatap tajam kearahnya. Baju kemeja pria itu basah kuyup, hingga membentuk tubuh atletisnya.

“Sehun-ssi, Apa kau kehujanan? Bajumu basah,” ujar gadis itu polos sambil menatap tubuh tinggi Pria itu.

Sehun sendiri tetap memilih diam. Suara hujan deras diluarpun semakin terdengar. Mengiringi langkah Sehun yang mulai berjalan kearah gadis itu. Dada pria itu terasa sesak. Emosinya sedang tak terkendali saat ini. Membuat nafasnya terengah-engah dan memenuhi ruangan. Bahkan Hyunra mungkin dapat mendengarnya. Ia terus menghujani Gadis itu dengan tatapan buasnya.

“Se..Sehun-ssi,” bisik gadis itu panik. Ia mulai melangkah mundur menghindari Sehun. Dari raut wajahnya yang mengeras, sekarang Hyunra baru menyadari bahwa Pria itu sedang dalam Mood yang tidak baik. Sangat tidak baik. Dan ini menakutinya. Alarm dalam tubuh gadis itu pun berdering keras, mengingatinya untuk segera menyelamatkan diri.

Oh tidak. Ini tidak baik.

 

-TBC-

Anyeong~~

Hihi.. Oke, pertama saya jelasin cast barunya satu-satu dulu ya. Disini Luhan, besoknya Kris, besoknya lagi muncul cast baru lainnya^^ Dan juga Mian kalo FF ini semakin mengecewakan, ngebosenin, mengesalkan, dan lainnya. Genre Marriage Life nya Coming Soon, okeh?~

Dan juga next chapternya, saya akan memulai penyiksaannya(?)-___-V Yuhuu~ Maafkan saya, Baby(?)^^ Hihi.. Maksudnya konfliknya! Itupun kalo masih ada yang mau baca :D Tenang, masing-masing dapat bagian kok. Saya kan adil :)

Dan lagi, di chapter ini HunRa moment nya sedikit. Soalnya saya ada kejutan, dan ini rahasia-____-V Juga FF ini bukan NC. Maafkan saya~ saya nggak pande buat begituan. Saya cuma bisa buat adegan Kissing aja(?) :) Klo pun ada NC, pling cuma di skip~ Tapi mungkin next chapternya ada…(sensor)

Trus juga saya mau curhat.__. Jadi gini, saya nggak maksa kok untuk koment, tapi jujur saya sedih ngeliat koment nya nyusut dari yg di Chap 1 ke Chap 2. Saya nggak mau maksa Readers untuk koment, tapi sayanya nyesek :’) Pokoknya saya nggak mau maksa untuk koment(?)! Asalkan ada yg suka aja udh cukup kok^^ Makasih banget yg masih mau baca FF ini :)

WP pribadi : Kyohaerinhoonra.wp.com (Saya lagi rombak blog, jadi untuk next chapter yg mungkin di publish disana, harap ditunggu sebentar ya^^)

Tertanda,

Luhan beserta Istri

 

 


The Kindest People Always Get Treated Like Shit

$
0
0

The kindest people always get treated like shit.

Author: Silvara

Genre: Alternate Universe, Sad, Tragedy

Rating: PG-15

Length: Ficlet

Main Cast: -Park Luna (f(x) members)

-Wu Yi Fan (Exo members)

-Oh Sehun (Exo members)

-Kim Nari (wa$$up members)

-Park Jinju (wa$$up members)

-Song Dain (wa$$up members)

-Yoon Yejin (wa$$up members)

-Bang Minah (Girls’ day members)

Other cast: Find in the story

Disclaimer: Hai! this Is my first time to make a fanfiction so yea, kalo ada kesalahan tolong diberikan kritik dan juga saran ya. Oiya pemilihan cast disini tidak ada maksud menjelekkan siapapun. Storyline is belong to me, tetapi cast hanya milik Tuhan semata. Terus kan itu cast nya ada yang beda-beda umurnya, anggep aja semua castnya umurnya sama. Sekian dan terima jodoh. Enjoy reading dan jangan lupa comment ^^

***

 

-Luna’s POV. January 10, 2014-

“Errgh..” aku ngulet ditempat tidur, terbangun oleh cahaya matahari yang memaksa untuk memasuki ruang mataku. Lalu aku melirik jam… “HAH? UDAH JAM 6? TIDAAAK AKU BISA KESIANGAN” teriakku panik. Aku bergegas merapihkan tempat tidur dan mengambil handuk untuk mandi. “Salah kamu sendiri sih kak tidurnya malem-malem,” ujar Mamaku, sambil menaruh satu buah pancake dan susu di meja kamarku. “Mama sih ga ngebangunin aku..” aku bergegas untuk mandi.

-di SMA LABSCHOOL GWANGJU. January 10, 2014-

“Makasih ya mah..luna masuk dulu,” ujarku pada mamaku sambil mencium tangannya.

“Akhirnya aku masuk sekolah juga, setelah libur panjang yang membosankan. Aku tak sabar untuk bertemu dengan sahabatku, juga Kris..” ucapku dalam hati sambil memandangi lingkungan sekitar. Ya, aku sudah naik kelas sekarang, aku resmi menjadi anak kelas 3. And the only reason aku semangat masuk sekolah lagi hanyalah Dia, Kris Wufan, yang dari kelas 2 kukagumi.

Tiba-tiba… “Brukk!” aku menabrak seseorang karena terlalu asyik memandangi sekolahku. “Mianhae, aku tidak sengaja.” Dia seorang perempuan, perawakannya terlihat seperti… “Loh, minah? Aduh aku benar-benar minta maaf telah menabrak mu!” ujarku. “Eh…Luna? aku juga sangat minta maaf telah menabrak mu.. lagian kamu ngapain mandangin sekolah ini sih? Kayak anak baru aja,” ujar minah sambil tertawa. “Ehe..gapapa. Aku lagi mencari kelas ku, 12 IPA 2. Kamu tau gak dimana?” ya, maklum saja. Sekolah ku terdiri atas 3 lantai, dan kelasnya sangat banyak. Wajar saja aku kebingungan seperti ini. “Oh, mari aku antar. Aku kelas 12 IPA 1,” ujar minah. Aku membalas dengan anggukan. Sambil mengantarkanku ke lantai 3, minah bercerita bahwa dia putus dengan pacarnya karena ia tidak kuat untuk LDR-an (Long distance relationship, red) dan minah sedang menyukai anak 12 IPA 5 yang bernama Kris Wufan. Aku sangat kaget saat mengetahui Minah menyukai Kris. “Sakit banget gak, sih, lun, mentang-mentang kita LDR-an, trus dia bisa bohongin aku gitu aja. Dia bilang dia sayang sama aku, ternyata dia selingkuh. Aku udah capek pacaran sama orang yang ganteng.” minah bercerita begitu berapi-api. “Aku lebih baik sama orang yang wajahnya biasa aja tapi kelakuannya baik daripada sama orang ganteng tapi sok kecakepan,” ujar minah. “Loh, jadi maksud kamu Kris itu gak ganteng?” ujarku sedikit ngotot. minah menyenggol tanganku dengan sikutnya. “Yee, gak gitu maksudnya lun. Kris itu keren, karismatik dan baik banget. Dia gak seperti orang bilang bahwa dia jutek, kenyataannya dia gak jutek sama sekali. Meskipun dia sering diledekin karena giginya, that’s all don’t matters. Yang penting personality-nya. Don’t judge a book by its cover, kan, lun.” ujar minah. Aku hanya menganggukan kepalaku. Tak terasa aku dan minah sudah sampai di lantai 2. Aku hanya terdiam mendengarkan cerita Minah. “Gak kebayang gimana capeknya jadi anak kelas 3,” ujar minah. Akhirnya aku dan minah akhirnya sampai di lantai 3. “kelas kamu disana, tuh.” Kata minah sambil menunjuk lurus ke kelas yang pintunya terbuka. “Terimakasih minah,” ujarku sambil tersenyum simpul kepada minah. “Sama-sama,” minah tersenyum, lalu melanjutkan kalimatnya “Aku ke kelasnya kris dulu ya,” aku terdiam, tidak mau mendengarkan kalimat Minah.

Aku berjalan menuju kelas ku dengan sedikit lesu dan ragu. Dari luar sudah terdengar gelak tawa, “Wah, pasti orangnya asik-asik nih.” ucapku dalam hati. Aku memasuki kelasku, Ternyata orang yang sedang tertawa adalah Nari, Jinju dan Dain. Entah kenapa setelah aku memasuki kelas, gelak tawa itu berhenti. Sekarang mereka malah berbisik-bisik melihat ke arah ku, lalu mereka bertiga tertawa kecil. Sejujurnya aku kurang nyaman jika ada orang yang bersikap seperti itu, tapi aku mencoba untuk Positive thinking. Aku menyapa mereka, “Hai.. kalian ada yang belum dapat teman sebangku?” mereka memandangiku dari atas sampai bawah dengan tatapan sinis. “Kita semua udah dapet, Lo cari aja sendiri.” ujar Nari berlalu, yang diikuti tatapan sinis Jinju dan Dain. Aku Cuma bisa terdiam. Jinju dan Dain pun ikut berlalu bersama Nari, mereka keluar kelas. “Salahku apa sih?” ucapku dalam hati. Aku menaruh tas ku dimeja yang kosong. Aku keluar kelas, berjalan menuju kelas 12 IPA 4 dengan lemas.

-Nari’s POV, dikelas 12 IPA 2. January 10, 2014-

“Hahahahaha!! Emang sehun tuh kelakuannya lucu, selain itu dia ganteng!” ujarku sambil menunjukan foto sehun saat dia lomba makan kerupuk saat sd. Teman ku tertawa terbahak-bahak melihat fotonya, “Na, lo liat ekspresinya! Mupeng banget makan kerupuknya! Hahahahahahahaaha!!” ujar Dain sambil tertawa terbahak-bahak. “Aduh perut gue sakit ketawa mulu,” ujar Jinju. Dain lalu mempraktekkan ekspresi sehun saat lomba makan kerupuk, yang disambut gelak tawa oleh Jinju. “Hahahahahaah cukup woy cukup! Perut gue sakit banget nih” ujar Jinju. Saat aku, Dain dan Jinju asyik ngobrol, tiba-tiba seorang perempuan memasuki kelas ku. Aku menyipitkan mataku, “Lah, itu Luna kan? Ngapain dikelas kita?” kataku setengah berbisik ke Dain dan Jinju. Mereka pun berhenti tertawa. “Ih, iya, musuh lo dari kelas 2 jangan-jangan sekelas sama kita!” kata Jinju. “Sok innocent banget mukanya, gue kepret miskin lo.” Kata ku kepada Jinju dan Dain, lalu mereka tertawa kecil. “Sssst dia nyamperin, sinisin dia ya” bisik Dain yang direspon dengan anggukan oleh aku dan Jinju. “Hai.. kalian ada yang belum dapat teman sebangku?” ujar Luna. “Kita semua udah dapet, Lo cari aja sendiri.” ujarku sambil berlalu keluar kelas, tak lama kemudian Jinju dan Dain juga keluar kelas. “Luna, gue akan bikin lo sengsara dikelas ini.” Ujarku yang direspon dengan anggukan oleh Dain dan Jinju, tanda setuju. Aku, Dain dan Jinju pun ke kantin.

-Luna’s POV, dikelas 12 IPA 4. January 10, 2014-

“Gue gak ngerti salah gue apa, hun. They shut me out just like that,” curhatku kepada Sehun, sahabatku dari kelas 2 SMA. Berawal dari teman satu kelas, teman satu les, kitapun lama-lama dekat dan menjadi sahabat. “Mana tadi si Minah cerita kalo dia suka sama Kris, hari pertama gue masuk sekolah hancur. Minah tuh kayak udah deket sama Kris, hun.” Kataku sambil cemberut. “It was a bad day ever,” aku menghela nafas panjang. “Udahlah, lu positive thinking aja. Dia lagi pms kali, cewek kan kalo lagi pms udah kayak macan putih keluar dari suaka margasatwa.” Aku menoyor Sehun. “Masalahnya bukan itu, hun. Pas gue baru masuk kelas mereka masih ketawa-ketiwi. Eh, pas mereka nyadar kalo ada gue, mereka langsung pada bisik-bisik dan ketawa-ketawa kecil. Lo tau sendiri kan hun kalo gue paling gasuka digituin, tapi gue mencoba positive thinking dan nyamperin mereka. Gue malah berakhir disinisin,” aku menghela nafas. “Yaelah, lembek banget sih lu jadi cewek. Biasanya lu gak kayak gini. Dan masalah Minah, Kris ilfeel sama Minah. Minah nya ngejar-ngejar dia melulu. Cuma si Kris nggak nunjukin aja, dia kan gak tegaan.” ujar sehun yang lalu menyedot Milo-nya. “Udahlah gausah dipikirin. Emang temen lu mereka doang? Kagak kan? Masih ada gua kali, woles aja” ujar sehun sambil menepuk-nepuk pundakku. “Hmm. Makasih, ya, hun.” Ucapku sambil tersenyum. “Iya sama-sama, luna.” Sambil menatap mataku dalam-dalam, ia tersenyum.

“KRIIIING!! KRIIIING!! KRIIING!!” Bel masuk memecahkan keheningan kita berdua. “Hun gue masuk kelas dulu ya,” akupun berlari menuju kelas.

-di 12 IPA 2. January 10, 2014-

“Lun, kamu duduk sama Yejin aja. Dia juga sendirian, tuh.” Sooyoung mencolek pundakku. “Oh, terimakasih sooyoung.” Aku tersenyum kepada sooyoung. Akupun ke meja Yejin. “Hai, Yejin. Aku boleh duduk sama kamu?” “Oh, tentu boleh!” Yejin tersenyum.

Hari berganti hari, entah kenapa Yejin bersikap sangat berbeda dari waktu pertama kami duduk berdua. Dia sekarang sering mengacuhkanku, dia pun hanya mau bergaul dengan gengnya Nari, tapi tidak mau bergaul denganku. Dan aku, tidak pernah tau alasannya.

-Author’s POV. February 20, 2014-

Suatu hari, Luna benar-benar tidak kuat. Luna memaksa Yejin untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. “Yejin, tolong jelasin ke aku apa yang terjadi? Aku gak kuat dicuekkin kayak gini apalagi kita satu bangku! Tolong yejin, kasih tau aku!” ucap Luna setengah menangis, sambil menggoyang-goyangkan tubuh Yejin. Mata Yejin mulai berkaca-kaca. Yejin lalu setengah berteriak, “Aku mengacuhkan kamu kayak gini tuh karena aku disuruh sama Nari dan gengnya! Aku diancam!” Yejin pun akhirnya menangis. Dan menceritakan semuanya.

-Yejin’s POV, di Kantin. January 28, 2014-

“Eomoni, pesen es cokelatnya 1 ya. Dibungkus aja,” ucapku sambil memberi uang 5000 won. “Iya, non. Pake taburan gula gak non?” “Gak usah, eomoni.” Tiba-tiba terdengar suara teriakan Nari dan Gengnya. “Yejin!!” mereka nyamperin aku dengan tatapan tajam. “Kita harus bicara sama lo!” ucap Jinju dengan tatapan tajam “Bi..cara apa ya?” ujarku “Gausah banyak tanya deh!” ucap Dain. Nari hanya menatap ku dengan sinis. “Kok gak biasanya mereka kayak gini, ya?” pikirku. “Nih, non es cokelatnya.” Eomoni memberikan satu plastik es cokelatku. “Terimakasih, eomoni.” Aku tersenyum kepada eomoni. Jinju menarik tanganku kasar, membawa ku ke gudang sekolah. Badanku didorong oleh Dain dan Nari “Elah lo jalan lama banget sih!”

Sesampainya di gudang, mereka menyudutkan ku ke tembok. “Kalian kenapa sih? Kok jadi kasar sama aku? Kalian mau ngapain aku? Aku salah apa sama ka–“ Nari menyumpal mulutku dengan sapu tangan pink miliknya. “Ambilin tali. Cepetan!” Nari setengah membentak Dain. Dain membawakan tali yang lalu diikatkan ke tanganku. Aku mencoba memberontak tapi tak bisa. Mereka bertiga dan aku hanya sendiri. Nari membuang sapu tangannya yang tadinya disumpalkan kepada ku. “Kita mau, lo jauhin si Luna!” bentak Nari. “Kenapa aku harus jauhin dia? Emang dia salah apa?” Plak! Nari menampar pipiku. “Luna itu deket sama Sehun! Gue suka sama Sehun dan gue gaksuka ada cewek b*tch kayak Luna yang berani deket sama Sehun!” bentak Nari, dengan suara yang sangat keras. “Tapi dia gapunya salah sama aku! Kenapa aku mesti jauhin dia? Hati nurani kalian di–“ Plak! Jinju menampar pipiku. “Lo harus jauhin Luna! Kalo nggak, ya…. pisau ini jawabannya.” Bentak Jinju sambil mengeluskan pisau ke leher ku. “Aku mohon..jangan bunuh aku…” ucapku dengan lirih. “Ya kalo lo gamau kita bunuh, lo harus jauhin Luna!” bentak Dain dengan suara sangat keras. “Baik..baiklah aku akan menjauhi Luna, asal jangan bunuh aku. Kumohon..” ucapku sambil menangis. “halah, gitu aja nangis.” Ucap Nari sambil mencibir.  “Sebagai hadiahnya…lo harus gabung sama kita. Sampe kita liat lo ngobrol sama Luna, lo tau apa akibatnya, kan?” ucap Dain sambil mengelus pipiku dengan pisau. “I..iya…aku janji ga komunikasi lagi sama dia…. Sekarang tolong bebasin aku…”

-Luna’s POV. February 20, 2014.-

Yejin menangis terisak-isak menceritakan semua itu. “Ja..jaj..jadi be..be..git..u.. lun…” Yejin mengelap air matanya. “K..kk..kalau.. did..di..dia li..at ak..ku.. ng..ngg..ngobrol sama kamu, a..a..ku akan..” dia berhenti sejenak, “dibunuh…” dia menangis terisak-isak setelah melanjutkan kalimatnya. “Yejin, kamu gak perlu khawatir. kamu gak perlu mengacuhkan aku lagi, Aku berjanji untuk melindungi kamu.” Ujarku sambil mengusap pundaknya. “Aku akan laporkan ini kepada yang berwajib,” ucapku dengan tegas. “Jaj..jjj..jangan lun…kumohon….” “kenapa yejin? Ini sungguh keterlaluan!” “aku mohon, jangan, luna. Biarkan ini menjadi rahasia. Tolong..” aku menghela nafas, “yasudah, aku terserah kamu aja.” Ucapku sambil mengusap pundaknya. “jangan nangis lagi, ya.” Yejin tersenyum kepadaku.

-Oh Sehun’s POV. February 21, 2014-

“Ya, jadi gitu, hun…” Aku kaget mendengar cerita luna, bahwa Nari menyukaiku dan ia menjauhi Luna karena itu. Sampai-sampai ingin membunuh Yejin…. Ini jelas sungguh keterlaluan. “Apa-apaansih tuh cewek! Kampungan banget caranya!” teriakku, kesal. “We must stop them, hun. Kalo nggak, bisa-bisa Yejin dibunuh.” Luna menghela nafas dan melanjutkan kalimatnya, “Kalo kita nggak cepet-cepet, gue juga bisa dibunuh.” Ujar luna, lirih. “Gua tuh paling gak suka tau gak sih kayak gini! Apaansih!” luna mengusap pundakku. “kita pasti bisa, kok, mengatasi semua ini. Yakin sama gue. Oh, iya.” Dia merogoh sakunya, memberikanku selembar kertas. “Apaan, nih?” aku membuka lipatan kertas itu. “Simpen ini, ya.” Aku membaca tulisan di kertas itu. “Apaan, sih, lu? Lu ngapain segala nulis ginian?” “Udahlah, simpen aja.”

-Luna’s POV, di Kantin. February 23, 2014-

“Abeoji, pesen sotonya 1 ya. Gausah pake kecap, sambel nya yang banyak.” “sip, Non. 8000 won ya” “terimakasih, Abeoji.” Ucapku sambil memberi 8000 won. Sambil menunggu soto yang ku pesan, aku melihat Nari dan Gengnya berjalan ke arahku. “Minggir-minggir! Gue mau beli soto!” ujar Nari sambil menabrak pundakku. Aku mengelus-elus pundakku sambil menatap mereka dengan sinis. “Kenapa? Gak suka?” bentak Nari. Aku hanya diam. “Nih, non, sotonya.” Aku baru ingin mengambil sotoku, Nari sudah mengambil sotoku duluan. “Terimakasih, pak.” Ujar Nari sambil member 8000 won. “Ups!” Nari menumpahkan sotonya dibajuku, “Aaaah!” aku menjerit kepanasan. “Duh, maaf ga sengaja!” diapun tertawa sambil berlalu bersama gengnya.

Aku menangis tersedu-sedu di toilet atas perlakuan Nari kepadaku. Tiba-tiba terdengar gelak tawa perempuan… “Pasti itu nari dan gengnya..” gumamku. Aku menghentikan tangisku. Samar-samar terdengar mereka sedang membicarakanku. “Hahaha! Gue gak bisa lupain ekspresinya si Luna waktu gue tumpahin soto di bajunya, kocak banget!” “Iya..paling bentar lagi dia ngadu sama sehun! Hahaha!” “Salah sendiri sih nekat ngobrol sama si f*cking Yejin, dikira kita gak tau kali ya? Hahahaaha!” “Liat aja tuh si Luna. Have fun, babe. Sebelum lo kita bunuh! Hahahaha!” Aku shock mendengar pembicaraan mereka. Ternyata mereka tau bahwa pada hari itu, aku mengajak Yejin bicara.

 

-Nari’s POV. February 20, 2014-

“Melas banget ya! Hahahaha!” aku membicarakan si b*tch luna sambil menuju kelas. “Eh, tunggu dulu. Yejin mana? Kok gabiasanya dia jajan sama kita?” “Jangan-jangan…. dia lagi sama Luna!” aku dan yang lain mengintip dari jendela untuk melihat keadaaan kelas. Ternyata benar saja, Luna sedang mengobrol dengan Yejin sambil menangis. “Oh, jadi begitu, Yejin? Kau mengingkari janji kita? Haha..berani-beraninya kau. Dan Luna.. umurmu hanya sebentar.”

“Oke, guys. Kita harus buat rencana. Kita harus memusnahkan dua mahkluk itu secepatnya!” ujarku sambil berbisik. “Kita harus bikin dia celaka.” Bisik Jinju “Gimana kalo Luna kita traktir dulu dikantin, baru kita abisin di gudang!” ujar Dain dengan antusias. “Ide bagus!”

-Nari’s POV, di 12 IPA 2. March 5, 2014-

Mataku menelusuri penjuru kelas. Terlihat Luna sendirian membereskan tas untuk pulang. “Nah! Itu dia. Good timing, dia sendirian. Guys, are you ready?” bisikku pada Jinju dan Dain. “We will always ready,” kata Jinju dan Dain berbarengan.

“Hai luna..kamu kok sendirian aja? Kita mau minta maaf atas perlakuan Nari yang telah menumpahkan soto ke baju kamu,” ujar Dain dan Jinju. “Iya, gue mau minta maaf. Gue sadar kalo gue itu salah banget udah memperlakukan lo kayak gitu. maafin gue, ya?” luna masih memasang wajah tidak percaya. Dia tampaknya heran kenapa kita menjadi sangat baik kepadanya. “Hmm..ya sejujurnya aku sakit hati sih pas kamu memperlakukan aku seperti itu, apalagi itu di ruang publik. Tapi, setiap orang berhak diberi kesempatan kedua, kan? Iya, aku maafin kalian.” Ujar luna, tersenyum sambil berjabat tangan denganku, lalu dengan Jinju, dan terakhir Dain. “Terimakasih, luna. Sebagai hadiahnya…gimana kalo kita traktir kamu dikantin? Nari bakalan bayar semuanya!” seru Jinju. “Jinjja? Wah terimakasih banyak tawarannya..tapi aku ingin buru-buru pulang. Aku ada les,” ujar Luna dengan ekspresi tidak enak. “Ah sudahlah Luna gapapa, hanya sebentar, kok. Kapan lagi kita mau traktir kamu? Iya gak, girls?” ujar Dain. “Hmm..yasudah, tapi hanya sebentar kan ya?” kata Luna. “Iya, Luna. Tenang saja,” kata Jinju sambil tersenyum.

-Nari’s POV, di Kantin. March 5, 2014-

“Luna…kamu mau beli apa?” tanyaku. “aku mau beli es cokelat aja Na..” kata Luna. “Loh..itu aja? Ayo dong beli yang banyak!” Seru Dain. “Ah gapapa es cokelat aja, tadi aku udah makan soalnya..” kata Luna sambil tersenyum. “Hoek. Aku enek liat senyumannya yang sok innocent itu. Liat saja, Luna, senyumanmu akan berubah menjadi tangisan.” Kataku dalam hati. “Yasudah kalo begitu…Eomoni! Pesan es cokelatnya satu ya!” teriakku. Direspon dengan anggukan oleh Eomoni.

“Nah ini es cokelat mu Luna. silahkan dimakan,” ujarku sambil tersenyum. “Kalian kok gak beli juga? Aku jadi gaenak makan sendiri nih..” kata Luna sambil memakan es cokelat. “Ah gausah..ini kan hadiah buat kamu. Jadi spesial buat kamu,” ujar Jinju. “Cepetan kek makannya. Udah kayak putri solo aja kalo makan lama banget.” Ucapku dalam hati, tak sabar.

“Lun udah dulu yuk makannya, kita mau ngasih surprise buat kamu. sebagai permintaan maaf kita,” ujarku. “Oh, gitu, ya? Dimana emangnya?” Jinju langsung menarik tangan Luna, “Udah, yuk, ikut aja. Seru kok!” seru Jinju.

-Nari’s POV, di Gudang. March 5, 2014-

“Ha?! kalian ngapain ngajak aku kesini?” seru Luna, panik. “Ya buat bunuh lo lah! Lo fikir kita sudi bersikap baik sama lo? Hah? Lo fikir kita gak tau kalo lo ngobrol sama Yejin?” bentakku, lalu menampar pipi Luna. “Jinju..ambilin pisau! Cepet!” seru Dain. “Sambil menunggu Jinju ngambil pisau, apa kata-kata terakhir yang pengen lo ucapkan.. hmm?” Dain mengelus pipi Luna lalu menamparnya. Luna terlihat ketakutan, bibirnya bergetar. “Cepet ngomong!” bentakku didepan wajahnya. “Aku mau minta maaf sama semua orang!” Luna teriak sambil setengah menangis. “Nih.” Jinju menyerahkan pisau kepada Dain. “Dain, sini pisaunya!” seru ku. Dain menyerahkan pisau kepadaku. “Tidak! Tidak jangan aku tidak mau mati! Tolooong!! Tolong!!!” teriak Luna sambil menangis. “Tidak ada yang akan bisa menolong lo, b*tch! Goodbye, Luna.” Aku menusukkan pisau ku dilehernya, tepat di nadinya agar ia cepat mati. Brakk!! Tibatiba pintu gudang didobrak oleh….Kris. “Ngapain lo disini!” seruku panik. “Luna!!!!!” kris menjerit ketika melihat Luna berlumuran darah. “Guys ayo kita kabur!” bisikku pada Jinju dan Dain.

-Kris’s POV-

Aku berjalan menuju kelas 12 IPA 1 untuk mengambil buku komik-ku yang dipinjam oleh Minah. Saat melewati 12 IPA 2, aku berhenti sejenak. aku melihat pemandangan yang tidak biasanya. Gengnya Nari mengobrol dengan Luna. Padahal aku tau bahwa mereka sangat tidak menyukai Luna, dan mereka pernah menumpahkan soto dibaju Luna. Mengapa aku tau itu semua? Karena aku menyukai Luna.

Akupun tidak jadi ke kelas Minah, aku lebih memilih mengawasi Luna dari kejauhan karena aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Saat mereka selesai bercakap-cakap, aku menyembunyikan diri ke kelas 12 IPA 1. “Loh kamu ngapain kris ke sini, terlihat buru-buru juga. Ada apa?” tanya Minah. Aku jawab dengan gelengan. Saat mereka sudah pergi, aku menguntit mereka dari belakang. Dengan langkah hati-hati, ternyata mereka pergi ke Kantin. Terlihat Nari sedang mentraktir Luna. “Pasti ada yang tidak beres,” gumamku. Setelah mengawasi cukup lama, Luna diajak ke suatu tempat oleh mereka. Luna ditarik dengan paksa oleh Jinju. “Tidak, luna pasti akan dibuat celaka.” Aku menguntit mereka dari belakang, sampai akhirnya mereka sampai digudang. Aku mendengarkan dari balik pintu gudang, Luna ditampar dan disiksa. “Aku tidak bisa diam saja. Ini sudah sangat keterlaluan.” Sampai akhirnya aku mendengar suara seperti sesuatu yang ditusuk. “Pasti Luna ditusuk.” Gumamku. Aku mendobrak pintu gudang dan.. aku melihat Luna berlumuran darah. “Luna!!!!!!!” jeritku. Aku berlari kehadapan Luna. Aku menyesal terlambat menyelamatkannya. Aku menangis tersedu-sedu. “Maafkan aku, Luna..” aku langsung mengabarkan kabar duka ini kepada Sehun dan Minah.

-Author’s POV, di Pemakaman. March 6, 2014.”

Yejin menangis tak percaya. Dia ingat bahwa Luna pernah mengatakan padanya, “Aku akan melindungimu.”. Sehun, yang dikenal cowok tahan banting, menangis terisak di Pemakaman Luna. Ia Ingat bahwa Luna pernah memberi Sehun benda itu, yang membuatnya marah. Sahabat yang ia sangat sayangi, sekarang telah tiada. Kris yang dikenal sebagai cowok cool, menangis terisak di Pemakaman Luna. Ia menyesal mengapa ia tidak menyatakan perasaannya dari dulu.

“Kris, tolong baca ini.” Ujar Sehun sambil memberikan kertas. Kris membuka lipatan kertas itu, dan membacanya.

Ayah, Ibu, Sehun, dan Kris. Aku mau minta maaf atas segala kesalahanku. Aku tidak kuat hidup lagi, aku sudah terlalu sering mengalami tekanan. Mungkin didepan kalian aku tertawa lepas, tapi kalau aku sendirian aku menangis karena tidak ada yang bisa mengerti keadaanku. Aku sadar bahwa aku sudah tak lagi dibutuhkan disini, makanya Tuhan menyuruhku untuk pulang. Aku yakin, aku akan tenang di-Sana. Kalian juga pasti tenang disini, karena tidak ada yang menyusahkan kalian lagi, kan? J  dan untuk Kris… kamu ingin tau apa yang aku rasakan? Aku sakit ketika melihat kamu berdua dengan Minah, tertawa dengannya. Aku selalu bertanya kapan aku berada di posisi Minah, aku selalu bertanya kapan aku bisa menjadi orang yang kau butuhkan ketika kau sedih, aku selalu bertanya kapan aku bisa menjadi tempatmu untuk bercerita apa saja hal yang kau alami. Aku hanya bermimpi, Kris. Aku sadar bahwa Minah lebih cantik daripadaku, Cowok setampan kamu tidak akan melirik cewek biasa sepertiku. Kris, aku harap kamu mengerti sesakit apa hatiku saat ini.

With Love,

PARK LUNA.

February 5, 2014.”

“Dia menulis surat ini tepat sebulan sebelum ia meninggal?!” teriak Kris tak percaya. “Ya..” sehun hanya menatap kebawah. “Gua harap lu mengerti perasaannya, kris.” Sehun menatap sendu ke arah kuburan Luna. “Tapi hun, Gua juga suka sama Luna!”

Kamu tidak akan pernah merasakan kehilangan, sebelum orang yang kamu sayangi benar-benar pergi.

 

 

THE END


Thorn of Love (Chapter 1)

$
0
0

Thorn of Love

Part 1 (That Time…)

 

Author             :           Yoon94 / Oriza Mayleni

 

Main Cast        :

  • Byun Baekhyun
  • Oh Sehun
  • Byun Heejin

Support Cast   :

  • Kim Jongdae (Chen)
  • Choi Yunae
  • Byun Junghwa (OC)
  • Etc..

 

Genre             :           Romance, Angst

 

Rating                         :           PG13

 

Length             :           Chapters

 

Backsound      :           K.Will – Dream (Music Box Ver.) *must listen, highly recommended .-.

 

Ide pokok cerita pure from my complicated mind (?), terilhami saat disuatu malam muter lagu lama favorit EXILE – The Road #eaaaaa dipadukan dg lagu S.M. The Ballad Chinese ver. dan jadilah FF aneh bin ajaib ini xD well be a good readers OK! Happy reading~~
Yang gak punya lagu K.Will – Dream versi music box, bisa download dulu dilink dibwh : http://www.youtube.com/watch?v=inbwgWhnG9g

Monggo~~~ ^^

Thorn of Love (1)

~oOo~

 

I miss you, how long has it been since I last saw you?

That time, when I let go of your hand, I sighed, alone, regretting letting you leave…

Author’s POV

“Maaf, kartu ini tidak bisa digunakan” ucap seorang wanita berumur sekitar 30’an dari balik meja kasir

Diseberang meja berbahan marmer mengkilap tersebut berdiri seorang laki-laki muda dengan seragam sekolah yang tak begitu rapi, dasi yang terpasang dilehernya sedikit longgar, kemeja putihnya terlihat menjuntai keluar, rambutnya yang berwarna hitam pekat itu pun terlihat sedikit tak beraturan namun penampilan kacau laki-laki tersebut tak serta merta membuat orang memandangnya dengan sebelah mata karena dari seragam sekolah yang dia pakai saja, orang pasti sudah tahu dia berasal dari keluarga menengah keatas. Sebuah name tag bertuliskan ‘Byun Baekhyun’ terpasang rapi diatas lambang berbentuk mahkota berwarna gold dan merah marun dengan huruf ‘J’ ditengahnya, Junsang International Academy, itulah nama sekolah dimana nama Baekhyun terdaftar sebagai salah 1 siswa tingkat akhir.

Baekhyun membuang nafas berat seraya mengambil sebuah kartu kredit lagi dari dompetnya lalu menyerahkan pada kasir wanita tadi. Hanya selang beberapa detik, kasir tersebut kembali memasang ekspresi yang sama seperti sebelumnya.

“Maaf tuan, kartu ini juga diblokir”

“Sial!” Umpat Baekhyun pelan sambil menatap jengkel 4 platinum credit card miliknya yang tergeletak diatas meja.

“Tunggu sebentar” Ucap Baekhyun pada si kasir, tanpa perlu menunggu jawaban kasir tersebut, Baekhyun membalikan badan lalu menekan kombinasi angka di ponselnya yang segera menghubungkannya pada seseorang diujung sana

“Chen kau dimana?”

“Ya ya ya…bisakah setidaknya kau mengatakan halo atau apa?”

Baekhyun tersenyum kecut mendengar perkataan salah satu sahabatnya yang bernama asli Kim Jongdae itu diujung sana.

“Baiklah, Halo! Jongdae-ssi kau sekarang ada dimana?”

“Aigoo kau manis sekali menanyakan keberadaanku..hahaha”

“Ya! Aku sedang terburu-buru, cepat datang ke Verameat Restaurant diblok 3 jalan XXX Gangnam, aku tunggu”

Tuttttt…Baekhyun menekan tombol merah diponselnya tanpa ampun dan melakukan aktifitas baru yaitu menunggu dan menunggu. Selang 10 menit, suara lonceng khas menggema direstoran elit tersebut yang berarti seseorang baru saja membuka pintu kaca mengkilat milik restoran Italia itu. Seorang laki-laki dengan rambut ikal kecoklatan dan berseragam persis seperti milik Baekhyun memasuki restoran dengan tergesa-gesa. Matanya berpencar lalu berhenti pada sosok Baekhyun yang tengah menatapnya heran.

“Ya! Kau—“ belum lagi Chen menyelesaikan omelannya, gerakan kepala Baekhyun yang mengarah pada sesuatu diatas meja menghentikan aksi mulutnya.

Chen merogoh kantong mengambil dompet lalu menyerahkan beberapa lembar uang pada seorang wanita yang tak tahu siapa namanya namun Chen tahu pasti kepada wanita itulah dia harus menyerahkan uangnya.

“Terima kasih atas kedatangan anda tuan. Silahkan datang lagi”

Kalimat yang meluncur dari pegawai restoran membuat Baekhyun lega bukan main.

“Maaf aku memanggilmu kesini tiba-tiba dan owh ya aku akan mengganti uangmu”

“Ini bukan masalah uang, kau tahu? Aku kira kau tiba-tiba dirampok atau pingsan karena telponmu mati begitu saja” keluar sudah semua unek-unek dihati Chen

Kalau saja Chen tidak ingat laki-laki ini adalah teman baiknya, tak tahu apa yang sudah dilakukan Chen sejak tadi.

“Maaf, situasiku sedang darurat karena aku harus menahan malu hanya untuk sepiring ratatouille dan kartu kredit laknat”

Baekhyun dan Chen menghentikan langkah mereka saat sudah berada diluar. Semilir angin sore menerpa wajah keduanya yang memiliki ekspresi sangat berbeda. Chen menatap nanar kearah Baekhyun sambil melipat tangan didada, mulutnya bergerak-gerak namun sama sekali tak meluncurkan satu kata-pun sedangkan yang diperhatikan masih fokus meredam emosi dan menetralkan wajahnya yang merah padam.

“Benarkan yang kubilang” Chen berujar masih dengan menatap Baekhyun iba

“Mwo?”

“Ayahmu tidak akan memberikan kemudahan kali ini…kurasa”

Baekhyun memutar bola mata sambil menghembuskan nafas berat

“Aku—“

“Ya! Ya! Ya! Itu seperti mobilmu…”

Baekhyun baru hendak marah karena Chen memotong ucapannya namun kata ‘mobilmu’ membuat kepalanya ikut menoleh kearah telunjuk tangan Chen dan wala! Mata Baekhyun membulat sempurna melihat Porsche Boxster putih miliknya sedang bersama mobil Derek. Tanpa perlu perintah, kedua orang itu berlari cepat.

“Ada apa ini?” tanya Baekhyun langsung

“Apa anda tuan Byun Baekhyun?”

“Iya. Kenapa kalian menderek mobilku?”

“Maaf, kami hanya menjalankan perintah dari tuan Byun Junghwan. Kami permisi”

Baekhyun membatu ditempat. Kartu kredit, mobil, lalu nanti apalagi? Sekarang dia benar-benar miris.

“WOW!  Ayahmu memang luar biasa”

“Antar aku pulang…”

~oOo~

Seorang pria berumur sekitar 40 tahun lebih melirik arloji berwarna perak ditangannya. Jarum arloji tersebut menunjukkan pukul 3 sore lebih 25 menit. Hatinya tiba-tiba merasa lebih berat dari sebelumnya, matanya merah dan berair, ekspresi wajahnya yang sulit dijabarkan itu memberikan kesan dia sedang mengalami suatu masalah pelik. Tanpa diduga, sebulir air mata akhirnya jatuh, pria tersebut mengusap pelan pipinya lalu berjalan menghampiri seorang gadis yang tengah asik dengan kaktus-kaktus yang berjejer rapi didalam sebuah rumah taman. Tangan tua pria tersebut menyentuh puncak kepala gadis tadi dengan lembut dan hati-hati. Gadis tersebut menoleh lalu memberikan senyuman hangat, bahkan lebih hangat dari sinar matahari disore itu.

“Ayah harus kembali ke Seoul sekarang. Besok Ayah akan menjemputmu”

Gadis tersebut diam lalu menundukkan kepalanya, kedua tangannya saling bertautan dan mengepal keras.

“Ada apa Heejin sayang? Kau tidak mau pulang?”

“Apa..aku tidak bisa tetap disini saja?”

Heejin, gadis berumur 17 tahun dengan rambut panjangnya yang hitam lurus, kulit putih pucat, bibir yang berwarna pink pucat, serta kornea mata yang sehitam arang itu bersuara sangat pelan. Kepalanya masih menunduk.

“Kenapa? Kau tidak mau tinggal bersama Ayah? Dan lagi apa kau tidak mau bertemu oppa-mu?”

Heejin diam. Ya, dia memang seorang gadis yang sangat pendiam, lebih-lebih jika mendengar kata ‘oppa’.

“Heejin….sudah sejak kelas 5 SD kau disini, sudah hampir 7 tahun kau meninggalkan kami dan tidak pernah pulang. Kali ini Ayah mohon pulanglah, sekolah umum di Seoul tidak kalah bagus dari sekolah asrama Woosung ini, Ayah janji akan mencarikanmu sekolah yang terbaik, Ayah janji kejadian 8 tahun lalu tidak akan terulang. Jadi Ayah mohon…”

“Apa semuanya sudah berbeda?” Heejin mengangkat kepala lalu menatap Ayahnya yang langsung mengangguk yakin

“Baiklah”

“Terima kasih sayang”

Heejin memejamkan mata merasakan hangat pelukan Ayahnya.

“Berkemaslah dan tidur cepat malam ini”

Heejin mengangguk lalu melepas pelukan Ayahnya.

“Pulanglah appa, hari sudah mau gelap”

“Arraseo. Appa pergi dulu, sampai jumpa besok”

Byun Junghwan mengecup lembut kening putrinya lalu berjalan pergi dengan langkah berat. Saat sudah sampai didalam mobil Audi A6 hitam miliknya, mata Junghwan kembali berair melihat amplop coklat dikursi penumpang bagian depan tepat disebelahnya. Tangannya yang mulai keriput mengusap pelan wajahnya yang penuh raut khawatir, sedih, dan takut. Junghwan menarik nafas pelan menstabilkan emosinya, dia sadar dirinya terlalu tua untuk menangis tersedu-sedu, tak ingin semakin larut dalam suasana yang membuat hatinya berkecamuk, Junghwan segera menyalakan mesin dan melesat menuju Seoul.

2 jam perjalanan dari Woosung – Seoul atau sebaliknya sudah biasa dilakukan Junghwan. Kakinya melangkah perlahan memasuki sebuah rumah mewah tak terlalu besar yang merupakan miliknya.

“Baekhyun sudah pulang?” tanya Junghwan kepada seorang wanita tua yang merupakan pembantu rumah tangga sejak 20 tahun lalu.

“Sudah tuan, sudah sejak sejam yang lalu”

“Baiklah, terima kasih”

Junghwan menaiki tangga perlahan menuju kamar putranya. Diketuknya 3 kali pintu kamar itu namun tak ada reaksi dari sang empunya sehingga membuat Junghwan memutar knop hingga pintu terbuka dan terlihatlah seorang laki-laki dengan kemeja putih sedang sibuk dimejanya. Sepasang earphone menutup telinga Baekhyun dan membuatnya tak menyadari suara ketukan juga langkah kaki Ayahnya. Junghwan menyentuh pundak Baekhyun pelan membuat laki-laki itu berbalik cepat karena sedikit kaget.

“Ayah” ujar Baekhyun dingin sambil melepaskan accessories ditelinganya

“Selesai belajar, datanglah keruangan Ayah. Ada yang ingin Ayah bicarakan”

“Sekarang aja, aku sedang tidak sibuk dan kebetulan ada yang ingin aku tanyakan” Baekhyun memasukkan kertas putih besar berisi desain mentah kedalam laci mejanya lalu kembali berdiri tegap menghadap Ayahnya yang kini duduk dipinggiran ranjang.

“Apa yang ingin kau tanyakan?” Junghwan membuka suara duluan

“Kenapa Ayah memblokir kartu kreditku? Kenapa mobilku disita?”

“Ayah rasa kau tahu jawabannya Baekhyun. Ayah sudah memperingatkanmu untuk menjauhi balap liar itu bukan? Bagaimana kalau suatu saat polisi datang dan—“

“Aku tidak akan menyebut nama Ayah”

“Apa?” Junghwan menatap bingung kearah Baekhyun yang masih menundukkan pandangannya

“Jika suatu saat aku tertangkap, aku tidak akan menyebut nama Ayah, jangan khawatir tentang nama Ayah yang akan tercemar”

“Baekhyun!” bentak Junghwan sambil beranjak dari duduknya lalu berdiri tepat dihadapan putranya itu

“Kenapa kau seperti ini? Ayah memberikan hidup berkecukupan untukmu, tapi kenapa sifat keras kepalamu tidak pernah hilang? Ayah hanya memintamu berhenti berkutat didunia tak berguna itu dan ini bukan soal Ayah takut akan nama yang tercemar, tidak bisakah kau paham kalau Ayah hanya mengkhawatirkanmu? Kau sudah besar Byun Baekhyun! Kau sudah 18 tahun! Kau sudah tahu mana yang bagus dan buruk makadari itu buanglah sifat brandalmu itu!”

“Maaf Ayah, aku tidak bisa”

“Apa katamu?”

Junghwan menatap tajam Baekhyun, dadanya bergemuruh, nafasnya sesak, tangannya hendak bergerak namun nurani-nya sebagai seorang Ayah dan rasa sayangnya berhasil menghalau tindak kasarnya.

“Apa Ayah tahu betapa aku suka mendengar suara keras yang ditimbulkan knalpot-knalpot itu? Apa Ayah tahu betapa aku suka deruan dan teriakan diarea balap itu? Suara-suara itu mengisi kepalaku, membuat kepalaku penuh, dan hal itu tak bisa kurasakan dirumah ini, rumah hampa dan selalu diam ini”

Junghwan tertohok mendengar kalimat yang meluncur bebas dari mulut Baekhyun. Selama 18 tahun, baru kali ini Baekhyun dengan terang-terangan mengutarakan kesepian yang dirasakannya. Junghwan sudah paham betul betapa kesepiannya Baekhyun. Ibunya meninggal saat dia berumur 7 tahun. Dirinya terlalu sibuk bekerja dan dirumah ini tidak ada siapa-siapa lagi selain mereka berdua dan seorang pengurus rumah, hal tersebut membuat Baekhyun kekurangan perhatian hingga tak heran kini dia tumbuh menjadi laki-laki dingin dan agak brandal yang sering menghabiskan waktu ditempat balap liar, billiard, atau pub hingga malam. Junghwan merasa gagal, Junghwan tahu semua ini salah, semua memang sudah salah dari awal dan Junghwan tahu betul dialah pembuat kesalahan itu.

“Maafkan Ayah yang terlalu sibuk dengan pekerjaan tapi hal itu tidak seharusnya kau jadikan alasan. Kau bisa mengikuti kegiatan lain yang lebih positif daripada balapan dengan anak-anak brandal itu”

Baekhyun memalingkan wajah, rahangnya mengeras, sudah terlalu sering dia mendengar permintaan maaf itu dan itu membosankan.

“Ayah akan mengembalikan mobil dan kartu kreditmu tapi kau harus melakukan sesuatu untuk Ayah”

“Besok, kau harus menjemput adikmu. Dia akan tinggal bersama kita dan akan masuk kesekolah yang sama denganmu”

~oOo~

Langit jingga terpampang indah memberikan siluet orange keberbagai penjuru bangunan Junsang International Academy. Angin bertiup pelan dan teratur. Siapapun yang diliputi keadaan alam seperti tadi pasti akan merasa tenang dan damai namun tidak dengan seseorang yang sedang duduk dipojok kelas itu. Matanya menatap lurus kearah jendela, tatapannya kosong, tangannya masih setia bersembunyi didalam saku celana. Suasana kelas sudah sangat sepi sejak 1 jam yang lalu, suara denting jam dinding terus mengusik pikirannya yang sibuk berkutat dengan sesuatu. Dan akhirnya setelah duduk diam sendiri selama satu jam lebih, Baekhyun beranjak dengan menenteng tas lalu berjalan keluar kelas sambil menekan kombinasi angka diponselnya yang segera menghubungkannya pada seseorang diujung sana.

“Ayah..aku akan menjemput Heejin sekarang”

~oOo~

Baekhyun turun dari mobil porschenya yang baru saja kembali sambil menatap ke sekeliling bangunan bertuliskan Woosung Girls Dormitory. Kakinya mulai melangkah, terdengar bunyi renyah akibat dari daun yang hancur terlindas oleh sepatunya. Bunyi renyah tersebut beradu dengan suara angin dan suara burung membuat Baekhyun sedikit merasakan keanehan. Tempat ini sangat tenang, bahkan terlampau tenang, bagaimana bisa dia betah disini selama 7 tahun? –batin Baekhyun-

Baru 10 langkah, Baekhyun sudah menangkap seorang wanita yang berdiri didepan pintu asrama sambil tersenyum ramah padanya. Mau tak mau Baekhyun balas tersenyum lalu segera membungkukkan badannya.

“Apa kau Baekhyun?” tanya wanita berwajah kalem itu dengan nada lembut

“Ne. Byun Baekhyun imnida, saya kesini untuk menjemput Byun Heejin”

Wanita tersebut kembali tersenyum lalu pada saat yang bersamaan terdengar suara langkah kaki seseorang dari dalam, itu adalah Heejin. Baekhyun terpaku saat matanya bertemu dengan mata hitam milik Heejin. Sudah berapa lama mereka tak bertemu? Sudah sangat lama hingga membuat Baekhyun sedikit lupa akan wajah adiknya itu, yang diingat Baekhyun hanyalah wajah milik Heejin saat masih berumur 9 tahun namun Baekhyun tak pernah lupa akan 1 hal, dia tak akan lupa betapa dalamnya tatapan mata hitam Heejin dan dia tentu saja tak akan lupa betapa dia membenci pemilik mata itu.

Baekhyun membuang muka kesembarang penjuru yang penting matanya tidak lagi menangkap sosok itu. Kepalanya masih mengingat jelas memori-memori menyakitkan yang dialaminya, yang membuatnya jadi seperti ini, memori-memori itulah pencetus rasa tak sukanya pada sosok Heejin, belum lagi ditambah satu kenyataan yang amat miris yang membuat rasa benci itu makin tumbuh sumbur. Baekhyun bukan tak bisa melawan rasa benci itu, dia hanya tidak ingin melawannya, dia memang ingin membenci adiknya – Byun Heejin-.
I want to ask how the weather is over there.

 The feelings of sorrow, hidden concern, have already been revealed through tears…

 

To Be Continued……

 

How is it? Leave your comment =)) Suggest and Critic are mostly welcome, feel free to comment but use polite language. Thx.

 

 


When I Lost My Day

$
0
0

When I lost my day, I found you | A fanfiction by UQ (@sashnikxo) | Starring Wu Yifan of EXO | OC | Romance | Oneshot | Beta-reader + Editor : Oh Nana (@encchan)

 

This is the first time i wrote a fan fiction using an adult OC, usually I made OC in teenagers, so…. It’s pretty new for me. Appreciate, cheers !

***

 

Wuxin merapatkan jaket cokelat kulitnya, sembari melangkahkan kaki berbalut boots hitamnya di tengah jalan trotoar yang berlapis salju.Setelah melihat sebuah café yang familiar, tanpa ragu, ia segera masuk ke dalam café hangat itu, dengan senyum merekah. Bel diatas pintu café berdering ketika ia membuka pintu. Pelayan perempuan yang tengah menghias pohon natal di sudut café segera menoleh kearah sumber suara. “Wu! Tumben sekali pagi-pagi begini sudah datang,” sapanya.

Wuxin segera duduk di tempat langganannya, tempat duduk yang merapat dengan tembok café, tempat di ujung yang berlawanan dengan pohon natal yang dipajang. “Kau harus mendengarkan ceritaku, Lisa.” Wuxin tersenyum sumringah, menampakkan deretan gigi putihnya. Lisa—nama pelayan itu—menghentikkan aktivitasnya memasang berbagai macam foto Polaroid yang diberi benang di pohon natal; ia berdiri menatap Wuxin.

Large hot chocolate seperti biasanya?”Begitu melihat Wuxin mengangguk, Lisa segera menuju ke dapur café.

Wuxin memperhatikan café langganannya itu. Letaknya yang dekat dengan kantor selalu membawanya ke tempat ini setiap kali ia selesai bekerja. Sudah lima tahun Ia menetap di tanah Eropa, Paris, yang berarti sudah lima tahun ia keluar-masuk dari café ini.

Di dalam café hanya terlihat beberapa pengunjung. Seorang kakek tua yang tengah meminum kopi sembari membaca koran di meja dekat pintu, seorang remaja laki-laki di meja yang terletak di tengah café yang sedang memainkan laptopnya, dan seorang perempuan paruh baya yang tengah merajut di meja dekat jendela.

Tak lama kemudian, Lisa datang membawa nampan berisi cangkir besar berisi hot chocolate, minuman favorit Wuxin. Setelah menyesap minumannya, Wuxin menarik tangan Lisa untuk segera duduk di sampingnya.

“Baiklah, sekarang kau bisa menceritakan kepadaku. Bagaimana bisa kau datang sepagi ini ke cafe-ku dan hei—wajahmu terlihat sangat bahagia! Biasanya kau datang ke cafe-ku dengan wajah yang selalu tertekan,” ujar Lisa setengah bercanda. Wuxin mencubit lengan perempuan berambut pirang disampingnya. “Aku sedang cuti, Lisa.”

“Oh, sungguh?” Kilatan tidak percaya terlihat jelas di mata Lisa. Wuxin mengangguk dengan semangat. “Kalau begitu, apa rencanamu hari ini?” tanya Lisa lagi.

“Aku akan berkeliling kota, masuk ke setiap restoran yang belum pernah kumasuki dengan klienku sebelumnya,” ujar Wuxin. Kini, ganti Lisa yang mencubit lengan Wuxin.

“Eish, dasar. Kau akan bertambah gemuk, Wu.”

“Oh, ya, kapan kau ada waktu luang? Aku sedang menikmati cuti panjang, kita bisa pergi shopping bersama-sama,” usul Wuxin.

“Aku ada waktu luang besok! Adikku sedang dalam perjalanan pulang dari Amerika, aku bisa menyerahkan café ini kepadanya besok,” gumam Lisa.

“Oke. Aku akan meneleponmu nanti,” Wuxin mengacungkan jempolnya.

Bel café kembali berdering, Lisa segera berdiri dari tempatnya. “Aku harus melayani pelanggan dulu, Wu.” Ia segera berdiri dan menghampiri pelanggan yang baru saja duduk di salah satu meja.

Wuxin menyeruput hot chocolatenya dan menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi. Akhirnya, cuti yang selama ini kuidamkan. Hari ini akhirnya datang juga, pikir Wuxin. Setelah menikmati secangkir hot chocolate-nya, ia segera mengeluarkan uang dan meletakkannya begitu saja di meja. Ia melambai kepada Lisa, sahabat sekaligus pemilik café favoritnya yang tengah melayani pelanggannya. Melihat Lisa mengangguk, Wuxin segera keluar dari café itu.

Saatnya bersenang-senang! Wuxin sudah tidak sabar lagi, ia tersenyum lebar; dengan hati berbunga-bunga ia menendang gumpalan salju di trotoar.

Senyum Wuxin langsung lenyap. Baru beberapa meter ia berjalan dari café, ia melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di pinggir jalan. Jalan raya yang tengah sepi membuat perhatiannya terfokus pada mobil itu. Ia mengenal dengan begitu jelas mobil itu. Di luar mobil, seorang laki-laki yang tengah memakai sebuah syal kuning tebal tengah bersandar di badan mobil itu dengan tangan yang terlipat. Laki-laki itu segera berdiri tegap begitu melihat Wuxin berdiri mematung tak jauh darinya, memandangnya shock. Senyum lebar merekah dari ujung telinga kanan sampai ujung telinga kiri laki-laki itu. Ia berlari kecil kearah Wuxin.

Aku dalam bahaya! Aku harus kabur!

Sugesti-sugesti untuk kabur mulai muncul memenuhi otak Wuxin. Sayangnya, tubuhnya tidak seirama dengan otaknya. Walaupun ia ingin kabur, tubuhnya masih tetap berdiri mematung, menatap sang laki-laki dengan tatapan yang susah diartikan. Panik, shock, kesal, dan takut bercampur menjadi satu.

Laki-laki itu merangkul tubuh Wuxin. “Bonjour! (Selamat pagi!) Disini ternyata Wu kecilku! Aku membutuhkanmu sekarang!”

Baiklah. Aku sudah tertangkap. Park Chanyeol, atasannya selama lima tahun terakhir. Laki-laki asal Korea ini adalah orang yang paling tidak ingin ditemui Wuxin sekarang.

“Kuantar kau ke gedung Chamomile di tengah kota. Kita sedang berebut klien besar dengan perusahaan lain,” ujarnya blak-blakan. Dia meminta Wuxin untuk membantunya.

Boss, bukankah kau bisa melakukannya sendiri? Dan aku sedang dalam masa cutiku!” elak Wuxin. Selalu begini. Setiap kali ia akan menikmati cutinya, boss-nya akan datang tiba-tiba, memintanya mengerjakan suatu proyek, atau apapun itu; yang akhirnya berujung pada pembatalan cuti Wuxin.

“Oh, ayolah, klien kita kali ini sangat penting! Jika kita bisa memberikan impersi yang bagus kepada mereka, kita bisa terpilih menjadi mitra kerjanya dan kita akan mendapatkan saham 45% dari ladang penghasilan mereka!” ujar Chanyeol berkoar-koar. Wuxin mencoba mengontrol ekspresinya agar terlihat tidak begitu tertarik dengan penjelasan atasannya itu.

“Oh, ya ?”

“Oh, ayolah, Wu! Jika kita berhasil, aku akan memberimu gaji 4 kali lipat! Ini klien yang sangat penting!”

Wuxin tidak dapat menampik fakta bahwa boss-nya ini selalu berkata benar. Ia tidak pernah melupakan janjinya. Jika ia berjanji gajinya akan bertambah, maka gajinya benar-benar akan bertambah. Jika bossnya mengatakan kliennya sangat bagus, maka kliennya benar-benar sangat bagus.

Berkat kepintaran dan pengorbanan cutinya, Wuxin menjadi perempuan yang sangat berkecukupan, ia selalu mengirim banyak uang kepada orangtuanya di Cina. Semua berkat sifat jujur boss-nya. Tetapi semua itu tentu saja dilakukannya dengan merelakan cutinya gagal. Kini ia ingin menikmati cuti yang sebenarnya, dan lagi-lagi boss-nya datangmengganggunya.

“Hm… kapan meeting dengan calon klien itu?” tanya Wuxin mencoba tenang dan pasrah. “Dua jam lagi,” ujar Chanyeol. Kedua bola mata Wuxin hampir saja keluar dari tengkoraknya. Mulutnya terbuka, tersentak dengan jawaban dari sang boss.

“Tenang saja, Zitao sudah kusuruh untuk mempersiapkan bahan untuk presentasi di depan klien, hanya perlu dipelajari saja,” ujar sang boss terhadap tangan kanannya.Siapa lagi kalau bukan Wuxin.

“Kalau begitu kenapa tidak suruh saja Zitao yang berpresentasi? Kenapa harus aku? Zitao sudah pasti lebih mengerti topik yang akan dibahas,” Wuxin membela diri. Zitao, rekan kerjanya di kantor yang berasal dari suku yang sama dengannya—Cina, termasuk pintar dan berbakat. Ia masih saja bingung kenapa Park Chanyeol tidak menyuruh Zitao atau dirinya sendiri untuk berusaha merebut hati klien ketimbang dirinya.

Wuxin berusaha mengambil tiap untung dari tawaran boss-nya. Gaji 4 kali lipat, bisa kugunakan untuk berbelanja bersama Lisa besok.

“Kuantar kau ke kantor untuk mengambil bahan presentasinya. Nanti kuantar juga ke gedung Chamomile.” Park Chanyeol mengeluarkan senyumnya, senyum yang tampan dan terlihat sedikit—ehm—bodoh bagi Wuxin. Chanyeol membukakan pintu mobilnya untuk Wuxin.

Setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil, Chanyeol menoleh kearah Wuxin. “Bagaimana syal baruku ? Pacarku yang membuatnya….”

“Hm. Lumayan.”

“Lumayan apa ?

“Er…. Bagus.” Lumayan menyebalkan. Berhentilah berpacaran terus menerus, Boss. Sekali-kali layanilah klien tanpa bantuanku.

***

This fanfiction belongs to UQ and her blog, bloodyhazelnut.wordpress.com

 

Setelah mempelajari bahan presentasi dari Zitao di kantor tadi, Chanyeol dan Wuxin akhirnya berangkat menuju gedung Chamomile. Kali ini mereka bersaing dengan perusahaan periklanan seperti mereka. Target klien mereka adalah perusahaan penambang dan perhiasan yang terkenal dengan hasil tambang emas, perak, dan bahkan berlian. Hasil olahan mereka juga sangat bagus dan berkualitas, perhiasan mereka selalu menjadi perhiasan yang banyak diincar oleh orang-orang kaya. Yang mereka butuhkan adalah perusahaan yang dapat mendistributorkan dan mempromosikan produk mereka.

“Kita akan bertemu dengan perusahaan lain. Kau harus menang dari mereka, Wu.” ujar Chanyeol ketika mereka di dalam lift.

“Aku tau,” ujar Wuxin cuek.

Begitu mereka tiba di lantai tempat meeting, mereka segera dipersilahkan masuk oleh seorang sekretaris perempuan. Di dalam ruang meeting, terdapat dua laki-laki tinggi yang tengah duduk di salah satu sisi meja yang berbentuk oval.Yang satu berhidung bengkok dengan rambut abu-abu dengan kacamata baca dan yang satunya berambut pirang. Mereka berempat saling berjabat tangan sebelum “perang” dimulai.

Bonjour, mademoiselle…. (Selamat pagi, Nona….)” ucap Sang Pirang menggantung.

Wuxin cepat-cepat menjawab, “Wuxin.”

Sang Pirang terlihat terkejut tetapi beberapa detik kemudian wajahnya kembali tenang. “Ni shi zhongguo ren ma? (Anda orang Cina?)” tanyanya. Kini gantian Wuxin yang terkejut. Ia mengangguk perlahan. “Wo shi Wu Yifan. (Aku Wu Yifan) Cina-Kanada,” ucapnya memperkenalkan diri.Wuxin terpana memandangnya. Ia kira laki-laki di depannya adalah Pria Barat.

Wuxin tidak pernah bertemu dengan orang Cina di negara ini selain Zitao. Sepercik rasa bahagia timbul dalam diri Wuxin, ia menemukan teman sebangsanya. Tetapi parahnya, teman sebangsanya kini saingannya dalam memperebutkan klien.

Pejabat tinggi perusahan pertambangan dan perhiasan Chamomile masuk diiringi dengan beberapa anak buahnya. Pejabat utama perusahaan itu sama seperti laki-laki Eropa pada umumnya, tinggi dengan rambut kemerahan dan hidung yang sangat mancung.

Setelah perkenalan formal dengan mereka, meeting dimulai. Perusahaan dari Yifan memulai presentasi terlebih dahulu. Yifan menjelaskan presentasinya dengan jelas dan lancar, matanya dipenuhi rasa percaya diri. Wajahnya dipenuhi keseriusan sampai pada akhir dari presentasi. Yifan membungkuk begitu ia selesai. Tepuk tangan menggema di ruangan itu, Wuxin bisa melihat Yifan tersenyum tipis.

“Kau bisa, Wu!” Chanyeol menyemangati Wuxin ketika tiba gilirannya untuk berpresentasi. Wuxin mengerlingkan matanya malas. “Oui, (Ya) boss,” balasnya.

Wuxin dengan percaya diri menjelaskan bahan presentasinya, hasil dari pendalamannya yang hanya dua jam. Wuxin cukup puas dengan hasil kerja Zitao yang ternyata mudah untuk ia pahami. Selama presentasi, tak lupa ia selalu tersenyum dan menatap satu persatu orang di ruangan itu secara bergantian. Wuxin hanya bertatapan mata dengan Chanyeol untuk sekali saja, karena ketika ia tengah melihat Chanyeol, boss-nya itu tengah tersenyum bagaikan orang idiot, berkali-kali mengacungkan jempol ke arahnya; secara diam-diam.

Jantung Wuxin berdetak lebih kencang ketika ia menatap wajah Yifan—laki-laki blonde yang mengaku orang Cina itu memandangnya dengan antusias.Ia tampak mendengarkan presentasi Wuxin dengan seksama. Entah merasa kagum dengan Wuxin atau malah sebaliknya; berusaha mencari kelemahan di dalam presentasi Wuxin.

Presentasi Wuxin selesai, tepuk tangan yang sama memenuhi ruangan meeting. Wuxin ingin sekali melompat dari gedung Chamomile begitu ia melihat boss-nya adalah orang yang paling pertama berdiri dan bertepuk tangan paling keras. Satu hal lagi yang harus Wuxin akui dalam hidupnya. Boss-nya sering membuat malu dirinya.

“Oh! Yifan,” Wuxin langsung menyapa saingannya begitu ia keluar dari toilet di perusahaan Chamomile.

Yifan berdiri menyandar di dinding, sepertinya menunggu Wuxin. “Ada apa ?”

“Aku hanya bertanya…. Apa mademoiselle Wuxin ingin menemaniku minum sebagai perayaan suksesnya meeting pertama ini?” ujarnya sembari tersenyum. Wuxin memandang wajah Yifan.

“Aku tidak minum alkohol,” ujar Wuxin datar.

Wajah Yifan tampak kaget, tetapi ia cepat-cepat menambahkan. “Atau ke salah satu café favoritmu. Aku yang traktir.”Wuxin kembali menatap dengan ragu wajah tampan Yifan.

Aku sudah dibuat kacau olehnya saat presentasi tadi. Sepertinya aku menatap wajah Yifan lebih lama dan lebih sering daripada wajah penjabat Chamomile, batin Wuxin.

“Bagaimana?” suara Yifan menyadarkan perempuan di depannya dari pikirannya.

“Kau mengajakku berteman, Yifan?” tanyanya to the point.

Yifan tertawa kecil. “Tentu saja, Wuxin.”

“Wu. Panggil saja aku Wu. Semua orang memanggilku seperti itu.”Entah mendengarkan kalimat terakhir dari Wuxin, Yifan dengan cepat menyodorkan kartu namanya kepada Wuxin.

“Sampai jumpa di babak kedua.” Lalu ia berbalik dan berjalan meninggalkan perempuan itu dalam kebingungan. Wuxin menghela nafasnya.

Babak ke 2 ? Terserah apa maunya si Yifan. Yang penting aku sudah bekerja. Aku akan menagih bossku sekarang.

Wuxin berlari kecil menuju lobby gedung Chamomile yang sangat luas dan nyaman. Di sebuah sofa berwarna putih tulang, laki-laki dengan syal kuning terangnya duduk menunggu Wuxin.

“Lama sekali, sih?” adalah kalimat pertama yang terlontar dari bibir boss-nya begitu ia menyadari keberadaan bawahannya. Bawahannya itu melihat jam di pergelangan tangan kirinya.

Boss, aku cuma ijin ke toilet selama lima menit.” Wajah sang Atasan berubah menjadi aneh.

“Oh, benarkah ? Kalau begitu ayo kita pulang,” sang Atasan berdiri dan berjalan menuju ke pintu utama gedung Chamomile.

Terkadang, boss-nya ini ber-acting di depan umum untuk terlihat bekarisma ataupun terlihat bijaksana. Tetapi dengan kemampuan Wuxin berbicara dan berdebat, Wuxin selalu membuat hal sebaliknya, ia selalu menggagalkan acting dari sang Boss. Tentu saja Wuxin sebal, karena lawan acting boss-nya untuk lima tahun berturut-turut hanyalah dia. Dan ketika Park Chanyeol ber-acting, ia akan bersikap seolah-olah Wuxin sudah membuat kesalahan besar. Dan Chanyeol akan berdiri sembari mengelus dagunya, memikirkan jalan keluar untuk masalah yang dibuat oleh Wuxin (ini hanya skenario buatan sang Boss yang tidak pernah berhasil).

Boss, aku tidak ikut, deh. Aku akan pulang sendiri.”

“Sungguh? Tetapi diluar sangat dingin,” ujar Chanyeol. Wuxin mengangguk. Ia ingin makan sesuatu dengan tenang tanpa diganggu oleh boss-nya yang berisik. “Baiklah.” Laki-laki tinggi bersyal kuning itu berjalan meninggalkan Wuxin menuju parkiran. Wuxin segera berjalan di trotoar bersalju dan cepat-cepat masuk ketika ia melihat sebuah restoran di dekat gedung Chamomile.

Paella satu, dan lemon tea hangat,” ujarnya pada pelayan begitu ia duduk di salah satu meja dekat dengan dinding kaca. Sembari menunggu pesanannya dimasak, ia bermain handphone.

Paella satu, dan lemon tea hangat,” Ia mendengar suara laki-laki yang berat mengatakan menu yang sama persis dengannya. Tetapi ada yang janggal. Wuxin mendongak dan mendapati Yifan duduk di hadapannya. “Ni hao (Apa kabar).”

Selama makan, Wuxin berusaha mendengarkan dan menanggapi ucapan-ucapan Yifan. Wuxin selalu berhati-hati ketika mendengarnya berbicara, seandainya laki-laki di depannya bertanya atau membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan perusahaan, klien, atau saham. Tetapi untungnya, Wuxin tidak mendapati ketiga hal itu dalam perbincangannya dengan Yifan.

“Kudengar dari orang Korea itu, kau sering meminum hot chocolate setiap pulang kerja?” tanya Yifan. Wuxin menggigit sendoknya karena kaget.

“Uh! Em, ya, betul.” Ujar Wuxin.

“Dia siapa? Rekan kerjamu?” tanya Yifan lagi. Wuxin terdiam untuk beberapa detik. Sepertinya Yifan juga menyadari sifat konyol boss-nya di rapat tadi.

“Bukan! Dia bawahanku,” ujar Wuxin bangga. Yifan mengangguk-angguk mendengar pengakuan Wuxin yang kebenarannya berbanding terbalik dari yang ia ucapkan.

Mereka keluar dari restoran, Yifan yang membayar semuanya. “Kuantar sampai rumah,” ujarnya sembari mengeluarkan kunci mobilnya. Ia meng-unlock mobil sport berwarna biru tua terparkir di depan restoran.

“Tidak usah, aku….”

“Oh, ayolah, mana mungkin aku membiarkan seorang perempuan pulang sendiri,” Yifan memotong ucapan Wuxin. Wuxin ingin sekali berjalan-jalan sendiri, tetapi, karena tidak enak menolak tawaran Yifan, ia akhirnya masuk ke dalam mobilnya.

 

***

This fanfiction belongs to UQ and her blog, bloodyhazelnut.wordpress.com

 

KRRIIINNNG !! KRRIIINNNG !!

Kedua matanya yang masih menutup rapat dipaksa terbuka mendengar suara handphone-nya yang meronta, minta diangkat. Wuxin yang masih memakai piyamanya terpaksa berdiri, memaksakan kepalanya yang pusing mendadak, serta matanya yang berkedut-kedut bekerja. Begitu sampai di meja kerjanya, Wuxin mengambil handphone-nya, duduk di lantai dan bersandar pada salah satu sisi meja sembari mengangkat telepon.

Belum sempat ia bertanya ‘halo, siapa ini?’ sebuah suara yang sangat familiar memukul gendang telinganya.

“WU! KAU ADA DIMANA?!”

Wuxin harus menjauhkan handphonenya sejauh yang ia bisa begitu mendengar suara sang laki-laki yang berkewajiban memberinya uang untuk kebutuhan hidupnya sendiri; Park Chanyeol. “Boss, kenapa menelepon sepagi ini?” tanyanya dengan suara serak dan parau; akibat bangun tidur.

“Pagi apanya? Ini sudah jam satu siang!”

“Lalu? Bukankah aku bisa bangun semauku? Aku masih dalam masa cutiku, Boss!” Wuxin mulai membentak, membela hak cutinya setelah boss-nya menganggunya kemarin. Wuxin mengira akan mendapat balasan bentakan dari orang di seberang telepon, tetapi ia salah. Bosnya, justru memohon-mohon kepadanya.

“Oooh, ayolah, Wu! Kita harus datang ke rapat babak kedua. Rapat dimulai setengah jam lagi, kujemput di depan apartment-mu setengah jam lagi. Kumohon, Wu!” Lalu telepon ditutup.  Handphone Wuxin terjatuh ke lantai. Matanya melotot.

Rapat babak kedua?! Kenapa Chanyeol tidak memberitahu?! Pantas saja kemarin Yifan berkata, ‘sampai jumpa di babak kedua’.

Ia belum mempelajari atau bahkan mendapatkan bahan yang harus ia bawakan nanti. Wuxin melirik ke jam dinding dan langsung melompat begitu kata-kata terakhir sang Atasan menggema di kepalanya; Kujemput di depan apartmentmu setengah jam lagi.

Ia cepat-cepat berlari ke kamar mandi. Wuxin berani berkata bahwa ini adalah mandi tersingkatnya. Ia cepat-cepat memakai kemeja abu-abu dan rok span selutut berwarna hijau kebiruan. Setelah mengambil tas dan highheels, ia segera berlari masuk lift untuk menuju lobby. Tepat ia keluar dari gedung apartment, mobil hitam yang ia kenal baru saja datang.

Di dalam mobil yang langsung melaju ke gedung Chamomile, Wuxin sibuk mempelajari dokumen yang—untung saja—sudah dibuat oleh Zitao dan dibawa oleh Chanyeol. Ia tidak sempat menorehkan makeup dan hanya bisa bergantung pada bedak dan lip tint di tasnya. Rambutnya pun tidak sempat ia tata, dan sialnya, ia tidak membawa sisir, sehingga ia harus menyisir rambut dengan jarinya sembari membaca dokumen yang akan dipresentasikan.

Tak lupa juga ia menelepon Lisa, meminta maaf padanya bahwa jadwal shopping mereka harus batal. Wuxin sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Lisa, ia tidak kecewa ketika janji mereka gagal karena Lisa sendiri sudah mengerti tuntutan pekerjaan Wuxin; dan juga, sikap dan sifat boss-nya.

 

***

 

Yifan tidak bisa berkomentar apa-apa begitu rapat dimulai sampai rapat selesai. Wuxin, yang notabene adalah kenalan serta saingan perusahaannya, berdandan tidak senonoh hari ini. Rambutnya kelihatan bergelombang dan tidak begitu rapi, wajahnya hanya dipoles bedak dan matanya berkantong. Wuxin tidak terlihat begitu sehat dan bahagia hari ini. Dan satu hal yang Yifan tahu pasti; presentasi Wuxin masih terlihat maksimal walaupun dirinya sendiri tidak terlihat baik-baik saja.

Ia memang professional, puji Yifan dalam hatinya.

Pulang dari rapat, Wuxin mampir ke sebuah ATM untuk mengecek saldonya—yang ternyata sudah berisi gaji 4 kali lipat yang dijanjikan Park Chanyeol. Boss-nya itu memang tidak pernah berbohong apalagi korupsi, melalui dirinyalah Wuxin memperoleh uang dan kehidupan yang layak. Terkadang, Wuxin berfikir bahwa ia terlalu bekerja keras untuk mendapat uang, ia sudah hidup sangat berkecukupan. Ada masanya ia ingin berhenti dari pekerjaannya sekarang. Tetapi boss-nya—beserta sahabatnya di kantor, Zitao—mempunyai seribu satu alasan untuk mencegahnya keluar.

Wuxin menyesap hot chocolatenya dan mendesah panjang. Matanya bengkak sehabis menangis ketika bercerita tentang harinya yang benar-benar hancur kepada Lisa. Tetapi, berhubung sekarang Lisa tengah sibuk melayani pembeli, kini ia sendirian duduk di meja favoritnya, menikmati minuman dan lagu jazz yang diputar dengan mata yang bengkak.

“Boleh aku duduk disini?” Kalimat dalam bahasa Cina yang dilontarkan oleh Yifan mengalihkan perhatian Wuxin dari cangkirnya. Cepat-cepat ia menundukkan kepala lagi, malu apabila wajahnya dilihat oleh laki-laki yang tengah sempurna di depannya. Penampilan Wuxin sekarang, sungguh tidak layak dan sebanding dengan penampilan Yifan yang terlihat rapi setiap saat.

“Apa kau mengikutiku untuk memangkan perebutan klien itu?” tanya Wuxin to the point.

Yifan yang baru saja terduduk langsung mengerutkan alisnya. “Tidak.”

“Lalu kenapa sepertinya kau selalu mengikutiku?” tanya Wuxin lagi. Yifan tersenyum kecil. Sepertinya perempuan di depannya benar-benar tengah kacau.

“Aku kebetulan lewat sini dan berniat mampir saja. Kudengar red velvet cake disini adalah yang terbaik di Paris,” jawabnya tenang.

“Sungguh?” sepertinya Wuxin masih curiga dengan Yifan.

“Aku benar-benar ingin berteman. Bukan demi sabotase atau spionase. Ini inisiatifku sendiri,”

“Kudengar kau suka hot chocolate disini? Dan ini tempat favoritmu?” tanya Yifan yang membuat Wuxin lantas menatapnya penuh tanya. “Bawahanmu itu yang memberitahukannya padaku,” terang Yifan. Siapa lagi kalau bukan Park Chanyeol.

Wuxin mengelus keningnya frustasi. “Apa yang kau inginkan?” matanya yang sembab dan berkantong menatap tajam Yifan.

“Aku…. em, ingin me… meminta nomor teleponmu,” ujarnya sibuk menggaruk leher belakangnya. Kilatan curiga tampak di mata Wuxin.

“Kau tidak berniat jahat kepadaku, kan,”

“Tidak, Wuxin.” Yifan menggeleng. Ada sorotan khawatir di wajah dan matanya, begitu melihat keadaan Wuxin.

“Wu.”

Yifan memandang Wuxin bingung. “Eh, maaf?”

“Wu. Panggil saja aku Wu. Orang di seluruh kota memanggilku Wu,” jelas Wuxin, menyesap lagi minumannya. Beberapa detik kemudian, ia mendengar tawa renyah keluar dari mulut si blasteran Cina-Kanada.

“Orang-orang memanggilmu Wu karena orang Eropa tidak bisa mengucapkan ‘xin’.” Tawanya tetap berlanjut, makin lama makin pelan, sampai akhirnya ia berhenti tertawa. “Aku akan tetap memanggilmu Wuxin.”

“Terserah,” ucap Wuxin.

Keras kepala sekali, pikir Wuxin.

Wuxin berdiri dan berlari keluar café. Otaknya terasa ingin meledak. Salju yang tengah turun, jatuh mengenai pakaian dan rambut Wuxin. Yifan berlari keluar mengejarnya. Wuxin yang tahu bahwa dibelakangnya tengah ada Yifan, berhenti dan mendesah panjang. Matanya kembali berair.

“Kumohon, aku… ingin sendirian,” pinta Wuxin.

“Ceritakan padaku kenapa semua tampaknya kacau buatmu,” ucap Yifan dengan suara beratnya yang begitu hangat dan tenang.

“Aku tidak pernah bisa menikmati cutiku! Aku sudah menumpuk jatah cuti sampai tiga bulandan aku tidak bisa menikmati bahkan satu hari pun dari cutiku! Boss-ku selalu memintaku bekerja dan sahabatku selalu sibuk! Hari ini aku bangun tergesa-gesa bahkan tidak mengetahui adanya rapat babak kedua.Penampilanku berantakan dan…” ocehan Wuxin terhenti ketika Yifan memutar tubuhnya dan memeluknya.Berusaha memberinya ketenangan dan kehangatan.

“Hentikan. Kau tidak mengenalku.” Suara Wuxin bergetar.

“Aku mengenalmu. Kau Wuxin yang menyukai hot chocolate dan café barusan adalah café langgananmu.” Pertahanan Wuxin melemah, ia menangis di dada bidang Yifan. Tangannya mencengkram erat mantel kulit hangat yang tengah dipakai Yifan, sedangkan Yifan sendiri sibuk mengelus punggung gadis itu. Yifan menunduk, lalu membisikkan sesuatu ke telinga Wuxin.

“Ayahku selalu berkata untuk langsung berkenalan dan langsung meminta nomor telepon wanita yang kusukai….”

 

***

This fanfiction belongs to UQ and her blog, bloodyhazelnut.wordpress.com

 

Pada akhirya, lagi-lagi Yifan mengantarkan Wuxin pulang. Sedari tadi, ia mendengarkan curhatan Wuxin, dan menunggunya hingga tangisnya reda, menunggu hingga beban di hatinya dirasakannya meringan. Wuxin berterimakasih karena Yifan sudah menemaninya. Tetapi, ia harus menerima masalah lagi, karena perusahaan pertambangan itu mengirim kabar bahwa hasilnya akan keluar seminggu lagi, dan Yifan-Wuxin, akan menjadi trainee selama 1 minggu di perusahaan itu.

Seminggu lagi tambahan cutiku. Wuxin melompat ke tempat tidur dan sibuk berpikir.

Ia teringat Yifan yang tempo hari memberinya kartu nama. Kartu nama itu masih tersimpan baik di laci mejanya. Wuxin juga lupa untuk memberi kartu namanya atau sekedar memberitahu nomor teleponnya. Dan Wuxin masih ingat bagaimana jantungnya berdetak keras ketika Yifan memeluknya, dan juga kata-kata yang terucap dari bibir laki-laki itu, di depan café maupun di dalam mobil.

“Aku akan tetap memanggilmu Wuxin.”

“Ayahku selalu berkata untuk langsung berkenalan dan langsung meminta nomor telepon wanita yang kusukai…”

“Kalau begitu, kita punya seminggu untuk saling mengenal.”

“Kau bisa hubungi aku kapan saja jika kau butuh aku,”

Jantung Wuxin lagi-lagi berdebar dan ia merasakan wajahnya panas.

 

The End

 

Hiiiiiii its UQ here. How bout this FF ? Big thanks + Hugs and Kisses buat Kak Nana @encchan yang udah jadi beta-reader + udah ngeditin…. Sugohasseoyo, Eonnie :’) Give me your thought pls. And yeah, inspired from my clique who’s been working too hard, and she got a lot of day-offs to be enjoyed. Her boss always disturb her whenever she’s on her day-off, but she got richer bcoz of it. Omg she even told me that she’s rly stressed. L Everyone take a break from what you’re tired of~~~ befriend with me? Drop by and say hi @sashnikxo


Take Me (Hyun, The Pearl Devil)

$
0
0

Take Me (Hyun, the Pearl Devil)

Scriptwriter : Liana D. S. // Main Casts : Kim Jongdae (EXO Chen), Byun Baekhyun // Support Casts: Kim Jongwoon (Super Junior Yesung), Kim Jongin (EXO Kai), Kim Jonghyun (SHINee Jonghyun)// Duration : Oneshot (2,5K+ words total) // Genre : Friendship, Family // Rating : General

***

[Disclaimer] Semua karakter dari SM Entertainment bukan milik saya, tetapi milik Tuhan dan diri mereka sendiri. Plot tidak sepenuhnya milik saya karena ada yang diambil dari scene EXO Showtime episode 4 dan EXO First Box (dengan sedikit perubahan dan penyesuaian). Gambar saya ambil dari fanpop.com, submitted byfairytailsaiko. Saya tidak menarik kepentingan komersial apapun dari penulisan FF ini.

***

Author’s note: Cerita ini adalah sequel ‘OSPEK’. Sudah baca? Kalau belum, baca dulu ya…#ehempromosiehem. Mungkin akan agak bingung kalau belum baca karena keluarga yang ada di sini adalah keluarga yang sama dengan yang di ‘OSPEK’.

Plus, orang yang membaca ini harus jadi fansnya (atau seenggaknya ngerti) tentang kedekatan antara member-member Super Junior. At least, Super Junior K.R.Y (Kyuhyun, Ryeowook, Yesung), kalau nggak gitu, bakal nggak ngerti juga gimana ceritanya bisa jadi kayak gini.

Kenapa ada judul alternatifnya: ‘Hyun, The Pearl Devil’? Itu karena katanya ELF pendamping saya, -hyun artinya mutiara atau batu mulia. Baik Kyuhyun dan Baekhyun itu punya –hyun dalam nama mereka, pun mereka sama-sama evil ^^

OK, langsung baca aja dan jangan lupa beri komen yang membangun di kolom bawah. Visit http://archiveofourown.org/users/Liana_DS/works untuk karya-karya yang lain ^^

***

Byun-Baek-Hyun-image-byun-baek-hyun-36427053-500-396

Malam Natal. Dua belas bocah dengan tinggi lebih dari 170 cm berkumpul di sebuah ruangan putih yang didekorasi warna merah-hijau-perak-emas. Beberapa dari bocah itu sibuk mengoceh, tidak sabar menunggu untuk membuka kado natal dari Santa mereka. Tahun ini, mereka saling bertukar kado dan menggunakan undian untuk menentukan siapa yang dapat kado siapa.

“Santaku Sehun!” Baekhyun, bocah mungil bermuka stroberi, menjadi yang pertama membuka undiannya. Ia mendapati nama Sehun, magnae kelompok bermain mereka, di kertasnya, yang berarti ia mendapat hadiah dari Sehun. Bocah albino tinggi berdiri dan menyerahkan kadonya. “Whoo, ini berat!” Baekhyun menduga-duga apa isi tas kado kecil dari Sehun segera setelah menerimanya.

“Aku yakin dia memberimu batu!” tawa Chen, dinosaurus bermata unta yang duduk di sebelah Baekhyun. Sehun tetap memasang senyum coolnya mendengar komentar itu. “Kalian akan sangat terkejut.”

Ternyata, Baekhyun tidak terkejut mendapati isi tas kadonya.

Bubble.”

Tawa meledak dalam ruangan itu saat Baekhyun mengangkat satu gelas bubble tea, hadiah natalnya dari Sehun. “Ada dua, lagi.” Kris—leader kelompok bermain mereka—mengambil satu lagi bubble tea dari dalam tas. Baekhyun menatap hadiahnya datar. “Aku kenyang.”

Tanpa mempedulikan kata-kata hyungnya, Sehun mengungkap latar belakangnya membelikan minuman rasa cokelat itu untuk kado natal. “Aku beli itu karena aku sangat suka bubble tea dan aku beli dua supaya kami bisa berbagi.”

“Lho, Chen, kenapa malah kau yang minum?” Lay, si pucat berbibir merah di kelompok ini, menunjuk si unta-saurus. Chen tidak menghiraukannya. Ia terus saja mengunyah bubble dalam minumannya.

Karena Santa Baekhyun adalah Sehun, maka selanjutnya Sehun yang membuka hadiahnya. “Chen-hyung, kau Santaku.” Ia menunjukkan undiannya pada semua orang.

Chen berdiri. “Aku menyiapkannya dengan baik. Kau pasti suka.”

“Ini ringan.” Sehun membandingkan kotak yang ia dapat dengan tas yang ia berikan pada Baekhyun. Dibukanya kotak itu—dengan efek suara ‘ta-dah!’ dari Chen.

Semua berseru heboh saat mendapati selembar kertas dalam kotak kado yang didapat Sehun. Biarpun cuma selembar, kertas itu sangat berharga.

Voucher gift!”

Ya, Chen menghabiskan tepat 10.000 won untuk mendapatkan voucher gift. Siapapun yang mendapatkannya jelas sangat beruntung.

“Sebenarnya, aku ingin beli tiket film, tetapi karena jadwal kita padat dan tidak mungkin ke bioskop, jadi aku ganti itu saja.” jelas Chen. Sehun tampak sangat berterima kasih. Lumayan; memberi bubble tea, kembalinya voucher. Aku kaya, mungkin begitu pikir si albino.

Tiba giliran Chen. Dia tergelak saat membaca nama Santanya. “Baekhyun!”

Brush! “Uhuk, uhuk!” Baekhyun, yang sedang minum bubble tea, tersedak karena kaget. Dia menerbitkan tawa lagi di ruangan dan ikut tertawa membayangkan Chen menerima hadiahnya. Ia hendak mengambilkan kadonya untuk Chen, tetapi Chen tidak sabaran. “Berikan padaku! Berikan padaku!”

Kado Baekhyun lebih berat dari punya Chen tadi, tetapi masih tergolong ringan. Chen membukanya dan… “Ada kotak lagi!”

Chanyeol, bocah bersuara berat yang merupakan keturunan mercusuar (karena tingginya luar biasa), hapal betul kejahilan Baekhyun.“Di dalamnya, pasti ada sepuluh kotak yang seperti itu, berlapis-lapis!”

Nyatanya tidak.

Mwoya?” pekik Chen. Teman-temannya yang duduk jauh darinya tidak bisa melihat kadonya karena kado itu sangat kecil. Mereka mencondongkan tubuh mereka untuk melihat.

Namun, sebelum Chen sempat menunjukkan kado dalam kotak, Baekhyun sudah berdiri dan merentangkan tangan kanannya bangga.

“Fotoku!”

Dengan senyum aneh, Chen mengeluarkan selembar foto Baekhyun dari dalam kotak. Itu foto Baekhyun saat sedang siaran radio. Dalam foto, Baekhyun memberikan V-sign dan senyum persegi panjangnya ke arah kamera.

Semua orang tertawa sampai mau pingsan.

Kecuali Chen. Dia speechless.

Dan Baekhyun. Si bocah stroberi sekarang sibuk merayu ‘kembarannya’. Ia duduk di samping Chen, menyandarkan kepala ke bahu Chen, dan berkata manja, “Bawa aku bersamamu, Chen!”

Chen tidak pernah memimpikan natal yang seperti ini.

“Lihat, lihat, ada pesan di fotonya. Bacalah!”

Kau sangat bersemangat dalam hal ini, huh, Baek?, keluh Chen. Ia tersedak saat membaca pesan Baekhyun di foto.

’Aku imut, ‘kan? Sekarang, aku milikmu~‘

Tawa semakin hebat terdengar dalam ruangan. Kai, adik Chen, rupanya sangat senang kakaknya menderita. “Jadi, Baekhyun-hyung menyimpan 10.000 won untuk dirimu sendiri dan memberikan Chen-hyung foto itu sebagai gantinya?”

Tak usah memperjelas situasinya, Kkamjong. Baekhyun akan tambah senang!, keluh Chen lagi.

“Benar! 10.000 won masih ada di kantongku!” Baekhyun berdiri lagi, senyum jahilnya tersungging penuh kepuasan. Chen hanya menghela napas dan meminum bubble tea kembali.

Baekhyun adalah pearl devil, sama seperti ayahnya.

***

Sepulang main, Chen—dipanggil Jongdae kalau di rumah—tak henti-hentinya memandang kosong foto Baekhyun yang sok imut itu. Kai—dipanggil Jongin kalau di rumah—masih menertawakan kesialan kakaknya. “Kasihan kau, Hyung. Siapapun yang dapat kado dari Baekhyun-hyung pasti akan dapat imbas kejahilannya!”

“Jangan bahagia berlebihan hanya karena kau dapat pork belly dari Kris-hyung.” kata Jongdae saat menggelosor ke meja makan dan memandangi foto Baekhyun. Jongin memang dapat hadiah daging babi dari Kris, yang bisa diolah dan pasti lezat juga dimakan.

Tidak ada yang dapat kado sekonyol Jongdae.

At least, member lain mendapatkan sesuatu yang bisa digunakan. Kita ambil contoh Chanyeol, yang mendapat hadiah kertas surat dari Tao, hadiah murah yang anak SD saja bisa membelinya. Benda itu masih bisa ditulisi, seperti kata Chanyeol: ‘aku bisa mengirim surat ke orang tuaku dengan ini’, biarpun wajah Chanyeol menyiratkan kekecewaan juga. Yang dapat makanan juga tidak terlalu buruk nasibnya, bahkan Tao yang kelihatan kecewa sekali mendapat kado roti dari Luhan. Sebagai salah satu dari ‘tetua’ di kelompok bermain, Luhan ingin membelikan kado yang bisa dibagi untuk 12 member hanya dengan 10.000 won. Jadilah, ia membeli roti kemasan yang biasa dibawa untuk bekal sekolah itu. Roti itupun diterima dengan cukup baik oleh semua member sebagai makanan ringan saat mereka main.

Tidak ada yang menerima foto untuk kado natal.

“Siapa itu? Pacarmu?” Jonghyun, kakak Jongdae dan Jongin, melirik ke foto yang dibawa Jongdae sambil menyeruput cokelat panas yang baru ia buat.

Ani! Ini Baekhyun!”

Jonghyun mengamati foto itu lamat-lamat dan terbahak. “Astaga! Benar juga; anak yang sering main kelereng denganmu itu, ‘kan? Ahahaha, mukanya seperti anak perempuan, sih! Apalagi ada pesan di fotonya: ‘aku imut, ‘kan?’ Maaf, maaf, mestinya aku tahu kalau bocah suara cempreng sepertimu tak akan punya pacar!”

Jongdae manyun. “Apa maksudmu, Hyung?! Kau juga playboy gagal—Sekyung-noona yang kau suka ‘kan menolakmu!”

Jonghyun langsung memiting leher Jongdae. “Playboy gagal?! Kau mau mati, heh!”

“Hoek… hoi, Hyung, lepas… Kkaman, bantu aku!!!”

Yang dimintai bantuan kelihatan cuek. “Salah sendiri. Kau itu kurus, Jongdae-hyung! Jangan sok menantang Jonghyun-hyung!”

Jonghyun dan Jongdae seperti Goliath dan David. Satunya raksasa, satunya liliput.

“Haah, kalian berisik sekali,” Jongwoon, sang kepala keluarga, muncul di ruang tamu dengan aura gloomy menyeramkannya dan membuat anak-anaknya membeku di tempat, “Jatah tidurku jadi terpotong, tau. Kalian meributkan apa, sih?”

Jonghyun segera melepaskan pitingannya. “Itu… Jongdae dari tadi memegang foto temannya. Aneh saja melihat dia begitu.”

Jongwoon mendekati Jongdae. Sepasang matanya yang sempit terarah ke wajah yang ada di foto. “Oh… bocah –hyun ini.”

“Baekhyun.” Jongdae menyebut nama si bocah stroberi.

“Dia kelihatannya anak yang baik dan manis. Kau menyukainya?” tanyanya pada Jongdae. Seisi ruangan rasanya ingin bergubrakan ke sana kemari. Muka boleh serius, tetapi jalan pikiran Jongwoon yang unik tetap tak tertebak.

Appa, demi semua makhluk hidup yang bisa kusukai, Baekhyun itu anak laki-laki! Dan aku tak akan pernah menyukainya meski dia perempuan karena dia sangat menyebalkan, jahil, suka meniru, berisik, menyebalkan, dan jahil!” Emosi Jongdae tumpah keluar, sampai-sampai ia tak sadar sudah mengulang kata ‘menyebalkan’ dan ‘jahil’.

Jonghyun dan Jongin terbelalak.

“Dasar bodoh! Kenapa kau jadi membentak Appa?” Jonghyun menyikut Jongdae sedikit, memperingatkan adiknya itu untuk sopan pada ayah mereka.

Jongin, yang biasanya bandel, juga ikut mengingatkan. “Nanti Appa akan mendatangimu pada malam hari dan memegangi hidungmu saat tidur, lho, Hyung!” Ancaman ini ampuh dipakai di Keluarga Kim karena Jongwoon sering melakukannya kalau sedang kumat jahilnya—dan itu sangat mengganggu.

Jongdae meringis, baru sadar kesalahannya. “Ma-maafkan aku, Appa…”

Jongwoon tidak menanggapi. Ia mengambil foto dari tangan Jongdae dan mengamatinya terus dengan ekspresi flat. Hingga beberapa puluh detik, tak ada satupun dari kakak-beradik Kim Jong- yang berani angkat bicara.

“Kenapa kau begitu membenci Baekhyun? Apa benar hanya karena kejahilannya?”

Jongdae bingung menjawabnya. Mau diiyakan, berarti alasannya tidak cukup kuat untuk membenci Baekhyun. Akan tetapi, saat ini, Jongdae terlalu kesal untuk tidak bilang ‘iya’.

“Mungkin, Jongdae hanya iri pada Jongin dan teman-temannya yang dapat hadiah lebih bagus.” duga Jonghyun. Jongdae cepat menyangkalnya. “Aku tidak kekanakan seperti itu! Hadiahnya sih terserah, tetapi maksudku, setidaknya dia memiliki kesadaran untuk memberikan hal yang lebih bermakna.”

“Itu ‘kan sama saja.” protes Jongin, membungkam Jongdae.

Hening menggantung. Jongwoon mengalihkan pandang pada Jongdae sebentar, menakutkan Jongdae, tetapi kemudian mengamati foto Baekhyun lagi.

“Nanti kalau dia menghilang, kau akan menyesal sudah membencinya, Jongdae.”

Lidah Jongdae kelu rasanya. Meski begitu, ia tetap mencoba untuk menggerakkannya. “H-ha? Menghilang?”

“Iya, menghilang. Menghilang dari dunia ini.”

Deg! Kok Appa langsung mengatakan hal seram begitu?, batin Jongdae ngeri.

“Aku kenal seorang anak laki-laki yang juga sangat menyebalkan. Nama belakangnya juga –hyun. Dia dulu hampir menghilang juga.”

Jongwoon tumben serius. Biasanya hanya terdiam, lalu tiba-tiba melakukan hal aneh seperti octopus dance. Jonghyun, Jongdae, dan Jongin jadi ingin memperhatikannya sekarang.

“Anak itu namanya Cho Kyuhyun. Jongdae dan Jongin pasti sudah pernah mendengar nama itu. Dia ayah Baekhyun,” mulai Jongwoon, “Dia anak yang sangat menyebalkan, suka mengganggu, dan jahil pada semua anak di kelompok kami, padahal dia anggota termuda.

Suatu ketika, aku dan Kyuhyun bertengkar. Dia tidak mau menghormati aku sebagai hyungnya dan menolak untuk dinasehati, sehingga pecahlah pertengkaran kecil itu. Kami tidak bicara setelahnya, tetapi keesokan harinya, van yang ditumpanginya kecelakaan. Tulang rusuknya patah dan menusuk paru-parunya. Ia juga hampir kehilangan suaranya; dokter hampir memotong pita suaranya untuk keperluan operasi jika ayah Kyuhyun tidak meminta opsi yang lain.

Kyuhyun istirahat lama sekali dan membuat kami sangat cemas. Saat itulah, aku menyadari bahwa dia hanya anak-anak yang jahil karena sayang pada kami, bukan karena ingin berbuat jahat. Aku sangat menyesali tindakanku memarahinya hari sebelumnya, jadi aku membuat video message untuknya. Itu agar dia tahu bahwa para hyung sangat merindukannya—dan bahwa dia boleh melakukan apa yang dia mau asalkan dia bangun.”

Jongwoon memandang lurus pada Jongdae. “Misalkan Baekhyun mengalami kecelakaan serupa sampai kehilangan suaranya atau anggota tubuhnya, maka dia tak akan bisa menjahilimu. Apa kau menginginkannya?”

Jongdae tak langsung menjawab. Ia masih membayangkan Baekhyun. Kecelakaan. Tidak bisa bicara. Duduk di kursi roda. Tidak punya kaki dan tangan. Badannya yang sudah kecil menyusut di atas kursi roda karena tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

Tiba-tiba saja, Jongin dan Jonghyun mendengar si anak tengah menyedot ingus. Mereka menoleh dan mendapati Jongdae menggeleng sambil menahan air mata.

“Nah,” Jongwoon menyunggingkan senyumnya yang langka, “kalau begitu, kau harus bersabar menghadapinya.”

“Tapi Baekhyun sangat nakal. Aku tidak tahan.”

“Bocah –hyun memang membuat kesal, tetapi coba lihat kakakmu, Jongdae.”

Jongdae dan Jonghyun sama-sama bingung. “Ada apa denganku?” Jonghyun menunjuk dirinya sendiri.

“Kau juga bocah –hyun, bodoh,” ucap Jongwoon, “dan kau juga mengesalkan.”

Bibir Jonghyun maju cukup jauh karena kalimat ini. Jongdae dan Jongin menahan tawa mereka hingga merasa ingin buang air kecil. “Benar. Jonghyun-hyung juga usil seperti Baekhyun-hyung.” Jongin membenarkan ucapan ayahnya, sehingga ia harus rela dipiting oleh Jonghyun.

“Jongdae, kau sudah tinggal bersama Jonghyun selama 21 tahun, tetapi tidak pernah benar-benar marah kepadanya, ‘kan? Itu artinya, kau masih bisa menoleransi kenakalan makhluk –hyun. Kenapa kau tak lakukan hal yang sama pada Baekhyun?”

“Hm…” Hanya itu yang keluar dari bibir Jongdae. Jonghyun dan Baekhyun tetap berbeda di pandangannya. Tentu saja; Jonghyun ‘kan kakak, maka ia bersikap seperti kakak (sesekali), sedangkan Baekhyun? Pertama, dia anak tunggal, jadi jelas lebih manja. Kedua, naturenya memang tidak dewasa. Ketiga, ayahnya magnae yang juga usil; pasti bakat Baekhyun didapatkan dari sana.

Yah,tetapi kalau Baekhyun jadi semenyedihkan yang ada di bayangan Jongdae tadi, tentunya hidup Jongdae akan berbeda.

Maka itu, ketika Jongdae masuk ke kamar, ia memutuskan untuk diam-diam menyimpan foto Baekhyun dalam lacinya.

Beberapa hal dalam hidup tidak begitu menyenangkan bagi kita, tetapi justru jika kehilangan beberapa hal itu, hidup kita akan lebih tidak menyenangkan.

***

Keesokan harinya, dua belas bocah dengan tinggi lebih dari 170 cm berkumpul kembali di rumah bermain mereka.

“Kai, Sehun, jangan lari-lari di sana! Tempat itu baru saja dibersihkan oleh ahjumma yang menjaga tempat ini! Ayo, kita cepat latihan dance saja!” Suho si wakil leader memperingatkan duo magnae yang tidak bisa diam. Gagal. Dua anak itu tetap main kejar-kejaran, memperebutkan snack udang di tangan Kai.

“Oi! Kalian… aish, sulit sekali diberitahu!” Tidak bisa sabar lebih lama lagi, Suho bangkit dari bersila, menarik dua magnae itu ke lingkaran di tengah, lalu memukul pantat mereka keras-keras. “Waaa!” teriak Sehun, “Sakit, Hyung!”

“Suho-hyung jelek!” cibir Kai. Urat-urat Suho berebut muncul di dahi, tetapi Kris cepat-cepat menarik dan menenangkannya. “Kalian patuhlah kalau disuruh.” ucap sang leader pada para magnae. Kai dan Sehun menggeleng. “Tidak mau. Suho-hyung jahat dan sering menyalahkan kami, jadi kami kesal dan tidak mau menurutinya.”

“Jangan begitu. Bukan Suho-hyung yang sering menyalahkan kalian, tetapi D. O.”

Celetukan Chen membuat Suho sedikit tenang, tetapi giliran D. O., si mungil bermata lebar, yang protes. “Aku? Kenapa aku?”

Baekhyun melancarkan aksinya. Ia yang tadi tertawa sekarang menirukan gaya bertanya D. O.

“’Aku? Kenapa aku’? Hahaha, dasar aneh!”

Persimpangan urat yang tadi ada di kepala Suho berpindah ke D. O. Dia melempar kertas di tangannya, hendak mengatakan sesuatu, tetapi yang lolos dari mulutnya hanya…

“Hyaaaah!!! Hiiiiiiih!!!”

Orang-orang terbahak menyaksikan reaksi eksplosif D. O. Duo magnae malah sudah bergulung-gulung menertawakan hyung mata lebar mereka. Bocah itu biasanya tenang, padahal. Hanya Baekhyun yang bisa membuatnya begitu kesal sampai speechless.

Baekhyun memang hebat. Ia menjadi salah satu orang yang menikmati kehebohan D. O. yang jarang ini, padahal mestinya ia meminta maaf atas sikapnya yang keterlaluan. Dasar pearl devil.

Chen cepat-cepat memeluk D. O. dari samping dan menepuk-nepuk bahu bocah berambut hitam itu. “Maaf, maafkan aku. Aku cuma asal nyeletuk. Aku tidak bermaksud bekerja sama dengan Baekhyun, kok.”

“Tak apa, Hyung. Aku mengerti.” D. O. menanggapi ringan.

Satu hal yang bagus dari D. O. adalah emosinya yang cepat stabil.

“Baek memang mengesalkan. Jangan dengarkan dia.” tambah Chen.

D. O. mengangguk. “Iya. Ryeowook-ahjussi sudah bercerita padaku kemarin tentang Baekhyun-hyung dan ayahnya. Kalau dia tidak cerewet dan usil, bukan Baekhyun-hyung namanya. Biarkan saja dia. ”

Rupanya, ada korban lain Cho Kyuhyun yang menuturkan kisahnya pada korban lain Baekhyun.

***

TAMAT


He is Just…

$
0
0

esdgs

He Is Just… by HoneyLulu // G // 2600w // KaiSoo! <3 // Fluff, Brothership :3

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo. Tapi kenapa—sosok Do Kyungsoo terasa begitu istimewa bagi Jongin?

 

-HeIsJust…-

 

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo.

Do Kyungsoo bukanlah seorang chef profesional, atau bahkan Ibu dari Kim Jongin—yang bisa membuat ramyeon dengan rasa sedahsyat ramyeon buatan restoran bintang lima. Bukan.

Dia hanyalah Do Kyungsoo yang tiap hari membuatkan sarapan sekaligus makan siang dan juga makan malam untuk Jongin beserta kawan-kawannya. 

Jongin tidak pernah sekalipun terbangun dari tidurnya tanpa melihat sisi kanan tempat tidurnya kosong, Kyungsoo—teman sekamarnya—pasti sudah bangun sejak pagi buta tadi. Jongin bangkit, mengucek mata, dan menguap lebar. Jam weker yang berdiri di atas meja kecil di sebelah tempat tidurnya menunjukkan pukul sembilan pagi. Maka Jongin segera beranjak keluar dari kamar dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul juga rambut berantakannya (yang seksi—ehem, bagi para penggemar Jongin, tentu saja).

“Selamat pagi!”

Dan Kyungsoo sudah pasti akan menyapanya ceria, seperti biasa. Jongin duduk di kursi meja makan setelah sebelumnya menyambut sapaan Kyungsoo dengan satu gumaman pendek dan senyum-bangun-tidur-nya.

“Ini sarapan untukmu.” Kata Kyungsoo, menyodorkan segelas jus jeruk beserta dengan sepiring sandwich di depan Jongin. Yup, seperti biasa, Kyungsoo membuat sarapan pagi untuknya. Kemudian dia duduk di seberang meja, berhadapan dengan Jongin. Lalu Kyungsoo dengan senang hati akan menunggu Jongin menghabiskan sarapan miliknya. Suatu hal yang tidak ia lakukan pada siapapun, selain Kim Jongin.

Dan Jongin suka akan hal itu, kau tahu?

“Tidur nyenyak?” Tanya Kyungsoo. Jongin mengangguk setelah meneguk sedikit jus jeruk miliknya. “Padahal Baekhyun, Chanyeol, Luhan dan Jongdae bermain PES 2014 sambil berteriak-teriak tanpa henti semalam.” Lanjut Kyungsoo. Oh, itu benar. Kyungsoo tidak dapat tidur pulas semalam karena tiga pria tersebut terus saja berteriak: “GOOLL!”,“SIALAN KAU!”,“VISCA BARCA!”,“PELANGGARAN!”,“HALA MADRID!”,“CURANG!”,“OPER BOLANYA!”, dan lain-lain.

Jongin terdiam sebentar.

“Aku tidak dengar.” Ujar Jongin.

“Tidurmu seperti orang meninggal, sih.” Canda Kyungsoo. Jongin hanya menyengir mendengarnya. Tampaknya Kyungsoo tidak tahu kalau Jongin bergabung bersama empat orang berisik itu ketika ia yakin bahwa Kyungsoo telah terlelap semalam.

HAHAHA—ha. Oh, lupakan.

Jongin mengangkat sandwich dari atas piring tepat di depan mulutnya, lalu ia menggigit sandwich tersebut. Mengunyahnya baik-baik, seperti yang sering Kyungsoo katakan padanya. Kyungsoo melipat tangannya di atas meja, meletakkan dagunya di atas sana, dan memandang Jongin dengan matanya yang bulat.

Dan hangat.

“Enak?” Tanya Kyungsoo.

Jongin berhenti mengunyah.

Dan Jongin tahu tidak ada jawaban lain yang dapat menjawab pertanyaan Kyungsoo barusan, selain…

“Tentu saja.” Jongin tersenyum dengan salah satu pipinya yang menggembung. “Bukankah apapun yang kau buat selalu enak, Hyung?” Lanjut Jongin setelah menelan gigitan sandwich dalam mulutnya.

Kyungsoo tampak senang sekaligus tersipu ketika mendengarnya. Kyungsoo tersenyum begitu lebar pada Jongin.

“Oh, ya?” Tanya Kyungsoo tidak percaya. “Terima kasih.” Kata Kyungsoo, masih dengan senyum yang belum juga surut di wajahnya.

Jongin tahu Kyungsoo bukanlah seorang chef profesional, atau bahkan Ibunya yang jago masak. Bukan. Dia hanyalah mesin pembuat makanan di dorm EXO.

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo.

Tapi kenapa apapun yang Kyungsoo buat selalu terasa begitu lezat bagi Jongin?

.
.
.
.

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo.

Do Kyungsoo bukanlah pria berwatak keras seperti Ayah Kim Jongin. Do Kyungsoo bukanlah pria tegas yang segala perintah maupun apapun yang ia katakan harus dituruti, sama halnya dengan Ayah Jongin. Do Kyungsoo bukanlah Ayah Kim Jongin. Bukan.

Dia hanyalah Do Kyungsoo yang cerewet tapi berhati selembut permen kapas.

“Jongin, turun dari tempat tidur. Kau belum mencuci kakimu.” Ujar Kyungsoo. Lalu Jongin yang baru saja ingin membaringkan diri di atas kasur dan tidur siang pun segera beranjak (dengan malas) keluar dari kamar mereka, menuju ke kamar mandi untuk mencuci kakinya.

“Jongin, jangan telat makan. Jadwal padat minggu ini, jangan sampai kau sakit.” Ucap Kyungsoo. Lalu Jongin yang sibuk bermain playstation dengan Luhan di ruang tengah itu pun segera makan. Ditemani dengan Kyungsoo, tentu saja. Ia tidak peduli protesan Luhan untuk segera kembali bermain dengannya, karena Kyungsoo menyuruhnya untuk mengunyah makanan dengan baik-baik.

“Jongin, tidur. Sekarang.” Ucap Kyungsoo penuh penekanan di sana dan di sini. Lalu Jongin dengan berat hati akan mematikan televisi di hadapannya, dan pergi tidur.

“Jongin! Sudah berapa kali aku memperingatkanmu untuk tidak makan makanan yang terlalu pedas?!” Seru Kyungsoo. Lalu Jongin segera memberikan sebungkus keripik kentang dengan bumbu ekstra pedas di tangannya itu pada Kris.

“Jongin, tutup pintunya.”

“Jongin, habiskan makananmu.”

“Jongin, menjauh dari sana.”

Jongin, Jongin, Jongin.

Entah sudah berapa kali dalam hidupnya Jongin mendengar namanya itu disebut beriringan dengan berbagai macam perintah keluar dari mulut Do Kyungsoo. Terkadang hal tersebut membuat Jongin kesal dan ingin sekali mengunci mulut Kyungsoo kalau saja ia bisa melakukannya.

Jongin tahu Kyungsoo bukan tipikal pria keras dan tegas, seperti Ayahnya. Do Kyungsoo tidak seperti Ayah Kim Jongin yang segala perintah maupun perkataannya harus Jongin turuti tanpa ada keluhan dan protesan (atau kalau tidak Jongin akan mendapat pukulan keras di pahanya, seperti saat ia masih berumur delapan tahun dan sering membantah kedua orang tuanya). Bukan. Do Kyungsoo hanyalah teman sekamar Jongin yang bawel dan hobi sekali mengomelinya tentang hal ini dan itu dan bla, bla, bla.

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo.

Tapi kenapa segala sesuatu yang Kyungsoo katakan selalu bisa membuat Kim Jongin melakukannya (walau terkadang dengan sedikit berat hati, sih)?

.
.
.
.

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo.

Do Kyungsoo bukanlah badut atau apalah itu yang selalu berusaha membuat orang-orang di sekitarnya tersenyum atau bahkan tertawa gembira. Do Kyungsoo bukanlah salah satu anggota sirkus keliling yang berusaha untuk menghibur orang-orang. Do Kyungsoo bukanlah pemandangan yang muncul ketika seorang gadis bertubuh seksi mengenakan kostum cheerleader (atasan ketat, rok pendek yang benar-benar pendek, dan pom-pom di tangan—eww), salah satu hal yang dapat memperbaiki mood Jongin kapan saja. Bukan, tentu saja bukan.

Do Kyungsoo hanyalah teman dekat Jongin dalam suatu grup boyband bernama EXO. Do Kyungsoo hanyalah teman dekat Jongin yang selalu bisa membuat Jongin bahagia di saat lelaki itu dalam mood buruk, dan membuat Jongin semakin senang ketika suasana hatinya sedang cerah dengan caranya yang sederhana.

Jongin baru saja dimarahi Junmyeon siang itu. Sebetulnya hanya perkara kecil, tapi karena kepala Junmyeon terasa penat dan hampir berasap (mengurus sebelas monster menyebalkan adalah hal yang melelahkan, bukan?) kala itu, jadi Junmyeon memarahi Jongin yang terkadang sikapnya begitu kekanakan dan egois tersebut.

Maka Jongin memilih untuk banyak diam dan menekuk wajahnya selama seharian penuh.

EXO tiba di dorm mereka pukul setengah sepuluh malam setelah melalui rangkaian kegiatan yang cukup menguras tenaga. Tidak biasa, suasana dorm tidak terlalu ramai karena Baekhyun, Chanyeol, Luhan, Tao, dan Yixing telah tertidur dan mengistirahatkan tubuh mereka. Sedangkan yang lain mungkin sudah sisa 5 watt—kalau kau tahu maksudku.

Kyungsoo—yang telah mengenakan pakaian tidur, mencuci kaki dan menggosok giginya—masuk ke dalam kamar dan mendapati Jongin berbaring membelakanginya di atas tempat tidur. Jongin bukan tipikal orang yang tidur-tidak-larut-malam-dan-bangun-di-pagi-hari-yang-damai-dengan-semangat-hidup-baru. Bukan, biasanya Jongin akan main game dulu sampai tengah malam, mencari-cari makanan untuk dicerna perutnya di dapur, kembali ke kamar dan memandangi langit-langit untuk beberapa saat, kemudian akhirnya tidur.

Kyungsoo hanya tersenyum geli melihatnya. Lelaki itu pun menutup pintu kamar mereka. Kyungsoo duduk di atas tempat tidur, bersandar pada sebuah bantal yang sengaja ia letakkan di belakang punggungnya. Kyungsoo meraih sebuah catatan kecil beserta bolpoin yang tergeletak di atas meja kecil di samping tempat tidur. Mencatat bahan makanan apa saja yang perlu ia beli di supermarket besok pagi.

Kyungsoo melirik Jongin sekilas. Jongin tahu bahwa Kyungsoo ada di sebelahnya, tapi dia tidak peduli.

“Jongin, menurutmu aku harus masak apa besok?” Tanya Kyungsoo. Jongin tidak menjawab, masih berbaring membelakangi Kyungsoo.

“Hei, sudah tidur?” Tanya Kyungsoo lagi. Jongin masih saja tidak merespon.

“Oke, aku ke kamar Junmyeon saja kalau begitu.” Kyungsoo melirik Jongin lagi. Tidak, ia tidak benar-benar ingin pergi ke kamar Junmyeon. Kyungsoo hanya tengah memancing Jongin untuk angkat bicara.

Tak lama kemudian, suara Jongin seolah mencegah Kyungsoo untuk keluar dari kamar mereka, “Belum.”

Singkat, padat, dan jelas. Khas orang mengambek atau apalah nama lainnya. Kyungsoo tersenyum puas mendengarnya.

“Besok masak apa?” Tanya Kyungsoo untuk kesekian kalinya. Jongin terdiam sejenak.

“Terserah.” Jawab Jongin ketus. Kyungsoo hendak tertawa sebenarnya, tapi dia mengurungkan niatnya tersebut.

“Oke. Terserah. Kedengarannya lezat.” Ujar Kyungsoo, kemudian membuka tutup bolpoin menggunakan mulutnya, eh, lebih tepatnya, giginya.

“Diamlah, berisik.” Sahut Jongin. Kyungsoo berusaha untuk menahan tawanya. Tak ada yang bicara untuk beberapa waktu. Kyungsoo membuka buku catatan kecilnya, mencari halaman kosong.

“Sudahlah,” Kata Kyungsoo. “Mungkin karena Junmyeon sedang lelah dan banyak pikiran, dia menjadi sedikit lebih sensitif dari biasanya.” Lanjut Kyungsoo. Senyap. Baik Jongin maupun Kyungsoo, diam.

Dan pada akhirnya, Jongin membalikkan badannya, beralih menghadap ke arah Kyungsoo yang sibuk dengan buku catatan kecilnya.

“Aku mau sup.” Tukas Jongin. Kyungsoo menoleh padanya.

“Baiklah.” Ucap Kyungsoo. “Sup apa?”

“Terserah.” Jawab Jongin pendek. Kyungsoo memutar bola matanya. Kemudian, sebuah ide datang tanpa diundang entah darimana asalnya.

“Hei,” Kata Kyungsoo. “Aku punya permainan. Kemarilah.” Sambungnya. Jongin mengangkat alisnya bingung.

“Ayo, cepat.”

Maka Jongin pun bangkit dari posisi tidurnya, duduk, dan bergeser mendekat ke arah Kyungsoo.

“Kau suka permainan—emm, game, bukan?” Tanya Kyungsoo, mata besarnya menatap lembar buku catatan kosong di hadapannya. Jongin tidak menjawab, Kyungsoo pasti tahu apa jawabannya. “I named this game—KaiSoo’s delicious soup recipe.” Kyungsoo mengatakannya sambil tertawa. Jongin tersenyum, antara senyuman tidak mengerti dan senyuman yang biasa ia tunjukkan ketika mendengar kata ‘KaiSoo’.

“Jadi, kita harus menuliskan bahan-bahan makanan yang akan kita gunakan untuk membuat sup kita secara bergantian. Misalnya setelah aku menulis, wortel,” Kyungsoo menulis kata terakhir yang ia ucapkan tadi. “Giliranmu menulis satu bahan makanan yang kau inginkan, apapun itu asal jangan yang aneh-aneh. Mengerti maksudku, tidak?” Jelas Kyungsoo. Kemudian memberikan bolpoin dan buku catatan kecil di tangannya pada Jongin.

“Buatlah sup kita menjadi seenak mungkin dengan bahan-bahan makanan yang telah dituliskan, oke?” Tanya Kyungsoo. Jongin mengangguk, berpikir sejenak, dan mulai menulis.

“Jamur?” Kyungsoo tertawa. “Oke, tidak buruk.” Kata Kyungsoo. Lalu catatan kecil dan bolpoin di tangan Jongin berpindah tangan pada Kyungsoo.

“Wortel, jamur, dan kentang pasti lezat.” Kemudian Kyungsoo menulis ‘kentang’ di atas kertas catatan kecilnya. Kini, giliran Jongin. Lelaki itu menuliskan ‘brokoli’ dibawah tulisan tangan Kyungsoo barusan. Lalu tak lama kemudian giliran Kyungsoo, lalu Jongin, Kyungsoo, Jongin lalu Kyungsoo lagi. Sesekali keduanya tertawa ketika mendapati bahan-bahan makanan aneh (yang ditulis oleh Jongin, tentu saja).

“Cukup.” Kata Kyungsoo. Jongin tersenyum lebar memandangi buku catatan milik Kyungsoo. Begitu pula dengan Kyungsoo. Wortel, jamur, kentang, brokoli, daging ayam, kacang panjang, garam, jagung, dan telur. Asal-asalan, tapi Kyungsoo dan Jongin yakin bahwa itu akan menjadi sup yang sangat lezat (tentunya dengan adanya kreatifitas Kyungsoo—ehem).

“Besok pagi ke supermarket bersamaku, ya? Lalu setelah itu kita buat supnya bersama-sama untuk para member.” Tawar Kyungsoo. Jongin mengangguk, “Baiklah.”

Kyungsoo tersenyum mendengar jawaban Jongin. Yah, setidaknya dia berhasil mengusir rasa kesal berlebihan lelaki tersebut pada Junmyeon.

“Kalau begitu cepat tidur. Besok kau harus bangun pagi-pagi.” Ujar Kyungsoo lalu meletakkan catatan juga bolpoinnya di atas meja di samping tempat tidur.

Kyungsoo beranjak untuk mematikan lampu kamar, sedangkan saat suasana kamar telah gelap gulita Jongin menyalakan lampu tidur. Lalu keduanya berbaring, menunggu saat di mana kelopak mata mereka terasa berat. Jongin melirik Kyungsoo yang berada di sebelah kanannya. Menggeser tubuhnya untuk sedikit lebih dekat dengan lelaki tersebut.

“Selamat tidur, Hyung.” Gumam Jongin.

Kyungsoo yang matanya sudah terpejam itu menjawab, “Kau juga, Jongin.”

Kemudian keheningan menyelimuti.

Jongin memejamkan matanya, tapi pikirannya melayang ke mana-mana. Jongin tersenyum simpul tanpa sadar.

Jongin tahu Do Kyungsoo bukanlah seorang badut yang selalu berusaha membuat orang-orang di sekitarnya tersenyum atau bahkan tertawa gembira. Jongin tahu Do Kyungsoo bukanlah salah satu anggota sirkus keliling yang berusaha untuk menghibur orang-orang. Jongin tahu Do Kyungsoo bukanlah seorang gadis pemandu sorak yang cantik dan seksi. Tidak, tentu bukan.

Do Kyungsoo hanyalah alasan atas menguapnya perasaan kesalnya pada Junmyeon dan senyum simpul sekaligus senangnya barusan.

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo.

Tapi kenapa hal-hal sederhana yang Kyungsoo lakukan selalu menyenangkan untuknya?

.
.
.
.

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo.

Do Kyungsoo bukanlah wanita lemah lembut dan penyayang yang Jongin idealkan. Tentu bukan. Kyungsoo pria (sungguhan), omong-omong.

Do Kyungsoo hanyalah seseorang yang berusaha menjadi Hyung yang baik untuk Jongin.

Tapi kenapa Jongin menyayangi Do Kyungsoo lebih dari ia menyayangi Monggu—anjingnya? Kenapa Jongin menyayangi Kyungsoo seperti ia menyayangi kakaknya sendiri? Kenapa Jongin menyayangi Kyungsoo seperti ia menyayangi Ayah dan Ibunya di rumah?

Kenapa Jongin begitu menyukai Do Kyungsoo?

Kenapa Jongin begitu menyayangi Do Kyungsoo?

Kenapa—

Sosok Do Kyungsoo begitu istimewa bagi Jongin?

Jongin pikir ia tidak akan pernah mengetahui apa jawaban dari pertanyaannya tersebut. Hingga suatu hari Kyungsoo menanyakan sesuatu padanya.

“Jongin,” Panggil Kyungsoo yang berada di hadapan Jongin pagi itu. Seperti biasanya, Kyungsoo menemani Jongin menghabiskan sarapan buatannya. Kali ini secangkir kopi susu beserta semangkuk cornflakes dengan susu putih. Jongin mendongak menatap Kyungsoo di seberangnya.

“Apa?” Tanya Jongin.

“Boleh aku tanya sesuatu?” Balas Kyungsoo. Jongin menyendok cornflakes lalu memasukkanya ke dalam mulut. Tak lama kemudian, rasa gurih susu dan juga renyah dari cornflakes bercampur menjadi satu di dalam mulutnya.

“Boleh.” Jawab Jongin singkat.

Well,” Kyungsoo berdeham. “Menurutmu—aku Hyung yang bagaimana?” Tanya Kyungsoo. Sukses membuat Jongin berhenti mengunyah dan menatap mata bulat Kyungsoo sembari berpikir sejenak.

Dan dia dapat.

“Kau cerewet, tukang marah, pengomel ulung, suka memerintah sembarangan, menyebalkan, punya mata sebesar bola tennis yang mengerikan, aneh, konyol, tidak pernah normal, sering tidak jelas, jelek, pendek, dan lain-lain. Ewh.” Semprot Jongin seketika. Kemudian menikmati sarapannya kembali.

Kyungsoo memandang Jongin kesal.

“Kau pikir kau adik yang baik, begitu? Kau keras kepala, berkulit gelap, mau saja disuruh-suruh, bodoh, hobi mengambek, sok tampan, sok keren, genit pada semua gadis, mata keranjang, kurang ajar, tidak sopan, seenaknya sendiri, dan sebagainya. Hih.” Balas Kyungsoo.

“Kau juga begitu.” Kata Jongin santai.

“Kau adik paling menyebalkan di dunia.” Cibir Kyungsoo.

“Kau kakak paling menjengkelkan di dunia.” Sahut Jongin.

“Kau adik paling kurang ajar di dunia.”

“Kau kakak paling mengerikan di dunia.”

“Tapi kau adik paling menggemaskan di dunia.” Oke, harus Kyungsoo akui dia bohong kalau dia berkata itu tidak benar. Jongin diam beberapa saat.

“Kau—kakak terbaik di dunia.” Sambung Jongin. Kyungsoo tersenyum mendengarnya.

“Kau adik termanis di dunia.” Kyungsoo mengangkat alisnya.

“Kau kakak paling peduli di dunia.”

“Kau adik ter-cheesy di dunia.”

Jongin menyengir.

“Kau mesin pembuat makanan terlezat di dunia.”

“Kau—adik tersayang di dunia.”

Ugh. Kyungsoo bahkan tidak tahu bagaimana mungkin ia bisa mengatakan hal itu. Jongin mencerna kata demi kata yang Kyungsoo ucapkan perlahan. Lalu seutas senyum lebar muncul di wajah Jongin.

“Dan kau, Hyung,” Ucap Jongin. Ia melanjutkan, “Kakak teristimewa di dunia.”

Detik berikutnya Kyungsoo tersenyum, hampir tertawa karenanya.

“Wow, wow, wow. Gombal.” Canda Kyungsoo. Jongin tergelak.

“Terima kasih, Jongin.” Senyum di wajah Kyungsoo belum juga luntur. Jongin membalas senyumannya hangat. Lalu kembali menyantap semangkuk cornflakes di depannya.

Jongin sadar.

Kyungsoo memang bukanlah seorang chef profesional atau bahkan Ibunya yang ahli dalam urusan dapur. Kyungsoo memang bukanlah Ayahnya yang berwatak keras dan tegas. Kyungsoo bukanlah badut, salah satu anggota sirkus keliling, atau bahkan gadis tujuh belas tahun yang tubuhnya berada dalam balutan kostum cheerleader dengan pom-pom meriah di tangan. Kyungsoo bukanlah wanita lemah lembut dan penyayang seperti yang ia idealkan. Bukan.

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo.

Do Kyungsoo hanyalah pria dua puluh tiga tahun yang terobsesi pada memasak.

Do Kyungsoo hanyalah pria bermata bulat namun hangat yang kebetulan termasuk dalam satu grup boyband yang sama dengan Jongin.

Do Kyungsoo hanyalah mesin pembuat makanan (yang bagi Jongin selalu lezat) di dorm EXO.

Do Kyungsoo hanyalah teman sekamar Jongin yang hobi mengomel dan cerewet tetapi punya hati selembut dan semanis permen kapas.

Do Kyungsoo hanyalah kawan Jongin yang bisa memperbaiki mood Jongin yang buruk dengan caranya yang sederhana.

Do Kyungsoo hanyalah lelaki menyebalkan yang berusaha untuk menjadi Hyung yang baik untuk Kim Jongin.

Do Kyungsoo hanyalah seorang Do Kyungsoo.

Tapi bagi Jongin, justru itulah yang membuatnya begitu istimewa. Karena dia adalah Do Kyungsoo. Do Kyungsoo adalah Do Kyungsoo, si tukang masak di dorm, si cerewet, si tukang mengomel, si mata besar, si moodbooster bagi Jongin, dan juga Hyung terbaik yang pernah Jongin miliki.

Karena tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan Do Kyungsoo, siapapun itu.

Ya, tidak ada.

.
.
.
.
.
.

Selain ajakan Luhan untuk bermain PES 2014 dari ruang tengah.

“Hei, Jongin! Ayo tanding denganku!”

-END-

 

Aaaaaaaaaaa /.\ Aku sendiri nggak tau ini apaan. Habisnya KaiSoo unyu banget aku sayang mereka mumumumu <3 #apasih. Jadi…gimana? Gagal yaa HAHAHAHA xD Soalnya pertama kali buat bradersyip sih.

Well, aku tunggu komentar, dan saran maupun kritik dari kalian yaa =)

Terima kasih~



Spring Time Story

$
0
0

sehun1

Judul     : Spring Time Story

Author  : Ririn_Setyo

Cast       : Oh Sehun, Song Jiyeon.

Genre    : Romance

Length  : One Shot

Rating   : PG-15

FF ini juga di publish di blog pribadi saiiya : http://www.ririnsetyo.wordpress.com

*

*

349-10, Sangsu-Dong, Seoul 109-819 – Korea Selatan

.

Dengan mengengam tali tas selempangnya, Jiyeon berlari dengan kencang di trotoar kota, menerjang apa saja yang ada di hadapannya guna tiba di tempat tujuannya tepat waktu. Gadis itu terlihat berhenti sejenak saat nafasnya terasa semakin berat, mengaduh kesal karna gedung yang akan di tujunya masih berada beberapa meter lagi dari tempatnya berpijak.

Tangan Jiyeon bergerak lamban menghapus laju peluh yang mulai melewati pelipisnya, terlalu lama berlari sungguh bukan hal yang baik untuk Jiyeon, gadis yang sejak kecil punya kelainan di tubuhnya. Gadis itu alergi dengan air hujan dan udara yang terlalu dingin, serta tidak bisa berlari terlalu lama karna akan membuat jantung gadis itu melemah dengan sendirinya.

Jiyeon lagi-lagi mengutuk kelemahan fisiknya, gadis itu mulai kepayahan dalam mengambil oksigen untuk paru-parunya yang menyempit hingga dadanya terasa sesak. Jiyeon memukul pelan dadanya seraya terus mengatur nafas tersengalnya, sedikit merasa mulai mengigil kedinginan karna hari ini gadis itu lupa membawa coat biru muda miliknya. Jiyeon terus berusaha mengatur nafasnya agar kembali normal, mati sendirian di pinggiran jalanan ramai kota Seoul sungguh bukan cita-cita Song Jiyeon. 

“Sudah ku bilang jangan berlari terlalu kencang, Jiyeon.” Jiyeon menoleh menatap seorang laki-laki dengan wajah cemasnya, berdiri menjulang hingga mencapai angka 183 cm, berambut kuning keemasaan hingga membuat wajah putihnya semakin terlihat pucat, mengenakan seragam sekolah berwarna kuning sama seperti yang di kenakan Jiyeon saat ini.

Laki-laki yang sejak awal sudah berlari di belakang Jiyeon itu, juga tampak sedang mengatur nafasnya seraya meminum air mineral yang di genggamannya, lalu membaginya dengan Jiyeon. Tangan laki-laki itu bergerak merapatkan coat tebal berwarna hitam yang membalut tubuh tingginya, udara di awal musim semi masih terasa terlalu dingin, hingga menimbulkan kepulan awan putih dari deru nafas yang di keluarkan laki-laki berwajah tampan yang terlukis dengan sangat sempurna itu.

“Aku akan terlambat jika tidak berlari, Oh Sehun.” Jawab Jiyeon seraya kembali meminum air mineral yang dipegangnya. “Aish! Kenapa jarak halte ke gedung itu musti sangat jauh,” Jiyeon menghembuskan nafasnya yang terasa mulai lebih baik, membiarkan laki-laki yang sudah di kenal Jiyeon sejak hari pertama mereka bersekolah di YeomKwangHigh School 2 tahun silam itu, mengacak pelan rambut panjangnya yang tergerai.

“Memangnya kau yakin jika dia akan datang?” Jiyeon mengangguk mantab dengan kembali meminum minumannya. “Bukankah hari ini acara peluncuran album sahabatnya?” ucap Sehun seraya menghapus jejak air minum yang tertinggal di dagu Jiyeon, membuat Jiyeon tersenyum dengan wajah bersemu.

“Benar! Tapi sebelum Youngbae oppa ke tempat peluncuran album dia akan menyapa para fans di sini dan Jiyong oppa akan datang, aku melihat beritanya di televise semalam. Ayo! Cepatlah Sehun aku akan sangat menyesal jika tidak bisa melihat Jiyong oppa dari dekat.” Jiyeon meraih lengan Sehun dan memaksa laki-laki itu untuk berlari, namun Sehun menolak dan memutuskan untuk berjalan cepat tanpa berlari.

*

*

Senyum lebar Jiyeon merekah seketika saat dia dan Sehun, baru saja tiba di depan sebuah gedung tinggi yang menjadi markas besar sebuah Boy Band favorid Jiyeon, Big Bang. Boy band yang beranggotakan 5 orang laki-laki tampan, dengan kemampuan music bertaraf Internasional.

Berbagai penghargaan di dalam negeri dan di negeri tetangga sudah di raih oleh Boy Band itu, bahkan penghargaan kelas dunia pun juga sudah di kantongi Boy Band di bawah asuhan label music yang masuk dalam daftar 3 perusahaan music paling berpengaruh di Korea Selatan.

Aigoo kenapa ramai sekali,” Jiyeon terlihat menyesal tidak bisa datang lebih cepat, hari ini Jiyeon menunggu Sehun terlebih dahulu yang mendapat hukuman, karna tidak mengerjakan tugas dari guru sastra mereka, Kim Jongwoon.

Mata bening Jiyeon menjelajah di antara ribuan orang yang sudah memadati halaman luar gedung, gadis yang hanya bertinggi badan 167 cm itu pun lambat laun mulai tenggelam di antara para remaja laki-laki dan perempuan yang bertinggi badan lebih dari dirinya.

Sehun tertawa pelan saat menatap Jiyeon yang berdiri di sampingnya, terus menjijitkan kakinya dengan leher yang terulur, berusaha untuk terus maju ke depan guna mencapai tempat ternyaman agar bisa melihat idola favoridnya, Kwon Jiyong.

“Seharusnya kau datang lebih cepat saat Tuhan membagikan tulang pada manusia, seperti aku Jiyeon jadi— kau bisa memiliki tinggi badan seperti ku,” Sehun hanya kembali tertawa pelan saat Jiyeon memukul belakang kepalanya.

“Berhenti menghina tinggi badan ku Sehun, setidaknya aku lebih tinggi dari Song Hyekyo unnie,” bela Jiyeon dengan bangga, mendapati jika tinggi badan Song Hyekyo artis Korea Selatan papan atas itu hanya 160 cm.

Sehun meraih jemari Jiyeon dan menggenggamnya dengan erat, saat orang-orang mulai berdesakan untuk mencapai posisi depan. Sebuah suara dari micropon yang memberi tahu jika sang artis idola akan segera menyapa mulai terdengar, membuat jeritan histeris dari para gadis maupun remaja laki-laki yang datang pecah seketika.

Dorongan-dorongan kecil mulai terasa di kumpulan remaja-remaja itu, hingga tanpa sadar membuat genggaman tangan Sehun dan Jiyeon pun terlepas. Laki-laki tinggi itu panic seketika, berteriak dengan terus bergerak untuk dapat menemukan sosok Jiyeon yang hilang di antara kerumunan orang-orang yang semakin berteriak kencang.

“SONG JIYEON!!”

Sehun kembali berteriak memanggil Jiyeon dengan cemas, laki-laki itu bahkan sudah tidak peduli saat artis idola yang di tunggunya dan Jiyeon mulai keluar dari gedung. Tersenyum seraya melambaikan tangan, beberapa yang beruntung bahkan berkesempatan mendapat tandatangan dan berjabat tangan. Walau hanya 2 personil yang datang, yaitu sang Leader GDragon dan sang punya acara Taeyang namun kemeriahan dan histerisnya bisa menyamai sebuah konser artis pendatang baru.

Sehun semakin panic laki-laki itu bahkan sudah memaki dirinya yang tak dapat menjaga Jiyeon dengan baik, merasa tak dapat menemukan oksigen di dalam paru-parunya saat membayangkan jika sesuatu yang buruk menimpa Jiyeon. Namun sesaat kemudian Sehun merasa dunianya berhenti berputar, merasa jika hiruk pikuk yang ada seolah lenyap dengan kecemasan yang menjalar di tiap inci hati yang kini sudah berselimut kalut.

Dari jarak pandangnya kini, Sehun dapat melihat Jiyeon yang tersungkur di antara kerumunan orang-orang, menangis dengan meneriakkan namanya. Dalam satu gerakan cepat Sehun segera berlari menuju Jiyeon yang masih duduk di posisinya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun laki-laki itu langsung mengangkat tubuh Jiyeon dengan kedua tangannya, berjalan tergesa menjauh dari kerumunan.

*

*

Sehun mendudukkan Jiyeon di bangku yang ada di pinggir trotoar tepat di depan gedung, menatap cemas saat Jiyeon masih terisak pelan dengan memegangi lututnya yang berdarah.

“Tunggu aku di sini dan jangan pergi sebelum aku kembali.” Ucap Sehun sesaat sebelum berlalu dari hadapan Jiyeon.

30 menit kemudian laki-laki itu kembali lagi dengan obat luka dan plester berwarna biru muda, berjongkok di depan Jiyeon dan segera mengobati luka di lutut gadis itu. Deru nafas Sehun yang belum teratur terdengar memburu, dengan peluh yang terlihat mulai mengaliri wajah laki-laki itu. Namun rasa cemas mengalahkan semuanya, Sehun mengabaikan keadaan lelah tubuhnya, karna kini Sehun hanya ingin Jiyeon merasa lebih baik.

“Kenapa kau melepaskan tangan ku, Jiyeon?” ucap Sehun dengan nada marah sesaat setelah menutup luka Jiyeon dengan plester, tangan laki-laki itu bergerak menghapus jejak airmata di pipi Jiyeon, namun gadis itu malah hanya mendegus kesal.

“Kenapa membeli plester saja selama itu Sehun, kau tahu— mobil Jiyong oppa baru saja lewat dan aku tidak bisa melihatnya dari dekat karna lutut ku sakit, padahal kaca mobilnya terbuka.” Ucap Jiyeon dengan nada tinggi, mengabaikan pertanyaan Sehun barusan. Gadis itu terlihat mengerang kesal seraya melepaskan tas selempang yang ada di bahunya lalu meletakkan tas biru muda itu di atas pangkuannya.

“Aku sudah berusaha berlari secepat mungkin untuk mencari apotik Jiyeon, maaf kan aku,— seharusnya kau tidak menunggu ku saat mendapat hukuman jadi kau tidak datang terlambat,” Ucap Sehun dengan nada menyesal, menegakkan tubuh tingginya lalu duduk di samping Jiyeon,

Jiyeon tertegun menatap wajah berkeringat Sehun dari samping, wajah pucat itu masih terlihat sangat cemas bahkan tangan laki-laki itu terlihat gemetar. Perlahan Sehun melepaskan tas punggung dan coat yang membungkus tubuh tingginya, mengeluarkan air mineral dari dalam tasnya lalu menyerahkannya pada Jiyeon.

“Minumlah,—“ ucap Sehun dengan suara pelannya. “Kau dulu yang minum,— kau terlihat lebih haus dari ku,” tolak Jiyeon dengan rasa bersalah karna sudah memarahi Sehun barusan, gadis itu mendorong botol minuman kembali ke arah sehun.

Laki-laki tampan itu menatap Jiyeon sekilas, lalu meneguk air mineral hingga setengah botol, Sehun benar-benar haus karna sudah berlari tanpa henti selama 30 menit saat mencari apotik tadi. Sehun menyerahkan botol minuman pada Jiyeon dengan tersenyum, senyum lembut yang selalu mampu membuat Jiyeon tak mampu mengalihkan pandangannya.

“Mianhae,—“ ucap Jiyeon setelah mengembalikan botol minuman pada Sehun.

“Untuk?” alis Sehun bertaut, menatap lekat gadis penyuka warna biru dan selalu Sehun yakini seorang malaikat yang dikirimkan Tuhan, sebagai hadiah di ulang tahunnya yang ke 16 satu tahun yang lalu.

“Seharusnya aku tidak memarahi mu hanya karna tidak bisa melihat Jiyong oppa hari ini, toh aku sudah sering melihat meraka, seharusnya aku tidak membiarkan orang-orang tadi membuat ku jatuh dan tetap mengenggam tangan mu dengan kuat, seharusnya aku,—“ ucapan Jiyeon terputus saat sebuah kecupan hangat mendarat di kening gadis itu.

“Sudahlah lupakan, lagi pula kau baik-baik saja sekarang itu yang terpenting.” Jawab Sehun dengan senyum hangatnya, menatap lekat sepasang mata bening Jiyeon yang selalu mampu membuat Sehun terhanyut di dalamnya.

“Jangan bersedih, bukankan minggu depan kita akan menonton konser GDragon. Aku akan menjemput mu lebih awal agar kita berdua bisa berdiri paling depan, bagaimana?” ucap Sehun dengan penuh semangat, menggerakkan tangannya membelai rambut panjang Jiyeon yang di sukainya dengan lembut di tiap helainya.

Jiyeon mengangguk seketika, senyum bahagia pun sudah menghiasi wajah cantik gadis itu. Sehun tertawa pelan seraya meraih coat tebal yang ada di samping tubuhnya, lalu memasangkannya ke tubuh Jiyeon sesaat setelah memerintahkan gadis itu untuk merentangkan kedua tangannya, hingga membuat Jiyeon menatapnya binggung.

“Bukankah aku sudah sering bilang jika udara di awal musim semi masih sangat dingin, jika besok kau melupakan coat mu lagi maka aku akan menghukum mu, kau mengerti?” ucap Sehun dengan mengeratkan coat yang kini sudah menutupi tubuh langsing Jiyeon.

Jiyeon menganguk berulang, mata bening gadis itu menatap Sehun yang kini sudah memasang tas punggunya di depan dada dan menyilangkan tas milik Jiyeon di bahunya. Laki-laki itu tersenyum sekilas sesaat sebelum membalikkan tubuhnya, lalu dalam hitungan detik Jiyeon sudah berada di atas punggung laki-laki itu.

“Gomawo,—“ ucap Jiyeon seraya menyandarkan dagunya di bahu Sehun yang bidang.

“Aku sangat cemas saat melihat lutut mu berdarah, jadi— cepatlah sembuh Jiyeon dan jangan pernah lagi membuat ku merasa bersalah, saat melihat mu terluka karna aku yang tidak menjaga mu dengan baik,” Jiyeon mengangguk, gadis itu mengeratkan pelukan tangannya di bahu Sehun dengan senyum yang merekah, merasa sangat beruntung memiliki seorang Oh Sehun yang sangat menyayanginya sejak dulu.

Perlahan kaki Sehun mulai melangkah menuju halte yang ada di depan mereka, bersenandung ringan seraya menikmati udara segar dan pemandangan bunga Sakura di sepanjang trotoar yang mulai menampakkan kelopaknya. Langkah Sehun terhenti sejenak, laki-laki itu tersenyum lebar saat Jiyeon memanggil namanya dan mengucapkan serangkaian kata yang membuat mereka terikat dalam satu hubungan manis sejak 2 tahun yang lalu.

“Oh Sehun,— Sarangeo,”

Sehun menolehkan kepalanya seraya menyentuhkan ujung kepalanya di atas kepala Jiyeon, menjawab ucapan Jiyeon hingga membuat pipi gadis itu perlahan berubah menjadi merah muda sesaat sebelum kembali melangkahkan kedua kaki panjangnya.

“Nado Sarangae,— Song Jiyeon.

.

~  THE END ~

.

Hi! Silahkan meninggalkan kritik dan sarannya ya reader kece

tengKYU — xoxo

 


JoonMEN

$
0
0

JoonMEN

JoonMEN

 

Author: L.JOO

Title: JoonMEN

Length: Vignette

Genre: Comedy, Absurd

Rating: G

Cast: EXO-K’s Joonmyun

 

 

Awesome poster by Hyunji @ Cafeposterart

~~~

Kata orang-orang―mulai dari Kris dan Tao yang sangat manly―sampai Luhan yang sangat ingin menjadi manly―Joonmyun memang mempunyai pesona manly yang tak tergantikan. Mulai dari wajah, perilaku, style, sampai isi dompet pun semuanya mendukung. Sampai suatu ketika, masalah menimpa Joonmyun. Hanya karena ia ceroboh berbicara dengan Si Bodoh Chanyeol, rahasianya tentang phobia mobil kodok mulai terkuak!!

~~~

 

 

 

 

Author POV

 

Korea National University. Universitas terkenal yang mungkin hanya karena satu orang itu. Siapa lagi kalau bukan pria yang selalu menaiki limousine perak sepanjang delapan meter untuk berangkat ke sekolah. Sejauh memandang mata dari ujung gerbang hanyalah gadis-gadis penggemar Kim Joonmyun yang membawa cokelat atau kue buatan mereka.

“Kyaaaa… Oppa!!” 

Joonmyun tau ia tak suka dipanggil ‘Oppa’.

“Kakaakkk!!”

Kakak? Sekali lagi Joonmyun tau panggilan ‘Kakak’ lebih baik. Tapi sama seperti ketika Sehun memanggilnya untuk meminjam uang. Dan oh, Joonmyun kira agak menjijikkan jika mendengarnya setiap pagi.

“Sunbaeeeeee!!! Aaaahh…”

Joonmyun tersenyum menanggapi semua teriakan ‘fans’nya. Pikirnya, lebih baik dipanggil senpai karena menurutnya itu keren

“Iya. Hai semua,” ia melambaikan tangannya sambil menebar senyum tipis.

Kata orang-orang―mulai dari Kris dan Tao yang sangat manly―sampai Luhan yang sangat ingin menjadi manly―Joonmyun memang mempunyai pesona manly yang tak tergantikan. Mulai dari wajah, perilaku, style, sampai isi dompet pun semuanya mendukung.

Dia punya wajah angelic yang tampan serta rambut yang selalu ia beri gel dan semua cewek menyukainya.

Dia mempunyai sifat baik sekaligus sombong semua cewek tergila-gila padanya.

Dia mempunyai empat limousine, dua helikopter pribadi, puluhan mobil, beberapa apartemen serta dompet yang tebal dan semua cewek ngiler membayangkannya.

(kau tau, cewek di kampus Joonmyun pada matre semua)

Semua orang tak merasa asing lagi oleh semua itu. Semuanya tau kehidupan Joonmyun mulai dari nama adik-adiknya sampai merek mobil (bahkan baju dalam) terbarunya.

Tapi ada satu hal yang semua orang tak mengerti tentang Joonmyun.

Kau memaksaku untuk memberitau? Haha, Joonmyun pasti marah-marah.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Joonmyun takut mobil kodok.

 

~~~

 

Ketika tidak didepan fans-nya, Joonmyun bisa berubah 360 derajat―100 persen, menjadi sedikit ‘sombong’. Kalau kata Chanyeol, si Anak Bodoh yang gaul itu, bahasa kerennya ‘songong’. Entah mengapa, itu membuat Joonmyun makin benci pada Chanyeol. Terlebih pada tingkahnya, dan sampai sekarang Joonmyun masih menganggap Chanyeol ‘Anak Desa yang Bodoh’. (jahat sekali, ya.)

“Kakak, aku mau pinjam uang,”

Joonmyun mengenal suara itu. Siapa lagi kalau bukan suara maknae kelas, Oh Sehun.

“Pinjam uang,”

“Hah? Berapa? Aku tidak mau meminjamkan jika kau memanggilku ‘kakak’,”

Sehun tertawa, “ah iya, kau kan tua. Ayo cepat. Aku lapar dan uangku tertinggal di tas,”

Aneh, Joonmyun tau itu. Mereka masih berada di kelas dan tak bisakah Sehun mengambil uangnya sendiri di tas? Tapi Oh Sehun adalah Oh Sehun, Joonmyun hapal benar sikapnya. Maka dibukalah dompet setebal 5 cm-nya dan memberi Sehun beberapa lembar uang.

“Awas kau kalau terlambat mengembalikan. Kubunuh kau,” ancam Joonmyun.

(Padahal tak pernah sekalipun Sehun mengembalikan uangnya)

“Iya, iya,” Sehun melenggang pergi keluar kelas. Hari ini tiga jam pelajaran kosong dan tak mungkin semua penghuni kelas mensia-siakannya. Ada yang makan, menindas di sudut lain, pergi ke kantin, pamer barang mahal, dan lain-lain.

Rakyat jelata, Joonmyun mengedikkan bahunya sambil mencibir.

COME BACK HOMEEE.. COME BACK HOMEEE.. COME BABY BABY COME COME BABY. COME COME BABY BABY COME COME,”

NAEGE DORAWA,”

 

COME BABY BABY COME COME BABY. COME COME BABY BABY COME COME,”

AMU DAEDAP EOMNEUN NIGA NEOMU MIPJIMAN. GAKKEUMEUN NEODO NAREUL GEURIWOHALK―”

“Diam kalian!” teriak Joonmyun pada dua anak rapper band yang mengidolakan 2NE1 itu, “menyanyi seperti itu, kalian pikir suara kalian bagus, eh?”

“Hah? Apa salahku? Dia yang mulai,” Kai menunjuk Chanyeol yang melongo di sampingnya.

“Apa? Aku dan Kai hanya ‘comeback stage’ di depan kelas. Aku kan cuma nyanyi ‘Come Back Home’. Masa tak boleh?” Chanyeol mengangkat kedua tangannya pertanda mengelak.

“Ya. Aku jadi Minzy dan CL, dia jadi Sandara dan Bom. Chen dan Baekhyun kan boleh konser di depan kelas. Kita juga boleh, dong,” tambah Kai merangkul Chanyeol yang ditimpali reflek cemburu Baekhyun.

“Jangan sentuh Chanyeol-ku!” pekik Baekhyun.

“YAK KALIAN SEMUA DIAM. Ayo kuteraktir di kantin kalau mau diam,”

Bisa ditebak, seisi kelas menyoraki kompak,“AYOOO…!!!”

Cukup dengan menyogok, semua akan menurut. Joonmyun punya uang, apapun bisa dilakukan. Tak perlu kuatir tentang itu.

 

~~~

 

Joonmyun meninggalkan penghuni-penghuni kelasnya menuju ke perpustakaan untuk menempel poster, perintah Choi Songsaenim. Karena sibuk dengan jam tangan Gucci-nya yang terkena saus tomat Chen, tak sadar dia ada seorang perempuan yang berjalan berlawanan arah dengannya, dengan buku hard cover yang dibaca perempuan itu.

Mereka akan bertabrakan pasti.

BRUKK!!

“Oucchh!!”

Apa kataku, haha.

“Yaampun, Kim Joonmyun Sunbae!! Yaaaa… maafkan akuu!! Aku sedang membaca bukuku dan aku tak melihatmu!! Demi apaa… kepalamu sakit yaaaa??? Bagaimana kalau kuantar kau ke ruang kesehatan? Maaf! Maaf!”

“Tak ap―” Joonmyun mendongak, “―a,”

Sumpah.Perempuan.Itu.Sangat.Manis.Dan.Joonmyun.Terpesona.Menatapnya.

“Apa?” perempuan itu terlihat salah tingkah, “aku Song Aerin, adik kelasmu. Pasti Sunbae tak mengenalku,”

“Tidak apa. Maaf,” Joonmyun mengambil buku itu dan membaca judulnya, “The Little Prince. Wow. Ini favoritku,” disodorkannya buku itu kearah Aerin.

“Sungguh?”

“Ya. Sudah ya, Aerin. Aku disuruh nempel poster,” Joonmyun mengangkat gulungan poster yang agak terlipat, “maaf sekali lagi. Lain kali kita bertemu oke,” ditepuknya bahu Aerin dan sukses membuat gadis itu meleleh.

Aerin memandang punggung Joonmyun yang mulai menjauh.

Manly sekali. Menolongku jatuh dan tersenyum padaku. Padahal dia tenar dan aku ini dari kalangan biasa saja, pikir Aerin.

Hari itu, Aerin menghabiskan waktunya untuk pamer bahwa ia habis mengobrol dengan Joonmyun dan ia bilang Joonmyun sangat keren―manly.

 

~~~

 

Joonmyun manly. JoonMEN.

Semua tau itu.

Bagaimana jika di kelas Joonmyun kemasukan kecoa?

Ah, sudah bisa ditebak. Luhan menjerit, Kai dan Sehun naik meja, Kris menenangkan Tao yang menangis, Baekhyun menyemprotnya dengan parfum, Lay dan Kyungsoo mengambil senjata mereka―panci, Chen dan Xiumin teriak sepuluh oktaf, serta Chanyeol melempari dengan stick drum.

Namun, Joonmyun tetap tenang.

Dia menginjak kecoa itu dengan sepatunya, lalu menyeretnya keluar menggunakan sapu. Lalu menepuk kedua telapak tangannya ketika masuk kelas, pertanda semuanya sudah beres.

Semua terkesiap.

Apa yang dilakukan Tuhan hingga Joonmyun bisa se-manly itu?

“Sudah selesai. Besok aku ganti sepatu. Ewwhh…” Joonmyun bergidik mengingat ia menginjak kecoa itu.

Semua pasang mata menatapnya seolah Joonmyun adalah alien yang baru datang dari Nibiru. Joonmyun pun merasa terganggu.

“Apa? Bisa-bisanya kalian tak berterimakasih―”

“WHOAAA!” Luhan berteriak tiba-tiba, “mengapa bisa? Menginjak kecoa tanpa ketakutan! Kenapa kau manly, sih??! Kris saja takut, Tao saja nangis, masa kau begitu?! Bisa ajari aku? Bisa ajari aku? Bisakah? Bisakah? Bisakah?” serentet pertanyaan keluar dari bibir Luhan, namun Joonmyun menjawabnya dengan gelengan, “yaahh… padahal itu keren sekali. Aku seperti pernah lihat di film,” tambah Luhan kecewa.

“Film?” Joonmyun bertanya mengejek, “ya. Kau menonton Barbie dan aku menonton Fast and Furious. Jadi aku manly dan kau girly,”

Luhan cemberut, kemudian kembali ke bangkunya dengan perasaan sedih.

(Dan sepanjang hari Luhan menangis sehingga Joonmyun melapor pada wali kelasnya)

 

~~~

 

Pembahasan pelajaran semakin hari semakin tidak penting. Matematika membahas tentang jumlah kaki hewan, Olahraga membahas tentang senam hamil, Biologi membahas tulang ayam dan pelajaran kali ini, membahas tentang phobia.

5 menit, ayo cepat, batin Joonmyun tidak sabaran. Matanya sudah ingin tertutup, tapi ia sadar ketika sebuah telunjuk mencolek bahunya. Dari belakang. Park Chanyeol.

“Apa? Mau pinjam pensil?” tanya Joonmyun sementara Chanyeol menggeleng, “lalu?”

“Aku bosan,” Chanyeol menunjuk sebelah bangkunya yang kosong, “Baekhyun meninggalkanku untuk tes vocal. Jahat sekali,”

“Memang aku tidak? Hah, lebih baik senam hamil kalau begini,”

Chanyeol tertawa menggelegar, “hahaha… iya. Ngomong-ngomong, kau punya phobia?”

“Eh?”

Joonmyun melongo. Demi apa, dia tidak ingin membongkar aib terdalamnya. Jika Chanyeol tau, maka seisi kelas―ralat, seisi sekolah―akan tau. Chanyeol kan, mulut ember. Tak mungkin dia bisa menyimpan rahasia. Tentang Joonmyun pipis di celana saat kelas sepuluh, itu masih tak apa Chanyeol ketaui. Tapi yang ini? Tidak akan dan tidak akan pernah siapapun ketaui. Maka dia cepat-cepat menggeleng kepalanya kuat.

“Tidak, tidak. Aku kan manly,”

Andaikan begitu kenyataannya, hahaha. Joonmyun phobia mobil kodok. Tak ada yang boleh tau.

“Masa?”

“Iya. Kau ini tak percaya. Kau sendiri punya phobia?” Joomyun berusaha tenang dengan mengalihkan topik agar dia tidak kena.

“Ada sih. Tapi jangan beritau siapa-siapa,” Chanyeol mendekatkan bibirnya ke telinga Joonmyun, “Coulro-phobia. Phobia badut. Kau tau alasan saat aku tidak masuk perayaan ulang tahun kampus? Pasti ada badut dan aku tidak ingin menangis seperti yang kulakukan saat SMP,”

Joonmyun tertawa. Ternyata aneh juga. Tapi, dia pikir masih mending daripada phobia mobil kodok, bukan?

“Jadi, benar kau tak punya phobia? Apa kau yang tak tau? Pernah kau takut akan sesuatu?’ Chanyeol mengeluarkan pertanyaan itu lagi.

Kali ini, Joonmyun mengambil jalan lewat otak. Bagaimana kalau memberitau Chanyeol phobia-nya, tapi dengan bahasa yang berbeda? Yang pasti tidak Chanyeol ketaui… seperti, em, English? Ah, pasti ketauan. Dan… bagaimana dengan Chinese?

Ya. Chinese. Brilliant, Joonmyun menyeringai.

Dengan begini, dia bisa mengelabui Chanyeol dengan cara mudah. Misal, Chanyeol menanyakan arti phobia-nya, dan Joonmyun menjawabnya dengan sesuatu yang keren. Seperti phobia kemiskinan, phobia rakyat jelata, phobia dompet tipis, atau lainnya.

“Tunggu, akan kutuliskan karena kau tak akan mengerti jika lewat omongan,” Joonmyun mulai menulis di sepotong robekan buku pelajaran.

青蛙

 

  1. Dengan begini Chanyeol tak akan tau, Joonmyun pikir.

“Ini phobia-ku,” disodorkannya kertas itu kepada Chanyeol yang melongo tak tau artinya.

Anak yang malang, batin Joonmyun

Namun malang malah berbalik kearah Joonmyun. Kenapa? Karena Chanyeol meminta Luhan yang berasal dari China untuk membacakan.

CHANYEOL. MEMINTA. LUHAN. YANG. BERASAL. DARI. CHINA. UNTUK. MEMBACAKAN. TULISAN. MANDARIN.

“CHANYEOL BODOH JANGAN―”

“Phobia-mu?” Luhan mengernyit.

“………………………….”

Joonmyun pasrah.

Qingwa che? Mobil kodok?”

Joonmyun benar-benar kehilangan akal sehatnya. Mati kau, Kim Joonmyun. Dasar Songong sok Manly.

 

~~~

 

“HAHAHA!! APA!! AKU TIDAK MENYANGKA. AKAN KUBERITAU PADA SEMUA ORANG―”

“CHEN HENTIKAN!!!”

“TIDAK, TIDAK. BAYAR AKU 11 MILIAR WON MAKA AKU AKAN BERHENTI! Eh? Hei, Nona Adik Kelas, kau tau, orang terkenal bernama Kim Joonmyun punya phobia mobil kodok dan dia―”

Joonmyun sungguh mendelik melihat Chen mengumbar rahasianya pada adik kelas yang tak lain adalah, “SONG AERIN?????!”

“Sunbae?!”

“Eh, kalian saling kenal?” Chen menatap keduanya dengan bingung, “Song Aerin, ya, Song Aerin. Song Aerin, kau dengar kan apa yang kubicarakan―”

SHUT UP YOUR FXXK MOUTH CHENN!!”

Namun, Aerin menangguk. Dia mendengar. Dia mendengar yang dikatakan Chen. Dia tau phobia aneh yang menempat di dalam diri seorang Kim Joonmyun.

“Sunbae… phobia mobil kodok?”

“………………………..”

 

~~~

 

Sebenarnya hari ini Joonmyun sungguh tidak ingin pulang jalan kaki dengan teman-temannya. Namun terpaksa, karena limousine perak-nya belum dicuci, maka Joonmyun jalan kaki. Dan ini cukup memuakkan. Karena kecerobohannya, karena Park Chanyeol, dan karena mobil kodok, dia dipermalukan.

Dan gadis itu―Song Aerin―gadis yang disukainya, mengetauinya.

“Kemarin dia melawan kecoa, tapi ternyata takut mobil kodok. Kalau aku menonton Barbie, dia pasti menonton Dibo the Gift Dragon,” canda Luhan disambut gelak tawanya dan sepuluh orang lainnya, “hahaha… aku tidak menyangka, sungguh!!”

Sementara Joonmyun merengut sambil berpikir, apa yang harus dilakukannya agar alien-alien dari kawah Mars ini berhenti menertawainya.

TENOOOTT… TENOOOTT…!!!

Klakson mobil kodok, Joonmyun tau dan teman-temannya pun tau. Kaki Joonmyun bergetar hebat mendengarnya. Dia tidak mau mati disini. Dia tidak mau mati disini. Dia tidak mau mati disini. Apa yang dilakukannya? Ah, Joonmyun benar-benar terjebak.

“Joonmyun, ada mobil kodok itu!! Hahahah!!” teriak Chanyeol.

Joonmyun menggunakan otaknya lagi, memeras, mencuci, menjemur, hingga akhirnya dia menemukan satu jalan. Satu jalan yang sulit. Yang mungkin akan beresiko besar.

Tapi demi dirinya, demi harga dirinya.

………………dan demi Song Aerin.

“Akan kubuktikan kalau semua itu salah!!” teriak Joonmyun.

Sebelas pasang mata menatap wajah Joonmyun yang terdapat guratan amarah.

“Akan kubuktikan!!! AKAN KUBUKTIKAN!!!” Joonmyun melempar tas-nya kearah Chanyeol dan berlari ke tengah jalan raya.

Menuju mobil kodok itu.

Hingga di depan mobil kodok itu.

Dan semua tau apa yang terjadi selanjutnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

CKIITTTT…. BRUUUKKK!!!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Silau. Joonmyun merasa sekujur tubuhnya remuk. Kakinya bergetar hebat tanda phobia-nya telah aktif. Tapi dia merasa inilah yang terbaik. Walaupun harus mati konyol sekalipun.

…………….

…………..

……………..

“Sunbaeeeee!!!”

.

.

.

.

.

Suara itu. Joonmyun tau suara itu. Bukan suara Sehun yang dimanja-manjakan, tapi………………………………………. Suara ringan Song Aerin.

 

Gadis itu.

“Sunbaeeeee!!!”

Yang Joonmyun dengar terakhir adalah teriakan Aerin dan ia tak tau apa yang terjadi.

 

~~~

 

Joonmyun mengerjap-ngerjapkan matanya dan dia tau dimana dia sekarang. Lewat bau dan dinding putihnya, ini pasti rumah sakit. Saat itu ia merasa kepalanya diduduki oleh bokong Xiumin, tapi saat mendengar Aerin yang samar menangis di hadapannya membuat Joonmyun merasa lebih baik.

“Aerin?”

“Sunbae?”

“JOONMYUN???!!!”

Joonmyun menatap 12 orang itu dengan seringaian lebar, “hei, teman-teman,”

“WHOA KUKIRA KAU MATI, KAKAK,”

Shut up. Berhenti memanggilku ‘kakak’,”

“JoonMEN,”

“Apa?”

PLAAAKKK…

“APA MAKSUDMU SOK KEREN SEPERTI ITU. KAU ITU HAMPIR MATI TERLINDAS, KAU TAU. DASAR BODOH. AKU TIDAK AKAN MENERIMA SOGOKAN TRAKTIRANMU LAGI. JIKA KAU MENYOGOKKU KAU HARUS MEMBELIKANKU SATU SET ALAT MASAK TERBARU , BARU AKU MEMAAFKANMU!!”

Yang barusan berbicara sambil marah-marah itu adalah Kyungsoo. Dia berbicara sedikit melantur karena meminta dibelikan alat masak dan Joonmyun tak tau maksud ucapan Kyungsoo.

“Aku tak tau apa yang kau omongkan,” gumam Joonmyun.

“Haahhh… kau ini,” Kyungsoo duduk di tepi ranjang Joonmyun, “hampir saja mati gara-gara mobil kodok. Konyol. Untung kau tak mati. Adik-adikmu ada tujuh dan itu jumlah yang banyak. Kalau kau mati, mereka makan apa? hartamu juga. Mau kau apakan uang-uang dan limousine itu? Jika adikmu tega, mereka akan menghabiskan uangmu untuk belanja di Hongkong dan di Surga kau akan rindu pada uangmu,” nasihat Kyungsoo, “sebenarnya aku juga ingin minta uangmu sih,” ucapnya pelan.

“Ya kau yang bicara apa,” Joonmyun mencibir, “kau kan sahabatku, kau bisa minta apa saja dariku,” mata Joonmyun beralih pada Aerin yang menangis, “dan, hei, ada apa denganmu, Nona Adik Kelas?”

“SUNBAE!”

PLAKKK….

“AKU BERPIKIR SAMA DENGAN KYUNGSOO SUNBAE. KAU ITU BODOH YA. AKU TAK PEDULI AKU BICARA DENGAN SIAPA SEKARANG, TAPI ITU MEMANG KENYATAAN!! JADI HANYA KARENA HARGA DIRI, KAU BERANI BERTARUH NYAWA BEGITU??! AKU BERPIKIRAN SAMA DENGAN KYUNGSOO SUNBAE, JIKA KAU TAK MEMBELIKANKU PERALATAN MASAK TERBARU AKU TAK MEMAAFKANMU !”

Joonmyun melongo.

“Wow,” sela Chen diantara keramaian Aerin, Kyungsoo, dan Joonmyun, “Nona Adik Kelas dan Kyungsoo menampar Joonmyun,” Chen melirik teman-temannya yang melihatnya heran, “apa? aku hanya ingin menampar Joonmyun juga, kau tau?”

PLAAAKK…

“CHEN!! APA MAKSUDMU!”

“Haha, kau kan manly. Jadi tak terasa sakit, bukan begitu, JoonMEN?” ledek Chen.

“Hei, aku juga mau menampar!”

“Aku juga!”

“Aku juga!”

“Aku duluan!!”

PLAKKK

PLAKKK

PLAKKK

PLAKKKK

PLAKKKK

“Hei, apa-apaan kalian! Aku habis kecelakaan tapi kalian malas tidak berbelas kesihan!”

“Kau kan manly. Katanya nonton Fast and Furious sementara aku nonton Barbie,” balas Luhan ditimpali anggukan yang lainnya.

“Ya terserahlah. Tampar aku sepuasnya,”

“Yasudah kalau begitu maumu!” ucap Aerin sembari tertawa.

PLAKKK

PLAAAKKK

PLAAAAKKK

PLAAAK

“Hahaha! Rasakan itu, Songong!”

“Tidak sakit!”

 

~~~

 

Jadi, malam ini Joonmyun tidur dengan bekas merah-merah di pipinya. Karena di temani teman-temannya, tak terkecuali Song Aerin, dia tidak merasa sakit, tapi malah merasa sebal dan ingin membunuh sebelas laki-laki bodoh itu.

Tapi, masa peduli. Joonmyun kan, manly. JoonMEN !!

 

 

 

 

 

 

 

I was manly.

What do you want huh?

 

 

 

 

 

 

JoonMEN_END

 

 

 

 

Huahaha L.JOO gatau kenapa harus bikin Junmen versi menli. Karena L.JOO gak tega liat Junmen sering terbully L oya kalo liat ff ini dengan nama Author yg sama berarti itu punya L.JOO yah J. FF ini udah post di EXOFFL (exofanfictland.wordpress.com)

 

 

 

 

I need RCL!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Regretfull

$
0
0

chanyeol

Regretfull

Cast : Park Chanyeol, OC | Genre : Drama | Length : ficlet | Rating : General

~*~

Chanyeol sangat ingat kalimat yang selalu ia dengar dari suara ibunya. Sesuatu yang datang terlambat akan menimbulkan penyesalan ketika mereka tak memanfaatkan momen tersebut. Penyesalan memang selalu datang terlambat karena jika tidak, orang-orang itu tak pernah memperbaiki hidupnya. Sejak kecil, ia selalu melakukan sesuatu yang ada di hadapannya dengan maksimal. Ia tak ingin melewatkan momen-momen itu agar tak ada penyesalan di akhir.

Penyesalan pertama yang pernah ia rasakan adala ketika ia tak mendengar kata Park Yura—kakak kandungnya. Saat itu usia mereka masih terbilang kanak-kanak ketika Chanyeol melakukan sebuah kesalahan. Sebagai anak lelaki satu-satunya di keluarga, ia selalu di beri tanggung jawab menjaga ibu dan kakaknya ketika ayahnya tak ada di rumah. 

Saat itu hubungan Chanyeol dan kakak perempuannya itu sedang bertengkar. Yura meminta Chanyeol untuk menjemputnya di sekolah menggunakan sepeda. Namun anak lelaki itu tak datang. Chanyeol sengaja tak menghiraukan permintaan kakaknya karena ia masih memikirkan pertengkaran mereka beberapa hari sebelumnya. Sifat kekanakannya itu yang membawa dirinya kepada sebuah penyesalan.

Park Yura menjadi korban tabrak lari di dekat sekolahnya. Meski keadaan kakaknya tak semakin buruk, namun sebuah penyesalan seakan sedang menghantam dirinya sendiri. Sejak saat itu ia tak pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depannya.

Sebuah janji tentang-tak-menyia-nyiakan-kesempatan-tersebut ternyata tak ia pegang dengan kencang. Janji itu sudah melebur tanpa ia sadari. Sebuah penyesalan kedua dalam hidupnya kini datang di hadapannya. Setiap penyesalan itu datang, ingin rasanya ia mencari mesin waktu agar membawa dirinya ke masa lalu untuk memperbaiki semuanya. Atau kalau bisa, ia ingin memutar waktu agar semua penyesalan itu hilang.

Semua sudah terlambat, katanya dalam hati.

Angin musim dingin kali ini benar-benar tak dapat di toleransi. Salju juga seakan sedang merasakan apa yang ia rasakan. Mata lelaki itu tak dapat beralih dari sebuah kotak kecil berwarna hitam dan pita merah muda di tangannya. Kotak itu seperti sebuah sampah yang tak ada artinya meski ia sudah mempersiapkan semuanya dengan sangat matang.

Seharusnya ia melakukan ini lebih cepat dari yang ia bisa. Seharusnya ia bisa meyakinkan diri dan tak banyak keraguan. Seharusnya ia tak mengikuti egonya yang terlalu besar. Jika itu semua tidak terjadi, seharusnya sekarang ia tak duduk sendirian di luar dan menatap butiran-butiran salju yang jatuh di depan matanya.

Lelaki itu menghembuskan napas sehingga mengeluarkan sebuah asap dari mulutnya. Matanya kini sudah memerah sejak satu jam lalu. Ia mencoba menahan semua emosinya saat ini karena ia sudah memegang janji. Ia berjanji pada dirinya sendiri dan seseorang kalau ia tak akan pernah menangis hanya karena keadaan seperti ini. Tapi ia tak bisa. Park Chanyeol juga seorang anak manusia yang tak dapat menyembunyikan semua emosinya. Ia tak dapat membendung air yang kini mulai mengalir dari mata hingga pipinya.

Sebuah bayangan seorang gadis yang sedang memenuhi otaknya kini berada di depan matanya. Gadis itu seakan sedang tersenyum dan melambaikan tangan kearahnya. Senyum itu, senyum yang sangat ia rindukan.

Ketika Chanyeol menghapus matanya yang basah, perlahan bayangan itu mulai mengabur. Bayangan itu menghilang dan meninggalkan sebuah senyum di wajah lelaki itu. Senyum yang sangat menyakitkan ketika ia harus mengingat semua kejadian yang telah berlalu.

END

A/N : Hai~~ ketemu lagi dengan saya~~ kali ini saya membawa ff genre seperti ini lagi. Hehehe semua ide awal berasal ketika liat foto chanyeol di atas. Tapi ff ini juga udah pernah di publish di www.disturbanceme.wordpress.com

Terima kasih^^


Wonderland (Chapter 2)

$
0
0

Title: Wonderland (Chapter 2)

Author: Evilhyung

Cast: Oh Sehun || Rachel Han (OC) || Kim Saejin (OC)

Genre: AU, Romance, Mystery(?)

Length: Chaptered

There are some links:

Teaser #1 || Teaser #2 || Prologue || First

These links are posted in my blog. Click the links if you need to read the previous chapter^^.

 

A/N: Sebelumnya, aku minta maaf atas kesalahan pengetikan di chapter sebelumnya. Cast ‘Kim Saejin’ malah sama saya di tulis ‘Han Saejin’ ;;;(. I do apologize for my mistake, untuk selanjutnya semoga saya tak mengulang kesalahan tersebut!:D. [Visit my site!: exofantasy.wordpress.com]

Take your popcorn and cola, enjoy the story!

There is some secret(s).

 

Oh Sehun’s POV

Dia membantuku mengolesi roti panggang untuk sarapan ku. Aku tertawa melihat tingkahnya yang terkadang membuatku tertawa karena ia berteriak setiap kali satu tetes selai jatuh ke telapak tangannya. “Jangan tertawa saja. Kau bisa bantu aku menyiapkan peralatan Joon,” tegurnya sedikit tajam.

“Joon akan pergi kemana?” tanyaku merasa heran karena Joon harus membawa tas yang sedikit besar dari tas yang biasanya ia bawa. Rachel hanya diam sementara Joon juga diam dan memilih duduk di kursi untuk menyantap roti panggangnya, ketimbang membalas pertanyaan ayahnya ini. “Kau sakit?” 

Joon menggeleng pelan dan terus mengunyah. Sudah kuperhatikan, Joon memang aneh. Tak biasanya, padahal ia sering sekali mengoceh padaku dan Rachel. Apa aku harus memanggil Saejin? Kurasa tak mempan. Ia menjadi murung dan terlihat tak bersemangat setiap akan berangkat sekolah. “Semua baik pada mu, kan?” tanya Rachel yang mungkin khawatir Joon menjadi korban bullying dan tak berani mengatakannya padaku dan Rachel.

Joon tetap menggeleng dan malah menaruh rotinya yang belum habis di atas piring lagi. Ia segera menggendong tasnya dan bersiap untuk berangkat sekolah. “Aku akan mengantarnya.” Aku segera menggeleng dan mengambil kunci mobil di atas meja. “Biar aku saja. Biar lelaki berbicara dengan lelaki juga.” Rachel memukul bahuku pelan.

Aku segera masuk mobil dan mengantar Joon untuk pergi sekolah.

***

Aku sedikit melirik Joon yang terus-terusan menatap ke luar jendela samping. Ada apa dengannya? “Apa kau mendadak bisu?” tanyaku sedikit bercanda. Ia hanya menggeleng. Aku semakin gemas dibuatnya. “Jadi, sebutkan apa masalahmu atau alasan kenapa kau menjadi seperti ini?” Joon kemudian terdiam dan perlahan menengok ke arahku.

Dad, aku tak kenapa kenapa,” jawabnya dengan banyak penekanan di setiap katanya. “Lalu?” Ia tetap diam. “Hanya… Aku sedang tak ingin sekolah,” jawabnya yang jelas mengakhiri pembicaraan singkat kami. Ia segera membuka pintu mobil ketika kami sudah di depan gerbang sekolah.

“Hati-hati,” ucapku yang mendapat balasan berupa anggukan dari Joon. Joon hanya diam dan ia segera masuk ke pintu gerbang sekolahnya. Aku terus berusaha mengintip setiap gerak-gerik Joon. Kalau-kalau ia di bully oleh teman-temannya. Aku memicingkan mata berusaha melihat secara detil. Tak ada yang salah, jujur saja.

Terlihat seperti kehidupan normal, menurutku. Tapi sikap Joon yang tiba-tiba berubah itulah yang membuatku khawatir. Tunggu dulu, itu siapa? Wanita berbaju hitam putih menggandeng tangan Joon, dan menggiringnya hingga masuk kelas. Rasanya aku mengenal wanita itu. Siapa dia?

Tuut. Tuut.

Suara klakson mobil pengantar di belakangku mulai memekakan telinga. Aku segera menginjak gas dan melaju dengan kecepatan tinggi.

***

Aku sedikit menarik nafasku dalam-dalam dan membuangnya pelan. Kulirik jam yang berada di dinding. Waktu berjalan begitu cepat ternyata, sekarang jarum jam sudah menunjuk ke angka 9 malam. Aku harus segera pulang. Apa Rachel sudah pulang? Baekhyun biasanya selalu melarangnya pulang pada jam 9 sampai 10 malam. Ia menahan Rachel dengan memberi banyak tugas padanya, dan alhasil Rachel harus pulang pada jam 11 malam bahkan jam 1 pagi.

Hi, sudah pulang?” sapaku di telfon. “Menurutmu?” tanyanya balik dengan kesal. Haha, sudah kutebak. Baekhyun pasti tengah menghukumnya bersama Saejin karena belum menyelesaikan laporan untuk rapat pemimpin perusahaan besok. Dengan sedikit tertawa aku menjawab, “Apa Baekhyun memberimu tugas yang banyak lagi?”

“Bukan. Saejin menahanku untuk membantunya menyelesaikan tugasnya hingga mata kami berkatung. Ia harus pulang lusa karena ia sangat rindu NewYork,” jawabnya. Yah, wanita bernama Kim Saejin itu memang gemar sekali mengerjai Rachel. “Kau ingin ke NewYork juga?” Tak ada respon apapun darinya. Berulang kali aku katakan halo padanya, namun tak di jawab.

Hi, with your pilot Saejin here. Can I help you, sir?”

Aku berdecak pelan dan menanyakan kemana Rachel. “Your wife is so tired. She’s sleeping now, with the paper as her pillow,” candanya sedikit tertawa. Jelas saja Saejin sekarang sudah mentertawakan Rachel. “Baiklah, apa aku bisa jemput dia?” Terdengar tawa dari Saejin. “Itupun jika kau kuat. Akhir-akhir ini wanita kejam ini bertambah satu inchi angka timbangannya.”

Setelah Saejin menutup telfonnya, aku langsung menuju kantor mereka. Aku berdesah frustasi karena melihat jalanan depan yang macet. Benar sekali, hari ini weekend dan semua mobil keluar. Sambil terus melirik jam, aku sadar sekarang sudah jam 11 pas.

Setelah melewati kemacetan panjang, akhirnya sampai juga di depan kantornya. “Hey, Sehun,” sapa Baekhyun riang dan menjabat tanganku begitu aku masuk gedung itu. “Kau kejam sekali, Baek. Kau buat istriku merana.” Baekhyun tertawa lepas sambil mengantarku ke ruangan Rachel dan Saejin. “Well, seperti prinsip yang kau pegang, wanita kejam itu pantas mendapat siksaan.”

Ada benarnya perkataan Baekhyun tadi. Aku memang selalu memegang prinsip dimana wanita kejam bernama Rachel Han itu harus mendapat siksaan hingga ia merana dan membutuhkan pertolonganku. “Dan, istrimu rela lembur hanya untuk… Membantu Saejin yang akan pulang ke NewYork lusa,” lanjutnya sedikit sedih.

“Kenapa kau malah terlihat sedih?” Baekhyun tersipu malu dan tersenyum kecil. “Haha, ini rahasia di antara kita, ok? Aku menyukai wanita aneh itu.” Sudah kuduga, Baekhyun memang menyukai Saejin. Aku terkekeh kecil. “Memangnya kau cocok?” ejekku merendahkan martabatnya. Ia segera menyikut lenganku.

“Memangnya kau cocok dengan Rachel? Secara keseluruhan, lelaki aneh sepertimu menikah dengan seorang setan? Bagaimana anak kalian yang bernama Joon itu akan menjadi malaikat?” Aku segera memukul bahu Baekhyun pelan. “Well, setidaknya Joon sangat tampan.”

“Cih, ketampanan seseorang bisa menipu.” Baekhyun meringis kesakitan setelah tangannya ku cubit. Sambil menggeleng pelan aku membuka pintu ruangan mereka. Aku mendadak tertawa geli melihat kondisi ruangan tersebut begitu berantakan dengan Saejin yang memakai pesawat kertas untuk bermain menjadi pilot.

Ia mengitari ruangan tersebut dan berusaha menerbangkan pesawatnya. “Hei. Kau hanya bermain? Kupikir kau akan pulang ke NewYork.” Saejin segera berhenti mendengar teguranku tadi. Ia segera melempar pesawatnya ke tempat sampah dan duduk dengan manis di dekat Rachel yang tertidur. Baekhyun berdecak melihat ruangan tersebut sangat berantakan.

Aku segera membangunkan Rachel dan ia terbangun sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. “Joon dijemput ayahku. Ayahku ingin bertemu Joon katanya. Ia sekarang berada di rumah.” Aku mengangguk dan entah kenapa geli sekali melihat wajah Rachel yang mengantuk. “Ayo pulang. Simpan tenagamu untuk bekerja besok,” ucapku sambil menuntunnya untuk berdiri.

Sementara itu, Saejin terlihat hanya diam sambil membereskan berkasnya. “Kau ingin ikut kami pulang?” Saejin mendongkakan kepalanya dan mengangkat bahunya. “Entahlah. Apa kalian mau? Aku sedang tak bawa mobil hari ini.” Aku langsung mengajaknya untuk beres-beres.

Baekhyun hanya menatap Saejin kaku. Aku tahu, Baekhyun ingin mengantar Saejin pulang. “Atau biar aku yang antarkan kau?” tawar Baekhyun tiba-tiba yang membuat gerakan tangan Saejin berhenti. “Aku lebih nyaman diantar Rachel dan Sehun. Sorry, sir.” Aku hanya bisa terkikik geli menahan tawa, sementara Baekhyun bersiap akan menamparku.

“Baiklah kami duluan!”

***

Kami sampai di depan rumah Saejin yang hanya dihuni Saejin dan pembantunya. “Baiklah, hati-hati,” ucapku sebelum Saejin turun. Ia berhenti dulu dan malah menutup pintunya lagi. “Bukannya aku tak mau turun, tapi ada hal yang harus kubicarakan, Sehun.” Aku mengangguk dan berusaha mendengarkannya dengan baik.

“Aku… Ada beberapa hal yang membuatku takut,” ucapnya dengan serius. Rachel terbangun dan mengerjapkan matanya beberapa kali dan menatap kami berdua heran. “Hei, Saejin. Ini rumahmu. Kau takkan turun?” Saejin menggeleng dengan cepat dan terlihat panik. “Dengar dulu. Ada yang harus kubicarakan sekarang. Seperti yang kalian ketahui, aku adalah wanita pemberani. Dan baru kali ini aku merasakan takut akan sesuatu.” Rachel segera membungkam mulutnya dan mendengarkan Saejin serius.

“Tadi siang, aku makan di restoran depan kantor. Ada sesuatu pemandangan aneh. Ini tak mungkin salah bagiku. Aku melihat seorang wanita bertopi hitam menggandeng tangan Joon menyebrang jalan dan menuju ke sekolahnya. Aku tak tahu persis dari mana mereka, namun… itu terasa aneh. Bukannya kau tak pernah menyuruh seseorang untuk menjemput Joon selain keluarga atau supirmu, kan?”

Wajah Rachel perlahan berubah menjadi merah, ia panik. Aku juga, dan jantungku terasa berdegup lebih kencang. “Dan terlebih lagi, beberapa minggu lalu ada seorang tetangga yang berada di sebelahku persis itu baru pindah. Ia selalu memakai topi hitam yang mirip dengan itu dan pergi secara misterius. Jujur saja, semenjak ada wanita itu, hidupku dan beberapa tetanggaku menjadi tak tentram.—“

“Mereka kerap kali berkunjung ke rumahku untuk menanyakan hal tersebut. Aku makin takut!” lanjutnya dengan teliti. Wajahku dan Rachel makin memanas. Kami sangat takut jika Joon tak ada di rumah. Dan selain itu, kami juga takut akan cerita Saejin tadi. “A-apa kau yakin seratus persen itu Joon?” tanya Rachel bergetar.

Saejin terlihat merasa bersalah dan sedikit sedih. “Aku yakin. Penglihatanku masih normal! Aku yakin itu Joon, karena aku bisa melihat dari baju Joon, tas nya, gerak-geriknya.” Aku segera menggenggam tangan Rachel yang dingin dan terasa begitu gemetaran. “Kau ingin menginap dulu? Kau takut kan?” tawarku. Saejin terlihat sangat ingin mengindahkan tawaran kami.

“Aku ingin tapi.—“

“Kau menginap dulu saja di rumah kami,” potong Rachel memohon pada Saejin. Saejin kemudian mengangguk dan kami pulang menuju rumah.

***

Saat kami sampai, terlihat ayah Rachel sedang menidurkan Joon yang tertidur di pahanya dan menonton berita. Rachel memejamkan matanya karena ia bersyukur bahwa Joon masih berada di sana. “Dad,” sapa Rachel langsung memeluk ayahnya. Jason terlihat tersenyum dan balas memeluknya. “Hey. Joon sedang tidur.”

Mata Rachel terlihat berkaca-kaca. “Aku… Aku pikir…” Jason segera memeluk anaknya dengan erat. “Tenang. Joon ada di sini. Sudah ku bilang bukan? Kalau aku akan menjemputnya?” Rachel mengangguk dan segera mengecup kening Joon.

Uncle!” sapa Saejin riang. Jason langsung ber-hi-five dengan Saejin. “Wow, berita apa yang terhangat?” Seperti biasa, Saejin terlihat begitu dekat dengan Jason. Aku mendekati Jason dan membungkuk hormat. “Hi, son-in-law.” Aku tersenyum dan segera beralih ke Joon. “Biar aku yang bawa dia ke kamar,” ucapku ketika Rachel hendak menggendongnya.

Setelah Joon berada di kamarnya di temani Rachel, aku segera keluar dan duduk di sebelah Jason. Ia terlihat begitu santai dan menonton beritanya sambil bercengkrama dengan Saejin. “Kenapa Rachel?” tanyanya. Aku menggeleng pelan. “Ia hanya panik. Sepertinya ia lupa,” bohongku. Jason mengangguk.

“Kenapa dengan Joon? Ia mendadak pendiam sekarang.” Saejin segera terbelalak namun kemudian memilih diam. “Mungkin ia hanya bosan,” responku. Jason segera memiringkan kepalanya dan mungkin ia akan menanyakan sesuatu yang penting. “Ah ya, aku hanya ingin tanya satu hal lagi. Kenapa tubuh Joon begitu banyak memar?”

Aku kagetnya bukan main. Apalagi, Saejin. Ia terlihat akan pingsan dan menatapku dengan pandangan panik. “A-apa?” tanyaku tak percaya. Jason juga terlihat panik dan heran. “Benar. Saat aku akan membantunya ganti baju tadi, ada banyak memar biru di tubuhnya.”

Aku dan Saejin saling bertatapan lagi. Ya, kami harus selidiki ini. Harus.

-TBC-

 Evilhyung’s:

Haiiiiiiii!

I’m back with the second chapters! How? How? Good? Or bad?

Seperti yang kita ketahui, evilhyung sangat gemar bermain teka-teki di sini. Evilhyung ingin kalian memecahkan teka-teki tersebut di sini. Aku juga gatau kenapa cerita ini berjalan begitu cepat, wkwkwk~~~ tapi kalau terlalu banyak juga, bingung kan jadinya nanti-_-. Tapi satu hal yang pasti, evilhyung yang jelas bakal terus update ff yang geje, dan makanya beberapa temen ku ada yang protes karena setiap ff yang aku buat selalu penuh misteri (yang artinya gak bisa dimengerti-_-).

Jawab pertanyaan ini dulu yaaaa:

Menurut kalian, apa yang akan terjadi? Apakah mereka berhasil menemukan alasan itu atau justru mereka yang terjerumus? (ngerti, gak? LOL)

Langsung komennnn, dan yang ini langsung dibales yaaaaa (itu juga kalau pr gak numpuk;;;()

Byebye!!! Xoxoxoxo


Feel My Beating Heart (Chapter 1)

$
0
0

FEEL MY BEATING HEART (Chapter 1)

Feel My Beating Heart_melurmutia

Author : melurmutia

The Casts : EXO Kai, Youngie, & the rest of EXO member

Genre : Drama, songfic, romance

Rating : PG-15

Length : Chaptered

Disclaimer : I do not own the casts but the story. Terinspirasi penuh dari EXO – Overdose

Sinopsis : Kai menerima hukuman seumur hidup atas kesalahan yang tak pernah diperbuatnya. Separuh jiwanya diambil dengan paksa, membuatnya merasa kesakitan disertai penderitaan yang tak berujung karena detak jantungnya melemah, hingga suatu hari ia jatuh cinta kepada Youngie, seorang fansite noona masternim, gadis yang mampu membuat detak jantungnya kembali normal. Di dalam tubuh gadis itu, separuh jiwanya bersemayam.

“Aku di arrival gate Gimpo. Ada apa Sehun?”

Youngie tidak terlalu mendengarkan ocehan Sehun di ponselnya. Matanya sibuk memilah-milah orang yang keluar dari pintu kedatangan. DSLR camera yang tergantung di lehernya sudah stand by sejak tadi. Ia merapikan poninya sambil menggigit bibir. Pihak bandara kini mengirimkan dua kali lipat jumlah security. Tentu saja untuk menghindari kekacauan seperti tiga hari yang lalu. Tapi siapa yang tahu bila para artis itu sudah berdatangan. Tidak ada yang bisa melawan kekuatan fans, bahkan jajaran security sekalipun.

“Wooahh para bodyguard itu jinjja!. Memangnya yang mau datang presiden?” cibir Youngie pada dirinya sendiri.

Mwo? Yaa Youngie! Kau tidak ke kampus lagi?” teriak Sehun dari ponsel.

“Ahh… Tapi hari ini Kyungsoo baru pulang dari China. Sebagai fansite noona, mana bisa aku ke kampus sekarang! Omo!!! Sehun-a, sudah dulu ya!”

Youngie begitu terburu-buru memasukkan ponsel ke dalam tasnya. Teriakan para fans menggelegar. Para artis mulai terlihat keluar pintu dengan kacamata hitam bertengger di hidung. Pihak security memperketat keamanan. Gerombolan fansite masternim kini sibuk membidik idola masing-masing. Youngie mengatur fokus yang pas dan… aha! Itu Kyungsoo!

Tidak sulit baginya untuk melihat Kyungsoo dari kejauhan karena memang pria itu tidak memakai kacamata hitam. Kalau dipikir-pikir lagi, Kyungsoo jarang memakai benda tersebut untuk mendukung airport fashion-nya. Style yang dikenakannya juga begitu sederhana. Yeah, that’s uri Kyungsoo!

“KYUNGIEEE!!!”

Teriakan Youngie sukses membuat Kyungsoo berpaling dan jepret! Aigu! Seperti biasa, hanya ia satu-satunya fansite noona yang selalu mendapatkan eye contact dengan Kyungsoo. Sampai pada saat Kyungsoo memasuki van besarnya, Youngie tak henti-hentinya memotret. Begitu van tersebut meninggalkan bandara, gadis itu lalu berjongkok, memilah-milah gambar yang menurutnya bagus. Ia tersenyum lebar dan merogoh kembali tas untuk mengambil ponsel. Ia menyentuh icon SNS dengan telunjuknya. Preview pic time!

140523 [PREVIEW PIC] Kyungsoo at Gimpo Airport. OMG eye contact again. Look at his smile! Isn’t he cute? >_<

Sesaat setelah kicauannya terposting, ponselnya berdering. Foto dan nama yang tertera di layar sungguh membuatnya tersipu.

Yeoboseyo? Kyungieee” sapa Youngie penuh semangat.

“Lagi-lagi kau menunggu di bandara!” jawab Kyungsoo sambil tertawa.

Heol! Gara-gara kau aku tidak masuk di kelas Prof Choi!” seru Youngie sambil menyetop taksi.

“Wah… Memangnya siapa yang menyuruhmu ke bandara, stalker?”

Bogoshipeoso (karena aku merindukanmu)!”

Youngie berceloteh di sepanjang perjalanannya menuju kampus tentang bagaimana ia tidak bisa ikut ke China karena ujian semesternya. Sebagai fansite masternim, hal ini benar-benar disayangkan.

“Pastikan sebentar malam kau ada waktu. Kali ini aku yang mengajakmu bertemu. Bagaimana?” tanya Kyungsoo.

Youngie membelalak. Benar-benar tidak percaya kali ini Kyungsoo yang mengajaknya duluan. Gadis itu mengiyakan dengan begitu semangat. Kyungsoo benar-benar sibuk dengan jadwalnya yang padat sehingga hampir tidak ada waktu yang bisa mereka habiskan berdua. Kesempatan ini tidak boleh disia-siakan begitu saja.

Sesampainya di kampus, Youngie bergegas menuju kelas besar untuk mata kuliah selanjutnya. Ia melirik jam tangan. Kelas manajemen strategi sudah bubar dari empat jam yang lalu. Gadis itu sungguh tidak ambil pusing. Yang terpenting adalah perasaannya kini meletup bahagia karena bisa melihat Kyungsoo walau hanya sebentar.

Tiba-tiba langkahnya terhenti. Youngie mengeryit. Ada sesuatu yang terlintas di pikirannya dan sempat terlupakan olehnya. Pada awalnya ia tidak mengerti. Betapa terkejutnya ia saat menyadari bahwa DSLR camera-nya tidak lagi tergantung di lehernya, lenyap. Ia panik lalu membongkar isi tasnya di koridor begitu saja, tidak peduli pada orang-orang yang lalu lalang. Benda berharga itu tidak ada dimana pun. Ia memukuli kepalanya sendiri dengan frustrasi. Jangan-jangan ketinggalan di taksi… AHHHHHH!!!

Andwae Kyungieeeee!!!!”

***

“Eksekusi!”

Kata perintah bernada dingin dari Kris membuat Kai mendongak tidak percaya. Kai menahan napas. Rasa sakit di sekujur tubuhnya yang luka oleh cambukan tidak lagi terasa. Ia terdiam di posisinya yang terduduk dengan kedua tangan diborgol ke tiang besar di belakangnya. Keringatnya berjatuhan dari ujung rambutnya, membasahi tanah yang gersang. Kai menyapukan pandangan ke sekeliling stadion. Di persidangan terbuka itu, tatapan mata tajam dari segala arah makin membuatnya terpuruk. Hujatan dari masyarakat kepadanya kian menjadi-jadi.

Tao berjalan ke tengah stadion menghampiri Kai. Digenggamannya terlihat sebuah botol kaca kecil berisi cairan putih berasap. Ketakutan Kai memuncak. Ia dengan brutal berusaha untuk melepaskan ikatan di tangannya namun sia-sia. Ia sungguh tidak terima. Bagaimana bisa ia menerima hukuman atas suatu hal yang bahkan ia sendiri tidak pernah melakukannya?

Tao lalu menjambak rambut Kai dengan sebelah tangan dan memaksa Kai meminum cairan tersebut. Kai sebisa mungkin melawan, namun tenaganya menghilang saat cairan itu tertelan. Dalam sekejap tubuhnya terasa dingin. Aliran darahnya melambat. Jantungnya melemah. Kai meraung kesakitan. Dalam rintihannya itu, sebuah butiran cahaya putih berkilauan keluar dari mulutnya. Butiran cahaya itu terbang menuju singgasana Kris di atas stadion. Kris tersenyum sinis melihat benda tersebut melayang di telapak tangannya.

“Hukuman seumur hidup!” seru Kris kepada rakyatnya yang diikuti oleh sorakan dan tepuk tangan. “Kini separuh jiwanya telah terambil. Selama ia masih bernapas, rasa sakit itu akan terus menyelubunginya. Penderitaannya akan terus berlanjut.”

***

Gelap, dingin, sakit. Itulah yang dirasakan Kai saat ini. Di dalam penjara bawah tanah yang gelap gulita itu, Kai terbaring di tumpukan jerami kering, meremas dada kirinya sambil meringis. Jantungnya benar-benar melemah. Desahan napasnya tidak beraturan serta keringat dinginnya yang tak henti bercucuran. Ia lebih memilih mati sekarang daripada harus kesakitan seperti ini entah sampai kapan. Tiba-tiba Kai melihat cahaya putih menyinari lorong gelap itu. Sesosok bayangan terpantul di dinding. Lelaki yang membawa senter tersebut kemudian membuka sel tahanan dan menghampiri Kai.

“Kai! Kau baik-baik saja?” bisik pria itu sambil mengeluarkan botol kecil dari dalam sakunya.

“Su… Suho hyung… bagaimana bisa kau… kesini…”

“Itu tidak penting! Sekarang minum ini!”

Suho menyandarkan kepala Kai di lengannya dan meminumkannya sebuah cairan berbuih. Kai mengerang sejenak. Perlahan ia merasakan rasa sakit di jantungnya mereda, meskipun aliran darahnya tetap melambat dan jantungnya masih berdetak lemah. Rasa sakit itu hilang, membuat dirinya tenang. Suho membantunya berdiri dengan tergesa-gesa.

Hyung, jantungku…”

“Kita harus keluar dari sini. Tidak ada waktu lagi! Kuatkan tubuhmu!” perintah Suho sambil mengalungkan lengan Kai ke pundaknya, membantunya untuk keluar dari sel.

Mereka berdua berlari menyusuri lorong gelap itu. Dari cahaya senter, terlihat beberapa penjaga tahanan tergeletak begitu saja. Kai tidak ingin bertanya apapun kepada Suho tentang apa yang terjadi. Ia hanya terus berlari kencang, mewaspadai setiap sudut, tidak ingin tertangkap lagi. Suho dan Kai akhirnya keluar dari mulut gua dan berlari menyusuri padang ilalang luas di tengah remang malam. Kai bahkan tidak bertanya sampai kapan mereka harus berlari, kemana tujuan mereka, dan untuk apa Suho melakukan ini untuknya. Dalam pelariannya itu, Kai kini mengenali tempat di sekelilingnya. Hutan pinus yang dimasukinya sekarang adalah jalan menuju rumah Suho. Kai benar-benar lega. Suho langsung membuka pintu dan membantingnya begitu mereka sudah berada di dalam rumah. Suho mengunci pintu secepat mungkin. Mereka berdua kehabisan napas, kelelahan.

Hyung…”

Suho seketika memegang kedua lengan Kai dan menoleh ke jendela dengan hati-hati, memastikan tidak ada seorang pun yang mengikuti mereka. Kai bisa melihat ekspresi Suho yang begitu ketakutan.

“Dengarkan aku baik-baik! Kris menyimpan sebagian jiwamu di dalam tubuh seseorang di suatu negeri. Aku akan mengirimmu ke sana sekarang juga. Ambil ini! Obat penawar ini hanya bisa menahan rasa sakit jantungmu untuk sementara. Minum secukupnya jika kau merasa kesakitan. Pastikan cairan ini tidak habis sebelum kau menemukan orang itu!”

Kai melihat botol besar berisi cairan hitam berbuih di tangannya. Ia sungguh tidak mengerti. Suho kemudian berlari ke sudut ruangan, menyibakkan kain yang menutupi sebuah cermin yang ia belum pernah lihat sebelumnya. Saat Suho memantrai cermin tersebut, Kai terpaku. Bukankah itu travel door?

“Apa yang akan terjadi kalau cairan ini habis sebelum aku menemukan orang itu?” Kai memberanikan diri bertanya.

“Kau akan mati menderita karena kesakitan! Sebisa mungkin kau harus terus berada di dekat orang itu agar jantungmu terus berdetak normal. Jangan coba sekalipun kau berada jauh darinya!”

“Tunggu, kau akan mengirimku kemana?” tanya Kai lagi.

“Seoul! Temukan Baekhyun terlebih dahulu untuk memudahkanmu mencari orang itu.”

“Baekhyun? Maksudmu… Jadi selama ini Baekhyun ada di Seoul?”

“Pergilah! Jangan tanya apapun lagi!”

Kai perlahan melangkah ke depan cermin. Sebelum berangkat, ia menoleh sejenak ke arah Suho. Sorot matanya menyiratkan terima kasih. Suho tersenyum tulus.

“Aku tahu bahwa kau tidak bersalah,” lirih Suho.

Sebulir air mata jatuh di pelupuk mata Kai. Ia membalas senyuman Suho dan menghilang di dalam travel door.

Mulai sekarang hidupku akan bergantung pada orang itu.


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live