Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

Pluviophile

$
0
0

Pluviophile- a Lover of Rain; someone who finds joy and peace of mind during rainy dayscredit

Pluviophile
by leesungra; a cross-post.
Kim Minseok (EXO), OC; romance (kind of), slice of life; PG; 978 words

ice melts,
sun burns.

.

Hei.

Apa?

Kudengar malam ini akan turun hujan. Bertemu di tempat biasa?

Oh. Pukul berapa?

Setelah makan malam?

—–

Kadang Minseok menemaninya di tengah hujan. Di halaman belakang, bila tidak ada badai, kubah bening menyelubungi hingga Runa bisa mengamati tetesan hujan yang beradu dengan es. Tidak dingin karena—-karena entah apa yang dilakukan Minseok pada kubah itu, namun Runa pernah mencoba menyentuh esnya dan rasanya sangat sangat sangat dingin, seperti mencelupkan ujung jari ke air danau yang mulai membeku di musim dingin. Ketika ia menarik tangannya kembali, udara hangat menyelubunginya dan Minseok mengatainya bodoh karena menyentuh dinding es tanpa seijinnya.

Meski begitu, Runa masih mengingat jelas bagaimana kening Minseok berkerut hingga alisnya nyaris bertautan, juga rasa khawatir yang ia tangkap dalam omongan Minseok tempo hari. Namun ia menahan senyum, memasang tampang tak bersalah di depan Minseok sambil balas mendebat bahwa ia, toh, tak apa-apa, sedikit rasa dingin tidak akan menyakitinya hingga ia mati atau apa. Kemudian Minseok berkata ia harus membuat lapisan es baru karena Runa telah mencairkannya, namun Runa tahu bukan itu alasan sebenarnya di balik omelan Minseok yang jarang ia dengar.

(Lagipula, bukankah tetes hujan akan membeku dengan sendirinya di luar kubah? Memangnya Minseok pikir Runa sebodoh apa hingga tak paham hal sederhana semacam itu?)

Hari hujan yang lain, Runa mengulurkan tangan lewat lubang berkanopi yang sengaja dibuatkan Minseok di satu sisi kubah karena ia tahu persis Runa sangat menikmati ketika tetes-tetes hujan jatuh di kulitnya, terutama sejak tetesan air tak lagi langsung menguap saat menyentuh tangannya. Hiasan yang ada di dekat lubang itu tidak pernah sama tiap kali Minseok membuat kubah–yang selalu mencair karena terpapar sinar matahari terik setelah hujan, atau karena Chanyeol tidak sengaja melesatkan bola api ke dekat kubah itu– baru; bentuk-bentuk segi banyak, kristal salju, kadang wajah manusia salju, dan yang paling jarang adalah huruf R sederhana di tepi lubang bersama sebentuk matahari. Runa sering mentertawakannya di depan Minseok, tapi jauh dalam hati sesungguhnya ia kerap berharap akan menemukan ukiran itu di dekat lubang saat hari hujan tiba.

Runa bertemu dengan ukiran itu lagi, hari ini. Sedikit berbeda, karena ukiran Minseok tak pernah persis sama. Jemari Runa menelusuri setiap lekuk yang terpahat di atas es, perlahan, seolah tengah berusaha menghapalkan setiap tarikan garis dengan ujung-ujung jarinya. Runa tak mengerti bagaimana Minseok bisa membuat bentuk-bentuk semacam itu–tapi, lagipula, banyak hal lain yang tidak Runa ketahui tentang Minseok, berhubung laki-laki itu masih sama misteriusnya dengan sosok Minseok yang ia temui pertama kali beberapa waktu silam, pria dingin yang tak banyak bicara pada orang yang tidak dekat dengannya.

Air menetes dari langit-langit kubah. Minseok kembali menggerutu tentang es yang mencair. Runa mentertawakannya, sementara jejak huruf R dan gambar matahari terbentuk semakin dalam, membayangi ujung-ujung jarinya seperti kulit kedua.

—–

Dulu, menyentuh Minseok sama dengan menyakiti pria itu. Kulit Minseok memerah dan ia berkeringat, begitu deras hingga seolah-olah Minseok akan meleleh–tidak bisa dibilang salah karena Minseok memang akan meleleh bila kulit Runa terlalu lama menyentuh kulitnya, membuat Runa takut setengah mati kalau-kalau ia akan menyakiti Minseok lebih dari yang laki-laki itu bisa menahan. Namun Minseok selalu bersikeras bahwa ia tak apa-apa–bahwa itu tak semenyakitkan yang Runa bayangkan. Runa pernah tak sengaja terkena minyak goreng panas hingga kulitnya melepuh, dan ia yakin sakit di kulit Minseok jauh lebih parah dari nyeri oleh setetes minyak goreng, jadi ia menolak segala bentuk kontak fisik dengan pria itu di awal kala mereka bertemu.

Minseok yang memulainya.

Menepuk bahunya. Menyenggol lengannya ketika seseorang mengajak Runa bicara namun gadis itu tidak mendengarkan karena fokusnya ada di hal lain. Mengacak rambutnya sekilas ketika ia lewat di dapur saat Runa tengah memasak bersama Kyungsoo.

Lu Han berkata Minseok tak akan pernah melakukan semua hal itu pada orang yang ia benci, lebih-lebih pada Runa yang bisa tanpa sengaja menyakitinya.

Kemudian Lu Han menambahkan bahwa mungkin Minseok menyukainya, namun sup yang mendidih di panci lagi-lagi mengalihkan perhatian Runa dari apa yang Lu Han katakan.

—–

Kali pertama Minseok menggamit tangan Runa, laki-laki itu mengernyit hingga Runa harus menarik paksa tangannya karena Minseok tetap menggenggam buku-buku jarinya erat meski jelas sudah wajahnya pucat kesakitan.

—–

Kali pertama Minseok memeluknya, Runa bersumpah tidak akan membiarkan Minseok melakukannya lagi sampai ia yakin Minseok tak akan mati dan ia tidak sengaja membunuhnya.

—–

Lucu, betapa telah terbiasa dengan sesuatu bisa membuat dirimu kebal seperti diberi obat bius hingga tubuhmu terasa kebas.

—–

“Kenapa kau menyukai hujan?” Minseok bertanya pada suatu hari, saat hujan begitu deras di luar dan ia yakin bahkan Jongin pun tak akan mau repot-repot berteleportasi demi menguping pembicaraannya dengan Runa, dan bisingnya tetesan air mendistorsi suara benaknya di pikiran Lu Han. Sulit, memang, bila kau berteman dengan mereka yang terlalu ingin tahu akan urusan orang lain, terutama mereka yang memiliki bakat yang tepat untuk orang-orang semacam itu.

“Aku sudah menyukai hujan jauh sebelum bertemu denganmu,” gadis itu menjawab. “Ada sesuatu yang menenangkan yang selalu kurasakan tiap kali hujan turun. Bunyi tetesan air? Petrichor? Udara segar selepas hujan? Entahlah, namun aku menyukainya. Aku menyukai mereka. Dan aku menikmati bagaimana hujan selalu bisa menghapus penat dari benakku, tak peduli sekalut apa aku saat itu.” ada senyum dalam suaranya, membuat ujung-ujung bibir Minseok sedikit tertarik ke atas. “Meski begitu, ada hal lain yang membuatku menyukai hujan.”

“Oh? Apa?”

“Salju?” bukannya menjawab pertanyaan, Runa justru menunjuk udara kosong di atas mereka. “Sedikit saja?”

Minseok menaikkan sebelah alis saat ia memenuhi permintaan gadis itu. Keping-keping salju halus muncul, awalnya hanya sebuah, dua buah, empat buah, terus bertambah, sedikit demi sedikit mengotori kepala keduanya. Runa tertawa, tangan terentang untuk menyentuh sekeping salju.

Setetes air meluncur dari tangan Runa, jatuh di antara keduanya. Runa melakukan hal yang sama, lagi, lagi, lagi, dan lagi, menciptakan hujan kecil di dalam kubah, serupa tapi tak sama dengan hujan di luar sana.

“Menyatukanmu, dan aku, akan menjadikan hujan,”

—–

Kali pertama Minseok menciumnya, tidak ada kernyit kesakitan maupun rasa takut akan menyakiti orang lain.

end.



Secret (Chapter 1)

$
0
0

Tittle      : Secret

Author : Bubbleicejung (@Ruyaharahap)

Main cast :

  • Huang Sera
  • Park Chanrin
  • Oh Sehun
  • Park Chanyeol (exo)
  • Choi Minho (Shinee)

 

Support cast :

  • Huang Zi Tao
  • Myung soo/L (Infinite)
  • Shin min young
  • Find by yourself

Length : Multi Chapter

Genre : Friendship, Mystery, dll

Rating : PG-13

Disclaimers : ini ff asli buatanku. Hasil pemikiran author sendiri. Dan ini ff pertama yang aku share. Typo bertebaran. Bila ada kesamaan itu hanya kebetulan. NO SIDERS! Jangan lupa Commentnya ^^o

Happy reading ^^

——-

“Seiring waktu berjalan, rahasia pasti akan terbongkar”

——–

Author POV

Drtt.. Drtt..

Seorang yeoja baru saja sadar dari alam mimpinya. Setelah 5 detik yang lalu sebuah pesan masuk ke hpnya.

From     : Min Min ^^

To           : Me

Hey ra-ya~~ Selamat pagi ^^ Kau tidak lupa kan hari ini ada festival antar kelas di sekolah ? ku harap kau tidak lupa ^^ kutunggu 15 menit lagi di depan rumahmu ^^

“Mwo?! Sudah jam berapa ini?! Kenapa aku bisa lupa?! Sera pabo!” rutuk sera.Segera Sera mengambil handuk lalu bergegas mandi.

-oOo-

Skip~

Sera POV

@Meja makan

Saat aku sudah duduk tiba-tiba aku tersentak kaget ada yang menyentuk pundakku. Reflek aku menoleh. Ternyata..

“Annyeong Ra-ya~” Sapa Tao oppa. ya, aku memiliki saudara laki laki bernama Huang Zi Tao. Biasa dipanggil Tao. Oppaku memiliki sifat yang kekanakan dan terkadang manly/?

“Eoh?Oppa?! kapan oppa sampai dari korea?”Tanya ku. Sebenarnya Tao oppa tinggal di korea dan china. Yang jelas rumah aslinya di LA, Rumah keluarga huang.Tao oppa tinggal bersama 11 namja lainnya yang entahlah aku tidak tau namanya. Tao oppa salah satu member exo.

“ kau tidak kangen denganku ?” Tanya Tao oppa dengan nada yang terlihat kecewa

“Hehe.. oppa~~ Bogoshipoyo~” ucapku dengan manja seraya memeluk Tao oppa

“ Nado,Bogoshipo”Seraya membalas pelukanku

“Ra-ya,kau semakin cute “ Goda Tao oppa

“yak oppa!” kesalku

“Sera, apa saja jadwalmu di sekolah?”

“hanya ada festival antar kelas”

“Ra-ya,oppa akan mengantarmu ke sekolah”

“oppa,tak usah. Aku tak ingin melayani para fans mu itu “ tolakku

“Ck.. yasudah,Ra-ya,Oppa akan kembali ke korea hari ini” ucap Tao oppa dengan muka menyesal.

“oppa.. kenapa cepat sekali?” rengekku. Ini yang paling tak ku suka. Waktuku dengan tao oppa hanya sebentar.Sementara Tao oppa hanya terdiam.

“Huh, baiklah.kalau begitu oppa harus menemaniku seharian” “dan hari ini oppa harus mengantarku ke sekolah” lanjutku

“Hey, kau bilang tadi tidak mau” jawab Tao oppa dengan santai.

“oppa bilang tadi mau menemaniku seharian” balasku tidak mau kalah.

“Baiklah, semua ada untukmu my cute girl” goda tao oppa dengan senyum jahilnya

“Yaak!jangan menye ”

Ting nong~~Ting nong~~

Belum selesai, ucapanku sudah di potong oleh suara bel rumahku.Segera aku menuju ruang tamu meninggalkan Tao oppa untuk membukakan pintu.Sontak mataku membulat. Dan yang datang adalah…

Min Young POV

Saat aku akan tiba di rumah Sera, ada seorang namja yang membuatku curiga. Dia seperti penjahat! Dia menekan bel rumah Sera! Yang membuatku curiga bukan itu melainkan dia memakai masker untuk menutupi wajah bagian bawah, kacamata hitam untuk menutupi matanya,topi untuk menutupi kepalanya,dan jaket hitam. Bukankah itu mencurigakan ?! segera aku pergi ke arahnya dan menarik lehernya dengan lenganku/ngertikan? ‘-‘. Sebelum dia melukai sera. Tapi keberuntungan tidak berada di pihakku. Sera membuka pintunya!! Bagaimana ini ?? segera aku menarik sera masuk kerumah dan mengunci pintu rumahnya.

“Ra-ya!! Kita dalam bahaya!!! Bagaimana ini ??!! kita harus segera meminta tolong pada orang-orang disini!!”ucap ku panik.

“Min min apa yang kau lakukan ??!!! Aku mengenalnya!! Dia teman oppaku!!” jawabnya

“Mwoo??!”

“cepat bukakan pintunya!! “ lanjutku ‘Min min pabo’ batinku

 

Sera POV

Saat aku membuka pintu, aku melihat sesuatu yang sangat mengejutkan. Min min menarik leher suho oppa dengan lengannya ! dan Min min melepaskan tarikan tersebut dan berlari menarik lenganku masuk kembali dan mengunci pintu rumahku.

“Ra-ya!! Kita dalam bahaya!!! Bagaimana ini ??!! kita harus segera meminta tolong pada orang-orang disini!!”ucapnya panik.

“Min min apa yang kau lakukan ??!!! Aku mengenalnya!! Dia teman oppaku!!” jawabku

“Mwoo??!”   “cepat bukakan pintunya!! “ lanjutnya

Setelah aku membuka pintunya, terlihat suho oppa duduk dengan santai di kursi teras rumahku.Lalu dia tersenyum padaku dan aku membalas senyumannya. Segera aku menyuruh suho oppa untuk masuk.

“Selamat pagi Sera-ya” sapa suho oppa dengan ramah

“pagi oppa “ balasku

Kulihat Min min sangat syok melihat Suho oppa. Ya, bagaimana tidak, suho oppa termasuk member exo yang sedang terkenal.

“oppa, aku akan memanggil Tao oppa dulu” ucapku pada Suho oppa dan dibalas dengan senyuman suho oppa tanda bahwa dia mengatakan ‘iya’ sementara min min masih saja berdiam diri di tempat.

Aku segera berlari ke dapur. Ternyata tidak ada Tao oppa. Lalu teras, dan tidak ada juga. Dan yang terakhir kamar Tao oppa , di lantai 2. Aku menaiki tangga secepatnya.

@Tao’s room

“OPPA!!”teriakku pada Tao oppa. bagaimana aku tidak teriak, yang seharusnya mengantarkanku ke sekolah malah tertidur dengan memakai headset.

“Hey, kau tidak perlu teriak-teriak. Ini masih pagi.” Ucap Tao oppa dengan santai

“ oppa seharusnya mengantarkanku ke sekolah, bukan tidur” ucapku dengan nada kesal

“Hehe.. mian oppa lupa” ucap Tao oppa

“oppa tidak usah mengantarkanku ke sekolah. Dibawah ada Suho oppa” ucapku

Aku merasa bersalah meminta Tao oppa untuk mengantarku ke sekolah. Terlihat dari wajahnya dia lelah.

“Ra-ya. Kau tidak marahkan ?” Tanya Tao oppa

“aku tidak marah oppa” ucapku sambil tersenyum

“biarkan oppa mengantarmu sera”

“bagaimana dengan suho oppa ?” tanyaku

“suho oppa bisa ikut dengan ku mengantarkanmu “

“baiklah oppa. oppa kita harus cepat berangkat aku bisa terlambat”

“AAAAA!!!”teriak seorang yeoja dari bawah yang menurutku itu suara Min min. Dan.. aku baru ingat, bahwa min min tidak tau kalau aku memiliki kakak seorang artis.

“oppa,kita harus segera ke bawah” ucapku

“ne”jawab tao oppa.Tao oppa segera mengambil bahan-bahan penyamarannya dan ikut turun bersamaku.

-oOo-

Min Young POV

Aku masih bingung. Apakah ini mimpi atau kenyataan. Bila mimpi, aku sangat bersyukur karena aku jadi tidak malu. Bila kenyataan,.. aku harus sekuat tenaga untuk meminta maaf padanya. ‘Shin min young, kau harus bisa!’ batinku. Dan, setelah sekian lama, aku memberanikan diri untuk meminta maaf.

“ehm, annyeong shin min young imnida ^^ salam kenal. Kau bisa memanggilku Min atau Young ” ucapku dengan ramah khas milikku

“annyeong, kim joon myun imnida ^^ kau bisa memangilku Suho” jawabnya. Tapi, tunggu… sepertinya aku pernah mendengar nama itu dan melihat wajahnya. Tapi dimana ?

“ehm, boleh aku bertanya ?” tanyaku dengan hati – hati

“tentu saja boleh ^^” ucapnya dengan ramah

“eh.. apakah kita pernah bertemu ?” Tanyaku

“ini pertama kalinya kita bertemu” balasnya .

“ begitu..”ucapku. “mungkin itu hanya perasaanku saja”lanjutku. Setelah itu aku memutuskan untuk membuka hpku. Melihat kontak,jam,foto,dan… tunggu bukankah dia member exo k?!! seketika mataku membulat.

“min young-shi, gwenchana?” Tanyanya

“eoh, gwenchana.” Ucapku “bukankah kau member dari exo k ?”tanyaku

“ehm.. ehm, ne. aku member dari exo k”

DEG!

Aku bertemu dengan member dari grup yang aku idolakan !!!

“gwenchana?” tanyanya. Aku hanya mengangguk. “apakah aku bermimpi suho-shi?” Tanya ku

“tidak, kau tidak bermimpi”jawabnya

“AAAAAAAAA!!!!!!!” teriakku. Bagaimana tidak, ternyata aku tidak bermimpi!.

“KAU SUHO DARI EXO K??!!” tanyaku sekali lagi.

“ne, aku suho dari exo k” jawabnya. Setelah itu sera datang bersama seorang namja. Dan namja itu..

“ra-ya,bukankah dia..”

“ne, annyeong haseyo Huang Zi Tao imnida” jawab namja itu.

“Ra-ya, aku tidak bermimpikan ? “ Tanya ku pasa Sera

“tidak, kau tidak bermimpi” jawab sera. “min, ada apa ?” Tanya sera dengan nada yang khawatir.seketika badanku melemas, dan…

TBC~~

 


Stole My Heart (Chapter 2)

$
0
0

| Title : Stolen My Heart ( Chapter 2)|

| Author : rein aizawa (@reanatami) |

| Rating : PG-15 |

| Main cast : Do Kyung Soo , Park Min Hwa (OC) |

| Support Cast : EXO K & M member, Shin Ran Mi (OC) |

| Length : chaptered |

| Genre : Romance, Non Canon , Mystery, Gore, Hurt/Comfort,School Life(yah walaupun dikit) |

| Disclaimer : Ide FF ini murni hasil khayalan author sendiri dan beberapa teman author lainnya . Plagiarism? Just Out! |

 

Annyeong reader ^^ . Perkenalkan jeoneun rena imnida. Ini tuh FF kedua author loh, wah ga nyangka sekian lama ngetik akhirnya selesai juga nih FF. Butuh perjuangan yang besar buat nyelesain nih FF D: . Tapi syukur deh bisa selesai juga. Jadi mohon kritik dan sarannya yaaa . Pesan dari author DON’T BE SIDERS, OK?!

 

 

Cerita Singkat :

Do Corporation adalah salah satu group sekaligus perusahaan besar di Korea Selatan yang telah menjadi korban pembunuhan berantai . Ternyata Do Kyungsoo anak ke-2 di keluarga Do ini bisa selamat dari tragedi yang menimpa keluarganya. Ia yang masih kecil sama sekali tidak mengerti apa dan mengapa hal ini terjadi. Hal terakhir yang bisa dia ingat setelah sadar hanyalah memori tentang orang tuanya yang dibunuh dengan kejam oleh sekumpulan orang jahat. KyungSoo kecil pun bersumpah dan bertekad untuk membalaskan dendam keluarganya dan membuat orang yang telah melakukan semua ini merasakan kepedihan yang sama. Untuk membalaskan dendamnya , kyungsoo kecil pun rela di adopsi dan menjadi anak angkat dari Choi Jay Hyun , otak dari kasus pembunuhan keluarganya! Apakah kyungsoo bisa membalaskan dendam keluarganya atau tidak? Untuk mengetahui kelanjutannya , check this out…!
~ ~ 000 ~ ~

Tet..tet

Bel pulang sekolah berbunyi. Seluruh murid pun berhamburan keluar dari kelas mereka.

Dari sekian murid yang keluar, terlihat seorang siswa berjalan sendirian menuju gerbang. Matanya kini melirik sana sini. Tampaknya ia sedang mencari seseorang.

Siswa itu tak lain adalah Kyungsoo kecil.

“Kenapa hyung belum datang juga?” Daripada ia harus menunggu sambil berdiri, Kyungsoo memutuskan untuk duduk sebentar di kursi taman sembari menunggu kakaknya.

Karena bosan, ia pun mulai memainkan kakinya. Diayunkan kaki-kaki nya itu ke depan dan kebelakang.

Tiba-tiba datang 2 yeoja yang menurut Kyungsoo cantik. Terlihat 2 yeoja itu sedang berbisik bisik, terkadang mereka saling dorong.

Ada apa dengan mereka? Saling bisik dan dorong. Dasar aneh.

Uhh kau saja yang maju duluan..” perintah yeoja 1. “kamu gimana sih. Bukannya kamu yang mau ngomong sama dia!” yeoja 2 menolak .

Akhirnya salah satu dari mereka maju menghampiri Kyungsoo.

“Ehm D.O-ah…”

Nee?” D.O menjawab dengan malas. Ya inilah ciri khas D.O. Ia selalu bersikap dingin kepada setiap yeoja yang ia temui.

“Ini temanku ingin mengatakan sesuatu padamu..” Yeoja 2 itu langsung mendorong yeoja 1 kearah D.O
Yeoja 1 yang tidak suka dengan apa yang dilakukan temannya langsung menatap tajam mata temannya itu. Temannya pun mengangkat kedua tangannya seolah olah ia memberikan semangat.

“FIGHTING!” Mendengar itu ia hanya bisa menghembuskan napas dan menelan salivanya.

Nugu?” D.O menatap perempuan itu dingin.

“Ehm oh..ah.. perkenalkan nnama..namaku Min Hwa imnida.” Jawab Min Hwa gugup.

 

Min Hwa ya…hmm nama yang indah sama seperti wajahnya. Cantik.

“Apa yang ingin kau katakan huh?” Tanya Kyungsoo.

“D.O sunbae sebenarnya aku…” Wajah Min Hwa kini merah padam. “ ehm sebenarnya aku menyukaimu selama ini” Kali ini Min Hwa sudah sangat mirip kepiting rebus.

D.O yang tadinya malas untuk menanggapi sikap mereka kini matanya membulat dengan besar karena terkejut akan hal barusan. Baru kali ini ada yeoja yang berani menyatakan cinta padanya.

Ia mengalihkan pandangannya ke wajah yeoja itu. Min Hwa yang merasa diperhatikan menundukkan kepalanya karena malu.

“Ehh jujur aku bingung harus mengatakan apa saat ini. Lagipula aku baru saja mengenalmu Min Hwa-ssi jadi…” Dalam hati kecilnya D.O ingin menanggapi perasaan perempuan itu. Tapi ia tidak bisa sebab ia belum mengenal Min Hwa sepenuhnya.

“Oh tenang saja sunbae tidak harus menjawabnya sekarang”

Jeongmal?”

“Nee.. aku mengerti perasaanmu saat ini kok. Kau tipe cowo yang tidak mudah menerima perasaan orang lain apalagi kalau orang itu tidak kau kenal”

“Terimakasih atas pengertian dan perasaanmu padaku Min Hwa-ssi. Aku berjanji akan membalas perasaanmu suatu saat nanti” D.O tersenyum manis padanya.

 

Tit..Tit..~

 

Terdengar bunyi klakson mobil dari arah gerbang. Mereka bertiga mengalihkan pandangan mereka ke arah bunyi itu berasal.

Ternyata suara itu berasal dari mobil yang dinaiki Luhan. Luhan yang daritadi menunggu di depan gerbang menyuruh D.O untuk cepat masuk ke mobil.

Diantara ketiga orang itu ada satu orang yang sampai saat ini matanya tidak lepas dari sosok Luhan. Alih alih matanya terkunci hanya untuk menatap Luhan.

“Eoh Ran Mi kau kenapa?” Park Min Hwa mencoba menyadarkan sahabatnya yang satu ini.

“There is an angel..” itulah kalimat yang keluar dari mulut Ran Mi setelah menatap wajah Luhan lama.

Min Hwa menjitak jidat orang disebelahnya. Orang yang dijitak pun hanya bisa mengeluh kesakitan.

“Dasar kau memang nappeun yeoja, sakit tau..” keluh Ran Mi. “Ya salah sendiri huee” Jawab Min Hwa sambil memeletkan lidahnya.

“Sepertinya aku harus pulang sekarang. Kakakku sudah menunggu di depan. Aku pulang duluan ya. Senang bertemu dengan kalian dah..” D.O yang baru saja ingin melangkah pergi tiba tiba ia merasa ada yang menahan tangannya.

“D.O sunbae sebelum kau pergi aku ingin memberikanmu ini..” Tampak Min Hwa mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

“Apa itu Min Hwa-ssi?” tanyanya bingung.

“ Ini adalah kalung buatanku. Di ujung kalung ini ada sebuah cincin. Kalung ini menandakan bahwa kau masih mempunyai hutang jawaban padaku..”Min Hwa memasangkan kalung itu di leher D.O dengan hati hati.

“Lalu cincinnya?” Tanyanya sambil memegang cincin itu.

“Oh kalau itu nanti jika sunbae membalas perasaanku ini…”

“akan kulepaskan cincin ini dari rantainya kemudian aku pasangkan cincin ini di jari manismu sunbae..”jawab Min Hwa malu malu.

Kini bukan hanya wajah Min Hwa yang memerah tetapi D.O juga.

Luhan yang sedari tadi memperhatikan adegan romantis dihadapannya, tersenyum melihat tingkah dongsaeng nya.

“Oe Kyungsoo-ah ppali !” teriak Luhan dari luar gerbang.

Teriakan Luhan mencairkan ketegangan mereka berdua.

“Eoh ne.. nee” jawab D.O setengah teriak. “Min Hwa-ssi terimakasih atas kalungnya. Aku sangat menyukainya, aku berjanji akan menjaga kalung ini baik-baik”

Cheonmaneyo sunbae..”

“ Min Hwa-ssi dan Ran Mi-ssi aku pulang duluan ya” D.O memberikan senyum perpisahan kepada 2 yeoja itu.

Nee hati hati di jalan ya D.O sunbae” “ah dia tampan sekali..” Min Hwa memegang dadanya. Ia merasakan jantungnya berdetak dengan cepat. Kini ia merasa lega setelah mengutarakan perasaan yang selama ini di pendam olehnya.

 

~~00~~

 

Luhan P.O.V

 

“Hey, apa yang terjadi barusan?” Aku bertanya pada D.O. Aku berpura-pura tidak tahu. Kekeke

“Aaniii….Tidak apa-apa hyung” Jawab D.O dengan gugup.

“Jinjja? Bukankah ia menyukaimu? Tadi kau…” desakku sambil menirukan gaya orang yang sedang menembak.

Wajah D.O memerah, aku semakin geli dibuatnya.

“Yak, Hyung!!” Wajah D.O semakin memerah.

Aku hanya tertawa melihat ekspresi dongsaengku ini.

Nee.. mianhae. Eh iya bagaimana kalau sekarang kita jalan jalan ke Lotte World?Memangnya kau tidak bosan di rumah terus?”

“Tapi aku sedang tidak ada uang lebih. Kau yang bayar kan hyung?” Ucap D.O dengan polos.

“Kau punya uang kan? Jangan sampai kau jadikan aku jaminan karena kau hanya bawa uang sedikit,” lanjutnya

 

Dongsaeng tidak sopan..batinku

 

Nee kau tenang saja. Kajja, kita berangkat” ajakku.

 

SKIP~

 

Tak terasa sudah 2 jam kami berada di Lotte World. Kulihat Kyungsoo sangat menikmati hadiah kecilku ini.

Hyung aku ingin beli es krim itu” Tangan mungil itu menarik tubuhku perlahan. Kyungsoo membawaku ke arah penjual eskrim.

“Pa beli es krimnya dua, yang satu rasa cokelat dan yang satu lagi..”

“Oh iya, hyung ingin es krim rasa apa?”

“Cokelat” jawabku singkat. “Ih singkat banget jawabnya. Ya sudah Pak es krim rasa cokelat 2 ya”

Beberapa menit kemudian pesanan kami berdua telah selesai.

“Ini dia es krimnya. Semuanya 3 ribu Won”

Kuraih dompet yang ada di saku celana. Semoga saja aku masih menyimpan recehan. Ah tidak di dompetku tidak ada uang receh. Bagaimana ini?

 

Apa aku pinjam uang D.O dulu? Pasti ada uang receh dari sisa uang jajannya..pikirku

 

“Ehmm D.O-yahh, bolehkah aku meminjam uangmu dulu?” tanyaku pelan.

Mwo? Aishh apa kau tidak punya uang untuk membeli es krim eoh?” Ah jika seperti ini lebih baik aku tidak usah memohon padanya. Mengesalkan.

“Ayolah” Pada akhirnya aku harus memasang wajah aegyo ku ’lagi’ padanya. Ya ini adalah cara untuk meluluhkan perasaan dongsaengku. Padahal ini bisa merusak reputasiku sebagai sang namja.

Arraseo , nih uangnya” Langsung ku ambil uang itu dan kuberikan kepada tukang es krim.

Kemudian aku mencoba tersenyum manis padanya.

“Hue aku jiji melihat senyumanmu” Ucap D.O sambil menjulurkan ujung lidahnya.

“Dasar kau ini! Aku hanya mencoba bersikap sebagai kakak yang baik. Setidaknya hormat lah padaku pabo!” Kucubit pipinya yang halus itu.

“Sakit hei! Dasar kau Little Devil!”

“Itu hukuman untukmu” jawabku ketus.

D.O langsung memanyunkan bibirnya. Aku terkekeh melihat tingkahnya itu.

Hyung kenapa sih hari ini? Aku merasakan ada hal yang aneh pada dirimu” D.O bertanya sambil menjilati es krimnya.

Mwo? Kau mengatakanku aneh?” Kutatap tajam matanya.

“Aku tidak bermaksud mengataimu aneh, hanya saja sejak pulang sekolah tadi kau bersikap tidak biasanya”

“ Buktinya tumben kau mengajakku jalan jalan kemari” Walaupun D.O mengatakan hal itu sembarang, tapi pertanyaannya itu langsung mengarah ke permasalahan yang sedang kualami.

Aanii aku tidak apa-apa. Aku mengajakmu kesini karena kita memang jarang liburan berdua. Itu saja tidak lebih” jawabku sedikit gagap.

“Oh baiklah jika hanya karena itu” Kutatap sayu wajahnya itu. Ingin sekali aku menatap wajahnya lebih lama.

Sebenarnya aku berbohong padamu Kyungsoo-ah. Aku mengajakmu kesini sebab hari ini adalah hari terakhir aku bisa bersamamu. Karena nanti malam aku harus pergi meninggalkan Seoul dan berangkat ke China.

Bukan maksudku ingin meninggalkanmu begitu saja, tapi aku melakukan ini demi kebaikanmu juga. Di hatiku yang terdalam aku tidak ingin berpisah darimu. Aku sangat menyayangimu. Aku mencintai kalian semua. Tapi appa bilang ini demi keutuhan keluarga dan perusahaan kita, aku pun terpaksa melakukannya.

 

Flashback~

 

Saat di gedung Do Corporation.

“Geurae, ehm appa hal penting apa yang ingin appa bicarakan denganku?” tanyaku to the point.

“Lebih baik kau duduk dulu disini” appa mempersilahkan ku duduk di kursi yang ada dihadapannya.

Sekretaris Jiyun memberi hormat pada appa ku dan pergi meninggalkan ruangan.

“Luhan…” Do Kyung Bae menarik nafas dalam dalam.

“Appa ingin memberitahumu mengenai rencana besar yang telah appa rencanakan sejak dulu”

Hah? Rencana besar?Sejak dulu? Apakah rencana ini begitu besar sehingga dirahasiakan hingga sekarang..pikirku

“Apa itu?” Ternyata dugaanku benar jika appa memanggilku kemari untuk membicarakan hal yang cukup penting.

“Sebenarnya rencana ini ada sangkut pautnya dengan keselamatan keluarga kita…”

“Hah? Maksud appa ?”

“Begini ,rencana ini semua berawal dari mulai munculnya kasus pembunuhan berantai yang menimpa para pengusaha di Korea Selatan. Apa kau tahu mengenai berita ini?”

“Ya aku tahu. Aku melihat beritanya di televisi beberapa tahun yang lalu.” Entah kenapa firasatku mulai tidak enak melihat arah pembicaraan ini.

“Baguslah jika kau tahu. Nah sejak kasus itu muncul ,appa khawatir jika hal mengerikan itu menimpa keluarga kita juga..”

Aku terkejut mendengar perkataannya. Jadi appa memikirkan hal itu sejauh ini?.

“Itu tidak mungkin appa. Lagipula kasus itu sudah tidak terdengar lagi kabarnya sejak 2 tahun yang lalu. Jadi untuk apa mengkhawatirkannya?” ucapku dengan nada sedikit tinggi.

“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini Lu, aku bersikap seperti ini karena aku takut jika perusahaan yang sudah kita bangun sejak dulu ini hancur begitu saja di tangan para pembunuh sialan itu!” Kini Do Kyung Bae mengepalkan tangannya. Ia menggebrak meja kantornya itu.

“Oh jadi appa melakukan hal sejauh ini hanya untuk melindungi perusahaannya saja?? Tidak dengan keluarga appa sendiri?” bentakku.

“Tidak kau salah Lu!” Teriak Kyung Bae.

“Lalu maksud perkataan appa barusan apa hah?!” Kubangkit dari posisi duduk.

Mendengar anaknya berbicara seperti itu, Do Kyung Bae pun naik pitam.

“Memangnya kau pikir aku bisa se stress ini karena apa hah? Ini karena aku juga memikirkan keselamatan kalian semua. Ini demi Seoh Yoon ibumu , Kyungsoo, dan juga kau”

Aku tersentak mendengarnya.Ternyata aku salah mengira.Aissh apa yang kulakukan tadi? Aku malah membentak appa. Dasar kau Xi Luhan anak tidak tau diri… batinku

“eohh ahh mianhae appa, maaf aku telah berkata tidak sopan padamu” kubungkukkan padaku berharap permintaan maafku ini diterima.

“Tidak apa-apa Lu, appa juga salah karena terlalu terbawa emosi tadi” Do Kyung Bae mengusap rambutnya agak kasar.

“Bisakah aku melanjutkan perkataanku sebelumnya?” tanya Kyung Bae. Kini ia memijat dahinya mencoba untuk lebih tenang.

Luhan menganggukan kepalanya. Presdir Do Corporation itu menghembuskan nafasnya pelan.

“Seandainya petaka itu menimpa kita, appa telah berjaga jaga dengan membuka cabang baru di China. Hanya beberapa orang saja yang tahu mengenai hal ini”

“Lalu selama 2 tahun ini, siapa yang telah mengurus perusahaan kita di China?”

“Sekretaris Jiyun. Aku memilihnya karena ia adalah orang yang memiliki bakat untuk mengurus sebuah perusahaan besar seperti ini ,tapi hanya untuk sementara…” omongan Kyung Bae terputus “ kini adalah giliranmu Lu untuk memimpin perusahaan kita yang ada di China” lanjutnya.

“Eoh aku? Tapi usiaku baru 17 tahun appa…” Luhan ragu dengan kemampuannya sendiri.

“Appa yakin walau kau masih belia tapi kau memiliki bakat khusus sebagai seorang Presdir, bahkan kemampuanmu jauh diatas Jiyun” Mendapat pujian, Luhan terlihat malu tapi juga senang.

“Appa ingin kau mulai bekerja di China besok..ini aku telah membelikan tiket pesawat menuju Beijing” disodorkan sebuah tiket beserta paspor ke dekat Luhan.

Besok? Secepat itukah?..batin Luhan

“Dan satu lagi, mengenai Kyungsoo..” “Jika appa dan eomma sudah tidak ada di dekat kalian, appa mohon lindungilah Kyungsoo kapanpun dan dimanapun, dan kau juga jaga dirimu sendiri. Aku tidak mau jika kedua malaikatku ternodai oleh tangan kotor para brengsek diluar sana..” Tak terasa air mata Kyung Bae tumpah satu persatu.

Luhan menghampiri orang yang dia sayangi itu lalu memeluknya dengan erat.

“Appa jangan bicara begitu..” ucap Luhan menenangkan “Percaya padaku, aku selalu melindungi Kyungsoo bahkan saat dia baru lahir ke dunia ini” Luhan pun meneteskan air matanya. Ruangan Presdir Do Corporation itu kini diliputi suasana haru.

Flashback End

 

Author POV

 

D.O melihat gelagat aneh dari Luhan. Sedari tadi, hyungnya itu terus melamun.

Hyung, hyung apa kau baik baik saja?” Tanya D.O sambil menepuk-nepuk pundak Luhan.

Sedetik kemudian, Luhan pun tersadar. “Ah ne, gwenchana”

“Apa kau sedang ada masalah?” Tanya D.O .

Ani..aku hanya..engg.. terlalu menikmati rasa es krim ini !” jawab Luhan seadanya.

D.O nampak bingung mendengar jawaban konyol dari hyungnya itu. Beberapa saat kemudian, ponsel Luhan berbunyi.

Yoboseyo…

“………………………..”

“Oh, kami sedang ada di Lotte World eomma”

“………………………..”

“Tenang saja aku dan Kyungsoo sudah makan tadi”

“………………………..”

Arraseo kami akan segera pulang”

“………………………..”

Nde aku juga sayang eomma”

Setelah mendapat panggilan dari eommanya, Luhan langsung mengajak Kyungsoo pulang ke rumah. Kyungsoo kecil pun menuruti perintah hyung nya itu. Mereka berdua masuk kedalam mobil Lamborghini mereka yang sudah setia menanti di parkiran.

 

SKIP~

 

Ting Tong

Terdengar suara bel pintu berbunyi. Tampak seorang wanita paruh baya berjalan mendekati pintu yang berukuran cukup besar itu. Dilihat dari raut wajahnya, sepertinya wanita tersebut sedang khawatir.

Ting Tong

Bel itu pun kembali berbunyi. Wanita itu pun segera membukakan pintu.

“Kyungsoo-ya…Luhannie, mengapa kalian pergi begitu saja tanpa berpamitan dulu pada ibu?” tanya Seoh Yoon, ibu dari D.O dan Luhan.

Hwang Seoh Yoon yang sedari tadi sudah menunggu kepulangan kedua anaknya langsung memeluk mereka berdua. Lalu ia mengelus kedua pipi anak bungsunya itu.

“Tanyakan saja pada Luhan hyung, eomma” D.O menunjuk kearah Luhan. “Dia yang mengajakku” lanjutnya.

Seoh Yoon mengalihkan pandangannya kearah Luhan. Ia meminta penjelasan pada anaknya yang satu ini.

Luhan menghembuskan nafasnya pelan. Sepertinya ia malas menanggapi pertanyaan eomma nya itu. Luhan pergi begitu saja menuju kamarnya tanpa memedulikan ekspresi ibu dan adiknya itu.

Ada apa dengannya? Mungkinkah dia masih sedih karena memikirkan permintaan Kyung Bae? Pikir Seoh Yoon .

“Eomma badanku gatal semua. D.O ingin mandi air hangat..” ucap D.O manja.

“Tenang, ibu sudah menyiapkan air hangat untuk kalian berdua” Wanita itu mengusap rambut anak bungsunya itu dengan penuh kelembutan.

“Cepat mandi sana, sini tasnya ibu taruh ke kamarmu nak” Tanpa basa basi D.O langsung memberikan tas sekolahnya. Ia pun berlari menuju ke kamar mandi.

Seoh Yoon tersenyum melihat tingkah anaknya itu. Setelah memastikan D.O telah masuk ke kamar mandi, ia pergi berlalu menuju kamar anak bungsunya.

Selesai dengan pekerjaan kecilnya itu, Seoh Yoon yang hendak berjalan ke dapur sempat menghentikan langkahnya sesaat.

Ia menatap sejenak pintu kamar Luhan yang sejak tadi terus menutup. Muncul rasa penasaran sekaligus khawatir terhadap kelakuan anaknya yang tiba tiba bersikap aneh itu, akhirnya Seoh Yoon memutuskan menengok keadaan Luhan terlebih dahulu.

Cklek

Pintu terbuka pelan. Seoh Yoon mencoba mencari si pemilik kamar itu ke setiap sudut ruangan.

Kini pandangan mata Seoh Yoon terfokus ke arah seseorang yang sedang duduk di pinggir ranjang. Tak lain adalah anaknya sendiri Xi Luhan.

“Luhannie…” mendengar namanya disebut, Luhan menengok ke arah daun pintu.

Eomma? Apa yang eomma lakukan di sini?”

“Seharusnya eomma yang bertanya seperti itu” Dihampiri anaknya itu yang sedang terduduk di lantai beralaskan karpet biru.

Seoh Yoon memegang wajah Luhan dan mengangkatnya sedikit sehingga posisi wajahnya menghadap ke arahnya. Ia terkejut melihat tampang anaknya saat ini.

“Omo! Apa kau baru saja menangis Luhannie?” Diusap dengan pelan mata Luhan yang kini sudah sembap.

Luhan memeluk ibunya itu. Ditenggelamkan wajahnya ke pundak Seoh Yoon. Ia pun kembali mengeluarkan air matanya.

“Aku tidak sanggup eomma…” ucap Luhan terisak isak.”Aku tidak ingin meninggalkan kalian semua..”lanjutnya. Tangisan Luhan semakin menjadi.

Seoh Yoon yang sepertinya paham dengan perkataan Luhan, mencoba mengelus punggung anaknya itu. Berharap anaknya bisa lebih tenang.

“Sekarag coba kamu jelaskan pada ibu apa permasalahan dan perasaanmu saat ini, ok?” ucap Seoh Yoon pura-pura tidak tahu.

“Baiklah eomma” Luhan menghentikan tangisannya.” Hmm sebenarnya ini bermula saat aku mengunjungi kantor appa di cheongdamdong….”

~~00~~

Kyungsoo POV

“Eomma badanku gatal semua. D.O ingin mandi air hangat..” ucapku manja.

“Tenang, ibu sudah menyiapkan air hangat untuk kalian berdua” Wanita itu mengusap rambut anak bungsunya itu dengan penuh kelembutan.

“Cepat mandi sana, sini tasnya ibu taruh ke kamarmu nak” Tanpa basa basi aku langsung memberikan tas sekolahku. Aku pun berlari menuju ke kamar mandi.

10 menit kemudian

Kudapatkan diriku sedang berdiri di depan cermin. Kulihat pantulan diriku ini di cermin.

“Ah mengapa aku begitu tampan ya?” gumamku.

Kurapihkan kembali pakaianku ini. Kemudian aku pun memutuskan untuk menghampiri ibu dan Luhan hyung. Saat melewati kamar hyungku, aku terkejut melihat hyung berjalan keluar kamar sambil membawa koper dan juga sebuah backpack di punggungnya.

Ia terlihat seperti orang yang ingin bepergian saja. Mulai muncul pikiran pikiran aneh di kepalaku ini. Aku mulai ketakutan.

EOMMA !” teriakku sambil berlari ke arah ibu yang sedang bersiap siap di ruang tamu.

“Ada apa Kyungsoo-ya?”

“Itu.. mengapa Luhan hyung terlihat seperti orang yang ingin bepergian jauh eomma? Bahkan ia membawa koper!!” desakku pada eomma.

“Aku sudah siap eomma” Terdengar suara hyung dari belakang. Aku bingung mengapa ia berkata seperti itu.

Tunggu sebentar, mengapa wajah mereka terlihat seperti menyembunyikan sesuatu dariku?

“Kyungsoo-ya” panggil ibu pelan.

“Apa yang kalian sembunyikan dariku?” Tanyaku dengan nada lebih tinggi. Raut wajahku pun berubah menjadi serius.

Aku dikejutkan dengan Luhan hyung yang tiba tiba memelukku.

“Adikku yang tampan..” Ia mengelus pipiku lembut.”Kakak mau izin pamit dulu ya”lanjutnya.

“pamit kemana? “ tanyaku polos.

“Kakak izin pamit ke Beijing”

Hahh Beijing? Bukankah itu ada di China? Oh jangan bilang ia akan pergi meninggalkan sendirian batinku

Membayangkan hal mengerikan itu, tanpa sadar aku mulai menangis.

Hyungg… Please don’t leave me alone..” Aku memohon sambil menangis. Menyedihkan. Ku pegang tangannya erat.

I am sorry brother, i can’t. There is something i should to do in there , something that’s very important..” Luhan hyung pun mulai berjalan kearah pintu. Ia akan meninggalkanku. Aku tidak bisa membiarkan ini.

“SETIDAKNYA BIARKAN AKU IKUT MENGANTARMU KE BANDARA ! PLEASE…” Teriakku sambil menangis.

Tampak Luhan hyung dan eomma saling bertatapan.

 

~~00~~

Author POV

 

At Incheon Airport

 

“Hati hati ya Luhan, jaga dirimu baik baik disana” ucap Seoh Yoon. Ia memeluk anak sulungnya itu untuk terakhir kalinya.

Nee¸ tapi eomma juga harus jaga diri eomma baik baik..”jawab Luhan sembari tersenyum.

“kekeke kau ini” Seoh Yoon terkekeh kecil “ Aku akan sangat merindukanmu Luhan” Dicium kening anaknya itu dengan penuh kasih sayang.

Luhan merasa ada yang menarik narik ujung jaketnya. Setelah dilihat ternyata itu adalah D.O.

“ekhem.. ekhemm”

“Tentu saja aku akan sangat merindukanmu dongsaeng ku yang bodoh” Luhan mengacak-acak rambut adiknya itu.

“Janji?” tanya D.O berlagak serius. “ Ya aku janji” jawab Luhan.

“Oh iya Luhan, appa menitip maaf padaku untukmu karena ia tidak bisa ikut mengantarmu ke bandara” jelas Seoh Yoon.

“Tidak apa apa, baiklah kalau begitu aku harus segera masuk” Luhan membungkukkan badannya sebagai tanda perpisahan.

Kemudian ia berlari kecil menuju pintu bandara. Luhan menyempatkan berbalik dahulu lalu melambaikan kedua tangannya kearah dua orang yang sangat ia cintai. Dan Luhan tersenyum untuk terakhir kalinya.

~~00~~

Waktu di jam dinding rumah besar keluarga DO ini menunjukkan pukul 9 malam.

Kyungsoo dan ibu nya baru saja selesai mengantar Luhan ke bandara. Mereka terlihat cukup lelah.

Keduanya langsung duduk di sofa empuk yang ada di ruang tamu.

Piip Piip~

Terdengar bunyi dari benda yang ada di dekat TV. “itu ada fax masuk eomma..” ucap D.O

Dengan malas, Seoh Yoon berjalan ke tempat mesin fax berada. Ia mengambil kertasnya. Seoh Yoon yang sebelumnya sudah sangat mengantuk, tiba tiba ia membulatkan matanya. Kedua tangannya gemetaran memegang kedua kertas itu.

“tidak..i..ini tidak mungkin” Air mata Seoh Yoon mulai berjatuhan. “TIDAKKKK KYUNG BAE!!!”

Teriakan ibunya membuat Kyungsoo terkejut. Karena khawatir dengan keadaan ibunya, D.O menghampiri ibunya itu.

eomma, apa yang sedang eomma liii…..” omongan D.O terputus. Ia tersentak melihat isi kertas fax yang sedang di pegang eommanya. D.O mundur perlahan, seluruh tubunya kini mengeluarkan keringat dingin.

“Bukankah itu appa ?” tanya D.O ragu . Kertas yang tadi dipegang Seoh Yoon jatuh begitu saja. Kini badannya lemas.

Ternyata isi dari kertas itu adalah sebuah foto. Foto itu menunjukkan gambar seorang pria paruh baya yang terikat oleh tali di sebuah kursi. Keadaan tubuh pria itu penuh dengan darah, bisa dipastikan ia telah meninggal. Di balik foto terdapat tulisan berwarna merah, isinya adalah ‘CEPAT SERAHKAN SEMUA SAHAMMU! JIKA TIDAK KAU AKAN BERAKHIR SAMA SEPERTI SUAMIMU ITU!’

Kedua orang itu pun diliputi rasa takut dan sedih. Tak lama terdengar suara mobil berhenti di depan rumah mereka.

Seoh Yoon yang sudah menebak siapa diluar sana, langsung menarik tangan D.O dengan paksa. D.O pun hanya menuruti apa yang dilakukan ibunya saat ini. Seoh Yoon memasukkan D.O kedalam lemari yang cukup besar. Kyungsoo kecil bingung.

“Apapun yang terjadi , kau jangan pernah keluar dari lemari ini, mengerti?!” D.O mengangguk pelan. Ibunya langsung mencium kening anaknya itu dan pergi berlalu meninggalkan D.O disana.

Seoh Yoon mengambil sebuah pisau untuk jaga jaga. Tiba tiba pintu rumah mereka di dobrak dengan kasar oleh orang yang tak dikenal.

“Kami rasa kau telah menerima fax dari kami, kalau begitu cepat lakukan apa yang tertulis di foto itu!” Bentak salah satu dari mereka. Komplotan penjahat itu membawa senjata api.

“TIDAK , AKU TIDAK AKAN PERNAH MENYERAHKANNYA!” teriak Seoh Yoon.

“Cih kau cari mati ya ?” Penjahat itu meludah kearah Seoh Yoon.

“Tidak , justru kalian yang akan mati! Rasakan ini, kyaaaa!” Tanpa diduga Seoh Yoon berlari kearah penjahat itu sambil menodongkan pisau yang tadi ia bawa.

DORR

 

Darah segar mengalir dari kepala Seoh Yoon. Wanita ber anak 2 itu kini terbaring tak bernyawa dihadapan mereka.

Kyungsoo yang mendengar suara letusan, semakin ketakutan.

Kini yang bisa ia lakukan hanya berdoa kepada Tuhan agar ibunya itu tetap selamat diuar sana.

Ia berdoa sembari meneteskan air matanya, pipinya yang merah itu pun sudah basah karena air matanya yang terus keluar.

D.O mendengar para komplotan itu sedang mebicarakan sesuatu. Tetapi ia tidak dapat mendengar suara ibunya itu sejak suara letusan tadi.

“Apa kata boss selanjutnya bodoh?!”

“Boss memerintahkan kita untuk menghapus semua jejak kita”

“Baiklah kalau begitu ayo cepat lakukan!”

Para penjahat itu berhenti bercakap. Tapi D.O masih bisa mendengar derap langkah mereka di rumahnya ini.

Menghapus jejak..apa maksudnya? Batin D.O

Sesaat kemudian, D.O merasa nafasnya sesak. Ia mulai terbatuk-batuk. Tiba tiba kepulan asap mulai masuk kedalam lemari.Karena tidak tahan dengan asap yang mulai tebal, D.O pun keluar dari lemari.

Ia terkejut melihat pemandangan dihadapannya saat ini. Semuanya merah dan panas. Semuanya terbakar oleh api yang entah darimana datangnya.

Kyungsoo kecil mencoba keluar dari situ. Semuanya kini sudah terbakar. Kemudian ia melihat pintu depan rumahnya terbuka. Tanpa basa basi ia langsung berlari menuju pintu.

Saat melewati ruang tamu, ia melihat ibunya tergeletak di lantai. Didekati ibunya tersebut. Kyungsoo kecil mencoba membangunkan ibunya. Ia mengira ibunya sedang tidur saat itu.

eomma… ppali ireona..”D.O menggoyangkan tubuh ibunya. “eomma..kajja¸ berbahaya jika eomma tidur disini, ada banyak api Sepertinya usaha untuk menyadarkan ibunya gagal.

Pandangannya kini beralih ke kepala ibunya yang penuh darah. D.O membekap mulutnya sendiri. Air matanya pun kembali tumpah.

Tak diduga api yang kini membakar seluruh rumahnya itu semakin membesar.

eomma mianhae , aku harus keluar duluan. Aku berjanji akan membawakan obat untuk mengobati kepala eomma” Sebelum pergi keluar, D.O mencium telapak tangan ibunya yang halus itu.

D.O berlari keluar rumah dengan keadaan tangan menutupi mulut dan hidung.

“ukhuu..ukhuu” Batuk D.O semakin parah. Ia terlalu banyak menghirup asap. Akhirnya ia berhasil mencapai halaman rumah.

Sedetik kemudian ia merasa kepalanya begitu berat, pandangannya menjadi kabur. D.O terjatuh begitu saja. Ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya, tubuhnya begitu lemah.

Samar –samar ia melihat beberapa pria tak dikenal menghampirinya. Walaupun kini keadaannya setengah sadar, kyungsoo kecil masih bisa mendengar apa yang mereka ucapkan.

“Dia begitu lemah dan tak berdaya, tapi dia juga terlihat polos. Hmm aku akan meng-adopsinya”

“Apa boss yakin? Bagaimana jika suatu saat ia membalaskan dendamnya pada boss karena boss telah membunuh orangtuanya”

“Akan kupastikan dia tidak akan ingat, cepat angkat dia!”

Itulah kata terakhir yang ia dengar. D.O pun terkejut saat mengetahui dialah pemimpin para komplotan penjahat itu.

Sebelum kyungsoo kecil tak sadarkan diri sepenuhnya

Dia telah membunuh ayah dan juga ibu..Tenang saja ayah, ibu akan kubalaskan dendam dan rasa skait kalian kepada orang brengsek itu…. mianhae eomma…appa….

 

TBC ^^

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Live With Him (Chapter 1)

$
0
0

LIVE WITH HIM (Chapter 1)

Title                       :               LIVE WITH HIM (Chapter 1 )

Author                  :               Rim Goo

Length                  :               Chaptered

Genre                   :               school life, friendship, family

Main cast             :

  • Goo Yoo Rim      (Rim)      [OC]
  • Oh Se Hoon        (Sehun)

Other cast           :

  • Exo member      (Sehun’s friends)
  • Kwon Billy           (Rim’s friend)    [OC]

Rating                   :               PG-13

Disclaimer           :               FF ini murni khayalanku. Cast milik orang tua dan agensi mereka (kecuali OC)

[A/N]                    :               >Happy reading<

>WARNING!! TYPOS BERTEBARAN DIMANA-MANA!!!<

 

###

AUTHOR POV

@PLANET SENIOR HIGH SCHOOL

Kelas 11-1, kelas yang dihuni oleh siswa-siswi dengan kemampuan otak yang tak diragukan lagi. Walaupun kelas itu dihuni oleh mereka yang pintar-pintar, bukan berarti saat Guru berhalangan untuk masuk, mereka akan duduk tenang dan bejalar.

Justru sebaliknya. Kelas itu langsung berubah seperti pasar. Itu yang terjadi saat ini. Kegaduhan disana-sini. Bergosip ria, kejar-kejaran, bermain games, seperti kelas lain pada umumnya.

Tetapi ada seorang yeoja yang lebih memilih duduk diam dan menatap keluar jendela. Rim—sapaan akrab yeoja itu. Wajahnya tampak murung. Kejadian semalam, kembali berputar dipikirannya.

 

>>FLASHBACK<<

“Rim, ada yang ingin Ayah dan Bunda sampaikan” Ujar Ayah Rim. Bunda Rim duduk di samping suaminya

“ada apa, Yah, Bun?” tanya Rim. sepasang suami-istri itu saling melempar pandangan.

“jadi begini, Rim…”

“perusahan ayah, berada di ambang kehancuran” mata Rim membulat sempurna. Perusahan dalam kondisi kritis, dan baru sekarang Ayah memberitahunya. Ini kejutan yang tak pernah ia harapkan.

“perusahan ayah akan bangkrut, Rim” Ayah menunduk, Bunda menggenggam tangannya dengan erat. Rim menatap Ayahnya. Mulutnya terkatup rapat. Ia tahu, ayahnya benar-benar stres saat ini.

“tapi, masih ada satu harapan..”

“ Teman ayah bersedia  memberi bantuan, agar perusahan Ayah kembali. Dengan satu syarat..” perasaan Rim tak enak. Ia mengepal tangan dengan kuat. Semoga ini bukan kejutan—buruk—lagi

“kau harus menikah dengan putra dari Teman ayah itu..”

DORR

Rasanya seperti ditembak.

Badan Rim lemas, wajahnya pucat. Ia bersandar pada sandaran kursi. Tak satupun kata keluar dari mulutnya. Ini kejutan utamanya.

“ayah dan bunda tak akan memaksamu, Rim” ujar Bunda, air mata sudah tergenang dipelupuk matanya.Ia tahu, ini adalah keputusan terberat bagi putrinya. Putrinya tidak mungkin menerima syarat gila untuk menikah diumur 16 tahun.

Cukup lama mereka bertiga diam, sibuk dengan isi kepala masing-masing.

“Ayah, Bunda…” Rim menghela nafas berat

“aku, menerima syarat itu” kalimat itu meluncur dengan mulus dari bibirnya. Ayah dan Bunda kaget. Ini semua diluar perkiraan mereka.

“sudah banyak yang Ayah dan Bunda lakukan, untuk Rim. Kali ini, biarkan Rim yang melakukannya” Ayah dan Bunda langsung memeluk Rim dengan erat.

“gomawo, Rim. Gomawo” Rim mengangguk, matanya sendu. Ini adalah keputusannya. Keputusan yang harus ia ambil demi kelangsungan Perusahan, kebahagiaan Ayah, dan Bunda. Apapun, akan ia lakukan

‘Tuhan, kuharap ini adalah keputusan yang paling tepat’  Bisiknya dalam hati

>>FLASHBACK END<<

 

“Riiiim!” teriak Billy

“ya?” teriakan itu sukses membuat Rim sadar

“kau tahu? Aku berusaha memanggilmu dari tadi! apa yang kau fikirkan?”

‘Oke, Rim! Bertingkahlah seperti biasa!’

“tidak ada” jawabnya singkat, disertai senyuman seperti biasanya

“bohong! Kau menyembunyikan sesuatu dariku, kan?”

“tidak ada yang aku sembunyikan, Bil!” Rim mencubit pipi Billy, sahabatnya sejak Junior High School.

-Mereka berdua memiliki beberapa kesamaan. Ibu mereka sama-sama orang Indonesia. Wajah mereka kalau dilihat sepintas mirip. Ya, mereka sering disebut ‘anak kembar’. Dan jangan lupakan kesan tomboy mereka-.

“aw, aw! Oke oke, aku percaya! Lepaskan cubitanmu Rim! Pipiku bisa bengkak!”

‘maaf, Bil. Kurasa, belum saatnya kau tahu’ sesalnya.

“Bagaimana kalau kita ke kantin saja? aku lapar..” tawar Rim.

“emm.. Baiklah! Ayo!”

###

*KANTIN*

“Rim! ku dengar kemarin Sehun sunbae kembali  dari Amerika, dan hari ini dia ke sekolah”

“owh.” jawab Rim cuek. Sudah berkali-kali ia mendengar nama namja itu dari mulut sahabatnya—oh tidak, bahkan dari seluruh penghuni sekolah. Dan kali ini telinganya harus rela mendengar berita dengan tema ‘Kepulangan Oh Sehun dari Amerika’.

‘lebih baik aku mendengar berita tentang kasus suap di MK!’ kesalnya

“aish! Kau tak senang Sehun sunbae kembali?!” tanya Billy kesal

“apa yang perlu kusenangkan? Kalau dia kembali, ya kembali saja. Tak ada untung-ruginya bagiku , untuk apa dipikirkan?”

“ah! Aku baru ingat, kau kan bukan fans Sehun sunbae! Berarti kau buta akan ketampanan Sehun sunbae!” ejek Billy.-Benar, Billy adalah salah satu dari sekian banyak fans Sehun di sekolah mereka

“bukan aku yang buta, tapi kau yang buta karena mau menjadi fans dari namja vampire itu!” jawab Rim santai, sambil melahap makanannya.

“apa? Kau bilang Sehun sunbae namja vampire?! Yak!—“

“Ekhem..”

Billy mendongak. Dia tak berkata apapun, dari raut wajahnya terlihat jelas kalau dia syok. Merasa terjadi sesuatu pada sahabatnya, Rim mendongak.

Dilihatnya Kai—sahabat Sehun, tengah menatap mereka tajam, dengan tangan yang yang di masukan ke saku celananya. Rim berdiri dari duduknya

“Emm.. jwesonghamnida, sunbaenim. Ada yang bisa kami bantu?” tanya Rim dengan ramah

Kai hanya memalingkan wajahnya kearah meja yang di penuhi lima orang namja, yang juga menatap mereka.

“kalau kalian merasa kesepian, kalian boleh bergabung di meja kami.”jelasnya. maklumlah, sekarang kantin masih sepi. Hanya dua meja yang berpenghuni—meja Rim dan Billy, juga meja Kai dan sahabat-sahabatnya.

“ah, kamsahamnida sunbaenim. Tapi, kami lebih nyaman di sini. Jwesonghaeyo, Kai sunbae” tolak Rim

“hmm, baiklah” Kai melangkah.

Sesampainya di meja, Kai duduk di bangku tengah

“Goo Yoo Rim dan Kwon Billy” ujar Kai. Ternyata tujuannya ke meja Billy dan Rim hanya untuk mencari tahu nama keduanya, dengan melihat name tag

“jadi, mereka yang selalu disebut-sebut Anak kembar dari kelas 11-1?” tanya Baekhyun dan mendapat anggukan dari Kai.

“kurasa, Goo Yoo Rim tak suka pada Sehun” ungkap Kai

“Mwo? tak suka Sehun?” Lay mengerutkan keningnya. Baru kali ini dia mendengar seorang yeoja tak suka pada Sehun.

“aku mendengar percakapan mereka, Lay. Mereka—maksudku Kwon Billy yang membicarakan kepulangan Sehun, sahabatnya—Goo Yoo Rim hanya menanggapi dengan wajah cuek. Tak seperti kebanyakan yeoja yang selalu antusias saat mendengar segala sesuatu tentang Sehun”

Sosok namja yang mereka bicarakan tak memberikan komentar apapun. Kedua mata Sehun lebih tertarik mengawasi gerak-gerik Rim. Sehun menunjukan seringaiannya.

“Goo Yoo Rim…”

“…yeoja itu, cukup menarik”

“apa maksudmu, Oh Sehun?” tanya Luhan. Yang lain hanya mengerutkan kening, tak mengerti maksud sahabat mereka.

“kau akan tahu nanti, Luhan..”

 

>>TBC or END??<<

Gimana? Ada yang tertarik ama kelanjutannya?

Please, leave your comment!

 

 


Fate of The Witches (Intro)

$
0
0

= Title : Fate of The Witches =

= Author : BlueLu Bird =

= Cast : Byun Baekhyun <EXO> , Song Haneul <OC> , The True Black Witch (Find who is it) , Song Jae Hyun <OC> , Byun Ha Na <OC> , etc =

= Genre : Romance , Fantasy , Family , School life , Mystery , Comedy (?) =

= Rating : PG 15 – 17 =

= Length : Chaptered =

= Summary : Siapa sangka bahwa di dunia ini ada yang namanya penyihir? Tapi itu kenyataannya , penyihir itu ada. Tapi hati-hati tak semua penyihir memiliki hati yang baik , Black Witches bisa diam-diam mendekatimu lalu memakanmu hidup-hidup , mengerikan bukan? Byun Baekhyun dan Song Haneul , penyihir muda baik hati yang bahkan belum mengerti dengan benar bagaimana kekuatan mereka tetapi telah dihadapkan pada takdir yang mengatakan bahwa ‘Kalian adalah White Witches , pasangan penyihir abadi yang ditakdirkan untuk memusnahkan Black Witches’. Dan bermula dari takdir itu , mereka harus tinggal serumah dan terus bersama. Juga jangan lupakan misi mereka ‘Musnahkan pusat kekuatas Black Witches , yaitu The True Black Witch! Hanya satu orang!’ Itu bukan hal yang mudah , karena target mereka adalah pemburu mereka. Mereka bahkan tidak punya petunjuk tentang siapa sebenarnya target mereka. Dan satu hal yang membuat itu semakin sulit , we called it love =

= Note : Fanfiction fantasy pertama author. Semoga pada suka ya!! Dan kalo respon nya bagus , author lanjutin ke chapter selanjutnya kok!! Tenang , author gak suka bohong *Iye , tapi sukanya modus XP* Plagiat? Pergi jauh-jauh sebelum di sihir jadi kodok sama Cutie Witch alias Byun Baekhyun!! >< Jangan lupa fanfic ini hanya fiksi belaka, J =

Enjoy reading ~

- Witches -

=Author POV

Seorang gadis berjalan riang menyusuri jalan malam sendirian. Mungkin terlihat aneh seorang gadis berjalan sendirian di malam hari tanpa takut , but she’s don’t care about that. Langkah gadis itu terhenti , saat bola mata gadis itu menangkap ada seorang pria yang sepertinya hendak dikeroyok oleh beberapa pria lainnya.

Tanpa pikir panjang gadis itu menunjuk kumpulan pria tersebut dengan jari telunjuknya, cahaya putih muncul di ujung jari telunjuk gadis itu. Detik berikutnya gadis itu menghempaskan jarinya ke bawah dan bersamaan dengan itu kumpulan pria yang hendak mengeroyok seorang pria di sana jatuh tak sadarkan diri di jalan beraspal tempat tadi mereka menapakkan kaki.

Gadis itu tersenyum bangga dengan hasil kerjanya , setidaknya hari ini dia melakukan kebaikan yang berguna untuk sesama. Tunggu! Mereka tidak bisa dikatakan ‘sesama’ , karna gadis itu berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. Gadis itu seorang penyihir, ya kecuali kalau pria itu juga seorang penyihir.

“Ya! Apa yang kau lakukan?!” Teriak pria yang secara tidak langsung diselamatkan gadis itu

Kenapa dia malah marah? Bukankah harusnya berterima kasih?

“Hei , kenapa kau berteriak?! Aku menyelamatkanmu , tuan!” Gadis itu salah , ia kira pria yang ditolongnya akan berterima kasih dan tersenyum bahagia. Tetapi nyatanya dia malah mendapat omelan tak berguna

“Aku bisa mengurus mereka sendiri!”

“Seorang diri? Sombong sekali!” Gadis itu mendengus tak percaya mendengar ocehan pria yang ditolongnya. Sombong sekali , pikirnya

“A-” Belum selesai pria itu mengucapkan omelan panjangnya , gadis itu menghilang begitu saja dari hadapannya.

“Ck! Tidak sopan! Awas saja kalau bertemu lagi denganku! Akan kuberi pelajaran!” Pria itu tidak kaget saat gadis itu menghilang secara tiba-tiba. Alasannya sederhana , karna ia juga bisa melakukannya. Meskipun , terselip tanda tanya besar di pikirannya.

Siapa sebenarnya gadis itu?

- Witches -

“Aku kembali!” Teriak gadis itu saat tubuhnya sudah berada di dalam rumah tempatnya tinggal. Mata gadis itu menangkap munculnya seorang kakek dari balik ruangan khusus yang hanya gadis dan kakek itu ketahui. Gadis itu memilih tak mempedulikannya dan duduk santai di sofa ruang keluarga rumah itu.

“Song Haneul! Kau membuat orang tak sadarkan diri lagi?!” Teriak kakek yang kini berada di hadapan gadis itu. Boleh diakui bahwa kakek itu terlihat seperti orang yang berusia 30 tahun-an , padahal umur aslinya sudah mencapai 100 tahun-an.

“Song Jae Hyun , berhentilah berteriak” Sudah menjadi kebiasaan gadis bernama Song Haneul , memanggil nama kakek di hadapannya dengan nama aslinya saat pria tua itu mulai berteriak padanya

“Ck , gadis ini! Jadi kenapa kau membuat kumpulan pria itu tak sadarkan diri?” JaeHyun duduk di samping cucu satu-satunya , mencari tahu hal menarik apa yang dilakukan cucunya kali ini

“Aku mencoba menolong seorang pria yang ingin mereka keroyok. Tapi kau tahu kek? Pria itu malah memarahiku karna menolongnya , konyol sekali”

“Aku rasa – kau lebih konyol dari mereka” Gumaman JaeHyun sukses membuat cucunya melotot ke padanya , detik berikutnya JaeHyun berteriak keras sampai teriakannya menggema di rumah itu. JaeHyun berteriak karna cucunya mengaduk-aduk isi lambung nya , jangan tanya bagaimana caranya! Tentu saja , dengan sihir

“Ya! Song Haneul! Berhentilah membuat kakek mu menderita! Ya ampun , lambungku terasa berputar!”

“Memang lambung mu berputar , kek” Jawab Haneul santai. Dalam sekejap gadis itu menghilang , karna ia tahu apa yang akan terjadi pada telinganya jika ia tidak menghilang saat itu juga

“SONG HANEUL! KEMARI KAU!”

- Witches -

Haneul kini berada di kamarnya , setelah berhasil membuat kakek nya marah gadis itu langsung berteleportasi ke kamarnya. Jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan jam 20.00. Haneul meletakkan tas ransel yang tadi dibawanya di rak tempatnya biasa menaruh barang-barang seperti tas dan buku. Dan rak itu , melayang di udara. Gadis itu merenggangkan otot-ototnya , lalu berbaring di kasur yang memang tersedia di kamar itu. Kasur itu tidak melayang seperti rak gadis itu , alasannya adalah jika kasur itu melayang maka kemungkinan besar Haneul akan sering jatuh dan itu akan membuat badannya sakit setengah hidup (?)

“Pria tidak tahu terima kasih” gumam Haneul pelan saat mengingat kejadian yang dialaminya. Tapi entah kenapa , firasat gadis itu mengatakan bahwa ia akan bertemu lagi dengan pria yang ditolongnya

“Hah , aku benar-benar lelah! Kenapa besok harus masuk sekolah? Libur jauh lebih baik”

Haneul mencoba memejamkan matanya , berusaha istirahat secepat mungkin. Karna besok dia harus bersekolah. Bukan sekolah sihir , hanya sekolah umum seperti manusia biasa.

Deg

Haneul membuka matanya , saat firasat buruk gadis itu datang lagi. Mata Haneul menelusuri setiap bagian kamarnya, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Bukan pertama kalinya gadis itu merasa ada yang mengawasinya, tak apa jika hanya diawasi , tapi firasat buruk gadis itu mengatakan bahwa diawasi bukan hal yang baik untuk nya. Karna ia diawasi oleh orang yang berkeinginan jahat. Dan sialnya , firasat gadis itu tak pernah salah

Ada yang mengawasiku. Tapi siapa?

- Witches -

Di lain sisi , seorang pria tengah mengguling-guling kan badannya di atas kasur. Pria itu sedang bergelut dengan pikirannya sendiri.

Ya , Byun Baekhyun! Berhentilah berguling-guling seperti tentara di kasurmu! Cepatlah tidur! Sampai besok kau kesiangan , kupastikan kau kutendang dari lantai 2!

“Aishh , nenek benar-benar mengerikan!” Baekhyun baru saja mendengar telepati neneknya yang bisa memecahkan gendang telinganya. Nenek nya selalu tahu apa yang Baekhyun lakukan, meskipun ia sedang tak bersama cucunya dan Baekhyun tak masalah dengan itu. Hanya saja , nenek nya tak akan mengawasinya saat pria itu berada di kamar mandi. Dia sudah gila jika mengawasi cucu nya yang berjenis kelamin laki-laki saat menyelesaikan urusannya di kamar mandi.

“Gadis itu , bisa menghilang. Sama sepertiku. Tapi aku tak merasakan aura jahat , pada dirinya” Baekhyun berhenti berguling , ia lebih memilih berpikir sambil menatap ke langit-langit kamarnya. Setidaknya ia tetap bisa berpikir dan dia tidak akan ditendang neneknya

Deg

Perasaan itu datang lagi , perasaan saat dirinya akan diterkam oleh seseorang saat itu juga. Beberapa detik kemudian perasaan itu hilang , Baekhyun menghela nafasnya lega.

Kapan perasaan ini berakhir? Aku bosan merasa akan diterkam seperti kijang yang tengah hilang di tengah hutan

Kapan-kapan! Bahkan kijang pun lebih baik dari dirimu! Cepatlah tidur atau kau-

“NENEK! BERHENTILAH MEMBACA PIKIRANKU! APA NENEK JUGA MEMBACA PIKIRANKU SAAT TIDUR?”

Kadang. Mimpimu benar-benar mesum Byun Baekhyun!

“NENEK!”

To Be Continued

Yehet~! Fanfic baru , yey! Ini author gak tw ya readers bakal respect atau gak >< Tapi semoga aja iya

Ini baru Prolog nya aja, jadi sengaja dibuat pendek gitu, hehe~

Leave comment, critic, and like, please~ So , i will make the next chapter!!

Kalo responnya bagus authot bakal lanjutin kayak biasa sampe KHATAM (asal respon nya gak makin down, aja ya~) Author juga bakal buatin posternya , ya meskipun gak begitu bagus alias jelek -_-”

Makasih buat admin yang udah mau ngepost fanfic gaje ini!! Makasih buat readers yang udh bersedia baca, apalagi yang udh ninggalin comment, critic, and like *Tuh kan, modus lagi -_-* :v

THANKS!!


01001100

$
0
0

01001100

 luhan6

Author; L.JOO (@beki_yuyun)

Title; 01001100

Rating; PG

Length; Mini-Ficlet. – 960 words

Genre; Romance, lil Hurt, Fluff

Cast; – EXO M’s Xi Luhan

            OC’s Yi Feilin

~~~

01100010 01100001 01100111 01100001 01101001 01101101 01100001 01101110 01100001 01110000 01110101 01101110 00100000 01100011 01100001 01110010 01100001 01101110 01111001 01100001 00101100 00100000 01110011 01100101 01110011 01100101 01101111 01110010 01100001 01101110 01100111 00101100 00100000 01101010 01100001 01101110 01100111 01100001 01101110 00100000 01110000 01100101 01110010 01101110 01100001 01101000 00100000 01101101 01100101 01101101 01100010 01100001 01101110 01100111 01110101 01101110 01101011 01100001 01101110 01101011 01110101 00100000 01100100 01100001 01110010 01101001 00100000 01101101 01101001 01101101 01110000 01101001 00100000 01101001 01101110 01101001

~~~

 

 

Feilin POV

 

 

Dulu aku mempunyai kekasih bernama Xi Luhan. Berawal dari berteman karena hanya kamilah satu-satunya warga China yang bersekolah di Dongguk. Hubungan kami semua baik-baik saja, sampai suatu ketika aku memergoki Luhan berdua dengan senior kami, Kim Hyeoyeon. Dia mengatakan Hyeoyeon adalah cintanya yang sebenarnya. Aku berbalik memunggunginya dan ketika itulah, pertama kalinya air mataku jatuh karenanya. Tak ada panggilan, tak ada pengejaran. Asyik bersama Kim Hyeoyeon, tidak peduli padaku setiap harinya. Hampir saja aku tak mempunyai teman, dan untungnya, aku bertemu Jongdae―warga Korea yang fasih berbahasa China.

 

Tapi bukan itu intinya.

 

Entah Luhan kerasukan malaikat atau apa, pulang sekolah dia menelponku dan dia bilang dia menungguku di depan sekolah. Sama seperti dulu saat aku masih berpacaran dengannya. Dengan degup jantung yang sungguh keras, aku mendekatinya dengan senyuman yang kaku―sangat kaku.

 

“Hai,”

 

Mata itu, mata hangat yang masih sama menatapku seperti dulu. Mata yang membuatku jatuh cinta pandangan pertama padanya.

 

“Uh, hai,”

 

Kikuk. Kikuk. Kikuk. Aku tak tau harus berbicara apa padanya karena sudah hampir setengah tahun kami tidak berkomunikasi―sekalipun, ya, sekalipun. Bodohnya, aku terus mematung, menatap manik matanya, seperti dipaksakan terus menatap iris hazel itu.

 

“Maafkan aku,”

 

Setelah enam bulan, satu minggu, tiga hari menantikan suaranya, akhirnya bisa terdengar juga di telingaku. Suara itu, suara lembut yang selalu menelponku tiap malam, menanyakan apakah aku capek, atau mengingatkanku untuk tidur lebih awal. Suara itu, suara yang juga menyanyikan lagu untukku sekali setiap harinya.

 

“Untuk?”

 

“Segalanya,”

 

Hangatnya genggaman jemari lentik itu mengusap telapak tanganku. Menggandengku. Tangan itu, tangan yang selalu mengusap kepalaku jika aku bersandar pada bahunya, yang selalu menekan tuts piano untuk mengiringi lagunya. Hangatnya masih sama, merambah keseluruh aliran darahku dan setiap detak jantungku, menularkan kehangatan yang luar biasa―kehangatan yang tak pernah kurasakan saat aku berpisah dengannya.

 

“Uh, Hyeoyeon?”

 

“Aku Luhan, bukan Hyeoyen,”

 

“Bukan. Maksudku, bagaimana jika Hyeoyeon melihatnya?”

 

Luhan tersenyum dan itu membuat tubuhku merinding, lebih dari gugup.

 

“Emh… uh, Jongdae― jika dia melihat dia akan mengumbarnya. Lepaskan tanganmu jika kau mencintai Hyeoyeon,”

 

“Aku tak peduli tentang itu,”

 

Mengeratkan genggamannya, menarikku keluar arena sekolah agar lebih bisa leluasa. Berlari menarik tanganku sampai kukira lenganku sudah putus. Kaki itu, kaki yang masih sama kuatnya, kaki yang kuat mengajakku berlari, kaki yang dia gunakan untuk menendangku jika aku membuang angin sembarangan. Burung burung berterbangan menuju sarangnya diatas kepalaku, sore mulai berubah menjadi senja. Awan merah yang berduet dengan oranya itu mengingatkanku ketika ciuman pertama kami, saat liburan musim panas, saat dibawah pantulan matahari musim panas yang romantis.

 

Sunset…” ucapku lirih.

 

“Kenapa? Bukannya kau suka?”

 

Aku menggeleng sedikit. Sunset yang juga mengingatkanku pada hal yang menyakitkan, saat aku pergi ke pantai untuk menenangkan diri, Luhan dan Hyeoyeon berkencan dan kulihat mereka melakukan french kiss  dibawah pohon kelapa, Luhan saja tak pernah memberikanku ciuman seperti itu. Saat itulah, aku yakin seumur hidup aku tak akan, tak akan pernah memaafkannya. Tidak akan pernah.

 

“Kenapa tidak?”

 

“Bisakah kau tanya yang lainnya?”

 

“Baiklah,”

 

Dia melepaskan genggamannya dan aku menyesalkan hal itu. Matanya menatapku dari ujung ke ujung. Wajahnya tampak gelisah, atau hanya halusinasiku saja?

 

“Bisakah kita kembali seperti dulu, Fei?”

 

Setelah sekian lama dia tidak memanggil namaku, aku rasa agak aneh jika dia yang mengucap. Tidak tau, tapi ini juga membuatku merasa amat bahagia. Aneh. Dia juga memintaku kembali seperti dulu? Tidak, tidak mungkin.

 

“Hyeoyeon?”

 

“Bahkan aku sudah memutuskannya sebelum aku menelponmu,”

 

“Jahat sekali…”

 

“Jangan membohongi dirimu, Fei,”

 

Aku menundukkan kepalaku lebih dalam seperti kura-kura. Kenapa dia bisa mengetaui apa saja yang ada dipikiranku? Aku bahagia, ya, aku bahagia. Apakah ini pertanda bahwa Luhan masih mencintaiku? Lalu mengapa Hyeoyeon? Apakah dia hanyalah pelarian? Aku tidak yakin. Luhan masih Luhan yang dulu. Luhan yang suka bercanda.

 

“Hei,” aku tersenyum pedih padanya, “aku tau kau masih sama seperti dulu. Tapi setidaknya, jangan bercanda pada saat seperti ini. Aku memang mencintaimu, namun kau tak berhak mempermainkanku, Xi Luhan,” kutumpah-ruahkan apa yang selama ini tercekat di kerongkonganku, “aku mencintaimu… sampai saat ini, detik ini,”

 

Luhan mendelik. Mungkin saat inilah dia akan tertawa.

 

“Kalau begitu, kenapa menolak kembali bersamaku?”

 

“Aku tidak menolak,”

 

“Kau menolak,”

 

“Tidak,” aku mengambil napas, “aku hanya…. tidak tau,” berbohong lagi. Meski aku tau Luhan mengetaui apakah aku berbohong atau tidak, “kau keras kepala,”

 

“Selama ini siapa yang keras kepala?”

 

Aku semakin menunduk.

 

“Kali ini giliranku untuk keras kepala. Jangan halangi aku, Fei,”

 

Mataku membulat. Bibir itu, bibir yang sama ketika dia mengusapkannya di bibirku saat itu, bibir yang membersihkan noda es krim di hidungku. Hangat. Yang kurasakan semuanya menghangat. Luhan memiringkan kepalanya, mencari-cari angle yang tepat untuk memperdalam ciumannya. Dia menahan lenganku dengan memeganginya. Aku tidak tau apa yang kupikirkan, tapi aku membalas ciumannya. Aku merindukannya, Luhan pun pasti merasakan apa yang kurasakan. Tanganku bergerak kelehernya, lalu kepalanya, mengusap rambut yang sewarna dengan iris matanya. Kurasakan Luhan tersenyum disela-sela ciuman kami. Aku pun tersenyum. Rasanya bahagia sekali, seperti memenangkan lotere. Tapi ini aku bahagia karena memenangkan hati Luhan.

 

Luhan memegang tengkukku dan melepaskan ciumannya.

 

“Kutanya sekali lagi,”

 

“Apa?”

 

“Bisakah kita kembali seperti dulu?”

 

Aku tertawa, dan mengiyakan.

 

“Boleh saja,”

 

Hari ini aku bermimpi indah. Bagaimanapun caranya, seseorang― jangan pernah membangunkanku dari mimpi ini.

 

 

 

01001100_END

 

 

Sekarang L.JOO sukanya bikin drabble-drabble gitu, yang pendek. Sori ya kalo terlalu cheesy XD

 

RCL!! []


The Wedding

$
0
0

Main Cast. : Do Kyungsoo
: Song Gyu hee
: Song Jongki

Genre.        : Fluff, Romance

Rated        . : Teen

Length.       : Oneshoot

weddingKyungHee

Disclaimer. : I just own this story, and all of story its mine.

Author Note   : Hallo, saya datang lagi membawa kyungsoo dan istrinya yaitu saya sendiri kkk, jangan bash saya ‘_’ , jangan heran kalau masih banyak typo :3 maafin ya, ini idenya termasuk pasaran tapi entah kenapa saya pengen juga ikut – ikutan bikin, kalau mau baca tetang storynya KYUNGSOO bisa baca yang judulnya, JUST ONE DAY di EXOfanfiction kok..

Author. : sexygeek95

Summary. : “I wanna marry Your Princess make her my Queen”

Recomanded Songs : Marry your daughter

—i

“Hallo?”


“…”

“Ya aku mengerti, aku sedang dalam perjalanan, tunggulah” Kyungsoo mengakhiri panggilannya ditelpon selular itu. Tentu saja dia berbohong karena sudah 30 menit lalu dia diam ditempatnya.

Kyungsoo berada didepan Sebuah Rumah. Rumah yang cukup dikenalnya selama 3 tahun belakang ini, dia kembali mengingat saat – saat pertama dia memasuki gerbang abu – abu itu.

Setelah memantaskan dirinya berulang – ulang kali, Kyungsoo akhirnya keluar dari mobil silvernya.

- – - – -

Tubuh Kyungsoo bergetar, gugup. Dia begitu gugup kala itu. Setelah 5 menit dia menunggu Tuan Song pun muncul dari ruang tengah bersama Putrinya.

Kyungsoo berdiri dan membungkuk kepada Tuan Song, dan ia sedikit melihat Gyu hee yang menggunakan gaun senada dengan kemejanya hari putih, biru muda.

“Duduklah Kyungsoo” Ucap tuan Song dan Kyungsoo kembali duduk sebelum dia kembali membungkuk hormat kepada istri Tuan Song.

“Jadi Kyungsoo, apa tujuanmu?” Ucap Tuan Song tanpa bertele – tele.

“Aku, aku akan menyampaikan sesuatu, tuan” dan Kyungsoo merogoh kantung Celananya, mengambill Kotak kecil berwarna hitam dan membukanya.

Kyungsoo berlutut, dia menunduk “Tuan, izinkan aku menjadikannya Satu – Satunya, Menjadikannya Pendampingku…” Kyungsoo gemetar, dia tak sanggup meneruskan kata – katanya.

“Kyungsoo, kau ingin menjadi menantuku atau menjadi musuhku”

Kyungsoo membulatkan matanya, dan mengangkat kepalanya saat itu dia menyadari bahwa dia sedang berlutut didepan Nyonya Song.

“A-aku…” Kyungsoo gelagapan saat itu, sungguh ini sangat memacu adrenalinenya dibandingkan saat ia dan Gyu hee Bunge Jumping di Macau.

Tuan Song dan Nyonya Song tertawa kecil melihat Kyungsoo, dan Gyu hee hanya menunduk merutuki sikap Kyungsoo yang kelewat bodoh.

Hey Kyungsoo bukan bodoh, hanya saja dia sedang memperjuangkan cintanya didepan ayah ibunya Nona Gyu hee.

Kyungsoo menggeser posisinya masih dalam keadaan berlutut dan kini posisinya tepat didepan Gyu hee.

“Tuan Song, dengan seluruh hidupku yang aku punya, I’m gonna marry your Princess and make her my Queen, Can I marry your daughter?” Ucap Kyungsoo bersungguh – sungguh, kini ia terlihat begitu tegas dan tanpa Ragu – ragu.

“Duduklah Kyungsoo, lelaki tidak diperbolehkan lebih rendah dari Wanita”

Kyungsoo kembali duduk disofa, dengan tangan yang masih menggenggam kotak yang berisikan Cincin Putih itu.

“Sebelumnya, biarkan aku mengajukan Pertanyaan yang akan memutuskan semua keputusanku nanti Untukmu dan Putriku”

Kyungsoo Mengangguk tanpa Ragu, dan Gyu hee bersumpah ini adalah pertama kalinya ia melihat Kyungsoo serius seperti itu.

“Kenapa kau ingin menikahi Putriku, Kyungsoo.. “

Kyungsoo Tersenyum itu pertanyaan yang sangat mudah untuknya, tetapi belum sempat dia membuka suara pertanyaan itu ternyata masih belum selesai.

“Kau tahu, dan kau mengenal sosok Gyu hee, dia adalah gadi berusia 23 tahun yang belum bisa mengurus dirinya sendiri, belum bisa memasak, dan dia masih sering menggunakan emosinya daripada Logikanya, Apa kau yakin masih ingin menikahinya?”

Kyungsoo diam. Dia sama sekali tak berfikir seperti itu sebelumnya, kini memory didalam otaknya memutar ulang kejadian tempo dulu, dimana dia dan Gyu hee bertengkar hebat hanya karena pertanyaan siapa yang lebih cantik antara Cinderella / wendy .

Bertengkar karena Gyu hee hanya bisa memasak ramen, dimana seharusnya Gadis seumurnya paling tidak bisa memasak nasi goreng kimchi.

Bertengkar karena Gyu hee yang selalu bangun kesiangan dan itu membuat Kyungsoo dan Gyu hee selalu terburu – buru berangkat kesekolah.

Kyungsoo terus berfikir. Dan Gyu hee hampir menangis, Sementar Tuan dan Nyonya Song memperhatikan perubahan wajah Kyungsoo.

Kyungsoo menatap Gyu hee sekilas dan langsung menatap Tuan Song “yeah, Aku yakin Tuan. Aku Do Kyungsoo akan menikahi Putrimu Apapun masalah yang akan aku dapati nantinya setelah pernikahan kami”

“Walaupun dia terus menerus emosi akan hal – hal kecil dan membuatmu pusing?”

“Dalam keadaan Emosi seperti apapun tuan, dan aku akan menangkannya..”

“Walaupun dia akan bangun lebih siang darimu dan tak membuatkan mu Kopi setiap pagi?”

“Dan aku akan membangunkannya, mengecup keningnya, dan membuat kopi pagi hari bersamanya, didapur kami”

“Walaupun dia tidak bisa memasakanmu dengan benar?”

“Dan kami akan belajar bersama – sama bagaimana memasak dengan benar, Tuan”

“Walaupun dia akan menangis untuk hal – hal yang tidak penting ?”

“Dan aku adalah satu – satunya orang yang akan mengusap airmatanya tuan, dan tidak akan aku bersumpah aku tidak akan membuat air matanya terjatuh”

“Dalam keadaan apapun, dalam keadaan seburuk apapun putriku, kau yakin masih akan tetap bersamanya? ” Kini tuan Song benar – benar serius menatap Kyungsoo.

Kyungsoo mengangguk.

Dia menggenggam tangan Gyu hee lembut.

“Ya, aku akan selalu bersamanya, dalam keadaan apapun, tidak peduli bagaimanapun sulitnya keadaan kami, aku akan selalu berada disamping Putrimu, seseorang yang saat ini sangat aku cintai Tuan Song”

Nyonya Song hampir menangis.

Tuan Song mengangguk.

“Lalu, apa yang kau punya untuk membahagiakan putriku? Dan mengambilnya dari sisiku? Apa kau sudah melebihi apa yang ku punya saat ini sehingga kau yakin dia akan bahagia bersamamu?”

Kembali lagi.

Kyungsoo diam. Dia mengingat sesuatu dan membuatnya mual karena kegugupannya yang semakin menjadi.

Melebihi Tuan Song Joongki? Itu tidak mungkin, lebih tepatnya belum.

Tuan Song joongki adalah CEO Song Company. Dan Kyungsoo hanyalah seorang karyawan biasa yang baru diangkat sebagai manager kala itu, melebihi? Oh Kyungsoo ingin mati saja saat itu, bahkan apartement tempatnya tinggal saja masih dia cicil perbulannya.

Melebihi? Tidak, dia belum melebihi Calon mertuanya itu. Dia tampak ragu, Dia agak kecewa, tetapi kala itu genggaman tangan Gyu hee mengerat pada jemarinya, dia menatap Gyu hee, seolah mata Gyu hee berkata “aku mempercayaimu Kyungsoo”

Dan Kyungsoo akhirnya bisa menjawab pertanyaan Dari Ayah kekasih tercintanya itu.

“Aku belum bisa melebihimu Tuan untuk saat ini, Tapi aku berjanji aku tidak akan membuat putrimu Kekurangan apapun saat dia bersamaku, Aku memang belum bisa melebihi apapun yang kau punya Tuan, tapi bersama dengan Gyu hee, Putrimu dan aku akan memulainya dari awal, sedikit demi sedikit mencapai tingkat kesuksesan yang kami bisa raih, aku butuh putrimu Bukan hanya untuk menjadi semangatku dalam hal apapun, tetapi membutuhkannya untuk menjadi Sosok penyempurna hidupku”

Kini Tuan Song menyuruput Coffenya.

Dia diam seolah dia tidak mendengar apa – apa. Kyungsoo semakin frustasi sepertinya Tuan Song mengabaikan semua rangkaian kalimatnya yang dia buat dengan penuh keyakinan.

Hancur sudah Kyungsoo.

Dimana mobilnya? Dimana dia menaruh kuncinya? Dan harus dimana dia mengakhiri hidupnya? Menenggelamkan diri disungai han atau melompat dari atap apartementnya? Sudah. Hidup Kyungsoo sudah berakhir.

Kyungsoo masih sibuk dengan ribuan spekulasi yang membuatnya ingin mati kala itu.

“Kyungsoo minumlah, ION tubuhmu pasti berkurang karena kau berkeringat terlalu banyak, lalu pulanglah..”

Sudahlah, hidup Kyungsoo benar – benar berkahir. Apa Tuan Song sudah gila? Minum saja tak cukup untuknya saat ini, bukan hanya ION yang mengurang tentu saja semangat hidupnya. Apa ini? Dia ditolak?

“Kyungsoo, aku hanya mempunyai waktu Dua hari setelah itu Aku dan Istriku akan pergi ke jepang untuk menyelesaikan pekerjaanku, jadi bisa kau bawa orang tuamu secepatnya? Aku harus menyiapkan persiapan untuk pernikahan kalian, dan aku membutuhkan bantuan Orang tuamu”

“Ha?” Kyungsoo masih bingung dengan apa yang ia dengar.

“Langsung menikah saja, tidak usah bertunangan lagi tidak apa – apakan? Aku membutuhkan seseorang yang aku percaya nanti menjadi tangan kananku diperusahaanku, dan kau sepertinya orang yang Tepat, mengingat kau adalah menantuku, Kyungsoo”

“Jadi, aku diterima ? ” Pertanyaan bodoh keluar dari bibir Kyungsoo, tentu saja nak kau pasti diterima bila tuan Song berkata seperti itu.

“Lalu apa harus aku jelaskan? Pemuda ber-IQ tinggi sepertimu pasti lebih cepat mengerti maksudku kan?” Tuan Song tersenyum.

“Baiklah Kyungsoo, Aku akan beristirahat” Ucap tuan Song dan meninggalkan Kyungsoo dengan putrinya.

Gyu hee tersenyum dan memeluk Kyungsoo, Kyungsoo masih gemetar disofanya, “Kau berhasil Kyungsoo,” ucapnya dan mencium lembut bibir Kyungso, Gyu hee tahu Kyungsoo pasti 1000x lebih gugup dibandingkan dirinya.

Mereka berciuman lembut. Mengungkapkan sejuta kebahagian yang mereka punya.

“Bisakah kalian melakukan lebih baik dialtar nanti ?” Suara Khas Tuan Song membuat mereka melepas tautannya.

“Uh, maaf aku menganggu kalian, aku hanya ingin mengambil Kue berasku, silahkan lanjutkan” ucapnya tersenyum nakal, dan Gyu hee ingin sekali melempar pria tua itu dengan kotak cincinnya.

“Tuan Song kau menyebalkan!” Teriaknya.

“Kyungsoo, kau tidak pipis dicelanakan?” Tiba – tiba Gyu hee teringat sesuatu.

Kyungsoo memeriksa celana.

“Tidak tahu, tetapi aku menggunakan Pampers malam ini”

Dan tawa pecahmu terdengar dari ruang tamu keluarga Song

 

 

WEDDING DAY

 

“Gyu hee?” panggil Tuan Song mendekati putrinya yang sedang duduk dimeja riasnya lengkap dengan dandanan juga Gaun putihnya, sekejap tuan Song kagum dengan kecantikan putri kandungnya saat itu.

 

“iya appa?” jawabnya menatap ayahnya dari kaca riasnya, Gyu hee sedikit terkejut ketika melihat mata ayahnya berkaca – kaca, hidung mancung yang mirip dengan dirinya itu sedikit merah. “….. Kau menangis appa?” Gyu hee membalik badannya dan menatap wajah tampan ayahnya.

 

“…tidak” bohong, Tentu saja Tuan Song bohong karena suaranya lebih serak dan berat dari biasanya.

 

Gyu hee memeluk appanya erat, dia juga meneteskan airmata kala itu, antara sedih, bahagia gerogi, semua rasa menjadi satu.

 

“Appaaa….”

 

“Jangan menangis Princess, hari ini adalah hari pernikahanmu, jangan merusak rias wajahmu” Gyu hee menatap ayahnya dalam, meminta penjelasan kenapa ayahnya menangis saat itu, ini terlihat janggal mengingat dalam 23 tahun umurnya ayahnya tak pernah menangis, bahkan saat Gyu hee harus dioperasi pun ayahnya tidak menangis.

 

Gyu hee mencoba mencari jawaban atas pertanyaan dalam hatinya, kenapa sosok pria paling tegar dihidupnya ini menangis? Apa Appanya tidak bahagia dengan Pernikahannya?

 

“maafkan appa, jika kau befikir appa tidak bahagia kau salah, appa bahagia, sangat bahagia akhirnya kau mendapatkan sosok laki-laki yang menurut appa cukup sempurna untuk menuntunmu, menjadi pemimpin yang baik untukmu dan anak – anakmu kelak, menjagamu ketika sosok Appamu yang makin hari makin melemah ini… hanya saja.. “ ucapan tuan Song melemah,

 

“hanya saja kenapa, appa?”

 

“itu berarti tugasku telah selesai menjagamu, karena beberapa menit lagi kau akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab suamimu, aku hanya tidak menyangka waktu berjalan secepat ini, aku merasa baru kemarin aku mengajarimu bermain sepeda, menggendongmu, dan…. memelukmu saat kau tertidur, appa hanya takut kehilanganmu karena perlahan posisi appa akan terganti oleh suamimu…” tuan Song tak dapat lagi menyembunyikan iar matanya, entahlah seharusnya ia tidak memperlihatkannya didepan putrinya, tetapi air mata itu terus mengalir saat ia mengulang lagi semua memory masalalunya bersama anak perempuannya itu.

 

 

“Appa dengarkan aku, meskipun nanti margaku akan menjadi Do bukan lagi Song, selamanya aku akan tetap menjadi anakmu, Putri kecilmu, Meskipun Kyungsoo telah sepenuhnya bertanggung jawab atas hidupku dan akan menjagaku nantinya, tidak akan merubah apapun Appa, appa akan selalu menjadi laki – laki pertama yang aku cintai melebihi Kyungsoo atau siapapun dimasa depan nanti, tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan seluruh kasih sayangmu kepadaku Appa, Aku sayang Appa.”

 

 

*

*

*

*

*
*
*

 

 

Kyungsoo terlihat gugup kala itu, andai saja eommanya tidak menggenggam erat kedua tangan anaknya pasti kuku kuku jari Kyungsoo sudah habis, bagaimana tidak jika Kyungsoo terus saja mengigiti kukunya mungkin jemarinya juga akan habis.

 

“Kyungsoo tenanglah, jangan gugup!” ucap eommanya yang terus sebisa mungkin menyemangati Kyungsoo

 

“Kyungsoo, kau mau pipis?” tanya eommanya untuk ke 15 kalinya pagi itu.

 

Kyungsoo hanya menggeleng kuat, perutnya memang mulas saat itu tetapi dia menyadari ini bukan karena ia ingin buang air atau lapar tetapi karena dia kelewat gugup.

 

“Eomma, jika aku menikah lalu tidak dapat membahagiakan Gyu hee bagaimana? Bagaimana bila nanti aku tiba – tiba dipecat, bagaimana bila?—-“ eomma Kyungsoo memutar kedua bola matanya ini sudah kesekian kalinya Kyungsoo menanyakan hal yang sama.

 

“Dengar Kyungsoo, eomma sudah lelah menjawab pertanyaanmu yang itu – itu saja, dan bila kau memang tidak siap saat ini baiklah eomma akan menelpon tuan Song dan mengatakan bahwa Pengantin prianya tidak siap dan terpaksa harus digantikan hyung kandungnya tak masalahkan?”

 

“YAK! Apa yang kau lakukan, tidak aku sudah siap saat ini, dimana Gyu hee aku akan berikrar saat ini” Kyungsoo tergesa – gesa berlari menunggu dihalaman depan gedung yang ia gunakan untuk pesta pernikahannya itu.

 

“Kenapa dia?” tanya Seung su, dan Nyonya Do hanya mengerdikan bahunya dan tersenyum jahil saat itu.

 

 

*

*

*

*

 

 

Langkah – langkah sepatu heels Gyu hee terdengar jelas di indra pendengaran Kyungsoo, ia sama sekali tak berani menengok kebelakang, tidak ada yang tau Kyungsoo kini sedang sibuk berdoa kepada tuhan untuk semua kemungkinan yang terjadi, bukan lagi masalah ngompol tentu Kyungsoo sudah mengatasinya, tetapi yang ia takutkan adalah ketika detak jantungnya terus berpacu lebih cepat dan akhirnya dia Pingsan, hmm lebih parahnya dia mati karena serangan jantung karena tingkat kegugupannya.

 

 

Seorang mempelai laki – laki meninggal dialtar karena terlalu gugup menghadapi hari pernikahnnya.

 

Kyungsoo menggelengkan kepala kuat, uh itu pasti memalukan dan tidak elit. Kyungsoo terus mnegatur napasnya berharap semua dewi keberuntungan menghampirinya dan membuatnya bernapas, setidaknya sampai acara ini selesai.

 

Kyungsoo masih sibuk dengan doanya hingga dia tidak menyadari saat Tuan Song berada tepat dibelakangnya dan berjarak hanya 1 meter dari posisinya saat ini.

 

“Kyungsoo” panggil Gyu hee sedikit berbisik supaya Kyungsoo menoleh tapi gagal.

 

“Tuan Do, mempelaimu menunggumu, apa kau tidak akan menyambutnya?” kini suara tegas milik Tuan Song menyadarkan lamunannya sontak ia membulatkan matanya dan memutar tubuhnya.

 

Hampir saja Kyungsoo terjatuh karena tidak dapat menjaga keseimbangannya namun tangan sigap Gyu hee meraihnya, dan saat itu matanya menatap mata  indah dibalik tirai putih itu.

 

“Jaga dia sampa akhir nafasmu Kyungsoo, dia milikmu, Putriku yang sangat aku cintai kini milikmu jaga dia bukan karena untukku, tetapi untuk hidupmu” bisik tuan Song

 

Dan Kyungsoo membawa Gyu hee ke depan Seorang yang akan membantunya mengikat janji setia dan suci untuknya juga Gyu hee saat itu.

 

Disaksikan seluruh tamu undangan,

Disaksikan kedua orang tua Gyu hee,

Disaksikan Ibu Kyungsoo dan Hyung kandungnya, juga mendiang ayahnya yang melihat Kyungsoo dari syurga.

 

Kyungsoo mengikat janji, bersedia menemani Gyu hee dalam keadaan sakit maupun sehat.

Senang ataupun susah,

Kaya atau pun miskin..

Dan seterusnya.

 

 

Dia mengucapkannya tegas tanpa terbata – bata, tanpa rasa gugup.

 

Karena dia mendapatkan semua rasa percaya dirinya, dia mengingat bagaimana dulu ia memperjuangkan Gyu hee, mengajaknya berkencan, menciumnya dibawah hujan, membawanya kedalam pelukannya, melamar Gyu hee didepan appanya, bekerja lebih keras dan mengambil lembur demi  menambah pundi – pundi uangnya untuk membiayai pernikahannya.

 

Semua Kyungsoo lakukan untuk mendapatkan Gyu hee, menjadikan Gyu hee sepenuhnya hak miliknya, dan jika dia menyerah saat ini itu semua akan menjadi sia – sia pada akhirnya.

 

Tetapi alasan yang tepat adalah dia tidak akan pernah mau kehilangan Gyu hee lagi, apapun alasannya.

 

“Baiklah kalian boleh mencium pasangan masing – masing”

 

 

Kyungsoo membuka tirai tipis yang menghalangi wajah Gyu hee saat itu, dia menangkup wajah Gyu hee yang kini menjadi miliknya dan mendekatkan wajahnya perlahan, dan berbisik “Kita harus melakukan ciuman yang lebih baik, appamu melihatku” ucap Kyungsoo dan langsung mencium lembut plum istrinya, diiringi tepukan meriah para saksi saat itu.

 

 

END?

 

Kyaaaa gimana? Ga ngefeel? Kurang romantis? Leparkan saja popok kyungsoo kk ditunggu reviewnyaa yaJ

 

Salam kenal dari aku. (@winnietrii)

 


Dearly, This Is Where It Starts Tonight

$
0
0

Cast: Kai & Luhan | Pairing: Kailu | Warning: Bromance | Genre: Romance, Hurt/Comfort, One-sided love | Rated: PG-17 | Length: Ficlet (2 Ficlet)| Disclaimer: We own story and plot! Do not take any ideas and plot. Crossposted on bubblememory

For model!kai and designer!luhan, violetkecil & septaaa challenge completed.

We’re lover in the other lifetime and universe, right?

Dearly.

by @septaaa_

Fakta bahwa Jongin jatuh pada prespektif Luhan telah ia telan dalam-dalam.

Seorang model seperti dirinya, yang bahkan tidak pernah peduli pada hidupnya sendiri, dan memilih menjadi boneka publik,  tidak ada ekspektasi dalam otaknya bahwa destinasinya akan serumit ini.

Awalnya hanya penasaran, pada lelaki itu, dia terlalu tampan untuk seorang desainer baru dalam agensi yang mengontrak Jongin. Ah ralat, bukan hanya tampan, tapi ia juga memiliki senyum yang manis.

Diam—hal pertama yang menarik Jongin untuk jatuh pada permainan yang tidak ia kendalikan. Luhan selalu saja bungkam saat bersamanya, tepatnya, saat mengatur baju apa yang harus Jongin kenakan, atau sekedar mengukur tubuh Jongin. Luhan hanya menatapnya dalam, lalu pergi tanpa ucapan sepatah, dua patah.

Naif—kedua, yang Jongin tangkap dari sosok Luhan yang sedang mengobrol dengan teman wanitanya. Sebagai sesama pria, Jongin sungguh paham pada gerak dasar Luhan saat bersama salah satu model cantik wanita di sini. Bersikap baik, tapi tubuhnya saja enggan melakukannya.

Siang ini tidaklah menjadi jadwalnya untuk berdua, bersama Luhan. Dalam tenda kecil tempat Jongin berganti pakaian, mereka sedang dalam proyek iklan outdoor dengan Jongin sebagai modelnya, hanya yang berarti Jongin seorang. Dengan para kru yang lebih sering di luar, sialnya, manajernya ‘pun tidak ikut hari ini.

Jongin sendiri yang merasakan suhu tenda itu mendadak naik, kaku, saat Luhan mengalungkan lengannya di leher Jongin untuk mengatur kerah belakangnya. Apalagi, tatapan mata Luhan yang malah menusuk tepat menatap Jongin. Ia tidak ingin merasakannya sendiri, dan inisiatif seorang Jongin yang memajukan wajahnya itu bukanlah dorongan nyata dari dirinya sendiri.

Esok, lusa, dan hari-hari berikutnya, Jongin tidak sadar bahwa ia telah memasukan daftar—berharap desainer yang menanganinya adalah Luhan—telah masuk dalam skedulnya sepanjang hari. Jongin tidak bodoh, jika bisa digambarkan, Luhan itu seperti ekstasi yang Jongin konsumsi saat remaja dulu,

terlalu hipokrit jika tidak didekati dan berefek adiktif saat sudah tersentuh bibirnya.

“Berhenti menatap bibirku Kim,” itu ucapan pertama yang Jongin dengar saat mereka sedang berdua, ia tidak bisa bermonolog panjang, tapi Jongin menarik sudut bibirnya.

Dan Luhan memutus senggang jarak mereka.

Jongin juga menambah hobi barunya untuk mengecap bibir itu. Nah, ini bahkan lebih adiktif dari ekstasi sebenarnya.

Tidak ada ungkapan khusus, dan Jongin nyaman, kelihatannya Luhan pun begitu. Mungkin, mungkin suatu hari nanti Jongin akan melabuhkan layarnya, segera, bersama Luhan. Ia sudah memikirkan hari dan keadaan yang—baginya—cukup tepat, cukup bukan berarti sudah terencana matang.

 *

Pertama—pertama kali Jongin menawarkan Luhan untuk singgah di apartemennya, ingatkan Jongin untuk berterima kasih pada hujan malam itu. Beruntung, Jongin percaya.

Kedua—bahwa Luhan singgah di apartemennya, dan, pertama kalinya Luhan memasuki kamar Jongin, begitu naif, begitu indah.

Mengesah, Jongin berbaring, kedua tangan ia tekuk ke belakang sebagai penyangga kepalanya, menatap langit-langit kamarnya, ia melewatkan pemotretannya malam ini, sudut matanya melirik Luhan yang mengesap rokoknya, beberapa kali hisapan sebelum Jongin mengambil alih rokok di tangan Luhan, dan menyesapnya, manis. Jongin dapat merasakan Luhan menatapnya dalam, ia menarik sudut bibirnya, mengalihkan pandangannya pada Luhan.

Jongin bangun dari rebahannya, tangan kanannya ia biarkan bersanggah di  sudut kiri kepala Luhan, sedang tangan kirinya terulur di nakas samping ranjang, mematikan sulut rokok itu di asbak yang tersedia. Kembali, Jongin melayangkan tatapannya pada pria di bawahnya, gejolak untuk mengatakan apa yang menjadi tedensinya untuk bersama Luhan kini membuncah, ia ingin mengatakannya, sekarang.

Dan suatu hari itu adalah sekarang.

“Lu, aku mencintaimu,” kalimat itu meluncur bersamaan kepala Jongin yang terbenam di tengkuk leher Luhan. Alih-alih, ia hanya terlalu malu untuk menangkap ekspresi Luhan setelah mengatakan itu.

Hangat terik matahari membakar punggung telanjang Jongin, ia mengerjap, dan sadar bahwa Luhan sudah terjaga. Jongin menawarkan senyum tak bertuan, ia memutus jarak mereka, dengan ucapan lirih, “Morning kiss Lu..han..”

Selalu ada tragedi diluar ekspektasi, selalu ada lubang di jalan yang kau tapaki, meski ‘pun itu tak terlihat. Apa yang Luhan katakan sesaat setelah tautan ciuman pagi mereka terputus bukanlah yang ingin Jongin dengar. Ia berharap, sangat, ini hanyalah mimpi, setidaknya, gendang telinganya sedang bermasalah.

“Ku kira kau tahu tentangku, ku kira kau membaca arsipku juga, Jongin. Aku sudah menikah, aku sudah beristri.”

—gambaran kedua tentang Luhan bagi Jongin,

Luhan itu seperti labirin, Jongin sudah nekat bermain sebagai pemain tak dikenal dalam  labirin itu, dan ia ‘pun berhasil memasukinya, menyentuh, bahkan ia dapat merasa sel-sel rangsang yang menghangat dalam kegelapan. Bayangan dalam labirin itu yang membuatnya terpesona, jika ada kata yang lebih dari pada sulit, untuk menuju ke dalam labirin ini. Semakin manis semakin sakit.

Jongin jadi tak yakin ia ingin keluar dari labirin itu.

 ∅

This Is Where It Starts Tonight

by violetkecil

Show will start in 5 minutes. Get ready guys!”

Jongin—atau pria yang lebih dikenal dengan nama Kai hanya duduk diam di kursi sambil memainkan ponselnya. Makeup dan fitting terakhir pakaian telah selesai. Giliran Jongin melangkah kaki di panggung catwalk masih sepuluh menit lagi. Ekor matanya memperhatikan gerak gerik seorang pria yang bertubuh lebih kecil darinya. Rambut berwarna coklat yang menutupi kening sedikit agak basah karena keringat. Kedua lengan di pinggang sambil berulang kali mengecek pakaian para model. Jongin tertawa kecil. Banyak yang telah berubah dalam dua tahun ini. Ia tidak lagi melihat sesosok pria yang canggung dan menggigit bibir bawah. Oh salah, mungkin kebiasaan yang satu itu tidak berubah.

What’s so funny dear?”

Jongin tidak menoleh ke arah sumber suara. Pria yang tadi ia perhatikan itu berdiri di belakangnya. Jongin membiarkan lengan itu melingkar di lehernya. Ia mendongak dan mengecup pelan bibir yang tadi sibuk memberi arahan pada para model.

Nothing, Lu.” Terdengar manis dan hangat di antara dentuman musik—yang menandakan fashion show sudah dimulai.

Get ready, Mister,” bisik Luhan dengan nada nakalnya—yang hanya bisa didengar Jongin. Ujung jemari merapikan kerah kemeja Jongin. Sekilas menepuk lembut pipi pria kesayangannya itu.

Luhan tersenyum setelah Jongin menghilang di balik tirai hitam yang membatasi panggung dan backstage yang penuh deretan baju. Ia memandangi sekeliling backstage yang hiruk pikuk. Ia sendiri mencuri waktu untuk sedikit bernafas. Setengah membiarkan sudut-sudut ruangan yang penuh sesak itu memberinya ulang sebuah ingatan. Tentang Jongin. Tentang mereka. Bagaimana ia dan Jongin terjatuh dalam pelukan masing-masing, dan itu membuat Luhan takut bagaimana mereka dengan mudahnya terbiasa dengan keberadaan masing-masing.

Mereka, dua orang yang baru terjun di dunia yang masih asing. Jongin yang masih berusia 20 tahun dan baru seminggu yang lalu di-casting saat sedang berjalan-jalan di Myeongdong. Luhan yang empat tahun lebih tua dan nekat mengabaikan titel sarjana bisnis, dan lebih memilih menjadi fashion designer. Mereka dua orang yang tidak tahu bagaimana dunia yang akan mereka masuki.

Jongin-lah yang pertama menggenggam tangan Luhan saat fashion show pertama mereka. Luhan-lah yang tersenyum sangat cerah ketika Jongin mengenakan hasil desainnya. Jongin yang pertama memberanikan diri mengecup kening Luhan, namun Luhan yang pertama kali mengucapkan kata ‘I love you‘. Dan selanjutnya, mereka tidak mengingat bagaimana hal terus terjadi. Mereka hanya menemukan rasa aman dari satu sama lain, dan Luhan pikir mungkin itu lebih dari cukup.

Rasa aman yang ternyata tidak cukup, ketika malam itu di pesta setelah fashion show, Luhan membiarkan matanya memanas. Jongin melingkarkan lengan di pinggang ramping yang bukan pinggangnya. Kecupan yang bukan di bibirnya. Cukup sampai di situ, Luhan tidak perlu tahu apa yang mereka lakukan ketika Jongin berjalan dengan wanita itu menuju sebuah ruangan.

*

Luhan selalu suka terbangun di pagi hari dengan lengan Jongin melingkar di pinggangnya. Tapi tidak kali ini. Ketika Jongin terbangun dan membisikkan ‘good morning Lu’ di telinganya, ia merasa ada yang mengaduk-aduk perutnya. Kalimat itu tidak lagi terdengar hangat dan manis. Ia menepis lengan Jongin dan setengah berlari menuju toilet. Memuntahkan seluruh isi perutnya. Luhan tahu itu bukan karena pengaruh alkohol yang ia minum.

Seperti bagaimana mereka dengan mudahnya terjatuh dalam pelukan masing-masing, seperti itu pula mereka dengan mudahnya saling memunggungi—memalingkan wajah. Luhan tidak ingat kapan terakhir tempat tidurnya terasa hangat. Bahkan aroma tubuh Jongin tidak lagi tersisa. Semuanya menguap. Lenyap. Kosong.

Are you okay, Han?”

Luhan tersentak. Ia hanya memberikan senyuman sebagai jawaban. He’s not okay.

Do you need anything?”

You,” Luhan tidak tahu apa yang keluar dari bibirnya. Dan ketika ia melihat ekspresi terkejut dari pria yang berdiri di depannya, Luhan hanya memejamkan mata dan memeluk pria itu.

I’m not okay. I—“ Luhan tidak bisa menyelesaikan kalimatnya ketika bibirnya terkunci. Mungkin ini yang ia perlukan. Seseorang untuk meyakinkan bahwa ia masih bernafas, walaupun Jongin tidak lagi menganggapnya berarti. Jongin yang selama ini ia anggap sebagai oksigennya itu telah meninggalkannya.

Luhan pikir mungkin ini salahnya. Ia begitu mudahnya jatuh pada pelukan seseorang. Dan, malam itu, ia jatuh kembali. Ia berharap kali ini ia tidak salah.

“Berhentilah terlalu banyak berpikir, Han,” terdengar gumaman dari pria yang menenggelamkan wajahnya di tengkuk Luhan.

Luhan hanya diam. Itu kalimat yang pernah diucapkan Jongin ketika Luhan bertanya tentang kemungkinan kehidupan apa yang mereka jalani di masa lalu atau kehidupan di belahan waktu yang sama lainnya.

“Jongin-ah, apakah dirimu di kehidupan yang lain juga mencintaiku?”

“Tentu. Di kehidupan manapun aku akan selalui mencintaimu.”

“Kau tidak akan meninggalkanku?”

“Kenapa kau berpikir seperti itu?”

“Mungkin saja di kehidupan yang lain aku menyakiti hatimu dan di kehidupan ini kau yang menyakitiku. Mungkin di kehidupan itu kita secret lover. One sided love. Hmm…”

“Berhentilah terlalu banyak berpikir, Lu.”

Luhan ingat saat itu Jongin tidak pernah berkata tidak akan meninggalkannya. Ia memejamkan mata dan membukanya perlahan. Berharap ini hanya mimpi buruk. Namun, bukan itu yang tejadi. Dilihatnya pria yang tadi bergumam sudah kembali tertidur. Luhan memainkan ujung jemari di rambutnya, “Night, Sehun-ah,” gumamnya sangat pelan dan kemudian merapikan selimut yang menutupi tubuh mereka.

Ya. Mungkin di kehidupan ini Luhan yang terluka.

 ∅

violetkecil’s note: Crossposted here because just so you know we’re still exist, hehehe. This is what we called ‘nyakitin bias masing-masing’. Comments are always welcome~

PS. Guys~ aku buka online shop nih~ khusus Spesial Design TShirt, dijamin desainnya unik dan gak pasaran loh~ Ada Promo loh~ dan ready stock juga. Ayo beli disini atau hubungi via (LINE: violetkecil) thank you~/shameless ads. don’t hate me, ok?/



The Secret Of Time (Chapter 5-END)

$
0
0

The Secret Of Time [5]

the-secret-of-time11

Cast : Oh Sehun, Oh Jieun (OC), Jang Jihyun (OC) | Genre : Romance Fantasy |

Length : Chapter | Rating : General

~*~

Langkah kaki seseorang yang sedang tergesah-gesah menggema di seluruh koridor rumah sakit. Sehun masih terdiam di salah satu bangku koridor sambil menunggu dengan cemas dan mendengar ritme langkah kaki tergesa tersebut secara bersamaan. Kepalanya masih menunduk menatap lantai dan tak bisa berpikir apa-apa selain rasa takut. Tangannya terus meremas satu sama lain untuk menghilangkan rasa cemas. Seakan konsentrasinya sudah hilang, yang hanya bisa ia lakukan adalah berdoa. Segala kemungkinan buruk yang memburu di otaknya segera ia singkirkan.

Ritme langkah kaki itu mulai melambat ketika sosok pemiliknya sudah mendekat. Meski sebenarnya tak ingin, Sehun mengangkat kepalanya dan melihat sosok yang sedang mengatur napas tersebut. Wajah sosok wanita yang berlumur keringat di hadapannya sudah terekam di kedua matanya. Wanita itu masih mengatur napas dan tubuhnya yang mulai bergetar di samping Sehun. Sehun mencoba tersenyum untuk menenangkan, namun ia tahu kalau senyum itu tak akan pernah bisa menenangkan wanita itu.

“Apa yang terjadi?”

“Kim Haeyeon..”

“Ada apa dengan Jieun? Kenapa bisa terjadi seperti ini?” Haeyeon berucap dengan nada bergetar sekaligus marah. Kedua matanya sudah mulai berkaca dan kakinya seakan sudah tak mampu menahan tubuhnya. Wanita itu duduk di samping Sehun tanpa ingin melihat wajahnya. “Keadaannya bagaimana?”

“Aku tidak tahu.” Katanya pasrah. Ia tidak sedang berbohong karena sesungguhnya ia tidak tahu. Sejak mendapat kabar bahwa Jieun mengalami kecelakaan tabrak lari, yang bisa Sehun lakukan hanya duduk di bangku itu selama dokter masih memeriksa anaknya. Selama ia merenungkan diri, ia merasa gagal menjadi sosok ayah. Ia adalah seorang dokter, namun ia tak tahu bagaimana membuat Jieun bisa membuka mata.

Kejadian ini tentu saja yang pertama baginya. Ia tak pernah merasa khawatir seperti ini. Ia merasa seperti separuh dirinya merasakan sakit yang sedang Jieun rasakan. Ia merasa kedua kakinya sulit untuk di gerakan. Napasnya bahkan tak bisa berhembus normal karena sibuk mengatur detak jantuk yang menderu. Untuk sesaat ia mulai memahami posisi ibunya ketika melihat ia sedang sakit. Mungkin dulu ibunya merasakan sakit yang sama ketika dirinya pernah di rawat di rumah sakit karena habis berkelahi. Ibunya menangis di sampingnya ketika melihat luka yang ada di tubuh Sehun. Dan sekarang ia merasa menyesal telah melakukan itu.

“Biarkan aku yang menjaga Jieun.” Di tengah keheningan yang melanda mereka selama beberapa menit, akhirnya Haeyeon mengatakan kalimat yang sama sekali tak di duga oleh Sehun. Lelaki itu mengangkat kepalanya dan menatap Haeyeon dengan beribu tanda tanya. “Kau sepertinya terlalu sibuk dengan duniamu. Mungkin Jieun akan lebih aman bila bersamaku.”

Haeyeon mengatakan kalimat tersebut dengan nada menuduh dan seakan sedang mengintimidasi Sehun. Sehun sendiri tak terima dengan kalimat itu meski ia juga tak bisa menyangkalnya. Rasa bersalah kini terlalu besar bersarang dalam benaknya. Ia tentu tak akan mudah menyerahkan Jieun pada Haeyeon.

“Jieun sudah memilihku, dan kurasa keputusannya tetap sama.”

“Tapi kau tidak bisa menjaganya. Kau bahkan tidak tahu apa yang ia suka atau tidak. Kau tidak bisa—“

“Aku bisa.” Sehun memotong kalimat Haeyeon dengan tatapan datar namun alir berkerut. Sebenarnya ia sama sekali tak berniat melanjutkan perdebatan bodoh ini. Tapi wanita itu yang memaksanya untuk memulai dan melanjutkan. Seharusnya perdebatan ini tidak di ulang. Ia memang tak mengenal Jieun seperti Haeyeon mengenal gadis itu, namun ia bisa kedekatan secara personal sebagai ayah bagi Jieun. Namun Sehun menghembuskan napas ketika tiba-tiba ia mengingat keberadaannya di dimensi ini. Ia sadar kalau ia tak akan selamanya berada di sini. Ia tak bisa selamanya menjaga gadis itu.“Baiklah, kau boleh membawanya bersamamu.”

Akhirnya kalimat yang di harapkan Haeyeon terucap dari mulut Sehun. Wajah wanita itu kembali normal ketika sebelumnya mengeras menahan marah. Haeyeon masih menatap sehun sambil menunggu alasan di balik keputusan mantan suaminya.

“Mungkin ‘aku’ tidak akan lama di sini, jadi lebih baik kau yang memang menjaganya. Kalau kau tahu, aku sangat menyayangi gadis itu. Tanpa ia sadari, aku sudah belajar banyak hal darinya.”

“Kau akan pergi?”

Sehun terdiam sejenak sebelum menganggukan kepala. Pandangannya kini teralih ke pintu ruang pemeriksaan. Otaknya terus memutar berbagai kenangan singkat yang sudah ia dapat dan ia ciptakan bersama Jieun. Kenangan yang tanpa sadar sudah memberikan banyak pembelajaran baginya. Tanpa ia sadari, matanya mulai berair ketika mengingat fakta bahwa ia akan meninggalkan gadis itu. Jika boleh memilih, ia ingin berada di sini selamanya. Tapi ia tahu kalau itu tidak akan mungkin terjadi.

“Terima kasih. Terima kasih sudah menjaga Jieun selama ini.” Haeyeon kembali membuka suara lagi. Kepala Sehun kembali menengok kearahnya dan membuat kedua mata mereka kembali bertemu.

“Kau pernah berpikir, tidak? Jika dulu kita tidak pernah bertemu, kau akan menikah dengan siapa? Jika kita tidak pernah bertemu, bukankah Jieun tidak pernah ada di sini?”

Pertanyaan aneh Sehun membuat Haeyeon mengernyit sekilas. Wanita itu tersenyum sembari menghela napas. Seketika mereka melupakan kecemasan yang sebelumnya menggelayuti mereka. “Tentu saja.  Jika aku tidak bertemu denganmu, mungkin sekarang aku sudah menikan dengan Won Bin atau Hyun Bin.”

Haeyeon tergelak mendengar kalimatnya sendiri di ikuti oleh Sehun di sebelahnya. Mereka tak pernah berbincang dan membahas sebuah topik dengan durasi yang lama sebelumnya. Saat pertama Sehun melihat sosok Haeyeon dan meminta kejelasan tentang satus mereka saat itu, hanya amarah yang ada dalam diri wanita itu. Ternyata Haeyeon bukanlah sosok yang menyebalkan seperti yang ia anggap sebelumnya. Kini, tanpa pernah mereka sadari, mereka seperti dua sosok sahabat lama yang baru saja berbaikan. Dan itu cukup membuat Sehun mengingat momen ini dan membawa kenangan ini ke masa lalu—jika ia berhasil kembali ke masa lalunya.

..

Sehun sudah berjanji kalau hari ini akan menemui profesor Kim untuk mengembalikannya kembali seperti keadaan semula. Ia bahkan tak mengira kalau Jongin bersedia menemaninya. Sehun tiba di rumah ayah Jongin sejak setengah jam lalu, namun ia rasa profesor Kim masih sibuk dengan pekerjaannya. Ketika memasuki rumah tersebut, Sehun merasa tak asing dengan bangunan dan dekorasi yang di sajikan. Semua dekorasi yang terekam oleh matanya seakan mengingatkannya pada dekorasi rumah ayahnya.

Di dalam rumah berlantai dua tersebut di penuhi oleh dekorasi kayu dan beberapa benda—yang tak asing olehnya—bergeletakan dari ruang tamu hingga dapur. Sofa yang berada di ruang tamu bahkan sudah tak di gunakan sebagai fungsi awalnya. Beberapa hewan seperti tikus putih dan tupai juga seakan menyapanya ketika ia menginjakan kaki di ruang tengah. Jika orang lain berkunjung ketempat ini mungkin akan terkejut dan berjengkit ngeri ketika berjalan menghindari benda-benda yang berserakan tersebut. Namun tidak bagi Sehun. Lelaki itu seakan merindukan rumah ayahnya.

Ketika pertama Profesor Kim membukakan pintu depan untuknya, Profesor Kim tersenyum cerah dan langsung menariknya masuk. Profesor Kim tak banyak berubah—selain janggutnya yang memanjang dan kepalanya semakin botak—, dan masih terlihat seperti dulu. Ia masih menjadi sosok yang ramah dan menganggap Sehun seperti kawan lama. Ketika Sehun menjelaskan maksud kedatangannya ke tempat itu, Profesor Kim langsung bergegas ke dalam dan mencari sesuatu hingga Sehun harus menunggunya sampai detik ini.

“Oh Sehun, kau datang tepat waktu!”

Suara Profesor Kim terdengar di telinga kedua pria yang sedang menunggunya di ruang tamu. Sehun dan Jongin menatap Profesor Kim dengan kening berkerut.

“Apa maksud ayah?” Jongin mulai membuka suara.

“Jika Sehun datang lebih lama lagi, mungkin ramuan ini sudah ku buang dan ia tidak akan kembali lagi. Jika dia tidak kembali, maka banyak kemungkinan yang terjadi. Sehun akan mati dalam tubuh dewasanya secepatnya, atau kenangan di masa lalunya akan terhapus seketika.” Profesor Kim terkekeh sejenak sebelum menyerahkan botol ramuan berwarna hijau kepada Sehun.

“Kalau aku kembali, tidak terjadi apa-apa, kan?” tanya Sehun cemas. Lelaki itu mencium aroma tak sedap dalam ramuan tersebut sehingga pertanyaan seperti itu terlontar dari mulutnya. Ia tidak ingin meminum ramuan tidak enak itu dengan sia-sia.

“Ingatan di masa kini akan terhapus secara otomatis.”

Sehun kembali terdiam dan menatap ramuan itu dalam bimbang. Jongin menepuk pundaknya pelan seakan menyemangatinya. Sebuah keyakinannya entah mengapa tiba-tiba melebur ketika mengetahui fakta itu. Ia tentu saja tidak ingin meninggalkan semua kenangan itu di sini. Ia tak akan membawa barang-barang di dimensi ini, yang ia inginkan hanya kenangan itu. Jika kenangan saja tidak dapat ia bawa, maka semua hanya percuma.

“Tenang saja, kenangan di masa ini masih akan kau jumpai dalam mimpimu. Asal kau tidak menceritakan kepada orang-orang.” Profesor Kim terbatuk setelah mengatakan kalimat yang bisa menenangkan Sehun.

Lelaki itu mengangguk mantap. Sehun semakin memegang erat botol ramuan tersebut sebelum meminumnya secara perlahan. Setelah ramuan itu tandas dan berpindah di perutnya, ia merasakan sesuatu sedang menjajah tubuhnya. Kedua mata Sehun masih dapat melihat sosok Jongin yang terus memberi semangat untuknya juga sosok Profesor Kim yang tersenyum dengan sebuah harapan.

Mata Sehun semakin terpejam dan tubuhnya seakan sedang di gelitik oleh sesuatu. Sayup-sayup suara kedua orang yang sebelumnya berada di sekitarnya sudah mulai menghilang di gantikan oleh suara bising yang entah dari mana asalnya. Sehun merasa tubuhnya melayang namun otaknya terasa pening seakan sedang di timpa ribuan batu dari langit. Napas Sehun tersengal hingga ia tak dapat merasakan apapun lagi. Semuanya gelap dan tak ada ruang lagi untuk berpijak.

Sehun membuka mata dengan kepala ringan. Seluruh rasa pening tiba-tiba saja musnah. Senyumnya mengembang dengan berbagai sebab.

..

..

..

Dua puluh delapan tahun kemudian..

“Appa! Jangan mencekik leherku! Aku tidak bisa bernapas!”

Di tengah jalan setapak yang di kelilingi oleh pohon sakura yang sedang bermekaran, suara seorang gadis berusia enam belas tahun mengisi ruang telinga Sehun. Sedari tadi, Sehun merangkul leher gadis itu hingga tanpa sadar sudah membuat gadis itu kehilangan pasokan oksigen. Sehun terkekeh melihat tingkahnya sendiri. Kemudian lelaki itu melepaskan rangkulannya dan berganti dengan menggenggam lengan gadis itu dengan senyum yang tak pernah berhenti mengembang.

Musim semi sudah tiba, dan kebanyakan orang Seoul menikmati musim ini dengan berjalan di taman bersama orang-orang terkasih. Sehun sendiri mengajak keluarganya untuk menikmati cuaca yang sejuk ini. Sudah lama ia tidak menikmati waktu bersama karena kesibukannya di studio musik. Ia harus mengaransemen musik-musik yang lama maupun baru.

“Appa, kau mau foto bersama?” gadis itu bersuara lagi sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas selempangnya. Sehun tertawa dan mengusap rambut gadis itu dengan lembut.

“Jieun-a, sudah banyak foto yang kau dapat. Kau masih mau foto lagi? Appa adalah komposer terkenal, seharusnya kau membayar untuk memotret appa.” Sehun menatap gadis itu sambil mengedipkan sebelah mata. Ia tahu kalimatnya barusan akan di cibir mentah-mentah oleh anak kesayangannya. “Kita tunggu eomma datang saja.”

Gadis itu mencibir sebal sambil melepaskan diri dari genggaman ayahnya. Jieun masih memegang ponselnya sambil berpose sendiri di depan kamera dengan latar belakang bunga sakura. Ia tak peduli dengan perkataannya karena yang ia inginkan hanya mengabadikan momen ini selagi bisa.

“Nuna~”

Suara seorang anak kecil kembali di dengar. Sehun berbalik dan menemukan sosok anak lelaki berusia tiga tahun sedang berlari menghampiri Jieun dengan wajah ceria. Di belakang anak lelaki itu terlihat sosok wanita yang memperhatikan langkah sang anak lelaki agar tidak jatuh karena tersandung batu. Terkadang wanita itu berteriak dan mengingatkan anaknya dari jauh. Sehun tersenyum ketika kedua mata mereka bertemu.

Jang Jihyun, kau masih menawan seperti dulu. Sehun mengatakan kalimat itu dalam hati meski kini jarak mereka sudah sangat dekat.

Jihyun menyuruh Jieun untuk menggendong sang anak lelaki sementara wanita itu menghampiri Sehun yang masih mematung di tempat.

“Ada apa? Apa ada yang aneh denganku?” Jihyun merapikan rambutnya ketika Sehun masih tak ingin menjawab bahkan mengalihkan pandangan dari gadis itu.

“Tidak, mana minumanku?”

“Oh, ini.” Jihyun memberikan minuman yang sudah di pesan Sehun ketika wanita itu berinisiatif membelikan minuman untuk mereka. Wajah Jihyun masih saja berseri ketika tatapan mereka bertemu. Masih sama seperti dua puluh tahun yang lalu. “Apa kau bahagia?”

Sehun terdiam mendengar pertanyaan spontan Jihyun. Lelaki itu tersenyum seraya menangguk mantap. Sehun mengangkat tangangannya sambil menggenggam lengan jari-jari kecil Jihyun. Jika ada yang bertanya apakah ia bahagia sekarang, maka jawaban pasti yang tak pernah berubah adalah ya, ia bahagia. Sangat sangat bahagia.

Sehun bahagia karena bisa mengukir kenangan masa lalunya dengan sangat indah. Ia senang karena bisa mendapat keluarga yang ia cintai. Ia bahagia karena ia bisa melakukan apa yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Sekarang yang tersisa dari masa lalunya bukanlah sebuah penyesalan tanpa ujung. Ia tak lagi menyesali mengapa ia tidak begini atau mengapa ia tak mengatakan begitu. Ia tak menyesal karena akhirnya ia berani melakukan dan mengatakan apa yang sebenarnya ia inginkan. Dan itu semua lebih dari cukup untuk menjadi pupuk kebahagiaan di masa sekarang.

END

A/N : aaaahhh akhirnya selesai jugaaaa~~!! Jujur saja, saya sempet bingung gimana meneksekusi endingnya. Tapi akhirnya saya puas dengan ending ini. Gimana dengan kalian? Pas tahu kalau ff ini belum di akhiri, kayak ada utang yang belom di lunasin -_-v

Terima kasih yang sudah mau menunggu dan komen di tiap chapter. Maaf banget kalau chapter ini lama publish di blog ini. Dan sekali lagi terima kasih^^ sampai jumpa di fict saya selanjutnya^^


I’m Sorry For Loving Him (Chapter 1)

$
0
0

“I’m Sorry For Loving Him [Chapter 1]”

PicsArt_1403452059799

Author : gladiol

Length : Chaptered

Genre : Romance

Rating : General

Cast : Wufan | Min Young

Author’s Note : terima kasih buat admin yang udah bersedia posting ff-ku ini. Terima kasih juga buat reader yang udah bersedia baca dan kasih komentar. Maaf untuk poster yang sangat sederhana…hehehe. Cerita ini adalah kisah nyata author yang author tuangkan ke dalam ff. dan adegan di dalamnya cuma sebagian yang author ingat. Sisanya lupa…hahaha

Selamat membaca….

 

 

Bagaimana rasanya memiliki kekasih?

Bagaimana rasanya dicintai?

Bagaimana rasanya diperhatikan?

Bagaimana rasanya jika cintamu terbalas?

 

Min Young POV

Kekecewaan tak bisa kututupi ketika aku tahu bahwa aku bukan wanita yang terpilih untuk mendampingi hidupnya. Ingin menangis tapi tak bisa. Ingin tersenyum tapi itu sangat munafik karena aku sedang sedih saat ini. Sudah beberapa jam yang kulakukan hanya berguling-guling di tempat tidurku sambil menahan sesak di dada. Menunggu waktu yang tepat untuk menumpahkan semua emosi. Seluruh hatiku bahkan hampir kuserahkan padanya. Setidaknya aku sedikit beruntung karena Tuhan tidak mengijinkan kisah ini berlanjut ke tahap yang lebih jauh lagi.

Beberapa jam yang lalu, dia menghubungiku. Sekedar menanyakan kabarku dan kedua orang tuaku. Obrolan kami berlanjut dengan saling melemparkan candaan. Sampai kurasakan jantungku berdetak kencang saat dia mengatakan akan pulang ke kampung halamannya. Senang, itulah yang kurasakan mengingat ini pertemuan pertama kami dan pesawat yang akan dia naiki akan mendarat di kota tempat tinggalku. Ya, kami memang belum pernah bertemu, tapi entah kenapa dari semua obrolan yang kami lakukan melalui telefon membuat rasa cinta bersemi dihatiku.

Kami sangat antusias, namun itu tidak berlangsung lama. Aku kembali mematung karena kaget mendengar kalimat yang dia lontarkan. Kalimat yang membuatnya bahagia namun membuatku hancur dalam sekejap.

 

 

Author POV

Flashback 3 hours ago

Yeobboseyo?” Sapa Min Young saat mendengar ada telefon masuk ke handphonenya.

Yeobboseyo, bagaimana kabarmu dan keluarga saeng? Baik kan?” Tanya laki-laki di seberang sana.

“Aku baik oppa, bagaimana disana? Kau juga sehat kan?” Tanya Min Young sedikit manja.

“Ne, oppa baik disini.”

Obrolan mereka lanjutkan dengan berbagai topik pembicaraan. Sampai tidak terasa waktu sudah bergulir satu setengah jam.

Saeng, bisakah kau menjemput oppa di bandara tanggal 13 nanti?” Tanya sang laki-laki.

Oppa akan pulang? Benarkah? Apa kita akan bertemu? Oppa aku gugup bertemu denganmu.” Jawab Min Young beruntun.

“Ya! Ya! Ya! Kalau bicara jangan seperti itu, oppa bingung menjawabnya. Pertama, oppa akan pulang karena ini sudah hampir akhir tahun dan oppa belum mengambil jatah cuti oppa. Kedua, benar kita akan bertemu asal kau bersedia menjemput oppamu yang gagah ini di bandara, adikku yang manis.” Kata sang oppa panjang lebar.

Oppa, kau bilang aku manis untuk merayuku eoh? Dasar laki-laki.”

“Ya! Kau ini tidak sopan sekali pada oppamu! Oppa penasaran denganmu. Apakah semanis fotonya atau lebih jelek dari yang oppa bayangkan?”

Oppa!!!” Min Young sedikit berteriak kesal, membuat sang oppa tertawa.

Ya, mereka memang belum pernah bertemu karena sang pria yang dipanggil oppa sedang menjalankan tugasnya sebagai tentara yang menjaga perbatasan di pulau seberang. Perkenalan mereka diawali dengan ketidaksengajaan karena Min Young salah sambung saat akan menghubungi temannya. Dan hubungan ketidaksengajaan itu berlanjut menjadi status kakak adik diantara keduanya. Namun tidak sepenuhnya rasa sayang itu berlandaskan status kakak dan adik. Karena Min Young menganggapnya lebih. Lebih dari rasa sayang adik kepada kakaknya.

Oppa akan tiba jam berapa besok?”

“Sekitar jam 2 siang, tunggu oppa ya?”

“Tentu, aku akan menunggumu. Oppa, kau pasti senang akan bertemu dengan eonni kan?” Ada sedikit rasa cemburu saat Min Young menyebutkan kata ‘eonni’ yang tidak lain adalah kekasih dari pria yang dicintainya.

Ne, oppa akan bertunangan dengannya. Doakan kami ya?” Jawab lelaki bernama Wufan itu.

Mwo?” Min Young sedikit gugup.

Oppa akan bertunangan, saeng.”

Geurae, chukhahamnida oppa. Semoga kalian bahagia” sahut Min Young menahan sesak didadanya.

Ne, gomawo saeng. Kalau begitu sudah dulu ya. Oppa harus bersiap-siap mengurus kepulangan oppa.

Tidak lama setelah itu telefon terputus. Min Young masih mematung ditempatnya. Terngiang-ngiang percakapannya beberapa saat lalu. Hari ini ia baru saja merasakan bahagia karena akan bertemu dengan laki-laki yang dicintainya. Namun hari ini juga ia serasa disambar petir mendengar kabar bahwa laki-laki yang dicintainya akan bertunangan dengan kekasihnya.

Flashback Off

***

 

13 September 2010

Suasana bandara Internasional Incheon sedikit ramai. Terlihat antrian puluhan penumpang pesawat sedang menunggu giliran untuk keluar dari bandara. Min Young mendudukkan dirinya di kursi ruang tunggu. Matanya mengedarkan pandangan sekedar mengurangi rasa bosan.

Agassi, apa kau akan menjemput keluargamu?” Tanya seorang laki-laki yang diperkirakan usianya diatas 30 tahun.

Min Young menjawab dengan senyum ramahnya, “Ne, ajussi

“Boleh aku tahu pesawat yang dinaiki keluargamu?” Tanya ajussi itu lagi seolah ingin tahu urusan Min Young.

“Eemm…kalau tidak salah Korean Air. Memangnya ada apa ajussi?” Tanya Min Young.

“Ah tidak apa-apa. Kalau jadwalnya tidak mundur, pesawat itu akan tiba sebentar lagi. Kau tunggu saja, ne?”

“Ah ne, gamsahamnida ajussi.”

Setelah itu Min Young kembali duduk sendirian sambil mengedarkan pandangannya. Benar saja apa yang dikatakan ajussi tadi. Suara perempuan yang bertugas di bagian informasi bergema keseluruh penjuru bandara, mengatakan Korean Air baru saja melakukan pendaratan. Min Young kembali panik. Jantungnya berdegup semakin kencang. Tidak tahu harus berbuat apa. Kepanikan Min Young terhenti saat menyadari telefon genggamnya berbunyi menandakan ada panggilan masuk. Dari Wufan.

Yeobboseyo, Oppa?” Tanya Min Young gugup.

Ne, kau sudah di bandara? Oppa sudah tiba, saeng.” Kata Wufan antusias.

Ne oppa, aku sudah di ruang tunggu bandara.”

“Tunggu sebentar lagi ya, oppa sedang antre mengambil barang.” Jawab Wufan.

Ne.” percakapan mereka berakhir.

Min Young berkali-kali menghembuskan nafasnya kasar untuk mengurangi kegugupannya. Matanya mengarah ke pintu kedatangan dalam negeri. Segerombolan orang keluar melalui pintu tersebut. Pandangannya bertemu dengan sepasang mata elang milik seorang pemuda. Pemuda yang dicintainya. Pemuda bernama Wufan.

Senyuman tersungging di wajah mereka berdua. Langsung saling mengenali wajah masing-masing yang sudah mereka lihat sebelumnya melalui foto.

Setelah berjabat tangan tanda pertemuan, mereka berjalan beriringan menuju tempat Min Young memarkirkan motor kesayangannya. Sempat kerepotan mengatur barang bawaannya yang berupa ransel besar membuat Wufan sedikit bingung. Wufan memutar balikan ranselnya untuk mendapatkan posisi terbaik agar tidak kerepotan saat membawa ransel itu sambil membawa motor Min Young.

“Ya! Oppa, cepatlah sedikit. Lelet sekali.” Omel Min Young tidak sabar.

“Sabar sedikit, ransel ini membuat oppa repot.”

Oppa cepatlah, kasihan ajussi itu dari tadi menunggu kita keluar antrian.”

Wufan menengokkan kepalanya kebelakang, tampak seorang pria paruh baya dibelakang mereka sedang tersenyum kecil menyaksikan pertengkaran kakak beradik tak sekandung itu. Setelah menunggu beberapa detik akhirnya mereka keluar antrian dan Wufan segera memboncengkan Min Young menuju rumah orang tuanya.

Setelah sampai di rumah, Min Young segera mengenalkan Wufan pada orang tuanya. Orang tua Min Young mempersilakan Wufan agar tidak sungkan dan menganggap mereka sebagai keluarganya sendiri. Wufan beristirahat sekedar melepas lelah karena sudah duduk berjam-jam di dalam pesawat. Pria tinggi itu tidak menyangka orang tua Min Young menyambutnya dengan ramah. Mereka bertukar cerita dan pengalaman karena ayah Min Young juga memiliki profesi yang sama dengan Wufan. Tidak terasa senja sudah tiba mengingatkan Wufan untuk segera pulang kerumah orang tuanya. Wufan segera berpamitan kepada orang tua Min Young dan mengucapkan terima kasih karena sudah merepotkan keluarga mereka.

Min Young mengantar Wufan menuju halte bis yang akan membawa Wufan pulang. Hening. Tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Suasana senja sangat dingin dan sedikit gerimis. Dengan sengaja Wufan menautkan tangannya dengan milik Min Young. Menggandengnya layaknya sepasang kekasih. Min Young hanya memandangi wajah Wufan dari samping. Wufan pun sama, memandangi wajah Min Young.

“Aku ingin mencubit pipimu.” Wufan tiba-tiba bersuara.

“Awas saja kalau kau berani!” Sahut Min Young galak.

Ne…apa kau sedang mengancamku? Uh…aku takut.” Balas Wufan setengah meledek membuat Min Young cemberut.

“Awas kau oppa…” Min Young mengomel membuat Wufan tertawa.

Tiba-tiba Wufan terdiam. Memandangi wajah Min Young yang sedikit pucat karena hawa dingin yang mengelilingi mereka.

Saeng, jangan terlalu sering begadang lagi. Jangan terlambat makan. Jangan sering membolos kuliah lagi. Jangan lupa beribadah.” Wufan memberikan pesannya sambil menatap bola mata cokelat Min Young.

Oppa, kenapa kau mengatakan itu?” Sahut Min Young cemberut.

“Ini pertama kalinya kita bertemu setelah sekian lama. Dan oppa tidak tahu lagi kapan akan bertemu denganmu. Mungkin tahun depan atau dua tahun kemudian. Kita tidak akan tahu apa yang terjadi selanjutnya. Oppa hanya berpesan seperti itu padamu karena oppa menyayangimu. Kau adikku.” Jelas Wufan.

‘Ya…aku hanya adik yang tidak tahu diri karena sudah mencintaimu.’ Batin Min Young menahan sesak.

Hening kembali. Mereka hanya duduk bersebelahan tanpa tahu apa yang ada dipikiran masing-masing sambil sesekali saling memandangi satu sama lain.

Tidak terasa bis yang akan membawa Wufan pulang tiba dan berhenti di hadapan mereka. Mereka saling berpandangan. Mata Min Young sedikit berkaca-kaca namun masih bisa mengendalikannya.

Oppa pulang ya? Jaga dirimu baik-baik. Kita pasti akan bertemu lagi.” Kata Wufan.

Ne oppa, hati-hati dan sampaikan salamku untuk orang tuamu.” Suara Min Young bergetar menahan tangis.

Ne, hati-hati dijalan saat pulang kerumah nanti.” Pesan Wufan sambil membelai kepala Min Young dengan sayang.

Wufan langsung membalikkan badannya dan memasuki bis yang hampir berjalan. Min Young masih memperhatikan punggung tegap Wufan yang ingin dipeluknya sedari tadi namun ia tidak memiliki keberanian untuk mengutarakannya. Wufan duduk tepat disamping jendela agar bisa memandangi wajah Min Young dari dalam bis. Tampak Wufan melambaikan tangan kearah Min Young dan Min Young membalasnya.

Bis itu mulai berjalan. Membawa Wufan pulang menemui orang tuanya. Menemui kekasihnya. Menemui peraduan hatinya. Meninggalkan Min Young yang mulai berkaca-kaca. Meninggalkan Min Young karena Min Young bukan pilihan hati seorang Wufan.

 

***

 

TBC

 

 


Un(Romatic) Dinner

$
0
0

Un(Romatic) Dinner

poster ff

.

Kim Jongdae [EXO] & Han Byul [OC]

fluff,g,ficlet

written by: saras

Summary: Kim Jongdae mempunyai cara tersendiri dalam menyusun makan malam romantis bersama Han Byul.

.

Sebenarnya, Byul tidak terlalu percaya ketika Jongdae mengirimkan sebuah pesan di LINE lengkap dengan stiker konyol berbentuk hati kemudian menyuruhnya untuk bersiap siap.

Troll: Kita akan makan malam. (love) (love)

Troll: Setengah jam lagi aku akan ke apartemenmu! (wink)

Entah siapa yang telah mendoktrin otak Kim Jongdae hingga membuatnya seaneh ini. Byul hanya bisa menghela nafas tapi tentu saja gadis berambut tanggung itu tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya.

“Apakah aku harus memakai kaus ini lagi? Ugh, atau kaus fandom?” Bodohnya memang, Han Byul tidak pernah memperdulikan penampilannya (lihat ia selalu memakai ulang baju kesayangannya!).

Matanya tertuju pada seonggok tumpukan baju yang belum pernah ia sentuh. Bibirnya memekik kesenangan menemukan dress cokelat hadiah dari Baekhyun tahun lalu.

Dan ketika bel apartemen Byul berbunyi, segera langkahnya menuju ke depan pintu dan tersenyum di kala Jongdae sudah menunggu.

“Hai! Woah! Kau amat…..” Jongdae memutus kalimatnya, heran melihat perubahan dalam berbusana Byul yang cukup signifikan.

“Aneh” Lanjutnya ragu kemudian menggandeng tangan Byul erat.

“Jongdae, sebenarnya kau akan membawaku kemana?”

AH, Jongdae baru ingat. Senyumnya menggembang, memamerkan sifat bodohnya. Byul merasakan sesuatu yang tidak beres.

“Sebenarnya aku tidak tahu. Tapi tenang, aku sudah menemukan tempat yang sangat menyenangkan” Buru buru tangannya menyalakan radio. Memutar lagu lagu rock (?)

Lagi lagi, Jongdae menyadari ini bukan kaset musiknya. Pasti Kris hyung yang telah menaruhnya saat mereka pergi ke supermarket kemarin.

Byul mencegah tangan kanan Jongdae yang hendak menggantinya. Tidak terlalu buruk untuk mengatarkanmu makan malam romantis.

Ponsel Jongdae memekik di tengah perjalanan mereka. Park Chanyeol tertera di layarnya itu berarti kabar buruk untuk telinga Byul karena keputusan Jongdae menekan loudspeaker:

YAAA! JONGDAE KAU DIMANAA?

Aku sedang di dalam mobil bersama Byul, kenapa?

APA KAU LUPA HARI INI HARI YANG SANGAT BERSEJARAH BUNG?

HAH? KAU BILANG APA? DI SANA RAMAI SEKALI.

Aku, Baekhyun, Heechul hyung, Luhan dan Minseok hyung sudah menunggumu.

Untuk apa?

Hey, Kim Jongdae. Apa kau lupa? Today is WORLD CUP baby.

OH! AKU MELUPAKANNYA! BAIK BAIK! Kalian ada dimana?

Di Mc Donald seberang kantor! See ya!

Mata Byul terbelalak. Menarik rem tangan tiba tiba lalu membuat Jongdae kaget.

“Kau kenapa Byul?” Benar adanya otak Jongdae sudah terdoktrin, ia menepuk dahinya. Apa secepat ini Jongdae lupa kalimat mani dari bibirnya  yang mengajak gadis itu untuk makan malam romantis?

“Kau bilang kita akan makan malam?” Jongdae mengangguk sepertinya menafsirkannya dalam artian lain.

Mobil Jongdae dengan santai bergerak seenaknya “Memang benar! Kita akan makan malam di Mac Donald bersama teman temanku!”

Hingga akhrnya, mereka masuk ke dalam Mac Donald yang sudah di padati para manusia dengan kaus tim jagoan masing masing sementara Byul mengenakan dress dari Baekhyun. Rasa rasanya, ia sudah ingin mematahkan tulang pria bermarga Byun itu.

“Hai Byul! Kau memakai hadiah dariku?” Baekhyun malah bersorak bangga sedikit bergoyang. Dirinya duduk di antara kumpulan pria dengan wajah tercoreng cat warna warni bertuliskan ‘world cup 2014’. Cih.

Jongdae menaruh pesanannya, melonggarkan dasinya yang belum terlepas. Matanya tak bisa menerjap saat pembukaan piala dunia menggelikan itu di mulai. Byul mengunyah ayam tak bersemangat.

“Byul! Lihat itu Pitbull! Bukankah kau sangat menyukainya?” Jongdae menyikut bahunya. Sejak kapan Jongdae tahu bahwa ia menyukai Pitbull?

Para pria mulai bersorak liar ketika pembukaan selesai dan berganti laga pertama antara Brazil dan Kroasia. Tiba tiba, Jongdae berlari keluar dan kembali dengan keadaan terengah engah. Matanya hampir berair ketika di tangannya sudah ada seikat bunga mawar merah.

“Maaf, aku baru sempat membelinya. Selamat piala dunia 2014, sayang!” Byul memeluk erat Jongdae, sedikit menangis.

Chanyeol saling melirik dengan yang lain. “Setidaknya kita mendapat tontonan drama romantis di tengah piala dunia”

“Tapi tidak dengan kecupan itu, Park Chanyeol” Imbuh Heechul sambil menutup wajahnya.

Masa bodoh dengan semua orang melihat ke arah mereka ketika Jongdae yang tanpa aba aba mengecup bibir Byul malu malu.

Kencan ini memang tidak buruk. Sangat terasa ala Kim Jongdae.

.

Woah! Selamat menggiring bola!

Sebenernya ini saya buat di kala nonton pembukaan piala dunia dan inspirasi dari salah satu iklan itu muncul tiba tiba. HAHA.

Saya harap kalian suka fanfict yang apalah artinya ini and the last dont forget to put a comment. Oh iya dan ngomong ngomong soal E.T, saya bakal nge post kok setelah ini (memang ada yang nungguin?)

Moah! 01:48

 

 


Turn

$
0
0

Turn

poop-interior-1

 

Author : Kkamjong_FC

 

Title : Turn

 

Cast : You (OC) and Your’s bias EXO

 

Genre : Sad, Angst

 

Length : Drable

 

Disclaimer : Hallo….ketemu lagi sama sayaaa. Saya bawa ff GeJe lagi yang gak jelas ceritanya. Kali ini drable…cerita pendek soalnya ide yang kudapet cuma mentok segitu…hhe

Dan entah apa kalian akan suka atau nggak. Tapi…berharap sih kalian suka dan akan ninggalin jejak jika udah baca ff abal-abal ini. Kkkekke…

Ini Ff keduaku yang ku kirim ke EXO fanfiction..Thanks buat staf EXO…

 

 

*Happy reading

 

Dia berlalu begitu saja meninggalkanku yang hanya terpaku memandang kosong punggung tegapnya. Dia mencampakanku setelah dengan jelas dia mengutarakan maksudnya memintaku bertemu di tempat ini. Tempat dimana awal hubungan kami dimulai dan sekarang tempat ini pulalah yang menjadi tempat berakhirnya hubungan kami. Dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang sudah kami jalin selama 2 tahun terakhir ini. Kenapa ? Itupun yang menjadi pertanyaanku..

Aku masih berharap jika tubuh itu akan berbalik dan menghampiriku dengan memasang wajah geli karena telah berhasil mengerjaiku. Berharap jika apa yang dikatakannya itu hanya sebuah candaan untuk membuatku sedikit terkejut tapi itu hanya harapanku saja karena sampai dia keluar dari kafe pun dia tidak berbalik pernah sedikitpun.

 

Dan yang kulihat setelahnya dia berada di luar kafe adalah tangannya yang meraih tangan seorang gadis yang entah sejak kapan sudah berdiri di dekat pintu kafe seolah tengah menunggu kedatangannya. Dan aku…setelah melihat apa yang terjadi aku mulai menyadari jika hatinya telah berpaling dariku. Dia telah mengusirku dari hatinya dan tidak mengharapkanku lagi sebagai satu-satunya gadis yang menempati hati itu. Entah sejak kapan…

 

Dan aku merasakan sesak itu, tepat di dalam hatiku yang saat ini tengah berdenyut sakit. Bagaimana sakit itu yang terus menghujam jantung dan hatiku tanpa henti seolah tak peduli dengan air mataku yang sudah jatuh mengalir di wajahku. Aku berdesis mencoba menahan sedikit saja sesak itu tapi tidak bisa…rasa sakitnya tak menghilang sedikitpun. Masih sama…dan semakin bertambah sakit saat kenangan selama 2 tahun itu terus berputar dalam pikiranku.

 

Dan dia…tanpa memikirkan bagaimana aku disini yang tersakiti karenanya, dia berlalu begitu saja dengan senyum bahagia yang melengkung dari kedua sudut bibirnya yang tertarik. Dia pergi bersama seorang gadis baru yang kini memiliki hatinya dan itu bukan aku. Dan sekarang…dia sudah tidak terlihat lagi, dia sudah hilang dari jarak pandangku dan tidak akan kembali. Tidak akan pernah….Kim Jongin-ku !!

***


Private Arrangement (Chapter 4)

$
0
0

Allendale’s Proudly Present:

Private Arrangement [Chapter-Four]

Poster PA-EXO-3

 

Genre: Marriage and Drama | Rating: PG-17 | Main Cast: Park Chanyeol and Shin Yeonju | Support Cast: Kim Jongin, Lee Hana, and others

.

.

.

Summary:

Park Chanyeol, penerus L.co Group ke empat, punya masalah: ia harus menikah dan memiliki pewaris. Bahkan bukan ibunya saja yang mendesak Chanyeol. Ada sebuah tradisi dimana penerus saat ini menginjak usia dua puluh tiga dan harus segera merencanakan masa depan perusahaan dengan membuat penerus baru. Chanyeol tidak merasa keberatan, tentu saja, ia hanya mempercayakan ibunya dalam hal ini. Namun terjadi banyak kendala, dua kali bertunangan, sebanyak itu pula ia gagal menikah.

Mengetahui dilema Chanyeol, Shin Yeonju menawarkan diri untuk menjadi pengantinnya. Tapi Yeonju bertekad menjaga jarak dari lelaki itu. Dan ia akan melakukan apa pun untuk menyembunyikan kelemahan terbesarnya, bahwa ia sudah bertahun-tahun jatuh cinta kepada Park Chanyeol.

Setelah lonceng pernikahan dibunyikan, Yeonju menduga Chanyeol merahasiakan sesuatu darinya. Apakah rahasia yang disembunyikan Chanyeol? Bagaimana kehidupan pernikahan mereka? Dan apa reaksi Chanyeol bila mengetahui bahwa istrinya ternyata sudah lama mencintainya?

 

Disclaimer:

Inspired by movie of Anna Karenina and Boys Before Flowers.

Walaupun cerita ini terinspirasi dari kedua fim tersebut, cerita sepenuhnya berbeda. Saya cuma mengambil beberapa Kejadian dan kebiasaan dari kedua film.

Do not copy-paste this fanfiction without my permission and don’t be a Silent Readers.

 

 

***

 

 

 

“Aku mencintaimu.”

Chanyeol menatap wanita itu sejenak sebelum bergerak lagi, kali ini dengan penuh tekad. Gerakan terakhir itulah yang dibutuhkan wanita itu, dan ia merasakan dirinya kehilangan tempat berpijak pada dunia nyata. Sambil menjejak tempat tidur yang sepenuh gairahnya, Nari meneriakkan nama Chanyeol sewaktu dunianya meledak dalam hasratnya. Otot-otonya menegang, memeluk Chanyeol, meruntuhkan pertahanan Chanyeol, dan lelaki itu memekik penuh kemenangan sewaktu ikut meledak di dalam tubuh kekasihnya.

Bermenit-menit kemudian, sewaktu mereka berbaring sambil berpelukan dalam kemesraan yang memuaskan, Chanyeol mendesah dalam, membenamkan wajah di leher Nari. “Aku tadi khawatir tidak akan pernah mendengar kata-kata itu lagi.” Ujar Chanyeol pelan.

Nari membenamkan jemarinya pada rambut hitam Chanyeol dan mengacaknya. “Aku masih khawatir aku tidak akan pernah mendengarnya lagi.”

Chanyeol mundur dan menangkup wajah Nari. “Aku mencintaimu, Nyonya Park Nari.” Katanya dengan tulus. “Aku cinta padamu dengan sepenuh hatiku dan segenap jiwaku. Aku mencintaimu dengan cara yang tidak pernah kubayangkan akan kurasakan kepada seorang wanita selain dirimu. Aku mencintaimu seperti…”

“Stop,” seru Nari, matanya berkaca-kaca.

“Kenapa, Chagiya?”

“Aku bahagia sekali,” kata Nari dengan suara tercekat.

“Itu masih belum cukup. Sebetulnya, aku berniat memberikan seluruh hidupku untuk memastikan bahwa setiap harinya kau hidup lebih bahagia daripada sebelumnya.”

“Kurasa itu tidak akan sulit selama kau di sampingku.”

Chanyeol tersenyum. “Seakan-akan aku mau meninggalkanmu saja.”

“Bagus,” sahut Nari.

“Seolah-olah kau akan membiarkanku melakukannya saja,” Chanyeol berceloteh. “Kekasihku yang galak. Bisa jadi kau akan mengejar-ngejarku sambil membawa senapan.”

Nari duduk, dan melempar Chanyeol dengan bantal. “Nakal, kau.” Sambil tertawa gembira, ia membiarkan Chanyeol menindihnya di ranjang. “Di samping itu, aku tidak bisa menembakkan senapan.”

“Apa? Kekasihku yang suka memanjat pohon, memancing, memukul pencopet, tidak bisa menembakkan senapan? Aku kecewa.”

“Tapi kalau dengan pistol, kemampuanku di atas rata-rata.”

Chanyeol mencondongkan badan untuk mencium Nari. “Nah, itu lebih masuk akal.”

“Chanyeol?”

“Hmm?”

“Kau tidak perlu segera pulang ke rumahmu, kan?”

“Kurasa begitu. Mengapa kau bertanya?”

“Aku ingin bersama denganmu lebih lama malam ini.”

Chanyeol mendekap Nari ke dadanya, mensyukuri cinta mereka berdua. “Kurasa itu bisa diatur.”

 

 

***

 

 

 

 

Jam makan malam sudah lama berlalu ketika Chanyeol akhirnya pulang. Yeonju yang merasa membutuhkan pengalihan memilih melukis di buku gambar. Di kakinya, Mouse terduduk ketika mendengar kedatangan Chanyeol. Sekarang anjing itu berjalan ke pintu dan mengendus celahnya.

Yeonju menggerakkan tangannya dengan terampil, menghasilkan kerangka gambar yang bagus. Ia senang melihat betapa stabil jemarinya. Mungkin setelah sering berada di dekat Chanyeol, ia bisa mengatasi sensitivitasnya yang tinggi terhadap pria itu. Hanya Tuhan yang tahu betapa membantu kesabaran yang ia rasakan selama berjam-jam menunggu pria itu. Oh, Yeonju masih merasakan Chanyeol, masih ingin ditemani olehnya, tapi saat ini semua perasaan itu tertutup oleh kekecewaan. Ia belum melihat Chanyeol sejak sarapan, walaupun Baekhyun sudah memberitahu bahwa suaminya tidak akan makan malam dirumah—tetap saja, Yeonju harus menunggunya. Pernikahan mereka memang atas dasar kesepakatan, tapi bukan berarti Chanyeol bisa memperlakukan Yeonju seperti ini.

Yeonju bisa mendengar suaminya bicara dengan kepala pelayan dan para pelayan pria di lorong. Bukan pertama kalinya ada malam ini, ia bertanya-tanya apakah Chanyeol benar-benar lupa dia punya istri. Kelihatannya Yongguk pria yang perhatian. Mungkin pria itu akan mengingatkan tuannya mengenai keberadaan Yeonju.

Jam besar di rak perapian berdentang menandakan seperempat jam yang baru berlalu, nadanya kecil dan datar. Yeonju mengernyit dan menggambar sketsa. Ia duduk di ruang utama bernuansa kuning. Satu-satunya alasan ia memilih ruang duduk ini karena kedekatannya dengan aula depan. Chanyeol harus melewatinya sebelum pergi ke kamar tidur.

Pintu ruang duduk terbuka, mengejutkan Mouse. Anjing itu melompat mundur dan, seakan-akan menyadari dirinya ketahuan mundur, melompat maju untuk menyalak di pergelangan kaki Chanyeol. Chanyeol menunduk menatap anjing itu. Yeonju mendapat kesan Chanyeol tidak sungkan untuk menendang anjingnya.

“Mouse,” Yeonju memanggil untuk menghindari tragedi.

Mouse menyalak satu kali lagi, menghampiri Yeonju, dan melompat ke sampingnya di atas sofa kecil.

Chanyeol menutup pintu dan masuk ke ruang duduk, berdiri menatap Yeonju. “Selamat malam, Yeonju-ssi. Maaf aku tidak ikut makan malam. Kuharap Baekhyun tidak lupa memberitahumu.”

Yeonju tersenyum dan menunjuk kursi di hadapannya. “Aku yakin urusan yang menahanmu lebih penting, Chanyeol-ssi.”

Chanyeol berdeham, bersandar di kursinya dan meletakkan sebelah pergelangan kakinya di atas lutut kaki satunya. “Sepertinya begitu.”

Yeonju menggoreskan pensilnya lagi. Entah mengapa sepertinya malam ini suaminya tampak lesu, seakan-akan semangatnya yang biasa tiba-tiba menghilang. Kekecewaan Yeonju padam ketika bertanya-tanya apa yang membuat suaminya muram.

Chanyeol mengernyit menatap Yeonju. “Kenapa belum tidur?”

Mouse meletakkan kepala di pangkuan Yeonju. Yeonju membelai hidung anjing itu. “Aku menunggumu.”

Chanyeol membuka mulut lalu menutupnya lagi. Tatapannya tertuju ke sekeliling ruang duduk, dan Yeonju hampir bisa merasakan keinginan pria itu untuk melompat bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, sebaliknya, Chanyeol mengetukkan jemari panjangnya di atas lengan kursi. Pria itu tampak lelah, dan—Yeonju merenung apakah Chanyeol memang selalu kelihatan lelah bila bersamanya?

Yeonju tidak suka melihat suaminya sedih. Itu membuat hatinya sakit. “Apa kau mau kubuatkan minuman? Atau sesuatu dari dapur? Aku yakin juru masak punya kidney pie sisa makan malam.”

Chanyeol menggeleng.

Sejenak Yeonju menatapnya, bingung. Ia sudah bertahun-tahun mencintai pria ini, tapi dalam banyak hal, ia tidak mengenalnya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk pria ketika lelah dan sedih. Yeonju menunduk, alisnya bertaut, lalu menyelesaikan gambarnya.

Chanyeol berhenti mengetukkan jemari. “Apa yang kau lukis?”

“Tidak ada. Hanya ingin melatih kemampuan tanganku.” Yeonju bergumam ketika membuat goresan lain dengan serius.

“Bukankah sebaiknya kau melukis di siang hari?”

Yeonju melirik Chanyeol dari balik kening yang tertunduk.

Wajah Chanyeol terlihat sedikit geli—tersenyum simpul. “Bukan berarti kau tidak boleh melukis pada malam hari, hanya saja—itu tidak biasa.”

“Aku senang melukis pada malam hari.”

Chanyeol mengetukkan jemari lagi.

Yeonju mempertegas goresannya dan mulai membuat bagian lain di dalam lukisannya yang indah. Menyenangkan juga duduk bersama-sama, meskipun mereka berdua sama-sama tidak tahu harus berbuat apa. Ia mendesah tanpah suara. Mungkin sifat bijaksananya akan muncul seiring waktu.

Chanyeol berhenti mengetukkan jemari. “Hampir lupa. Aku membelikan sesuatu untukmu saat pergi.” Ia merogoh saku mantelnya yang besar.

Yeonju menutup dan meletakkan bukunya lalu mengambil sebuah kotak. Hadiah itu dibungkus dan diikat secara hati-hati untuk melindungi isinya dengan baik, dan Yeonju mendapati bahwa ia dipenuhi oleh rasa penasaran. Sudah berapa lama sejak terakhir kali ia menerima hadiah? Hadiah dari seseorang yang tidak mengharapkan imbalan? Memandang suaminya lagi, ia melihat ketulusan yang baru pertama kali dilihatnya. Melihat kebaikan Chanyeol, Yeonju merasa ia akan menyukai apa pun yang ada di dalam pembungkus cokelat yang sederhana ini.

Ya. Ia sangat penasaran.

Yeonju membuka hadiahnya, memotong tali yang mengikat kertas dan menyingkapkan pembungkusnya. Membalikkan buku dalam genggamannya, ia tersadar akan perhatian Chanyeol. “Dari mana kau tahu kalau aku suka Mozart?”

Chanyeol tersenyum. “Kakakmu bilang kau gemar bermain piano. Aku tidak tahu siapa komposer kesukaanmu, jadi, kebetulan sekali kalau kau suka.”

Yeonju menelusuri sampul kulit buku dengan hati-hati. “Aku akan mulai membacanya hari ini.” Ia menatap mata Chanyeol, sungguh-sungguh. “Terima kasih, Chanyeol-ssi.”

“Anggap saja itu sebagai tanda permintaan maaf karena berteriak padamu tadi pagi,” kata Chanyeol. “Aku memang pria yang buruk.”

Yeonju menahan godaan untuk memeluk Chanyeol. “Kau tidak seburuk itu.”

Chanyeol menggeleng. “Itu bukan hal yang pantas, berteriak padamu pada hari pertamamu di rumah ini, dan aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi.”

“Aku mengerti.” sahut Yeonju. “Sekali lagi, terima kasih. Aku sangat menyukainya.”

Di seberangnya, Chanyeol mengangguk dan berdiri. “Bagus. Kalau begitu kuucapkan selamat malam.”

Yeonju merasakan sapuan bibir Chanyeol di rambutnya, lalu suaminya sudah berada di depan pintu. Chanyeol menyentuh kenop pintu, lalu setengah berbalik menghadap Yeonju. “Lain kali kau tidak perlu menungguku.”

Yeonju mengangkat sebelah alis.

Chanyeol meringis. “Maksudku, aku terbiasa pulang sampai larut malam, dan tidak ada seorang pun yang menungguku di rumah. Aku akan sangat berterima kasih kalau kau tidak melakukannya lagi. Lagipula aku tak akan mengunjungi kamarmu, setidaknya untuk sementara ini. Aku merasa kau harus mengetahuinya agar tidak khawatir. Tidurlah dengan nyenyak, Yeonju-ssi.”

Yeonju memiringkan kepala, menggigit bibir untuk menahan air mata, tapi Chanyeol sudah keluar.

Yeonju mengerjapkan mata dengan cepat, lalu menatap buku Biografi Mozart serta buku besar melukisnya. Ia memandang hasil goresan tangannya dengan sedih. Yeonju menyentuh gambarnya dan bertanya-tanya—apakah Chanyeol akan memperhatikannya—sungguh-sungguh memperhatikannya—sedikit saja, bahwa ia sedang melukis pria itu.

Yeonju memeluk hadiah Chanyeol dengan erat. Kemudian ia membereskan barang-barangnya dan keluar. Mouse membuntutinya.

 

 

 

***

 

 

 

Beberapa hari berikutnya dalam kehidupannya merupakan masa-masa yang paling menyulitkan yang pernah dialami Yeonju. Ia melewati hari-hari tersebut seakan dengan melayang-layang dalam kabut kekecewaan, bibirnya selalu tersenyum bila mengingat betapa ia harus melewati semua ini tanpa harus mengkhawatirkan para pelayan bahwa—sejujurnya, ia sangat ingin menangis. Walaupun kehidupannya bersama Chanyeol memberikan rutinitas baru—sarapan berdua di pagi hari, minum teh bersama diruang duduk untuk sekedar membicarakan perusahaan—meskipun Yeonju berusaha keras untuk mengobrol tentang aktifitas suaminya, tetap saja Chanyeol selalu menutup diri. Setiap petang, setelah makan, Yeonju mendapati Chanyeol sudah pergi tanpa sepatah kata pun.

Dan malam hari, tentu saja, Yeonju gunakan untuk bersembunyi—menunggu kepulangan Chanyeol.

Yeonju segera menyesuaikan diri untuk memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya jika sedang bersama Chanyeol. Suaminya itu harus mengurusi bisnis yang membutuhkan perhatian penuh, dan sering menghabiskan waktu di ruang kerja untuk menangani surat-surat dan dokumen-dokumen penting. Sesekali Yeonju mendapati dirinya berdiri didepan ruang kerja Chanyeol—selama beberapa menit yang penuh dengan kecemasan—berharap ia memiliki keberanian untuk sekedar mengetuk pintu.  Tapi jelaslah itu bukan sesuatu yang mudah yang bisa dilakukan Yeonju.

Sepuluh menit penuh pertimbangan yang pada akhirnya, Yeonju harus memanggil Hana untuk membawa kembali teh susu hangat yang ia rencanakan untuk suaminya. Kakak laki-lakinya bilang, pria suka meminum minuman hangat ketika sedang stress karena pekerjaan. Dan Yeonju tahu, Chanyeol sangat membutuhkan minuman itu.

“Anda yakin, Miss?”

Yeonju berusaha untuk tersenyum. “Bawa saja ke dapur. Aku yakin Tuan Chanyeol tidak mau diganggu saat ini.”

Hana menatap majikannya ragu-ragu. “Tapi ini sudah minuman kelima yang Anda buat. Semuanya berakhir di tempat pencucian tanpa disentuh sedikit pun. Dan saya yakin—bukan maksud saya untuk membantah Anda, Miss—tapi tak lama setelah ini, saya akan menemukan Anda disini dengan secangkir teh susu hangat lagi. Hanya berdiri—memandangi pintu bodoh itu—sampai teh susu tersebut sudah dingin. Saya bertanya-tanya—mungkin ini tidak pantas—tapi kenapa Anda tidak mau mencoba mengetuk? Tuan Chanyeol pasti tersanjung dengan sikap perhatian yang Anda berikan. Well, seandainya saja beliau tahu apa yang Anda lakukan, Miss.”

“Mungkin kau memang benar, Hana. Namun faktanya bahwa Tuan Chanyeol tidak keluar dari ruangan selama berjam-jam, melewatkan jam makan siang, mengabaikan apa pun yang terjadi diluar, aku berani berasumsi dia sama sekali tidak ingin diganggu. Bahkan kalau saja tiba-tiba dia merasa butuh minuman panas, dia sudah menyuruh seorang pelayan untuk membuatkannya. Rasanya lucu, jika aku tiba-tiba mengetuk pintu, masuk dengan secangkir teh panas, dan dia akan menyambutku dengan alis terangkat lalu berkata ‘Kau tidak perlu repot-repot. Aku sudah mendapatkan teh hangat dari juru masak.’”

“Anda tidak akan pernah tahu kalau Anda tidak mencobanya.” kata Hana.

Yeonju merasa pening, tapi sama sekali tidak pernah melupakan senyumnya. “Aku tahu.” katanya. “ Aku tahu bahkan sebelum aku mencobanya.”

Bibir Hana berkedut. Ia hendak membuka mulut sebelum Yeonju berkata dengan lembut bahwa tidak ada yang perlu dikatakan lagi. Dan setelah majikannya melangkah pergi dengan sangat anggun di lorong yang sepi, Hana diam-diam menatap pintu ruang kerja Park Chanyeol. Mencampuri urusan orang lain memang bukan sifatnya, tapi untuk yang satu ini adalah pengecualian. Sejak pertama kali mengenal Yeonju, Hana sudah bersumpah untuk menyayangi Shin Yeonju sampai kapan pun.

 

 

 

***

 

 

 

 

Chanyeol bersandar ke kursi berlengannya. Pekerjaan ini benar-benar menguras pikirannya. Kertas-kertas surat dan beberapa proposal menumpuk di hadapannya membutuhkan perhatian pria itu. Semua ini jelas menyita waktunya.  Belum lagi masalah tunggakkan yang disebabkan penyewa tanah miliknya di daerah Gangnam.

Seandainya saja Taehyun-Hyung masih hidup, pikir Chanyeol. Situasi ini pasti berbeda. Chanyeol rela kehilangan seluruh kemewahan demi sebuah kebebasan. Chanyeol tidak pernah bermimpi menjadi pewaris sekalipun, bahkan membayangkannya saja ia tidak mau. Namun, Chanyeol tersadar inilah takdir—garis kehidupan—yang mau tidak mau harus dipikul. Ia sudah tahu semenjak kematian kakak laki-lakinya diumumkan bahwa saat itu juga hidupnya akan berbuah. Seolah-olah ada bobot besar yang sangat berat menempel di pundaknya. Rasa tanggung jawab terhadap perusahan keluarganya bersandar kemanapun ia melangkah, menemainya tidur, bahkan membuntutinya hingga sampai saat kunjungannya ke rumah Nari.

Chanyeol selalu dibayang-bayangi kematian kakaknya, ucapan terakhir ayahnya sebelum meninggal, dan wajah ibunya yang penuh harap. Belum lagi akhir-akhir ini ia sering memikirkan seorang wanita. Wanita itu adalah istrinya sendiri dan Chanyeol sungguh tak habis pikir bahwa ia memimpikan wanita itu. Di dalam tidurnya, Yeonju sangat cantik, begitu menarik, dan… menggairahkan.

Pada saat itu setelah mandi, ia merangkak naik ke tempat tidurnya, benar-benar tak peduli pada langit yang masih terang di luar dan senja yang akan turun sejam lagi. Ia benar-benar letih sehingga berniat segera tidur, tidur tanpa mimpi, tak terbangun sampai esok hari. Tapi pada suatu waktu di malam itu, tubuhnya mulai gelisah dan lapar. Dan benaknya yang berkhianat dipenuhi bayangan mengerikan. Ia melihat bayangan-bayangan itu seakan melayang-melayang di langit-langit, tapi ia merasakan semuanya—tubuhnya, yang telanjang, bergerak di atas tubuh kenyal seorang wanita, tangannya mengelus dan meremas kulit yang hangat. Kaki dan tangan yang saling mengait, aroma seks dari dua tubuh yang sedang memadu cinta—semua ada disana, panas, dan hidup dalam ingatannya.

Lalu ia bergeser. Hanya sedikit, mungkin ingin mencium telinga wanita tanpa wajah itu. Hanya saja ketika ia bergeser ke samping, wanita itu tak lagi tanpa wajah. Mula-mula yang terlihat adalah rambut tebal berwarna kemerahan, dengan lembut mengilap dan menggelitik bahunya. Kemudian ia bergeser lebih jauh…

Dan ia melihatnya.

Bukan Kim Nari.

Wanita itu Shin Yeonju.

Ia langsung terbangun, duduk tegak di kasur dengan tubuh gemetar. Itu adalah mimpi erotis paling jelas yang pernah dialaminya. Mimpi yang paling membangunkan gairahnya. Juga mimpi yang tak pernah diharapkannya. Ia meraba-raba sekeliling seprainya amat takut akan menemuikan bukti gairahnya. Ya Tuhan, semoga ia tidak ejakulasi ketika memimpikan istrinya sendiri untunglah seprainya bersih, jadi dengan jantung berdebar keras dan napas berat, ia kembali membaringkan tubuh di bantal, gerakkannya perlahan dan hati-hati, seakan-akan ingin mencegah mimpi itu datang kembali.

Ia menatap langit-langit kamarnya selama berjam-jam, mula-mula ia mengingat bisnis yang sedang dijalaninya, lalu ia mulai menghitung sampai seribu, semua usaha dilakukannya agar otaknya tidak memikirkan Shin Yeonju, lebih-lebih ia menahan godaan untuk mengetuk pintu kamar istrinya dan membuat mimpinya menjadi nyata.

Dan hebatnya, ia berhasil mengusir bayangan wanita itu dari otaknya dan tertidur.

Tapi sekarang bayangan istrinya datang lagi. Well, sungguh aneh, pikir Chanyeol. Selama dua tahun bersama Nari, ia tidak pernah bermimpi tentang wanita itu, bahkan sampai seerotis mimpinya dengan Yeonju.

Tanpa sadar, ia menghela napas. Ia tidak mengizinkan bayangan istrinya masuk ke ruang kerjanya. Chanyeol harus memastikan hal itu. Jadi ia mulai mengalihkan pikirannya. Di sebelahnya, Kim Jongin, berdiri dengan tegak sambil memeriksa pembukuan tentang pengeluaran bulan lalu. Jongin cukup pintar, cukup berakal untuk mengurus keuangan. Chanyeol melirik Jongin dengan ekspresi perpaduan antara lelah dan kagum.

“Kau begitu semangat membantu pekerjaanku.” kata Chanyeol sambil mengamati salah satu proposal. “Kalau tidak salah, aku sudah menawarimu posisi sebagai manager di salah satu sahamku, kan?”

Walaupun Jongin tak menghiraukannya, Chanyeol bisa melihat bahu pria itu semakin tegak.

“Kau tinggal memilih, Jongin. Jarang ada orang yang seberuntung dirimu.” tambah Chanyeol.

Jongin menggumamkan sesuatu yang tidak dimengerti Chanyeol, kemudian dengan masih menatap pembukuan itu ia berkata. “Kalau boleh kukoreksi, Guv, tidak ada satu pun orang yang seberuntung aku.”

Chanyeol mengangkat alisnya, sambil mencoret bagian yang menurutnya salah di dalam proposal. “Well, kalau begitu kenapa kau menolak posisi yang kutawarkan?”

“Aku tidak pernah menolaknya.”

“Ya, kau pernah. Dan itu terjadi lebih dari dua kali.”

“Aku tidak ingat pernah melakukan hal sembrono seperti itu.” Jongin membalik ke halaman selanjutnya.

“Jelas kau harus pergi ke rumah sakit. Dokter akan menyuruhmu duduk di antara alat-alat yang tidak pernah kau lihat, memaksamu diam dan menyuntikkan obat yang akan membuatmu tertidur selama dua hari, setelah itu para dokter akan meneliti otakmu sampai ingatan tentang insiden penolakan itu ditemukan. Mungkin dokter tidak perlu repot-repot mengeluarkan otakmu karena aku akan dengan senang hati melakukannya sendiri.”

Sudut mulut Jongin melengkung. “Jangankan kau, Guv,” pelan-pelan ia menaruh pembukan itu ke atas meja. “Aku sendiri sangat ingin membelah kepalaku dan mengambil otakku yang kopong.”

Chanyeol mendengar suara tawanya sendiri. Menutup proposal tersebut sambil melepaskan kaca matanya. “Aku rela menyerahkan kekayaanku demi melihat aksimu.” Lalu ia tertawa, lagi. Sudah berapa lama ia tidak tertawa seperti ini?

Sebelum Jongin sempat membalas, kenop pintu bergerak, terbuka, kemudian tanpa dipersilahkan seorang gadis mungil melesat masuk. Gadis pelayan itu melangkah dengan pasti—walau terlihat jelas kalau gadis itu ketakutan—nyaris membuat Jongin ingin tertawa kalau tidak dalam ruangan Chanyeol. Entah kenapa Jongin sangat menikmati bila mana melihat wajah Hana menciut karena ketakutan.

Chanyeol memperhatikan gadis itu yang sedang membungkuk. “Apa ada masalah?”

Jongin melihat cangkir yang bergerak di tangan Hana. Gadis itu gemetar.

“Hmmm, Tidak.” Pelayan pribadi Miss Yeonju berdeham. “Mungkin.”

Jongin mengangkat alisnya menatap gadis di hadapannya dengan skeptis. Keinginan membuat gadis itu merenggut menggiurkan hatinya. Tapi ia tidak melakukannya.

“Mungkin?” tanya Chanyeol. “Apa sesuatu terjadi pada Miss Yeonju? Dimana dia sekarang?”

Chanyeol memohon agar istrinya tidak datang kesini, ia merasa belum siap. Sejujurnya ia tidak akan siap. Takut ketika ia tidak bisa menahan gairahnya bila Yeonju berdiri di hadapannya, dengan gaun malam yang sensual serta rambut kemerahannya tergerai indah, sambil tersenyum menarik Chanyeol ke tempat tidurnya. Kulit halus istrinya membelai tubuhnya dengan perlahan meninggalkan hawa panas di sana. Dan Chanyeol mendapati dirinya…

Tidak. Hentikan! Itu benar-benar pemikiran yang konyol!

“Oh, Miss Yeonju baik-baik saja. Saya rasa beliau sedang menyelesaikan lukisannya.” Ia berkata. “Sebenarnya saya datang untuk sekedar memberikan Tuan minuman.” buru-buru ia menaruh dangkir itu di meja kerja Chanyeol.

“Apa ini?” Ia berusaha menjaga suara tetap stabil.

“Teh. Susu. Hmm, mungkin teh susu.” Hana menggeleng cepat dengan kebodohannya. “Cukup membantu untuk meredakan stress. Setahu saya begitu.”

Tawa sudah berada diujung mulut Jongin, siap dikeluarkan. Jongin bersumpah tidak ada hal apa pun yang membuatnya lebih terhibur dari pada melihat Hana seperti sekarang ini.

Well, kau baik sekali. Sayangnya aku sudah mendapatkan minumanku.” Chanyeol mengangkat gelasnya. “Wiski. Lebih berhasil membutaku relax.”

“Tapi Anda harus meminum teh susu ini.” Hana menahan dirinya agar tidak berteriak.

Alisnya Chanyeol bertaut. “Mengapa harus?”

“Karena Miss Yeonju sendiri yang membuatkannya.” Kata Hana. “Hanya untuk Anda.”

Chanyeol dan Jongin sama-sama bergeming. Hana menjadi cemas dengan kebisuan Tuan Chanyeol. Ia merasa tidak ada yang salah dengan perkataannya barusan.

Ragu-ragu ia menambahkan. “Miss Yeonju yang turun tangan sendiri untuk membuatkan Anda minuman pereda stress ini. Teh susu hangat. Begitu Miss Yeonju menyebutnya. Dan selagi masih hangat Tuan—kumohon jangan tersinggung—aku jamin minuman ini jauh lebih baik dibandingkan wiski yang Anda minum sekarang.”

Chanyeol memandang cangkir tersebut. Mungkin ini hanya imajinasinya atau memang cangkir itu terlihat seperti istrinya. Bahkan samar-samar Chanyeol dapat mencium aroma Yeonju di antara kebul asap dari teh susu yang nyaris tak terlihat. Ya, ia bisa merasakan Yeonju berada di ruangan ini, bersamanya.  Chanyeol menahan desakan untuk mengendus bau minuman tersebut, tapi ia sangat ingin merasakan harum Yeonju. Wangi sabun rumahan yang khas, bercampur wangi bunga, tidak berlebihan.

Oh, demi Tuhan, aku menyukai wangi tubuh istriku, batin Chanyeol.

Chanyeol disadarkan dehaman keras yang berasal dari Jongin. Ia mengerjap, merasa ini bukanlah dirinya.

Jongin melirik Chanyeol dengan dahi berkerut diwajahnya sebelum beralih ke Hana yang tampak gusar. “Miss Yeonju sungguh wanita yang baik.” katanya, sungguh-sungguh. “Tolong katakan pada Miss Yeonju, bahwa Tuan Chanyeol,” ia kembali melirik atasannya yang tetap bergeming. “sangat tersanjung.”

Hana tidak yakin.

“Aku sendiri yang akan memastikan cangkir sudah kosong ketika kau melihatnya.” Kata Jongin. “Tuan Chanyeol sangat menikmati dan dengan senang hati akan menghabiskannya.”

Sejenak Hana bertekad untuk tetap tinggal dan melihat sendiri gelas itu kosong. Tapi setelah melihat ekspresi Jongin sekarang—kesal, marah dan muak—entah ditujukan kepada siapa emosi itu, jelas Hana ingin segera beringsut pergi. Jadi ia menghelas napas, membungkuk hormat dan melesat keluar dari ruangan yang di desain maskulin itu.

Saat pintu tertutup, Jongin segera menatap Chanyeol. Apa hukuman yang akan diterimanya jika mencekik atasannya sendiri?

“Saya tidak akan membuat pilihan kali ini.” kata Jongin. “Anda harus menghabiskannya.”

Chanyeol tidak tahu harus bersikap seperti apa. “Tidak.” gumamnya. “Aku tidak menyukainya.” Siapa pun tahu bahwa ia berbohong.

Jongin bersyukur masih memiliki kesabaran. “Ini hanya teh susu yang masih hangat. Anda tidak akan  sakit atau mati karena meminum minuman seperti ini.”

Chanyeol berdiri, melangkah ke jendela yang terbuka sedikit. Ia sangat membutuhkan udara. Apa reaksi Jongin ketika Chanyeol bercerita tentang mimpinya? Apa ajudannya akan menertawainya?  “Aku tidak menyukai minumanya.” Lebih tidak menyukai si pembuatnya. Jongin harus tahu kalau ia tidak mau berhubungan dengan apa pun yang menyangkut istrinya. Ia ingin menjauh dari bayangan istrinya. Karena kalau tidak ia akan kalah dengan dirinya sendiri.

“Tentu Anda suka. Anda akan menyukainya jika Anda meminumannya.” geram Jongin. “Itu minuman yang sederhana. Dibuat dari orang yang sama sederhananya.”

Chanyeol tersenyum sinis. “Lima menit lalu kita masih saling mengejek. Aku heran kenapa sekarang kita malah berdebat tentang minuman yang tidak penting?”

Jongin mengukur-ngukur jarak antara ia dan Chanyeol. Menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menerjang ke arah atasannya? Menggoyangkan bahu Chanyeol agar pria itu sadar dan membuka matanya. Menyadarkan majikannya untuk melihat betapa beruntungnya ia mendapatkan istri seperti Miss Yeonju, betapa ia harus segera melupakan Nari, betapa ia tidak peka pada ketulusan Miss Yeonju, betapa berengsek dirinya, betapa…

Ponsel Chanyeol berdering. Seakan-akan melenyapkan pikiran brutal Jongin. Pria itu mengambil ponselnya di meja. Ketika melihat nama sang penelepon, wajah Chanyeol tampak lelah. Mungkin ia berpikir untuk mengabaikan panggilan itu, tapi ia tidak bisa. Tidak akan pernah bisa.

“Annyeong,” sapa Chanyeol. “Aku sedang bekerja. Ada apa Nari-ya?”

Jongin tidak sadar ia telah mendengus di samping Chanyeol. Bahkan ia tidak peduli. Persetan dengan sikap kurang ajarnya. Jongin hanya ingin mematahkan ponsel majikannya. Untuk sekarang, ia mau meneruskan mengurus pembukuan. Merasa muak dengan keadaan.

Entah apa yang dikatakan Nari di ponsel, Chanyeol melirik ke arah Jongin. Sepertinya memastikan agar ajudannya itu sudah tidak lagi memperhatikannya “Aku harus mengurus beberapa dokumen yang menumpuk.”  katanya.“Tapi kautahu aku tidak bisa menolakmu.”

Pengeluaran bulan lalu sangat banyak. Perbaikan untuk beberapa jendela juga belum diselesaikan. Mungkin Jongin harus mengawasi sendiri para pekerja besok siang.

Chanyeol berjalan menjauh dari Jongin. “Tidak. Lima belas menit lagi aku akan menjemputmu di sana. Kita bisa mengajak Taeri jalan-jalan.”

Jongin menutup buku keras-keras. Walaupun tidak bermaksud begitu tapi ia mendapati dirinya tidak menyesal. Ia mendengar Chanyeol menggumamkan sesuatu sebelum memutuskan panggilannya, kemudian beralih menatap pria itu.

“Anda tidak berniat pergi, kan?” serbu Jongin sebelum Chanyeol membuka mulut.

Chanyeol menghiraukannya. Ia mengangkat bahu acuh tak acuh.“Sayangnya aku harus pergi, Jongin.” Ia mengambil mantel dan kacamatanya sendiri karena ia yakin Jongin tidak sudi melayaninya saat ini.

“Anda meninggalkan pekerjaan yang menumpuk,” Jongin kehilangan kesabaran. “hanya demi wanita itu?”

Chanyeol sama sekali tidak ingin berdebat dengan Jongin hari ini. Ia sudah cukup lelah dengan usahanya membuang Yeonju dari pikirannya dan Jongin akhir-akhir ini sering membuatnya jengkel. “Aku bisa meninggalkan seluruh kekayaanku demi wanita itu, Jongin.”

Jongin benar-benar mendengus, rahangnya sekeras baja dan matanya setajam pisau, seolah-olah hanya dengan tatapannya bisa membuat siapa pun lumpuh. “Setidaknya minumlah sedikit minuman yang sudah dibuat Miss Yeonju,” desis Jongin. Langkah Chanyeol berhenti di ambang pintu bersiap menarik kenop. “Aku sudah berjanji mengembalikan cangkir dalam keadaan kosong.”

Ketahuilah, Chanyeol juga sangat ingin mencicipi minuman itu. Namun itu sama saja menyerah dengan keputusannya. Ia tidak boleh mempermainkan Yeonju dan menidurinya hanya karena gairah. “Sudahlah, Jongin.” katanya tanpa menoleh. “Aku tidak ingin berdebat dengamu.”

“Tapi, Guv,” seru Jongin. Menahan kepergian Chanyeol. “Makan malamlah di sini.”

Chanyeol mendesah, menatap Jongin dari balik bahunya. “Sampaikan pada Miss Yeonju untuk menungguku nanti malam.” Setelah itu Chanyeol benar-benar pergi. Meninggalkan Jongin yang merasa muak dengan sikapnya.

Mengabaikan perhatian dari seorang istri yang tulus terhadap suaminya adalah tindakan pria tidak terhormat.

 

 

 

 

***

 

 

 

Yeonju memberikan sentuhan terakhir pada kreasi terbarunya,lukisan sebuah keranjang berisi apel merah. Ia mundur dari kanvas, dan memiringkan kepalanya ke satu sisi, mengamati dengan serius. Apel. Sungguh membosankan.

Dengan dahi berkerut, ia melemparkan kuasnya ke samping dan mengelap kedua tangannya di celemek yang diikat di bawah dadanya. Setelah melukis setiap objek yang terpikirkan di rumah ini, sekarang gambarnya menurun jadi apel. Ia menoleh letih ke sekitar ruang gambar—dinding-dindingnya ditutupi lukisannya, begitu juga dengan dinding di rumahnya dulu. Lukisan Naturalism dan Raelisme dan Ekspresionisme. Apa yang tidak ia bawa dari rumahnya, ia akan segera membuatnya.

Sudah seminggu ia tidak melakukan  apa-apa selain melukis,  menyambut pekerjaan yang dipenuhi jam-jam kesendirian yang tak ada habis-habisnya. Tapi beban kekosongannya menekannya semakin keras dan keras, dan melukis, yang dulu memberinya penghiburan, tidak bisa lagi mengisi kekosongan tersebut.

Apel, demi Tuhan!

Ya Tuhan, ia harus melakukan sesuatu! Tiba-tiba ia melepaskan tali celemek dengan keras, melemparnya ke samping, dan berderap melewati pintu ke cahaya matahari yang terang. Ia akan menemukan sesuatu yang baru untuk mengisi waktu dan pikirannya, terkutuklah dengan kesopanan! Sesungguhnya Yeonju tidak biasa bersikap seperti ini. Ia berjalan melintasi halaman yang dirawat dengan baik, tangannya yang sepucat kertas melayang-layang pada rumput yang belum dipangkas. Mungkin ia akan pergi dan menemukan Chanyeol dan menuntutnya untuk mengizinkannya membantu. Tapi ia baru ingat kalau suaminya telah pergi keluar dan tanpa berpamitan.

Sering kali ia merasa sangat kurang dan kecil hati dan gentar dengan statusnya menjadi istri pria seperti Chanyeol. Tetapi hari ini adalah salah satu hari ketika ia membenci pria itu dan mengutuknya karena sudah mengabaikannya seperti ini. Ini salah satu hari ketika ia merasakan sakit hatinya dengan sengit dan menyalahkan Chanyeol karena menerima lamarannya waktu itu. Kenapa Chanyeol menerima lamarannya dan menjadikan ia istrinya kalau pria itu bahkan sama sekali tidak peduli?

Yeonju menggeleng mengingatkan dirinya. Tentunya untuk segala yang salah dengan hidupnya yang pantas disalahkan adalah dirinya sendiri. Ia yang telah mengajukan lamaran, ia yang berniat untuk menunjukkan rasa cinta yang begitu besar pada suaminya. Semua ini ulah dirinya sendiri, ulah dari perasaan yang begitu mendalam pada suaminya.

Kenapa aku tidak terus saja tetap bersembunyi?

Kekehidupan Chanyeol memang berbanding terbalik dengan kehidupannya. Chanyeol suka pergi ke berbagai pesta, sedangkan ia tidak. Chanyeol menyukai kerumunan dan sering dikelilingi kerumunan sedangkan ia tidak. Sampai kapan pun Yeonju tidak akan pernah bisa sepaham dengan suaminya.

Mungkin terus bersembunyi memang hal yang paling masuk-akal sekarang ini. Jika ia tidak bisa menunjukkan perasaannya pada Chanyeol, biarkan ia melihat perasaan Chanyeol kepadanya.  Ia akan melakukan apa pun yang membuat suaminya menunjukkan emosinya. Hal yang mampu membuat suaminya merasa terganggu. Hal yang pada akhirnya bisa menarik perhatian suaminya, bisa mengingatkan suaminya akan kehadirannya sebagai istri. Mendapat kemarahan suaminya bahkan lebih bagus daripada diabaikan seperti ini.

Yeonju berjanji pada dirinya sendiri.

Kemudian ia melihat Baekhyun bergegas menghampirinya dari seberang halaman dan berhenti menunggu pelayannya menyusul. “Selamat sore, Miss, Anda menyelesaikan lukisannya begitu cepat?” tanya Baekhyun dengan suara terengah-engah.

Yeonju memang sudah selesai. Untuk selamanya. “Apel, Baekhyun. Aku melukis apel.”

“Oooh, subjek yang sangat indah.”

“Tentu subjek yang membosankan, Baekhyun. Sepertinya imajinasiku telah habis.”

Baekhyun menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat, seperti kebiasaannya. “Lukisan Anda sangat indah, dan saya yakin apel Anda dilukis dengan sempurna.’

Yeonju tersenyum kecil. “Tidak sulit melukis apel dengan sempuran, bukan? Kau hanya perlu melukis lingkaran, kemudian mewarnainya dengan warna merah.”

“Kalau memang semudah itu, kita semua seharusnya melukis apel,” kata Baekhyun, dan berhenti sejenak menyapu sepotong benang khayalan dari lengan bajunya. “Anda beruntung memiliki bakat yang begitu unik… wah, kalau bukan karena lukisan-lukisan indah Anda, rumah ini akan menjadi sangat biasa.”

Yeonju tertawa mendengarnya. Tidak satu pun di rumah ini yang bisa dideskripsikan dengan biasa. “Meskipun begitu, untuk sementara ini aku memutuskan untuk berhenti.”

“Saya rasa lebih baik begitu, Miss. Ada yang ingin menemui Anda.”

Tiba-tiba perasaan adanya pertanda buruk menghinggapi Yeonju. “Tamu?”

“Benar, Miss,” respon Baekhyun, terlihat sangat senang. “Miss Eunsang dan Miss Emma dari London!”

Tamu dari London! Mungkinkah keluarga suaminya? “Apa… apa suamiku…”

“Oh ya, Miss. Sekarang Tuan Chanyeol sudah pulang dan telah bersama mereka, beliau meminta saya menjemput Anda.”

Yeonju memaksa dirinya tersenyum ke Baekhyun, yang kelihatannya sangat senang karena telah kedatangan tamu dari London. “Baiklah kalau begitu,” kata Yeonju dengan kibasan ringan pergelangan tangannya, dan melanjutkan langkah menuju rumah, Baekhyun mengikutinya dengan gelisah. Tamu! Oh Tuhan! Wanita-wanita ini, siapa pun mereka, akan melihat kalau pewaris L.co Group keempat tidak peduli dengan istri barunya.

Saat mereka masuk ke dalam rumah melewati ruang duduk di teras, Yeonju berhenti sejenak memeriksa rambutnya di cermin. Baekhyun berseri-seri memberikan persetujuannya, meyakinkan kalau Yeonju terlihat menarik, dan dengan gugup melompat dari satu kaki ke kaki lain sampai ia puas tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Ketika mereka tiba di ruang tamu, Baekhyun dengan bangga menarik pintu terbuka.

Dua wanita paruh baya melompat berdiri saat Yeonju masuk, keduanya berbicara dengan bersemangat saat Chanyeol maju ke depan. Ia tersenyum kosong ke arah Yeonju dan memberi isyarat agar masuk ke dalam ruangan. “Eunsang-Ahjumma, Miss Emma, mari kuperkenalkan dengan Miss Yeonju Park,” katanya lancar. Yeonju membungkukkan kepalanya memberi hormat, bermaksud menyampaikan salam yang pantas, tapi kedua wanita itu langsung berceloteh  sebelum ia sempat membuka mulut.

“Miss Park, bagus sekali kedengaranya, tidakkah menurutmu begitu, Em?”

“Sangat hebat, terutama karena kita tidak pernah menyangka Chanyeol memilih wanita yang lebih cantik.”

“Oh ya ampun, tidak pernah!” ulang Eunsang-Ahjumma.

Tidak yakin harus bagaimana merespon, Yeonju tergagap, “Aku, um, terima kasih.”

“Eunsang-Ahjumma adalah bibi dari orangtua teman dekatku, Kim Joonmyun,” Chanyeol memberitahu. “Dan Miss Emma adalah sahabatnya. Mereka mampir dalam perjalanan ke Incheon, untuk mengunjungi saudara perempuan Miss Emma.”

“Sudah lama sekali sejak aku memutuskan tinggal di London.” Eunsang-Ahjumma mendesah. “Aku sangat merindukan makanan di sini.”

“Kimchi!” cetus Miss Emma.

“Kimchi!” ulang Eunsang-Ahjumma dan melipat kedua tangan montoknya di atas perutnya. “Aku tidak bisa menemukan rasa kimchi yang pas di London. Apa kau pernah ke London, Miss Yeonju?”

Ya Tuhan, Yeonju bahkan hampir tak pernah ke Pulau Jeju! “Sayangnya aku belum pernah,” jawabnya, dan sensasi kikuk yang baru-baru ini terasa familier mulai merayap ke tulang-tulangnya. Ia memberi isyarat ke beberapa kursi dengan tak berdaya. “Silahkan duduk.”

Kedua wanita itu melakukannya dengan bersemangat, dan meluncur ke dalam diskusi tentang rencana perjalanan mereka. Sejauh yang Yeonju tahu tidak ada satu pun detail yang terlewatkan, termasuk kelegaan yang kedua wanita tersebut rasakan karena saudara perempuan Miss Emma tinggal di Incheon dan bukan di Busan. Mengapa mereka melakukan perjalanan ini untuk melihatnya, kelihatannya, akan tetap menjadi misteri.

Mereka bicara tanpa henti, saat yang satu selesai, yang satu mulai. Dan sebagian pembicaraan mereka diarahkan kepada Chanyeol. Yeonju mencoba ikut bercakap-cakap, tapi celoteh mereka mengintimidasinya dan ia benar-benar tak memiliki apa-apa untuk ditambahkan. Kalau ia berhasil mengatakan sesuatu, kelihatannya para wanita itu nyaris tak mendengarnya. Oh, mereka tersenyum dan menganggukkan kepala kepadanya dengan cukup ramah, tapi perhatian mereka sebagian besar ditujukan kepada Chanyeol.

Dan pria itu, tentu saja, tidak memberikan tanda-tanda mendengar apa yang ia ucapkan, namun ia cukup mudah bercakap-cakap dengan para wanita itu, seperti Yeonju pernah melihat pria itu bercakap-cakap dengan semua temannya.

Setelah para wanita itu menyelesaikan cerita mereka tentang Incheon, mereka mulai mengoceh tentang kejadian-kejadian di London, membicarakan orang-orang dan tempat-tempat yang tidak diketahui Yeonju. Tidak sekali pun mereka berusaha menjelaskan padanya siapa Mr. Johnson itu, atau mengapa pria itu mengalami depresi berat. Mereka juga tidak berusaha menjelaskan pentingnya Simon Basset, yang kelihatannya menjadi tuan rumah beberapa pesta di sana, yang mereka semua pernah datangi. Mereka juga bersenang-senang di sana, bila menilai dari suara tawa terbahak-bahak mereka ketika beberapa kejadian disinggung kembali.

Melepaskan usaha lemahnya untuk bergabung dalam percakapan di mana ia jelas merupakan orang luar, Yeonju terhenyak di kursi empuk, merasa yakin dirinya dan corak bunga tak bisa dibedakan. Ketika Eunsang-Ahjumma berdiri dan mulai melihat-lihat ruangan tersebut, terpikir olehnya untuk bergabung dengan wanita itu, tapi Chanyeol bergegas berdiri, melangkah di samping wanita itu dan mengangguk-angguk serius ke arah salah satu lukisan Yeonju yang dikagumi wanita itu.

Kemudian penderitaan Yeonju beralih ke rasa sakit yang mulai memuncak. Ketika Eunsang-Ahjumma menanyakan siapa pelukisnya, Chanyeol hanya menggeleng. “Kurasa ajudanku membelinya di pasar lokal.” Jawabnya tak peduli, dan mengarahkan Eunsang-Ahjumma ke sebuah vas oriental mahal yang baru saja tiba. Suaminya yang menyebalkan tidak tahu kalau itu lukisannya! Setelah satu minggu merasa seperti wanita tak berguna, amarahnya tersulut dan api mejalari tubuh Yeonju dengan kecepatan yang menakutkan. Pria itu tidak benar-benar bicara dengannya, ia tidak mengakuinya dalam berbagai cara, dan ia tidak ingat kalau Yeonju melukis! Terkutuklah suaminya! Walaupun ia yang mengajukan lamaran, Yeonju yakin bahwa suaminya berjanji akan memperlakukannya dengan baik—seperti seorang suami. Walaupun mereka tidak saling mencintai. Mungkin, tepatnya, salah satu dari mereka tidak mencintai pasangannya, sedangkan yang satu lagi menyembunyikan rasa cintanya.

Ketika Yongguk mengumumkan teh sudah siap, kedua wanita tersebut dengan bersemangat menerima undangan Chanyeol, di saat yang sama bersumpah mereka benar-benar harus melanjutkan perjalanan. Chanyeol mengulurkan kedua lengannya untuk mereka, tersenyum sopan pada celotehan yang mereka ucapkan dengan serempak. Yeonju tetap duduk, dengan sabar memandangi mereka yang berjalan ke pintu ruang tamu. Sesampainya mereka di sana, Eunsang-Ahjumma berhenti menoleh cepat ke belakang membuat ikal keriting rambutnya yang seperti sosis menari-menari liar. “Miss Yeonju, kau tidak bergabung dengan kami?” tanyanya dengan manis.

Chanyeol tersentak dan berputar. “Yeonju-ssi! Aku benar-benar minta maaf, aku khawatir aku telah melupakanmu,” katanya sambil tertawa kecil tanpa bermaksud jahat, dan tersenyum memesona kepada kedua wanita itu.

Suaminya telah melupakannya—tapi bukankah itu menyenangkan! Dan mengapa Yeonju harus merasa terkejut? Pria itu nyaris tidak menyadari kalau ia ada, jadi seharusnya ia tak merasa tersinggung karena pria itu melupakannya. Namun ia memang tidak tersinggung, ia bahkan tidak marah kepada suaminya. Perlahan-lahan Yeonju mendorong kursinya dan melangkah ke tempat mereka berdiri, selama perjalanan hanya memastikan dirinya tidak akan jatuh untuk bersujud ke kaki suaminya. Mengemis-ngemis untuk mendapat perhatian suaminya.

“Ooh, aku mencium bau kue. Aku suka kue!” Miss Emma berceloteh dan mereka bertiga keluar, melangkah santai melewati koridor, meninggalkan Yeonju berjalan di belakang.

Obrolan berlanjut, tak berkurang, selama acara minum teh. Setelah bersikeras ia akan mengenalkan Yeonju saat membawanya ke London untuk acara peluncuran produk parfume nanti—sesuatu yang kelihatannya Eunsang-Ahjumma yakin akan terjadi—ia mulai bercerita tentang sebuah kisah memalukan tentang permainan kartu ketika ia kalah melawan wanita bernama Ahn Yoonra. “Aku bersumpah, aku sungguh-sungguh berharap diriku adalah seorang pria agar aku bisa membela kehormatanku dengan pantas,” katanya gusar, dan memasukkan satu buah stroberi ke dalam mulutnya. “Apa kau bermain kartu, Sayang?” ia bertanya pada Yeonju, sambil dengan hati-hati mengeluarkan bagian puncak stroberi ke serbetnya.

“Tidak, aku khawatir aku tidak mengetahui peraturannya,” jawab Yeonju jujur, dan ingin melempar serbetnya saat Eunsang-Ahjumma bertukar tatapan singkat yang tak salah lagi merupakan pandangan mengasihani dengan Miss Emma.

“Aku pernah nyaris harus membela harga diriku dengan Ahn Yoonra,” Chanyeol terkekeh pelan. “Dia hampir tak bisa menerima kehadiranku pada pesta di London musim panas yang lalu.”

“Oooh, kau memang pria yang berbahaya, Mr. Park!” pekik Eunsang-Ahjumma, dan dengan main-main memukul lengan Chanyeol sementara Miss Emma tertawa terbahak-bahak.

Merasa kalah, Yeonju terhenyak di kursinya dan mulai memisahkan kismis dari scone-nya, menumpuknya tanpa beripikir di satu sisi piringnya. Entah di mana di tengah-tengah deskripsi mendetail tentang keburukan Ahn Yoonra, ia menangkap Chanyeol melihat piringnya. Ia merespon dengan tatapan kaku, namun pria itu bahkan tidak berkedip, dan sebaliknya, malah merespon pertanyaan Miss Emma dengan sopan mengenai perjalanan terakhirnya ke London. Kemudian Eunsang-Ahjumma dengan santai menyinggung kalau ia bertemu dengan Kim Nari yang “malang”. Hawa dingin tiba-tiba hinggap di ruangan tersebut. Yeonju langsung mendongak dari tumpukan kismisnya.

“Eunsang!” desis Miss Emma.

“Aku benar-benar minta maaf, Mr.Park!” Eunsang-Ahjumma terkesiap. “Aku tidak tahu apa yang kupikirkan! Kau harus memaafkanku!”

“Tidak ada yang perlu dimaafkan, Ahjumma,” sahut Chanyeol dingin. Yeonju melihat dari Chanyeol ke kedua wanita itu dan kembali lagi. Ekspresi wajah suaminya tetap tak terbaca. “Siapa Kim Nari?’ tanyanya. Tiga pasang mata tiba-tiba terkunci di wajahnya.

“Seorang kenalan, Sayang. Bukan orang yang kau kenal,” gumam Miss Emma.

Ya, seperti semua orang lain yang mereka bicarakan! Yeonju menurunkan garpunya. “Hanya kenalan? Kalau begitu kenapa kau merasa begitu bersalah, Eunsang-Ahjumma?” tanyanya dengan manis,  dan hampir bisa merasakan ketidaksenangan Chanyeol memancar dari seberang meja berukuran kecil itu.

“Dia temanku, Yeonju. Ibunya meninggal baru-baru ini,” sahut Chanyeol tegang. Eunsang-Ahjumma tiba-tiba sangat tertarik dengan kuenya, Miss Emma pura-pura mengamati dari dekat bunga-bunga di atas meja.

“Aku benar-benar minta maaf,” kata Yeonju, tapi entah kenapa ia tidak merasa menyesal, tidak sama sekali. Bagaimana ia bisa tahu kalau suaminya punya teman yang baru saja berduka? Lagi pula pria itu tidak pernah mengenalkannya ke teman-teman terdekat. Yeonju memang tahu beberapa orang kenalan Chanyeol, tapi ia tidak mengetahui hubungannya Chanyeol dengan mereka. Kim Nari pasti teman terdekatnya karena mendapatkan perhatian yang begitu banyak dari Chanyeol. Ini bisa dilihat dari emosi suaminya begitu Eunsang-Ahjumma mengungkit gadis itu. Kalau suaminya merasa tak nyaman, itu salahnya sendiri, dan dengan pelan-pelan dan berpura-pura tak peduli ia meneruskan mengatur kismis di atas piringnya.

 

 

 

***

 

 

Contact me: houseofallendale@yahoo.com

 

Hello Readers~~ aku ada sedikit pengumuman nih. Sebelumnya terima kasih untuk kalian dan review yang luar biasa yang saya terima. Ada beberapa yang bertanya-tanya ‘Kok konsepnya kaya bangsawan-bangsawan gitu?’ Well, dari penjelasan disclaimer yang sudah saya jelaskan ff ini terinspirasi dari film Anna Karenina dan BBF yang memang bertema bangsawan atau orang-orang kalangan atas. Berhubung aku suka sama yang ber-genre bangsawan, jadi, jangan heran kalau ff ini sedikit beda dari ff biasanya. Lebih baik saya ingatkan bagi yang tidak suka atau merasa ff ini melenceng dari budaya Korea, well, mohon maaf tolong hiraukan saja ff abal-abal ini.

Dan untuk chapter selanjutnya, aku mau memberi password di ff ini. Secepatnya mungkin aku bakal hubungin adminnya. Jadi, kalau chapter berikutnya sudah di protect, bagi yang mau tahu pw-nya mohon kirim username kamu yang sama saat digunakan untuk menulis komen ke email yang di atas. Terima kasih!^^ Love you all~

 

 

-xoxo-


Winter Tears (Chapter 1)

$
0
0

Winter Tears

PhotoGrid_1399626420059

Title                 : Winter Tears (Chapter 1)

Author             : Claraaprillia@claraKHB

Rating             : PG – 15

Length             : Chaptered

Genre              : AU, Romance, Sad, Family

Main Cast        : Park Ji Eun (OC)

Xi Luhan

Other Cast       : Kim Jong In

Kim Na Yoon

DC                    : FF ini milik author dan jangan sampai meng-copast FF ini tanpa izin. RCL, gomawo ^^ maaf untuk typo(s). Happy reading.

Note                  : FF “Winter’s Tears” ini merupakan sequel dari FF “The Real Destiny”.

————————————————-

Dirimukah yang saat ini bersamaku?

Jujur, aku bahkan hampir tak mengenalmu

—————————————————————————

~~~~~ Winter Tears ~~~~~

 

Author

Satu tahun lamanya semenjak Ji Eun dan Luhan saling menyatakan perasaan mereka. Serasa baru kemarin memang, namun waktu berjalan begitu cepat. Di awal musim gugur keduanya nampak begitu hangat dan harmonis, begitu pula hari ini.

“Kau tidak ada kelas hari ini?” tanya Ji Eun pada Luhan dengan mata yang terfokus pada layar ponselnya.

“Tidak. Aku ingin menghabiskan seharian penuh bersamamu hari ini.” Jawabnya dengan tersenyum ceria.

“Kau kira aku bersedia kencan dengan laki-laki yang rajin absen kuliah sepertimu? Andwae! Kau harus kuliah hari ini.”

“Kalau aku tidak mau?” seketika itu pula Ji Eun melemparkan death glare nya pada Luhan.

Luhan yang melihat tingkah kekasihnya itu pun hanya dapat tersenyum geli. Ia merasa saat-saat seperti inilah yang dinamakan kebahagiaan, duduk berdua di taman dan mengobrol dengan hangatnya.

“Hmm, baiklah. Aku akan pergi kuliah, namun jangan salahkan aku jika bertemu gadis lain yang lebih cantik darimu lalu…” Luhan menggantungkan kalimatnya.

“Lalu apa? Percaya saja kau tidak akan mampu melakukan itu padaku. Sudah, cepat berangkat!” ucap Ji Eun dengan memberi tanda kepada Luhan untuk segera pergi kuliah.

“Kau kira aku tidak bisa? Lihat saja nanti!” Luhan menanggapi komentar Ji Eun dan kemudian berlalu sambil melambaikan tangannya pada gadisnya itu.

Begitulah kedua insan ini menjalani hari-hari mereka. Tawa, canda, emosi, terkadang menjadi penghias dalam kisah asmara mereka berdua.

 

Luhan

Satu tahun ditambah satu bulan, ah tiga belas bulan sudah aku dan Ji Eun bersama. Tidak terasa sudah cukup lama. Kulihat wajahnya saat dulu masih duduk di bangku SMA pada layar ponselku. Ya, memang kupasang wallpaper foto kami berdua saat masih SMA. Terlihat sangat kuno memang, tapi bagiku saat-saat itulah yang menjadi kenangan manis untuk selalu dikenang.

“Permisi.” Suara seorang perempuan menyadarkanku dari lamunanku.

“Ah, ya? Ada yang bisa saya bantu?”

“Apa kau tahu dimana gedung Bussiness Management?”

“Oh, kau hanya perlu berjalan lurus kemudian belok ke kiri.” Jawabku singkat.

“Baiklah, terima kasih.”

“Apa kau baru di sini?” tanyaku singkat padanya.

“Ya, begitulah. Namaku Kim Na Yoon, aku baru datang dari New York. Dan sekarang melanjutkannya di sini. Bagaimana denganmu?”

“Oh, aku Xi Luhan. Semester dua bidang Olah Raga. Senang bertemu denganmu.”

“Senang bertemu denganmu juga. Sepertinya aku harus segera pergi karena ini sudah sangat terlambat. See you soon, annyeong~” lanjutnya dengan bergegas menuju arah yang sebelumnya telah kutunjukkan.

Ramah. Bagi pendatang baru, apalagi dari negara besar seperti Amerika, jarang ada yang seperti dia. Ah, dia mungkin orang yang baik.

 

Seoul, 2 p.m KST

“Kau akan pulang telat? Sungguh? Ah, jangan sampai membuat orangtuamu cemas, arra? Baiklah kututup teleponnya, annyeong~ saranghae~”

Apa-apaan gadis itu? Apa dosennya memberi banyak tugas hari ini? Seharusnya sekarang adalah waktu kencan kami, tapi… sudahlah. Mungkin tugasnya jauh lebih penting,seharusnya aku tahu itu.

“Ah, Luhan-ssi!”

“Kau? Kita bertemu lagi. Apa kabar?”

“Baik tentunya, dan kau?” ia bertanya dengan mata yang berbinar.

“Aku juga baik. Bagaimana harimu di universitas?”

“Tidak terlalu buruk, aku senang karena telah mendapatkan cukup banyak teman termasuk kau.”

“Ah, ya. Mulai sekarang kita adalah teman, bila kau membutuhkan bantuan hubungi saja aku. Akan kuusahakan semampuku.” Balasku dengan tidak kalah ceria.

“Wah, kau memang baik Luhan-ssi.”

“Ah, itu.. cukup Luhan saja, okey?”

“Oh, maaf. Baiklah, Luhan.”

Kami pun mulai terbiasa mengobrol dan larut dalam topik perbincangan yang tak ada habisnya. Benar dugaanku, dia merupakan orang yang baik dan satu lagi, menyenangkan. Sangat menyenangkan.

 

~~~~~ Winter Tears ~~~~~

Ji Eun

Ada apa dengan dosen satu ini? Baru setengah jam lalu dia berkata akan memberi bimbingan untuk tugas membuat makalah, dan sekarang? Dia justru membatalkannya? Tahu seperti ini aku lebih baik pergi bersama Luhan. Aku rasa dia sedikit kecewa saat kutelepon tadi, terdengar jelas dari suaranya saat menyahutiku.

“Apa lebih baik ku telepon dia saja, ya?” gumamku seraya mengambil ponsel dari saku jaketku.

Kutekan panggilan terakhirku,’Lulu^^’. Nada sambung terus berbunyi namun tidak diangkat. Apa dia tidak mendengarnya?  Kucoba sekali lagi dan hasilnya pun sama.

“Apa dia sibuk?” lirihku dengan heran.

Lebih baik kutemui dia langsung. Sekali-sekali aku ingin memberinya kejutan.

 

Seoul University, 3.30 p.m KST

“Ah, bukankah seharusnya ia sudah pulang dua jam lalu? Untuk apa aku kemari? Tentu dia sudah pulang, Park Ji Eun.”  Runtukku dalam hati. Namun saat hendak berbalik, seseorang menabrak bahuku.

“Maafkan aku, aku benar-benar tidak melihat.” Ucapnya seketika.

“Ohh, tak apa. Aku tak apa-apa, bagaimana denganmu?”

“Justru aku yang harus menanyakan itu padamu. Sekali lagi aku minta maaf.” Ia berkata dengan terus menerus membungkukkan badannya.

“Sungguh, aku baik-baik saja. Lain kali berhati-hatilah.”

“Oh, ya. Aku akan lebih berhati-hati. Baiklah, aku harus pergi sekarang. Kuharap kita bisa bertemu lagi.” Ia tersenyum dengan cerianya. Aku baru menyadarinya, dia cantik bahkan sangat cantik.

“Sampai jumpa lagi.” Sahutku kemudian.

Sepertinya dia juga orang yang baik. Siapa dia?

 

Author

Angin sore berhembus menerpa wajah Ji Eun yang sedang duduk di salah satu bangku taman Universitas Seoul, kampus Luhan. Entah apa yang ia pikirkan saat ini sampai ia merasa nyaman duduk santai di tempat itu.

Namun tanpa ia sadari sepasang manik mata sedang memperhatikannya dengan senyuman mengembang di bibirnya. Siapa lagi? Tentu Luhan.

“Apa yang kau lakukan di sini?” suara lembut milik Luhan sedikit mengejutkan Ji Eun di tengah aktivitas melamunnya.

“Oh, kupikir kau sudah pulang?” wajah Ji Eun menampilkan ekspresi yang begitu lucu sehingga Luhan mencubit pipinya lembut.

“Anni, aku belum ingin pulang. Ternyata benar dugaanku, hari ini kita akan tetap pergi kencan. Ayo kita pergi sekarang!” ajak Luhan seraya menarik tangan Ji Eun dengan semangat.

Ji Eun yang diperlakukan seperti itu hanya dapat menahan tawanya geli.

 

~~~~~ Winter Tears ~~~~~

Tak terasa hari mulai gelap hingga menjadi malam. Luhan dan Ji Eun terlarut dalam indahnya kisah cinta yang mereka rajut berdua. Ketika keduanya sedang berjalan di Seoul District, seseorang memanggil nama Luhan dengan cukup lantang.

“Luhan!” dan suara tersebut cukup mampu membuat si pemilik nama dan kekasihnya itu menoleh kearah sumbernya.

“Kau?” mata Luhan sedikit terbuka lebar melihat seseorang di hadapannya kini.

“Benar! Kau sedang jalan-jalan ya? Dan bersama… oh?” ucapan gadis itu pun terhenti begitu melihat Ji Eun.

“Ah, annyeong. Kita bertemu lagi.” Sahut Ji Eun seketika dan membuat Luhan yang berdiri di sebelahnya kini menatapnya tidak percaya.

“Ya, kau yang tadi itu ‘kan? Ah, maafkan aku soal tadi, aku benar-benar tidak melihat. Ehm, kalian mirip sekali. Sibling?”

“Ah, tidak…” belum sempat Ji Eun mengakhiri kalimatnya, gadis itu telah memotongnya terlebih dahulu.

“Tidak perlu malu-malu. Ehm, aku iri pada pasangan sibling seperti kalian. Terlihat sangat akur dan baik. Oh, iya satu lagi. Kita belum sempat berkenalan, bukan? Namaku Kim Na Yoon, aku teman satu kampusnya Luhan. Kau?” sambungnya panjang lebar.

“Park Ji Eun, aku kekasihnya Luhan.” Ucap Ji Eun sedikit ragu.

“Kekasih? Ah, ayolah.. yang benar saja. Kalian begitu mirip, aku yakin hubungan kalian adalah bro and sist, okey?” Na Yoon menimpali ucapan Ji Eun.

“Tidak, dia benar. Park Ji Eun ini adalah kekasihku.” Luhan pun menyahuti dengan yakin.

Seriously? Oh my God, i’m so sorry about my oppinion. Maafkan aku sekali lagi.” Seru Na Yoon dengan wajah tak percaya.

“Tak apa, lagi pula memang banyak orang yang mengatakan kalau kami berdua mirip.” Timpal Luhan.

“Ya, benar sekali. Kukira kau belum memiliki kekasih, jadi aku bisa mendekatimu. Hahaha, just kidding! Sepertinya aku harus pulang sekarang, tidak ada alasanku untuk tetap bersama kalian dan mengganggu malam kalian. Dan maaf soal ini.”

“Ah, tak apa. Justru kami akan senang jika kau mau bergabung dengan kami.”  Ji Eun berusaha meyakinkan Na Yoon.

“Apa kau bilang?” Luhan yang terkejut atas pernyataan Ji Eun pun mengernyitkan dahinya.

“Anni, tidak perlu. Aku tidak ingin mengacaukan suasana indah kalian berdua.”

“Kim Na Yoon, kumohon.” Namun sepertinya innocent eyes milik Ji Eun mampu meyakinkan Na Yoon untuk bergabung dengannya dan Luhan. Sedang Luhan hanya dapat diam dan menerima saja keputusan Ji Eun.

Sepanjang jalan mereka habiskan dengan berbagi cerita, terlebih Na Yoon yang banyak bercerita tentang kesehariannya saat di New York.

“Jika saja tadi aku tak bertemu Luhan, pasti hari ini aku akan bolos di hari pertamaku masuk Universitas. Ah, jeongmal gomawo Luhan.”

“Ah, tak masalah.” Luhan membalas dengan senyuman ramah di bibirnya.

Saat mereka berhenti untuk makan mi ramen di pinggir jalan, Na Yoon kembali mendominasi percakapan antara mereka bertiga. Namun, kali ini Luhan pun mulai masuk dalam topik yang menarik bersama Na Yoon hingga sedikit mengabaikan Ji Eun yang hanya tersenyum menanggapi cerita keduanya.

“Dulu aku sempat berlibur ke New York dan sebelum berangkat aku berpikir mungkin aku lah orang yang paling putih disana sambil memandangi diriku sendiri di cermin seperti ratu jahat di cerita snow white. Akan tetapi saat aku sampai di New York aku merasa malu karena kenyataannya kulit mereka jauh lebih putih dibandingkan denganku yang tidak ada apa-apanya ini.” Seketika tawa pun pecah diantara mereka.

“Kemudian aku berkata pada ibuku, ‘kau bilang aku akan menjadi orang dengan kulit yang paling putih di Amerika?’ lalu ibuku menjawab ‘ya, jika kau pergi ke amerika di kawasan Detroit (wilayah orang kulit hitam/negro)’ dan aku hanya dapat ber-oh ria dan berkata ‘baiklah, bisa kau bawa aku kesana?’ aku benar-benar tidak tahu apa itu Detroit karena usiaku yang masih kanak-kanak.” Tawa mereka pun semakin menjadi-jadi.

Di tengah suasana hangat yang mereka ciptakan, tiba-tiba ponsel Ji Eun berdering. Dia pun segera mengangkatnya karena rupanya yang menelepon adalah ibunya.

“Ne, Eomma?” Ji Eun terdiam beberapa saat. Begitu pun Luhan dan Na Yoon.

“Aku mengerti, aku akan segera pulang.” Kalimat terakhir yang diucapkan Ji Eun sebelum memutuskan panggilannya.

“Ada apa?” Luhan yang heran melihat perubahan ekspresi pada wajah Ji Eun.

“Tidak. Tidak perlu kuatir. Aku harus pulang sekarang, kau bisa mengantarku?” sahut Ji Eun kemudian pada Luhan.

“Ah, itu. Bukannya aku tidak mau mengantarmu, Ji Eun-ah, tapi bagaimana dengan Na Yoon bila seorang diri di tempat seperti ini?” ucapnya sedikit ragu.

“Ah, tak apa. Aku benar-benar tak apa jika harus pulang sendiri. Ya! Luhan, antarlah dia. Dia itu kekasihmu bukan?” Na Yoon berkata dengan ekspresi terkejutnya.

“Ah, ya. Aku hampir lupa. Benar, lebih baik kau temani Na Yoon. Bahaya jika seorang diri disini. Kalau bisa kau antar dia pulang.” Ji Eun membenarkan pernyataan Luhan.

“Ji Eun-ah~” belum sempat Na Yoon menyelesaikan kalimatnya, Ji Eun sudah memotongnya terlebih dahulu.

“Ah, tak apa. Tak perlu sungkan seperti itu, aku harus pulang sekarang. Satu lagi, aku tidak seberapa suka dengan ‘Ji Eun-ah’ itu. Jaga dia, Luhan!” perintah Ji Eun pada kekasihnya.

“Kau bisa mengandalkanku, chagi~ annyeong!” Ji Eun pun segera berlari mencari taxi untuk pulang ke rumahnya.

 

Luhan

“Kau sangat beruntung, Luhan.” Suara Na Yoon membuatku sedikit tersentak.

“Eoh? Maksudmu?” tanyaku yang tak paham maksud ucapannya.

“Ji Eun. Dia sangat manis dan baik hati. Dia jauh memikirkan keadaan orang lain dibanding dengan dirinya sendiri.” Jelasnya dan membuatku teringat akan sesuatu. Masa lalunya, masa lalu kami.

“Ya, dia memang begitu. Dia luar biasa.” Aku pun menanggapi penjelasannya barusan sambil terus menatap arah perginya Ji Eun yang semakin menghilang dari pandangan mataku.

“Kau sangat mencintainya?” pertanyaan singkat yang membuat hatiku sedikit miris. Mengapa dia bertanya seperti itu? Apa tidak terlihat jelas bagaimana aku mencintai Ji Eun?

“Apa yang kau bicarakan? Tentu aku amat mencintai Ji Eun.” Jawabku sedikit terbawa emosi.

“Ah, maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti itu, hanya saja… aku iri.”

“Iri? Bagaimana..”

“Aku hanya.. memiliki masa lalu yang buruk.” Ungkapnya yang membuatku sedikit terkejut karena perubahan ekspresi pada wajahnya yang menjadi datar. Kuperhatikan wajahnya sambil meneguk soju di gelasku.

Tanpa kuminta untuk bercerita, ia dengan kesadarannya sendiri menceritakan tiap kejadian yang ia alami di masa lalu.

“Aku.. selalu dan selalu merasakan ini. Sahabatku bertambah dari hari ke hari dan hal itu membuatku senang. Namun aku tak pernah menyangka bahwa pada akhirnya merekalah yang menjadi penghancur bagi kisah cintaku.”

Kutanggapi ceritanya dengan menganggukan pelan kepalaku dan tetap serius mendengarnya berbicara.

“Mereka bertanya bagaimana perasaanku pada orang yang aku sukai dan dengan senang hati kuceritakan pada mereka. Namun, siapa sangka? Ternyata justru mereka yang menjalin hubungan dengan orang yang kusukai itu. Aku tak masalah jika mereka memang menjalin hubungan, hanya saja mengapa mereka harus berbohong dan mengatakan akan membantuku untuk mendapatkan hati pria itu?” kupandangi wajahnya semakin terlihat sedih.

“Atau memang aku harus selamanya begini? Tak pernah mendapat akhir bahagia di tiap kisahku?” pertanyaan itu sempat membuat hatiku tersayat.

Tunggu!

‘Kim Sae Ri, Cho Ji Hyun, dan Shin In Joo ~ aku tak akan pernah membenci mereka. Karena adanya mereka kini aku bersamamu, Xi Luhan ~’

“Sahabat kau bilang?” tanyaku untuk meyakinkan.

“Benar, sahabat.”

Ada apa ini? Mengapa bisa seperti ini? Bagaimana bisa kisah Na Yoon sama seperti Ji Eun? Ah, nyatakah semua ini?

“Lalu, siapa orang yang selalu bersamamu kala kau sedih dan merasa sendiri?”  kuberanikan diri bertanya padanya.

Nobody can help me and nothing can support me. I’m just alone~”

Ini dia yang membedakan. Jika Ji Eun masih memilikiku untuknya dapat bertahan, Na Yoon tak memiliki siapa pun untuk menghiburnya dan menguatkan hatinya. Dia sungguh malang.

“Kau.. kau tak perlu kuatir mulai dari sekarang. Karena kini kau memiliki  kami, aku dan Ji Eun. Kami akan selalu ada untukmu.”

“Gomawo Luhan-ah~” ucapnya seraya tersenyum padaku. Ya, senyum seperti milik Ji Eun yang terlampau tulus dan membawa kedamaian di hati.

 

~~~~~ Winter Tears ~~~~~

Ji Eun

“Dasar wanita tak diuntung! Masih bagus kau kuhidupi selama ini! Makan, minum, tempat tinggal, pakaian, apa lagi huh? Aku hanya ingin keluar dengan wanita-wanita itu saja kau mencegahku? Bukankah hidupmu hanya untuk uang?!”

Ya, aku tahu memang akan seperti ini tiap hari jika dia pulang. Appa.

“Kumohon kali ini saja. Ji Eun akan segera datang, kau harus melihatnya! Jangan buat dia bersedih lagi, kumohon.” Suara Eomma terdengar amat serak, dia pasti menangis begitu banyak.

Kubuka pintu rumahku dan benar saja mereka berdua langsung menoleh kearahku dengan pandangan yang berbeda-beda.

“Aku pulang.” Eomma yang melihatku datang langsung hambur ke tubuhku dan memelukku erat.

“Kau sudah pulang, nak.” Ucapnya dengan pandangan bahagia.

“Apa ini hasil didikanmu? Pulang sampai semalam ini dan bau apa ini? Ah, kau minum soju kan? Mengaku saja! Dasar gadis yang buruk!” Appa mulai membuatku geram.

“Aku bisa seburuk ini juga karena perbuatanmu. Sepertinya sifat burukmu mengalir deras dalam darahku. Jadi, jangan pernah salahkan aku.”

“Kurang ajar! Siapa yang mengajarimu berbicara seperti itu, huh?”

“Kau!”

Plak!

Benar, bukan? Aku sudah mengira ia akan melakukan ini padaku.

“Hentikan! Jangan lukai dia lagi!” Eomma yang tidak tahan lelaki itu menamparku segera mencegah perbuatan appa.

“Diam! Seperti ini jadinya didikan dari seorang ibu yang hanya memikirkan uang dan uang! Dasar kalian berdua memang tak tahu diuntung!”

Sesaat setelah dia berteriak seperti itu, ia pun meninggalkan rumah seperti biasa. Aku muak, sangat muak melihatnya ada di rumah.

 

~~~~~ Winter Tears ~~~~~

Author

Dua minggu semenjak ayah Ji Eun meninggalkan rumah untuk yang kesekian kalinya, Ji Eun merasa sedikit tenang. Ia merasa waktu-waktu bersama ayahnya merupakan waktu yang sangat mengerikan dan membuatnya muak.

“Kau baik-baik saja?” Luhan membuka percakapan diantara mereka.

“Ya, aku tak apa. Bagaimana ujianmu?”

“Ah, tidak sulit. Kau tahu ‘kan, aku ini sangat pintar? Ujian seperti itu saja jelas bukan masalah bagiku. Bagaimana denganmu?”

“Ah, entahlah. Aku tak benar-benar fokus pada ujianku. Aku merasa ragu dengan semua jawabanku kemarin.”

“Benarkah? Ada apa?”

“Tidak, tidak ada apa-apa.” Ji Eun memilih bungkam.

“Ya! Kalian berdua! Mengapa tak mengajakku kemari?” sahut Na Yoon yang datang tiba-tiba ke tempat mereka, cafe.

“Ah, maafkan aku. Aku lupa memberitahumu.” Jawab Luhan.

“Bagaimana bisa? Hampir setiap hari kita bertemu dan kau melupakanku? Padahal minggu lalu kau mengajakku ke tempat ini juga. Teman macam apa kau ini?” ucap Na Yoon tanpa jeda.

Keadaan sedikit hening dan tanpa mereka sadari kini wajah Ji Eun tengah menampilkan perubahan ekspresi. Ia sedikit bingung.

“Minggu lalu?” tanya Ji Eun.

“Benar. Ah, aku lupa kau sedang mempersiapkan ujianmu saat itu.” Na Yoon kembali berucap.

“Tapi Luhan.. bukankah kau pergi ke Beijing saat itu?” pertanyaan kedua Ji Eun mampu membuat Luhan tak berkutik.

“Itu.. aku..” Luhan yang nampak sedikit panik tak mampu menyembunyikan suaranya yang sedikit terdengar gugup.

“Beijing? Tidak, dia bersamaku.” Pernyataan Na Yoon seakan mampu menjawab kedua pertanyaannya barusan.

Luhan berbohong, kekasihnya membohonginya.

‘Apa yang sedang kau rencanakan? Kuharap bukan suatu hal yang buruk yang akan terjadi’

— To Be Continue —

 


Starry Sky

$
0
0

Starry Sky

Starry Sky

 

Author : Chanminmaa

Cast: Baekhyun EXO-K, You [OC]

Genre: Friendship, Slight!Comedy, Romance, Sad

Length: >2000w [Oneshoot]

Summary:

Baekhyun punya sebuah impian dan aku harus menggagalkannya!

***

Aku mengenal Byun Baekhyun cukup lama.

Mungkin sekitar 5 tahun, 60 bulan, dan 1.825 hari. Terhitung sejak awal pertemuan kami di sekolah menengah pertama, hingga sekarang, saat tanpa terasa kami sudah berada di tahun ketiga sekolah menengah ke atas.

Baekhyun yang kukenal memang tidak pernah berubah. Dia tetap tumbuh menjadi seorang namja bodoh dengan segala ide gila yang juga ikut tumbuh memenuhi otaknya. Tsk, ngomong-ngomong soal ide gila, aku sangat ingin memukul kepalanya sekarang!

 

“Kau lihat Baekhyun?”

 

Kali ini aku bertanya pada Chanyeol—teman Baekhyun yang baru saja keluar dari studio musik. Butuh waktu sepersekian detik ketika namja itu masih diam sembari menggaruk pelipisnya (tampak sedang berfikir), dan kemudian harus menguap terlebih dahulu sebelum memberiku satu gelengan kepala sebagai jawaban.

“Tidak.”

Ugh, menyebalkan.

Aku tahu akan seperti ini jadinya. Bertanya pada Chanyeol sama halnya membuang waktuku. Tak akan ada jawaban yang kuharapkan yang akan keluar dari mulutnya.

“Lalu kemana perginya si bodoh itu?” rutukku kesal, tanpa sadar berteriak di depan Chanyeol yang masih mematung di tempatnya.

Oh, apa sekarang aku juga tampak bodoh karena terlalu mengkhawatirkannya? Mengkhawatirkan Baekhyun yang tiba-tiba menghilang sejak jam istirahat berlalu dan hanya menyisakan tas ranselnya di kelas.

Lagi-lagi pikiran konyol kembali menabrak pikiranku. Membayangkan ada berbagai kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi pada Baekhyun semakin membuatku cemas. Benar, tidak biasanya Baekhyun seperti ini. Ya, karena kemanapun dia pergi, dia akan selalu memberitahuku—well, walau itu ke toilet sekalipun.

Aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Berniat menunggunya di sana, sesaat aku menghentikan langkahku ketika melihat tangga di ujung koridor. Seolah teringat akan sesuatu, sontak aku tergesa berlari menaiki tangga lalu membuka pintu utama yang menghubungkan tempat ini dengan balkon.

Dan…

 

Aku menemukannya!

Byun Baekhyun ada di sana. Yap, namja yang sedang terduduk di balkon, memakai balutan seragam yang sama sepertiku, serta wajah menengadah menatap langit itu, adalah Baekhyun. Si bodoh yang mencoba kabur untuk membolos pelajaran hari ini.

“Aww!” ringis Baekhyun saat aku memukul bagian belakang kepalanya.

“Berniat bunuh diri?” dengusku geli. Beranjak mengambil duduk tepat di sampingnya, kudengar Baekhyun hanya berdecak sebal—mengaduh kesakitan karena aku sudah memukulnya terlalu keras.

“Aish. Kenapa kau suka sekali memukulku?”

Terkekeh pelan, aku mendorong dahinya menggunakan satu telunjukku. “Tentu saja karena itu menyenangkan, bodoh.” kataku asal, hendak mendorong dahinya lagi, tapi Baekhyun buru-buru menangkap tanganku dan memasukkannya ke dalam saku blazer.

“Bukankah kau kemari karena mencariku, hm?”

Oh, benar juga.

“Ya.” kataku sembari mengangguk pelan.

Baru saja aku ingin menanyakan beberapa pertanyaan serta mengajukan protes terkait ide gilanya yang nekat membolos seharian ini. Tapi, melihat Baekhyun yang tengah sibuk mengambil sesuatu di balik blazer-nya membuatku mengurungkan niat.

“Apa ini?” tanyaku bingung.

Aku mengerti kertas apa yang kini ada di tanganku. Hanya saja aku tidak mengerti kenapa benda ini masih ada padanya sementara seharusnya Baekhyun sudah mengumpulkannya di meja Jung Songsaenim sejak seminggu yang lalu.

Form kelanjutan study?

“Aku bertanya kenapa kertas ini masih ada padamu, Byun Baekhyun.” kataku mulai emosi.

Baekhyun hanya tersenyum selagi aku menuntut penjelasannya, “Memangnya kenapa?” ujarnya balik bertanya, sekejap membuat emosiku kian meluap-luap.

“Kau bahkan belum mengisinya sama sekali dan sekarang masih bisa tersenyum?” menghela nafas jengah, aku menatap form itu juga Baekhyun secara bergantian. “Baek, kau tahu ‘kan kalau semua murid kelas tiga yang ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi diwajibkan untuk mengumpulkan form ini?”

Baekhyun mengangguk.

Dia. Hanya. Mengangguk.

Hey! Reaksi macam apa itu? Masa depannya sedang dipertaruhkan. Apa hanya itu reaksi yang dia tunjukkan?

“Aku tidak berniat mengisinya, oke? Aku tidak tertarik.” jawabnya tak acuh, lagi-lagi menunjukkan cengiran lebarnya—bersikap seolah ini bukanlah masalah besar yang perlu di perdebatkan. “Lagipula aku sudah mempunyai rencana lain.”

Rencana lain?

“Benarkah?” ya, itu cukup melegakan.

Byun Baekhyun—si bodoh itu mempunyai rencana lain dan itu sungguh melegakan. Kupikir hanya akan ada ide gila di otaknya yang imajinatif itu, tapi aku salah. Byun Baekhyun tidak segila itu (setidaknya dia masih memiliki rencana lain) dan itu artinya dia masih memikirkan masa depannya.

“Jadi, rencana apa yang kau maksud?”

***

“Bisakah kau membuka pintunya?”

“Tidak.”

“Kalau begitu aku akan menunggu.”

 

Kau tahu…

Terkadang aku sangat ingin membelah kepala Baekhyun. Aku ingin membelah kepalanya karena dengan begitu aku akan tahu apa yang ada dalam pikirannya. Pikirannya yang tidak bisa kumengerti!

Penyanyi?!

Apa bagusnya pekerjaan itu?

 

Apa bagusnya ketika kau berdiri di atas panggung?—melantunkan nada-nada merdu, sementara saat kau selesai orang-orang hanya akan memberimu ‘tepuk tangan’ sebagai hadiah.

Apa bagusnya ketika kamera itu hanya menyorotmu?—memperlihatkan jerawat atau apapun yang bisa saja membuatmu malu seumur hidup.

Apa bagusnya jika jutaan gadis itu menjadi fans-mu?—mengikutimu kemanapun kau pergi dan mengganggu hari-harimu yang menyenangkan

Apa bagusnya jika memiliki kehidupan semacam itu?—menjadi terkenal, lalu seluruh orang di dunia ini akan mengagumimu sebagai seorang selebriti.

 

Apa bagusnya semua itu hingga Byun Baekhyun bilang dia ingin menjadi seorang, Penyanyi?

“Bagaimana dengan sekarang? Bisakah kau membuka pintunya?” teriak Baekhyun dari luar.

Menggeram kesal, aku beranjak dari ranjang dan membuka pintu kamar dengan kasar. Besidekap enggan karena, ya, aku masih kesal setengah mati padanya. Aku marah dan tidak ingin melihat wajahnya—tapi, Byun Baekhyun terlanjur datang di saat yang tidak tepat.

“Kau marah padaku, ya?” tanyanya dengan wajah polos. Oh, perlukah kau menanyakannya lagi?

“Tidak.”

Baekhyun tertawa, masuk begitu saja ke dalam kamarku tanpa di persilahkan, kemudian duduk di dekat jendela di sudut ruangan: tempat favoritnya saat menyelinap ke rumahku setiap malam.

“Terlihat jelas kalau kau sedang berbohong.” ejeknya, sontak membuatku bertubi-tubi melemparkan tumpukan bantal padanya.

“Tsk, kau menyebalkan Byun Bacon.” dengusku, perlahan ikut duduk di sampingnya. Lagi-lagi kejadian tadi siang kembali mengusik pikiranku, masih tak habis pikir darimana Baekhyun mendapatkan lelucon konyol itu dan berani melontarkan hal paling gila sepanjang eksistensi hidupnya pada orang sepertiku—orang pertama yang akan menentang impiannya.

Penyanyi?

Sebenarnya, tak ada salahnya dengan itu.

Ya, harus kuakui kalau Baekhyun memiliki suara yang sangat merdu (aku pernah mendengarnya bernyanyi di pentas seni) dan aku terkesima. Dia juga terlihat seribu kali lipat lebih keren saat sedang memainkan piano di studio musik. Tapi, lebih dari sekedar itu…ada ketakutan luar biasa yang membuatku seperti ini.

“Kau bisa menjadi Pengisi Suara.” cicitku pelan, memainkan boneka teddy bear di pangkuanku seraya menatap Baekhyun yang juga sedang menatapku, “Atau Penyiar Radio.” tambahku, berharap Baekhyun akan berubah pikiran.

“Lalu?”

“Lalu berhentilah bermimpi menjadi Penyanyi, apalagi?”

Pft, aku tahu itu terdengar sadis.

Tapi, Baekhyun hanya tersenyum menanggapi perkataanku. Sejenak menghela nafas pelan sebelum jemarinya beringsut mengambil satu telunjukku dan menggerak-gerakkannya ke atas langit, seakan memberiku isyarat untuk segera menebaknya.

“Gunakan mulutmu dan bicaralah Baek. Kau tahu aku tidak suka main tebak-tebakan.” tandasku malas.

Baekhyun mendesah, memilih menyerah dan kali ini menunjuk keluar jendela menggunakan telunjuknya sendiri, sedangkan aku mengikuti arah pandangnya. “Bintang” gumamnya tak jelas, “Aku ingin bersinar seperti bintang.”

Apa?

“Bersinar seperti bintang?” ulangku tak mengerti, “Kau pasti tidak waras. Itu mustahil, bodoh!” aku menjitak kepalanya dengan sangat keras dan Baekhyun terlihat begitu frustasi—menatapku tak sabaran.

“Bintang bersinar = Penyanyi terkenal.”

 Aku mengangguk paham.

“Perumpamaan yang aneh,” komentarku seadanya. Untuk saat ini berhenti menunjukkan sikap penolakan dan berpura-pura mengalah selagi aku tetap berpikir bagaimana cara membuat Baekhyun melupakan mimpinya menjadi Penyanyi.

***

Setiap orang memiliki sebuah impian, bukan?

Dan bagi sebagian orang seperti Baekhyun, mereka menganggap hal itu adalah segalanya. Obsesi yang harus diwujudkan bagaimanapun caranya. Meski itu terdengar tidak logis—terlalu memaksa dan terlalu banyak hal yang perlu dikorbankan.

“Aku membencimu, Baek!” teriakku berang.

Bukan tanpa alasan mengapa aku tiba-tiba berteriak seperti orang kesetanan sementara kini aku dan Baekhyun sedang berdiri di tengah hujan deras. Baiklah, mungkin sebaiknya kami berteduh terlebih dahulu atau membicarakan masalah ini baik-baik di café.

 

Tapi, siapa yang peduli akan semua itu ketika emosimu sedang berada di puncak kemarahan?

 

Aku melayangkan sebelah sepatuku hingga mengenai tepat di punggungnya, “Aku sangat membencimu!” isakku kencang, mati-matian menahan diri untuk tidak menangis lagi. “Kau…pembohong.”

Sejenak diam, sesaat Baekhyun berbalik dan balas menatapku dalam. Berjalan menghampiriku yang sekarang justru terduduk di jalanan—membenamkan wajah diantara tumpukan lengan dan lutut, serta menangis sejadi-jadinya.

Pembohong?

Ugh, ya.

Baekhyun pernah berjanji padaku saat itu. Dia bilang dia akan mengabulkan permohonan di hari ulang tahunku yang ke 18 tahun. Dia bersedia melakukan segala hal yang ku mau, Baekhyun setuju kala itu dan dia berjanji padaku!

Dia sudah berjanji, tapi malah mengingkarinya hari ini.

“Maaf.”

“Aku tidak butuh maafmu, Baek.” desisku dingin, berusaha mengalihkan pandanganku ke arah lain. Aku hanya ingin kau melupakan mimpimu!

Silahkan menyebutku sebagai satu-satunya orang yang egois di sini. Tokoh antagonis yang selalu berusaha untuk menentang impian Baekhyun, lalu parahnya kali ini—tepat di hari ulang tahunku yang ke 18 tahun—aku berniat memaksanya menjadi genie dan mau menuruti permintaanku agar melupakan mimpinya sebagai seoarang ‘Penyanyi’.

Apa aku begitu kejam?

“Kau tidak akan mengerti.” kataku memulai lagi pembicaraan, air mata menyeruak keluar selagi aku memejamkan mata, “Kau tidak akan mengerti apa yang kutakutkan.”

Kau tidak akan mengerti betapa takutnya aku saat mendengar impianmu itu, Baekhyun-ah. Kau tidak akan mengerti seberapa besar yang kutakutkan ketika membayangkan seandainya kau benar-benar menjadi seorang Penyanyi.

“Hei, kau bisa mengatakan semuanya padaku.” ujar Baekhyun lembut, setengah berjongkok di hadapanku. “Apa yang kau takutkan itu tidak akan pernah terjadi.”

Kata-kata itu memang terdengar menenangkan Baek, tapi…

“Bisakah aku mempercayaimu?”

Baekhyun mengangguk, “Tentu.” jawabnya gamblang. Tanpa ragu mengulurkan jari kelingkingnya padaku, “Kalau kau mau, kita akan membuat janji mulai dari sekarang.”

Beranji, lagi?

Semudah itu?

Tertawa kecil, aku menampik pelan jari kelingkingnya. “Tidak perlu, bodoh.”

Tak apa…tidak perlu berjanji lagi.

 

Karena Byun Baekhyun sudah menentukan jalan hidupnya, maka tak ada lagi yang bisa kulakukan. Hanya berusaha merelakan keputusannya serta berharap bahwa dia akan selalu mendapatkan yang terbaik. Hidup bahagia atas pilihannya sendiri.

.

.

.

Atau mungkin tidak…

.

.

.

Harusnya aku tahu bahwa aku tidak akan pernah bisa merelakan keputusan Baekhyun saat itu. Mungkin lebih baik aku tetap bersikeras—bersikap egois dan melakukan segala cara agar Baekhyun bisa melupakan mimpinya, melakukan apapun jika saja aku tahu akan begini jadinya!

“Apa kau baik-baik saja?”

“Tentu.”

“Kau terlihat kurus.”

“Tidak, berat badanku naik.”

Mendesah pelan, aku menatap kesal ke arah Baekhyun yang tengah duduk di sebelahku. Melihat penampilannya yang tampak berlebihan benar-benar membuatku malas.

“Well, bisakah kau lepaskan benda itu dari wajahmu?” tanyaku sarkastis, “Demi tuhan Baek, untuk apa kau masih mengenakan kaca mata hitam padahal kau sedang berada di kamarku sekarang. Dan ini pukul 2 dini hari, ingat? Kau persis seperti orang gila.”  cibirku.

Baekhyun tertawa, menyadari kebodohannya tapi enggan melepaskan kaca mata itu. “Nope. Ini adalah penyamaran, oke? Jangan protes.”

Penyamaran?

Oh, ya. Aku bahkan hampir saja melupakan fakta terpenting sekaligus topik utama tentang alasan kenapa aku begitu membenci impian Baekhyun sampai kapanpun. Katakan aku egois, katakan aku orang paling jahat di muka bumi, katakan aku adalah satu-satunya sahabat yang tidak ikut berbahagia di saat sahabatnya meraih kesuksesan—berhasil menggapai impiannya.

“Aku punya gambarmu yang sedang mengupil di Bandara! Ugh, itu memalukan Baek.” ujarku antusias, berniat memberikan sedikit pukulan pada Baekhyun (asal tahu saja, aku memiliki rencana untuk ini : aku ingin Baekhyun tidak menjadi Penyanyi lagi).

“Itu wajar dan itu manusiawi.”

“Aku punya video saat kau berteriak ketakutan di rumah hantu! Wow, aku tidak percaya kau membiarkan dunia melihatnya.” ujarku tak kalah antusias

“Semua orang bilang itu lucu.”

Hell, baiklah aku harus memutar otak sekarang. Sungguh di luar dugaan, karena ternyata hal yang paling memalukan menurutku justru tampak biasa bagi Baekhyun—tampak biasa bagi fans-nya.

“Kau punya majalah?” tanya Baekhyun tiba-tiba. Aku mengernyit bingung selagi Baekhyun tertawa kecil, memalingkan pandangannya ke luar jendela. “Apa kau punya majalah dimana ada sebuah artikel yang mengatakan sesuatu tentangku?”

Aku tahu maksudmu.  “Pft, katakan lebih jelas Baek.”

Baekhyun menggeleng pelan, sesaat mengulas senyum simpul. “Tidak, lupakan saja.”

Aku mungkin tidak punya majalah itu, tapi aku punya komputer dan itu artinya aku tahu segalanya. Aku tahu segalanya tentangmu—apa saja yang sedang terjadi padamu saat ini. Scandal of a famous singer – Byun Baekhyun. Salah satu alasan yang membuatku semakin membenci impianmu itu.

Yes. Because you call me ‘best friend’
I know, loving you is a mistake

You may more priority your dreams than me.
You may fall in love with another girl someday, and it was not me

But it’s okay…

“Kau bisa meminjam bahuku untuk menangis, Baek. Kita sahabat, bukan?”

“Apa?”

“Aku tahu masalahmu.”

Yes. because whatever you do, I will always be by your side. I will support you as a best friend and still love you (behind the mask) as a best friend too.

FIN

N/A :

LolLolLol XD Wks, I know this is not fanfiction already. Mungkin lebih tepat di sebut curahan hati terdalam  -_- kekeke. Maksud hati bikin Comedy-Romance, tapi…apa daya karena ‘Scandal of a famous singer’ bikin aku down setengah hidup. Semua berantakan, alur nggak jelas, dan judul absurd >.< huahahaha.

But it’s okay, komen kalian tetep aku tunggu. Say what you want about this weird story (don’t bully me, okay?). XD Pai-pai~

 

 

 

 

 

 



Love Brings Happiness

$
0
0

Love Brings Happiness

Genre               : Little Hurt, Romance, School-life

Author             : Idiotmaknae

Rating              : PG-16

Length             : Oneshot

Main Cast        :

  1. Kim Jongin
  2. Park Chae Ri

Annyeong semua. Ketemu lagi dengan author yang satu ini dengan membawa fanfic Kim Jongin. Ide cerita ff ini mengalir disaat author lagi belajar untuk menghadapi UAS FISIKA. Bayangkan kawan-kawan, bukannya fokus sama fisika nya tapi malahan mengalir cerita fanfic. Duh sudahlah mungkin author butuh kasih sayang yang lebih dari Oh Sehun *abaikan*. Oh iya chingu, jangan lupa RCL nya ya, yang pasti komentar nya jangan lupa ya. Aku sangat butuh komentar dari kalian, agar bisa memmbuat ff yang lebih baik, so DON’T BE SILENT READER! Enjoy guys..
Oh iya di fanfic ini banyak adegan kisseu nya, hehe^^

 

̶  Love Brings Happiness  ̶

 

Kulangkahkan kakiku menuju tempat pemberhentian bus. Hujan begitu lebat ditambah dengan suara petir yang begitu menggelegar. Jujur, aku begitu takut. Namun, ku tepiskan semua pikiran negatif yang ada di dalam pikiranku. Tak lama kemudian, berhentilah sebuah mobil sedan hitam dihadapanku. Nugu? Siapa orang yang ada di dalam mobil itu? Vampire kah? Ya Park Chae Ri!! Keumanhae!! Sadar!! Tidak mungkin ada vampire disaat hujan lebat seperti ini. Namun, orang yang ada di dalam mobil itu pun menampakkan dirinya. Namja? Lalu, mengapa ia menghampiriku? Dan juga mengapa ia memakai masker? Orang itu pun semakin mendekat kearahku dan..

“Kyaaaaa.. kau siapa?!!” sontak saja aku berteriak karena ia menarik lenganku secara paksa.

Benar apa yang kuduga. Dia adalah namja. Apa yang ia inginkan sebenarnya? Jangan-jangan..

“Aaaaaaaaa jebal lepaskan tanganku!!”

Naasnya ia semakin menarikku hingga aku dimasukkan ke dalam mobilnya. Namja itu terus menatapku, namun aku tidak berani menatapnya, karena aku benar-benar sangat takut.

“Hahaha. Park Chae Ri, kau lucu sekali. Hahaha,” namja itu pun terbahak.

Saat aku melihat kearahnya dan ternyata kau tahu dia siapa? Dia adalah MUSUHKU.

“YA KIM JONGIN! MENGAPA KAU BERBUAT SEPERTI INI PADAKU?!” tanyaku dengan sarkatis.

Naega? Aku kan namjachingumu. Wajar saja jika aku mengerjaimu. Hahaha,” lanjutnya dengan tawa yang tidak bisa diredamkan.

“Kau jangan pernah mengada-ada. Sejak kapan kau menjadi namjachinguku? Ingat Jongin ssi! Kita berdua adalah musuh!”

“Aku bosan dengan kehidupan kita yang seperti ini. Aku ingin mencoba hal baru. Bagaimana jika kita berhenti menjadi musuh dan kita pacaran? Setuju?” tanya Jongin dengan tatapan yang begitu intens.

Jujur saja, kali ini hatiku sangat berdegup kencang. Aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan otakku.

“Hentikan candaanmu Jongin ssi!” aku pun beranjak keluar dari mobilnya.

Namun, ia berhasil menggenggam tanganku dan mencengkramnya dengan sangat kencang. Aku merasakan nyeri ditanganku. Namun, namja itu tidak berkata apa-apa melainkan ia terus menarikku dan menatapku. Ia menarik tengkuk milikku dan tiba-tiba saja, Ia.. mencium.. ku..

Aku pun mendorong tubuhnya cepat dan berusaha keluar dari mobilnya itu. Namun, kulihat dibelakang ternyata sudah banyak teman-teman Jongin yang melihat kelakuan Jongin tadi. Shit. Jangan katakan bahwa ia sedang melaksanakan taruhan.

“Waaah Jongin kau hebat!”

“Yeeeaaayy akhirnya kau bisa mencium bibir Park Chae Ri.”

“Selamat Jongin ssi.”

Sial. Benar apa yang kuduga. Ternyata mereka sedang mempermainkanku. Lihat saja Kim Jongin! Akan ku balas itu semua.

“Gomawo Park Chae Ri,” ucap Jongin dengan smirk andalannya.

Setelah insiden menjijikan itu, aku berusaha pergi dari neraka itu. Panas sekali rasanya dikelilingi oleh manusia seperti mereka. KIM JONGIN MATI KAU. Kau telah mencuri first kiss ku.

Aku pun terpaksa kembali ke tempat pemberhentian bus . untunglah hujan sudah reda, sehingga seragam sekolahku tidak akan basah. Bus yang akan aku naiki akhirnya tiba. Aku langsung memasuki dan mencari tempat yang membuatku nyaman.

“Park Chae Ri. Kemari, duduk disini.”

Tiba-tiba ada seorang ahjumma yang memanggilku. Saat aku menoleh, ternyata ia adalah Jongin eomma. Aigoo.

“Oh ahjumma, arraseo.”

Aku pun menghampiri Kim ahjumma. Apakah kalian tahu mengapa aku dan Kim ahjumma atau lebih tepatnya Jongin eomma bisa saling kenal? Sebenarnya, aku dan Jongin sudah lama kenal. Kami dari kecil selalu bersama, bahkan seringkali bermain dan belajar bersama. Namun, semenjak memasuki sekolah tingkat pertama Senior High School, Jongin berubah menjadi anak yang menyebalkan, selalu menggangguku. Bahkan pernah suatu kali ia mengerjaiku sampai aku habis dimarahi oleh kepala sekolah. Jujur saja, aku lelah dengan sikapnya yang seperti itu. Aku ingin ia menjadi Jongin yang dulu. Namun, apa daya.. itu pilihan Jongin.

Ahjumma tumben sekali naik bus,” ucapku yang memecah keheningan.

Ani.. ahjumma baru saja pulang dari restoran, karena ahjumma tidak membawa ponsel, jadinya tidak bisa menelpon ahjussi,” timpalnya dengan senyum yang merekah.

“Oh..”

“Kamu mengapa tidak pulang bersama Jongin?”

Sontak saja aku pun terbatuk saat ia menanyakan hal itu.

Aniya. Aku takut merepotkan dia. Gwenchana.. aku bisa pulang naik bus.”

“Bagaimana kalau kau ikut ke rumah ahjumma?”

Mwo?”

Wae? Kau tidak suka berkunjung ke rumah ahjumma?”

Aniya bukan seperti itu, maksudku ̶̶  “

Arraseo. Kita pergi ke rumah ahjumma ne.”

“Ah ne.”

Ada apalagi dengan semua ini. Aku berkunjung ke rumah Kim ahjumma sama saja mengunjungi sebuah neraka. Aku harap Jongin masih berada di luar sehingga aku dengan damainya bisa bersantai-santai di rumah Kim ahjumma. Kami pun sampai di depan rumah mewah miliknya. Aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, karena aku melihat mobil jongin terpampang bebas di garasi rumahnya. Park Chae Ri.. tamatlah riwayatmu.

“Chae Ri ya, tolong bawakan makanan ini ke kamar Jongin, ahjumma ada urusan sebentar.”

“Ah arraseo ahjumma.”

Dengan malasnya kulangkahkan kakiku menuju kamar Jongin, saat kubuka pintu kamarnya, hanya kegelapan yang menyapaku.

“Jongin ssi.. kau dimana? Mengapa disini begitu gelap? Kim Jongin kau mendengarku kan?”

Aku pun hanya meraba-raba tembok agar bisa menyalakan lampunya. Namun, tiba-tiba saja pintu kamarnya tertutup, jujur aku sangat takut kali ini.

“Jongin..” panggilku pelan.

Namun, saat aku sedang ingin menyalakan lampu tiba-tiba saja sebuah tangan dengan bebas melingkar di pinggangku. Aku ingin berteriak, namun mulutku dibekap. Hingga ia membisikkan sesuatu di telingaku.

“jangan berisik. Kumohon tetaplah dalam posisi seperti ini..”

Aku mengenal suara namja itu. Aku yakin itu pasti Jongin. Aku sangat berharap itu dia. Bukannya aku ingin dipeluk olehnya, namun aku akan begitu takut jika ternyata yang melakukan ini semua adalah vampire. Oh jangan harap aku bisa hidup dengan tenang setelah ini.

“Jongin ssi..” panggilku lirih.

“Aku hanya ingin memberimu makanan, ini dari eomma mu,” lanjutku.

“Aku memang lapar, namun kali ini bukan makanan yang kuinginkan.”

Maksud perkataannya itu apa? Aku tidak mengerti dengan otaknya. Mana ada orang yang katanya lapar namun bukan makanan yang ia butuhkan kali ini.

“Lalu apa?”

Ia pun melepaskan pelukannya dan menyalakan lampu. Ah akhirnya aku sudah terbebas dari kegelapan. Kulihat dihadapanku sudah ada namja yang begitu menyebalkan. Kim Jongin. Aku pun cepat-cepat memberikan makanan tersebut untuknya.

“Ini..” sodorku dan aku langsung berbalik.

Namun, naas sekali rasanya aku kali ini. ia menarik tanganku. Bahaya. Apalagi yang akan direncanakan mu Kim Jongin?!

“Ada apalagi?” tanyaku.

“Aku kan sudah katakan kalau aku bukan mau makan namun aku lapar karena hal lain.”

“Aku bingung dengan mu. Sudahlah lepaskan aku, akan aku katakan pada Kim ahjumma kalau kau lapar karena hal lain.”

Ia tidak merespon perkataanku. Ia malah mendekatkan tubuhnya kehadapanku. Aku mencoba melangkah ke belakang untuk menjauh darinya. Akh.. sial! Aku malah jatuh tertidur di kasurnya. Oh tuhan kumohon selamatkan aku.

“Jongin ssi..”

“Hmm.”

Ia terus mendekatkan tubuhnya dengan menindihku, dan aku mencoba mendorongnya. Namun, percuma saja aku memberontak. Sebab ia lebih kekar daripada aku.

“Jong.. in..”

“Aku hanya ingin bermain sebentar,” timpalnya.

Dekat, dekat, dan semakin dekat wajahnya dengan wajahku. Perasaanku kali ini benar-benar tidak karuan. Aku seperti terhipnotis olehnya. Bibirnya hanya beberapa senti lagi akan mengenai bibirku dan..

“Kim Jongin, eomma sudah ̶   omo?? Kalian berdua ̶  “

Jongin’s Pov

Eomma! Wae?!” tanyaku yang begitu frustasi.

“Eoh. Mian, eomma hanya ingin mengajak kalian untuk makan. Eomma tunggu dibawah.”

Eomma akhirnya meninggalkan kamarku. Ku lihat yeoja polos itu malah menutup matanya dalam posisi tidur. Damn. Berhentilah untuk berpikiran liar, Kim Jongin.

“Ya Park Chae Ri! Kajja kita makan!” ajakku yang langsung meninggalkannya.

Jongin’s Pov End

Aku masih terpaku di meja makan ini dan belum menyentuh sedikit makanan. Jujur saja, aku masih shock jika mengingat kejadian di kamar Jongin tadi. Untungnya ada dewi fortuna yang menyelamatkanku. Huft.

“Park Chae Ri? Chae Ri ya?” panggil Kim ahjumma sehingga aku terbangun dari lamunanku.

“Eh mwo?”

“Kau belum makan apapun dari tadi. Kau tidak suka ini semua?” tanya ahjumma.

“Sudahlah eomma biarkan saja yeoja kurus itu tidak makan. Aku tidak sabar untuk membullynya kalau ia sudah menjadi tengkorak,” ucap Jongin dengan suara jahatnya.

“Ya Kim Jongin! Apa maksudmu?! Arraseo. Aku akan makan ini semua.”

Aku pun mengambil lauk dan sayur yang banyak dan memasukannya ke dalam mulutku. Dan kini, pipiku terlihat menggelembung layaknya balon yang ingin meledak.

“Hahaha Chae Ri ya, kau lucu sekali.”

Aku pun hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.

Eomma harus pergi sekarang, kalian berdua tetap disini, dan jangan lupa untuk habiskan semua ini. Keurigo, Chae Ri ya, kau nanti diantar pulang oleh Jongin, otte?”

“Aku bisa naik ̶  “

Arraseo eomma, aku pasti akan mengantarnya pulang. Tenang saja,” sergah Jongin.

Mwo? Mati kau Park Chae Ri! Tamatlah riwayatmu!

Makan malam pun akhirnya berakhir. Ah aku merasakan perutku seperti akan meledak. Sepertinya terlalu banyak makanan yang masuk kedalam perutku. Lebih baik aku pulang saja.

“Jongin ssi cepatlah mandinya! Cepat antarkan aku pulang!” teriakku memintanya.

“Kau tidak harus teriak seperti itu bisa?”

Ani.. bukan seperti itu, aaiisshh, cepat antarkan aku pulang,” pintaku.

Ia hanya terus memandangku dan seketika mengeluarkan dompetnya. Dan kau tahu, apa yang selanjutnya terjadi? Dia melemparkan beberapa uang ke hadapanku. Namun, aku tidak akan mengambil ini semua.

“Ini. ambil ini semua dan cepat pergi dari rumahku!”

Mwo?!”

“Cepat keluar!”

Ia pun menrik lenganku dan mendorongku hingga aku terjerembab di depan pagar rumahnya.

“Lihat pembalasanku Kim Jongin!” desisiku.

Mwo?! Nugu?! Apa yang kau katakan?!” ia pun berbalik kembali ke arahku.

Aku lelah dengan sikapnya yang semakin menjadi-jadi. Kulangkahkan kakiku untuk pulang dan mencoba menghindarinya.

“Ya Park Chae Ri!” panggil Jongin namun aku terus berlari.

Awas kau Kim Jongin! Aku pasti akan membalasnya! Lihat saja!

 

̶  Love Brings Happiness  ̶

 

Keesokan harinya..

Hoaaam. Ah pegal sekali badanku. Pasti ini semua gara-gara semalam aku pulang jalan kaki. Sudahlah lupakan kejadian kemarin! Dan jangan mengingat Kim Jongin! Huh! Lebih baik aku mandi dan menyiapkan diri untuk pergi ke sekolah.

Segala persiapan sudah selesai semua dan sekarang waktunya pergi ke sekolah. Saat aku sedang menunggu bus, tiba-tiba saja berhenti sebuah mobil di hadapanku. Kaca mobil pun terbuka dan seorang perempuan memanggilku.

“Chae Ri ya! Kajja kita berangkat bersama.”

Oh matilah kau Park Chae Ri!

“Ah Kim ahjumma. Aniya, aku menunggu bus saja, sebentar lagi pasti bus nya tiba,” timpalku.

“Ayolah.. ahjumma akan sangat senang jika kita pergi bersama. Jongin juga ada disini,” pintanya lagi.

Kau akan terperangkap di dalam kandang harimau lagi Park Chae Ri!

“Ah arraseo.”

Tanpa bisa menolak lagi, aku pun menerima tawarannya itu. Sejujurnya, aku hanya malas jika harus berhubungan lagi dengan namja layaknya iblis seperti Kim Jongin, sebab ia selalu saja menyulitkan hidupku.

“Jongin ssi, eomma akan turun di depan sana. Selanjutnya kalian pergi ke sekolah bersama. Tidak apakan?”

“Hmm.”

“Bagaimana Chae Ri ya?”

“Oh ne, gwenchana.”

Dan sekarang, di dalam mobil ini hanya ada aku dan namja sialan ini. siapa lagi kalau bukan Kim Jongin. Ingin rasanya aku menjambak rambutnya. Aku dan ia hanya diam membisu. Namun, ia tiba-tiba menghentikan mobilnya.

Wae? Mobilmu mogok?” tanyaku.

Ani.”

“Lalu? Mengapa berhenti?” tanyaku lagi.

“Pergi dari mobilku!”

Mwo?! Kau gila! Sebentar lagi masuk dan tidak mungkin aku menunggu bus.”

“Bukan urusanku!”

“Ya Kim Jongin!”

Kemudian Kim Jongin  keluar dari mobilnya dan membukakan pintuku lalu menarikku secara paksa agar aku keluar dari mobilnya.

“Ya Kim Jongin lepaskan aku. Lenganku sakit. Akhh..” rintihku.

Yeoja memang sangat lemah. Sehingga kau jangan coba-coba melawan Kim Jongin. Arraseo?!”

Aku hanya menatapnya keji. Kau benar-benar berubah total. Kau menjadi sangat jahat padaku. Aku tidak akan membiarkan ini terus berlanjut. Aku pasti akan membalasnya! Lihat nanti! Aku pasti bisa membalasnya!

Dengan penuh amarah aku memasuki sekolah dengan nafas yang berderu cepat. Setelah insiden “diturunkan dari mobil” aku tidak mendapatkan bus, sehingga aku lari dari tempat itu ke sekolahku. Sesampainya disekolah dan tepatnya disaat aku ingin menuju ke ruang kelas, tiga yeoja sempat-sempatnya menghalangi jalanku.

Wae? Mworago? Bisakah kalian tidak menghalangiku?” tanyaku.

Ani! Ikut denganku!” perintahnya.

“Ah membuang waktu saja. Jangan menghalangi jalanku! Aku sudah telat!” tukasku.

Namun, mereka bertiga menjambak rambutku dengan sangat kasar.

“Aaarrrgghhh. Sakit! Lepaskan rambutku pabo!” teriakku.

“Ini belum seberapa, Park Chae Ri! Ikut kami!”

Tanpa bisa berkutik, aku pun megikuti mereka. Ia membawaku ke sebuah gudang sekolah yang sudah lama tidak digunakan dan begitu gelap.

“Kau Park Chae Ri, anak tidak tahu diri! Beraninya kau mendekati Kim Jongin, sudah bosan hidup?!” tanya salah seorang yeoja sambil mendorong tubuhku sehingga menubruk dinding.

Mwo? Aku tidak mengerti dengan semua ini,” jelasku.

“Kau tidak mengerti? Hoh, yeoja bodoh!”

“Ya bisakah kalian menjaga mulutmu?” tanyaku sembari mencoba memberontak.

“Jangan memberontak atau ̶  “

“Atau wae?!”

“Berani kau,”

Ppppllllllaaakkkkk!!!!!!!

Aku begitu shock. Yeoja tersebut menamparku. Aku ingin menangis, namun aku pasti kuat menghadapi yeoja tidak tahu diri ini. aku pun hanya bisa memegangi pipiku yang memar tanpa menatap mereka.

“Masih belum menyadari apa kesalahanmu?!” tanya mereka lagi.

Aku hanya menatap mereka satu persatu dengan amarah yang ingin meledak.

Wae?! Jadi kau belum sadar juga?!”

Aku terus menatapnya dengan penuh rasa benci, mereka pun akhirnya mendorong tubuhku sehingga aku terhempas dan kemudian mereka menendang tubuhku dan akhirnya mereka menghilang dari hadapanku. Aku mencoba untuk bangkit, namun aku merasakan sakit di sekujur tubuhku dan juga kepalaku begitu pusing, tapi aku putuskan untuk tetap masuk ke dalam kelas. dengan sangat hati-hati, akhirnya aku sudah berada di depan kelas.

An-annyeong sonsaengnim. Mianhae aku telat,” aku pun memasuki ruang kelas yang sedang serius belajar.

“Park Chae Ri! Sudah telat dan lihat wajahmu! Memar dan bibirmu berdarah! Kau berkelahi?!” tanya sonsaengnim dengan sangat galaknya.

“Aniya, bukan seperti itu, aku bisa jelaskan ̶  “

“Jelaskan apa?! Kau benar-benar, aiisshhh sudahlah! Cepat duduk!” perintahnya.

Kamsahamnida sonsaengnim.”

Dengan langkah gontai, kulangkahkan kakiku ini menuju tempat duduk.

“Chae Ri ya, gwenchana?” tanya Song Seul ni khawatir.

Gwenchana, aku baik-baik saja,” ucapku bohong.

”Kau harus menceritakannya nanti,” desaknya.

Ne.”

Selama jam pelajaran berlangsung, aku sama sekali tidak fokus dengan semuanya. Aku merasakan tubuhku yang masih sangat sakit. Dan juga, aku masih tidak habis pikir dengan semua ini, apa maksud yeoja tersebut?

“Chae Ri ya? Park Chae Ri? Gwenchana?” panggil Seul ni yang membuyarkan lamunanku.

“Oh ne. Sonsaengnim eodiga?”

Mwo? Kau tidak memperhatikannya? Ini sudah waktunya istirahat.”

“Ah ne. Kajja kita ke kantin.”

“Park Chae Ri, gwenchana?” tanyanya lagi khawatir.

“Jangan khawatir, gwenchana.. kajja kita ke kantin.”

Kami pun memesan makanan dan duduk di dekat sebuah jendela.

“Ada apa denganmu?” tanyanya yang memecah keheningan.

Aniya.. aku tidak mengerti. Saat aku sedang berjalan di koridor, tiba-tiba saja ada tiga yeoja..”

“Lalu?”

“Dia membawaku ke sebuah gudang dan disana aku ̶  “

“Ya Park Chae Ri ikut aku!”

Saat aku sedang bercerita pada Seul ni, Jongin tiba-tiba saja mencengkram tanganku dan menarikku.

“Jongin ssi, sakit.. lepaskan!” pintaku meronta-ronta.

Ia mengabaikanku dan aku terus memberontak hingga akhirnya aku bisa melepaskan tanganku dari cengkramannya. Namun, disaat aku ingin kembali ke tempatku, ia menyiramku denga minumannya dan menumpahkan semua makanannya ke atas kepalaku. Kami berdua menjadi pusat perhatian di kantin, ingin rasanya aku menangis, namun aku mencoba untuk tetap menahannya. Ingin sekali rasanya membalas, namun aku hanya meninggalkan Kim Jongin dan rasanya moodku hari ini sangat-sangat hancur!

Aku membawa diriku ke taman belakang sekolah untuk menenangkan diriku, disini damai sekali rasanya, dan aku pun bebas melampiaskan rasa kesalku.

“Hidupku sangat membosankan! Setiap hari selalu saja ada masalah! Aku benci menjadi Park Chae Ri, hiksss,” teriakku sambil menangis sesenggukan.

Namun, aku merasakan sebuah pelukan yang begitu hangat dari belakang. Aku tidak tahu itu siapa, karena aku hanya ingin melampiaskan segala kesedihanku sekarang.

Mianhae, menangislah sesukamu.”

Ternyata, itu adalah Jongin. Semakin aku menangis, ia semakin mengeratkan pelukannya. Hingga akhirnya aku membalikkan tubuhku dan langsung memeluknya lagi.

“Menangislah sesukamu.”

Aku hanya membalasnya dengan anggukan.

Bel pulang akhirnya berdentang dan aku bergegas meninggalkan kelas. namun, setibanya di gerbang, aku melihat namja yang tidak asing lagi bagiku.

Oppaaaa!!!” teriakku dan bergegas menghampirinya.

Bogoshipeo..” ucapku sambil memeluknya.

Nado Chae Ri ya.. chakkaman. Wajahmu wae?”

Aniya, gwenchana.. kapan kau pulang dari Jepang? Mengapa tidak memberitahuku? Ya oppa jahat sekali,” ucapku yang semakin mengeratkan pelukanku.

“Aisshh Chae Ri ya, aku hanya ingi memberimu kejutan,” jelasnya.

“Ah arraseo. Kajja kita pulang! Haruskah kita merayakan kepulangan oppa? Ah sepertinya harus. Otte?” tanyaku lagi.

“Ah ne. Kajja!”

Saat kami ingin menaiki mobil, tiba- tiba…

BBBRRRUUUKKKK..

Chanyeol oppa dihajar oleh.. MWO?! Kim Jongin?! Aisshh mati kau Kim Jongin!

“Ya Kim Jongin hentikan!” teriakku.

Namun, ia terus memukuli oppaku. Aaiisshh ottokhae? Aku pun akhirnya menarik Kim Jongin dengan sekuat tenaga. Namun, ia balik mencengkram tanganku dan membawaku menjauh dari oppa.

“Ya Kim Jongin! Lepaskan aku!” pintaku dengan kesalnya.

“Ikut aku!” perintahnya sambil terus mencengkram tanganku.

“Park Chae Ri!” panggil oppa.

Aku hanya pasrah mengikuti Kim Jongin. Air mataku sudah mengalir sangat deras. Dan akhirnya, ia menghentikan langkahnya.

“K-kau sa-sangat jahat Jongin ssi,” ucapku dengan tangis yang sudah tak tertahankan.

“Siapa dia?”

Aku tidakmenjawab pertanyaanya itu.

“Jawab aku Chae Ri ya!” teriaknya lagi.

“Dia itu oppaku. Kau tidak ingat? Park Chanyeol. Masih tidak ingat juga?” tanyaku dengan menatapnya begitu intens.

Jongin’s Pov

Jadi.. dia Chanyeol hyung? Kim Jongin pabo!

“Jangan bohong!”

“Aku tidak bohong Jongin ssi, a-aku serius, dia oppaku.. hikss,” ucapnya dengan tangisan yang begitu kencang.

Pabo! Kim Jongin! Kau benar-benar sudah bertindak gila! Lebih baik aku pergi meninggalkannya.

Jongin’s Pov End

Jongin terdiam dan berbalik meninggalkan aku. Mengapa kau seperti ini Kim Jongin? Kau benar-benar keterlaluan, lebih baik aku menghampiri oppaku.

Oppa, kajja kita pulang!” ajakku.

Selama di dalam mobil, aku hanya diam, begitu juga Chanyeol oppa. Aku masih terpikirkan oleh sikap Kim Jongin yang tadi. Kau benar-benar sudah melupakan semua hal tentangku, Kim Jongin. Kau, melupakan Chanyeol oppa, kau ̶

“Chae Ri ya, gwenchana?” tanya oppa hati-hati.

“Ah ne. Oppa cepatlah, aku tidak sabar merayakan kepulanganmu,” ucapku dengan senyum yang merekah.

Namja itu.. Kim Jongin?”

Oppa..”

“Sepertinya dia menyukaimu.”

Aniya! Itu tidak mungkin! Ya oppa, sudahlah lupakan,” pintaku.

“Lihat, wajahmu memerah.”

“Ya Oppa..”

“Ah Arraseo.”

Kim Jongin menyukaiku? Itu salah besar. Namja sepertinya tidak mungkin menyukaiku. Ia terlalu jahat jika menjadi namjachinguku. Jika dia benar-benar menyukaiku, pabo ya! Lupakan Kim Jongin!

“Sudah sampai, kajja!” ajak Chanyeol oppa.

Selama makan, kami berdua terlihat sangat senang. Chanyeol oppa menceritakan semua tentang sekolahnya di Jepang dan juga ia menceritakan yeojanya. Begitu juga dengan aku, ku ceritakan semua tentang sekolahku dan teman-temanku. Kami berdua saling melepas rindu dan terlihat sangat bahagia. Kuharap, aku akan selalu bahagia bersamamu, oppa..

 

̶  Love Brings Happiness  ̶

 

Esok harinya, hembusan angin di pagi hari menyapaku dengan lembutnya begitu juga dengan kicauan burung yang menyapaku dengan riangnya. Aku merasakan tubuhku tidak seperti biasanya, begitu lemas dan juga terasa panas. Sehingga ku putuskan untuk tidak pergi ke sekolah. Chanyeol oppa mengajakku untuk pergi ke dokter, namun aku mencoba meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja dan hanya membutuhkan istirahat. Hari ini Chanyeol oppa pergi ke Busan, karena ia harus menyelesaikan tugas akhir sekolahnya di Jepang. Alhasih, aku sendiri di rumah. Ku habiskan waktu ini dengan tidur sepuasnya karena tubuhku benar-benar sangat lemas. Namun, ku dengar pintu kamarku terbuka seperti ada orang yang masuk. Sepertinya Chanyeol oppa tidak jadi pergi.

Oppa..”

Namun, ia tidak menjawab dan aku merasakan seseorang ikut berbaring di sampingku.

“Chanyeol oppa.. kau tidak harus tidur di sampingku.”

Ia masih tetap tidak menjawab.

Aku mencoba membuka mataku perlahan dan aku pun terbelalak saat melihatnya.

“Kim Jongin?!”

Ia terus menatapku dan membalikkan tubuhku sehingga kami tidur saling berhadapan.

“Kau kaget?” tanyanya.

“Kau, mengapa disini?”

“Ingin menjenguk yeojachinguku.”

Mwo?!”

“Aku mempunyai suatu hadiah untukmu.”

Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan aku begitu terbelalak ketika melihat foto yang ia tunjukkan, “Ya Kim Jongin! Hapus foto itu!”

“Tidak mau! Wae? Kau dan aku berciuman di foto ini. Sangat mengagumkan. Iya kan?” tanya sambil melingkarkan tangannya di pinggulku.

“K-Kim Jongin.. jebal,” pintaku.

“Kau mau aku menghapus foto ini dan tidak menyebarkannya?”

Aku pun mengangguk.

“Jadilah yeojachinguku.”

Mwo? Ya Jongin ssi kau sudah gila, aku ̶  “

Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, ia membungkam bibirku dengan miliknya. Ia menciumku dengan sangat begitu kasar. Aku mencoba memberontak, namun ia mengubah posisi kami sehingga aku yang tertindih olehnya dan juga ia semakin mengeratkan pelukannya. Aku merasakan bibirnya terus melumat bibirku, dan akhirnya ia pun melepaskan bibirnya dari bibirku dan sekarang ia mendekatkan kepalanya pada leherku. Apa yang harus kulakukan? Ottokhae?

“Kau harus menjadi milikku Park Chae Ri atau kau ingin aku melakukan yang lebih dari ini?” tanyanya dengan nada yang mencekam.

“J-Jongin ssi jangan..”

“Jadilah yeojachinguku!” bisiknya ditelingaku.

N-ne..” jawabku terbata.

Jongin pun bangun dari posisi kami, dan aku masih menutup mataku. Aku tidak berani untuk menatapnya.

“Ah arraseo.. kita resmi menjadi sepasang kekasih. Besok kita berangkat sekoah bersama dan semoga yeojaku sembuh. Aku pulang,” ucapnya sembari berlalu pergi dari kamarku.

Apa yang sudah kau katakan Kim Jongin? Namja brengsek!

̶  Love Brings Happiness  ̶

Ttttiiinnn.. tttiiiinn..

“Chae ri ya cepatlah sedikit, Kim Jongin sudah ada di depan,” panggil oppa.

“Ah ne. Oppa.. aku..”

Oppa senang sekali, akhirnya kau mempunyai namjachingu,” sambil mengacak-acak rambutku.

Oppa!!”

“Cepat pergi, Kim Jongin sudah menunggumu,” perintahnya lagi.

“Aaaiisshh, arra. Oppa aku berangkat,” pamitku pada Chanyeol oppa.

Kulihat mobil Jongin sudah terpampang di depan rumahku. Ingin rasanya aku kabur dan tidak melihat namja sialan itu lagi. Namun, apadaya. Aku terjebak.

Yeobo, kajja,” panggilnya.

“Hmm.”

Selama perjalanan, kami berdua hanya diam saja dan Jongin tiba-tiba saja mengeluarkan ucapannya.

“Aku belum mengerjakan tugas, tolong kerjakan!” suruhnya.

Mwo? Aniya,” tukasku.

“Baiklah akan kusebar foto ̶  “

Arraseo.. arraseo.. aku akan mengerjakannya.”

Kau! Namja sialan! Jadi, kau hanya menjadikan pacarmu sebagai pembantu. Benar-benar keterlaluan!

“Sudah selesai?” tanyanya.

“Hmm.”

“sudah sampai. Oh ya, kau harus memanggilku oppa dan ingat! Kita harus mesra dihadapan mereka,” jelasnya.

Mwo?! Ya Jongin ssi ̶  “

“Panggil aku oppa atau kau terancam!” ancamnya.

“Aiisshh!” timpalku frustasi.

Selama di sekolah kami berdua bertingkah mesra walau aku terlihat begitu kaku. Kemudian, aku dan Jongin pergi ke kantin untuk makan siang bersama.

“Jongin ssi, bisakah kau lepas rangkulanmu?” tanyaku hati-hati.

Namun, ia hanya diam saja.

“YA KIM JONGIN!”

Jongin pun terlonjak dan membisikkan sesuatu, “Panggil aku oppa!”

“Aaiisshh sudahlah aku ingin pergi ke perpustakaan.”

“Jangan!” sergahnya.

Mwo?”

“Ayolah kita makan. Cepat belikan aku makanan!” perintahnya dan ia duduk di meja sudut kantin.

Kau benar-benar ingin membuat masalah, eoh?! Ya tuhan, tolong aku. Aku tidak ingin terjebak dalam permainannya. Aku pun kembali kehadapannya sambil membawa makanannya.

“Ini, cepatlah makan,” ucapku sambil menyodorkan makanannya.

“Kau tidak membeli juga?” tanyanya.

“Ani, aku tidak lapar.”

Jongin pun melahap makanannya tanpa menawariku sedikit makanannya. Bukannya aku ingin makan, setidaknya ia perhatian padaku. Sudahlah lupakan hal itu, tidak mungkin Jongin akan seperti itu.

“Tolong bersihkan sepatuku!” perintahnya lagi.

“Aku tidak mau!”

Aku pun bangkit dari tempat dudukku. Namun, Jongin berhasil mencengkram tanganku.

“jangan melakukan hal bodoh, chagi,” ucapnya.

“Sakit Kim ̶  maksudku oppa. Lepaskan,” rintihku.

“Duduk,” ucapnya datar.

Aku hanya bisa menuruti permintaannya dan kembali duduk bersamanya.

“Kita putus!” ucapku.

“Tidak akan!” ucapnya lagi.

“aku lelah dengan permainanmu Jongin.”

Aku segera bangkit dan pergi meninggalkannya, namun Jongin segera mengejarku dan langsung membalikkan tubuhku sehingga kami berhadapan.

“Kim Jongin lep ̶  “ belum sempat menyelesaikan perkataanku, ia menyambar bibirku dan memelukku dengan sangat erat.

Sekeliling kami sudah sangat ramai akibat ulah Jongin. Aku merasakan ciumannya kali ini sangat lembut. Aku hanya diam tanpa membalas ciumannya. Lama.. lama.. ia pun melepaskan pertautan diantara kami berdua. Namun, setelah itu ia meninggalkanku yang masih diam sendiri di kantin. Aku tidak mengerti dengan sikapnya yang terkadang berubah-ubah. Aku ingin Kim Jongin yang dulu, bukan yang sekarang.

Bel akhirnya berdentang menandakan waktunya pulang bagi kami. Aku segera menuju tempat pemberhentian bus. Selama pulang sekolah aku tidak melihat Jongin, sepertinya ia pulang duluan. Ah, sudahlah lupakan. Lebih baik ia tidak menggangguku. Bus yang aku tunggu pun akhirnya datang dan aku segera bergegas menaikinya. Selama perjalanan menuju rumah, aku hanya merasakan udara segar yang begitu sejuk. Aku baru menyadari ternyata Seoul sangat begitu indah. Park Chae Ri, kau beruntung.

Sesampainya di rumah, aku langsung memasuki kamarku. Aku tahu Chanyeol oppa tidak akan pulang malam ini, karena ia begitu sibuk. Arraseo, tidak apa. Aku memang sudah terbiasa hidup sendiri. Tanpa menunggu lama, aku pun bergegas merebahkan diri di kasurku. Sungguh lelah hariku kali ini. lambat laun aku pun tertidur.

Author’s Pov

Hari sudah semakin gelap, Chae Ri mencoba membuka matanya dan mengerjapkannya. Namun, ia begitu kaget saat melihat namja dihadapannya. Kim Jongin. Namja yang berada dihadapannya itu sedang tidur dengan damainya. Chae Ri bingung mengapa Jongin bisa masuk kedalam rumahnya bahkan tidur bersamanya. Enggan rasanya bagi Chae Ri untuk menganggu Jongin. Jongin terlihat lelah, namun satu hal yang membuat Chae Ri nyaman adalah Jongin tertidur sambil memeluk pinggang Chae Ri dengan sangat eratnya. Entah apa yang membuat Chae Ri berani, ia mengusap-usap wajah Jongin dengan sangat lembutnya.

“Aku.. akan lebih mencintaimu.. jika kau tidak memperlakukanku seperti ini.. Kim Jongin,” ucapnya sedikit serak.

Dengan keberanian yang sudah terkumpul, Chae Ri menghapus jarak diantara mereka dan perlahan ia mencium bibir Jongin sekilas.

Jaljayo.. oppa,” Chae Ri pun kembali tertidur.

Dilain sisi, sebenarnya Jongin tidak benar-benar tidur. Ia mengetahui jika Chae Ri sudah bangun, namun ia tidak ingin merusak momen ini. Jongin mendengar bahwa Chae Ri mencintainya, dan satu hal yang membuat ia bahagia adalah Jongin tidak menyangka bahwa Chae Ri akan berani menciumnya walaupun itu bukan lumatan. Jongin tersenyum kecil.

“Aku sangat beruntung, Park Chae Ri..” tukasnya dalam hati.

Author’s Pov End

Hoaam.. ah nyenyak sekali tidurku, namun aku merasakan sesuatu hal yang berbeda. Ku buka mataku perlahan.. dan mwo? Kenapa aku bisa berada di dalam mobil?

“Pagi chagi..” ucap seorang namja yang sedang menyetir mobil.

“Ya Jongin ssi! Kau menculikku, eoh?” tanyaku dengan nada sedikit kesal.

Ani. Aku sudah meminta izin pada Chanyeol hyung dan ia pun mengizinkannya,” ucapnya dengan mengembangkan senyuman.

“Aaiisshh bagaimana bisa kau membawaku disaat aku sedang tertidur? Lagipula ini hari minggu. Kita mau kemana? Aku lelah menjadi pembantumu,” ucapku lagi sambil mengacak-acak rambut.

“Kau tidak akan menjadi pembantuku, namun..”

“Hah, namun apa?”

Baby sitter ku, haha,” timpalnya dengan gelak tawa.

“Aaiisshh, sudah kuduga. Mana ada seorang Kim Jongin berbuat baik padaku,” gelagatku.

Mwo? Apa kau bilang tadi?” tanyanya kaget.

Aniya,” timpalku dengan menggarukan kepala.

Dalam perjalanan kali ini, tumben sekali Jongin mengajakku berbicara. Ya walaupun agak aneh dengan alur pembicaraannya. Kadang ia menanyakan sesuatu tentang Chanyeol oppa dan ya terkadang ia menanyakan hal yang tidak berguna seperti, “Kau masih suka menonton spongebob? Aku sangat menyukai squidward.” Ya Kim Jongin, lucu sekali kau ini. Ternyata, kau masih suka menonton kartun itu. Namun, kali ini ia memberhentikan mobilnya di pinggiran jalan.

Wae? Jangan katakan jika kau ingin menuruniku seperti insiden kali itu?” tanyaku dengan menyipitkan mataku.

“Kkk.. aniya, chagi. Gantilah pakaianmu. Itu dibelakang pakaianmu,” jelasnya.

Aigoo.. untungnya ia tidak menuruniku lagi. Kau membuatku frustasi Kim Jongin dan juga.. membuatku semakin ingin bersamamu.

Jongi’s Pov

Hari ini aku akan membuatmu tertawa riang Park Chae Ri. Percayalah.

“Jong ̶  eh maksudku oppa, kajja kita berangkat!” ajaknya yang sudah mengganti pakaiannya.

“Kau terlihat cantik dengan pakaian itu,” ucapku sambil menghidupkan mobil.

“Ya oppa, jangan membuat wajahku memerah,” timpalnya sembari memalingkan wajahnya ke jendela.

“Hahaha, kau lucu sekali chagi.”

Chakkaman. Memangnya kita mau kemana? Aigoo.. kau belum mengatakannya padaku.”

“Menculikmu.”

“Eoh?! Mwo?! Aigoo.. bisa gila aku.”

“Kau akan tahu nanti Park Chae Ri.”

 

̶  Love Brings Happiness  ̶

 

“Sudah sampai, kajja kita keluar,” ajakku.

Kami berdua keluar dari mobil ini. udara segar pepohonan menyapa kami dengan damainya. Aku pun menggandeng tangan Park Chae Ri dan jalan bersama. Kulihat Chae Ri sangat takjub dengan semua ini dan berkata, “Wooaa oppa, Nami Island. Aku sangat suka udaranya dan juga suasananya.”

Aku hanya menatapnya dengan senyum yang mengembang di wajahku.

Jongin’s Pov End

 

̶  Love Brings Happiness  ̶

 

Author’s Pov

Selama mengunjungi Nami Island, Jongin dan Chae Ri menikmati indahnya dan segarnya suasana disana. Mereka mengitari Nami Island dengan penuh rasa gembira. Begitupun Jongin, ia terus menggenggam tangan Chae Ri. Ia baru sadar, bahwa ia ternyata benar-benar menyukai gadis ini. Namun, selama ini ia masih bergelut dengan egonya sendiri. Ia bukan berubah melainkan namun ia mencoba untuk memastikan apakah benar ia mencintai gadis ini atau tidak. Tapi ternyata, Kim Jongin sungguh mencintai Park Chae Ri.

Oppa.. annyeong. Ya oppa! Gwenchana?” Chae Ri pun mengkibas-kibaskan tangannya di depan wajah Jongin.

Akhirnya, Jongin tersadar. Mereka berdua sekarang sedang duduk dan Jongin tidak juga melepaskan genggamannya dari tangan yeojachingunya itu. Jongin pun menoleh ke arah Chae Ri yang sedang menghirup udara sambil menutup mata. Ia pun langsung menyandarkan kepalanya pada bahu Chae Ri.

“Ya o-opp-ppa.. gwenchana?” tanyanya gugup.

“Udaranya membuatku ingin tertidur. Damai sekali rasanya.. aku ingin seperti ini.. selamanya.. bersamamu, Park Chae Ri.”

Tubuh Chae Ri terlihat menegang dan sungguh kaget dengan perlakuan Jongin. Hingga akhirnya, ia hanya terdiam sambil menahan nafasnya. Begitu juga Jongin, ia semakin mengeratkan genggamannya dan masih dengan posisi kepala di bahu Chae Ri. Lama mereka dalam posisi seperti itu, Jongin pun terbangun dan membawa Chae Ri pergi dari tempat itu.

“Kita mau kemana lagi?” tanya Chae Ri dengan nada yang sedikit penasaran.

“Ikuti saja aku, kajja.”

̶  Love Brings Happiness  ̶

Oppa.. wooaa.. kau benar-benar membuatku terkesima dengan semua ini. Everland! Aku menyukai ini. ah oppa kau baik sekali.”

Chae Ri terlihat sangat senang dan memeluk Jongin dengan tawa yang tidak terrtahankan.

“Sebelum kita bermain kembali, kita harus makan dulu. Kau dari tadi pagi belum sarapan. Ayo,” ajak Jongin.

“Aku tidak ingin makan. Aku hanya ingin bermain kesana oppa.. aku hanya ingin naik kincir angin itu,” rengek Chae Ri.

Aniya. Kita harus makan siang dulu,” sergah Jongin.

Oppa..”

Chagi..”

“Ah arraseo. Kajja kita makan.”

Mereka berdua pun makan siang di sebuah restoran bernuansa Jepang. Sebenarnya, mereka berdua terlihat sangat lapar, namun hal itu mereka tutupi dengan kebahagiaan yang sedang mereka rasakan. Saat makan pun mereka masih semangat tertawa riang. Park Chae Ri sempat tidak bisa menahan tawanya disaat Jongin mengikuti suara layaknya squidward. Begitu juga Jongin yang gemas melihat yeojachingunya karena ia berhasil membuat Park Chae Ri bahagia.

“akhh.. I’m full oppa.”

“Lalu, kau yakin ingin menaiki kincir angin itu?” tanya Jongin.

Chae Ri mengangguk dan berkata, “Wae? Kau takut?”

Jongin menggeleng cepat, “Aniya. Aku berani. Kajja!” ajaknya sembari menggandeng tangan Chae Ri lagi.

Mereka berdua menaiki kincir angin tersebut. Everland terlihat sangat indah jika dilihat dari atas. Jongin dan Chae Ri sangat terkesima dengan pemandangannya.

Oppa. Ini menakjubkan!” ucapnya yang setengah sadar.

“Hmm.. aku juga merasakannya.”

Chae Ri melirik ke arah Jongin dan ia segera memeluk namjanya itu dengan sangat erat. Jongin terlihat kaget dengan perlakuan yeojanya ini. Namun, jauh didalam lubuk hatinya, ia sangat menyukai hal ini. Jongin pun membalas pelukan Chae Ri. Mereka saling memeluk dengan sangat eratnya seolah-olah mereka tidak ingin kehilangan satu sama lain. Namun, seketika tangan Chae Ri bergetar. Ia menangis.

Wae? Ada yang salah?” tanya Jongin yang masih memeluk Chae Ri.

“Aku mencintaimu oppa, neomu neomu saranghae,” ucap Chae Ri yang langsung mencium pipi Jongin sekilas.

Jongin pun semakin merasa sangat bahagia dengan ini semua. Ini bukan mimpi. Ini benar-benar asli.

Akhirnya, mereka turun dari permainan kincir angin tersebut. namun, ternyata Jongin masih memiliki kejutan untuk Chae Ri.

Kajja kita ke satu tempat lagi,” ajaknya yang langsung membawaku pergi dari Everland.

 

̶  Love Brings Happiness  ̶

 

Ttiikk.. ttiikk.. ttiikk

Mwo? Aigoo.. hujan. Oppa ayo kita mencari tempat berteduh,” ajak Chae Ri.

Hujan rintik-rintik membasahi mereka berdua. Untungnya mereka sudah sampai di tempat tujan. Namsan Tower. Itulah tempatnya. Namun, bukan tower yang akan mereka kunjungi, melainkan Teddy Bear Museum. Entah mengapa Jongin ingin sekali mengajaknya kesini.

Aigoo.. untungnya bajuku tidak basah. Kau tidak basah juga kan?” tanya Chae Ri.

Ani. Ayo kita masuk kedalam,” ajak Jongin sambil menarik tangan Chae Ri.

Oppa, ini tempat apa?”

“Kau tidak tahu?” tanya Jongin dengan tatapan jahilnya.

Chae Ri pun menggeleng dengan wajah polosnya.

“Ini adalah rumah hantu,” timpal jongin.

Sontak saja Chae Ri pun langsung merapatkan tubuhnya pada Jongin.

Oppa.. ayo pulang..” ajak Chae Ri yang terlat ketakutan.

“Kkk.. ya Park Chae Ri. Keumanhae! Ini Teddy Bear Museum. Kau sungguh lucu Chae Ri ya.”

“Ya oppa! Aaiisshh jantungku hampir copot.”

Jongin pun hanya tertawa akan kelakuan Chae Ri. Mereka sepertinya terlihat begitu antusias dengan museum ini. jongin menjelaskan apapun yang ia ketahui tentang museum ini, walaupun Chae Ri terlihat sedikit bosan. Namun, ia tetap mengikuti Kim Jongin. Jauh didalam lubuk hatinya, ia merasakan kebahagiaan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Setelah ia melihat-lihat museum tersebut, mereka berdua pergi ke toko pernak-pernik teddy bear. Namun, Jongin pergi ke toilet, sehingga hanya Chae Ri sendiri yang berada didalam toko tersebut. Tanpa sengaja, ia menemukan kalung teddy bear yang begitu membuatnya tertarik. Itu adalah kalung untuk pasangan. Saat Chae Ri ingin membelinya, ia teringat akan sesuatu. Ia tidak membawa dompet. Chae Ri pun hanya menghembuskan nafas kecewa dan pergi keluar toko tersebut. Namun, ia mendapatkan sebuah kotak masuk dari Jongin.

Pergilah ke sebuah tempat yang berada jamnya yang terletak  di dekat Namsan Tower.

Tanpa berpikir panjang, Chae Ri pun segera pergi ke tempat tersebut. Hari sudah semakin gelap dan untungnya hujan sudah reda. Chae Ri sampai ke tempat itu, namun ia tidak melihat sosok namjanya. Ternyata sudah pukul sembilan malam. Sebenarnya Chae Ri sudah merasakan lelah. Namun, jika ia teringat Kim Jongin, lelah itu seakan-akan hilang. Lama Park Chae Ri menunggu, sebuah lengan berhasil memeluknya dari belakang. Chae Ri terlihat kaget. Orang yang memeluknya itu menyandarkan dagunya pada bahu Chae Ri.

“Sudah lama menunggu?”

N-ne..”

“Ternyata begitu hangat berada didekatmu chagi,” ternyata namja itu Jongin.

“Kau dari mana saja?”

Ani. Aku dari tadi disini.”

“Aaiisshh, kau ̶  “

“Kau telah membuat kebahagiaan masuk kedalam hidupku Chae ri ya..aku sangat senang berada didekatmu. Bersamamu. Walaupun awalnya kita bersama didasarkan atas sebuah ancamanku. Namun, semenjak hari-hariku bersamamu, aku sungguh tidak bisa berpikir normal. Aku hanya memikiramu,” ucapnya yang semakin mengeratkan pelukannya.

Chae Ri merasakan hembusan nafas Jongin yang berada dibahunya, “Oppa.. kau ken ̶  “

“Aku sudah banyak membuatmu terluka, aku begitu menyesal Chae Ri ya..”

Jongin melepas pelukanya dan membalikkan tubuh Chae Ri sehingga mereka berhadapan. Jongin mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Kalung teddy bear. Itu adalah kalung yang sempat Chae Ri ingin beli. sontak Chae Ri kaget dengan hal itu. Jongin pun langsung memakai satu kalung dilehernya dan ia juga memakaikannya pada Chae Ri. Lalu, ia memeluk Chae Ri kembali.

“Dengan kalung ini, aku yakin kita tidak akan terpisahkan. Kau dan aku selalu bersama.. untuk selamanya,” jelas Jongin.

Gomawo oppa..” timpal Chae Ri yang membalas pelukan Jongin.

“Kau sangat-sangat begitu berharga bagiku, aku tidak ingin kehilanganmu, Chae Ri ya.. kau akan terus bersamaku,” ucapnya lagi sambil mengeratkan pelukannya.

“Aku juga sangat bahagia bisa bersamamu oppa..”

Sambil melepaskan pelukannya, “Kau janji kita akan selalu bersama?

Ne..”

Jongin pun mensejajarkan wajahnya dengan wajah Chae Ri, “Saranghae Park Chae Ri.”

Jongin pun langsung mencium bibir mungil Chae Ri. Yeojanya sempat ingin menghindar, namun Jongin menguncinya dengan memeluknya juga. Alhasil, mereka berdua saling membalas ciuman satu sama lin. Dan mereka pun berjani akan selalu bersama, selamanya.

Finish

Bagaimana ff ku yang ini? maaf ya kalau agak aneh, soalnya aku juga masih dalam tahap pembelajaran. Oh iya, kira kira aku harus buat sequel nya ga ya? Tolong komentar ya chingu. Oh iya yang ingin mengenal author bisa follow @cindyyy_ar *aku ga promosi kok* hehe..


Mysterious Trip

$
0
0

Mysterious Trip

covermt

Title : Mysterious Trip
Author : SellyWu (@Sllychou)
Genre : Mystery, horror
Length : OneShoot
Main Cast : Oh Sehun, Kris Wu , Byun Baekhyun
Support Cast : EXO member

Note : FF mystery pertama. Bagi yang gak punya jantung jangan membaca /? Haha happy reading everyone.

—–

*Author POV*

-@ DORM EXO-

“Apakalian tidak merasa bosan menjalani liburan ini hanya dengan bermalas malasan?” seseorang berkulit gelap membuka pembicaraan

“Benar juga, tapi kita kan tidak boleh keluar gara gara masih 2 member kita belum masuk” seseorang yang sepertinya tipe pembicara menanggapi kata pria berkulit hitam tadi.

“Benar kata baekhyun, kita tunggu saja sepertinya ia akan datang hari ini” Kata leader grup menanggapi namja cerewet yang ternyata bernama Baekhyun.

“Annyeong haseyo”
terlihat 2 orang memasuki dorm. 2 orang bertubuh tinggi dan tampan.

“Annyeong, Sehun imnida” pria yang ternyata bernama sehun ini terlihat begitu dingin memperkenalkan diri
“Annyeong. Kris imnida” Namja yang satu ini tak kalah dinginnya dari Sehun

“Ah ne ne,,.” Suho, orang pertama yang terbangun dari lamunan mereka tentang 2 namja ini
“Ah ne annyeong sehun, kris” Baekhyun yang akhirnya juga terbangun dari lamunan mereka

“Arraseo, karena kalian sudah lengkap kalian boleh berlibur” Manager EXO memberikan isyarat kepada Baekhyun untuk tidak bersorak ramai.

Baekhyun menjauh dari kerumunan EXO member lainnya yang berkenalan dengan Sehun dan Kris, ia berniat untuk berkenalan lebih dekat sendiri, nanti.

*Baekhyun POV*

Setelah member lainnya selesai berkenalan aku maju untuk berkenalan lebih dekat dengan 2 namja ini.

“Annyeong, Baekhyun imnida. Kalian berasal dari mana? Kelahiran tahun? Makanan apa yang kalian suka? Apa kalian senang berlibur?” Aku menghujani mereka dengan pertanyaan dan mereka hanya diam. Aku merasa suasana semakin dingin. Hanya kami ber 3 disini

Sehun dan kris meninggalkanku sendiri, dan kini tinggal aku di ruang latihan

“Apa apaan mereka, member baru tidak punya sopan. Paboya!” Aku menggerutu dalam hati karena sikap kedua namja tadi.
Aku memutuskan untuk pergi ke kamarku dan menemui Suho

“Hyung?” aku memulai percakapanku dengan Suho berniat mengadu
“Ne baek? Ada apa?” Suho menanggapiku dan duduk di samping ku
“Apa kau tidak merasa aneh kepada . . . , ,” belum selesai aku berbicara ada yang mengetuk pintu

“Ah ne masuk masuk” Suho dengan ramah mempersilahkan orang yang menggedor tadi untuk masuk, aku menggerutu.
Ternyata seluruh member berkumpul

“Hyung, bagaimana jika kita pergi berlibur dengan konsep di hutan?” Kris, member baru itu member usulan dengan tatapan datar seperti melamun
“Itu menarik, kalian setuju?” Semua member mengangguk menanggapi perkataan Kris. “Baiklah, kalian segera packing kita akan berangkat nanti malam” Suho melanjutkan

Aku sebenarnya takut akan jelajah hutan seperti kata namja gila ini tapi aku tidak boleh terlihat lemah.

Anehnya, setelah seluruh member berhamburan dari kamarku termasuk Suho, kedua namja ini terus melihatiku seperti ingin menunjukkan sesuatu padaku.

*FLASHBACK*

Ayah dan ibu ku hilang dalam kecelakaan pesawat 2 bulan yang lalu. Sampai sekarang mereka belum diketemukan bahkan serpihan kecil pesawat tidak ditemukan. Para professor menganalisis bahwa pesawat itu jatuh saat akan mendarat di Seoul dan jatuh di Hutan GoemYun. Aku hanya bisa pasrah dengan keadaan ini.

*FLASHBACK END*

-Pukul 23.00 KST-

“Baik semua sudah siap?” Suho bertanya sambil mengabsen kami satu persatu. “Kita akan ke Hutan GoemYun, berangkat menggunakan jeep ini” Suho melanjutkan kata katanya sambil menunjuk mobil jeep berukuran besar yang terparkir

Aku bergidik ngeri. Jalanan sudah sangat sepi bahkan lampu jalan meredup tiba tiba. Kami semua menaiki mobil dengan posisi Suho menyetir di depan dengan Tao disampingnya,, karena tidak ada tempat duduk di belakang, kami duduk di bawah beralaskan kasur empuk.
Tidak beruntungnya aku berada di tengah tengah Kris dan Sehun yang aneh ini.

Semua member bergurau dan mungkin hanya aku dan kedua namja ini yang termenung. Aku mengalihkan pandanganku ke jendela untuk melihat alam.

Hanya hutan hutan gelap dan suara jangkrik yang memenuhi malam. Bayangkan hanya mobil kami yang berada di jalanan se sepi ini di malam selarut ini.

[BRAK]

Sepertinya Suho menabrak seseorang, ah tidak atau mungkin seekor ah mungkin juga sesuatu. Suasana berubah menjadi panic, bisik bisikan sana sini mulai terdengar

“Jangan panik! Tetap tenang, aku akan turun kalian tetap disini” Guardian Angel kami ini turun dengan sedikit melompat. Lalu mengecek bagian depan mobil dan terlihat membungkuk ke dalam lorong mobil

Apa yang dilihatnya . . . .?

Ia tampak terkejut dan mematung sejenak di depan mobil setelah melihat kolong mobil. Kami mulai penasaran dan Luhan mulai memeluk Xiumin. Dan kedua namja aneh ini Kris dan Sehun malah terpekik seperti melihat sesuatu aneh

Suho kembali dalam mobil dan mulai termenung.

“Kau menabrak apa?” Aku bertanya pada Suho takut takut.
“Ehm.. Tak ada. Aku heran karna bunyinya begitu keras namun tak ada apa apa” Suho menjelaskan dengan alis terangkat heran.

“Lanjutkan perjalanannya” Sehun dengan wajah datar dan suara serak menambah ketakutanku tambah menjadi.

Kami melanjutkan perjalanan. Tak ada seorang member pun yang tertidur. Kami menikmati perjalanan sera mini, bukan kami namun mereka dan tidak untuk aku. Bahkan sekarang sudah pukul 1 malam.

Kami akan sampai di hutan GoemYun pukul 03.30 subuh.

“Hyung, kami tidak bisa tidur dalam posisi seperti ini, aku membawa tikar besar apa tidak sebaiknya kita bermalam di hutan saja?” Tao mengusulkan usul yang sama sekali tidak berminat untuk kuikuti

“Benar kata Tao!” Lay menyetujuinya dan tidak beruntungnya lagi semua member mengangguk. Akhirnya kita turun dari mobil dan mencari lahan kosong

Namun dari kejauhan kami menemukan rumah tua, yang cukup besar.
‘Gila saja, siapa yang membangun rumah besar seperti ini di dalam hutan?’ batinku

“Sepertinya lebih baik kita menginap disana” Suho menunjuk rumah tua itu dan semua member lagi lagi menyetujuinya.

“Annyeong..” Kai berkata dengan suara lantang sambil menggedor pintu tua itu

[KREK]

Pintu itu terbuka dengan sendirinya ..

Kai mengedikkan bahu lalu memasukinya dan mulai menjelajahi seisi ruangan

Lalu ia kembali dan berkata bahwa rumah ini kosong. Aku mengedikkan bahu dan melihat suho dengan mengangkat daguku untuk meminta pendapatnya

“Baiklah kita akan menginap disini semalam, besok pukul 10 malam kita berangkat lagi. silahkan istirahat” Suho menjelaskan dan anak anak mulai berhamburan kecuali aku, Suho, dan kedua namja aneh Kris Sehun.

“Baek silahkan menuju kamarmu” Suho berkata sangat lembut padaku
“Aniyo, aku ikut kau tidur di sofa” Aku menggenggam lengan Suho

“Ah baiklah manja, Kris Sehun kau silahkan istirahat juga” Suho tersenyum kepada kedua namja aneh ini

“Gomapta, tapi tak usah, biar kami yang menjaga pintu ini” Kris berkata halus namun dingin dan mendapat anggukan dari Sehun yang sama anehnya dengan dirinya

Kedua namja aneh ini terlihat tegang sambil menatap pintu masuk, seperti ada yang disembunyikan.

Tak kuperdulikan, aku dan suho berselanjar di sofa tua dan sedikit demi sedikit pandanganku mulai mengabur. Aku tertidur.

-Pukul 04.10 KST-

Aku terbangun karena mendengar suara suara erangan aneh, namun setelah aku bangun suara itu mendadak hilang. Kulihat suho tertidur begitu pulas dan kris sehun yang terlihat masih terjaga

“Hey namja aneh, mengapa kau tak tidur?” aku sedikit berteriak kepada mereka

“Berhenti memanggil kami namja aneh kau akan tau sebabnya” Sehun menjawab dingin perkataanku. “Dan jaga mulutmu di daerah sini” Ia melanjutkan

Aku menutup mulutku takut terjadi sesuatu dengan perkataanku dan kembali tertidur.

-Pukul 09.00 KST-

Kami terbangun begitu siang karena benar benar lelah.
kulihat di meja makan sudah ada 2 Ayam bakar dan 2 Ikan bakar lengkap dengan Timun dan nasi.

“Siapa yang membuatnya?” Aku melihat ke arah member satu per satu
“Kami tadi ke hutan dan sungai untuk mencari itu lalu nasi itu dari persedianku” Kris menjelaskannya padaku

Aku tak menyangka sebenarnya kedua namja sangar ini baik hati.

Kami makan makanan yang sudah disediakan oleh kedua namja ini dengan lahap lalu berterima kasih padanya dan dua namja ini TERSENYUM. Iya mereka tersenyum dan terlihat sangat menawan.

*skip*

-Pukul 10.00 KST-

Kami berkemas dan mulai menuju ke mobil untuk melanjutkan perjalanan.

“Kemana mobil kita? Seingatku aku memarkirnya disini?” Suho terkejut mengetahui mobil jeep kami yang hilang

‘mustahil sekali mobil jeep khusus tanjakan di ambil orang’ batinku bertanya tanya

“Permisi, apa kalian mencari mobil itu?” Seorang ahjussi yang sudah tua menghampiri kami dan menunjuk mobil jeep kami, hampir saja aku terlonjak karena kedatangannya

“Ah ne itu mobil kami, gomapta ahjussi” Suho berterimakasih dan membungkukkan badannya berpamitan

‘Aneh sekali, mobil yang terparkir di sebrang rumah tua itu berpindah ke pekarangan belakang. Siapa yang memindahkannya?’ aku membatin. Beribu pertanyaan aneh hinggap di otakku.

-Di dalam mobil-

“Aneh sekali..” aku bergumam pelan
“Sudahlah, tak usah kau pikirkan” suho menenangkanku dengan santai walaupun aku tau sebenarnya ia penasaran

Kulirik kedua namja di sebelahku ini, mereka terlihat berpura pura tenang seperti menyembunyikan sesuatu dibelakang kami.

Tak kuhiraukan mereka, aku menikmati perjalanan menyeramkan ini. Cukup sekali dalam hidupku.

Kami akan melewati jembatan..

“Hyung, sebaiknya kau bunyikan klaksonmu” Sehun berkata datar
“Ah, kau masih percaya hal seperti itu eoh?” Suho tertawa meledek Sehun yang percaya dengan lambang yang ada

Disitu tertera tulisan “BUNYIKAN KLAKSON”

Sebenarnya aku juga tidak percaya akan hal hal aneh yang tidak bisa di logika seperti ini sama seperti Suho.

Suho menjalankan mobilnya tanpa membunyikan klakson seperti apa yang disarankan namja aneh ini. Tiba tiba …

[TOK TOK]

Aku terlonjak kaget, seorang kakek kakek berwajah seram mengetuk pintu mobil kami bagian belakang tepat di posisi, aku menjerit karena kaget mengetahui kakek ini sudah berada dekat sekali dengan aku.

“itu akibatnya” Sehun dengan muka datar dan dingin mengatakannya dengans sangat santai

‘Bagaimana bisa ada seseorang tiba tiba muncul di jembatan gantung ini? Dari mana ia datang? Sepengetahuanku tidak ada orang sama sekali di jalan ini namun mengapa bisa kakek tua nan menyeramkan ini datang? Misterius’ Batinku bertanya tanya.

Jam sudah menunjukkan pukul 12 dini hari namun rombongan kami belum juga sampai.

“Suho, jam berapa kita akan sampai?” Xiumin yang paling tua di antara member lainnya bertanya. Sepertinya ia lelah.

“Aku juga heran, seharusnya kita sudah sampai sekarang. Namun mengapa kita berputar putar di jalan yang sama ya?” Suho balik bertanya

Ya juga, kami sudah 30 menit ini berputar putar di jalan yang sama. Kami melewati Pohon besar ini sudah 3 kali. Ada apa ini?

“Sebaiknya kita pulang sekarang dan berlibur ke tempat lain” Kris berkata datar dan mengejutkan semuanya

“Kris! Apa apaan kau? Kita sudah menghabiskan banyak waktu disini tapi kau malah menyuruh kita kembali!” Aku membentak kris dengan suara tinggi, sudah habis kesabaranku dengan namja ini

“Baekhyun! Keep calm!” Suho menegurku. “Apa yang dikatakan kris ada benarnya, kita dapat berlibur ke tempat yang lebih indah besok” Suho melanjutkan perkataannya

Semua yang ada di mobil hening menanggapi perkataan Suho. Tidak ada satupun yang berani membantah sang leader.

“Kita pulang dini hari seperti ini Hyung?” Kai dengan tenang bertanya kepada Suho. Sepertinya hanya namja ini yang tidak terbawa suasana.
“Hem. Tentu” Suho menanggapi perkataan Kai

Malam ini kami pulang dengan rasa takut dan heran yang bercampur aduk jadi satu karena kejadian tadi.

Sekarang sudah pukul 1 dini hari waktu KST,dan masih sama tidak ada salahsatu pun dari kami yang tertidur. Takut hal buruk akan terjadi lagi, Suho menaati apapun symbol yang ada dan tertera di jalan.

Banyak symbol symbol aneh yang tertera di jalan ini seoerti yang di jembatan gantung itu ‘Bunyikan klakson’

Lalu saat melewati jembatan yang melintasi sungai ada symbol bergambarkan tengkorak dengan tulisan ‘Jangan berbicara disini’

Lalu saat kami harus melewati tikungan tajam ada symbol bertuliskan ‘Jangan menengok ke belakang’

Apakah jika kalian menemukan symbol itu kalian akan mematuhi nya? Dan apa yang akan terjadi jika anda tidak mematuhi nya?

Perjalanan berjalan selama 4 jam dan kami sampai di dorm kembali dini hari pukul 3. Suasana masih sama sepi nya, tidak ada orang berlalu lalang dan lampu jalan redup bahkan ada yang mati.

Kami menurunkan barang barang dan langsung kembali ke dorm, Suho menyuruh kami untuk berkumpul di ruang tengah.

“Hyung, ada hal apa yang mau dibicarakan?” Tao yang kelihatan lelah bertanya melirik Suho

“Baik begini, kita semua tau banyak kejadian aneh yang kita alami saat menuju hutan GoemYun, aku masih penasaran …,

Belum selesai Suho melanjutkan perkataannya Kris memotong perkataan Hyungku ini ,,

“Aku ingin memberitahu kalian rahasia perjalanan kita” Kris dengan dingin memotong perkataan suho

“Sudahlah jangan berbasa basi..” Aku tak sabar akan hal apa yang akan dibicarakan oleh namja misterius ini

“Baik, sebenarnya kakek kakek tua yang menyeramkan itu adalah penghuni jembatan gantung seperti apa yang dibilang Sehun,kedua rumah tua yang ada di tengah hutan adalah halusinasi kalian, dan sebenarnya …,

Sebelum Kris melanjutkan perkataannya aku memperhatikan raut wajah member member lainnya yang sepertinya sangat tercengang dengan apa yang dikatakan kris.

,…dan sebenarnya jurang. Sehingga aku dan sehun berkata akan menjaga pintu masuk yang sebenarnya adalah ujung jurang. Dan saat mobil kita terpindah itu adalah ulah orang tua penjaga jurang yang risih akan kedatangan kita. Dan yang terakhir adalah kita memutar pada jalan yang sama berulang ulang? Itu karna kita sudah sampai di hutan GoemYun,..

“Kalau kita sudah sampai mengapa kita tidak melihat hutan tersebut?” Aku memotong perkataan kris

“Itu karena hutan GoemYun itu hutan terlarang, tidak semua orang bisa melihat dan memasukinya itu sebabnya juga pesawat maupun helicopter yang melewati hutan itu tersesat dan tidak akan dapat ditemukan lagi sampai 10 tahun mendatang. Mengapa sampai 10 tahun mendatang? Karena hutan GoemYun dapat terbuka 10 tahun sekali sehingga orang orang yang tersesat di dalamnya akan keluar dengan badan kurus kering tetapi sehat”

‘Kris ternyata mengerti akan misteri perjalanan ini dan itulah sebabnya ia dan sehun menjadi dingin’ aku membatin dalam hati menerka nerka

Sekarang aku mengerti kemisteriusan perjalanan kami dan kemisteriusan dibalik Sehun dan Kris.

-END-

Note : Itu khayalan semata eaps, siapa yang takut coba munculin diri /? Siapa yang gak baca sampe selese coba munculin diri juga /? Intinya terimakasih sudah membaca jangan lupa saran kritik komen yaaa. Maap typo typo manusiawi kkk~ Sampai jumpa /jeremyteti

 


Saranghae Uri Dongsaeng

$
0
0

Saranghae Uri Dongsaeng

Saranghae Uri Dongsaeng

Length               : TwoShot

Genre                : brothership, angst, sad story

Rating                : G

Main Cast          : DO Kyungsoo, Byun Baekhyun, Park Chanyeol

 

Indah. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan tempat dimana kedua namja ini berpijak. Ada sebuah menara yang menjulang tinggi berdiri tegak dihadapan mereka. Entah apa yang sedang mereka lakukan dan apa pula yang sedang mereka rasakan saat memandangi salah satu 7 keajaiban dunia itu. Mereka berdua, namun tak ada yang saling bicara satu sama lain. Hanya saling menatap dan kemudian mata mereka kembali tertarik pada menara yang dikenal dengan nama Eiffel.

 

FLASHBACK ON

 

“darimana saja kau? Kenapa kau tak pulang saja sekalian. . .  apakah selamanya kau akan jadi seperti ini? keluar malam dan menjadi anak yang brutal dan kurang ajar?” terlihat seorang ayah sedang memarahi anaknya yang pulang tengah malam

“aku sudah menjelaskan berkali-kali pada ayah. . . apapun yang ku lakukan sama sekali tak ada sangkut pautnya pada keluarga ini, jadi ayah tak perlu khawatr aku akan mempermalukan keluarga kita. . .”

“chanyeol mau kemana kau? Ayah belum selesai berbicara padamu..”

“jika salah satu dari kita tidak ada yang menghindar, maka pertengkaran ayah dan aku tak akan pernah ada hentinya. Aku hanya tak ingin kedua adikku terganggu. . .”

Seperti inilah setiap hari yang terjadi pada keluarga ini. tak ada yang namanya ketenangan walau hanya satu haripun mereka selalu menghabiskan dengan pertengkaran. Hanya saat mereka sedang tidak bersama baru ada ketenangan.

“sepertinya sudah tidak ada keributan. . .” seorang namja yang lain melepaskan kedua tangannya setelah menutup kedua telinga adiknya. Mungkin agar sang adik tak mendengar pertengkaran antara ayah dan kakaknya.

“d.o-ah. . . gwenchana?” seorang kakak yang bernama Baekhyun itu merasa khawatir karena adiknya hanya diam, tak ada reaksi marah, sedih, ataupun kesal mendengar kakak pertama dan ayahnya betengkar. Ya pasti masih sedikit terdengar bagaimana mereka bertengkar walau terdengar kecil.

Seseorang telah membuka pintu kamar d.o .

“ya bakhyunnie kenapa kau memandangku seperti itu? Bukankah ini sudah kebiasaan antara aku dan ayah?” chanyeol yang masuk ke kamar d.o dengan sumringah tiba-tiba bungkam dengan tatapan salah satu adiknya yang terlihat ingin memakannya.

“sebaiknya kita keluar, biarkan d.o istirahat. . . . d.o-ah tidurlah. . .  sudah tidak akan terjadi apa-apa lagi” baekhyun menarik d.o untuk berbaring, d.o yang masih diam hanya pasrah(?)

Setelah berhasil membuat d.o ke posisi tidur, baekhyun menarik kakaknya chanyeol keluar dari kamar d.o.

“bisakah sehari saja kalian tidak ribut dan bertengkar? Aku tak akan peduli dengan apa yang kalian lakukan. Tapi kau harus ingat kondisi kyungsoo. Apa kau memang berniat membuatnya mati secara perlahan?” baekhyun tanpa aba-aba memarahi chanyeol

“kau kira aku mau dan ingin berada dalam keadaan seperti ini? kau kira aku juga tidak lelah bertengkar setiap hari dengan ayah? Kau kira aku tak khawatir dengan keadaan kyungsoo. . . . chamkaman. . . ada kabar apa tentang kondisinya sekarang?”

“aku tadi mengantarnya check up. . . . dan. . .”

“dan apa? cepatlah kau bicara. . . apa tidak ada perkembangan dengan jantungnya? Ya baekhyun jawab aku!”

“bahkan lebih dari itu. . . kondisinya semakin memburuk. . bahkan dokter sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menyembuhkan kyungsoo. D.O tak tahu kondisinya sendiri, aku tak tau bagaimana cara mengatakannya”

Seketika tubuh chanyeol seperti membeku dan tak tahu bagaimana cara menggerakkannya. Hati mereka sakit melihat kondisi adiknya yang seperti itu. Chanyeol bahkan seperti mengutuk dirinya sendiri karena pengorbanan yang ia lakukan tiap malam untuk menambah biaya pengobatan d.o kyungsoo seperti hal yang sia-sia. Mereka memang dari keluarga yang kaya, namun perusahaan sang ayah akhir-akhir ini sedang mengalami krisis. Baekhyun seperti orang yang tak ada gunanya untuk adiknya. Yang bisa dia lakukan hanyalah sekolah dan duduk dirumah.

Tanpa chanyeol dan baekhyun sadari, ada sepasang mata yang memperhatikan keduanya sedang berbicara di pinggir kolam renang. Dengan langkah gontai dia kembali ke dalam kamarnya.

“Mianhae chanyeol hyung. . . mianhae baekhyun hyung . . . . mianhae ayah. . . aku selalu membuat kalian bingung dan menderita. Jika aku bisa memilih, aku ingin Tuhan mengambilku sekarang agar kalian tak lagi menderita karena aku” d.o terisak dalam tangis dan hanya dapat menjerit dalam hati tanpa mampu membuka mulut. mungkin bukan tidak mampu tapi dia tidak ingin tangisannya terdengar sampai luar.

“oemma. . .. .” hanya kata itu yang membuatnya membuka mulut

 

Beberapa hari kemudian

Baekhyun telah lulus SMA hari ini. berbeda dengan murid lain yang menghabiskan waktu merayakan kelulusan dengan konfoi dan pesta, Baekhyun hanya membagi kesenangannya dengan adik dan kakaknya.

“chukkae. . .”

“Ya hyung. . . adik imutmu ini lulus dengan nilai sempurna dan hanya itu yang kau ucapkan? Tidakkah kau sedikit saja menambahkan kata ‘chukkae adikku yang ku banggakan’ atau bla bla bla”

“Ya baekhyunnie. . . . kata-kata seperti itu tidaklah penting, ini bukan akhir dari perjuanganmu dan kau dengan bangganya tersenyum puas?”

“huuwaaahhh. . . . kau benar-benar hyung yang tidak menyenangkan, aku tak akan memelukmu, aku hanya akan memeluk d.o” dengan tanpa izin d.o baekhyun langsung memeluk tubuh mungilnya erat-erat. Tak ada penolakan dari d.o, karena dia memang tau bahwa kakaknya yang satu ini memang sangat manja jika sedang bahagia.

“kau bahkan tak malu padaku dan d.o . . . umurmu lebih tua darinya, tapi kau seperti berumur 10 tahun yang baru saja mendapat cokelat. . . .”

Saat ketiga saudara lelaki ini sedang asik berbincang, tiba-tiba sang ayah datang dan mengheningkan suasana

“kenapa kalian diam? Ayah tak akan mengganggu kalian. . . silahkan lanjutkan”

“ayah tak mau mengucapkan selamat padaku?”baekhyun melepas pelukannya pada d.o dan menghampiri ayahnya yang akan beranjak pergi

“bagaimana tidak? Ayah sangat bangga padamu. . . sampai ayah tak tau lagi harus berkata apa”

Baekhyun hanya mengulas senyum dan wajah sok imutnya itu. Melihat ayah dan baekhyun terbesit rasa iri dalam hati chanyeol. Dia hanya menunduk melihat percakapan mereka. D.o yang seperti menyadari hyungnya langsung menggenggam tangannya dan menatap chanyeol dengan tatapan seolah mengatakan ‘gwenchana?’. Dan hanya dijawab dengan senyum sumringah oleh chanyeol.

“ah ya ayah ingin berbicara pada kau dan chanyeol. . .”

Perkataan sang ayah membuat mereka bertiga bingung

“setelah ini temui ayah di ruang kerja ayah”

 

At ruang kerja Ayah

“Wajib militer? Ayah kenapa secepat itu?” baekhyun dan chanyeol kaget mendengar penuturan ayahnya

“kalian sudah sama-sama lulus sekolah. . . bukankah baik jika dilaksanakan secepatnya? Memangnya ada masalah jika amil kalian dipercepat? Apa kalian tidak tega meninggalkan d.o sendirian? Jika itu yang kalian khawatirkan buang jauh-jauh pikiran itu. Ayah masih bisa menjaga d.o”

“tapi ayah. . .”

“keputusan ayah sudah bulat. . . senin depan kalian akan berangkat. Gunakan satu minggu ini untuk mempersiapkan diri” sang ayah pun meninggalkan chanyeol dan baekhyun dengan keadaan bercampur aduk rasanya

 

Setelah kejadian itu d.o seperti menjaga jarak pada kedua kakaknya. Dia tak ingin lagi bergantung pada hyung-hyungnya itu, dia tak ingin saat kedua kakaknya wamil dia tak bisa berbuat apa-apa. hingga pada suatu malam d.o merasakan sakit yang amat sangat pada jantungnya.

“bbbaekhyun hyung.. . . cchchhanyeol hyung. . . .” d.o hanya bisa menahan tangis dan sakitnya seorang diri, bahkan dia hanya bisa menjeritkan nama kedua hyungnya dalam hati

 

Esok harinya . . .

“jaga diri kalian disana, jangan berbuat ulah dan patuhi semua peraturan agar kalian dapat cepat pulang arrachi?”

Sementara baekhyun, chanyeol, dan ayahnya berada di pintu gerbang menunggu mobil militer menjemput, d.o hanya melihat kedua kakaknya dari jendela ruang tamu.  Tak terasa air matanya jatuh.

“tuan tidak keluar sekedar memberi pelukan perpisahan pada tuan chanyeol dan tuan baekhyun?”

“jika aku keluar maka aku tidak akan bisa melepas mereka bi. . . .” sahut d.o dengan suara parau

“tuan kyungsoo jangan khawatir, wajib militer hanya 2 tahun. . .  kalian pasti akan berkumpul lagi nanti”

“aku bahkan tidak tau tahun depan aku masih disini apa tidak? Aku juga tidak tau apakah kita nanti masih bisa pergi ke Paris bersama” d.o membatin. Air matanya makin deras keluar. D.o kembali memegangi dadanya. Rasa sakit yang selama ini mendera 2x lipat ia rasakan saat ini.

Sementara diluar terlihat sebuah mobil besar (bayangkan sendiri. . hehe) berhenti tepat di depan gerbang rumah mereka. Ada sekitar 4 orang berpakaian lengkap (bayangkan pakaian abri indonesia aja hehe) keluar dari mobil dan memberi hormat pada ayah.

“mereka sudah siap. . . kalian bisa membawanya”

“d.o-ah?” chanyeol melihat adiknya sedang berdiri dibalik jendela. D.o yang seperti sadar bahwa chanyeol telah melihatnya pun langsung menutup tirai dan beranjak hendak menuju kamar.

“d.o-ah. . .” suara chanyeol dan baekhyun menghentikan langkahnya

“hyung?”

Tanpa berkata apa-apa lagi mereka berdua langsung memeluk adiknya. Tak ada perkataan yang terlontar.

“andwae. . .  kalian jangan seperti ini. . . pergilah sekarang aku akan menunggu kalian. . aku janji”

“jangan keluar saat cuaca dingin. . . jangan melakukan hal-hal yang membuatmu lelah. . minum obat dengan teratur dan jangan pernah bandel. . .  jangan memikirkan hal-hal yang membuat sakit. . .” chanyeol melepaskan pelukannya dan memberikan beberapa nasihat kepada adiknya. Sedangkan Baekhyun terus memeluk tubuh mungil D.O.

“aku akan mengingatnya. . . baekhyun hyung ayolah jangan seperti ini. . . jika kau bersikap seperti anak kecil kau akan sulit menjalani semua kegiatan. .”

“kau harus berjanji pada kami untuk tetap sehat. . . ingat saat kami kembali kau harus dalam keadaan sehat dan tak bermuka vampir seperti sekarang. . arrachi?”

“Arra arraseo. . . jadi lepaskan pelukanmu sekarang” d.o sedikit kesal dengan sikap childish hyungnya ini.

“Ya! Kedua hyungmu akan pergi selama 2 tahun dan seperti ini ekspresi wajahmu? Kau benar-benar dongsaeng yang menyebalkan”

“kau harus mengingat semua perkataanku tadi. . .”

“oke oke. . . epatlah kalian berangkat. . . kalian mau mendapat hukuman karena keleletan kalian? Palli palli. . .” d.o mendorong chanyeol dan baekhyun keluar

“daaa. . . .” d.o melambaikan tangannya walau kedua hyungnya masih berada di depannya

“aiiiisshhh ya jinja. .. . :/”

Dengan langkah berat mereka meninggalkan donsaengnya.

Tak terasa mobil yang membawa kedua hyungnya sudah tak terlihat. D.O kembali meneteskan air mata.

“yeol hyung. .  baekki hyung. . jaga diri kalian disana. . .” d.o membatin

“aaarrgghhh. . . . .”

“tuan muda? Tuan tuan. . . .” bibi yang setia berada di belakang d.o langsung menyadari d.o yang sedang mengeram kesakitan

“d.o? bi cepat hubungi dokter kris. . . saya akan membawa d.o ke kamarnya. .” tuan jungsoo memapah putranya ke kamar

“bbaik tuan. . . .”

 

Beberapa saat kemudian setelah dokter pulang dari rumah mereka.

“yeol hyung. .  baekkie hyung. . . . .” d.o kembali memanggil nama kedua hyungnya dengan deraian air mata.

“jika ayah tau akan terjadi seperti ini ayah tak akan mau menuruti semua kemauan gilamu itu d.o . . . kau lihat? Sekarang kau sedih seperti ini. . .” ayah d.o duduk disamping ranjang, sedangkan d.o masih berbaring membelakangi ayahnya

“tapi jika waktu bisa terulang aku akan tetap melakukan hal yang sama ayah. . . aku tak ingin yeol hyung dan baekkie hyung hanya menghabiskan waktunya untuk mengurusku. . setidaknya dengan mereka ikut wamil mereka akan sibuk pada diri mereka masing-masing”

“tapi jika mereka tau bahwa kaulah yang meminta ayah untuk memerintahkan mereka ikut wamil mereka akan sangat kecewa dan sedih mereka juga mungkin akan menyesal karena tak menjagamu. . .”

“andwae. . . ayah jangan pernah memberitahukan soal ini pada mereka. . jebal. . .aku tak ingin mereka semakin sedih. . . .” d.o tersentak bangun dan memegang tangan ayahnya seraya memohon

“kau memang keras kepala. . . ayah sudah berkali-kali bicara padamu bahwa semua yang kau lakukan pada akhirnya bukan ayah, chanyeol maupun baekhyunlah yang mendeita, tapi kau sendiri”

“aku akan menunggu mereka. . . mereka berjanji akan pulang tepat waktu. . . . dan aku yakin bahwa kita masih bisa pergi ke Paris bersama untuk melihat secara langsung Menara Eiffel”

“kalau begitu kau harus memegang janjimu yang akan menunggu mereka. . . jika kedua hyungmu sudah pulang ayah akan mengabulkan keinginan Paris ke kalian. . . sekarang kau istirahatlah. . .” ayah d.o mulai beranjak meninggalkan d.o di kamar.

“maafkan ayahmu ini yang tak yakin bahwa kau akan bisa pergi ke Paris d.o . . . .” ayah d.o berhenti sejenak dibalik pintu kamar d.o. sementara d.o

“aku tau ayah. . . aku tau ayah tidak yakin aku bisa pergi ke Paris bersama yeol hyung dan baekkie hyung” seolah d.o menjawab isi hati ayahnya, dia juga berpikir hal yang sama tentang dirinya

 

 

2 Tahun Kemudian

 

“apa ayah tau perasaanku setelah semua yang kita lalui selama 2 tahun?”

“bagaimana ayah tidak tau. . . bagaimana keadaan kalian selama berada disini? Kalian hebat bisa melalui semua kegiatan dan pulang tepat waktu. . .ayah bangga pada kalian berdua” ayah ingin memeluk chanyeol dan baekhyun yang telah berhasil menjalankan misi mereka selama 2 tahun (misi mereka? Tepatnya misi si dongsaeng :D)

“tunggu. . . . kami memang senang bisa menjalani wamil dengan baik. . . tapi bukan berarti kami lupa tentang pemaksaan ayah yang mendadak menyuruh kita ikut ni. . . ayah tidak tau betapa kagetnya kami 2 tahun yang lalu. Dan ayah juga tidak tau bagaimana rasa rindu kami pada adik kami?” chanyeol mengelak dari ayahnya yang akan memeluknya dan juga baekhyun.

“d..o? kemana dia? Kenapa d. Tak ikut sama ayah menjemput kami berdua? Apa dia tak rindu pada kami?” baekhyun yang tadinya ingin membalas pelukan ayahnya langsung menepis juga karena mendengar kata ‘adik kami’. Ayahnya langsung diam membeku.

“aapa terjadi sesuatu pada d.o?” chanyeol dengan ragu bertanya pada ayahnya. Berharap apa yang dipikirkannya tidak terjadi.

“ayah. ? kenapa ayah diam? Ayolah ayah jangan membuat kami bingung dan khawatir?” chanyeol sedikit mendesak ayahnya untuk menjawab

“ayah akan membawa kalian ke suatu tempat. . cepat masuk ke dalam mobil” tanpa menjawab pertanyaan chanyeol, ayah malah menyuruh mereka masuk mobil.

 

Mereka sudah berada di tempat yang ayah mereka maksud. Tempat dimana banyak orang dengan berbagai ekspresi. Ada yang sedih dan menangis, ada yang tersenyum bahagia. Ada pula yang sedang merintih kesakitan.

Mereka kini sudah berada di sebuah ruang dengan sebuah kaca lebar yang terdapat dalam tempat itu.

“rumah sakit?”

“ICU?”

Ujar chanyeol dan baekhyun bergantian. Tubuh mereka menegang. Pikiran mereka melayang ke satu arah. Namun sama-sama menepis semua yang mereka pikirkan. Tidak mungkin adiknya. Tidak mungkin d.o.

“d.o selama ini selalu menunggu kalian. Dia bahkan pergi check up secara rutin dan meminum obatnya secara teratur demi kalian. Agar dia dapat menepati janjinya untuk tetap sehat saat kalian pulang. . . tapi 3 bulan yang lalu. Mungkin itu hari dimana dia sudah tidak bisa lagi bertahan. Walau dia rutin dan rajin check up itu sama sekali tidak membuat jantungnya semakin membaik.

“anni. . . . andwae. . . dia sudah berjanji padaku untuk menyambutku dengan tidak dalam bermuka vampir. . tapi kenapa dia malah tidur seperti ini? kenapa dia tidak menepati janjinya. . . . .” tubuh baekhyun membeku ketika melihat sang adik yang sangat ia cintai terkulai lemah dengan berbagai alat-alat yang terpasang di tubuhnya. Sedangkan chanyeol masih sibuk dengan pikirannya yang kacau

“d.o sudah koma selama 3 bulan. . .” lanjut sang ayah

 

Dalam ruang ICU

Dengan pakaian steril mereka masuk ke dalam ruangan dimana sang adik sedang tidur. Lengkap dengan alat bantu pernafasan, kabel-kabel yang menempel di dada adiknya *saya sendiri tidak tau itu kabel apa.

“annyeong d.o-ah. . .  hyung sudah pulang. . jahat sekali kau sama sekali tak menjemput atau menyambutku. . . apa kau tidak tau hyung sangat rindu padamu? Bangunlah dari tidurmu itu dan sambut kami. . . aku tau kau hanya lelah menunggu kami dan ingin tidur sebentar. . sekarang kami datang seharusnya kau juga bangun. . .” celoteh baekhyun dengan nada tersedu-sedu dia berusaha menghibur diri

“baekkie-ah jangan seperti ini. . . d.o tak akan mendengar apa yang kau bicarakan. . . dia sedang koma. .  sebaiknya kau diam dan jangan berisik” chanyeol yang notabene kakak tertua berusaha tegar dan menenangkan baekhyun.

“kau salah hyung. . . . d.o hanya sedang tidur dan pasti dia juga mendengar kata-kataku. . . dia harus mendengarnya bahwa hyungnya ini sedang kecewa karena dia tidak menepati janji. . .  d.o-ah jawab aku dan bilang pada yeol hyung bahwa kau hanya lelah dan tertidur. . . .” baekhyun sedikit mengguncangkan tubuh d.o yang terbaring lemah tak berdaya.

“baekkie-ah jernihkan pikiranmu itu. . . jika d.o sadar maka  juga akan ikut sedih melihatmu seperti ini. . .”

“anniyoo. . . dia akan bangun . . . . d.o-ah cepatlah bangun dan tepati janjimu. . . bukankah kau juga menginginkan kita pergi bersama ke Paris dan melihat menara Eiffel? aku akan ikut denganmu walau aku tak begitu menyukai Paris. Tapi kau harus bangun dulu. . .  d.o-ah jebaal. . .”

“baekkie-ah” hanyeol sedikit membentak agar baekhyun tau apa yang dia lakukan itu percuma

“oh yeol hyung lihatlah. . . .” baekhyun melihat tangan d.o sedikit bergerak. Dia pun langsung mengusapkan air mata yang sudah membasahi pipinya itu

“d.o-ah kau sudah sadar? Baekkie kau tunggu sini. . aku akan panggil dokter” chanyeol dengan sigap keluar ruangan untuk mencari dokter

 

Beberapa saat kemudian

“d.o-ah apa ada yang sakit? Bagaimana bisa kau tidur selama itu? Kau bukanlah orang yang suka sekali tidur dan setiap kau tidur lama badanmu akan terasa pegal dan nyeri” baekhyun sedikit memijat pundak d.o

“gwenchanaeo. . . . mianhae hyung. . . karena aku mengingkari janjiku sendiri” ujar d.o dengan suara yang lemah

“anniyo. . . kau sudah berusaha. . . ini sudah kehendak Tuhan, kau tak perlu menyesali diri. . .  yang terpenting sekarang kau sudah sadar dan akan segera sembuh” ucap chanyeol

“chanyeol hyung. . . sebaiknya kau lanjutkan studymu dan membantu ayah di perusahaan, aku tau kau sangat pintar dalam berbisnis dan sangat memahami seluk beluk perusahaan. . .” d.o seperti memberi nasihat untuk hyungnya

“kenapa kau tiba-tiba membicarakan hal itu?” chanyeol sedikit dibuat bingung oleh adiknya

“baekhyun hyung. . . kurangilah sifat kekanakanmu itu karena wanita tak terlalu menyukai lelaki yang childish sepertimu itu. . . kau juga harus melanjutkan sekolahmu dalam bidang seni karena aku tau kau sangat pandai bernyanyi. . . .” d.o juga memberi nasihat pada hyung yang satunya

“wae geure? Kau berkata seolah kau akan pergi selamanya. . . .” baekhyun ikut dibuat bingung juga

“ aku senang bisa bertemu kalian sebelum aku pergi. . aku akan meminta Tuhan untuk menjadikan kita sebagai saudara yang saling menyayangi lagi dikehidupan selanjutnya. . . aku juga akan meminta agar Tuhan mengumpulkan semua keluarga kita dan hidup bahagia disana. . . Chanyeol hyung, Baekhyun hyung, ayah. . . terima kasih atas kasih sayang yang kalian curahkan. . . maafkan aku yang selalu membuat kalian khawatir dan hidup tak tenang. . .  kalian harus tetap bahagia. Aku akan selalu mengawasi kalian di atas sana. . . .”

Perlahan d.o mulai memejamkan matanya dan badannya sudah mulai melemas dan tak bertenaga.

“d.o-ah? Kau kenapa? Apa kau kembali tidur lagi?” ujar baekhyun yang panik melihat adiknya yang sudah memejamkan matanya

“d.o-ah kau jangan mempermainkan kami lagi. . .kau baru saja sadar dan kamu seperti ini lagi?” chanyeol mengguncangkan keras tubuh d.o namun d.o sama sekali tak memberi respon. Dengan keadaan panik dia memanggil dokter di depan pintu ICU cukup keras.

 

FLASHBACK OFF

 

“dan pada akhirnya hanya kita berdua yang kesini” ujar chanyeol  dengan tatapan yang tak beralih dari menara

“d.o-ah apa kau senang? Aku harus pergi ketempat yang tidak aku suka. . .dan yang sangat menjengkelkan adalah aku mulai menyukai Eiffel sejak aku melihatnya sekarang ini. . .” baekhyun kembali berceloteh ria

 

Akhirnya mereka beranjak dari tempat yang membuat mereka mematung.

 

“d.o-ah kau harus menunggu kami. . .”

 

“d.o-ah kau harus menepati janjimu saat kita bertemu disana. . .jangan ada lagi yang namanya sakit. . sampai kapanpun Saranghae Uri Dongsaeng”

 

 

END

 

 

 

 

 

 


My Sorrows Will Be Your Sorrows (Chapter 3)

$
0
0

My Sorrows will be your Sorrows

Author            :          Natasha Nabila (@_NatashaNate)

Cast     :          – Do Kyungsoo

- Oh Sehun

- Xi-Luhan

- Huang Zhi Tao

- Another Exo’s Member

- You will find it inside the story

Genre : Romance, Crossgender, Married Life.

Rate    :  PG-15, Series

Length : Series

second-imagine

Seharusnya aku benar-benar tak mengenalmu. Waktu itu aku mengenalmu karena sebuah buku. Namun,hanya dengan mengenalmu, Kini aku membencimu. Harusnya kau berkata jujur, Harusnya Kau yang menanggung beban ini, Bukan Dia. Kau biarkan aku bersamanya. Meskipun begitu, semuanya menjadi lebih baik. Akan kuterima meskipun sangat sulit. Aku akan berusaha untuk melupakanmu.

Author’s PoV

Menggunakan mini Skirt selutut dan baju kemeja bewarna putih, Yoejaa itu memandangi dirinya di cermin. Terutama me—masati bagian perutnya sangat dalam. Seperti biasa perutnya tetap langsing jika tampak dari depan, namun sedikit membesar jika dilihat dari samping. Ia masih bingung baju apa yang pantas ia kenakan agar semuanya tak di ketahui orang lain.

Ia mengambil Sweater bewarna cream, menutupi kemeja putih yang ia kenakan. Berhasil, Sweater itu berhasil menutupi tubuhnya dengan sempurna. Ia yakin tak ada satupun orang dapat curiga. Dan sekarang Yeojaa itu menuju kampusnya dengan malas.

“Omma, Na Kalke! Aku pergi” ujar Kyungsoo menepuk ringan pundak Omma-nya Yixing.

Yixing perempuan berdarah China-Eropa yang memilih menikah dengan Kim Joon Myun, Appa dari Kyungsoo setelah Ibu Kyungsoo yang sebenarnya meninggal dunia. Saat  itu Kyungsoo masih berumur empat tahun.

Kyungsoo dan Chen, memang saudara dengan sama ibu. Pada saat kelahiran Chen, disitulah Ibunya juga meninggal dunia. Untung saja Kyungsoo masih sangat kecil sehingga ia tak benar-benar merasakan kasih sayang dari ibu kandungnya, jadi ia tak begitu merasa kehilangan. Dan baginya kasih sayang yang di berikan Lay Omma sudah lebih dari luar biasa.

“Odie? Kemana kau Kyungie?”

“Tidak ingin sarapan dulu?” tanya Lay pada Kyungsoo.

“Ani Omma aku tidak lapar, bye Omma” Kyungsoo mencium pipi kiri Ommanya yang sedang mengoleskan mentega pada roti bakar buatannya.

“ Anyeong Kyungie” yoejaa itu melambai pada Kyungsoo.

“Chen-nie, kemarilah sarapan! Nanti kau kesiangan!” sambung yoejaa yang sangat anggun itu.

“Ne… Omma! Chakkamanyo!” teriak Chen dari kamarnya.

Kyungsoo berencana berangkat ke kampusnya menggunakan Bus umum. Ia menunggu lama di pinggiran halte. Tatapannya sangat datar. Ia melirik kesebelahnya, tengah duduk seorang ibu muda yang menggendong bayinya, merupakan pemandangan yang begitu hangat. Mungkin bayi itu masih berumur empat bulan. Selang beberapa menit melintas-lah seorang yoejaa dengan perutnya yang buncit. Yoejaa itu hamil tua. Kyungsoo seperti bercermin, dari tadi yang ia lihat adalah orang-orang dengan buah hatinya.

“Aku juga akan seperti mereka. Tapi mereka tak sepertiku, mereka menginginkanya. Sementara aku tidak” Kyungsoo membatin. Ia mengelus perutnya yang masih cukup rata.

Ia menutup matanya sejenak mengingat kembali peristiwa beberapa hari yang lalu di tepi sungai Han. Matanya memanas, pipinya juga merona karena emosi yang kembali lagi padanya.

“Bagaimana dengan namjaa itu? Huang Zhi Tao, coba kau katakan hal ini padanya. Aku yakin dia adalah ayah dari bayimu. Jangan menyalahkanku!”

Perkataan Oh-Sehun masih membekas di hatinya. Perasaan kesal, keputus—asaan, ke murkaan Kyungsoo masih dapat yoejaa cantik itu rasakan. Mengingat perkataan Oh-Sehun yang pura-pura tidak mengerti.

Tiiinn…..Tiin….

Sebuah klakson mobil benar-benar mengagetkan Kyungsoo, mobil itu tepat berhenti di depannya. Mobil Sedan berwarna Silver itu menyilaukan matanya. Kaca mobil itu terbuka. Tampaklah wajah seorang Namjaa yang membuat Kyungsoo semakin memburuk.

“Kyungsoo, naiklah! Kau sedang sakit. Bus-nya masih lama sampai kesini, Di simpang jalan sana aja kecelakaan, jadi sedikit macet” teriak Huang Zhi Tao dari dalam mobil.

“Tidak terimakasih, waktuku masih banyak untuk menunggu bus” ujar Kyungsoo singkat.

Huang Zhi Tao turun dari mobilnya, menyeret lembut yoejaa itu untuk masuk kemobilnya. Kyungsoo hanya terdiam meskipun sering kali ia menolak dan berkata tidak. Namun dengan pasti Zhi Tao mendaratkan yoejaa itu di kursi mobil tepat di sebelahnya.

“Kau tak perlu melakukan ini Oppa” ujarnya melipat tangan di dadanya.

Tao meliriknya seolah tak mempercayai semuanya, Kyungsoo memenggilanya Oppa. wajah Tao bersemu.

“Bagaimana keadaanmu Kyungsoo? Gwenchana?”

“Dengar, ini memang bukan urusanku, tapi apa kau punya masalah? Sehingga perawat Sekolah berkata kau sakit, yoejaa itu bilang kau kurang nutrisi” sambung Tao yang sekali-kali melirik Kyungsoo.

“Anio gwenchana ,Tak apa. Aku tak punya masalah, aku hanya mengetahui sesuatu” ujar Kyungsoo yang selang beberapa detik dari kata-katanya ia tersadar akan perkataan yang seharusnya tak  ia ucapkan.

‘‘Apa?” tanya Tao singkat.

Ani Opssoyo. Lagi pula jika aku sakit aku takkan mau datang ke kuliah” sambungnya menetralisir keadaan.

“Apa yang kau ketahui, apa itu baik atau buruk?” ujar Tao antusias.

“Ania Oppa, Opso! Tak ada apapun” ujar Kyungsoo yang tersenyum singkat pada Tao.

Tao hanya mengangguk  tanda mengerti. Selanjutnya di selama perjalanan menuju Kampus, Tao dan Kyungsoo hanya berdiam satu sama-lain. Tao tak ada topik lain untuk di bicarakan, sementara Kyungsoo sibuk dengan lamunannya yang membawanya pada semua masalah-masalahnya.

****

Do Kyungsoo’s PoV

Disanalah aku. Tidak! Tepatnya disinilah lagi aku. Berada dalam keramaian manusia-manusia penuntut ilmu.  Berada dalam dimensi lain menurutku, dimensi dimana aku menghabiskan waktu beharga-ku hanya membaca buku kesayanganku, Fisika.

Pagi ini, aku dan Huang Zhi Tao berangkat bersama. Manusia itu tetap berada di sampingku meskipun dengan jarak 5 meter. Terlihat dari wajahnya yang sangat bahagia karena semenjak tadi aku memanggilnya ‘Oppa’ tanpa ia suruh. Tentu saja semua itu ku lakukan agar  dia tak terlalu banyak bicara padaku.

“Kyungsoo! Aaa…. Boghosiphoyo!” seorang Yoejaa menampakkan dirinya tiba-tiba di depan-ku dan Huang Zhi Tao. Yoejaa itu merentangkan tangannya, mengisyaratkan untuk aku memeluknya.

“Na… nado Luhan-Ssi” ujarku terbata-bata. Aku peluk singkat yoejaa itu. Lalu melirik Namjaa yang ada di sampinya. Namjaa yang baru aku sukai sekaligus aku benci.

Sedikitpun Oh-Sehun tidak menatapku, matanya menatap namjaa yang ada di sampingku. Huang Zhi Tao hanya membalas tatapan Oh-Sehun dalam.

“Luhan Ssi, maaf. sekarang aku sedang buru-buru. Lagi pula bukankah kalian berdua ada mata kuliah pagi ini?”

“Oppa, kajja!” aku menoleh dan tersenyum memaksa pada Huang Zhi Tao, mengisyaratkan untuknya pergi bersamaku lewat mataku.

“Ah….Ne Kyungsoo” ujarnya menatap bingung reaksi-ku.

Aku berlenggang menjauhi Luhan dan Sehun. Telapak tangan Luhan hanya melambai padaku. Begitu pula dengan Oh-Sehun. Oh-Sehun pintar ber-akting, ia seolah tak mengingat semua yang terjadi kemarin. Bahkan ia tak bicara sepatah kata-pun.

Do Kyungsoo’s PoV end

*****

Oh-Sehun’s PoV

“Oppa? sejak kapan dia memanggil namjaa itu Oppa. Jadi semuanya benar, anak yang ia kandung bukan anakku tapi Huang Zhi Tao”  ujar Oh-Sehun membatin. Kepalanya dipenuhi oleh pertanyaan aneh lainnya. Makan siangnya saja tak sempat ia sentuh.

“Hunnie, kau kenapa? Sakit?” ujar seorang yoejaa yang berada tepat di depanku. Tangannya yang hangat membelai lembut pipiku.

“Anio Lu-Lu, aku hanya sedang berpikir tentang sesuatu yang tidak penting”

“Mari makan! Aaaaa…. buka mulut-mu Lu-Lu” aku memainkan sendok penuh dengan nasi yang ku ibaratkan sebagai  pesawat. Luhan membuka mulutnya dan melahap makanan yang aku berikan padanya.

“Kamsahamnida Sehunnie” ujar Luhan mengeluarkan Eye Smilenya.

“Aigoo, terlalu manis Luhan-nie” aku mencubit pipinya lembut lalu mengecup keningnya.

“Seandainya kau Kyungsoo. Mungkin aku juga dapat meraba perutnya, merasakan gerak-gerik dari jiwa kecil di dalamnya”  lagi-lagi aku membatin dengan sangat tidak terkontrol. Aku menetralisir semua impianku, aku menatapi wajah Luhan untuk berusaha lebih mencintai Yoejaa itu.

Aku dan Luhan menyelesaikan makan kami. Lalu pergi ke perpustakaan menemani Lu-Lu ku mencari buku untuk referensinya membuat semacam laporan. Disana lagi-lagi pemandangan yang membuat aku naik darah, entah apa nama perasaan ini. Huang Zhi Tao tampak sedang berguru dengan Kyungsoo. Jujur saja seharusnya itu sudah menjadi kebiasaanku dengannya selama musim ujian melanda kami.

Sejak kapan Kyungsoo bisa dekat dengan Huang Zhi Tao? Padahal Kyungsoo sendiri yang menceritakan bahwa ia membenci Tao karena sudah menciumnya secara paksa sebulan lalu. Aku tak bisa melihat mereka terus-terusan berdua.

Ku dekatkan diriku pada mereka dengan cara pura-pura mencari buku yang berada pada rak buku di dekat mereka. Sepertinya Kyungsoo tak sadar dengan adanya kehadiranku disekitar mereka. Aku tak tau bagi Namjaa itu untuk tahu atau tidak kehadiranku, aku tak peduli!

“Aaah… Appo!” isak Kyungsoo kecil. Seketika pandanganku dengan cepat menoleh kearahnya. Kyungsoo memegangi perutnya.

“Gwenchana Kyungsoo? Apa kau baik-baik saja? Ada apa dengan perutmu?” tanya namjaa itu pada Kyungsoo.

“Gwenchana Oppa, Aku hanya Magh” ujar Kyungsoo yang tampak melepaskan tangan Huang Zhi Tao.

“lanjutkan saja Tao Oppa” sambungnya lagi. Dari mimik wajahnya terlalu terlihat jika Kyungsoo pura-pura untuk tidak merasakan sakit. Sementara Huang Zhi Tao memastikan konsentrasinya terjaga pada pelajaran yang Kyungsoo berikan padanya.

Mataku tak dapat beralih dari wajah Kyungsoo. Mimik wajahnya semakin aneh, sepertinya ia benar-benar kesakitan.Aku melihat ia menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Aku ingin menghampirinya tapi tak bisa, apa yang harus aku lakukan untuknya, yang ada Kyungsoo akan semakin membenciku karena melihatku lagi.

“Mmmph, Argh…..”ujar Kyungsoo mengerang. Tangannya memegangi lengan Tao.

“Oppa, tolong aku” Kyungsoo membungkuk, ia memegangi perutnya kuat.

Kyungsoo memejamkan matanya, kepalanya tiba-tiba tergeletak di meja perpustakaan. Rambutnya tergerai bebas menutupi seluruh wajahnya.

Langsung saja aku hampiri Kyungsoo, mencoba mendudukannya ke posisi semula. Meletakkan kepalanya ke pundakku. Mencoba sedikit mengguncangkan tubuhnya yang sangat lemah.

“Kyungsoo, Iroena” ujar Tao yang mengambil alih tubuh Kyungsoo. Ia mendaratkan kepala Kyungsoo ke pundaknya.

“Zhi Tao, ada apa dengan Kyungsoo?”

Semua mata tertuju pada Kyungsoo, beberapa orang disekitar meja Kyungsoo histeris dengan keadaan Kyungsoo saat ini. Mereka mengerubunginya.

“Aku tak tau, ia kesakitan pada bagian perutnya” ujar Tao nanar. Tao benar-benar cemas.

Huang Zhi Tao beranjak dari tempat duduknya, mengangkat yoejaa itu. Berlari keluar perpustakaan. Aku tak dapat melakukan apapun. Aku segera mencari Luhan untuk segera mengajaknya pergi menyusul Tao dan Kyungsoo.

Kususuri jalan di kota Seoul yang cukup padat siang itu. Mengikuti mobil Silver yang ada di depanku. Entah mobil Huang Zhi Tao itu pergi kemana. Mungkin ke rumah sakit. Memang benar, Huang Zhi Tao membawanya ke Bungsan Hospital.

“Kyungsoo sakit apa Sehunie?” tanya yoejaa di sampingku.

“Moela Lu-lu, aku juga tak tau” jawabku singkat, konsentrasiku penuh kepada Kyungsoo.

Aku hanya memarkirkan mobilku tepat disamping mobil Tao. Kyungsoo berada pada lengan Tao. Tao berlari tergopoh-gopoh menyusuri koridor rumah sakit untuk menuju ruang gawat darurat. Sesampainya disana Tao merebahkan Kyungsoo pada sebuah ranjang kecil yang mempunyai roda di bawahnya. Beberapa suster dan seorang Dokter wanita membawanya masuk ke ruangan yang hanya orang tertentu boleh masuk.

Aku dan Luhan duduk pada sebuah bangku panjang. Bangku yang digunakan orang-orang sebagai tempat menunggu. Aku tak dapat mengalihkan perhatianku pada Tao yang sudah sejak lama mondar-mandir di depan pintu ruang UGD itu. Sudah ber jam-jam Tao hanya bolak-balik berjalan di sekitaran koridor. Kecemasannya melebihi daripada kecemasanku.

Huang Zhi Tao, Kau memang benar-benar mencintainya. Maafkan aku, Tapi aku belum bisa memberikannya padamu hingga aku pastikan semuanya”Aku kembali membatin, seraya tanganku menggenggam lembut tangan Luhan yang sudah tertidur sejak tadi di bahuku.

***

Author’s PoV

Sudah hampir dua jam Huang Zhi Tao hanya menunggu kepastian dari balik pintu ruangan itu. Menunggu seeorang dengan jubah putih serta alat pendengar denyut nadi dan detak jantung akan membawa kabar untuk mereka.

“Sehun, Lihat-lah Luhan. Pulanglah! Kasihan Luhan, dia begitu lelah” ujar Tao melirik Luhan yang tertidur pulas di bahu Sehun.

“Tapi Kyungsoo…”ujar Sehun terbata, jari telunjuknya menunjuk kedalam ruangan itu.

“Bukan masalah, aku akan menjaganya. Lagi pula ada Dokter di sini”  tutur tegas Tao.

Sehun mengangguk lalu membangunkan Luhan lembut. Menepuk-nepuk pipi Luhan ringan. Lalu menggandeng Luhan dan membawanya pergi. Sampai sepasang kekasih itu tiba diujung jalan dan benar-benar tak terlihat lagi

“Apakah kau kerabat Ny. Kyungsoo?” ujar manusia dengan jubah putih dan masker di mulutnya. Yoejaa itu baru saja keluar dari ruangan Unit Gawat Darurat.

“Ah, Ne… Uisha-nim”

“Ikut saya, ada yang ingin saya bicarakan, masalah kesehatan Kyungsoo” ujar Dokter yoejaa muda itu.

Mereka duduk di ruangan dengan nuansa putih, beberapa ubin-ubin nan bersih terdapat pada dinding-dinding ruangan itu. Beberapa poster dan gambar-gambar tentang kesehatan di tempel disana. Bau antibiotik dan antiseptik-pun dengan sangat bebas bisa keluar masuk lewat hidung.

“Keadaan kyungsoo tidak terlalu parah. Lagi-lagi masalah nutrisi. Ia kurang asupan gizi sehingga dia mengidap Anemia yang cukup parah”

“Penyakit ini memang bisa sembuh, tapi dengan keadaanya yang hamil seperti ini akan sulit baginya jika tidak benar-benar di kontrol pola makan-nya, juga….” belum selesai Dokter muda itu berbicara tentang keadaan Kyungsoo, salah –satu kata daripada pembicaraan mereka tadi benar-benar menyayat hati Huang Zhi Tao.

“ Ha…mil, Kyungsoo sedang hamil?”tanya Tao terbata-bata.

“Jadi kau tak tau?” Dokter itu balik bertanya. Huang Zhi Tao menggelengkan kepalanya lemah. Matanya tak dapat berkedip sedikitpun.

Hati Tao mencelos. Ia tak percaya tentang semua yang terjadi padanya. Kenyataan pahit lagi-lagi menderanya. Kenyataan yang lagi-lagi ia rasakan dari orang yang sama. Ingin rasanya ia mengetahui laki-laki brengsek mana yang berani merusak kehormatan yeojaa yang paling ia cintai.

“Kyungsoo  sudah mengandung selama tiga bulan”

Lagi-lagi hati Tao mencelos. Terlebih saat Tao mendengar kata-kata ‘sudah tiga bulan’, artinya selama ini Kyungsoo menutup semuanya sendirian dengan sangat rapi. Tao kecewa, ia benar-benar kecewa. Tao berpikir jika Kyungsoo adalah yoejaa terhebat yang pernah ia kenal. Penuh kehormatan, penuh harga diri, dan penuh dengan akal sehat. Akan tetapi setelah mengetahui semuanya Tao hanya bisa meruntuhkan satu persatu cintanya terhadap yoejaa yang sedang terbaring lemah di atas sebuah ranjang pengobatan.

***

 

Huang Zhi Tao’s PoV

Aku menatapnya terus menerus dari sebuh kursi empuk yang ku duduki sekarang. Wajahnya pucat, bibirnya terlalu kering. Dan di sekitar tubuhnya sudah banyak tusukan jarum suntik. Aku tak tega untuk membencinya. Membenci yeojaa yang benar-benar aku percaya. Meskipun aku bukan siapa-siapa yoejaa itu, tapi bagiku Kyungsoo telah menghianatiku.

Mata yeojaa itu mengerjap-ngerjap, sampai akhirnya matanya benar-benar membuka dengan lebar.

“Aku dimana? Apa itu kau Tao Oppa?” tanya Kyungsoo padaku. Kyungsoo mencoba mengakomodasikan matanya dengan baik.

“Kyungsoo, bagaimana keadaanmu?” tanyaku datar. Tak sedikit-pun badanku bergeming untuk mendekatinya. Aku menahan diri padahal aku sangat ingin menghampirinya.

“Kau kenapa Oppa? kau lelah?”

“Tak biasanya kau sedingin ini” ujarnya menyingkirkan selimut dari badannya, mendudukan tubuhnya dan bersender pada bantal.

“Ya kau benar, Aku lelah. Lelah untuk terus-menerus memahami-mu” kataku lagi, kata-kata ini lebih dingin daripada yang sebelumnya.

“Memahamiku?” air muka Kyungsoo menjadi bingung.

“Aku sudah mencoba memahami-mu terus menerus, aku berjuang untuk selalu membuatmu sedikit saja membuka hatimu untukku. Baru hari ini Kyungsoo, aku merasakan kebahagiaan, karena aku selalu berada didekatmu. Tapi setelah aku mengetahui semuanya, kebahagiaan itu hilang Kyungsoo”

“Kenapa kau selalu siksa aku!”ujarku mulai meringis, menahan tangis-ku. Posisiku masih sama, duduk di sofa menatap Kyungsoo kosong.

“Aku semakin tersiksa Kyungie! Aku bahkan tak tau jika kau sama-sekali bukan yoejaa terhormat seperti yang ku bayangkan. Kau mati-matian membenciku karena aku telah menciummu. Tapi tubuhmu sendiri telah kau berikan pada namjaa lain!” dengan nada sedikit membentak aku luapkan semua kekecewaanku.

Aku tak sanggup melihat wajahnya, matanya sudah berkaca-kaca. Tangannya sudah mengepal dan bergetar. Aku beranjak dari sofa itu dan mencoba meninggalkannya langkah demi langkah. Aku menuju pintu keluar kamar rawat Kyungsoo.

“Lalu, kau ingin pergi karena kau kecewa padaku?” tanya Kyungsoo yang membuatku menghentikan langkahku.

“Aku mengerti, nanti juga semuanya akan pergi meninggalkanku” sambungnya, suaranya mengecil.

“Aku pun sama, sama kecewanya denganmu. Aku ingin pergi dari dunia ini, dan meninggalkan semuanya. aku ingin berlari dari masalah. Begitu banyak orang yang telah aku buat kecewa. Aku tak sanggup melihat raut wajah yang menyedihkan dari mereka semua”

“Bukan aku yang menginginkan semua ini. Kecelakan fatal yang kami lakukan malam itu, Aku…Aku di tiduri oleh Namjaa brengsek itu!” ujar Kyungsoo membenamkan wajah pada telapak tangannya. Ia menangis sejadi-jadinya.

Aku menghadapkan tubuhku pada Kyungsoo, membalikan wajahku padanya. Menatap dalam wajahnya yang kini sudah bersimbah air mata. Kyungsoo bukan yeojaa yang pintar ber-akting, aku tau ini semua nyata. Ia tak berbohong.

“Aku hamil Tao!… Aku hamil! Aku benci semua ini! aku benci!” Kini yeojaa itu menjadi-jadi. Ditengah isakannya, Kyungsoo melucuti jarum infus yang sedang bernaung pada pergelangan tangannya. Membuat sedikit goresan yang mengakibatkan kulitnya berdarah.

Aku menatapinya dengan nanar, Kyungsoo menatap telapak tanganya. Mengepalnya erat-erat. Seketika ia menghantam perutnya bertubi-tubi. Aku membelalak. Aku berlari menuju Kyungsoo menahan kedua tangannya agar tak lagi memukuli perutnya. Ia terus berteriak, memaki-maki janin yang ada di dalam rahimnya.

“Brengsek! Aku benci kau! Pergi kau! Kenapa kau harus ada di hidupku!”ujarnya sekuat tenaga melepas genggamanku dan kembali memukuli janinnya.

“Kyungsoo! Berhenti! Jangan lakukan ini! dia bayimu. Maafkan aku menambah beban pikiranmu” Aku menangis bersama isakan Kyungsoo.

“Jangan pukul perutmu lagi, dia tidak bersalah Kyungsoo” Aku peluk erat tubuhnya. Menenggelamkannya pada dadaku. Ia mulai tenang dan hanya menangis. Air matanya membasahi kemeja-ku.

“Aku takut…. Takut. Aku ingin mati Tao! Aku tak sanggup untuk mengatakan semua ini pada orang lain. Aku akan di bunuh Appa-ku. Aku takut” Kyungsoo mengeratkan genggamannya pada lengan kemejaku. Membenamkan kepalanya di dadaku.

“Aku mengerti Kyungsoo, aku mengerti. Tenangkanlah dirimu” aku usap puncak kepalanya yang bersimbah keringat. Mengelus pipinya dengan lembut.

“Aku akan menjagamu Kyungsoo, aku berjanji” mengecup puncak kepalanya yang sedang berada di bawah daguku.

Aku biarkan dirinya berada dalam pelukku untuk waktu yang cukup lama. Sampai Kyungsoo benar-benar tenang. Sampai ia mau menceritakan semuanya padaku.

***

Author’s PoV

Huang Zhi Tao dengan tegas menyusuri koridor-koridor yang ada di kampusnya. Mencari sosok namjaa yang membuat hatinya meledak. Sesampainya pada sebuah sudut koridor yang panjang, ia menemukan targetnya.

“Sehun, mari bicara. Ikut aku sebentar” tatapan Huang Zhi Tao sedingin es.

Oh-Sehun hanya mengangguk tanda setuju dan mengikuti namjaa yang mengajaknya untuk berbincang. Ia nampak heran dengan sikap Tao padanya.

Mereka berdua sudah sampai pada sebuah gedung yang kosong. Bisa di bilang itu seperti laboratorium mesin. Namun perabotan disitu agak sedikit berantakan, wajar saja tempat itu adalah laboratorium bekas.

Tao membalikkan badannya seraya menatap tajam Sehun, Sehun membalas dengan tatapan bingung. Tao mengepal telapak tanganya mengingat perkataan Kyungsoo kemarin.

Dia Sahabatku, teman yang paling aku percaya namun ia menjadi duri di dalam dagingku. Oh-Sehun…dia yang membuatku seperti ini” kata-kata Kyungsoo masih terjiplak di benaknya.

Tao kumohon padamu, jangan lakukan apapun padanya. Aku tau kau marah, aku tau kau benci padanya. Tapi tolong jangan lakukan apapun padanya”  kata-kata Kyungsoo yang lain juga masih dapat terekam kuat dalam  ingatannya.

“Maaf Kyungsoo aku tak bisa” ujar Tao berbisik. Matanya menatap tajam Oh-Sehun.

Huang Zhi Tao menabrakkan dirinya pada Oh-Sehun. Menyudutkan Oh-sehun ke dinding seraya tanganya yang mencengkram kuat kerah baju Oh-Sehun. Menatap kejam pada Sehun. Nafas Sehun memburu. Antara ketakutan dan emosi yang tersulut.

“Brengsek!” teriak Tao mendaratkan pukulan pertamanya pada Sehun. Sehun terperangah dan tersungkur  jatuh ke lantai. Sudut bibirnya berdarah.

“Ya! Apa yang kau lakukan!” ujar Sehun yang bergantian mencengkram kerah baju Tao.

“Lepaskan aku!” ujar Tao menepis tangan Sehun dengan kalap.

“Dengar! Aku memang Nappuen Namjaa. Namjaa yang setiap saat menggoda semua Yoejaa cantik di sekitarku. Tapi aku bukanlah Namjaa brengsek sepertimu! Namjaa yang memanfaatkan sahabatnya sendiri untuk di tiduri!”

“Kyungsoo Hamil! Ia mengandung anakmu. Dasar Keparat! Ia menderita karenamu, ia sakit karenamu! Kyungsoo bukan yoejaa yang bisa kau bayar untuk di tiduri, Kau Brengsek!” ujar Tao benar-benar kalap. Lagi-lagi ia menghantam Sehun dengan kuat.

“Mulai detik ini, Kyungsoo bukan lagi sahabatmu. Aku tak akan membiarkan satu senti—pun untuk kau mendekatinya”

Sehun terduduk lemas di lantai yang berdebu. Ia terbatuk-batuk mengerang kesakitan pada bagian perutnya yang datar.

“Harusnya kau malu, kau menyakiti Luhan. Lihat saja apakah Luhan masih bisa menerimamu atau tidak” ujar Tao mengangkat ranselnya, merapikan baju kausnya dan langsung saja pergi dari hadapan Sehun yang masih mengerang kesakitan.

Sehun meringkuk menahan rasa sakitnya, bangkit dari posisinya yang berantakan. Mencoba menyusul Tao untuk mengatakan sesuatu. Matanya mencari sekelilingnya mencari namjaa dengan kaus T-Shirt lengan panjang bewarna biru tua. Ia mengejar Tao sekencang-kencangnya. Menarik lengan namjaa itu dan berlutut di hadapan Tao.

“Tao Kumohon, jangan katakan pada Luhan. Aku tak ingin dia kecewa. Aku mohon” ujar Sehun yang masih menahan rasa sakitnya.

“Kecewa? Harusnya kau pikirkan Kyungsoo. Kyungsoo lebih kecewa dari siapapun itu. Bukan urusanku mencampuri hubungan kau dan Luhan. Biarkan Waktu yang menjawab semuanya” ujar Tao yang lagi-lagi meninggalkan Sehun dalam posisi berlutut padanya.

Sehun terdiam, ia benar-benar tak dapat berkata apapun lagi. Ia kali ini benar-benar terpukul dalam isakan kecil. Hatinya menjerit sekuat-kuatnya, menyesal atas apa yang telah ia lakukan terhadap Kyungsoo dan Luhan. Ia memang namjaa brengsek. Ia benar-benar menyadari itu.

***

Oh-Sehun PoV

Pulang dari kampusku, aku memilih untuk datang ke rumah sakit dimana Kyungsoo di rawat. Entah apa yang membawaku untuk menemuinya. Padahal aku tahu aku takut untuk menemuinya, tapi hati kecilku berkata lain. Aku rasa Kyungsoo membutuhkan aku. Kali ini aku sendirian menyusuri jalanan kota Seoul menuju Bungsan Hospital.

Sepanjang area parkir aku sisiri dengan seksama, aku hanya ingin memastikan jika Tao tak ada disana. Meskipun aku tau Namjaa itu sedang ada urusan dengan kegiatan kuliah, tapi siapa yang tak kenal Tao? Dia suka melarikan diri disaat pelajaran yang tak ia kuasai.  Akhir-akhir ini Namjaa itu sibuk karena ia seorang pemimpin dari sebuah club olahraga di kampus. Aku tak tahu apa yang sedang ia persiapkan.

“Suster, dimana pasien yang bernama Do Kyungsoo dirawat?” tanyaku sesampainya di sebuah lobby rumah sakit itu.

“Ny.Dyo ada di kamar 519 lantai 5 Pavilliun Anggrek” jawab yoejaa dengan beberapakaian putih yang ia kenakan serta rambutnya ia kuncit dengan rapi.

“Ah ne terimakasih” aku segera meninggalkan suster itu.

“Ah tunggu tuan, sekarang Ny.Dyo tidak ada di kamarnya. Ia sedang berjalan-jalan di sebuah taman. Tamannya ada di sebelah timur rumah sakit ini, persis  beberapa kamar dari ruang rawat Ny.Dyo” sambung suster itu menghentikan langkah kakiku sejenak. Aku memutar kepalaku dan lagi-lagi melempar senyum padanya.

Sudah kulihat dari perbatasan pintu, ku baca sebuah kaca yang menjadi pembatas pintu yang bertuliskan ‘Pavilliun Anggrek’. Betapa terkejutnya aku, disana memang ruangan-ruangan yang khusus untuk ibu hamil yang sedang sakit atau rawat jalan. Aku belum terbiasa dengan keadaan ini, aku juga belum bisa menerimanya meskipun aku mengatakan berulang kali pada diriku sendiri bahwa Kyungsoo memang hamil.

Dari ambang pintu sudah kulihat sebuah taman yang cukup rindang. Suasana hijau, wewangian rumput yang khas dan beberapa bunga Tullips bewarna warni menghiasi penglihatanku. Rumah sakit ini dibuat senyaman mungkin untuk seluruh pasiennya.

Tak jauh dari tempat aku berdiri, mataku menangkap sesosok mungil yang aku cari. Kyungsoo duduk membelakangiku pada sebuah kursi  taman berwarna cokelat muda yang telah pias karena cuaca. Entah apa yang ia lakukan disana. Bisa jadi dia menghirup oksigen langsung dari pohon dengan dedaunan rindang yang ada di atasnya, bisa jadi juga ia meratapi masa depannya. Aku dapat merasakan kesakitannya, kesedihannya, rasa malunya.

“Dyo” panggilku singkat.

“Kau?” ujarnya singkat, matanya membelalak saat ia melempar pandangannya ke araku. Aku tahu dia kaget dengan adanya kedatanganku saat ini.

“Apa yang kau lakukan disini, aku terlalu lelah untuk melihat wajahmu” dengan nada sedikit meninggi dia mengatakan hal yang membuat tenggorokanku tercekik.

“Aku hanya ingin melihat keadaanmu” ujarku mendekatinya yang kini sudah berdiri dari tempat duduknya. Badannya lemas, rasa sakitnya benar-benar dapat aku rasakan di hati kecilku, ditambah penampilannya yang kini lebih lesu dari yang terakhir aku lihat.

“Aku pasti akan baik-baik saja, Jika kau pergi dari hidupku dan tak menggangguku!” ujarnya bergetar, aku tau ia menahan tangisnya.

“Dyo… Aku hanya ingin melihatmu. Menanyakan bagaimana kondisimu. Menanyakan bagaimana kondisi bayi kita” ujarku, kali ini aku benar-benar serius meskipun aku tau akan ada tanggapan buruk dari Kyungsoo.

“Bayi kita? Kau salah! Ini bayiku, takkan pernah jadi milikmu. Lihat ini, ia tak sedikitpun mengenalmu” ujar Dyo mencoba menahan air matanya, ia melemparkan senyum mirisnya kearahku. Ia mengarahkan pandanganku untuk menatap perutnya.

“Tapi Kyungsoo, Aku tahu aku salah… Tapi saat ini, akulah Appa-nya. Maafkan aku, aku masih belum bisa menerima kalianuntuk masuk ke kehidupanku. Aku… Aku terlalu takut” ujarku meluapkan segala yang aku rasakan sejauh ini.

“Kau takut Sehun? Lalu bagaimana denganku.  Apakah kau berpikir aku tak takut?”

“Namun, Semua ini sudah terjadi padaku! Tapi adakah kau disini? Dan lagi-lagi kau mengatakan hal kejam padaku. Aku harus menerima kenyataan pahit darimu berulang kali. Aku yang lebih takut Sehun! Aku membutuhkan seseorang untuk bersamaku, dikala semua orang akan menatapku jijik, menatapku benci dan menertawaiku nanti”

“Aku butuh kau untuk bertanggung jawab  atas kami, tapi dimana kau?”

“Dyo…Aku… Aku hanya…”ujarku, kali ini tenggorokanku tercekat. Mulutku terasa kecut tak dapat mengutarakan apapun.

“Sudah!” teriak Kyungsoo mengalihkan pandanganya dariku.

“Aku bisa sendiri, dan biarlah aku yang menanggung ini. Bukankah kau yang menginginkan semua ini?” ujarnya dengan nafas tersengal-sengal, suaranya mengecil. aku benci mengakuinya tapi kini aku ingin memeluknya memberikan kecupan hangat di puncak kepalanya. Menenggelamkan wajahnya di dadaku, dan membiarkan ia menangis di bahuku.

Tatapan benci Kyungsoo tak dapat aku hindari, tatapannya yang lesu memancarkan amarah yang begitu besar. Seharusnya aku tak perlu mengatakan suatu hal yang tak perlu ku sampaikan, apalagi membuat Kyungsoo semakin kecewa. Kini dosaku bertambah lagi. Membiarkan Kyungsoo untuk menangis untuk kesekian kalinya.

“Sehun, aku tak menginginkan sesuatu yang berharga darimu, yang aku ingin sekarang hanyalah pergi dari semua ini. tak akan ada lagi tangis, takkan ada lagi kebencian, takkan ada lagi dirimu. Aku hanya ingin kau pergi Sehun, hanya itu” kata-kata Kyungsoo membuat dadaku sesak.

“Kyungsoo kumohon jangan siksa aku dengan semua perkataanmu, kau membuatku semakin merasa bersalah. Aku…Menderita!” aku menyadari jika sebuah tetes air menjatuhi pipiku.

“Disini yang lebih menderita adalah aku. Jangan samakan kau dengan aku. Aku mohon padamu jangan biarkan api kebencianku semakin menjalar. Hanya tinggalkan aku Sehun, hanya itu” tangisnya kini sudah pecah.

Ia menyeret sebuah tiang logam yang memiliki roda di bawahnya, beserta kantung yang berisi cairan bening yang disebut dengan infus. Ia berjalan menjauhiku, aku tak dapat melakukan apapun selain memandang lahan rumput kosong didepanku. Tatapan kosong yang melahirkan sebuah tetesan-tetasan dari pelupuk mataku.

Oh-Sehun PoV end

***

Author’s PoV

Hari ini, hari tepat dimana Kyungsoo akan pulang kerumahnya semenjak ia harus dirawat di rumah sakit internasional itu selama satu minggu. Kyungsoo harus menerima kenyataan jika orang tuanya akan menjemput Yeojaa itu dengan tatapan kecewa, terlebih lagi untuk Appanya. Ia harus menerima jika kedua orang tuanya sudah tahu beberapa hari sebelumnya tentang keadaanya saat ini.

Selama perjalanan mereka pulang kerumah, mobil itu sangat hening. Suara radio tape memang mengaung-ngaung di telinga mereka, tapi masih saja yang terdengar hanyalah kesunyian.

“Kyungsoo, Apakah kau sanggup untuk berjalan. Omma akan membantumu jika kau tak sanggup” ujar Lay  pada anak tiri sulungnya, sesaat mereka sudah sampai ke gerbang rumahnya.

“Jangan manjakan yoejaa memalukan seperti dia!” ujar Joon Myun sedikit membentak. Lalu namjaa dengan paras tampan itu berjalan menjauhi dua Yoejaa yang mengisi hari-harinya selama ini.

Diantara kedua orang tuanya itu yang paling merasa dirugikan adalah Joon Myun. Jelas saja Lay hanyalah Omma tirinya, dan Joon Myun adalah Appa kandungnya. Ia merasa gagal menjadi Appa yang baik untuk Kyungsoo.

“Aku takut Omonie, terimakasih atas segalanya. Joengmal Mianhae” ujar Kyungsoo lirih menatap Omma-nya mengharap belas kasihan.

“Jangan terlalu dipikirkan Dyo. Hanya pikirkan kesehatanmu” senyum lembut Lay menjadi penyemangat Kyungsoo. Ia tahu meskipun Lay adalah Omma tirinya tapi rasa sayang Lay padanya takkan pernah ada habisnya. Itulah alasan agar Kyungsoo tetap tegar.

Sesampainya di dalam rumah, Kim Joon Myun sudah menunggu di ruang tamu yang besar dan duduk dengan sangat tegang. Ia menunggu kehadiran Kyungsoo untuk segera duduk dan membicarakan hal penting tentang masalahnya dan keluarga besarnya.

Kyungsoo duduk tepat ber—seberangan dengan Appanya, ia menunduk lesu. Ia pucat. Yeojaa itu tak seperti biasanya. Sama sekali bukan Kyungsoo yang ceria. Tatapan miris terlahir dari mata Ommanya, ia menatap anaknya dengan kesedihan ter—campur kekecewaan. Sesekali Lay menyeka air matanya.

“Appa telah membelikan sebuah apartement untukmu” ujar Joon Myun membuka suaranya.

“Tinggalah disana dan jangan pernah kembali kesini” sambungnya.

“Appa akan mentransfer kebutuhan pokokmu selebihnya carilah sendiri, karena aku sudah tak peduli” ujar Joon Myun melipat tangannya, sedikitpun ia tak mau menatap putrinya itu.

“Yeobo… Apa yang kau katakan? Dyo putrimu, putri kita. Jangan kau asingkan di dariku. Terlebih lagi ia sedang hamil!” ujar Lay yang sedikit menaikan nada bicaranya. Ia terkejut dengan keputusan Joon Myun yang seolah-olah membuang Kyungsoo.

“Pelankan suaramu! Anak ini harus diberi pelajaran. Ia hanya Yoejaa yang memalukan keluarga besar! Ini keputusanku, tak akan bisa diganggu gugat” ujar Joon Myun yang membentak istrinya.

Kyungsoo hanya bisa memejamkan matanya kuat, ia hanya bisa pasrah. Ia meninggalkan butir-butir airmata di pipinya yang terus bergulir dan jatuh di permukaan kulit tangannya yang tertelungkup.

“Jangan pisahkan aku dengan Dyo. Jangan pisahkan juga Chen darinya” ujar Lay memelas menggenggam lembut tangan Joon Myun.

“Aku tak memisahkan dia darimu Yixing, apalagi memisahkan Chen darinya. Kapanpun kalian mau kalian bisa mengunjunginya. Aku takkan pernah melarang kalian. Sudahlah percuma, aku takkan mengubah keputusanku” ujar Joon Myun melepas dengan kasar tangan Lay.

Disisi lain seorang Yoejaa kecil mendengar pembicaran mereka, Chen sedang menahan isakannya dari balik sebuah dinding yang memisahkan ruangan yang ia pijak dengan ruang tamu. Ia tak dapat menerima jika Unnie tercintanya harus tinggal terpisah dengannya.

“Appa, aku mau Unnie bersamaku” ujar Chen keluar dari persembunyianya dengan penuh air mata.

“Ada apa dengan kalian? Kalian lebih memilih Yoejaa ini? coba kalian pikirkan, apa kata orang nanti. Ia pembawa aib keluarga, terlebih untuk keluarga besar kita!” ujar Joon Myun menunjuk tajam ke arah Kyungsoo.

“Appa, Chennie mohon. Bisakah Appa memikirkan perasaan Unnie? Apa bisa rasakan betapa tertekannya unnie” suara isakan Chen menghantarkannya menghampiri Kyungsoo dan memeluk Kyungsoo dengaan erat. Kyungsoo tak kuasa menahan tangisnya, ia hanya membalas pelukan Chen dengan takut-takut.

“Aku katakan tidak! Semuanya dengarkan keputusanku! tak akan ada yang bisa mengubah keputusanku atas dia. Sudahlah!”

“Kyungsoo siapkan barangmu, dan pergi dari rumah ini. Omma-mu akan berikan alamatnya padamu” ujar Joon Myun yang berdiri dari tempat duduknya dan melangkah menjauhi mereka semua.

“Ahjussi tunggu!” sebuah suara dari balik pintu utama. Kyungsoo membelalak saat ia mendapati seorang Namjaa dengan nafas tak beraturan yang tak segan-segan menghampiri Joon Myun yang masih tersulut api emosi.

“Siapa kau?” tanya Joon Myun singkat namun mematikan.

Namjaa itu meneguk ludah dalam-dalam mendapati tatapan sinis dari seorang Namjaa yang berparas seperti malaikat namun sangat kejam.

“Aku Huang Zhi Tao, Aku putra dari Wu Yi Fan. Paman kenal dia?”tanya Tao pada Joon Myun.

“Kris? Tentu. Lalu ada Apa?”

“Aku Namjaachinggu Kyungsoo. Aku yang membuatnya seperti ini. Maafkan aku Ahjussi” ujar Huang Zhi Tao membungkuk pada Joon Myun.

Joon Myun terasa tercekik, begitu pula dengan Lay yang menangis dengan derasnya. Kyungsoo dan Chen membelalak. Kyungsoo sangat kaget, Tao membuat sebuah kebohongan yang fatal.

“Brengsek! Kau pikir putriku apa? Wanita murahan?” ujar Joon Myun menghantam Tao dengan pukulan keras diwajahnya. Sudut bibir Tao berdarah. Dengan setengah sadar Tao berusaha untuk bangkit kembali, dengan erangan dan rasa sakit di wajahnya.

“Maafkan aku Ahjussi, aku tak berpikir begitu” ujar Tao yang mengubah posisi berdirinya menjadi posisi berlutut.

“Ceritanya panjang Ahjussi, mohon dengarkan aku” Joon Myun melengos dan kini ia benar-benar marah. Ia menendang Tao lagi dan lagi.

“Siapa kau? Memintaku mendengarkan alasanmu?” baru saja Joon Myun ingin melayangkan tendangannya lagi pada Tao yang hampir tak berdaya, dengan sekuat tenaga istrinya menahan lengan Joon Myun. Kyungsoo dan Chen melindungi Tao dengan cara melapisi tubuh Tao dengan tubuh mereka.

“Yoebo, dengarkan mereka!”

Huang Zhi Tao lagi-lagi bangkit dan berlutut di hadapan Joon Myun meminta pengampunan atas dirinya dan Kyungsoo. Diikuti Kyungsoo yang ikut berlutut di kaki Joon Myun. Meminta belas Kasihan Appanya itu.

“Appa Kajjima! Jebal! Kajjima, ini bukan salahnya Appa” ujar Kyungsoo memelas dengan memeluk lutut Joon Myun.

“Diam!” Joon Myun melempar Kyungsoo yang mendekap erat kaki kirinya. Kyungsoo tersungkur, sama seperti Tao ia tetap bangkit dan kembali berlutut.

“Ahjussi, membuat Kyungsoo hamil adalah jalan untuk mendapatkan restu Appa dan Omma-ku. Aku tak tahu lagi apa yang akan kami lakukan untuk menjalani hubungan ini selain membuatnya hamil” ujar Tao setengah gagap karena menahan rasa sakitnya. Kyungsoo hanya membelalak menatap Tao yang berbohong terus menerus, meskipun ia sadar  ini adalah ide  yang dibuat Tao untuk kebaikannya.

“Appa hanya tak mau aku berhubungan dengan anak dari sahabatnya, baginya kita satu keluarga meskipun tak sedarah. Tapi aku mencintai Kyungsoo. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk mendapatkan restunya”

“Aku mohon Ahjussi, ampuni kami berdua. Jangan siksa Kyungsoo, jika yang terbaik adalah menikahi Kyungsoo, aku akan menikahinya!” pernyataan terakhir Tao terasa mencekik Kyungsoo.

Joon Myun terdiam, ia tampak berpikir keras atas perkataan Tao. Wajahnya tak sekusut tadi, terlebih mendengar Tao akan berusaha menikahi putrinya.

Jauh dalam benaknya, ini adalah sebuah kebetulan yang menyenangkan, Ia dan sahabatnya Kris akan menjadi keluarga sesungguhnya. Joon Myun bukanlah seseorang yang gila akan harta yang dimiliki oleh orang tua Huang Zhi Tao, tapi ia bahagia jika ia akan menjadi bagian dari keluarga besar Wu. Apalagi ia dan Wu Yi Fan adalah teman sejak kecil.

“Jika itu benar, Aku bisa apa? Jika itu yang kalian inginkan, terserah padamu. Apapun yang akan kalian lakukan nanti, lakukanlah” ujarnya luluh, di ikuti pula dengan hela nafas mereka-mereka yang ada di sekitarnya. Lengkungan bibir merekah di bibir mereka masing-masing.

“Tapi bukan berarti Kyungsoo akan tetap tinggal disini, keputusanku sudah bulat. Kyungsoo tetap tinggal di Apartement itu” ujar Joon Myun mantap. Lalu ia berlalu menuju kamarnya dengan menaiki anak tangga. Lay dan Chen masih sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, pikiran mereka masih di terombang ambing antara bahagia atau sedih.

“Ahjussi Kamsahamnida!” teriak Tao yang di selingi dengan senyum bahagianya. Sebagian luka pada wajahnya telah membiru, tapi luka itu bukan apapun dibandingkan dengan rasa bahagianya.

Huang Zhi Tao memeluk Kyungsoo dengan erat, tanpa ada balasan sedikitpun dari Kyungsoo. Kyungsoo menatap kedua mata namjaa itu dengan tatapan datar setelah Tao melepas pelukannya. Pikirannya berkecamuk di kepalanya. Ia tak tahu sekarang ia bahagia atau sedang bersedih.

“Apa ini yang terbaik Tuhan?” Kyungsoo membatin.

Author’s PoV end

***

 

Do Kyungsoo’s PoV

Aku telah selesai merapikan seluruh barang yang akan aku angkut ke apartement baruku. Dibantu oleh Omma-ku, Chennie dan namjaa itu, aku menyeret semua koper dan beberapa kotak kardus yang berisi berbagai barang milikku. Memang bukan semuanya, tapi aku rasa ini cukup. Aku lirik Chen yang sesekali menyeka air matanya, aku yakin air mata itu untukku. Aku lirik Lay Omma, matanya masih lebam dan merah.

Berat rasanya meninggalkan rumah ini, begitu banyak kenangan yang sampai hari ini dapat aku ingat persis di otakku. Appa mungkin mengatakan jika ia  memaafkan aku, tapi aku tak tahu bagaimana hatinya sekarang. Aku yakin ia pasti masih teramat kecewa.

Aku tak tahu apakah aku masih berani menginjakan kakiku di teras rumah ini. aku rasa di depan pagar-pun aku tak sanggup.

“Dyo, Omma akan mengunjungimu. Omma akan  bawakan kau makanan sehat untukmu dan bayimu”  Omma-ku bersandiwara untuk tegar. Aku tahu itu dari  suaranya bergetar.

“Aku juga Unnie, aku akan menyempatkan diri mengunjungimu jika aku ada waktu saat pulang sekolah” ujar Chen menghambur ke tubuhku. Ia memelukku dalam. Dapat ku dengar isakannya meskipun ia menyembunyikan tangisanya di belakang pundakku.

“Oppa ku mohon jaga Dyo Unnie. Tolong jaga dia dengan sungguh-sungguh, kau akan mati jika sampai terjadi sesuatu padanya!” tambah adik kecilku itu, ia merengek pada Tao yang membuat wajah Tao memerah, sesekali ia menahan senyumnya.

“Ah…Ne” tutur Tao singkat, wajahnya benar-benar bersemu sekarang. Ini aneh, karena ia mengeluarkan eye smilenya.

Sejujurnya aku tak ingin membuat Tao merasa bangga, aku tak mau membuat ia tinggi hati karena sudah berhasil mengambil hati Omma dan Chen adikku. Dengan Chen yang menitipkan aku kepadanya saja, aku rasa ia sudah merasa bahagia.

“Omma sampaikan salamku pada Appa, aku mencintainya. Maafkan aku mengecewakannya. Na kalke… Anyeong Omma… Chennie” kali ini aku yang menghambur ke pelukan mereka, aku tak kuasa menahan tangisku. Aku menangis di pelukan mereka untuk sebentar. Lalu pergi bersama Tao dengan deru mesin mobilnya yang menjauhi istana kecil dalam hidupku.

Do Kyungsoo’s PoV end

***

Huang Zhi Tao’s PoV

Kyungsoo tetap diam, ia menatap jalanan di depannya. Tak sedikitpun ia bergerak, deru nafasnya saja sampai tak terdengar. Matanya masih bengkak begitu pula dengan kulitnya yang masih pucat. Sesekali ia menggigit bibir bawahnya, dan memejamkan kedua matanya.

“Kyungsoo, gwenchana?” aku menatapnya dalam, saat mobilku terhenti karena lampu merah.

Kyungsoo mengangguk, lalu ia menyeka air matanya. Bibirnya terbuka, ia seperti ingin mengatakan sesuatu padaku. Tapi entah apa yang masih menahanya. Matanya lagi-lagi mengeluarkan air bening yang mengaliri pipinya yang kian memerah.

“Apa yang kau lakukan?”

“Kebohongan apa itu Oppa?” ujarnya bergetar.

“Kyungsoo aku tak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin membantumu” aku mengalihkan pandanganku darinya mencoba untuk kembali mengendarai mobilku. Lampu merah sudah berubah jadi hijau.

“Kenapa kau selalu ikut campur?”

“Aniyo… Maksudku Bagaimanapun itu, aku bereterima kasih. Tapi bisakah tanpa kebohongan?” ujarnya tersenyum miris padaku. Ia mencengkram ujung Skirt-nya.

“Tapi Oppa, aku tak bisa menikah denganmu”

“Aku tak mau jika kau ikut menderita karena aku” sambungnya, semua itu membuat hatiku mencelos hebat. Sebuah senyum kesedihan secara tiba-tiba membentuk di bibirku.

“Aku tak akan menderita jika bersama-mu Kyungie, Apapun yang terjadi padamu semuanya adalah anugerah bagiku. Termasuk Bayi-mu” aku meliriknya sekali-sekali. Aku hanya melemparkan senyum hambar padanya.

“Aku tahu kau belum bisa mencintaiku, Namun Setelah semua yang aku lakukan untukmu? dapatkah kau mencobanya Kyungie?”

“Aku takkan memaksamu untuk segera mencintaiku, tapi untuk saat ini bisakah kau menerimaku disisimu?”

“Aku tak tahu Oppa, Mianhae. Aku butuh waktu” ujarnya menunduk lesu, aku tahu jika Kyungsoo sedang menangis. Mungkin aku membebani pikirannya sekarang, akan tetapi jika aku tak mengatakannya sekarang  harus kapan lagi.

Mobilku terhenti pada sebuah gedung yang cukup tinggi, terlihat sederhana namun aku rasa mewah. Appa Kyungsoo masih sangat peduli pada putrinya. Ia masih memperhatikan dimana anaknya akan tinggal.

“Tempat ini pasti tak begitu murah, tak seharusnya aku tinggal disini” ujar Kyungsoo tersenyum miris, matanya menerawang ke semua struktur gedung itu.

“Bukankah itu bagus Kyungie?” tanyaku seraya mencoba mengangkat beberapa kardus di bagasi belakang mobilku.

“Aku lebih suka tinggal dirumah. Bukan karena ukuran rumah orangtuaku, tapi adanya mereka itulah yang membuatku bahagia” Kyungsoo lagi-lagi tersenyum dengan ekspresi sedihnya, ia menarik koper-koper miliknya untuk masuk menuju istana barunya.

Kamar dengan nomor 365 adalah perhentian terakhir kami. Dibantu oleh beberapa pegawai apartement, Kyungsoo dan aku berhasil mengangkut seluruh barang Kyungsoo masuk ke kamarnya.  Ruang itu tidak terlalu besar, hanya ada satu kamar tidur, ruang tamu yang lebih tampak seperti ruang keluarga, satu dapur kecil yang hanya di lengkapi kompor,Kulkas satu pintu dan peralatan memasak lainnya.

Aku yakin jika Kyungsoo berada disini, ia akan merasa nyaman. Suasana yang hangat dan beberapa furniture cantik juga ada di dalam apartementnya. Balkon yang langsung menghadap ke sebuah taman beserta danau yang besar mungkin cukup untuk menenangkan hati Kyungsoo. Appa Kyungsoo masih mencintainya.

“Oppa kau mau minum? Tapi maaf belum ada apapun disini, hanya ada segelas air putih” ujarnya mengacungkan sebuah gelas krystal yang ia isi dengan air tawar.

“Ah…Ne Kyungsoo, gwenchana” jawabku, Kyungsoo mengangguk.

Caranya membawakan segelas air putih itu sangat menawan, ia benar-benar Yeojaa sempurna. Ia membawakannya dengan senyuman yang dulu membuatku jatuh cinta padanya. Aku rasa ia sedang mencoba untuk menjadi dirinya yang dulu. Aku dapat merasakannya.

Ia meletakkan gelas bening itu di depanku, lalu ia berlenggang menuju barang-barangnya yang masih tersusun rapih di kardus. Ia membenahi barang-barang yang dulu ia letakkan di kamarnya.

“Kyungie, kemarilah” ujarku mengehentikan aktifitasnya membenahi seluruh bingkai foto yang baru saja ia keluarkan dari sebuah kardus.

Kyungsoo hanya menoleh ke arahku, lalu berjalan ke arahku dengan lesu. Ia masih berusaha tersenyum. Dengan tatapan yang masih memancarkan kesedihannya ia berhasil duduk di sampingku.

Ekspresi Kyungsoo bagai menanyakan apa yang yang aku mau darinya, ia menatap mataku. Jantungku berdegub kencang.

“Eh.. bagaimana jika kita ke supermarket, bukankah  kau tak punya apapun disini untuk kau makan nanti?”  aku mengelus bahunya lembut. Tersenyum di atas tatapan bingungnya padaku.

“Tapi Oppa apa kau bersedia mengantarku ke Atm Bank? Aku harus menarik sejumlah uang. Sekarang aku masih tak memegang uang cash” ujarnya malu-malu, lagi-lagi ia menunduk.

“Kau lupa ada aku disini? Untuk membayar semua kebutuhanmu di Apartement ini, aku rasa aku masih sanggup” kali ini entah apa yang mengarahkanku, tanganku mengelus bebas wajahnya.

Seperti saat kejadian dulu, ia membelalak hebat. Ia mengelak dari sentuhanku, aku tahu ia masih takut padaku. Aku turunkan telapak tanganku dan tersenyum padanya.

“Maaf Kyungsoo” Aku hanya melempar senyum singkatku, dan berusaha meraih kunci mobilku. Aku menyibukkan diriku yang kini berpura-pura mencari dompetku.

“Baiklah, mari berangkat” ujar Kyungsoo menepuk lututnya lalu bangkit dari duduknya, ia tersenyum dengan ekspresinya yang dulu.

Aku bahagia, aku benar-benar senang sekarang. Aku rasa Kyungsoo sudah mulai mencoba memikirkan perkataanku sebelumnya, aku merasa ia sudah mencoba untuk menerimaku disisinya. Entah apakah ia mencoba mencintaiku, atau hanya sekedar mencoba berteman denganku. Yang pasti saat ini adalah aku akan terus mencoba membuatnya bahagia, membuatnya mebuka hatinya untukku.

Huang Zhi Tao’s PoV end

***

Oh-Sehun’s PoV

Aku baru tahu jika hari ini Kyungsoo sudah tak ada dirumah sakit lagi. Aku mengunjungi kamarnya, tapi kamarnya sudah bersih dan rapi, tak ada seorangpun disitu hingga seorang perawat menghampiriku dan memberitahuku jika Kyungsoo sudah di bawa pulang oleh kedua orang tuanya.

Kini pikiranku di penuhi oleh pertanyaan-pertanyaan mengerikan. Aku bertanya pada diriku sendiri, Apakah kedua orangtuanya sudah tahu soal kehamilan putrinya? Apakah kedua orang tuanya sudah tahu jika aku yang mebuat Kyungsoo begitu? Dan apakah Appanya akan mengejarku dan membunuhku. Aku benar-benar takut sekarang, inilah yang ku takutkan selama ini.

Bukan hanya itu, aku takut jika Luhan membenciku, meninggalkanku. Aku mencintai Yoejaa itu, sangat mencintainya. Namun, rasa cinta yang aku rasakan saat bersama Luhan sangat berbeda dengan saat aku bersama Kyungsoo. Aku mungkin belum mengenal Kyungsoo lama, tapi entah kenapa aku begitu memperdulikannya, ingin melindunginya, ingin untuk ada disampingnya. Pernah terlintas di otakku jika Kyungsoo itu yoejaa yang lebih lemah dari pada Luhan.

Berbeda dengan Luhan yang terkadang  ada disampingku tapi rasanya tak ada di dekatku, terkadang ia harus pergi dariku dalam waktu yang tak singkat, bahkan saat ini pun Luhan sedang tak bersamaku. Aku tak begitu peduli pada Luhan, tapi aku yakin bahwa aku mencintai Luhan dengan sangat.

Setelah aku meredam semua pikiranku. Tiba-tiba suara getaran dalam sakuku membuat lamunanku benar-benar pecah. Kulihat pesan singkat yang bertuliskan “Lu-Lu” di layar monitor smartphone-ku.

Hunnie, aku akan pulang ke Seoul hari ini. Dan yang pertama akan aku lakukan di Seoul adalah mengunjungi Apartementmu. Aku merindukanmu Toddler. Tunggu aku sekitar jam 04.15 KST. Ah, satu lagi aku lapar. Aku merindukan masakanmu”

Kata-kata terakhirnya membuatku seketika tersenyum sendiri. Pada pesan hari ini ia memanggilku Toddler, sudah lama aku tak mendengar itu darinya. Panggilan yang mengandung berjuta makna dalam hidupku selama aku mengenalnya.

Sekarang yang akan kulakukan adalah mencari seluruh bahan makanan untuk Yoejaachingguku. Yang kubutuhkan adalah bahan-bahan makanan untuk membuat makanan kesukaannya. Ia begitu menyukai makanan Western, favoritnya adalah Honey Chicken yang sering aku buatkan untuknya. Ia selalu berkata, masakanku adalah salah satu alasan mengapa ia sangat mencintaiku.

Sudah ku tempatkan mobilku pada halaman parkir sebuah Mall dengan groceries terlengkap di kota Seoul. Disana aku bisa memilih semua bahan terbaik untuk masakanku nanti dengan leluasa.

Aku menuju stan daging. Banyak macam-macam daging disana, ada Pork (daging babi), daging Sapi, Domba, Kambing, Angsa, Ayam, Kalkun, Bebek, bahkan puluhan jenis ikan. Satu-satunya yang aku pilih hanya ayam.

Tak jauh dari tempatku berdiri. Aku melihat seorang yoejaa di depanku. Yoejaa yang aku sangat kenal. Yoejaa cantik dengan dress warna cream yang ia padukan dengan cardigan berwarna ungu tua.Ia menatap hamparan daging sapi di depannya, sesekali ia melihat jam tanganya. Aneh melihatnya sama sekali tak menatapku, padahal aku hanya beberapa meter di di depannya.Sekarang Ia tampak seperti mencari seseorang.

Yoejaa itu Kyungsoo, bersama bayiku yang masih tertidur pulas dalam kandunganya. Kyungsoo mendorong kereta belanjaannya denga pasti. Entah apa yang merasuki jiwaku, aku melangkahkan kakiku untuk mengikutinya.

Kyungsoo menuju kios-kios yang menawarkan berbagai macam susu. Ia berhenti pada suatu sisi. Mataku dapat membaca beberapa tulisan yang membuatku meneguk ludahku.

susu Ibu Hamil?” ujarku membatin.

Dengan mantap ia meraih beberapa kotak susu dengan beberapa variant rasa. Yoejaa itu begitu memikirkan kesehatan bayinya, maksudku bayi kami. Ia tersenyum saat menatap kotak-kotak susu itu. Sesekali ia membelai lembut perutnya.

Kyungsoo menoleh seketika kearahku, dimana aku masih memandangnya dengan sangat dalam. Ia membelalak. Ia salah tingkah dan menjatuhkan kotak-kotak susu yang ada di tangannya. Yoejaa itu dengan sangat cepat mendorong keranjang belanjaanya, mencoba meninggalkan aku dan berpura-pura tak melihatku. Namun, gerakkannya terlalu lamban, sehingga dengan mudah aku bisa menghampirinya.

“Kyungsoo tunggu!” aku menarik tanganya, menyeretnya berdiri didepanku.

“Apa lagi yang kau mau? Jangan tampakkan wajahmu lagi di depanku” yeojaa ini menatap lurus ke dadaku. Sedikitpun ia tak mau memandang wajahku.

“Aku buru-buru” sambungnya. Tanganku masih menggenggam lengannya sehingga aku masih bisa menahannya.

“Tunggu Kyungsoo, Aku… senang melihatmu semangat seperti ini.  aku mohon tetaplah seperti ini” aku menariknya lagi berdiri di depanku. Tatapanya masih sama, sama sekali tak ingin melihatku.

“Kau tahu Sehun, perhatianmu tak berarti untukku. Tidak perlu berpura-pura. Lepaskan aku!” Kyungsoo menyingkirkan genggamanku dengan kasar. Namun, aku masih tetap mencoba menghentikan dirinya.

“Kyungsoo ku mohon, jangan bersikap dingin padaku”

“Lepaskan Kyungsoo, sudah ku katakan tak akan pernah sedikitpun aku membiarkanmu mendekati Kyungsoo, apalagi menyentuhnya!” suara Namjaa yang menjengkelkan itu tiba-tiba ada di belakangku.

“Kyungsoo, mari pulang” sekarang Namjaa itu menggenggam telapak tangan Kyungsoo dan menyeretnya pergi bersamanya.

“Ya! Huang Zhi Tao, jangan sentuh Kyungsoo. Jangan sentuh Ibu dari anakku!” aku mulai marah terhadap perilakunya yang menganggap Kyungsoo miliknya. Beberapa kata yang tak seharusnya aku ucapkan sudah ada dalam benakku.

Huang Zhi Tao menoleh kearahku, melemparkan tatapan elang yang berusaha mencekik leherku. Ia tersenyum simpul yang begitu meremehkan aku.

“Memang dia ibu dari anakmu, tapi Kyungsoo calon istriku”

“Jadi berhenti mendekatinya atau kau akan kehilangan seseorang yang berharga dalam hidupmu” sambungnya dengan nada yang memancingku untuk segera menerjang tubuhnya dengan seluruh kekuatanku.

Kyungsoo menatap kearah Namjaa gila itu, ia menatapnya dengan wajah dengan beberapa kerutan di keningnya. Ia bingung sekaligus ia marah, aku bisa membaca wajah Kyungsoo.

Tao menarik lengan Kyungsoo secara paksa, Kyungsoo benar-benar seperti di kontrol oleh namjaa itu. Punggung Kyungsoo menjauhi aku. Hingga punggung mungil itu hilang saat di perbatasan koridor sebuah deretan stan yang menjajakan berbagai jenis susu.

Sedangkan disini aku tak dapat berbuat apapun, aku Shock mendengar pernyataan Tao yang seolah-olah Kyungsoo memang sepenuhnya miliknya. Tao memang sudah gila, ia gila karena cintanya terhadap Kyungsoo.

Oh sehun’s PoV end

***

To Be Continued

Hi R-G, My readers generations! I hope you enjoyed this story. Maaf jika kepanjangan habisnya gue takut nggak sempet nih ngupdate chapter IV sesuai dengan ketentuan syarat update FF secara tepat waktu. Warn: Typo is everywhere guys, so jongmal Minahae. Guyss… gue butuh banget like sama comment kalian yahh. Please ngertiin Author yang masih pemula ini. Please kasih Comment ya, karena tanpa comment kalian gue nggak tau apa yang mesti gue koreksi dari FF gue ini. gimana? Ada feelnya nggak? Jujur aja lewat comment ya, pleasee. Saranghae readers, keep XOXO yaww…. Kiss and hug from me NatashaJung >,< Thank You!!!!

 


Destiny of Love (Chapter 3)

$
0
0

DESTINY OF LOVE (CHAPTER 3)

 

Author: Hye Gi

Genre : Romance, Friendship, marriage life, school life, drama

 

Main Cast: -     Shin Hye Min (OC)

-          Xi Luhan a.k.a Luhan (EXO M)

-          Lee Hwa Gi (OC)

-          Kim Jong In a.k.a Kai (EXO K)

Minor Cast: – Park Chanyeol a.k.a Park sonsaengnim

-          Lee JungSoo a.k.a Hwagi oppa

-          Shin Eun Hye a.k.a Hyemin eonni

-          Xi Fei Li a.k.a Luhan halmonii

-          Appa & eomma Hyemin

-          Appa & eomma Luhan

-          Member exo other

Length : Multichapter

 

Rating : PG 15

 

 

Annyeong chingu,..^^ masih penasaran gk ma kelanjutan dari ff ni,..??

Kalau masih, nie chapter ke 3 nya dah ciap, dan terima kasih buat chingu yg udah mau baca nie ff ya,..

Maaf updatenya lama, author sibuk buat ujian

 

.

Met reading.~

Untitled

 

Author POV

Keesokan paginya, Hyemin berencana akan menjeput Hwagi dengan mobilnya hari ini karena sudah berjanji padanya semalam. Namun rencana itu kandas ketika kai sudah berada di depan rumahnya untuk menjeputnya.

“Oppa, apa yang kau lakukan di rumahku pagi-pagi begini ?” tanya Hyemin pada Kai

“Tentu saja menjemputmu chagiya…” ucap Kai sambil tersenyum

“eh, tumben sekali Oppa..” kata Hyemin heran

“Sudahlah, kajja…” Kai menarik tangan Hyemin untuk masuk ke mobil sportnya

Kemudian kai langsung menancapkan gas mobilnya.

 

Hyemin POV End

 

 

Hwagi POV

 

Pagi-pagi sekali bisa ku dengar eomma berteriak memanggilku, namun mataku tidak mau terbuka, karena memikirkan kejadian kemarin semalaman suntuk.

 

“hwagi-ya ….!!!! kenapa kau masih belum bangun, nanti kau bisa terlambat nak, ppalli ireona…!!” panggil eomma ku berteriak. Namun tidak ku hiraukan sama sekali, aku terlalu malas beranjak dari ranjang ku. Tiba-tiba jungsoo oppa masuk ke kamarku

“Yaak hwagi-ya ! apa kau tuli,,,?? eomma sudah berteriak berulang kali untuk membangunkanmu,., apa kamu tidak ingin pergi sekolah…? apa kau tidak tau jam berapa sekarang ha…? jika kau tidak bangun juga, aku akan pergi duluan, dan kau berangkat sendiri ya,..? ku tunggu kau 10 menit lagi, ppalli !” ucap oppa ku panjang lebar, dan langsung keluar.

“ Yaa…oppa… Kenapa kau menganggu ku, aku masih mengantuk oppa….” lirih ku manja sambil membuka mata, namun ternyata oppa sudah lenyap dari kamarku.

“aaiisshh,,,,dasar oppa, seenaknya saja keluar masuk kamarku” Akhirnya aku bangkit dan meraih ponselku yg terletak di atas meja dan melihat jam, ternyata hari sudah menunjukkan jam 7 kurang 10, disana juga tertera beberapa pesan baru dari hyemin,

 

From: hyemin

To: hwagi

Hwagi-ah … mianhae, aku tidak bisa menjemputmu hari ini, karna ku juga di jemput oleh kai oppa. Jadi kau di antar jungsoo oppa saja hari ini ya..? ;)

 

“MWOO?!!” aku berteriak

Langsung kuberhamburan ke kamar mandi dan bersiap secepat mungkin agar Jungsoo oppa tidak meninggalkanku. Setelah selesai, dengan sigapku berlari ke depan rumah berharap jungsoo oppa masih di sana menungguku. Nihil, mobilnya sudah pergi.

“aahh…sial, aku harus cepat-cepat ke halte” aku langsung berlari menuju halte

Diperjalanan aku terus menggerutu. Tanpa kusadari Luhan berhenti didepanku

“ kajja, kalau naik bus kau bisa terlambat,. Rasanya aneh melihat siswa teladan di sekolah malah terlambat datang kesekolah” ucap luhan sambil tersenyum dan tanpa basa basi langsung memberikan helmnya padaku.

“mian luhan-ah, aku merepotkanmu lagi” ucapku sambil naik ke motornya.

“Gwaenchana” ucap Luhan dan langsung menancap gas motor sportnya.

 

Hwagi POV end.

 

 

Author POV

 

Begitu sampai di sekolah, untung saja bel belum berbunyi. Waktu masih tinggal 2 menit lagi.

Setelah sampai diparkiran, Luhan dan Hwagi langsung bergegas menuju ruang kelas.

“kajja !” ucap Luhan sambil menggenggam tangan Hwagi dan menariknya sampai ke kelas. Begitu sampai di kelas, para murid melongo dan kaget melihat Hwagi bergandengan tangan dengan Luhan. Luhan tidak mempedulikan hal itu sama sekali dan terus menarik Hwagi ke kursinya.

“Syukurlah…kita selamat” ucap Luhan sambil mengatur nafasnya.

“ah, Ne.” ucap Hwagi menunduk karena masih menjadi perhatian seisi kelas.

“Hwagi-ya, kenapa kamu telat ?” Tanya Hyemin sambil menghadap ke bangku belakang.

“Ini semua karenamu pabo” ucap Hwagi sambil menahan kesal.

“hehe..mianhae” ucap Hyemin cengengesan.

“Ya sudah” ucap Hwagi sambil menghela nafas.

“hehehe…mian.”ucap Hyemin dan kemudian kembali mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.

 

 

Flashback On

 

Hyemin POV

Sesammpainya di sekolah, aku lansung bertanya pada Kai oppa.

“oppa, tumben sekali kau menjemputku pagi pagi sekali hari ini oppa..?” tanyaku penasaran kepada kai oppa yg kulihat dengan gelagatnya yg aneh hari ini,.

“annya, aku hanya merindukanmu, chagi, kau tau hari apa ini..?” tanyanya membuatku semakin bingung.

“ hari kamis, whaeo oppa…?” tanyaku polos.

“ayo ikut aku ke atap sebentar” ucapnya sembari menarik tanganku.

Setibanya di atap,“Surprise….!!!!!!!” katanya sembari merentang kan tangan memperlihatkan kejutannya kepadaku, disana sudah dihias dengan bunga mawar putih kesukaan ku. Kai oppa mengambil sebuket besar bunga mawar putih dan memberikannya kepadaku,..

Didalam buket itu kutemukan sebuah kartu ucapan kecil,

 

To: hyemin.

HAPPY ANNIVERSARY

Chagi, ini hari jadi kita yg ke 3 tahun, tapi kuharap kau tidak bosan dengan ku, ne..?^^

Tapi hanya ini yg bisa kuberikan padamu chagi selain cintaku dan hatiku. Kuharap kau bahagia bersamaku,.. J

 Saranghae Hyemin-ah…<3

Your namchin,

       KAI

 

Walaupun kata katanya sederhana, namun sukses membuat terharu, dan berhamburan kedalam pelukan kai oppa. Dia hanya tersenyum, sangat nyaman berada di pelukannya saat ini. Kamipun mulai merenggangkan pelukan, dan kai oppa mengusap air mata ku sembari menatap ku dalam,.. dan kai oppa mulai mendekatkan wajahnya ke wajah ku, jarak antara kami pun menipis, hanya tinggal beberapa centi,. Dan

 

Cup~

Bibir kami bersentuhan. Cukup lama kami berciuman hingga oksigen kami mulai menipis dan kami saling melepaskan tautan diantara kami.

“Gomawo…sudah mencintaiku selama ini, saranghae..” ucap Kai oppa dan kemudian mengecup puncak kepalaku.

“Nado saranghae…” ucapku dan kemudian memeluknya.

Flashback off

 

“Hyemin-ah ?? Hyemin ?? Shin Hye Min !!!” teriak Hwagi padaku.

“e-eoh?” balasku seadanya karena kaget.

“Kenapa kau senyum-senyum sendiri ?” tanya Luhan curiga.

“ani, Luhan. Tak ada apa-apa” jawabku sambil tersenyum.

Hwagi dan Luhan pun saling bertatapan sebentar, kemudian mengalihkan kembali pandangan mereka padaku.

“Hari ini kurasa kau agak aneh Hyemin-ah…”ucap Hwagi dengan tatapan menyelidik

“Mwo ? mungkin hanya perasaanmu saja Hwagi-ya…”balasku

“Apa yang kau lakukan dengan Kai ?” tanya Hwagi to the point

“a-aniya aku tidak melakukan apa-apa” jawabku gugup.

“Lalu kenapa kau gugup seperti itu menjawab pertanyaanku ?” lanjutnya menyelidik

Aku hanya menelan saliva ku karena gugup. Tidak mungkin kan aku menceritakannya, Aku bisa malu besar. Aku yakin, Hwagi masih kesal padaku, karena dia memang sangat tidak suka dengan orang yang ingkar janji.

 

“Tidak ada apapun Hwagi-ya…”ucapku kembali tersenyum

Kulihat dia mengalihkan pandangannya dariku keluar jendela. Aku yakin dia sangat kesal. Ekspresi wajahnya pun datar dan dingin.

Melihat Hwagi seperti itu, Luhan pun menepuk pundak Hwagi lembut.

“Sudahlah, yang penting kau tidak terlambat” ucap Luhan sambil tersenyum manis pada Hwagi.

Entah keajaiban darimana, Hwagi pun membalas senyum Luhan begitu manis dan hangat.

‘apa aku tidak salah lihat? Hwagi tersenyum ? biasanya jika dia sudah kesal, dia akan ngambek bahkan bersikap dingin dan cuek seharian.’ Batinku

Lamunanku langsung buyar begitu Park sonsaengnim masuk.

 

“Pagi anak-anak…” sapa Park sonsaengnim dengan senyum menawannya.

“Pagi sonsaengnim…” balas semua murid serempak.

“Baiklah, langsung saja kita lanjutkan materi selanjutnya. Silahkan keluarkan buku kalian” perintah Park sonsaengnim.

Semua murid pun segera menuruti perintah Park sonsaengnim. Sekilas aku melihat kebelakang. Manik mataku menangkap keakraban Luhan dan Hwagi. Tidak biasanya sahabatku seperti ini, dia bukan tipikal orang yang mudah akrab dengan orang yang baru dikenalnya.

‘aku yakin ada sesuatu diantara mereka’ lanjut batinku

Hyemin POV End

 

Author POV

 

Hari sudah menunjukkan jam 15.00, semua siswa sudah di perbolehkan pulang. Kali ini Hyemin akan pulang bersama Hwagi, walaupun masih kesal karena kejadian tadi pagi, tetapi mereka tetap bisa mengatasinya, karena itulah mereka bisa bersahabat sebegitu lamanya sampai detik ini, dan mereka berharap akan bersahabat selamanya dimanapun dan kapanpun.

Saat hyemin dan hwagi sampai di gerbang sekolah, Kai datang menghampiri mereka dengan mobilnya.

“Chagiya, bagaimana kalau hari ini kita jalan-jalan ?” ucap Kai pada Hyemin diselingi senyuman.

.“Ahh itu, aku…” “ gwenchana Hyemin-ah, pergilah bersama Kai. Aku bisa pulang sendiri” ucap Hwagi menyela perkataan Hyemin. Karena dia ingat, hari ini adalah hari anniversary sahabatnya.

“Tapikan-”

“Sudahlah, pergilah…”

“kalau begitu baiklah, kajja oppa. Annyeong Hwagi-ya” Hyemin pun segera masuk ke mobil Kai dan pergi meninggalkan Hwagi.

Hwagi hanya tersenyum melihat kepergian sahabatnya itu.

Saat Hwagi ingin melanjutkan langkahnya, tiba-tiba ada sebuah motor sport putih berhenti didekatnya, otomatis Hwagi menghentikan langkahnya karena dia sangat mengenal motor itu.
”Hwagi-ya…” panggil Luhan.

“Ne Luhan-ah ?” balas Hwagi

“Kau pulang sendirian?” Tanya Luhan

“Ne” jawab Hwagi

“pulang denganku saja, kita kan tetangga..” ucap Luhan sambil tersenyum

“Hmm..baiklah…” kemudian Hwagi menaiki motor Luhan.

Begitu memastikan Hwagi sudah duduk dengan baik, Luhan langsung melajukan motornya.

 

Hwagi POV

 

Mimpi apa aku semalam ya ? Berangkat dan pulang sekolah bersama Luhan.

Di dalam perjalanan pulang,. Kami diam seribu bahasa, akupun tak berani memulai pembicaraan hingga sampai di depan rumahku. Begitu aku turun, Luhan pun akhirnya angkat bicara.

“ hwagi-ya apa kau sibuk hari ini,.?” Tanya Luhan sedikit ragu.

“ne…? annyeo, waeyo luhan-ah,.,.?” balasku penasaran.

“maukah kau mengerjakan tugas yang diberikan Lee sonsaengnim bersamaku ? aku tidak paham dengan tugasnya” ucap Luhan dengan tatapan memohon. Sepertinya dia tidak mengerti sama sekali dengan tugasnya.

“Tentu saja. Dimana kita kerjakan bersama ?” balasku berusaha setenang mungkin agar tidak terlihat bahwa aku sangat senang.

“Bagaimana kalau…dirumahmu saja. Aku rasa akan lebih menyenangkan dirumahmu sekaligus aku mengenal tetanggaku “ jawabnya sambil tersenyum.

“hmm… ne. Baiklah..” balasku.

“qeureom… aku akan datang lagi nanti ne ?” Jawabnya sambil melajukan motor nya ke rumah di sebelah rumahku. Aku pun tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya secara tidak sadar. Hatiku seakan melayang di buatnya.

 

Hwagi POV end

 

Author POV

Begitu Hwagi masuk kedalam rumah, ia langsung disambut oleh anjingnya, Gomi. Yang merupakan anjing campuran antara ras Alaskan Malamute dan srigala(?). ya, Hwagi sangat menyukai srigala, entah bagaimana bisa oppanya memberi anak anjing tersebut padanya. Tapi Gomi adalah anjing yang jinak, lucu dan patuh. Meskipun darah srigala mengalir dalamnya *hobi fantastic

“Gomi….Kamu sudah makan ?” tanya Hwagi sambil mengusap kepala anjing kesayangannya.

“Hwagi-ya, kamu sudah pulang ?” tanya eomma Hwagi dari arah dapur

“Ne eomma” ucap Hwagi sambil menghampiri eommanya yang diikuti Gomi dari belakang.

Hwagi mengambil air dari dalam kulkas dan menuangkannya kedalam gelas lalu meneguknya.

“Kau pulang bersama Luhan ya ?” tanya eomma Hwagi seketika.

“uhuk….ya eomma, darimana eomma tau ?” tanya Hwagi sambil menahan malu.

“Tadi oppa mu yang bilang pada eomma, dia melihatmu diantar Luhan” jawab eomma Hwagi sambil tersenyum.

“Mwoo??! Aaaiish, dasar oppa” jawab Hwagi

“ganti bajumu dan segera makan. Nanti kau sakit lagi” ucap eomma Hwagi sambil terus memotong sayuran.

“Nanti saja eomma. Aku ingin bertemu oppa. Oppa eoddini eomma ?” tanya Hwagi.

“Dia ada di halaman belakang” jawab eomma Hwagi.

 

Hwagi langsung berlari menaiki tangga kekamarnya dengan tergesa-gesa.

Kemudian dalam hitungan menit, dia sudah turun dari kamarnya dengan baju casualnya.

“Eomma, hari ini… Luhan akan datang kesini untuk mengerjakan tugas bersama…ku.” Ucap Hwagi kepada eommanya dengan gugup.

“jinjja ? baiklah, kalau begitu eomma akan buat cemilan yang banyak” jawab eomma Hwagi bersemangat.

“Gomawo eomma…” ucap Hwagi senang sambil berlalu ke halaman belakang.

 

Luhan POV

Begitu sampai di rumah, aku langsung ke kamar untuk mengganti pakaian dan segera turun untuk meneguk segelas air.

“ajhumma, eomma dan appa belum pulang ?” tanyaku pada Han ajhumma.

“Belum tuan, apa tuan lapar ? biar saya buatkan makan siang.” Ucap Han ajhumma padaku.

“Tidak usah ajhumma, aku ke halaman belakang saja” ucapku sambil berlalu ke halaman belakang.

Inilah hal yang paling membosankan dalam hidupku. Eomma dan appa yang selalu tidak ada dirumah jika aku sudah pulang sekolah. Mereka hanya akan kembali setelah jam makan malam. Sungguh membosankan.

Sewaktu aku sedang duduk di kursi taman untuk menghilangkan bosanku, aku melihat Jungsoo Hyung sedang bermain basket dihalaman rumahnya ditemani seekor anjing putih yang sangat cantik. Aku terus memperhatikan Jungsoo Hyung bermain. Kemudian ia menoleh kepadaku dan memanggilku.

“Luhan-ssi, apa yang sedang kamu lakukan disitu ? kemarilah, bermain basket bersamaku” ucap Jungsoo hyung menawariku bermain.

“e-eoh, Ne hyung” balasku. Daripada nanti aku hanya mati kebosanan sendirian, lebih baik aku bermain basket bersama Jungsoo hyung saja. Pasti akan sangat menyenangkan.

Luhan POV End

 

Author POV

Sewaktu Luhan tengah asik bermain basket bersama Jungsoo, datang Hwagi dari dalam rumah sambil berteriak.

“Opppaaaaaaa…!!!!” seketika Hwagi langsung membungkam mulutnya rapat karena melihat Luhan.

“Yaaak Hwagi-ya, bisakah kamu untuk tidak berteriak ??” jawab jungsoo.

“Mi-mian oppa. Luhan, kau sudah datang ?” tanya Hwagi kemudian berjalan kearah oppanya dan Luhan, yang langsung disambut oleh Gomi sambil mengibaskan ekornya.

“Ne. Tapi aku tidak membawa buku, aku bermain basket karena di tawari Jungsoo hyung. Nanti aku akan mengambil nya ke rumah.” balas Luhan sambil tersenyum manis.

“Arraseo…” ucap Hwagi sambil menunduk berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya karena senyuman menawan Luhan.

 

Jungsoo POV

aku merasa aneh dengan sikap adikku ini. Tidak biasanya dia seperti ini, maksudku jika dia sudah berteriak seperti tadi, aku yakin dia akan cerewet dan mengomeliku tanpa peduli disekitarnya karena aku meniggalkannya pagi tadi.

‘Tapi ada apa dengannya hari ini ? kenapa dia tidak mengomeliku dan malah terlihat gugup ?’ batinku

Kemudian aku melirik kearah Luhan. Melihat Luhan yang tersenyum penuh arti pada adikku, dan Hwagi yang kelihatan gugup,Akhirnya aku menyadari satu hal.

‘sepertinya ada sesuatu diantara mereka, bagus…ini semakin menarik..’ batinku

Kemudian terlintas ide di pikiranku.

Jungsoo POV End

 

Hwagi POV

Dapat ku rasakan akan terjadi hal buruk setelah ini, begitu aku melihat smirk evil dari oppaku.

“Yaak Hwagi-ya, tidak biasanya aku melihatmu gugup” ucap oppa yang sangat-sangat menyebalkan bagiku.

Jika saja tidak ada Luhan, sudah ku pastikan detik ini juga riwayat oppaku itu tamat.

Belum sempat aku menjawabnya, tiba-tiba saja oppa langsung ngerocos sembarangan.

“Luhan, sepertinya adikku menyukaimu..”

‘‘MWOO??!!!” teriakku seketika.

Dapat ku lihat ekspresi wajah Luhan yang sepertinya kaget mendengar perkataan oppaku.

Seketika itu juga aku menginjak kaki oppaku dengan sangat keras hingga dia merintih kesakitan.

“Appoo…apa yang kau lakukan Hwagi ??!” ucap oppaku kesal

Aku hanya menatap oppaku dengan tatapan death glare hingga membuatnya diam tak berkutik.

 

“Hahahahaha….”

‘eh?’ seketika aku menoleh kepada orang yang tertawa

 

Hwagi POV End

 

Luhan POV

“Hahahahahaha….” aku tertawa geli melihat tingkah laku kedua kakak adik ini.

“Kenapa kamu tertawa Luhan ?” tanya Jungsoo hyung padaku.

“ani hyung, hanya saja sikap kalian berdua sangat lucu bagiku…hahaha….” aku tidak henti-hentinya tertawa. Mengingat Jungsoo hyung yang terkenal dingin itu bisa berubah menjadi seperti ini hanya dengan bersama adiknya. Ya, aku mengetahui sifat Jungsoo hyung dari teman sekampusnya yang sekaligus adalah sepupuku, Lay. Sungguh kejadian langka…

 

Luhan POV End

 

Author POV

 

“Mwo?! Ya Hwagi-ya, lain kali jika didekat orang lain jangan buat oppa seperti ini ne..? bisa rusak image ku jika seperti ini” ucap Jungsoo pada Hwagi dengan suara yang dibuat kesal.

“Biarkan saja, biar semua orang tau bahwa seorang Lee Jung Soo yang terkenal dingin itu juga memiliki sikap kekanak-kanakan” jawab Hwagi sebal sambil mencibir ke oppa nya.

“Yaa !! Hwa-“ “Hwagi-ya,,,Jungsoo-ya,,, ayo makan… wah ternyata Luhan sudah datang, ayo nak… sekalian makan bersama kami” ucap eomma Hwagi yang datang memotong ucapan jungsoo sambil tersenyum lembut.

“Ne eomma..” ucap Hwagi dan Jungsoo bersama.

“Kajja Luhan, kita makan bersama. Tidak ada penolakan.” ucap Jungsoo pada Luhan.

“Ah, ne hyung..” Luhan pun mengikuti kedua bersaudara itu.

Sekilas Luhan melirik Hwagi yang berjalan disamping oppanya  ditemani Gomi.

 

‘Dia memang gadis yang unik..’ batin Luhan sambil tersenyum penuh makna.

 

TBC

 

Akhirnya chapter 3 ciap jgha, gimna chingu,.,? mungkin chapter nie cukup panjang ya, ? tentu aja, karna hwagi dan luhan disini membutuhkan alur dan proses yg cukup panjang,, tapi kami harap chingu gx bosen bcanya.. see u in chapter 4……….

Annyeong…^^

 

 

 


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live