My Sorrows will be your Sorrows
Author : Natasha Nabila (@_NatashaNate)
Cast : – Do Kyungsoo
- Oh Sehun
- Xi-Luhan
- Huang Zhi Tao
- Another Exo’s Member
- You will find it inside the story
Genre : Romance, Crossgender, Married Life.
Rate : PG-15, Series
Length : Series
![second-imagine]()
Seharusnya aku benar-benar tak mengenalmu. Waktu itu aku mengenalmu karena sebuah buku. Namun,hanya dengan mengenalmu, Kini aku membencimu. Harusnya kau berkata jujur, Harusnya Kau yang menanggung beban ini, Bukan Dia. Kau biarkan aku bersamanya. Meskipun begitu, semuanya menjadi lebih baik. Akan kuterima meskipun sangat sulit. Aku akan berusaha untuk melupakanmu.
Author’s PoV
Menggunakan mini Skirt selutut dan baju kemeja bewarna putih, Yoejaa itu memandangi dirinya di cermin. Terutama me—masati bagian perutnya sangat dalam. Seperti biasa perutnya tetap langsing jika tampak dari depan, namun sedikit membesar jika dilihat dari samping. Ia masih bingung baju apa yang pantas ia kenakan agar semuanya tak di ketahui orang lain.
Ia mengambil Sweater bewarna cream, menutupi kemeja putih yang ia kenakan. Berhasil, Sweater itu berhasil menutupi tubuhnya dengan sempurna. Ia yakin tak ada satupun orang dapat curiga. Dan sekarang Yeojaa itu menuju kampusnya dengan malas.
“Omma, Na Kalke! Aku pergi” ujar Kyungsoo menepuk ringan pundak Omma-nya Yixing.
Yixing perempuan berdarah China-Eropa yang memilih menikah dengan Kim Joon Myun, Appa dari Kyungsoo setelah Ibu Kyungsoo yang sebenarnya meninggal dunia. Saat itu Kyungsoo masih berumur empat tahun.
Kyungsoo dan Chen, memang saudara dengan sama ibu. Pada saat kelahiran Chen, disitulah Ibunya juga meninggal dunia. Untung saja Kyungsoo masih sangat kecil sehingga ia tak benar-benar merasakan kasih sayang dari ibu kandungnya, jadi ia tak begitu merasa kehilangan. Dan baginya kasih sayang yang di berikan Lay Omma sudah lebih dari luar biasa.
“Odie? Kemana kau Kyungie?”
“Tidak ingin sarapan dulu?” tanya Lay pada Kyungsoo.
“Ani Omma aku tidak lapar, bye Omma” Kyungsoo mencium pipi kiri Ommanya yang sedang mengoleskan mentega pada roti bakar buatannya.
“ Anyeong Kyungie” yoejaa itu melambai pada Kyungsoo.
“Chen-nie, kemarilah sarapan! Nanti kau kesiangan!” sambung yoejaa yang sangat anggun itu.
“Ne… Omma! Chakkamanyo!” teriak Chen dari kamarnya.
Kyungsoo berencana berangkat ke kampusnya menggunakan Bus umum. Ia menunggu lama di pinggiran halte. Tatapannya sangat datar. Ia melirik kesebelahnya, tengah duduk seorang ibu muda yang menggendong bayinya, merupakan pemandangan yang begitu hangat. Mungkin bayi itu masih berumur empat bulan. Selang beberapa menit melintas-lah seorang yoejaa dengan perutnya yang buncit. Yoejaa itu hamil tua. Kyungsoo seperti bercermin, dari tadi yang ia lihat adalah orang-orang dengan buah hatinya.
“Aku juga akan seperti mereka. Tapi mereka tak sepertiku, mereka menginginkanya. Sementara aku tidak” Kyungsoo membatin. Ia mengelus perutnya yang masih cukup rata.
Ia menutup matanya sejenak mengingat kembali peristiwa beberapa hari yang lalu di tepi sungai Han. Matanya memanas, pipinya juga merona karena emosi yang kembali lagi padanya.
“Bagaimana dengan namjaa itu? Huang Zhi Tao, coba kau katakan hal ini padanya. Aku yakin dia adalah ayah dari bayimu. Jangan menyalahkanku!”
Perkataan Oh-Sehun masih membekas di hatinya. Perasaan kesal, keputus—asaan, ke murkaan Kyungsoo masih dapat yoejaa cantik itu rasakan. Mengingat perkataan Oh-Sehun yang pura-pura tidak mengerti.
Tiiinn…..Tiin….
Sebuah klakson mobil benar-benar mengagetkan Kyungsoo, mobil itu tepat berhenti di depannya. Mobil Sedan berwarna Silver itu menyilaukan matanya. Kaca mobil itu terbuka. Tampaklah wajah seorang Namjaa yang membuat Kyungsoo semakin memburuk.
“Kyungsoo, naiklah! Kau sedang sakit. Bus-nya masih lama sampai kesini, Di simpang jalan sana aja kecelakaan, jadi sedikit macet” teriak Huang Zhi Tao dari dalam mobil.
“Tidak terimakasih, waktuku masih banyak untuk menunggu bus” ujar Kyungsoo singkat.
Huang Zhi Tao turun dari mobilnya, menyeret lembut yoejaa itu untuk masuk kemobilnya. Kyungsoo hanya terdiam meskipun sering kali ia menolak dan berkata tidak. Namun dengan pasti Zhi Tao mendaratkan yoejaa itu di kursi mobil tepat di sebelahnya.
“Kau tak perlu melakukan ini Oppa” ujarnya melipat tangan di dadanya.
Tao meliriknya seolah tak mempercayai semuanya, Kyungsoo memenggilanya Oppa. wajah Tao bersemu.
“Bagaimana keadaanmu Kyungsoo? Gwenchana?”
“Dengar, ini memang bukan urusanku, tapi apa kau punya masalah? Sehingga perawat Sekolah berkata kau sakit, yoejaa itu bilang kau kurang nutrisi” sambung Tao yang sekali-kali melirik Kyungsoo.
“Anio gwenchana ,Tak apa. Aku tak punya masalah, aku hanya mengetahui sesuatu” ujar Kyungsoo yang selang beberapa detik dari kata-katanya ia tersadar akan perkataan yang seharusnya tak ia ucapkan.
‘‘Apa?” tanya Tao singkat.
“Ani Opssoyo. Lagi pula jika aku sakit aku takkan mau datang ke kuliah” sambungnya menetralisir keadaan.
“Apa yang kau ketahui, apa itu baik atau buruk?” ujar Tao antusias.
“Ania Oppa, Opso! Tak ada apapun” ujar Kyungsoo yang tersenyum singkat pada Tao.
Tao hanya mengangguk tanda mengerti. Selanjutnya di selama perjalanan menuju Kampus, Tao dan Kyungsoo hanya berdiam satu sama-lain. Tao tak ada topik lain untuk di bicarakan, sementara Kyungsoo sibuk dengan lamunannya yang membawanya pada semua masalah-masalahnya.
****
Do Kyungsoo’s PoV
Disanalah aku. Tidak! Tepatnya disinilah lagi aku. Berada dalam keramaian manusia-manusia penuntut ilmu. Berada dalam dimensi lain menurutku, dimensi dimana aku menghabiskan waktu beharga-ku hanya membaca buku kesayanganku, Fisika.
Pagi ini, aku dan Huang Zhi Tao berangkat bersama. Manusia itu tetap berada di sampingku meskipun dengan jarak 5 meter. Terlihat dari wajahnya yang sangat bahagia karena semenjak tadi aku memanggilnya ‘Oppa’ tanpa ia suruh. Tentu saja semua itu ku lakukan agar dia tak terlalu banyak bicara padaku.
“Kyungsoo! Aaa…. Boghosiphoyo!” seorang Yoejaa menampakkan dirinya tiba-tiba di depan-ku dan Huang Zhi Tao. Yoejaa itu merentangkan tangannya, mengisyaratkan untuk aku memeluknya.
“Na… nado Luhan-Ssi” ujarku terbata-bata. Aku peluk singkat yoejaa itu. Lalu melirik Namjaa yang ada di sampinya. Namjaa yang baru aku sukai sekaligus aku benci.
Sedikitpun Oh-Sehun tidak menatapku, matanya menatap namjaa yang ada di sampingku. Huang Zhi Tao hanya membalas tatapan Oh-Sehun dalam.
“Luhan Ssi, maaf. sekarang aku sedang buru-buru. Lagi pula bukankah kalian berdua ada mata kuliah pagi ini?”
“Oppa, kajja!” aku menoleh dan tersenyum memaksa pada Huang Zhi Tao, mengisyaratkan untuknya pergi bersamaku lewat mataku.
“Ah….Ne Kyungsoo” ujarnya menatap bingung reaksi-ku.
Aku berlenggang menjauhi Luhan dan Sehun. Telapak tangan Luhan hanya melambai padaku. Begitu pula dengan Oh-Sehun. Oh-Sehun pintar ber-akting, ia seolah tak mengingat semua yang terjadi kemarin. Bahkan ia tak bicara sepatah kata-pun.
Do Kyungsoo’s PoV end
*****
Oh-Sehun’s PoV
“Oppa? sejak kapan dia memanggil namjaa itu Oppa. Jadi semuanya benar, anak yang ia kandung bukan anakku tapi Huang Zhi Tao” ujar Oh-Sehun membatin. Kepalanya dipenuhi oleh pertanyaan aneh lainnya. Makan siangnya saja tak sempat ia sentuh.
“Hunnie, kau kenapa? Sakit?” ujar seorang yoejaa yang berada tepat di depanku. Tangannya yang hangat membelai lembut pipiku.
“Anio Lu-Lu, aku hanya sedang berpikir tentang sesuatu yang tidak penting”
“Mari makan! Aaaaa…. buka mulut-mu Lu-Lu” aku memainkan sendok penuh dengan nasi yang ku ibaratkan sebagai pesawat. Luhan membuka mulutnya dan melahap makanan yang aku berikan padanya.
“Kamsahamnida Sehunnie” ujar Luhan mengeluarkan Eye Smilenya.
“Aigoo, terlalu manis Luhan-nie” aku mencubit pipinya lembut lalu mengecup keningnya.
“Seandainya kau Kyungsoo. Mungkin aku juga dapat meraba perutnya, merasakan gerak-gerik dari jiwa kecil di dalamnya” lagi-lagi aku membatin dengan sangat tidak terkontrol. Aku menetralisir semua impianku, aku menatapi wajah Luhan untuk berusaha lebih mencintai Yoejaa itu.
Aku dan Luhan menyelesaikan makan kami. Lalu pergi ke perpustakaan menemani Lu-Lu ku mencari buku untuk referensinya membuat semacam laporan. Disana lagi-lagi pemandangan yang membuat aku naik darah, entah apa nama perasaan ini. Huang Zhi Tao tampak sedang berguru dengan Kyungsoo. Jujur saja seharusnya itu sudah menjadi kebiasaanku dengannya selama musim ujian melanda kami.
Sejak kapan Kyungsoo bisa dekat dengan Huang Zhi Tao? Padahal Kyungsoo sendiri yang menceritakan bahwa ia membenci Tao karena sudah menciumnya secara paksa sebulan lalu. Aku tak bisa melihat mereka terus-terusan berdua.
Ku dekatkan diriku pada mereka dengan cara pura-pura mencari buku yang berada pada rak buku di dekat mereka. Sepertinya Kyungsoo tak sadar dengan adanya kehadiranku disekitar mereka. Aku tak tau bagi Namjaa itu untuk tahu atau tidak kehadiranku, aku tak peduli!
“Aaah… Appo!” isak Kyungsoo kecil. Seketika pandanganku dengan cepat menoleh kearahnya. Kyungsoo memegangi perutnya.
“Gwenchana Kyungsoo? Apa kau baik-baik saja? Ada apa dengan perutmu?” tanya namjaa itu pada Kyungsoo.
“Gwenchana Oppa, Aku hanya Magh” ujar Kyungsoo yang tampak melepaskan tangan Huang Zhi Tao.
“lanjutkan saja Tao Oppa” sambungnya lagi. Dari mimik wajahnya terlalu terlihat jika Kyungsoo pura-pura untuk tidak merasakan sakit. Sementara Huang Zhi Tao memastikan konsentrasinya terjaga pada pelajaran yang Kyungsoo berikan padanya.
Mataku tak dapat beralih dari wajah Kyungsoo. Mimik wajahnya semakin aneh, sepertinya ia benar-benar kesakitan.Aku melihat ia menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Aku ingin menghampirinya tapi tak bisa, apa yang harus aku lakukan untuknya, yang ada Kyungsoo akan semakin membenciku karena melihatku lagi.
“Mmmph, Argh…..”ujar Kyungsoo mengerang. Tangannya memegangi lengan Tao.
“Oppa, tolong aku” Kyungsoo membungkuk, ia memegangi perutnya kuat.
Kyungsoo memejamkan matanya, kepalanya tiba-tiba tergeletak di meja perpustakaan. Rambutnya tergerai bebas menutupi seluruh wajahnya.
Langsung saja aku hampiri Kyungsoo, mencoba mendudukannya ke posisi semula. Meletakkan kepalanya ke pundakku. Mencoba sedikit mengguncangkan tubuhnya yang sangat lemah.
“Kyungsoo, Iroena” ujar Tao yang mengambil alih tubuh Kyungsoo. Ia mendaratkan kepala Kyungsoo ke pundaknya.
“Zhi Tao, ada apa dengan Kyungsoo?”
Semua mata tertuju pada Kyungsoo, beberapa orang disekitar meja Kyungsoo histeris dengan keadaan Kyungsoo saat ini. Mereka mengerubunginya.
“Aku tak tau, ia kesakitan pada bagian perutnya” ujar Tao nanar. Tao benar-benar cemas.
Huang Zhi Tao beranjak dari tempat duduknya, mengangkat yoejaa itu. Berlari keluar perpustakaan. Aku tak dapat melakukan apapun. Aku segera mencari Luhan untuk segera mengajaknya pergi menyusul Tao dan Kyungsoo.
Kususuri jalan di kota Seoul yang cukup padat siang itu. Mengikuti mobil Silver yang ada di depanku. Entah mobil Huang Zhi Tao itu pergi kemana. Mungkin ke rumah sakit. Memang benar, Huang Zhi Tao membawanya ke Bungsan Hospital.
“Kyungsoo sakit apa Sehunie?” tanya yoejaa di sampingku.
“Moela Lu-lu, aku juga tak tau” jawabku singkat, konsentrasiku penuh kepada Kyungsoo.
Aku hanya memarkirkan mobilku tepat disamping mobil Tao. Kyungsoo berada pada lengan Tao. Tao berlari tergopoh-gopoh menyusuri koridor rumah sakit untuk menuju ruang gawat darurat. Sesampainya disana Tao merebahkan Kyungsoo pada sebuah ranjang kecil yang mempunyai roda di bawahnya. Beberapa suster dan seorang Dokter wanita membawanya masuk ke ruangan yang hanya orang tertentu boleh masuk.
Aku dan Luhan duduk pada sebuah bangku panjang. Bangku yang digunakan orang-orang sebagai tempat menunggu. Aku tak dapat mengalihkan perhatianku pada Tao yang sudah sejak lama mondar-mandir di depan pintu ruang UGD itu. Sudah ber jam-jam Tao hanya bolak-balik berjalan di sekitaran koridor. Kecemasannya melebihi daripada kecemasanku.
“Huang Zhi Tao, Kau memang benar-benar mencintainya. Maafkan aku, Tapi aku belum bisa memberikannya padamu hingga aku pastikan semuanya”Aku kembali membatin, seraya tanganku menggenggam lembut tangan Luhan yang sudah tertidur sejak tadi di bahuku.
***
Author’s PoV
Sudah hampir dua jam Huang Zhi Tao hanya menunggu kepastian dari balik pintu ruangan itu. Menunggu seeorang dengan jubah putih serta alat pendengar denyut nadi dan detak jantung akan membawa kabar untuk mereka.
“Sehun, Lihat-lah Luhan. Pulanglah! Kasihan Luhan, dia begitu lelah” ujar Tao melirik Luhan yang tertidur pulas di bahu Sehun.
“Tapi Kyungsoo…”ujar Sehun terbata, jari telunjuknya menunjuk kedalam ruangan itu.
“Bukan masalah, aku akan menjaganya. Lagi pula ada Dokter di sini” tutur tegas Tao.
Sehun mengangguk lalu membangunkan Luhan lembut. Menepuk-nepuk pipi Luhan ringan. Lalu menggandeng Luhan dan membawanya pergi. Sampai sepasang kekasih itu tiba diujung jalan dan benar-benar tak terlihat lagi
“Apakah kau kerabat Ny. Kyungsoo?” ujar manusia dengan jubah putih dan masker di mulutnya. Yoejaa itu baru saja keluar dari ruangan Unit Gawat Darurat.
“Ah, Ne… Uisha-nim”
“Ikut saya, ada yang ingin saya bicarakan, masalah kesehatan Kyungsoo” ujar Dokter yoejaa muda itu.
Mereka duduk di ruangan dengan nuansa putih, beberapa ubin-ubin nan bersih terdapat pada dinding-dinding ruangan itu. Beberapa poster dan gambar-gambar tentang kesehatan di tempel disana. Bau antibiotik dan antiseptik-pun dengan sangat bebas bisa keluar masuk lewat hidung.
“Keadaan kyungsoo tidak terlalu parah. Lagi-lagi masalah nutrisi. Ia kurang asupan gizi sehingga dia mengidap Anemia yang cukup parah”
“Penyakit ini memang bisa sembuh, tapi dengan keadaanya yang hamil seperti ini akan sulit baginya jika tidak benar-benar di kontrol pola makan-nya, juga….” belum selesai Dokter muda itu berbicara tentang keadaan Kyungsoo, salah –satu kata daripada pembicaraan mereka tadi benar-benar menyayat hati Huang Zhi Tao.
“ Ha…mil, Kyungsoo sedang hamil?”tanya Tao terbata-bata.
“Jadi kau tak tau?” Dokter itu balik bertanya. Huang Zhi Tao menggelengkan kepalanya lemah. Matanya tak dapat berkedip sedikitpun.
Hati Tao mencelos. Ia tak percaya tentang semua yang terjadi padanya. Kenyataan pahit lagi-lagi menderanya. Kenyataan yang lagi-lagi ia rasakan dari orang yang sama. Ingin rasanya ia mengetahui laki-laki brengsek mana yang berani merusak kehormatan yeojaa yang paling ia cintai.
“Kyungsoo sudah mengandung selama tiga bulan”
Lagi-lagi hati Tao mencelos. Terlebih saat Tao mendengar kata-kata ‘sudah tiga bulan’, artinya selama ini Kyungsoo menutup semuanya sendirian dengan sangat rapi. Tao kecewa, ia benar-benar kecewa. Tao berpikir jika Kyungsoo adalah yoejaa terhebat yang pernah ia kenal. Penuh kehormatan, penuh harga diri, dan penuh dengan akal sehat. Akan tetapi setelah mengetahui semuanya Tao hanya bisa meruntuhkan satu persatu cintanya terhadap yoejaa yang sedang terbaring lemah di atas sebuah ranjang pengobatan.
***
Huang Zhi Tao’s PoV
Aku menatapnya terus menerus dari sebuh kursi empuk yang ku duduki sekarang. Wajahnya pucat, bibirnya terlalu kering. Dan di sekitar tubuhnya sudah banyak tusukan jarum suntik. Aku tak tega untuk membencinya. Membenci yeojaa yang benar-benar aku percaya. Meskipun aku bukan siapa-siapa yoejaa itu, tapi bagiku Kyungsoo telah menghianatiku.
Mata yeojaa itu mengerjap-ngerjap, sampai akhirnya matanya benar-benar membuka dengan lebar.
“Aku dimana? Apa itu kau Tao Oppa?” tanya Kyungsoo padaku. Kyungsoo mencoba mengakomodasikan matanya dengan baik.
“Kyungsoo, bagaimana keadaanmu?” tanyaku datar. Tak sedikit-pun badanku bergeming untuk mendekatinya. Aku menahan diri padahal aku sangat ingin menghampirinya.
“Kau kenapa Oppa? kau lelah?”
“Tak biasanya kau sedingin ini” ujarnya menyingkirkan selimut dari badannya, mendudukan tubuhnya dan bersender pada bantal.
“Ya kau benar, Aku lelah. Lelah untuk terus-menerus memahami-mu” kataku lagi, kata-kata ini lebih dingin daripada yang sebelumnya.
“Memahamiku?” air muka Kyungsoo menjadi bingung.
“Aku sudah mencoba memahami-mu terus menerus, aku berjuang untuk selalu membuatmu sedikit saja membuka hatimu untukku. Baru hari ini Kyungsoo, aku merasakan kebahagiaan, karena aku selalu berada didekatmu. Tapi setelah aku mengetahui semuanya, kebahagiaan itu hilang Kyungsoo”
“Kenapa kau selalu siksa aku!”ujarku mulai meringis, menahan tangis-ku. Posisiku masih sama, duduk di sofa menatap Kyungsoo kosong.
“Aku semakin tersiksa Kyungie! Aku bahkan tak tau jika kau sama-sekali bukan yoejaa terhormat seperti yang ku bayangkan. Kau mati-matian membenciku karena aku telah menciummu. Tapi tubuhmu sendiri telah kau berikan pada namjaa lain!” dengan nada sedikit membentak aku luapkan semua kekecewaanku.
Aku tak sanggup melihat wajahnya, matanya sudah berkaca-kaca. Tangannya sudah mengepal dan bergetar. Aku beranjak dari sofa itu dan mencoba meninggalkannya langkah demi langkah. Aku menuju pintu keluar kamar rawat Kyungsoo.
“Lalu, kau ingin pergi karena kau kecewa padaku?” tanya Kyungsoo yang membuatku menghentikan langkahku.
“Aku mengerti, nanti juga semuanya akan pergi meninggalkanku” sambungnya, suaranya mengecil.
“Aku pun sama, sama kecewanya denganmu. Aku ingin pergi dari dunia ini, dan meninggalkan semuanya. aku ingin berlari dari masalah. Begitu banyak orang yang telah aku buat kecewa. Aku tak sanggup melihat raut wajah yang menyedihkan dari mereka semua”
“Bukan aku yang menginginkan semua ini. Kecelakan fatal yang kami lakukan malam itu, Aku…Aku di tiduri oleh Namjaa brengsek itu!” ujar Kyungsoo membenamkan wajah pada telapak tangannya. Ia menangis sejadi-jadinya.
Aku menghadapkan tubuhku pada Kyungsoo, membalikan wajahku padanya. Menatap dalam wajahnya yang kini sudah bersimbah air mata. Kyungsoo bukan yeojaa yang pintar ber-akting, aku tau ini semua nyata. Ia tak berbohong.
“Aku hamil Tao!… Aku hamil! Aku benci semua ini! aku benci!” Kini yeojaa itu menjadi-jadi. Ditengah isakannya, Kyungsoo melucuti jarum infus yang sedang bernaung pada pergelangan tangannya. Membuat sedikit goresan yang mengakibatkan kulitnya berdarah.
Aku menatapinya dengan nanar, Kyungsoo menatap telapak tanganya. Mengepalnya erat-erat. Seketika ia menghantam perutnya bertubi-tubi. Aku membelalak. Aku berlari menuju Kyungsoo menahan kedua tangannya agar tak lagi memukuli perutnya. Ia terus berteriak, memaki-maki janin yang ada di dalam rahimnya.
“Brengsek! Aku benci kau! Pergi kau! Kenapa kau harus ada di hidupku!”ujarnya sekuat tenaga melepas genggamanku dan kembali memukuli janinnya.
“Kyungsoo! Berhenti! Jangan lakukan ini! dia bayimu. Maafkan aku menambah beban pikiranmu” Aku menangis bersama isakan Kyungsoo.
“Jangan pukul perutmu lagi, dia tidak bersalah Kyungsoo” Aku peluk erat tubuhnya. Menenggelamkannya pada dadaku. Ia mulai tenang dan hanya menangis. Air matanya membasahi kemeja-ku.
“Aku takut…. Takut. Aku ingin mati Tao! Aku tak sanggup untuk mengatakan semua ini pada orang lain. Aku akan di bunuh Appa-ku. Aku takut” Kyungsoo mengeratkan genggamannya pada lengan kemejaku. Membenamkan kepalanya di dadaku.
“Aku mengerti Kyungsoo, aku mengerti. Tenangkanlah dirimu” aku usap puncak kepalanya yang bersimbah keringat. Mengelus pipinya dengan lembut.
“Aku akan menjagamu Kyungsoo, aku berjanji” mengecup puncak kepalanya yang sedang berada di bawah daguku.
Aku biarkan dirinya berada dalam pelukku untuk waktu yang cukup lama. Sampai Kyungsoo benar-benar tenang. Sampai ia mau menceritakan semuanya padaku.
***
Author’s PoV
Huang Zhi Tao dengan tegas menyusuri koridor-koridor yang ada di kampusnya. Mencari sosok namjaa yang membuat hatinya meledak. Sesampainya pada sebuah sudut koridor yang panjang, ia menemukan targetnya.
“Sehun, mari bicara. Ikut aku sebentar” tatapan Huang Zhi Tao sedingin es.
Oh-Sehun hanya mengangguk tanda setuju dan mengikuti namjaa yang mengajaknya untuk berbincang. Ia nampak heran dengan sikap Tao padanya.
Mereka berdua sudah sampai pada sebuah gedung yang kosong. Bisa di bilang itu seperti laboratorium mesin. Namun perabotan disitu agak sedikit berantakan, wajar saja tempat itu adalah laboratorium bekas.
Tao membalikkan badannya seraya menatap tajam Sehun, Sehun membalas dengan tatapan bingung. Tao mengepal telapak tanganya mengingat perkataan Kyungsoo kemarin.
“Dia Sahabatku, teman yang paling aku percaya namun ia menjadi duri di dalam dagingku. Oh-Sehun…dia yang membuatku seperti ini” kata-kata Kyungsoo masih terjiplak di benaknya.
“Tao kumohon padamu, jangan lakukan apapun padanya. Aku tau kau marah, aku tau kau benci padanya. Tapi tolong jangan lakukan apapun padanya” kata-kata Kyungsoo yang lain juga masih dapat terekam kuat dalam ingatannya.
“Maaf Kyungsoo aku tak bisa” ujar Tao berbisik. Matanya menatap tajam Oh-Sehun.
Huang Zhi Tao menabrakkan dirinya pada Oh-Sehun. Menyudutkan Oh-sehun ke dinding seraya tanganya yang mencengkram kuat kerah baju Oh-Sehun. Menatap kejam pada Sehun. Nafas Sehun memburu. Antara ketakutan dan emosi yang tersulut.
“Brengsek!” teriak Tao mendaratkan pukulan pertamanya pada Sehun. Sehun terperangah dan tersungkur jatuh ke lantai. Sudut bibirnya berdarah.
“Ya! Apa yang kau lakukan!” ujar Sehun yang bergantian mencengkram kerah baju Tao.
“Lepaskan aku!” ujar Tao menepis tangan Sehun dengan kalap.
“Dengar! Aku memang Nappuen Namjaa. Namjaa yang setiap saat menggoda semua Yoejaa cantik di sekitarku. Tapi aku bukanlah Namjaa brengsek sepertimu! Namjaa yang memanfaatkan sahabatnya sendiri untuk di tiduri!”
“Kyungsoo Hamil! Ia mengandung anakmu. Dasar Keparat! Ia menderita karenamu, ia sakit karenamu! Kyungsoo bukan yoejaa yang bisa kau bayar untuk di tiduri, Kau Brengsek!” ujar Tao benar-benar kalap. Lagi-lagi ia menghantam Sehun dengan kuat.
“Mulai detik ini, Kyungsoo bukan lagi sahabatmu. Aku tak akan membiarkan satu senti—pun untuk kau mendekatinya”
Sehun terduduk lemas di lantai yang berdebu. Ia terbatuk-batuk mengerang kesakitan pada bagian perutnya yang datar.
“Harusnya kau malu, kau menyakiti Luhan. Lihat saja apakah Luhan masih bisa menerimamu atau tidak” ujar Tao mengangkat ranselnya, merapikan baju kausnya dan langsung saja pergi dari hadapan Sehun yang masih mengerang kesakitan.
Sehun meringkuk menahan rasa sakitnya, bangkit dari posisinya yang berantakan. Mencoba menyusul Tao untuk mengatakan sesuatu. Matanya mencari sekelilingnya mencari namjaa dengan kaus T-Shirt lengan panjang bewarna biru tua. Ia mengejar Tao sekencang-kencangnya. Menarik lengan namjaa itu dan berlutut di hadapan Tao.
“Tao Kumohon, jangan katakan pada Luhan. Aku tak ingin dia kecewa. Aku mohon” ujar Sehun yang masih menahan rasa sakitnya.
“Kecewa? Harusnya kau pikirkan Kyungsoo. Kyungsoo lebih kecewa dari siapapun itu. Bukan urusanku mencampuri hubungan kau dan Luhan. Biarkan Waktu yang menjawab semuanya” ujar Tao yang lagi-lagi meninggalkan Sehun dalam posisi berlutut padanya.
Sehun terdiam, ia benar-benar tak dapat berkata apapun lagi. Ia kali ini benar-benar terpukul dalam isakan kecil. Hatinya menjerit sekuat-kuatnya, menyesal atas apa yang telah ia lakukan terhadap Kyungsoo dan Luhan. Ia memang namjaa brengsek. Ia benar-benar menyadari itu.
***
Oh-Sehun PoV
Pulang dari kampusku, aku memilih untuk datang ke rumah sakit dimana Kyungsoo di rawat. Entah apa yang membawaku untuk menemuinya. Padahal aku tahu aku takut untuk menemuinya, tapi hati kecilku berkata lain. Aku rasa Kyungsoo membutuhkan aku. Kali ini aku sendirian menyusuri jalanan kota Seoul menuju Bungsan Hospital.
Sepanjang area parkir aku sisiri dengan seksama, aku hanya ingin memastikan jika Tao tak ada disana. Meskipun aku tau Namjaa itu sedang ada urusan dengan kegiatan kuliah, tapi siapa yang tak kenal Tao? Dia suka melarikan diri disaat pelajaran yang tak ia kuasai. Akhir-akhir ini Namjaa itu sibuk karena ia seorang pemimpin dari sebuah club olahraga di kampus. Aku tak tahu apa yang sedang ia persiapkan.
“Suster, dimana pasien yang bernama Do Kyungsoo dirawat?” tanyaku sesampainya di sebuah lobby rumah sakit itu.
“Ny.Dyo ada di kamar 519 lantai 5 Pavilliun Anggrek” jawab yoejaa dengan beberapakaian putih yang ia kenakan serta rambutnya ia kuncit dengan rapi.
“Ah ne terimakasih” aku segera meninggalkan suster itu.
“Ah tunggu tuan, sekarang Ny.Dyo tidak ada di kamarnya. Ia sedang berjalan-jalan di sebuah taman. Tamannya ada di sebelah timur rumah sakit ini, persis beberapa kamar dari ruang rawat Ny.Dyo” sambung suster itu menghentikan langkah kakiku sejenak. Aku memutar kepalaku dan lagi-lagi melempar senyum padanya.
Sudah kulihat dari perbatasan pintu, ku baca sebuah kaca yang menjadi pembatas pintu yang bertuliskan ‘Pavilliun Anggrek’. Betapa terkejutnya aku, disana memang ruangan-ruangan yang khusus untuk ibu hamil yang sedang sakit atau rawat jalan. Aku belum terbiasa dengan keadaan ini, aku juga belum bisa menerimanya meskipun aku mengatakan berulang kali pada diriku sendiri bahwa Kyungsoo memang hamil.
Dari ambang pintu sudah kulihat sebuah taman yang cukup rindang. Suasana hijau, wewangian rumput yang khas dan beberapa bunga Tullips bewarna warni menghiasi penglihatanku. Rumah sakit ini dibuat senyaman mungkin untuk seluruh pasiennya.
Tak jauh dari tempat aku berdiri, mataku menangkap sesosok mungil yang aku cari. Kyungsoo duduk membelakangiku pada sebuah kursi taman berwarna cokelat muda yang telah pias karena cuaca. Entah apa yang ia lakukan disana. Bisa jadi dia menghirup oksigen langsung dari pohon dengan dedaunan rindang yang ada di atasnya, bisa jadi juga ia meratapi masa depannya. Aku dapat merasakan kesakitannya, kesedihannya, rasa malunya.
“Dyo” panggilku singkat.
“Kau?” ujarnya singkat, matanya membelalak saat ia melempar pandangannya ke araku. Aku tahu dia kaget dengan adanya kedatanganku saat ini.
“Apa yang kau lakukan disini, aku terlalu lelah untuk melihat wajahmu” dengan nada sedikit meninggi dia mengatakan hal yang membuat tenggorokanku tercekik.
“Aku hanya ingin melihat keadaanmu” ujarku mendekatinya yang kini sudah berdiri dari tempat duduknya. Badannya lemas, rasa sakitnya benar-benar dapat aku rasakan di hati kecilku, ditambah penampilannya yang kini lebih lesu dari yang terakhir aku lihat.
“Aku pasti akan baik-baik saja, Jika kau pergi dari hidupku dan tak menggangguku!” ujarnya bergetar, aku tau ia menahan tangisnya.
“Dyo… Aku hanya ingin melihatmu. Menanyakan bagaimana kondisimu. Menanyakan bagaimana kondisi bayi kita” ujarku, kali ini aku benar-benar serius meskipun aku tau akan ada tanggapan buruk dari Kyungsoo.
“Bayi kita? Kau salah! Ini bayiku, takkan pernah jadi milikmu. Lihat ini, ia tak sedikitpun mengenalmu” ujar Dyo mencoba menahan air matanya, ia melemparkan senyum mirisnya kearahku. Ia mengarahkan pandanganku untuk menatap perutnya.
“Tapi Kyungsoo, Aku tahu aku salah… Tapi saat ini, akulah Appa-nya. Maafkan aku, aku masih belum bisa menerima kalianuntuk masuk ke kehidupanku. Aku… Aku terlalu takut” ujarku meluapkan segala yang aku rasakan sejauh ini.
“Kau takut Sehun? Lalu bagaimana denganku. Apakah kau berpikir aku tak takut?”
“Namun, Semua ini sudah terjadi padaku! Tapi adakah kau disini? Dan lagi-lagi kau mengatakan hal kejam padaku. Aku harus menerima kenyataan pahit darimu berulang kali. Aku yang lebih takut Sehun! Aku membutuhkan seseorang untuk bersamaku, dikala semua orang akan menatapku jijik, menatapku benci dan menertawaiku nanti”
“Aku butuh kau untuk bertanggung jawab atas kami, tapi dimana kau?”
“Dyo…Aku… Aku hanya…”ujarku, kali ini tenggorokanku tercekat. Mulutku terasa kecut tak dapat mengutarakan apapun.
“Sudah!” teriak Kyungsoo mengalihkan pandanganya dariku.
“Aku bisa sendiri, dan biarlah aku yang menanggung ini. Bukankah kau yang menginginkan semua ini?” ujarnya dengan nafas tersengal-sengal, suaranya mengecil. aku benci mengakuinya tapi kini aku ingin memeluknya memberikan kecupan hangat di puncak kepalanya. Menenggelamkan wajahnya di dadaku, dan membiarkan ia menangis di bahuku.
Tatapan benci Kyungsoo tak dapat aku hindari, tatapannya yang lesu memancarkan amarah yang begitu besar. Seharusnya aku tak perlu mengatakan suatu hal yang tak perlu ku sampaikan, apalagi membuat Kyungsoo semakin kecewa. Kini dosaku bertambah lagi. Membiarkan Kyungsoo untuk menangis untuk kesekian kalinya.
“Sehun, aku tak menginginkan sesuatu yang berharga darimu, yang aku ingin sekarang hanyalah pergi dari semua ini. tak akan ada lagi tangis, takkan ada lagi kebencian, takkan ada lagi dirimu. Aku hanya ingin kau pergi Sehun, hanya itu” kata-kata Kyungsoo membuat dadaku sesak.
“Kyungsoo kumohon jangan siksa aku dengan semua perkataanmu, kau membuatku semakin merasa bersalah. Aku…Menderita!” aku menyadari jika sebuah tetes air menjatuhi pipiku.
“Disini yang lebih menderita adalah aku. Jangan samakan kau dengan aku. Aku mohon padamu jangan biarkan api kebencianku semakin menjalar. Hanya tinggalkan aku Sehun, hanya itu” tangisnya kini sudah pecah.
Ia menyeret sebuah tiang logam yang memiliki roda di bawahnya, beserta kantung yang berisi cairan bening yang disebut dengan infus. Ia berjalan menjauhiku, aku tak dapat melakukan apapun selain memandang lahan rumput kosong didepanku. Tatapan kosong yang melahirkan sebuah tetesan-tetasan dari pelupuk mataku.
Oh-Sehun PoV end
***
Author’s PoV
Hari ini, hari tepat dimana Kyungsoo akan pulang kerumahnya semenjak ia harus dirawat di rumah sakit internasional itu selama satu minggu. Kyungsoo harus menerima kenyataan jika orang tuanya akan menjemput Yeojaa itu dengan tatapan kecewa, terlebih lagi untuk Appanya. Ia harus menerima jika kedua orang tuanya sudah tahu beberapa hari sebelumnya tentang keadaanya saat ini.
Selama perjalanan mereka pulang kerumah, mobil itu sangat hening. Suara radio tape memang mengaung-ngaung di telinga mereka, tapi masih saja yang terdengar hanyalah kesunyian.
“Kyungsoo, Apakah kau sanggup untuk berjalan. Omma akan membantumu jika kau tak sanggup” ujar Lay pada anak tiri sulungnya, sesaat mereka sudah sampai ke gerbang rumahnya.
“Jangan manjakan yoejaa memalukan seperti dia!” ujar Joon Myun sedikit membentak. Lalu namjaa dengan paras tampan itu berjalan menjauhi dua Yoejaa yang mengisi hari-harinya selama ini.
Diantara kedua orang tuanya itu yang paling merasa dirugikan adalah Joon Myun. Jelas saja Lay hanyalah Omma tirinya, dan Joon Myun adalah Appa kandungnya. Ia merasa gagal menjadi Appa yang baik untuk Kyungsoo.
“Aku takut Omonie, terimakasih atas segalanya. Joengmal Mianhae” ujar Kyungsoo lirih menatap Omma-nya mengharap belas kasihan.
“Jangan terlalu dipikirkan Dyo. Hanya pikirkan kesehatanmu” senyum lembut Lay menjadi penyemangat Kyungsoo. Ia tahu meskipun Lay adalah Omma tirinya tapi rasa sayang Lay padanya takkan pernah ada habisnya. Itulah alasan agar Kyungsoo tetap tegar.
Sesampainya di dalam rumah, Kim Joon Myun sudah menunggu di ruang tamu yang besar dan duduk dengan sangat tegang. Ia menunggu kehadiran Kyungsoo untuk segera duduk dan membicarakan hal penting tentang masalahnya dan keluarga besarnya.
Kyungsoo duduk tepat ber—seberangan dengan Appanya, ia menunduk lesu. Ia pucat. Yeojaa itu tak seperti biasanya. Sama sekali bukan Kyungsoo yang ceria. Tatapan miris terlahir dari mata Ommanya, ia menatap anaknya dengan kesedihan ter—campur kekecewaan. Sesekali Lay menyeka air matanya.
“Appa telah membelikan sebuah apartement untukmu” ujar Joon Myun membuka suaranya.
“Tinggalah disana dan jangan pernah kembali kesini” sambungnya.
“Appa akan mentransfer kebutuhan pokokmu selebihnya carilah sendiri, karena aku sudah tak peduli” ujar Joon Myun melipat tangannya, sedikitpun ia tak mau menatap putrinya itu.
“Yeobo… Apa yang kau katakan? Dyo putrimu, putri kita. Jangan kau asingkan di dariku. Terlebih lagi ia sedang hamil!” ujar Lay yang sedikit menaikan nada bicaranya. Ia terkejut dengan keputusan Joon Myun yang seolah-olah membuang Kyungsoo.
“Pelankan suaramu! Anak ini harus diberi pelajaran. Ia hanya Yoejaa yang memalukan keluarga besar! Ini keputusanku, tak akan bisa diganggu gugat” ujar Joon Myun yang membentak istrinya.
Kyungsoo hanya bisa memejamkan matanya kuat, ia hanya bisa pasrah. Ia meninggalkan butir-butir airmata di pipinya yang terus bergulir dan jatuh di permukaan kulit tangannya yang tertelungkup.
“Jangan pisahkan aku dengan Dyo. Jangan pisahkan juga Chen darinya” ujar Lay memelas menggenggam lembut tangan Joon Myun.
“Aku tak memisahkan dia darimu Yixing, apalagi memisahkan Chen darinya. Kapanpun kalian mau kalian bisa mengunjunginya. Aku takkan pernah melarang kalian. Sudahlah percuma, aku takkan mengubah keputusanku” ujar Joon Myun melepas dengan kasar tangan Lay.
Disisi lain seorang Yoejaa kecil mendengar pembicaran mereka, Chen sedang menahan isakannya dari balik sebuah dinding yang memisahkan ruangan yang ia pijak dengan ruang tamu. Ia tak dapat menerima jika Unnie tercintanya harus tinggal terpisah dengannya.
“Appa, aku mau Unnie bersamaku” ujar Chen keluar dari persembunyianya dengan penuh air mata.
“Ada apa dengan kalian? Kalian lebih memilih Yoejaa ini? coba kalian pikirkan, apa kata orang nanti. Ia pembawa aib keluarga, terlebih untuk keluarga besar kita!” ujar Joon Myun menunjuk tajam ke arah Kyungsoo.
“Appa, Chennie mohon. Bisakah Appa memikirkan perasaan Unnie? Apa bisa rasakan betapa tertekannya unnie” suara isakan Chen menghantarkannya menghampiri Kyungsoo dan memeluk Kyungsoo dengaan erat. Kyungsoo tak kuasa menahan tangisnya, ia hanya membalas pelukan Chen dengan takut-takut.
“Aku katakan tidak! Semuanya dengarkan keputusanku! tak akan ada yang bisa mengubah keputusanku atas dia. Sudahlah!”
“Kyungsoo siapkan barangmu, dan pergi dari rumah ini. Omma-mu akan berikan alamatnya padamu” ujar Joon Myun yang berdiri dari tempat duduknya dan melangkah menjauhi mereka semua.
“Ahjussi tunggu!” sebuah suara dari balik pintu utama. Kyungsoo membelalak saat ia mendapati seorang Namjaa dengan nafas tak beraturan yang tak segan-segan menghampiri Joon Myun yang masih tersulut api emosi.
“Siapa kau?” tanya Joon Myun singkat namun mematikan.
Namjaa itu meneguk ludah dalam-dalam mendapati tatapan sinis dari seorang Namjaa yang berparas seperti malaikat namun sangat kejam.
“Aku Huang Zhi Tao, Aku putra dari Wu Yi Fan. Paman kenal dia?”tanya Tao pada Joon Myun.
“Kris? Tentu. Lalu ada Apa?”
“Aku Namjaachinggu Kyungsoo. Aku yang membuatnya seperti ini. Maafkan aku Ahjussi” ujar Huang Zhi Tao membungkuk pada Joon Myun.
Joon Myun terasa tercekik, begitu pula dengan Lay yang menangis dengan derasnya. Kyungsoo dan Chen membelalak. Kyungsoo sangat kaget, Tao membuat sebuah kebohongan yang fatal.
“Brengsek! Kau pikir putriku apa? Wanita murahan?” ujar Joon Myun menghantam Tao dengan pukulan keras diwajahnya. Sudut bibir Tao berdarah. Dengan setengah sadar Tao berusaha untuk bangkit kembali, dengan erangan dan rasa sakit di wajahnya.
“Maafkan aku Ahjussi, aku tak berpikir begitu” ujar Tao yang mengubah posisi berdirinya menjadi posisi berlutut.
“Ceritanya panjang Ahjussi, mohon dengarkan aku” Joon Myun melengos dan kini ia benar-benar marah. Ia menendang Tao lagi dan lagi.
“Siapa kau? Memintaku mendengarkan alasanmu?” baru saja Joon Myun ingin melayangkan tendangannya lagi pada Tao yang hampir tak berdaya, dengan sekuat tenaga istrinya menahan lengan Joon Myun. Kyungsoo dan Chen melindungi Tao dengan cara melapisi tubuh Tao dengan tubuh mereka.
“Yoebo, dengarkan mereka!”
Huang Zhi Tao lagi-lagi bangkit dan berlutut di hadapan Joon Myun meminta pengampunan atas dirinya dan Kyungsoo. Diikuti Kyungsoo yang ikut berlutut di kaki Joon Myun. Meminta belas Kasihan Appanya itu.
“Appa Kajjima! Jebal! Kajjima, ini bukan salahnya Appa” ujar Kyungsoo memelas dengan memeluk lutut Joon Myun.
“Diam!” Joon Myun melempar Kyungsoo yang mendekap erat kaki kirinya. Kyungsoo tersungkur, sama seperti Tao ia tetap bangkit dan kembali berlutut.
“Ahjussi, membuat Kyungsoo hamil adalah jalan untuk mendapatkan restu Appa dan Omma-ku. Aku tak tahu lagi apa yang akan kami lakukan untuk menjalani hubungan ini selain membuatnya hamil” ujar Tao setengah gagap karena menahan rasa sakitnya. Kyungsoo hanya membelalak menatap Tao yang berbohong terus menerus, meskipun ia sadar ini adalah ide yang dibuat Tao untuk kebaikannya.
“Appa hanya tak mau aku berhubungan dengan anak dari sahabatnya, baginya kita satu keluarga meskipun tak sedarah. Tapi aku mencintai Kyungsoo. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk mendapatkan restunya”
“Aku mohon Ahjussi, ampuni kami berdua. Jangan siksa Kyungsoo, jika yang terbaik adalah menikahi Kyungsoo, aku akan menikahinya!” pernyataan terakhir Tao terasa mencekik Kyungsoo.
Joon Myun terdiam, ia tampak berpikir keras atas perkataan Tao. Wajahnya tak sekusut tadi, terlebih mendengar Tao akan berusaha menikahi putrinya.
Jauh dalam benaknya, ini adalah sebuah kebetulan yang menyenangkan, Ia dan sahabatnya Kris akan menjadi keluarga sesungguhnya. Joon Myun bukanlah seseorang yang gila akan harta yang dimiliki oleh orang tua Huang Zhi Tao, tapi ia bahagia jika ia akan menjadi bagian dari keluarga besar Wu. Apalagi ia dan Wu Yi Fan adalah teman sejak kecil.
“Jika itu benar, Aku bisa apa? Jika itu yang kalian inginkan, terserah padamu. Apapun yang akan kalian lakukan nanti, lakukanlah” ujarnya luluh, di ikuti pula dengan hela nafas mereka-mereka yang ada di sekitarnya. Lengkungan bibir merekah di bibir mereka masing-masing.
“Tapi bukan berarti Kyungsoo akan tetap tinggal disini, keputusanku sudah bulat. Kyungsoo tetap tinggal di Apartement itu” ujar Joon Myun mantap. Lalu ia berlalu menuju kamarnya dengan menaiki anak tangga. Lay dan Chen masih sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, pikiran mereka masih di terombang ambing antara bahagia atau sedih.
“Ahjussi Kamsahamnida!” teriak Tao yang di selingi dengan senyum bahagianya. Sebagian luka pada wajahnya telah membiru, tapi luka itu bukan apapun dibandingkan dengan rasa bahagianya.
Huang Zhi Tao memeluk Kyungsoo dengan erat, tanpa ada balasan sedikitpun dari Kyungsoo. Kyungsoo menatap kedua mata namjaa itu dengan tatapan datar setelah Tao melepas pelukannya. Pikirannya berkecamuk di kepalanya. Ia tak tahu sekarang ia bahagia atau sedang bersedih.
“Apa ini yang terbaik Tuhan?” Kyungsoo membatin.
Author’s PoV end
***
Do Kyungsoo’s PoV
Aku telah selesai merapikan seluruh barang yang akan aku angkut ke apartement baruku. Dibantu oleh Omma-ku, Chennie dan namjaa itu, aku menyeret semua koper dan beberapa kotak kardus yang berisi berbagai barang milikku. Memang bukan semuanya, tapi aku rasa ini cukup. Aku lirik Chen yang sesekali menyeka air matanya, aku yakin air mata itu untukku. Aku lirik Lay Omma, matanya masih lebam dan merah.
Berat rasanya meninggalkan rumah ini, begitu banyak kenangan yang sampai hari ini dapat aku ingat persis di otakku. Appa mungkin mengatakan jika ia memaafkan aku, tapi aku tak tahu bagaimana hatinya sekarang. Aku yakin ia pasti masih teramat kecewa.
Aku tak tahu apakah aku masih berani menginjakan kakiku di teras rumah ini. aku rasa di depan pagar-pun aku tak sanggup.
“Dyo, Omma akan mengunjungimu. Omma akan bawakan kau makanan sehat untukmu dan bayimu” Omma-ku bersandiwara untuk tegar. Aku tahu itu dari suaranya bergetar.
“Aku juga Unnie, aku akan menyempatkan diri mengunjungimu jika aku ada waktu saat pulang sekolah” ujar Chen menghambur ke tubuhku. Ia memelukku dalam. Dapat ku dengar isakannya meskipun ia menyembunyikan tangisanya di belakang pundakku.
“Oppa ku mohon jaga Dyo Unnie. Tolong jaga dia dengan sungguh-sungguh, kau akan mati jika sampai terjadi sesuatu padanya!” tambah adik kecilku itu, ia merengek pada Tao yang membuat wajah Tao memerah, sesekali ia menahan senyumnya.
“Ah…Ne” tutur Tao singkat, wajahnya benar-benar bersemu sekarang. Ini aneh, karena ia mengeluarkan eye smilenya.
Sejujurnya aku tak ingin membuat Tao merasa bangga, aku tak mau membuat ia tinggi hati karena sudah berhasil mengambil hati Omma dan Chen adikku. Dengan Chen yang menitipkan aku kepadanya saja, aku rasa ia sudah merasa bahagia.
“Omma sampaikan salamku pada Appa, aku mencintainya. Maafkan aku mengecewakannya. Na kalke… Anyeong Omma… Chennie” kali ini aku yang menghambur ke pelukan mereka, aku tak kuasa menahan tangisku. Aku menangis di pelukan mereka untuk sebentar. Lalu pergi bersama Tao dengan deru mesin mobilnya yang menjauhi istana kecil dalam hidupku.
Do Kyungsoo’s PoV end
***
Huang Zhi Tao’s PoV
Kyungsoo tetap diam, ia menatap jalanan di depannya. Tak sedikitpun ia bergerak, deru nafasnya saja sampai tak terdengar. Matanya masih bengkak begitu pula dengan kulitnya yang masih pucat. Sesekali ia menggigit bibir bawahnya, dan memejamkan kedua matanya.
“Kyungsoo, gwenchana?” aku menatapnya dalam, saat mobilku terhenti karena lampu merah.
Kyungsoo mengangguk, lalu ia menyeka air matanya. Bibirnya terbuka, ia seperti ingin mengatakan sesuatu padaku. Tapi entah apa yang masih menahanya. Matanya lagi-lagi mengeluarkan air bening yang mengaliri pipinya yang kian memerah.
“Apa yang kau lakukan?”
“Kebohongan apa itu Oppa?” ujarnya bergetar.
“Kyungsoo aku tak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin membantumu” aku mengalihkan pandanganku darinya mencoba untuk kembali mengendarai mobilku. Lampu merah sudah berubah jadi hijau.
“Kenapa kau selalu ikut campur?”
“Aniyo… Maksudku Bagaimanapun itu, aku bereterima kasih. Tapi bisakah tanpa kebohongan?” ujarnya tersenyum miris padaku. Ia mencengkram ujung Skirt-nya.
“Tapi Oppa, aku tak bisa menikah denganmu”
“Aku tak mau jika kau ikut menderita karena aku” sambungnya, semua itu membuat hatiku mencelos hebat. Sebuah senyum kesedihan secara tiba-tiba membentuk di bibirku.
“Aku tak akan menderita jika bersama-mu Kyungie, Apapun yang terjadi padamu semuanya adalah anugerah bagiku. Termasuk Bayi-mu” aku meliriknya sekali-sekali. Aku hanya melemparkan senyum hambar padanya.
“Aku tahu kau belum bisa mencintaiku, Namun Setelah semua yang aku lakukan untukmu? dapatkah kau mencobanya Kyungie?”
“Aku takkan memaksamu untuk segera mencintaiku, tapi untuk saat ini bisakah kau menerimaku disisimu?”
“Aku tak tahu Oppa, Mianhae. Aku butuh waktu” ujarnya menunduk lesu, aku tahu jika Kyungsoo sedang menangis. Mungkin aku membebani pikirannya sekarang, akan tetapi jika aku tak mengatakannya sekarang harus kapan lagi.
Mobilku terhenti pada sebuah gedung yang cukup tinggi, terlihat sederhana namun aku rasa mewah. Appa Kyungsoo masih sangat peduli pada putrinya. Ia masih memperhatikan dimana anaknya akan tinggal.
“Tempat ini pasti tak begitu murah, tak seharusnya aku tinggal disini” ujar Kyungsoo tersenyum miris, matanya menerawang ke semua struktur gedung itu.
“Bukankah itu bagus Kyungie?” tanyaku seraya mencoba mengangkat beberapa kardus di bagasi belakang mobilku.
“Aku lebih suka tinggal dirumah. Bukan karena ukuran rumah orangtuaku, tapi adanya mereka itulah yang membuatku bahagia” Kyungsoo lagi-lagi tersenyum dengan ekspresi sedihnya, ia menarik koper-koper miliknya untuk masuk menuju istana barunya.
Kamar dengan nomor 365 adalah perhentian terakhir kami. Dibantu oleh beberapa pegawai apartement, Kyungsoo dan aku berhasil mengangkut seluruh barang Kyungsoo masuk ke kamarnya. Ruang itu tidak terlalu besar, hanya ada satu kamar tidur, ruang tamu yang lebih tampak seperti ruang keluarga, satu dapur kecil yang hanya di lengkapi kompor,Kulkas satu pintu dan peralatan memasak lainnya.
Aku yakin jika Kyungsoo berada disini, ia akan merasa nyaman. Suasana yang hangat dan beberapa furniture cantik juga ada di dalam apartementnya. Balkon yang langsung menghadap ke sebuah taman beserta danau yang besar mungkin cukup untuk menenangkan hati Kyungsoo. Appa Kyungsoo masih mencintainya.
“Oppa kau mau minum? Tapi maaf belum ada apapun disini, hanya ada segelas air putih” ujarnya mengacungkan sebuah gelas krystal yang ia isi dengan air tawar.
“Ah…Ne Kyungsoo, gwenchana” jawabku, Kyungsoo mengangguk.
Caranya membawakan segelas air putih itu sangat menawan, ia benar-benar Yeojaa sempurna. Ia membawakannya dengan senyuman yang dulu membuatku jatuh cinta padanya. Aku rasa ia sedang mencoba untuk menjadi dirinya yang dulu. Aku dapat merasakannya.
Ia meletakkan gelas bening itu di depanku, lalu ia berlenggang menuju barang-barangnya yang masih tersusun rapih di kardus. Ia membenahi barang-barang yang dulu ia letakkan di kamarnya.
“Kyungie, kemarilah” ujarku mengehentikan aktifitasnya membenahi seluruh bingkai foto yang baru saja ia keluarkan dari sebuah kardus.
Kyungsoo hanya menoleh ke arahku, lalu berjalan ke arahku dengan lesu. Ia masih berusaha tersenyum. Dengan tatapan yang masih memancarkan kesedihannya ia berhasil duduk di sampingku.
Ekspresi Kyungsoo bagai menanyakan apa yang yang aku mau darinya, ia menatap mataku. Jantungku berdegub kencang.
“Eh.. bagaimana jika kita ke supermarket, bukankah kau tak punya apapun disini untuk kau makan nanti?” aku mengelus bahunya lembut. Tersenyum di atas tatapan bingungnya padaku.
“Tapi Oppa apa kau bersedia mengantarku ke Atm Bank? Aku harus menarik sejumlah uang. Sekarang aku masih tak memegang uang cash” ujarnya malu-malu, lagi-lagi ia menunduk.
“Kau lupa ada aku disini? Untuk membayar semua kebutuhanmu di Apartement ini, aku rasa aku masih sanggup” kali ini entah apa yang mengarahkanku, tanganku mengelus bebas wajahnya.
Seperti saat kejadian dulu, ia membelalak hebat. Ia mengelak dari sentuhanku, aku tahu ia masih takut padaku. Aku turunkan telapak tanganku dan tersenyum padanya.
“Maaf Kyungsoo” Aku hanya melempar senyum singkatku, dan berusaha meraih kunci mobilku. Aku menyibukkan diriku yang kini berpura-pura mencari dompetku.
“Baiklah, mari berangkat” ujar Kyungsoo menepuk lututnya lalu bangkit dari duduknya, ia tersenyum dengan ekspresinya yang dulu.
Aku bahagia, aku benar-benar senang sekarang. Aku rasa Kyungsoo sudah mulai mencoba memikirkan perkataanku sebelumnya, aku merasa ia sudah mencoba untuk menerimaku disisinya. Entah apakah ia mencoba mencintaiku, atau hanya sekedar mencoba berteman denganku. Yang pasti saat ini adalah aku akan terus mencoba membuatnya bahagia, membuatnya mebuka hatinya untukku.
Huang Zhi Tao’s PoV end
***
Oh-Sehun’s PoV
Aku baru tahu jika hari ini Kyungsoo sudah tak ada dirumah sakit lagi. Aku mengunjungi kamarnya, tapi kamarnya sudah bersih dan rapi, tak ada seorangpun disitu hingga seorang perawat menghampiriku dan memberitahuku jika Kyungsoo sudah di bawa pulang oleh kedua orang tuanya.
Kini pikiranku di penuhi oleh pertanyaan-pertanyaan mengerikan. Aku bertanya pada diriku sendiri, Apakah kedua orangtuanya sudah tahu soal kehamilan putrinya? Apakah kedua orang tuanya sudah tahu jika aku yang mebuat Kyungsoo begitu? Dan apakah Appanya akan mengejarku dan membunuhku. Aku benar-benar takut sekarang, inilah yang ku takutkan selama ini.
Bukan hanya itu, aku takut jika Luhan membenciku, meninggalkanku. Aku mencintai Yoejaa itu, sangat mencintainya. Namun, rasa cinta yang aku rasakan saat bersama Luhan sangat berbeda dengan saat aku bersama Kyungsoo. Aku mungkin belum mengenal Kyungsoo lama, tapi entah kenapa aku begitu memperdulikannya, ingin melindunginya, ingin untuk ada disampingnya. Pernah terlintas di otakku jika Kyungsoo itu yoejaa yang lebih lemah dari pada Luhan.
Berbeda dengan Luhan yang terkadang ada disampingku tapi rasanya tak ada di dekatku, terkadang ia harus pergi dariku dalam waktu yang tak singkat, bahkan saat ini pun Luhan sedang tak bersamaku. Aku tak begitu peduli pada Luhan, tapi aku yakin bahwa aku mencintai Luhan dengan sangat.
Setelah aku meredam semua pikiranku. Tiba-tiba suara getaran dalam sakuku membuat lamunanku benar-benar pecah. Kulihat pesan singkat yang bertuliskan “Lu-Lu” di layar monitor smartphone-ku.
“Hunnie, aku akan pulang ke Seoul hari ini. Dan yang pertama akan aku lakukan di Seoul adalah mengunjungi Apartementmu. Aku merindukanmu Toddler. Tunggu aku sekitar jam 04.15 KST. Ah, satu lagi aku lapar. Aku merindukan masakanmu”
Kata-kata terakhirnya membuatku seketika tersenyum sendiri. Pada pesan hari ini ia memanggilku Toddler, sudah lama aku tak mendengar itu darinya. Panggilan yang mengandung berjuta makna dalam hidupku selama aku mengenalnya.
Sekarang yang akan kulakukan adalah mencari seluruh bahan makanan untuk Yoejaachingguku. Yang kubutuhkan adalah bahan-bahan makanan untuk membuat makanan kesukaannya. Ia begitu menyukai makanan Western, favoritnya adalah Honey Chicken yang sering aku buatkan untuknya. Ia selalu berkata, masakanku adalah salah satu alasan mengapa ia sangat mencintaiku.
Sudah ku tempatkan mobilku pada halaman parkir sebuah Mall dengan groceries terlengkap di kota Seoul. Disana aku bisa memilih semua bahan terbaik untuk masakanku nanti dengan leluasa.
Aku menuju stan daging. Banyak macam-macam daging disana, ada Pork (daging babi), daging Sapi, Domba, Kambing, Angsa, Ayam, Kalkun, Bebek, bahkan puluhan jenis ikan. Satu-satunya yang aku pilih hanya ayam.
Tak jauh dari tempatku berdiri. Aku melihat seorang yoejaa di depanku. Yoejaa yang aku sangat kenal. Yoejaa cantik dengan dress warna cream yang ia padukan dengan cardigan berwarna ungu tua.Ia menatap hamparan daging sapi di depannya, sesekali ia melihat jam tanganya. Aneh melihatnya sama sekali tak menatapku, padahal aku hanya beberapa meter di di depannya.Sekarang Ia tampak seperti mencari seseorang.
Yoejaa itu Kyungsoo, bersama bayiku yang masih tertidur pulas dalam kandunganya. Kyungsoo mendorong kereta belanjaannya denga pasti. Entah apa yang merasuki jiwaku, aku melangkahkan kakiku untuk mengikutinya.
Kyungsoo menuju kios-kios yang menawarkan berbagai macam susu. Ia berhenti pada suatu sisi. Mataku dapat membaca beberapa tulisan yang membuatku meneguk ludahku.
“susu Ibu Hamil?” ujarku membatin.
Dengan mantap ia meraih beberapa kotak susu dengan beberapa variant rasa. Yoejaa itu begitu memikirkan kesehatan bayinya, maksudku bayi kami. Ia tersenyum saat menatap kotak-kotak susu itu. Sesekali ia membelai lembut perutnya.
Kyungsoo menoleh seketika kearahku, dimana aku masih memandangnya dengan sangat dalam. Ia membelalak. Ia salah tingkah dan menjatuhkan kotak-kotak susu yang ada di tangannya. Yoejaa itu dengan sangat cepat mendorong keranjang belanjaanya, mencoba meninggalkan aku dan berpura-pura tak melihatku. Namun, gerakkannya terlalu lamban, sehingga dengan mudah aku bisa menghampirinya.
“Kyungsoo tunggu!” aku menarik tanganya, menyeretnya berdiri didepanku.
“Apa lagi yang kau mau? Jangan tampakkan wajahmu lagi di depanku” yeojaa ini menatap lurus ke dadaku. Sedikitpun ia tak mau memandang wajahku.
“Aku buru-buru” sambungnya. Tanganku masih menggenggam lengannya sehingga aku masih bisa menahannya.
“Tunggu Kyungsoo, Aku… senang melihatmu semangat seperti ini. aku mohon tetaplah seperti ini” aku menariknya lagi berdiri di depanku. Tatapanya masih sama, sama sekali tak ingin melihatku.
“Kau tahu Sehun, perhatianmu tak berarti untukku. Tidak perlu berpura-pura. Lepaskan aku!” Kyungsoo menyingkirkan genggamanku dengan kasar. Namun, aku masih tetap mencoba menghentikan dirinya.
“Kyungsoo ku mohon, jangan bersikap dingin padaku”
“Lepaskan Kyungsoo, sudah ku katakan tak akan pernah sedikitpun aku membiarkanmu mendekati Kyungsoo, apalagi menyentuhnya!” suara Namjaa yang menjengkelkan itu tiba-tiba ada di belakangku.
“Kyungsoo, mari pulang” sekarang Namjaa itu menggenggam telapak tangan Kyungsoo dan menyeretnya pergi bersamanya.
“Ya! Huang Zhi Tao, jangan sentuh Kyungsoo. Jangan sentuh Ibu dari anakku!” aku mulai marah terhadap perilakunya yang menganggap Kyungsoo miliknya. Beberapa kata yang tak seharusnya aku ucapkan sudah ada dalam benakku.
Huang Zhi Tao menoleh kearahku, melemparkan tatapan elang yang berusaha mencekik leherku. Ia tersenyum simpul yang begitu meremehkan aku.
“Memang dia ibu dari anakmu, tapi Kyungsoo calon istriku”
“Jadi berhenti mendekatinya atau kau akan kehilangan seseorang yang berharga dalam hidupmu” sambungnya dengan nada yang memancingku untuk segera menerjang tubuhnya dengan seluruh kekuatanku.
Kyungsoo menatap kearah Namjaa gila itu, ia menatapnya dengan wajah dengan beberapa kerutan di keningnya. Ia bingung sekaligus ia marah, aku bisa membaca wajah Kyungsoo.
Tao menarik lengan Kyungsoo secara paksa, Kyungsoo benar-benar seperti di kontrol oleh namjaa itu. Punggung Kyungsoo menjauhi aku. Hingga punggung mungil itu hilang saat di perbatasan koridor sebuah deretan stan yang menjajakan berbagai jenis susu.
Sedangkan disini aku tak dapat berbuat apapun, aku Shock mendengar pernyataan Tao yang seolah-olah Kyungsoo memang sepenuhnya miliknya. Tao memang sudah gila, ia gila karena cintanya terhadap Kyungsoo.
Oh sehun’s PoV end
***
To Be Continued
Hi R-G, My readers generations! I hope you enjoyed this story. Maaf jika kepanjangan habisnya gue takut nggak sempet nih ngupdate chapter IV sesuai dengan ketentuan syarat update FF secara tepat waktu. Warn: Typo is everywhere guys, so jongmal Minahae. Guyss… gue butuh banget like sama comment kalian yahh. Please ngertiin Author yang masih pemula ini. Please kasih Comment ya, karena tanpa comment kalian gue nggak tau apa yang mesti gue koreksi dari FF gue ini. gimana? Ada feelnya nggak? Jujur aja lewat comment ya, pleasee. Saranghae readers, keep XOXO yaww…. Kiss and hug from me NatashaJung >,< Thank You!!!!