This Love Chapter 1
A fanfiction Written by HyeKim ©2016
Starring With : Luhan as Luhan || Hyerim (OC) as Kim Hyerim
Genre : AU, Romance, slight!Sad, a bit Comedy || Lenght : Chapter || Rating : PG-15
Poster By : IRISH @ Poster Channel
Summary :
Ketika 2 pasukan tentara dari negara berbeda disatukan dalam lika-liku hubungan cinta. Keduanya dipertemukan namun jarak yang memisahkan serta restu dari orang tua pun menjadi penghalang. Hanya sepenggal kisah antara Luhan, salah satu pasukan khusus dari China dan Hyerim, seorang dokter tentara dari Korea Selatan. Bagaimana kelanjutan kisah keduanya?
Note :
FF ini terinspirasi dari kisah cinta Yoon Myeong Ju dan Seo Dae Young dari drama korea populer descendant of the sun serta lirik dari soundtrack drama tersebut. Namun dari segi cerita yang ada sudah diubah oleh saya sendiri. Bila ada adegan yang dicetak miring/italic itu menandakan sebuah kilas balik/flashback.
Disclaimer :
This is just work of fiction, the cast(s) are belong to their parents, agency, and God. The same of plot, character, location are just accidentally. This is not meaning for aggravate one of character. I just owner of the plot. If you don’t like it, don’t read/bash. Read this fiction, leave your comment/like. Don’t be plagiat and copy-paste without permission.
HAPPY READING
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
If time returned
Would memories be erased?
Those words that couldn’t say
Do you know my words?
I made you feel tired
Making you live in tears
My heart feels sorry like this
But I have told you
I can’t live without you
To me, it’s only you
Time only passes if it is filled with you
I love you, thank you so much
[Davicihi ─ This Love (ost. Descendants of The Sun)]
Malam memang waktu istirahat untuk para manusia. Apalagi ketika tenaga para manusia tersebut terkuras habis karena pekerjaan. Namun istilah tersebut tidak berlaku bagi para lelaki yang memilih bergadang untuk menyambut kedatangan dua orang rekannya kembali ke China. Kaum adam tersebut tampak sedang minum-minum di restoran yang buka 24 jam.
“Selamat untuk Luhan dan Yixing yang sudah menjadi kapten dan sersan mayor. Selamat juga atas kerja keras kalian yang beruntung bisa sekolah di Korea,” ucap salah satu dari mereka sambil mengacungkan gelas berisi arak. Kemudian disambut riuh oleh yang lainnya.
“Terimakasih semuanya sudah menyambut kita berdua,” ujar Yixing sementara Luhan hanya tersenyum di sebelahnya. Lalu merekapun bersulang untuk kesekian kalinya dan memasukan arak tersebut ketubuh mereka.
Entah Luhan peka atau tidak acara tersebut dideskisikan untuknya sekaligus Yixing, karena lelaki tersebut tampak sering kali termenung dan bahkan tak mengeluarkan suara. Ketika ada yang bertanya padanya, dirinya hanya sekedar mengangguk ataupun menggeleng. Atau yang parahnya hanya melempar senyum.
“Heh! Kapten!” hingga salah satu anggotanya yang bernama Wang Jackson menyapa Luhan dan duduk di sebelahnya. “Kenapa irit sekali dirimu bicara? Tidak senang sudah naik pangkat menjadi kapten?” tanya Jackson sambil merangkul Luhan, yang dirangkul hanya menampilkan senyum tipis.
“Aku senang,” akhirnya Luhan buka suara diiringi masuknya minuman beralkohol tersebut ketubuhnya. Jackson tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu Luhan.
“Ngomong-ngomong Kapten…” tiba-tiba Jackson berbisik ditelinga Luhan. “Apa kau menemukan wanita cantik saat di Korea?” tanya Jackson sambil menampilkan cengirannya. Namun hal tersebut membuat Luhan bergeming kembali dan menampilkan raut sendu.
“Wanita cantik kepalamu hah!” suara Yixing seketika menyerobot sambil memukul kepala Jackson, ternyata lelaki tersebut mendengar pertanyaan Jackson dan menangkap Luhan langsung berubah sendu kembali.
Jackson sekarang hanya mengaduh kesakitan sambil mendumel pelan. “Hey! Zhang Yixing, artis Korea kan cantik-cantik seperti Kim Taehee. Siapa tahu Luhan menemukan satu di Korea.” ujar Jackson sambil mencibir.
“Kalaupun menemukan satu seperti Kim Taehee, wanita itu mana mau denganmu.” balas Yixing.
“Ya, kenapa? Aku ini…─”
Diacuhkan oleh Luhan pertikaian tersebut. Kedua orang itu memang sering kali bertengkar, bahkan sekarang Yixing dan Jackson saling pukul-memukul kepala mengingat tangan Jackson yang sudah tidak merangkul Luhan sedaritadi. Luhan yang duduk di ujung dan berada pas di sebelah jendela, mengadahkan kepalanya kelangit kemudian tersenyum tipis. Dirinya seakan melihat sosok wajah manis tersebut walau gadis tersebut berada di Korea nun jauh di sana. Seketika rindu menjelajari diri Luhan. Luhan rindu pada Hyerimnya.
“Jackson, asal kamu tahu. Aku menemukan satu wanita tercantik di Korea…” tahu-tahu Luhan buka suara membuat pertikaian kekanak-kanakan Jackson dan Yixing terhenti, bahkan mampu mempause kegiatan para rekannya yang lain karena semuanya tertarik akan topik yang diangkat Luhan. “Dirinya sangat berarti untukku juga aku sangat berarti untuknya.” Luhan menerawang ketika mengucapkannya.
Ketika menoleh kembali ke belakangnya, semua mata tertuju padanya dengan berbagai binar yang sangat kontras. Termasuk Jackson yang menampilkan binar penuh keminatan akan gadis yang Luhan bahas. Namun hanya Yixing yang menatapnya prihatin.
“Ayo kita minum lagi,” satu ucapan dari bibir Luhan membuat acara minum-minum kembali dilaksanakan. Dalam hati, Luhan terus mengucapkan kerinduannya pada gadisnya.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
“Aku ingin rasanya jadi dokter biasa dan menjadi relawan,” seorang gadis tampak sedang menyisir rambutnya di depan meja rias, di sebelahnya tampak seorang gadis cantik yang lainnya. “Kemudian aku akan menjadi dokter relawan di China.” gadis tersebut─Kim Hyerim, tampak tersenyum lebar akan idenya tersebut.
“Kamu ini Letnan tapi isi otakmu cumi-cumi ya,” ucap Oh Jieun sambil geleng-geleng. Hyerim mendongak sedikit untuk menatap Jieun yang berdiri di samping kanannya, “Di China tidak ada kesulitan apapun hingga membutuhkan dokter relawan. Dasar bodoh!”
Mendengar hal tersebut membuat Hyerim mengerucutkan bibirnya, merasa ide yang dianggapnya brilian tadi tak mungkin terwujud. “Bersyukur sajalah menjadi dokter tentara. Dirimu bisa menjadi dokter dan tentara diwaktu bersamaan,” Jieun dengan santainya mendudukan setengah bokongnya di meja rias Hyerim sambil melipat kedua tangan didepan dada dan menatap gadis tersebut.
“Seragam tentaramu mengingatkanku untuk segera bertugas,” ujar Hyerim melihat seragam loreng yang melekat ditubuh Jieun.
Jieun tak meresponnya, namun dirinya berkata, “Kamu ini cantik, punya masa depan memidai serta kekayaan dan uang, ditambah dirimu ini anak letjen yang merupakan komandan pasukan khusus. Hyerim-ah, dirimu tinggal menunjuk satu lelaki dan lelaki tersebut pasti ingin bersamamu bahkan rela menjadi budakmu. Maka dari itu…” Jieun memberhentikan kalimatnya sebentar guna menghela napas sesaat, dan Hyerim hanya menatapnya kosong. “Lupakanlah Luhan.”
Itulah lanjutan ucapan Jieun yang sudah diprediksikan Hyerim. Raut wajah Hyerim berubah menjadi sendu bahkan sangat sendu. Tatapan prihatin dilayangkan Jieun pada Hyerim yang seakan jiwanya terangkat ke langit ketujuh.
“Aku masih mencintainya, Ji.” Hyerim menundukan kepalanya sambil menatap miris bercampur emosi gaun putih yang melekat ditubuhnya sekon ini.
Jieun menghela napasnya, “Kapten Choi Minho bukannya tampan? Kalian bahkan lebih dulu saling kenal dibanding dengan kamu dan Luhan.”
Mendengar nama Minho membuat Hyerim teringat kenapa hari ini dirinya absen bekerja serta alasan kenapa dirinya memakai gaun ini. Klasik, ayahnya berniat menjodohkannya dengan Minho, seorang kapten dari pasukan khusus tim alpha Korea Selatan. Dan bisa ditebak, ayahnya menentang hubungan Hyerim dan Luhan. Melihat sahabatnya yang mendadak menbung atau bahasa lainnya mental breakdown, hal ini membuat Jieun jadi kasihan padanya.
“Tampan dan mengenal lebih dahulu tak memastikan cinta akan tumbuh,” ujar Hyerim yang kemudian melangkahkan kaki pergi meninggalkan kamarnya dan Jieun hanya menatapi punggung sahabatnya.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
Libur memang sebuah anugerah. Itulah yang dirasakan oleh Luhan. Lelaki tersebut menatap langit kota kelahirannya yang selama 2 tahun terakhir ini tidak ia nikmati. Ditangannya terdapat gelas kecil dilengkapi oleh botol arak yang berdiri di sebelah Luhan yang sedang duduk di dipan atap rumahnya.
“Heh Lu,” suara Yixing menyapa membuat Luhan melirik sekilas sahabatnya tersebut yang berjalan ke arahnya kemudian duduk di sebelahnya.
“Kapan kamu datang?” tanya Luhan sambil menatap Yixing yang wajahnya sangat sumringah.
“Baru saja, ibumu langsung membukakan pintu untukku,” jawab Yixing kemudian meraih botol minuman alkohol milik Luhan dan langsung meminumnya dari botolnya langsung.
Melihat perlakuan Yixing membuat Luhan memasang raut kesal dan mendesis. “Hey! Itu minumanku, main saja meminumnya,” gerutu Luhan kemudian mengambil atau lebih tepatnya merebut paksa botol tersebut dari Yixing.
Yixing menghela napas tanda minuman tersebut sangat nikmat, dirinya menampilkan senyum lesung pipitnya serta wajah tanpa dosa pada Luhan. Lalu Yixing pun merangkul Luhan yang masih mencibir karena ulahnya.
“Ayolah, kamu ini pelit sekali. Hari ini hari libur, biarkan aku juga menikmati arak atau minuman alkohol yang lain.” kata Yixing sambil mengedip-ngedipkan matanya yang mana malah membuat Luhan bergidik ngeri.
“Tapi tidak dengan meminum punyaku!” seru Luhan yang kemudian meneguk kembali araknya namun mengikuti cara Yixing yang meminum langsung dari botolnya.
“Eh Lu, kita ini jarang sekali libur. Kemarin malam kita sudah pesta minum bersama yang lain, bagaimana bila malam sekarang kita minum kopi di cafe…─”
Suara dering ponsel Luhan terdengar membuat Yixing menghentikan ucapannya. Luhan melirik ponsel yang terletak di antara kedua paha kakinya yang duduk bersila. Benda mungil tersebut masih setia bergetar dan menampilkan ID kontak yang sudah tak asing bagi Luhan. Lelaki tersebut mengambil ponselnya dan menatap dalam tulisan nama Kim Hyerim yang muncul dilayar ponselnya.
“Dia masih menghubungimu?” tatapan mata Yixing berubah menjadi miris pada Luhan dan juga ponsel lelaki tersebut.
Luhan hanya bisa menghela napas dan mengangguk, kemudian dirinya menggeser jarinya dilayar ponselnya untuk tidak mengangkat panggilan Hyerim. Setelah itu, ponselnya ia masukan ke saku celana jeansnya. Kembalilah Luhan dengan meminum araknya kemudian mendesis sambil memejamkan mata merasakan efek alkohol minuman tersebut.
“Harusnya kamu ini tidak meminta putus dengannya bila hal tersebut membuatmu sakit hati.” ujar Yixing namun Luhan seakan pura-pura tuli akan ujaran sahabatnya dan hanya memandang ke depan, ke arah rumah-rumah yang berjejer rapi di bawah atapnya.
“Bukannya kamu mengajakku ke cafe, ayo kita ke cafe sekarang.”
Dialihkanlah oleh Luhan topik tentang kekasih atau lebih tepatnya mantan kekasihnya, Hyerim. Luhan pun sudah berdiri dan menggerakan kepala seakan kode untuk pergi. Langkah pun akhirnya tercipta dari Luhan yang turun dari dipan dan meninggalkan atap. Kemudian disusullah oleh Yixing.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
Cafe yang terletak di tengah kota Beijing itu masih ramai walau malam kian larut. Dapat dilihat kedua sahabat yang sedang menikmati minumannya masing-masing dan saling duduk berhadapan. Sahabat tersebut tak lain dan tak bukan adalah Yixing dan Luhan.
“Kamu pesan espresso? Tumben sekali,” Yixing menyerukan pemikirannya saat satu espresso dan satu coffe latte─pesanannya, datang. Mendengar frasa tersebut dikeluarkan dari mulut Yixing, Luhan hanya menarik ujung bibir tersenyum.
“Ah… aku ingat…” telunjuk dan jempol Yixing dijentikan oleh Sang Empunya disertai wajah yang seakan baru menemukan jawaban riddle tersulit. Luhan yang sedang meminum espressonya memandang Yixing seakan bertanya ‘memangnya apa?’ dan Yixing pun membungkukan tubuhnya ke depan sambil tersenyum menggoda. “Kamu selalu minum espresso berdua Hyerim jadi bisa disimpulkan, kamu sedang merindukannya.”
Perkataan tersebut sukses membuat Luhan tersedak dan Yixing tertawa kecil. Kemudian pemuda yang berhasil menggoda Luhan tersebut, akhirnya menikmati secangir coffe latte pesanannya beberapa sekon lalu. Tapi perkataan Yixing ada benarnya juga, karena Hyerim, dirinya jadi terbiasa meminum espresso tersebut. Seketika pikirannya menerawang kemasa lalu.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
Hyerim meminum espressonya sambil menatap Luhan yang sedang mengerucutkan bibir sebal karena dipaksa meminum jenis kopi pilihan kekasihnya tersebut. Senyum geli berusaha Hyerim tahan tatkala dirinya masih menyetor cairan kopi tersebut ketubuhnya. Hingga akhirnya Hyerim menaruh cangkir kopinya sambil tersenyum menahan tawa pada Luhan yang sedang meminum espressonya dengan terpaksa. Lelaki tersebut melirik Hyerim yang sedang tersenyum-senyum tak jelas, kemudian mendapati bibir gadis tersebut belepotan sisa espresso berwarna putih dibibirnya.
“Kamu seperti anak kecil,” komentar Luhan setelah meneguk sebagian espresso miliknya. Komentaran Luhan tersebut membuat Hyerim keheranan dengan menautkan kedua alisnya.
“Bibirmu belepotan,” Luhan memperjelas membuat Hyerim menengokan kepala ke kaca cafe di sebelahnya, namun beberapa saat kemudian Hyerim menampilkan senyum lebarnya seakan mendapatkan sesuatu.
Kepala Hyerim tertoleh kembali pada Luhan yang sedang meminum espressonya kembali walau masih setengah hati. Hingga akhirnya Hyerim mencodongkan tubuh ke depan dengan sedikit berdiri dan membungkuk.
“Congso hasipsio (tolong bersihkan).”
Dipejamkan oleh Hyerim kedua matanya diiringi bibirnya yang dimajukan. Luhan peka akan kode Hyerim, namun dirinya hanya tersenyum lebar menahan kekehan. Kemudian jempol kanan Luhan terangkat mengelus bibir atas Hyerim yang terkena belepotan tersebut. Setelah itu, gadis bersurai hitam lurus tersebut membuka matanya. Luhan hanya mengulas senyumnya dengan tangan dilipat didepan perut. Dan Hyerim tampak menampilkan raut kecewa sambil bibir bawahnya terangkat menyapu bibir atasnya.
“Hanya itu?” pekik Hyerim dan Luhan hanya menggerakan badannya sedikit ke samping dan kepala dimiringkan ke kiri, lalu kedua bahu lelaki tersebut terangkat. Perilaku Luhan membuat Hyerim mencibir dengan raut kesal yang membuat kekasihnya yang tak lain Luhan ingin tertawa.
“Aish jinjja (yang benar saja).” Hyerim menggerutu dengan tangan dilipat didepan dada dan membuang muka ke sebelah kanan dengan sebalnya.
Sesekon, dua sekon, tiga sekon terbiarkan oleh Luhan yang menatap Hyerim dengan senyum geli. Sampai finishnya ketika Luhan bangkit dari duduknya dan membungkuk ke arah gadisnya yang sudah menatapnya heran, kemudian sebuah kecupan diberikan Luhan dikening Hyerim. Mana hal itu membuat gadis Kim tersebut membuka mulut dengan sedikit celah berbentuk o dan air wajah seperti orang dungu. Sekarang Luhan pun tampak sudah kembali duduk di depannya.
“Sudahkan keinginanmu terpenuhi? Apa cukup?” tanya Luhan sambil menatap Hyerim dengan satu alis terangkat dan wajah menggodanya. Hyerim tampak menyunggingkan senyum lebar sampai melihatkan deretan giginya yang rapi dan mengangguk sambil menyibak helaian rambutnya kebelakang telinga. Hal tersebut membuat Luhan geleng-geleng dan meminum kembali kopinya.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
“Hai, hai, hai..” Yixing menjentikan jarinya didepan wajah Luhan yang langsung tersekiap. Yixing melayangkan tatapan tak percaya sambil geleng-geleng kepala pada Luhan yang sedang mengerjap-ngerjapkan matanya kemudian menatapnya bingung. “Dirimu sungguh merindukan Hyerim, ya.”
Dan ruh Luhan pun sekarang seakan kembali lagi kewaktu saat ini. Dimana hanya ada dirinya dan Yixing, sahabatnya. Bukannya dirinya dan Hyerim. Kenangan manis tersebut seketika membayangi Luhan yang sekarang menyeruput kembali espresso yang dulu sangat tidak ia sukai.
“Lebih baik kutelepon Hyerim saja ya.” Yixing berujar jahil membuat Luhan hampir tersedak dan langsung menurunkan cangkirnya dan menatap Yixing seakan-akan ingin melahap pria tersebut hidup-hidup ketika lelaki bermarga Zhang tersebut mengambil ponselnya dan diletakannya ditelinganya setelah membedah isi daftar kontaknya terlebih dahulu.
“Yeboseyo Hyerim-ah,” suara Yixing terdengar sangat dilembut-lembutkan membuat Luhan mendengus keras.
“Kamu ini membangunkanku saja, akh! Sungguh meganggu.” suara Hyerim terdengar sangat jengkel di sebrang sana membuat Yixing terkekeh pelan.
“Aku sedang bersama kekasihmu tercinta lho. Dia sangat, sangat, sangat, merindukanmu,” kata Yixing dengan aksen berlebihan. Luhan pun menatapnya tajam.
“Yang benar?” pertanyaan Hyerim tersirat sangat antusias.
“Benar. Bahkan dia mengatakan ‘Hyerim-ah, bogoshipeo jukesyo (aku merindukanmu sampai ingin mati rasanya) aku ingin kita berbaikan kembali. Aahhh Hyerim-ah, uuuuuu’.” mata Yixing terpejam dengan kepala mendongak seakan berfantasi akan satu hal menjijikan. Tak tahan akan lakon sahabatnya, Luhan memukul kepala Yixing membuat lelaki tersebut meringis dan menatapnya jengkel dan timbal balik Luhan pun sama bahkan lebih jengkel.
“Aku tidak seperti itu!” desis Luhan pelan berharap Hyerim tak mendeteksi keberadaannya.
“Menjijikan sekali.” Hyerim bersuara kembali dibalik sambungan telepon Yixing.
Yixing hanya menatap Luhan acuh sambil mengangkat bahu, kemudian kembali menyahuti suara Hyerim di Korea sana. “Ya, dan kekasihmu sekarang sedang meminum espresso. Ah kamu membuatnya berubah menjadi pecinta espresso.”
Terlanjur kesal, Luhan meraih cangkir espressonya yang sebentar lagi akan habis. Diminumnya hingga espresso tersebut tak tersisa sama sekali dan tatapannya terus tertuju pada Yixing yang terus menggosipinya pada Hyerim. Lalu netra Yixing terjatuh pada wajah Luhan yang sangat geram, namun bukannya takut. Tawa Yixing lah yang meledak melihat sisa espresso berwarna putih dibibir Luhan.
“Ahahaha, Hyerim. Kutelepon lagi nanti, aku merindukanmu juga ngomong-ngomong,” sambungan pun berakhir dan Yixing menekan tombol reject dan menaruh ponselnya. Lalu kepalanya tertuju pada Luhan dan tawanya meledak kembali. “Ahahaha,” bahkan meja keduanya pun sampai dipukul-pukul Yixing.
Tingkah laku seorang Zhang Yixing sedaritadi membuat Luhan mengerutkan alisnya bahkan terlihat seakan alisnya menyatu. Sampai tangan Luhan pun terangkat pada akhirnya dan tertuju pada bibir atasnya. Dirasakan oleh Luhan sesuatu dibibirnya. Saat diturunkan jarinya, Luhan pun melihat sisa espresso menempel dijari-jarinya dan dirinya pun langsung berdecak.
“Yang benar saja,” Luhan menggeram dengan mulut bergerak kesal dan tangan kiri di atas meja terkepal menahan malu yang disebabkan tawaan Yixing yang puas dan masih berlanjut hingga kini.
Saat Luhan ingin membersihkan sisa espresso tersebut, terdengarlah suara ‘Ckrek! Ckrek!’ ala kamera yang mengabdikan sebuah momen. Dan ketika menoleh, kelereng matanya mendapati Yixing tersenyum puas menjepret beberapa kali Luhan yang belepotan espresso.
“Ehh…” desah Luhan sambil mengangkat tangan dan mengarahkan ke depan untuk menutupi wajahnya yang sedang menunduk. Namun Yixing tetap memotretnya. “Jangan foto aku Zhang Yixing!” seru Luhan sambil melambai-lambaikan tangan dan menatap sahabatnya yang sedang tertawa-tawa pelan tersebut dengan kesal.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
“Kiyowo (lucu).”
Penggalan kata seorang dokter tentara yang tertera nama Kim Hyerim diseragamnya terdengar sambil menatapi ponselnya dan jarinya bergerak-gerak dilayar touchscreen tersebut untuk melihat gambar-gambar Luhan yang belepotan sisa espresso─yang mana mengingatkan Hyerim akan dirinya dulu, Hyerim mendapatkan gambar tersebut dari Yixing dan detik ini gadis tersebut sedang tersanyam-senyum melihat pengabdian gambar yang Yixing kirim melalui akun linenya. Sesungguhnya sekarang Hyerim sedang mengarahkan gunting dokter yang menjepit kapas berolesi obat merah dan menggerakannya diluka tangan kanan seorang prajurit. Karena terlalu sibuk memperhatikan wajah Luhan, gerakan tangan Hyerim jadi kacau dan bukannya menggerakan ke arah luka prajurit yang sedang diobatinya, namun malahan mengarahkan kebagian tangan yang lainnya yang tidak terluka.
“Hmmm… Letnan,” panggil Si Prajurit dengan raut ragu dan senyum dibuat-buat, tapi intensi Hyerim tak teralihkan padanya.
“Iya, iya, aku tahu kamu sakit. Tahan saja ya.” itulah jawaban Hyerim yang masih juga salah mengarahkan kapasnya membuat Si Prajurit tadi mendesah pasrah karena lukanya tidak diobati dengan benar seratus persen oleh Hyerim dan malah meninggalkan bercak obat merah dibagian tangan yang tak terluka.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
Siang pun sudah akan tergantikan tugasnya oleh sore yang menjelang. Di sebuah restoran sederhana tersebut terlihat sangat ramai oleh hiruk pikuk para kaum adam dan hawa. Tampak sosok Zhang Yixing memasuki kawasan restoran tersebut, dirinya berulang kali hampir tertabrak pelayan yang membawa nampan pesanan. Akhirnya pemuda tersebut sampai dititik terang tujuannya, seorang gadis bersurai panjang sedang meminum arak yang disuguhkan. Yixing menggeleng kemudian duduk di hadapan Si Gadis. Wu Lian─gadis tersebut menyadari keabsenan Yixing di depan matanya, lalu ditaruhlah gelas kecil yang berisi arak barusan ke atas meja sedikit keras bahkan terdengar layaknya bantingan.
“Kenapa menghubungiku?” to the point lah yang dipilih Yixing kepada gadis manis tersebut.
Lian mengulum senyum kecutnya akan sikap Yixing yang seakan malas bertatap muka dengannya, “Setidaknya minum araknya dulu,” desis gadis bermarga Wu tersebut dan sekian waktu bergulir, Yixing menuangkan botol berwarna hijau yang menampung arak tersbut ke gelasnya kemudian meminumnya sambil memejamkan mata menikmatinya.
Senyum kecut yang tadi terpatri kian berubah menjadi senyum lebar diparas Lian, “Itu baru Yixing yang kukenal.” Lian bersajak seolah Yixing beberapa sekon kebelakang adalah orang asing dan respon dari sorotan utamanya tersebut hanyalah sebuah dengusan.
“Ya, aku bertanya kenapa kamu menghubungiku untuk ke sini? Untung saja aku sedang libur dan kamu ini dokter tapi sepertinya jam kosongmu banyak ya,” cecar Yixing sambil menatap sebal Lian. Bukan perkara sepele gadis itu menyuruh Yixing ke mari serta bukan juga perkara serius, hanya Lian meganggu waktu tidurnya di hari libur. Ya itu saja yang membuat Yixing dongkol.
“Aku dengar Luhan sudah memiliki kekasih dari Korea. Apa benar?” Lian memiringkan badan ke kanan dan menaruh sebagian tangan kanannya di atas meja dan menatap Yixing penasaran. Yixing pun langsung terbatuk-batuk lantaran tersedak araknya.
“Kamu tahu darimana?” alih-alih jawaban, timbal balik Yixing malahan pertanyaan juga serta tatapan yang sama─penasaran namun terselimuti menyelidik, serta curva mata yang menyipit.
Lian menggerak-gerakan bola matanya yang menatap ke bawah serta jarinya mengetuk pelan meja yang terbuat dari kayu tersebut. “Dari Jackson aku mendengarnya.” respon Lian dengan kepala memiring ke samping dan bahu sedikit terangkat.
Decakan terdengar dari Yixing mendengar nama teman ributnya dimiliter. Dalam hati dirinya mengumpat betapa embernya seorang Wang Jackson. “Dia ini mulut besar juga, kali-kali kusobek bibirnya,” gerutu Yixing pelan namun tak mencegah akan kesampaian ucapannya ketelinga Lian yang langsung menatapnya dalam.
“Jadi benar Luhan sudah pacaran?” kata Lian membuat Yixing yang semula menunduk menatapnya, lalu mengangguk. Lian menurunkan tangannya dari atas meja dan mendesah sambil sedikit mendongakan kepala ke atas dengan raut tak percaya.
“Bagaimana bisa?” desah gadis bernama lengkap Wu Lian itu.
“Tapi hubungannya sudah kandas asal kamu tahu,” ujar Yixing kemudian memilih untuk meminum araknya kembali setelah menuangkannya sedikit ke gelas miliknya.
Tatapan penasaran Lian tak bisa dicegah apalagi dengan tubuh yang sudah condong ke arah Yixing dan tangan dilipat di atas meja. “Kenapa bisa begitu? Dan bagaimana Luhan dan kekasihnya itu bertemu? Apa wanita itu cantik?”
“Kamu seperti robot penasaran saja menanyakan ini-itu tanpa jeda…” eluh Yixing dengan gelengan kepala serta tatapan tak percaya. Angkatan bahu serta senyum tanpa dosa dihadiahi Lian untuk merespon eluhan Yixing. “Wanita itu sangat cantik asal kamu tahu dan namanya adalah Kim Hyerim. Seorang letnan dan dokter tentara paling cantik di Korea, menurutku sih dan menurut para tentara di daerah Paju, Gyeonggi. Dirinya ideal untuk dijadikan kekasih. Cantik dan kaya melekat dalam dirinya. Ditambah ayahnya adalah letjen yang menjabat sebagai komandan pasukan khusus Korea Selatan.”
Dianggukan oleh Lian kepalanya diiringi mulutnya membentuk huruf o. “Luhan memang tidak pernah salah pilih.”
“Tentu, makanya cintamu dulu sempat ditolak olehnya,” ejek Yixing sambil menampilkan binar mata mengejek. Hal tersebut membuat raut Lian jadi kesal dan tangannya mengepal dan melayang memukul udara─bentuk ancaman untuk memukul pemuda Zhang tersebut, dan timbal balik Yixing hanyalah kekehan. “Kalau kamu masih penasaran bagaimana keduanya bertemu, akan kudongengkan.” mimik Lian langsung kontras berubah menjadi antusias, badan ditegakan, telinga siap mendengar, serta tangan dilipat kembali di atas meja. Kepalanya mengangguk-angguk menyuruh Yixing menggas start untuk berdongeng.
“Jadi saat itu…” Yixing mulai buka suara dan Lian makin antusias.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
Di sebuah klinik militer terbaring tubuh seorang lelaki yang lahir dengan nama Luhan. Dirinya berdecak kesal, kenapa harus stamina tubuhnya menurun menyebabkannya sakit mendadak begini. Padahal tujuannya jauh-jauh ke Korea untuk sekolah kemiliteran yang berpengaruh akan kenaikan pangkatnya.
“Naega wae? (kenapa harus aku)” samar terdengar suara gadis menyerukan hal tersebut. Bayangan Sang Gadis yang sedang melayangkan aksi protes tersebut terlihat sedikit di balik tirai yang berada di sebelah ranjangnya, yang mana menutupi tempat Luhan berbaring saat ini.
“Apa salahnya mengobati pasukan dari China itu?” timbal suara seorang lelaki, nampak Si Gadis tadi menghela napas.
“Yojeum bappayo, sunbae. (aku sibuk hari ini, senior)” terdengar nada gadis tersebut memelas namun sepertinya tak mempan sama sekali lantaran jawaban Sang Senior yang kentara sekali tak terpengaruh.
“Sibuk mengatur kencan dengan Letnan Choi Minho sih iya, sudah sana obati pasukan itu. Rasis sekali dirimu.”
Terdengar langkah kaki menjauh yang pasti dari dokter tentara lelaki tadi serta langkah kaki mendekat ke arah Luhan yang pasti pemiliknya dokter tentara wanita yang banyak alasan tadi. Kemudian tampaklah raut gadis yang jelas-jelas Luhan dengar menentang untuk mengobatinya, terlihat lesu dengan bahu turun dan fokus mata terarah ke bawah. Namun ketika sampai di depan Luhan dan sadar lelaki itu memperhatikannya. Hyerim─namanya tercetak jelas diseragamnya, menegakan tubuh dan mengulum senyum. Kedua pandang mereka pun bersibobrok. Waktu seakan tak bergulir. Detakan jantung seakan terasa sekali hingga membuat Hyerim mengumpat menyuruh jantung bodohnya berhenti berdetak. Begitupula Luhan yang meneguk ludah gugup melihat sosok dokter yang malah menyerupai seorang bidadari.
“Annyeonghaseyo,” Hyerim membungkuk ketika rasa canggung menyelimuti. Luhan mengangguk sambil membungkukan badannya walau sedikit. “Anda pasukan dari China yang sakit itu kan? Saya… akan memeriksa anda.” Hyerim berujar dengan sedikit gugup, sial.
Kemudian Hyerim pun mulai memeriksa Luhan yang dikabarkan nyaris pingsan saat test fisik beberapa waktu yang lalu. Tangan Hyerim memegang pergelangan tangan Luhan untuk diperiksa nadi kemudian tangannya diarahkan kemata lelaki tersebut untuk memeriksanya juga. Dan sialannya hatinya maupun hati Luhan berdesir hebat tiap kali bersentuhan.
“Anda hanya kurang darah, bisa dibilang anemia. Terlalu lelah, porsi tidur tersita karena belajar mungkin, dan porsi makan yang tak cukup untuk stamina tubuh. Hanya perlu beberapa vitamin dan obat,” jelas Hyerim yang kemudian meraih note yang ada di naskas sebelah ranjang berserta pulpennya, kemudian menuliskan obat dan vitamin apa untuk Luhan.
Diam-diam Luhan memperhatikan wajah Hyerim sambil mengulas senyum lebar dan terselubungi rasa pesonanya, gadis di depannya ini penuh karisma. Bisa dibilang, Luhan jatuh cinta pada pandangan pertama. Luhan memiringkan tubuhnya ke arah Hyerim dan masih lengkap dengan senyumannya, sementara intensi Sang Gadis masih terpenuhi oleh note yang masih setia ia tulisi.
“Apa sekarang aku boleh keluar dan kembali kekegiatanku semula?” tanya Luhan yang mulai beranjak setelah menikmati pahatan Maha Pencipta yang sangat indah. Hyerim yang menyadari kaki Luhan sudah menggantung untuk turun dari ranjang, segera mencegahnya dengan mencekal lengan kanan pemuda tersebut membuat Luhan menoleh padanya.
“Kau bisa setiap hari ke klinik bila memaksakan diri seperti ini,” ucap Hyerim dengan nada tegas dan dalam.
“Kalau begitu biarkan aku ke klinik setiap hari.” timbal Luhan diiringi raut tak peduli dan menepis tangan Hyerim kemudian melanjutkan diri turun dari ranjang.
Digeret langkahnya oleh Luhan menuju luar ruangan klinik tersebut. Tapi baru saja sekitar dua jengkal lagi menyampai mulut pintu keluar, tangan Hyerim kembali mencegatnya dan menatapnya tajam dengan wajah jengkel. Luhan balas menatap wanita tersebut santai dan wajah yang seirama pula.
“Baiklah, kau bisa ke klinik setiap hari dan menemuiku. Aku akan mengingatkanmu makan dan bahkan menemanimu makan. Memberikanmu obat serta vitamin bahkan aku yang akan menyendokannya langsung kemulutmu. Setiap hari pukul 2 siang temui aku di klinik dan jangan temui dokter lain. Apa kau puas?” seru Hyerim dengan satu tarikan napas menyebabkan napasnya terengah saat ini. Senyum lebar tercampur smirk tersebut tercipta dibibir Luhan.
“Puas sekali, jam 2 siang di klinik kan? Kenapa serasa seperti kencan setiap harinya?” gumam Luhan membuat Hyerim yang napasnya masih terengah, mendadak jadi dilanda rasa gugup.
“Terserah kau saja,” desis Hyerim yang kemudian menurunkan cekalan tangannya dari tangan Luhan yang detik kini sedang mengangguk-angguk.
“Baiklah, sampai bertemu besok dokter…” mata Luhan menatap Hyerim dengan raut menunggu sebuah jawaban.
Sebelum menjawab, Hyerim menghembuskan napas terlebih dahulu dan memejamkan mata sesaat. “Kim Hyerim,”
Luhan mengangguk dengan senyum riangnya, “Kim Hyerim. Dan Luhan,” diperkenalkanlah oleh Luhan dirinya serta tangannya terulur guna menjabat tangan Hyerim.
Respon Hyerim hanya menatap tangan tersebut heran kemudian kepalanya pun ditolehkan ke samping kiri diiringi senyuman yang sedikit menampilkan gigi putih bersihnya seakan-akan dirinya mentertawakan Luhan.
“Ya, salam kenal.” balas Hyerim yang kemudian berjalan meninggalkan Luhan tanpa menjabat tangan lelaki itu. Luhan menatap bergantian tangannya dan berbalik menatap punggung Hyerim menjauh, harga dirinya seakan diinjak-injak oleh gadis itu yang tidak mau menjabat tangannya yang sudah terulur ke belakang dan disembunyikan dibalik punggung.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
“Daebak (keren),” ujar Lian dengan wajah tanpa ekspresi namun terkagum-kagum akan dongeng awal pertemuan serta cinta pada pandangan Luhan dan Hyerim. Mulut gadis itu sampai terbuka lebar, sangking menghayati ceritanya, Lian tak peka akan signal Yixing menatapnya heran.
“Sejak kapan kamu ini belajar bahasa Korea?” tanya Yixing dengan tangan terlipat didepan dada dan tatapan mata penasaran.
Lian tak langsung menjawab, dirinya mengambil kue beras terlebih dahulu dan mengigit ujungnya yang kemudian dikunyah oleh gigi-giginya. “Sejak kamu dan Luhan pergi sekolah ke Korea, hanya beberapa kosa kata yang aku bisa.”
“Ckckckck, kamu sangat menyukai Luhan ya walau one love side,” kata Yixing sambil berdecak dan geleng-geleng, lalu dirinya turut andil menjamah kue beras yang akhirnya tersisa dua lagi.
Saat menguyah kuenya, Lian memaju-majukan bibirnya pertanda jengkel akan ucapan Yixing. “I am not love Luhan anymore. Hash, kenapa jadi bahasa Inggris yang kita pakai? Ya intinya aku hanya mau sok-sokan memakai bahasa Korea jikalau kalian dengan isengnya memakai bahasa itu dan aku bisa mengerti. Lalu siapa tahu aku akan ke Korea dan bertemu Song Joongki. Lagipula, aku pasti kalah saing dengan Hyerim. Ah secantik apa sih dia?” Lian menggerak-gerakan mulutnya yang masih setia menguyah sambil menerawang ke atap-atap restoran.
“Song Joongki pantatmu! Ke Korea saja kamu ini mimpi apa, apalagi bertemu Song Joongki,” Yixing berujar sarkastik dengan menatap Lian menjijikan atas fantasi menjulang terlalu tinggi milik gadis Wu tersebut. “Bila Song Hyekyo dan Kim Taehee termasuk cantik di Korea. Maka Hyerim juga termasuk bahkan selevel mereka. Wajahnya masih dibawah kedua artis tersebut namun bisa menyaingi. Sekarang kamu tahu secantik apa dia?” ikut pulalah Yixing menerawang untuk kembali mengingat paras ayu Hyerim yang sebenarnya membuat dirinya ingin juga memacari gadis tersebut dan berdecak iri kepada Luhan yang berhasil mendapatkannya.
“Ah pasti dia sangat cantik. Dan yang lebih penting adalah dirinya mencintai Luhan begitupun sebaliknya. Dari setiap hari bertemu di klinik, cinta pada pandangan pertama keduanya makin kuat,” Lian menopang dagunya dengan kedua tangan sambil tersenyum-senyum karena merasa Luhan beruntung mendapatkan gadis seperti itu, begitupun sebaliknya. “Tapi ngomong-ngomong…” pandangan Lian yang menerawangpun mencapai puncak dengan menatap Yixing lurus kembali. “Kenapa mereka putus?” lanjut Lian sangat penasaran dibanding sebelumnya.
Mendengar pertanyaan gadis di depannya itu membuat pandangan Yixing jatuh ke bawah dan tersiat sekali sangat sendu seakan mengalami perasaan yang Luhan alami, “Ketika kamu sedang melakukan tugas bela negara kemudian jatuh cinta dengan orang yang sama dari negara berbeda. Ketika menikah salah satunya harus mengganti warga negara dan otomatis melepaskan seragam militernya. Dari situlah kita harus memilih, melepaskan seragam yang kita banggakan atau memperjuangkan cinta yang membuncah dalam hati. Pilihan yang benar-benar sulit,” diangkat kembali tatapannya ke arah Lian yang sedang mencerna hal tersebut, karena dirinya hanya dokter biasa yang tak terkait hal kemiliteran.
“Jadi apa hanya karena pekerjaan? Mereka setia dengan seragam yang mereka kenakan dan mengakhiri hubungan mereka begitu saja?” lagi-lagi Lian bertanya membuat Yixing menarik bibir tersenyum namun sangat tipis.
“Restu orang tua yang tetap ingin putrinya menjadi bagian pasukan kemiliteran pun menjadi tembok pembatas.”
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
Libur memang anugrah namun kadang berujung menjadi membosankan bila tak tahu kegiatan apa yang harus dilakukan. Detik ini, malam kembali menyapa. Luhan yang bosan akan liburannya ini menyempatkan diri ke minimarket untuk membeli kopi dari coffe machinenya langsung dan langsung pula meminumnya untuk membunuh hawa dingin malam yang menjelajari kulitnya. Kakinya sekon sekarang sedang digerakan menuju arah rumah, namun jalan kaki Luhan sudah serupa siput karena sangking pelannya. Alasanya agar tak cepat sampai rumah dan dilanda bingung harus melakukan apa.
‘Drttt~Drrtt~’
Suara getaran ponsel dirasakan Luhan disaku jeansnya, langkahnya pun terpause dengan acara mengambil benda beberapa inchi tersebut. Ketika ponselnya sudah berada digenggamannya dan ditatapnya layar ponsel yang menampilkan sederet tulisan dan ID nomor telepon. Tatapan Luhan sangat dalam pada ID kontak yang satu-satunya tertulis tulisan hanggul serta kode nomor Korea diponselnya. Yang berarti penelepon tersebut terarah pada Hyerim. Luhan membatu menatap layar ponselnya yang kelap-kelip menampilkan ID gadis yang selalu hadir didaftar missed callnya akhir-akhir ini. Jarinya terarah kelayar ponselnya yang mungkin terdeteksi Luhan akan menggeser tombol reject, namun tak diduga Luhan malah menggeser tombol dial dan menaruh ponselnya ditelinganya.
Dan tampak di Korea sana, sosok tubuh Hyerim yang sedang menyender di dinding langsung menegap dan tegang. Merasa tak menyangka Luhan akan menerima panggilannya yang sering kali diabaikan lelaki tersebut. Ditelan oleh Hyerim salivanya sebelum berfrasa.
“Luhan? Kamu mengangkat teleponku?” ujar Hyerim masih terselip perasaan tak percaya dan Luhan hanya bergeming mendengarkan suara gadis yang menelusupkan perasaan rindu dihatinya. “Cukup dengarkan aku dan jangan mematikan telepon ini, oke? Kamu masih mengerti Korea kan?” Luhan tak menjawabnya dan pandangan matanya jatuh ke bawah dengan sayunya.
Hyerim menyunggingkan senyum tipis dan meremas kuat ujung piyama putihnya serta mencengkam erat ponselnya. “Nan jinjja bogoshippoyo. Bogo sipta, ireon naega miwojilmankeum. Michildeut saranghaetteon gieogi jueokteul neoreul chatko itjiman deoisang sarangiran byeonmyeong neoreul gadul su eopseo. Mianhae jeongmal mianhaeyo, ige nae mamingeoryo. Nan jigeum angosipdago. (Aku benar-benar merindukanmu. Aku ingin melihatmu, karena ini aku jadi membenci diriku sendiri. Aku menjadi tidak waras ketika memikirkan semua kenangan cinta kita, semua keanehan karena cinta ini tidak bisa memenjarakanmu. Maaf sungguh maaf, inilah hatiku. Aku sekarang ingin memelukmu)”
Perkataan Hyerim tersebut tanpa jeda membuat Luhan tambah bergeming, hatinya seakan tertampar sesuatu apalagi ketika mendengar suara Hyerim yang menahan isak tangis. Karena sesungguhnya dipelupuk gadis jelita tersebut sudah hadir setetes kristal.
Hyerim mengangkat tangan untuk menghapus tetesan kristal tersebut yang mulai nakal turun membanjiri pipinya, cengkraman pada ponselnya menguat sama halnya dengan Luhan. “Jigeum neo sagwi nun saram issoyo? (sekarang apakah kamu sudah punya pacar)” tanya Hyerim membuat Luhan mengulas senyum tipis mendengarnya. “Diam bukan berarti iyakan?” tanya Hyerim kembali setelah hening beberapa waktu karena Luhan tak kunjung menjawab. “Geuraesseumyeon. (kuharap begitu)” ujar Hyerim membuat Luhan tambah tersenyum, benaknya seketika dipenuhi bayang-bayang wajah gadisnya tersebut.
“Hyerim…” tiba-tiba Luhan bersuara membuat Hyerim jadi gugup dan memasang telinga lebih jernih dengan tubuh tegap. “Apa kamu tahu seberapa mahalnya panggilan internasional? Walau Cina dan Korea Selatan tidak terlalu jauh, tapi tetap saja mahalkan?” ucapan Luhan membuat Hyerim tersenyum. Dalam lubuk hatinya, Hyerim sangat merindukan briton khas Luhan tersebut.
“Nan arayo (aku tahu), dan sekarang sepertinya sudah sangat larut,” ujar Hyerim ketika netranya menangkap waktu saat ini di jam dinding kamarnya. “Joheun kkum kweo gurigo… (selamat tidur dan)” digantungkan Hyerim perkataannya untuk menyelingkan menarik napas sesaat. “Imal hatjima, nan jeongmal geudaeman saranghae, Luhan. Keuno (jangan lupakan perkataanku ini, aku benar-benar mencintaimu, Luhan. Aku tutup ya)” itulah perkataan terakhir Hyerim sebelum bunyi ‘pip’ yang mewakilkan panggilan berakhir.
Turunlah ponsel milik Luhan tersebut oleh tangannya, mata lelaki tersebut pun turut memandangi ponselnya seakan-akan itulah sosok jelita Hyerim. Tatapan Luhan kosong namun mengandung arti mendalam. Dirinya tak mengatakan sepatah katapun bahkan membalas ungkapan cinta Hyerim. Senyum terpatri dicurva bibirnya diiringi ucapan.
“Nado jeongmal geudaeman saranghae (aku juga benar-benar mencintaimu).”
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
“Lapor. Pada tanggal 16 Maret 2016, Kapten Luhan berserta tim delta ditugaskan menuju Urk. Laporan selesai, hormat.”
Tangan Luhan terangkat untuk hormat kepada komandan pasukan khusus setelah selesai melaporkan ketugasaannya ke Urk─negara pecahan Yugoslavia. Sang Komandan sedikit mengangguk menerima laporan Luhan yang sudah menurunkan tangannya dan kembali istirahat di tempat.
“Kembalilah dengan selamat,” pesan Komandan.
Luhan pun menggerakan tangannya untuk bersikap siap dan menjawab, “Siap,”
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
“URK? SERIUS? AKU JUGA AKAN JADI RELAWAN DI SANA!” seruan Lian sukses membuat pengunjung cafe langganan Yixing dan Luhan tertoleh padanya. Membuat kedua pria yang sedang bersamanya malu setengah mati.
“Pelankan suaramu Wu.” ujar Luhan yang kemudian menyesap espressonya.
Disenderkan oleh Lian tubuhnya yang semula tegak dan sedikit condong ke depan, ke senderan kursi. “Aku tak menyangka kita bisa bertugas di satu tempat bersamaan. Jarang sekali dokter dan tentara bersamaankan, ya kecuali dokter tentara seperti Hyerim,” gumam Lian sambil sedikit memiringkan kepalanya dan tersenyum, dirinya seakan tak peduli Luhan yang hampir tersedak dan menumpahkan isi espresso yang sedang diminumnya ketika Lian menyebutkan nama Hyerim.
Di sebelah Luhan, Yixing tampak bersiul-siul seakan tak tahu apapun dan menggaruk belakang kepalanya. Signal tersebut terdeteksi Luhan yang langsung menatap sahabatnya dengan mata menyipit serta tajam. Yixing yang sadar akan tatapan Luhan, menoleh dan tersenyum dibuat-buat.
“Ada apa Kapten? Ahahaha,” tawa Yixing renyah sambil mengambil satu kue cookies dan memakannya sambil tersanyam-senyum menjijikan pada Luhan.
Tatapan menyipit tersebut belum pudar membuat Lian yang hendak meminum kopinya terhenti membiarkan cangkir itu berada didepan mulutnya, gadis tersebut hanya menyaksikan tontonan asyik di hadapannya.
“Kamu benar-benar mulut ember,” desis Luhan membuat Yixing tertawa renyah.
“Dia memang ember,” ujar Lian santai seakan menaruh garam diatas luka, kemudian dirinya menyesap kopinya dengan nikmat dan memejamkan mata akan kelampiasan nikmat cairan tersebut dengan lagak yang sangat santai. “Ngomong-ngomong, bagaimana bila pasukan Korea Selatan ada di Urk juga. Kemudian ada Hyerim? Bukannya sangat asyik bila mantan dan mantan bertemu. Aku saja yang dokter biasa bisa pergi ke sana bersama kalian. Kenapa Hyerim yang sama-sama tentara seperti kalian tidak bisa?” ucap Lian sambil menatap Luhan menggoda. Lelaki itu jadi salah tingkah dan memilih meminum espressonya kembali.
“Ide bagus. Aku akan mengirim line ke Hyerim untuk ditugaskan di Urk. Ayahnya komandan pasukan khusus, pasti dirinya bisa ke sana,” kata Yixing riang diiringi ponselnya yang ditarik keluar untuk dijelajahi isinya dan menghubungi Hyerim akan idenya.
Luhan kembali menatapnya geram apalagi Yixing yang saat ini sedang menggerakan jempolnya santai dilayar sentuh ponselnya dengan mimik antusias. Sementara Lian tak jauh beda menatap Yixing berharap lelaki itu sungguhan menghubungi Hyerim.
“Hyerim bertugas juga di Urk kepalamu hah! Ke marikan ponselmu! Ke marikan!” seru Luhan sambil memukul belakang kepala Yixing namun tak berpengaruh sama sekali serta menarik badan untuk mengambil ponsel lelaki Zhang tersebut.
Tapi penggerakan Yixing lebih cepat dengan menyampingkan tubuhnya memunggungi Luhan dan menjauhkan jangkauan Luhan pada ponselnya, membuat kaptennya tersebut mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel hitamnya. “Terkirim!” seru Yixing penuh kemanangan sambil melihatkan pesan linenya pada Hyerim, lalu dirinya dan Lian berhigh five ria membuat Luhan mendengus.
║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║
“Luhan akan ditugaskan ke luar negeri,” tiba-tiba Hyerim berujar membuat Jieun yang sedang berada di ruangannya, menatapnya terkejut dengan mata membulat.
Hyerim yang memakai seragam tentara serta jas dokternya hanya tersenyum lebar sambil melipat tangan didepan dada, gadis Kim itu sedang duduk di kursi kerjanya dan membiarkan Jieun mendudukan setengah bokongnya di meja kerjanya.
“Serius?” timbal Jieun yang kemudian melemparkan kacang kemulutnya dan mengunyahnya. Hyerim mengangguk masih dengan senyumannya. “Jarakmu dan Luhan makin terkikis saja kalau begitu, ahaha,” Jieun melayangkan gurauan sambil menatap Hyerim dengan tatapan lucunya serta kepala sedikit menunduk.
Diangkat oleh Hyerim kedua bahunya, “Ya, kalau dulu aku bisa kabur semalam untuk ke Beijing. Sekarang untuk ke Urk sangat jauh, tak bisa pulang-pergi meskipun naik pesawat seperti Beijing dan Seoul,” dimiringkan oleh Hyerim kepalanya dengan raut kecewa dan tangan yang masih terlipat didepan dada.
“Memangnya Luhan ditugaskan ke mana?” tanya Jieun sambil tetap mengunyah kacang yang ia bobol dari toples meja kerja Hyerim sambil menatap sahabatnya itu penasaran.
“Sudah kubilang dia ke Urk. Jauh sekalikan? Aku tak bisa kabur semalam untuk mengunjunginya,” desah Hyerim dengan bibir mengerucut sebal dan hal tersebut mengundang tawa Jieun yang tak bisa dicegah.
“Kamu benar-benar tergila-gila padanya dan sangat mencintainya. Padahal aku sudah mengatakan padamu untuk melupakan Luhan tempo itu ketika kamu ada janji bertemu dengan Kapten Choi dan keluarganya.” Jieun merasa kacang yang ada dipersedian tangannya habis dan dirinya pun menarik toples kacang di sebelahnya lalu membukanya serta diembat kembali isinya untuk disalurkan keperutnya.
“Ya, aku memang mencintainya,” kata Hyerim dengan tangan kanan mengepal dan sedikit mengebrak meja diiringi tubuhnya yang menegap tanpa bersender ke kursi seperti tadi. Perlakuannya membuat Jieun terlonjak dan kaget, gadis itu langsung menatap Hyerim sedikit jengkel.
“Ah kamu ini membuatku kaget saja! Jadi, bila kamu mencintainya, apa yang akan kamu lakukan?” ucap Jieun hampir seperti berseru sambil menatap Hyerim jengkel, kemudian memakan kacang yang masih tersisa ditangannya.
Hyerim menolehkan kepala sedikit mendongak ke arah Jieun dan senyum lebar terpatri diparas ayunya, dirinya pun siap meluncurkan lontaran yang akan menjawab pertanyaan Jieun sekon yang lalu. “Aku akan menyusulnya ke Urk.” Hyerim menjawab mantap.
─To Be Continued─
P.S : CHAPTER 2 SUDAH TERSEDIA DI [www.hyekim16world.wordpress.com]
LAHULA AKHIRNYA FF INI PUBLISH CHAPTER 1NYA /SUJUD SYUKUR/
Percayalah ini FF udah ditulis pas Juli lalu LMAO, pas lagi summer holiday yang panjang membuat diri ini tergoda streaming DOTS walau telat. Kemudian baper dan nulis FF abnormal ini dan FF ini belum kelar, lagi stuck pre-finalnya -_-
Tapi kalo updatenya selang-seling terlalu cepet gak akan terlalu membekas kan? Makanya aku publish aja karena FFku yang sebelah tinggal 1 chapter plus Epilog END.
Kalo ada typo, maafkan ya selama 3 bulan ini udah dibetain dan udah dimelekin lagi tapi tetep aja kadang si typo kampret gak mau musnah.
Untuk masalah latar negara Urk, aku ngikut drama aslinya. Karena sesungguhnya Urk itu gak ada, dari yang aku baca DOTS membuat negara fiksi ini karena takut ada kritikan/konterversi bila menggunakan negara Irak. Urk sendiri yang aslinya ada itu nama kota di Belanda. Tapi bagi kalian penggemar DOTS, udah taukan view negara fiksi ini yakni Urk? Negaranya indah dengan jalan-jalan bergunung-gunung dan negara ini adalah negara pesisir, banyak bangunan kuno bergaya neo klasik dan gothik, warganya itu campuran ras antara Kaukasia dan Arab. Visualisasi Urk di DOTS itu adalah negara Yunani dan tak lupa Pantai Navagio yang ada kapal terdamparnya.
Dan alasan aku pake nama Urk juga biar gak ngundang kritik /apa/ ya intinya kan udah kebayang dibanding pake negara konflik yang lainnya yang nyatanya ada.
Oke balik ke FF abnormal ini, semoga kalian suka openingnya. Panjaaaanggggg banget loh ini; 17 pages & 6335 words (tanpa spasi, dengan header fanfic dan tulisan TBC)
Last, support FF ini melalui kolom komentar ya jangan lupa ^^
-salam manis, HyeKim-
