Quantcast
Channel: EXO Fanfiction
Viewing all 4828 articles
Browse latest View live

This Love – Chapter 1 

$
0
0

​​ir-req-this-love-21

This Love Chapter 1

A fanfiction Written by HyeKim ©2016

Starring With : Luhan as Luhan || Hyerim (OC) as Kim Hyerim

Genre : AU, Romance, slight!Sad, a bit Comedy || Lenght : Chapter || Rating : PG-15

Poster By : IRISH @ Poster Channel

Summary :

Ketika 2 pasukan tentara dari negara berbeda disatukan dalam lika-liku hubungan cinta. Keduanya dipertemukan namun jarak yang memisahkan serta restu dari orang tua pun menjadi penghalang. Hanya sepenggal kisah antara Luhan, salah satu pasukan khusus dari China dan Hyerim, seorang dokter tentara dari Korea Selatan. Bagaimana kelanjutan kisah keduanya?

Note :

FF ini terinspirasi dari kisah cinta Yoon Myeong Ju dan Seo Dae Young dari drama korea populer descendant of the sun serta lirik dari soundtrack drama tersebut. Namun dari segi cerita yang ada sudah diubah oleh saya sendiri. Bila ada adegan yang dicetak miring/italic itu menandakan sebuah kilas balik/flashback.

Disclaimer :

This is just work of fiction, the cast(s) are belong to their parents, agency, and God. The same of plot, character, location are just accidentally. This is not meaning for aggravate one of character. I just owner of the plot. If you don’t like it, don’t read/bash. Read this fiction, leave your comment/like. Don’t be plagiat and copy-paste without permission.

HAPPY READING

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║


If time returned

Would memories be erased?

Those words that couldn’t say

Do you know my words?

I made you feel tired

Making you live in tears

My heart feels sorry like this

But I have told you

I can’t live without you

To me, it’s only you

Time only passes if it is filled with you

I love you, thank you so much

[Davicihi  This Love (ost. Descendants of The Sun)]


Malam memang waktu istirahat untuk para manusia. Apalagi ketika tenaga para manusia tersebut terkuras habis karena pekerjaan. Namun istilah tersebut tidak berlaku bagi para lelaki yang memilih bergadang untuk menyambut kedatangan dua orang rekannya kembali ke China. Kaum adam tersebut tampak sedang minum-minum di restoran yang buka 24 jam.

“Selamat untuk Luhan dan Yixing yang sudah menjadi kapten dan sersan mayor. Selamat juga atas kerja keras kalian yang beruntung bisa sekolah di Korea,” ucap salah satu dari mereka sambil mengacungkan gelas berisi arak. Kemudian disambut riuh oleh yang lainnya.

“Terimakasih semuanya sudah menyambut kita berdua,” ujar Yixing sementara Luhan hanya tersenyum di sebelahnya. Lalu merekapun bersulang untuk kesekian kalinya dan memasukan arak tersebut ketubuh mereka.

Entah Luhan peka atau tidak acara tersebut dideskisikan untuknya sekaligus Yixing, karena lelaki tersebut tampak sering kali termenung dan bahkan tak mengeluarkan suara. Ketika ada yang bertanya padanya, dirinya hanya sekedar mengangguk ataupun menggeleng. Atau yang parahnya hanya melempar senyum.

“Heh! Kapten!” hingga salah satu anggotanya yang bernama Wang Jackson menyapa Luhan dan duduk di sebelahnya. “Kenapa irit sekali dirimu bicara? Tidak senang sudah naik pangkat menjadi kapten?” tanya Jackson sambil merangkul Luhan, yang dirangkul hanya menampilkan senyum tipis.

“Aku senang,” akhirnya Luhan buka suara diiringi masuknya minuman beralkohol tersebut ketubuhnya. Jackson tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu Luhan.

“Ngomong-ngomong Kapten…” tiba-tiba Jackson berbisik ditelinga Luhan. “Apa kau menemukan wanita cantik saat di Korea?” tanya Jackson sambil menampilkan cengirannya. Namun hal tersebut membuat Luhan bergeming kembali dan menampilkan raut sendu.

“Wanita cantik kepalamu hah!” suara Yixing seketika menyerobot sambil memukul kepala Jackson, ternyata lelaki tersebut mendengar pertanyaan Jackson dan menangkap Luhan langsung berubah sendu kembali.

Jackson sekarang hanya mengaduh kesakitan sambil mendumel pelan. “Hey! Zhang Yixing, artis Korea kan cantik-cantik seperti Kim Taehee. Siapa tahu Luhan menemukan satu di Korea.” ujar Jackson sambil mencibir.

“Kalaupun menemukan satu seperti Kim Taehee, wanita itu mana mau denganmu.” balas Yixing.

“Ya, kenapa? Aku ini…─”

Diacuhkan oleh Luhan pertikaian tersebut. Kedua orang itu memang sering kali bertengkar, bahkan sekarang Yixing dan Jackson saling pukul-memukul kepala mengingat tangan Jackson yang sudah tidak merangkul Luhan sedaritadi. Luhan yang duduk di ujung dan berada pas di sebelah jendela, mengadahkan kepalanya kelangit kemudian tersenyum tipis. Dirinya seakan melihat sosok wajah manis tersebut walau gadis tersebut berada di Korea nun jauh di sana. Seketika rindu menjelajari diri Luhan. Luhan rindu pada Hyerimnya.

“Jackson, asal kamu tahu. Aku menemukan satu wanita tercantik di Korea…” tahu-tahu Luhan buka suara membuat pertikaian kekanak-kanakan Jackson dan Yixing terhenti, bahkan mampu mempause kegiatan para rekannya yang lain karena semuanya tertarik akan topik yang diangkat Luhan. “Dirinya sangat berarti untukku juga aku sangat berarti untuknya.” Luhan menerawang ketika mengucapkannya.

Ketika menoleh kembali ke belakangnya, semua mata tertuju padanya dengan berbagai binar yang sangat kontras. Termasuk Jackson yang menampilkan binar penuh keminatan akan gadis yang Luhan bahas. Namun hanya Yixing yang menatapnya prihatin.

“Ayo kita minum lagi,” satu ucapan dari bibir Luhan membuat acara minum-minum kembali dilaksanakan. Dalam hati, Luhan terus mengucapkan kerinduannya pada gadisnya.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

“Aku ingin rasanya jadi dokter biasa dan menjadi relawan,” seorang gadis tampak sedang menyisir rambutnya di depan meja rias, di sebelahnya tampak seorang gadis cantik yang lainnya. “Kemudian aku akan menjadi dokter relawan di China.” gadis tersebut─Kim Hyerim, tampak tersenyum lebar akan idenya tersebut.

“Kamu ini Letnan tapi isi otakmu cumi-cumi ya,” ucap Oh Jieun sambil geleng-geleng. Hyerim mendongak sedikit untuk menatap Jieun yang berdiri di samping kanannya, “Di China tidak ada kesulitan apapun hingga membutuhkan dokter relawan. Dasar bodoh!”

Mendengar hal tersebut membuat Hyerim mengerucutkan bibirnya, merasa ide yang dianggapnya brilian tadi tak mungkin terwujud. “Bersyukur sajalah menjadi dokter tentara. Dirimu bisa menjadi dokter dan tentara diwaktu bersamaan,” Jieun dengan santainya mendudukan setengah bokongnya di meja rias Hyerim sambil melipat kedua tangan didepan dada dan menatap gadis tersebut.

“Seragam tentaramu mengingatkanku untuk segera bertugas,” ujar Hyerim melihat seragam loreng yang melekat ditubuh Jieun.

Jieun tak meresponnya, namun dirinya berkata, “Kamu ini cantik, punya masa depan memidai serta kekayaan dan uang, ditambah dirimu ini anak letjen yang merupakan komandan pasukan khusus. Hyerim-ah, dirimu tinggal menunjuk satu lelaki dan lelaki tersebut pasti ingin bersamamu bahkan rela menjadi budakmu. Maka dari itu…” Jieun memberhentikan kalimatnya sebentar guna menghela napas sesaat, dan Hyerim hanya menatapnya kosong. “Lupakanlah Luhan.”

Itulah lanjutan ucapan Jieun yang sudah diprediksikan Hyerim. Raut wajah Hyerim berubah menjadi sendu bahkan sangat sendu. Tatapan prihatin dilayangkan Jieun pada Hyerim yang seakan jiwanya terangkat ke langit ketujuh.

“Aku masih mencintainya, Ji.” Hyerim menundukan kepalanya sambil menatap miris bercampur emosi gaun putih yang melekat ditubuhnya sekon ini.

Jieun menghela napasnya, “Kapten Choi Minho bukannya tampan? Kalian bahkan lebih dulu saling kenal dibanding dengan kamu dan Luhan.”

Mendengar nama Minho membuat Hyerim teringat kenapa hari ini dirinya absen bekerja serta alasan kenapa dirinya memakai gaun ini. Klasik, ayahnya berniat menjodohkannya dengan Minho, seorang kapten dari pasukan khusus tim alpha Korea Selatan. Dan bisa ditebak, ayahnya menentang hubungan Hyerim dan Luhan. Melihat sahabatnya yang mendadak menbung atau bahasa lainnya mental breakdown, hal ini membuat Jieun jadi kasihan padanya.

“Tampan dan mengenal lebih dahulu tak memastikan cinta akan tumbuh,” ujar Hyerim yang kemudian melangkahkan kaki pergi meninggalkan kamarnya dan Jieun hanya menatapi punggung sahabatnya.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

Libur memang sebuah anugerah. Itulah yang dirasakan oleh Luhan. Lelaki tersebut menatap langit kota kelahirannya yang selama 2 tahun terakhir ini tidak ia nikmati. Ditangannya terdapat gelas kecil dilengkapi oleh botol arak yang berdiri di sebelah Luhan yang sedang duduk di dipan atap rumahnya.

“Heh Lu,” suara Yixing menyapa membuat Luhan melirik sekilas sahabatnya tersebut yang berjalan ke arahnya kemudian duduk di sebelahnya.

“Kapan kamu datang?” tanya Luhan sambil menatap Yixing yang wajahnya sangat sumringah.

“Baru saja, ibumu langsung membukakan pintu untukku,” jawab Yixing kemudian meraih botol minuman alkohol milik Luhan dan langsung meminumnya dari botolnya langsung.

Melihat perlakuan Yixing membuat Luhan memasang raut kesal dan mendesis. “Hey! Itu minumanku, main saja meminumnya,” gerutu Luhan kemudian mengambil atau lebih tepatnya merebut paksa botol tersebut dari Yixing.

Yixing menghela napas tanda minuman tersebut sangat nikmat, dirinya menampilkan senyum lesung pipitnya serta wajah tanpa dosa pada Luhan. Lalu Yixing pun merangkul Luhan yang masih mencibir karena ulahnya.

“Ayolah, kamu ini pelit sekali. Hari ini hari libur, biarkan aku juga menikmati arak atau minuman alkohol yang lain.” kata Yixing sambil mengedip-ngedipkan matanya yang mana malah membuat Luhan bergidik ngeri.

“Tapi tidak dengan meminum punyaku!” seru Luhan yang kemudian meneguk kembali araknya namun mengikuti cara Yixing yang meminum langsung dari botolnya.

“Eh Lu, kita ini jarang sekali libur. Kemarin malam kita sudah pesta minum bersama yang lain, bagaimana bila malam sekarang kita minum kopi di cafe…─”

Suara dering ponsel Luhan terdengar membuat Yixing menghentikan ucapannya. Luhan melirik ponsel yang terletak di antara kedua paha kakinya yang duduk bersila. Benda mungil tersebut masih setia bergetar dan menampilkan ID kontak yang sudah tak asing bagi Luhan. Lelaki tersebut mengambil ponselnya dan menatap dalam tulisan nama Kim Hyerim yang muncul dilayar ponselnya.

“Dia masih menghubungimu?” tatapan mata Yixing berubah menjadi miris pada Luhan dan juga ponsel lelaki tersebut.

Luhan hanya bisa menghela napas dan mengangguk, kemudian dirinya menggeser jarinya dilayar ponselnya untuk tidak mengangkat panggilan Hyerim. Setelah itu, ponselnya ia masukan ke saku celana jeansnya. Kembalilah Luhan dengan meminum araknya kemudian mendesis sambil memejamkan mata merasakan efek alkohol minuman tersebut.

“Harusnya kamu ini tidak meminta putus dengannya bila hal tersebut membuatmu sakit hati.” ujar Yixing namun Luhan seakan pura-pura tuli akan ujaran sahabatnya dan hanya memandang ke depan, ke arah rumah-rumah yang berjejer rapi di bawah atapnya.

“Bukannya kamu mengajakku ke cafe, ayo kita ke cafe sekarang.”

Dialihkanlah oleh Luhan topik tentang kekasih atau lebih tepatnya mantan kekasihnya, Hyerim. Luhan pun sudah berdiri dan menggerakan kepala seakan kode untuk pergi. Langkah pun akhirnya tercipta dari Luhan yang turun dari dipan dan meninggalkan atap. Kemudian disusullah oleh Yixing.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

Cafe yang terletak di tengah kota Beijing itu masih ramai walau malam kian larut. Dapat dilihat kedua sahabat yang sedang menikmati minumannya masing-masing dan saling duduk berhadapan. Sahabat tersebut tak lain dan tak bukan adalah Yixing dan Luhan.

“Kamu pesan espresso? Tumben sekali,” Yixing menyerukan pemikirannya saat satu espresso dan satu coffe latte─pesanannya, datang. Mendengar frasa tersebut dikeluarkan dari mulut Yixing, Luhan hanya menarik ujung bibir tersenyum.

“Ah… aku ingat…” telunjuk dan jempol Yixing dijentikan oleh Sang Empunya disertai wajah yang seakan baru menemukan jawaban riddle tersulit. Luhan yang sedang meminum espressonya memandang Yixing seakan bertanya ‘memangnya apa?’ dan Yixing pun membungkukan tubuhnya ke depan sambil tersenyum menggoda. “Kamu selalu minum espresso berdua Hyerim jadi bisa disimpulkan, kamu sedang merindukannya.”

Perkataan tersebut sukses membuat Luhan tersedak dan Yixing tertawa kecil. Kemudian pemuda yang berhasil menggoda Luhan tersebut, akhirnya menikmati secangir coffe latte pesanannya beberapa sekon lalu. Tapi perkataan Yixing ada benarnya juga, karena Hyerim, dirinya jadi terbiasa meminum espresso tersebut. Seketika pikirannya menerawang kemasa lalu.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

Hyerim meminum espressonya sambil menatap Luhan yang sedang mengerucutkan bibir sebal karena dipaksa meminum jenis kopi pilihan kekasihnya tersebut. Senyum geli berusaha Hyerim tahan tatkala dirinya masih menyetor cairan kopi tersebut ketubuhnya. Hingga akhirnya Hyerim menaruh cangkir kopinya sambil tersenyum menahan tawa pada Luhan yang sedang meminum espressonya dengan terpaksa. Lelaki tersebut melirik Hyerim yang sedang tersenyum-senyum tak jelas, kemudian mendapati bibir gadis tersebut belepotan sisa espresso berwarna putih dibibirnya.

“Kamu seperti anak kecil,” komentar Luhan setelah meneguk sebagian espresso miliknya. Komentaran Luhan tersebut membuat Hyerim keheranan dengan menautkan kedua alisnya.

“Bibirmu belepotan,” Luhan memperjelas membuat Hyerim menengokan kepala ke kaca cafe di sebelahnya, namun beberapa saat kemudian Hyerim menampilkan senyum lebarnya seakan mendapatkan sesuatu.

Kepala Hyerim tertoleh kembali pada Luhan yang sedang meminum espressonya kembali walau masih setengah hati. Hingga akhirnya Hyerim mencodongkan tubuh ke depan dengan sedikit berdiri dan membungkuk.

“Congso hasipsio (tolong bersihkan).”

Dipejamkan oleh Hyerim kedua matanya diiringi bibirnya yang dimajukan. Luhan peka akan kode Hyerim, namun dirinya hanya tersenyum lebar menahan kekehan. Kemudian jempol kanan Luhan terangkat mengelus bibir atas Hyerim yang terkena belepotan tersebut. Setelah itu, gadis bersurai hitam lurus tersebut membuka matanya. Luhan hanya mengulas senyumnya dengan tangan dilipat didepan perut. Dan Hyerim tampak menampilkan raut kecewa sambil bibir bawahnya terangkat menyapu bibir atasnya.

“Hanya itu?” pekik Hyerim dan Luhan hanya menggerakan badannya sedikit ke samping dan kepala dimiringkan ke kiri, lalu kedua bahu lelaki tersebut terangkat. Perilaku Luhan membuat Hyerim mencibir dengan raut kesal yang membuat kekasihnya yang tak lain Luhan ingin tertawa.

“Aish jinjja (yang benar saja).” Hyerim menggerutu dengan tangan dilipat didepan dada dan membuang muka ke sebelah kanan dengan sebalnya.

Sesekon, dua sekon, tiga sekon terbiarkan oleh Luhan yang menatap Hyerim dengan senyum geli. Sampai finishnya ketika Luhan bangkit dari duduknya dan membungkuk ke arah gadisnya yang sudah menatapnya heran, kemudian sebuah kecupan diberikan Luhan dikening Hyerim. Mana hal itu membuat gadis Kim tersebut membuka mulut dengan sedikit celah berbentuk o dan air wajah seperti orang dungu. Sekarang Luhan pun tampak sudah kembali duduk di depannya.

“Sudahkan keinginanmu terpenuhi? Apa cukup?” tanya Luhan sambil menatap Hyerim dengan satu alis terangkat dan wajah menggodanya. Hyerim tampak menyunggingkan senyum lebar sampai melihatkan deretan giginya yang rapi dan mengangguk sambil menyibak helaian rambutnya kebelakang telinga. Hal tersebut membuat Luhan geleng-geleng dan meminum kembali kopinya.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

“Hai, hai, hai..” Yixing menjentikan jarinya didepan wajah Luhan yang langsung tersekiap. Yixing melayangkan tatapan tak percaya sambil geleng-geleng kepala pada Luhan yang sedang mengerjap-ngerjapkan matanya kemudian menatapnya bingung. “Dirimu sungguh merindukan Hyerim, ya.”

Dan ruh Luhan pun sekarang seakan kembali lagi kewaktu saat ini. Dimana hanya ada dirinya dan Yixing, sahabatnya. Bukannya dirinya dan Hyerim. Kenangan manis tersebut seketika membayangi Luhan yang sekarang menyeruput kembali espresso yang dulu sangat tidak ia sukai.

“Lebih baik kutelepon Hyerim saja ya.” Yixing berujar jahil membuat Luhan hampir tersedak dan langsung menurunkan cangkirnya dan menatap Yixing seakan-akan ingin melahap pria tersebut hidup-hidup ketika lelaki bermarga Zhang tersebut mengambil ponselnya dan diletakannya ditelinganya setelah membedah isi daftar kontaknya terlebih dahulu.

Yeboseyo Hyerim-ah,” suara Yixing terdengar sangat dilembut-lembutkan membuat Luhan mendengus keras.

“Kamu ini membangunkanku saja, akh! Sungguh meganggu.” suara Hyerim terdengar sangat jengkel di sebrang sana membuat Yixing terkekeh pelan.

“Aku sedang bersama kekasihmu tercinta lho. Dia sangat, sangat, sangat, merindukanmu,” kata Yixing dengan aksen berlebihan. Luhan pun menatapnya tajam.

“Yang benar?” pertanyaan Hyerim tersirat sangat antusias.

“Benar. Bahkan dia mengatakan ‘Hyerim-ah, bogoshipeo jukesyo (aku merindukanmu sampai ingin mati rasanya) aku ingin kita berbaikan kembali. Aahhh Hyerim-ah, uuuuuu’.” mata Yixing terpejam dengan kepala mendongak seakan berfantasi akan satu hal menjijikan. Tak tahan akan lakon sahabatnya, Luhan memukul kepala Yixing membuat lelaki tersebut meringis dan menatapnya jengkel dan timbal balik Luhan pun sama bahkan lebih jengkel.

“Aku tidak seperti itu!” desis Luhan pelan berharap Hyerim tak mendeteksi keberadaannya.

“Menjijikan sekali.” Hyerim bersuara kembali dibalik sambungan telepon Yixing.

Yixing hanya menatap Luhan acuh sambil mengangkat bahu, kemudian kembali menyahuti suara Hyerim di Korea sana. “Ya, dan kekasihmu sekarang sedang meminum espresso. Ah kamu membuatnya berubah menjadi pecinta espresso.”

Terlanjur kesal, Luhan meraih cangkir espressonya yang sebentar lagi akan habis. Diminumnya hingga espresso tersebut tak tersisa sama sekali dan tatapannya terus tertuju pada Yixing yang terus menggosipinya pada Hyerim. Lalu netra Yixing terjatuh pada wajah Luhan yang sangat geram, namun bukannya takut. Tawa Yixing lah yang meledak melihat sisa espresso berwarna putih dibibir Luhan.

“Ahahaha, Hyerim. Kutelepon lagi nanti, aku merindukanmu juga ngomong-ngomong,” sambungan pun berakhir dan Yixing menekan tombol reject dan menaruh ponselnya. Lalu kepalanya tertuju pada Luhan dan tawanya meledak kembali. “Ahahaha,” bahkan meja keduanya pun sampai dipukul-pukul Yixing.

Tingkah laku seorang Zhang Yixing sedaritadi membuat Luhan mengerutkan alisnya bahkan terlihat seakan alisnya menyatu. Sampai tangan Luhan pun terangkat pada akhirnya dan tertuju pada bibir atasnya. Dirasakan oleh Luhan sesuatu dibibirnya. Saat diturunkan jarinya, Luhan pun melihat sisa espresso menempel dijari-jarinya dan dirinya pun langsung berdecak.

“Yang benar saja,” Luhan menggeram dengan mulut bergerak kesal dan tangan kiri di atas meja terkepal menahan malu yang disebabkan tawaan Yixing yang puas dan masih berlanjut hingga kini.

Saat Luhan ingin membersihkan sisa espresso tersebut, terdengarlah suara ‘Ckrek! Ckrek!’ ala kamera yang mengabdikan sebuah momen. Dan ketika menoleh, kelereng matanya mendapati Yixing tersenyum puas menjepret beberapa kali Luhan yang belepotan espresso.

“Ehh…” desah Luhan sambil mengangkat tangan dan mengarahkan ke depan untuk menutupi wajahnya yang sedang menunduk. Namun Yixing tetap memotretnya. “Jangan foto aku Zhang Yixing!” seru Luhan sambil melambai-lambaikan tangan dan menatap sahabatnya yang sedang tertawa-tawa pelan tersebut dengan kesal.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

Kiyowo (lucu).”

Penggalan kata seorang dokter tentara yang tertera nama Kim Hyerim diseragamnya terdengar sambil menatapi ponselnya dan jarinya bergerak-gerak dilayar touchscreen tersebut untuk melihat gambar-gambar Luhan yang belepotan sisa espresso─yang mana mengingatkan Hyerim akan dirinya dulu, Hyerim mendapatkan gambar tersebut dari Yixing dan detik ini gadis tersebut sedang tersanyam-senyum melihat pengabdian gambar yang Yixing kirim melalui akun linenya. Sesungguhnya sekarang Hyerim sedang mengarahkan gunting dokter yang menjepit kapas berolesi obat merah dan menggerakannya diluka tangan kanan seorang prajurit. Karena terlalu sibuk memperhatikan wajah Luhan, gerakan tangan Hyerim jadi kacau dan bukannya menggerakan ke arah luka prajurit yang sedang diobatinya, namun malahan mengarahkan kebagian tangan yang lainnya yang tidak terluka.

“Hmmm… Letnan,” panggil Si Prajurit dengan raut ragu dan senyum dibuat-buat, tapi intensi Hyerim tak teralihkan padanya.

“Iya, iya, aku tahu kamu sakit. Tahan saja ya.” itulah jawaban Hyerim yang masih juga salah mengarahkan kapasnya membuat Si Prajurit tadi mendesah pasrah karena lukanya tidak diobati dengan benar seratus persen oleh Hyerim dan malah meninggalkan bercak obat merah dibagian tangan yang tak terluka.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

Siang pun sudah akan tergantikan tugasnya oleh sore yang menjelang. Di sebuah restoran sederhana tersebut terlihat sangat ramai oleh hiruk pikuk para kaum adam dan hawa.  Tampak sosok Zhang Yixing memasuki kawasan restoran tersebut, dirinya berulang kali hampir tertabrak pelayan yang membawa nampan pesanan. Akhirnya pemuda tersebut sampai dititik terang tujuannya, seorang gadis bersurai panjang sedang meminum arak yang disuguhkan. Yixing menggeleng kemudian duduk di hadapan Si Gadis. Wu Lian─gadis tersebut menyadari keabsenan Yixing di depan matanya, lalu ditaruhlah gelas kecil yang berisi arak barusan ke atas meja sedikit keras bahkan terdengar layaknya bantingan.

“Kenapa menghubungiku?” to the point lah yang dipilih Yixing kepada gadis manis tersebut.

Lian mengulum senyum kecutnya akan sikap Yixing yang seakan malas bertatap muka dengannya, “Setidaknya minum araknya dulu,” desis gadis bermarga Wu tersebut dan sekian waktu bergulir, Yixing menuangkan botol berwarna hijau yang menampung arak tersbut ke gelasnya kemudian meminumnya sambil memejamkan mata menikmatinya.

Senyum kecut yang tadi terpatri kian berubah menjadi senyum lebar diparas Lian, “Itu baru Yixing yang kukenal.” Lian bersajak seolah Yixing beberapa sekon kebelakang adalah orang asing dan respon dari sorotan utamanya tersebut hanyalah sebuah dengusan.

“Ya, aku bertanya kenapa kamu menghubungiku untuk ke sini? Untung saja aku sedang libur dan kamu ini dokter tapi sepertinya jam kosongmu banyak ya,” cecar Yixing sambil menatap sebal Lian. Bukan perkara sepele gadis itu menyuruh Yixing ke mari serta bukan juga perkara serius, hanya Lian meganggu waktu tidurnya di hari libur. Ya itu saja yang membuat Yixing dongkol.

“Aku dengar Luhan sudah memiliki kekasih dari Korea. Apa benar?” Lian memiringkan badan ke kanan dan menaruh sebagian tangan kanannya di atas meja dan menatap Yixing penasaran. Yixing pun langsung terbatuk-batuk lantaran tersedak araknya.

“Kamu tahu darimana?” alih-alih jawaban, timbal balik Yixing malahan pertanyaan juga serta tatapan yang sama─penasaran namun terselimuti menyelidik, serta curva mata yang menyipit.

Lian menggerak-gerakan bola matanya yang menatap ke bawah serta jarinya mengetuk pelan meja yang terbuat dari kayu tersebut. “Dari Jackson aku mendengarnya.” respon Lian dengan kepala memiring ke samping dan bahu sedikit terangkat.

Decakan terdengar dari Yixing mendengar nama teman ributnya dimiliter. Dalam hati dirinya mengumpat betapa embernya seorang Wang Jackson. “Dia ini mulut besar juga, kali-kali kusobek bibirnya,” gerutu Yixing pelan namun tak mencegah akan kesampaian ucapannya ketelinga Lian yang langsung menatapnya dalam.

“Jadi benar Luhan sudah pacaran?” kata Lian membuat Yixing yang semula menunduk menatapnya, lalu mengangguk. Lian menurunkan tangannya dari atas meja dan mendesah sambil sedikit mendongakan kepala ke atas dengan raut tak percaya.

“Bagaimana bisa?” desah gadis bernama lengkap Wu Lian itu.

“Tapi hubungannya sudah kandas asal kamu tahu,” ujar Yixing kemudian memilih untuk meminum araknya kembali setelah menuangkannya sedikit ke gelas miliknya.

Tatapan penasaran Lian tak bisa dicegah apalagi dengan tubuh yang sudah condong ke arah Yixing dan tangan dilipat di atas meja. “Kenapa bisa begitu? Dan bagaimana Luhan dan kekasihnya itu bertemu? Apa wanita itu cantik?”

“Kamu seperti robot penasaran saja menanyakan ini-itu tanpa jeda…” eluh Yixing dengan gelengan kepala serta tatapan tak percaya. Angkatan bahu serta senyum tanpa dosa dihadiahi Lian untuk merespon eluhan Yixing. “Wanita itu sangat cantik asal kamu tahu dan namanya adalah Kim Hyerim. Seorang letnan dan dokter tentara paling cantik di Korea, menurutku sih dan menurut para tentara di daerah Paju, Gyeonggi. Dirinya ideal untuk dijadikan kekasih. Cantik dan kaya melekat dalam dirinya. Ditambah ayahnya adalah letjen yang menjabat sebagai komandan pasukan khusus Korea Selatan.”

Dianggukan oleh Lian kepalanya diiringi mulutnya membentuk huruf o. “Luhan memang tidak pernah salah pilih.”

“Tentu, makanya cintamu dulu sempat ditolak olehnya,” ejek Yixing sambil menampilkan binar mata mengejek. Hal tersebut membuat raut Lian jadi kesal dan tangannya mengepal dan melayang memukul udara─bentuk ancaman untuk memukul pemuda Zhang tersebut, dan timbal balik Yixing hanyalah kekehan. “Kalau kamu masih penasaran bagaimana keduanya bertemu, akan kudongengkan.” mimik Lian langsung kontras berubah menjadi antusias, badan ditegakan, telinga siap mendengar, serta tangan dilipat kembali di atas meja. Kepalanya mengangguk-angguk menyuruh Yixing menggas start untuk berdongeng.

“Jadi saat itu…” Yixing mulai buka suara dan Lian makin antusias.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

 

Di sebuah klinik militer terbaring tubuh seorang lelaki yang lahir dengan nama Luhan. Dirinya berdecak kesal, kenapa harus stamina tubuhnya menurun menyebabkannya sakit mendadak begini. Padahal tujuannya jauh-jauh ke Korea untuk sekolah kemiliteran yang berpengaruh akan kenaikan pangkatnya.

“Naega wae? (kenapa harus aku)” samar terdengar suara gadis menyerukan hal tersebut. Bayangan Sang Gadis yang sedang melayangkan aksi protes tersebut terlihat sedikit di balik tirai yang berada di sebelah ranjangnya, yang mana menutupi tempat Luhan berbaring saat ini.

“Apa salahnya mengobati pasukan dari China itu?” timbal suara seorang lelaki, nampak Si Gadis tadi menghela napas.

“Yojeum bappayo, sunbae. (aku sibuk hari ini, senior)” terdengar nada gadis tersebut memelas namun sepertinya tak mempan sama sekali lantaran jawaban Sang Senior yang kentara sekali tak terpengaruh.

“Sibuk mengatur kencan dengan Letnan Choi Minho sih iya, sudah sana obati pasukan itu. Rasis sekali dirimu.”

Terdengar langkah kaki menjauh yang pasti dari dokter tentara lelaki tadi serta langkah kaki mendekat ke arah Luhan yang pasti pemiliknya dokter tentara wanita yang banyak alasan tadi. Kemudian tampaklah raut gadis yang jelas-jelas Luhan dengar menentang untuk mengobatinya, terlihat lesu dengan bahu turun dan fokus mata terarah ke bawah. Namun ketika sampai di depan Luhan dan sadar lelaki itu memperhatikannya. Hyerimnamanya tercetak jelas diseragamnya, menegakan tubuh dan mengulum senyum. Kedua pandang mereka pun bersibobrok. Waktu seakan tak bergulir. Detakan jantung seakan terasa sekali hingga membuat Hyerim mengumpat menyuruh jantung bodohnya berhenti berdetak. Begitupula Luhan yang meneguk ludah gugup melihat sosok dokter yang malah menyerupai seorang bidadari.

“Annyeonghaseyo,” Hyerim membungkuk ketika rasa canggung menyelimuti. Luhan mengangguk sambil membungkukan badannya walau sedikit. “Anda pasukan dari China yang sakit itu kan? Saya… akan memeriksa anda.” Hyerim berujar dengan sedikit gugup, sial.

Kemudian Hyerim pun mulai memeriksa Luhan yang dikabarkan nyaris pingsan saat test fisik beberapa waktu yang lalu. Tangan Hyerim memegang pergelangan tangan Luhan untuk diperiksa nadi kemudian tangannya diarahkan kemata lelaki tersebut untuk memeriksanya juga. Dan sialannya hatinya maupun hati Luhan berdesir hebat tiap kali bersentuhan.

“Anda hanya kurang darah, bisa dibilang anemia. Terlalu lelah, porsi tidur tersita karena belajar mungkin, dan porsi makan yang tak cukup untuk stamina tubuh. Hanya perlu beberapa vitamin dan obat,” jelas Hyerim yang kemudian meraih note yang ada di naskas sebelah ranjang berserta pulpennya, kemudian menuliskan obat dan vitamin apa untuk Luhan.

Diam-diam Luhan memperhatikan wajah Hyerim sambil mengulas senyum lebar dan terselubungi rasa pesonanya, gadis di depannya ini penuh karisma. Bisa dibilang, Luhan jatuh cinta pada pandangan pertama. Luhan memiringkan tubuhnya ke arah Hyerim dan masih lengkap dengan senyumannya, sementara intensi Sang Gadis masih terpenuhi oleh note yang masih setia ia tulisi.

“Apa sekarang aku boleh keluar dan kembali kekegiatanku semula?” tanya Luhan yang mulai beranjak setelah menikmati pahatan Maha Pencipta yang sangat indah. Hyerim yang menyadari kaki Luhan sudah menggantung untuk turun dari ranjang, segera mencegahnya dengan mencekal lengan kanan pemuda tersebut membuat Luhan menoleh padanya.

“Kau bisa setiap hari ke klinik bila memaksakan diri seperti ini,” ucap Hyerim dengan nada tegas dan dalam.

“Kalau begitu biarkan aku ke klinik setiap hari.” timbal Luhan diiringi raut tak peduli dan menepis tangan Hyerim kemudian melanjutkan diri turun dari ranjang.

Digeret langkahnya oleh Luhan menuju luar ruangan klinik tersebut. Tapi baru saja sekitar dua jengkal lagi menyampai mulut pintu keluar, tangan Hyerim kembali mencegatnya dan menatapnya tajam dengan wajah jengkel. Luhan balas menatap wanita tersebut santai dan wajah yang seirama pula.

“Baiklah, kau bisa ke klinik setiap hari dan menemuiku. Aku akan mengingatkanmu makan dan bahkan menemanimu makan. Memberikanmu obat serta vitamin bahkan aku yang akan menyendokannya langsung kemulutmu. Setiap hari pukul 2 siang temui aku di klinik dan jangan temui dokter lain. Apa kau puas?” seru Hyerim dengan satu tarikan napas menyebabkan napasnya terengah saat ini. Senyum lebar tercampur smirk tersebut tercipta dibibir Luhan.

“Puas sekali, jam 2 siang di klinik kan? Kenapa serasa seperti kencan setiap harinya?” gumam Luhan membuat Hyerim yang napasnya masih terengah, mendadak jadi dilanda rasa gugup.

“Terserah kau saja,” desis Hyerim yang kemudian menurunkan cekalan tangannya dari tangan Luhan yang detik kini sedang mengangguk-angguk.

“Baiklah, sampai bertemu besok dokter…” mata Luhan menatap Hyerim dengan raut menunggu sebuah jawaban.

Sebelum menjawab, Hyerim menghembuskan napas terlebih dahulu dan memejamkan mata sesaat. “Kim Hyerim,”

Luhan mengangguk dengan senyum riangnya, “Kim Hyerim. Dan Luhan,” diperkenalkanlah oleh Luhan dirinya serta tangannya terulur guna menjabat tangan Hyerim.

Respon Hyerim hanya menatap tangan tersebut heran kemudian kepalanya pun ditolehkan ke samping kiri diiringi senyuman yang sedikit menampilkan gigi putih bersihnya seakan-akan dirinya mentertawakan Luhan.

“Ya, salam kenal.” balas Hyerim yang kemudian berjalan meninggalkan Luhan tanpa menjabat tangan lelaki itu. Luhan menatap bergantian tangannya dan berbalik menatap punggung Hyerim menjauh, harga dirinya seakan diinjak-injak oleh gadis itu yang tidak mau menjabat tangannya yang sudah terulur ke belakang dan disembunyikan dibalik punggung.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

Daebak (keren),” ujar Lian dengan wajah tanpa ekspresi namun terkagum-kagum akan dongeng awal pertemuan serta cinta pada pandangan Luhan dan Hyerim. Mulut gadis itu sampai terbuka lebar, sangking menghayati ceritanya, Lian tak peka akan signal Yixing menatapnya heran.

“Sejak kapan kamu ini belajar bahasa Korea?” tanya Yixing dengan tangan terlipat didepan dada dan tatapan mata penasaran.

Lian tak langsung menjawab, dirinya mengambil kue beras terlebih dahulu dan mengigit ujungnya yang kemudian dikunyah oleh gigi-giginya. “Sejak kamu dan Luhan pergi sekolah ke Korea, hanya beberapa kosa kata yang aku bisa.”

“Ckckckck, kamu sangat menyukai Luhan ya walau one love side,” kata Yixing sambil berdecak dan geleng-geleng, lalu dirinya turut andil menjamah kue beras yang akhirnya tersisa dua lagi.

Saat menguyah kuenya, Lian memaju-majukan bibirnya pertanda jengkel akan ucapan Yixing. “I am not love Luhan anymoreHash, kenapa jadi bahasa Inggris yang kita pakai? Ya intinya aku hanya mau sok-sokan memakai bahasa Korea jikalau kalian dengan isengnya memakai bahasa itu dan aku bisa mengerti. Lalu siapa tahu aku akan ke Korea dan bertemu Song Joongki. Lagipula, aku pasti kalah saing dengan Hyerim. Ah secantik apa sih dia?” Lian menggerak-gerakan mulutnya yang masih setia menguyah sambil menerawang ke atap-atap restoran.

“Song Joongki pantatmu! Ke Korea saja kamu ini mimpi apa, apalagi bertemu Song Joongki,” Yixing berujar sarkastik dengan menatap Lian menjijikan atas fantasi menjulang terlalu tinggi milik gadis Wu tersebut. “Bila Song Hyekyo dan Kim Taehee termasuk cantik di Korea. Maka Hyerim juga termasuk bahkan selevel mereka. Wajahnya masih dibawah kedua artis tersebut namun bisa menyaingi. Sekarang kamu tahu secantik apa dia?” ikut pulalah Yixing menerawang untuk kembali mengingat paras ayu Hyerim yang sebenarnya membuat dirinya ingin juga memacari gadis tersebut dan berdecak iri kepada Luhan yang berhasil mendapatkannya.

“Ah pasti dia sangat cantik. Dan yang lebih penting adalah dirinya mencintai Luhan begitupun sebaliknya. Dari setiap hari bertemu di klinik, cinta pada pandangan pertama keduanya makin kuat,” Lian menopang dagunya dengan kedua tangan sambil tersenyum-senyum karena merasa Luhan beruntung mendapatkan gadis seperti itu, begitupun sebaliknya. “Tapi ngomong-ngomong…” pandangan Lian yang menerawangpun mencapai puncak dengan menatap Yixing lurus kembali. “Kenapa mereka putus?” lanjut Lian sangat penasaran dibanding sebelumnya.

Mendengar pertanyaan gadis di depannya itu membuat pandangan Yixing jatuh ke bawah dan tersiat sekali sangat sendu seakan mengalami perasaan yang Luhan alami, “Ketika kamu sedang melakukan tugas bela negara kemudian jatuh cinta dengan orang yang sama dari negara berbeda. Ketika menikah salah satunya harus mengganti warga negara dan otomatis melepaskan seragam militernya. Dari situlah kita harus memilih, melepaskan seragam yang kita banggakan atau memperjuangkan cinta yang membuncah dalam hati. Pilihan yang benar-benar sulit,” diangkat kembali tatapannya ke arah Lian yang sedang mencerna hal tersebut, karena dirinya hanya dokter biasa yang tak terkait hal kemiliteran.

“Jadi apa hanya karena pekerjaan? Mereka setia dengan seragam yang mereka kenakan dan mengakhiri hubungan mereka begitu saja?” lagi-lagi Lian bertanya membuat Yixing menarik bibir tersenyum namun sangat tipis.

“Restu orang tua yang tetap ingin putrinya menjadi bagian pasukan kemiliteran pun menjadi tembok pembatas.”

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

Libur memang anugrah namun kadang berujung menjadi membosankan bila tak tahu kegiatan apa yang harus dilakukan. Detik ini, malam kembali menyapa. Luhan yang bosan akan liburannya ini menyempatkan diri ke minimarket untuk membeli kopi dari coffe machinenya langsung dan langsung pula meminumnya untuk membunuh hawa dingin malam yang menjelajari kulitnya. Kakinya sekon sekarang sedang digerakan menuju arah rumah, namun jalan kaki Luhan sudah serupa siput karena sangking pelannya. Alasanya agar tak cepat sampai rumah dan dilanda bingung harus melakukan apa.

‘Drttt~Drrtt~’

Suara getaran ponsel dirasakan Luhan disaku jeansnya, langkahnya pun terpause dengan acara mengambil benda beberapa inchi tersebut. Ketika ponselnya sudah berada digenggamannya dan ditatapnya layar ponsel yang menampilkan sederet tulisan dan ID nomor telepon. Tatapan Luhan sangat dalam pada ID kontak yang satu-satunya tertulis tulisan hanggul serta kode nomor Korea diponselnya. Yang berarti penelepon tersebut terarah pada Hyerim. Luhan membatu menatap layar ponselnya yang kelap-kelip menampilkan ID gadis yang selalu hadir didaftar missed callnya akhir-akhir ini. Jarinya terarah kelayar ponselnya yang mungkin terdeteksi Luhan akan menggeser tombol reject, namun tak diduga Luhan malah menggeser tombol dial dan menaruh ponselnya ditelinganya.

Dan tampak di Korea sana, sosok tubuh Hyerim yang sedang menyender di dinding langsung menegap dan tegang. Merasa tak menyangka Luhan akan menerima panggilannya yang sering kali diabaikan lelaki tersebut. Ditelan oleh Hyerim salivanya sebelum berfrasa.

“Luhan? Kamu mengangkat teleponku?” ujar Hyerim masih terselip perasaan tak percaya dan Luhan hanya bergeming mendengarkan suara gadis yang menelusupkan perasaan rindu dihatinya. “Cukup dengarkan aku dan jangan mematikan telepon ini, oke? Kamu masih mengerti Korea kan?” Luhan tak menjawabnya dan pandangan matanya jatuh ke bawah dengan sayunya.

Hyerim menyunggingkan senyum tipis dan meremas kuat ujung piyama putihnya serta mencengkam erat ponselnya. “Nan jinjja bogoshippoyo. Bogo sipta, ireon naega miwojilmankeum. Michildeut saranghaetteon gieogi jueokteul neoreul chatko itjiman deoisang sarangiran byeonmyeong neoreul gadul su eopseo. Mianhae jeongmal mianhaeyo, ige nae mamingeoryo. Nan jigeum angosipdago. (Aku benar-benar merindukanmu. Aku ingin melihatmu, karena ini aku jadi membenci diriku sendiri. Aku menjadi tidak waras ketika memikirkan semua kenangan cinta kita, semua keanehan karena cinta ini tidak bisa memenjarakanmu. Maaf sungguh maaf, inilah hatiku. Aku sekarang ingin memelukmu)”

Perkataan Hyerim tersebut tanpa jeda membuat Luhan tambah bergeming, hatinya seakan tertampar sesuatu apalagi ketika mendengar suara Hyerim yang menahan isak tangis. Karena sesungguhnya dipelupuk gadis jelita tersebut sudah hadir setetes kristal.

Hyerim mengangkat tangan untuk menghapus tetesan kristal tersebut yang mulai nakal turun membanjiri pipinya, cengkraman pada ponselnya menguat sama halnya dengan Luhan. “Jigeum neo sagwi nun saram issoyo? (sekarang apakah kamu sudah punya pacar)” tanya Hyerim membuat Luhan mengulas senyum tipis mendengarnya. “Diam bukan berarti iyakan?” tanya Hyerim kembali setelah hening beberapa waktu karena Luhan tak kunjung menjawab. “Geuraesseumyeon. (kuharap begitu)” ujar Hyerim membuat Luhan tambah tersenyum, benaknya seketika dipenuhi bayang-bayang wajah gadisnya tersebut.

“Hyerim…” tiba-tiba Luhan bersuara membuat Hyerim jadi gugup dan memasang telinga lebih jernih dengan tubuh tegap. “Apa kamu tahu seberapa mahalnya panggilan internasional? Walau Cina dan Korea Selatan tidak terlalu jauh, tapi tetap saja mahalkan?” ucapan Luhan membuat Hyerim tersenyum. Dalam lubuk hatinya, Hyerim sangat merindukan briton khas Luhan tersebut.

Nan arayo (aku tahu), dan sekarang sepertinya sudah sangat larut,” ujar Hyerim ketika netranya menangkap waktu saat ini di jam dinding kamarnya. “Joheun kkum kweo gurigo… (selamat tidur dan)” digantungkan Hyerim perkataannya untuk menyelingkan menarik napas sesaat. “Imal hatjima, nan jeongmal geudaeman saranghae, Luhan. Keuno (jangan lupakan perkataanku ini, aku benar-benar mencintaimu, Luhan. Aku tutup ya)” itulah perkataan terakhir Hyerim sebelum bunyi ‘pip’ yang mewakilkan panggilan berakhir.

Turunlah ponsel milik Luhan tersebut oleh tangannya, mata lelaki tersebut pun turut memandangi ponselnya seakan-akan itulah sosok jelita Hyerim. Tatapan Luhan kosong namun mengandung arti mendalam. Dirinya tak mengatakan sepatah katapun bahkan membalas ungkapan cinta Hyerim. Senyum terpatri dicurva bibirnya diiringi ucapan.

“Nado jeongmal geudaeman saranghae (aku juga benar-benar mencintaimu).”

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

“Lapor. Pada tanggal 16 Maret 2016, Kapten Luhan berserta tim delta ditugaskan menuju Urk. Laporan selesai, hormat.”

Tangan Luhan terangkat untuk hormat kepada komandan pasukan khusus setelah selesai melaporkan ketugasaannya ke Urk─negara pecahan Yugoslavia. Sang Komandan sedikit mengangguk menerima laporan Luhan yang sudah menurunkan tangannya dan kembali istirahat di tempat.

“Kembalilah dengan selamat,” pesan Komandan.

Luhan pun menggerakan tangannya untuk bersikap siap dan menjawab, “Siap,”

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

“URK? SERIUS? AKU JUGA AKAN JADI RELAWAN DI SANA!” seruan Lian sukses membuat pengunjung cafe langganan Yixing dan Luhan tertoleh padanya. Membuat kedua pria yang sedang bersamanya malu setengah mati.

“Pelankan suaramu Wu.” ujar Luhan yang kemudian menyesap espressonya.

Disenderkan oleh Lian tubuhnya yang semula tegak dan sedikit condong ke depan, ke senderan kursi. “Aku tak menyangka kita bisa bertugas di satu tempat bersamaan. Jarang sekali dokter dan tentara bersamaankan, ya kecuali dokter tentara seperti Hyerim,” gumam Lian sambil sedikit memiringkan kepalanya dan tersenyum, dirinya seakan tak peduli Luhan yang hampir tersedak dan menumpahkan isi espresso yang sedang diminumnya ketika Lian menyebutkan nama Hyerim.

Di sebelah Luhan, Yixing tampak bersiul-siul seakan tak tahu apapun dan menggaruk belakang kepalanya. Signal tersebut terdeteksi Luhan yang langsung menatap sahabatnya dengan mata menyipit serta tajam. Yixing yang sadar akan tatapan Luhan, menoleh dan tersenyum dibuat-buat.

“Ada apa Kapten? Ahahaha,” tawa Yixing renyah sambil mengambil satu kue cookies dan memakannya sambil tersanyam-senyum menjijikan pada Luhan.

Tatapan menyipit tersebut belum pudar membuat Lian yang hendak meminum kopinya terhenti membiarkan cangkir itu berada didepan mulutnya, gadis tersebut hanya menyaksikan tontonan asyik di hadapannya.

“Kamu benar-benar mulut ember,” desis Luhan membuat Yixing tertawa renyah.

“Dia memang ember,” ujar Lian santai seakan menaruh garam diatas luka, kemudian dirinya menyesap kopinya dengan nikmat dan memejamkan mata akan kelampiasan nikmat cairan tersebut dengan lagak yang sangat santai. “Ngomong-ngomong, bagaimana bila pasukan Korea Selatan ada di Urk juga. Kemudian ada Hyerim? Bukannya sangat asyik bila mantan dan mantan bertemu. Aku saja yang dokter biasa bisa pergi ke sana bersama kalian. Kenapa Hyerim yang sama-sama tentara seperti kalian tidak bisa?” ucap Lian sambil menatap Luhan menggoda. Lelaki itu jadi salah tingkah dan memilih meminum espressonya kembali.

“Ide bagus. Aku akan mengirim line ke Hyerim untuk ditugaskan di Urk. Ayahnya komandan pasukan khusus, pasti dirinya bisa ke sana,” kata Yixing riang diiringi ponselnya yang ditarik keluar untuk dijelajahi isinya dan menghubungi Hyerim akan idenya.

Luhan kembali menatapnya geram apalagi Yixing yang saat ini sedang menggerakan jempolnya santai dilayar sentuh ponselnya dengan mimik antusias. Sementara Lian tak jauh beda menatap Yixing berharap lelaki itu sungguhan menghubungi Hyerim.

“Hyerim bertugas juga di Urk kepalamu hah! Ke marikan ponselmu! Ke marikan!”  seru Luhan sambil memukul belakang kepala Yixing namun tak berpengaruh sama sekali serta menarik badan untuk mengambil ponsel lelaki Zhang tersebut.

Tapi penggerakan Yixing lebih cepat dengan menyampingkan tubuhnya memunggungi Luhan dan menjauhkan jangkauan Luhan pada ponselnya, membuat kaptennya tersebut mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel hitamnya. “Terkirim!” seru Yixing penuh kemanangan sambil melihatkan pesan linenya pada Hyerim, lalu dirinya dan Lian berhigh five ria membuat Luhan mendengus.

║ ♫ ║ ♪ ║ ♫ ║ ♪ ║

“Luhan akan ditugaskan ke luar negeri,” tiba-tiba Hyerim berujar membuat Jieun yang sedang berada di ruangannya, menatapnya terkejut dengan mata membulat.

Hyerim yang memakai seragam tentara serta jas dokternya hanya tersenyum lebar sambil melipat tangan didepan dada, gadis Kim itu sedang duduk di kursi kerjanya dan membiarkan Jieun mendudukan setengah bokongnya di meja kerjanya.

“Serius?” timbal Jieun yang kemudian melemparkan kacang kemulutnya dan mengunyahnya. Hyerim mengangguk masih dengan senyumannya. “Jarakmu dan Luhan makin terkikis saja kalau begitu, ahaha,” Jieun melayangkan gurauan sambil menatap Hyerim dengan tatapan lucunya serta kepala sedikit menunduk.

Diangkat oleh Hyerim kedua bahunya, “Ya, kalau dulu aku bisa kabur semalam untuk ke Beijing. Sekarang untuk ke Urk sangat jauh, tak bisa pulang-pergi meskipun naik pesawat seperti Beijing dan Seoul,” dimiringkan oleh Hyerim kepalanya dengan raut kecewa dan tangan yang masih terlipat didepan dada.

“Memangnya Luhan ditugaskan ke mana?” tanya Jieun sambil tetap mengunyah kacang yang ia bobol dari toples meja kerja Hyerim sambil menatap sahabatnya itu penasaran.

“Sudah kubilang dia ke Urk. Jauh sekalikan? Aku tak bisa kabur semalam untuk mengunjunginya,” desah Hyerim dengan bibir mengerucut sebal dan hal tersebut mengundang tawa Jieun yang tak bisa dicegah.

“Kamu benar-benar tergila-gila padanya dan sangat mencintainya. Padahal aku sudah mengatakan padamu untuk melupakan Luhan tempo itu ketika kamu ada janji bertemu dengan Kapten Choi dan keluarganya.” Jieun merasa kacang yang ada dipersedian tangannya habis dan dirinya pun menarik toples kacang di sebelahnya lalu membukanya serta diembat kembali isinya untuk disalurkan keperutnya.

“Ya, aku memang mencintainya,” kata Hyerim dengan tangan kanan mengepal dan sedikit mengebrak meja diiringi tubuhnya yang menegap tanpa bersender ke kursi seperti tadi. Perlakuannya membuat Jieun terlonjak dan kaget, gadis itu langsung menatap Hyerim sedikit jengkel.

“Ah kamu ini membuatku kaget saja! Jadi, bila kamu mencintainya, apa yang akan kamu lakukan?” ucap Jieun hampir seperti berseru sambil menatap Hyerim jengkel, kemudian memakan kacang yang masih tersisa ditangannya.

Hyerim menolehkan kepala sedikit mendongak ke arah Jieun dan senyum lebar terpatri diparas ayunya, dirinya pun siap meluncurkan lontaran yang akan menjawab pertanyaan Jieun sekon yang lalu. “Aku akan menyusulnya ke Urk.” Hyerim menjawab mantap.

─To Be Continued─


 P.S : CHAPTER 2 SUDAH TERSEDIA DI [www.hyekim16world.wordpress.com]

LAHULA AKHIRNYA FF INI PUBLISH CHAPTER 1NYA /SUJUD SYUKUR/

Percayalah ini FF udah ditulis pas Juli lalu LMAO, pas lagi summer holiday yang panjang membuat diri ini tergoda streaming DOTS walau telat. Kemudian baper dan nulis FF abnormal ini dan FF ini belum kelar, lagi stuck pre-finalnya -_-

Tapi kalo updatenya selang-seling terlalu cepet gak akan terlalu membekas kan? Makanya aku publish aja karena FFku yang sebelah tinggal 1 chapter plus Epilog END.

Kalo ada typo, maafkan ya selama 3 bulan ini udah dibetain dan udah dimelekin lagi tapi tetep aja kadang si typo kampret gak mau musnah.

Untuk masalah latar negara Urk, aku ngikut drama aslinya. Karena sesungguhnya Urk itu gak ada, dari yang aku baca DOTS membuat negara fiksi ini karena takut ada kritikan/konterversi bila menggunakan negara Irak. Urk sendiri yang aslinya ada itu nama kota di Belanda. Tapi bagi kalian penggemar DOTS, udah taukan view negara fiksi ini yakni Urk? Negaranya indah dengan jalan-jalan bergunung-gunung dan negara ini adalah negara pesisir, banyak bangunan kuno bergaya neo klasik dan gothik, warganya itu campuran ras antara Kaukasia dan Arab. Visualisasi Urk di DOTS itu adalah negara Yunani dan tak lupa Pantai Navagio yang ada kapal terdamparnya.

Dan alasan aku pake nama Urk juga biar gak ngundang kritik /apa/ ya intinya kan udah kebayang dibanding pake negara konflik yang lainnya yang nyatanya ada.

Oke balik ke FF abnormal ini, semoga kalian suka openingnya. Panjaaaanggggg banget loh ini; 17 pages & 6335 words (tanpa spasi, dengan header fanfic dan tulisan TBC)

Last, support FF ini melalui kolom komentar ya jangan lupa ^^

-salam manis, HyeKim-



[Author Tetap] Mistake (Chapter 2)

$
0
0

Cast: Park Chanyeol, Jun Rayeon (OC)

Genre: Romance, comedy(?)

Rate: PG-13

Disc: INI FF ASLI MILIK SAYA. No copas or plagiat and don’t be silent readers guys!

Sebelumnya aku mau bilang terimakasih yang banyak buat kalian semua, ud like dan comment. Itu bener-bener bikin aku pengen lanjut lagi.

Semoga like dan comment ga semakin sedikit biar aku lebih semangat hehe.

Now, enjoy🙂

.

.

.

“Kenapa kau membawaku kesini? Kenapa kau sangat baik padaku? Kenapa? Kenapa? Kenapaaaa???” Chanyeol mengecup bibir Rayeon lagi.

“Diam.” Rayeon terdiam seraya menutup bibirnya.

“Aku menyukaimu..” Chanyeol tersenyum sedangkan Rayeon semakin tidak mengerti semua ini.

“Aku hanya menyukaimu, Rayeon-ah.”

“Apa apaan kau?! Jangan anggap aku wanita murahan karena aku berada di club kemarin!” Teriak Rayeon marah. Wajahnya memerah menatap Chanyeol yang tersenyum kecil.

“Baiklah, aku akan mengatakannya. Sebenarnya aku membutuhkanmu. Oh, bukan, ayahku yang membutuhkanmu.” Ujar Chanyeol lalu menatap Rayeon yang kebingungan.

“Apa? Ayahmu… pedo…fil?” Tanya Rayeon ragu yang dibalas jitakan dari Chanyeol.

“Tentu saja tidak! Aku juga tidak tau oke? Yang pasti ayahku memintaku untuk mengawasi dan menjagamu hingga ia kembali dari London 3 hari lagi.” Jelas Chanyeol menggerutu.

“Oh.. maaf.” Chanyeol mendecih lalu berjalan keluar dari kamar.

“Aku tunggu kau dibawah! 15 menit!” Teriak Chanyeol membuat Rayeon bangkit dan membasuh diri dengan cepat.

Rayeon keluar hanya dengan jubah mandi, ia benar-benar lupa bahwa dirinya tidak membawa baju sehelaipun. Mengingat kondisinya sekarang, ia sibuk mencari baju di dalam lemari yang cocok untuknya.

Kaos lengan panjang dan celana jins melekat pas pada tubuhnya. Bukan kebetulan bahwa Chanyeol ternganga melihat penampilan rapi gadis tersebut.

“Chan??” Seketika Chanyeol sadar dari lamunannya dan menggeleng cepat.

“Ada apa? Kau sakit?” Tanya Rayeon bingung dengan sikap Chanyeol.

“Tidak. Sudahlah, ayo cepat makan.” Ujar Chanyeol dingin.

Rayeon tak mengerti, sehari kemarin sikap Chanyeol sungguh manis dan membuatnya berdegup kencang. Sekarang, semuanya berubah 180 derajat!

“Apa dia masih marah soal tadi?” Batin Rayeon.

Chanyeol dan Rayeon duduk berhadapan dan makan dengan tenang. Entah karena tata krama atau Chanyeol yang masih marah, keadaan sangat canggung dan dingin.
“Chan..” lirih Rayeon yang sudah selesai makan.

Chanyeol menatapnya sejenak namun kembali melahap makanannya.

“Apa kau marah karena tadi?” Tanya Rayeon hati-hati.

Chanyeol menghentikan makannya.

“Ya! Dan kau harus bertanggung jawab.” Tatapan Chanyeol tak main-main dan jujur saja Rayeon takut melihat mata Chanyeol yang membara saat ini.

“Ehmm, baiklah. Apa yang kau mau?” Sebenarnya Rayeon enggan namun ia merasa tidak enak dengan Chanyeol yang seperti ini.

“Temani aku berjalan-jalan.” Chanyeol mulai tersenyum kecil melihat anggukan ragu dari Rayeon.

***

“Kemana kita akan pergi?” Tanya Rayeon menatap Chanyeol yang melajukan mobilnya ke jalan gangnam.

“Ini kan..”

“Figure Museum W.” Ujar Chanyeol cepat.

“Apa yang kita lakukan disini?” Tanya Rayeon menatap sekeliling.

“Aku ingin kesini, sudah sangat lama aku ingin kesini namun tidak bisa. Ini terlihat kekanak-kanakan dan aku tidak mau orang melihatku seperti masa kecil kurang bahagia.” Rayeon terkekeh mendengar penjelasan Chanyeol.

Tanpa sadar Rayeon menggandeng tangan Chanyeol dan masuk ke dalam. Wajahnya berseri melihat banyaknya pameran.

Mereka pergi dari hall 1 ke hall 3. Melihat banyaknya pameran tentang mainan yang sangat unik membuat keduanya tertawa kecil.

“Lihat! Itu Iron Man!” Teriak Chanyeol menghampiri action figure yang satu itu.

“Ini harus di foto!” Teriak Chanyeol memberikan ponselnya pada Rayeon lalu berpose seperti anak kecil disebelah Iron Man.

Rayeon tertawa kecil dan memotret Chanyeol. Chanyeol yang puas juga bergantian memotret Rayeon secara diam-diam saat Rayeon berada disamping action figure lainnya. Mereka menghabiskan waktu untuk melihat seluruh action  figure dari lantai 3 hingga 6.

Mereka duduk di sebuah cafe di lantai 1 untuk beristirahat.

“Terimakasih.” Ujar Chanyeol tersenyum dan menatap Rayeon dengan tulus.

“Kurasa ini kencan pertama kita.” Wajah Rayeon bersemu merah mendengarnya.

“Se-sejak kapan ini kencan?!” Rayeon seperti orang panik yang ketauan merampok. Chanyeol tertawa kecil melihat tingkahnya lalu menggenggam tangannya.

“Percayalah, kau menikmati kencan pertama kita.” Lagi dan lagi Chanyeol berubah manis, membuat dirinya berdegup kencang dan salah tingkah.

“Oh astaga. Hentikan, kau benar-benar menyebalkan!” Chanyeol kembali tertawa melihat Rayeon yang salah tingkah.

Chanyeol memanggil pelayan lalu memesan.

“Apa yang kau mau?” Tanya Chanyeol membuat Rayeon yang sudah tenang menatapnya bingung.

“Kau mau pesan apa?” Tanya Chanyeol memperjelas.

“Ah.. 1 es lemon tea sudah cukup.” Chanyeol mengangguk dan tersenyum.

“1 ice lemon tea dan 1 cappuccino.” 

“Baiklah, tunggu sebentar pesanan kalian akan kami antar.” Ujar pelayan tersebut lalu pergi meninggalkan mereka ber2.

“Setelah ini aku akan mengajakmu pergi ke sebuah temlat untuk makan jadi jangan terlalu kenyang disini.” Chanyeol mengangguk dan bingung atas perkataan Rayeon.

“Ada apa?” Tanya Chanyeol melihat Rayeon menjadi diam setelahnya.

“Aku terlalu banyak merepotkanmu. Aku tidak mungkin bisa membalas apapun untukmu.” Chanyeol menggeleng lalu menatap Rayeon dalam.

“Aku tidak butuh apapun darimu. Aku menganggapmu seperti kita sudah sangat dekat dan terimakasih untuk hari ini.” Rayeon tersenyum dan menggeleng.

“Aku yang berterimakasih.”

Pesanan datang dan mereka menghabiskan hari dipinggir Sungai Han sebelum pergi ke tempat yang Rayeon ajak.

Bukannya pergi ke restoran untuk makan, Rayeon hanya berjalan-jalan hingga matahari terbenam membuat Chanyeol bingung.

“Sebenarnya kemana kita akan pergi?” Tanya Chanyeol tak kuat lagi menahan lapar.

“Tunggulah sebentar.” Ujar Rayeon lalu berjalan lagi menyusuri jalan di kawasan Gangnam tersebut.

Mereka berjalan hingga Rayeon berhenti di kedai kecil. Kedai tersebut kecil dan menjual makanan seperti fish cake, teokkbeoki dan berbagai makanan lainnya.

Rayeon memesan 2 fishcake  dan 2 porsi teokkbeoki.

“Kau mengajakku berjalan untuk makan ini?” Tanya Chanyeol menghela nafas berat.

“Maaf tapi ya.” Rayeon terkekeh melihat raut Chanyeol yang letih dan kesal.

Mereka berjala hampir 1 jam dan kesini untuk makan makanan yang banyak di jual di pasar tradisional. Bagaimana mungkin Chanyeol tidak kesal?

“Aku minta maaf Chanyeol ah, hanya ini yang bisa kulakukan..” lirih Rayeon membuat Chanyeol terdiam bersama emosinya yang larut.

“Aku tidak marah. Aku hanya.. kecewa? Aku tidak mengharapkan apapun. Kau tak perlu melakukan ini, aku sudah cukup denganmu bersamaku.” Chanyeol tersenyum lalu mengelus puncak kepala Rayeon lembut seraya memesan 1 porsi teokkbeoki.

“Nikmatilah.” Ujar ibu pemilik sekaligus penjual kedai tersebut.

Waktu berlalu cepat saat mereka menghabiskan waktu untuk mengisi perut dengan percakapan kecil. Setelah mereka menghabiskan makanan tersebut, mereka langsung berjalan dipinggir Sungai Han.

“Aku tak tau Sungai Han seindah ini.” Ujar Rayeon tersenyum dan menghirup udara segar.

“Tunggu sebentar.” Chanyeol berlari menghampiri sebuah penjual balon lalu membeli semua balon tersebut.

“Hadiah kecil.” Chanyeol mengulurkan balon tersebut pada Rayeon.

Rayeon mencoba mengambilnya namun dengan cepat Chanyeol menarik ulurannya dan terkekeh.

“Bukan tangan yang ini. Tapi yang ini.” Chanyeol mengulurkan tangan kirinya yang kosong.
Rayeon menepis tanga tersebut dan membuah wajah kesal namun Chanyeol kembali tertawa dan menautkan jari mereka.

Rayeon tau dirinya bodoh dengan membiarkan perlakuan Chanyeol sekarang namun biarlah, selama ini semua tidak kelewatan mungkin tak apa.

mungkin…

“Ayo kesana, disana ada musisi!” Rayeon menarik Chanyeol yang dengan cepat menyamakan langkah mereka.

Musisi itu bernyanyi dengan riang dan indah membuat banyak orang tersenyum dan memberi tepuk tangan meriah, salah satunya Rayeon yang kegirangan.

Chanyeol melihatnya lalu memberikan sebuah balon pada Rayeon dan meminta ijin kepada musisi untuk meminjam gitar.

Rayeon tak mengerti, ia bingung atas gerak gerik Chanyeol. Rayeon tak menyangka bahwa Chanyeol akan melepas semua balon ditangannya dan mulai memainkan gitar tersebut dengan indahnya. Rayeon bahkan tak menyangka Chanyeol akan menyanyi dengan suara berat miliknya.

Girl, perhaps you are trying to hide

Your wings and many charms that I don’t know of behind your small shoulders

Girl, I don’t know since when

I keeps smiling more without knowing

And thoughts of you fill my mind

When I open my eyes every day rather than (thinking of) breakfast

I think of your face and the smile spreads across my face

I spend all day working hard daily to make money again

Why don’t I feel sick of it, I’m only enjoying it

It’s fascinating how a girl like you

Entered my heart and refused to leave

I want to keep the door to my heart wide open

I made this song when I thought of you so listen

I hum lalalalala every day

Your pretty pictures keep filling up my album one by one, baby.

When I open or close my eyes I always think of you, babe.

There’s nothing as beautiful as you anywhere

You are (I just want to tell you today

You are (I want to hold your hand uh)

You are (Even when I pretend that’s not it)

Actually I only think of you

You are (I just want to tell you today)

You are (I want to hold your hand uh)

You are (even when I pretend that’s not it)

Actually I only think of you, You are.

– Chanyeol you are.

Rayeon terpukau dengan suara merdu Chanyeol namun ia bingung dengan liriknya. Mereka baru bertemu kemarin malam dan lirik itu sangatlah tidak benar bagi mereka.

“Apa kau tau, aku bahkan menulis lagu ini dalam beberapa hari terakhir. Aku memikirkanmu dan aku senang bahwa kau berada disini bersamaku sekarang.” Rayeon tak mengerti, beberapa hari terakhir?

“Baiklah Chanyeol ini tidak lucu.” Chanyeol bangkit dan berjala kearahnya. Ia mengecup kening Rayeon membuat banyak orang yang melihat bersorak dan bertepuk tangan.

“Terimakasih. Semoga hari kalian lancar.” Ujar Chanyeol pada musisi itu sebelum menarik Rayeon yang membeku.

“Apa maksudmu? Beberapa hari terakhir? Sebenarnya apa maumu?” Rayeon tak main-main, ia kebingungan.

“Akupun tak main-main, kurasa aku akan benar-benar jatuh cinta padamu.” Bisik Chanyeol ditelinga Rayeon membuat Rayeon merinding seketika.

“Terimakasih karna tidak melepas balon itu. Karena sebenarnya, aku mempunya makna tersendiri dari balon tersebut.” Rayeon memberikan tatapan menerawang.

“Dan apa itu?” Tanyanya sekali lagi.

“Kau, 1 dari banyaknya orang yang kukenal namun hanya seseorang yang membuatku penasaran dan ingin mengenalmu lebih.”

“Kau 1 dari sekian orang yang kugenggam erat saat puluhan lainnya ku lepaskan.”

“Rayeon, kau hanya sangat berarti.” Senyum Chanyeol mengembang seraya memegang balon yang digenggam erat oleh Rayeon.

“Semua akan jelas pada saatnya, bersabarlah.” Ujar Chanyeol membuat Rayeon semakin bingung.

“Sebenarnya apa yang terjadi?!” Jerit Rayeon dalam hati.

Tbc…

.

.

.

Hai! Wkwk kepanjangan ya? Hehe aku lagi dapet ide tiba tiba gtu. Makasih yang udah like dan comment. Jangan lupa like dan comment di chap ini juga. Kalo emang banyak yang minat dan penasaran ff ini bakal aku lanjut dan minimal 1-2 chap dalam 1 bulan tapi tergantung ya karna aku lagi UAS minggu ini dan minggu depan.

So, like and comment🙂


Here I Am – Series(Stay!)

$
0
0

here i am

Title : Here I Am

Lenght : Ficlet series

Ratting : PG 15

EONSA ART & STORY LINE

Do Kyungsoo, OC’s

Sad, Angst, Drama, Marriage life, RomanceS

 

Meski jarak yang kutempuh terlalu jauh. Meski rintangan yang kulewati begitu sulit. Apapun itu yang terjadi aku akan tetap berada disampingmu. Memberikan cinta dan kehangatan yang selama ini kau idamkan.

Bohong jika aku kuat menjalani semua ini. Bohong jika aku tak pernah goyah dengan apa yang aku lewati. Terkadang ada saatnya aku merasa jatuh dan tak akan kembali bangkit. Dinding yang selama ini aku bangun bisa hancur kapan saja.

Jika waktu bisa kembali berputar, aku ingin sekali waktu berhenti pada 2tahun yang lalu. Dimana sebelum kegelapan merangkak naik menyelimutimu. Tenang, aku disini, selalu disini. Menuntunmu untuk lebih dekat dengan cahaya agar kegelapan menjauh darimu.

“Tinggalkan kyungsoo, cheonsa”tegas appa padaku. Aku hanya menunduk diam, tak memberikan respon apapun yang beliau ucapkan. Ini sudah kesekian kalinya appa memintaku untuk meninggalkan kyungsoo.

“Berkali-kali appa mengatakan hal itu, dan berkali-kali pula jawabanku tetap sama”aku tau appa hanya ingin yang terbaik untukku. Namun bagiku, inilah jalan yang terbaik untukku. Tetap berada disisi kyungsoo.

“PARK CHEONSA!!!!!!!!”bentak appa. Aku tau appa sudah dipuncak emosinya, maaf appa. Bukannya aku ingin menjadi anak yang tidak berbakti padamu. Namun, inilah yang terbaik bagiku.

“Baik jika itu pilihanmu, kau bisa pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali lagi. Aku tidak sudi mengakui kau sebagai anakku”yah, ini harga yang harus dibayar untuk kebahagian. Bohong jika aku tidak sedih mendengar ucapan appa.

Aku sangat sedih, bagaimana bisa ia tidak menganggapku sebagai anaknya lagi. Detik selanjutnya aku merasa pelukan hangat dari eomma, hanya eomma yang mengerti keadaan ku. Hanya ia yang terus mendukung pilihanku.

Eomma tau kau adalah anak yang kuat, eomma akan selalu mendukungmu dengan kyungsoo”aku tidak tau harus menjawab apa, air mataku turun begitu saja. Aku menangis tersedu-sedu didekapan eomma.

  • EONSA Storyline•

Kuedarkan pandanganku disekitar rumah ini, lampu kamar kyungsoo masih menyala, belum tidur ternyata. Aku belum siap untuk bertemu denganya, jadi kuputuskan untuk menikmati udara malam di balkon belakang. Aku memikirkan jauh kedepan, jika ini pilihanku maka aku harus siap melewati apapun yang terjadi.

Aku tidak mungkin meninggalkan kyungsoo dengan teganya. Aku sangat mencintainya, sangat. Lelaki yang selalu memberikan kehangatan, aku merindukannya. Karna aku sudah berjanji dihadapan tuhan, aku tak akan mungkin mengingkarinya.

  • EONSA Storyline•

Dirasa udara malam semakin dingin, cheonsa segera masuk kedalam. Diliriknya lagi kamar kyungsoo, lampunya masih menyala. Lalu, dengan senyum yang terpatri dibibirnya, cheonsa berjalan memasuki kamar kyungsoo.

“Kyungsoo, kau belum tidur?”dilihatnya selimut tebal yang menutupi tubuh kyungsoo.

Dia terlelap

“Kau tau kyungsoo? Appa menyuruhku untuk meninggalkanmu, namun aku menolaknya dengan keras”cheonsa bermonolog sendiri, duduk membelakangi kyungsoo yang tengah terlelap.

“Kau tau karna apa? Karna aku sangat mencintaimu kyungsoo, mana mungkin aku tega meninggalkanmu. Appa bilang kau tidak bisa membahagiakan ku lagi”tak terasa air mata cheonsa turun perlahan begitu saja

“appa salah, walaupun keadaanmu berubah seperti ini, aku yakin kau bisa membahagiakanku. Kau jangan takut kyungsoo. Aku, park cheonsa akan selalu berada disisimu apapun yang terjadi”

Dan tak ada yang tau jika kyungsoo sedari tadi mendengar semua perkataan cheonsa dengan seksama. Raut wajahnya menjadi sendu ketika mendengar isakan kecil dari cheonsa.

Jika cinta membuatmu untuk harus memilih maka kebahagian akan menyertaimu

 

FIN

 

Author’s note : Aku menepati janjiku untuk melanjutkan series Here I Am ini, walaupun di series pertama respon nya kurang. Namun aku tetap melanjutkan series berikutnya sebagai ucapan terimakasih untuk readers yang udah menghargai karya ku ini. Aku harap untuk kedepannya responya cukup baik. Maaf jika ada typo atau ff ini yang terlalu ngebosenin.

Gomawo..

 

 


Make a Real Barbie

$
0
0

Tittle   : Make a Real Barbie

 

Author : Xiao_ra

 

Main Role       :

  • Oh Sehun Of EXO
  • Bae Jihyun

Genre  : Psycho

 

Rated  : 17+

 

Page    : Oneshoot

 

Disclaimer       :

 

A/N      :

 

 

Didalam sudut kota yang gelap terlihat seseorang berpakaian serba hitam  yang berjalan tergesa-gesa. Terlihat pula dalam genggamannya sebuah balok kayu yang terdapat bercak merah seperti darah. Orang itu berhenti didepan sebuah tong besi yang berisi beberapa barang-barang buangan atau barang yang sengaja dibuang. Tangan mungilnya meraih botol besar yang berisi bahan bakar dan menyiramkannya diatas tong itu yang dalam sekejap dia mengokang korek apinya dan menjatuhkan tepat diatas tong. Dia terlihat menyerigai menatap kobaran api didepan matanya. Tak lama orang itu pergi dan membopong orang lain yang sejak tadi pingsan di sampingnya.

 

 

Sehun mengerjapkan matanya, sinar mentari yang menyilaukan langsung menerobos ke dalam pupilnya. Bibirnya meringis, merasakan pening di kepalanya yang begitu besar, sepertinya ia baru saja di pukul oleh sebuah benda tumpul dengan sangat keras.Menggelengkan kepalanya ke arah sudut ruangan, netranya menangkap sebuah boneka yang begitu besar, mungkin besarnya seukuran manusia dewasa, juga sebuah mesin jahit dan kain dengan guntingan abstrak yang tercecer di atas lantai tepat di samping mesin jahit tersebut.

 

“Itu boneka buatanku, tapi belum selesai”

 

Sehun berjengit kaget ketika sebuah suara menyapa gendang telinganya. Begitu lembut dan terdengar ramah, juga familiar. Berbalik, senyumnya lantas merekah, “Jihyun-ah!” pekiknya pelan. Yang dipanggil hanya mengulas senyum tipis lantas meletakkan sebuah nampan berisi bubur dan segelas air ke atas nakas di samping tempat tidur, “kau masih pusing?” tanyanya.

 

Sehun menggeleng, “Sudah lebih baik. Tapi kenapa aku bisa di sini? Dan juga kenapa aku tidak pernah melihatmu beberapa bulan terakhir ini? Kau menghilang”. Tanya Sehun.

 

“Tepat beberapa hari setelah kau mengumumkan akan menikahi kakakku Haha” Jihyun terkekeh hambar. Sehun terdiam, tiba-tiba perasaan bersalah menyeruak dari lubuk hatinya, terlebih lagi ketika netranya menangkap gurat kesedihan di wajah Jihyun,

 

“Maaf” lirihnya. Jihyun lagi-lagi terkekeh, “Kau meminta maaf karena apa? Sudahlah, aku menghilang karena sedang mengerjakan sesuatu” Ujarnya lantas menatap boneka barbienya di sudut ruangan sana, “Dan itu sudah hampir selesai”  Lanjutnya.

 

Sehun mengikuti arah pandangan Jihyun, “Barbie ya? Ku rasa kau perlu membuatkan Ken untuknya, agar dia tidak kesepian”  Usulnya dengan nada bercanda.

 

Jihyun tersenyum, “Aku memang berniat untuk membuatkan Ken untuknya” Jawabnya.

 

Sehun hanya mengangguk, “Tapi itu besar sekali “.

 

Jihyun berbalik ke arah Sehun yang tengah menyendok buburnya, “Hun-a, Kau Ingin melihatnya?”  Sehun tersentak, matanya mengerjap tidak percaya, kapan terakhir ia mendengar Jihyun memanggilnya dengan nama kecilnya? Ah, mungkin lima tahun lalu, saat ia menolak pernyataan cinta gadis itu dengan alasan mereka adalah sepasang sahabat sejak kecil.

 

“Kau mau melihat karyaku kan?”

 

Sehun tersadar lalu sejurus kemudian mengangguk, “Tentu saja”.

 

Jihyun bersorak riang dan Sehun hanya tersenyum melihatnya, sahabatnya memang tidak pernah berubah, meskipun menurut orang-orang dia aneh dan terkadang menakutkan, namun Sehun tahu, Jihyun juga gadis biasa yang terkadang memiliki sikap ke kanak-kanakan.Tak lama Jihyun sudah berada di hadapannya, bersama dengan boneka barbie yang begitu besar, bahkan tingginya melebihi Jihyun. Sehun terus mengamati boneka barbie tersebut, “ini adalah boneka barbie terbesar yang pernah ku lihat” ujarnya

 

Jihyun tersenyum, “Kau tahu aku memerlukan waktu 3 bulan untuk menyelesaikan boneka itu, dan hasilnya masih belum sempurna” Ujarnya sedikit cemberut.

 

Sehun  tersenyum, “Ini sudah sangat cantik Hyun” Matanya terus memperhatikan detail boneka tersebut, “Tapi apa hanya aku yang melihat ini seperti Juhyun? Haha”  Lanjutnya lalu terkekeh.

 

Jihyun lagi-lagi tersenyum, “Itu memang Juhyun, Kakakku”  Timpalnya dengan nada yang kelewat santai.

 

Sehun terbelalak tidak percaya, “MWO?!”.

 

Jihyun hanya terkekeh melihat reaksi Sehun yang terlalu berlebihan baginya, “Kenapa? Aku hanya mencoba untuk mewujudkan keinginannya untuk menjadi seorang Barbie, yah meskipun aku memerlukan waktu untuk mencabut semua organ tubuhnya, aku juga sempat kesusahan untuk mengeluarkan seluruh isi perutnya lalu menggantinya dengan kapuk” Jihyun memberi jeda..”Tapi lihatlah, aku hampir menyelesaikannya, meskipun aku sedikit kasar ketika menjahit kulit-kulitnya kembali, tapi kau lihat ini luar biasa!” Jelasnya

 

“Kau memang benar-benar gila!” cibir Sehun.

 

“Iya! Aku gila karena dirimu Oh Sehun! Kau juga tidak pernah tahu bagaimana sakitnya aku ketika kau memutuskan untuk menikah dengan kakakku, cih dia memang persis seperti boneka barbie, centil dan selalu merasa bahwa dirinyalah yang paling sempurna”maki Jihyun. Sehun masih shock, sedang Jihyun malah menyeringai ke arahnya, “Dan sekarang aku butuh Ken untuk menamaninya,”

 

“Dan itu adalah Kau!!”

 

END

 

 


Hallo!

Stay With Me-(Prolog)

$
0
0

original

by: ByunPelvis

Cast                       : Byun Baekhyun (EXO)//Park Jaeri (OC)

Other Cast          : All member EXO, ….,…… . (menyusul)

Leght                     : Prolog // Chapter

Disclamer            : Cerita asli buatan author Byun. terinspirasi dari film,drama,novel. No copy,no paste.

So easily, with harsh words
You put scars in my heart
Without even saying sorry
Again, I’m comforting myself
Always nervous if you’re gonna leave me
I just want you to stay

*

‘Cinta itu datang tanpa dikomando’

Cuaca dikala senja itu mendung diiringi rintik air yang perlahan turun dari langit. Gadis berwawakan ideal itu tak henti-hentinya mendengus kesal. Dari kegiatannya pagi tadi sampai sore saat ini hanya kesialan yang didapatinya, ‘unlucky’ begitulah ia menyebutnya.

Tak tanggung-tanggung bahkan sekarang kegiatannya menunggu bus tak berujung. Sudah hampir 2 jam ia berdiri tapi belum ada bus yang berhenti. Pertama salahkan seniornya yang menyuruhnya mengatur buku diperpustakaan,kedua ia mendapat bimibingan khusus dari dosennya,ketiga ia kehilangan ponselnya. hal yang terakhirlah yang menurutnya sangat sial. Bisa-bisanya gadis itu menghilangkan benda paling berharga dalam hidup. Bisa apa seorang Park jaeri tanpa sebuah ponsel.

Ya, namanya Park Jaeri. Mahasiswa baru dari Kyunghae University, pemilik wajah sempurna yang mengalahkan si ratu kampus,gadis polos yang mau saja menuruti apapun perintah para senior.

Jika difikir lagi ia pun juga heran dengan sikap penurutnya.

“ah eothokae?” keluhnya seraya menghentakan kaki. Jaeri berdoa dan melihat  ujung jalan dan barulah dari sebelah barat terlihat bus yang akan membawanya pulang. Nafasnya terhembus lega karena penantiannya telah berakhir.

.

.

.

.

JAERI point.

Langit mengubah warnanya menjadi semakin gelap saat ini, dan aku mahasiswa teladan barusaja kembali dari kampus. Seharusnya aku sudah malas-malasan di kasur kesayanganku 5 jam yang lalu. Heol, para senior itu sangat menyebalkan karena terus memperlakukan aku seperti budak. Awal pertemanan, begitulah mereka menyebutnya tapi menurutku itu adalah awal sebuah siksaan.

Aku merasa pria Seoul sangat berbeda dengan pria Shanghai, aku tak mudah akrab dengan para makhluk Seoul itu.

Decit gerbang berbunyi saat aku mendorongnya, sepanjang jalan aku berusaha menahan mataku agar tidak terpejam. Akan sangat aneh jika aku berjalan sembari tidur. Aku merasa melihat lampu rumah sudah terang bederang, eoh apa ini efek karena aku mengantuk?

Tidak,tidak bahkan lampu halaman juga sudah memancarkan cahaya.

“aneh, sepertinya tadi pagi aku sudah mematikannya.”  Yakinku. Aku memukul kepalaku sendiri karena mungkin lupa.

Langkahku semakin lebar mendekati pintu masuk. Kutekan digit pasword hinga bebunyi ‘bib’.

Lampu langsung otomatis menyala saat aku berdiri dibelakang pintu, kulepas sepatu yang membungkus kakiku. Rasanya sangat pengap karena seharian ini kugunakan.

“eoh?” kagetku.Samar-samar aku mendengar suara,  keringat dingin mulai keluar dari pori-pori pelipisku.Oh tidak, jangan-jangan ada pencuri yang masuk rumah. Ada sebuah payung disudut tembok dan aku mengambilnya.

Aku berjalan mengendap, menogok kesegala arah dengan teliti. Kueratkan peganganku pada payung saat melihat seseorang berdiri membelakangiku. Dalam hati aku berteriak histeris, bagaimana bisa seseorang leluasa masuk kedalam istanaku.

Aku semakin medekat namun orang itu masih berdiri tegak memandang menghadap balkon. Aku mengangkat payung keatas dan mengarahkan padanya.

“hyaaa pencuri”

‘tak’

Aku memejamkan mataku saat orang itu menampik payung hingga terlepas dari tanganku. Tanpa kuduga ia mendorongku hingga membentur tembok. Aku menatapnya dengan mata membulat, tertanggap sosok tampan berpakaian kemeja putih dengan dasi yang terselampir rapi dilehernya. Aku mengerjap karena bahkan namja ini terlihat tak seperti pencuri.

“hei kau.”

“KYAAA TOLONG!!! Y-ya kau. Apa yang k-kau lakukan dirumahku?”  jeritku memenuhi ruangan ini.

“apa? rumahmu?” tanya pria ini diselangi seringaian . Bukannya menjawab ia malah balik bertanya. Aku mengangguk mantap dan sekeras mungkin mendorongnya. Berhasil, aku mengambil payung tadi dan mengarahkan padanya untuk antisipasi jika dia macam-macam.

“k-kau pencuri kan?” .  tanyaku lagi. Susah payah kutelan ludahku, keadaan sekarang lebih menegangkan daripada adegan drama.

Orang ini malah terkekeh dan semakin maju, aku berhenti mundur karena tembok menghalangiku.

“nona, kau yang seprtinya pencuri. Ini rumahku!.” Ujarnya penuh penekanan. Aku diam sejenak untuk berfikir. Mungkinkah aku salah memasuki rumah? Ya ya jelas sekali jika ini adalah tempat tinggalku. Tapi mengapa ada seorang pria didalam rumah yang belum lama kutempati ini.

aku berfikir keras, bisa-bisanya orang ini mengaku-ngaku. Sekelebat percakapanku dengan ajhuma melintas diotakku.

‘sebenarnya itu rumah putraku, tapi ia sedang berada di luar negri saat ini. Entah kapan akan kembali.’

‘tak apa. Kau bisa menempatinya untuk sementara.’

mungkinkah pria ini?

 

“s-seolma apa kau…. B-yun-…..?”

.

.

.

.

‘Untuk pertama kalinya jantungku berdetak sangat kencang’

Sejak hari itu aku tau jika rumah itu adalah haknya. Pria tampan campur imut yang ternyata pemilik sah bangunan yang kutempati.

Apa ini? mengapa ia berada dihadapanku saat ini?

Lalu bagaimana denganku? Apa mungkin aku akan diusir? Heol sepertinya iya.

‘awal pertemuanku dengannya tak cukup romantis’

.

.

Teaser

“aku tidak mau pindah! Kau saja sana.”

.

.

.

“ya ya ya kau menghancurkan dapurku!”

.

.

.

“Jaeri-ssi, kau terlihat sangat manis jika tersenyum seperti itu.”

.

.

.

“cinta? Aku mencintai semua orang yang kusayang. Kenapa?”

.

.

.

.

“gadis gila, dia sengaja menjatuhkan bra didepan kamar mandi.”

.

.

.

.

“Sunbae, kau menyukaiku ya?”

hallo readers.

long time no see , semakin jarang post nih . Maklum sekarang udah kelas 12 jadi banyak banget tugas yang menyibukan huhu….

dengan beraninya aku malah buat ff baru. ff yang lain aja masih ngegantung . lagi ada ide aja , sayang kalau gak ditulis.

di atas itu apa? beneran prolog? hahhh merasa gagal nih bikinnya. jarang-jarang bikin prolog jadi agak aneh. he he pahami aja ya dear ^^.

author Byun undur diri dulu ya… ketemu di chapter 1 nanti ^^.

see you …


[Author Tetap] Regrets (3) : Bella’s Punishment

$
0
0

0cee9324928520171ae1a05f8454be45

Previous :

Till it HurtsJust Let Him Go

Belum bisa melepaskan Kai ?

Jawabanya iya. Entah apa yang membuat Bella sangat mencintai pria berkulit tan yang sama sekali tidak menghiraukan perasaan Bella itu. Padahal Kai sering melukai Bella disaat sadar maupun tak sadar, padahal Kai selalu kasar pada Bella. Namun entah kenapa, Bella tak bisa melepaskan pria bermarga Kim itu. Bella sudah terperangkap, dan dia tidak bisa keluar.

Sakit rasanya beberapa kali melihat Kai membawa gadis yang berbeda-beda ke rumah mereka. Tanpa menghiraukan perasaan Bella, Kai bahkan bercumbu dengan gadis-gadis itu di depan Bella. Tapi rasa sakit itu tidak berarti apapun dibandingkan harus kehilangan Kai.

Ada Baekhyun. Pria itu jauh lebih baik dibandingkan Kai, walaupun Baekhyun tak sesukses Kai, tapi pria itu selalu berhasil membuat Bella melupakan seluruh masalah hidup yang mengganjal di otak, walau hanya sementara.

Baekhyun hanya pemilik Cafe kecil yang mulai bercabang di kota-kota Korea selatan, tak seperti Kai yang notabenya adalah CEO muda cemerlang yang berhasil menggaet perusahaan-perusahaan besar di seluruh dunia. Cabang perusahaan Kai sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia di saat usianya masih terbilang muda.

Bahkan namanya sekarang sudah masuk dalam Sepuluh Pengusaha Muda Paling Sukses di Dunia milik majalah ternama, Forbes. Sejenak Bella terkeasan dengan pria itu, Bella menyayangkan bagaimana jika orang-orang nanti tahu bahwa Kai bukanlah pria yang baik jikalau berhubungan dengan wanita. He needs to fixed all.

Suara ketikan password yang melayang di udara dan berhasil masuk ke pendengaran Bella. Ia pun menutup majalah yang sedari tadi ia baca. Itu pasti Kai. Oleh karenanya Bella pun berdiri dan mengambil tongkat yang biasanya digunakan Kai untuk memukul Bella jika ia berbuat kesalahan.

Bella sadar kesalahanya hari ini sangat besar, karena membuat harga diri Kai jatuh di depan karyawan-karyawanya tadi. So, she should got a punishment, seperti biasa. Bella sudah siap dengan hukuman yang akan diterimanya. Ia menarik nafas dalam sebelum wajah rupawan Kai menyembul dari balik pintu.

“What are you doing ?” Tanya si pria tan sambil memandangi Bella dari atas sampai Bawah. Bella mengangkat satu alisnya.

“Aku harus mendapat hukuman” Ucapnya sambil memberikan tongkat yang biaaanya digunakan Kai untuk memukul Bella. Kai lantas mengambil tongkat itu, dan bersiap melambungkan satu pukulan pada Bella. Bella menutup rapat matanya, bersiap merasakan rasa sakit yang akan dia terima karena tongkat itu.

Tapi nyatanya tidak.

Kai malah melempar tongkat itu ke sembarang arah. Ia menyerahkan tas yang sedari tadi ia bawa. Bella dilanda rasa penasaran, sulit untuknya meloloskan satu pertanyaan, tapi akhirnya Bella melakukanya.

“Apa ini ?”

Kai tak merespon dan langsung berjalan meninggalkan Bella. Ia menanggalkan jas hitamnya dan berlalu menuju ruang kerjanya. Tanpa memperdulikan Bella yang masih berdiri disana menunggu jawaban darinya. Bella tahu bertanya pada Kai tak ada gunanya.

Bella melihat isi dari tas itu, dahinya mengerut. Gaun merah dan High hells yang juga berwarna merah. Disana ia masih bisa melihat kertas harga yang masih menggantung sempurna. Terkejut, tentu saja. Harga kedua barang itu melebihi gaji Bella selama dua bulan, saat ia masih bekerja—saat Kai belum masuk dalam hidupnya dan menghancurkan segalanya.

“Kau harus pakai itu besok.”

Entah dari mana datangnya, Kai tiba-tiba sudah duduk di sofa sambil menyeruput bir favoritenya. Bella tentu saja tersentak.

“Pertemuan pengusaha-pengusaha dan client ku dari seluruh Korea. Jangan hancurkan segalanya dan ikuti saja apa kataku.” Ucap Kai lalu berdiri memutari tubuh Bella. Gadis itu mengangguk walau ragu.

Kai masih berjalan memutari tubuh Bella sambil sesekali memainkan surai Bella yang tergulai bebas. “You know ?” Kai melafalkan katanya tepat di depan telinga Bella. Membuat gadis itu bergetar saat bibir Kai tak sengaja menyentuh telinganya.

“Kau melupakan hukumanmu. Right ?

to be continued.


[Author Tetap] My (Girl)Friend: Pregnant?

$
0
0

28581252344_46a5bb7d1d_o

Previous:

My (Girl)Friend: I Miss You – My (Girl)Friend: Please? – My (Girl)Friend: Just Friend

Twelveblossom (twelveblossom.wordpress.com) | Sehun & Jung Nara | Friendship & Romance | Series | PG 17 | Line@: @NYC8880L (use@) | Wattpad: @twelveblossom

Tolong yang di bawah umur jangan baca ini😦

-oOo-

Berulang kali Sehun menghela napas, sembari mengamati gadis yang duduk di sampingnya. Di tangan kanan pria itu ada secangkir susu hangat, sementara tangan satunya menepuk lembut punggung Nara. Saat ini Sehun sedang khawatir.

Paras Nara pucat dan dia dalam kondisi yang tak baik-baik saja. Gadis itu memegangi perut. Ekspresinya mengernyit kesakitan. Sedari tiga puluh menit lalu, Nara cemberut.

“Dia kenapa?” tanya Chanyeol yang baru saja masuk ke ruang latihan.

Sehun menjawab, “Mual. Di mana yang lain, Hyung?”

“Masih makan,” ujar Chanyeol. Pria itu duduk di lantai dekat Sehun. Ia memindai Nara yang mengenakan kaus hitam kebesaran dan celana jeans biru.

“Kalau sakit pulang saja,” imbuh Chanyeol.

Nara mengangguk. “Aku tadi sudah menghubungi asisten yang lain untuk membantu kalian. Mereka datang dua puluh menit lagi.” Ia berucap lemah.

“Aku antar sekarang kalau begitu.” Sehun sudah hendak berdiri, kemudian Nara meraih tangan pria itu agar kembali duduk.

“Aku bisa pulang sendiri. Kau harus latihan,” timpal Nara, lalu beranjak membereskan tas ransel. Gadis itu membiarkan Sehun membantunya memasukkan beberapa barang yang sempat Nara gelar selama latihan tadi.

Sehun mencengkram lengan Nara, ketika si gadis terhuyung. Paras pemuda itu menegang, alisnya bertaut. “Aku antar saja, ya?” tawar Sehun sekali lagi.

Nara menggeleng, ia menepuk pipi Sehun. “Aku hanya mual, masih bisa menyetir sendiri.”

“Bawa mobilku kalau begitu, lebih aman, hm?” Sehun melanjutkan gagasannya, ketika Nara hendak menolak. “Bawa mobilku atau aku yang mengantar. Setelah latihan, aku akan ke apartemenmu.” Sehun mengangsurkan kunci Audi RS7 miliknya ke arah Nara.

Nara memutar bola mata sembari menyambar kunci itu. Ia berlalu melewati Sehun. “Oppa, aku pulang,” pamit Nara. Dia tersenyum simpul pada Chanyeol yang masih mengawasi Nara dari atas sampai bawah.

“Apa kau sedang mual?” Chanyeol mengoarkan pertanyaan.

Nara mengangguk.

“Jangan-jangan ….” Chanyeol menggantung ucapannya, manik pria bersurai merah menyala itu bergantian menatap Nara dan Sehun.

“Kenapa?” tanya Sehun, penuh perhatian.

Chanyeol menyeringai. Ia mengedipkan mata ke arah Sehun yang sedari tadi tidak menangkap arah pembicaraan sahabat satu grupnya itu. “Apa kalian sudah pernah melakukannya?” tanya Chanyeol ambigu.

“Melakukan apa?” Sehun menimpali dengan cepat. Ia menoleh ke arah Nara yang tertegun, bibir gadis itu membuka sedikit.

“Kami berteman dan tidak melakukan hal itu,” jawab Nara singkat. Ia melotot ke arah Chanyeol yang sekarang memaparkan ekspresi jahil.

“Ya, siapa tahu kalian kelepasan―“

“―Tidak, Oppa. Kau terlalu banyak menonton opera sabun,” tandas Nara pada akhirnya. Gadis itu menarik tangan Sehun agar mengikutinya. “Antarkan aku ke basement,” pinta si gadis, tanpa mengindahkan tawa Chanyeol yang berdendang memenuhi ruangan.

Sementara Sehun tetap bercicit, “Kalian tadi membicarakan apa?”

Sehun merasakan Nara meremas lembut jari-jarinya. Mereka sedang berjalan kaki menuju tempat parkir bawah tanah SM Entertainment sembari bergandeng tangan. Hembusan napas panjang kekasihnya kembali terdengar di rungu Sehun. Ekor mata pemuda itu mencuri pandang ke arah Nara. Ia mendapati si gadis menggigit bibir. Hal tersebut membuat Sehun meyakini jika Nara sedang memikirkan sesuatu. Maka dari itu, ketika sampai di pintu kaca terakhir yang sepi, Sehun memutuskan berhenti.

“Tunggu,” Sehun mencegah Nara memasukkan kata kunci untuk membuka pengaman basement.

Sehun melepaskan jaket hitamnya, lalu membantu Nara mengenakannya. Surai Nara yang tergerai dikuncir kuda, kemudian Sehun memakaikan topi cokelat muda kepada Nara. Pemuda itu berlutut di hadapan Nara, ia menalikan sepatu Adidas si gadis. Setelah itu, Sehun kembali tegak untuk memulai pembicaraan.

“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Sehun pada akhirnya.

Nara kabur dari lamunannya, sewaktu suara Sehun mengisi rungu. Gadis itu membalas pandangan Sehun yang tersurat kecemasan di sana. Nara lagi-lagi membuang napas. Ia jelas tak dapat menyembunyikan kepanikan yang sedari tadi berkecimpung di dalam benak.

We did it,” bisik si gadis. Parasnya merona, seakan yang barus saja dia katakan adalah hal paling memalukan sedunia.

Alis Sehun bertaut. “We did nothing,” timpal pemuda itu.

Yes, we did it!” tegas Nara. Ia membuat gerakkan seperti hendak memukul kepala Sehun. Nara benar-benar tidak punya ide mengenai faktor yang membuat Sehun bisa sepelupa itu. “Three times in your birthday. Don’t you remember?” imbuh Nara.

“We did―what?” Giliran Sehun membolakan matanya. “Astaga, tentu aku ingat. Lalu kenapa?” Sehun kembali menanyakan sesuatu yang membuat Nara benar-benar ingin menonjok sahabat karibnya itu.

Nara pun melampiaskan kekesalannya dengan mengacak surai. “Bagaimana jika perkiraan Chanyeol Oppa benar? Aku me―“

“―Wow, aku akan jadi seorang ayah,” potong Sehun untuk kali ini, pemuda itu menyambar dengan cepat. “Aw, Nara sakit!” pekik Sehun, saat Nara menginjak kakinya.

Gadis itu berkacak pinggang. “Sudah kubilang, kau harus melakukannya dengan hati-hati. Jangan bilang, kau lupa memakai pengaman,” kata Nara frustasi.

Sehun nyengir lebar.

Ekspresi mereka sangat berkebalikan.

“Mungkin saja,” jawab Sehun acuh. “Jangan menatapku seperti itu. Ini kabar bahagia, jika memang benar ada Sehun kecil di perutmu,” lanjutnya sambil membelai perut Nara, tanpa mengindahkan cebikan si gadis.

Nara mulai merengek, “Seharusnya aku tidak percaya padamu untuk memasang pengaman itu sendiri―“

“―Demi apa pun Nara, apa kau bisa berhenti bergumam soal pengaman?”

Nara beranjak mendekati Sehun gadis itu berjinjit meraih surai cokelat si pemuda hendak menjambaknya. “Karena itu penting. Kenapa ada manusia menyebalkan seperti dirimu!” seru Nara. Dia terus berusaha menarik rambut si pemuda, sementara Sehun menghindar.

“Aku hanya lupa memasangnya. Tapi, sumpah aku mengeluarkannya di luar,” ucap Sehun, jari telunjuk dan tengahnya membentuk simbol perdamaian.

Bunyi decakan itu menghentikan pertengkaran mereka. Baekhyun dan Sue muncul dari tangga darurat. “Kami hanya teman,” pria yang tak lebih tinggi dari Sehun itu menirukan suara Nara.

“Hanya teman sedari kecil,” giliran Sue yang bervokal menyerupai Sehun.

“Padahal baru dua minggu lalu kalian berkata seperti itu pada kami,” cecar Baekhyun, wajahnya jenaka. “Have you guys did it?” ujar Baekhyun, kepalanya menggeleng tak percaya.

We did nothing,” sahut Nara dan Sehun bersamaan, kompak pipi mereka bersemu merah muda.

Sue tertawa melihat tingkah mereka. Ia mengayunkan tungkai mendekat ke arah Nara. Gadis itu menyerahkan sesuatu kepada Nara, kemudian berbisik, “Testpack.”

We did nothing,” ulang Nara, tapi tetap meraih alat pendeteksi kehamilan itu. Setelahnya, Nara berkedip penuh maksud pada Sehun.

Untungnya Sehun lekas paham.

Sepasang kekasih yang biasa berpura-pura hanya berteman itu, mengambil langkah seribu. Mereka malu setengah mati pada Baekhyun dan Sue.

Kendati demikian, Baekhyun dan Sue melihat kepergian mereka dengan tatapan geli dan tawa yang tak habis-habis.

-oOo-

a/n: Maafkan aku atas cerita ambigu ini habis kangen berat sama mereka berdua di My (Girl)Friend huhuhu. Cerita mereka yang lain dapat dibaca di twelveblossom.wordpress.com

Bonus foto Nara yang lagi pusing ngadepin Sehun. Ah, lelah.

Screenshot_2016-08-26-14-18-34-081



Nightmare [Part X] #Who Am I?

$
0
0

EXO’s Sehun & OC’s Mikyung

Angs | Sad | Life | Mature | Psychology (little) | Romance | Married Life

[Rated Can Change Anytime!]

Disclaimer! The original results my imagination. NOT FOR PLAGIARISM OR COPY PASTE!!!

  “Terimakasih telah mendekatiku selama ini. Sekarang, aku yang akan mulai mendekatimu.”

©2016.billhun94


Semilir angin menerbangkan seuntai rambut hitam Alice. Wajahnya yang pucat semakin pucat ketika dinginnya malam mulai terasa di balik mantel yang dikenakannya. Alice tetap bergeming, enggan untuk merespon. Masih banyak yang harus ia cerna di sini, semuanya terasa membingungkan dan tak kunjung menemukan jawaban.

Ketika Alice mencoba untuk mengingat apapun yang dikatakan Sehun tentang dirinya, disaat itu pula, rasa sakit yang teramat menyerang kepalanya. Memori yang seperti kaset rusak seakan mewakili bagaimana ingatan Alice; tidak jelas dan sulit untuk dipahami. Wanita itu meringis ketika rasa sakit yang mendera semakin menjadi, ia memegang kepalanya; berharap rasa sakit itu akan segera menghilang.

“Kau baik-baik saja?” Tanya Sehun, khawatir.

Alice tidak menjawab, karena rasa sakit itu justru semakin bertambah. Ia mencoba untuk tidak mengingat apapun lagi, namun, satu bayangan seorang anak kecil sekitar berumur 5 tahun membuat Alice menghentikan untuk mencoba tidak mengingat. Alice semakin memejamkan matanya. Anak kecil itu sedang berdiri di depan sebuah audium, dan memperkenalkan dirinya sebagai ‘Shin Mikyung’. Kemudian, bayangan ingatan tersebut berhenti sampai disitu. Alice pun membuka matanya, napasnya tersengal.

Sehun yang sangat khawatir dengan keadaan Alice, menangkup wajah pucat wanita itu. “Alice, kau baik-baik saja?” Tanyanya.

Alice mengangguk, tapi, pikirannya masih tersemat di dalam bayangan ingatan tadi. Entah kapan itu terjadi, namun, Alice yakin jika anak kecil itu adalah dirinya.

Satu pertanyaan Alice lontarkan pelan, Sehun kebingungan untuk menjelaskan.

“Siapa itu Shin Mikyung?”

-oOo-

Semuanya butuh proses untuk dipilah, tidak mudah guna menemukan kenyataan yang sebenarnya. Sehun sudah tahu itu ketika kenyataan menghadapkan dirinya pada sesuatu yang sangat berat. Sehun tidak bisa hanya dengan berpatokan pada waktu, ia harus bisa menemukan jawabannya sendiri.

Di dunia ini ada dua hal yang tidak dapat dipaksakan, yaitu hati manusia dan takdir. Jika ini adalah takdir yang harus Sehun hadapi, ia akan melewatinya. Walaupun sulit.

Senyum tipis terpatri di wajah rupawan Sehun ketika menyaksikan berita di televisi tentang pamannya yang akan mencalonkan diri sebagai walikota Seoul. Akhir-akhir ini memang sang paman sedang fokus pada dunia politik. Sehun sudah menyangka rencara pamannya ini, beliau masih punya banyak kekuasaan kalau Sehun tidak mengambilnya. Pamannya yang licik memang sangat cerdik dalam memilih golden time.

Tidak lagi menetap di rumah keluarga Park, Sehun memilih untuk menyewa sebuah hotel yang tidak berjauhan dengan rumah keluarga Park. Dan besok, ia memutuskan untuk mengambil keputusan atas Alice. Sehun tidak bisa terus menerus membiarkan keadaan seperti ini, ia butuh kepastian.

-oOo-

Alice mengurung diri di kamar sejak kepulangannya bersama Sehun kemarin malam. Tuan dan Nyonya Park sangat khawatir dengan keadaan Alice, sampai siang menjelang wanita itu tidak kunjung membuka pintu kamarnya. Tuan dan Nyonya Park sudah berusaha untuk membujuk, namun, hasilnya nihil.

Di dalam, Alice terduduk di sisi ranjangnya dengan kaki yang ia tekuk dan menyembunyikan wajahnya di lekukan kakinya. Sejak ia membuka mata pagi tadi, ia tidak bisa berhenti untuk memikirkan tentang mimpi yang akhir-akhir ini sering sekali menyambangi. Bukan. Ini bukan mimpi tentang Oh Sehun. Ini adalah mimpi masa lalunya.

Alice mengangkat kepala, wajahnya sendu dan pucat dengan rambut yang berantakan, namun, tidak mengurangi kecantikan alaminya. Tanpa mengubah posisi, Alice memperhatikan bingkai foto yang terpasang apik di tembok kamarnya. Foto itu berisi ia, Tuan dan Nyonya Park yang sedang tersenyum bahagia.

Kembali lagi, mimpi yang Alice mimpikan kembali datang. Mimpi itu tentang sebuah kecelakan besar. Ada dirinya di dalam, dan sepasang suami istri setengah baya yang sudah tidak berdaya di kemudi mobil. Sebelum sebuah truk besar menghadang mobil yang ia tumpangi, ia sudah menutup matanya lebih dulu, dan mobil itupun jatuh ke dalam sungai yang sangat luas. Mimpi itu berakhir sampai di sana.

Alice tidak mengerti kenapa hal itu bisa terjadi padanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Semua ini bagai labirin yang tak berujung. Alice semakin kalut dibuatnya.

“Alice, apa kau di dalam?”

Suara itu membuat Alice menoleh kearah pintu. Suara itu sudah terasa tidak asing lagi di telinga, seperti ia mengenalnya dalam jangka waktu yang tidak sebentar.

“Boleh aku masuk?”

Oh Sehun. Suara itu milik Sehun. Alice mengernyit bingung, kapan pria itu berada di sini?

“Aku anggap ‘iya’.”

BRAK

Pintu bercat putih tersebut kini sudah berhasil didobrak oleh Sehun. Terdapat Tuan dan Nyonya Park di belakang Sehun yang menatap Alice penuh kekhawatiran. Sehun masuk ke dalam kamar Alice dengan tergesa-gesa, lalu menghampiri wanita itu dan mensejajarkan tubuhnya.

“Kau baik-baik saja?” Tanya Sehun.

Entah mengapa, ketika Sehun menanyakan dirinya ‘baik-baik saja’, membuat Alice merasa tenang.

“Aku baik-baik saja,” balas Alice.

Sehun mendengus kasar, “Aku tahu kau tidak baik-baik saja, jangan mencoba untuk berbohong. Apa yang sebenarnya terjadi?”

Sejak awal, Alice berusaha untuk menghindar dari tatapan Sehun yang mengintimidasinya. Namun, kini ia mencoba untuk tidak menghindar lagi. Perlahan, Alice menatap balik Sehun.

“Siapa sebenarnya aku?”

Mencoba untuk tidak menghindar kali ini, Sehun menatap lembut Alice dalam. Sekian kali, Sehun merasakan jika dirinya tidak dapat dikontrol jika sudah berada di dekat Alice, ingin sekali ia mendekap hangat wanita itu dang mengatakan semuanya. Tapi, Sehun harus menahan diri untuk tidak semakin membuat Alice bingung.

“Kau ingin tahu siapa sebenarnya dirimu? Kalau begitu, kau harus ikut denganku.”

“Kemana?”

“Ke tempat seharusnya kau berada.”

-oOo-

Jongin memandang lurus kearah objek yang begitu memikat baginya. Wanita itu seperti matahari di tengah-tengah badai. Dan bagai kehangatan di salju yang sangat dingin. Jongin tanpa bosan memandang objek itu dengan tatapan yang mengagumi. Di lihat dari sisi manapun, tidak ada yang kurang sedikit saja.

Jung Soojung. Wanita yang membuat Jongin terpesona dalam pesona wanita itu yang sangat memikat. Ia rela harus menunggu bertahun-tahun demi wanita seperti Soojung tanpa memperdulikan usianya yang sudah mantap untuk membangun bahtera rumah tangga.

Soojung adalah cinta pertama Jongin. Wanita pertama yang membuat Jongin tergila-gila. Soojung mengajarkan banyak hal padanya. Jongin sangat mencintai wanita itu sampai sekarang sejak kandasnya hubungan mereka 5 tahun yang lalu.

Ketika hubungan Jongin dan Soojung berakhir, Jongin tahu jika Soojung mencintai Sehun yang lelaki itu ketahui adalah teman seperguruan sewaktu kuliah dulu. Sayang sekali, cinta Jongin bertepuk sebelah tangan.

“Cinta bertepuk sebelah tangan memang menyedihkan,” gumam Jongin seorang diri.

Sewaktu Jongin akan melirik kearah Soojung yang berada di ujung Cafè, ia tidak berhasil menemukan wanita itu.

“Masih terus memperhatikanku diam-diam?”

Jongin hafal betul suara tersebut, ia pun menoleh ke belakang dan menemukan Soojung tengah berjalan kearahnya. Sejak kapan wanita itu berada di sana?

“Tidak. Atau mungkin iya,” timpal Jongin ragu.

Soojung mendudukan dirinya di hadapan Jongin yang tengah menyesap coffee lattenya. Soojung memperhatikan Jongin dari ujung rambut sampai bagian akhir lelaki itu. Lalu, Soojung tersenyum tipis.

“Kau semakin tua saja,” ujar Soojung santai.

Jongin terkejut, “Kita hanya berjarak satu tahun. Seharusnya aku yang bilang seperti itu padamu,” balasnya sinis.

Soojung hampir saja menyemburkan tawanya jika tidak melihat keadaan Cafè yang ramai akan pengunjung.

“Lupakan itu. Bagaimana kabarmu?”

Jongin mengerjap pelan, “Baik. Dan kau?”

“Aku juga baik.”

Soojung mengulum senyum; senyum yang selalu berhasil membuat Jongin menahan degupan jantungnya agar tidak menggila di dalam sana.

-oOo-

Pemberitahuan pesawat dari Melbourne berkumandang di bandara Incheon Internasional Airport. Terminal bandara sudah di buka beberapa menit sebelumnya.

Sehun menginjakkan kakinya dengan koper yang ia dorong di tangan kirinya, sedangkan tangan yang lain menggenggam erat tangan seorang wanita yang tidak lain adalah Alice.

Tidak semudah yang dipikirkan Sehun sebelumnya jika Alice akan begitu saja ikut dengannya ke Korea, karena wanita itu yang menolak sebelumnya. Namun, ketika Alice makin penasaran siapa dirinya yang sebenarnya dan apa yang terjadi selama ini, dia pun mau mengikuti Sehun.

Orang suruhan Sehun sudah sampai di depan pintu keluar bandara, dan langsung menghampiri Sehun setelah memberi salam sebelumnya.

Tak ada satu omongan yang keluar dari Sehun maupun Alice sejak mereka memasuki pesawat beberapa jam yang lalu. Mereka tampak asing, dan Alice yang merasa tidak terlalu nyaman dengan keberadaan Sehun di sampingnya.

Mobil yang membawa Sehun dan Mikyung kini sudah memasuki sebuah pelataran luas sebuah rumah mewah. Alice mengerutkan kening, bingung rumah siapa yang saat ini terus dipandanginya.

“Silakan turun, Nona.” Orang suruhan Sehun berkata setelah sebelumnya membukakan pintu mobil.

Alice turun dari dalam mobil dengan Sehun yang lebih dulu. Sinar matahari sore menyengat kulitnya. Udara memang dingin, namun, matahari tetap menampilkan wujudnya.

“Ini rumahku, kau pernah tinggal di sini sebelumnya.” Ujar Sehun, mengitari balik mobil untuk menghampiri Alice. “Ayo kita masuk,” Sehun menggenggam tangan wanita itu, namun ditolak.

“Aku bisa sendiri.”

-oOo-

Sejak menginjakkan kakinya di sini, Alice terus memperhatikan seisi rumah besar itu. Dan satu hal yang terus menjadi tanda tanya besar baginya ketika ia melihat bingkai foto yang tidak terlalu besar itu tergantung di dinding kamarnya adalah; apa sebelumnya ia sudah pernah menikah? Sehun tidak pernah mengatakan hal ini sebelumnya.

Kenyataan membawa Alice tahu jika ia mengalami amnesia yang cukup parah sampai membuat memori otaknya hancur, alhasil ia tidak mampu untuk mengingat apapun ketika ia sadar dari koma panjangnya. Kala itu, Alice sangat mengasihani dirinya sendiri. Dan, Alice baru tahu jika nama aslinya bukanlah ‘Alice Park’ melainkan ‘Shin Mikyung’. Ia harus terbiasa dengan namanya yang asli setelah ia memutuskan untuk kembali hidup di tempat seharusnya ia tinggal.

“Nona Mikyung, Presdir sudah menunggu Anda untuk makan malam.”

Mikyung menoleh kearah pintu saat suara seorang perempuan terdengar dari balik pintu tersebut. Ia pun melangkah mendekat guna membuka pintu itu, dan sesosok pelayan perempuan sedang tersenyum manis kearahnya. Mikyung tidak menimpali apapun, ia langsung melengos begitu saja. Pelayan perempuan itupun terheran-heran dibuatnya. Ini bukan seperti Shin Mikyung yang ia kenal dulu.

Di meja makan, Sehun sudah menduduki kursinya dengan satu piring steak beserta pelengkapnya dan anggur merah sebagai minuman penutup. Alice datang tanpa mengeluarkan sepatah katapun dan langsung duduk di kursi yang tidak jauh dari kursi Sehun berada. Beberapa pelayan langsung menyiapkan sajian untuk Mikyung yang bergeming dalam tempat.

Satu potong steak masuk ke dalam mulut Mikyung tanpa hambatan, lalu ia mengunyahnya perlahan. Pemandangan itu tidak kunjung terlepas dari Sehun yang memperhatikan lewat ekor matanya.

Sehun membuka pembicaraan. “Mulai besok, aku akan mengenalkanmu pada orang-orang yang seharusnya kau kenal.”

Mikyung melirik Sehun sekilas dengan bingung, “Maksudmu?”

“Aku tidak akan menjelaskannya sekarang,” jawab Sehun tenang dengan raut dingin yang tercipta di wajah tampannya.

-oOo-

Layar proyektor itu kini sudah menampilkan slide yang kesekian kalinya. Slidenya selalu berisi tentang orang-orang yang selama ini dekat dengan Mikyung, orang-orang yang harus dihindari wanita itu, dan orang-orang yang sudah membuat Mikyung seperti ini.

Detik selanjutnya, ketika Sehun mengucapkan nama seseorang, Mikyung mengerang saat merasakan sakit mendera kepalanya. Sekelebat bayangan abstrak merasuk ke dalam memorinya. Berisi seorang pria setengah baya yang sedang menyeringai kearahnya dengan gaya angkuh. Dan orang itu adalah salah satu dari orang yang harus Mikyung hindari.

“Kau baik-baik saja?” Sehun bertanya khawatir.

Mikyung tidak menjawab karena perlahan, memori yang merasuk ke dalam otaknya semakin gencar untuk menemukan jawaban sebenarnya tentang apa yang ia alami saat ini. Kejadiannya sangat cepat. Mikyung melihat dirinya sendiri memasuki sungai yang sangat dalam, tertembak dengan bahu yang berlumuran darah, dan menangis pilu di atas sebuah gedung sebelum akhirnya meloncat karena tidak tahan dengan semua yang ia terima.

Kenapa selalu memori tentang kekelamaman hidup yang harus Mikyung ingat? Kemana memori kebahagiaan yang Mikyung alami?

Sehun yang berdiri tidak jauh dari Mikyung kala itu langsung menghampiri wanita itu dan mendekapnya erat dalam rengkuhannya. Melihat bagaimana Mikyung ketakutan dan rasa sakit itu membuat Sehun tidak sanggup untuk melihatnya. Seketika rasa bersalah yang selama ini mendera kembali datang. Ya, Sehun terus menerus menyalahkan dirinya atas kehilangan Mikyung.

Everything is gonna be fine,” gumam Sehun lembut di rungu Mikyung.

-oOo-

Seminggu berlalu, Sehun berencana untuk membuat Lee Sanwook kalap dengan kedatangan Mikyung di tengah-tengah pelantikannya sebagai seorang Presdir dari group Taesan yang seharusnya diduduki oleh Mikyung. Dan hari itu telah tiba. Sehun membantu Mikyung untuk merebut kembali posisinya dengan mengajari dasar-dasar bisnis terlebih dulu.

Mobil milik Sehun berhenti di sebuah gedung pencakar langit yang bertempat di pusat kota. Sudah banyak media masa yang bergumul untuk mengabadikan momentum dari pelantikan calon Presdir yang baru.

Sanwook tidak dapat menguasi kekuasaan Tuan Shin hanya dengan menyingkirkan Mikyung. Karena group Taesan yang selama ini berjalan bukanlah berada di tangannya, melainkan orang bawahan Tuan Shin. Setelah berhasil menyingkirkan orang-orang bawahan Tuan Shin tersebut, Sanwook baru bisa menguasi group para konglomerat di Korea itu.

Tanpa sadar, Mikyung mengeratkan genggaman tangannya pada lengan Sehun. Rasa gugup menyerang dirinya, dan itu membuat ia ragu untuk menampilkan dirinya di depan khalayak umum untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun menghilang bagai ditelan bumi tanpa kabar.

Pintu besar itu terbuka, menampilkan Sanwook yang sedang berbicara di atas podium. Pidato yang Sanwook berikan terpaksa berhenti ketika sosok Mikyung bersama Sehun datang bersamaan. Bukan hanya Sanwook yang keheranan, tapi seluruh isi ballroom. Yang selama ini orang tahu adalah ‘Shin Mikyung telah hilang’ dan kini wanita itu kembali.

“Lama tidak bertemu, Samchon.” Sapa Mikyung, lalu membungkuk hormat di hadapan Sanwook dengan senyum tipis di wajah cantiknya.

Sehun yang tidak berbuat apapun di samping Mikyung, hanya dapat tersenyum dalam hati melihat raut terkejut Sanwook.

“Shin Mikyung, kau masih hidup?” Tanya Sanwook dengan raut wajah yang seakan-akan bahagia akan kedatangan Mikyung. Pria itu menghampiri Mikyung dan Sehun.

Samchon kira aku sudah mati? Tidak, aku masih hidup.” Jawab Mikyung sedikit sinis.

Mikyung menghadap ratusan pasang mata yang memperhatikannya. Orang-orang itu adalah orang-orang yang haus akan kekuasaan, dan yang Mikyung tahu mereka semua adalah para petinggi perusahaan jasa, dagang, maupun manufaktur yang terlibat dalam group Taesan.

Annyeong hasaeyo, saya Shin Mikyung. Maaf jika saya baru datang sekarang, karena saya harus memulihkan kesehatan saya yang sempat menurun tiga tahun lalu. Sekali lagi maaf,” akhir dari perkataan itu adalah Mikyung yang membungkuk pada para petinggi tersebut.

-oOo-

Mikyung sedang melamun di halaman belakang rumah Sehun dengan pandangan lurus ke arah bunga-bunga yang tertanam cantik di tanah dengan rumput-rumput di sekitarnya. Entah sejak kapan, Mikyung merasa tidak asing dengan bunga-bungai itu.

“Apa dulu aku menyukai bunga?” Tanya Mikyung pada dirinya sendiri.

“Iya, Anda sangat menyukainya.”

Mikyung sempat terkejut ketika menemukan seorang pelayan perempuan yang beberapa waktu lalu sempat berpapasan dengannya.

“Darimana kau tahu?” Tanya Mikyung.

Pelayan perempuan bernama Jieun itu menghampiri Mikyung, “Aku tahu karena pernah menemanimu menanam bunga di sana,” tunjuknya pada bunga-bunga yang berjejer rapih itu.

Mikyung terhentak, benarkah demikan? Kalau begitu ia dapat satu informasi tentang dirinya kali ini, bahwasanya; Shin Mikyung menyukai bunga.

Ketika Jieun menemuka sosok Sehun yang sedang berjalan kearah dirinya dan Mikyung, ia langsung mengundurkan diri tanpa memberitahu lebih dulu pada Mikyung. Saat akan mengajukan pertanyaan lagi, Mikyung sudah tidak menemukan Jieun, melainkan Sehun. Sejak kapan Jieun bisa berubah bentuk menjadi Sehun? Atau ini hanya khayalannya saja?

“Sedang mencari siapa?”

Sehun yang melihat gerak-gerik Mikyung, bertanya. Namun, wanita itu sepeti tidak menganggap terlalu penting.

“Tidak ada.”

Sehun mendudukkan diri di samping Mikyung, “Di sini dingin. Lebih baik masuk ke dalam,” ujarnya. Malam memang semakin membuat udara tidak terkirakan.

“Aku memakai mantel,” timpal Mikyung santai. Sehun terkekeh, Mikyung terpanah akan itu.

“Baiklah, terserah kau saja,” balas Sehun.

Keadaan hening menyelimuti Sehun dan Mikyung yang sama-sama terdiam. Mikyung mencuri pandang kearah Sehun. Pria seperti apakah Sehun itu? Pertanyaan tersebut datang begitu saja tanpa diundang. Sosok Sehun yang selalu menjadi sosok misterius baginya itu adalah sebuah teka-teki yang terkadang membawanya ikut bersama Sehun dengan arus yang disebut pesona.

“Mikyung-ssi?” Panggil Sehun, yang dipanggil menoleh.

Tanpa menatap lawan bicara, Sehun berucap pelan. “Terimakasih telah mendekatiku selama ini. Sekarang, aku yang akan mulai mendekatimu,” Sehun menatap iris teduh milik Mikyung.

Sehun mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Mikyung yang masih terheran dengan kata-kata Sehun. Pria Oh itu menghembuskan napasnya yang menerpa kulit halus Mikyung. Kemudian, bibir keduanya bertemu. Sehun hanya memberikan kecupan biasa, setelah itu melepaskannya.

Mikyung tidak berkutik sedikitpun sebab rasa terkejutnya yang masih ada. Jantungnya berdegup kencang, dan geleyar aneh mengaliri seluruh tubuhnya. Mikyung rasa ini bukanlah kali pertama ia merasakan sapuan lembut Sehun di bibirnya.

Sehun merangkum paras cantik Mikyung dengan kedua tangannya. Lalu mengelus lembut kedua pipi Mikyung menggunakan ibu jarinya. Tanpa sepatah kapanpun yang keluar, Sehun kembali mencium Mikyung. Namun, kali ini terasa lebih intens dari sebelumnya.

Lumatan demi lumatan membawa Mikyung untuk menutup kedua matanya mengikuti Sehun. Entah setan apa yang merasuk, ia sama sekali tidak menolak segala perlakuan Sehun ini. Seperti ia juga menginginkan sentuhan Sehun kembali setelah sekian lama.

Keadaan semakin memanas ketika Sehun mengigit bibir bawah Mikyung yang mana membuat wanita itu mengerang. Mikyung lantas melingkarkan tangannya di leher Sehun dan menarik lebih dalam ciuman mereka.

Jika memilih untuk awal dari semua kisah ini, mungkin sekarang adalah saatnya. Sehun berharap jika ini akan menjadi awal yang baik untuk ke depannya bersama Mikyung yang sudah berhasil mengubah diri Sehun menjadi sosok pria yang lemah dan tidak berdaya karena rasa kehilangan yang dulu sempat pria itu rasakan. Dan, ia tidak akan pernah mau merasakan hal macam itu lagi dengan menjaga Mikyung.

-oOo-

To Be Continue

TINGGALKAN JEJAK SETELAH MEMBACA!!!

#Thanks

P.s :

Mudah2an gk absurd yoyo😂😂


STAY WITH ME (Chapter 1)

$
0
0

original

Cast                       : Byun Baekhyun (EXO)//Park Jaeri (OC)

Other Cast          : All member EXO, ….,…… . (menyusul)

Leght                     : Prolog // Chapter

Disclamer            : Cerita asli buatan author Byun. terinspirasi dari film,drama,novel. No copy,no paste.

“So easily, with harsh words .You put scars in my heart.Without even saying sorry

Again, I’m comforting myself.Always nervous.If you’re gonna leave me.I just want you to stay”

Black Pink Stay With Me

Stay With Me-(Prolog)

Chapter 1

Seorang pria menyeret kopernya menuju pintu utama Bandara Icheon, suara langkah kakinya berirama lantaran sepatu kulitnya beradu dengan lantai. Kaca mata yang bertengger di hidung lancipnya dilepas, memperlihatkan mata elang. Tangannya merogoh saku untuk mengambil ponsel yang sedari tadi berdering. Ada panggilan dari seseorang disana dan pria itu tak berniat mengangkat, malah yang dilakukannya adalah menonaktifkan ponsel.

“Baekhyunie!” tegur seseorang.

Pria yang merasa dipanggil itu menoleh, dan tersenyum lebar saat melihat wanita paruhbaya mendekat padanya.

“Eomma!” Serunya dengan nada bahagia. Detik selanjutnya tangannya sudah memeluk sang ibu. Pria bernama lengkap Byun Baekhyun sedang melepas rindunya.

“aigooo anakku. Akhirnya kau kembali. Eomma sangat merindukanmu.”

Baekhyun melepas pelukannya, rasanya seperti mimpi sudah kembali pulang ke negara kelahirannya.  Tinggal di Amerika selama 2 tahun membuatnya jauh dari keluarganya, jika boleh jujur Baekhyun sangat tidak betah di negara orang. Baekhyun menempuh pendidikan di Amerika  atas kemauan ibunya. Suka tidak suka ia harus melakukannya agar ibu tercintanya bahagia.

“aku juga merindukan eomma.”

“jadi sekarang putraku seorang dokter heumm?” tanya sang ibu membuat Baekhyun terkekeh. Ibunya bangga karena ia lulus dari universitas kedokteran  hanya dalam kurun waktu 2 tahun. Otakknya yang cerdas memudahkannya cepat mendapat gelar dokter. Baekhyun juga bangga pada dirinya sendiri karena telah mewujudkan keinginan ibunya.

“Benar. Anakmu ini sudah menjadi seorang dokter. Eomma senang?”

“sangat. Putraku kau sangat hebat.”

.

.

.

“apa?” pekik Baekhyun hampir menyemburkan soda yang diseruputnya. Pria itu memandang ibunya tidak percaya. Kini ia sudah berada dirumah keluarganya. Setelah sampai tadi ibunya mengajaknya makan siang juga menyampaikan sesuatu yang membuatnya hampir kehilangan separuh nyawa.

“eomma hanya ingin membantunya Baekhyunie” jelas sang ibu. Baekhyun terlihat frustasi saat ini. Ibunya memberi tau jika rumah pribadinya sedang dihuni seseorang. Rumahnya yang terletak dikhawasan Gangnam merupakan hadiah dari mendiang ayahnya. Baekhyun pernah tinggal sendirian disana saat SHS, ia tak pernah suka jika orang lain menjamah kepemilikannya tanpa ijin darinya.

“eomma kenapa kau membiarkan orang lain tinggal dirumahku?”  keluhnya dengan nada tidak terima. Sang Ibu menggenggam tangan Baekhyun , memandang putranya dengan tatapan memohon.

“sekali lagi maafkan eomma. Anak itu baru datang ke Korea dan dia belum memiliki tempat tinggal. Dia-“

“kenapa harus rumahku?” serobot Baekhyun memotong perkataan ibunya.  Sekarang kepalanya malah dihadiahi pukulan kecil, Baekhyun mengaduh dan mengelus kepalanya.

“ini salahmu karena tak memberi kabar akan kembali. Eomma hanya ingin rumahmu terasa hangat dengan ditinggali seseorang.”

“hahh tapi kan seharusnya eomma meminta persetujuanku.”

“Sudahlah. Lagipula yang tinggal dirumahmu saat ini bukanlah orang asing. Dia anak dari sahabat eomma. Jika mau kau tinggal saja dirumah ini.” cercah ibunya membuatnya semakin frustasi.

“eomma aku sangat menyukai rumahku.”

“Jaeri juga menyukai rumahmu.”

“Jaeri? Hahh ya ampun. Eomma suruh saja dia tinggal bersamamu. Ne?” mohon Baekhyun dengan sungguh-sungguh. Ibunya menyeringai dan menggeleng keras.

“kau tinggal saja bersamanya. Tak apa kan?”

“andwe. Mana bisa seperti itu.  Tidak baik seorang pria tinggal bersama gadis asing”

Ibunya menatap sang putra dengan tatapan curiga. Wanita paruh baya itu menatap dalam mata putranya.

“apa yang tidak baik?. Anggap saja dia mengontrak salah satu kamar dirumahmu. Kalian bisa berteman. Lagipula eomma yakin kau ini tak akan macam-macam.” jelasnya membuat Baekhyun semakin resah.

“tetap saja, bagaimana jika-“ ucapnya tak sampai selesai. Baekhyun mengatupkan bibirnya dan menggaruk belakang kepalanya. Ibunya menahan senyum karena sepertinya putranya sudah benar-benar dewasa. Beliau tau tidak baik jika seorang pria dan wanita yang tak terikat hubungan tinggal dalam satu rumah. Tapi mau bagaimana lagi? Ia sudah terlanjur meminjamkan rumah putranya untuk anak sahabatnya.

“jalani saja. Dia hanya tinggal sementara sampai ayahnya membelikan rumah.”

 

.

.

.

.

Baekhyun memasuki rumahnya dengan membawa dua koper. Setelah menutup pintu ia memasuki ruang tengah, matanya langsung disambut  dekorasi ruangan yang berbanding balik dengan stylenya.

“aisshhh jinjja, dia fikir siapa berani mengubah tataan ruangan.”  Cibirnya penuh kesal. Ruang tengah terpapar karpet warna merah muda dan tataan soda juga berpindah. Baekhyun ingin mengabaikannya terlebih dahulu, ia berjalan menuju tempat tujuan yaitu kamar. Pria itu masuk dan lega saat mendapati kamarnya utuh, Baekhyun fikir gadis yang tinggal dirumahnya menggunakan kamarnya. Ternyata ibunya mengerti juga.

“hah aku mendapat mimpi buruk sekarang.” Ucapnya sembari membereskan bajunya kedalam lemari.

Membutuhkan waktu cukup lama bagi pria itu untuk  membereskan barangnya. Sekitar dua jam Baekhyun baru keluar kamar untuk mengambil minum. Saat membuka kulkas ia ditajubkan oleh setumpuk makanan juga yogurd.

“ck ck apa dia menjual semua ini? Daebak, kulkasku sudah seperti toko cemilan.”

Pria itu mengambil air mineral dan menuangkannya pada gelas, saat meneguk airnya ia langsung melotot.

“ya airnya sangat dingin. Astaga apa ia menaikan suhu kulkasnya? Dasar boros.”

Baekhyun menggeleng dan menyumpahi si pelaku dalam hatinya. Pria itu kini berjalan menuju jendela untuk menutup tirai. Dari balik kaca ia melihat sosok wanita berjalan memasuki halaman rumah. Baekhyun terdiam dan entah mengapa jantungnya berdetak kencang saat ini.

“aishh ada apa denganku. Kenapa aku harus gugup?” lirihnya.Aneh karena tiba-tiba ia merasa panik.

Selama beberapa menit Baekhyun diam dihadapan jendela, tangannya masih memegang tirai dan belum menutupnya sama sekali.

Suara pintu membuatnya semakin enggan bergerak, Baekhyun masih diam menenangkan degup jantungnya. ‘ya ya sial’ dalam hatinya.

“hyaa pencuri” suara teriakan membuat Baekhyun menoleh. Pria itu langsung menepis payung yang hampir memukul kepalanya. Gadis dihadapannya sekarang terlihat takut, dengan sengaja Baekhyun mendorongnya agar tak mendapat serangan lagi.

Sejenak ia menatap mata gadis dihadapannya.

‘tidak asing’

“hei kau-.”

“KYAAA TOLONG!!! Y-ya kau. Apa yang k-kau lakukan dirumahku?”  pekik yeoja itu -Jaeri– membuat Baekhyun melongo, Jaeri mengerjap saat Baekhyun tiba-tiba menunjukan smirk.

“apa? rumahmu?”

“y-ya! kau pencuri kan?”

“Nona, kau yang seprtinya pencuri. Ini rumahku!.” Ujar Baekhyun penuh penekanan. Jaeri terdiam untuk berfikir, tiba-tiba perkataan Byun ajhuma diingatnya.

“hah… s-seolma apa kau ini….?

.

.

.

.

.

Jaeri menatap Baekhyun serius selama pria itu bercerita. Baekhyun membalas tatapan jaeri dengan tatapan tak bersahabat.

Keduanya kini diam, Jaeri meremas ujung roknya karena cukup gugup saat ini. Sebenarnya rasa cemas lah yang lebih mendominasi tapi gadis itu menutupinya. Ia juga tidak enak pada pria dihadapannya karena sikapnya tadi.

“ Kau tidak berhak mengakui ini rumahmu nona. kau hanya menumpang padaku.” Terang Baekhyun membuat Jaeri melongo.

“y-ya tapi Byun ajhuma yang memintaku tinggal di rumah ini. Mana aku tau jika kau akan kembali.”

“kau hanya menumpang. ” tegas Baekhyun. Pria itu bahkan melotot pada Jaeri. Sayangnya Jaeri tak takut dengan ekspresi galak Baekhyun.

“lalu ini harus bagaimana?” tanya Jaeri dengan polosnya. Bisa terlihat Jelas jika Baekhyun tidak suka dirinya. Gadis itu tak tau harus  bagaimana.

“kau pindah sana!.”  tutur Baekhyun yang langsung membuat Jaeri mengerjap.

“ya, aku juga barusaja kembali ke Korea dan aku tak memiliki rumah.” Protes Jaeri, gadis itu menatap Baekhyun yang malah menendikan bahu.

“well, itu deritamu. Ini rumahku dan aku berhak melakukan apapun” ucap Baekhyun . Jaeri tak bisa melawan karena menghormati baekhyun yang statusnya adalah si pemilik rumah. Ia menunduk sembari berfikir jalan keluar .

Baekhyun melirik Jaeri yang terlihat semakin resah, entah mengapa kini kata-kata ibunya melintas di otaknya.

‘biarkan dia tinggal bersamamu. Eomma sudah berjanji pada orang tuanya untuk menjaganya. Semua keluarganya di Shanghai, dia tak memiliki tempat tinggal di Korea’

Baekhyun menghela nafas panjang, sedikit menimbang akan keputusannya. Sedangkan Jaeri masih berfikir harus bagaimana. Jika Baekhyun mengusirnya ia tak tau harus tinggal dimana.

“hahh sial. Ya kau!.”

Jaeri yang tadinya menunduk kini menatap Baekhyun dengan tatapan pasrah, mungkin Baekhyun akan berteriak menyuruhnya pergi.

“ aku sangat sangat sangat terpaksa mengatakan ini.Kau boleh menumpang disini sampai kau memiliki rumah. Ingat! ini hanya keterpaksaan! Aku hanya mematuhi kata-kata eomma. ”

Jaeri membulatkan bibirnya tidak percaya, setelah mengatakan itu Baekhyun berdiri dan berlalu menuju satu ruangan.  Jaeri tak memiliki kesempatan untuk bicara, ia hanya terlalu gugup selama Baekhyun memandangnya dengan tatapan dingin.

“huhhh kukira ia akan menyeretku keluar.” Leganya. Jaeri membaringkan tubuh di sofa, memikirkan Baekhyun yang sekarang benar-benar berada dalam jangkauannya.

“aishh mengapa ajhuma tak memberitahu aku jika putranya itu kembali?” tanyanya pada angin. Jaeri bangun dan berjalan lunglai menuju kamar yang baru beberapa hari ini sah menjadi miliknya. Gadis itu tak akan keluar dari kamar selain makan dan mandi, ia hanya takut berpapasan dengan si pemilik rumah.

“aahh lebih baik aku cepat mandi.” Ujarnya . Sayang sekali kamarnya tidak dilengkapi kamar mandi. Ia jadi harus keluar jika untuk mandi.

.

.

.

.

Baekhyun membolak-balik badanya, sudah hampir 3 jam ia berusaha tidur namun sangat sulit. Otakknya terus-terusan berfikir tentang gadis yang tadi bicara dengannya.

“Park Jaeri, aku yakin dia tak asing.”

Karena penasaran Baekhyun mengirim pesan pada ibunya, bertanya Jaeri anak siapa. Pria itu cukup mengenal beberapa sahabat orang tuanya.

“hemm…”

Pria itu menunggu balasan pesan dari ibunya. Setelah lima menit ponselnya bergetar dan itu pesan balasan.

‘rahasia.’

Sangat singkat dan membuat Baekhyun penasaran. Pria itu mendengus kesal.

“ckk sudahlah. untuk apa aku penasaran begini. Lagipula gadis itu sebentar lagi pasti akan pindah. Hah…”

Baekhyun membuka aplikasi musik dalam ponselnya, memutar lagu lullaby sebagai pengantar tidurnya. Biasanya dengan cara itu ia akan cepat terlelap.

Baekhyun mulai  menguap setelah memutarnya lebih dari tiga kali, oh sepertinya ia telah mengantuk.

BAEKHYUN POV

Mataku masih terpejam saat suara ponsel berdering keras, dengan malas ku raba dimana letak ponselku. Dapat , kubuka sebelah mata untuk melihat siapa yang pagi-pagi sekali sudah memanggil.

Aku yakin pasti ia tak memiliki tujuan penting menelfoku sepagi ini. Ku pertimbangkan untuk mengangkatnya atau tidak, dengan separuh minat akhirnya ku geser icon terima.

“Mwo? Park Yoda?”

Aku mendengar seseorang berteriak disebrang sana. Park Chanyeol, salah satu sahabatku yang dengan girangnya berbicara. Aku hanya meng-iya’kan semua perkataannya. Pria yang berada dalam satu tahun lahir denganku itu mengajaku keluar untuk bertemu.

“ya ya baiklah. kkeutna.”

‘Tut’

Aku menyibak selimut dan turun dari ranjang, kakiku berlari kecil menuju kamar mandi karena panggilan alam. Aku memikirkan apa yang kukonsumsi saat makan bersama eomma kemarin hingga membuat perutku sakit begini. Benar, aku memakan bulbogi sangat banyak, aigo.

“ya kenapa ini tak berfungsi?” ujarku  karena kerana kerannya tak mengeluarkan seteter air pun. Aku keluar dan terpaksa menggunakan kamar mandi didekat dapur.

Perutku semakin tidak beres, sepertinya harus kukeluarkan semuanya.

Langkahku semakin dekat, lega saat melihat kamar madi. Tanganku terhenti diudara secara tiba-tiba. Aku hendak menarik knop pintu tapi tiba-tiba terbuka dengan sendirinya.

“huaaa/kyaaaa” teriakku dan juga gadis itu secara bersamaan. Tatapannya menggambarkan seolah aku ini pria mesum, oh no apa dia berperasangka aku akan melakukan hal aneh? Seolma. Entah karena terkejut atau apa ia langsung berlari keluar bahkan menabrak bahuku cukup keras.

“akhh YA!” aku mengelus bahuku dan dan mengaduh sakit. Aku hendak masuk tapi kakiku menginjak sesuatu. Kubulatkan mataku saat melihat apa yang tergeletak di sana. Baekhyun memungutnya dan mengamatinya dengan tatapan jijik.

“gadis gila, dia sengaja menjatuhkan bra didepan kamar mandi.”

.

.

Author POV.

Jaeri menutup pintu dengan sangat keras, dibalik sana ia mengelus dadanya. Kemunculan Baekhyun di depan pintu kamar mandi membuatnya terkejut setengah mati.

“ya ampun. Mengagetkanku saja.”

Gadis itu lega karena sudah memakai pakaian lengkapnya, jika saja ia hanya menggunakan kaus dalam apa jadinya? Pasti rasanya lebih malu lagi. Ini pagi yang paling buruk menurutnya, entah mengapa ia merasa nasibnya semakin buruk. Bagaimana untuk kedepannya jika terus seperti itu?

Jaeri berharap ayahnya cepat membelikan rumah, dengan itu ia tak perlu tinggal bersama Byun Baekhyun.

“baiklah ,lebih baik aku bersiap “ ucapnya penuh semangat. Hari ini jam kuliahnya pagi jadi ia tak boleh lamban atau akan telat nantinya.

Gadis itu tak perlu lama untuk berias, hanya perlu mengoles pelembab,bedak dan juga lipsblam tipis. Rambutnya dikucir kuda karena belakangan ini cuaca cukup panas. Ia benci berkeringat.

Setelah memakai sepatunya ia berjalan menuju pintu, membukanya dan terkejut lagi saat melihat Baekhyun bersandar ditembok.

“y-ya kau mengejutkanku.”

“benarkah? Heohh mianhae. Aku hanya ingin memberikan ini. Tergeletak di lantai tadi.” ucap baekhyun panjang lebar sembari mengangkat Bra berwarna pink padanya. Yang dilakukan Jaeri adalah melototi Baekhyun, nyawanya seperti terbang ke awam.

Gadis itu masih syokdan tersadar saat Baekhyun menjentikan jari.

“K-kau …. YA DASAR MESUM!” . Teriak Jaeri membuat telinga Baekhyun berdenging.

‘duakk’

“akkhhh appha! YAAKKK”

Sepenuh tenaga Jaeri menendang tulang kering Baekhyun. Ia masuk kedalam kamarnya dan melempar bra-nya sembarangan. Dengan sangat keras pula ia menutu pintu. Sedangkan Baekhyun saat ini adalah tertidur dilantai sembari mengelus tulang kakinya.

“Byeontae!”

Jaeri memandang Baekhyun dengan tatapan syok lalu berlari pergi.

“yaaa! Park Jaeri-ssi.!”

.

.

.

Jaeri berjalan cepat di koridor universitas , pikirannya masih mengingat kejadian dirumah. Rasanya ia ingin menagis karena terlalu malu.

“haisss apa yang harus kulakukan saat pulang nanti.” keluhnya. Rasanya Jaeri tak ingin melihat wajah Baekhyun nanti.  Jaeri berjalan tanpa fokus pada apa yang ada didepannya.

‘duk’

Jaeri berhenti karena menabrak seseorang, ia mendapati seorang pria dengan senyum lebar di hadapannya.

“selamat pagi mahasiswa pindahan.”

Jaeri memutar bola matanya, rasanya ia ingin kabur sekarang. Pria dihadapannya adalah seniornya yang gemar mengganggunya belakangan ini.Dengan sangat terpaksa ia membalas senyuman itu.

“selamat pagi Sunbae.” Balasnya. Pria yang disebut Sunbae itu terlihat sibuk merogoh saku dalam jaket.

“ponselmu”  ucapnya sembari mengoyang-goyangkan ponsel milik Jaeri.

Jaeri menampakan wajah terkejut karena ponselnya bisa ada di tangan seniornya . Ia berusaha mengambilnya tapi sayang  pria itu meninggikan tangannya nya.

“ya Sunbae-nim, kembalikan ponselku.” Pinta jaeri dengan nada memohon. Tingginya yang hanya sebatas dada si pria membuatnya kualahan.

“em em ini tidak gratis. Aku menyelamatkan ponselmu , jika tidak pasti sudah hilang di perpustakaan.”

“oh ayolah, sunbae”

Jaeri mendengus, kali ini ia tak tau apalagi yang akan dilakukan si sunbae-nya itu. Sejak hari pertamanya menginjakan kaki dikampus , satu sunbaenya itu terus mengganggunya dan  menyuruhnya ini itu. Sungguh Jaeri sangat risih.

“apa aku harus memberi imbalan dengan uang?” tanya gadis itu dengan polosnya.

“No No, emmm kau hanya perlu….  “ Sehun berhenti ditengah kalimat. Smirk muncul menghiasi wajah tampannya. “oh aku berubah fikiran untuk mengembalikan ponselmu hari ini.” sambungnya . Jaeri melongo dan kini sudah cukup frustasi.

“sunbae, aku mohon kembalikan ponselku sekarang.”

“besok saja ya.”

“sekarang saja sunbae-nim.”

Sunbae-nya itu memeletkan lidah dan berbalik pergi, Jaeri terus mengikuti dan memohon.

‘kena kau’ ucap pria itu dalam hati. Ia membiarkan jaeri tetap brisik mehohon padanya, menurutnya itulah hal yang paling menyenangkan. Mengerjai wanita cantik adalah hobiya.

Malangnya Park Jaeri, gadis itu merasa hidupnya semakin berada dalam ketidak nyamanan. Sudah ada 2  pria yang membuat paginya menjadi menyebalkan.

.

.

.

Siapa nama sunbae itu? entahlah Jaeri-pun belum mengetahui namanya. Gadis itu enggan untuk sekedar berkenalan, melihat wajahnya saja sudah membuat mood menjadi buruk.

.

TBC

Kkeut..

Holla hallo….. ketemu lagi dengan author Byun yang selalu gaje bikin cerita^^.

Chapter 1 sudah dipost, ini aku usahakan ngetik ditengah kesibukan kelas 12. Maaf ya kalo awal ceritanya masih ambigu…. hahh ide terbatas tapi nekat bikin^^ jadilah ff aneh ini.

Tapi semoga ada yang suka walau sedikit,

Nantinya mau di post satu minggu sekali.^^

Pamit dulu ya..(singkat)

Oke bye readers…. see you next chapter ya^^

-komen juseyo- ^^ (gak maksa)


Nuestro Amor – Chapter 1

$
0
0

nuestro-amor-req

Nuestro Amor Chapter 1

©2016 HyeKim’s Fanfiction Story

Starring With : Luhan as Luhan || Hyerim (OC) as Kim Hyerim || EXO’s Sehun as Oh Sehun

Genre : Romance, School Life, Friendship, Sad, slight! Yaoi ||  Lenght : Mini Chapter || Rating : PG-15

Poster By : Kyoung @ Poster Channel

Summary :

Luhan, Si Anak berandalan di sekolah menyukai dewi sekolah yang lahir dengan nama Kim Hyerim. Namun ketika Luhan tahu akan titik terang cintanya terbalaskan oleh Sang Gadis, Hyerim memilih menjauhinya entah mengapa. Namun yang Luhan pasti ketahui, Hyerim menjauhinya karena sosok Oh Sehun yang rupawan. Dan yang lebih mengejutkannya, Sehun bukanlah menyukai Hyerim tapi menyukai dirinya.

Disclaimer :

This is just work of fiction, the cast(s) are belong to their parents, agency, and God. The same of plot, character, location are just accidentally. This is not meaning for aggravate one of character. I just owner of the plot. If you don’t like it, don’t read/bash. Read this fiction, leave your comment/like. Don’t be plagiat and copy-paste without premission.


When love play between us


HAPPY READING

║ ♫  ║ ♪  ║ ♫  ║ ♪  ║

Bunga serta pohon sakura yang bermekaran menandakan akan hidupnya musim semi ditengah hiruk pikuk kota Seoul yang sedang menyambut pagi hari yang indah. Jalan masih agak lenggang lantaran waktu masih sedikit pagi walaupun bukanlah sebuah pagi buta. Para pelajar tampak ada yang berjalan kaki dengan wajah segar habis terguyur air mandi untuk menuju sekolahnya. Salah satu diantara pelajar tersebut ialah seorang lelaki dengan penampilan semerautan; dasi sekolah tidak dipakai, baju dikeluarkan, dan rambut acak-acakan.

Sebut saja dia Luhan. Well, namanya tertera jelas diname tag seragam sekolah berwarna putihnya. Luhan pun tampak berjalan menuju perkarangan sekolah sambil memasukan tangan ke saku celananya. Beberapa siswa sekolahnya hanya melirik sekilas dengan tatapan menjijikan lalu berbisik, lebih tepatnya mengunjing tentang Luhan. Sementara Si Bahan Bicara tersebut, malahan asyik bersenandung sembari mengiring tungkainya menuju kelasnya.

“Heh, Luhan datang. Cepat minggir, nanti kita terinfeksi virus tak benar darinya,” bisik salah satu siswa lelaki dengan kacamata bulat besar layaknya Harry Potter dan berbadan pendek.

Bisikannya itu disahut oleh seorang kawannya, “Ck! Gangster jadi-jadian itu datang, mengusik ketenanganku saja,” setelah itu sekumpulan siswa kelas 11-C yang berada di dekat pintu masuk kelas pun langsung membuka jalan tatkala Luhan menampakan batang hidungnya di daun pintu.

Layaknya seorang presiden yang disambut di red carpet, Luhan bersiul pelan masih dengan tangan yang ia masukan ke saku celana serta air wajah terlewat santai, tak menghiraukan tatapan takut orang yang ia lewati dan sedang menunduk. Walau Luhan tidak melakukan apapun, mereka semua merasa takut dengan pria tersebut. Luhan terkenal siswa semena-mena yang tidak suka ketenangannya diusik, bila ada yang berani mengusiknya maka akan berakhir pincang atau lebih parahnya masuk UGD.

Gerakan kaki Luhan terhenti ketika sampai di depan meja yang ditempati seorang siswi yang terlihat lugu dan sedang membaca buku pelajaran. Mata Luhan menatap sinis siswi tersebut yang akhirnya balik menatapnya dengan bola mata berkilat ketakutan.

Ya! Yoon Cheonsa! Sudah kubilang berapa kali, ini tempat dudukku, idiot! Menyingkir sekarang juga!” bentakan Luhan pagi ini cukup menarik seluruh antensi para siswa kelas untuk melirik ke jajaran bangku paling belakang sebelum jendela.

Sementara Yoon Cheonsa dengan tubuh gemetar berdiri dan melirik Luhan takut-takut dengan kepala menunduk. “Em… Luhan, tapi Guru Yoon sudah merolling tempat duduk dan kau duduk di jajaran paling depan dekat dengan Haneul.” gerakan kepala Cheonsa pun lihatkan guna menunjuk tempat duduk yang dimaksudnya.

Namun reaksi Luhan ialah melipat tangan didepan dada sambil mendecih pelan. “Aku tidak mau duduk di paling depan apalagi dengan murid terpintar ketiga di kelas. Kalian sungguh ingin mengintimidasiku. Jadi sekarang, angkat kaki sebelum kakimu kupatahkan!”

Ancaman Luhan mutlak menyuruh tubuh Cheonsa bergerak buru-buru untuk angkat kaki dibanding nanti kakinya tak bisa digunakan sebaik mungkin kedepannya. Luhan menyunggingkan senyum miring lalu membanting bokongnya ke kursi dingin yang baru ia rebut dari Cheonsa―Si Gadis Lugu barusan. Lalu Luhan menggantungkan tasnya asal di kursinya kemudian melipat tangan di atas meja lantas menenggelamkan wajahnya di dalam sana serta mengabaikan seluruh aktifitas yang terjalin di kelasnya.

“Sungguh, kali-kali ingin sekali kutampar bolak-balik wajah tengilnya,” bisikan Park Seohyun kepada teman-temannya terdengar sambil melirik Luhan kelewat jengkel.

“Benar, beraninya menindas wanita lugu. Dasar gangster hello kitty,” sahut Jung Chungha lalu sekumpulan siswi itu mulai mengunjing hal lain tentang siswa berandalan yang sialnya harus berada di satu kelas yang sama dengan mereka.

Sekon kedepannya, sekumpulan siswi pegunjing itu menghentikan celotehannya dan menatap tepat ke arah daun pintu kelas dengan tatapan takjub serta mulut sedikit terbuka. Bila Luhan adalah murid yang membuat pagi hari saat kedatangannya disambut dengan gunjingan dan umpatan kesal. Maka ada juga murid yang kedatangannya akan disambut dengan pujian dan decakan iri akan paras kecantikannya yang menyerupai seorang bidadari. Ya, Kim Hyerim lah yang baru saja datang dan memasuki kelasnya sambil melempar senyum.

Kemudian salah satu siswi yang bergunjing tadi merapatkan diri kembali kepada teman-temannya, lantas berucap. “Ada tidak sih sehari saja Kim Hyerim tidak cantik begitu? Ugh! Aku iri dengannya.” berbeda saat mencelotehkan Luhan dengan nada pelan, mereka pasti akan mengeluarkan suara sedikit lebih terdengar saat mecelotehkan Si Dewi Sekolah bahkan dewi kelas 11-C, Kim Hyerim.

“Iya, aku iri padanya. Sudah cantik, baik, ramah, pintar pula.” sahut Seohyun sambil menatap Hyerim dengan bibir mengerucut dan binar mata irinya. Terlihat Hyerim sedang menaruh tasnya di tempat duduknya sambil melempar senyum dan menyapa singkat orang yang melihatinya.

Celotehan tersebut nyatanya mengundang seorang Luhan yang sok pura-pura tidur dibalik lipatan tangannya. Luhan pun sedikit mengangkat kepalanya dan melirik bangku Hyerim. Terlihat gadis tersebut sedang tersenyum pada anak perempuan di kelasnya yang menanyakan satu materi pembelajaran.

“Hyerim-ah, aku tidak mengerti pekerjaan rumah kemarin yang dikumpulkan besok. Bisa jelaskan?” pinta anak perempuan tersebut. Tentu saja dengan kemurahan hatinya yang bak air di samudra yang tak pernah ada habisnya, Hyerim mengangguk dengan senyumnya yang kelewat manis dimata para lelaki dan well tak terkecuali Luhan.

“Tentu, soal yang mana?”

Lalu detik kedepannya kegiatan menjelaskan pelajaran yang terlontar dari mulut Hyerim dengan pita suara merdu khas penyanyi top pun terdengar serta memenuhi runggu Luhan hingga menyisakan sebuah kehangatan sendiri. Luhan diam-diam memperhatikan Hyerim. Senyumnya, kelakuannya, gerak-geriknya. Dalam diam dirinya mengamati dan dalam diam pula ia tersenyum karenanya. Terlalu larut akan memperhatikan Hyerim sampai akhirnya kelas singkat gadis itu selesai, Luhan pun tiba-tiba salah tingkah tatkala gadis tersebut menolehkan kepala dan memandang ke bangkunya. Tubuh Luhan mengaku seketika dan sialannya makin membeku ketika Hyerim menyunggingkan senyum kelewat cantiknya itu.

“Luhan-ssi, jangan tidur. Kelas akan dimulai lima belas menit lagi,” intrupsi Hyerim dengan nada lembut dan diakhiri senyumannya.

Darah Luhan seketika terpompa menuju jantungnya yang langsung mengumandangkan irama layaknya lagu penghantar tidur. Tubuhnya pun secara reflek langsung bangun dan dirinya langsung membetulkan posisi duduk agar lebih benar. Luhan menggerakan tubuhnya dengan canggung menyebabkan Hyerim lagi-lagi tersenyum. Sialan, bisa tidak senyumnya tidak secantik itu? Umpat Luhan dalam hati.

“Hyerim-ah…” adalah sebuah panggilan akbrab yang khas dari seorang Oh Sehun―Si Pangeran Sekolah. Lelaki rupawan itu baru datang dan langsung menebar senyum menyebakan kaum hawa memekik tertahan sembari membekap mulutnya. Tujuan Sehun ialah bangku Hyerim yang sudah berdiri dengan senyum hangatnya menyambut Sehun.

“Kukira kamu tidak sekolah ketika pagi ini kamu tidak menjemputku.” ucap Hyerim dengan bibir masih setia dengan senyumannya.

Sehun mengangkat bahu dan balas tersenyum pada emmm… mungkin bisa disebut gadisnya? Ya, seluruh siswa Hanlim SHS mengetahui hubungan yang terjalin dengan Sehun dan Hyerim. Bisa dibilang sih hubungan tanpa status atau sahabat tapi sangat mesra. Keduanya murid terpintar di Hanlim juga merupakan dewi dan pangeran sekolah. Banyak yang menyukai mereka sebagai pasangan ideal di Hanlim. Dan sialannya, hepotisis keduanya yang berpacaran membuat Luhan terkadang jengkel dengan Oh Sehun.

“Ada sesuatu yang kubeli di toko biasaku, sayang. Jadi ya, aku berangkat lebih awal. Maafkan aku.” Sehun memasang wajah sedikit memelas namun dengan mimik lucu membuat Hyerim terkekeh dan mengangguk kemudian momen manis yang mungkin berlanjut itu terhenti lantaran bell masuk.

“Iya, tidak apa, Hun. Aku mengerti. Duduklah di bangkumu, bell sudah berkumandang.” Sehun mengangguk lalu setelahnya mendaratkan ciuman sekilas dipipi Hyerim membuat sekelas bersorak-sorak heboh akan tingkah Sehun―yang sebenarnya sering kali mereka saksikan, setelahnya Sehun pun berjalan ke bangkunya yang berada di paling belakang dekat jendela.

Luhan yang tampak buang muka setelah kejadian ciuman pipi yang hampir bahkan setiap pagi ia lihat depan matanya itu terlaksana, tak menyadari bahwa sosok Oh Sehun memandangnya sambil tersenyum tipis ketika melewati mejanya.

║ ♫  ║ ♪  ║ ♫  ║ ♪  ║

Setelah melewati hari yang sangat membosankan di sekolah, Luhan akhirnya menginjakan kaki di rumah minimalis yang menjadi tempat tinggalnya. Dengan gerakan malas Luhan membuka sepatunya kemudian memasuki rumah setelah melempar asal tas sekolahnya. Ketika dirinya menginjaki langkah keempatnya, Luhan mendapati sosok pria paruh baya tengah menatapnya dalam dan timbal balik Luhan hanyalah satu ujung garis tertarik tipis―pertanda meremehkan, sama halnya dengan air wajah Luhan yang meremehkan sosok di hadapannya seakan status ayah pria tersebut sudah ia buang jauh-jauh.

“Kenapa menatapiku? Apa sekarang dirimu jatuh cinta padaku bukannya kepada lelaki bermuka tebal itu?” ucap Luhan hasrat akan kesinisannya.

Si Lelaki yang tak lain ayahnya melebarkan kornea matanya, lebih tepatnya bukan terkejut lantaran Luhan sudah sering berkata kurang ajar seperti itu. Namun dirinya marah akan perkataan putra tunggalnya tersebut.

“Jaga bicaramu Lu,” peringat ayahnya namun Luhan malah membuang muka ke arah samping kanan disertai desisan pelan.

“Terserah anda Tuan Kevin. Tapi sungguh perilakumu yang meninggalkan wanita sebaik Shin Ahyoung hanya untuk lelaki bernama Kim Jae, benar-benar sesuatu yang menjijikan yang pernah kuketahui.” itulah kata-kata terakhir Luhan sebelum mengambil langkah lebar menuju kamarnya di lantai atas kemudian membanting pintu kamarnya keras.

Sang Ayah, yang tadi Luhan panggil sebagai Kevin, hanya memandang pintu kamar putranya menahan gejolak amarah dengan tangan tergepal kuat. Lantas dirinya memejamkan mata sesaat dan menghela napas perlahan.

“Sabarlah, Kevin. Memang itukan yang kamu lakukan dahulu kala?” gumam ayah dari Luhan itu.

Beda halnya ketika berhadapan dengan orang asing, Luhan yang mengurung diri di dalam kamar pun tampak duduk di pojok ruangan sambil menekuk lututnya dan melipat tangannya diatas lutut tersebut. Dirinya menumpahkan air mata kembali sekon ini, air mata atas pengambaran rasa rindu pada ibundanya tercinta. Ibu yang akhirnya memilih mengakhiri hidupnya lantaran ayahnya berselingkuh dan lebih parahnya berselingkuh dengan sesama lelaki lagi.

“Arghhh!!” Luhan mengerang sambil mengusap wajah dan rambut gusar namun air mata masih tampak diujung matanya. Dirinya lelah menangis dan dirinya muak harus menjalani hidup bersama ayahnya. “Ibu…” lirihnya pelan dengan bola mata bergetar serta bergenang air mata.

║ ♫  ║ ♪  ║ ♫  ║ ♪  ║

“Pritt!!” suara peluit itu terdengar menyebabkan siswa yang sedang berolahraga yakni bermain bola sepak pun berhenti. Guru yang meniupkan peliut barusan mendesah lelah lantaran terjadi kericuhan di lapangan yang terjadi karena satu pelanggaran yang dilakukan seorang pemain.

Ya! Luhan! Kau ini memang bisanya main kasar, ya?” seruan seorang anak lelaki terdengar diiringi dorongan cukup kuatnya dibahu Luhan dan membuat tubuh Luhan sedikit terdorong ke belakang.

Luhan yang merupakan siswa yang mengalami pelanggaran itu pun tampak menatap nyalang anak lelaki yang berani-beraninya menyentak bahkan mendorongnya begini. Dan anak lelaki tersebut tampak tak takut dan balas menatap Luhan menantang sambil mengangkat dagu angkuh.

Sambil melayangkan jari telunjuknya pada satu orang lelaki yang sekarang terduduk lemah di pinggir lapangan, Luhan pun menyerukan isi pikirannya. “Heh! Suruh siapa dia bermain payah? Jadi tak ada salahnya aku merebut bola sampai menyebabkan dirinya jatuh berguling kan? Dia itu pemain yang payah.”

Mendengar lontaran frasa dari bibir Luhan sukses menyulut emosi lelaki yang sedang berdebat dengannya, tampak lelaki tersebut memasang wajah tambah geram sambil menatap tajam Luhan yang melipat tangan didepan dada dengan senyum remeh. Namun pertengkaran yang mungkin menjadi tontonan gratis murid-murid 11-C tidak terlanjutkan lantaran suara guru olahraga yang mengintrupsi kedua remaja lelaki itu.

“Park Jaehyun, Luhan. Hentikan perkelahian kalian.” Guru Ahn yang merupakan guru olahraga langsung saja melerai sebelum terjadi pertengkaran lanjut kemudian beliau menatap Luhan dengan raut yang agak terlihat frustasi. “Luhan, sudah kubilang berapa kali untuk tidak bermain kasarkan?” lalu tatapan Guru Ahn tertuju pada murid yang cedera dan sudah dipapah oleh salah satu temannya menuju UKS.

Park Jaehyun yang barusan mendebat Luhan pun melihatkan senyum miring berlatar kemenangan sebab ucapan Guru Ahn yang membelanya diperdebatannya barusan. Terlihat Luhan mendecih dengan tatapan sinis tak mau kalahnya.

“Ya, ya, terserah saem saja. Aku memang selalu disalahkan.”

“Ini memang kau salah, Luhan. Maka dari itu, lari sebanyak dua puluh keliling sebagai hukuman. Tidak ada negoisasi.” ujaran cepat Guru Ahn direspon dengan tatapan kemenangan Jaehyun dan bibir Luhan yang bergetar menahan amarahnya. Namun karena tak ada opsi lainnya, Luhan pun menuruti perintah Guru Ahn dan mulai berlari mengelilingi lapangan olahraga yang luas dan lebar tersebut.

Tungkai Luhan pun berlari dengan gerakan santai karena dirinya tak mau buang-buang tenaga yang banyak hanya karena tindakan konyol yang berupa hukuman ini. Para murid kelas 11-C pun mulai menyapu bersih lapangan karena jam olahraga sudah usai dan selanjutnya adalah jam istirahat tetapi Luhan harus merelakan waktu istirahatnya dengan hukuman lari tersebut. Dirinya tak bisa kabur karena Guru Ahn akan mengawasinya, well ini bukan kali pertamanya Luhan dihukum seperti ini. Lari Luhan pun melewati deretan anak perempuan kelasnya yang sibuk bercengkrama.

“Hyerim-ah, rambutmu halus sekali,” adalah frasa yang Luhan dengar tatkala dirinya berlari melewati gerombolan anak perempuan kelasnya. Hyerim, nama yang sukses membuat Luhan melirik kumpulan perempuan kelasnya.

Ya, tepat di sebelah Luhan dan sedikit lebih depan, Hyerim berdiri sambil tersenyum mendengar ucapan demi ucapan anak lain. Hyerim tertawa lebar membuat Luhan tanpa sadar mempelankan laju larinya. Gadis yang dikacamatanya adalah gadis yang menawan dan sempurna. Tanpa sadar, Hyerim menoleh ke arahnya membuat Luhan gugup dan kegugupan tersebut bertambah parah karena salah tingkah, bagaimana tidak? Hyerim menampilkan senyum indahnya kepada Luhan membuat lelaki tersebut tidak fokus sampai….

“Luhan, hati-hati,” briton dari belakang Luhan terdengar ketika tubuh Luhan hilang keseimbangan dan nyaris jatuh. Ya nyaris sekali bila saja pemilik briton yang menyuaran kepada Luhan untuk hati-hati, tidak menahan bobot tubuh Luhan dengan mencekal bahu Luhan cukup kuat.

Rasa kaget yang dialami Luhan mulai mereda, dirinya membuang napas melalui mulut cukup keras lalu perlahan menegakan tubuhnya kembali. Setelahnya dirinya menengokan kepala ke belakang dan langsung dihujani oleh tatapan serta senyum lembut milik Oh Sehun—orang yang Luhan yakini memperingatinya untuk hati-hati dan langsung sigap menahannya agar tidak jatuh. Disertai senyum kaku, Luhan menyingkirkan tangan Sehun dari bahunya.

“Eo? Oh Sehun?” hanya itu kata yang Luhan keluarkan lalu dengan kikuknya membalikan badan dan lanjut berlari mentutaskan hukuman yang Guru Ahn berikan.

Tanpa Luhan ketahui, Sehun menatapi punggungnya dengan binar mata kecewa dan desahan napas yang juga kecewa. “Apa dirinya tidak berniat mengucapan terimakasih?” gumam Sehun masih dengan gerakan mata mengikuti arah gerak Luhan.

“Sehun.” panggilan suara khas Kim Hyerim pun menyentil telinga Sehun yang langgsung tersadar akan fantasinya pada Luhan lantas dirinya menengok ke sumber suara Hyerim berasal juga tak lupa menunjukan senyumannya. “Ayo ganti pakaianmu. Jangan melamun.” diakhiri kekehan merdulah ucapan Hyerim tersebut dan Sehun hanya tersenyum menahan tawanya.

Dengusan keras tercipta pada Luhan saat menyaksikan adegan Hyerim dirangkul dengan Sehun dengan akrabnya, keduanya saling pandang dan melontarkan frasa untuk saling menyahuti. Juga kadang kala Hyerim tertawa karena apa yang diucapkan Sehun. Dengan perasaan kesalnya, Luhan pun meningkatkan laju larinya hingga menimbulkan keringat keluar dari tubuhnya.

║ ♫  ║ ♪  ║ ♫  ║ ♪  ║

“Kim Hyerim, kau dipanggil Jinwoo saem.”

Hyerim yang dengan nyamannya sedang membaca buku pun mengangkat kepala serta menyarangkan tatapan bingung kepada Seolhyun yang mengucapkan kata-kata tadi ditambahi alis berkerutnya. Akhirnya pun, Hyerim bertanya karena tak dapat membendung rasa penasarannya.

“Ada apa aku dipanggil?”

Dan bahu diangkat acuh dengan raut tak tahulah yang Hyerim dapatkan. Melihatnya pun membuat Si Dewi Sekolah pun membuang napas dengan pipi mengembung serta menutup buku bacaannya dan menaruhnya di rak seharusnya. Dimulailah rajutan langkahnya menuju ruang guru dan langsung menelisik untuk mencari meja Jinwoo saem yang pindah lantaran membanting stir menjadi guru konseling setelah sebelumnya menjadi guru kesenian karena guru konseling yang dulu sudah keluar. Hyerim pun perlahan mendekati meja guru pria tersebut yang sibuk mengecek beberapa lembar jawaban siswa kelas 12 akan penentuan universitas mereka, dengan badan sedikit membungkuk dan senyum santun pun Hyerim mulai mengeluarkan suara.

“Permisi, saem. Apakah anda memanggilku?” ujar Hyerim seraya menggaruk belakang kepalanya pertanda bingung.

Antensi Jinwoo saem pun beralih kepada Hyerim yang masih setia dengan senyum santun juga badan sedikit membungkuk. Hal selanjutnya yang dilakukan Jinwoo saem adalah meletakan penanya dan menyingkirkan kertas-kertas universitas siswa kelas 12 ke samping agar mejanya tidak terlalu penuh. Kemudian beliau mengulum senyum dan menggerakan tangan kanan mempersilahkan Hyerim duduk di kursi yang tersedia di depannya.

“Duduklah, Hyerim.” ucap beliau dengan nada halus nan menenangkannya. Pantas saja beliau dipilih jadi guru konseling, para murid pun pasti langsung bersedia datang padanya dengan sukarela karena perilaku Jinwoo saem yang ramah.

Singkat waktu pun, Hyerim sudah duduk di kursi yang dimaksudkan Jinwoo saem dengan tubuh kaku dan perasaan was-was. Tak lupa juga jari-jari Hyerim bergerak liar diatas pahanya juga bola matanya bergerak-gerak liar ke sana-ke sini. Sementara di hadapannya, Jinwoo saem bersikap tenang dengan bibir membentuk senyuman yang kontras dengan Hyerim yang menggigit bibir bawah resah.

“Hyerim…”

Kepala Hyerim terangkat cepat dengan wajah was-was juga mata melebar, lantas dirinya menyahut secepat kilat. “Y…a.” tangannya pun mencengkram erat bagian roknya yang berada diatas paha.

Jinwoo saem melihatkan raut agak ragu dengan ujung telunjuk mengetuk meja kerjanya, kepalanya ia gerakan ke samping kanan sambil menggaruk-garuk tenguknya dengan tangan yang tidak ada di atas mejanya. Aksinya membuat Hyerim jadi berpikir, apakah dirinya dapat skorsing atau semacamnya. Namun perasaan gugup kembali hinggap sampai tak berujung ketika guru di hadapannya ini kembali menatapnya.

“Emmm… begini Hyerim, aku ingin meminta bantuanmu…” Jinwoo saem membetulkan posisi duduknya agar lebih tegak, Hyerim diam-diam menghela napas lega lantaran dirinya dipanggil bukan untuk mendapat hukuman atau peringatan. “… Luhan,” kerutan bingung tercipta langsung diparas ayu Hyerim tatkala mendengar nama tersebut. “Aku ingin kamu menjadi turtornya dalam hal pelajaran dan memperbaiki sikapnya. Dewan guru sudah patah arang akan siswa yang satu itu.”

Tentu saja ekspresi Hyerim adalah wajah cengonya mendengar penuturan Jinwoo saem. Menjadi turtor Luhan? Anak paling bermasalah seantreo sekolah? Bukan Hyerim tidak mau. Namun apakah dengannya Luhan akan berhasil berubah atau malah makin menjadi. Ekspresi Hyerim yang bengong dengan mulut melihatkan sedikit celah membuat Jinwoo saem menggigit bibir bawahnya dan menggaruk belakang kepala agak gusar.

“Aku tahu kamu keberatan Hyerim, tapi—“

“Kenapa harus aku?” air wajah Hyerim mulai agak tenang walau masih tercetak jelas kekagetan didalamnya.

Jinwoo saem tampak melihatkan wajah serta tatapan memohon, mengira Hyerim menolak mentah-mentah permintaannya. Namun bukan itu maksud Hyerim, maka dari itu dirinya mengulum senyum menenangkan dan menggeleng membuat Jinwoo saem menampilkan wajah super bingungnya.

“Aku tidak masalah menjadi turtornya atau dipaksa menjadi temannya agar sikapnya bisa diperbaiki. Hanya… kenapa aku yang dipilih? Aku takut gagal melaksanakannya. Bukannya ada Oh Sehun? Luhan kan laki-laki, mungkin lebih mudah bila sesama lelaki mengakrabkan diri. Bukannya begitu?” Hyerim menatap penasaran Jinwoo saem, lalu dirinya menambahkan juga. “Ini bukan karena aku tidak mau membimbingnya, aku hanya takut Luhan menolakku mentah-mentah.”

Jinwoo saem melihatkan senyum geli tanda menahan tawa, sambil melipat kedua tangan di atas meja, beliau menatap Hyerim penuh rahasia lalu berkata. “Kamu ingin tahu kenapa? Jawabannya tentu bukan karena dirimu murid teladan.” anggukan Hyerim pun ia lihatkan, dengan raut penuh rahasianya Jinwoo saem melanjutkan. “Ini dikarenakan dirimu….”

║ ♫  ║ ♪  ║ ♫  ║ ♪  ║

“Ini dikarenakan dirimu berbeda dimata Luhan, Hyerim-ah. Menurut apa yang aku dapatkan, Luhan pasti cenderung diam bila berhadapan denganmu bahkan langsung melaksanakan ucapan yang kamu ucapkan. Maka dirimulah yang dipilih menjadi turtor Luhan.”

Kepala Hyerim tergerak ke kiri dan kanan dengan wajah bingung tatkala sedang berjalan di koridor. Dirinya bingung setengah mati akan perkataan Jinwoo saem. Luhan menatapnya dengan berbeda? Memangnya kenapa? Hyerim saja tidak pernah mengobrol dengan lelaki itu. Bahkan ketika dirinya sekelompok dengan Luhan, lelaki itu cenderung pasif dan melakukan hal fatal dengan memecahkan satu alat pratikum membuat Seokjin—satu rekan kelompoknya kala itu, menyemprot Luhan hingga menimbulkan petikaian panjang. Petikaian itu berhenti hanya karena satu kata dari mulut Hyerim, ‘Luhan, hentikan,’

Tungkai milik Hyerim pun memberhentikan kegiatannya, kepala yang semula sedikit menunduk pun terangkat. Obsidian yang melihatkan kebingungan langsung berkilat kala otaknya menemukan sebuah jawaban pasti. Ya, benar, Luhan selalu menuruti kata-katanya entah kenapa. Lelaki itu juga jadi diam dengan tingkah kakunya ketika matanya bersibobrok dengan mata Hyerim. Entah mengapa.

“Aih, sungguh mejengkelkan. Kenapa jadi pusing memikirkannya sih? Kalau jadi turtornya ya jadi turtornya saja tanpa harus memikirkan hal tidak penting.” kata Hyerim dengan tangan kanan menggepal dan memukul-mukulkannya kekepalanya seraya mengacak-acak pelan surai hitamnya.

Sebelum Hyerim jadi gila karena alasan tidak jelas, otaknya memutar ucapan Jinwoo saem terakhir kali. Karena dihukum berlari di lapangan, Luhan pun merasa lelah dan memilih tidur di jam terakhir tadi membuatnya harus terjebak di kelas sampai setengah jam. Hanya duduk saja sih namun Jinwoo saem tadi mencegat Hyerim yang melewati ruang guru dengan tas sekolahnya dan bersiap pulang, alasan guru berkacamata itu mencegat Hyerim adalah menyuruh gadis itu menemani Luhan di jam hukumannya. Itu dijadikan juga langkah pertama Hyerim mendekatkan diri pada Luhan.

Napas Hyerim terbuang lalu dirinya merapikan kemeja sekolah dan rambutnya yang acak-acakan. Kemudian mengangguk untuk memantapkan diri serta kembali berjalan menuju kelas dan berusaha fokus untuk tidak memikirkan kata-kata Jinwoo saem saat istirahat perihal Luhan yang menatapnya berbeda. Rajutan langkah Hyerim menyampai final kala dirinya kembali berada di depan pintu, dengan gerakan agak ragu Hyerim mengangkat tangan dan mulai membuka pintu kelasnya.

║ ♫  ║ ♪  ║ ♫  ║ ♪  ║

Umpatan demi umpatan terus-menerus Luhan lontarkan entah untuk siapa. Entah Guru Ahn yang menghukumnya berlari atau Guru Su yang menunda jam pulang Luhan. Tapi tak apa sih bila hanya duduk diam di kelasnya dibanding harus berlari lagi dan membuang-buang tenaga. Bosan mulai menghampiri Luhan yang kemudian menguap namun berusaha tetap terjaga, karena tak lucu bila nanti dirinya ketiduran dan terbangun ketika hari sudah gelap. Ketika sedang bosan dengan masa hukumannya, gagang pintu pun terdengar ditarik mengundang Luhan menoleh ke sumber suara.

Hingga akhirnya suara ‘kriet’ yang agak pelan itu memekikan telinga Luhan apalagi keadaan kelas sepi dimana hanya ada dirinya dan mungkin beberapa detik kedepan juga oknum yang membuka pintu kelasnya. Pintu kelas sedikit demi sedikit terbuka lalu sosok gadis manis tampak melihatkan wajah tenangnya dengan senyum manis sambil mulai menampakan diri. Demi Tuhan, Luhan langsung melebarkan mata kaget mengetahui siapa sosok yang membuka pintu kelasnya.

“Hallo,” adalah sapaan Hyerim diiringi sahnya gadis itu memasuki kelas. Dirinya melempar senyum pada Luhan menyebabkan gemuruh didada kiri lelaki itu menggila dengan dentumannya yang sangat keras. Hyerim membalikan badan untuk menutup pintu lalu kembali mengulum senyum pada Luhan diiringi langkah kaki mendekati pria yang mulai menggerak-gerakan jarinya resah di atas meja. “Luhan-ah.”

Panggilan Hyerim membuat Luhan mengangkat kepala dengan mata membola. Kaget akan panggilan akrab yang terlontar dari gadis yang mulai menarik kursi duduk di hadapannya dan masih setia dengan senyum bak bidadarinya. Luhan memejamkan mata sebentar dan mengumpat dalam hati akan tubuhnya yang mulai salah tingkah. Diam-diam Hyerim tersenyum gemas akan tingkah Luhan.

“Jinwoo saem menyuruhku mengawasimu.” Hyerim pun berkata dan respon Luhan hanyalah anggukan kepalanya.

Kemudian Hyerim menyenderkan punggung ke sandaran kursi sambil memperhatikan Luhan yang menggerak-gerakan mata liar dengan bibir tergigit resah juga jari-jari tangan yang bergerak resah. Ketika dirinya tak sengaja menatap Hyerim, Luhan pun menunduk salah tingkah. Hyerim yang melihatnya jadi tertawa tanpa suara dengan menutupi mulut menggunakan tangan kanannya. Tak menyangka siswa paling beringas di sekolahnya yang bernama Luhan ini bisa salah tingkah dan malu-malu seperti sekarang.

“Hye… Hye… Hye….rim-ssi,” seketika Luhan memanggil dengan intonasi gugup dan memandang Hyerim dengan ragu.

Hyerim pun menegakan tubuh lalu meraih tangan Luhan dan megenggamnya membuat Luhan menatapnya kaget sambil bergantian menatap wajah Hyerim dan tangannya yang digenggam gadis itu. Desiran hebat kembali terjadi didada Luhan. Hyerim lagi-lagi tersenyum lembut sembari mengelus tangan Luhan.

“Hyerim-ah, Hyerim-ah,” ujar Hyerim dengan kepala bergerak mengangguk-angguk lalu gerakan tersebut ia hentikan dan mulai berucap lagi, “Panggil aku seperti itu.”

Mata Luhan dengan binar bingung itupun menatap kornea mata Hyerim yang masih setia melihatkan seuntas senyuman dan memberikan elusan lembut ditangannya. Ludah yang susah payah ia tegukpun akhirnya menelusuri kerongkongannya serta berusaha meminalisir rasa gugup yang menyarang dihati Luhan.

“Ekhm, Hyerim-ah,” diawali lebih dahulu dengan dehemannya, Luhan memanggil Hyerim dengan sapaan akrab membuat Hyerim makin menyunggingkan senyum manisnya. Setelahnya, gadis tersebut menarik tangan yang mengelus tangan Luhan kemudian menyenderkan punggung ke kursi.

Akhirnya Luhan kembali menunduk sambil berkomat-kamit dalam hati dengan mulut bergerak-gerak. Dirinya sungguh tak bisa mengontrol rasa terpesona juga debaran hebat dijantungnya. Sementara Hyerim sendiri sedang membuka buku antaloginya dan serius menyusuri isinya. Diam-diam Luhan mencuri pandang ke arah gadis tersebut, namun ketika ada ancang-ancang Hyerim akan menatapnya balik, sesegera mungkin Luhan mengalihkan tatapan ke bawah dengan kikuk. Tangan lelaki itu yang teramit satu di atas meja pun digerak-gerakan resah.

“Hah, sudah selesai rupanya,” gumam Hyerim ketika mengecek arlojinya kemudian menutup buku antaloginya serta menaruhnya ke tas berwarna putih miliknya. Terlihat Luhan memperhatikan gerak-gerik Hyerim seakan orang lugu. Tatkala Hyerim balik menatapnya, Luhan pun salah tingkah. “Luhan-ah,”

“Yyy….aaaa?” respon Luhan cepat dengan gagapnya membuat Hyerim tersenyum menahan kekehan hingga gigi putih bersihnya nampak. Luhan yang merasa jatuh harga dirinya hanya menerawang ke  arah bawah dengan tangan kanan menggaruk-garuk belakang kepalanya.

Hyerim pun mendorong kursinya lantas berdiri dengan tas putih yang sudah tersampirkan dikedua bahunya. “Ayo, kita pulang.” tangan lembut tersebut terulur ke  arah Luhan disertai senyum yang tak kalah lembutnya.

Dengan lagak lugunya, Luhan menatap bergantian tangan Hyerim serta wajah jelita gadis tersebut. Hingga akhirnya tangan Hyerim bergoyang pertanda Luhan harus segera menerima ulurannya. Dengan kikuknya, Luhan menerima uluran tersebut dan menyebabkan Hyerim memasang wajah riang dan menarik tangannya dengan diamit erat. Tungkai keduanya pun mulai menelusuri koridor sekolah yang sekarang lebih sepi dibanding waktu saat Hyerim terakhir menginjakan kaki untuk berbalik ke  arah kelasnya. Diam-diam senyum Luhan merekah ketika menatap profil samping Hyerim lalu dirinya pun menatap tangannya yang terpaut satu dengan tangan gadis manis tersebut.

Sampai akhirnya Luhan pun menghentikan langkah mengikuti Hyerim yang berhenti. Gadis bermarga Kim itu membalikan badan lalu menatap Luhan sebentar sembari menggumam. Luhan pun sedikit memajukan wajah penasaran kepada Hyerim yang seakan ingin mengatakan sesuatu. Keduanya pun sekarang sedang berada di halte bus yang kosong.

“Emm… Luhan-ah, aku ingin memberitahu,” ujar Hyerim memulai pembicaraan lalu dirinya menggigit bibir bawahnya kelihatan ragu lalu menundukan kepalanya. “Jinwoo saem menyuruhku menjadi turtormu.”

Hyerim pun mengangkat sedikit kepala juga pandangannya pada Luhan, raut ragu tercetak jelas diparasnya sementara Luhan melihatkan wajah terlihat kaget. Setelahnya Hyerim menarik tangan yang meggengam Luhan dan menaruhnya dibelakang punggung bersama tangan yang lainnya yang akhirnya mengamit menjadi satu dibelakang punggungnya. Luhan pun menatap Hyerim dari ujung kepala hingga ujung kaki lalu mendecih dengan raut serta senyum remeh.

“Oh… jadi itu alasanmu bersifat baik padaku?” kata Luhan dengan dingin dan nada menusuk. Mendengar kata-kata tersebut membuat Hyerim dengan langsung menatap Luhan yang sekarang layaknya Luhan yang seperti biasanya—dingin tak berperasaan, dengan tangan terlipat didepan dada.

Kepala Hyerim menggeleng dengan bola mata bergerak-gerak, membantah asumsi Luhan. “Tidak, tidak. Memang aku berusaha mengakrabkan diri. Namun bukan begitu—“

“Kalau begitu jadilah turtorku.” secara tiba-tiba Luhan memotong membuat Hyerim membuka mulutnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun juga menatap Luhan bingung. Sementara Luhan sendiri tetap melipat tangan didepan dada serta menyarangkan tatapan dingin pada Hyerim.

Bibir Hyerim mengatup dan mengerjapkan matanya dua kali, lantas dirinya mulai bisa berkata dengan gugupnya. “Ma..ksud…mu?”

Aksi yang dilakukan Luhan selanjutnya adalah membungkuk sembari menjajarkan wajahnya dengan wajah jelita Hyerim membuat gadis itu menahan napas kelewat gugup dengan badan yang tegap. “Guru-guru itu pasti selalu mengerecokiku, maka dari itu jadilah turtorku untuk mengurangi konsekuensi diriku diganggu para guru.”

Sekon selanjutnya, Luhan pun menarik diri sambil berdiri dengan tegak dan tangan ia masukan ke saku celana sekolahnya. Sementara Hyerim yang sedaritadi menahan napaspun mulai menghembuskan napas juga menetralkannya, apalagi detak jantungnya yang mulai berirama tak karuan. Lalu dirinya menatap Luhan yang menatapnya dengan gaya cuek.

“Kalau begitu…” Hyerim menggantungkan kalimatnya membuat Luhan lagi-lagi menatapnya heran dengan kepala dimiringkan.  Hening beberapa saat pun terlewati ketika Hyerim mengulurkan tangan dan menatap Luhan dengan senyumannya. “… mari berteman.”

Saliva milik Luhan terteguk sembari melirik tangan tersebut, dengan senyum tipis yang seakan dipaksa-paksakan. Luhan mengangkat tangan kemudian menepis pelan tangan Hyerim dan menolehkan kepala ke  arah samping, tangan tersebut pun ia masukan kembali ke saku celana mengikuti tangannya yang satu lagi.

“Ya, mari berteman.”

Berbeda dengan aksinya yang sok cuek, hati Luhan merasa menghangat mendengar permintaan pertemanan dengan gadis yang selama ini ia sukai diam-diam. Di lain sisipun Hyerim menatap tangannya yang ditolak Luhan untuk berjabat, lantas tangan tersebut ia tarik kembali dan menangkupnya dengan tangan yang satunya dan ia taruh tepat di atas roknya. Badan Hyerim pun berbalik melihati jalanan luas di hadapannya. Dengan diamnya pun Luhan melirik gadis tersebut kemudian ikut memandang jalanan sembari menunggu bus.

Ya, hari keduanya yang sesungguhnya dimulai dari sekarang.

—To Be Continued—


Percayalah, bahwa FF Nuestro Amor yang berarti Our Love alias Cinta Kita dalam bahasa Spanyol ini adalah FF project iseng abal-abal. Berawal dengan ide yang menyarang diotak dan ingin terlelasasikan kebentuk tulisan makalah jadi begini. Serius ane gak niat project ini akan waw dan sepanjang FF lainnya kayak Beauty and The Beast, My Cinderella, Complicated Fate. Gak, ini hanya mini chapter yang Insya Allah gak nyampe 10 chapter.

Oh ya walau aku bilang ini slight! Yaoi. Tapi pairingnya BUKAN YAOI, gaes. Aku gak akan buat FF yang belok ke situ wkwkwk, jadi nantikan aja ya kisah cinta abnormal Hyerim-Luhan.

Di sini emang Luhan malu-malu ucing tapi gengsian kebangetan buat bilang ‘Ye gue suka sama lu’ atau bilang ‘Yedah kita temenan’ ya Luhan songong dan maafkan buat Sehun biased karena Sehun akan….

Okelah cus komen aja ya gaes. Ini FF tanpa Prolog/Teaser maen nongol ke permukaan tadinya mau ada Prolog tapi kelewat males.

Okee see u next chapter, aku usahakan gak lama soalnya ini proyek pengalihan aja.

CLICK PICTURE FOR VISIT MY BLOG!

CLICK PICTURE FOR VISIT MY BLOG!


Chance to be Loved (Chapter 1)

$
0
0

cover

Tittle    : Chance to be Loved

Part  1 : “Past….” 

Lenght : Chapter

Rating : PG 13+

Genre : Romance, Family, Hurt dan Love

Author : deeFA (Dedek Faradilla)

Twitter : @JiRa_deeFA

Main Cast : [EXO] ChanYeol as Park Chan Yeol

                     [EXO] Suho as Kim Joon Myun

                     Hwayoung as Ryu Hwayoung

                     [WSJN] Cheng Xiao as Kim Joo Na

                     Rena Nounen as Rena Nounen

                     [ASTRO] Cha Eun Woo as Ryu Eun Woo

(Introducing my new FF. Author amatiran ini berterima kasih kepada yang mau baca. Hehehe.  Mohon kritik dan sarannya ya *bow*. Hope You Like ^^)

Cahaya lampu memenuhi suasana malam kota Seoul. Jalanan yang macet dan gemerlapnya malam terlihat jelas dari meja berbentuk segiempat yang diisi oleh lima orang yang sedang tertawa sambil menikmati wine berharga fantastis di restaurant hotel bintang lima. Mereka memilih tempat yang berdekatan dengan jendela. Wangi bunga lavender yang berasal dari dua lilin berwarna putih yang ditaruh di dalam sebuah gelas yang dihiasi bunga mawar, mengelili mereka. Wanita paruh baya yang terlihat anggun memakai dress berwarna red velvet dan kalung berlian di lehernya terus saja memuji wanita di hadapannya, umurnya kira-kira hampir seumuran dengannya. Ternyata dress yang dipakainya adalah rancangan wanita tersebut. Tampak sekali mereka bukan dari kalangan sembarangan.

Memang benar, mereka bukan orang sembarangan.  Wanita yang memakai dress Red Velvet itu adalah istri seorang CEO dari stasiun TV bergengsi di Korea Selatan, dia adalah Choi Se Na, seorang pianist terkenal yang dulunya bersekolah di Julliard School dan pemilik Hyatt Grand Hotel, suaminya adalah Kim Hwan Eui. Mereka sedang menikmati makan malam dengan Park Tae Shin, seorang laki-laki campuran Korea-Bulgaria yang telah menetap di Seoul, bersama dengan istrinya Hwang Sae Byul, seorang designer.

Pertemuan mereka bukan untuk membahas soal bisnis hotel yang dijalankan Park Tae Shin, hotel yang bekerja sama dengan hotel milik Choi Se Na, tetapi, pertemuan ini demi Hwayoung dan Chanyeol. Hwayoung, putri kedua dari pasangan Kim Hwan Eui dan Choi Se Na, dan Chanyeol anak tunggal dari Park Tae Shin dan Hwang Sae Byul.

Disela-sela tengah menikmati beef panggang medium rare mereka, pintu tiba-tiba terbuka. Muncul sosok laki-laki tinggi berlesung pipi di sebelah kirinya dengan memakai jas rapi berwarna abu-abu.

Annyeonghaseyo…” sapanya sambil melempar senyuman ke semuanya. Ia langsung  mencium pipi ibunya, kemudian membungkuk hormat pada Hwan Eui dan Se Na.

“Kamu telat setengah jam tahu gak sih?” gerutu Sae Byul mengungkapkan kekesalannya pada putra semata wayangnya.

Mianhae eomma, tapi tadi ada breafing tiba-tiba” ungkapnya dengan sesekali memandang Hwayoung yang duduk tepat di hadapannya.

“Baru resident aja sudah sibuk begini, gimana kalau beneran jadi dokter” keluh Sae Byul, takut kehilangan waktu bersama putranya.

Eomma, aku cuma jadi dokter bukan mau perang…”

Hwan Eui dan Se Na tersenyum saat melihat tingkah putra sahabatnya yang masih seperti anak kecil, padahal usianya sudah masuk 28 tahun. Putra tampan milik Tae Shin dan Sae Byul yang bernama Chanyeol tidak mempedulikan lagi ocehan orang tuanya. Matanya tertuju pada smoke beef di hadapannya,  tanpa pikir panjang ia langsung melahapnya. Kehidupannya menjadi resident bedah di Seoul Mediccal Centre Hospital membuatnya jarang sekali bisa keluar walau hanya sekedar untuk menghirup udara segar, apalagi menikmati makan malam seperti ini. Ditambah lagi ini masuk tahun ke limanya sebagai resident, membuatnya menghabiskan seluruh waktunya di Rumah Sakit.

“Tahun depan Chanyeol sudah menyelesaikan masa residentnya, usianya pun sudah matang, jadi menurut saya alangkah baiknya pernikahan dipersiapkan sedikit demi sedikit, agar nanti acaranya bisa lancar tanpa halangan apapun” ayah Chanyeol, Tae Shin, angkat bicara.

Mendengar kata pernikahan membuat tangan Chanyeol yang sedang memotong beef berhenti sejenak. Ia menghela napas kecil, sehingga tidak ada orang yang bisa melihatnya kecuali Hwayoung yang menyadarinya. Dengan matanya yang tajam ia mengendus napasnya seraya memiringkan senyumnya pada Chanyeol.

Orang tua mereka sibuk mendiskusikan kedua pernikahan mereka, mulai dari tempat, konsep acara, memilih designer untuk baju pengantin, sampai bulan madu yang membuat Chanyeol tersenyum palsu saat mendengarnya. Namun, saat musik klasik untuk dansa dimainkan, Hwan Eui memecah suasana dengan mengajak istrinya untuk berdansa. Tidak mau kalah mesra, Tae Shin juga mengajak Sae Byul untuk berdansa bersama alunan musik yang mengingatkan mereka pada masa-masa pacaran.

Suasana dingin terasa begitu menusuk, hanya ada Chanyeol yang sibuk menikmati beef dan salad, serta Hwayoung yang dari tadi tidak memakan apapun. Tiba-tiba, Hwayoung menyilangkan kakinya dan tangannya di dada serta menyandarkan punggungnya di kursi.

“Kecewa saat tahu bukan Joo Na yang menikah denganmu? Hmm?” tanyanya dengan wajah sinis.

Mendengar pertanyaan Hwayoung membuat Chanyeol menghentikan kegiatan makannya lalu mengambil napkin untuk mengelap ujung bibirnya.

“Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu. Dan bukankah seharusnya sekarang saatnya untuk kita lebih mengenal satu sama lain?” Chanyeol berkata dengan wajah penuh senyuman yang dipaksakan.

“Kau mau aku berakting di depan mereka? Berpura-pura tidak tahu bahwa sebenarnya kau masih dan akan selamanya mencintai Joo Na? Baik, kalau begitu, sesuai permintaanmun akan aku tunjukkan pada Joo Na dan semuanya bahwa kau hanya akan menjadi milikku!”

Chanyeol menatapnya dengan menahan emosi, lalu menghembuskan napas kasar sebelum mulai berbicara.

“Tidak bisakah kau bersikap manis?”

Nanenun Joo Na Anieyo!”

Chanyeol tersenyum mendengar pernyataan Hwayoung, senyuman sinis dan mengejek ia tujunjukkan padanya.

“Ternyata yang aku dengar dari kebanyakan orang semuanya benar. Ryu Hwayoung, Ah, ani…maksudku Kim Hwayoung, seorang perempuan sombong, ambisius, ketus, kasar, tidak punya hati, sepertinya tidak perlu aku menyebutkannya satu per satu. Seharusnya kau merasa beruntung, aku menyetujui pernikahan ini”

“Beruntung? Huh, benar juga! Aku bisa menjadikanmu mainanku untuk menghancurkannya”

Chanyeol mengikuti postur Hwayoung dengan menyandarkan punggungnya di kursi dan menyilangkan kaki dan tangannya, seolah dia ingin merendahkan dan menyatakan dirinya tidak takut padanya. Ia berubah menjadi laki-laki yang mengerikan, senyuman palsu hilang dari wajahnya.

“Mainanmu? Huh! Bagaimana rasanya mencintai tanpa dicintai? Tidakkah kau ingin tahu bagaimana rasanya? Kupastikan segera kau akan merasakannya. Ah…benar, mungkin aku memang bisa menjadi mainanmu. Tetapi, kau hanya akan memiliki tubuhku, tidak dengan hatiku. Selamanya!” Ada nada sedikit membentak di ujung perkataannya. Akan tetapi ia masih menggunakan nada datar, agar kedua orang tua mereka yang sedang berdansa tidak jauh dari mereka tidak mendengar.

Tanpa diduga, bukannya malah takut atau kesal, Hwayoung malah tertawa kecil. Ia merasa geli dengan perkataan Chanyeol yang menurutnya omong kosong.

“Bagaimana rasanya mencintai tanpa dicintai?” Hwayoung meniru Chanyeol sengaja untuk mengejeknya.

“Bukankah kau lebih tahu Park Chanyeol? Ternyata kau tidak sepintar yang aku kira. Lalu teman baikmu, Joon Myun? Kau kira dia akan melepaskan Joo Na? Kau benar-benar sangat lucu! Kau bahkan tidak bisa menemukan keberadaan Joo Na, lalu kau berlagak seolah-olah kau malaikat pelindunginya selama ini”

“Pantas saja tidak ada yang bisa menerimamu di dunia ini, bahkan mereka” ucap Chanyeol sambil menunjuk ke arah Hwan Eui dan Se Na dengan matanya. Ia lalu bangkit meninggalkan Hwayoung yang mencengkeram napkin sampai urat-urat di tangannya muncul.

***

Kedua tangan Chanyeol digunakan untuk menyetir mobil ford hitam miliknya, sementara matanya fokus pada jalanan yang macet. Sesekali tangan kirinya mengetuk bagian tengah stir sebagai ungkapan kekesalannya. Saat jalanan telah lempang, ia mematikan AC mobilnya dan menekan tombol agar jendelanya turun. Ia menikmati udara malam yang dapat meredakan sedikit hatinya sebelum kembali ke Rumah Sakit.

Kecepatan mobilnya pun hanya 40 km/h, ia ingin menikmati pemandangan di luar. Hingga, secara tiba-tiba ia melihat sosok yang sangat dirindukannya, sosok yang selalu berputar-putar di kepalanya dan selalu berada di hatinya. Sontak ia menginjak rem dan menepikan mobilnya.

“Joo Na!” teriaknya yang baru saja keluar dari mobil pada seorang gadis berambut hitam lurus sebahu yang memakai jeans dan sweater pink panjang yang berdiri di halte bus. Ia berlari ke arahnya, seakan-akan takut kehilangannya.

Sadar ada yang memanggil namanya, gadis itu menoleh, lalu segera melebarkan matanya, ia tak percaya dengan apa yang dilihat. Tak lama bus pun datang, seperti takut dikejar, ia segera berlari masuk ke dalam bus.

“Joo Na-ya! Joo Na-ya! Joo Na-ya!” Chanyeol terus-terusan meneriaki namanya sambil mengejar bus tersebut. Tetapi, terlambat, bus melaju dengan kecepatan tinggi membuat kaki Chanyeol tak mampu mengejarnya. Kini ia berdiri menatap bus yang hilang di hadapannya. Ia mengatur napasnya yang berat. Sudah dua kali hari ini ia dibuat kesal, pertama karena sikap Hwayoung, kedua karena ia tak mampu mencegah Joo Na untuk tidak menaiki bus. Ia berjalan menuju mobilnya, lalu duduk di hadapan stir dengan wajah yang berkeringat.

“Sial!” umpatnya.

“Sial!” umpatnya lagi sambil memegang stir.

“Sial! Sial! Sial!” kali ini ia meninggikan suaranya sambil memukul-mukul stir dengan kedua tangannya.

***

Makan malam keluarga Hwayoung dan Chanyeol, berjalan lancar, menurut kedua orang tua mereka, namun tidak untuk Hwayoung dan Chanyeol. Sae Byul, ibu Chanyeol, terkejut saat mendapati putranya tidak ada di sana. Terpaksa, Hwayoung berbohong dengan berkata bahwa Chanyeol menerima telpon dari Rumah Sakit dan harus segera balik.

Di dalam mobil menuju perjalanan pulang Se Na membahas soal pernikahan Hwayoung dan Chanyeol pada Hwan Eui yang sedang menyetir.

Yeobo, tidak tahu kenapa, sepertinya aku rasa Chanyeol terpaksa menerima Hwayoung” ungkap Se Na dengan raut khawatir.

“Kalau Chanyeol terpaksa kenapa wajahnya senang sekali tadi? Kau lihat sendiri kan? Laki-laki mana sih yang mau menolak menikah dengan putri kita?” sahut Hwan Eui santai.

“Bagaimana kalau Joo Na tahu? Aku takut dia sedih”

Mendengar nama Joo Na, membuat Hwan Eui memberhentikan mobilnya. Ia menatap Se Na yang sedih.

“Jangan bahas Joo Na sekarang” perintah Hwan Eui tegas.

Yeobo, menurutku kita salah, dulu, kita tahu kalau Chanyeol jatuh cinta pada Joo Na, oleh sebab itu perjodohan ini ada. Aku yakin, Chanyeol masih mencintai Joo Na, begitu juga sebaliknya. Aku tidak bisa lihat Joo Na sedih. Dia anak kesayangan kita”

“Dia bukan anak kita, yeobo” ucap Hwan Eui menyadarkan Se Na.

“Tapi, rasanya…”

“Sudah, kita sudah janji tidak akan membahas ini lagi”

Se Na hanya dapat mengangguk, walau di pikirannya ia terus memikirkan Joo Na dengan rasa bersalah dan juga rindu yang tak berujung padanya.

***

Laki-laki yang memakai tuxedo hitam itu menekan tombol keamanan apartemennya. Badannya sangat pegal sehabis pertemuan di acara gathering musisi Korea Selatan. Ia membuka jasnya dan menyangkutnya lalu menuju dapur untuk meneguk segelas air dari dalam kulkas. Kemudian, ia menuju kamarnya dan membuka jendela kamarnya, lalu duduk di veranda. Ia merogoh handphone dalam saku celananya. Layar pada handphonenya menunjukkan waktu 22.15. Ia lalu mengecek beberapa pesan yang masuk, salah satunya dari ibunya yang berisi balasan atas permintaan maafnya yang tidak dapat hadir di acara makan malam. Setelah beberapa saat ia duduk sambil bermain game, akhirnya ia masuk kembali. Pilihannya bukan kasur, tetapi duduk di depan piano yang di atasnya berjajar foto-foto masa kecilnya.

Kedua ujung bibirnya terangkat ke atas saat melihat foto seorang gadis kecil dengan pakaian nenek sihir sambil menangis.

“Anak bodoh” gumamnya dengan nada sedikit tertawa.

Lalu ia memegang foto keluarganya. Foto dirinya bersama orang tuanya dan adik kecilnya. Wajahnya seperti ingin menangis, namun sebelum air matanya jatuh membasahi pipinya ia segera menghapusnya, lalu merebahkan dirinya di kasur.

***

24 tahun yang lalu

Lee Jae Hoon, supir keluarga Kim Hwan Eui, melajukan mobil dengan kecepatan penuh, lantaran ia membawa majikannya yang akan melahirkan anak kedua. Hwan Eui berusaha menenangkan istrinya yang terus berteriak kesakitan, sementara putra pertama mereka bernama Joon Myun masih berumur empat tahun juga ikut menangis. Keadaan membuat Hwan Eui bingung, melihat istrinya yang tiba-tiba mengeluarkan banyak darah di selangkangan pahanya, akhirnya ia meminta pada Jae Hoon untuk berhenti dimana saja, karena sepertinya mereka tidak mungkin dapat sampai ke Rumah Sakit. Jae Hoon yang juga panik memberhentikan mobilnya di sebuah klinik kecil.

Empat orang suster membawa Se Na, istri Hwan Eui, ke dalam ruangan. Kata dokter istrinya mengalami pendarahan yang hebat. Dokter langsung melakukan penanganan pada Se Na. Hwan Eui sambil menggendong Joon Myun menunggu dengan harap-harap cemas. Tak lama, datang seorang laki-laki dengan taksi yang berteriak memanggil suster. Hwan Eui melihat wanita itu hamil dan banyak darah di selangkangan kakinya, sama seperti istrinya.

Sayangnya, dokter di klinik kecil ini hanya ada satu. Wanita yang baru tiba itu harus menunggu hingga dokter selesai menangani istrinya. Hwan Eui iba melihat laki-laki itu yang memohon-mohon hingga berlutut di hadapan seorang suster. Laki-laki itu berkata bahwa itu adalah anak pertamanya. Tidak tahan melihatnya, Hwan Eui menitipkan Joon Myun pada Jae Hoon dan masuk ke dalam ruangan meminta dokter menangani satu pasien lagi secara bersamaan. Ia berjanji pada sang dokter untuk membangun klinik ini lebih besar dan melengkapkan fasilitasnya. Dokter yang seperti terhipnotis dengan perkataan Hwan Eui langsung menyetujui, lalu menyuruh suster untuk membawa satu pasien lagi.

Hwan Eui keluar dengan hati yang lega, serta berharap semoga istrinya dan wanita itu dapat melahirkan dengan selamat.

“Terima kasih banyak pak” ucap laki-laki itu pada Hwan Eui sambil berlutut.

“Sudah, pak, sekarang kita sama-sama berdoa, semoga istri dan anak kita baik-baik saja”

Hampir satu jam akhirnya dokter keluar dan mengumumkan bahwa mereka dan bayinya selamat dan sehat. Hwan Eui dan laki-laki itu tersenyum bahagia, apalagi saat dokter mengatakan bahwa anak mereka sama-sama perempuan.

***

Dua orang suster membersihkan bayi-bayi mungil itu. Setelah membersihkannya, mereka lalu membalutnya dengan kain lembut. Saat ingin meletakkan bayi ke dalam box yang telah diisi nama, seorang suster bertanya.

“Ini bayi milik yang mana? Milik ibu Se Na atau ibu Soo Jung?”

Suster di hadapannya terlihat bingung.

“Kamu tadi ambil bayinya yang sebelah kiri atau kanan?”

“Aku lupa, soalnya langsung diserahin sama suster Ahn Hee”

Mereka berdua tampak bimbang.

“Yang kamu pegang taruh di sini. Seingat aku suster Ahn Hee tadi membantu menangani ibu Se Na”

“Baik”

Mereka lalu membawa box bayi itu ke dalam ke dalam kamar Se Na dan Soo Jung.

***

Suasana hangat tergambar jelas saat suster memasuki ruangan milik Se Na. Hwan Eui, suaminya, serta Joon Myun yang terlelap dipelukannya menyambut kedatangan putri kecil mereka. Tak henti-hentinya Se Na menyium bayi perempuannya. Sekarang ia merasa hidupnya sangat sempurna. Memiliki suami sebaik Hwan Eui, putra yang tampan dan putri mungil yang menggemaskan yang diberi nama Joo Na.

Disaat bersamaan, ruang sebelah miliknya, seorang bayi perempuan berkulit putih seperti salju berada di dalam dekapan perempuan berwajah bulat dan rambut sebahu. Ia sesekali menyium bayinya sambil memandangi wajah suaminya yang sedari tadi tak henti-hentinya tersenyum.

Oppa…” panggil Soo Jung, istrinya, pada suaminya yang duduk di sebelahnya.

Hmmm?” Bae Won menjawab dengan menaikkan alisnya.

“Aku kira bayinya laki-laki, jadi nama yang aku persiapkan nama laki-laki. Tidak lucu kalau dia diberi nama Ryu Eun Woo” keluh Soo Jung bingung memikirkan nama yang tepat untuk anak pertamanya.

Bae Won menatap lama wajah istrinya.

“Bagaimana kalau Hwayoung? Ryu Hwayoung?”

“Sebenarnya aku sudah menyiapkan nama bayi perempuan. Soalnya dengar-dengar kata orang, kalau istrinya cantik saat hamil, anaknya perempuan. Benarkan ternyata?” sambungnya lagi dengan nada sedikit menggoda.

Senyuman lebar terpancar di wajah Soo Jung. Ia mengangguk setuju.

***

Years Later

Joo Na tumbuh menjadi gadis periang dan enerjik. Ia juga murah senyum kepada siapa saja. Temannya pun sangat banyak. Semua ingin berteman dengan gadis baik hati sepertinya. Ia menjadi siswa paling favorit di kalangan teman-temannya saat masih sekolah dasar, karena kebaikannya. Siapa saja yang meminta bantuannya pasti akan dibantunya.

Suatu hari saat Joo Na masih kelas 4 SD, sekolah mereka mengadakan pentas drama musikal OZ. Salah seorang murid di kelasnya berperan sebagai penyihir, dia adalah Luna, namun saat Luna mengetahui dirinya terpilih untuk memerankan peran penyihir, dia menangis sekencang-kencangnya. Karena kasihan melihat temannya, Joo Na lalu meminta pada guru untuk menukar peran Luna dengan miliknya, padahal saat itu Joo Na berperan sebagai tinker bell untuk pentas drama Peter Pan. Peran yang sangat diinginkan setiap siswa.

Hari pentas drama musikal tiba. Penampilan pertama dari kumpulan siswa kelas 6, mereka memainkan drama musikal beauty and the beast dengan sangat memukau, kemudian penampilan drama musikal peter pan kolaborasi dari siswa kelas 4 dan kelas 3. Penampilan selanjutnya adalah drama musikal OZ. Hwan Eui dan Se Na sudah siap dengan handycam masing-masing, sementara Joon Myun bersorak saat tirai panggung terbuka. Ia tak sabar melihat adiknya bermain peran.

Beberapa scene dilalui, akhirnya si cantik Joo Na keluar dengan baju penyihirnya.

“Kalian anak nakal! Aku akan membuat kalian menjadi kue-kue yang enak. Kemudian aku akan memakan kalian semuanya, gigitan demi gigitan, bahkan sampai kakimu!” ucap Joo Na dengan lantang pada pemeran Dorothy.

Joo Na dengan baik memerankan penyihir, semua kalimat yang keluar dari mulutnya sangat lancar, membuat para penonton yang merupakan orang tua dan keluarga dari Chuneung Chodeunghagkyo kagum. Bahkan pada saat akhir acara, ada beberapa orang yang ingin berfoto dengan Joo Na. Hwan Eui dan Se Na sangat bangga pada putrinya. Bahkan Hwan Eui berkali-kali mencium pipi merah milik Joo Na.

“Penampilanmu sangat jelek!” ejek Joon Myun pada adiknya yang tengah asik difoto oleh ibunya.

“Memangnya oppa bisa? Kata eomma dulu ketika oppa ikut pentas, banyak salahnya, terus oppa takut, sampai menangis” balas Joo Na.

“Itu dulu, waktu oppa kelas 2 SD. Kamu tidak tahu kan? Saat oppa kelas 4 SD, oppa dapat peran sebagai pangeran. Nah, kamu malah jadi penyihir. Memang cocok sih” Joon Myun terkekeh.

Eomma, lihat tuh oppa…”

“Ah, selalu ngadu pada eomma, dikit-dikit eomma. Pantes saja masih ngompol!”

Eomma….” Joo Na menangis saat dikatai oleh oppanya yang sudah duduk di kelas 2 SMP.

Seru melihat adiknya menangis, Joon Myun merebut kamera di tangan ayahnya lalu mengambil foto Joo Na.

***

Di lain tempat di saat yang bersamaan, seorang gadis kecil sibuk mencuci piring-piring yang kotor, lalu mengelapnya dengan kain dan menyusunnya satu persatu di rak tempat ibunya berjualan. Siang hari seperti ini banyak yang datang, terutama para tukang bangunan yang sedang membangun perkantoran yang tinggi yang lokasinya tak jauh dari tempat itu dan orang-orang yang biasanya makan di tempat ibunya berjualan.

“Kamu nyuci piring aja lama! Sekarang kasih makan tuh adik kamu, lalu ambil pakaian di jemuran jangan lupa disetrika. Setelah itu, kembali ke sini, bantu eomma! Jangan belajar saja kerjanya! Memangnya belajar bisa menghasilkan uang apa? Udah sana pergi!” bentak seorang wanita yang memakai sweater usang berwarna abu-abu dengan rambut diikat pada seorang gadis kecil.

Gadis kecil itu tidak menyahut apapun, ia memegang tangan adik laki-lakinya untuk pulang ke rumah yang tidak jauh dari kedai milik ibunya. Tak lama berjalan sampailah mereka di rumah yang berdesign tradisional dengan kayu yang sudah mulai lapuk. Ia masuk ke dalam lalu menuju dapur, menghidupkan kompor dengan cara menaikkan sumbunya lalu menghidupkan api yang berasal dari korek api.

“Eun Woo, dari pada kamu lihatin noona, mending sekarang kamu baca buku. Setelah selesai noona masak, noona mau kamu menceritakan kembali apa yang sudah kamu baca” perintahnya pada adiknya yang duduk di kelas 2 SD.

“Baik noona…” sahut Eun Woo patuh.

Gadis kecil beramput sepinggang itu mulai memasak di dapur. Jangan remehkan umurnya yang masih 9 tahun. Ia sudah biasa memasak untuk membantu ibunya berjualan. Gadis kecil bernama Hwayoung itu mulai merebus dua buah telur. Menunya hari ini yaitu doenjang tteokbokki. Sambil memasak ia juga memantau Eun Woo membaca. Ketika makannnya tengah dimasak, ia berlari menuju belakang rumah untuk mengambil jemuran.

Hwayoung keluar dari dapur menuju ruang tengah yang hanya dihiasi oleh meja dan TV yang sudah rusak sambil membawa makanan. Wajah Eun Woo berbinar-binar, ia sangat suka masakan sang noona yang sangat lezat.

“Sudah cuci tangan?” tanya Hwayoung.

Eun Woo menjawab dengan anggukan.

“Kalau begitu sebelum makan, noona mau Eun Woo cerita apa yang sudah Eun Woo baca”

Ne…”

Eun Woo mulai bercerita antusias tentang tentang pahlawan Lee Sun Shin yang berada di buku IPS kelas 4 milik Hwayoung. Ya, Eun Woo memang masih kelas 2 SD, tapi karena selalu bersama dengan Hwayoung, ia diajari noonanya banyak hal, hingga sekarang buku yang dipelajarinya bukan buku untuk anak seusianya melainkan buku-buku untuk anak seusia noonanya. Tidak heran jika di sekolah Eun Woo menjadi murid yang paling pintar, diikuti noonanya. Walau mereka harus belajar sambil curi-curi waktu di sela-sela Hwayoung membantu ibunya.

Noona, biar Eun Woo saja yang cuci piringnya. Noona langsung nyetrika saja, biar cepat selesai. Terus kita bisa baca buku yang noona pinjam di pustaka sekolah”

“Tapi, Eun Woo harus janji, cuci piringnya pelan-pelan. Setelah itu, Eun Woo lanjut lagi baca bukunya”

Ne…”

Hwayoung berpacu dengan waktu, jika ia terlalu lama menyetrika, ia bisa telat ke kedai milik ibunya. Ia takut akan dimarahi ibunya. Lebih dari sejam ia masih menyetrika.

Young-a…, Young-a…” suara seseorang mengetuk pintu. Suara yang sangat dikenalnya. Hwayoung tidak menjawab, ia malah mempercepat kerjanya. Ia tahu, jika Seon Mi memanggil, berarti ibunya memanggilnya. Setelah menyimpan setrika rapi, ia berlari dengan Eun Woo di tangan kirinya menuju kedai ibunya.

“Ngapain saja di rumah? Hanya memberi makan Eun Woo dan nyetrika saja sampai dua jam. Kamu memang tidak berniat ingin membantu eomma. Sekarang pergi ke rumah Kang Mal Soon minta utang sama dia 170ribu, kalau dia tidak mau bayar, katakan ke istrinya, eomma liat suaminya bawa istri orang. Setelah itu langsung ke rumah Choi Halmeoni bantu-bantu buat jeon di sana, ajak Eun Woo juga, jangan lupa minta upah langsung. Jam 5 sore harus ada di sini lagi, bantuin eomma

Ne…” jawab Hwayoung dengan menatap ibunya sinis.

“Dasar tidak tau diri! Sudah aku besarkan dan kuberi makan bahkan kusekolahkan, tapi malah melihat orang tua dengan ujung mata. Anak kurang ajar! Dasar…” saat ibunya ingin mendaratkan pukulan, Seon Mi, wanita yang bekerja di kedai ibunya, datang mencegatnya.

“Sudah Soo Jung. Cepat pergi, bawa Eun Woo juga” pintanya pada Hwayoung.

Hwayoung menarik tangan adiknya. Ia kesal dengan ibunya yang tidak pernah berbicara baik pada dirinya semenjak ayahnya masuk penjara setahun yang lalu. Mulai saat itu juga ibunya menjadi tulang punggung keluarga. Hwayoung mendapatkan uang jajan dari hasil kerjanya di rumah Choi Halmoeni, ia juga sering memberikan uang jajan pada Eun Woo dari hasil tersebut.

***

Waktu Hwayoung yang banyak dihabiskan di kedai, menjaga Eun Woo dan bekerja di rumah Choi Halmoeni membuat waktu belajarnya sedikit sekali. Tetapi prestasi Hwayoung sangat cemerlang. Seperti saat ini, Hwayoung pulang ke rumah dengan membawa dua piala, satu milik dirinya dan satu lagi milik Eun Woo. Sebelum sampai ke rumah ia mampir ke kedai, lalu mendapati kedainya hancur berantakan.

EommaEomma…” panggil Hwayoung.

Soo Jung melihat anaknya dengan wajahnya yang babak belur. Ia lalu mengambil dua piala di tangan Hwayoung dan menghempaskan ke lantai, membuat Eun Woo bersembunyi di balik Hwayoung, karena takut.

“Lihat sekarang! Semuanya hancur! Kamu kira dengan piala ini hutang kita bisa lunas? Yang kamu tahu belajar saja! Eomma tidak ingin melihatmu membawa pulang piala apapun lagi mulai dari sekarang! Eomma muak! Eomma mau kamu mulai sekarang bawa pulang uang supaya hidup kita tidak hidup seperti ini!”

“Tapi appa berpesan untuk belajar yang rajin, selalu jadi yang terbaik, supaya nanti bisa jadi orang hebat!” balas Hwayoung tidak kalah tinggi nadanya.

“Kamu mendengar laki-laki yang tidak berguna itu? Laki-laki yang buat kita menderita dengan hutang-hutangnya?”

Appa tidak salah! Appa ditipu!”

Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Hwayoung yang saat itu berusia 11 tahun.

“Yang lahirin kamu itu aku! Berani kamu melawanku? Mau aku tampar sekali lagi hah?” teriak Soo Jung. Saat ingin menampar lagi beberapa tetangganya datang dan menenangkannya, yang lalu berteriak sambil menangis.

“Bae Won brengsek! Dia meninggalkanku! Dan sekarang anaknya kurang ajar, tidak berpikir bagaimana lelahnya aku menafkahi mereka. Dia laki-laki brengsek! Tuhan tidak adil! Tidak Adil!”

Hwayoung menatap ibunya yang meraung-raung, sebelum dibawa pergi. Ia berdiri mematung, matanya memerah, air mata mulai membasahi pipinya.

Noona…” panggil Eun Woo yang menghapus air matanya, ia juga ikutan menangis.

“Ayo kita bereskan…..” ajak Hwayoung yang segera menghapus air matanya.

Ia dan Eun Woo mulai membersihkan satu per satu piring-piring yang pecah. Menaruhnya di dalam sebuah plastik besar. Dan merapikan kembali meja-meja dan kursi, kemudian ia melihat makanan yang masih dapat diselamatkan.

Noona, Appa jahat atau tidak?” tanya Eun Woo pada Hwayoung yang sedang menyapu lantai.

“Tidak! Appa ditipu! Appa tidak pernah salah!”  jawab Hwayoung menatap Eun Woo yang sedang mengelap meja.

“Kalau begitu bagaimana caranya supaya Eun Woo bisa mengeluarkan Appa dari penjara?”

“Kamu harus belajar yang rajin, masuk ke universitas terbaik, dan jadi pengacara yang hebat. Harus yang hebat, supaya kamu bisa mengeluarkan Appa

“Kalau begitu Eun Woo mau jadi pengacara. Eun Woo harus baca buku apa noona?”

“Buku tentang hukum. Noona akan meminjamnya di pustaka untuk kamu. Tapi, kamu janji, apapun rintangannya, kamu tidak boleh lemah, tidak boleh cengeng, harus kuat, supaya kamu bisa jadi pengacara hebat”

“Eun Woo janji noona…

***

Tidak ada spesialnya bagi Hwayoung bisa bersekolah di Seoul Intenational (S.I) Junghagkyo (SMP). Sekolah bertaraf internasional dan ia berhasil mendapat beasiswa di sana. S.I Junghagkyo adalah sekolah elit di Seoul, bukan sembarang orang yang bersekolah di sana. Rata-rata siswanya adalah anak-anak pejabat. Namun, dimanapun ia bersekolah, seberapapun pintarnya, yang dipedulikan ibunya adalah saat ia membawa pulang uang hasil kerjanya. Hwayoung masih bekerja di rumah Choi Halmeoni, ia juga bekerja di rumah Jung In Ahjumma, orang kaya di daerah ia tinggal, ia mengajari dua anaknya yang masih SD, tidak hanya itu ia juga menyetrika baju milik beberapa tetangganya. Membantu ibunya di kedai  juga merupakan kewajibannya sehari-hari.

Hidup dengan keras membuat Hwayoung tumbuh menjadi gadis yang pendiam dan bicaranya kasar. Baru hari pertama di Junghagkyo, hampir satu kelas tidak ada yang mau berteman dengannya, bahkan ia duduk sendirian. Teman sebangkunya memilih pindah. Ejekan tetang dirinya yang merupakan anak dari seorang narapidana sudah biasa ia dengar, ia memilih untuk diam sambil menatap buku.

Murid-murid di kelasnya bersorak saat seorang gadis cantik rambut panjang digerai dengan bando tiara menghiasi kepalanya masuk ke dalam kelas, tampak sekali ia anak orang kaya.

“Kita sekelas lagi….” teriak seorang murid perempuan yang langsung memeluknya.

“Tahu gak? Karena hari ini hari pertama sekolah, eommaku membuat banyak makanan”

Masuklah tiga orang membawa kotak yang berisi bento yang dihias dengan berbagai bentuk. Lalu dibagi satu persatu pada setiap siswa.

“Dia Kim Joo Na, dulu bersekolah di Seoul Int. Chodeunghagkyo. Terkenal karena ibunya seorang pianis dan ayahnya pemilik stasiun TV SBS” jelas seseorang yang secara tiba-tiba duduk di samping Hwayoung.

Annyeong, naneun Lee Se Young. Kita sama, ayahku penjual omuk dan tteokbokki. Ibuku tukang cuci. Maksudku tadi, kita di level yang sama” sambung Se Young yang memiliki mata coklat.

“Aku juga mendapat beasiswa di sini. Semoga kita bisa menunjukkan bahwa mereka hanya mengandalkan uang saja” ucap Se Young lagi.

Pembicaraan Se Young terganggu saat seorang wanita masuk.

“Anak-anak, nikmatin bento buatan ahjumma ya. Yang baik ya dengan Joo Na. Minggu depan kami mengundang kalian semua ke rumah Joo Na untuk merayakan berhasilnya kalian semua masuk ke sekolah ini. Sampai jumpa minggu depan anak-anak”

Siswa kelas 1-2 bersorak-sorai, Joo Na langsung menjadi pusat perhatian pada hari pertamanya.

“Berlebihan!” ucap Hwayoung yang merasa jijik dengan sikap ibunya Joo Na.

Ia lalu berdiri sambil membawa bento yang diberi oleh pengawalnya Joo Na. Tanpa ragu ia menghempaskan kotak berwarna pink tersebut ke dalam tong sampah yang berada di depan kelas. Joo Na yang masih berdiri di depan kelas terkejut melihat Hwayoung membuang pemberiannya.

“Kamu gak tahu berapa harganya?” kata Shin Bi, sahabat Joo Na dari SD, emosi.

“Wajar saja, appanya saja penjahat, anaknyapun sama sifatnya” tambah Seul Gi yang juga teman SD Joo Na.

“Oh… jadi dia anak yang dapat beasiswa yang bapaknya masuk penjara. Ayo teman-teman pukul dia…” perintah siswa laki-laki yang bernama Vernon, siswa campuran Korea-Amerika.

Siswa 1-2 siap menyerang Hwayoung, namun Joo Na menghadang mereka semua.

“Dia mungkin gak suka dengan makanannya. Kalian gak boleh gitu” bela Joo Na.

“Dia gak pantas di sini Joo Na. Dia anak penjahat”

“Iya Joo Na…”

“Kalian lihat saja! Siapa yang terpintar di kelas ini, ah…di sekolah ini. Kalian cuma bisa mengandalkan uang orang tua kalian saja. Mau mukulin aku karena makanan itu? Ayo pukul aku? Kalian kira aku takut?”

Mata Hwayoung beralih pada Joo Na, “Kamu gak usah sok-sok belain aku. Minggir!”

Hwayoung lalu berjalan mengambil salah satu bento murid yang duduk paling depan, kemudian membuka tutupnya. Ia menatap Vernon lalu menumpahkan isi makanan tepat di atas kepalanya.

Appaku penjahat, wajarkan?” sindirnya.

***

Semenjak kejadian itu, nama Hwayoung menjadi terkenal di sekolah. Tidak ada yang mau berbicara dengannya. Hampir setiap hari ada saja sunbae yang datang ke kelasnya untuk memberinya pelajaran. Ia sering ditolak kepalanya oleh sunabenya, bahkan sering kepalanya di tumpahi makanan. Namun, bukan Hwayoung namanya kalau tidak melawan. Ia tidak takut, bahkan dengan ancaman kepala sekolah sekalipun.

“Itu anak pengedar lagi serius ya bacanya…” panggil salah satu sunbae yang mengusik Hwayoung yang sedang serius membaca dengan Se Young.

“Lihat tuh, matanya. Sombong!”

“Heh! Di sekolah aku memang gak bisa ngapai-ngapain kamu. Tapi liat aja! Aku tunggu kamu pulang sekolah!”

Mereka berempat pergi dari hadapan Hwayoung dan Se Young. Hwayoung tidak ambil pusing dengan perkataan mereka. Sudah biasa ia diancam macam-macam oleh sunbaenya.

Waktu pulang sekolah tiba, saatnya Hwayoung bergegas untuk pulang ke rumah mengganti baju dan menuju rumah Choi Halmeoni. Namun, di tengah jalan ia dicegat oleh sunbae yang mengancamnya tadi. Mereka menarik kedua tangan Hwayoung. Ia berusaha membebaskan dirinya, tetapi tak mampu, lawannya adalah empat orang gadis kelas 3 dengan tubuh yang tinggi.

Babo! Kamu bisa diam gak sih? Makanya tahu diri kalau miskin! Coba kamu gak numpahin makanan di kepala adikku, selamat hidupmu. Seret dia!” kata gadis bernama Verin. Ketiga temannya menarik Hwayoung untuk masuk mobil milik Verin.

“Lepasin! Kalau kalian mau hidup tenang!” ucap Hwayoung lantang.

“Seret!!!” perintah Verin lagi.

“Beraninya main keroyokan. Satu lawan satu berani tidak?” tantang Hwayoung.

“Aku gak akan pernah takut sama kalian. Kalau perlu aku bunuh kalian semua!” timpalnya lagi.

“Berani kamu sama aku? Hajar aja nih anak! Cepat!”

Mereka lalu memukul Hwayoung dengan menampar dan menendangnya. Hwayoung yang tak mau kalah menggigit salah satu tangan dari mereka berempat. Si gadis yang tangannya digigit lalu melayangkan tonjokan ke arah Hwayoung, tapi sayang Hwayoung lebih dulu menarik rambutnya, kali ini ia menarik rambut dua orang sekaligus. Tenaganya sangat luar biasa, mungkin karena sudah biasa membantu Sun Hwa Ahjumma mencuci bed cover dengan tangan, sehingga tangannya dapat sangat kuat menarik rambut mereka.

Verin berusaha keluar dari kerumunan. Ia lalu menendang kaki Hwayoung dari belakang dengan sangat keras, membuat pertahanan Hwayoung roboh, tetapi kedua tangannya masih menarik rambut mereka. Kesal membuat tenaga Hwayoung terisi dua kali lipat. Bak di film-film ia mengantuk dua kepala mereka, hingga membuat mereka terjatuh. Kemudian ia menghampiri Verin yang wajahnya ketakutan, lalu menarik rambutnya. Disaat pertarungan sengit antara Verin dan Hwayoung, ketiga temannya kembali bangkit dan menendang betis Hwayoung, lalu menarik kerah belakang bajunya hingga ia terhempas ke tanah. Mereka dapat dengan mudah menendang setiap bagian tubuh Hwayoung yang berusaha untuk bangkit.

“Ada polisi! Ada polisi!” teriak suara bass laki-laki dari seberang, membuat Verin dan kawan-kawan lari terbirit-birit menuju mobilnya dan langsung bergegas.

Laki-laki berseragam SMA itu berjongkok untuk melihat keadaan Hwayoung.

“Ayo ke Rumah Sakit!” kata laki-laki itu sambil berusaha membangkitkan Hwayoung yang penuh luka di bagian wajahnya dan lebam-lebam di kakinya.

Hwayoung malah menolak, ia berusaha bangkit sendiri dan mengambil tasnya untuk pulang.

“Ayo ke rumah sakit!” ajak laki-laki itu.

Hwayoung sama sekali tidak menggubrisnya, ia malah berjalan dengan pincang melewatinya. Terpaksa laki-laki itu menarik lengan Hwayoung secara paksa. Ia lalu menggendongnya dan memberhentikan sebuah taksi untuk langsung menuju rumah sakit terdekat.

Setibanya di Rumah Sakit, Hwayoung langsung di periksa oleh dokter. Untungnya dari hasil pemeriksaan, hanya luka luar saja, tidak ada tulang yang patah, dan kakinya hanya terkilir saja. Dokter menyarankan Hwayoung untuk dirawat beberapa hari di sini.

“Masih lama?” tanya laki-laki penyelamat Hwayoung pada perawat yang tengah membalut kakinya dengan perban berwarna coklat.

“Ini sudah siap. Sebentar ya, saya tinggal dulu. Suruh temannya istirahat jangan banyak bergerak” ucap sang suster

“Baik…” jawabnya sambil tersenyum.

Bukan malah beristirahat, Hwayoung malah bangun.

“Kamu mau kemana? Kamu disuruh istirahat”

“Aku gak pernah menyuruhmu untuk membawaku ke sini. Apa kamu yang akan membayar biayanya?”

“Ah, biaya? Tenang saja, tadi aku sudah urus semuanya. Kamu istirahat yang tenang saja ya, Ryu Hwayoung” kata laki-laki itu sambil membaca nama di baju seragam milik Hwayoung. Ia tersenyum sangat manis padanya.

Mendengar perkataan laki-laki itu membuat dirinya semakin benci dengannya, terutama dengan dirinya yang sok berkata kalau biaya rumah sakit telah diurusnya. Ia benci dengan orang kaya yang sombong dengan uangnya. Membuatnya seolah-olah menjadi orang yang tak berdaya dan mengemis-ngemis uang mereka.

“Mau memamerkan uangmu padaku? Kim Joon Myun?” balasnya membaca nama di baju seragam milik Joon Myun.

“Ah, aku tahu, kamu berlagak menjadi orang baik dengan uangmu. Lalu kamu mau aku punya hutang budi padamu. Setelah itu kamu akan memperalatku karena kamu tahu aku tidak akan mampu membayarnya. Permainan lama! Hanya karena aku memakai seragam SMP kamu mau menipuku? Orang kaya sepertimu benar-benar picik!”

Joon Myun melihat ekspresi Hwayoung yang mengungkapkan kemarahannya, ia hanya diam dan tenang saja. Ia seperti dapat membaca pikiran gadis di hadapannya itu. Sama sekali ia tidak sakit hati sudah dikatai oleh Hwayoung, ia malah tersenyum padanya, senyuman yang tulus.

“Ada lagi yang ingin kamu katakan? Aku siap mendengarnya” Joon Myun lalu duduk di bangku di hadapan Hwayoung yang duduk di atas kasur.

“Bicaramu sangat keren. Mengingatkanku pada peran perempuan antagonis di mellow drama Korea. Maksudku bukan menyindir, tapi, untuk anak SMP, aku acungi kamu hebat. Mungkin aku tidak tahu alasan mengapa kamu membenci orang sepertiku, akan tetapi, hidup seperti itu akan menyakitkanmu. Lihat dan kenali dulu, baru kamu menyimpulkan. Aku tidak mengatakan kalau aku orang yang baik. Namun, memamerkan uang bukan maksudku. Aku hanya ingin membantumu”

Hwayoung terkesima untuk sesaat pada Joon Myun, tetapi hatinya masih tertuju pada pekerjaan di rumahnya.

“Aku harus pulang!” ucap Hwayoung.

“Baik aku akan mengantarmu. Tidak pakai tapi…”

Joon Myun lalu menelpon supir keluarganya meminta untuk menjemputnya di Rumah sakit. Tak berapa lama Jae Hoon tiba dan membantu Joon Myun untuk menaikkan Hwayoung ke mobilnya. Hwayoung sesekali melihat ke arah jam tangan milik Joon Myun yang menunjukkan pukul 4 sore.

***

Soo Jung melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan kedainya. Tidak ada orang kaya yang tinggal di gang ini. Ia bingung begitu juga Seon Mi yang sedang menyiapkan kopi untuk salah satu pelanggang.

Seorang gadis dengan jalan pincang dan perban di tangan dan luka-luka di wajahnya mendekat ke arahnya. Soo Jungpun mendekat ke arah sosok tersebut.

“Hwayoung?” serunya.

“Kenapa kamu? Berkelahi?” Soo Jung naik darah melihat keadaan putrinya.

“Kamu cari masalah di sekolah? Sudah eomma katakan. Buat apa sekolah di tempat orang kaya, yang ada kamu diinjak-injak sama mereka, hutang belum lunas, sekarang eomma harus memikirkan biaya kamu berobat? Kamu dari lahir memang pembawa masalah. Kamu memang bawa sial! Sekarang pulang ke rumah urus Eun Woo dan jangan lupa nyetrika pakaian milik Joo Ri, jam 7 mau diambil. Gak usah ngeles!”

Hwayoung berbalik ternyata Joon Myun masih ada di sana. Ia menatapnya sinis lalu menuju rumahnya. Merasa ada yang mengikut ia berbalik, benar saja, Joon Myun masih mengikutinya.

“Gara-gara kamu membawaku ke Rumah Sakit!”

“Kenapa kamu memasang wajah kasihan? Aku gak perlu dikasihanin. Lebih baik sekarang kamu pulang. Nikmati hidupmu selagi bisa. Pergi!”

“Setidaknya sebelum aku pergi, aku ingin memperbaiki kesalahanku. Aku akan membantumu” ucap Joon Myun.

“Membantu?” tanya Hwayoung dengan wajah mengejek.

“Orang sepertimu?” timpalnya.

“Pergi! Lebih baik kamu pergi sebelum aku berteriak lalu orang-orang akan menghajarmu”

“Baik…” jawab Joon Myun dengan berat hati.

“Semoga cepat sembuh” ucapnya yang sungguh-sungguh berharap agar Hwayoung cepat pulih.

***

Dalam perjalanan pulang, tak henti-hentinya ia memikirkan Hwayoung. Sibuk memikirkan gadis ketus tadi membuatnya tak sadar kalau ia telah tiba di rumah dan Jae Hoon dari tadi sudah membuka pintunya. Beberapa asisten rumah tangga berseragam menyambut kedatangannya sambil membungkuk hormat. Ia bergegas ke kamar untuk ganti baju. Matanya tertuju pada baju ganti yang telah disiapkan serta segelas fruit punch untuk melepas dahaganya. Dari luar kamar salah satu asistennya memanggil namanya. Sore seperti ini adalah saatnya tea time.

Joon Myun turun ke bawah sambil memegang sesuatu di tangan kanannya. Ia langsung menuju taman belakang lalu secara otomatis tersenyum saat melihat kedua orang tuanya bertepuk tangan melihat Joo Na, adik perempuannya, sedang memamerkan kemampuan baletnya.

“Itu tarian Balet atau tarian orang kelaparan?” ejeknya yang duduk di sebelah ibunya.

“Joon, kamu kemana saja?”

“Ada urusan tadi…”

Joo Na tiba-tiba senyum-senyum sendiri melihat Joon Myun.

“Kenapa tukang ngompol?” tanya Joon Myun pada adiknya yang seketika wajahnya jadi cemberut.

Eomma…” Joo Na langsung duduk di atas pangkuan ayahnya.

“Joo Na, baca surat di kamarnya oppa. Isinya ada i love you i love you nya…, eomma, appa, jangan-jangan oppa pulang telat karena pacaran …”

“Seharusnya kamu bangga punya oppa kayak oppa, banyak yang naksir. Lagian ya, kamu masuk kamar oppa tanpa izin, pakai baca-baca rahasia oppa lagi. Mau oppa bilangin rahasia kamu sama eomma?”

Oppaaaaaa!!!” Joo Na berlari menutup mulut oppanya. Ia mengedip-ngedipkan matanya, memberi kode agar Joon Myun tidak mengatakannya.

Namun, Joon Myun tetap ingin memberi tahu orang tuanya, menurutnya hal ini patut untuk mereka dengarkan. Dengan bersusah payah ia melepaskan tangan Joo Na yang menutup mulutnya, akhirnya kedua tangan Joo Na dikunci olehnya hingga tak bisa bergerak.

Eomma, Joo Na lagi jatuh cinta. Sama temanku, Chanyeol!”

Kesal sudah pasti, tingkat kekesalannya sudah berada di level atas. Ia melancarkan aksi memukul-mukul oppanya. Tidak ada yang tahu soal itu, hanya buku diari bergambar sleeping beauty yang menjadi saksi bisu atas kebenaran tersebut. Anehnya, buku diarinya memiliki kunci yang ia simpan di tempat rahasia. Tapi, bukan Joon Myun namanya, kalau tidak ahli dalam hal itu. Ia memang senang menjahili adiknya dan juga penasaran dengan apa yang dipikirkannya. Untuk itu, setiap malam, saat Joo Na sudah tertidur lelap, ia masuk ke dalam kamarnya, demi mengetahui segalanya tentang adik satu-satunya.

“Anak eomma sudah besar ternyata. Kamu mau eomma bilang ke Chanyeol?” goda Se Na, ibu Joon Myun dan Joo Na.

“Ah, eomma…..” Joo Na merengek di dalam pelukan ayahnya. Kali ini ia benar-benar menangis. Eomma dan oppanya malah tertawa.

“Joon, itu punya Joo Na ya?” tanya ibunya tiba-tiba menghentikan tawanya.

Joon Myun menatap pin berlambang Seoul Intenational Junghagkyo di dalam genggamannya. Ingatannya kembali teringat pada gadis bernama Hwayoung. Pin tersebut terpasang di tasnya yang telah robek dan dijahit berkali-kali. Pin tersebut digunakan untuk menutupi tasnya yang sudah tidak bisa diresleting lagi. Entah kenapa, hatinya sangat sedih sangat mengingatnya.

“Joon?” panggil ibunya, memecah lamunannya.

Oppa ambil punya Joo Na?” tanya Joo Na saat melihat pin di tangan oppanya dengan suara serak.

“Bukan. Mau tau aja sih urusan orang lain…” sahutnya sambil memasukkan pin tersebut ke dalam sakunya.

***

Dalam keadaan sakit Hwayoung tetap bangun pagi-pagi buta untuk membantu ibunya dan menyiapkan sarapan pagi. Serta membantu Eun Woo, adiknya, untuk siap-siap berangkat sekolah.

“Gara-gara kamu begini, eomma pagi ini harus mengantar kue ke empat tempat. Kerjaan kamu tuh bikin eomma pusing saja” keluh Soo Jung pada Hwayoung yang tengah memasangkan dasi pada Eun Woo.

Hwayoung menahan amarahnya, ia lalu mengambil sepatu milik Eun Woo.

“Cepat pakai!” perintahnya pada Eun Woo.

“Kamu kalau bicara sama Eun Woo, jangan kasar! Eomma gak mau dia punya sifat kayak kamu” timpal ibunya dari dapur.

Tanpa menyisir rambut, Hwayoung menyambar tasnya yang tergeletak di lantai. Sebenarnya kakinya sakit, tetapi ia tidak memperlihatkannya, ia tetap berjalan tegak ke dapur. Ia mengambil kue-kue yang telah disusun ibunya, untuk diantar.

“Tidur aja lagi!” sindirnya pada ibunya sambil memegang empat tempat kue.

“Kamu semakin besar gak ada sopannya sama orang tua!” bentak Soo Jung.

“Benarkah?” cibirnya dengan memandang Soo Jung sebelah mata.

“Ayo Eun Woo….” ajaknya.

Hwayoung dan Eun Woo cepat-cepat keluar dari rumah, saat ibunya masih marah-marah pada Hwayoung.

“Kalau tahu besarnya seperti ini, menyesal aku melahirkanmu!” kata-kata ibunya dari dalam membuat langkah Hwayoung terhenti di pagar rumahnya. Ia menarik napas dalam-dalam. Betapa terkejutnya ia saat menatap ke depan.

“Hmmm….itu…hmmm…” laki-laki di hadapannya menjadi salah tingkah, tak tahu harus berbuat apa.

“Ingin menertawai kehidupanku? Tertawalah sepuasmu! Ayo Eun Woo!”

Laki-laki tersebut mencegat jalan mereka.

“Kakimu masih sakit, dokter bilang kamu harus istirahat. Aku akan mengantar adikmu sekolah dan mengantarmu kembali ke rumah sakit”

“Mengasihaniku? Aku tidak perlu dikasihani. Aku memang miskin, tapi aku punya harga diri yang tidak akan bisa dinilai meski kamu menjual seluruh kekayaan yang kamu punya”

Hwayoung bersikeras menarik Eun Woo yang juga ditarik oleh Joon Myun. Dengan terpaksa Joon Myun mengeluarkan tenaganya. Ia melepaskan pegangan tangan Hwayoung pada Eun Woo, lalu menggendongnya dengan paksa.

“Ayo ikut hyung Eun Woo…” ajaknya sambil membawa Hwayoung yang meronta-ronta ingin lepas.

Supirnya terkejut melihat Joon Myun membawa seorang perempuan seperti sedang menculiknya.

“Pak, tolong antarkan ke rumah sakit, setelah itu antarkan dia ke sekolah” uapnya seraya menunjuk Eun Woo.

***

Habis seluruh kekuatan Joon Myun untuk membawa Hwayoung ke rumah sakit. Tenaganya seperti bukan tenaga perempuan. Setelah Hwayoung mendapatkan perawatan lagi, ia mengharuskan membayar semua kue-kue miliknya yang tak sempat diantarnya. Alhasil kue-kue tersebut sekarang berada di atas meja makan malamnya.

“Kamu belinya banyak sekali Joon. Apa seenak itu?” tanya ibunya.

“Enak eomma…” katanya yang padahal belum mencicipi satupun.

Ibunya, diikuti oleh ayahnya serta adiknya mengambil kue tersebut. Saat gigitan pertama mereka langsung terkesima dengan rasanya.

“Beli di mana sih?” tanya ayahnya sambil mengambil kue yang lainnya lagi.

“Rahasia pa…”

***

Di rumah Hwayoung tak ada yang namanya makan malam bersama. Ia dimarahi habis-habisan oleh ibunya karena tempat untuk menaruh kue-kuenya ikut dijual olehnya. Kepalanya cukup pusing mendengarkannya, tak ada hari tanpa mendengar ucapan ibunya yang membuatnya muak untuk hidup.

Tanpa terasa air matanya menetes saat ia membaca di dalam kamarnya. Sebelum Eun Woo yang ikut belajar di sampingnya melihat, ia buru-buru menghapusnya.

“Aku berjanji, akan membalas semua orang yang membuatku menderita. Suatu hari nanti. Saat aku punya banyak uang” batinnya.

Bersambung


I Will Survive ‘Bullying’ (Prolog)

$
0
0

photogrid_14765086247442

I WILL SURVIVE ‘Bullying’ (Prolog)

Author : @Aqilua

Cast : Oh Sehun, Jung Yerin

Genre : Drama, Hurt

Rating : PG-17

Length : Chaptered

Disclaimer :
Semua murni dari dalam otakku sendiri! Bila ada beberapa kemiripan dengan cerita lain sekali lagi itu hal yang tidak disengaja.

****

Sebelum meninggalkan rumah untuk menghadiri rapat proyeknya di London—Inggris, wanita berumur 35 tahunan itu menyempatkan diri untuk mengucapkan salam perpisahan pada kedua anaknya. Mereka berdiri tepat di ambang pintu utama mansion megah itu. Nyonya Oh sudah siap dengan beberapa koper besarnya dan sejenak ia menilik kepada benda yang melingkar manis di pergelangan kirinya tersebut. “Lima belas menit lagi ibu akan berangkat menuju bandara.” Ia berucap dengan seulas senyum lembut di akhir kalimat.

Si pria balas tersenyum dan si gadis juga balas tersenyum—namun senyum si gadis tampak terpaksa. Jelas saja karena apa yang ia tunjukan tidak sejalan dengan hatinya.

“Sehun ingat pesan ibu, jangan usil pada adikmu dan jaga dia selama ibu pergi.”

“Aku tidak pernah usil padanya. Aku sangat menyayangi Yerin dan tanpa ibu mintapun…” Pria itu menoleh kepada sosok gadis berponi rata di sebelahnya, masih tersenyum manis. “Aku akan menjaganya dengan baik.”

Demi Tuhan ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan tangisnya saat mendengar kalimat itu. Yerin benar-benar takut, cemas dan gelisah. Ingin rasanya ia mencegah kepergian wanita itu tetapi rasa takutnya pada Sehun lebih besar dari apapun.

Pria itu pasti akan ‘membunuhnya’ jika ia berani bicara macam-macam.

“Ibu senang mendengar—Yerin? kau kenapa? Matamu berkaca.”

Yerin baru saja tersadar ketika merasakan sentuhan lembut pada sisi wajahnya. Ia menatap wanita itu kemudian tersenyum gugup. “A-Aku… baik-baik saja… a-aku… hanya-“

“Yerin hanya sedih karena ibu akan pergi…” sahut Sehun. “Bukan begitu Yerin?” tanyanya dengan suara baritone yang ditekan.

Saat mata keduanya bertemu. Yerin mendapat sorotan mata yang selalu ia takuti dari sosok tersebut. Mata jernih berwarna hitam pekat itu memang tidak pernah berubah saat menatapnya, kebencian. Dan Yerin sendiri tidak akan sanggup untuk memandangnya lebih dari 2 detik.

“Tidak sayang, jangan menangis. Ibu tidak akan lama. Ibu hanya pergi satu minggu hm?”

Satu minggu. Ya, Yerin harus betahan selama satu minggu. Jika wanita ini tidak ada di rumah Yerin hanya bisa berharap kepada malaikat Tuhan untuk menjaganya. Yerin mengangguk pelan dengan wajah sedikit muram, melihat itu Nyonya Oh merengkuh tubuh mungil tersebut dalam pelukannya.

“Jangan bersedih lagi. Ibu janji akan pulang tepat waktu dan ingat? Ada kakakmu Sehun yang akan selalu menemanimu.”

“Benar. Selama ada aku, tidak ada yang perlu kau khawatirkan bukan?”

Suara pria itu terdengar mengejek hingga membuat Yerin jadi memegang erat belakang blouse yang Nyonya Oh gunakan sebelum kemudian ia melepaskan pelukkannya dengan berat hati.

“Nah, karena kalian sudah berada di satu sekolah yang sama, mulai besok… Sehun, kau bisa berangkat dan pulang bersama dengan adikmu Yerin,” ucap Nyonya Oh tersenyum pada keduanya. “Ibu benar-benar harus berangkat sekarang.”

Untuk yang terakhir kalinya Nyonya Oh kembali tersenyum kemudian ia berlalu masuk menuju mobil berserta koper-kopernya yang dibawa oleh sang supir. Melihat sedan putih itu bergerak semakin jauh meninggalkan halaman rumah, Yerin hanya bisa termenung dengan tatapan kosong.

“Kau semakin bertingkah rupanya.” Suara datar nan dingin itu terdengar. Sehun sudah kembali pada sifat aslinya.

Tanpa sadar Yerin meremas kuat sisi celana jeans setengah tiang yang ia gunakan, kepalanya menunduk takut.

Tangan kokoh Sehun menyentuh cepat sisi wajah gadis itu, seperti menampar—sehingga kepala Yerin terpaksa menoleh.

“Ingin menangis di hadapan ibuku Jung Yerin?”

Gadis itu menggeleng lemah kepalanya, menangkis tuduhan Sehun walau pada kenyataan ucapan pria itu memang sepenuhnya benar.

“Beruntung air matamu tidak jadi menetes adik pintar. Jika tidak, aku tidak tahu apa yang akan menimpamu sekarang,” desisnya mengancam. Sehun meneliti dengan lekat gadis yang mematung di sebelahnya itu lalu mengutarakan keinginannya secara gamblang. “Padahal, jika kau menangis tadinya aku berencana akan mencekik lehermu tapi… ya sudah lah, mungkin lain kali.”

Saat pria itu akan beranjak masuk ke dalam rumah ia mengurungkan langkahnya. Sehun menoleh ke arah gadis mungil yang masih tertunduk dalam itu dan menyeringai puas. “Welcome to hell Jung Yerin.”

TBC

****

Berteman yuks.

Wattpad : Aqilua

WordPress : Aqilua’qil

LINE :@Chikaaprila

IG : Yechikaprilia


Babo a.k.a Stupid (Chapter 1)

$
0
0

part-1

Tittle    : Babo a.k.a Stupid

Part  1 : “Unlucky-Lucky Day” 

Lenght : Chapter

Rating : 13+

Genre : Comedy Drama, Humor, Romance

Author : deeFA (Dedek Faradilla)

Twitter : @JiRa_deeFA

Main Cast : [EXO] Baek Hyun as Byun Baek Hyun

                     [EXO] Chanyeol as Park Chanyeol   

                     Z.Hera as Ji Hye Ra

                     [Girls Day] Mina as

                     [EXO] Chen as Kim Jong Dae

                     [EXO] Sehun as Oh Sehun

                     [AOA] Choa as Park Cho Ah

(Introducing my new FF. Author amatiran ini berterima kasih kepada yang mau baca. Hehehe.  Mohon kritik dan sarannya ya *bow*. Hope You Like ^^ No Silent Readers Please…)

Gegara nonton drama Moon Lovers : Scarlet Heart Ryeo, jadi suka sama pasangan Wang Eun (Baek Hyun) dan Soon Deok (Z.Hera). Semoga kalian suka dengan pasangan ini. 

Happy Reading….

My First Kiss…” gumam seorang gadis yang mengenakan white wedding dress rancangan designer ternama Korea sambil memegang bibirnya. Wajahnya tampak sedih dan kecewa. Berkali-kali ia menghela napas berat.

“Padahal senang! Sok jual mahal!” sindir laki-laki yang mengenakan tuxedo berwarna serasi dengan gadis yang berdiri bersamanya di depan altar sebuah gereja sambil membenarkan dasi pitanya.

Gadis di sampingnya menoleh ke arahnya dan memberi tatapan tajam.

“Bukankah dari SMA ini yang kau inginkan?” ucap laki-laki itu dalam frekuensi kecil serta menatapnya malas.

Mereka saling menatap tajam satu sama lain. Seperti ada aliran listrik dari tatapan mereka. Pendeta di hadapan mereka hanya geleng-geleng kepala. Sementara orang-orang di ruangan bertepuk tangan. Semua orang merasa haru dan suka-cita, apalagi saat kelopak-kelopak bunga mawar berjatuhan di dalam ruangan yang megah itu.

“Pegang lenganku, labu!” ejek laki-laki itu.

***

Kaki pendek milik gadis yang memakai hot pants dan t-shirt berlengan panjang melangkah sangat lebar. Tidak peduli dengan lalu lintas Seoul yang macet saat sore hari, walaupun orang-orang menyumpahinya karena memotong jalan raya sembarangan. Bukannya tidak takut akan kecelakaan yang bisa terjadi padanya, tetapi sekarang hidupnya berada di ujung tanduk. Kekuatan laki-laki berkepala botak licin dengan tubuh berisi yang mengejarnya tidak bisa diremehkan. Selama satu jam tenaganya belum habis untuk mengejarnya, sementara dirinya sudah kehabisan napas dan lututnya mulai bergetar, padahal dulu saat SMA ia adalah kapten basket dan pelari jarak jauh yang handal.

“Amerika! Ayo kita bicara!” teriak si botak dengan aksen Busannya.

“Amerika!!” teriaknya lagi.

Tentu saja namanya bukan Amerika, si botak memanggilnya demikian jika amarahnya memuncak. Gadis yang sedang dikejarnya tersebut bernama Ji Hye Ra. Mahasiswi yang ‘mengaku’ dirinya half-blood Amerika-Korsel ini lahir di Chun Cheon, provinsi Gangwon tahun 1994. Dia mahasiswi jurusan seni peran di Korea National University of Arts. Laki-laki yang mengejarnya bukanlah dosennya, dia adalah rentenir bernama Kwang Kyu.

Matanya tertuju pada sebuah pusat perbelanjaan tersebesar di Seoul yang berada diseberang jalan. Hye Ra memutuskan untuk menyeberang dan menghilang di tengah keramaian orang. Ia berkeyakinan, Kwang Kyu tak akan bisa menemukannya di sana.

Saat dirinya memasuki mall, sayup-sayup suara Kwang Kyu terdengar semakin mengecil. Ia membuka t-shirtnya lalu membuangnya asal di trash can. Kini penampilannya berubah, ia mengenakan hot pants putih dan tank top berwarna hitam serta kacamata yang diambil dari clucthnya.

Kwang Kyu yang mempercepat larinya secara tiba-tiba berpapasan dengannya. Namun, ia malah melewatinya. Ia berhasil mengelabui musuhnya. Aksi terakhir adalah segera keluar dari tempat ini dan memilih jalur yang paling aman, yaitu melewati basement.

Tak hentinya ia tertawa saat mengingat si botak yang berhasil dibodohinya. Tanpa terasa dia sudah sampai di basement. Ia melirik ke kiri dan ke kanan. Saatnya kesempatan untuk beraksi. Seperti biasa, kebiasaan buruknya adalah berpose di depan mobil mewah milik orang lain, yang nantinya akan diupload di instagram dengan akun palsunya.

Sebuah porshe berwarna biru membuat matanya berbinar-binar. Ia mengeluarkan selca stick (tongsis) dan mulai berpose bak racing model. Dibusngkannya dadanya yang menurutnya sexy serta mencari angle yang pas agar ia terlihat lebih ramping. Tubuhnya memang tak terlalu kurus, namun dia punya aplikasi android yang dapat membuatnya terlihat kurus. Tak lupa camera 360 agar wajahnya terlihat seperti gadis-gadis di manga.

Sedang asik-asiknya berpose, mobil di seberangnya berbunyi. Tanda yang punya datang. Ia bersembunyi di balik porshe sambil mengintip siapa yang datang. Ternyata dua orang laki-laki berwajah pangeran asik berbincang sambil berjalan.

Wow! They’re freaking hot!” gumamnya dengan suara kecil menggunakan Bahasa Inggris yang fasih. Wajar saja, ia tinggal di Los Angeles sejak usia 3 tahun hingga usianya belum genap memasuki 15 tahun.

Pandangannya masih tertuju pada mereka. Tiba-tiba terlintas ide di dalam pikirannya. Dirogohnya handphone yang berada di dalam clutch lalu merekam interaksi mereka berdua yang berjalan bak model.

“Bisa meleleh kalau dilihat Mina” kekehnya yang sengaja merekam untuk roommate sekaligus teman dekatnya yang memang seorang fujoshi yaitu pecinta manga bergenre Yaoi (Cerita cinta boyXboy). Salah satu favoritnya adalah Sakuraga Mei.

“Makan malam yang sangat menyenangkan. Apa mulai sekarang aku harus memanggilmu Sajangnim?” ucap laki-laki memakai kemeja biru soft dan celana silver yang menyandarkan  badannya di mobil berwarna putih.

“Berlebihan! Bahasa Koreamu tambah baik saja” balas laki-laki memakai jas abu-abu yang ikutan bersandar di samping laki-laki tadi.

“Bisa saja!”

“Jangan jadikan beban, hingga stress akibat khawatir yang berlebihan. Semua akan baik-baik saja. Kabari aku segera!” ucap laki-laki yang memakai jas berwarna abu-abu sambil memegang pundaknya. Laki-laki berkemeja biru soft tersenyum simpul padanya.

“Seluruh pemegang saham baru saja melantikku menjadi CEO. Appaku telah mempercayakannya padaku. Hidupku sekarang penuh dengan beban dan jadwal yang padat. Jadi, aku tidak bisa sering-sering ke Thailand” sambungnya lagi.

“Kau memang bisa diandalkan. Tidak masalah. Kita masih bisa Skype. Hmm, bagaimana soal gadis yang kau ceritakan dua hari yang lalu. Apa sudah kau habisi dia?”

“Dia lebih cerdik dari yang kukira. Nyalinya sangat kuat, membuatnya mati kehabisan darah sangat sulit” ucap laki-laki yang memakai jas abu-abu seraya mengubah posisi menjadi berdiri di hadapan lawan bicaranya.

Tangan Hye Ra menjadi gemetar saat mendengar penyataan mengerikan dari mulut laki-laki yang memakai jas abu-abu. Ia semula ingin mematikan rekamannya, namun melihat ekspresi laki-laki berkemeja menunjukkan wajah menyeringai membuatnya melanjutkan rekamannya. Walaupun hatinya berdegup tak karuan dan sekujur tubuhnya berkeringat karena ketakutan.

Oh come on dude! Kau bisa mengandalkanku. Mengahabisi darahnya? Seperti menuangkan bir dalam gelas. Akan aku tunjukkan keahlian head shot-ku. Shoot! She will be dead in no time

“Ingat Nick, rahasia ini jangan sampai tersebar kemanapun” laki-laki memakai jas memberikan nada peringatan pada lawan bicaranya sambil memegang kedua pundaknya.

You have my words!

“Dan juga alasan kenapa kita bisa berhubungan aku harap jangan sampai kau bocorkan. Atau mulutmu akan menerima akibatnya”

“Akibat apa? You wanna hit my lips with your kiss? So sweet baby” ucap laki-laki yang memakai kemeja dengan nada imut yang dibuat-buat.

Hye Ra bergidik ngeri dan ingin muntah mendengarnya.

Yes, with this Nick” balas laki-laki berpakaian jas yang Hye Ra tak tahu apa yang mereka lakukan. Terdengar suara laki-laki berkemeja tertawa girang.

Tiba-tiba, tanda peringatan baterai hampir habis berbunyi, membuat dua laki-laki yang tengah berbicara menoleh, mencari asal suara. Hye Ra segera menyimpan videonya, ia tidak bisa melanjutkan lagi. Terpaksa ia harus berjalan jongkok agar mereka tak dapat melihatnya. Baru saja ia melewati kematian gara-gara si botak, kini kematian datang lagi. Lebih parah lagi, ia akan benar-benar mati di tangan pembunuh dengan wajah tampan mematikan.

Dengan susah payah ia berhasil menyelinap keluar dari basement. Hatinya tak tenang akibat mendengar perbincangan tadi. Sepanjang perjalan pulang, ia tak henti-hentinya menghela napas berat di bus. Gelisah menyelimuti dirinya. Bimbang antara apakah ia hanya diam saja membiarkan gadis yang dibicarakan tadi mati dengan head shot seperti yang direncakan atau ia melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya. Namun, ia takut akan menjadi buronan mereka bila berusaha menyelamatkan gadis tersebut. Akan tetapi hati nuraninya tak dapat dibohongi. Tekadnya sudah bulat. Rencana sudah tersusun di kepalanya. Bis berhenti ditujuannya. Ia berlari kencang, berpacu dengan waktu dan nyawa gadis itu.

Mina, teman sekamarnya, yang baru saja selesai makan malam, aneh melihatnya yang pulang tanpa sapaan apapun, langsung duduk di depan laptopnya.

“Ada apa?” tanyanya yang duduk di sampingnya.

“Aku sedang melakukan hal besar. Aku harap kau banyak berdoa atas keselamatanku”  balas Hye Ra dengan wajah yang serius.

Temannya itu hanya menggaruk-garuk kepalanya. Ia bingung dengan sikapnya dan juga pakaian yang dikenakan Hye Ra.

“Apa dia baru saja membaca manga?” pikirnya yang biasa melihat temannya yang seorang otaku bertingkah aneh bila membaca manga. Temannya itu bisa berubah menjadi karakter utama di manga yang sedang dibacanya.

Sambil menikmati secangkir coklat panas, Mina duduk di sampingnya. Ia membaca manga dalam posisi tidur, kepalanya di letakkany di atas paha Hye Ra. Ia tak peduli dengan Hye Ra yang sangat serius berkutat dengan laptopnya. “Mungkin skripsinya…” batinnya.

“Jadi!” teriak Hye Ra yang spontan berdiri, membuat kepala Mina terbentur di lantai.

“Aww….” ringis Mina yang kini duduk.

Wae? Skripsimu sudah selesai?” tanyanya.

Hye Ra tak menjawab. Ia malah menyuruh Mina duduk di depan laptopnya. Kemudian ia memutar sebuah video yang telah dieditnya. Baru beberapa detik video dimainkan, mata Mina langsung memancarkan cahaya. Bahkan berkali-kali ia menelan ludah dan mengelap ilernya.

“Tampannya…” gumamnya sambil memajukan bibirnya ke arah laptop.

 “Akibat apa? You wanna hit my lips with your kiss? So sweet baby” ucap laki-laki dari dalam video yang membuat Mina ‘jingkrak-jingkrak’ tidak jelas.

“Ya ampun….ternyata di dunia nyata ada yang seperti ini” gumamnya lagi.

Videopun habis terputar dan Hye Ra menanyakan pendapatnya mengenai video tersebut.

“Aku jamin, para fujoshi sepertiku di luar sana akan melted saat lihat video ini” ia mengutarakan pendapatnya.

Ya! Baboya! Perhatikan ini baik-baik” kata Hye Ra yang mengulang kembali video tersebut.

“Dia lebih cerdik dari yang kukira. Nyalinya sangat kuat, membuatnya mati kehabisan darah sangat sulit”suara laki-laki di video.

“Oh come on dude! Kau bisa mengandalkanku. Mengahabisi darahnya? Seperti menuangkan bir dalam gelas. Akan aku tunjukkan keahlian head shot-ku. Shoot! She will be dead in no time” balas lelaki di dalam video.

Mina masih tidak mengerti mengapa temannya itu memutar kembali di bagian tersebut. Padahal seharusnya ia memutar kembali di bagian yang ada kata-kata ‘kiss’nya. Namun, Hye Ra memintanya untuk fokus dan mendengar baik-baik apa yang sedang mereka bicarakan. Setelah memutar dua kali agar Mina yang gagal fokus karena melihat ketampanan dua laki-laki di dalam video, akhirnya tersadar dan membekap kedua mulutnya dengan tangan.

Omooigeo ottokhe? Ya! Dari mana kau mendapatkan video ini?” tanya Mina mulai panik.

“Ini bukan film kan?” tanyanya memastikan lagi yang kemudian di balas oleh Hye Ra dengan mengucapkan bahwa dialah yang merekam video tersebut.

Omomaksudmu ini pembunuhan berencana? Ottokhe? Uri ottokhe? Ya! Ya! Ayo segera kita pindah dari rumah ini. Kalau ketahuan kita punya video ini, mereka bisa membunuh kita”

“Tenang! Aku tidak akan melibatkanmu dalam masalah ini. Aku tidak bisa membiarkan wanita itu mati. Kau berdoa saja untukku. Aku akan menyelamatkannya!” kata Hye Ra.

Ia sudah siap dengan segala konsekuensinya. Bahkan berkali-kali telah dilarang oleh Mina untuk tidak pergi dan segera menghapus video itu, ia tetap bersikeras untuk pergi. Kini ia telah siap berpakaian serba hitam. Celana hitam, jaket hitam, sepatu hitam, topi hitam serta masker berwarna hitam. Penampilannya seperti seorang mata-mata dari kepolisian di drama-drama action-romance.

“Kau mau kemana? Aku mohon. Kau hapus saja video itu. Lalu kita bersama-sama ke gereja untuk berdoa di sana. Jebal!” pinta Mina.

“Tenang saja! Aku pergi dulu. Jangan lupa kunci pintu”

Sekarang hanya punggung Hye Ra dengan tas ranselnya yang dapat dilihat Mina. Sekujur tubuhnya lemas dan terhempas ke lantai. Di dalam kepalanya penuh dengan tebakan-tebakan yang akan terjadi dengan sahabatnya. Khawatir sekaligus bangga dengan sikap pahlawannya yang menurutnya bodoh.

Babo! Kalau kau mati, hutang-hutangmu bagaimana? Aku tidak mampu melunasinya” gumamnya sambil mengapus air mata.

***

Tak ingin mengambil resiko dengan menaiki bus, Hye Ra memilih untuk berjalan kaki. Tempat yang ia tuju sekarang adalah salah satu spot wifi yang paling kencang di Seoul. Banyak orang-orang yang telah duduk di bangku-bangku yang telah disediakan. Semuanya sibuk dengan laptop mereka masing-masing. Tepat seperti dugaannya, tempat ini padat, sehingga membuat dirinya yang kecil tidak akan kelihatan jika ia duduk paling sudut.

Dikeluarkannya laptop berwarna putih berukuran 11 inch. Pekerjaan mulia nan berbahaya telah dimulai. Dengan bantuan temannya bernama Kyung Soo yang juga rekan kerja part-timenya dulu, ia mengikuti instruksi seperti yang telah dijelaskannya via telepon. Jangan ragukan kemampuan Kyung Soo, ia pernah bekerja sebagai hacker untuk sebuah entertaiment untuk menaikkan chart lagu online artis-artis mereka. Namun, ia memilih berhenti setelah lulus dari universitas dan kini bekerja sebagai pegawai sistem keamanan bank. Alasannya berhenti di entertaiment tadi, tentu saja karena tawaran pekerjaan yang sekarang gajinya lebih menggiurkan.

“Sekarang, kau hanya perlu menunggu beberapa menit lagi. Dan lihat sekelilingmu, video itu akan masuk ke dalam handphone dan laptop mereka” ucap suara di seberang.

Di bawah kacamata hitamnya, Hye Ra melirik ke kanan dan ke kiri. Ternyata benar yang dikatakan Kyung Soo. Seseorang yang duduk di sebelahnya membuka handphonenya, di layarnya tertulis ‘Tebak-tebak berhadiah’. Benar, Kyung Soo memberinya instruksi untuk menyebarkan video tersebut seperti sebuah virus dengan judul yang menarik, saat mereka meng-klik tulisan tersebut, video tersebut akan berjalan tanpa bisa di pause atau di stop.

Seluruh orang yang berada di tempat itu kini sibuk dengan video yang ada di handphone dan laptop mereka. Hye Ra tersenyum puas sambil melihat akun Youtubenya yang penuh dengan komentar orang dalam waktu sekejab. Rasanya ia ingin sekali menghampiri Kyung Soo lalu memeluknya sekuat tenaga. Teman yang sering diremehkannya, ternyata berguna juga. Hatinya telah lega. Ia berharap gadis yang dimaksud dua orang tadi melihat video tersebut.

***

Pria muda serta tampan yang mengenakan jas rapi dengan seksama menyimak presentasi salah seorang karyawannya. Ia duduk sambil membaca hand out dari presentasi tersebut dengan serius, padahal hari sudah malam dan tampak ada karyawannya yang menguap walaupun menutup dengan tangannya. Dengan pulpen mahal di tangannya ia mulai menuliskan sesuatu di hand out tadi. Sesekali kepalanya menggangguk. Namun, terkadang ia menggelengkan kepalanya saat tidak setuju dengan pernyataannya.

“Demikian presentasi saya. Terima kasih” kata laki-laki tersebut yang kemudian membungkuk hormat pada semua petinggi yang menghadiri rapat.

Lampu pun kini dihidupkan kembali, pria muda dan tampan yang duduk di depan plakat CEO pun bangkit dari duduknya. Ia mengambil alih posisi laki-laki yang mempresentasikan masalah project terbaru dari perusahaannya tadi.

“Terima kasih pada Yang Yoseob dan Kim Doojon yang telah  mempresentasikan hasil project dari tim kalian masing-masing. Kedua tim kalian punya ide yang cemerlang, tapi, kalian punya kesalahan yang sama. Handphone yang saya inginkan punya kualitas baik dan akan dipasarkan di kalangan menengah. Saingan kita dari perusahaan lain, dengan harga yang terjangkau handphone mereka telah dilengkapi dengan semua sensor termasuk sidik jari. Perusahaan kita, yang notabenenya salah satu produsen android berkelas, belum bisa memproduksikan sama seperti mereka” jelasnya panjang lebar.

“Tetapi, mereka masih menggunakan body full plastic” sanggah Dojoon.

“Kau tahu tim yang dimpin oleh Sung Joon kan? Mereka berhasil membuat handphone mereka yang dibandrol murah laku keras di pasaran. Murah tapi bukan murahan. Mereka menggabungkan antara plastic dan metal. Dan bahkan tim mereka juga yang berhasil menciptakan fast charging yang kini ditiru di semua model handphone di perusahaan lain. Aku merekrut orang untuk membuat inovasi bukan mengharapkan inovasi”

Dojoon dan Yoseob selaku ketua tim merasa kecewa dengan hasil pekerjaan mereka. Diikuti dengan anggota tim mereka, mereka juga ikut kecewa dengan hasilnya. Mereka merasa hasil kerja hingga berbulan-bulan bahkan hampir setahun, sia-sia begitu saja.

“Tapi, saya suka dengan desain milik Dojoon. Sangat stylist dan handy. Bagi mereka yang memerlukan handphone sebagai gaya, handphone ini sangat cocok. Saya mengkoreksi untuk mengurangi biaya produksi sehingga bisa dipasarkan untuk kalangan menengah. Dan untuk Yoseob, saran masih sama seperti tim Dojoon. Ikon menu kalian saya suka. Bagaimana pendapat yang lain?”

Beberapa petinggi lainnya mulai mengomentari soal desain mereka, serta memberi masukan-masukan. Walaupun terjadi pro-kontra, namun, semuanya masih bisa terkendali. Rapat masih berjalan dengan semestinya.

“Bukan sepeti itu. Tu-…” ucapannya terhenti akibat suara handphone yang secara bersamaan di dalam ruangan.

“Apa kalian anak kecil yang harus aku sampaikan tolong matikan handphone saat sedang rapat?” murkanya.

“Cepat matikan hanphone kalian!” bentaknya.

Laki-laki yang bernama Byun Baek Hyun di name tag besi yang melekat di dada sebelah kanan jasnya menatap semua yang ada di ruangan seperti ingin menerkam mereka.

“Tolong! Hal-hal memalukan seperti ini jangan pernah terjadi lagi. Kali ini aku maafkan kalian”

Rapatpun selesai walaupun ada sedikit masalah tadi. Baek Hyun selaku CEO meninggalkan ruangan terlebih dahulu dengan dua orang asisten, satu sekretaris dan tiga orang bodyguardnya. Yang masih berada di ruangan mereka berbincang masalah yang tadi sambil menghidupkan kembali handphone yang tadi telah dimatikan.

“Lihat ini…” salah seorang wanita berkata sambil menjukkan video yang tidak bisa dihentikan.

“Bukankah ini CEO baru kita?” kata seorang wanita di sebelahnya.

“Benar! Ini CEO kita!” Pekik Dojoon yang menonton video itu di handphonenya.

“Dia seorang gay? Aku tidak percaya!”

“Kau dengar ini, mereka berencana membunuh seseorang”

“Dia gay dan pembunuh?”

“Oh Tuhan! Dia gay!”

Seluruh ruangan ribut dengan video tersebut. Sebagaian dari mereka tidak percaya dengan video tersebut, tetapi sebagian yang lain membenarkan bahwa yang ada di video itu benar.

“Bukankah kalian bisa mengecek keaslian video ini?” kata Pak Rae Won, seorang manager, yang juga ikut bergabung dengan lainnya.

“Coba kau saja Hyun Joon yang mengeceknya” pinta Ye Eun, salah seorang petinggi di perusahaan ini yang menjabat sebagai penanggung jawab tim Dojoon.

“Siapa yang kurang ajar menyebarkan video ini?” tanya Joo Won, seorang supervisor, pada Rae Won dan Ye Eun.

“Aku rasa mereka ingin merusak nama baiknya” jawab Rae Won.

“Atau bisa saja maksud si penyebar baik, ingin mengungkapkan kejahatan yang akan dilakukan oleh Baek Hyun-ssi” tambah Ye Eun.

“Baek Hyun tidak mungkin seperti itu. Aku telah mengenalnya sejak kecil. Ada yang bermaksud jahat padanya” bela Rae Won.

“Aku setuju dengan anda pak, CEO baru kita bukan orang yang seperti itu” tambah Joo Won.

“Asli! Video ini direkam oleh video berkamera dengan resolusi 25 mp” ucap Hyun Joon membuat semua orang terkejut.

“Ada yang tidak beres…” gumam Rae Won dalam hatinya. Sementara yang lainnya, mereka sibuk bergosip perihal tersebut. Banyak dari mereka kini percaya dengan isi video yang tak jelas asal usulnya. Namun tidak untuk Rae Won yang sangat akrab dengan orang tua Baek Hyun dan telah mengenalnya dan bahkan menganggapnya sebagai putranya sendiri.

***

Seharian bekerja membuat seluruh sendi-sendi Baek Hyun terasa sakit. Pikiran yang terus diforsir sudah saatnya untuk di istirahatkan. Walau hanya sekedar berendam di jacuzzi yang jauh-jauh di pesannya dari Italia, baginya itu sudah dapat menenangkannya sebelum kembali berkutat dengan banyaknya laporan yang tadi belum sempat dibacanya.

Sesampainya di rumah, ia disambut oleh asisten rumahnya yang membungkuk hormat padanya. Kemudian asisten yang lain membukakan pintu untuknya. Ada sekitar 20 asisten di rumahnya. Mulai dari asisten juru masak, juru bersih-bersih rumah dan taman sampai asisten yang mengatur pakaiannya. Belum lagi bodyguard yang berjaga di rumahnya. Wajar saja, ia adalah CEO perusahaan no. 1 di Korea Selatan sekarang, dan resmi tinggal terpisah dengan orang tuanya sejak dilantik dua minggu yang lalu.

Asistennya telah menyiapkan susu hangat di Jacuzzinya. Tanpa ragu ia pun berendam di sana sambil memutar lagu-lagu milik Bobby Brown. Mungkin banyak yang mengira orang-orang hebat biasanya memiliki selera musik seperti Beethoven atau musik klasik lainnya, tetapi tidak untuk Baek Hyun, mendengar musik klasik membuatnya seperti hidup di jaman tahun 70an.

Ia mengambil telepon berdesign klasik di samping jacuzzinya. Ia pun mulai menekan tombol lalu memutarnya satu per satu.  Ia menunggu jawaban sambil mengurut leher bagian belakangnya.

Yeobseyo…” jawab suara berat laki-laki di ujung telepon.

Yeobseyo…” Baek Hyun meniru suaranya, lalu tertawa.

Ya ima! Kau sudah lupa Korea?” bentaknya pada sahabat sejak kelas 2 SMP bernama Park Chanyeol.

Sekkiya! Berapa lama lagi kau di Manhattan? Dulu kau pernah bilang, setelah lulus akan langsung pulang. Setelah itu kau bilang akan pulang saat kau berhasil mendapatkan pekerjaan di sini. Jangan berbohong padaku kalau kau belum mendapat pekerjaan di sini. Aku tahu dari ibumu, kau telah berhasil memenangkan proyek design sebuah hotel di Jeju. Jadi tunggu apalagi? Atau jangan-jangan, kau diam-diam sudah menikah di sana. Ah, bisa jadi!”

Ya! Dari tadi aku belum sempat bicara apapun. Akhir tahun ini aku pulang. Masih ada beberapa urusan di sini. Dan itu penting!” jelas Chanyeol sambil menekan kata ‘penting’.

“Dan aku belum menikah! Jangan-jangan kau yang sudah menikah diam-diam” sambungnya.

Shit!! Menikah? Memikirkan untuk jatuh cinta saja aku tidak punya waktu. Semua waktuku tersita untuk perusahaan”

“Iya, aku mengerti, kau sudah menjadi CEO sekarang. Sepertinya walaupun aku berada di Seoul, kita akan susah berjumpa”

“Jangan jadikan itu sabagai alasan kau tidak akan balik ke sini! Kau sahabatku, pasti akan aku luangkan waktu. Dan kau masih ingatkan pesan guru kita. Jika pintar jadilah orang yang berguna bagi negri kita, bukan bagi negri orang lain…” Nasehat Baek Hyun yang membuat Chanyeol terkekeh, namun dia kembali berdehem untuk mentralkan suaranya.

“Karena kau sudah menjadi CEO kau berani menasehatiku? Lihat saja! Saat aku pulang, akan aku ceritakan bagaimana kekonyolanmu saat kau sekolah dulu” Chanyeol mencoba mengancamnya.

“Coba saja! Kau kira aku tidak bisa? Perlu aku ingatkan tentang kertas ulangan itu?”

“Perlu aku ingatkan soal permen karet yang berujung maut, Byun Baek Hyun?”

“Mengingat saat-saat dulu, aku ingin berada di SMA lagi” ucap Chanyeol dengan nada lirih.

“Aku juga. Saat itu, kita bisa melakukan apapun bersama” Baek Hyun kembali mengingat saat-saat ia bebas melakukan hal gila tidak seperti sekarang.

“Sudahlah, aku malas mendengar suaramu. Aku tutup dulu!”

Ya! Aku yang menelpon seharus-”

Tut…tut…tut…Chanyeol sudah memutuskan telponnya sebelum kalimatnya habis terucap.

“Aish, kebiasaan!” gerutunya.

Otot-otot yang menegang kini telah longgar kembali. Baek Hyun merasa tubuhnya lebih fresh sekarang. Saatnya ia menikmati makan malam. Kakinya melangkah turun di anak tangga berwarna hitam sambil mengingatkan tali piyama kimononya. Asisten wanita yang masih muda terlihat tersipu melihatnya yang memperlihatkan sedikit dadanya. Ia tersenyum pada mereka, lalu duduk di kursi di depan meja panjang yang bisa diisi oleh 14 orang.

Di atas meja telah di isi dengan makanan yang terbuat dari sayuran hijau. Sesuai dengan permintaannya, ia ingin makan malam yang sehat dan tidak berminyak. Di sisi sebelah kanannya, asisten pribadinya duduk dan ikut makan malam dengannya.

“Apa gadis itu masih memaksa hyung untuk melamarnya?” tanya Baek Hyun pada asistennya dengan bahasa informal.

Ne…” jawabnya yang membuatnya jengkel.

“Aku kan sudah bilang, kalau di rumah biasa saja! Jadi gadis tidak tahu malu itu masih memaksa hyung? Putuskan saja hyung!”

“Putus? Dia yang mengejarku, kami tidak punya hubungan apapun” jelasnya masih dengan bahasa formal.

“Tidak ada hubungan apapun? Ani, keurom, perempuan itu gila?”

“Saya akan segera menanganinya”

“Cewek matre seperti itu, hanya peduli pada uang hyung saja. Aku cuma mengingatkan saja”

Asisten pribadi bernama Jung Jin Woon itupun mengangguk, tanpa membalas perkataan Baek Hyun.

“Besok apa saja jadwalku?” tanyanya.

“Pagi ada meeting hingga jam 11. Setelah itu ada pertemuan dari perusahaan cloud saving serta jamuan makan siang di Grand Hyat Hotel. Kemudian anda akan ke pabrik di Ansan. Malamnya akan ada makan malam bersama Menteri Komunikasi”

“Hmm…”

“Orang tua anda juga meminta waktu untuk makan malam bersama”

“Orang tuaku?” Baek Hyun terkejut saat mendengarnya.

“Benar. Mereka minta waktu untuk makan malam bersama. Dan anda punya jadwal kosong di hari Kamis, untuk makan malam dengan keluarga anda”

“Apa eommaku ada bilang seluruh keluarga? Atau hanya keluarga?” tanyanya lagi dengan nada gelisah.

“Sepertinya maksud ibu anda seluruh keluarga. Karena nenek dan kakek….”

Mendengar kata-kata nenek dan kakek membuat selera makannya hilang begitu saja. Ia sangat takut pada mereka, apalagi kata-kata pedas yang bisa kapan saja terlontar dari mulut mereka. Ibarat kata, jika bertemu dengan seluruh keluarganya ia sepeti masuk ke dalam lubang buaya.

“Tidak, aku tidak bisa. Katakan aku tidak punya waktu”

“Baiklah. Saya akan katakan pada mereka. Tapi, kalau anda menghindar, anda tahu kan sifat ibu anda seperti apa?”

“Ah, Hyung…araseo…araseo… Tapi aku belum siap untuk jumpa dengan mereka”

“Kalau begitu saya akan atur minggu depan”

Hajima! Hyung atur kalau aku sudah siap…”

Ne. Algeseumnida…”

“Sebenarnya, ada yang ingin saya sampaikan” kata Jin Woon serius.

Baek Hyun tak ingin mendengarnya. Ia sudah malas untuk melakukan sesuatu, bahkan untuk makanpun ia malas. Ia memilih bangkit dari kursinya untuk menuju kamar.

“Nanti saja hyung, aku mengantuk”

“Sebenarnya…” Jin Woon menglangi jalannya.

“Aku mengantuk” Ia tidak menghiraukannya lagi.

Setibanya di kamar dengan menaiki lift, ia langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kepalanya masih memikirkan kata-kata Jin Woon tadi. Kata-kata tadi membuat seluruh pikirannya kacau. Ia lalu mengambil handphonenya di meja nakas. Ia membuka handphonenya yang memiliki password sidik jari sambil membenarkan tidurnya. Tertera banyak pesan dan telpon yang tidak terjawab. Ada sebuah notifikasi menarik yang tertulis di layarnya ‘tebak-tebak berhadiah’.

“Siapa yang mengirim virus bodoh seperti ini. Akan aku hack akunnya. Odiboja….”

Ia menyentuh tulisan tersebut untuk mencari akun si pengirim dan mengerjainya dengan kemampuan IT nya yang tidak usah diragukan lagi. Tiba-tiba sebuah video terputar di layar handphonenya. Video yang berisi percakapan dua orang laki.

“Makan malam yang sangat menyenangkan. Apa mulai sekarang aku harus memanggilmu Sajangnim”

“Berlebihan! Bahasa Koreamu tambah baik saja”

“Bisa saja!”

            “Ini bukannya aku dan Nichkhun?” gumamnya yang kini dalam posisi duduk.

“Jangan jadikan beban, hingga stress akibat khawatir yang berlebihan. Semua akan baik-baik saja. Kabari aku segera!”

“Seluruh pemegang saham baru saja melantikku menjadi CEO. Appaku telah mempercayakannya padaku. Hidupku sekarang penuh dengan beban dan jadwal yang padat. Jadi, aku tidak bisa sering-sering ke Thailand”

“Kau memang bisa diandalkan. Tidak masalah. Kita masih bisa Skype. Hmm, bagaimana soal gadis yang kau ceritakan dua hari yang lalu. Apa sudah kau habisi dia?”

Tiba-tiba muncul sebuah tulisan yang berisi ‘Mereka adalah Gay!’ yang kemudian memutar kembali di bagian ini.

            “Jadi, aku tidak bisa sering-sering ke Thailand”

Tidak masalah. Kita masih bisa Skype”

Kemudian sebuah tulisan kembali keluar, ‘Target Pembunuhan!’ lalu terputar kembali di bagian ini.

Apa sudah kau habisi dia?”

Tulisan kembali keluar, ‘Dengarkan baik-baik nada bicaranya. Silahkan putar kembali!’.

“Dia lebih cerdik dari yang kukira. Nyalinya sangat kuat, membuatnya mati kehabisan darah sangat sulit”

‘Dia ingin membuatnya mati kehabisan darah!’ sebuah tulisan kembali muncul dan mutar kembali di bagian sebelumnya.

“Oh come on dude! Kau bisa mengandalkanku. Mengahabisi darahnya? Seperti menuangkan bir dalam gelas. Akan aku tunjukkan keahlian head shot-ku. Shoot! She will be dead in no time”

Tulisan berwarna merah muncul dengan isi ‘Perencanaan pembunuhan dengan menembak kepala gadis tersebut’.

“Ingat Nick, rahasia ini jangan sampai tersebar kemanapun”

You have my words!

“Dan juga alasan kenapa kita bisa berhubungan aku harap jangan sampai kau bocorkan. Atau mulutmu akan menerima akibatnya”

“Akibat apa? You wanna hit my lips with your kiss? So sweet baby”

Yes, with this Nick

‘Lihat! Mereka adalah gay!’ tulisan berwarna pink muncul dan kembali memutar bagian sebelumnya.

            “Atau mulutmu akan menerima akibatnya”

“Akibat apa? You wanna hit my lips with your kiss? So sweet baby”

Setelah video berhenti kemudian muncul tulisan peringatan yang isinya, ‘Berhati-hatilah dengan dua laki-laki tersebut. Mereka pelaku pembunuhan berencana kalangan atas. Bantu saya selamatkan gadis yang mereka maksud. Sebar video ini ke 10 teman anda. Saya mohon. Terima Kasih!’

Tak dapat digambarkan lagi bagaimana murkanya Baek Hyun. Ia berteriak-teriak memanggil Jin Woon. Suaranya bahkan kalah dengan speaker untuk konser. Seluruh isi rumahnya terkejut dan menuju ruang tengah.

Ya! Jin Woon! Ya! Kalian kenapa lihat saja? Panggilkan Jin Woon!” bentaknya yang membuat semua asistennya kocar-kacir mencari Jin Woon.

“Ada apa?” tanya Jin Woon yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

Ya! Kau tahu? Videoku telah tersebar di dunia maya dan sekarang jadi trending. Aku mau kau mencari siapa dalang di balik semua itu!” perintahnya.

“Sebenarnya, hal itu yang ingin saya sampaikan tadi” ucap Jin Woon dengan nada takut.

“Penting seperti itu kenapa kau tidak langsung menyampaikannya?!” Lagi-lagi Baek Hyun membentaknya dan mengeluarkan sumpah serapah yang harus di sensor.

“Kerahkan semua orang untuk mendapat bajingan penyebar video tersebut! Seret dia kehadapanku! Dan hapus semua video yang sudah tersebar! Sekarang! Sekaraaaaaang!”

“Dan jangan sampai hal ini terdengar oleh keluargaku” Ia memperingatkan Jin Woon.

Malam itu juga Jin Woon mengerahkan seluruh karyawan untuk datang ke kantor dengan ancaman akan dipecat jika tidak datang. Tanpa diduga sudah banyak karyawaan perusahaan yang berada di sana saat Baek Hyun dan Jin Woon tiba.

Gwaenchanayo?” tanya Rae Won yang ternyata tak pulang setelah rapat tadi.

Ne! Samchon sedang apa di sini?” Tanya Baek Hyun.

“Kami tidak pulang selesai rapat tadi. Kami melacak orang yang menyebarkan video tersebut”

Saat mereka berdua berbicara, tiba-tiba banyak karyawan Baek Hyun yang tiba. Bahkan ada yang menggunakan piyama sambil menggendong anaknya.

“Kalian semua pasti sudah melihat video dengan judul tebak-tebakan berhadiah. Tugas kalian yang baru tida adalah menghapus semua video yang telah tersebar di internet” perintah Ye Eun.

“Dan pastikan, tidak ada satupun dari video tersebut tersisa!” sambungnya dengan nada tegas.

Sedangkan tim Dojoon dan tim Yoseob mereka tengah mencari asal dari video dibantu dengan Hyun Joon. Sedangkan karyawan yang baru saja tiba selesai Ye Eun memberi perintah ikut membantu mengapus video tersebut. Dan Joo Won mengajak divisi marketing untuk berkumpul di ruangan yang lain untuk menjawab seluruh telepon yang mulai masuk dengan jumlah yang banyak. Ternyata reporter di luar sana telah melacak orang-orang yang berada di video tersebut.

“Kita harus segera menjemput teman bicara anda di video itu sekarang juga” pinta Taecyeon, sekretaris Rae Won, pada Baek Hyun.

“Untuk apa?” tanya Baek Hyun bingung.

“Kami takutkan para pencari berita terlebih dahulu menemuinya” jelas Taecyeon.

“Kalau begitu jemput dia dengan pesawat pribadi milik perusahaan” perintah Rae Won.

“Baik Pak!”

Baek Hyun terharu melihat seluruh karyawannya yang setia padanya. Padahal ia baru saja menjabat selama dua minggu. Ia tersadar, jika ini semua berkat pimpinan sang ayahnya dalam memimpin perusahaan sangat pemurah. Bahkan sebagian dari mereka yang wanita yang memiliki bayi, rela membawa bayinya walaupun harus terkena udara malam.

“Jin Woon, perintahkan orang untuk membeli cappucino panas dan makanan untuk mereka semua. Dan belikan selimut untuk wanita yang membawa bayinya. Cepat! Aku beri waktu 15 menit paling lama!”

Ia duduk di samping Rae Won yang juga sedang ikut melacak penyebar video tersebut. Hati kecilnya ingin ikut membantu, tetapi karena kepanikan yang melanda ia hanya dapat duduk bengong tanpa berbuat apapun.

“Tenang saja! Ini pasti ulah dari pesaing. Ayahmu dulu sering mengalaminya” ujar Rae Won memberi semangat.

Jin Woon telah kembali bersama beberapa asisten di rumahnya dan bodyguardnya. Mereka mulai membagikan makanan serta selimut sesuai dengan perintahnya.

“DAPAT!!!!” teriak seseorang dari sudut.

Mereka lalu mendekati seorang laki-laki yang duduk di sudut, dan dia ternyata Dojoon.

“Ini IP nya pak. Dan ini rekaman CCTV nya” kata Dojoon memperlihatkan.

“Kerja bagus!” puji Rae Won.

“Sekarang cari identitasnya” perintah Rae Won.

Tanpa mengenal lelah mereka terus bekerja. Namun Baek Hyun memerintah yang membawa bayi untuk segera pulang. Bahkan dia menyuruh Jin Woon untuk menyiapkan bis untuk mengantar mereka pulang.

Ruangan yang tadinya gelap dan dipenuhi cahaya lampu, kini dipenuhi cahaya dari luar. Matahari sudah mulai muncul, walaupun masih terlihat malu-malu. Semalaman Baek Hyun dan lainnya tidak tidur.

“Kami mendapatkan identitasnya” Lapor Joo Won yang tiba dari lantai atas pada Rae Won.

“Anak buahku mendapatkannya. Laptop yang menyebarkan video tersebut masih terhubung dengan internet dan kami mendapatkan IP nya. Setelah pemiliknya berpindah-pindah tempat. Namun, saat sekitar jam 3 pagi tadi hingga sekarang IP nya tidak berpindah sama sekali. Ini alamatnya, sebaiknya segera kirim orang ke sana” kata Joo Won.

Ye Eun yang mendengarnya lalu menelpon bodyguard perusahaan dan meminta mereka untuk mengamankan rumah tersebut.

“Mereka sedang menuju rumah tersebut. Dan Nichkhun telah dalam perjalanan. Ia akan tiba satu jam lagi” ucap Ye Eun.

“Kerja bagus!” kata Rae Won sambil menepuk pundak Ye Eun dan Joo Won.

“Tenang saja! Akan segera teratasi” ucapnya pada Baek Hyun yang berdiri di samping Joo Won.

***

“Siapa sih yang datang pagi-pagi seperti ini!” gerutu Mina dari dapur yang sedang menyiapkan sarapan.

Ia menuju ke depan dan mendapati empat orang memakai jas hitam dan seorang laki-laki yang memakai kemeja biru laut.

Annyeonghaseyo. Perkenalkan saya Kim Dojoon. Bisa bicara di dalam?”

Mina terlanjur terpana padanya dan membiarkan mereka masuk. Padahal Hye Ra sering memperingatinya untuk tidak membiarkan orang asing masuk ke dalam jika dirinya hanya sendirian di rumah.

Dojoon mengelilingi apartemen yang hanya ada satu kamar dan satu kamar mandi di sana. Ia lalu mendapati sebuah laptop berwarna putih di atas meja di dekat kasur. Ia lalu mengambil laptop tersebut dan memeriksanya. Mina tak peduli dengan beberapa orang jas hitam yang juga ikut masuk. Seperti ada magnet yang membuatnya mengikuti Dojoon.

“Kau kenapa memegang laptop itu?” tanya Mina yang memegang gunting di sebelah kanannya. Bukan maksudnya untuk mengancam, tapi dia sedang membuka bungkusan ramyeon dengan gunting yang ada di tangannya.

“Ini milikmu?” tanya Dojoon yang ragu kalau perempuan di hadapannya ini yang menyebarkan video tersebut. Walaupun kini telah ada bukti di tangannya.

“Oh, bukan…itu punya temanku. Kami tinggal berdua di sini”

Dojoon lega, entah kenapa ia merasa lega, ia juga bingung.

“Dimana temanmu sekarang?” tanya Dojoon yang sedang meng-copy semua data di dalam laptop tersebut.

“Dia sedang mengantar koran. Lalu dia bilang dia tidak akan pulang selama tiga hari. Ada urusan penting” ucap Mina yang Dojoon bisa melihat bahwa ia tidak berbohong.

“Bisa beri tahu nomor handphonenya?”

“Itu handphonenya. Dia tidak membawanya”

Dojoon mengambil handphone yang terletak di samping laptop yang sedang dipegangnya.

“Kalau perlu dengannya balik saja tiga hari lagi. Dia tidak akan pergi lebih dari tiga hari, dia tidak punya uang. Jadi jangan khawatir. Hmmm…mungkin dia tidak akan balik ke sini, kalian bisa menghampirinya di Aple Seed Cafe hari Sabtu. Dia pasti pulang, karena hari itu gaji kami akan dibayar” jelas Mina dengan polosnya.

“Boleh tahu namanya?”

“Ji Hye Ra”

Dojoon diam-diam mengambil handphone milik Hye Ra saat Mina kembali ke dapur untuk memasak. Dengan hormat ia pun berpamitan pada Mina sambil terlebih dulu menanyakan namanya. Sekarang, semua informasi tentang gadis bernama Hye Ra telah ada di tangannya. Saatnya menuju perusahaan.

***

Di lain tenpat di waktu yang bersamaan. Hye Ra tengah menikmati waktunya di dalam bus menuju Busan. Saat pemberhentian di halte ada seorang nenek-nenek yang membawa banyak telur rebus di dalam kantong plastik berwarna bening di tangan kirinya.

“Mau?” tawar nenek yang tadi naik dan sekarang duduk di sebelahnya.

Ne, gamsahamnida” sahutnya sambil mengambil satu telur rebus.

“Kau akan balik hari sabtu kan? Pastikan kau balik tepat waktu! Atau kau akan kehilangan kesempatanmu” ucap Halmeoni di sampingnya secara tiba-tiba.

“Apa maksud halmeoni?” tanyanya bingung.

Aigoo, bilang apa ya aku tadi. Aku mengantuk…” jawab nenek itu, kemudian langsung membalikkan badannya.

To Bo Continue…     


Chance to be Loved (Chapter 2)

$
0
0

cover

Tittle    : Chance to be Loved

Part  2 : “Someday….” 

Lenght : Chapter

Rating : PG 13+

Genre : Romance, Family, Hurt dan Love

Author : deeFA (Dedek Faradilla)

Twitter : @JiRa_deeFA

Main Cast : [EXO] ChanYeol as Park Chan Yeol

                     [EXO] Suho as Kim Joon Myun

                     Hwayoung as Ryu Hwayoung

                     [WSJN] Cheng Xiao as Kim Joo Na

                     Rena Nounen as Rena Nounen

                     [ASTRO] Cha Eun Woo as Ryu Eun Woo

(Introducing my new FF. Author amatiran ini berterima kasih kepada yang mau baca. Hehehe.  Mohon kritik dan sarannya ya *bow*. Hope You Like ^^)

Tak terasa sudah tiga bulan Hwayoung menjadi murid kelas dua SMP. Hari-harinya sama sekali tak berubah, tak ada teman selain Se Young dan teman-teman yang selalu mengerjainya, walaupun ia tidak tinggal diam jika diperlakukan demikian. Meskipun ia menjadi murid paling pintar di sekolah, tetapi tetap saja yang paling disegani di sekolah adalah Joo Na. Entah mengapa, setiap kali ia melihat Joo Na, amarahnya selalu memuncak. Lagi-lagi hal yang membuatnya sebal, Joo Na menyebarkan undangan ulang tahunnya.

Tahun lalu ia tidak hadir ke acara ulang tahunnya yang menurut teman-temannya sangat seru. Tak henti-hentinya mereka membicarakannya bahkan hampir sebulan sejak acara itu, mereka masih membicarakannya, hingga ia dan Se Young harus memasang telinga baja agar tak mendengarnya. Namun, kali ini ia berubah pikiran, kenapa tak ia nikmati saja pestanya, anggap saja ia sedang merayakan hari ulang tahunnya, lagi pula hari ulang tahunnya sama dengannya.

Wae?” tanya Se Young yang baru balik dari kamar mandi pada Hwayoung yang terus memandang undangan di tangannya.

“Kau berencana hadir?” Se Young seperti membaca pikirannya.

“Hadir saja. Sesekali menikmati hal yang dibenci aku rasa tidak masalah. Tapi, aku tidak bisa menemanimu. Aku harus membantu eommaku” sambung Se Young.

Se Young berbalik mencari sesuatu di dalam tasnya. Ia mengeluarkan bingkisan kecil yang terbungkus dengan kertas kado berwarna merah.

“Untukmu. Saengil Chukkae. Mian, tahun lalu, aku hanya bisa memberi surat. Mian juga terlalu cepat, soalnya takut lupa”

Baru kali ini ada orang yang memberinya kado. Hwayoung menerimanya dengan hati yang sangat senang. Se Young adalah orang yang benar-benar menganggapnya sebagai teman di kelas ini. Yang lain, bahkan mereka tak pernah peduli dengannya, bahkan sering menganggapnya tidak ada.  Ia tersenyum sambil meletakkan kado pertama dari seorang teman ke dalam tas.

***

Hwayoung sudah memutuskan untuk pergi ke acara ulang tahun Joo Na. Walaupun berkali-kali ibunya melarang dan memarahinya, ia tidak mempedulikannya. Ia ingin menikmati harinya walau hanya beberapa jam. Dengan bantuan Seon Mi yang sangat baik hati dan meminjamkan baju milik putrinya, walaupun agak kebesaran karena badan putrinya yang sedikit berisi, tapi baju ini lebih bagus dan layak dari pada baju usang miliknya. Dengan baik hati pula, Seon Mi mengantarnya ke tempat tujuan, walaupun Hwayoung bersikeras untuk naik bus, namun karena Seon Mi khawatir padanya yang harus naik angkutan umum apalagi pada malam hari, akrinya diterimanya tawarannya.

“Nanti dijemput lagi, sekitaran dua jam lagi” kata Seon Mi setibanya di depan rumah Joo Na.

“Rumah temenmu besar ya. Mianhae Young-ah, Ahjumma tidak punya baju lebih bagus dari ini…”

“Tidak masalah. Aku masuk dulu” ucap Hwayoung sambil membungkuk, lalu berbalik menuju rumah Joo Na.

“Young-ah…” panggil Seon Mi yang turun dari scooternya. Seon Mi mengeluarkan sisir dari dalam tas kecilnya.

Ahjumma rapikan dulu ya rambutnya…”

Dengan lembut Seon Mi merapikan rambut lurusnya yang panjang. Diambilnya pita kecil berwarna biru lalu dipasangkan di sebelah kiri. Ia juga menepuk-nepuk baju yang dipakai Hwayoung agar kelihatan rapi. Ada rasa aneh dalam dirinya. Ia memang sangat baik padanya. Saat ini, ia berharap Seon Mi bisa menjadi ibunya. Namun, ia menarik napas dalam-dalam dan menerima kenyataannya.

“Cantik sekali, tidak kalah dengan anak orang kaya. Selamat bersenang-senang ya…” Seon Mi berkata sambil mengelus pipinya dengan tangannya yang kasar karena terlalu banyak bekerja.

Hwayoung menatap punggungnya yang semakin menjauh. Ia heran kenapa orang lain terlihat seperti keluarga dan keluarga terlihat seperti orang lain. Kini kakinya telah menginjak di depan gerbang rumah Joo Na. Tatapannya tertuju pada rumahnya yang dipenuhi dengan mobil milik para tamu. Ia menarik napas panjang, lalu melangkah masuk ke dalam.

***

Halaman belakang rumah Joo Na telah berubah menjadi Wonderland. Tahun kemarin karena ia terobsesi dengan anime Sailor Moon, maka konsep ulang tahunnya yang berhubungan dengan anime tersebut. Untuk tahun ini, ia sangat suka dengan Alice in Wonderland, sebab itulah pesta ulang tahunnya kali ini bertemakan Wonderland. Ibunya bahkan telah menyuruh sahabatnya yang seorang designer untuk menjahit baju yang akan dikenakan putrinya nanti, tentu saja seperti permintaan Joo Na, harus persis sama dengan baju yang dikenakan Alice.

Joo Na telah siap dengan busana Alice. Wajahnya pun dirias seperti Alice. Saat ia melangkah menuju halaman belakang dengan menggandengan tangan Joon Myun, sontak saat itu semua tamu seperti terhipnotis, melihat kakak-beradik yang sangat tampan dan cantik. Ia melirik ke arah ibunya yang berpakaian seperti Ratu Putih, lalu ke arah Ayahnya yang memakai jas berwarna hitam seperti Joon Myun, padahal ia menyuruh Ayahnya untuk menjadi Mad Hatter.

“Sok cantik banget!” gumam Joon Myun sambil menggandeng adiknya menuju tempat duduk yang telah disiapkan seperti tempat duduk Mad Hatter yang sedang menikmati teh bersama Alice. Joo Na tidak menjawab, wajahnya cemberut.

“Jangan cemberut, ada Chanyeol tuh!” Wajahnya seketika memerah saat memandang ke arah laki-laki yang bernama Chanyeol.

Acara dimulai dengan persembahan lagu oleh Joon Myun. Ia memainkan lagu karangannya yang berjudul My Dear Sister dengan piano dan alunan biola yang dimainkan oleh Stephanie, sahabatnya. Kemudian duet piano antara ibunya dan kakaknya. Acara selanjutnya games, barulah acara puncak pemotongan kue dan ucapan dari orang tua dan kakaknya. Selanjutnya para tamu menikmati jamuan makan malam, sambil menikmati games yang khusus dibuat untuk teman-teman Joo Na.

“Tidak terasa Joo Na sudah 13 tahun. Tapi sifatnya masih saja kenak-kanakan” keluh Se Na pada sahabatnya Sae Byul. Mereka duduk di sebuah meja bundar yang telah disiapkannya khusus untuk keluarganya dan keluarga Sae Byul.

“Maklum saja, Joo Na kan tidak punya adik. Chanyeol saja yang sudah besar saja masih seperti anak kecil, iya kan yeobo?” Sae Byul meminta pendapat suaminya.

“Wajar, kan Chanyeol anak tunggal” jawab suaminya, Tae Shin.

“Sepertinya Joon Myun mengikuti bakatmu. Apa dia akan menjadi pianis juga sepertimu?” tanya Sae Byul pada Se Na.

“Sepertinya begitu, dia berencana untuk kuliah di Berklee College of Music. Aku tidak memaksanya, dia sendiri yang memilih ingin menjadi pianis”

“Kalau begitu bakat pebisnis pasti diturunkan ke Joo Na” tebak Tae Shin.

“Joo Na itu, senangnya olah raga. Dia kapten basket di sekolah. Dia juga senang renang. Kalau dilihat, dia sama sekali tidak tertarik dengan bisnis” sahut Hwan Eui, suami Se Na sekaligus ayah Joo Na.

Tae Shin tersenyum mendengar pernyataan Hwan Eui.

“Chanyeol juga, padahal aku ingin dia melanjutkan studi dalam bidang bisnis, tapi dia bersikeras untuk jadi dokter” kata Tae Shin.

Saat asik berbincang-bincang, mata mereka beralih pada Joo Na dan Chanyeol yang saling bercanda. Chanyeol memegang boneka kesayangan milik Joo Na di tangan kanannya. Diarahkannya tangannya ke atas, sehingga Joo Na tidak dapat mengambilnya. Ia berusaha loncat tapi tetap tak bisa meraihnya, membuat Chanyeol tertawa terbahak-bahak. Joo Na sampai rela mengambil kursi untuk dapat meraihnya, namun Chanyeol menggendong Joo Na dan membawanya ke arah kolam yang khusus dibuat untuk Joo Na. Kemudian, ia melemparnya, sontak kedua orang tua Joo Na tertawa. Tak mau kalah, Joo Na keluar dari kolam dan mendorong Chanyeol hingga bajunya juga basah seperti dirinya. Karena kesal Chanyeol kembali menggendong Joo Na dan membawanya masuk ke dalam kolam renang.

“Joo Na dan Chanyeol cocok ya…” celetuk Sae Byul.

“Aku rasa begitu” sahut Tae Shin sambil menatap istrinya penuh arti.

“Bagaimana kalau kita jodohkan saja mereka?” Hwan Eui memberi pendapat.

“Aku setuju, yeobo…” kata Se Na.

Sae Byul dan Tae Shin pun setuju.

“Saat putriku berumur 24 tahun, aku rasa dia sudah siap untuk menikah”

“Aku setuju” sahut Sae Byul.

“Jadi tidak sabar saat itu tiba” sambungnya lagi.

***

Hwayoung hanya duduk diam menikmati acara. Walaupun silih berganti teman-teman sekelasnya menghampirinya hanya untuk mengejeknya, ia tidak peduli. Ia duduk sambil memakan makanan yang telah disediakan. Tak peduli dengan ocehan-ocehan yang meremehkannya, baginya ini kesempatan untuk makan makanan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.

Mianhae…” tiba-tiba ada seorang laki-laki tak sengaja menyandung mejanya. Laki-laki yang tadi bermain di kolam bersama Joo Na.

Mianhaeyo…” katanya lagi.

Hwayoung menatapnya hingga matanya tak berkedip.

“Hai…Hello….” laki-laki itu melambaikan tangannya membuat lamunannya buyar.

Mianhae…” ucapnya lagi.

Ne, gwaenchanayo…” sahut Hwayoung salah tingkah di bawah tatapan dan senyuman laki-laki berparas tampan dan lesung pipi disebelah kirinya.

“Chanyeol oppa…..” teriak seorang gadis yang Hwayoung tahu itu suara siapa.

Palli…..” teriak Joo Na lagi.

Tanpa pamit laki-laki yang ternyata bernama Chanyeol itu pergi dari hadapannya. Tangan putih miliknya meraba dadanya. Ia dapat merasakan sesuatu yang bergetar hingga membuatnya susah bernafas serta suhu tubuhnya jadi meningkat. Sulit untuk dimengerti apa yang ia rasakan. Ditambah lagi kekesalannya pada Joo Na yang berteriak pada laki-laki yang baru saja diketahui namanya. Andai saja ia tidak memanggilnya ia bisa saja melihat wajahnya lebih lama lagi.

“Sesekali senyum rasanya tidak masalah…” seorang laki-laki tiba-tiba duduk di sebelahnya yang duduk sendirian.

“Kau lagi!” Hwayoung memalingkan wajahnya. Ia baru menyadari, bahwa laki-laki yang membawanya ke rumah sakit adalah oppanya Joo Na, mereka punya nama keluarga yang sama yaitu Kim.

“Kenapa tidak gabung dengan temanmu? Aku tidak menyangka, kauu sekelas dengan adikku. Ka….”

“Boleh aku bertanya satu pertanyaan?” potong Hwayoung.

“Tentu saja…” jawab Joon Myun antusias.

“Pukul berapa sekarang?”

Putra sulung Hwan Eui terkejut, lantaran gadis di hadapannya bertanya hal yang dianggapnya aneh. Joon Myun lalu menunjukkan jam tangannya. Betapa terkejutnya Hwayoung saat melihatnya, ia sudah berjanji dengan Seon Mi hanya dua jam di acara ini. Dan sekarang Seon Mi pasti sudah menunggunya. Ia berlari meninggalkan acara, ia harus segera pulang. Dalam keadaan bingung, Joon Myun juga berlari mengikutinya.

“Mau kemana?” Joon Myun menarik tangannya.

“Lepaskan!” Pinta Hwayoung dengan keras. Tak ada yang mendengar karena mereka berada di parkiran mobil.

“Acaranya belum selesai…” jelas Joon Myun.

“Lalu? Aku harus menunggu hingga acaranya selesai? Aku datang kesini dengan harapan acaranya berantakan, ternyata tidak, buat apa aku berada lama-lama disini? Kenapa? Ingin mengantarkan aku pulang? Mau memamerkan mobilmu lagi? Terima kasih!”

Kata-kata gadis yang biasa dipanggil Young-ah ini membuat hati Joon Myun memanas. Ia kembali mencegatnya dengan menarik tangannya dengan sangat keras.

“Aku pernah dengar cerita dari adikku. Katanya ada seorang murid perempuan di kelasnya yang begitu membencinya, tanpa alasan yang jelas. Padahal adikku tidak pernah berbuat kesalahan apapun padanya” ucap Joon Myun dengan wajah serius.

“Dan aku tahu, yang dimaksud adikku adalah kau. Mengapa kau bersikap seperti ini? Apa salah adikku? Apa salahku? Aku sama sekali tidak mengerti dengan sikapmu”

Hwayoung menatap mata Joon Myun tanpa takut. Padahal terlihat jelas ekspresi lawan bicaranya yang murka.

“Aku mau pulang, ibuku, kau sudah lihat bagaimana ibuku, dia sudah menungguku”

Joon Myun lalu melepaskan tangan Hwayoung, ia menatapnya yang naik motor dengan seorang wanita. Entah mengapa ia seperti terbebani saat melihatnya. Rasanya ia ingin membantunya.

Ia kembali masuk ke dalam dengan wajah yang sedih. Stephanie, sahabatnya sekaligus teman sekelasnya datang menghampirinya, mengajaknya untuk duduk berdua jauh dari keramaian tamu.

“Kau kenapa?” tanya Stephanie.

“Tidak ada apa-apa. Kenapa kau mengajakku duduk di sini?” tanyanya.

“Di sana terlalu bising. Dan ada sesuatu yang ingin aku sampaikan sama padamu”

Suasana hening membuat Stephanie tidak nyaman.

“Kau dengan Dasom sebenarnya ada apa?” tanya Steffi, panggilan Stephanie.

“Kau kan tahu Steff, aku tidak suka dengan perempuan ganjen seperti dia. Dia bahkan nekad hampir menciumku saat acara camping ke Haeundae waktu itu”

“Lalu Yerin?”

“Steffi, aku belum menemukan perempuan sesuai dengan keinginanku”

“Seperti apa memangnya yang sesuai dengan keinginanmu?”

Joon Myun menarik napas dan menatap Steffi.

“Seperti adikku, perempuan polos dan baik hati”

Steffi terkekeh mendengar pernyataannya.

“Kalau begitu seperti Rena…”

“Rena?”

“Rena Nounen, orang jepang di kelas kita. Gadis yang pendiam itu. Yang sering dikerjai oleh teman-teman sekelas. Kau tidak mengenalnya? Wajar saja, dia jarang bicara dan selalu pandangannya ke bawah”

“Oh, maksudmu gadis yang Jong In bilang jelmaan sadako?”

Steffi menggangguk sambil tertawa, diikuti Joon Myun yang mengingat Jong In sering berpakaian seperti hantu jepang sadako untuk mengejekknya. Dan teman-teman di kelasnya sering beracting seolah-olah gadis bernama Rena itu bisa muncul di mana saja dan dapat terbang alias kakinya tidak berpijak di lantai.

“Aku bisa menjadi perempuan sesuai dengan keinginanmu” kata Steffi membuat Joon Myun berhenti tertawa.

“Aku serius…” sambungnya.

“Tapi kita…” Joon Myun tak tahu harus menjawab apa.

“Apa aku bisa? Hanya perlu jawab ya atau tidak”

Joon Myun benar-benar bingung, bagaimana bisa, perempuan yang telah menjadi sahabatnya sejak SMP secara tiba-tiba menyatakan cinta padanya. Memang Chanyeol pernah berkata kalau sebenarnya Steffi jatuh hati padanya, namun ia tak pernah percaya.

“Steff, kau sakit? Kita kan-”

“Cukup! Sepertinya aku tahu jawabannya. Setidaknya, aku sudah lega. Aku lelah terus menyimpannya selama lima tahun. Kalau begitu selamat malam”

Steffi pergi meninggalkannya yang bingung. Joon Myun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Malam ini malam terburuk baginya.

Setelah Steffi meninggalkannya, ia kembali ke dalam dan mendapati keluarganya dan keluarga Chanyeol sedang duduk bersama. Ia mencoba memasang wajah tersenyum pada mereka semua.

“Dari mana? Steffi sudah mengatakannya?” tanya Chanyeol di hadapan semuanya. Chanyeol memang sahabat yang kurang ajar. Bagaimana ia bisa tahu tentang Steffi.

“Ada apa dengan Steffi?” tanya Se Na, ibu Joon Myun.

“Itu…” belum sempat habis kalimat Joon Myun terucap, Chanyeol lebih dulu angkat bicara.

Ahjumma tahu kan? Steffi, Stephanie, teman kita, dia jatuh cinta pada Joon Myun. Malam ini dia akan menyatakan cintanya. Tapi kalau dilihat-lihat, sepertinya Joon Myun menolaknya…”

“Kau menolak Stephanie? Wae? Dia cantik, pintar dan baik. Kenapa kau malah menolaknya?”

“Chanyeol!” Joon Myun geram, ia ingin melayangkan tinju padanya.

Eomma, oppa udah punya pacar. Mana bisa terima Steffi eonni” Joo Na ikutan.

“Siapa?” tanya Sae Byul, ibunya Chanyeol.

“Namanya Yerin…”

Mendengar nama Yerin membuat Chanyeol tertawa keras. Ia tahu, sahabatnya itu sangat membenci Yerin. Ia bahkan menceritakan kelucuan Joon Myun menghindari gadis bernama Yerin. Semuanya ikut tertawa, mendengar ceritnya, termasuk si objek pembicaraan. Joon Myun yang tadinya kesal, jadi terkekeh saat mengingatnya kembali tingkahnya yang sangat aneh dan lucu.

***

Baru saja Seon Mi memarkirkan motornya di depan rumah Hwayoung. Ibunya Hwayoung langsung keluar dengan sapu lidi di tangannya. Tanpa menunggunya turun dari motor, ibunya langsung menariknya, lalu memukulnya tepat di kaki. Tak ada raungan, ia berusaha menahan sakitnya, serta tak ingin Eun Woo yang sedang menatapnya di balik jendela tambah sedih, meskipun ia dapat melihat dengan jelas, adik kesayangan menangis. Seon Mi berusaha melerainya, dibantu dengan Man Sik, tetangga Hwayoung, yang langsung keluar saat mendengar keributan.

Beruntung, kejadian tadi tak diketahui banyak orang. Dari arah dapur terlihat Eun Woo membawa seember air dan handuk kecil. Ia membawanya ke kamar, tempat ia dan noonanya tidur. Saat tiba, ia melihat punggung noonanya dan mengira ia telah tidur. Perlahan-lahan ia melangkahkan kakinya, agar tak membangunkannya. Diambilnya haduk kecil, lalu dicelupkannya ke dalam air. Namun, saat ingin menaruh handuk basah tersebut di kaki kakaknya, ia berfikir, pasti akan terasa pedih jika terkena air. Untuk itu, ia menggunakan cara lain, ia meniup-niup kaki kakaknya sambil menangis tanpa suara. Sesekali terdengar suaranya memanjatkan doa.

Tiada yang membuat Hwayoung bahagia, selain Eun Woo, adik laki-lakinya. Ia padahal belum tidur. Ia hanya pura-pura tidur. Tak ingin menampakkan tetesan bening dari matanya. Ia juga harus membekap mulutnya, menahan isakan yang setiap kali memaksanya untuk menangis lepas. Baginya, tak perlu mati untuk merasakan neraka. Hidupnya sekarang sudah seperti neraka. Entah mengapa malam ini ia berharap agar ibunya mati, ia tahu hal itu sangatlah jahat, tetapi mengingatnya lagi, semakin ingin ia berharap demikian. Hanya berdua dengan Eun Woo menurutnya lebih baik.

***

Guru olahraga telah bersiap di lapangan dengan peluit di tangan kanannya. Hari ini pengambilan nilai untuk lari 100 m. Satu per satu para siswa berbaris di line mereka masing-masing, termasuk Joo Na. Olahraga adalah pelajaran favoritnya. Tak ada satupun olahraga yang ia tak mampu. Lari 100 m baginya seperti jalan santai. Beberapa laki-laki, kakak kelas, berdiri di samping lapangan untuk melihatnya berlari. Saat peluit ditiup, Joo Na menunjukkan kemampuannya. Seperti biasa, ia menjadi siswa pertama yang mencapai garis finish.

Selesai olahraga Da Hyun mengajak Joo Na, Shin Bi dan Seul Gi untuk menemaninya memberi hadiah ulang tahun untuk Hanbin, kakak kelasnya. Saat berjalan menuju kelas Hanbin, Joo Na dan ketiga sahabatnya berpapasan dengan Hwayoung. Shin Bi memberikan tatapan sinis padanya, diikuti oleh Seul Gi dan Da Hyun. Tapi tidak dengan Joo Na. Ia malah menoleh kebelakang untuk melihat Hwayoung. Ia merasa ada yang aneh dengan kaki teman sekelasnya itu.

“Ah, kalian duluan saja. Nanti aku susul ke kelas Hanbin sunbae” kata Joo Na. Belum sempat Da Hyun bertanya, Joo Na sudah berlari jauh dari hadapannya.

Ia berlari mencari Hwayoung yang ternyata berada di kelas.

“Kalian sembunyikan di mana seragam dan tasku?” suara Hwayoung membuat teman-teman sekelasnya menoleh padanya. Hanya sebentar, kemudian mereka melanjutkan lagi apa yang mereka lakukan tanpa peduli terhadapnya. Seakan ia hanyalah angin lalu.

“Aku tanya siapa yang menyembunyikan seragam dan tasku?” kini suaranya meninggi.

“Heh! Jangan sok blagu di sini!” Nayeon berdiri di atas bangku dengan kedua tangannya dilipat di depan dadanya. Tidak ketinggalan anggota gengnya yang meniru gayanya.

“Aku tidak sudi menyentuh milik orang yang miskin dan sombong sepertimu” sambungnya lagi.

Baru saja Hwayoung ingin membalasnya, Joo Na duluan membalasnya.

“Jangan bicara sembarangan!”

“Kau tidak perlu sok jadi pahlawan Joo Na. Aku tidak takut padamu, walaupun kau anak paling kaya di sekolah”

Bel sekolah berbunyi, tanda pelajaran selanjutnya telah dimulai. Pertengkaran antara Nayeon dan Joo Na terhenti. Semua murid bersiap untuk mengikuti pelajaran bahasa Perancis. Baru saja gurunya memasuki kelas, Hwayoung malah berlari keluar kelas, tepat dibelakangnya, Joo Na juga meninggalkan pelajaran.

Kaki kurus milik Joo Na mengejar Hwayoung yang jauh berada di depan. Namun instingnya memutuskan untuk berbalik arah, berlawanan dengan gadis terpintar di kelasnya yang kini telah menaiki anak tangga menuju lantai tiga. Ia memutuskan untuk menuju kelas IX, menghampiri seluruh kakak kelas yang sering mengerjainya, siapa tahu mereka dalang dibaliknya. Ia berlari menuju kelas Verin, kakak kelas yang selalu mengusik kehidupan sekolah Hwayoung. Jantungnya terapacu cepat, secepat tangan yang tiba-tiba saja menarik lengan kanannya hingga membuatnya terkejut dan hampir saja jatuh, jika sang pemilik tangan tak segera menangkapnya.

“Ada apa Joo Na? Menapa buru-buru?” tanya Sung Yeol, subaenya sekaligu pelatih basketnya.

“Hei, ada yang mengejarmu?” Sung Yeol khwatir, ia melempar pandangan ke sekeliling untuk memastikan tak ada orang yang ingin menyakitinya.

Mianhaeyo sunbae, tapi aku sedang buru-buru” Joo Na melepaskan tangannya dari lengannya. Baru saja ia melangkah Sung Yeol kembali menariknya.

“Ada yang bisa ku bantu?”

“Aku sedang mencari orang yang menghilangkan tas dan seragam milik Hwayoung” jawabnya yang berharap lawan bicaranya mengetahui atau setidaknya bisa memberinya petunjuk.

“Hwayoung? Si Jenius anak narapidana itu maksudmu?”

Memang benar, satu sekolah mengetahui kepintaran Hwayoung dan satu sekolah juga mengetahui latar belakangnya. Joo Na tahu, Sung Yeol tak bermaksud untuk menghinanya, ia hanya memastikan apakah subjek pembicaraan mereka sama atau tidak. Sifat pemurah dan rendah hati, adalah pilihan kata-kata yang cocok menggambarkan Sung Yeol.

“Ayo ikut aku…”

Mereka melewati kelas Verin, tujuan Joo Na sebenarnya. Sung Yeol memanggil empat orang laki-laki yang tidak dikenal Joo Na. Mereka bukan teman akrab Sung Yeol, tapi bisa diandalkan untuk menggali infromasi apapun.

“Ada hal yang mencurigakan hari ini?” Sung Yeol bertanya dengan serius. Ia menatap mereka berempat dengan intens.

“Seperti?” salah satu di antara mereka berbalik bertanya.

“Seperti seseorang yang membawa tas dan baju seragam di tangannya lalu berjalan dengan wajah yang mencurigakan menuju suatu tempat tersembunyi. Ada?”

Kedua mata sipit milik Sung Yeol bergantian menatap mereka. Angin berbisik ke telinganya, menandakan ada sesuatu yang diketahui mereka. Ia dapat merasakannya melalui gerak-gerik mereka.

“Apa ada Hong Bin?” tanya Sung Yeol.

“Hmm, aku juga kurang jelas, tapi aku melihat Dong Woo mambawa tas berwarna merah ke arah belakang sekolah. Tapi, aku yakin itu bukan tas miliknya. Ada apa?”

“Seseorang menghilangkan seragam dan tas milik Hwayoung, saat kelas mereka sedang P.E”

“Hwayoung? Siapa?” tanya Chanwoo yang berdiri di sebelah Hong Bin.

“Hmm….” Sung Yeol menatap Joo Na, ragu menjelaskannya.

“Si Jenius anak narapidana” lagi-lagi Sung Yeol terpaksa.

“Apa mungkin ini ada kaitannya dengan Bora?” Chanwoo bertanya dengan nada berbisik pada Hongbin, tapi dapat didengar oleh Sungyeol.

“Bora? Yoon Bora maksudmu?” tanya Sung Yeol.

“Jadi, dua hari yang lalu Bora menelpon dan dia menanyakan soal si anak narapi…” kata-kata Chanwoo terhenti, matanya tak sengaja mentapa ke Joo Na yang kesal.

“Siapa tadi namanya? Hwayoung kan? Hwayoung maksudku. Si Hwayoung itu bisa menyelesaikan soal olimpiade apa gitu, aku juga lupa olimpiade apa. Yang jelas, Bora tidak bisa menyelesaikannya. Lalu Pak Han iseng dengan memanggil si- maksudku Hwayoung untuk menyelesaikannya. Dan percaya atau tidak dia menyelesaikan soal yang tidak bisa diselesaikan Bora selama seminggu hanya dalam hitungan menit”

“Kemudian?” Sung Yeol meminta kelanjutannya.

“Kemudian, aku juga kurang tahu. Perlu bantuan? Aku akan bertanya pada Pak Han. Oh ya, setelah dia bertanya soal anak itu, aku menyuruhnya bertanya pada Verin dan teman-temannya. Karena menurutku mereka yang lebih tahu” kata Chanwoo yang lalu pergi dengan Hongbin untuk bertanya pada Pak Han.

Hati kecil Sung Yeol masih merasa kurang yakin Bora adalah pelakunya. Bagaimana bisa teman seangkatannya yang baik dan pintar melakukannya. Bora tak pernah mencari masalah dengan orang lain. Ia sama sekali tidak pernah masuk dalam catatan hitam sekolah, bahkan ia menjadi panutan bagi siswa-siswa yang lain.

Sung Yeol dan Joo Na memutuskan bertemu Verin yang sedang belajar pelajaran biologi. Bertemu dengan Verin bukan malah menemukan titik terang mengenai pelakunya. Ia bersikeras mengatakan bahwa bukan dirinya yang melakukannya, walaupun ia senang saat mengetahui ada seseorang yang berani bertindak seperti dirinya pada Hwayoung.

Setelah tak ada hasil dengan Verin dan teman-temannya. Mereka menemui Bora. Namun, yang ingin ditemui tak mau keluar dari kelas, dengan asalan ia tak mau melewatkan pelajaran dan menyuruh mereka untuk berbicara saat waktu pulang tiba. Sung Yeol mengajak Joo Na untuk masuk kelas terlebih dahulu, namun Joo Na bersikeras untuk menunggu. Sosok laki-laki tadi, Chanwoo dan Hongbin, berlari ke arah mereka, dan seorang laki-laki yang belum pernah dilihat Joo Na.

Chanwoo mengajak mereka ke taman belakang sekolah. Tempat yang aman dan jauh dari pengawasan guru. Laki-laki yang tidak dikenal oleh Joo Na tadi adalah Dong Woo. Chanwoo dan Hongbin baru saja mengetahui bahwa Bora dan Dong Woo adalah sepupuan. Hongbin berhasil membuat Dong Woo membuka suaranya dengan ancaman, ia akan melaporkan semuanya pada guru bahwa Dong Woo adalah suruhan Bora. Dong Woo ketakutan, ia bahkan ingin berlutut  pada mereka jika Chanwoo tidak mencegahnya. Ia menjelaskan jika Bora dilaporkan, habislah dia. Ayahnya Bora sangat mengerikan, hingga menuntut putri bungsunya untuk selalu perfect dalam hal apapun, begitu yang disampaikan Dong Woo.

“Dan penyebabnya karena Pak Han memintanya untuk belajar lebih giat lagi. Harga diri Bora terluka. Bagaimana bisa junior seperti Hwayoung yang tidak menerima bantuan bimbingan belajar dari manapun bisa mengalahkannya yang mengikuti bimbingan belajar ternama. Ia takut, guru akan mengadu ke ayahnya. Ini hanya permulaan…” jelas Hongbin.

“Permulaan?” tanya Joo Na.

“Jelaskan!” bentak Hongbin pada Dong Woo.

“Bora tidak akan berhenti, tapi aku tidak tahu apa rencanya selanjutnya” kata Dong Woo dengan nada ketakutan.

“Jadi dimana kau membuangnya?” tanya Sung Yeol.

Tangan Dong Woo menunjukkan ke arah luar kawasan sekolah. Ia membuangnya ke kolam di belakang sekolah. Secara tiba-tiba firasat buruk datang menghampiri Joo Na. Entah mengapa ia sangat takut, sangat takut Hwayoung membuat kesalahan dengan menuduh orang yang salah. Dengan bantuan Sung Yeol, Chanwoo dan Hongbin, mereka mencari keberadaan Hwayoung. Hongbin melirik ke arah jam tangannya. Waktu pelajaran berakhir hanya beberapa menit lagi. Akan sangat susat mencari seseorang saat semua siswa bergegas untuk pulang.

Teeeeet………..teeeeeeet………….teeeeeeeet………..

Bel telah dipencet sebanyak tiga kali. Hal yang ditakutkan telah terjadi, mereka semakin berburu dengan siswa-siswa lainnya. Mustahil mencari satu orang siswa di sekolah tiga lantai dan lebih dari 40 ruangan dalam waktu singkat.

“Ayo ikut aku…” ajak Hongbin. Ia mengajak mereka ke ruang radio sekolah. Setibanya ia mengaktifkan microphone.

“Siapa namanya?” tanya Hongbin pada Joo Na.

“Ryu Hwayoung…”

“Pengumuman. Pengumuman. Diharapkan bagi siswi bernama Ryu Hwayoung segera menuju ruang radio sekolah. Diulangi, bagi siswi bernama Ryu Hwayoung segera menuju ruang radio sekolah. Segera. Terima kasih” Hongbin menaikkan alisnya pada Sung Yeol.

“Seperti ini gampangkan?” Hongbin membanggakan dirinya di depan Sung Yeol.

Sung Yeol memperhatikan kenop pintu yang bergerak. Joo Na dan yang lainnya berdiri berharap yang datang adalah Hwayoung.

“Ada apa?” tanya Hwayoung, wajahnya sangat pucat.

“Aku tau dimana tas dan seragammu” ucap Joo Na.

***

Alunan lagu milik Linkin’ Park menemani perjalan dua laki-laki berseragam SMA Goojong. Kepala mereka juga dihentakkan mengikuti musik bergenre keras tersebut. Suara mereka bercampur menjadi satu dengan lagu. Mobil merk Amerika yang dikendarai oleh laki-laki berlesung pipi itu terparkir di depan Seoul Intenational Junghagkyo.

“Mana Joo Na?” tanya laki-laki bernama Park Chanyeol di baju seragamnya.

“Sudah hampir sepuluh kali aku menghubunginya, namun tak ada jawaban. Apa jangan-jangan handphone low battery? Sebaiknya aku mencarinya ke kelas” ucap Joon Myun.

“Kalau begitu aku ikut!”

Tak ada seorang siswapun di dalam kelas Joo Na. Joon Myun hanya mendapati tas milik adik perempuannya. Ia mencari ke sana-sini, bahkan bertanya pada teman akrab Joo Na, Seul Gi, Da Hyun dan Shin Bi, namun tak satupun dari mereka tahu keberadaannya. Terlebih lagi, dari tiga sahabat Joo Na, ia mengetahui bahwa sang adik tidak masuk dalam pelajaran selepas pelajaran olahraga. Bingung, cemas dan sedikit panik, itulah yang dirasakannya. Melihat Joon Myun yang demikian, Chanyeol mengajaknya untuk mencari disekitaran sekolah, ia berusaha tidak sepanik Joon Myun, walaupun sebenarnya ia juga merasakan hal yang sama dengan sahabatnya. Kurang dari 15 menit mengelilingi sekitaran sekolah. Mata Joon Myun tertuju pada beberapa orang siswa berada di dalam kolam. Ia berhenti untuk memastikan apa Joo Na ada di antara mereka.

“Joo Na….” teriak Joon Myun yang berdiri di samping kolam yang berwarna kecoklatan.

“Joo Na….” Chanyeol ikut-ikutan memanggilnya dengan berdiri tepat di samping Joon Myun.

Salah seorang di antara mereka melihat ke arah Joon Myun dan Chanyeol. Sosok itu berbicara sesuatu pada laki-laki yang tak jauh dari dirinya. Kemudian, ia berbalik arah dan mendekati Joon Myun dan Chanyeol. Semakin dekat, mereka semakin mengenali sosok yang sedang berjalan menuju arah mereka.

“Opp-…” belum sempat kalimat habis terucap di mulut Joo Na, sang kakak terlebih dulu mengomelinya.

“Aku sedang membantu temanku, Hwayoung” jelas Joo Na. Mendengar nama Hwayoung, hatinya tiba-tiba bergetar. Ia tahu tentang Hwayoung yang membenci adiknya, tapi kenapa malah adiknya membantunya. Apalagi ada tiga orang laki-laki yang membantunya. Yang diketahui Joon Myun, tak ada seorangpun di sekolah yang mau berteman bahkan berbicara dengannya. Dan setiap mendengar nama Hwayoung, entah mengapa, ada suatu perasaan aneh yang tak bisa dijelaskannya.

“Joo Na tidak akan pulang sebelum mendapatkan tas dan seragam milik Hwayoung” Joo Na menegaskan kembali.

Oppa bantu…” ucap Joon Myun yang melepaskan tasnya lalu melemparnya asal di atas tanah dan tanpa ragu memasuki kolam.  Melihat tindakan Joon Myun, Chanyeol juga ikut-ikutan melakukan hal yang sama.

Mereka membantu Joo Na dan yang lainnya. Dengan serius Joon Myun ikut mencari barang milik gadis bermulut ketus itu. Beda dengan Chanyeol, yang tujuannnya adalah hanya untuk mencari perhatian adik temannya. Walaupun tangannya mencari sesuatu di dalam keruhnya air, akan tetapi matanya tetap melirik Joo Na.

Chanwoo dan Hongbin sudah terlihat lelah. Dasar kolam yang berupa lumpur, membuat mereka terasa berat ketika berjalan. Awan-awan hitam pun berkumpul, suasana terasa gelap. Tiba-tiba, tetesan air membasahi pipi mulus milik Chanyeol. Ia mengadahkan kepalanya ke atas, dan hujanpun turun dengan intensitas yang cukup deras. Ia mulai khawatir volume air akan naik serta ia takut Joo Na yang sakit jika terkena hujan. Ia berjalan mendekat ke arah Joon Myun.

“Hujan semakin deras. Sebaiknya Joo Na tunggu di mobil saja. Nanti dia bisa sakit”

“Benar. Aku akan menyuruhnya menunggu di mobil”

Joon Myun mendekati sang adik dan menyuruhnya menunggu di mobil. Ia bersekiras tak mau  menunggu. Berkali-kali ia menolak, tetapi, melihat air yang hampir sebahunya serta Joon Myun yang berjanji akan menemukan barang milik Hwayoung, akhirnya ia memutuskan untuk menunggu di mobil. Joon Myun mengantar adiknya ke mobil. Diikuti Chanwoo, Hongbin dan Sung Yeol di belakang mereka. Mereka sudah menyerah. Berlama-lama di dalam air serta hujan yang deras membuat mereka lelah. Hanya ada Hwayoung di sana yang tetap kekeh mencarinya, serta Chanyeol yang membantunya.

“Sedang apa kalian?” teriak seorang bapak-bapak yang menaiki sepeda mengenakan mantel.

“Cepat naik! Bahaya! Jika hujan, ular akan keluar di sana! Cepat naik!” perintahnya yang di dengar oleh Chanyeol.

Menurut penjelasan sang bapak, saat hujan ular yang berembunyi di rawa-rawa akan keluar untuk mencari mangsa di dalam kolam. Dan yang lebih ditakutkannya lagi, pernah ada kejadian buruk di kolam tersebut. Mendengar penjelasan dari sang bapak, Joon Myun memanggil Chanyeol dan Hwayoung untuk segera keluar dari kolam.

“Kita cari nanti lagi. Ayo kita balik” ajak Chanyeol. Namun, sama sekali tak dihiraukan oleh Hwayoung. Ia masih saja mencari-cari, padahal air sudah meninggi. Sesekali ia menoleh Joon Myun yang memanggilnya untuk cepat naik ke atas.

“Ayo kita balik…” ajak Chanyeol.

Hwayoung menoleh, ia tidak peduli walaupun laki-laki yang ada di hadapannya adalah laki-laki yang dijumpainya saat ulang tahun Joo Na.

“Hujan semakin deras. Kau dengarkan, bahaya di sini!”

“Kau saja yang naik! Aku tidak butuh bantuanmu!”

“Tapi bahaya…”

“Aku kan sudah bilang! Kalau mau naik, ya naik saja! Aku tidak butuh bantuan dari siapun! Pergi!”

Chanyeol ingin membalas kata-kata dari Hwayoung. Ia sakit hati dengan  nada dan cara bicaranya. Sama sekali tipe orang yang tidak tahu berterima kasih. Jika ia membiarkannya, Joo Na pasti akan kecewa melihatnya dan mengganggapnya jahat. Tak ada cara lain. Ia memeluk tubuh Hwayoung dari belakang dan menyeretnya keluar dari kolam.

“Lepaskan! Lepaskan!” Hwayoung meronta-ronta.

Chanyeol hampir kewalahan memegangnya. Ia tak menyangka tenaganya dapat sekuat ini, tak seperti gadis normal seusianya. Ia melepaskan Hwayoung yang tersungkur di atas tanah. Namun, ia kembali bangkit untuk masuk ke sana. Akan tetapi, Joon Myun mencegahnya dengan menarik tangannya. Kali ini ia berusaha melepaskan tangan Joon Myun dengan segala cara hingga ia menendang-nendang kakinya agar melepaskan gengganmannya. Saat Joon Myun melepaskan genggaman tangannya dari Hwayoung. Ia sudah tahu, bahwa gadis keras kepala itu akan mencoba untuk masuk lagi. Baru saja Hwayoung berbalik, Joon Myun kembali menarik tangannya kali ini dengan memberi tamparan kuat di pipi kirinya, hingga membuat Chanyeol dan Joo Na di dalam mobil terkejut tak mampu berkata-kata.

“Kau tuli atau bodoh?” ucap Joon Myun, lebih tepatnya membentak.

“Di sana bahaya kau tidak mendengarnya? Kau bisa mati di sana! Hanya demi mencari seragam dan tas usangmu kau rela mati? Jika saja kau mati, bagaimana dengan adikmu? Bahkan kau rela meninggalkannya hanya karena itu? Aku akan menggantikannya. Lengkap!”

Tak ada seorangpun pernah melihat sisi seperti ini dari seorang Joon Myun. Bahkan Chanyeol sekalipun tidak pernah melihatnya semarah itu. Ia lebih memilih sesuatu diselesaikan dengan damai dari pada memasang suara tinggi. Apa yang membuat Joon Myun hingga menamparnya, masih menjadi tanda tanya besar di benaknya.

Tamparan yang menurut Hwayoung keras tersebut membuatnya semakin sadar, bahwa orang-orang seperti Joo Na, Joon Myun dan Chanyeol dapat memperlakukan dirinya yang rendah dengan semena-mena. Padahal dalam hati kecilnya, ia mengira jika mereka adalah orang kaya yang baik dan rendah hati, hanya saja karena kecemburuannya membuatnya buta akan hal tersebut. Tapi sekarang, dirinya seperti tersentak dari kenaifannya.

“Apa tamparan itu sebagai bayaran kau akan membelikanku barang-barang itu?” tanya Hwayoung berusaha tampak tidak lemah dan menahan sakit di kakinya yang makin parah karena tadi tersungkur.

“Kalau begitu kau boleh menampar pipiku lagi. Siapa tahu kau bisa memberiku rumah, mobil dan uang. Silahkan!” sindirnya.

Kemudian ia berjalan mendekat ke arah Joon Myun dan mencengkeram kerah kemeja seragamnya sambil menatapnya dengan penuh kebencian.

“Seluruh hartamu dijualpun bahkan harga dirimu sekalipun, tidak akan pernah bisa membeli apa yang ada di dalam tasku. Rela mati? Mati adalah hal yang setiap hari aku rasakan. Dan aku tidak pernah takut!”

Ada rasa bersalah dan kasihan di benak Joon Myun. Bersalah karena dengan lancangnya ia berbicara kasar seperti tadi. Kasihan, karena dia tahu dan telah menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya, bagaimana kejam hidupnya. Tangan gadis di hadapannya mulai mengendur. Ia berbalik lalu berjalan meninggalkannya yang menyenngol tangan Chanyeol dengan bahunya. Kakinya seperti tertancap di sana, ia tidak bisa bergerak sama sekali.

Dari dalam mobil Joo Na terus berteriak ingin keluar untuk mencari Hwayoung yang telah pergi. Namun, Chanyeol menyuruh mereka berdua untuk pulang, ia khawatir dengan kadaan Joo Na yang bisa sakit jika terkena hujan.

“Kau mau kemana?” tanya Joon Myun.

“Menyelesaikan masalah…” sahutnya yang kemudian berlari di dalam hujan lebat meninggalkan mereka.

Bersambung



Dont Forget Me, I Need You !

$
0
0

aa

Title    : Don’t Forget Me, I Need You !
Author : Me ^^ @andistarlaazali / LALA
Genre  : Romance, Friendship, School Life
Length: Oneshoot
Rating : PG
Cast    : Do Kyungsoo (D.O) , Lee Ji Eun (IU), Baek Suzy (Suzy) and etc (K-POP)

 

(IU Pov)
“Hahh..haahh..hahh..” Pagi ini adalah hari yang melelahkan, seorang yeoja berambut pirang dengan seragam sekolah yang membalut tubuhnya berlari dengan cepat menuju sebuah sekolah ternama di Seoul itu. “ Aish.., ini semua gara-gara drama yang kutonton semalam.” Gerutu gadis mungil itu sambil terus berlari.
“KYUNGSOOO OPPAA!!”
“DIO, SEHUN SARANGHEO!!”
“KYAAA SEHUNN !!”
“Haahh…haahh… apa aku terlambat? We? Ada apa ini?” Aku bertanya-tanya sambil mulai mengatur nafas yang agak sesak ini. Baru saja tiba di sekolah, sudah disambut teriakan para yeoja yang tak kuketahui apa sebabnya.
“Kau belum tau? D.O dan Sehun member EXO itu mereka akan bersekolah disini?” bisik seorang murid yang tepat berada disampingku itu.
“MWO,  Jeongmal? Yak sulli peduli apa aku dengan mereka.”
“Aigoo, IU mereka itu adalah idol, semua yeoja di bagian bumi manapun akan langsung terpesona melihat mereka, ayo kita mendekat kesana, kajja!”
“Geuraeyo? Ini sudah melelahkan kupingku. Sudah aku akan pergi ke kelas.” Jawabku dengan kesal. Benar-benar menyebalkan, untuk apa mereka bersekolah disini? Hari-hari ku yang tenang akan terusik dengan teriakan orang-orang itu. Aku memang menyimpang dengan anak lain, yang kuketahui hanyalah dunia film, fotografi dan ups kenapa jadi curcol ya?
Kringg..kringg jam pertama akan segera dimulai, harap semua siswa segera memasuki ruang kelas
Bel sudah dibunyikan, tapi ada yang aneh disini. Seorang namja yang baru kulihat tadi pagi berjalan menuju kelasku diikuti segrumbulan orang. Dan Aigo! Dia masuk ruang kelas ku ini, semoga apa yang aku fikirkan tidak terjadi.
“Annyong hasimnika, hari ini ada siswa baru disekolah kita.” Ucap Kim Saem selaku wali kelasku kepada murid-murid di kelas.
“Ne, Anyong hasimnika, Joneun Do Kyungsoo imnida.”
“KYAAA, SARANGHEO OPPA!” teriak Sulli diikuti siswi-siswi lainnya yang membuat kupingku bergetar.

“Babo! Ngapain harus perkenalan diri, dasar artis!” gerutuku sambil membuka-buka buku pelajaran.
D.O segera menempati kursinya, tak sengaja aku melihatnya berjalan dan aku juga sempat menatap mata bulatnya. Eits, dia juga menatapku 1..2..3 Deg… aku langsung membuang pandanganku ke arah jendela. Dia terus berjalan dan akhirnya duduk dibangku yang terletak pas disamping bangku ku. Entah firasat apa ini, jantungku berdetak tak karuan.
Kring..kring…waktunya istirahat, seluruh siswa boleh meninggalkan ruang kelas
Eh..Eh D.O ke kantin tuh. IU, Sulli ayo kekantin.” Ajak Crystal sambil merebut kamera yang sedang ku pegang.
“YA! Kau ini cerewet sekali, pergi saja sendiri.” Bentak ku karena terkejut akan ulah fangirl bawel ini.
“Bilang saja kau sedang tidak memiliki uang,😄.” Ejek Sulli.
“Aish jincha, kalian ini benar-benar menyebalkan. Kajja, aku yang traktir.” jawabku karena sudah marah maksimal terhadap sahabat-sahabat bawel ku ini.
à kantin
Kami mulai duduk di kursi terdekat dari tempat D.O dan Sehun berada. Pandanganku jadi kacau, dulu aku memang suka dengan boy band dan girl band Korea tapi semenjak hari itu…
“Kalian pesan apa?” Tanya Sulli yang sudah membubarkan lamunanku.
“Ne, aku Hot tea.” Jawabku cepat tanpa berfikir, bahwa udara sedang panas-panasnya.
“Aku Ice Tea.” Jawab Cristal.
Preett..preett tiba-tiba terdengar suara jepretan kamera.
“Cris, apa yang kau lakukan dengan..” belum sempat kulanjutkan ucapanku Cristal sudah memotongnya.
“Stttt.. diam, aku sedang berkonsentrasi mencari fokus yang tepat.”
“Setelah ini, kau harus memindahkan foto-foto itu dari kameraku. Arraseo?”
Aku melanjutkan memandangi D.O yang sedang… siapa? Suzy? Mengapa dia bisa bercengkrama dengan D.O? apa hubungan mereka berdua? Kulihat Suzy yang juga murid di sekolah ini dan juga sebaya denganku sedang memegangi tangan namja imut itu.
5 menit kemudian Sulli datang dengan membawa Ice Tea, Hot tea, dan Cupcake ditangannya.
“Huft..Aku jadi tidak selera.” Kataku kesal.
“Ada apa dengan mu IU?” Tanya kedua sahabatku itu.
“Bagaimana aku bisa minum dengan tenang jika terus memandangi si bullet itu, ayo pindah tempat saja.” Aku langsung berdiri, sambil membawa hot tea ku itu.
“Maksudmu D.O?”
“Ya, ayo sebelum…” Brugg.. “WAH!! PANAS..PANAS…PANAS!” secangkir teh panas yang kupegang tadi tumpah mengenai badanku, seorang fangirl tanpa sengaja menyenggolku saat berlari mengikuti D.O dan Sehun yang akan pergi ke kelas.
“IU-sshhi apa kau tidak apa-apa?” Cristal menghampiriku sambil memegangi tanganku yang melepuh.
“Aduh, aduh ya tidak apa-apa hanya sedikit melepuh.” Ini bukan sedikit melepuh, tapi memang hampir semua bagian tanganku terkena teh itu.
“Apa kau baik-baik saja?” suara ini tak asing bagiku, aku masih menundukkan kepala tak berani menatap kearah suara itu berasal.
“D.O oppa tu?” bisik cristal yang membuat jantungku semakin berdetak tak karuan.
“Annnya, a- aku baik-baik saja. A-aduh perih.” Jawabku gugup.
Tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan menyentuh tanganku selain tangan Kristal tentunya.
“Kajja, aku antar ke UKS.” Kata namja dihadapanku ini, aku pun mengikuti apa yang ia mau. Ini seperti mimpi, dan kenapa jantungku tak karuan seperti ini? Molla.
Ia mulai mengobati tanganku dengan hati-hati, ada kecanggungan diantara kami. Banyak fangirl yang mencibirku tak karuan, tapi aku tak menggubrisnya karena masih tak percaya akan perilakunya kepadaku.
“A-Aduh, perih.” Aku merintih kesakitan.
“Tenang, sedikit lagi selesai. Ini memang sedikit sakit.” Jawab D.O dengan ramahnya.
“Tapi mengapa kau membantuku?”
“Kau seperti ini karenaku bukan, jadi aku harus bertanggung jawab.”
“Anyyaa, ini ketidak sengajaan dari salah seorang fangirl mu, kau tak salah.” Jawabku sedikit merendah. Dia hanya membalas ucapanku dengan senyuman manis dibibirnya, yang membuatku semakin nge-fly.
###
…..àRumah IU (IU Pov)
Aku mulai terbaring di kasur setelah berganti pakaian. Bagaimana bisa dia sebaik itu padaku? Padahal aku sangat membencinya, tapi apa yang kulakukan? Hati ini tak pernah berdusta, jantungku selalu sesak jika berada didekatnya. Aiigooo! IU lupakan dan fikirkanlah yang lain. Aku menghela nafas panjang dan mengambil kamera yang ada di tasku. Kulihat beberapa foto D.O yang sempat difoto oleh Kristal dikantin tadi. Senyumanya, matanya, bibirnya memang indah. Aduh apa-apaan aku ini! Entahlah, ku banting kameraku ke kasur dan mulai memejamkan mataku untuk tidur. “Have a nice dream D.O”
…..-> Rumah D.O (D.O pov)
“Bagaimana hari pertama masuk sekolah?” Tanya Kris Hyung kepada ku.
“Seperti biasa Hyung, aku masih lelah.” Jawabku dengan nada datar.
“Apakah orang yang menolongmu 5 tahun yang lalu ada? Apa dia masih mengenalimu?”
“Aku tadi bertemu dengannya, hanya saja dia tak mengenaliku, aku juga sempat menyentuh tangnya, halus dan lembut sama seperti 5 tahun lalu.” Jawabku sambil menyendokkan sesuap nasi. (disini yang dimaksud bisa IU dan Suzy??//Omoo)
…->sekolah (author pov)
2 minggu kemudian…
Hari ini sama dengan hari-hari biasanya, masih terdengar teriakan-teriakan seperti hari kemarin. D.O dan Sehun juga sudah mulai beradaptasi, ulangan semester sudah dimulai hari ini.
1 Minggu kemudian… (IU Pov)
“IU, selamat ya kamu di peringkat 2!” teriak sulli dari depan perpustakaan.
“Apa? We?” aku masih belum mendengar dengan jelas. Ada apa ini? Mengapa peringkatku turun? Kumulai melangkahkan kaki ku menuju dinding pengumuman itu.
“Yang benar saja, baru masuk sudah menempati peringkat 1. Memang jenius.”
“D.O maksudmu? Aku dikalahkan olehnya? Daebak!” Guming ku yang sedikit kesal.
“Kau ini, harusnya bangga dengan nilai itu! dasar bocah ambisius.” Ucap sulli sambil menjitak kepalaku.
“Aish kau ini, iya-iya aku menerimannya.” Jawabku lesu. Hari ini melelahkan, sepulang sekolah aku masih ada tugas untuk memotret tim basket untuk diterbitkan di majalah sekolah.
…..-> lapangan basket (IU pov)
“Hei IU.” Sapa Suzy dari kejauhan, aku lupa bahwa aku dan dia akan menjalankan tugas dari Jang Saem bersama. Suzy memang mengikuti kelas footografer bersamaku, anak ini memang pintar aku kagum terhadap teman sebaya ku ini.
“Ya Suzy.”
“Kau sudah menyiapkan kameramu bukan?”
“Oh..” jawabku sembari mengutak-ngatik kameraku ini.
Segrumbulan anak yang memakai pakaian basket pun datang, ya siapa lagi kalau bukan tim basket, mereka memang kompak.
“Yak, itu mereka! Daebak lihatlah namja mungil itu, ia ikut tim basket rupanya.” Kata Suzy yang membuatku berfikir lama tuk memahami ucapannya. Aku menoleh dan memandangi sekumpulan anak itu. kulihat satu-persatu dan..
“Apa itu D.O?”
“Oh… ayo kita mulai.” Jawab Suzy sambil memulai aksinya memotret anak-anak itu. Aku juga mulai memotret.
Tapi tiba-tiba, fokusku tertuju pada namja itu. ku turunkan kameraku dan berfikir sejenak. Tak kusangka, dia berbeda dengan biasannya. Do yang kulihat selalu berpenampilan seadanya, kini dia berubah menjadi seseorang yang bisa melelehkan hati setiap yeoja yang melihatnya.
“Hari ini benar-benar menyenangkan, mwo!! Lihat, bagaimana yang ini? Bagus bukan?” kata Suzy sambil memperlihatkanku sebuah foto.
“Lumayan, Aishh perutku tiba-tiba sakit. Bentar mau ke toilet dulu. Chakkaman ne?
(IU Pov)
Aduh, lega juga. Makan apa ya kemaren? (sambil menutup pintu toilet) Mungkin hanya sakit perut… tiba-tiba omongan ku terhenti saat melihat seorang berdiri tepat didepanku.
“Hai, IU.” Sapa seseorang, yang suaranya sangat familiar di telingaku.
“Do, ada apa k—kau k—e—sini?” Babo! Jantungku berdebar kencang.
“Aku hanya ingin menanyakan sesuatu hal padamu.”
“Mwo? Ne, ada apa?” Aish, mengapa situasi disini semakin canggung.
“A..apa kau…” (terdengar suara berisik anak basket).
 
à Rumah IU (IU Pov)
Aku mulai duduk di teras rumahku, sambil memainkan sebuah lagu dengan gitar akustik ku ini. Apa yang dikatakannya di toilet tadi? Aku tak sempat mendengarkannya, terlalu berisik disana tadi. Yakk! Aku semakin penasaran. Tadi aku sempat melihat gerakan bibirnya, tapi ah sudahlah nggak penting.
###
 
 
“Omaaa, Apppa.. yakkk.” Teriakku dari atas tempat tidur.
“Ada apa IU?” teriak orangtuaku, yang terdengar samar-samar ditelingaku.
“Perut ku…” suaraku melirih, aku tak sanggup teriak lagi..dan…
“Apa??”
“Peruttkuu…..”
 
à Rumah sakit
Neo gwaenchana?” Tanya seseorang berbaju putih sambil meletakkan telapak tangannya dikeningku.
Nan gwaenchana.” Jawabku sambil sedikit bingung dan pusing.
“IU kamu mengalami maag akut, dan harus dirawat beberapa hari disini.”
“Tapi, apa aku akan baik-baik saja dok?”
“Tentu, jika kamu istirahat dengan cukup dan makan dengan teratur.”
“Baiklah dok, Kamsa hamnida.”
Ne, cheonmaneyo.” Jawab dokter itu seraya meninggalkanku sendiri di ruangan luas tersebut.
Aku tak menyadari jika sakit perutku kemarin itu merupakan gejala dari penyakit ini. Yahh, pasti akan bosan jika dirumah sakit terus. Apalagi orang tuaku sedang ada bisnis di Singapure.
 
àSekolah
“Hari ini IU tidak masuk, Omooo otoke?” rengekan Sulli sambil mendobrak meja di depannya.
“Apa penyakitnya kambuh lagi? Yakk anak itu, tidak bisa menjaga diri.” Saut Crystal yang membuat rengekan Sulli semakin kencang.
“Hmm, apa yang terjadi?” Tanya Sehun kepada kedua gadis itu.
“IU tidak masuk sekolah hari ini, maag nya kambuh dan yang ini semakin parah, sehingga harus dirawat dirumah sakit.” Jawab Crystal panjang singkat.
“Aku ingin menjenguknya, apa kau mau ikut Sehun?” Tanya Sulli yang nampaknya menjadi semangat.
“Umm, nanti aku ada jadwal pemotretan. Mungkin Do bisa menggantikanku untuk menjenguknya, bukan begitu Do?”
“hmm Oh? Apa?” jawab Do yang sedikit bingung.
“Tuh dia mau, sampaikan salamku untuk IU ya.” Kata Sehun sambil pergi meninggalkan ruang kelas.  
 
à Rumah Sakit (IU pov)
Ku anggap ini sebagai liburanku yang menyenangkan, tak melihat wajah bulet itu beberapa hari ini merupakan suatu kebanggaan bagiku.
Tokk…tok..tok.. (pintu terbuka)
“IU.. kami datang!” Sulli & Krystal.
“Yakk!!, kalian ini mengaggetkanku.”
“Aigoo, kau ini. Bagaimana keadaanmu?” Sulli
“Tak kusangka kau bisa jatuh sakit juga.” Krystal meledek.
“Aishh, aku juga manusia😛. kalian hanya berdua?”
 
Hening sesat…
“Um..” seorang berguming daaann…
“Do…Do Kyungsoo?”
“Hai IU.” Do masuk sambil meletakkan beberapa parcel buah di meja.
“Baboo, mengapa dia datang bersama kalian?” bisikku kepada kedua sahabatku ini.
“Oh, hmm..entahlah.. Oh ya kami ada les.” Kata Krystal
Palliwa, ini sudah dimulai. Oke Bye bye IU.” Sahut Sulli, dan mereka bergegas pergi meninggalkan ruangan itu. (sepertinya mereka takut dimarahi IU XD)
 
“Umm, kapan kau keluar dari rumah sakit?” Tanya Do yang telah menghapus kemarahanku.
“Molla, aku masih harus menjalani beberapa pemeriksaan.”
“Apakah separah itu?” Tanya Do lagi sambil berjalan menuju sebuah jendela ruangan itu.
“Oh..”
“Lekaslah sembuh, Lee Ji Eun..” Do menghampiriku dan mengusap rambutku, kemudian pergi begitu saja.
Deg..deg..deg dia memberiku semangat. Apa ini? ataukah ini hanya kebetulan belaka? Rasanya aku pernah mengenalnya, dia tak asing bagiku.. Apa ini yang namanya cinta? A-Aku belum tau apa itu cinta. Dia..dia..
###
 
Tugg..tug..tug.. suara sepatuku mengisi kekosongan yang ada di lorong sekolah ini, ya ini adalah hari pertamaku masuk sekolah setelah 1 minggu terbaring di rumah sakit. Banyak anak yang memelukku, menannyaiku, menertawakanku, membicarakanku aku senang dengan semua itu. Tapi masih ada yang mengganjal dibenakku, sesosok orang yang sama tapi berbeda. Siapa dia?
 
“Tangkap ini!” sebuah bola basket melayang diudara, yang membuat lamunanku buyar.
Hap.. kutengok kanan-kiri orang yang melempariku dengan bola ini sudah tidak ada.
“Apa kau mencariku?” Suara yang sangat halus terdengar jelas ditelingaku, suaranya dari arah belakangku.
“Sehunn..”
“Oh Sehun, kau mengaggetiku saja.”
“Hahaha, bagaimana apa lemparanku tadi bagus?”
“Yakk! Bagus kau bilang? Itu hampir mengenai wajahku tau.” Jawabku kesal.
“Myane, aku hanya ingin menguji ketangkasanmu saja.” Jawabnya sambil tertawa.
“Yayaya, tapi apa kau ingin aku jatuh sakit lagi? Ohh ternyata.”
“Hei, bukan itu maksudku. Aku hanya bercanda.” Jawab Sehun sambil berjalan mendahuluiku.
“Arrasoo, ada apa? Sepertinya ada sesuatu yang ingin kau sampaikan.”
“Kau ini masih saja menebak perilaku orang.”
“Haha, aku tau kau dari dulu sampai sekarang. Tidak ada yang berubah, Kyeopta.”
 
(oh ya, aku dan Sehun sudah kenal sejak kecil. Orang tua kami sangat akrab dalam pekerjaan mereka.)
“hmm, aku akan mengikuti turnamen basket.”
“Hanya itu?”
“Apa kau tak ingin melihatnya?”
“Tidak.”
“Aish, kau ini…”
Uljjima, cup cup.. aku akan datang, dan memberimu teriakan paling keras.” Jawabku meledek.
“Kau ini sulit ditebak IU, Sarangheo. Hehehe” (sesama teman) teriak Sehun sambil berlari pergi meninggalkanku.
“Hahaha, anak itu Nado saranghaeyo..” (hanya sebatas teman juga)
###
 
(IU Pov)
Do..Do..Do..Do
Sehun..Sehun..Senhun..
Teriakan itu menyambut kedatanganku di sebuah gedung basket yang besar dan megah itu. Aku mulai menempati sebuah kursi kosong yang ada dan menyiapkan Kamera.
“IU.” Teriak salah seorang yeoja yang ku kenal sambil berjalan kearah tempat dudukku.
“Suzy? Kau juga menonton pertandingan ini?” Tanyaku
“Tentu, sepupuku akan bertanding, mana mungkin aku tak datang.”
“Mwo? Sepupu kau bilang?”
“Maksudku Do Kyungso.”
“Mwo, jeongmal?!!”
“Jangan kaget, hanya kau yang tau tentang ini.”
“Oh.. Benarkah?”
“Lihat, pertandingan akan segera dimulai.”
Suzy menghentikan pembicaraan, pandanganku pun beralih kearah lapangan. kulihat DO yang sedang berbincang dengan Sehun. Sesaat setelah itu dia menatapku, dan memberikan senyumannya kepadaku. Aku juga tersenyum “Hwaiting!” kataku sambil mengangkat kepalan tangan kananku..
 Dalam hatiku rasanya masih ragu akan fakta yang dibicarakan Suzy tadi. Tak kusangka, selama ini mereka bersama hanya sebatas saudara saja.
 
(DO Pov) 5 menit sebelum pertandingan
 
“Apa dia ada disini?” Tanya sehun.
Moreugaesseoyo, mungkin dia tidak akan datang.” Jawabku lesu.
“Dia pasti datang, percayalah padaku.” Kata Sehun meyakinkan.
“..hmm..itu dia.” Aku melihatnya dan memberikan senyumanku padanya. Senyuman paling tulus yang pernah kumiliki.
“Kajja, pertandingan akan segera dimulai !” teriak Chanyeol yang sudah mengalihkan pandanganku.
 
…….
(IU Pov)
Pertandingan selesai dengan skor 70-69 yang dimenangkan oleh SMA A.
 
#Flashback
 
“Daebakk!! DO kau memang HEBATT!!” Teriak Suzy yang membuat kupingku gemetar. Ingin rasanya aku berteriak, tapi suara ini serasa tak mau keluar dari sarangnya.
“DO, kau memang juara. Aku mengaggumimu.” Kataku pelan, sambil memandangi Do yang sedang bertanding.
“IU? Kau menyukai DO?” Tanya Suzy.
“…..”
“ketahuilah.”
“Apa?”
“Ummm…” Suzy mulai membuatku penasaran.
“Cepatlah, apa yang akan kau katakan?”
“sttt…dia juga menyukaimu.”
“Tidak mungkin.” Jawabku singkat.
“Dia yang bercerita langsung kepadaku.” Jawab Suzy yang membuatku sedikit gila mendengarnya. Aku tak percaya atas apa yang dikatakan Suzy.
“Hajima!! Jangan bercanda Suzy!!” aku marah dan langsung meninggalkannya.
 
###
 
à Sekolah (IU Pov)
Ku duduk di sebuah kursi kosong yang ada di kantin, dengan secangkir kopi panas yang mulai dingin. Pikiranku masih tertuju pada perkataan Suzy kemarin. Yak, bagaimana hasil pertandingannya ya?
“IU..” teriak salah seorang temanku dari jauh, dan berlari ke arahku.
“Sulli?”
Hahh..hah..hah..”
Apa yang kau lakukan? Apa yang terjadi?”
“ini, ada surat untukmu.” Jawab Sulli sambil memberikanku secarik kertas.
“Apa maksudnya?” aku masih bingung atas perilaku Sulli.
“sudah baca saja, aku masih ada kerjaan lain. Bye IU.”
 
~Aku ingin bertemu denganmu sepulang sekolah, kutunggu di taman belakang bukit.~
 
…..Bel sudah berbunyi, aku bergegas pergi ke taman. Aku tak yakin akan hal ini. Pasti hanya anak iseng yang mencoba tuk mengerjaiku. Tapi aku tak bisa menghentikan rasa penasaranku ini.
 
Angin berhembus, membuat mataku berair. Langit hari ini lebih biru dari biasanya.
“Akhirnya kau datang..” Suara yang sering ku dengar.
“D- Do?” Aku tak habis fikir kalau surat itu ternyata dari Kyungsoo.
“Cuacanya cerah ya?” Katanya sambil duduk di rerumputan yang ada.
“Oh, kita bisa melihat seluruh kota dari sini.”
“Sebenarnya…”
 
Hening sesaat..
Sebenarnya apa?” Tanyaku sambil menghampirinya dan duduk disebelahnya.
“Sebenarnya aku menyukaimu IU..”
Angin berhembus kian kencang, yang membuat mataku semakin berair, dan tak kusadari air mata ini menetes di pipiku.
“Aku sudah tau DO.”
“Maaf, karena kau tau ini dari orang lain. Suzy sudah bercerita kepadaku.”
“Sejak kapan kau menyukaiku?”
“….”
“Mengapa kau diam saja?”
“..Sejak 5 tahun yang lalu IU, aku menyukaimu sejak pertama kita bertemu.”
 
Apa yang terjadi? Aku masih mengingat-ingat semua kejadian 5 tahun yang lalu, hingga aku  menemukan ingatanku itu.
 
“Apa kau tak ingat?” tanyanya lagi, dan aku masih terdiam.
“A-Apa kau anak i-itu?”
“Ya, aku adalah anak yang kau selamatkan dari kecelakaan maut itu.”
Sebelumnya aku pernah bilang kalau aku sudah tidak menyukai dunia K-Pop lagi, ini diawali dari 5 tahun yang lalu..
 
-Flashback- … 5 tahun yang lalu.
“IU, apa kau juga ingin membeli album boy band itu?”
“Ya, aku bersusah payah menabung sampai hari ini, untuk album itu.”
“Kau ini benar-benar…MWO! Lihatlah anak itu!! Aish! Untuk apa dia berdiri di tengah jalan seperti itu?”
“HEI KAU CEPAT PERGI!!” Teriak ku dari pinggir jalan.
“Anak itu sudah gila, sudah biarkan saja.” Ajak temanku sambil menggandeng tanganku.
“LEPASKAN, DIA AKAN MATI!! LIHATLAH MOBIL ITU AKAN MENABRAKNYA!”
Aku berlari menghampiri anak yang sebaya denganku itu, dan menariknya kepinggir jalan, hingga kepalaku ini terbentur ke jalanan. Kepalaku mengalami kebocoran karena benturan yang sangat keras itu, hingga harus dibawa ke rumah sakit.
Mulai hari itu, aku tidak lagi seorang k-popers. Dan tidak lagi membuang-buang uang untuk hal yang tak berguna. Anak itu juga menghilang, padahal aku ingin memakinya setengah mati.
 
-Now-
“Maafkan aku yang telah membuatmu terluka saat itu.” kata Do
“Aku sudah melupakan kejadian itu.”
“Hari itu adalah hari dimana kedua orang tuaku bercerai, aku tak tau harus berbuat apa lagi. Mengakhiri hidup adalah jalan satu-satunya saat itu, tapi kau datang. Dan itu membuat segala pedih yang kurasakan saat itu lenyap dengan ketulusan hatimu IU.”
“Aku turut menyesal.”
“Saat kau terluka aku sebenarnya lebih terluka, aku takut tak bisa mengucapkan kata terima kasih untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya.”
“Hari dimana aku tersadar dari koma. Saat itu, kau pergi kemana?”
“Aku ada di sana melihatmu, tapi aku takut jika kau tidak ingin bertemu denganku.”
“………”
“Ini.” (memberikan sebuah kotak)
“Apa ini?”
“Jangan dibuka, sampai kau tiba dirumah. Selamat menjalani hidupmu IU” Katanya singkat sambil meninggalkanku. Aku merasakan hawa yang berbeda, rasanya ada yang aneh dengan ucapannya tadi.. molla.
 
~~
 
à Rumah IU (IU Pov)
 
Aku mulai membuka kotak tersebut, kutemukan ada secarik surat disana.
 
Maafkan aku yang telah membuatmu terluka, aku benar- benar berterima kasih padamu. Aku tak bisa membalas apa-apa IU, hanya penyesalan dan keterpurukan yang selalu ada di dalam hatiku. Tapi setelah aku bertemu denganmu dunia ku berubah, kau telah merubahnya. Aku mengidap kanker otak stadium akhir, senang rasanya bisa bertemu denganmu setelah 5 tahun ini. Walau hanya sesaat, tapi hari-hari ini bagaikan ribuan tahun bagiku.
Jika kita bertemu lagi akan kupastikan aku akan mengenalimu lebih dahulu dan aku akan mencintaimu lebih dari siapa pun. Karena aku sangat menyukaimu LEE JI EUN. Malaikat penyelamatku. Aku merindukanmu, dan aku juga membutuhkanmu untuk menjalani hari-hari singkat ini…
 
~DON’T FORGET ME, I NEED YOU~
 
Kau memang kejam DO, mengapa kau baru memberitahuku sekarang? Setelah semua ini? Kenapa? Disaat aku mulai menyukaimu? Mengapa?
 
Sehari setelah pertemuan terakhir kami, Do menghembuskan nafas terakhir di rumahnya. Tak ada yang tau jika DO akan pergi meninggalkan kita secepat itu. memang, sudah tidak ada harapan lagi atas penyakitnya itu.
tapi di akhir hayatnya, dia masih saja memikirkanku. Orang pertama yang telah mengajarkanku banyak hal, itu kau DO, iya kau DO KYUNGSOO. Terima kasih, atas apa yang kau lakukan selama ini. Sebenarnya aku juga mencintaimu, mencintaimu dan mencintaimu lebih dari yang kau tau.  

Who Are You? (Chapter 1)

$
0
0

14639668_203135916762736_8968975054871422910_n

 

Title : Who Are You?
Author :  (Twitter: ekaaprittas,Wattpad: dearfamily)
Cast : Oh Sehun , Shin Senna (OC)
Genre : little comedy (maybe), romance (maybe)
Rating : General
Length : chapter
Note : Typo is my style! This is my imagination, the story is pure from my mind. I Hate plagiat.

Diposter memang menampilkan Yoona snsd tapi di cerita ini tidak ada cast Yoona snsd karena main cast wanitanya saya ganti dengan nama lain.

 

 

~~~~~~~~~ Selamat Membaca ~~~~~~~~~~

 

*Who Are You?

 

Seperti biasa di pagi hari, terlihat orang-orang sudah berlalu lalang di sekitar koridor Perguruan Tinggi (Sogang University) yang berlokasi di Seoul, Korea Selatan. Begitupun dengan laki-laki berkecemata sambil membawa beberapa buku dan wajah yang menunduk. Dia laki-laki jenius dengan IQ 140, terkenal dengan ‘si cupu’ karena penampilannya yang jauh dari sempurna, kecamata dan kemeja dengan kancing teratas yang selalu mengunci. Sebut saja Oh Sehun, laki-laki dengan penampilan kuno dan kabarnya dia tidak memiliki ponsel, dia juga terkenal dengan manusia beku karena kebekuan sikapnya yang tidak pernah membaur dengan orang lain.

sehun

”Yakkk, Oh Sehun kau kemana saja?” Park Chanyeol, laki-laki dengan tinggi di atas rata-rata.

“Kau, datang tak diundang pulang tak diantar.” Kali ini bukan Park Chanyeol, dia Byun Baekhyun  laki-laki manis dengan mulut yang pedas. Pasti kalian mengira, mereka teman Oh Sehun, bukan mereka bukan teman Oh Sehun melainkan dua hama penganggu hari-hari Sehun.

“Yakk, pendek! Bergeserlah sedikit!” Chanyeol yang mencoba mendorong bahu Baekhyun agar ia bisa segera duduk, tapi sialnya siapa cepat dia dapat begitulah pikir Baekhyun.

“Akhhhhhh, dasar tiang krempeng!” Baekhyun hanya bisa mengelus bokong seksinya jangan sampai ia harus oprasi plastik akibat tendangan maut Chanyeol.

“Berisik!” singkat, jelas, datar dan penuh penekanan begitulah seorang Oh Sehun ketika ia merasa terganggu.

“Yah, Panggeran kutub mulai mengeluarkan uap-uap panas.” Dasar mulu cabai tidak, dengan sekali tarikan Chanyeol membawa Baekhyun pergi sebelum gunung kutub meledak.

15 menit setelah kepergian duo hama, ruangan menjadi sepi hanya terdegar suara lembaran kertas yang dibalikan oleh Sehun, ia sangat menyukai suasana seperti ini hanya ada dia, serta udara yang bisa ia rasakan keberadaanya.

Di balik dinding pintu seorang gadis berkepang dua, berkulit putih dia bersembunyi dengan kepala yang menyumbul keluar melihat Sehun dengan serius membaca buku. Senyumnya mengembang manis ‘Ya Tuhan, begitu sempurnanya ciptaanmu. Mata tajam yang indah, hidung yang menjulang, bibir yang tipis dan wajah yang runcing perpaduan sangat sempurna’ batinya.

Dengan semangat yang tinggi dia melangkah memasuki ruangan dan… “Hai Sayang, sedang apa? sepertinya sibuk sekali.” Sehun yang merasa  rambutnya yang disentuh sesuatu akhirnya mendongkak, dahinya mengernyit bingung didepannya terlihat seorang gadis yang sedang tesenyum dan tangan dia yang menyentuh rambutnya, Sehun yang sadar akibat ketidak sopanan gadis didepannya ini segara menampik tangan halus itu.

“Siapa kau?” wajah mengisyaratkan kebingungan.

“Aku? Tentu saja, kekasihmu.” Dengan lancar bibir mungil itu mengucapkan kata-kata yang membuat seorang Oh Sehun ternganga.

“Kau, gadis gila!” dengan perasaan jengkel Sehun segera merapikan meja measukan bukunya dan pergi meninggalkan gadis itu yang masih tersenyum jahil.

Gadis itu melangkah melihat ramainya suasana kampus, beberapa kali menyapa orang-orang yang berlalu-lalang, ia merentangkan kedua tangan memutarkan tubuhnya seperti menikmati udara yang nampak sejuk.

“Oh Sehun, kekasihku.” Dia begumam semangat, dia tidak gila. Menurutnya Sehun itu tampan, sangat tampan orang-orang saja yang norak menilai kekasihnya itu cupu. Jika orang-orang merasa terganggu akan kehadiran Sehun, gadis ini malah merasa senang ketika melihat Sehun.

……….

Sehun memilih berpindah tempat, taman adalah tempat yang tepat untuk menghilangkan kekesalannya, dunia sepertinya sudah terbalik apa-apaan gadis itu bisa-bisanya mengaku sebagai kekasihnya, kenal saja tidak bertemu saja baru sekali. Lagi hanya mengendus kesal, sambil membuka bukunya lagi dan membenarkan letak kecamatnya ia mulai fokus kembali dengan apa yang tertulis di buku.

Satu jam sudah Sehun memfokuskan pikiran dan matanya pada buku, jam sudah menunjukan pukul 9 berarti kelas akan segera di mulai. Sehun memasukan bukunya dan beranjak melangkah meninggalkan taman tapi matanya melihat sosok gadis aneh tadi “Sehun, selamat belajar sayang.”dengan tangan yang melambai dan senyumnya itu ‘gadis itu gila, abaikan saja Sehun. Dia hanya orang gila’ batin Sehun untung saja tidak ada orang yang menyadari perkataan gadis bodoh itu.

Sehun yang hanya fokus pada materi yang diberikan oleh Dosen ia tidak perduli dengan kerusuhan duo hama yang sejak tadi beradu argumen, tidak penting.

“Pendek, pasti kau kan yang menggambil pulpenku? Sudahlah ngaku saja!”

“Tiang Krempeng, kau seenaknya saja menuduhku. Sejak dulu memang kau tidak pernah membawa pulpen idot!” sepertinya ucapan Bekhyung membuat Chanyeol kesal dan berpindah tempat di sebelah Suho.

“Dasar, si tiang tukang pembawa perasaan. Sehun kau liat sendiri kan? Dia sudah tidak setia kawan denganku.” Tidak ada tanda Sehun akan membalas perkataanya, dia terlihat fokus dengan materi.

“Fine, sendiri itu lebih baik!”

Kelas berakhir, duo hama sepertinya sedang tidak harmonis terlihat dengan Baekhyun yang keluar terlebih dahulu dan Chanyeol yang menyusul 5 menit setelahnya. Jam menunjukan pukul 12 itu ia harus segera pergi untuk berkerja. Saat ia menengokan kepalanya kekiri ia melihat gadis itu lagi sedang tersenyum dengan tangan yang membentuk love, sial.

………..

Lelah itulah yang Sehun rasakan, setelah kuliah ia harus berkerja di sebuah Cafe yang terletak tak jauh dari kampusnya. Tinggal berjauhan dengan Ibu dan adiknya membuat Sehun menjadi mandiri, ia tidak ingin selalu mengeluh apapun yang terjadi ia harus jalani dengan ikhlas demi masa depannya, ibu dan adiknya.

“Sehun, cepatlah antar ke meja nomer 27!”

“Sehun keraskan suaramu, jangan terlalu lembek kau ini lelaki!”

“Sehun, kau salah mengantar minuman!”

“Sehun, jangan selalu menunduk kau bisa membuat minuman terjatuh!”

“Sehun..”

“Sehun..”

“Sehun..”

Begitulah Managernya, selalu Sehun yang menjadi sasaran. Tapi bagi Sehun, ini adalah bentuk perhatian seorang Manager kepada bawahannya agar selalu berpacu untuk menjadi lebih baik.

“Sayang semangat ya, jangan mengeluh!” suara gadis itu lagi, Sehun segera mencari sumber suara itu berasal dan dapat, dia ada disana dekat meja nomer 20. Sehun mengisyaratkan agar gadis itu diam dan tidak mengacau.

“Sedang apa kau Oh Sehun? cepat sana masih banyak minuman yang harus kau antar ke meja!” tidak Managernya tidak gadis gila itu mereka berdua benar-benar menguji kesabaran seorang Oh Sehun. Mendapat teguran Sehun melayangkan tatapan membunuh ke sang pelaku yang sedang terkekeh dekat meja nomer 20.

………

Langit gelap, matahari yang berganti dengan bulan dan bintang yang gemerlapan menghiasi gelapnya langit, indah. Dengan pelu yang terlihat di dahi dan leher Sehun tetap semangat mengingat sebentar lagi ia akan tiba di rumah, mengingat indahnya berbaring di kasur dengan bantal dan guling yang menemani serta bermimpi bertemu dengan bidadari berpakaian bikini ssttt tenang ini hanya khayalan Oh Sehun.

Jalanan menuju rumah Sehun memang sepi hanya beberapa lampu yang menyala jarang sekali kendaraan berlalu-lalang ketika jam menunjukan pukul 8 malam keatas.

“Hai Sehun.” Sehun yang merasa bahunya di sentuh sesuatu, berbalik dan melihat dia lagi, gadis gila ini “Kau lagi?” yang dibalas dengan kedipan mata jahil, lagi-lagi Sehun hanya bisa mengendus kesal.

“Sudah malam lebih baik kau pulang, kau ini gadis tidak baik berkeliaran malam-malam. Sebenarnya kau ini gadis macam apa? satu hari muncul 4 kali sungguh menganggu!” tajam dan jelas sangat Oh Sehun sekali.

“Woww, perhatian sekali kekasihku ini…” gadis itu mencubit pipi sehun yang tirus “…aku hanya memastikan kekasihku yang beku ini pulang dengan selamat, apa salah?”

“Aku bukan kekasihmu, gadis gila!” sepertinya percuma dengan gadis idiot ini lihat saja Sehun sudah mengeluarkan asap kemarahannya tapi gadis ini malah terkekeh, dasar aneh.

“Baiklah, sepertinya kau baik-baik saja. Sampai bertemu lagi, sayang.” Sehun hanya memalingkan wajah tidak minat melihat gadis itu.

“Sehun, kau baru pulang nak? Kau berbicara dengan siapa sepertinya kau sangat kesal?” dia wanita paruh baya pemilik rumah yang Sehun tempati.

“Gadis ini mengikutiku terus, bu.” Sehun menunjuk gadis disampingnya yang masih terkekeh kecil.

“Kau bercanda? Aku tidak melihat siapapun disini?” dan Sehun menganga, apa katanya tidak ada siapapun.

“Disini disampingku!” Sehun yang masih menunjukan gadis itu. Wanita paruh baya itu mengernyit bingung.

“Selamat malam,bu.” Gadis itu bersuara mencoba menyapa.

“Tidak ada siapa-siapa nak, kau pasti lelah lebih baik kau beristirahat!” wanita paruh baya itu sudah berlalu pergi meninggalkan Sehun yang masih bingung. Sehun menengok ke samping ternyata gadis itu sudah tidak ada ‘gadis itu hantu?’

TBC

Terimkasih yang sudah melungkan waktu untuk membaca cerita fiksi ini.

 


SHINE ON ME (VIGNETTE)

$
0
0

1479561957926

Title: SHINE ON ME

 

Author: CHANDRA

Length: Vignette (1400+ words)

Genre: Fluff, School Life

Rating: PG-15

Cast: Luhan, Lisa Lee (OC)

Summary: Xi Luhan yang bahagia bertemu dengan Lisa Lee yang selalu membenci. Jadi, apalagi yang kau harapkan?

Disclaimer: Hargai karya sesama penulis, caiyo!

Author’s Note: FF pertama sebagai freelancer. Penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun, jadi tolong tinggalkan komentar ya, akan di bales kok^^/

SHINE ON ME

Lisa Lee disebut Putri Salju. Bukan, bukan karena kulitnya yang seputih salju. Tapi karena sifatnya yang seperti salju. Dingin.

Lebih-lebih karena sifatnya ini, orang-orang menjadi segan untuk mendekatinya. Bahkan hanya untuk sekedar menyapanya. Bukannya membalas sapaan, Lisa malah akan mendengus lalu melengos pergi begitu saja. Karena hal ini pula banyak yang tidak suka dengan Lisa. Bahkan cenderung membenci.

Bagi Lisa, hal itu tidak terlalu menganggunya. Toh ia sudah terbiasa. Lagi pula hal itu juga tidak merugikannya. Menurutnya, ia tak butuh itu semua. Teman, sahabat, atau bahkan pacar. Untuknya, dirinya sendiri sudah cukup.

*

Namanya Luhan. Xi Luhan. Namanya seindah orangnya. Baik, supel, dan selalu tersenyum. Baginya, bahagia adalah yang terpenting. Karena kalau bahagia, apapun akan terasa lebih indah.

Saat kelas 2 SMA, keluarga Luhan memutuskan untuk resign dan pindah dari Seoul ke Busan. Pada awalnya, terasa berat meninggalkan lingkungan tempat ia dilahirkan. Namun Luhan mencoba memandang hal itu dari sudut pandang yang lain. Why not? Ia akan mencoba untuk menerima lingkungan barunya. Lagi pula, adaptasi tidak selamanya buruk.

Ia yakin, ia akan melakukannya dengan baik.

*

“Nama saya Xi Luhan. Pindahan dari SMA Kwang Hee.”

Lisa memandang laki-laki yang sedang tersenyum lebar di sebelah Pak Chan, wali kelas 2.1. Menurut Lisa, hal ini hanya akan membuang-buang waktu. Mata tajamnya tidak berhenti menusuk laki-laki bernama Luhan itu. Lebih lagi, banyak siswi perempuan yang terlihat langsung mencari perhatian. Uuh, masih awal saja sudah begini! Lisa mendengus lalu memutar mata.

“Sudah sudah.” Pak Chan menenangkan kegaduhan kelas. “Sudah waktunya belajar. Untuk kau, Luhan, kau bisa duduk disana.” Pak Chan menunjuk ke sebuah tempat. Lisa tidak peduli.

Tapi hal itu berubah saat Lisa teringat bahwa tidak ada satu murid pun yang ingin berbagi meja dengannya dan ia pun tersadar bahwa satu-satunya kursi kosong yang tersisa di kelas 2.1 adalah kursi di sebelahnya.

*

Lisa mulai tidak suka Luhan.

Oh, tidak. Lisa memang tidak suka Luhan dari awal Lisa melihatnya. Bagaimana tidak, Luhan benar-benar tidak bisa diam barang sedetik pun di kursinya. Sedikit-sedikit berceloteh tentang Real Madrid, lalu tiba-tiba mengganggu Jisoo yang duduk di depan kursi Lisa. Diam sebentar, lalu mulai bergerak-gerak di bangkunya, entah itu membuat pesawat kertas, atau hanya bernyanyi lagu-lagu milik Maroon 5 dan Goo Goo Dolls. Yang pasti, sepengetahuan Lisa, Luhan tidak pernah bisa diam dimanapun Lisa melihatnya. Sampai pada hari itu.

“Bisa diem nggak, sih?” refleks Lisa membentak Luhan. Menurut Lisa kelakuan Luhan sudah tidak bisa ditolerir lagi. Hari ini, Lisa bermaksud untuk belajar serius karena akan ada tes di tempat les. Tapi Luhan menghancurkan angan-angannya. Bagaimana tidak, Luhan tidak bisa berhenti mengganggu Sana sejak tadi jam pelajaran, membuat suara-suara aneh dan bergerak-gerak seakan ada paku yang menancap di kursinya hingga ia tidak bisa diam. Meskipun Luhan tahu kalau Pak Chan akan segera kembali dari toilet.

“Yaah, Lisa. Bosen nih!” jawab Luhan lalu mengalihkan pandangan dari kepala Sana yang ada di depannya ke wajah merengut Lisa. “Mending kamu ikutan nyanyi. Suka Maroon 5? Lagunya enak-enak, loh.”

Lalu Luhan mulai bernanyi lagu Payphone. Lisa memandang Luhan dan bagian jauh—paling jauh—dari diri Lisa mengakui kalau suara Luhan memang bagus. Sangat. Dan fakta kecil itu membuat Lisa kesal. Pada akhirnya Lisa menyerah dan kembali memandang buku Biologi-nya. Well, belajar biologi dengan latar lagu Payphone. Tidak buruk, juga.

*

Lisa memandang pagar besar di depannya. Ia terlambat.

Lisa tahu kalau ia harus menunggu sampai bel istirahat kalau mau masuk ke sekolah. Namun itu tiga jam lagi dari sekarang. Lisa bingung sampai Lisa melihat seorang laki-laki di kejauhan yang berlari-lari ke arahnya. Ternyata itu Luhan. Lisa langsung membuang muka.

Phew! Gila! Bisa-bisanya aku ketinggalan bis.” terdengar keluhan dari Luhan. Bahkan napas Luhan masih memburu karena dari halte Luhan berlari. “Kita udah telat, ya?”

Lisa mengangkat alis. Tidak yakin kepada siapa Luhan berbicara. Namun karena disitu hanya ada dirinya dan Luhan, Lisa hanya mengangkat bahu. “Liat aja sekarang jam berapa.” Lisa menjawab ketus dengan wajah yang tidak kalah ketus. Lisa duduk pada sebuah bangku di sudut jalan dan memilih untuk menunggu Pak Satpam membukakan pintu. Meskipun itu artinya tiga jam lagi. Lisa meraih buku matematika tebalnya dari dalam tas dan mulai membaca.

Luhan mengangkat alis memandang Lisa lalu menghela napas. Luhan memilih untuk merebahkan dirinya di samping Lisa. “Lisa-ya,” Luhan memanggil. “Nggak bosen apa, disini? Itu kan buku matematika, Lis. Masa buku matematika dibaca.”

Tidak ada jawaban.

“Lisa-ya,” Luhan memanggil lagi. “Masa iya mau nunggu disini sampe jam istirahat? Tiga jam lagi lho, Lisaaaaa.”

Lisa mengangkat bahu tanpa mengalihkan wajahnya dari buku yang sedang dibacanya. “Aku bakalan nunggu. Kalo kamu mau pergi, silahkan.”

“Nggak seru kalo cuma sendiri.” Ujar Luhan mengalihkan pandangannya pada Lisa. “Ikut aku, yuk!”

Tidak ada jawaban. Merasa gerah, Luhan malah meraih buku Lisa secara paksa dan memandang Lisa yang sedang memandang Luhan dengan wajah terkejut.

“Balikin, nggak?!” Lisa memandang Luhan, jelas kesal setengah mati. Tapi Luhan malah menggoyangkan jari telunjuknya ke samping kanan dan kiri, pertanda tidak.

“Temani aku dulu, yuk! Aku janji, kita nggak bakalan telat dateng kesini lagi.” Luhan memandang Lisa, tersenyum.

Dan sebelum Lisa sempat menolak, Luhan sudah meraih kedua tangan Lisa dan menyeretnya untuk ikut bersamanya.

*

Lisa tidak pernah naik bus, tidak pernah makan sate ikan, tidak pernah ke pasar, dan tidak pernah benar-benar pergi dengan seseorang. Karena selama ini, kemanapun Lisa pergi tidak pernah ada orang yang menemaninya, kecuali mungkin Pak Hwang supir pribadinya yang setia. Berbeda dengan sekarang.

Sejak pagi tadi, Luhan sudah mengajak Lisa berkeliling kota Busan dengan naik bis dan menilik dari ekspresi takjubnya, Luhan yakin ini kali pertama Lisa naik angkutan yang sudah sangat umum itu. Mereka juga sudah memberi makan burung-burung yang ada di pantai. Setelah itu, Luhan membelikan Lisa sate ikan, makanan yang menurutnya terenak di dunia yang belum pernah dimakan Lisa, hal ini tentu saja membuat Luhan sangat prihatin. Padahal siapa yang tidak suka sate ikan di dunia ini? Tapi pada akhirnya Lisa berkata bahwa menurut Ayahnya sate ikan yang dijual di pinggir jalan itu kotor sehingga ia tidak diperbolehkan memakannya. Lalu, Luhan mengajak Lisa ke sebuah toko kelontong, dimana Luhan menemukan sebuah jam tangan tua yang langsung ia hadiahkan kepada Lisa. Awalnya, Lisa hanya menatap jam antik yang cantik itu namun Luhan segera meraih jemari Lisa tanpa ragu dan menyarungkannya pada tangan Lisa. Dan sekarang, mereka sedang duduk di sebuah bangku di pinggir pasar. Melihat orang-orang yang berlalu-lalang.

“Kamu udah berapa lama sih di Busan?” Lisa bertanya, nadanya sedikit menuduh—tipikal Lisa sekali. “Kok kayaknya kamu lebih tahu banyak daripada aku.”

Luhan terkekeh ringan sebelum kembali menyesap jus melonnya yang sudah setengah mencair. “Aku itu petualang sejati. Sukanya cari-cari.”

Lisa tidak merespon setelah itu namun ia menunduk untuk melihat jam tangannya, jam sembilan.

“Mending begini dari pada nunggu di depan gerbang. Iya, kan?” Luhan menyandarkan punggungnya ke sandaran dan memandang Lisa. Menghela napas untuk melepas lelah.

Lisa tidak menjawab. Lisa masih bingung dengan dirinya dan apa yang sudah ia lakukan sejak Luhan “menculik”nya pagi tadi. Yang jelas, ia senang.

“Aku nggak pernah ke tempat-tempat kayak tadi.” Ujar Lisa tiba-tiba. Membuat Luhan mengangkat alis. “Sejak Mama meninggal, Papa takut kehilangan aku juga. Jadilah hidupku selalu diatur Papa. Kemana-mana selalu harus minta izin. Itu pun harus jelas mau kemana. Aku jadi seperti robot.”

Lisa melanjutkan. “Hidupku cuma sebatas berangkat sekolah, pulang sekolah, les bimbel, les piano, pulang ke rumah, dan tidur. Hidupku cuma berputar di situ-situ aja.”

Luhan memandang Lisa, tertegun. Lisa mengalihkan pandangan pada Luhan dan memandangnya. Ekspresi Lisa tidak bisa ditebak. Lisa bahkan tidak tahu kenapa tiba-tiba ia menceritakan masalahnya kepada anak kemarin sore di hidupnya.  Tapi Lisa tahu, ia senang berada di dekat Luhan sekarang.

“Bahkan, teman pun aku nggak punya.” Lisa tertawa getir. “Nggak heran kalo semua orang nyebut aku Putri Salju. Kehangatan aku udah mati. Sekarang, yang ada cuma es, es, dan es.” Lisa mengangkat bahu. “Well, manusia-manusia itu benar. Aku pantas dipanggil Putri Salju.”

Luhan memandang Lisa sambil mengangkat alis. Ekspresi sok tegar Lisa membuat Luhan mendapat sebuah gagasan baru di otaknya.

“Lisa-ya,” Luhan memanggil. Suaranya tegas dan jernih. “Aku tahu kita baru kenal beberapa minggu yang lalu.”

“Lalu…?” Lisa mengalihkan pandangan pada Luhan sepenuhnya.

“Ayo kita berteman.” Lisa menggeleng perlahan sambil menyipitkan mata, seakan Luhan berbicara menggunakan bahasa asing yang tak ia mengerti. Namun, Luhan tetap melanjutkan. “Teman yang sesungguhnya. Aku sadar kok, sebulan ini kamu sama sekali nggak menganggapku teman. Iya, kan?”

“Hah?”

“Aku akan membantu kamu mencairkan seluruh es yang ada di diri kamu. Aku janji.” Luhan memandang Lisa yakin, lalu mengulurkan telapak tangannya pada Lisa. Seolah ingin meminta sesuatu dari Lisa. “Jadi, izinkan aku jadi matahari kamu, ya?

Lisa memandang Luhan. Takjub dan tidak percaya sama sekali. Ia memandang Luhan dan merasakan pandangan Luhan yang menghangatkan sekaligus menenteramkan. Lisa sadar kalau ia harus membuat keputusan. Tetap menjadi si Putri Salju… atau berubah bersama Luhan. Ia harus memilih.

Dan pada akhirnya, Lisa memilih untuk menghampiri Pangeran Mataharinya. And that feels so great.

END


My ex-Husband [00. Prolog]

$
0
0

Seoul, 11 Juni 2005

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Para siswa sebuah Sekolah Menengah Atas ternama di Seoul merayakan hari kelulusan mereka dengan penuh haru; merayakan jerih payah yang sudah mereka tempuh selama tiga tahun. Namun, berbeda dengan seorang pemuda bersama seorang gadis. Tidak berniat untuk merayakan, sepasang kekasih itu justru melarikan diri dari keramayan. Menetap di sebuah gereja tua di salah satu desa terpencil yang jaraknya sangat jauh dari Seoul; tapi masih termasuk bagian dari Korea Selatan— Mereka bersuka cita.

Iringan musik gereja terdengar merdu, dentingan piano memenuhi seluruh penjuru. Di atas altar, sudah berdiri pendeta yang siap untuk menyatukan janji suci diantara si pemuda dan gadis itu.

Senyum penuh kebahagian tak pernah terlepas dari mereka yang sedang berjalan beriringan menuju altar. Sampai saat keduanya telah tiba di hadapan sang pendeta. Janji suci diucapkan. Mereka sudah sah menjadi suami istri di mata Tuhan.

Berbalut gaun pernikahan yang sederhana, gadis itu tidak dapat menutupi rasa bahagianya. Sama halnya dengan si pemuda.

Ciuman manis menjadi penutup yang manis pula. Cinta mereka terjalin begitu mesra bagai film romansa yang sering ditonton si gadis. Semuanya berjalan indah seperti apa yang terbayang sebelumnya.

-ooOoo-

6 Months Later

-ooOoo-

Masa-masa belum matang adalah masa-masa ketika kita mengambil keputusan tanpa berpikir panjang terlebih dulu. Keputusan yang diambil belum sepenuhnya benar. Pada masa-masa itu pula, kita tidak pernah memikirkan apa yang terjadi kedepannya; hanya memikirkan apa yang akan terjadi sekarang. Kemudian, berbekaslah rasa penyesalan.

“Aku lelah terus bertengkar denganmu hanya karena hal sepele seperti ini.”

“Kau pikir aku tidak lelah?! Aku muak jika terus seperti ini!”

“Chan, aku rasa kita sudah tidak bisa hidup seperti ini lagi. Aku sudah tidak kuat. Mari kita berpisah saja. Dengan begitu, kau bebas melakukan hidupmu tanpa aturan apapun dariku.”

“Cih, memangnya kau saja yang tidak kuat, aku juga, Anna. Baik. Jika ini jalannya, akan aku lakukan.”

-ooOoo-

Tertulis, Manhattan, New York City, USA 2016

Penyesalan membawa Anna merasuk rasa takut untuk menjalin hubungan dengan para pria; bahkan sampai kini diusianya yang sudah matang. Dan, semua itu karena rasa penyesalan yang dulu pernah ia alami.

Usia yang belum matang dimasa lalu adalah penyebabnya; Anna tahu itu. Karenanya, Anna merasa menyesal dan menyeretnya pada rasa kecewa yang bisa dibilang tidak kecil.


Cerita ini tentang pernikahan dini yang membawa penyesalan karena hancur disaat baru memulainya. Rasa penyesalan tumbuh, mempertebal rasa kecewa ketika datang menyapa. Dan, pertemuan yang belum pernah direncanakan. Membuat semuanya menjadi berantakan serta tidak terkendali. Restu yang menjadi kendala. Namun, ada salah satu pihak yang berharap untuk bisa kembali.
Siapakah dia?

Apa semuanya akan mampu kembali seperti semula?

Tentu saja dengan tanpa rasa penyesalan dan kecewa yang membayangi Anna.

-ooOoo-

2016

Park Chanyeol [31th y.o]

-ooOoo-

Choi Anna [30th y.o]

-ooOoo-

To Be Continue

TINGGALKAN JEJAK SETELAH MEMBACA!!!

#Thanks

P.s :

Hai~

Wah udh sebulan nih gk update hehehe:D
Lama ya? Uhh sorry guys:'(

Dan, sekarang aku bawa ff baru lagi. Dibaca ya~ mudah2an kalian suka:)



Nightmare [Part XI] #Sorry

$
0
0

EXO’s Sehun & OC’s Mikyung

Angs | Sad | Life | Mature | Psychology (little) | Romance | Married Life

[Rated Can Change Anytime!]

Disclaimer! The original results my imagination. NOT FOR PLAGIARISM OR COPY PASTE!!!

  “Aku belum pernah merasa bahagia sebelumnya. Jadi, setiap kali aku bahagia, aku akan mencari kemalangan. Namun, kini ada kau alasanku untuk tetap bahagia… terima kasih.”

©2016.billhun94


Di malam yang terasa sangat sunyi ini, Mikyung tersenyum dalam hati ketika ingatannya merangkai kejadian beberapa jam yang lalu; ketika untuk pertama kalinya Mikyung dapat merasakan sapuan hangat Sehun di bibirnya. Terasa seperti mimpi, namun, Mikyung tidak dapat menemukan tanda-tanda jika itu adalah sebuah mimpi.

Selama Mikyung hidup di Australia, ia tidak pernah menaruh ketertarikannya pada seorang laki-laki. Bukan maksud untuk mengatakan jika Mikyung adalah seseorang yang mengalami kelainan jenis; memang dasarnya ia yang terlalu cuek terhadap laki-laki.

Oh Sehun. Menjadi pria pertama yang membuat jantungnya berdegup sangat kencang dan salah tingkah sewaktu berada di dekatnya. Kenal pria itu belum genap sebulan sudah dapat membuat Mikyung menjadi seperti sekarang. Apalagi jika lebih lama lagi?

Perlahan demi perlahan, Mikyung mulai mengingat kejadian yang pernah menimpanya sampai menghasilkan keadaan seperti ini. Mikyung mencoba untuk lebih mengingatnya lagi dengan bantuan Sehun, tapi, ia hanya dapat merasakan sakit yang menyerang kepalanya. Dan satu hal yang membuat Mikyung bahagia, ia mendapatkan satu ingatannya ketika sedang bersama Sehun. Itu sungguh membuatnya sangat senang; senang karena Sehun masuk dalam salahsatu ingatan yang begitu indah.

Mikyung menarik selimutnya sampai batas dada. Ia menatap langit-langit atap kamarnya seraya memikirkan suatu hal. Sehun bilang jika mereka adalah suami istri, namun, mengapa mereka harus tidur terpisah seperti ini? Apa mungkin Sehun merasa tidak nyaman tidur bersamanya?

Ini mungkin akan menjadi hal yang paling gila dalam hidup Mikyung yang memilih untuk mendatangi kamar Sehun disaat jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Mikyung merajut langkah menuju kamar Sehun dengan memperhatikan setiap langkah yang ia ambil karena pekatnya malam membawa kegelapan, dan hanya lampu dapur serta lampu taman yang menjadi penerang.

Merasa tidak perlu untuk mengetuk pintu, Mikyung membuka kenop pintu kamar Sehun tanpa permisi. Nihil. Ia tidak dapat menemukan Sehun di kamarnya. Mikyung pun berjalan masuk ke dalam kamar tersebut sebelum akhirnya ia duduk di salah satu sisi ranjang. Ada sesuatu yang menarik perhatian Mikyung, yaitu amplop putih yang berada di nakas. Karena penasaran, Mikyung akhirnya membuka amplop tersebut.

Butuh beberapa menit untuk membaca seluruh isi dari amplop itu, dan butuh beberapa menit juga untuk mencerna kembali isi dari amplop tersebut. Terlalu mengejutkan sampai-sampai membuat Mikyung tidak mampu berkata-kata.

-oOo-

Hal yang menjadi utama sekarang adalah membuat Mikyung harus berada pada posisi yang memang seharusnya wanita itu tempati. Sehun mengerahkan segala cara, bahkan sampai harus memberikan pelajaran khusus bagi Mikyung tentang semua hal yang berbau bisnis. Memang, awalnya Mikyung menolak untuk berada di posisi tersebut, namun, ketika Sehun mengatakan semuanya yang ia tahu tentang dibalik sebab yang membuat Mikyung seperti sekarang, wanita itu langsung menyetujuinya.

Pagi itu masih sama seperti pagi-pagi lainnya. Mikyung datang ke meja makan yang sudah diisi oleh Sehun. Lagi-lagi masih sama. Mereka pelit untuk sekadar membuka suara saja. Sehun yang dasarnya tidak terlalu banyak bicara, ditambah lagi dengan Mikyung yang kini lebih memilih acuh tak acuh.

Sejujurnya, keterdiaman Mikyung bukanlah sepenuhnya karena ia merasa acuh dengan sekitar. Namun, pikirannya sedang berkelana entah kemana dan berpusat pada satu titik yang membuat ia membelenggu. Mikyung hanya bisa diam.

“Hari ini kita akan ke Daegu,” buka Sehun setelah ia menyesap secangkir kopi yang sudah disediakan.

“Kita?” Mikyung bertanya untuk meyakinkan.

“Iya, kita.” Jelas Sehun.

Mikyung sedikit heran karena Sehun mengajaknya pergi ke Daegu, bahkan ia tidak tahu dimana tempat atau desa atau apalah itu. Mikyung masih menerka maksud Sehun membawanya ke tempat tersebut. Sampai saat pria itu memarkirkan mobilnya di salah satu penyimpanan abu jenazah yang ada di Daegu, Mikyung tahu apa tujuan Sehun.

“Kau bisa menyapa orangtuamu,” kata Sehun, Mikyung hanya bisa mematung di tempatnya dengan pandangan lurus menatap foto yang terpajang di salah satu rak.

“Mereka adalah… orangtuaku?” Tanya Mikyung setengah percaya dan tidak percaya. Sehun tidak menjawab, hanya mengangukkan kepalanya.

Sorot mata Mikyung sulit untuk diartikan bagaimanapun mencoba dibaca. Semuanya bercampur menjadi satu. Mikyung memerlukan waktu menerima ini semua. Menerima kenyataan yang sangat mengejutkan baginya.

Setelah 15 menit hanya berdiam diri seperti orang bodoh, Mikyung akhirnya memberi salam dengan nada bicara yang bergetar.

-oOo-

Mimpi itu masih bersemayam dalam ketidaksadaran untuk sementara waktu, karena Mikyung masih bisa melihatnya dengan jelas. Jika memang mimpi itu benar-benar adanya, ia harap ia tidak akan pernah memimpikan hal seperti itu lagi. Karena apa? Mimpi itu adalah mimpi buruk paling mengerikan baginya. Kehilangan orang yang sangat ia cintai adalah mimpi buruk yang ia harap tidak akan pernah ia mimpikan seumur hidupnya. Sudah cukup segala penderitaan yang selama ini ia rasakan.

Mikyung merapatkan mantel yang membalut tubuhnya ketika angin musim dingin berhembus. Kini ia sedang berada di taman yang tidak terlalu jauh dari tempat penyimpanan abu jenazah tadi. Dengan pemandangan yang sangat indah, Mikyung merasakan ketenangan di hatinya. Sehun tidak ada di sini, karena pria itu sedang membeli minuman. Selang 5 menit, Sehun datang dengan dua gelas kopi hangat di tangannya dan memberikan satu pada Mikyung.

“Di sini dingin sekali, lebih baik kita masuk ke mobil,” usul Sehun menatap mata Mikyung yang juga menatapnya.

“Aku lebih suka berada di sini,” timpal Mikyung, mengalihkan pandangannya kearah lain.

Sehun mengulurkan tangannya pada Mikyung, menyematkan jemarinya di sela-sela jemari wanita itu. Sebelum ia bertemu dengan Mikyung tidak pernah sekalipun ia bersikap layaknya pria romantis di depan wanita-wanita yang bermalam bersamanya. Selama ini, Sehun cukup diam, wanita-wanita itulah yang mendekatinya dan menyerahkan tubuh mereka padanya. Terus terulang sampai akhirnya ia bertemu dengan Mikyung yang sudah merubah dirinya. Sederhana. Sehun membutuhkan wanita itu dalam hidupnya.

Cinta hanyalah omong kosong. Cinta yang terlalu dalam tidak bisa membawamu pada kebahagian yang sesungguhnya. Lebih baik mencintai sewajarnya jika tidak ingin berujung dengan rasa sakit. Sehun pernah mendapatkan nasehat itu dari Chanyeol ketika lelaki itu putus dari sang kekasih, dan ia selalu menganggap itu sebagai angin lalu. Namun kini, Sehun tahu apa maksud dari kalimat itu.

“Musim dingin. Aku benci musim dingin.”

Sehun menoleh kearah sumber suara yang berasal dari Mikyung yang menatap tumpukan salju di bawah sebuah pohon. Sehun tersenyum tipis, “Kenapa? Setahuku kau sangat menyukai musim dingin,” timpalnya.

Mikyung refleks memutar tubuhnya kearah Sehun, “Sungguh? Aku sangat menyukai musim dingin? Tidak mungkin. Bagiku, musim dingin tak ayalnya diriku sendiri yang dingin dan beku. Daddy yang mengatakan itu padaku, karenanya aku tidak menyukai musim dingin.”

Jika diterka, kalimat itu adalah kalimat terpanjang yang pernah Mikyung ucapkan pada Sehun karena selama ini wanita itu hanya berucap seadanya dan tidak pernah berkata apapun jika tidak ditanya. Apa Mikyung yang dulu ia kenal sudah kembali?

“Siapa yang bilang jika kau itu dingin? Mungkin memang iya. Tapi, kau yang dulu tidak seperti ini. Seperti halnya musim panas dan musim dingin yang saling bertentangan satu sama lain. Kau yang dulu adalah musim panas, dan kau yang sekarang adalah musim dingin. Jika kau membenci musim dingin karena mirip denganmu, maka ubahlah dirimu seperti musim panas.”

“Jadi, aku harus seperti musim panas?”

“Hm.”

Mikyung tanpa sadar menarik sudut bibirnya keatas, membentuk senyum tipis yang membuat Sehun terpaku di tempatnya. Bisa dibilang jika senyum itu adalah senyum pertama kali yang Mikyung berikan pada Sehun sejak sebulan bertemu. Sangat manis. Lebih dari apapun yang paling manis di dunia ini.

Mikyung menoleh pada Sehun seraya tersenyum tipis, “Rumit melakukannya. Lebih baik menjadi diriku yang sekarang. Musim dingin. Kau tidak keberatan, ‘kan?”

Sehun menangguk, “Iya. Tapi, masih lebih baik menjadi musim panas. Kau tahu aku ini tidak banyak bicara, jadi, terkadang aku merasa canggung bila kita terus berdiam diri. Terkadang, sih.”

Mikyung memutar tubuhnya menghadap Sehun, “Kau aneh,” katanya.

Sehun mengernyit, tapi detik berikutnya terkekeh pelan. Ia tidak tahu mengapa Mikyung bisa sangat menggemaskan di matanya kini. Sikap wanita itu membuat Sehun terkadang berpikir dua kali tentang sesuatu yang asing malah semakin gencar; degupan jantungnya susah terkendali.

Angin semakin berhembus kencang, Mikyung mengeratkan tangannya yang sedang digenggam oleh Sehun. Feronom yang menyeruak di balik mantel yang Sehun kenakan membuat Mikyung merasakan ketenangan. Bisa dibilang jika ia mulai merasa nyaman dengan keberadaan Sehun. Tanpa sadar, memorinya meretas kejadian kemarin malam. Masih penasaran, namun ragu untuk menanyakan. Akhirnya Mikyung memilih bungkam.

-oOo-

Menjadi salah satu daerah penghasil sumber daya alam terbaik di Korea Selatan, Daegu menyajikan hasil laut terbaik setelah Busan. Bukan hanya hasil laut, tapi juga hasil pribumi yang terkenal dengan kesegarannya. Banyak restoran di Daegu yang menyajikan hasil sumber daya alam mereka. Salah satunya yang kini Sehun dan Mikyung datangi. Terlihat sederhana, namun hidangan di sinilah yang terbaik di Daegu.

Sehun sedang memanggang belut di depan panggangan yang sudah tersedia setelah sebelumnya di beri bumbu lebih dulu. Aroma yang dihasilkan benar-benar menggoyang lidah. Mikyung terlihat begitu mewanti, sampai pandangannya tak lepas dari belut yang sangat menggiurkan itu. Sehun yang melihatnya tergelitik. Senyum terpatri di wajah tampannya. Entah sejak kapan dimulai, tapi sepertinya akhir-akhir ini otot wajah Sehun melemas; membuat ia dengan mudahnya tersenyum. Pengecualian. Hanya di depan sang istri saja.

“Kau lapar?” Tanya Sehun; masih sibuk memanggang.

“Tidak begitu,” jawab Mikyung.

“Bohong,” timpal Sehun.

“Terserah,” ujar Mikyung.

Dua menit setelah itu, belut yang dipanggang Sehun telah matang. Mikyung langsung menyumpit belut tersebut dan memakannya dengan lahap. Tidak menyadari jika kini Sehun tengah tersenyum melihat kelakuan wanita itu.

Sehun yang melihat ada sebiji nasi di sudut bibir Mikyung berdecak, lalu mengulurkan tangan untuk mengambil nasi itu. “Makannya jangan terburu-buru,” nasihatnya.

Deg

Getaran itu datang lagi. Mikyung terpaku di tempat. Gelenyar aneh mulai menyambangi hatinya. Seakan tidak lelah, otot jantungnya terus berdetak lebih cepat dari biasanya. Mikyung heran. Getaran macam apa ini?

“Seperti anak kecil,” cibir Sehun.

Mikyung masih bergeming, bahkan ketika Sehun sudah menghabiskan belut yang tadi dipanganggnya.

Oh Sehun… pria seperti apa dia sebenarnya? Sikap baik dan perhatian yang selama ini dia berikan membuat Mikyung tidak ingin menganggap lebih. Sehun bagai malaikat di tengah kumpulan iblis yang ingin menangkapnya. Sang penyelamat yang selalu siap membantunya jika sedang kesusahan. Namun, Mikyung sadar jika di dunia ini tidak ada yang gratis. Sehun pasti punya tujuan lain dibalik sikapnya ini pada Mikyung. Mungkin.

Sehun yang sadar dengan keterdiaman Mikyung, melambaikan tangannya ke wajah wanita itu. “Kau tidak ingin menghabiskan belutnya?”

Mikyung tersadar, melirik Sehun sekilas. Tiba-tiba saja rasa laparnya hilang begitu saja. “Aku ingin pulang,” pintanya.

-oOo-

“Kau tidak apa-apa?”

Mikyung sama sekali tidak menoleh kearah Sehun walaupun pria itu sudah menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali.

Sentuhan di tangannya yang terasa dingin membuat Mikyung tersentak dari lamunan. Pertanyaan yang sama terulang. Rasanya menenangkan ketika Sehun bertanya seperti itu. Seperti Sehun akan selalu ada untuknya. Seperti Sehun akan selalu menemaninya kapanpun. Seperti Sehun akan selalu ada di sisinya. Dan memastikan jika ia selalu baik-baik saja.

“Aku tidak apa-apa,” jawab Mikyung rendah.

Sehun memasang senyum tipisnya. Membuat Mikyung semakin gencar mencari arti dari getaran yang kini selalu hadir saat bersama dengan Sehun.

Mobil yang Sehun bawa kini sudah memasuki pelataran mewah rumahnya. Seorang pegawai rumah menghampiri untuk membukakan pintu mobil.

Mikyung berjalan menuju pintu masuk, tidak dengan Sehun yang mendadak mendapat telepon dari seseorang. Mikyung merebahkan tubuhnya begitu sampai di kamarnya. Gorden jendela masih tertutup, menghalang sinar matahari masuk. Begini lebih nyaman. Menatap langit kamar, Mikyung berkelana entah kemana, dan baru berhenti ketika pintu kamarnya diketuk oleh seseorang.

Seorang pria berjas hitam rapi menyambut Mikyung, setelah sebelumnya membungkuk memberi hormat, pria itu berucap, “Maaf jika sebelumnya saya menganggu waktu Anda. Presdir memerintahkan saya untuk membawa Anda ke perusahaan, sekarang.”

Kening Mikyung mengkerut, “Di mana Sehun?” Tanyanya.

Dengan sopan, pria yang Mikyung ketahui sebagai salah satu anak buah Sehun menjawab, “Beliau sedang pergi,” jawabnya.

-oOo-

Keadaan mendadak hening ketika seorang pria setengah baya dengan sneli putihnya memberikan pernyataan. Menghela napas, pria yang kerap di panggil Dokter Kim itu melanjutkan, “Jika Anda terus mengulur waktu, pembengkakkannya bisa mengancam nyawa Anda,” terangnya lagi.

Sehun menutup mata dalam. Soojung yang berada di sampingnya bahkan tidak mampu untuk berkata-kata. Mungkin emosi kini sudah menguasi dirinya. Dan baru meluap ketika ia sudah berada di satu ruangan yang hanya diisi olehnya dan Sehun.

Soojung sudah tidak mampu menahan emosinya yang meluap, “Sejak kapan kau peduli dengan orang-orang di sekitarmu? Kau bahkan tidak pernah peduli dengan keadaanku sama sekali sejak kita berteman puluhan tahun lalu. Sadarlah Oh Sehun! Dia hanya benalu dalam hidupmu.”

Bukannya merenungi setiap perkataan sang sahabat, Sehun malah balas membentak. “TUTUP MULUTMU JUNG-SOO-JUNG!”

Soojung kalap. Ia terdiam di tempat. Kabut di matanya terlihat jelas. Sehun sudah sangat berubah. Seharusnya ia tahu itu.

“Kau tidak akan pernah mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Jadi, simpan perkataanmu baik-baik.” Desis Sehun dingin dan langsung melenggang pergi meninggalkan Soojung yang terpaku.

-oOo-

Sebelum benar-benar menguasi tempat yang sesungguhnya, Mikyung memang harus mendapatkan pelajaran tentang bisnis selama 6 bulan. Sehun yang mengatur semuanya dan berjalan dengan baik. Kini, wanita itu sedang berada di ruangan Sehun setelah menerima tutor pembelajaran di ruangan lain.

Ngomong-ngomong, ini adalah pertama kalinya Mikyung masuk ke dalam ruangan Sehun. Ruangan ini benar-benar sangat cocok dengan kepribadian pria itu. Simpel dan mengagumkan.

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Mikyung. Dari sofa yang didudukinya, Mikyung menoleh. Sehun sedang berjalan menuju kearahnya dengan senyum simpul yang manis.

Sehun duduk di samping Mikyung, “Sudah lama menunggu?” Tanyanya

Mikyung menggeleng, “Belum,” jawabnya.

“Oh iya, aku punya hadiah untukmu,” kata Sehun seraya merogoh kantung celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil.

Sepasang cincin yang diperuntukan untuk pengantin menyambut iris kelabu Mikyung. Sinarnya menyorotkan tanda tanya pada Sehun yang tersenyum manis kearahnya.

“Untuk siapa?” Tanya Mikyung.

“Untuk kita,” jawab Sehun.

“Kenapa?”

“Karena kita sudah menikah. Cincin adalah simbol penting. Maaf, jika aku baru membelikannya sekarang. Aku harap kau suka,” kata Sehun. Menaruh kotak cincin itu di meja setelah mengambil satu cincin untuk wanita itu, lalu memakaikannya di jari manis Mikyung.

Cantik. Mikyung tidak mengelak fakta itu, dan ia menyukainya. Tanpa sadar, lengkungan indah terbentuk di bibirnya. “Aku menyukainya,” ungkap wanita itu.

Sehun senang karena Mikyung menyukai pemberiannya. Lantas, ia ingin memakai cincin yang satunya lagi untuknya. Namun, jemari lentik Mikyung menghentikannya. “Biar aku yang memakaikan,” ujar wanita itu.

Sorot Sehun tidak bisa terlepas dari sosok Mikyung yang tampak cantik dengan dress bermotif bunga-bunga dan rambut hitam sepunggung yang digerai. Manis dan cantik. Wanita itu tidak mengalami banyak perubahan. Hanya saja, kini ia rasa Mikyung sedikit lebih feminim jika dibandingkan sewaktu ia bertemu dengannya lagi setelah 3 tahun. Celana jeans dan kaos oblong menjadi outfit kegemarannya.

Bulu mata lentik Mikyung menyorot Sehun. Cincin itu kini telah terpasang. Tangan hangatnya memegang tangan Sehun yang sama-sama terasa hangat. Tangan itu tidak terlepas karena keduanya yang membeku di tempat dengan pandangan yang saling menyiratkan perasaan tertentu.

“Mikyung-ah….”

Yang dipanggil langsung menoleh. Sehun menatapnya serius dan dalam. Getaran itu kembali datang.

“Aku belum pernah merasa bahagia sebelumnya. Jadi, setiap kali aku bahagia, aku akan mencari kemalangan. Namun, kini ada kau alasanku untuk tetap bahagia… terima kasih.”

Sehun mengusap jemarinya di atas tangan lembut Mikyung tanpa melepas kontak mata mereka.

Mikyung menundukkan kepalanya. Rasa bersalah menyergap dirinya begitu saja, “Maafkan aku karena tidak bisa mengingat semuanya….” gumamnya.

Sehun mengangkat dagu Mikyung, tersenyum manis dan berkata, “Tidak perlu meminta maaf. Kau tidak salah,” ralatnya.

Mikyung merasa jika ia sangat keterlaluan karena tidak mampu untuk mengingat seperti apa sosok Sehun yang dulu pernah masuk dalam kenangan hidupnya. Sikap baik pria itu malah membuat Mikyung makin merasa bersalah. Bagaimanapun mau apalagi? Semuanya sudah terjadi. Waktu tidak dapat di putar kembali, bukan?

Tangan Sehun perlahan mengusap surai lembut Mikyung. Memangkas jarak, Sehun semakin dekat untuk mengikis spasi di antaranya dengan Mikyung. Berhasil. Bibirnya mendarat sempurna di atas permukaan bibir Mikyung yang terasa manis dan lembut. Hanya sebuah kecupan. Sehun pun menanggalkan kepalanya dan menatap Mikyung.

Sepertinya ciuman singkat itu belum benar-benar berakhir karena Mikyung yang menarik tengkuk Sehun dan menyatukan bibir mereka sekali lagi. Sehun sontak terkejut, tapi ia masih bisa mengendalikannya untuk tidak membalas perbuatan Mikyung lebih dari sekadar sebuah kecupan saja.

Pangutan mereka terlepas. Mikyung menundukkan kepalanya karena malu. Pipinya merah sempurna. Jemarinya tertaut risih. Ini adalah kali pertama ia mencium seorang pria, terlebih lagi pria itu adalah Sehun.

Gemas dengan tingkah Mikyung, Sehun menarik tangan wanita itu untuk menghadapnya. Menarik tengkuknya dan menyatukan bibir mereka kembali. Untuk kali ini, Sehun memberikan lebih dengan menambahkan lumatan kecil di bibir bawah Mikyung. Lenguhan Mikyung terdengar ketika Sehun tanpa sadar mengigit bibir bawah wanita itu. Sial! Sehun sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Tubuh Mikyung sepenuhnya adalah candu baginya.

-oOo-

To Be Continue

TINGGALKAN JEJAK SETELAH MEMBACA!!!

#Thanks

P.s :

Hai~~

Sorry kalo updatenya kelamaan. Fyi, aku lg mager nulis dan part ini udh ngendep di work slma 3 minggu dn gk aku sentuh sm sekali😂😂😂


Oke. Mudah2an kalian suka:)


Viewing all 4828 articles
Browse latest View live